Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

46
Oleh : Ustadz Budi Ashari,Lc Antara Dua Nasehat Rasulullah Nasehat sangat bermanfaat bagi orang beriman. Nasehat sangatlah mahal. Apalagi kalau nasehat itu berasal dari Rasulullah. Berikut ini, akan kita amati dua nasehat Rasul untuk anak-anak di zamannya. Dua nasehat yang berbeda. Untuk dua orang yang berbeda. Untuk usia yang berbeda. Tentu dengan kandungan, nilai dan metode yang berbeda. Walaupun namanya sama-sama Abdullah. Mari kita selami mutiaranya. Ya Allah bimbing kami... Nasehat pertama untuk Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma, َ الَ قَ ف ىَ لَ بُ تْ لُ قَ فَ نِ هِ بُ َ اَ كُ عَ فْ نَ ! يٍ اتَ مِ لَ كَ كُ مِ لَ عُ ) ا اَ لَ ) , اُ مِ ! يَ لُ ع اَ ! بْ وَ ) اُ امَ لُ ع اَ ! بَ الَ قَ فَ مَ لَ سَ وِ هْ ! يَ لَ عُ َ ى اَ لَ صِ ! ىِ بَ لن اَ يِ دَ رُ تْ نُ كَ الَ قٍ اسَ بَ عِ نْ ب اِ نَ عْ دَ قِ َ اِ بْ نِ عَ نْ س اَ قَ تْ نَ عَ نْ س ا اَ دِ L اَ وَ َ اْ لَ ) اْ اسَ قَ تْ لَ ) اَ ا سَ دِ L اَ وِ ةَ دِ O ش ل ا! ىِ فَ كْ R قِ رْ عَ ! يِ اءَ خَ ر ل ا! ىِ فِ هْ ! يَ لِ L اْ فَ رَ عَ يَ كَ امَ مَ ) اُ ةْ دِ جَ تَ َ اْ ^ ظَ فْ ح , اَ كْ ^ ظَ فْ حَ ! تَ َ اْ ^ ظَ فْ ح ا, َ وكُ رُ ضَ ! يْ نَ ) وا اُ ادَ رَ ) اْ نِ L اَ وِ هْ ! يَ لَ ع واُ رِ دْ قَ ! يْ مَ لَ كْ ! بَ لَ عُ َ اُ هْ يُ j نْ كَ ! بْ مَ لٍ ءْ! ىَ O شِ بَ وكُ عَ فْ نَ ! يْ نَ ) وا اُ ادَ رَ ) ا اً ن! عِ مَ جْ مُ هَ لُ كَ قْ لَ جْ ل اَ نَ ) اْ وَ لَ قٌ نِ ) ب اَ كَ وُ ه اَ مِ بُ مَ لَ قْ ل اَ فَ حَ عَ مَ نَ ) اَ وِ تْ رَ كْ ل اَ عَ مَ جَ رَ فْ ل اَ نَ ) اَ وِ رْ بَ ص ل اَ عَ مَ رْ ضَ ن ل اَ نَ ) اَ ا وً بِ O ثَ ك اً رْ ! بَ خُ ةَ رْ كَ j ب اَ ى مَ لَ عِ رْ بَ ص ل ا! ىِ فَ نَ ) اْ مَ لْ ع اَ , وِ هْ ! يَ لَ ع واُ رِ دْ قَ ! يْ مَ لَ كْ ! بَ لَ عُ َ اُ هْ يُ j نْ كَ ! بْ مَ لٍ ءْ! ىَ O شِ ب اً رْ سُ ! بِ رْ سُ عْ ل اDari Ibnu Abbas dia berkata: Aku dibonceng Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau berkata, “Nak,aku akan mengajarimu beberapa kalimat, semoga Allah memberimu manfaat dengannya.” Aku berkata: Ya Nabi berkata, “Jagalah Allah, Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, kamu akan menjumpai Nya ada di hadapanmu. Kenalilah Dia dalam keadaan lapang, Dia akan mengenalimu di waktu sempit. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Pena telah kering terhadap semua yang ada, maka jika seluruh makhluk ingin memberimu manfaat (menolongmu) dengan sesuatu yang tidak ada dalam takdir Allah untukmu, mereka tidak akan sanggup melakukannya. Dan jika mereka ingin membahayakan dirimu dengan sesuatu yagn tidak ada dalam takdir Allah padamu, mereka tidak akan sanggup melakukannya. Ketahuilah, sesungguhnya dalam kesabaran terhadap hal yang tidak kamu sukai ada banyak sekali kebaikan. Sesungguhnya kemenangan datang bersama dengan kesabaran. Sesungguhnya solusi datang bersama dengan kesulitan. Dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dia berkata: hasan shahih) Nasehat kedua untuk Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma,

description

pendidikan

Transcript of Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Page 1: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Oleh : Ustadz Budi Ashari,Lc

Antara Dua Nasehat Rasulullah

Nasehat sangat bermanfaat bagi orang beriman. Nasehat sangatlah mahal. Apalagi kalau nasehat itu berasal dari Rasulullah. Berikut ini, akan kita amati dua nasehat Rasul untuk anak-anak di zamannya. Dua nasehat yang berbeda. Untuk dua orang yang berbeda. Untuk usia yang berbeda. Tentu dengan kandungan, nilai dan metode yang berbeda. Walaupun namanya sama-sama Abdullah. Mari kita selami mutiaranya. Ya Allah bimbing kami...

Nasehat pertama untuk Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma,

�ال� أ غ�ل�ي�م� ي�ا و�� أ م� غ�ال� ي�ا ال� ق� ف� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه� ل�ى ص� الن�ب�ي� د�يف� ر� ك�ن�ت� ال� ق� ع�ب�اس% اب�ن� ع�ن�

ام�ك� م�أ� د�ه� ت�ج� الل�ه� ظ� ف� اح� ظ�ك� ف� ي�ح� الل�ه� ظ� ف� اح� ال� ق� ف� ب�ل�ى ل�ت� ق� ف� ن� ب�ه� الل�ه� ع�ك� ي�ن�ف� ك�ل�م�ات% أ�ع�ل�م�ك�

ب�الل�ه� ت�ع�ن� اس� ف� ت�ع�ن�ت� اس� �ذ�ا إ و� الل�ه� أ�ل� اس� ف� أ�ل�ت� س� �ذ�ا إ و� د�ة� الش� ف�ي ي�ع�ر�ف�ك� اء� خ� الر� ف�ي �ل�ي�ه� إ ف� ت�ع�ر�الل�ه� ي�ك�ت�ب�ه� ل�م� ء% ي� ب�ش� ع�وك� ي�ن�ف� أ�ن� اد�وا ر�

� أ يعFا م� ج� م� ك�ل�ه� ل�ق� ال�خ� أ�ن� ل�و� ف� Jك�ائ�ن و� ه� ب�م�ا ل�م� ال�ق� ج�ف� د� ق�ع�ل�ي�ه� وا د�ر� ي�ق� ل�م� ع�ل�ي�ك� الل�ه� ي�ك�ت�ب�ه� ل�م� ء% ي� ب�ش� وك� Mر ي�ض� أ�ن� اد�وا ر�

� أ إ�ن� و� ع�ل�ي�ه� وا د�ر� ي�ق� ل�م� ع�ل�ي�ك�أ�ن� و� ب� ال�ك�ر� ع� م� ج� ر� ال�ف� أ�ن� و� ب�ر� الص� م�ع� ر� الن�ص� أ�ن� و� ا Fك�ث�ير ا Fي�ر خ� ه� ت�ك�ر� ا م� ع�ل�ى ب�ر� الص� ف�ي أ�ن� اع�ل�م� و�

ا Fر ي�س� ر� ال�ع�س� م�ع�

Dari Ibnu Abbas dia berkata: Aku dibonceng Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau berkata, “Nak,aku akan mengajarimu beberapa kalimat, semoga Allah memberimu manfaat dengannya.” Aku berkata: Ya Nabi berkata, “Jagalah Allah, Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, kamu akan menjumpai Nya ada di hadapanmu. Kenalilah Dia dalam keadaan lapang, Dia akan mengenalimu di waktu sempit. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Pena telah kering terhadap semua yang ada, maka jika seluruh makhluk ingin memberimu manfaat (menolongmu) dengan sesuatu yang tidak ada dalam takdir Allah untukmu, mereka tidak akan sanggup melakukannya. Dan jika mereka ingin membahayakan dirimu dengan sesuatu yagn tidak ada dalam takdir Allah padamu, mereka tidak akan sanggup melakukannya. Ketahuilah, sesungguhnya dalam kesabaran terhadap hal yang tidak kamu sukai ada banyak sekali kebaikan. Sesungguhnya kemenangan datang bersama dengan kesabaran. Sesungguhnya solusi datang bersama dengan kesulitan. Dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dia berkata: hasan shahih)

Nasehat kedua untuk Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma,

ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه� ل�ى ص� الل�ه� ول� س� ر� ذ� أ�خ� ال� ق� ا م� ع�ن�ه� الل�ه� ي� ض� ر� ع�م�ر� ب�ن� الل�ه� ع�ب�د� ع�ن� Jد اه� م�ج� عنال� ف� ي�ت� م�س�

أ� �ذ�ا إ ول� ي�ق� ر� ع�م� اب�ن� و�ك�ان� ب�يل% س� ع�اب�ر� و�أ� Jغ�ر�يب �ن�ك� ك�أ الدMن�ي�ا ف�ي ك�ن� ال� ق� ف� ن�ك�ب�ي ب�م�

ت�ك� و� ل�م� ي�ات�ك� ح� و�م�ن� ك� ض� ل�م�ر� ت�ك� ح� ص� م�ن� ذ� و�خ� اء� ال�م�س� ت�ن�ت�ظ�ر� ال� ف� ب�ح�ت� ص�أ� �ذ�ا إ و� ب�اح� الص� ت�ن�ت�ظ�ر�

Dari Mujahid, dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullahshallallahu alaihi wasallam memegang pundakku dan beliau bersabda, “Jadilah kamu di dunia ini seakan seorang yang asing (pengembara) atau penyeberang jalan.” Mujahid berkata: Dan Ibnu Umar berkata, “Jika kamu berada disore hari, jangan menunggu hingga pagi hari. Dan jika kamu berada di pagi hari, jangan menunggu hingga sore hari. Manfaatkan sehatmu sebelum datang sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari)

Usia Berbeda, Metode Berbeda Saat Rasulullah wafat, usia Abdullah bin Abbas 13 tahun. Sementara usia Abdullah bin Umar 21 tahun. Dengan perbedaan usia ini, maka kita bisa mengetahui bahwa Rasulullah

Page 2: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

berinteraksi dengan Abdullah bin Abbas dari usia dini hingga memasuki usia remaja (dalam istilah hari ini). Sementara Abdullah bin Umar dari usia dini hingga usia dewasa. Penulis belum mengetahui, kapan kedua nasehat ini disampaikan Rasulullah. Tapi mungkin nasehat ini disampaikan ketika Rasulullah sudah berada di Madinah, terutama ketika melihat usia Abdullah bin Abbas yang baru bisa mencerna pembicaraan di usia Madinah.Di Madinah, usia Abdullah bin Abbas adalah 3 - 13 tahun. Sementara usia Abdullah bin Umar 11 - 21 tahun. Jadi jelas bagi kita, nasehat untuk Abdullah bin Abbas adalah nasehat untuk anak-anak. Sementara nasehat untuk Abdullah bin Umar adalah nasehat untuk remaja dan dewasa.

Kini, mari kita selami suasana dan cara Nabi menguntai nasehat untuk dua usia berbeda itu. Semoga menjadi pelajaran bagi setiap orangtua.

1. Abdullah bin Abbas dinasehati Nabi saat sedang dibonceng di belakang Nabi yang sedang mengendarai kendaraan. Suasana ini sangatlah indah. Sedang santai. Seorang anak cenderung menikmati suasana berkendara. Apalagi kendaraan itu seekor binatang. Sangat anak-anak suasananya. Ini adalah sebuah momentum mahal yang seringkali terlewatkan oleh orangtua. Saat berdua di atas kendaraan, adalah saat yang tepat untuk memasukkan nilai kepada anak-anak. Sayangnya, perjalanan seringkali hanya kumpulan pita tanpa suara. Atau kalau ada suara, tanpa makna. Suasana senang dan nyaman adalah momentum yang sangat tepat untuk memberi mereka nasehat. Dan inilah salah satu penyebab mandulnya nasehat orangtua hari ini. Karena nasehat itu seringkali hadir dalam suasana penuh amarah dan menegangkan. Jika demikian, bagaimana bisa menembus dinding hati anak-anak kita?

2. Abdullah bin Umar dinasehati Nabi dengan disentuh pundaknya. Sebuah kontak fisik yang selalu memberikan kenyamanan dan kedekatan bagi anak-anak. Terutama usia remaja atau dewasa yang terasa lebih jauh dari orangtua karena merasa telah besar. Kedekatan dan kenyamanan itu sangatlah mahal. Dan ini merupakan kunci rahasia nasehat Nabi yang sangat tajam dan jitu, mampu menembus karang hati yang terjal sekalipun. Nabi memang sangat ringan menyentuhkan tangannya di bagian fisik manapun dari anak-anak yang dijumpainya.

Sentuhan fisik orangtua bagi anak-anaknya akan memberikan kenyamanan dan kedekatan. Jadi, jangan pelit menyentuh mereka. Apalagi, jika sentuhan itu hadir dari orang-orang yang mengagumkan di hati anak-anak. Pasti dahsyat!

Usia Berbeda, Bahasa Berbeda

Nasehat dahsyat Rasulullah itu pernah melahirkan pemimpin dunia Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar. Sudah seharusnya, kita menggali mutiaranya untuk bisa melahirkan orang yang sama.Ternyata Nabi menggunakan susunan bahasa yang berbeda saat menasehati dua anak yang berbeda usia tersebut. Mari kita rasakan bahasa Nabi untuk keduanya.Ini adalah nasehat Rasulullah untuk anak Abdullah bin Abbas. Rasulullah menggunakan mukaddimah sebelum menasehati.

“Nak, aku akan mengajarimu beberapa kalimat, semoga Allah memberimu manfaat dengannya.”

Mengingat, usia anak-anak yang cenderung asyik dengan permainannya, sering teralihkan oleh sekelilingnya, pendek konsentrasinya. Maka, menasehati dengan pembukaan beberapa kalimat akan

Page 3: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

memasukkan anak dalam frame konsentrasi. Sehingga seorang anak siap menerima nilai-nilai yang akan disampaikan.

Dan sesungguhnya ini adalah metode al Quran. Ulama tafsir menyampaikan tentang fungsi huruf muqotho’ah (huruf-huruf yang mengawali surat Al Quran seperti: كهيعص ق، adalah untuk menarik (ألم،perhatian. Karena huruf-huruf tersebut dikenal dengan baik oleh audiens (orang-orang Arab) tetapi tidak ada artinya. Seperti sepotong puzzle yang membuat orang semangat untuk mencari wajah utuhnya. Hal ini, akan membuat mereka penasaran dan mau mendengarkan pesan ayat berikutnya. Demikian juga fungsi nida’ (kata panggilan seperti : wahai orang-orang beriman, wahai orang-orang kafir). Mereka yang merasa beriman akan segera membuka hati dan telinga mereka, karena panggilan telah datang.

Dalam hadits Nabi di atas ada panggilan: Wahai anak...

Sementara saat itu, tidak ada anak lain selain Abdullah bin Abbas. Ada seni memanggil dalam hadits-hadits Nabi (insya Allah lain kali kita bahas). Kreatifitas pendidik seperti inilah yang diperlukan agar dunia anak-anak pun penuh warna.

Dalam hadits Nabi juga adalah kalimat pembuka: aku akan mengajarimu beberapa kalimat.

Ini mukaddimah, agar telinga segera dibuka, perhatian segera dinyalakan, akal siap menerima dan hati siap menyimpannya.

Dan semua ini dihaluskan dengan sentuhan doa: semoga Allah memberimu manfaat dengannya.

Mari kita biasakan lisan ini untuk selalu menyelipkan doa dalam setiap kalimat yang diuntainya. Sebuah sentuhan hati yang mengawali sebuah nasehat yang akan bersemayam dalam hati. Jadi, tak perlu khawatir. Anak usia SD hari ini sudah bisa menerima berbagai nasehat berisi seperti nasehat Rasulullah untuk Abdullah bin Abbas. Dengan konsentrasi tinggi. Asal menggunakan metode Nabi.

Ini sedikit berbeda dengan cara Nabi menasehati anak muda Abdullah bin Umar. Abdullah bin Umar telah berinteraksi sangat sering dengan Rasulullah. Telah tertanam pula rasa bangga dan kagum kepada pendidiknya itu. Sehingga anak muda ini memang telah siap menerima nasehat. Bahkan dengan tanpa mukaddimah sekalipun. Tetapi tetap jangan pelit melakukan sentuhan fisik. Karena sentuhan fisik orang yang dikagumi akan sangat dalam membekas dalam hati.

Untuk menasehati anak Abdullah bin Abbas, Nabi memilih kalimat yang singkat, padat dan mudah dipahami. Rasakan itu pada kalimat-kalimat Nabi berikut:

Jagalah Allah, Dia akan menjagamu.

Jagalah Allah, kamu akan menjumpai Nya ada di hadapanmu.

Kenalilah Dia dalam keadaan lapang, Dia akan mengenalimu di waktu sempit.

Jika kamu minta, mintalah kepada Allah.

Satu tema, titik. Satu tema, titik. Menjadi seperti sebuah doktrin yang disampaikan bahkan tanpa penjelasan. Karena kalimat-kalimatnya mudah dipahami oleh seorang anak, sehingga sang anak akan mengurai sendiri kalimat itu dalam dirinya. Membuatnya lebih cerdas, membuatnya hidup dalam pemahaman khas miliknya.

Page 4: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Hal ini berbeda dengan kalimat Nabi untuk Abdullah bin Umar yang telah memasuki usia remaja yang telah tumbuh dalam bimbingan nubuwah. Rasakan kalimat berikut ini:

Jadilah kamu di dunia ini seakan seorang yang asing (pengembara) atau penyeberang jalan.

Kalimat singkat, filosofis dan kaya dengan ragam tafsir. Nabi tak hanya menasehati sang anak muda. Tetapi juga ingin mengajari mereka untuk menghidupkan logika berpikir yang kelak menjadi modal besar bagi kebesarannya. Sekaligus memberikan penghargaan bagi usia mereka yang mulai tumbuh dewasa. Usia yang mulai ingin menunjukkan bahwa ia telah besar, bukan anak-anak lagi. Dengan bahasa dewasa seperti ini, dia pun merasa dihargai dengan usianya yang telah dewasa.

Bahkan kalimat filosofis ini pun disampaikan Nabi tanpa tafsir. Tapi lihatlah penafsiran Abdullah bin Umar:

Jika kamu berada disore hari, jangan menunggu hingga pagi hari. Dan jika kamu berada di pagi hari, jangan menunggu hingga sore hari. Manfaatkan sehatmu sebelum datang sakitmu dan hidupmu sebelum matimu

Subhanallah, serasa jauh antara penafsiran Abdullah bin Umar dan pesan Rasulullah. Tetapi ini adalah penafsiran yang amat dahsyat. Kita coba ikuti cara berpikir Abdullah bin Umar.

Seorang musafir atau penyeberang jalan, tidak mungkin berhenti dalam pengembaraannya atau di tengah jalan. Ada tempat tujuan atau tempat kembali. Begitulah hidup di dunia ini. Sebuah perjalanan yang bukan merupakan tujuan akhir. Maka, perbekalan selayaknya seorang musafir harus benar-benar matang. Kesempatan kebaikan jangan disia-siakan. Karena waktu terbatas. Dan kita pun akan segera pergi, menuju tempat tujuan utama dan abadi. Dengan inilah, penafsiran Abdullah bin Umar seperti di atas tersampaikan.

Kata-kata Nubuwah selalu pilihan, pantas jika melahirkan orang-orang pilihan!

Menancapkan Konsep Keghoiban

Inilah yang banyak terlewat –atau sengaja dilewatkan- dari dunia pendidikan anak hari ini. Padahal konsep keghoiban adalah sebuah pundi-pundi simpanan yang teramat mahal. Bahkan bisa lebih mahal dari semua konsep yang disampaikan setelahnya.

Konsep keghoiban ini jika telah menancap tak goyah pada diri anak dan pemuda, maka ini menjadi sebuah jaminan akan kebaikannya di kemudian hari. Menjadi alat kontrol yang lebih dahsyat dari kamera cctv. Dalam Islam, dua kontrol ini harus ada; kontrol fisik dan kontrol spiritual. Yang kedua lebih dahsyat dari yang pertama. Dari sanalah kita paham, mengapa para khalifah selalu menyempatkan diri mengirimi surat para pejabat di bawahnya. Isinya bukan selalu instruksi jabatan. Tetapi mengingatkan akan kehidupan abadi yang lebih hakiki dengan pertanggungan jawab seluruh amanah yang pernah diembannya.

Karena sumber ilmu pendidikan dan parenting hari ini dari barat yang tidak memiliki konsep keghoiban, maka hal ini tidak dimasukkan dalam konsep pembelajaran. Kalau pun ada hanyalah tambahan yang diletakkan di pojok sempit yang hampir diabaikan. Sehingga, penguatan kontrol fisik sangat luar biasa. Mengingat hanya itu yang tersisa. Maka, dalam satu gedung saja terdapat sekian banyak kamera

Page 5: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

pengawas. Ini pasti melelahkan. Belum lagi ketika terlalu banyak cara untuk mengakali semua pengawasan fisik tersebut.

Kini, terbayang betapa lelahnya para orangtua. Mereka sangat sadar bahwa pengawasan yang diciptakan oleh rumah dan sekolah sangat-sangat tidak cukup. Apalagi teknologi menjadikan dunia ini tak berbatas. Kebaikan dan keburukan disuguhkan semuanya di sana. Siapa saja bisa memilih sesuai selera.

Sekarang kita paham. Kontrol hati dengan konsep keghoiban inilah yang hilang.

Rumitnya adalah sebagian konsep pendidikan sekarang tidak mengizinkan seorang anak diajari hal abstrak. Mereka hanya bisa mencerna yang nyata. Otak mereka belum siap. Untuk itulah konsep pengajaran keghoiban disingkirkan. Mereka tengah membuang bongkahan emas!

Lihatlah kembali nasehat Nabi untuk Abdullah bin Abbas yang masih berusia SD dan untuk Abdullah bin Umar yang telah memasuki usia pemuda. Kesemua isinya menancapkan konsep keghoiban. Sentralnya adalah Allah!

“Jagalah Allah, Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, kamu akan menjumpai Nya ada di hadapanmu. Kenalilah Dia dalam keadaan lapang, Dia akan mengenalimu di waktu sempit. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah.”

Tidak ada penjelasan bagaimana cara menjaga Allah. Allah perlu penjagaan? Akan kita jumpai Allah ada di hadapan? Bagaimana cara mengenali dia di waktu lapang?

Subhanallah, sebuah keghoiban yang ditancapkan dalam keyakinan hati yang paling dalam dan kokoh.

Justru di sini uniknya. Seorang anak yang biasa membuat sesuatu yang tidak diinderanya menjadi nyata, akan mampu memaknai semua kalimat di atas lebih dahsyat dari orang tua. Mereka bisa begitu dekat dengan Allah dalam makna yang dia munculkan dalam dirinya sendiri. Akhirnya begitu menyatu mendarah daging.

Kecintaan, kekaguman, kerinduan, akhirnya ketaatan dan pengawasan Allah akan meliputi seluruh kehidupan mereka.

Dengarkan kembali nasehat Nabi selanjutnya,

“Jika seluruh makhluk ingin memberimu manfaat (menolongmu) dengan sesuatu yang tidak ada dalam takdir Allah untukmu, mereka tidak akan sanggup melakukannya.

Dan jika mereka ingin membahayakan dirimu dengan sesuatu yang tidak ada dalam takdir Allah padamu, mereka tidak akan sanggup melakukannya!”

Sebuah konsep keghoiban kembali ditancapkan. Keyakinan sedang dibangun; bahwa tidak ada gunanya konspirasi makhluk sebanyak dan sebesar apapun jika tidak diizinkan Allah. Begitu pula rencana baik semua makhluk untuk membantu kita. Saat tidak bertemu dengan takdir Allah, maka pasti tidak akan terjadi.

Pasti sudah terbayang hasil generasi yang tertancap dalam dirinya konsep ini. Mereka tidak bersandar kepada makhluk. Sadar bahwa makhluk hanyalah sandaran yang lemah.

Page 6: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Mereka juga menjadi orang yang sangat kuat dan tegar. Tidak goyah hanya oleh semua jenis tipu daya dan konspirasi makhluk. Karena mereka punya Allah!

Kisah Setangkai Anggur untuk Pendidikan

Adz Dzahabi dalam Tarikhul Islam ketika menyebutkan biografi Al Hakam bin Al Walid Al Wuhadzi Al Himshi salah seorang Shighor At Tabi’in, menyebutkan riwayat kisah ini dengan teks,

: : قال رآني إذا بعد �ان� ف�ك �ه�، �ت �ل ك� ف�أ !م� ل و�س� �ه$ �ي ع�ل !ه� الل ص�ل!ى $ي) !ب الن $ل�ى إ �ب+ ن ع$ $ق$ط�ف$ ب م)ي

� أ $ي �ن �ت �ع�ث ب ق�ال� ر+ ��س ب أبي عنغدر» غدر، »

Dari Abu Busr berkata: Aku diutus ibuku untuk memberikan setangkai anggur kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, tapi aku memakannya. Maka, jika Nabi melihatku beliau berkata: Pelanggar amanah, pelanggar amanah.

Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir juga menyampaikan tentang biografi Al Hakam dan menyebutkan riwayat ini,

: : �اك� �ت أ م)ي� أ �ف�ق�ال�ت �ه� �ت �ل ك

� ف�أ �ب+ ع$ن �م$ن $ق�ط�ف+ ب !م� ل و�س� �ه$ �ي ع�ل !ه� الل ص�ل!ى $ي) !ب الن $ل�ى إ م)ي� أ $ي �ن �ت �ع�ث ب ر+ ��س ب �ن� ب !ه$ الل �د� ع�ب عن

: : غ�د�ر� غ�د�ر� ق�ال� رآني إذا �ان� فك ال ق�ال� ؟ $ق�ط�ف+ ب !ه$ الل �د� !ع�ب

Dari Abdullah bin Busr: Ibuku mengutusku kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk memberikan setangkai anggur, tapi aku memakannya. Ibuku bertanya: Apakah Abdullah telah memberimu setangkai anggur? Beliau menjawab: Tidak. Maka jika beliau melihat saya, beliau berkata: Pelanggar amanah, pelanggar amanah.

Ibnu Adiy dalam Al Kamil dengan sanadnya meriwayatkan hadits ini dengan lafadz persis seperti lafadz Al Bukhari di atas.

Ibnu Nuqthoh Al Baghdadi dalam Ikmal Al Ikmal meriwayatkan hadits ini dengan lafadz yang juga sama dengan riwayat Al Bukhari. Ibnu Hajar dan Lisan Al Mizan meriwayatkan dengan lafadz yang sama. Abul Hasan Alin bin Abdillah bin Ibrahim Al Hasyimi dengan sanadnya ia meriwayatkan kisah yang juga sama lafadznya (lihat:Majmu’ fihi ‘Asyratu Ajza’ Haditsiyyah). Demikian juga dengan Abu Nu’aim Al Ashafani dalam Ath Thibb An Nabawi.

Adapun Ibnu Sunni dalam ‘Amalaul Yaumi Wal Lailah meriwayatkan dengan tambahan lafadz dan An Nawawi mengambil riwayat ini dalam Al Adzkar. Berikut teksnya,

: $ق$ط�ف+ ب !م� ل و�س� �ه$ �ي ع�ل الله� ص�ل!ى !ه$ الل س�ول$ ر� $ل�ى إ م)ي� أ $ي �ن �ت �ع�ث ب ق�ال� �ه� ع�ن !ه� الل ض$ي� ر� $ي!، �م�از$ن ال ر+ ��س ب �ن� ب !ه$ الل �د� ع�ب عن

« : غ�د�ر� �ا ي و�ق�ال� $ي �ذ�ن أ ذ� �خ� أ $ه$ ب �ت� ج$ئ �م!ا ف�ل !اه�، $ي إ )غ�ه� �ل �ب أ ��ن أ �ل� ق�ب �ه� م$ن �ل�ت� �ك ف�أ ، �ب+ ع$ن �«م$ن

Dari Abdullah bin Busr Al Mazini radhiallahu anhu berkata: Ibuku mengutusku kepada Rasulullah untuk membawa setangkai anggur, tapi aku makan sebelum sampai kepada beliau. Ketika aku datang, beliau menjewer telingaku dan berkata:Hai pelanggar amanah.

Al Khathib Al Baghdadi dengan sanadnya meriwayatkan kisah di atas, hanya saja dengan tambahan lafadz:

Ketika aku menemui beliau, beliau mengusap kepalaku dan berkata: Hai pelanggar amanah.

Page 7: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Adapun riwayat Ibnu Majah dalam Sunan nya, meriwayatkan kisah setangkai anggur tetapi bukan pada sahabat Abdullah bin Busr melainkan sahabat An Nu’man bin Basyir,

" : - - : ه�ذ�ا �خ�ذ ف�ق�ال� $ي ف�د�ع�ان ، $ف$ الط!ائ �م$ن Iب� ع$ن !م� ل و�س� �ه$ �ي ع�ل !ه� الل ص�ل!ى $ي) !ب $لن ل �ه�د$ي� أ ق�ال� ير+، �ش$ ب �ن$ ب Lع�م�ان$ الن �ع�ن " : " ؟ م!ك�

� أ �ه� �غ�ت �ل ب� أ �ه�ل �ق�ود�؟ �ع�ن ال ف�ع�ل� م�ا ل$ي ق�ال� �ال+ �ي ل �ع�د� ب �ان� ك �م!ا ف�ل !اه�ا، $ي إ $غ�ه� �ل �ب أ ��ن أ �ل� ق�ب �ه� �ت �ل ك

� ف�أ م!ك�� أ $غ�ه� �ل ب

� ف�أ �ق�ود� �ع�ن ال : . : غ�د�ر�" $ي م!ان ف�س� قال ال� ق�ل�ت�

Dari Nu’man bin Basyir berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam dihadiahi anggur dari Thaif. Beliau memanggil saya dan berkata: Ambil setangkai anggur ini dan sampaikan kepada ibumu. Maka aku memakannya sebelum sampai kepada ibuku. Setelah beberapa malam, beliau bertanya kepadaku: Apa kabarnya setangkai anggur? Apakah telah kamu berikan kepada ibumu? Aku berkata: Tidak. Maka beliau menamaiku dengan: Ghudar (pelanggar amanah).

Riwayat ini juga diriwayatkan oleh Al Mizzi dengan sanadnya dalam Tahdzib Al Kamal dengan sedikit tambahan: Maka aku memakannya di jalan.

Kemudian Al Mizzi menjelaskan:

Menurut penulis kitab Al Athraf, hadits Ibnu ‘Irq dari ayahnya dari An Nu’man bin Basyir adalah riwayat yang rancu. Dia berkata: yang benar adalah riwayat Ibnu ‘Irq dari Abdullah bin Busr. Tetapi dia tidak memberikan dalil (atas pernyataannya ini). Padahal sangat mungkin keduanya benar. Bahwa ini adalah dua kisah yang berbeda. Wallahu a’lam

Maka inilah kesimpulan dari kisah setangkai anggur ini,

1. Ada dua peristiwa yang berbeda, menurut Al Mizzi

2. Kisah pertama terjadi pada Abdullah bin Busr yang diamanahi ibunya untuk memberikan anggur kepada Rasulullah

3. Kisah kedua terjadi pada An Nu’man bin Basyir yang diamanahi Rasulullah untuk memberikan anggur Thaif kepada ibunya

4. Kedua kisah tersebut sama-sama terjadi pada anak yang masih kecil

5. Kedua kisah tersebut sama-sama tidak sampai amanahnya

6. Tapi terdapat pernyikapan yang sama: Teguran

7. Teguran itu berupa: Pertama, kalimat (“Hai pelanggar amanah”), melihat teks-teks di atas maka kalimat itu tidak hanya disebutkan sekali. Tetapi beberapa kali di beberapa pertemuan, beliau mengingatkan dengan teguran kalimat tegas ini. Kedua, tindakan menjewer telinga. Ketiga, tindakan mengusap kepala

Kisah setangkai anggur tersebut memberikan inspirasi mahal. Pertama, mari kita belajar menggali lebih dalam ketika ada kisah yang dirasa sama namun berbeda. Bagaimana menelusuri riwayat-riwayat yang telah disebutkan para ulama. Khilafiyah mungkin saja terjadi. Yang terpenting bukan klaim siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi bagaimana proses menggali dan menelusuri ilmu hingga sampai pada kesimpulan yang akan menjadi hujjah argumen ataupun tindakan kita.

Page 8: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Kedua, dari sisi aplikasi dan penerimaan, mungkin berat bagi kita yang terbiasa mendapat ilmu parenting bukan dari sumber Islam untuk menerima panggilan yang diberikan Rasul kepada anak-anak yang tidak memegang amanah yang diberikan pada mereka. Tapi justru di sinilah ada pelajaran luar biasa: bahwa Islam menempatkan amanah di tempat yang sangat penting hingga Rasul sampai perlu memanggil anak-anak tersebut dengan panggilan yang tidak nyaman bagi mereka. Anak-anak dengan fitrah yang baik tidak akan nyaman dengan panggilan itu dan akan membuktikan dirinya tidak seperti itu.

Bila ada yang berpendapat sebaliknya, mungkinkah kita yang tidak meyakini fitrah baik yang ada di anak-anak kita.

Guru yang selalu di hati

Pagi ini saya membuka facebook. Di inbox saya ada satu pesan. Saya pun membukanya dan subhanallah, teman lama saya saat kuliah dulu yang terakhir bertemu sekitar 10 tahun lalu. Teman yang berasal dari timur tengah ini menanyakan keadaan saya dengan bahasa yang kaya dengan doa dan sentuhan hati.

Saya pun membuka wall nya. Dan kembali kejutan itu menggedor-gedor hati saya. Teman saya itu menuliskan tentang salah satu syekh masjid nabawi (rahimahullah, beliau sudah meninggal saat kami masih di Madinah), yang dulu kami biasa duduk di majis beliau dari Maghrib sampai Isya’. Tiba-tiba suasana yang sebenarnya sering hadir pada diri saya itu, kembali tergambar dengan sangat jelas. Kerinduan kepada guru kami itu membuncah. Air mata pun tak terbendung……

Ini saya nukilkan tulisan teman saya yang semoga Allah selalu memberkahinya,

... ا : الذي الفقيه فهو مبرزا موسوعيا عالما عطية الشيخ عرفت لقد عرفته كما سالم محمد عطية لشيخ . األصولي وهو الفروع .  استوعب الشريعة روح فهم الذي المقاصدي وهو وسبكها الشريعة علوم قعد الذي

. يفسر. بدأ إذا الذي النحرير المفسر وهو المنازعات وفقه النفوس فقه بين جمع الذي القاضي وهو وفحواها ... تالمس عجيبة بروحانية أحس النبوي الحرم في مجلسه حضر من دررا لك واصطاد بعيدا حلق القرآن

. وإجاللهم العلماء احترام هو به يوصينا كان ما وأكثر القلوب .شغف

. آمين اللهم تالميذه عن شيخا جزيت ما بخير أجزه جناتك فسيح وأسكنه شيخنا ارحم اللهم

Syekh Athiyyah Muhammad Salim yang saya kenal: Sungguh saya mengenal Syekh Athiyyah sebagai seorang ahli ilmu, ensiklopedi yang begitu menonjol. Beliau adalah ahli fikih yang sangat menguasai permasalahan detailnya. Beliau adalah ahli ushul fikih yang membuat kaidah-kaidah ilmu syariat. Beliau adalah ahli maqashid yang memahami ruh syariat dan kandungannya. Beliau adalah qodhi yang mengumpulkan antara fikih jiwa dan fikih perbedaan. Beliau adalah ahli tafsir yang jika telah mulai menafsirkan Al Quran, beliau berputar jauh dan mengumpulkan untuk Anda mutiara-mutiara...siapa yang hadir di majlisnya di Masjid Nabawi, pasti merasakan pancaran ruh ajaib yang menyentuh setiap hati. Nasehat yang paling sering beliau sampaikan kepada kami adalah menghormati ulama dan memuliakan mereka.Ya Allah rahmatilah Syekh kami. Letakkan beliau di lapangnya Surga Mu. Dan Berikan balasan pahala terbaik bagi seorang syekh yang telah berjasa pada murid-muridnya. Allahumma AminAmin...Amin...Amin...Ya Robb...

Sungguh semua tulisan itu benar. Bahkan barisan kata-kata tak akan mampu menggambarkan rasa dan tak memberikan semua hak beliau. Rahimahullah....

Page 9: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Bahkan saya secara pribadi belum pernah menjumpai sampai hari ini seorang ahli ilmu yang menggabungkan antara kedalaman ilmu dan keluasan pengetahuan melebihi beliau serta sentuhan jiwa yang begitu lembut dan menyentuh. Saya teringat saat mendengarkan kaset di mana beliau sedang menguji disertasi S3 Syekh DR. Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi (sekarang salah satu kibar ulama Saudi dan pernah menjadi dosen di Universitas Islam Madinah, juga salah satu syekh di Masjid Nabawi). Disertasi luar biasa yang berjudul Hukum Bedah dalam tinjaun Fikih itu, diuji dan dikritisi sangat dalam oleh Syekh Athiyyah.

Sangat terlihat kedalaman ilmu dan keluasan wawasan. Teringat saat beliau bertanya dari mana didapat semua informasi kedokteran di disertasi ini. Dijawab bahwa ada diskusi rutin dengan para dokter. Kemudian beliau bertanya salah satu statemen kedokteran. Dijawab bahwa itu juga pernyataan dokter. Kemudian beliau berkata kalau ini statemen dokter, maka sungguh ia telah salah. Kemudian beliau menjelaskan dari sisi ilmu kedokteran. Subhanallah...

Selain semua kenangan indah ini, ada sisi yang saya ambil pelajaran. Yaitu, kita di negeri ini benar-benar sedang kekurangan pendidik sejati yang selalu didoakan oleh murid-muridnya, dikenang selalu bahkan ketika telah tiada.

Tak ada rangkaian kalimat seindah kalimat teman saya di atas. Padahal sang guru telah pergi menghadap Allah yang Maha Rahim lebih dari 10 tahun yang lalu. Tentu ini keprihatinan luar biasa. Guru yang tak lagi bisa digugu dan ditiru. Guru yang hanya mengejar uang dan jabatan. Guru dengan krisis moral. Guru hanya merupakan kumpulan ilmu terbatas tanpa ada aura ruh yang ditebarkan dari hatinya yang paling dalam.

Sementara murid-murid tidak diajari adab. Mereka tidak mempunyai penghargaan terhadap orang yang pernah mengajarinya ilmu. Mereka jauh dari nilai. Mereka menganggap bahwa guru hanya membebani dan mempersulit.Musibah.....

Untuk melahirkan SDM peradaban ke depan yang istimewa, dicari para pendidik yang bukan saja dalam ilmunya, tetapi berwawasan luas dan dengan kekuatan ruh yang selalu terpancarkan di mana dia berada, memenuhi ruang-ruang pendidikan dan masuk ke relung hati yang paling dalam.

An Nawawi yang ‘Tidak Cerdas’

An Nawawi siapa? Apa An Nawawi ulama besar abad 7 hijriyah itu? Ulama ternama asal Syiria? Maksudnya An Nawawi penulis Arba’in danRiyadhush Shalihin?

Ya, ya...benar. Beliaulah yang akan kita bahas di sini.

Tapi mengapa judulnya seperti itu?

Bukannya beliau adalah ulama luar biasa. Sangat cerdas. Dengan karya yang lebih panjang dari usianya. Rujukan utama dalam madzhab Syafi’i. Penulis berbagai bidang ilmu.

Benar. Semua benar.

Tapi sabar dulu. Mari kita ikuti penuturan An Nawawi sendiri,

Page 10: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Ibnu Al Aththar berkata: Syekh (Imam An Nawawi) bercerita kepada saya: Ketika umur saya 19 tahun, saya dibawa oleh ayah saya ke Damaskus pada tahun 49 (maksudnya: 649). Saya tinggal di Madrasah Ar Rawahiyyah. Aku tinggal di sana sekitar 2 tahun. Belum pernah aku letakkan punggungku ini di tanah. Makananku hanya sekadar yang disediakan oleh Madrasah, tidak ada yang lain.

Aku hafal Kitab At Tanbih dalam 4,5 bulan.

Dalam 2 bulan pertama atau kurang dari itu aku membaca: Wajib mandi karena masuknya Hasyafah dalam Farj.

Aku memahami (dari kalimat itu) artinya bunyi perut. Dan aku selalu mandi dengan air dingin setiap perutku berbunyi. (Tarikh Al Islam, Adz Dzahabi)

Hasyafah dalam Bahasa Arab berarti kulit kemaluan laki-laki. Sementara Farj artinya kemaluan perempuan.

Jadi sebenarnya pembahasan kitab At Tanbih yang sedang dipelajari dan dihafalnya berbicara tentang hubungan suami istri yang mewajibkan mandi junub setelahnya.

Kitab At Tanbih adalah kitab ringkas tentang fikih. Sebagai kitab fikih bagi pembelajar awal. Versi hari ini setebal 188 halaman (versi word). At Tanbih dihafal (bukan sekadar dihafal atau dipelajari). Dalam 4,5 bulan kitab itu berhasil dihafal oleh An Nawawi.

Saat ia mulai menghafal kitab itu, usianya sudah menginjak 19 tahun. Usia yang tidak lagi muda bagi anak-anak muda hari ini. Bahkan sudah usia mahasiswa.

Ternyata An Nawawi ‘tidak cerdas’ bahkan di usia mahasiswa. Memahami pembahasan tentang hubungan suami istri. Dia pun tidak mengerti apa yang dimaksud dengan hasyafah dan farj. Hingga dia menyimpulkan sendiri bahwa artinya adalah bunyi perut. Untuk itulah, sebagaimana petunjuk fikih dalam kitab itu yang mewajibkan untuk mandi, setiap perutnya berbunyi An Nawawi mandi dengan air dingin, apapun cuacanya saat itu di Syiria.

An Nawawi ‘tidak cerdas’ mengenai seksual, padahal usianya tak lagi muda; 19 tahun.

An Nawawi ‘tidak cerdas’ tentang perempuan, hingga ia tidak paham sekadar urusan suka lawan jenis.

An Nawawi ‘tidak cerdas’ dalam hal ini. Tidak ada yang tersimpan di otaknya kosa kata yang berhubungan dengan seksual. Sehingga dia kesulitan untuk memahami kata yang sangat lazim digunakan dalam bahasa Arab dan Fikih itu.

Bandingkan itu dengan ‘kecerdasan’ anak-anak hari ini. Usia 19 tahun mereka telah menguasai dengan sempurna semua hal tentang seksual. Berbagai perbendaharaan kosa kata seksual sudah tersimpan dengan sangat baik di otak mereka.

Anak-anak sekarang ‘sangat cerdas’ membahas hal ini dalam setiap tulisan mereka.

Anak-anak sekarang ‘sangat cerdas’ sehingga mereka sudah memahaminya seratus persen dan bahkan sebagian telah ‘mengamalkannya’ sebagai ‘amanah’ otak mereka.

Jangankan usia 19 tahun. Jauh sebelum itu pun mereka telah menguasai ilmu ini.

Page 11: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Ternyata jauh perbandingan An Nawawi yang ‘tidak cerdas’ dalam masalah ini, dibandingkan dengan anak-anak sekarang yang ‘super cerdas’.

Inilah salah satu ‘kebanggaan’ zaman yang tertulis di balik tirai kalimat: Anak sekarang pintar-pintar. Pengetahuan mereka sangat banyak, melebihi orangtuanya.

Inilah salah satu makna dari nyanyian zaman: Memang zamannya beda! Anak sekarang biarpun masih kecil sudah pintar.

‘Selamat’, anak Anda ‘cerdas’...!

Hamil, Melahirkan, Menyusui...

Lagi, tiga serangkai yang hari ini dirasakan hanya menjadi beban bagi kehidupan seorang wanita. Dengarlah kalimat orangtua yang anaknya ketahuan hamil lagi padahal anaknya yang pertama baru berumur satu tahun, “Kamu hamil lagi?? Memangnya, kamu disekolahkan tinggi-tinggi, mahal-mahal, hanya untuk hamil saja?”

Dan kalimat ketidaknyamanan lainnya yang hadir bukan saja dari orangtua bahkan dari orang sekelilingnya. Bagi seorang wanita yang melahirkan lagi dan lagi...

Belum lagi media sebagai guru besar masyarakat, yang sering menampilkan para wanita yang mengesampingkan peran kehamilan, melahirkan dan menyusui.

Dampaknya, ‘tarbiyah’ keluarga, masyarakat dan media itu menyebabkan kaum hawa meletakkan kata hamil dan menyusui di sudut sempit dalam hidupnya. Jika bisa tidak, mengapa harus iya. “Kapok!” kata seorang ibu sambil mengelus-elus perutnya.

Bisa dibayangkan bagaimana suasana hati ibu yang seperti ini saat hamil, melahirkan dan menyusui? Damaikah, senangkah, bahagiakah, atau sebaliknya.

Mari kita tanyakan kepada panduan utama manusia bahagia di dunia dan akhirat, Al Quran.

Di dalam Al Quran disampaikan,

�م�ص$ير� ال $ل�ي! إ �ك� $د�ي $و�ال و�ل ل$ي ��ر ك �اش ن$� أ �ن$ ع�ام�ي ف$ي �ه� و�ف$ص�ال و�ه�ن+ ع�ل�ى gا و�ه�ن مLه�

� أ �ه� �ت م�ل ح� �ه$ $د�ي $و�ال ب ان� �س� $ن �اإل �ا �ن و�و�ص!ي

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14)

د!ه� �ش� أ �غ� �ل ب $ذ�ا إ !ى ت ح� ا gر�ه ش� �ون� ث �ال� ث �ه� و�ف$ص�ال �ه� و�ح�م�ل هgا ��ر ك �ه� و�و�ض�ع�ت هgا ��ر ك مLه�� أ �ه� �ت م�ل ح� gا ان $ح�س� إ �ه$ $د�ي $و�ال ب ان� �س� $ن �اإل �ا �ن و�و�ص!ي

ض�اه� ��ر ت ا gح$ ص�ال �ع�م�ل� أ ��ن و�أ $د�ي! و�ال و�ع�ل�ى ع�ل�ي! �ع�م�ت� �ن أ $ي !ت ال �ك� $ع�م�ت ن �ر� ك ��ش أ ��ن أ $ي و�ز$ع�ن� أ ب) ر� ق�ال� gة� ن س� �ع$ين� ب �ر

� أ �غ� �ل و�ب$م$ين� ل ��م�س ال م$ن� )ي $ن و�إ �ك� �ي $ل إ �ت� �ب ت )ي $ن إ $ي !ت ي ذ�ر) ف$ي ل$ي �$ح ص�ل

� و�أ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang

Page 12: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Qs. AlAhqaf: 15)

Dua ayat tersebut, dimulai dengan perintah Allah langsung kepada seluruh manusia agar berbakti kepada kedua orangtuanya. Dan subhanallah, setelah itu Allah hanya menyebut peran ibu.

Dalam Surat Luqman disebutkan 2 hal: hamil dan menyapih susuan.

Sementara dalam surat Al Ahqaf disebutkan 3 hal: hamil, melahirkan, menyapih susuan.

Jadi sangat jelas, betapa hamil, melahirkan dan menyusui hingga menyapihnya adalah aktifitas sangat mulia yang langsung disanjung oleh Allah Pencipta seluruh yang ada. Cukuplah ini menjadi jaminan kemuliaan.

Apalagi ketika tiga aktifitas ini dijadikan alat tukar bagi bakti seorang anak di kemudian hari. Bakti anak tentu menjadi tumpuan orangtua yang paling membahagiakan di usia senjanya kelak. Tidak ada orangtua yang tidak berharap memiliki anak yang berbakti.

Jika demikian harapan orangtua. Jika demikian harga yang harus dibayarkan oleh orangtua untuk ‘membeli’ bakti anak.

Maka, mengapa hamil masih merupakan aktifitas rendah bahkan dicaci maki.

Lebih dari itu, ayat tersebut menyampaikan bahwa hamil memang penuh perjuangan dengan susah payah, lemah bertambah lemah. Keadaan yang sulit ini, seharusnya tidak ditambahi beban dengan berbagai tekanan.

Maka, mengapa melahirkan menjadi bahan ejekan.

Lebih dari itu, ayat tersebut menyampaikan bahwa melahirkan pun perlu perjuangan yang tidak mudah. Sehingga seharusnya para ibu yang hamil ridho melahirkan dengan rasa sakit dan perjuangan bertaruh nyawa. Bukan mudah menyerah dan malas berjuang sehingga dikeluarkan oleh peralatan medis.

Maka, mengapa menyusui menjadi aktifitas yang menakutkan dan memusuhi kecantikan.

Lebih dari itu, ayat tersebut sangat jelas memerintahkan hingga penyapihan. Dan menyapih susuan yang sempurna selama dua tahun. Angka yang telah disebut ayat 15 abad yang lalu dan baru disepakati oleh para ahli kesehatan dunia pada abad yang lalu.

Jadi, para ibu dan keluarga muslim, sudah seharusnya kita sadari bahwa hamil penuh perjuangan, kesabaran dalam merasakan sakitnya melahirkan meregang nyawa dan menyusui sempurna 2 tahun adalah harga yang harus dibayar oleh para orangtua untuk hadirnya bakti anak di kemudian hari.

Menjadi sangat rumit, berharap memiliki sesuatu tetapi tidak mau memberikan harganya. Karena setiap sesuatu ada harganya. Apalagi, ini adalah sesuatu yang teramat mahal; bakti anak.

Pendidik seperti Sholeh bin Kaisan (Pencetak Umar bin Abdul Aziz)

Page 13: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Kebesaran seorang pendidik bisa dilihat dari hasil didikannya. Dunia hingga hari ini belum bisa menduplikat pemimpin sesholeh dan sehebat Umar bin Abdul Aziz. Dia adalah hasil dari perjalanan panjang sebuah pendidikan.

Agar kita sadar bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah karya besar para pendidiknya, perlu diketahui beberapa hal,

1. Ayah dari Umar yaitu Abdul Aziz bin Marwan adalah seorang Gubernur Mesir yang bertugas lebih dari 20 tahun. Sementara Umar bin Abdul Aziz besar dan menuntut ilmu di Madinah, kota kelahirannya. Jadi keberadaan anak dan orangtua yang berjauhan jelas memerlukan pengasuhan para pendidik yang istimewa.

2. Umar bin Abdul Aziz bukan anak yang sudah mudah diatur sejak awal. Ada beberapa kisah di masa kecilnya Umar yang menunjukkan bahwa gaya seorang anak pejabat begitu lekat pada dirinya. Seperti menghabiskan waktu untuk bersolek yang mengakibatkan terabaikannya kewajiban.

Juga kisah berikut ini,

Suatu saat Umar bin Abdul Aziz ditanya: Bagaimana kisah pertama kali kamu menjadi baik?

Umar bin Abdul Aziz menjawab: Suatu saat saya ingin memukul pembantu saya. Dia berkata kepada saya (Hai Umar, ingatlah suatu malam yang paginya adalah hari kiamat)

Artinya, Umar bin Abdul Aziz yang memang cerdas dan sesungguhnya sangat bersemangat belajar sejak awal usianya, juga mempunyai celah-celah diri yang memerlukan seorang pendidik yang mampu mengubahnya menjadi ledakan potensi yang dahsyat.

Salah seorang pendidik Umar bin Abdul Aziz yang langsung diserahi oleh ayahnya adalah seseorang yang bernama: Sholeh bin Kaisan.

Kita harus mengenal Sholeh bin Kaisan. Sebagai petunjuk bagi para pendidik atau pengasuh generasi yang diserahi amanah untuk mendidik anak orang lain. Beginilah pendidik yang berhasil melahirkan pemimpin fenomenal tiada duanya di bumi ini!

Sholeh bin Kaisan sebenarnya tadinya hanya seorang maula (mantan budak yang dibebaskan) Bani Ghifar. Tapi begitulah, ilmu dan iman mengangkat seseorang. Hingga para ahli sejarah dan ulama seperti adz-Dzahabi (dalam Siyar a’lam an Nubala’ dan Tadzkiroh al Huffadz) menyebut Sholeh bin Kaisan sebagai berikut:

Al Imam, Al Hafidz, Ats Tsiqoh, salah satu ulama besar hadits. Sholeh mengumpulkan ilmu hadits, fikih dan muruah (kewibawaan menjaga kehormatan diri).

Dia adalah salah seorang ulama besar Kota Madinah.

Sebutan Imam, Hafidz, Tsiqoh adalah merupakan sebutan para ahli hadits yang menunjukkan tingkatan ilmu yang sangat tinggi dan amanah serta kesholehan yang tidak diragukan.

Dari semua sifat mulia inilah maka para pendidik hari ini bisa belajar. Bahwa seorang pendidik harus benar-benar menghiasi dirinya dengan berbagai sifat mulai tersebut. Setidaknya ada 3 sifat yang ada pada gelar-gelar bagi Sholeh bin Kaisan, yang harus ada pada sifat para pendidik hari ini:

Page 14: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

a. Ilmu yang mumpuni

b. Kesholehan yang tidak diragukan

c. Muruah (sebuah sifat yang menjaga seseorang dari rusaknya citra, walau hal tersebut bukan dosa)

Sholeh bin Kaisan diberikan Allah usia yang panjang. Menurut sebagian riwayat, Sholeh meninggal dengan usia lebih dari 100 tahun. Meninggal setelah tahun 140 H.

Dengan usia yang panjang itulah, dia bisa menyaksikan hasil didikannya yaitu Umar bin Abdul Aziz saat menjadi Khalifah hingga Umar meninggal tahun 101 H.

Umar bin Abdul Aziz yang telah merasakan hasil didikan dalam dirinya yang telah ditempa oleh Sholeh bin Kaisan, maka Umar juga menitipkan anak-anaknya agar dididik juga oleh Sholeh bin Kaisan.

DR. Ali Ash Shallaby menjelaskan hal ini,

“Seorang guru atau pendidik terhitung sebagai salah satu ruang sudut dalam proses pengajaran. Umar bin Abdul Aziz telah memilih pendidik bagi anak-anaknya dari orang terdekatnya, sangat dikenalnya dan sangat dipercayainya.” (Lihat buku: Umar ibn Abdil Aziz)

Orang itu adalah Sholeh bin Kaisan. Penjelasan ini selain menjadi pelajaran bagi para pendidik, juga menjadi wejangan bagi para orangtua yang mau menitipkan anak-anaknya dalam pendidikan. Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang ayah menitipkan pendidikan dan pengasuhan anaknya kepada orang yang dikenalnya betul dari semua sisi juga sangat dipercayainya.

Para pendidik –arsyadakumullah (semoga Allah membimbing antum semua)-, menjadi guru ataupendidik generasi bukanlah sekadar sebuah profesi yang dengannya seseorang mendapatkan uang. Tetapi ini adalah amal mulia yang membanggakan di sisi Allah.

Belajarlah dari Sholeh bin Kaisan. Seorang pendidik dengan keilmuwan yang tak diragukan. Jangan berhenti belajar ketika telah menjadi guru. Karena inilah masalah yang sering dijumpai dari para guru. Peningkatan ilmu hampir tidak terlihat saat telah menjadi seorang guru.

Belajarlah dari Sholeh bin Kaisan. Seorang pendidik dengan kesholehan diri yang tidak meragukan lagi. Karena anak didik kita tidak hanya mendengarkan ilmu yang disampaikan. Tetapi juga melihat gerak-gerik para guru. Kesholehan guru adalah sesuatu yang tidak terajarkan tetapi tertanamkan pada anak. Inilah bahayanya para pendidik dengan ketidakjelasan moral. Bagaimana jadinya generasi ini, tanpa pendidik yang sholeh.

Belajarlah dari Sholeh bin Kaisan. Seorang pendidik yang menghiasi dirinya dengan kewibawaan seorang ahli ilmu. Dia menjaga dirinya bukan saja dari dosa. Tetapi juga dari berbagai hal yang akan mencederai kewibawaan dirinya sebagai ahli ilmu. Bisa jadi bukan dosa, tetapi karena perbuatan itu maka jatuhlah harga diri seorang guru. Maka apalah jadinya anak-anak, jika para pendidik telah jatuh harga dirinya di hadapan orangtua murid dan anak-anak.

Dicari pendidik seperti Sholeh bin Kaisan!

Untuk melahirkan anak didik seperti Umar bin Abdul Aziz

Page 15: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Ternyata Nasyid Itu Telah Tergantikan

Sebenarnya, nasyid adalah merupakan salah satu konsep pendidikan Islam. Seperti yang dituliskan oleh DR. Khalid Ahmad Asy Syantut dalam Tarbiyatul Athfal fil Hadits Asy Syarif. Demikian juga dalam tulisan para ahli pendidikan Islam hari ini. Walaupun, kita harus terlebih dulu mendengarkan definisi nasyid yang mereka maksud. Karena hari ini nasyid telah bergeser turun ke dua tangga di bawahnya; bermusik (keluar dari wilayah khilafiyah dianjurkan dalam syariat) dan syair tanpa ruh (hal ini dipengaruhi di antaranya oleh niat yang telah bergeser kepada bisnis, yang sedari tadinya berniat da’wah). Nasyid yang dimaksud oleh para ahli itu adalah nasyid yang terbebas dari kedua hal ini.

Oleh karena itulah, saya pernah menyampaikan kepada teman-teman yang dulu menggeluti dunia nasyid agar membuat nasyid yang dimaksud, untuk menjadi bagian dari kurikulum pendidikan buat anak-anak di masa kanak-kanak awal. Tapi, teman-teman ini menolak. Kalimat penolakan paling lembut adalah: serahkan saja kepada yang lain, kami baru saja hijrah.

Saya mencoba memahami dan mendalami rasa itu. Saya pun bisa merasakan bahwa pergerakkan positif mereka dari bernasyid ria (yang terkadang kebablasan) menuju Al Quran, inilah yang menyebabkannya. Hal ini semakin menguatkan dan membenarkan penjelasan para ulama kita bahwa kebahagiaan, kesenangan, ketenangan yang diberikan oleh Al Quran jauh lebih indah dibandingkan yang disuguhkan oleh lagu-lagu dan nasyid. Siapa yang bisa merasakan perbedaan ini tentu adalah mereka yang telah lama memenuhi kepalanya dan lirik nasyid dan genderang bunyinya. Karena mereka punya perbandingan.

Maka menjadi aneh ketika orang-orang yang dahulu asyik menyanyi telah berpindah kepada Al Quran dan tidak mau pindah lagi ke lagu atau nasyid, sementara yang sejak lama bersama Al Quran justru berpindah ke sibuk melantunkan lagu dengan dalih religi.

Tapi hanya sebatas itu yang bisa saya pahami dari penolakan tersebut.

Hingga saya membaca buku Syaikh Munir Ghodhban, pakar Siroh Nabawiyyah dalam bukunya Al Manhaj Al I’lami Lis Siroh An Nabawiyyah. Buku ini berisi tentang konsep media dalam Siroh Nabawiyyah. Media zaman itu diwakili perannya oleh syair. Di akhir buku lebih dari 700 halaman itu, beliau menutup dengan menyebutkan pilar sastrawan saat itu; 4 orang penyair handal yang dahulu memusuhi Nabi, Al Quran dan muslimin kemudian semuanya mendapatkan hidayah.

Syaikh Munir menyoroti satu hal penting. Di tengah bahwa syair saat itu mengambil fungsi media sehingga berposisi strategis untuk menyampaikan ajaran syariat juga, tetapi mereka semua berhenti bersyair justru setelah masuk Islam. Nyaris sudah tidak ada lagi karya mereka di dunia sastra dan seni yang satu ini. Padahal jika bicara tentang fungsi, jelas bahwa Syaikh Munir sendiri menulis buku ini untuk menjelaskan bahwa posisi syair saat itu sangat strategis.

Page 16: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Pertanyaannya, mengapa?

Bukankah mereka ahlinya?

Bukankah posisinya strategis untuk Islam?

Sebelum mendapatkan jawabannya, inilah ke-4 penyair tersohor yang mendapatkan hidayah itu:

Abdullah bin Az Za’bara adalah penyair nomor wahid di Mekkah. Setelah ia masuk Islam, ia menyampaikan permohonan maaf atas kekafirannya di masa lalu dan pengingkarannya serta penghinaannya terhadap Al Quran.

Dhirar bin Al Khaththab al Fihri adalah penyair terkenal yang sangat memusuhi Islam di masa lalunya dengan syair dan pedangnya. Ketika ia mendapatkan hidayah, ia meminta maaf atas kebodohannya di masa lalu dan berharap kepada Rasulullah untuk menyelamatkan Mekah dari kehancuran. Menurut Ibnu Hibban, Dhirar ini adalah sastrawan nomor satu bahkan Abdullah bin Az Za’bara pun kalah.

Abu Sufyan bin Al Harits adalah sastrawan besar Quraisy yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah. Menurut Ibnu Hajar dalam Al Ishobah, dia adalah anak paman Rasulullah. Dia masuk Islam terlambat; pada peristiwa Fathu Makkah. Masa lalunya pun sama dengan para penyair di atas, menghina dan menyakit Rasulullah dan muslimin. Hingga akhirnya Nabi menyematkan harapan padanya agar ia bisa menjadi pengganti Hamzah.

Labid bin Rabi’ah adalah orang yang paling tersohor dibandingkan ketiga penyair di atas. Bahkan ia disebut sebagai penyair paling handal di seantero Arab. Karena ia adalah salah satu pemilik ketenaran Al Mu’allaqot As Sab’ah (syair paling terkenal yang ditempelkan di dinding Ka’bah). Bahkan Rasulullah pernah menyitir salah satu bait syair yang dibuatnya dan disebut sebagai kalimat paling benar. Setelah masuk Islam, hanya ada satu syairnya yang tercatat yang berisi tentang kesedihan atas wafatnya Rasulullah.

Bahkan para penyair Rasulullah di Madinah yang sangat produktif di saat beliau masih hidup pun berhenti bersyair sepeninggal Rasulullah. Mereka adalah Hassan bin Tsabit dan Ka’ab bin Malik.

Kini mari kita simak penjelasan Syekh Munir Ghodhban, mengapa mereka meninggalkan syair justru setelah masuk Islam padahal mereka ahlinya dan syair adalah salah satu perangkat da’wah Islam.

Setidaknya ada 3 jawaban:

1. “Kami jumpai ia (Abdullah bin Az Za’bara) berhenti bersyair, karena ia berharap bisa mengejar kafilah muslimin dan mampu mendapatkan ketertinggalannya di berbagai kesempatan.”

2. “Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Ishobah: ketika Umar menulis surat untuk pejabatnya di Kufah: Tanyakan kepada Labid dan Al Aghlab Al ‘Ijli, apa yang mereka lakukan dengan syair saat mereka telah masuk Islam. Labid menjawab: Allah telah menggantikan syairku dengan Surat Al Baqarah dan Ali Imron. Maka Umar pun menambahi pemberian negara baginya.”

3. Syekh Munir menjelaskan tentang Hassan dan Ka’ab yang dahulu bersyair untuk Nabi dan muslimin, tapi akhirnya juga berhenti bersyair. “Hal itu, setelah keduanya melaksanakan peran terbesar mereka dalam syair perlawanan dan peperangan di zaman Nubuwwah. Maka

Page 17: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

selanjutnya mereka fokus pada perbuatan, setelah memaksimalkan peran mereka dalam perang pedang dan perang pena.” Ya,Mengejar ketertinggalan Telah digantikan dengan Al Quran Dan... Telah tiba masa berbuat! Sekarang saya semakin paham

Penelitian Ilmiah tentang Pernikahan Belia dan Manfaatnya

Pernikahan belia adalah sesuatu yang diperintahkan Nabi yang mulia sebelum 14 abad yang lalu. Hari ini, para peneliti menemukan bahaya memperlambat pernikahan dan menjauhinya. Bahkan mereka mengulang-ulang kalimat Nabi yang agung tanpa mereka sadari.

Setiap para ilmuwan mengungkap sebuah ilmu yang baru, selalu dijumpai ternyata Nabi alaihish sholatu wassalam tidak pernah terlewatkan menyebutnya! Al Quran adalah kitab ajaib yang mencakup rahasia langit dan bumi. Dan sunnah –tanpa diragukan lagi- bahwa ia juga wahyu dari Allah tabaraka wata’ala. Untuk itulah, ia seperti Al Quran yang mencakup rahasia, keajaiban dan mu’jizat yang tak terhitung jumlahnya.

Sebelum saya paparkan kepada para pembaca tercinta penemuan para ilmuwan terakhir tentang pernikahan belia, saya ingat bagaimana kaum atheis dan sekuler menghina hadits-hadtis Nabi shallallahu alaihi wasallam. Di mana mereka mengolok-olok  pernikahan belia yang tercantum dalam sabda Nabi: (Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang memiliki kesanggupan maka menikahlah). Mereka berkata: sesungguhnya Muhammad tidak mempunyai ambisi apapun kecuali masalah pernikahan dan anak.

Tetapi datanglah ilmu yang mengungkap kebenaran Nabi dan dustanya pernyataan kaum atheis itu!

Sejak beberapa tahun yang lalu, semenjak meningkatnya masalah penyakit AIDS dan penyakit-penyakit seksual lainnya yang menimpa jutaan manusia yang disebabkan oleh zina dan perbuatan keji, para peneliti menyerukan pentingnya pernikahan belia untuk menjaga kesehatan individu dan menyelamatkannya dari kematian yang disebabkan oleh kekejian dan kelainan seksual tersebut.

Para ilmuwan menemukan bahwa pernikahan terlambat, yaitu yang terjadi setelah usia 40 tahun mempunyai keburukan-keburukan sosial dan psikologis. Keadaan psikologis manusia sangat membaik ketika ia mempunyai pasangan dan anak. Sebagian penelitian pun mengamati bahwa mereka yang tidak menikah dari kalangan orang-orang berusia tua, lebih berluang besar terkena serangan jantung dan keguncangan jiwa.

Kemudian datanglah sebagian penelitian yang menguatkan pentingnya pemenuhan sisi perasaan pada diri manusia agar ia menikmati kesehatan yang lebih baik. Mereka menguatkan bahwa orang-orang yang menikah lebih bahagia dan memiliki imunitas tubuh yang lebih kuat dibandingkan mereka yang lebih memilih hidup sendiri tanpa pasangan. Di sinilah terlihat dengan jelas kebenaran firman Allah:

( �ي�ات% آل� ذ�ل�ك� ف�ي إ�ن� Fة م� ح� ر� و� Fد�ة و� م� ب�ي�ن�ك�م� ع�ل� و�ج� ا �ل�ي�ه� إ ك�ن�وا ل�ت�س� ا Fو�اج أ�ز� ك�م� س� �ن�ف� أ م�ن� ل�ك�م� ل�ق� خ� أ�ن� �ي�ات�ه� آ و�م�ن�ون� ك�ر� ي�ت�ف� و�م% (ل�ق�

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa

Page 18: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Qs. Ar Rum: 21)

Ayat ini mengisyaratkan ketenangan jiwa yang terjadi pada manusia setelah ia menikah dengan kata ( Agar kalian tenang). Ayat juga mengisyaratkan untuk pemenuhan sisi perasaan dengan firman = لتسكنواNya ( ورحمة rasa kasih dan sayang). Ini adalah kemu’jizatan ilmiah yang tidak diketahui oleh = مودةseorang pun masa itu. Bahkan para rahib menduga bahwa pernikahan itu membahayakan manusia, maka mereka pun menjauhi pernikahan. Karenanya Rasulullah melarang: Tidak ada kerahiban dalam Islam!

Pada penelitian yang lain, para ilmuwan mendapati bahwa orang yang menikah mempunyai kemampuan lebih besar untuk berkontribusi dan berinovasi. Wanita yang menikah mempunyai lebih banyak kekuatan cinta, kelembutan dan karya. Penelitian menyatakan bahwa mereka yang telah tua dan belum menikah mempunyai kecenderungan perilaku permusuhan dibandingkan yang lain. Di waktu bersamaan mereka mempunyai kecenderungan untuk menyendiri. Hal itu disebabkan mereka menyalahi sunnah kauniyah dan tabiat.

Adapun penelitian yang paling terakhir sebagaimana yang dipublikasikan oleh Koran Daily Mail Inggris tentang fenomena aneh yang diamati oleh para peneliti di Universitas Aarhus, Denmark (Ini adalah negara yang mempunyai prosentase pemahaman atheis yang sangat besar), setelah mereka melakukan penelitian terbesar di bidang ini di mana dilakukan pada 100.000 anak. Mereka mendapati bahwa anak-anak yang dilahirkan dari ayah yang berusia belia mempunyai umur lebih panjang dibanding yang lainnya. Pernikahan terlambat pun menyebabkan kelahiran anak yang mempunyai prosentase keguncangan lebih besar.

Di tengah pengamatan mereka terhadap 100.000 anak itu, mereka membuat statistik detail tentang kesehatan anak-anak. Dan mereka mendapati bahwa anak-anak yang meninggal sebelum berumur  1 tahun berjumlah 831 anak. Kebanyakannya terlahir dari para ayah yang terlambat dalam menikah. Mereka juga menemukan yang lain dalam penelitian ini seperti perbedaan tingkat kecerdasan dan yang lainnya. Inilah kalimat mereka yang mengingatkan tentang bahaya terlambatnya pernikahan:

The researchers warned: The risks of older fatherhood can be very profound and it is not something that people are always aware of.

Yaitu, para peneliti mengingatkan para ayah yang terlambat, membawa resiko bahaya dan dalam yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Dan mari kita lihat bagaimana para peneliti Denmark menyerukan dan mengingatkan bahaya menjadi ayah terlambat (padahal mereka adalah ilmuwan yang kebanyakannya atheis dan tidak mengakui Islam).

Maka saya katakan: Subhanallah! Bukankah ini yang seruan Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam 14 abad yang lalu!!

Page 19: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

 

Hak-hak Anak dalam Al Quran

(Bagian 1)

Islam sangat memperhatikan hak manusia, termasuk hak anak. Bahkan, anak memiliki hak-hak yang harus ditunaikan orang tuanya jauh sebelum mereka dilahirkan. Menurut Muhammad Salamah Al Ghunaimi, tiga hak anak dari orang tuanya adalah:

1. Haknya mendapatkan kedua orang tuanya yang sholih

Pertama, hak anak atas bapaknya adalah memilihkan baginya ibu yang sholihah. Begitu pula hak anak atas ibunya adalah memilihkan bapak yang sholih, yang bertakwa kepada Allah ketika mendidiknya.

Kedua orang tua akan memberikan pengaruh yang besar kepada anak-anak mereka, baik itu pengaruh genetik maupun lingkungan. Beberapa ayat yang memerintahkan kepada kita untuk memilih pasangan suami atau istri dengan baik adalah sebagai berikut,

ح�ت!ى ر$ك$ين� ��م�ش ال �ك$ح�وا �ن ت و�ال� ��م �ك �ت ب �ع�ج� أ ��و و�ل �ة+ ر$ك �م�ش �م$ن Iر� ي خ� Iة� م�ؤ�م$ن Iم�ة� و�أل� �ؤ�م$ن! ي !ى ت ح� �ات$ ر$ك ��م�ش ال �ك$ح�وا �ن ت و�ال�$ه$ $ذ�ن $إ ب ة$ �م�غ�ف$ر� و�ال !ة$ ن �ج� ال $ل�ى إ �د�ع�و ي !ه� و�الل !ار$ الن $ل�ى إ �د�ع�ون� ي $ك� �ئ �ول أ ��م �ك ب �ع�ج� أ ��و و�ل ر$ك+ �م�ش �م$ن Iر� ي خ� Iم$ن�م�ؤ Iد� �ع�ب و�ل �وا �ؤ�م$ن ي

ون� !ر� �ذ�ك �ت ي �!ه�م �ع�ل ل !اس$ $لن ل $ه$ �ات آي )ن� �ي �ب و�ي

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al Baqarah:221)

Page 20: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

ون� �ر� ك ��ش ي + $ق�و�م ل �ات$ ي �اآل ف� �ص�ر) ن �ذ�ل$ك� ك �ك$دgا ن $ال! إ ج� �خ�ر� ي ال� �ث� ب خ� !ذ$ي و�ال )ه$ ب ر� $ذ�ن$ $إ ب �ه� �ات �ب ن ج� �خ�ر� ي )ب� الط!ي �د� �ل �ب و�ال

“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al ‘Araf:58)

Iيم$ ع�ل Iع و�اس$ !ه� و�الل $ه$ ف�ض�ل �م$ن !ه� الل $ه$م� �غ�ن ي اء� ف�ق�ر� �وا �ون �ك ي �$ن إ ��م $ك $م�ائ و�إ ��م �اد$ك ب ع$ �م$ن $ح$ين� و�الص!ال ��م �ك م$ن �ام�ى �ي �األ �ك$ح�وا �ن و�أ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur:32)

 

ح�ف$ظ� $م�ا ب �ب$ �غ�ي $ل ل Iح�اف$ظ�ات Iات� $ت ق�ان $ح�ات� ف�الص!ال �$ه$م م�و�ال� أ �م$ن �ف�ق�وا �ن أ $م�ا و�ب �ع�ض+ ب ع�ل�ى ��ع�ض�ه�م ب !ه� الل ف�ض!ل� $م�ا ب اء$ )س� الن ع�ل�ى ق�و!ام�ون� ج�ال� الر)

uا $ي ع�ل �ان� ك !ه� الل $ن! إ gيال$ ب س� �ه$ن! �ي ع�ل �غ�وا �ب ت ف�ال� ��م �ك �ط�ع�ن أ �$ن ف�إ �وه�ن! و�اض�ر$ب �م�ض�اج$ع$ ال ف$ي وه�ن! و�اه�ج�ر� ف�ع$ظ�وه�ن! ه�ن! وز� �ش� ن �خ�اف�ون� ت $ي ت و�الال! !ه� الل

ا gير$ �ب ك

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa:34)

Al Qaanitaat adalah istri-istri yang taat terhadap suami-suaminya. Menjaga ketika tiada. Menjaga anak-anak, harta, serta diri-diri mereka. Allah Ta’ala berfirman,

Iر$يم� ك Iق �و�ر$ز Iة م�غ�ف$ر� ��ه�م ل �ون� �ق�ول ي م$م!ا ء�ون� �ر! م�ب $ك� �ئ �ول أ �ات$ )ب $لط!ي ل �ون� )ب و�الط!ي $ين� )ب $لط!ي ل �ات� )ب و�الط!ي �ات$ $يث ب �خ� $ل ل �ون� $يث ب �خ� و�ال $ين� $يث ب �خ� $ل ل �ات� $يث ب �خ� ال

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An Nur:26)

2. Haknya untuk hidup

Allah Ta’ala telah mengharamkan membunuh jiwa seseorang secara umum

 

!م�ا �ن �أ ف�ك �اه�ا ي ��ح أ �و�م�ن ج�م$يعgا !اس� الن �ل� ق�ت !م�ا �ن �أ ف�ك ر�ض$� �األ ف$ي اد+ ف�س� �و

� أ �ف�س+ ن �ر$ $غ�ي ب ا gس��ف ن �ل� ق�ت �م�ن !ه� ن� أ $يل� ائ ر� �$س إ $ي �ن ب �ى ع�ل �ا �ن �ب �ت ك $ك� ذ�ل �ج�ل$ أ �م$ن

ر$ف�ون� ��م�س ل ر�ض$� �األ ف$ي $ك� ذ�ل �ع�د� ب ��ه�م م$ن ا gير$ �ث ك $ن! إ �م! ث �ات$ )ن �ي �ب $ال ب �ا �ن ل س� ر� ��ه�م ج�اء�ت ��ق�د و�ل ج�م$يعgا !اس� الن �ا ي ��ح أ

Page 21: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

 

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. Al Maidah:32)

Allah mengkhususkan penjelasan tentang keharaman membunuh anak, untuk menjelaskan akan besarnya kasih sayang dan perhatian Allah terhadap anak-anak. Menekankan bahwa dosa membunuh anak-anak, termasuk dosa yang sangat keras. Serta untuk menghadirkan sebuah rasa bahwa anak ini merupakan makhluk merdeka yang hadir di antara mereka dan diperlakukan sebagai manusia yang baru.

 

�وا ب �ق�ر� ت و�ال� �!اه�م $ي و�إ ��م ق�ك ز� ��ر ن �ح�ن� ن ق+ $م�ال� إ �م$ن ��م د�ك و�ال�� أ �وا �ل �ق�ت ت و�ال� gا ان $ح�س� إ �ن$ $د�ي �و�ال $ال و�ب gا �ئ ي ش� $ه$ ب �وا ر$ك ��ش ت �ال! أ ��م �ك �ي ع�ل ��م Lك ب ر� م� ح�ر! م�ا �ل� �ت أ �و�ا �ع�ال ت �ق�ل

�ون� �ع�ق$ل ت ��م !ك �ع�ل ل $ه$ ب ��م و�ص!اك ��م $ك ذ�ل �ح�ق) $ال ب $ال! إ !ه� الل م� ح�ر! $ي !ت ال !ف�س� الن �وا �ل �ق�ت ت و�ال� �ط�ن� ب و�م�ا �ه�ا م$ن ظ�ه�ر� م�ا �ف�و�اح$ش� ال

“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami(nya).” (QS. Al An’am 151)

ا gير$ �ب ك gا خ$ط�ئ �ان� ك ��ه�م �ل ق�ت $ن! إ ��م !اك $ي و�إ �ق�ه�م ز� ��ر ن �ح�ن� ن ق+ $م�ال� إ �ة� ي �خ�ش ��م د�ك و�ال�� أ �وا �ل �ق�ت ت و�ال�

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al Isra:31)

3. Hak Anak dalam pemberian nama

Semua yang ada di alam semesta ini mempunyai nama yang dengannya mereka dikenali. Terlebih manusia, yang Allah tundukan baginya segala sesuatu di alam semesta ini. Maka haruslah ia mempunyai nama yang dengannya ia dikenal di dunia dan di tempat yang tertinggi (surga). Selain itu, nama mempunyai pengaruh yang besar pada kepribadian anak.

Berikut ayat yang akan menjelaskan kepada kita tentang hak seorang anak dari orang tuanya yaitu pemberian nama.

Page 22: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

يع� م� الس� �ن�ت� أ �ن�ك� إ ن�ي م� ب�ل� ت�ق� ف� ا Fر ر� م�ح� ب�ط�ن�ي ف�ي م�ا ل�ك� ت� ن�ذ�ر� �ن�ي إ ب� ر� ان� م�ر� ع� أ�ت� ر� ام� ال�ت� ق� �ذ� إالذ�ك�ر� . ل�ي�س� و� ع�ت� و�ض� ب�م�ا أ�ع�ل�م� الل�ه� و� �ن�ث�ى أ ا ع�ت�ه� و�ض� �ن�ي إ ب� ر� ال�ت� ق� ا ع�ت�ه� و�ض� ل�م�ا ف� ال�ع�ل�يم�

يم� ج� الر� ي�ط�ان� الش� م�ن� ا ي�ت�ه� و�ذ�ر� ب�ك� ا يذ�ه� أ�ع� �ن�ي إ و� ي�م� ر� م� ا ي�ت�ه� م� س� �ن�ي إ و� �ن�ث�ى ك�األ�

“(Ingatlah), ketika istri Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Makdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk." (QS. Ali Imran 35-36)

Mari kita perhatikan dalam ayat tersebut, istri Imran bernadzar untuk menghibahkan anaknya yang masih ada di perutnya untuk berkhidmah di Baitul Maqdis. Dengan sangkaan bahwa anak yang ia kandung adalah laki-laki. Kemudian ia melahirkan anak perempuan. Tetapi, walaupun anak yang dilahirkannya tidak sesuai dengan yang ia harapkan, ia tidak lalai untuk memberikan hak kepada anaknya. Maka ia pun memilih nama yang baik yaitu Maryam yang artinya adalah wanita yang gemar beribadah.

Hak ini merupakan hak yang telah Allah jadikan dalam syariat-syariat agama sebelum kita, lalu kemudian Islam menetapkannya sebagai syariatnya. Dari Abu Darda’, semoga Allah meridhainya, bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

مخرجا ( أحمد مسند ��م م�اء�ك �س� أ �وا ن ح�س$

� ف�أ ، ��م $ك �ائ آب م�اء$ �س� و�أ ��م $ك م�ائ �س

� $أ ب �ام�ة$ �ق$ي ال �و�م� ي �د�ع�و�ن� ت ��م !ك $ن )23/ 36إ

"Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Maka perbaguslah nama-nama kalian". (HR. Ahmad)

uا م$ي س� �ل� ق�ب �م$ن �ه� ل ��ج�ع�ل ن ��م ل �ى ي ��ح ي م�ه� �اس + م $غ�ال� ب ك� ر� �ش) �ب ن !ا $ن إ !ا �ر$ي ك ز� �ا ي

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS. Maryam:7)

Allah memberikan kabar gembira kepada Zakariya akan berolehnya anak. Allah pun memilihkan bagi anak tersebut, nama yang belum pernah dipakai kepada siapapun sebelumnya: Yahya

Page 23: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Kenapa Takut Kalau Ikut Syariat?

Suatu ketika Ustadz Budi Ashari, Lc menanyakan sebuah pertanyaan kepada peserta seminar Parenting Nabawiyah di Bogor. Pertanyaannya sepertinya mudah, dan jawabannya pun sudah tersedia, tinggal memilih.

Begini pertanyaannya:

“Ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian, mana yang lebih mudah sebenarnya, menjadikan anak kita rusak atau menjadikan anak kita sholih?”

Dan serta merta kebanyakan peserta seminar menjawab dengan suara lantang dan tegas : RUSAK

Ketika Ustadz Budi Ashari menanyakan kembali, “Yakin?”

Maka sebagian mulai tampak berpikir keras, dan sebagian lagi masih yakin dengan jawaban semula.

Ustadz Budi pun mengingatkan :

“Bukankah kita semua meyakini bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani?”

***

Demikianlah sekilas percakapan singkat pembuka seminar yang saya yakin seharusnya menjadi pertanyaan penting bagi semua orang tua saat ini. Kekhawatiran demi kekhawatiran terjadi di tengah masyarakat. Orang tua mulai resah bahkan ketakutan luar biasa dengan hal-hal negatif yang muncul dalam proses pendidikan anak-anak lain akibat dampak dari berbagai artikel dan liarnya berita di media sosial.

Ada dua hal utama yang harus menjadi bahan perenungan kita:

Bila kita meyakini anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka bukankah lebih mudah bagi mereka diarahkan untuk menjadi anak sholih? Karena mereka bukanlah kertas putih yang tak bertuliskan apa pun. Mereka adalah Muslim. Mereka Muslim bahkan sebelum mereka dilahirkan. Mereka diikat kesaksian suci dalam jiwa mereka oleh Allah di alam ruh.

�ن أ �ا ه$د�ن ش� �ل�ى} �واب ق�ال ��م )ك ب $ر� ب �ل�س�ت� أ �ه$م �نف�س$ أ ع�ل�ى} �ه�د�ه�م ��ش و�أ ��ه�م !ت ي ذ�ر) �ظ�ه�ور$ه$م م$ن آد�م� $ي �ن ب م$ن Lك� ب ر� �خ�ذ� أ �$ذ �و�إ � � $ين� غ�اف$ل ه�}ذ�ا �ع�ن !ا �ن ك !ا $ن إ �ام�ة$ �ق$ي ال �و�م� ي �وا �ق�ول ت

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian kepada jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku adalah Tuhan-Mu", dan dia saat itu telah menjawab: "Ya Engkau adalah Tuhanku dan aku bersaksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lupa terhadap (persaksian) ini.” (QS. al-A’raaf; 7:172)

Page 24: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Masih mau berpikir bahwa anak kita adalah kertas putih yang tak punya kecenderungan apa pun? Percayalah, mereka cenderung kepada fitrah, mereka cenderung kepada jalan yang sudah ditentukan kepada mereka bahkan sebelum mereka dilahirkan.

Maka bukankah menjadi aneh, bila manusia yang diciptakan dalam keadaan fitrah lebih mudah untuk mengikuti yang bukan fitrah? Bukankah bila mengikuti fitrah semestinya hanya tinggal meneruskan dan tidak perlu mengubah apa-apa lagi?

Sebaliknya bila ingin anak rusak, bukankah justru butuh usaha keras luar biasa untuk melakukannya karena melawan fitrah?

Namun semua seakan terbalik. Orang tua yang sholih dan mengharapkan anak-anak mereka sholih dilanda ketakutan yang luar biasa. Kekuatiran yang bahkan tak mampu ditekan oleh mereka.

Kenapa?

Karena ternyata orang tua nya masih juga bingung menentukan harus lewat jalan yang mana untuk melangkah dalam mendidik anak-anak mereka. Dunia yang melenakan mengaburkan kesucian fitrah itu. Semua seakan baik, semua seakan benar. Ikut arus,trend, dan latah. Hingga tak punya cukup kepercayaan diri untuk mencukupkan diri dengan: IKUT SYARIAT SAJA.

‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu berkata :

: �ع�ن خ�ط�و�طgا و�خ�ط! �مgا، �ق$ي ت �م�س الله$ �ل� $ي ب س� ه�ذ�ا ق�ال� �م! ث �د$ه$، $ي ب خ�طuا ل!م� و�س� �ه$ �ي ع�ل الله� ص�ل!ى الله$ و�ل� س� ر� �ا �ن ل خ�ط! : [ ] : �ع�ال�ى ت �ه� ق�و�ل � أ ق�ر� �م! ث �ه$، �ي $ل إ ��د�ع�و ي Iط�ان� ي ش� �ه$ �ي ع�ل ! $ال إ Iل� $ي ب س� �ه�ا م$ن �س� �ي ل Iق�ة �ف�ر) م�ت Iل� ب س� هذ$ه$ ق�ال� �م! ث $ه$، م�ال و�ش$ $ه$ �ن �م$ي ي

!ق�ون� �ت ت ��م !ك �ع�ل ل $ه$ ب ��م و�ص!اك ��م $ك ذ�}ل $ه$ $يل ب س� �ع�ن ��م $ك ب ق� �ف�ر! ف�ت �ل� ب Lالس $ع�وا !ب �ت ت و�ال� $ع�وه� !ب �ق$يمgاف�ات ت �م�س اط$ي ص$ر� ه�}ذ�ا �ن! �و�أ �

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tidak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syaithan yang menyeru kepadanya.’

Selanjutnya beliau membaca firman Allah Azza wa Jalla: ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.’” [Al-An’am: 153]

Jadi kenapa masih takut? Ikut syariat saja, biar Allah yang melindungi anak-anak kita.

Sertai mereka selalu dalam doa dan sujud panjang kita…

Allahu a’lam bish-shawab.

Page 25: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Agar Tak Sempat Maksiat

Maraknya maksiat di generasi muda negeri ini nyaris menyentuh titik biasa dan lazim. Mereka telah matang biologisnya tetapi tunas iman belum lagi tumbuh. Berbagai pembentengan yang dilakukan oleh orangtua, sekolah dan negara tak lagi mampu melindungi mereka. Gelombang besar syahwat telah meruntuhkan benteng-benteng itu. Karena seberapalah kuatnya benteng tanpa iman.

Berbagai benteng yang sifatnya pengawasan fisik terus digulirkan. Tetapi pasti semua itu bersifat sementara. Karena manusia yang menciptakan sistem itu. Sehingga semua bisa diakali.

Setiap bicara tentang pembatasan generasi dari maksiat zina, benteng paling efektifnya adalah iman. Iman yang akan menghasilkan rasa selalu merasa diawasi oleh Allah membuat mereka tidak berani menyentuh garisnya walau tidak ada yang melihatnya.

Memang solusi inilah yang seharusnya terus ditanamkan sebelum masa mereka matang secara biologis tiba. Sehingga benar jika dikatakan bahwa obat itu ada dalam diri mereka sendiri. Ya, iman yang ada dalam dada mereka itulah yang menjadi benteng.

Tapi masalahnya banyak yang tidak memahami bagaimana iman ditanamkan. Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin mengkritik keras pengajaran iman versi filsafat. Berputar-putar, rumit, membingungkan, sebatas di otak dan ujungnya bisa tidak bertemu Tuhan. Sementara itulah yang bisa dirasakan dari kurikulum penanaman iman di negeri ini. Hanya sebatas di otak tidak di hati. Hanya sebatas dikenalkan tidak ditanamkan.

Tetapi bukan itu yang akan kita bahas dalam tulisan kali ini.

Karena tetap saja, salah satu fitrah manusia yang harus disalurkan adalah syahwat kepada lawan jenis. Karenanya Al Quran melarang kerahiban,

!ه$ الل ر$ض�و�ان$ $غ�اء� �ت اب $ال! �ه$م�إ �ي ع�ل �اه�ا �ن �ب �ت ك م�ا �د�ع�وه�ا �ت اب gة! $ي �ان ه�ب و�ر�

“Dan merekamengada-ngadakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendiri yang mengada-ngadakannya) untuk mencari keridhaan Allah.”(Qs. Al Hadid: 27)

Qotadah berkata: Rahbaniyyah atau kerahiban adalah menolak (menikahi) wanita dan menetap di gereja-gereja.

Rasulullah pun mengingatkan tidak ada kerahiban dalam Islam. Beliau juga menegur keras seseorang yang menekadkan diri untuk tidak menikah, “Demi Allah aku orang paling bertakwa di antara

Page 26: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

kalian.......dan aku menikahi wanita. Siapa yang membenci sunnahku bukan golonganku.” (Muttafaq alaih)

Dengan dalil-dalil tersebut, maka jelas bahwa kerahiban yang menahan syahwatnya kepada lawan jenis bertentangan dengan ajaran Islam. Syahwat kepada lawan jenis adalah fitrah yang tidak bisa dilawan. Untuk itulah Islam mengatur dengan hati-hati. Dan tidak membukanya kecuali hanya melalui: pernikahan.

Itu artinya, pembentengan generasi muda dari maksiat zina dengan menggunakan iman dan yang lainnya adalah tindakan sementara di usia awal mereka. Sementara sebelum mereka bisa membangun rumah tangga. Karena suatu hari mereka harus menikah untuk menyalurkan fitrahnya itu, yang dalam Islam bahkan merupakan bagian dari ibadah suami dan istri.

Kalau pembentengan dan penjagaan hanya sementara, maka tidak ada cara lain kecuali kita segera memikirkan pernikahan anak-anak kita.

Di sinilah hancurnya generasi muda kita yang berawal hancurnya konsep berumah tangga. Di satu sisi, syahwat mereka dibangkitkan sepanjang jalan, seluas media dan pergaulan. Di sisi lain, pernikahan usia dini disumbat. Maka, bukankah ‘wajar’ ketika mereka menyalurkan syahwat mereka dengan cara maksiat yang membuat para orangtua ketakutan dan negara kerepotan.

Konsep hancur itu telah berefek luas. Sampai memunculkan sebuah pemikiran yang hampir rata di masyarakat bahwa yang menikah di usia dini, hanya satu di antara dua: hamil sebelum nikah atau tidak berpendidikan.

Bahkan dengan jelas negara ini mengingatkan tentang pernikahan di usia dini yang dinyatakan sebagai penyebab banyak masalah.

Lengkap sudah...

Pantas maksiat menjamur...

Siapa yang bertanggung jawab?

Anda tahu jawabannya!

Dari sinilah kita tahu bahwa setelah upaya pembentengan, kita harus segera membahas tentang pernikahan usia muda anak-anak kita. Agar mereka tidak sempat berbuat maksiat.

Mari kita tengok sejarah kegemilangan Islam (rasanya sudah cukup kita berkata bahwa sejarah hanya masa lalu. Karena ia sepertiga Al Quran).

Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fathimah putri Nabi dalam usia 21 tahun dan 15 tahun

Harun Ar Rasyid, pemimpin paling hebat di dunia (seperti judul bukunya DR. Syauqi Abu Khalil), menikah pada tahun 165 H. Padahal ia dilahirkan pada tahun 150 H.

Berarti usianya baru 15 tahun...!!!???!!!

Page 27: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Perlu juga anda ketahui 5 tahun berikutnya ia dilantik menjadi khalifah dan ia menjadi khalifah paling sukses di dinasti Bani Abbasiyyah. Yang memimpin selama 23 tahun.

Sekarang silakan renungi yang dalam dan jujur, mana yang lebih hebat. Ali bin Abi Thalib dan Harun Ar Rasyid atau kita, usia dan karya kita hari ini? Baru setelah ini silakan bertanya bagaimana cara mencapainya.

Tulisan ini sengaja dihadirkan untuk menyadarkan bahwa sejarah kebesaran Islam melahirkan orang-orang yang berumah tangga di usia sangat awal. Karena Islam telah menyiapkan anak-anak dengan sangat serius sejak awal. Sehingga mampu berkarya sejak awal. Termasuk dalam urusan rumah tangga. Alangkah indah dan lengkapnya hidup kita, jika kita bisa menikmati kebesaran anak berikut cucu. Dan kita akan tinggalkan dunia dengan senyum indah melihat karya kita pada anak dan cucu.

Tapi apa daya, banyak yang menikah terlambat. Bahkan, mendorong anak-anaknya untuk menikah lebih terlambat lagi dengan segudang alat untuk menakut-nakuti tentang horornya dunia pernikahan.

Dan subhanallah, saya punya kisah sangat menarik. Saya bersyukur karena ketika tulisan ini sudah saya rencanakan, ternyata Allah pertemukan saya dengan seorang teman, senior saya ketika masih kuliah. Beliau menjadi direktur eksekutif sebuah sekolah Islam.

Di forum ilmu tersebut beliau memberi sambutan mengejutkan, “Orang yang ada di depan Anda ini dalam dua bulan lagi insya Allah akan menjadi kakek, padahal usianya belum genap 40 tahun. Anak saya yang pertama laki-laki sedang kuliah semester awal usianya 18 tahun dan sudah menikah. Dia juga telah hapal Al Quran berikut dua adiknya yang lain. Saya bertekad lima adiknya pun akan hapal Al Quran.”

Hafidzokumulloh, ya Usrotal Khoir...

Subhanallah, kisah sukses itu ada di samping kita.

Ini saya kisahkan karena keterbatasan ilmu dan akal kita menerima kisah-kisah jauh di zaman kebesaran Islam. Kita sering baru bisa menerima kalau ada contohnya hari ini. Maka, contoh sukses itu sudah ada di samping anda.

Di sisi lain pembahasan ini, saya sadar betul bahwa anak-anak muda kita sangat tidak siap berumah tangga.

Tapi sampai kapan kita terus mendendangkan lagu kesedihan tentang anak-anak kita yang tak kunjung siap dan tak kunjung kita siapkan.

Ayo bentengi mereka dengan iman

Ayo siapkan mereka untuk berumah tangga

Dan ayo sambut pernikahan indah mereka di usia awal

Agar mereka tak sempat maksiat!

Dan agar kita bisa menikmati karya pada anak berikut cucu, biidznillah...

Page 28: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Gema Bisikan Istri

Siapa yang tidak kenal Harun Ar Rasyid. Judul buku yang ditulis oleh DR. Syauqi Abu Khalil ( الخلفاء أميرالدنيا ملوك Amirnya para Khalifah dan raja paling hebat di dunia), cukup untuk menggambarkan / وأجل

betapa dahsyatnya tokoh yang satu ini. Sehingga tidak aneh ketika wajahnya dikeruhkan oleh orang-orang yang tidak suka melihat Islam besar. Karena Islam sangat terasa kebesarannya di masa Harun Ar Rasyid. Sehingga muncullah di benak kita selalu tokoh Abu Nawas yang konyol itu dan kisah pesta pora di negeri seribu satu malam. Kesemuanya bersumber dari kedengkian terhadap kebesaran Islam dan tokohnya.

Maka bacalah dari sumber yang jelas dan shahih, kemudian rasakan kebenaran judul buku DR. Syauqi.

Saat Harun Ar Rasyid sedang menyiapkan penggantinya dari anak-anaknya. Dia melihat di antara anak-anaknya yang paling layak adalah Al Ma’mun. Keinginannya ini bertentangan dengan keinginan istrinya yang berasal dari nasab mulia Quraisy; Zubaidah. Karena Zubaidah mempunyai anak dari Harun bernama Al Amin. Sementara Al Ma’mun hanya anak dari mantan budaknya.

Berita Harun yang lebih memilih Al Ma’mun daripada Al Amin membuat Zubaidah sangat gundah. Hingga ia menghadap Harun Ar Rasyid dan mengadukan keberatannya. Harun berkata tegas:

“Sesungguhnya ini umat Muhammad dan tanggung jawab terhadap rakyat yang diberikan Allah ini terikat di leherku. Sementara aku tahu antara anakku dan anakmu. Anakmu tidak layak menjadi Khalifah. Dan tidak layak untuk rakyat!”

Tapi Zubaidah tetap ngotot,

“Anakku, demi Allah lebih baik dari anakmu dan lebih layak untuk memimpin. Bukan orang dewasa yang bodoh juga bukan anak kecil yang tidak layak memimpin. Lebih dermawan jiwanya dari anakmu. Dan lebih pemberani.”

Harun menjawab lagi,

“Sesungguhnya putramu lebih aku cintai. Tetapi ini Khilafah, tidak layak memegangnya kecuali orang ahli. Kita akan dimintai pertanggungan jawab tentang masyarakat ini. Kita tidak sanggup menghadap Allah dengan membawa dosa mereka.”

Page 29: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Lihatlah bagaimana seorang suami yang bijak. Walau ia lebih paham dari istrinya yang hanya mengedapankan rasa, tetapi Harun ingin menampakkan bukti secara langsung bahwa Al Ma’mun lebih layak dari Al Amin. Harun berkata,

“Duduklah di sini, agar aku bisa tunjukkan kedua anak kita ini.”

Harun Ar Rasyid dan istrinya duduk di kursi dan memanggil pertama kali Al Ma’mun. Saat Al Ma’mun datang, ia menundukkan pandangannya. Menunggu lama di depan pintu dalam keadaan berdiri. Lama sekali, hingga terasa pegal kakinya. Hingga diizinkan untuk masuk, ia pun duduk. Kemudian Al Ma’mun minta izin untuk bicara. Setelah diizinkan, ia memulai dengan memuji Allah atas anugerah bisa melihat orangtuanya dan berharap Allah selalu memberi solusi dalam kepemimpinannya. Kemudian ia minta izin mendekat kepada Harun dan Zubaidah. Setelah diizinkan, Al Ma’mun maju dan mencium kaki, tangan dan kepala ayahnya itu, selanjutnya mendatangi Zubaidah dan melakukan hal yang sama.

Kemudian dia kembali ke tempat duduknya semula. Kemudian ia mengucap syukur akan keberadaan ibu yang baik.

Selanjutnya Harun Ar Rasyid berkata: Nak, aku akan memberikan kepadamu kepemimpinan ini dan mendudukkanmu di tempat kekhilafahan. Karena aku melihatmu layak untuk menjadi Khalifah.

Al Ma’mun menangis dan memohon kepada Allah agar tidak mengambil ayahnya.

Harun meyakinkan lagi bahwa ia layak.

Al Ma’mun akhirnya menjawab: Saudaraku lebih layak dariku. Dia putra tuan putriku. Menurutku ia lebih kuat dibandingkan aku untuk urusan kepemimpinan.

Kemudian Al Ma’mun pun keluar setelah selesai.

Harun dan istrinya masih di tempat duduknya. Selanjutnya meminta agar Al Amin datang menghadap.

Al Amin datang dengan pakaian kebesarannya dan berjalan dengan angkuh. Dia langsung masuk dengan menggunakan sandalnya dan lupa mengucap salam. Dia terus berjalan hingga duduk sejajar dengan ayahnya di kursi.

Harun berkata: Bagaimana menurutmu nak, aku ingin memberikan kepemimpinan ini kepadamu.

Al Amin menjawab: Wahai Amirul Mu’minin, siapa lagi yang lebih berhak dibandingkan saya. Aku anakmu yang paling tua dan putra dari istri tercintamu.

Harun berkata: Keluarlah, nak.

Setelah ujian ini, Harun berkata kepada istrinya: Bagaimana kamu melihat antara anakku dan anakmu?

Zubaidah menjawab menjawab dengan jujur: Anakmu lebih berhak

Harun menjawab: Kalau begitu kamu telah mengakui kebenaran dan obyektif menilai yang kamu lihat.

Setelah semua ini, sudah seharusnya Harun memberikan kepemimpinan kepada Al Ma’mun baru setelahnya Al Amin. Dan memang ia pun bertekad untuk itu.

Page 30: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Tapi anehnya, pada tahun 186 H, Harun Ar Rasyid mengajak anak-anaknya berikut staf dan keluarga kerabat untuk haji sekaligus menjadi saksi atas surat perjanjian yang ditulis dan ditempel di Ka’bah.

Isi surat itu adalah pengganti setelah Harun adalah Al Amin dan setelahnya baru Al Ma’mun.

Ajaib kan...

Bukankah seharusnya adalah Al Ma’mun baru Al Amin, seperti tekad Harun sejak awal.

(perlu diketahui bahwa kedua anak Harun ini memiliki kompetensi kepemimpinan sebagaimana yang dikatakan oleh guru mereka: Al Kisai)

Anda tahu jawabannya, mengapa Harun justru mengubah pendiriannya?

Para ahli sejarah mengatakan bahwa inilah posisi Zubaidah di hati Harun. Walau Harun telah berhasil ‘menaklukkan’ Zubaidah bahwa yang berhak adalah Al Ma’mun di awal baru Al Amin. Zubaidah pun telah mengakuinya.

Tapi tetap saja, permintaan awal Zubaidah menggema di hati Harun.

Zubaidah yang memerankan istri terbaik di hati Harun, terlalu agung untuk ‘disakiti’.

Karenanya wahai para istri yang baik dan mulia. Bisikan anda di telinga suami akan terus menggema di hatinya. Maka manfaatkan untuk membisikkan kebaikan. Jika bukan sekarang ia menerimanya. Suatu hari, semoga...

Makanan di Hati Seorang Istri

فإني قال ال فقلت شيء عندكم هل فقال يوما وسلم عليه الله صلى الله رسول علي دخل قالت عائشة عنإنه الله رسول يا قالت الحيس يحب وكان منه له فخبأت حيس إلي أهدي وقد اليوم ذلك بعد بي مر ثم صائم

صوم مثل إنما قال ثم منه فأكل صائم وأنا أصبحت قد إني أما أدنيه قال منه لك فخبأت حيس لنا أهدي ) . والترمذي مسلم رواه حبسها شاء وإن أمضاها شاء فإن الصدقة ماله من يخرج الرجل مثل المتطوع( ماجه وابن والنسائي

Dari Aisyah berkata:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menemuiku pada suatu hari. Beliau berkata: Apakah kamu punya sesuatu?

Aku berkata: Tidak

Page 31: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Beliau berkata: Kalau begitu aku puasa

Suatu hari beliau menemuiku lagi dan aku baru mendapatkan hadiah Hais (jenis makanan yang terbuat dari kurma). Aku menyimpannya untuk beliau, karena beliau menyukainya.

Akupun berkata: Ya Rasulullah, kita diberi hadiah Hais dan aku menyimpannya untukmu.

Beliau berkata: Hidangkan. Sebenarnya aku pagi ini puasa.

Beliau pun memakannya kemudian berkata: Sesungguhnya perumpamaan puasa sunnah seperti seseorang yang mengeluarkan hartanya untuk shodaqoh, jika ia mau bisa ia teruskan niatnya (untuk bershodaqoh) atau jika ia mau boleh membatalkannya. (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)

Kisah pagi hari di keluarga Nabi tersebut harus menghadirkan pelajaran mahal bagi keluarga muslim. Sangat banyak pelajarannya. Tapi saya hanya ingin menyoroti dua poin.

Pertama, ternyata seorang istri mempunyai cara sendiri untuk membahagiakan dan memuliakan suaminya. Yaitu dengan menyediakan makanan kesukaan suami. Bagi seorang istri hal ini begitu pentingnya. Maka, tak aneh kalau setiap pagi seorang istri berpikir keras apa yang akan dihidangkan hari ini untuk keluarganya. Berbagai menu terus dicari. Khawatir bosan, berbagai variasi pun dilakukan. Begitu pentingnya di hati seorang istri.

Seperti ibunda kita Aisyah. Karena Aisyah tahu persis bahwa suaminya Rasulullah sangat menyukai jenis makanan yang bernama Hais, maka ketika Aisyah mendapatkan hadiah Hais ia teringat suaminya. Karena inilah makanan kesukaannya. Dan karena ini sesuatu yang besar dan penting di istri. Mungkin Aisyah ingin memakannya sampai habis. Tapi itu tidak dilakukannya. Karena ingat suami.

Tapi sayang, kami para laki-laki sering menganggap ini hal yang sederhana. Padahal ia begitu besar di hati istri. Akhirnya seorang istri yang telah lelah seharian memasak masakan istimewa bahkan ia telah menyiapkan rencana ini beberapa hari sebelumnya. Eh...suami pulang dan berkata: aku sudah makan di luar.

Maaf, ya para istri. Kami para laki-laki sering tidak menyadari betapa pentingnya urusan makanan di hati para istri.

Kedua, Memakan makanan yang disediakan istri dengan istimewa lebih didahulukan dibandingkan puasa sunnah (wallahu a’lam). Seperti yang dilakukan Rasulullah di atas. Pagi itu Nabi telah berniat untuk berpuasa. Tapi karena Aisyah sang istri tercinta berkata:

Ya Rasulullah, kita diberi hadiah Hais dan aku menyimpannya untukmu.

Nabi ingin menyenangkan hati istri. Nabi menghargai sesuatu yang istimewa di hati istrinya. Walau resikonya, puasa sunnah beliau batal hari itu.

Jadi, tidakkah para laki-laki ‘memaksakan’ dirinya untuk menikmati hidangan istri yang istimewa disiapkan untuk suami tercinta.

Kami para laki-laki harus berkata kepada para istri untuk kali kedua:

Maaf, ya para istri. kami para laki-laki sering tidak menyadari betapa pentingnya urusan makanan di hati para istri.

Page 32: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Hati-Hati Budaya Kuliner

Kuliner istilah baru. Ia pun baru sebagai sebuah kebiasaan masyarakat. Sehingga bertaburan pojok-pojok jajanan hingga cafe tempat hang out dengan teman-teman dan keluarga.

Terus mengapa harus berhati-hati. Di mana masalahnya? Bukankah justru bisa menambah akrab anggota keluarga. Bahkan ajang pendekatan bagi ayah yang super sibuk dengan anak dan istri yang mulai merasa terdzalimi karena tidak mendapatkan hak waktu mereka.

Saya jawab ya. Banyak manfaat yang bisa diambil oleh keluarga. Bukan hanya itu. Menghilangkan sekadar kejenuhan adalah hal yang penting. Karena rutinitas yang membosankan membuat suram suasana rumah.

Saya pun tidak melarang dan memang tidak boleh melarang sesuatu yang halal.

Tetapi saya di sini hanya mengingatkan bahaya kuliner jika dijadikan budaya. Apa arti budaya di sini? Yaitu ketika anggota keluarga mewajibkannya. Ah… rasanya tidak ada keluarga yang mewajibkan.

Eittt... tunggu dulu. Kalau dalam satu pekan wajib keluar untuk kuliner. Atau ada anggota keluarga yang menuntut dan menganggapnya sebagai hak yang jika tidak terpenuhi merasa terdzalimi haknya. Atau merasa ada untaian kebahagiaan yang putus jika kuliner tidak dijalankan. Atau seorang ayah yang merasa bersalah hingga perlu minta maaf ketika minggu itu tidak keluar kuliner.

Bukankah saat seperti ini keadaannya, kuliner telah menjadi wajib?

Baiklah, apa masalahnya jika ia telah menjadi kebiasaan bahkan dirasa sebagai sebuah kewajiban. Bukankan manfaatnya begitu besar dan mahal bagi keluarga.

Mari kita simak pola makan Nabi teladan kita bersama keluarganya.

« : : �ا ي + �و�م ي ذ�ات� !م� ل و�س� �ه$ �ي ع�ل الله� ص�ل!ى الله$ س�ول� ر� ل$ي ق�ال� �ق�ال�ت �ه�ا، ع�ن الله� ض$ي� ر� $ين� �م�ؤ�م$ن ال �م) أ ة� $ش� ع�ائ � ع�ن « : : : » Iم$ ص�ائ )ي $ن ف�إ ق�ال� Iء �ي ش� �ا �د�ن ن ع$ م�ا الله$، س�ول� ر� �ا ي ف�ق�ل�ت� �ق�ال�ت ي�ءI؟ ش� ��م �د�ك ن ع$ �ه�ل ة�، $ش� «ع�ائ

Dari Aisyah Ummul Mu’minin radhiallahu anha berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata kepadaku suatu hari,

“Hai Aisyah, apakah kamu punya sesuatu?”

Aisyah menjawab: Ya Rasulullah, kami tidak punya apapun.

Rasul menjawab, “Kalau begitu, aku puasa.” (HR. Muslim)

Ini bukan masalah kemiskinan atau kekurangan. Tapi ini masalah menyederhanakan urusan makan dan minum. Karena ini dilakukan juga oleh para sahabat lain. Sebagaimana yang disampaikan oleh Al Bukhari dalam salah satu judul babnya di dalam Kitabnya Shahih,

» « : : » « : : �ه� و�ف�ع�ل ه�ذ�ا �و�م$ي ي Iم$ ص�ائ )ي $ن ف�إ ق�ال� ،� ال �ا �ن ق�ل �$ن ف�إ ؟ Iط�ع�ام ��م �د�ك ن ع$ �ق�ول� ي د�اء$ �الد!ر �و �ب أ �ان� ك د�اء$ �الد!ر �م! أ � و�ق�ال�ت ��ه�م ع�ن !ه� الل ض$ي� ر� �ف�ة� ذ�ي و�ح� ، !اس+ ع�ب �ن� و�اب ة�، �ر� ي ه�ر� �و �ب و�أ �ح�ة�، ط�ل �و �ب أ

Dan Ummu Darda’ berkata: Abu Darda’ berkata: Apakah kamu mempunyai makanan?

Page 33: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Jika kami jawab: Tidak ada, dia berkata: Kalau begitu aku puasa hari ini.

Hal ini juga dilakukan oleh Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Hudzaifahradhiallahu anhum.

Nah, ternyata ini merupakan kebiasaan yang diajarkan Rasulullah kepada keluarga para sahabat. Dan diterapkan dengan baik di rumah para sahabat Nabi.

Apa hubungannya dengan budaya kuliner kita?

Ada kekhawatiran. Kebiasaan kuliner yang nyaris dianggap kewajiban membuat pola makan dan minum kita menjadi rumit dan sulit. Karena orang yang berkuliner biasanya cenderung mencari yang baru dari makanan dan minuman. Bahkan bukan hanya menunya. Tetapi cara makan dan cara minumnya. Tak hanya itu, suasana pun termasuk yang dicari dan dikejar. Ketika makan di taman, pinggir kolam air sudah dianggap biasa, sebuah rumah makan menawarkan makan bersama singa.

Akhirnya, makanan dengan menu dan suasana ‘biasa’ di rumah menjadi sulit dinikmati.

Bukankah orangtua sering kesulitan membangkitkan selera makan anak-anaknya? Orangtua sering tidak sadar bahwa salah satu sebabnya adalah pola makan yang dibiasakan. Kalau kebiasaan itu tidak dilakukan, maka anak ngambek tak mau makan.

Suatu pagi menjelang siang, saya melihat seorang anak yang usianya baru sekitar lima tahun. Dia terlihat marah. Duduk dengan wajah lesu dan kecewa. Saya mendekatinya dan bertanya ingin tahu apa yang tengah terjadi. Sambil menunjuk-nunjuk makanan di meja dia tumpahkan kemarahannya, “Nggak begitu makanannya. Harusnya roti, susu, nugget....(dia terus menyebut daftar menu).”

Saya pun merengkuhnya dan saya katakan, “Nak, kalau kamu tidak mau makan makanan yang sudah tersedia, ya sudah tidak usah kamu makan. Ditinggal saja tapi tidak usah dihina makanannya. Sebab Rasul dulu kalau tidak suka sebuah makanan, tidak memakannya tapi tidak menghinanya.”

Begitulah dialog ringan saya dengan anak kecil itu.

Saya hanya khawatir, mengapa anak seusia itu terlihat begitu marahnya hanya karena masalah menu makanan. Jangan-jangan ini bukan hanya masalah selera. Tetapi masalah budaya makan yang rumit karena kuliner.

Silakan anda dan keluarga menikmati makanan dan minuman lezat. Tapi sudah waktunya kita membuat pola makan di keluarga kita sesederhana pola makan Rasulullah dan keluarganya.

Nikmati yang ada.

Jika tak suka, tidak usah dimakan tapi tanpa menghinanya.

Sederhana...

Page 34: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Teruslah Berkarya, Aku yang Menyuapimu

Dalam rangka melaksanakan hadits Nabi,

“Tidaklah kamu menafkahkan sesuatu ikhlas karena Allah kecuali kamu akan diberi pahala, hingga sesuatu yang kamu jadikan di mulut istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka suami tak hanya melaksanakan perintah untuk memberi nafkah kepada istri. Tetapi selayaknya terinspirasi oleh hadits ini untuk makan bersama dan sekali waktu menyuapkan sesuatu pada istrinya.

Dan kini giliran istri yang berinisiatif menyuapi sang suami tercinta.Apalagi Nabi telah memerintahkan agar istri mendampingi suami di waktu makan. Dua kisah ini setidaknya bisa menjadi inspirasi untuk melakukan hal sederhana yang bisa menyegarkan cinta ini,

Ammar bin Roja’ berkata: Aku mendengar Ubaid bin Yaisy berkata: 30 tahun lamanya aku tidak makan malam dengan tanganku. Saudariku yang menyuapiku. Sementara aku menulis hadits. (Siyar A’lam An Nubala’, Adz Dzahabi)

Al Hakim berkata: Akumendengar Abul Fadhl Muhammad bin Ibrahim mendengar dari Ahmad bin Salamah berkata: Dibuatkan untuk Muslim Majlis Mudzakaroh (saling bertukar ilmu). Disebutkan di majlis itu sebuah hadits yang tidak ia ketahui. Kemudian ia pulang ke rumahnya. Dia berkata: jangan ada yang masuk ke kamar! Dikatakan kepadanya: kita diberi hadiah sekeranjang kurma. Maka kurma itu hadirkan untuknya. Dia mencari hadits sambil mengambil kurma demi kurma hingga habis. Dan dijumpai hadits yang dimaksud. Yang lain menambahkan bahwa itulah sebab kematiannya. (Siyar A’lam An Nubala’, Adz Dzahabi)

Ubaid bin Yaisy, gurunya Bukhari dan Muslim sibuk oleh ilmunya dan disuapi oleh saudarinya.

Kesibukan Muslim dalam menunaikan tugasnya; mencari hadits dari kitab-kitabnya juga menyebabkan ia tidak sempat memikirkan makan. Hingga ia disodori kurma dan iapun memakannya. Dengan konsentrasi tetap ke tugasnya.

Kita semua tahu para suami sangat sibuk dengan tugasnya. Sering kali kegundahan terhadap pekerjaan di luar sana terbawa masuk ke rumahnya. Sehingga ia tak sempat memikirkan kesehatannya untuk sekadar makan.

Di sinilah saatnya seorang istri mendapatkan poin dari suaminya.

Di sinilah istimewanya hadits Nabi yang memerintahkan untuk istri mendampingi suaminya saat makan. Dan bersiap siaga dalam melayani semua keperluan suami.

Kali ini mungkin suami tidak mau bergerak dari meja tugasnya. Kepalanya penuh dengan setumpuk pe er pekerjaan yang harus diselesaikan. Tak ada ruang di otaknya untuk memikirkan makanan. Bahkan mungkin seleranya telah hilang.

Maka, para istri...

Page 35: Artikel Ustadz Budi Ashari,Lc

Biarkan para suami seperti Ubaid bin Yaisy dan Muslim meringankan isi kepalanya.

Anda hanya perlu berkata: teruslah berkarya, aku yang menyuapimu.

Tips sederhana. Tapi cobalah. Dan lihatlah apa yang akan terjadi.