Artikel Sampling Stratifikasi
-
Upload
oombandiku -
Category
Documents
-
view
216 -
download
1
description
Transcript of Artikel Sampling Stratifikasi
1
Sampling Stratifikasi Dapat Mengurangi Tingkat Risiko
Deteksi Dalam Audit Yang Dilaksanakan Oleh APIP
Oleh: Muhammad Fuat
Abstraksi
Dalam sampling stratifikasi auditor memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan dan kemudian mengambil sampel dari masing-masing tingkatan. Auditor telah sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi. Biasanya, auditor menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih sampel dari sisanya. Untuk menentukan apakah digunakan sampling straifikasi, dalam setiap populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam ukuran-jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor melihat adanya variasi yang besar, auditor harus mempertimbangkan stratifikasi Sampling stratifikasi lebih sederhana dan mudah digunakan, serta dapat membantu auditor dalam dua hal penting yaitu mengendalikan distorsi dan memungkinkan ukuran sampel yang lebih kecil. Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor acak atau sampling interval, tergantung keadaan.
I. PENDAHULUAN
Sampling adalah proses menerapkan prosedur-prosedur audit pada
sampel yang merupakan bagian dari keseluruhan populasi guna mengambil
kesimpulan mengenai total populasi. Teori sampling mengasumsikan bahwa
kualitas yang dimiliki sampel representatatif bisa diperhitungkan kedalam
populasi.
Sampling pada hakekatnya adalah proses mempelajari keseluruhan dengan
menelaah hanya sedikit (kurang dari 100%). Pada saat yang sama dengan
sampling auditor harus menerima resiko bahwa sampel yang dipilih tidak benar-
benar mencerminkan populasi yaitu bahwa karakteristik yang
diproyeksikan/diestimasikan dari sampel tidak sama dengan yang akan
ditemukan jika keseluruhan populasi atau sampel dalam jumlah lebih besar
dilakukan audit.
Sampling bukanlah akhir tujuan itu sendiri, justru hanya merupakan
sarana untuk mencapai tujuan. Sampel dan hasil sampel hanyalah data mentah
yaitu data yang harus diberikan bobot dan dipelajai. Data tersebut harus
2
dianalisis materialitasnya, alasan, penyebab dan dampak actual atau potensial.
Jadi sampel yang diambil merupakan langkah pertama untuk memberikan opini
audit.
Dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi, auditor harus
menetukan apakah sampling merupakan cara yang paling efisien dan efektif
untuk mendapatkan bukti dan kesimpulan. Dengan pendekatan bank data dan
pencarian informasi, mungkin lebih efisien melakukan pengujian berbantuan
computer pada keseluruhan populasi.
Berkaitan dengan sampling ini adalah bagaimana auditor memutuskan:
1. pendekatan sampling apa yang akan digunakan
2. berapa banyak unit sampel yang akan dipilih
3. bagaimana auditor memilih unit sampel tersebut
4. bagaimana mengevaluasi hasil-hasilnya terkait dengan tujuan audit
Dalam pemilihan sampel auditor dapat memilih dua jalur yaitu pertama
mengarah ke sampel terarah (directed sample) dan yang kedua merupakan
sampel acak (random sample).
Sampel terarah atau sampel bertujuan digunakan bila auditor mencurigai
adanya kesalahan serius atau manipulasi dan ingin mendapatkan bukti untuk
mendukug kecurigaan mereka atau menemukan sebanyak mungkin hal yang
mencurigakan. Proses ini tidak ada kaitannya dengan sampling statistik, jadi
murni merupakan pekerjaan mendeteksi. Makin baik naluri detektif auditor,
makin berguna sampel yang diambilnya. Tetapi auditor tidak bias mengambil
kesimpulan tentang pipulasi dari sampel terarah. Kesimpulan seperti ini jelas
tidak bisa memberikan jaminan karena sampel tidak mencerminkan populasi.
Sampel acak berusaha mencerminkan populasi tempat diambilnya sampel
sedekat mungkin, sehingga apabila seorang auditor mengambil sampel secara
acak berarti auditor mencoba mengambil gambar berupa miniature dari catatan
atau data dalam jumlah besar yang membentuk populasi tempat sampel dipilih.
Makin besar sampel yang dipilih, makin dekat sampel tersebut mencerminkan
populasi (mewakili atau representatif)
3
Sampling statistik memungkinkan auditor internal mengukur resiko
pengambilan sampel yaitu risiko bahwa suatu sampel tidak mencerminkan
populasi. Untuk mengukur risiko tersebut secara statistik maka pemilihan sampel
haruslah acak. Pemilihan acak berarti bahwa setiap unit dalam populasi memiliki
peluang yang sama untuk dipilih.
Sampling nonstatistik tidak memungkinkan auditor untuk mengukur risiko
pengambilan sampel secara objektif, karena setiap unit populasi tidak memiliki
peluang yang sama untuk terpilih. Namun, sampling nonstatistik bisa bernilai
untuk rancangan sampling terarah (bertujuan) atau bentuk lain dari sampling
menggunakan pertimbangan.
Tentu saja dimungkinkan bagi auditor untuk memilih sampel secara acak tanpa
berupaya mengambil inferensi statistik tentang keseluruhan populasi. Tetapi
dengan menggunakan pemilihan acak auditor bisa menghindari bias dan juga
lebih yakin karena sampel yang dipilih cenderung mencerminkan nilai populasi.
Ada beberapa aturan pengambilan sampel yang representatif. Berikut ini tiga
prinsip dasar pemilihan yang berlaku dalam setiap prosedur sampling:
1. Kenali populasi secara jelas , karena kesimpulan audit bisa didasarkan
semata-mata dari sampel yang diambil dari populasi tersebut.
2. Definisikan unit sampling sesuai tujuan audit.
3. Biarkan setiap unit sampel dalam populasi memiliki peluang yang sama (atau
peluang tertentu) untuk terpilih.
Jika tiga prinsip di atas dilanggar, maka pengujian tersebut dipertanyakan
dasar-dasar teknisnya, dan kesimpulan dibuat tanpa dukungan yang objektif.
Jika populasi atau unit sampelnya tidak didefinisikan dengan baik sesuai tujuan
audit maka akan menghasilkan sampling dan audit yang salah.
Jika populasi dan unit sampel didefinisikan dengan baik, maka keseluruhan arah
dan pendekatan audit akan meningkat. Teknik yang baik adalah memetakan
populasi sebelum mengambil sampel untuk mengidentifikasi subpopulasi atau
strata.
4
Gambar 1: Gambaran Umum Sampling
SAMPEL
ESTIMASI
SAMPLING
KONDISI
SAMPEL
POPULASI
5
II. PEMBAHASAN
1. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)
Dalam setiap populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam
ukuran-jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor
melihat adanya variasi yang besar, auditor harus mempertimbangkan stratifikasi.
Sampling stratifikasi (stratified sampling) menyusun populasi sehingga
memberikan efisiensi sampling yang lebih besar. Jika digunakan dengan tepat,
sampling stratifikasi akan menghasilkan varians yang lebih kecil dalam sampel
tersebut dibandingkan sampling acak sederhana.
Pengertian sampling stratifikasi adalah (Arens:2006) auditor memisahkan
populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan sebelum auditor melakukan audit
sampling. Auditor telah sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi. Biasanya,
auditor menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal
atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih
sampel dari sisanya.
Gambar 2: Gambaran Sampling Stratifikasi
.
Sub.
Populasi
Sub
Populasi
Sub
Populasi
= sampel
Sampel Sampel
Sub Populasi
yang nilainya
tidak material
Sub Populasi
yang nilainya
material
Sub Populasi
yang nilainya
sangat material
6
Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengalokasikan populasi ke dalam banyak
tingkatan untuk mengurangi jumlah unit yang diperlukan untuk memperoleh
sampel yang representatif dalam populasi. Sebagaimana yang seharusnya
auditor ketahui, variabilitas dalam populasi, bukan ukurannya, yang
menyebabkan kenaikan tajam dalam jumlah sampel yang dibutuhkan guna
memberikan gambaran lengkap tentang populasi.
Jika populasi terdiri atas unit-unit yang identik maka mengambil sampel satu saja
akan representatif. Misalnya, jika auditor ingin mengestimasikan konsumsi bahan
bakar 1.000 mobil, dan setiap kendaraan benar-benar sama satu dengan yang
lain, auditor hanya perlu mempelajari konsumsi satu unit dan mengalikannya
dengan 1.000. Auditor akan memiliki keyakinan yang cukup bahwa proyeksi akan
menjadi indikator yang andal atas kondisi sebenarnya. Namun, jika armada
kendaraan terdiri atas motor, truk pengangkut yang besar, dan banyak jenis
lainnya, auditor perlu memilih sampel dari setiap jenis; dengan kata lain, auditor
harus menstratifikasikan populasi.
Dalam situasi dunia nyata, kualitas populasi biasanya sangat bervariasi.
Misalnya bukti pengeluaran kas dari suatu instansi pemerintah besarnya sangat
bervariasi. Makin berbeda kualitas atau karakter setiap unit dalam karakteristik
yang sedang dipelajari, makin banyak sampel yang harus auditor pilih untuk
mendapatkan representasi yang wajar atas populasi. Auditor berupaya
mendapatkan gambaran utuh tentang populasi dari sampel auditor. Gambaran
tersebut cenderung terdistorsi oleh unit-unit yang tidak biasa atau variabilitas
yang besar. Biasanya satu-satunya cara untuk mendapatkan gambaran tersebut
adalah melalui stratifikasi.
Jadi, stratifikasi membantu auditor dalam dua hal penting yaitu mengendalikan
distorsi dan memungkinkan ukuran sampel yang lebih kecil.
Hanya saja cara menstratifikasi, berapa banyak strata yang harus dibentuk, dan
unit-unit apa yang akan dikelompokkan bersama-sama, memerlukan
pertimbangan auditor agar bisa dilakukan dengan memadai Setiap stratifikasi
yang wajar lebih baik daripada tidak sama sekali.
7
Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor
acak atau sampling interval, tergantung keadaan.
2. Risiko Audit
Risiko audit (BPKP:2009) adalah kondisi ketidak pastian yang dihadapi oleh
auditor yang menyebabkan audit tidak mencapai sasaran. Risiko audit tidak
hanya ada pada general audit (audit untuk laporan keuangan perusahaan
komersial), tetapi juga pada jenis audit operasional yang sering dilakukan oleh
APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) terhadap instansi pemerintah,
karena pada dasarnya sasaran audit adalah informasi yang disajikan manajemen.
Yang berbeda adalah bentuk informasi yang diaudit dan tujuan melakukan audit.
Jika dalam general audit, yang diuji adalah informasi keuangan yang
termuat dalam laporan manajemen terdiri dari pos-pos neraca dan laba rugi
dengan tujuan memberikan pendapat terhadap informasi keuangan tersebut,
pada audit operasional, yang diuji adalah informasi kuantitatif yang, disajikan
manajemen unit yang diaudit (Kementerian, Kanwil, Dinas, Proyek dan
sebagainya) berkaitan dengan kegiatan operasional suatu unit organisasi, baik
yang bersifat keuangan maupun non keuangan.
Informasi keuangan yang dimaksud meliputi pendapatan seperti; jumlah
pendapatan negara yang dihasilkan (baik pajak dan non-pajak/retribusi), yang
dipungut, dan yang disetorkan ke kas negara, dan belanja seperti; belanja
pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, biaya perjalanan dan
sebagainya.
Sedangkan informasi yang, bersifat non keuangan, seperti jumlah
permohonan izin yang masuk dari masyarakat, jumlah yang dapat dilayani dan
yang ditolak, jumlah izin yang diterbitkan, jangka waktu pelayanan per pemohon,
dan sebagainya.
8
Adapun tujuan audit operasional adalah untuk menentukan apakah kegiatan
operasional yang diuji telah dilaksanakan secara ekonomis, efisien, efektif, dan
sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan vang berlaku.
Derajat keekonomisan, efisiensi, efisiensi, efektivitas, dan ketaatan terhadap
ketentuan/peraturan perundang-undangan tersebut dapat diketahui apabila telah
dilakukan berbagai telaahan/analisis, dengan menggunakan informasi kuantitatif
yang disajikan manajemen
Dengan adanya UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara setiap instansi pemerintah
harus menyusun laporan keuangan yang terdiri: Neraca, Laporan Realisasi
Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan serta ditambah Laporan Arus Kas
(khusus Kementerian keuangan). Laporan keuangan Kementerian/instansi tersebut
akan diaudit oleh BPK dan diberikan pendapat/opini atas kewajarannnya.
Sedangkan APIP pada umumnya hanya melakukan reviu atas laporan keuangan
dalam rangka membantu pimpinan instansi/Kementerian dalam mempersiapkan
keandalan laporan keuangan tersebut sebelum diaudit oleh BPK, dan yang rutin
dilakukan oleh APIP adalah melakukan audit operasional atas kegiatan
instansi/Kementerian.
Dalam audit operasional instansi pemerintah, yang dimaksud "risiko audit"
adalah risiko bahwa auditor, tanpa sadar, mempercayai informasi yang disajikan
manajemen, padahal informasi itu mengandung salah saji material, kemudian
berdasarkan informasi itu, dia melakukan penelaahan mengenai keekonomisan,
efisiensi, efektivitas, dan ketaatan auditannya. Akibatnya, laporan hasil audit,
temuan dan rekomendasinya yang berasal dari hasil telaahan atas informasi
tersebut, juga diyakini akan mengandung kesalahan.
Tujuan mempelajari risiko audit adalah untuk mengingatkan kepada para
auditor agar selalu berhati-hati dalam pelaksanaan audit, karena mereka selalu
akan berhadapan dengan risiko yang harus ditanggungnya. Di samping itu,
pengetahuan mengenai risiko audit dapat membantu auditor dalam menyusun
rencana penugasan dan prosedur audit.
9
Adapun jenis-jenis risiko audit (audit risk = AR) terdiri dari (BPKP:2008) yaitu
risiko melekat (inherent risk = IR), risiko pengendalian (control risk = CR), dan
risiko deteksi (detection risk = DR), dengan rumus sebagai berikut: AR = IR x
CR x DR
Risiko melekat dan risiko pengendalian secara mutlak berada pada pihak
manajemen, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh auditor. Yang dapat
dikendalilan oleh auditor hanyalah risiko deteksi.Sesuai dengan rumus di atas,
risiko deteksi dapat diukur dengan rumus:
DR = AR / (IR x CR)
Auditor berkepentingan terhadap risiko deteksi dalam rangka mencapai
audit yang efektif, yaitu yang berhasil mengungkapkan kesalahan yang
terkandung dalam laporan auditan. Hal itu dapat dicapai apabila risiko deteksi
dapat diperkecil sampai pada tingkat yang dapat diterima. Ini berarti diperlukan
hasil audit yang tinggi tingkat keakuratannya atau tidak mengandung salah saji
yang material.
Untuk mencapainya diperlukan hal-hal sebagai berikut :
- audit harus dilakukan secara luas dan mendalam
- penugasan harus diberikan kepada tenaga yang sudah berpengalaman
- prosedur auditnya harus rinci
- supervisinya harus lebih ketat
10
Gambar 3: Gambaran Umum Risiko Audit
Detection Risk
(DR)
Inherent
Risk (IR)
Control
Risk (CR)
Non
Sampling
Risk
(NSR)
Sampling
Risk (SR)
Uncontrollable
Risiko
Audit
(AR)
Controllable
11
3. Aplikasi Sampling Stratifikasi Dalam Audit
Dalam aplikasi ini diasumsikan bahwa Auditor dari Inspektorat Jenderal
(Itjen) Kementerian ”A” baru melakukan audit atas pengeluaran kas yang
terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran Satuan Kerja (Satker) ”B”
Kementerian ”A” tahun anggaran 2010. Jumlah belanja (pengeluaran kas)
sebesar Rp.1.640.001.000,00 yang terdiri dari belanja/pengeluaran kas mulai dari
Januari 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan jumlah bukti pengeluaran
kas sebanyak 1104 bukti.. Auditor memilih metode sampling stratifikasi dalam
pelaksanaan audit, dengan alasan bahwa sampling tersebut dapat mengurangi
risiko deteksi dan mudah dilaksanakan.
Rumus-rumus sederhana yang digunakan auditor adalah sebagai berikut
(BPKP:2008):
- Unit sampelnya ditetapkan dengan rumus : n = (NB x FK) / TS
- Hasil samplingnya berupa proyeksi salah saji: PS = (NB /NS) x SS
Dimana: NB = Nilai Buku Populasi
SS = Salah Saji yang ditemukan dalam sampel
FK = Faktor Keandalan, ditetapkan dengan memperhatikan
risiko salah saji (risiko melekat dan risiko pengendalian)
dan keyakinan terhadap keandalan melalui tabel faktor
keandalan (FK)
- Simpulan auditnya didasarkan pada perbandingan TS dan PS,
- Toleransi Salah Saji (TS) adalah tingkat penyimpangan dalam populasi
yang dapat ditolerir oleh auditor. TS ditetapkan berdasarkan pertimbangan
materialitas, yaitu tingkat penyimpangan yang dianggap mengganggu
keandalan data. Nilai materialitas dipengaruhi oleh persepsi auditor terhadap
arti penting data bagi pemakainya (data users). Jika menurut auditor suatu
populasi dianggap penting, berarti kesalahan sedikit saja dianggap sangat
12
berarti, sehingga perlu dipertimbangkan untuk menerapkan TS yang rendah.
Jika sebaliknya, dapat menerapkan TS yang tinggi.
- Proyeksi Salah Saji adalah merupakan penyimpangan yang terjadi dari
hasil pengujian sampling yang nilainya diestimasikan kedalam populasi,
sehingga dapat diestimasikan besarnya dalam populasi.
Tahapan dan proses pelaksanaan Sampling Stratifikasi dalam audit (6 tahap)
adalah sebagai berikut (BPKP:2008):
1. Menyusun Rencana Audit
2. Menetapkan Jumlah /Unit Sampel
3. Memilih Sampel
4. Menguji Sampel
5. Mengestimasi Keadaan Populasi
6. Membuat Simpulan Hasil Audit
Pelaksanaan tahap-tahap sampling stratifikasi dalam audit:
1. Tahap menyusun rencana audit ditetapkan sebagai berikut:
1) Tujuan Audit adalah meneliti kewajaran pengeluaran kas.
2) Strata pengelompokan nilai anggota populasi dan kebijakan audit,
Auditor mengelompokkan populasi dalam tiga strata yaitu:
- Di atas Rp 4.000.000,00
- Antara Rp 1.000.000,00 sd Rp 4.000.000,00
- Di bawah Rp 1.000.000,00
3) Data di atas Rp 4.000.000,00 diperiksa seluruhnya, data lainnya diperiksa
secara sampling
4) Toleransi salah saji (TS) ditetapkan sebesar Rp 16.000.000,00
5) Faktor keandalan (FK) yang terdiri dari risiko salah saji = "rendah", dan
keyakinan terhadap keandalan prosedur audit lainnya = "cukup'", maka
"faktor keandalan/FK" = 1.2 (dari tabel FK)
13
Tabel Faktor Keandalan
Keyakinan terhadap keandalan prosedur audit lainnya
RM & RK*) Tidak Dapat Rendah Cukup Tinggi
Sangat Tinggi 3.0 2.7 2.3 2.0
Tinggi 2.7 2.4 2.0 1.6
Cukup 2.3 2.1 1.6 1.2
Rendah 2.0 1.9 1.2 1.0
*) Resiko Melekat(RM) & Resiko Pengendalian (RK) yang merupakan
bagian dari risiko audit, .
2. Menetapkan Jumlah /Unit Sampel
Untuk menetapkan unit sampel, populasi harus dikelompokkan lebih
dahulu menurut strata yang direncanakan. Strata yang ditentukan oleh
auditor adalah sebagai berikut:
Strata Unit Nilai Buku
- Diatas Rp 4.000.000,00 34 bukti Rp 166.065.000,00
- Antara Rp 1.000.000,00 sd Rp4.000.000,00
Rp
4.000.000,00
705 bukti Rp 1.216.706.000,00
- Dibawah Rp 1.000.000,00 365 bukti Rp 257.230.000,00
- Jumlah 1.104 bukti Rp 1.640.001.000,00
Kebijakan yang telah diambil oleh auditor yaitu:
Anggota populasi yang nilainya di atas Rp4.000.000,00 dikeluarkan lebih
dahulu dari populasi karena akan diteliti seluruhnya (diperiksa 100%) yaitu
sebanyak 34 transaksi, sehingga rinciannya sebagai berikut:
14
- Total pengeluaran kas 1.104 bukti Rp. 1.640.001.000,00
- Pengeluaran > Rp
4.000.000,00
34 bukti Rp. 166.065.000,00
- Pengeluaran < Rp
4.000.000,00
1070 bukti Rp. 1.473.936.000,00
Jadi besarnya sampel yang nilainya dibawah Rp.4.000.000,00 adalah:
n = (1.473.936.000 x 1,2)/16.000.000 = 110 unit
Distribusi sampel pada masing-masing strata:
- Dibawah Rp 1.000.000,00 = (257.230.000/1.473.936.000) x 110 = 19 bukti
- Antara Rp1.000.000 sd Rp 4.000.000
= (1.216.706.000/1.473.936.000) x 110 = 91 bukti
110 bukti
- Diatas Rp 4.000.000,00 (diperiksa 100%) = 34 bukti
Jumlah 144 bukti
3. Memilih Sampel
Dalam melakukan audit sampel dipilih secara acak.
4. Menguji Sampel
Besarnya sampel yang harus diuji oleh auditor sebanyak 144 bukti pengeluaran
dengan nilai sebesar Rp. 319.020.000,00. Berikut ini adalah rincian pengujian
sampel:
15
Keterangan Dibawah
1.000.000
1.000.000 s/d
4.000.000
Diatas
4.000.000
Jumlah
Toleransi Salah Saji
(TS)
16.000.000
Populasi:
- Jumlah Bukti (N) 365 705 34 1.104
- Nilai Buku (NB) 257.300.00
0
1.216.706.00
0
166.065.000 1.640.001.000
Sampel:
- Bukti (n) 19 91 34 144
- Nilai Sampel (NS) 15.088.000
163.770.000
166.065.000
319.020.000
Hasil Audit 15.088.000
162.600.000
165.065.000
316.850.000
Salah Saji Sampel (SS) 0 1.170.000 1.000.000
2.170.000
Proyeksi Salah Saji
(PS)
(NB / NS) x SS
0 8.688.063 1.000.000
9.688.063
5. Mengestimasi keadaan populasi:
Dari hasil pengujian sampel diperoleh temuan penyimpangan sebesar Rp.
2.170.000,00 dan setelah diestimasikan kedalam populasi diperoleh proyeksi
salah saji populasi sebesar Rp. 9.688.063
6. Simpulan Hasil Audit
Auditor telah menetapkan besarnya Toleransi Salah Saji (TS) sebesar
Rp16.000.000,00 sedangkan proyeksi salah saji populasi sebesar Rp9.688.063
Dapat disimpulkan bahwa nilai populasi tidak terdapat salah saji yang material,
sehingga populasi layak dipercaya.
16
5. Simpulan dan Saran
Dari hasil pengujian sampling diperoleh hasil bahwa populasi layak untuk
diterima yang berarti bahwa populasi tidak mengandung salah saji yang
material, hal ini terbukti dari hasil pengujian sampel yang telah diestimasikan ke
populasi (proyeksi salah saji = PS) sebagai berikut:
- Toleransi Salah Saji (TS) sebesar Rp16.000.000,00
- Proyeksi salah saji populasi sebesar Rp9.688.063,00
Dilihat dari hasil proyeksi salah saji (PS) dapat dikatakan bahwa data-data yang
ada dalam populasi dapat diyakini kewajarannya karena populasi mengandung
salah saji yang tidak material, tetapi hal ini harus juga dianalisis terlebih dulu
apakah penentuan TS sebesar Rp.16.000.000,00 memang sudah memadai
dalam arti ditinjau dari segi materialitasnya. Dalam hal ini TS hanya sebesar
0,98% {(16.000.000 : 1.640.001.000,00) x 100%} dari populasi sehingga dapat
dikatakan bahwa toleransi salah saji sangat kecil sekali dan dapat dikatakan
bahwa toleransi tersebut tidak material.
Tetapi dibalik analisis tersebut mungkin auditor mempunyai keyakinan
sendiri bahwa makin kecil toleransi salah saji berarti makin teliti hasil pengujian
sampel atas populasi yang diuji dari angka-angka pertanggungjawaban
pengeluaran uang . Kesimpulan mengenai populasi dapat berubah apabila TS
berubah atau jumlah sampel dirubah. Jadi dari hasil pengujian yang
menggunakan sampling startifikasi diatas dapat dikatakan bahwa tingkat resiko
deteksi dari data populasi sangat kecil, karena semua pengeluaran yang
nilainya besar yaitu diatas Rp.4.000.000,00 diuji 100% demikian juga auditor
dalam menentukan toleransi salah saji sangat kecil (0,98%) dari nilai populasi
sehingga hasil pengujiannya sangat telita dan terhindar dari resiko salah saji
yang yang material dan resiko deteksi.
Dari penyajian tersebut diatas ternyata penggunaan sampling stratifikasi
sangat mudah dan sederhana cara menggunakannya, serta bisa menghasilkan
simpulan bagi auditor APIP dengan cermat. Untuk itu disarankan kepada para
auditor APIP dapat menggunakan sampling stratifikasi dalam kegiatan auditnya,
agar laporan hasil audit yang dihasilkan bisa dihandalkan.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Arrens, Alvin A; Elder, Randal j; Elder, Beasley, Mark E LS (2006)
“Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach”, 12th edition, New Jersey,
Pearson Education, Inc.
2. Boynton, William C; Johnson, Raymond N; (2006), “Modern Auditing” 8th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc.
3. Guy, Dan M, Carmichael Douglas R, Whittington, O. Ray (1998), “Audit Sampling An Introduction” 4th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc.
4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Modul Sampling Audit
5. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Modul Dasar-Dasar Auditing.