ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

84
i SKRIPSI ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT PETANI DAN PERLUASAN KERJA DI LUAR SEKTOR PERTANIAN PADA MASYARAKAT DESA MOYO KECAMATAN MOYO HILIR KABUPATEN SUMBAWA S U P R I A D I NPM: 06380283 Skripsi Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) HAMZANWADI SELONG 2010

Transcript of ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

Page 1: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

i

SKRIPSI

ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT PETANI DAN

PERLUASAN KERJA DI LUAR SEKTOR PERTANIAN PADA

MASYARAKAT DESA MOYO KECAMATAN MOYO HILIR

KABUPATEN SUMBAWA

S U P R I A D I NPM: 06380283

Skripsi Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sosiologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

HAMZANWADI SELONG

2010

Page 2: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

ii

ABSTRAK

Supriadi (2010) : Analisis Stratifikasi Sosial Masyarakat Petani Dan Perluasan

Kerja Di Luar Sektor Pertanian Pada Masyarakat Desa Moyo

Kecamatan Moyo Hilir Kabuparen Sumbawa.

Di pedesaan, lapangan pekerjaan yang dapat menampung tenaga kerja

masih bertumpuk pada sektor pertanian, sementara lahan yang dapat diolah

pertanian semakin terbatas. Ditambah pula pemilik lahan luas (petani strata

atas), yang selama ini banyak membantu buruh tani dengan cara memberikan

pekerjaan dengan sistem upah, mulai menggunakan teknologi pertanian yang

minim tenaga kerja. Dengan demikian, strata mengenah dan bawah guna

meningkatkan tarap hidupnya melakukan perluasan kerja di luar sektor

pertanian, Hal tersebut sesuai dengan kenyataannya bahwa perbedaan

pendapat yang terjadi di sektor pertanian antara strata sosial petani kadang

kala berlanjut di bawah keluar sektor pertanian. Kenyataan yang dikemukakan

bahwa kondisi objektif desa penelitian seperti apa yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka semakin nampak pentingnya dilakukan penelitian ini

dengan alasan bahwa Desa Moyo kecamatan Moyo Hilir terdapat petani

dengan strata bawah yang jumlahnya relatif banyak. Dengan demikian

beberapa temuan kemungkinan dapat di jadikan dasar kebijakan untuk

peningkatan taraf hidup petani dengan strata bawah di Kabupaten Sumbawa.

Untuk menunjang penelitian ini maka peneliti menggunakan

pendekatan/metodelogi penelitian kualitatif deskripsi naratif dengan tehnik

pengumpulan data menggunakan tehnik Observasi, Studi Kepustakaan dan

Dokumentasi, serta wawancara terstruktur. Dalam menganalisis data yang

dipandang relevan dengan penelitian ini peneliti menggunakan tehnik/ metode

deduksi dan induksi.

Stratifikasi sosial petani di Desa Moyo terlihat dengan masih berorientasi

pada kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian, Untuk mencapai

stratifikasi sosial petani di Desa Moyo tidak terlepas dari hasil pertanian,

Selain dari hasil pertanian stratifikasi sosial di Desa Moyo dibentuk atau

dipengruhi oleh hasil merantau ke luar negeri dan dari hasil usaha

perdagangan, Perluasan kerja di Desa moyo sifatnya juga masih bergantung

pada musim dan ada yang tidak bargantung dengan musim artian mempunyai

peluang kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pola perluasan

kerja di luar sektor pertanian bagi strata atas dengan usaha berdagang (mini

market), strata bawah dengan melakukan usaha pertukangan, membuka kios

dll. Bagi strata bawah mereka melakukan perluasan dengan usaha bakulan dan

ngayuk ikan. Faktor pendorong perluasan kerja di luar sektor pertanian pada

masyarakat Desa Moyo adalah proses pemanfaatan peluang ekonomi terhadap

tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup secara makro.

Keywords : Stratifikasi sosial, perluasan kerja dan masyarakat petani

Page 3: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SUPRIADI

NPM : 06380283

Tempat/tanggal lahir : Sumbawa 10 Oktober 1985

Program Studi : Sosiologi

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

“Analisis Stratifikasi Sosial Masyarakat Petani Dan Perluasan Kerja Di Luar

Sektor Pertanian Pada Masyarakat Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabuparen

Sumbawa” adalah bukan merupakan hasil karya orang lain, baik sebagian maupun

keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan seperti yang telah disebutkan

sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini dibuat sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini

tidak benar, penulis bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Selong,……………….2010

Yang Menyatakan

SUPRIADI

NPM: 06380283

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

ABDULLAH MUZAKKAR, M. Si LALU. MUH. ISTIQLAL, M. Si

NIS : 330 2941 152 NIS : 330 2941 482

Page 4: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

iv

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT PETANI DAN

PERLUASAN KERJA DI LUAR SEKTOR PERTANIAN PADA

MASYARAKAT DESA MOYO KECAMATAN MOYO HILIR

KABUPATEN SUMBAWA

S U P R I A D I NPM: 06380283

Dipertahankan di depan dewan penguji skripsi

STKIP HAMZANWADI Selong

Pada tanggal, 10 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI,

AHMAD TOHRI, M.Si : (………………..)

(Ketua Penguji)

ABDULLAH MUZAKKAR, M. Si : (………………..)

(Anggota)

LALU. MUH. ISTIQLAL, M. Si : (………………..)

(Anggota)

Pancor, ………………………….

Ketua

STKIP HAMZANWADI Selong

Drs. H. MUH. SURUJI NIS. 330 30 21 012

Page 5: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

v

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan buat Ibu tercinta “Fatimah” dan Ayahanda

tercinta “Nurdin Ali, (Almarhum)” karna atas dukungan baik dari segi

finansial maupun do’a yang tidak henti-hentinya buat saya

Kakak-kakak saya tercinta “ Kak Man Suhardi beserta Istri, Kak Eli Sadli

beserta Suami, K Ati beserta Suami “ yang selalu membantu Ibu dalam

membiayai saya selama menempuh bangku kuliah dan selalu menyemangati

saya

Page 6: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

vi

MOTTO

� Kesuksesan adalah keluar dari masalah

Tampa harus kehilangan rasa optimis

� Menunda suatu hal akan membawa kemunduran pada keberhasilan

Melangkahlah satu langkah lebih cepat

� Air mata tidak dapat menyelsaikan persoalan

Akan tetapi setiap persoalan pasti ada jalan keluar

dengan satu keyakinan dan ketabahan karena

perjuangan dan jerih payah yang disertai dengan

kesabaran tidak akan berlaku dengan sia-sia

Page 7: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat

dan karinia-nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Stratifikasi

Sosial Masyarakat Petani Dan Perluasan Kerja Di Luar Sektor Pertanian Pada

Masyarakat Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa” ini dapat

penulis selsaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Adapun tujuan dari

penelitian skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan

gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam penulisan skripsi ini hingga selsai banyak mendapat bantuan baik

berupa informasi, saran, bimbingan, arahan, masukan, motivasi dan lain-lain dari

berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. H. MUH. SURUJI, selaku ketua STKIP HAMZANWADI Selong

beserta staf.

2. Bapak AHMAD TOHRI, M.Si selaku ketua Program Studi Pendidikan

Sosiologi.

3. Bapak ABDULLAH MUZAKKAR, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pertama

yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga dan fikirannya dalam

memberikan bimbingan serta motivasi sehingga selsainya skripsi ini.

4. Bapak LALU. MUH. ISTIQLAL, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Kedua

yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga dan fikirannya dalam

memberikan bimbingan serta motivasi sehingga selsainya skripsi ini.

5. Segenap staf tenaga edukatif di lingkungan Program Studi Sosiologi yang ikut

memberikan dorongan serta semangat kepada penulis dalam menyelsaiakn

penulisan skripsi ini.

6. Bapak Kepala Desa Moyo beserta stafnya yang dengan penuh ikhlas

memberikan informasi mengenai profil/monografi Desa Moyo dan

memberikan izin untuk meneliti analisis stratifikasi sosial masyarakat petani

dan perluasan kerja di luar sektor pertanian di Desa Moyo Kecamatan Moyo

Hilir Kabupaten Sumbawa.

Page 8: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

viii

7. Bapak Kepala Dinas Pertanian Kecamatan Moyo Hilir beserta stafnya yang

dengan penuh ikhlas memberikan informasi mengenai monografi petani yang

berada di Desa Moyo.

8. Bapak SUHARDI, M. NUR ZAKARIAH, ADAM IBRAHIM,

SAHARUDDIN dan informan lainnya yang telah membantu penulis dalam

memberikan informasi dan data yang penulis perlukan dalam penulisan skripsi

ini.

9. Rekan-rekan di lingkungan Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP

HAMZANWADI yang telah memberikan bantuan dan dorongan kerja serta

semangat kepada penulis dalam menyelsaiakn penulisan skripsi ini.

Semoga amal yang diberikan tercatat sebagai ibadah dan mendapat imbalan

yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan pengorbanan yang telah

diberikannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karenanya kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk

kesempurnaan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pemerhati.

Moyo……………………..2010

Penulis

Page 9: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

SURAT PERNYATAAN

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGUJIAN

PERSEMBAHAN .................................................................................. i

MOTTO ................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................... v

DAFTAR TABEL .................................................................................. viii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Fokus Penelitian .......................................................................... 3

C. Rumusan Masalah ....................................................................... 3

D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3

E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................ 5

A. Stratifikasi Masyarakat Petani ..................................................... 5

1. Ukuran Kekayaan ............................................................ 6

2. Ukuran Kekuasaan ........................................................... 7

3. Ukuran Kehormatan ......................................................... 7

4. Ukuran Ilmu Pengetahuan ................................................ 7

B. Kelas dan Stratifikasi................................................................... 8

1. Karl Marx ........................................................................ 8

2. Max Weber ...................................................................... 13

3. Erik Olin Wright .............................................................. 16

Page 10: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

x

C. Unsur-unsur Lapisan Sosial ......................................................... 20

1. Kedudukan (status) .......................................................... 20

2. Peranan (role) .................................................................. 21

D. Konsep Kerja .............................................................................. 22

E. Tenaga Kerja dan Desa ................................................................ 23

F. Kebijakan dan Petani ................................................................... 27

G. Pekerjaan Di Luar Sektor Pertanian ............................................. 30

H. Masyarakat Pedesaan dan Peluang penghidupan .......................... 32

BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 26

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 37

B. Metode Penelitian ........................................................................ 37

C. Teknik Pengumpulan data ........................................................... 37

1. Observasi ......................................................................... 37

2. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi ............................... 37

3. Wawancara ...................................................................... 37

D. Sumber Data ............................................................................... 39

1. Library Research.............................................................. 39

2. Field Research ................................................................. 39

E. Teknik Analisis Data ................................................................... 39

a. Metode Deduksi ............................................................... 40

b. Metode Induksi ................................................................ 40

BAB IV. PEMBAHASAN ...................................................................... 41

A. Desa Moyo Di Tinjau Dari Aspek Geografi

Dan Ekonomi Sosial Budaya Masyarakat .................................... 41

1. Batas Wilayah .................................................................. 41

2. Iklim dan Topografi ......................................................... 41

3. Luas Wilayah ................................................................... 41

4. Mata Pencaharian ............................................................ 42

5. Flora dan Fauna ............................................................... 43

Page 11: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xi

6. Keadaan Penduduk .......................................................... 44

7. Kondisi Ekonomi ............................................................. 44

8. Kondisi Pendidikan dan Agama ....................................... 46

B. Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial Di Desa Moyo ......................... 49

C. Pola Perluasan Kerja Di Luar Sektor Pertanian

Dari Masing-Masing Strattifikasi Sosial ...................................... 59

D. Faktor Pendorong Perluasan Kerja Di Luar Sektor Pertanian ....... 61

BAB V. PENUTUP ................................................................................ 63

A. . KESIMPULAN ........................................................................... 63

B. . SARAN ....................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 68

LAMPIRAN

Page 12: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xii

DAFTAR TABEL

A. Tabel 1 : Nama-nama Dusun yang dan kepala dusun di wilayah Desa

Moyo menurut data tahun 2010.

B. Tabel 2 : Mata pencaharian penduduk Desa Moyo.

C. Tabel 3 : Produksi dan produktifitas tanaman pangan yang telah dicapai

D. Tabel 4 : Produksi ternak besar dan kecil/unggas yang ingin dicapai tahun

2009/2010

E. Tabel 5 : Produksi ternak besar dan kecil/unggas.

F. Tabel 6 : Jumlah penduduk yang dilihat dari jenis kelamin dan rumah

tangga.

G. Tabel 7 : Tata guna tanah masyarakat Desa Moyo

H. Tabel 8 : Warga masyarakat Desa Moyo yng bekerja dibidang jasa

I. Tabel 9 : Stratifikasi dibidang pendidikan masyarakat Desa Moyo

J. Tabel 10 : Agama, jumlah penduduk dan tempat peribadatan yang berada di

Desa Moyo

Page 13: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran A : Pedoman wawancara

2. Lampiran B : Daftar nama informan

3. Lampiran C : Surat ijin penelitian dari STKIP HAMZANWADI Selong

4. Lampiran D : Surat ijin peneliti dari Bapeda Sumbawa

5. Lampiran E : Rekomendasi/surat ijin penelitian dari kepala Desa Moyo

6. Lampiran F : Peta Desa Moyo

7. lampiran G : Peta lahan pertanian Desa Moyo

8. Lampiran H : Struktur Organisasi Pemerintah Desa Moyo

Page 14: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xiv

Lampiran

PEDOMAN WAWANCARA

Dalam Penyusunan pedoman wawancara ini dibagi menjadi beberapa sub

sesusai dengan rumusan permasalahan yang diuji antara lain sebagai berikut:

a. Nama Informan :

b. Jenis Kelamin :

c. Umur :

d. Pendidikan :

e. Pekerjaan :

f. Agama :

1. Strata Sosial Petani

a. Dalam bercocok tanam dan pemanenan hasil pertanian, berapa jumlah

tenaga kerja yang diperlukan ?

b. Bagaimana bentuk atau cara yang digunakan dalam pemanenan hasil

pertanian ?

c. Bagaimana cara meningtkatkan atau menambah hasil pendapatan

Bapak/Ibu dalam pertanian ?

d. Selain pemilik lahan, apakah Bapak/Ibu juga bekerja sebagai buruh tani ?

e. Berapa biaya atau ongkos yang Bapak/Ibu terima/berikan perhari ?

f. Bagaimana status kepemilikan lahan yang Bapak/Ibu miliki ?

g. Dari mana tenaga kerja yang Bapak/Ibu pekerjakan di lahan pertanian?

2. Bentuk Stratifikasi Sosial Petani di Desa Moyo

a. Apakah kepemilikan lahan pertanian tetap dijadikan ukuran setatus atau

kehormatan di desa Moyo ?

b. Apa kegunaan atau fungsi lahan pertanian ?

c. Mana lebih baik punya lahan pertanian yang luas atau menjadi Pegawai

Negeri Sipil (PNS) ?

d. Bagaimana cara memanfaatkan hasil pertanian ?

Page 15: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xv

e. Bagaimanakah cara mendaya gunakan lahan pertanian ?

f. Mana lebih baik punya modal atau uang bila dibandingkan dengan punya

lahan luas ?

3. Pola perluasan kerja di luar sektor pertanian dari masing-masing stratifikasi

yang ada ?

a. Apakah Bapak/Ibu memilih jenis-jenis pekerjaan dalam kehidupan sehari-

hari ?

b. Apakah dalam mengerjakan perluasan kerja di luar sektor pertanian

misalkan sebagai tukang ojek tidak gengsi atau malu ?

c. Pekerjaan apa yang dikerjakan apabila di sektor pertanian masih kurang ?

d. Pekerjaan apa atau perluasan kerja yang bagaimana dilakukan apabila

pekerjaan dipertanian padat ?

e. Pekerjaan apa yang diinginkan didalam melakukan perluasan kerja di luar

sektor pertanian ?

f. Apakah dalam mengerjakan pekerjaan di luar sektor pertanian Bapak/Ibu

menyesuaikan diri dengan keadaan status/kehormatannya ?

4. Faktor Pendorong Perluasan Kerja Di Luar Sektor Pertanian

a. Kapan Bapak/Ibu bekerja di luar sektor pertanian ?

b. Berapa luas atau hasil lahan pertaniannya ?

c. Berapa hasil yang didapatkan dari luas lahan yang banyak atau sedikit tiap

tahunnya ?

d. Apakah hasil pekerjaan cukup untuk biaya pendidikan ?

e. Apakah hasil pekerjaan di luar sektor pertanian lebih mengguntungkan

atau tidak ?

f. Apakah hasil yang di dapatkan dari pekerjaan di luar sektor pertanian

dapat lebih maksimal/meningkat ?

5. Non Pertanian

a. Apa pandangan Bapak/Ibu terhadap lahan pertanian di Desa Moyo ?

b. Adakah rencana atau niat Bapak/Ibu untuk membeli lahan pertanian ?

c. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu dengan petani di Desa Moyo ?

Page 16: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xvi

Lampiran

DAFTAR NAMA INFORMAN

No.

Nama

Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Adam Ibrahim 40 SD Petani

2. Mursali 50 SMP Petani/kadus

3. Husen 45 SD Petani/ojek

4. M. Nur Zakariah 45 SD Petani/ojek/tukang

5. Nurhayati 35 SMP Petani

6. Suhardi 31 SMP Petani/ peladen

7. Saharuddin 28 SD Petani/tukang

8. A. Rahman 53 SMA Petani

9. Abasri 45 SMA Petani

10. Kending 48 TT Petani/pengembala

11. Awah 40 SD Petani

12. Hasan 30 SD Petani

13. Jawah 55 SMA Petani/pedagang

14. Hairil 37 SMA Kepala Desa

15. Dayah 43 SD Petani/pedagang

16. Fatimah 52 SD Petani/penganyuk ikan

17. Nurbayati 32 PT Petani/guru

Page 17: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut konsep Patirin Sorikin (Jabrohim, 2006:185) struktur sosial di

bagi menjadi dua yakni struktur sosial Vertikal dan Horisontal. Struktur sosial

Vertikal atau strativikasi sosial mengambarkan kelompok-kelompok sosial

dalam susunan yang bersifat hirargis atau berjenjang. Sehingga dalam dimensi

struktural ini kita melihat adanya kelompok masyarakat yang berkedudukan

tinggi (lapisan atas), sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah).

Sedangkan struktur sosial Horisontal atau Deferensiasi sosial menggambarkan

kelompok – kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan

kelompok itu satu sama lain, karena lebih tertuju pada variasi atau kekayaan

pengelompokan yang dalam suatu masyarakat. Sehingga lewat dimensi

Struktural Horisontal ini yang kita lihat adalah kekayaan atau kompleksitas

pengelompokan yang ada dalam suatu masyarakat.

Masyarakat pedesaan umumnya masih berorientasi pada tanah, karena

tanah selain dapat memberikan kemakmuran, juga menunjukkan setatus sosial

ekonomi masyarakat. Luas tanah di daerah pedesaan dari waktu rupanya

semakin tidak berimbang dengan jumlah penggarap sawah (tenaga kerja

pedesaan). Hasil sensus tahun 2000 menunjukkan sekitar 70 % tenaga kerja

Indonesia berada di pedesaan. Jumlah ini memberikan petunjuk bahwa

masalah kesempatan kerja di pedesaan cukup serius, karena lapangan

pekerjaan yang dapat menampung tenaga kerja masih bertumpuk pada sektor

pertanian, sementara lahan yang dapat diolah pertanian semakin terbatas.

Ditambah pula pemilik lahan luas (petani strata atas), yang selama ini banyak

membantu buruh tani dengan cara memberikan pekerjaan dengan sistem upah,

mulai menggunakan teknologi pertanian yang minim tenaga kerja.

Penerapan teknologi modern dibidang pertanian sebagaimana yang

dicerminkan dalam revolusi hijau turut mempengaruhi perubahan bentuk

Page 18: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xviii

hubungan kerja yang selanjutnya akan mempengaruhi kesempatan kerja,

tingkat pendapatan dan distribusi pendapatan petani.

Persebaran teknologi pertanian di satu sisi cendrung memperlebar

kesenjangan sosial masyarakat desa, dengan alasan bahwa teknologi pertanian

pada umumnya hanya dapat dijangkau dan dinikmati para petani strata atas,

konsekuensi dari kenyataan tersebut adalah berkurangnya kesempatan kerja

bagi para petani strata menengah dan khususnya petani strata bawah untuk

bekerja sebagai buruh tani.

Sebagaimana diceritakan oleh Suyono Usman (Jabrohim, 2006:201).

Pemeritah secara nasional dirasakan lamban dalam menata sistem pemilihan

dan penguasaan tanah sehingga bekerja dan berusaha di luar sektor pertanian

bagi petani strata menengah dan bawah minimal berfungsi sebagai katup

pengaman atau upaya mendahulukan selamat. Perinsip mendahulukan selamat

ini merupakan upaya petani strata bawah dalam berjuang untuk

mempertahankan hidup. Sedangkan petani strata atas bekerja dan berusaha di

luar pertanian merupakan upaya untuk lebih meningkatkan pendapatannya.

Hal tersebut sesuai dengan kenyataannya bahwa perbedaan pendapat yang

terjadi di sektor pertanian antara strata sosial petani kadang kala berlanjut di

bawah keluar sektor pertanian. Jalinan antara perbedaan pendapatan petani

dan di luar pertanian mengikuti jalinan struktural yakni di duga semakin luas

pemilihan lahan semakin besar surplus hasil pertanian dan selanjutnya

mendukung usaha di luar pertanian dengan porsi pendapatan bagi petani strata

atas kemungkinan besar meningkat. Sebaliknya petani yang berlahan sempit

terutama petani strata bawah kadangkala belum dapat memperbaiki secara

memadai pendapatannya yang bersumber dari pertanian pada sawah dan hal

ini akan mempengaruhi pada penguasaan aset ekonomi di luar sektor

pertanian.

Kenyataan yang dikemukakan bahwa kondisi objektif desa penelitian

seperti apa yang telah dikemukakan sebelumnya, maka semakin nampak

pentingnya dilakukan penelitian ini dengan alasan bahwa Desa Moyo

kecamatan Moyo Hilir terdapat petani dengan strata bawah yang jumlahnya

Page 19: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xix

relatif banyak. Dengan demikian beberapa temuan kemungkinan dapat di

jadikan dasar kebijakan untuk peningkatan taraf hidup petani dengan strata

bawah di Kabupaten Sumbawa.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Fokus penelitian adalah sebagai

berikut :

1. Bentuk stratifikasi sosial petani di Desa Moyo.

2. Perluasan kerja di luar sektor pertanian.

3. Pendorong perluasan kerja di luar sektor pertanian

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat di rumuskan

permasalahnya sebagai berikut :

1. Bagaiman bentuk stratifikasi petani di Desa Moyo ?

2. Bagaimana pola perluasan kerja di luar sektor pertanian dari masing –

masing stratifikasi sosial yang ada ?

3. Apa saja yang merupakan faktor pendorong perluasan kerja di luar sektor

pertanian ?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan sosial

petani yang tercermin dari adanya perluasan kerja di luar sektor pertanian dan

secara khusus penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui faktor yang mendorong petani pada masing – masing

strata melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian di Desa Moyo.

2. Untuk mengetahui bagaimana pola perluasan kerja di luar sektor pertanian

dari masing – masing stratifikasi sosial yang ada dan mengetahui bentuk

stratifikasi sosial petani di Desa Moyo.

3. Untuk mengetahui bentuk stratifikasi sosial masyarakat petani di Desa

Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa.

Page 20: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xx

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah:

a. Manfaat Teoritis

1. Menambah dan memperdalam khasanah pengetahuan penulis

terutama yang berkaitan dengan struktur sosial sebagai titik tolak

untuk mempelajari perilaku sosial dan kultural masyarakat

pedesaan.

2. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan

yang berharga dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya

dibidang pendidikan Sosiologi.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Pemerintah Kabupaten.

Menjadi bahan masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah

Kabupaten Sumbawa dalam menetapkan kebijakan pembangunan

dan pengembangan masyarakat pedesaan.

2. Bagi Pemerintah Desa Moyo Hilir

Sebagai wahana masukan dalam memberikan kebijakan yang lebih

dekat dalam pencapaian masyarakat sejahtera yang MAMPIS

RUNGAN SENAP SEMU NYAMAN NYAWE.

3. Bagi Lembaga STKIP Hamzanwadi

Sebagai wacana dan pengembangan penelitian dalam peningkatan

intitas lembaga terhadap lahirnya generasi-generasi intlektual dan

berprestasi.

Page 21: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxi

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stratifikasi Masyarakat Petani

Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap

hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih

tinggi terhadap hal - hal tentu akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan

yang lebih tinggi dari hal-hal lainya. Kalau suatu masyarakat lebih

menghargai kekayaan material dari pada kehormatan misalnya, mereka yang

lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang

lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain Aristoteles

(soerjono Soekanto, 2006:197).

Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi dikenal dengan

Social Stratificatin. Kata stratification berasal dari stratum (strata yang

berarti lapisan) Pitirin A. Sorikin (soerjono Soekanto, 2006:198). Menyatakan

bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierargis). Perwujudannya adalah

kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas lebih rendah. Selanjutnya menurut Sorikin

dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam

pembagian hak dan kewajiban serta tanggung jawab nilai-nilai sosial

pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Stratifikasi sosial

merupakan konsep yang berunjuk kepada kenyataan bahwa dalam masyarakat

didapati perbedaan atau pelapisan yang didasarkan atas seperangkat

karakteristik, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat spesifik. Konsep

stratifikasi sosial dalam sosiologi secara eksplesif selalu mengandung unsur

penilaian menurut sekala tertentu.

Ada dua varian dalam sejarah perkembangan sosiologi, yakni varian

Marxian dan varian Weberian. Kalangan varian Marxian melihat bahwa

masyarakat terdiri dari dua struktur atau kelas yaitu: (1) Mereka yang

memiliki alat produksi yang disebut kelas kapitalis. (2) Mereka yang tidak

memiliki alat produksi disebut kelas pekerja atau buruh. Kedua kelas tersebut

Page 22: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxii

senantiasa terdapat pertentangan kepentingan yang sulit didamaikan .

sementara varian Weberian yang melihat masyarakat terdiri atas beberapa

strata dengan tokohnya Makweber. Berpandangan bahwa aset ekonomi hanya

sebagai salah satu perangkat nilai yang berpengaruh di masyarakat. Bagi

Weber (Dennis Wrong, 2003 : 295) model Marxian dianggap terlalu

sederhana untuk menerangkan kompleksitas masyarakat, karena itu pada

perkembangan selanjutnya ia menyempurnakan teori masyarakat dan

perubahan sosial dari Karl Marx dengan menempatkan status dan kekuasaan

di samping variabel ekonomi secara prinsipil sebagai variabel yang saling

mempengaruhi dan perubahan sosial. Dengan demikian teori struktural Karl

Marx hanya mengenal variable tunggal, sedangkan teori stratifikasi sosial

multi dimensi.

Max Weber (Soerjono Soekanto , 2006:207) membuat pembedaan antara

dasar-dasar ekonomis dan dasar-dasar kedudukan sosial, dan tetap

menggunakan istilah kelas bagi semua lapisan. Adanya kelas-kelas yang

bersifat ekonomis dibaginya lagi dalam kelas-kelas yang bersandarkan atas

pemilikan tanah dan benda-benda, serta kelas yang bergerak dalam bidang

ekonomi dengan menggunakan kecakapanya. Adanya golongan yang

mendapat kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakan stand.

Lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya

relatif banyak Soerjono Soekanto (2006:208). Biasanya lapisan atasan tidak

hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat akan

tetapi, kedudukanya yang tinggi itu bersifat komulatif artinya mereka yang

mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan

dan mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa di pakai untuk

menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan

adalah sebagai berikut:

1. Ukuran kekayaan

Kekayaan (materi/kebendaan}dapat dijadikan ukuran atau anggota

masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa yang

memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas

Page 23: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxiii

dalam system pelapisan sosial. Kekayaan tersebut. Dapat dilihat salah

satunya pada bentuk tempat tinggal, cara berpakaian maupun kebiasaan

dalam berbelanja.

2. Ukuran kekuasaan

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar

akan menempati lapisan teratas dalam system pelapisan sosial dalam

masyarakat bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari

ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya

dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya atau sebaliknya

kekuasaan dan wewenang dapat mendapatkan kekayaan.

3. Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan dapat lepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau

kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau di hormati akan mendapati

lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran

kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat teradisional, biasanya

mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada

masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan

berbudi luhur.

4. Ukuran ilmu pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota

masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling

menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi. Penguasaan

ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik

(kesarjanaan) atu profesi yang disandang oleh seseorang.

Stratifikasi sosial merupakan karakteristik permanen dari setiap kehidupan

masyarakat yang teratur. Dalam konteks masyarakat pedesaan, kedudukan

sosial sangat tergantung dari beberapa besar modal yang dikuasai oleh petani

yang tidak lain pemilik lahan itu sendiri. Petani yang memiliki lahan yang luas

tergolong kaya, dan karena kekayaannya maka mereka mempunyai status

sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan petani yang memiliki

tanah sempit.

Page 24: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxiv

B. Kelas dan Stratifikasi

Beberapa teori tentang kelas dan stratifikasi menurut para ahli antara lain :

1. Karl Marx

Seseorang yang mengguncangkan dunia dengan analisisnya yang

tajam dan akurat tentang keadaan manusia di era kapitalisme. Pembedahan

atas situasi ekonomi dan politik yang dilakukannya dalam kondisi pelarian

politik dan kematian tragis anak-anaknya. Tak ada ungkapan yang tepat

selain revolusioner baginya. Lahir di Jerman pada tanggal 5 mei 1818.

Semuanya berawal ketika ia kuliah di Berlin, dari sinilah seorang pelarian

politik di kemudian hari ini memberi inspirasi kepada jutaan umat manusia

untuk mengemansipasi dirinya lewat perjuangan kelas akibat ketertindasan

dan penghisapan yang dilakukan oleh para kapitalis.

Seluruh pemikiran Karl Marx berdasarkan bahwa pelaku-pelaku utama

dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Salah satu kesulitan dalam

teori kelasnya Marx adalah meskipun Marx sering berbicara tentang kelas-

kelas sosial, namun ia tidak pernah mendefinisikan apa yang dimaksud

dengan istilah “kelas”. Ada baiknya kita ambil saja salah satu definisi

tentang kelas dari seorang marxis sekaligus pemimpin revolusi Bolshevik

1917 yang termahsyur, Lenin mendefinisikan kelas sebagai berikut:

Kelas merupakan kelompok besar,orang berbeda satu sama lain dengan

tempat yang mereka tempati. Dalam suatu sistem historis ditentukan

produk sosial, oleh relasi mereka (dalam banyak kasus,tetap dan

diformulasikan dalam hukum) untuk alat-alat produksi, dengan peran

mereka dalam organisasi sosial tenaga kerja, dan cosequently, oleh

dimensi dan cara memperoleh saham kekayaan sosial yang mereka

buang. Kelas adalah kelompok masyarakat, salah satu yang dapat

sesuai dengan tenaga kerja karena tempat-tempat yang berbeda mereka

tempati dalam sistem sosial ekonomi tertentu.

Inilah definisi kelas khas kaum marxis. Kelas-kelas sosial pun

dibedakan berdasarkan posisinya dalam produksi, menurut mereka:

“kriteria fundamental yang membedakan kelas-kelas adalah posisi yang

mereka duduki dalam produksi sosial, dan kosekuensinya menentukan

relasi mereka terhadap alat-alat produksi”

Page 25: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxv

Kelas-kelas menempati posisi atas alat produksi menentukan peran

mereka dalam organisasi sosial kerja, sebab kelas-kelas memiliki fungsi-

fungsi yang berbeda dalam produksi sosial. Dalam masyarakat antagonis

beberapa kelas mengatur produksi, mengatur perekonomian dan mengatur

seluruh urusan-urusan sosial, misalnya mereka yang memiliki keunggulan

dalam kerja mental. Sementara kelas-kelas lainnya menderita di bawah

beban kewajiban kerja fisik yang berat. Biasanya, dalam masyarakat yang

terbagi atas kelas-kelas, manajemen produksi dijalankan oleh kelas yang

memiliki alat produksi. Namun segera setelah beberapa relasi produksi

menjadi sebuah halangan bagi perkembangan tenaga-tenaga produktif,

kelas-kelas penguasa pun harus mulai memainkan peran yang berbeda

dalam organisasi sosial kerja. Ia berangsur-angsur kehilangan

signifikasinya sebagai organisator produksi, dan merosot posisisnya

menjadi sebuah sampah parasitis dalam tubuh masyarakat dan hidup atas

kerja keras orang lain. Seperti pada nasib tuan tanah feodal dulu, hal inilah

yang dialami oleh para borjuasi atau kapitalis kini. Menurut Marx

kehancuran feodalisme dan lahirnya kapitalisme telah membuat

terpecahnya masyarakat menjadi dua kelas yang sifatnya antagonistis,

yaitu kelas borjuis yang memiliki alat produksi dan kelas proletar yang

tidak mempunyai alat produksi. Dua kelas inilah yang dalam terminologi

marxis disebut kelas fundamental karena sifatnya yang tak terdamaikan

atau antagonis. Penghancuran atas salah satunya merupakan gerak sejarah

yang dimanifestasikan lewat perjuangan kelas.

Marx membuktikan bahwa masyarakat kapitalis adalah masyarakat

terakhir dalam sejarah manusia dengan kelas-kelas antagonistisnya. Jalan

yang mengarahkan kepada masyarakat tanpa kelas terletak pada

perjuangan kelas proletariat melawan segala bentuk penindasan, demi

membangun kekuatannya dalam masyarakat yang diciptakan untuk

melindungi kepentingan rakyat pekerja. Marx memandang kelas pekerja

sebagai kekuatan sosial utama di jaman kapitalisme yang memiliki

Page 26: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxvi

kemampuan untuk mengeliminasi sistem kapitalis dan menciptakan

sebuah masyarakat baru tanpa kelas yang terbebas dari eksploitasi.

Dalam hukum perkembangan masyarakat Marx berdasarkan salah satu

jarannya tentang materialisme histories, Pada awalnya tidak ada kelas

dalam masyarakat yaitu pada jaman komunal primitif. Pada jaman ini,

orang harus saling tolong menolong dalam rangka terus bertahan hidup

dan melindungi diri berbagai macam binatang pemangsa. Hal ini memaksa

orang harus tinggal menetap, untuk bertahan hidup manusia saat itu

berburu hewan, mengumpulkan makanan (tanaman dan buah-buahan)

yang dapat dimakan bersama. Tempat tinggal mereka pun dibedakan, dan

menjadi pembeda antara kelompok manusia yang satu atas yang lainnya.

Berbagai macam keterampilan, bahasa muncul. Semua hal ini di

idetifikasikan sebagai suku atau klan.

Pada saat ini kerja awalnya dibedakan antara laki-laki dan perempuan,

lalu dibedakan atas dasar kelompok-kelompok usia yang berbeda. Lalu

berkembang pada kahasan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh komunitas

penanam, peternak dan pemburu. Pembagian kerja merupakan hak

prerogatif dari anggota komunitas yang tertua dan paling berpengalaman.

Namun demikian, mereka tidaklah dianggap sebagai kelas yang memiliki

privilese istimewa karena jumlah mereka yang sedikit jika dibandingkan

dengan mayoritas dewasa dikomunitas disamping hak mereka didapat

melalui persetujuan dari mayoritas dewasa. Posisi khusus mereka terletak

pada otoritasnya, bukan pada kepemilikan properti atau kekuatan mereka.

Pada jaman ini produksi yang dihasilkan orang dibuat hanya untuk

mencukupi kebutuhan-kebutuhan langsung, jadi tidak terdapat lahan untuk

mengakarnya ketidak adilan sosial.

Setelah jaman komunal primitif berangsur-angsur pudar, banyak hal

yang menjadi penyebab hal ini terjadi, selain keharusan sejarah.

Berakhirnya jaman ini tidak terjadi secara berbarengan berbagai daerah di

dunia ini sebgai contoh negara-negara Afrika, formasi kelas-kelas baru

mulai terbentuk setelah rezim-rezim kolonial trsingkirkan, yaitu sejak

Page 27: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxvii

tahun 1950-an sedangkan kelas di Mesir Kuno pada akhir milenium ke-4

dan di awal milenium ke-3 sebelum masehi.

Kemunculan kelas-kelas sosial ini terjadi akibat dari pembagian

kerja secara sosial, di saat kepemilikan pribadi atas alat produksi menjadi

sebuah kenyataan. Marx melakukan stratifikasi terhadap masyarakat

berdasarkan dimensi ekonomi, hal yang paling pokok menurut ia adalah

kepemilikan atas alat produksi. Seperti yang selalu dia katakan dalam

berbagai tulisannya, pembagian kerja yang merupakan sumber

ketidakadilan sosial timbul saat memudarnya masyarakat komunal

primitif.

Salah satu dari pra kondisi yang paling general dari kehadiran

masyarakat yang terbagi atas kelas adalah perkembangan tenaga-tenaga

produktif. Dalam perjalanan panjangnya, proses ini menimbulkan tingkat

produksi yang bergerak jauh lebih tinggi dari yang dibutuhkan orang untuk

melanjutkan hidupnya. Jadi surplus produk memberikan kepada umat

manusia lebih dari yang dibutuhkannya, dan sebagai konsekuensinya,

ketidakadilan sosial secara bertahap tumbuh dengan sendirinya dalam

masyarakat.

Bersamaan dengan kepemilikan pribadi atas alat produksi yang

menguasai perkembangan tenaga-tenaga produktif, dan produksi individu

atau keluarga telah menghapuska produksi komunal sebelumnya, ketidak

adilan ekonomi menjadi tidak terhindarkan lagi dan hal ini

mengkondisikan masyarakat ke dalam kelas-kelas.

Para pemimpin dan tetua komunitas yang mempunyai otoritas dalam

komuntas untuk melindungi kepentingan bersama ini. Temasuk dalam hal

pengawasan dan pengambilan putusan yang dianggap adil oleh komunitas.

Hal demikian juga dapat kita sebut sebagai kekuasaan negara elementer,

namun pada dasarnya mereka tidak pernah berhenti mengabdi pada

komunitas.

Perkembangan tenaga-tenaga produktif dan penggabungan komunitas-

komunitas tersebut kedalam entitas yang lebih besar mengarah pada

Page 28: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxviii

pembagian kerja lebih lanjut. Dalam perkembangnya terbentuklah badan-

badan khusus yang berfungsi untuk melindungi kepentingan bersama serta

juri dalam perselisihan antar komunitas. Secara bertahap badan-badan ini

mendapat otonomi yang semakin besar dan memisahkan dirinya dari

masyarakat sekaligus merepresentasikan kepentingan kelompok sosial

utama. Otonomi ini dari pejabat urusan publik berubah menjadi bentuk

dominasi terhadap masyarakat yang membentuknya, dulunya abdi publik

sekarang para pejabat itu berubah menjadi tuan-tuan (lords).

Pada umumnya, perkembangan produksi sosial menuntut adanya

tenaga kerja manusia yang lebih banyak guna terlibat dalam produksi

material. Tidak ada komunitas yang sanggup mnyediakan hal itu sendiri,

dan tenaga kerja manusia tambahan disediakan oleh peperangan.

Cara lain pembentukan kelas adalah melalui pembudakan terhadap

bala tentara musuh yang tertangkap saat perang. Para peserta perang mulai

menyadari bahwa lebih bermanfaaat untuk membiarkan para tawanan

mereka terus hidup dan memaksa mereka unutuk bekerja. Jadi hak-hak

mereka sebagai manusia dicabut dan diperlakukan tak ubahnya seperti

binatang pekerja.

Dalam perkembangan masyarakat selanjutnya, kita akan mengenal

kelas-kelas yang saling bertentangan. Hal ini disebabkan karena

kepentingan mereka selalu tidak dapat diketemukan. Dalam terminologi

marxis kita akan mengenal bahwa kelas di bedakan menjadi dua macam

bentuk dan sifatnya yaitu kelas-kelas fundamental dan kelas-kelas non

fundamental.

Kelas-kelas fundamental adalah kelas-kelas yang keberadaannya

ditentukan oleh corak produksi yang mendominasi dalam formasi sosial

ekonomi tertentu. Setiap formasi sosial ekonomi yang antagonistis

memilki dua kelas fundamental. Kelas-kelas ini bisa berupa pemilik budak

dan budak, tuan feodal dan hambanya, ataupaun borjuasi dan proletar.

Kontradiksi-kontradiksi antagonistis diantara kelas-kelas tersebut berubah

oleh penggantian sistem yang berlaku dengan sebuah sistem baru yang

progresif.

Page 29: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxix

Kelas-kelas non fundamental adalah bekas-bekas atau sisa-sisa dari

kelas dalam sistem yang lama dan masih bisa dilihat dalam sistem yang

baru, biasanya kelas ini menumbuhkan corak produksi yang baru dalam

bentuk struktur ekonomi yang spesifik. Sebagai contoh para pedagang,

lintah darat, petani-petani kecil yang terdapat dalam masyarakat

kepemilikan budak dengan kelas yang fundamental pemilik budak dan

budak.

Kelas-kelas fundamental dan non fundamental saling bergantung

secara erat, karena dalam perkembangan sejarahnya, kelas fundamental

bisa menjadi non fundamental, dan demikian pula sebaliknya. Sebuah kels

fundamental merosot menjadi sebuah kelas non fundamental saaat corak

produksi yang dominan yang mendasarinya secara bertahap berubah

menjadi sebuah struktur sosial ekonomi yang sekunder. Sebuah kelas non

fundamental menjadi fundamental saat sebuah struktur sosial ekonomi

baru yang terdapat di dalam sebuah formasi sosial ekonomi berubah

menjadi corak produksi yang dominan.

Masyarakat juga bisa memiliki lapisan orang-orang yang tidak

termasuk ke dalam kelas-kelas tertentu, yaitu elemen-elemen tak

berkelas yang telah kehilangan ikatan-ikatan dengan kelas asalnya. Hal ini

berlaku bagi lumpen-lumpen kapitalisme yang terdiri atas orang-orang

tanpa pekerjaan tertentu atau yang biasa disebut sebagai sampah-sampah

masyarakat, seperti pengemis, pelacur, pencuri dan sejenisnya. Selain

kelas, terdapat kelompok sosial besar lain yang garis pembatasnya terletak

pada latar yang berbeda dengan latar-latar pembagian kelas, ia mungkin

saja didasrkan pada usia, jenis kelamin, ras, profesi, kebangsaaan, dan

pembeda lainnya.

2. Max Weber

Lahir di Jerman pada tahun 1864. Belajar ilmu hukum di Universitas

Berlin dan Universitas Heidelberg, selepas studinya ia bekerja sebagai

dosen ilmu hukum di Univesitas tempat ia belajar dulu. Selain mengajar ia

Page 30: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxx

pun berperan sebagai konsulatan dan peneliti, dan semasa Perang Dunia I

ia mengabdi di angkatan bersenjata Jerman. Pada tahun 1889 ia menulis

sebuah disertasi yang berjudul A Contribution to the History of Medieval

Buisness Organization. Salah satu bukunya yang terkenal adalah The

Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam bukunya ini Weber

menggambarkan hubungan antara Etika Protestant dan Kapitalisme di

Eropa Barat.

Max Weber termasuk diantara salah satu sosiolog yang tidak sepakat

dengan penggunaan dimensi ekonomi semata-mata untuk menentukan

stratifikasi sosial. Giddens dalam bukunya sociology menunjukan

persamaan antara Marx dan Weber:

“Seperti Marx, weber dianggap masyarakat yang ditandai dengan konflik

atas kekuasaan dan sumber daya"

Sekaligus pebedaannya,

"Meskipun Weber menerima pandangan Marx bahwa kelas didasarkan

pada obyektif yang diberikan faktor-faktor ekonomi sebagai hal penting

dalam pembentukan kelas dari pada yang diakui oleh Marx".

Baik Marx maupun Weber keduanya melihat bahwasahnya kelas

adalah stratifikasi atas masyarakat berdasarkan dimensi ekonomi. Namun

seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Weber termasuk ilmuwan

sosial yang menolak penggunaan dimensi stratifikasi ekonomi semata-

mata dalam menntukan stratifikasi sosial masyarakat.

Menurut Weber, stratifikasi sosial tidak sesederhana demikian hingga

dapat dijelaskan lewat kelas, ia menambahkan dalam uraiannya tentang

kekuasaan dalam masyarakat bahwa pembedaan masyarakat dapat dilihat

melalui kelompok status, partai dan kelas.

Kelas menurut Weber adalah sejumlah orang yang mempunyai

persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib (life chances).

Peluang untuk hidup orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi

berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuk memperoleh

Page 31: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxi

penghasilan dalam pasaran komoditas atau pasaran kerja. Sebagai akibat

dari dipunyainya persamaan untuk menguasai barang dan jasa sehingga

diperoleh penghasilan tertentu, mka orang yang berada di kelas yang sama

mempunyai persamaan yang dinamakan situasi kelas.

Situasi kelas adalah persamaan dalam hal peluang untuk menguasai

persediaan barang, pengalaman hidup pribadi, atau cara hidup. Kategori

dasar untuk membedakan kelas ialah kekayaan yang dimilikinya, dan

faktor yang menciptakan kelas ialah kepentingan ekonomi, pada titik ini

konsep kelas Marx dan Weber adalah sama, yaitu pembedaan kelas dan

faktor yang mendorong terciptanya kelas.

Dimensi lain yang digunakan weber adalah ialah dimensi kehormatan.

Manusia dikelompokan dalam kelompok status. Kelompok status

merupakan orang yang berada dalam situasi status yang sama, dimana

orang yang peluang hidupnya ditentukan oleh ukuran kehormatan, coba

lihat pembedaan sultan dan abdi dalem yang ada di Yogyakarta.

Persamaan kehormatan status dinyatakan dalam persamaan gaya hidup.

Dalam bidang pergaulan hal ini dapat berupa pembatasan dalam pergaulan

dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain danya pembatasan

dalam pergaulan, menurut Weber kelompok status ditandai oleh adanya

hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun

material. Dalam hal gaya hidup, hal ini bisa kita lihat dari gaya konsumsi.

Disamping pembedaan lewat dimensi ekonomi dan kehormatan Weber

menambakan bahwa masyarakat juga dibeda-bedakan berdasarkan

kekuasaan yang dimilikinya. Kekuasaan menurut Weber adalah peluang

bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka

sendiri melalui suatu tindakan komunal meskipun mengalami tentangan

dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal itu. Bentuk dari

tindakan komunal ini adalah partai yang diorientasikan pada diperolehnya

kekuasaan.

Page 32: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxii

3. Erik Olin Wright

Sosiolog dari Amerika ini telah membangun teori kelas kombinasi dari

pendekatan Marx dan Weber. Sulit rasanya untuk menulis tentang ilmuan

sosial yang satu ini, hal ini di sebabkan Wright sendiri tidak pernah

mendefinisikan kelas menurut dia sendiri. Dari berbagai tulisannnya

tentang sosiologi Erik Olin Wright dapat digolongkan ke kelompok Neo

Marxis. Tulisannya tentang kelas dapat banyak ditemukan di Internet.

Menurut Wright:

Menurut Wright, ”ada tiga dimensi kontrol Sumberdaya ekonomi

dalam proses produksi kapitalis modern, dan ini memungkinkan kita

untuk mengidentifikasi kelompok utama yang ada”.

1) Kontrol atas investasi atau modal uang.

2) Kontrol atas fisik alat-alat produksi (tanah atau Pabrik-pabrik dan

kantor).

3) Kontrol atas tenaga kerja.

Ketiga point di atas seluruhnya dikuasi oleh kelas kapitalis, sedangkan

kelas pekerjanya sendiri tidak menguasai satu pun dari tiga hal diatas.

Padahal menurut Marx bahwa point pertama dan kedua di atas dihasilkan

dari point ketiga. Ironis memang jika melihat hal demikian, bayangkan ada

sekelompok orang yang telah seharian bekerja keras namun hasil kerja

tidak dapat ia nikmati sendiri.

Diantara dua kelas utama ini ada kelompok yang posisinya ambigu

menurut dia, sebut saja seperti yang dia contohkan yaitu para manajer dan

pekerja kerah putih atau para professional. Letak ambiguitas orang-orang

ini dalam sistem produksi adalah mereka mampu mempengaruhi beberapa

aspek dari produksi namun meraka tidak mampu menguasinya. Sama

seperti para pekerja manual mereka menjual tenaga mereka kepada kaum

kapitalis lewat kontrak kerja namun disatu sisi mereka mempunyai

wewenang dalam perencanaan kerja atau kerja mental.

Kita tentu masih ingat apa yang dikatakan Marx, bahwa di antara kelas

borjuis dan kelas proletar ada kelas yang dinamakan kelas borjuis kecil,

yang dalam perkembangannya akan jatuh kedalam barisan kaum

proletariat disebabkan karena mereka tidak mempunyai modal yang cukup

Page 33: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxiii

besar dalam usahanya. Dalam perjalanan kapitalisme besar tidaknya modal

menentukan dalam usaha mempertahankan produksi dan mendapatkan

surplus guna memperbesar modal produksi. Sistem monopoli dan

persaingan bebas yang berlaku didalam kapitalisme telah memaksa orang-

orang yang seperti disebut oleh wright “contradictory class locations”

akhirnya habis dimakan oleh kapitalis-kapitalis besar.

Tentu ada sebab-sebab yang menjadikannya kelompok ini muncul, yaitu

keahlian dan kemampuan. Dalam konsep mobilitas sosial faktor

pendidikan mainkan peranan yang cukup penting disini lewat pendidikan

individu yang berasal dari status rendah namun berpendidikan tinggi,

dalam masyarakat kapitalis yang membutuhkan para pekerja ahli misalnya

manager guna mengawasi berjalannya sistem produksi. Kelas pekerja

tidak mempunyai keahlian yang cukup dalam hal manajemen ini karena

cuma tenaga yang mereka punya. Itupun akan digantikan oleh mesin-

mesin sering dengan kemajuan teknologi. Tentu ada aspek-aspek lain dari

hal ini. Biasanya pekerja yang mempunyai keahlian dan berpengalaman

dalam bidang dapat memperoleh upah kerja diatas-rata yang diterima oleh

pekerja biasa. Kesempatan kerja pun terbuka lebih jauh dan lebar dari

kelompok ini akibat dari keahlian yang dimilikinya. Menurut Wright:

"Karyawan dengan pengetahuan dan keterampilan lebih sulit untuk

memantau dan mengontrol, majikan berkewajiban untuk mengamankan

loyalitas dan kerjasama dengan memberikan penghargaan yang sesuai".

Dimensi kekuasaan dalam sistem produksi dari kelompok ini juga ikut

memasukan konsepnya Weber dalam stratifikasi sosialnya Erik Olin

Wright. Pada hakekatnya sifat dari kelompok ini adalah oportunis dan

pragmatis.

Jaman yang sedang berlangsung ini adalah jaman kapitalisme yang

telah mencapai tahapnya yang tertinggi yaitu Imperialisme, dan sedang

berjalan menuju kehancurannya, seperti yang diyakini Marx dan para

Marxis. Dua kelas utama dalam masyarakat ini adalah borjuis dan proletar.

Borjuasi terdiri dari para pemilik properti pertanian dan industri besar

Page 34: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxiv

yang hanya kerja di perusahaanya, dan menikmati surplus dalam bentuk

keuntungan yang didapatnya dari hasil kerja para buruh upahan yang tetap

tidak terbayar sesuai dengan kebutuhannya di dalam jaman kapitalisme.

Kelas yang berseberangan dengan borjuis, yang di satu sisi merupakan

prakondisi dari kemunculannya, dan disisi lain adalah proletar, yaitu kelas

yang harus menjual tenaganya kepada para kapitalis sekedar untuk terus

bertahan hidup.

Ketergantungan kelas ini terhadap para kapitalis cukup besar dan hal

ini diwujudkan dalam bentuk yang berbeda-beda. Seorang pekerja tidak

berhak atas alat produksi. Ia bergantung pada tenaganya sendiri dalam

kehidupan, dalam jaman ini tak seorangpun kecuali para kapitalis yang

memiliki alat produksi dapat membeli dan mempergunakan tenga kerja.

Konsekuensi dari hal ini adalah para pekerja terpaksa bekerja untuk para

kapitalis tersebut. Borjuis bergerak terus dalam perkembangannya yang

sesuai dengan tahap-tahap perkembangan ekonomi dari masyarakat

kapitalis. Munculnya borjuis sebagai kelas dihubungkan dengan jaman

yang disebut akumulasi modal primitif. Indikasi dari jaman ini adalah

perampasan tanah dan instrumen kerja milik masyarakat luas, melalui

eleman terpentingnya yaitu perampasan barang-barang kolonial dan

ekspansionisme. Disaat semua syarat telah tersedia bagi mulainya sebuah

corak produksi kapitalis. Syarat-syarat itu termasuk telah hadirnya masa

pekerja upahan independen dan konsentrasi kapital ditangan borjuasi.

Di Indonesia hal ini berlangsung dengan masuknya kolonialisme

Belanda. VOC sebagai serikat dagangnya waktu itu. Bentuk-bentuk

pengisapan yang dilakukan VOC waktu itu adalah leveratien dan

contingenten. Leverienten adalah sistem penyerahan hasil pertanian oleh

para bupati pesisir kepada VOC dalam jumlah yang ditentukan oleh VOC.

Contingeten adalah sistem jatah penyerahan hasil pertanian yang

dikenakan pada bupati di pesisir Jawa oleh VOC, dengan demikian kaum

tani pada masa itu menderita dua macam penindasan, dari raja-raja, dan

dari VOC. Hal ini terus berjalan hingga sampai ke masa imperialisme yang

Page 35: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxv

telah menimbulkan situasi baru di Indonesia. Kemunculan pabrik-pabrik,

perkebunan-perkebunan besar, pelabuhan-pelabuhan, hingga perusahaan

swasta membutuhkan tenaga kerja terdidik untuk melaksanakan pekerjaan

yang serba modern. Perubahan tanah-tanah pertanian yang kini telah

berubah menjadi kawasan tempat berdirinya berbagai fasilitas produksi.

Bersamaaan dengan terjadinya hal ini kelas pekerja pun muncul.

Perkembangan borjuasi dikaitkan dengan revolusi industri dan

kapitalisme pra monopoli sampai periode monopoli kapitalisme dan

revolusi sains dan teknologi. Awal abad ke 20 adalah tahun oligarki

finansial timbul kepermukaan. Sebagai akibat munculnya jutawan-

jutawan, kebangkrutan banyak pengusaha kecil dan menengah, konsentrasi

modal dan produksi, inilah basis ekonomi kapitalisme mulai masuk

ketahapannya yang tertinggi yaitu Imperialisme. Dalam Imperialisme,

borjuasi cenderung secara terus-menerus mengecil jumlahnya hal ini

diakibatkan oleh persaingan bebas yang menjadi hukum dijaman

imperialisme ini. Konsekuensi logis dari hal ini adalah meningkatnya

jumlah kaum pekerja.

Proses pembentukan kelas pekerja di negara berkembang, yang

ekonominya seringkali merupakan kombinasi antara elemen kapitalis,

feodal bahkan patriarkal, merupakan proses yang rumit dan pelik. Hampir

tidak ada negara didunia ini di mana kapitalisme hadir dalam bentuk

aslinya. Biasanya kelas warisan dari sistem sosial ekonomi sebelumnya

terus bertahan dan berdampingan dengan kapitalis, khususnya sisa-sisa

dari kelas feodal atau pemilik tanah yang mendominasi terus bertahan di

bebrapa negara bahkan dibawah kapitalisme seperti di Indonesia dapat kita

jumpai hubungan-hubungan itu dibeberapa daerah misalnya Yogyakarta

dan daerah Jawa lainnya.

Pada masyrakat kapitalis, terdapat beberapa strata kecil yang terdiri

dari pemilik alat produksi kecil strata ini terbentuk dari petani dan borjusi

kecil perkotaaan. Namun dalam perkembangan selanjutnya strata ini akan

hancur jika relasi-relasi produksi akan menajam dalam perkembangannya.

Page 36: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxvi

Seperti yang dapat kita lihat didalam kondisi di Indonesia di mana angka

tenaga kerja yang terus meningkat tak pernah tercukupi oleh lapangan

pekerjaan yang tersedia. Negara yang merupakan alat dari kelas yang

berkuasa- di Indonesia adalah kelas kapitalis dan kaum komprador-telah

melegitimasi atas kondisi yang terjadi dan bahkan mengkondisikan hal ini

demi kepentingan kelas yang berkuasa.

C. Unsur-Unsur Lapisan Sosial (Stratifikasi Sosial)

1. Kedudukan (status)

Hal yang menunjukkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem

lapisan ( stratifikasi) masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan.

Soerjono Soekanto (2006 : 205) kedududkan dan peranan merupakan

unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti yang penting

bagi sistem sosial . sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur

hubungan timbal balik antara individu dalam masyarakat dan antara

individu dengan masyarakat dan tingkah laku individu-individu tersebut .

dalam hubungan-hubungan timbal balik tersebut. Kedudukan dan peranan

individu memepunyai arti yang penting karena langgengnya masyarakat

tergantung pada keseimbangan kepentingan–kepentingan individu

termaksud.

Kedudukan (status) kadang-kadang dibedakan antara pengertian

kedudukan (status) kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi

seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya adalah

tempat seseorang secara umum dalam masyarakat berhubungan dengan

orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya. Prestisenya dan hak-hak

serta kewajibannya. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang

dalam suatu pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan

mempunyai beberapa kedududkan karena seseorang biasanya ikut serta

dalam berbagai pola kehidupan, pengertian tersebut menunjukkan

tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyuluruh.

Page 37: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxvii

2. Peranan (Role)

Peranan (Role) merupakan aspek dinamis kedudukan (Status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara

kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada

yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau

kedudukan tanpa peranan. Sebaimana halnya dengan kedudukan, peranan

juga memepunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam

peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus

berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi

masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh

masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur

prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas tertentu

dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang

bersangkutan akan dapat menyesuaikan prilaku sendiri dengan prilaku

orang-orang sekelompoknya. Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam

masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam

masyarakat, peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya,

norma kesopanan menghendaki agar seoarang laki-laki bila berjalan

bersama seorang wanita harus di sebelah luar.

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan

posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam msyarakat

(yaitu social –position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat

individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih menunjuk pada fungsi,

penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki

suatu fungsi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Ada tiga

hal yang mencakup peranan yaitu sebagai berikut: (a) Peranan yang

meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

Page 38: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxviii

kemasyarakatan. (b) peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang

dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. (c)

peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat Soerjono Soekanto (2006 : 213).

D. Konsep Kerja

Penghargaan dan kebutuhan untuk berprestasi adalah merupakan

kebutuhan dasar dan hakiki bagi manusia, tinggal persoalan tinggi dan

rendahnya dorongan-dorongan setiap pribadi untuk mendapatkan penghargaan

dan berprestasi sangat bergantung dari apa yang dikatakan Hegel sebagai

relasi obyektifikasi personal dan lingkungannya, bahwa kebutuhan untuk

mendapatkan penghargaan dan prestasi kerja merupakan gerak dari logika

dialektika tesa, antitesa dan sintesa dari sebuah aktifitas yang bernama

bekerja.

Bahwa dengan bekerja manusia “ memanusiakan “ obyek – obyek di luar

dirinya, sehingga obyek-obyek itu tidak tinggal alamiah dan terasing dari

manusia melainkan pertanyaan diri manusia. Hegel (Hamdi, 2008:8).

Menggambarkan pekerjaan manusa pertama- tama sebagai keterasingan dari

dirinya sendiri, karena dengan pekerjaannya manusia dipaksa meninggalkan

dirinya masuk kedalam dunia obyektif yang nyata membelenggu dirinya dan

memisahkan dari kesadarannya. Tapi justru dalam keadaan inilah manusia

dipaksa untuk makin menyadari kediriannya. Lingkungan yang asing itu

semakin memaksa manusia untuk “memanusiakan lingkungan lewat

pekerjaannya“. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan dan berprestasi

menjadi bagian dari mengapa manusia harus bekerja.

Bekerja, berprestasi dan mendapatkan penghargaan dari aktifitasnya

merupakan proses dialektis sebagai “ realitas yang bekerja “ atau terlihat dari

dalam pekerjaan manusia. Kontradiksi dan megasi antara manusia dan dunia

obyektif, juga antara manusia terhadap lingkunganya ini semua akhirnya

mengarah padanya “rekonsilasi“ antara manusia dan lingkunganya dan dengan

demikian manusia juga makin memahami kedirianya, serentak lingkungannya

Page 39: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xxxix

juga diangkat ke derajat yang lebih tinggi, karena telah dimanusiakan oleh

manusia bahwa pengakuan ekstensi ke diri manusia di dapatkanya dengan

bekerja dan berprestasi.

Dalam bekerja manusia terikat oleh aturan dan mekanisme yang tidak

jarang meminjam istilah Karl Marx manusia menjadi terasing dari aktifitas

produksinya, walaupun harus diakui sebagai sebuah bentuk ungkapan yang

dalam perspektif Weber sebagai bentuk rasionalitas ketika ia bekerja dalam

komunitas (kelompok) atau organisasi mempunyai kecenderungan historis

untuk bergerak kearah di terapkanya birokrasi Peter M Blau Marshal W.

Mayer dalam (Hamdi, 2008:9).

E. Tenaga Kerja dan Desa

Tenaga kera (Manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja

(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memperuduksi barang dan

jasa. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk

berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil sensus penduduk 1971, 1980, dan 1990).

Namun sejak sensus penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan

internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun. Undang –

undang ketenaga kerjaan no 13 tahun 2003 tenaga kerja adalah setiap orang

(laki – laki atau perempuan yang berusia peroduktif 15-16 tahun) yang mampu

malaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna

menghasilkan jasa dan barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi

permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesi, istilah desa adalah

pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang

dipimpin oleh kepala desa. Menurut peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun

2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukanlah bawahan kecamatan,

Page 40: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xl

karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota,

dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan

Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam

perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan.

Pada masa Orde Baru, Indonesia mempunyai UU Pemerintahan Desa (UU

No. 5/1979) yang terpisah dari UU Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (UU

No. 5/1974) Meski bermasalah, UU No. 5/1979 berjalan secara kokoh, stabil

dan tahan lama, sekokoh rezim yang berkuasa waktu itu. Di masa reformasi,

UU No. 22/1999 hadir membongkar masalah yang terkandung dalam UU No.

5/1974 dan UU No. 5/1979, sekaligus memberi kesempatan bagi kebangkitan

desa. Namun pengaturan desa diintegrasikan ke dalam undang-undang

pemerintahan (UU No. 22/1999) itu. Pola yang sama juga diteruskan oleh UU

No. 32/2004. Sekarang, ketika upaya revisi kembali UU No. 32/2004 tengah

bergulir, muncul kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR untuk

memecah UU No. 32/2004 menjadi tiga undan-gundang: UU Pemerintahan

Daerah, UU Pilkada dan UU Desal.

Menurut Paul H. Landis (dalam Jabrohim, 2006:181), sejauh mana besar

kecilnya pengaruh terhadap pola kebudayaan masyarakat desa akan di

tentukan oleh :

1. Sejauhmana ketergantungan mereka terhadap pertanian

2. Tingkat teknologi mereka

3. System produksi yang diterapkan

Ketiga faktor tersebut secara bersama – sama menjadi faktor determinan bagi

terciptanya kebudayaan tradisional, yakni kebudayaan tradisional akan tercipta

apabila, masyarakat tergantung kepada, tingkat teknologinya rendah

peruduksinya hanyan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Perubahan dan perkembangan masyarakat desa secara umum yang terjadi

saan ini adalah semakin menipisnya perbedaan antara desa dan kota. Hal ini di

terutama disebabkan oleh makin menyebar dan meluasya transportasi dan

teknologi lainya. Isolasi fisik dan sosial kultural yang dulu menciptakan

kondisi sebagai kuatnya akar tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat

Page 41: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xli

desa kini semakin kurang bahkan hilang perubahan itu telah menciptakan

terjadinya deferensiasi di kalangan masyarakat desa Jabrohim (2006 : 190).

Desa pada perkembangan masa kini adalah desa yang berbeda secara

keseluruhannya pada masa lalu. Merujuk pada apa yang telah didefinisikan

oleh Samuel L. Popkin tentang model desa di kawasan asia. Ia membedakan

desa menjadi dua model yaitu :

1) Desa terbuka adalah pertumbuhan desa pada masa lalu yang dicirikan

dengan pajak desa yang ditanggung secara kolektif, terdapat batas yang

jelas antara satu desa dengan desa yang lain juga termasuk dalam hal

kewargadesaan.

2) Desa tertutup adalah tanah pertanian dikerjakan secara kolektif dengan

distribusi kerja yang lebih jelas dan pola-pola yang kurang lebih sama.

Merujuk tulisan Jochen Ropke tentang konsep hak-hak panen dalam

budidaya padi di Jawa. Terdapat jaminan sosial semacam insurance risk yang

dikembangkan di pedesaan Jawa sebagai bentuk social capital yang sangat

bernilai. Konsep ini disebut sebagai konsep panen padi terbuka. Yaitu sistem

panen padi tradisional di mana setiap orang memiliki hak untuk mengambil

bagian dalam pekerjaan memanen dan akan mendapatkan imbalan in natura,

yaitu pembayaran atau upah dengan barang atau hasil bumi atau dalam bahasa

jawa disebut sebagai bawon. Keikutsertaan dalam panen padi terbuka

biasanya dilakukan oleh perempuan, anak anak atau orang tua sebagai

penghasilan tambahan keluarga. Menurut perhitungan Ropke, penghasilan dari

mengikuti panen padi terbuka bisa sampai 20 % dari kebutuhan padi bagi

keluarga petani yang kurang mampu. Sehingga aktivitas ini disebut oleh

Ropke sebagai sistem jaminan sosial yang berlaku di desa.

Sistim jaminan sosial ini equivalent dengan sistem tanggung renteng

dalam sistem yang banyak digunakan dalam sistem permodalan kredit oleh

pemerintah. Di mana satu orang mempengaruhi yang lain atau di mana

terdapat satu orang petani sedang panen, maka petani lain dalam jaringan yang

mereka kenal mimiliki hak untuk ikut bekerja dan mendapatkan bagian.

Demikian seterusnya sampai seluruh petani subsisten mengalami masa panen.

Page 42: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xlii

Sistem jaminan resiko semacam ini hanya bisa terlaksana secara penuh apabila

sistem panen terbuka berlaku secara meluas. Sehingga terdapat semacam

“ganti tugi” atau upaya saling menjamin dari lingkungan sesama petani

subsisten. Sehigga bisa dikatakan kerugian disuatu tempat akan memperoleh

kompensasi di tempat lain. Dalam konteks ini Roepke menyebutkan, apabila

seseorang bergantung pada bantuan orang lain untuk mengatasi resiko yang

dihadapai dalam produksi, maka hal ini berarti bahwa ia dan beberapa orang

lainnya, mungkin juga semua anggota kelompok, harus dapat memanfaatkan

sumber daya secara bebas. Oleh karena itu norma pokok masyarakat petani

dinyatakan sebagai kesempatan terbuka bagi semua orang untuk memperoleh

pendapatan subsisten (Roepke; 1990).

Disamping jaminan sosial, panen padi sitem terbuka juga menjadi salah

satu pengurai masalah tenaga kerja di pedesaan. Dalam satu kali panen,

menurut perhitungan Roepke, untuk tiap satu hektar sawah akan mampu

menyerap tenaga kerja 100 sampai 300 orang. Seorang pemilik tanah yang

mengerjakan tanahnya sebagai petani subsisten memiliki konsekuensi untuk

membuka peluang seluas luasnya kepada petani atau tenaga kerja yang hendak

menjadi pekerja dengan sistem ini. Menutup kesempatan yang seluas luasnya

(sistem panen ekslusif) kepada tenaga kerja petani lain yang hendak terlibat

dalam kegiatan memanen akan membawa resiko tersendiri terkait dengan

sistem sosial di desa.

Panen padi sistem terbuka hanya berlaku pada karakter desa tertutup

sebagaimana kriteria yang disampaikan oleh Popkin tentang desa tertutup di

atas. Desa tertutup yang menerapkan sistem panen terbuka saat ini mungkin

sudah tidak mudah ditemui. Sistem pertanian yang secara perlahan mulai

menemukan arah ke jalan pertanian modern memungkinkan sistem panen

terbuka juga menjadi persoalan karena semakin rumitnya hubungan sosial,

semakin sempitnya lahan pertanian dan mulai berubahnya kepemilikan tanah,

semakin hilangnya batas antara petani dalam satu jaringannya juga mulai

masuknya era industrialisasi dan jasa yang membawa orang untuk mengalami

transformasi pekerjaan. Apalagi mulai dikenalnya alat alat pertanian modern,

Page 43: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xliii

termasuk alat panen yang sekaligus sebagai alat mesin perontok, yang

memungkinkan beberapa orang petani saja akan mampu menyelesaikan

pekerjaan panen padi dengan lebih cepat dan efesien.

F. Kebijakan dan Petani

Usaha budidaya tanaman merupakan bagian integral dari pembangunan

pertanian yang diarahkan untuk mencapai usaha pertanian yang bernilai

tambah, berdaya saing, berkelanjutan, dan berkeadilan. Bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia dan amanah

dari Tuhan Yang Esa kepada bangsa Indonesia. Oleh karena itu,

pemanfaatannya harus ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, upaya pembangunan pertanian

dilakukan dengan memanfaatkan lahan dan pemilihan jenis tanaman yang

tepat, menerapkan teknologi proses serta alat dan mesin pertanian yang

modern, menggunakan tenaga kerja yang terampil, menggunakan modal yang

efisien, dan menerapkan manajemen yang profesional. Pembangunan

pertanian tersebut harus dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan

budaya serta berdampak pada kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan

negara Indonesia.

Peraturan Pemerintah tentang Usaha Budidaya Tanaman didasarkan pada

semangat untuk menciptakan kepastian berusaha di bidang budidaya tanaman

sehingga tercipta iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku usaha. Peraturan

Pemerintah ini mengatur budidaya tanaman, perizinan usaha budidaya

tanaman, dan pembinaan serta peran masyarakat. Usaha budidaya tanaman

terdiri atas proses produksi yang meliputi pembukaan lahan sampai dengan

pemanenan, sedangkan pasca panen meliputi pembersihan sampai dengan siap

untuk dipasarkan termasuk di dalamnya pengolahan, yang pelaksanaannya

diarahkan melalui kerja sama usaha sehingga akan tercipta hubungan yang

harmonis dan saling menguntungkan antara pelaku usaha budidaya tanaman

dengan masyarakat sekitar dan pemangku kepentingan lainnya.

Page 44: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xliv

Pemerintah daerah diberi kewenangan dalam pemberian izin dengan tetap

memperhatikan norma, standar, pedoman, dan kriteria yang ditetapkan oleh

Menteri. Untuk memberikan keadilan dan pemerataan usaha di bidang

budidaya tanaman, Menteri diberi kewenangan untuk menetapkan luas

maksimum lahan usaha. Pelaku usaha budidaya tanaman diberi keleluasaan

untuk mengubah tanaman setelah mendapat persetujuan dari pemberi izin.

Selain itu, pelaku usaha diberi kesempatan untuk memanfaatkan jasa dan atau

sarana milik negara dengan dikenakan pungutan yang merupakan Penerimaan

Negara Bukan Pajak. Atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan di atas,

Pemerintah, gubernur, dan bupati/walikota menyediakan pelayanan berupa

pembinaan dan pengawasan kepada pelaku usaha.

Usaha budidaya tanaman pangan dengan skala usaha 25 hektar atau lebih,

atau yang menggunakan tenaga kerja tetap 10 orang atau lebih, wajib

mengajukan izin menanam komoditas tanaman pangan. Adapun usaha

budidaya yang skala usahanya kurang dari skala usaha tersebut tidak wajib

izin, tetapi akan didaftar oleh bupati atau wali kota.

Demikian disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian

Pertanian Suprahtomo, Selasa (20/4) di Jakarta, menanggapi pemberitaan

Kompas soal perlunya izin budidaya tanaman pangan oleh bupati/wali kota.

Dijelaskan, draf Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang Pedoman

Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan itu dalam proses finalisasi,

termasuk uji publik dan sosialisasi kebijakan kepada pemangku kepentingan.

”Usaha budidaya tanaman yang skala usahanya kurang dari skala usaha

tersebut di atas tidak wajib izin, tetapi akan didaftar oleh bupati/wali kota

sebagaimana dirumuskan Pasal 6. Ketentuan itu bertujuan untuk pembinaan,

penyuluhan, dan upaya pemberdayaan petani sekaligus alat monitoring dalam

kaitan mewujudkan ketahanan pangan,” ungkap Suprahtomo.

Pada Pasal 6 draf Permentan tertulis: Usaha dalam proses produksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dengan skala usaha

kurang dari 25 hektar dan atau menggunakan tenaga kerja tetap kurang dari 10

Page 45: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xlv

orang harus didaftar dan diberikan TDU-P (Tanda Daftar Usaha dalam Proses

Produksi) oleh bupati/walikota.

Dasar hukum Permentan tersebut adalah Pasal 18, Pasal 21, dan Pasal 22

Ayat (6) Peraturan Pemerintah No 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman.

Adapun PP tersebut dibuat berdasarkan Pasal 46 Ayat (3), Pasal 51 Undang-

Undang No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, bukan didasarkan

pada Undang-Undang No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan, seperti diberitakan Kompas sebelumnya.

Berdasarkan draf Permentan yang diterima Kompas pekan lalu, draf

Permentan telah dilengkapi kolom tanda tangan Menteri Pertanian Suswono

dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, serta kolom

tanggal penetapan dan diundangkan. Draf juga dilengkapi dengan kolom

nomor berita negara. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno

Tohir menyatakan, Selasa (20/4) malam “pihaknya diundang Direktorat

Jenderal Tanaman Pangan terkait penyusunan draf Permentan, Undangan itu

bersifat mendadak” kata dia.

Menanggapi draf Permentan, Koordinator Nasional Aliansi Desa Sejahtera

Tejo Wahyu Jatmiko menyatakan, PP No 18/2010 dan Permentan memang

mengatur bahwa soal lahan dikuasai negara dan pengusaha. ”Semangat

Permentan ini bertolak belakang dengan UU No 12/1992 yang propetani. Jadi,

seperti meloncat, Permentan tidak mengurus petani, tetapi malah mengurus

pengusaha,” ujar dia.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia

Teguh Boediyana, dari pengalaman saat menyusun Rancangan Undang-

Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, peternak diajak bicara,

tetapi usulan peternak tidak diperhatikan sehingga pihaknya mengajukan

judicial review. ”Pembangunan pertanian diarahkan seperti maunya

Kementerian Pertanian, bukan kepentingan petani,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Abdul Wachid

berpendapat, dengan tidak dilibatkannya petani dalam menyusun kebijakan

pertanian, seolah ada upaya pemerintah menghilangkan peran petani. Tidak

Page 46: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xlvi

dilibatkannya petani dalam penyusunan draf Permentan, menurut Ketua

Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jawa Barat Entang

Sastraatmadja, menunjukkan arogansi pemerintah.

Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Sulawesi Selatan H

Abdurrahman Daeng Tayang, pembangunan pertanian seharusnya fokus pada

peningkatan kesejahteraan petani. ”Bukan malah mempersulit petani,”

katanya.

G. Pekerjaan Di Luar Sektor Pertanian

Para petani di desa sudah tidak homogen dan terisolasi lagi dari dunia luar

dengan semakin meluasnya jaringan transportasi serta komunikasi dan

semakin intens sifat kontaknya dengan luar pedesaan maka telah

mengakibatkan terjadinya deferensiasi dalam struktur mata pencaharian

masyarakat desa mereka tidak lagi bergantung pada pertanian. Sektor – sektor

di luar pertanian Jabrohim (2006 : 191)

Ekonomi pedesaan merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

secara keseluruhan. Berbagai perubahan telah terjadi, baik perkembangan

sosial ekonomi pedesaan maupun perkotaan sebagai akses strategi

pembangunan yang selama ini bersifat bias perkotaan. Hal ini menyebabkan

potensi perekonomian pedesaan tidak dapat didayagunakan secara maksimal.

Ada dua hal yang kerap digunakan sebagai indikator keberhasilan

pembangunan, yaitu kesempatan kerja dan pendapatan. Bagi angkatan kerja

rumah tangga, kesempatan kerja dipengaruhi dua faktor, yaitu intern dan

ekstern. Faktor intern meliputi tingkat keterampilan yang dimiliki individu

angkatan kerja dan penguasaan faktor produksi selain tenaga kerja seperti

lahan dan modal yang dikuasai rumah tangga. Sedangkan faktor ekstern antara

lain pola produksi pertanian, sistem produksi dan jasa sektor luar pertanian,

pertumbuhan angkatan kerja, mobilitas tenaga kerja baik antar sektor dan antar

sub sektor maupun antar wilayah. Kontribusi pendapatan dari satu jenis

kegiatan terhadap total pendapatan rumah tangga tergantung pada

produktivitas faktor produksi yang digunakan dari jenis kegiatan yang

Page 47: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xlvii

bersangkutan. Kedua hal ini saling berkaitan baik di tingkat mikro rumah

tangga maupun di tingkat makro pedesaan.

Dari aspek tenaga kerja, masih dijumpai diantaranya kesempatan kerja

yang belum berkembang dan produktivitas tenaga kerja di sektor ekonomi

pedesaan yang rendah. Kedua indikator tersebut turut mendorong arus

urbanisasi tenaga kerja muda terdidik dari desa ke kota (Speare and Harris,

1986 dan Manning, (1992). Fenomena ini didukung pula oleh lambatnya

peningkatan upah riil buruh pertanian (Manning dan Suriya, 1996 dan White,

1992) atau bahkan mengalami stagnasi, sementara upah riil buruh di sektor

luar pertanian terus mengalami peningkatan (Erwidodo et al.,1993).

Rendahnya tingkat upah dan rendahnya produktivitas tenaga kerja di sektor

pertanian tidak lepas dari terbatasnya penguasaan lahan pertanian dan

terbatasnya kesempatan kerja di sektor luar pertanian (Ishikawa, 1978). Dari

situasi demikian, diharapkan perkembangan kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha di sektor luar pertanian merupakan alternatif kegiatan dan sumber

pendapatan masyarakat pedesaan terutama bagi para petani berlahan sempit

(small size land holding farmers) dan petani tanpa lahan (landless farmers).

Akan tetapi pada kenyataannya keterlibatan kelompok masyarakat tersebut

sebagian besar hanya pada kegiatan-kegiatan dengan produktivitas rendah

(Hart, 1986) karena tingkat keterampilan dan permodalan yang terbatas

(Nurmanaf et al, 2004). Secara umum pembangunan pertanian telah

meningkatkan produksi secara fisik, namun produktivitas tenaga kerja

terutama di subsektor tanaman pangan selama dua dekade terakhir tidak

mengalami peningkatan yang berarti (Eng, 1993). Dari beberapa kasus terjadi

perubahan-perubahan bidang usaha dari sektor pertanian ke sektor luar

pertanian. Hadi et al (2003). melaporkan kasus di desa-desa penelitian yang

pada tahun 1998 berbasis pertanian seperti tanaman pangan, peternakan sapi

perah dan perkebunan kopi tidak lagi dijumpai pada tahun 2003. Jenis-jenis

usaha tersebut tidak lagi merupakan sumber utama pendapatan rumah tangga,

tapi telah digantikan oleh kegiatan-kegiatan di sektor luar pertanian, seperti

usaha di sektor informal dan berburuh walaupun dengan produktivitas rendah.

Page 48: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xlviii

Kecenderungan demikian, merupakan penjelasan adanya pergeseran struktur

pendapatan masyarakat di pedesaan. Dominasi sektor pertanian terhadap

pendapatan rumah tangga digantikan oleh sektor di luar pertanian.

Berdasarkan hasil listing sensus ekonomi 2006 yang mencakup seluruh

kegiatan perusahaan atau usaha selain sektor pertanian, jumlah perusahaan

atau usaha di daerah pedesaan tercatat 11,2 juta perusahaan/usaha. Lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran tercatat sebagai usaha terbanyak dengan

jumlah 5,1 juta (45,78 persen), diikuti oleh usaha industri pengolahan (20,24

persen), angkutan (10,96 persen), jasa-jasa (10,05 persen), dan

akomodasi/makan/minum (9,86 persen).

Dalam pelaksanaan Sensus Ekonomi 2006, pencacahan perusahaan/usaha

dilakukan dengan pendekatan lokasi usaha yang dipilah menjadi

perusahaan/usaha yang menggunakan lokasi permanent (bangunan khusus

usaha atau bangunan campuran) dan lokasi tidak permanen. Berdasarkan

tempat lokasi usaha, 60,28 persen perusahaan/usaha di daerah pedesaan

melaksanakan kegiatannya pada lokasi permanen, dan sisanya (39,72 persen)

pada lokasi tidak permanen seperti seperti usaha keliling, pedagang kaki lima

di jalan atau trotoar, pangkalan ojek sepeda motor, los-los pasar, koridor

stasiun dan lain-lain.

Dari distribusi perusahaan atau usaha perdagangan besar dan eceran

menurut lokasi usaha dapat dilihat bahwa sekitar 50,64 persennya mempunyai

lokasi usaha tidak permanen. Persentase usaha perdagangan yang dilakukan

secara keliling mencapai 44,36 persen, sementara yang dilakukan di kaki lima

36,10 persen dan sisanya di los-los/koridor. Perlu dicatat bahwa untuk usaha

transportasi mayoritas usaha dilakukan pada lokasi tidak permanen. Hal ini

bisa dimengerti karena data yang ada menunjukkan bahwa 51,77 persen dari

usaha transportasi di pedesaan adalah usaha ojek motor.

H. Masyarakat Pedesaan dan Peluang Penghidupan

Desa dan masyarakat pedesaan hampir selalu dikaitkan dengan kota dan

wilayah yang lebih luas, baik dari segi ekonomi, sosial, budaya maupun

Page 49: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

xlix

politiknya. Secara ekonomi, terintegrasinya desa dengan sistem ekonomi yang

lebih luas (kabupaten dan kota), serta kehadiran industri-industri di sekitar

desa berarti membuka peluang ekonomi yang bisa dijajaki oleh masyarakat

desa baik di kota maupun di desanya sendiri. Beberapa kegiatan ekonomi yang

dapat dilakukan oleh masyarakat desa adalah membuka usaha sendiri seperti

usaha warung/toko kelontong, usaha makanan, industri kecil skala rumah

tangga, bengkel, dll. Selain membuka usaha sendiri orang desa juga bisa tetap

tinggal di desanya dengan menjadi pekerja di pabrik-pabrik yang ada di

dekatnya, meskipun tidak semua orang lokal bisa memenuhi persyaratan untuk

bekerja di industri yang ada.

Tidak semua orang desa bisa memanfaatkan peluang yang hadir lewat

industrialisasi di sekitar pedesaan maupun sistem pasar yang lebih luas.

Effendi mengatakan bahwa masyarakat desa sebetulnya masih belum siap

untuk menghadapi keterbukaan tersebut karena keterbukaan pasar itu berarti

persaingan dengan pendatang maupun sistem ekonomi yang rumit yang

menuntut kualitas yang tinggi dari orang-orang desa. Akibatnya usaha-usaha

ekonomi yang bisa dijajaki oleh orang desa adalah aktivitas ekonomi yang

skalanya kecil dan informal. Sehingga, gagasan mengenai bahwa industri akan

memperbaiki kehidupan warga desa (di sekitar industri) dengan efek tetesan

ke bawah (trickle down effect) tidaklah terbukti (Effendi, 1997:133-137).

Sedangkan mengenai aktivitas pertanian sawah, sudah kerap dikaji dan

diramalkan akan semakin tergeser akibat keterbukaan desa ini; tanah semakin

sempit, dan anak-anak muda di desa sudah enggan untuk turun ke lumpur

sawah. Peluang-peluang ekonomi apakah yang sekiranya bisa dilakukan anak

muda di desa untuk penghidupannya?

Produksi di pedesaan (pada masyarakat petani) umumnya ditandai dengan

kegiatan yang dinamai oleh Bernstein sebagai petty commodity production

atau mungkin bisa diartikan sebagai produksi komoditas kecil-kecilan, yaitu

produksi skala kecil rumah tangga oleh individu maupun keluarga petani yang

mengusahakan satu atau lebih komoditas tertentu (Bernstein 2003:4). Usaha

ini adalah salah satu upaya petani untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya

Page 50: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

l

dimana para petani adalah pemilik modal sekaligus pekerjanya. Dengan

matangnya kapitalisme dan ketergantungan petani terhadap input dari luar

(pasar), bentuk produksi skala kecil semacam inilah yang menurut Bernstein

bisa dilakukan petani dengan ragam variasinya (antara kerja pertanian dan

nonpertanian). Dan hampir semua petani masuk ke dalam usaha skala ini,

sehingga di antara mereka sendiri akan terjadi persaingan, terutama pada

petani kecil (miskin) yang masuk pada skala kecil upahan yang ‘ramai’

diperebutkan dalam rangka memenuhi subsistensi mereka.

Elson (1997:173) mengatakan bahwa kerja-kerja off-farm mungkin

merupakan salah satu fenomena terpenting dari kehidupan petani. Kerja

pertanian saja tidak cukup dan sejarah menunjukkan bahwa keanekaragaman

sudah dilakukan oleh petani, baik petani yang tidak punya tanah atau bertanah

kecil dan juga tuan-tuan tanah, untuk memenuhi kebutuhannya masing-

masing. Petani miskin biasanya terlibat pada kegiatan produksi nonpertanian

skala kecil upahan yang ‘ramai’ diperebutkan, dan hanya menjadi kelompok

marjinal. Tujuan utamanya adalah untuk melanjutkan hidup (survival).

Kelompok petani menengah biasanya meragamkan sumber pendapatannya

(dari kerja upahan juga) agar dapat mereproduksi alat produksinya, sedangkan

pada petani kaya adalah untuk menambah akumulasi tanah atau alat produksi

lainnya dan mengembangkan usahanya dengan melibatkan orang-orang diluar

keluarganya (menyewa tenaga kerja) (Bernstein, 2003:5).Mengenai kerja off-

farm, Effendi (1993) mengulasnya dengan menelusuri batasannya, yaitu

kepada jenis pekerjaannya, lokasinya, dan komposisi pelakunya. Dengan

melihat kepada ketiga batasan itu, definisi kerja off-farm adalah kerja yang

biasanya nonpertanian, masih dilakukan di lingkungan desa atau kota

kecamatan, dan dilakukan oleh anggota keluarga berusia produktif yang

tinggal dalam rumah dalam beberapa bulan setahun yang juga ikut mengambil

keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan baik pertanian mupaun

nonpertanian (Effendi 1993:141-142). Kerja di bidang selain pertanian

merupakan bentuk penghidupan yang dipilih anak muda yang enggan bertani.

Seperti dipaparkan sebelumnya, dengan semakin membaiknya transportasi ke

Page 51: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

li

kota, hubungan ekonomi (perdagangan), pendidikan, dan industrialisasi di

sekitar desa, maka peluang-peluang untuk bekerja di desa selain pertanian

juga semakin terbuka. Bekerja di pabrik, menjadi buruh serabutan, membuka

warung, bengkel, pondokan, beternak, berdagang, adalah beberapa pilihan

yang bisa dilakukan anak-anak muda di desa, baik laki-laki maupun

perempuan.

Migrasi ke kota dimungkinkan oleh beberapa faktor antara lain

membaiknya transportasi, ada peluang-peluang kerja di kota, dan menipisnya

sumber penghasilan di desa karena sumber daya yang semakin sedikit. Namun

faktor lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah keberadaan jaringan

sosial dari kerabat maupun teman di kota. Kerabat maupun teman satu daerah

yang tinggal di kota, bisa dimintai pertolongan untuk memfasilitasi kebutuhan

kerja di kota. Tanpa keberadaan kerabat atau teman yang sudah lebih dulu

tinggal dan bekerja di kota, keinginan para pendatang untuk tinggal dan

bekerja di kota lebih berat karena mereka berarti harus mengeluarkan uang

untuk rumah dan makan. Selain itu, informasi mengenai peluang kerja dan

pendidikan umumnya bisa diperoleh oleh para pendatang dari kerabat maupun

teman yang sudah lebih dulu menetap di kota. Keberadaan kerabat atau teman

ini menjadi salah satu faktor yang membuat para pendatang berani pergi ke

kota. Kuat lemahnya ikatan kekerabatan dan ikatan budaya seseorang juga

dapat mendorong seseorang untuk kembali ke desa asalnya di saat-saat

tertentu (ketika masa tua atau krisis). Beberapa contoh memperlihatkan bahwa

para migran yang sudah bekerja di kota kembali ke desa atau ke daerah

asalnya di usia tua atau sesudah pensiun, apalagi jika di desa atau daerah

asalnya masih ada aktivitas yang bisa dikerjakan, seperti misalnya mengolah

tanah warisan, atau usaha-usaha mandiri skala rumah tangga lainnya.

Program-program pembangunan pedesaan juga bisa menjadi salah satu faktor

yang menahan para pemuda desa untuk tetap tinggal di desa.

Program-program yang berada di bawah payung penguatan pemerintahan

lokal, penguatan petani, penguatan usaha kecil menengah, bisa diartikan

sebagai peluang para pemuda untuk bisa memperoleh manfaat jangka pendek

Page 52: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lii

maupun jangka panjang baik secara ekonomi maupun sosial politik tanpa

harus pergi jauh dari desanya. Pelatihan kader-kader muda untuk pemimpin

desa, penguatan dan pelatihan ketrampilan untuk pengembangan usaha kecil

menengah, pelatihan dan penguatan petani mandiri, adalah beberapa contoh

program intervensi dari luar desa yang mungkin bisa menahan generasi muda

untuk bertahan di desanya, meskipun mungkin tidak semua berwujud

penguatan ekonomi.

Page 53: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

liii

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian ini dilakukan adalah di Desa Moyo

kecamatan moyo Hilir Kabupaten Sumbawa pada bulan mei, juni dan juli

tahun 2010.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu Sugiono (2009:2). Menurut kamus bahasa

Indonesia metode adalah cara yang telah diatur dan difikir baik–baik .

sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris “research“

berasal dari kata re yang berarti kembali dan to research yang berarti mencari.

Dengan demikian arti dari research adalah mencari kembali.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Istilah penulisan

kualitatif kiranya perlu dikemukakanya beberapa definisi, Bokdan Taylor

(dalam Hamdi, 2008:18) mendefinisikan “ Metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghsilkan data deskriptif berupa data-data tertulis

atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati “. Metode kualitatif

sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan

pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode

etnografi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak diguakan untuk

penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif,

karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Sugiono

(2009:8)

Dalam menggungkapkan stratifikasi sosial masyarakat petani dan

perluasan kerja di luar sektor pertanian pada masyarakat desa Moyo

menggunakan pendekatan metode Deskripsi Naratif. Deskripsi adalah upaya

pengolahan data menjadi suatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat

dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak langsung

Page 54: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

liv

mengalaminya sedangkan naratif adalah rangkaian kalimat yang bersifat

narasi atau bersifat menguraikan. Metode deskripsi naratif menggambarkan

atau melukiskan keberadaan subjek atau objek peneliti (seseorang, lembaga,

masyarakat dll). Pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta tampak atau

Sebagian adanya.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memudahkan mendapatkan fakta-fakta sosial maka di lakukan

dengan cara :

1. Observasi

Adalah usaha yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek yang diteliti

untuk diamati secara kontinyu oleh seseorang atau melakukan pengamatan

secara langsung menyangkut segala keadaan dan perilaku yang ada di

lapangan, selanjutnya dituangkan dalam catatan-catatan sistematis.

2. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi

Yaitu suatu teknik pengumpulan data kepustakaan atau refrensi-refrensi

secara laporan-laporan dari instansi yang terkait. Penulis melakukan

pengamatan langsung di lokasi dengan melihat sasaran penelitian yaitu

dengan melihat dokumen-dokumen baik berupa arsip-arsip, foto atau

peninggalan-peninggalan lainnya yang biasa dijadikan fakta yang

dikumpulkan untuk dijadikan sumber dalam penelitian.

3. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksud tertentu dilakukan oleh dua belah

pihak, pewawancara (intervier) yang mengajukan pertanyaan dan pihak

yang diwawancarai (interviewe) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu, pewawacara dalam pengertian disini merupakan teknik

untuk mengambil data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung pada

responden dalam rangka mengumpulkan sumber lisan yang berpedoman

pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Dalam wawancara (intervier) ini peneliti menggunakan teknik

wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah pengumpul data

Page 55: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lv

telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan

tertulis Sugiono (2009:233). Disesuaikan dengan fokus penelitian maka

peneliti menggunakan empat objek responden antara lain: (a) pemilik

lahan (tuan tanah) yang terdiri dari 5 (lima) informan. (b) buruh tani

(pekerja) yang terdiri dari 10 (sepuluh) informan. (c) Masyarakat non

pertanian yang terdiri dari 2 (dua) informan. (d) Pemberi kebijakan

(pemerintah Desa Moyo kec. Moyo Hilir) yang dalam hal ini adalah

kepala Desa.

D. Sumber Data

Dimaklumi bahwa sasaran utama dari sebuah penelitian adalah menggali

atau mengumpulkan data faktual sebagai suatu pembuktian kebenaran dari

sebuah kenyataan atau jawaban dari sebuah pertanyaan, juga sebagai bahan

kajian dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapi, namun data tersebut

tidak mungkin terujud tanpa sumber, setiap data tentu memiliki sumber.

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam

penelitian ini penulis menetapkan dua sumber utama yitu :

1. Library research yaitu sumber-sumber yang digali dari buku-buku yang

relevan dan sangat erat kaitanya dengan topik penelitian.

2. field research yaitu sumber data yang digali atau diperoleh dilapangan

(lokasi penelitian) saat melakukan penelitian. field research di sini adalah

Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa.

E. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data yang terkumpul digunakan teknik atau metode

interpretative (penafsiran) sesuai dengan pendekatan penelitian yang

digunakan yaitu deskriptif kulitatif. Metode yang digunakan dalam

menganalisis data yang dipandang relevan dengan jenis dan sifat data yang

terkumpul adalah metode deduksi dan induksi.

Page 56: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lvi

a. Metode Deduksi

Yaitu suatu system penganalisaan data dengan melihat dan mengkaji data

secara umum sebagai dasar dan landasan untuk menarik kesimpulan.

Tehnik ini dipergunakan untuk menganalisa data tentang pola perluasan

kerja di luar sektor pertanian dari masing-masing stratifikasi sosial yang

ada dan faktor perdorong perluasan kerja di luar kerja sektor pertaniaan di

Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa.

b. Metode Induksi

Yaitu suatu metode dengan system penganalisaan data dengan melihat dan

mengkaji bagian-bagian (substansi) dan sejumlah data yang ada guna

dijadikan dasar dan landasan dalam rangka penarikan kesimpulan. Metode

ini digunakan untuk menganalisis data tentang bentuk-bentuk stratifikasi

sosial masyarakat petani di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten

Sumbawa.

Page 57: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lvii

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Desa Moyo Ditinjau Dari Aspek Geografis Dan Ekonomi Sosial Budaya

Masyarakat

1. Batas Wilayah

Desa Moyo merupakan Desa Ibu Kota Kecamatan yang berada di

Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa. Adapun batas wilayah desa

Moyo adalah sebagai berikut:

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Sumbawa

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Moyo Mekar

- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Serading

- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Poto

2. Iklim dan Topografi

Iklim di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabuparen Sumbawa

termasuk iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan pada bulan

oktober-maret, sedangkan musim kemarau pada bulan april-september dan

mempunyai tipe iklim : C (33-60%), D (50-60%), dan E (100-167%)

dengan rata-rata curah hujan pertahun adalah 875 mm dan hari hujan

sebanyak 69 hari hujan pertahun(Balai Penyuluhan Pertanian 2009).

3. Luas Wilayah

Desa Moyo Mempunyai Luas Wilayah 1.483,00 hektar yang terdiri

dari luas lahan baku sawah 353,00 hektar dan luas lahan bukan sawah

1.130,00 hektar. Desa Moyo terbagi dalam 4 (empat) dusun yang dikepalai

oleh seorang kepala dusun. (Profil Desa Moyo).

Page 58: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lviii

Kepala Dusun mengepalai wilayahnya masing-masing yang dijelaskan

sesuai dengan table 1 di bawah ini:

Table 1 : Nama-nama Dusun dan Kepala Dusun di wilayah Desa Moyo

menurut data tahun 2010

No. Nama Dusun Nama Kepala Dusun

1. Moyo Luar Mursali HB

2. Karang Orong Umar Acin

3. Berang Beru Nurdin Kuling

4. Kapas Sari Usman

Sumber : (Profil Desa Moyo)

4. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Moyo tidak berbeda dengan

penduduk desa-desa lain yang berada di lingkungan persawahan (agraris),

tetapi karena luas daerah sawah tidak sebanding dengan jumlah kepala

keluarga dan jumlah penduduk maka tidak sama jumlah kepala keluara

yang memiliki sawah sebagai mata pencaharian utama, lihat table 2

berikut:

Table 2 : Mata Pencaharian Penduduk Desa Moyo

No. Mata pencaharian Jumlah Ket.

1. Petani 470

2. Buruh Tani 33

3. Pedagang 38

4. PNS/Swasta 28

5. Montir/ Sopir 5

6. Tukang Batu/Bangunan 6

7. Tukang ojek 56

Sumber : (Profil Desa Moyo)

Page 59: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lix

5. Flora dan Fauna

a. Flora

Wilayah Desa Moyo terdiri dari tanah sawah dan tegalan. adapun

jenis produksi dan produktifitas tanaman pangan yang telah dicapai

tahun 2009 seperti yang tergambar pada tabel berikut:

Tabel 3 : Produksi dan Produktifitas Tanaman Pangan Yang Telah

Dicapai Tahun 2009

No. komoditi Luas

Tanah Luas Panen

Produktifitas

(Kw/Ha)

Produksi

(Ton)

1. Padi Sawah 353 ha 353 ha 43,00 15.356

2. Padi Gogo 6 ha 6 ha 27 27

3. Jagung 10 ha 10 ha 29 435

4. Kedelai - - - -

5. Kacang Hijau 415 ha 415 ha 0,80 336

6. Kacang Tanah - - - -

7. Ubi Kayu 5 ha 5 ha - -

8. Ubi Jalar - - - -

Sumber : (Balai Penyuluhan Pertanian Moyo Hilir 2009)

b. Fauna

Bila dilihat dari fauna atau dunia hewan di desa Moyo terdapat

berbagai jenis hewan seperti berikut:

Tabel 4 : Produksi ternak besar dan kecil/unggas yang ingin dicapai

tahun 2009/2010

No. Komoditas Populasi Awal Populasi Akhir Ket.

1. Kerbau 421 ekor 442 ekor

2. Sapi 270 ekor 312 ekor

3. Kuda 188 ekor 215 ekor

4. Kambing 142 ekor 162 ekor

5. Ayam 495 ekor 535 ekor

Sumber : (Balai Penyuluhan Pertanian Moyo Hilir 2009)

Page 60: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lx

6. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Moyo kecamatan Moyo Hilir adalah 1.994

jiwa dengan perincian laki-laki 998 orang dan perempuan 996 dengan

jumlah rumah tangga atau Kepala Rumah Tangga 567 kepala keluarga.

Untuk lebih jelas perhatikan tabel di bawah ini.

Table 5 : Jumlah Penduduk Yang Dilihat Dari Jenis Kelamin dan Rumah

Tangga.

No. Dusun Jumlah Penduduk

Jiwa L P

Rumah Tangga

(KK)

1. Moyo Luar 642 316 326 194

2. Karang Orong 553 271 282 154

3. Berang Beru 535 277 258 143

4. Kapas Sari 264 134 130 76

Sumber : (Profil Desa Moyo)

7. Kondisi Ekonomi

Lembaga perekonomian yang utama di Desa Moyo adalah pertanian

sehingga sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dan

beternak.

a) Sektor Pertanian

1. Pertanian

Masyarakat desa Moyo pada umumnya bekerja sebagai petani

dengan luas lahan dari masing-masing petani 1 are sd ± 5 hektar.

Dari masing-masing lahan didapatkan melalui pewarisan, beli

kontan dan penyewaan, berdasarkan hasil yang terhimpun Desa

Moyo memiliki luas lahan baku sawah adalah 353,00 hektar dan

luas lahan bukan sawah adalah 1,130.00 hektar dengan jumlah

kepala keluarga yang bertani adalah 470 serta tata guna tanah

seperti berikut:

Page 61: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxi

Table 6 : Tata Guna Tanah Masyarakat desa Moyo

No. Tata Guna Tanah Ha

1. Sawah 353 Ha

2. Teknis 345 Ha

3. Tada Hujan 18 Ha

4. Hutan 207 Ha

Sumber : (Balai Penyuluhan Pertanian Moyo Hilir 2009)

2. Peternakan

Usaha dalam bidang peternakan ini sangat digemari oleh

masyarakat Desa Moyo, terlihat dengan masi banyak masyarakat

petani yang mengembala terutama ternak kerbau , sapi, kambing

dan ayam. Peternakan ini merupakan pondasi atau modal dasar

rumah tangga Desa Moyo. Bidang peternakan ini merupakan suatu

kegiatan infestasi dengan membeli hewan-hewan ternak. Hasil

peruduksi peternakan yang dapat kita lihat seperti berikut:

Table 7 : Produksi Ternak Besar Dan Ternak Kecil/Unggas Tahun

2009.

No. Komoditas Populasi Awal Populasi Akhir Ket.

1. Kerbau 383 ekor 421 ekor

2. Sapi 203 ekor 270 ekor

3. Kuda 82 ekor 188 ekor

4. Kambing 133 ekor 142 ekor

5. Ayam 484 ekor 495 ekor

Sumber : (Balai Penyuluhan Pertanian Moyo Hilir 2009)

b) Sektor Perdagangan dan Jasa

1. Perdagangan

Page 62: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxii

Selain bertani masyarakat Desa Moyo juga melakukan

perluasan kerja di luar sektor pertanian yaitu beternak, ada juga

masyarakat Desa Moyo yang bekerja dalam bidang perdagangan

seperti berdagang di pasar (Pasar Desa Moyo Mekar) dan di tempat

perumahan-perumahan di masyarakat dengan cara didatangkan

kerumah-rumah, jual beli padi/gabah, berkios, tukang bangunan dll

2. Jasa

Beberapa diantara warga masyarakat Desa Moyo ada juga yang

bekerja dalam bidang jasa seperti pada tabel berikut:

Tabel 8 : Warga Masyarakat Desa Moyo yang Bekerja Dibidang Jasa

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Ojek 56

2. Monter/Sopir 5

3. Tukang Batu/Bangunan 6

Sumber : (Profil Desa Moyo)

8. Kondisi Pendidikan dan Agama

a. Pendidikan

1. Pendidikan Formal

Jenis pendidikan formal yang ada di Desa Moyo hanya dua (2)

buah sekolah dasar (SD) dengan jumlah siswa keseluruhan 367 dan

guru 37 orang yaitu Sekolah Dasar Negeri satu (I) Moyo dan

Sekolah Dasar Negeri Dua (II) Moyo yang masing-masing terletak

di Dusun Karang Orong dan Dusun Moyo Luar.

2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal yang ada di Desa Moyo hanya satu

Taman Kanak-Kanak (TK) yang bernama TK Darma Wanita

dengan jumlah siswa 63 dan 6 jumlah guru dan terletak di Dusun

Moyo Luar.

3. Stratifikasi Bidang Pendidikan di Desa Moyo

Page 63: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxiii

Stratifikasi pendidikan di Desa Moyo sangat jelas sekali,

terlihat dengan banyaknya tamatan yang berasal dari pendidikan

tingkat SD sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Disamping itu ada

juga penduduk masyarakat Desa Moyo yang buta huruf dan tidak

tamat sekolah Dasar. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 9 : Stratifikasi Dibidang Pendidikan Masyarakat Desa Moyo

No. Jenjang Pendidikan Jumlah ket

1. Buta Huruf 104

2. Tidak Tamat 5

3. SD/SLTA 413

4. SMA 120

5. D I 31

6. D II 11

7. D III 10

8. S I 21

9. S II -

10 S III -

Sumber : (Profil Desa Moyo)

Dari tahun ke tahun kesadaran penduduk terhadap pendidikan

semakin meningkat terlihat dengan banyaknya anak-anak yang

tamat setiap tahunya dan melanjutkankan sekolah mereka

kejenjang yang lebih tinggi serta kesadaran orang tua yang makin

terbuka tentang pentingnya pendidikan juga ditunjang dengan

berdirinya Sekolah perguruan tinggi di Kota Kabupaten.

b. Agama

Seratus persen dari penduduk Desa Moyo Memeluk agama Islam

dengan pengamalan agama yang cukup kuat. Untuk lebih jelas

mengenai pemeluk agama Islam dan tempat peribatan yang berada di

Desa Moyo lihat pada tabel di bawah ini.

Page 64: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxiv

Tabel 10 : Agama, jumlah penduduk dan tempat peribadatan yang

berada di Desa Moyo

No. Agama, Jumlah Penduduk Dan

Tempat Peribadatan Jumlah

1. Islam 1.994

2. Penduduk 1.994

3. Tempat Peribadatan 2 Masjid dan

3 Musollah

Sumber : (Profil Desa Moyo)

Page 65: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxv

B. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial Petani Di Desa Moyo

Sistem pelapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap

masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang

berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap masyarakat

berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau

tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat

mempunyai kedudukan yang rendah Patirim A. Sorokin (dalam Soerjono

Soekanto, 251:1999).

Struktur sosial Vertikal atau stratifikasi sosial menggambarkan kelompok-

kelompok sosial dalam susunan yang bersifat hierarkhis atau berjenjang

sehingga dalam dimensi struktural ini kita melihat adanya kelompok-

kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi, sedang dan rendah.

Sedangkat struktur sosial horizontal atau diferensiasi sosial menggambarkan

kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan

kelompok itu satu sama lain, melainkn lebih tertuju kepada variasi atau

kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu masyarakat Patirin Saralin

(dalam Jabrohim, 185:2006).

Secara umum kita melihat masyarakat desa atau petani masih berorientasi

pada tanah dan kompetensi yang digambarkan adalah kepemilikan tanah.

Masyarakat Desa Moyo kecamatan Moyo Hilir terdapat bentuk-bentuk

stratifikasi sosial petani yang dapat kita lihat dari kepemilikan lahan atau

tanah pertanian, status sosial, gaya hidup, bentuk rumah dan pekerjaan.

Tanah merupakan aset yang sangat penting dari mayoritas masyarakat

Desa Moyo. Dengan demikian tanah atau lahan pertanian yang membentuk

stratifikasi sosial di Desa Moyo sehingga dapat dikelompokkan bahwa

tingkatan atas di Desa Moyo adalah mereka yang memiliki lahan pertanian

yang luas dan mereka yang menguasai setengah dari tanah menempati kelas

Page 66: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxvi

yang menengah dan kelas bawah adalah mereka yang berada di bawah kelas

atas dan menengah (wawancara dengan bapak Mursali 18 juni 2010).

Penguasaan tanah di Desa Moyo dapat dilakukan oleh tiap-tiap strata yang

ada dengan usaha yang mereka lakukan diantaranya dengan membeli lahan

pertanian dari hasil pertanian, hasil beternak, hasil berdagang (usaha) serta

hasil merantau keluar negeri yang kebanyakan dari penduduk Desa Moyo

adalah ke Arab Saudi. Penguasaan tanah itu dapat dilakukan oleh masyarakat

Desa Moyo pada persawahan Orong Rea, Orong Masin, Orong Serading,

Orong Sejeruk, Orong Telaga, Dan Orong Sebeta. Dari masing-masing

persawahan tersebut terletak di Desa Moyo Mekar, Desa Moyo, dan Desa

serading.

Kepemilikan tanah pertanian bagi masing-masing strata selain dari

pembelian yang dilakukan secara tunai juga didapatkan melalui penyewaan

baik yang setahun ataupun dengan pembatasan yang tidak ditentukan dalam

artian dilakukan dengan pinjaman uang dengan menyewakan tanah mereka

dan sebelum uang mereka kembali tanah yang mereka garap tidak bisa

dikembalika ataupun mereka ambil. Penyewaan ini di Desa Moyo dinamakan

penyewan kembali uang atau bahasa Sumbawanya Ramalek Uang.

Adapun cara pembelian atau penyewaan lahan pertanian yang dilakukan

oleh strata yang ada di Desa Moyo adalah sebagai berikut:

- Sewa mate uang: Pemilik lahan atau tanah, menyewakan tanahnya dengan

sistem tidak kembali uang lagi.

Sistemnya: Pemilik tanah menyewakan tanahnya dengan harga Rp

2.000.000 dengan jangka waktu dua tahun dan sesudah dua

tahun maka lahan atau tanahnya diambil lagi/dikembalikan.

- Sewa No mate uang: Pemilik lahan atau tanah menyewakan lahan atau

tanahnya dengan sistem kembali uang.

Sistemnya: Pemilik lahan atau tanah menyewakan Rp 2.000.000 selama

dua tahun setelah jatuh tempo yang disepakati maka uang

yang disewakan akan dikembalikan.

Page 67: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxvii

- Beli Kontan: merupakan pembelian secara tunai dengan jumlah harga

yang sudah ditentukan oleh pemilik lahan/tanah (wawancara dengan bapak

A. Rahim 19 juni 2010).

Dari proses penyewaan/pembelian di atas masing-msing strata di Desa

Moyo Kecamatan Moyo Hilir memiliki perbedaan dalam proses penguasaan

dan disesuaikan dengan kesepakatan yang ada. Dalam penyewaan/pembelian

ini sebagian besar dilakukan oleh mereka yang strata/tingkat menengah dan

mereka yang strata atas lebih kepada pembelian tanah secara kontan. Mereka

yang kelas atas juga menyewakan tanah mereka, penyewaan ini dilakukan

karna disebabkan untuk mendapatkan hasil dari sewa tanah saja artinya

penyewaan tanah tetap dilakukan secara terus menerus pada mereka yang

punya modal banyak baik dari hasil tanahnya, gaji, hasil merantau dll.

Kelas atas di Desa moyo dapat kita lihat dari luas kepemilikan tanah yang

mereka miliki, mereka yang kelas atas ini memiliki tanah ± 5 hektar dengan

sistem irigasi yang dapat mengairi sawah mereka juga dengan adanya tanah

perladangan (tada hujan) yang pada umumnya dikelolah setiap satu tahun

sekali. Kelas menengah di Desa Moyo adalah mereka yang memiliki luas

tanah dibawah ± 0,5 sd 2 hektar dengan sistem irigasi yang sama dan juga

memiliki tanah perladangan (tada hujan) dan kelas bawah Adalah mereka

yang memiliki tanah 0,5 sd 50 are.

Fakta sosial yang lain juga terlihat antara lain pada bentuk rumah, dari

strata atas adalah bentuk rumah yang dalam hal ini strata atas condong ke

bentuk rumah batu (permanen) dan telah dikeramik serta dipelaster, bagi strata

menengah mereka memilki desain rumah yang kebalikan dari strata atas

(belum diplaster dan masih berlantaikan semen) bagi strata menengah ini juga

mereka ada yang berumah panggung belakangnya dan Rumah batu depannya

yang disatukan (semi permanen), dan strata bawah adalah mereka yang

berumah gedek yang pondasinya sudah dibagun tapi belum jadi (ditembok).

Tingkat pendidikan yang dalam hal stratifikasinya, yang strata atas adalah

yang bertamatan SI, menengah adalah yang bertamatan D3 dan D2 dan strata

bawah adalah yang tamatan SMA,SMP, SD, dan buta huruf. Dalam pergaulan

Page 68: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxviii

dengan masyarakat juga terlihat dimana strata atas di Desa Moyo adalah

mereka yang menempati status sebagai staf pemerintahan, strata menengah

adalah tokoh-tokoh masyarakat dan kelas bawah adalah dari kalangan

masyarakat biasa yang dalam penempatan dari strata-strata ini terlihat dalam

acara-acara adat ataupun dalam pergelaran budaya di Desa Moyo.

Strata atas ini mempunyai perbedaan dalam memberdayakan lahannya

yaitu dengan mengelolah sendiri lahan pertaniannya di Desa Moyo, orang

yang memberdayakan lahanya sendiri termasuk kelas atas karna dilihat dari

penguasaan tanah yang dimiliki. Tanahnya dikelolah sendiri tidak disewakan

kepada orang lain. Cara pengelolahannya sama seperti petani-petani yang lain,

tetapi kelas ini mengelola hasil pertanian dengan cara menjual hasil pertanian.

Misalkan hasil pertanian langsung dijual sesuai dengan kebutuhan yang

diperlukan untuk modal selanjutnya dalam pengelolahan lahan/sawah tahun-

tahun berikut, serta rata-rata dari kelas menengah dan bawah hasil dari

pertanian mereka selain sebagiannya dijual juga distok untuk kebutuhan

konsumsi pada bulan-bulan musim kemarau. Hal itu berlangsung setiap tahun

(wawancara dengan bapak Suhardi 22 juni 2010).

Masing-masing strata yang ada di Desa Moyo dapat kita lihat pada Musim

tanam dan musim panen padi berlangsung. Jika mereka yang kelas atas dapat

kita lihat dengan proses siapa yang menggarap dan mengerjakan sawah

mereka, biasanya dalam membajak mereka menggunakan mesin traktor

sendiri dengan dijalankan oleh keluarga maupun anak dari mereka juga

diambil dari kelas menengah dan bawah sebagai perluasan kerja mereka di

bidang pertanian.

Setelah sawah mereka selsai digarap maka mereka juga dalam

meningkatkan pendapatan dalam bidang pertanian melakukan pengambilan

penyewaan dengan menggarap sawah orang lain yang umumnya pada mereka

yang kelas menengah dan bawah disesuaikan dengan luas dan besar pematang

yang dimiliki dengan komulasi Rp 600.000/hektar. (wawancara dengan bapak

Sahruddin 22 juni 2010).

Page 69: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxix

Dalam proses penanaman sawah mereka disewakan kepada orang lain

dengan sistem borongan dan harian. Tenaga kerja yang dipekerjakan biasanya

dari etnis Bima dan Lombok, mereka biasanya datang pada musim tanam dan

malahan sudah menjadi perjanjian dengan yang punya sawah dalam arti

mereka setiap tahun bisa datang dan mengerjakan pekerjaan tanam

sawah/petak mereka juga mempekerjakan tenaga lokal dengan komulasi harga

yang sudah dituangkan dalam PERDES setiap tahunya yaitu berkisar antara

Rp 25.000 sd Rp 30.000. Kalau yang mengerjakan dari etnis Bima/Lombok

juga di sesuaikan dengan luas lahan/jumlah petak dengan komulasi 1 hektar =

Rp 1.000.000 dan beras yang telah sepakati (wawancara dengan Kepala Desa

10 Juni 2010) .

Begitu juga halnya ketika musim panen tiba strata atas ini menyewakan

pemanenan padi mereka dengan sistem:

1. Sanyinggu dalam artian dengan memberikan bentuk borongan yang

dipekerjakan oleh etnis bima/Lombok dan juga lokal dengan:

- Nyinggu 7/nyinggu 14

- Nyinggu 8/nyinggu 16

Artinya: Perhitungan menggunakan Blik(alat takaran yang terbuat dari

kaleng minyak goreng) memberikan 6 Blik untuk yang punya sawah dan

satu blik untuk yang mengerjakanya begitu halnya dengan nyinggu 14 atau

16 dengan klipatannya 2 blik untuk pekerja dan 12/14 blik untuk yang

punya sawa. Sistem nyinggu ini mengapa ada yang 14 atau 16 disesuaikan

dengan bagus tidaknya tanaman padi yang petani miliki.

2. Karampo dalam artian kerja secara bersama yang dikerjakan oleh pihak-

pihak keluarga dari yang kelas menengah dan bawah (masyarakat lokal)

dengan upah harian dan dalam hal ini masyarakat Desa Moyo

pembayarannya dilakukan dengan menggunakan padi/gabah, biasanya

disesuaikan dengan harga gabah (1-2 blik).

Mayoritas petani desa Moyo dari masing-masing strata juga memiliki

ladang untuk menanam kacang hijau dan peroses penggarapan tidak jauh beda

dengan pertanian/padi tetapi disini, proses penggarapannya lebih kepada

Page 70: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxx

individu dan juga kelompok (keluarga). Strata atas biasanya dalam menggarap

ladang cendrung menggunakan teknologi yang moderen (pembajakan) dan

sistem panennya juga dengan menyewakan/upah harian yang dikerjakan lebih

banyak oleh masyarakat lokal dan dalam pemanenan ini disebut Ngemar.

Proses ini bagi strata atas menggunakan mesin perontok atau tenaga hewan

ternak(kuda,kerbau) dalam proses pengolahan.

Sedangkan strata/kelas menengah dalam proses pertanian mereka selain

mengandalkan tenaga sendiri juga memperkerjakan orang lain atau dalam hal

ini adalah kelas bawah, dalam proses penggarapan lahan pertanian/petak

sawah mereka menyewakan kepada kelas atas yang nota bene memiliki alat

atau teknologi (mesin traktor) yang digaris bawahi bahwa tenaga atau pekerja

yang menjalankannya diambil dari kelas menengah dan bawah dan ini

merupakan perluasan kerja disektor pertanian yang biasa dikelas atas

memberikan kepercayaan kepada kelas menengah/bawah ini untuk

menjalankannya dan mayoritasnya diambil dari pihak keluarga. Begitu pula

halnya dengan proses penanaman kelas menengah ini selain mengerjakan

sendiri juga mereka menghandalkan orang lain dengan sistem dan bentuk yang

sama pada umumnya dengan apa yang sudah tertuang pada kelas atas.

Dalam peroses pemanenan mereka juga mengunakan sistem nyinggu

tetapi juga dalam peroses perluasan kerja disektor pertanian mereka juga

mengerjakan pekerjaan nyinggu ini kepada tanah/sawah strata atas dengan

komulasi yang disesuaikan dengan kesepakatan dan kualitas tanaman padi

(disesuaiakan). Strata menengah ini dalam mengerjakan pekerjaan

perladangan dimulai dengan menggarap tanah. Mereka mengerjakan sendiri

lahan perladangan dengan membajak menggunakan tenaga hewan ternak yang

mereka miliki sendiri dan proses Ngemar atau panennya dengan cara upah

individu ataupun ngemar di ladang orang lain artinya orang lain itu

membayarnya dengan pergi ngemar ke ladangnya dan di Sumbawa dinamakan

Basiru.

Karena dalam tingkatan pemanenan ini masyarakat Desa Moyo mengenal

istiah ngemar dan Ninting. Ninting ini merupakan proses pengelolaan untuk

Page 71: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxi

mendapatkan biji kacang hijau yang murni setelah terlepas dari kulit dan juga

daunya. Biasanya strata menengah ini memanfaatkan tenaga kuda, sapi

ataupun kerbau peliharaan mereka. Uniknya dalam proses ninting ini

masyarakat Desa Moyo mengenal istilah Nyepo, nyepo ini adalah si pemilik

lahan/ladang memberikan sedikit kacang hijau mereka kepada orang-orang

yang telah membantunya dalam proses ninting. Jumlahnya tidak ditentukan

tetapi tergantung jumlah dan hasil ninting kacang hijau. Kalau mendapat hasil

4-5 karung, folume dari karung yang diartikan adalah dengan menggunakan

Bak Baskom/Blik yang setiap satu karung berisi 5-6 Baskom/blik, biasanya

diberikan 3,4-5 kg kacang hijau atau dalam bahasa Sumbawa kacang hijau

dinamakan antap dan hal nyepo ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun

di Desa Moyo, hal ini juga dilakukan dan tetap ada pada stiap strata secara

umum (wawancara dengan bapak Abasri 10 juni 2010).

Strata bawah pada masyarakat Desa Moyo adalah mereka yang memiliki

luas lahan/tanah 0,5-30 are dan penghasilan padi/gabah sebanyak 4-10 karung

dengan system pengarapan lahan/tanah dengan membajak sendiri dengan

menggunakan tenaga hewan ternak/kerbau. Kerbau mereka adalah kerbau dari

strata atas yang dipercayakan kepada mereka untuk merawatnya. Proses

tanamnya juga dikerjakan sendiri dan dibantu keluarga juga menggunakan

sistem basiru.

Diketahui bahwa dalam pemeliharaan ternak ini, istilah pembagian tetap

ada dalam arti setiap kerbau kawin/beranak dua kali, satunya diberikan kepada

mereka atau setiap penjualan ternak tersebut mereka mendapatkan porsen dari

pemilik ternak(wawancara dengan bapak Kending 22 juni 2010). Diketahui

juga bahwa baik strata atas, menengah dan bawah akan terlihat sekali

memiliki ternak kerbau dan uniknya setiap pagi dan sore hari para pengembala

terlihat di jalan dan biasa menutup jalan ketika pergi mngembala dan pulang

mengembala.

Strata bawah pada masyarakat Desa Moyo dalam perluasan kerjanya di

sektor pertanian mereka bekerja sebagai buruh tani dalam arti mengambil

upah nanam Padi, nyinggu dan upah ngemar di ladang. Dalam proses ini bagi

Page 72: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxii

kelas bawah dalam perluasan kerja di sektor pertanian sering sekali mendapat

diskriminasi lapangan kerja, artian kelas atas lebih mementingkat etnis lain

dalam proses pemanenan padi mereka dan juga karena menjamurnya mereka

yang datang setiap tahunnya (wawancara dengan Ibu Awa 19 juni 2010).

Di Desa Moyo pelapisan sosial yang nampak selain strata kepemilikan

tanah juga mereka yang mempunyai status sosial di Masyarakat, sebagian

besar di Desa Moyo yang mempunyai status sosial/kriteria sosial tidak terlepas

dari status kepemilikan tanah tersebut. Semakin luas kepemilikan lahan

seseorang semakin mempermudah dalam pencapaian status sosial/kriteria

sosial tersebut, ini dapat dilihat dengan jelas bagi mereka yang sudah berstatus

dari dulu sampai sekarang adalah mereka yang berstatus pemilikan lahan

pertanian dari kelas atas dan menengah. Mereka yang berstatus sebagian

pegawai Negeri Sipil. Dari masing-masing status atau kelas ini sangat jelas

kelihatannya status kepemilikan lahannya dari dulu sampai sekarang.dari

masing-masing strata yang dapat diketahui sebagaimana pengorbanannya

yang digunakan sebelum terjadi proses status pegawai Negeri Sipil tersebut

dan masing-masing strata pengorbananya berbeda-beda. Mereka yang sebagai

pegawai Negeri Sipil kantor lebih besar pengorbanannya bila dibandingkan

dengan mereka yang jadi Pegawai Negeri Sipil guru. Masing-masing strata,

cara untuk mendapatkan status itu dengan cara pengelolahan hasil pertanian

atau hasil lahan dan penjualan tanah.

Di Desa Moyo juga terdapat status sosial/kriteria sosial setelah guru yaitu

mereka yang sebagai guru juga dan pegawai yang bekerja di instansi swasta.

Status ini juga hampir sama proses pencapaianya dengan status sosial pegawai

kantor/pejabat dengan Pegawai Negeri Sipil guru. Sehingga di Desa Moyo

proses pencapaian status secara umum tidak terlepas dari pengaruh atau hasil

dari tanah tersebut.

Pelapisan sosial di masyarakat Desa Moyo tidak terlepas juga dari

pengaruh banyaknya ekonomi yang dikuasai oleh masyarakat Desa Moyo. Di

Desa Moyo sangat berpengaruh terhadap tanah yang dikuasai, semakin luas

lahan yang mereka kuasai semakin banyak juga ekonominya/kekayaan.

Page 73: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxiii

Disamping penguasaan tanah di Desa Moyo terdapat juga golongan ekonomi

yang atas yaitu mereka yang menguasai lahan yang luas dan sekaligus

merangkap sebagai Pegawai Negeri Sipil, selain itu juga terdapat mereka yang

menguasai lahan pertanian sedang dan mereka juga pergi keluar negeri.

Masing-masing kalas/status sosial di atas mempunyai perbedaan pendapat

yang sangat menonjol dan penggunaannya juga terdapat perbedaan-perbedaan,

mereka yang kelas ekonominya atas seperti mereka yang punya lahan luas dan

jadi Pegawai Negeri Sipil biasanya penggunaannya dengan, biaya pendidikan

keluarganya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, biaya haji, biaya

pembuatan rumah, biaya rekreasi, biaya pembelian mobil/sepeda motor untuk

angkutan pribadi dll, bagi mereka yang mempunyai ekonomi dari hasil tanah

dan penggunaannya. Tujuannya pada usaha perluasan lahan, biaya pendidikan,

kebutuhan sehari-hari digunakan untuk haji itupun secara keridit lain halnya

dengan mereka itu yang mempunyai ekonomi seperti diatas biaya haji dengan

cara tunai, pembelian sepeda motor ada yang tunai dan ada yang kridit dan

penggunaan biasanya untuk berusaha dan ojek, pembelian barang mewah

tidak terlalu berlebihan dan lain-lain. Bagi mereka yang kelas ekonomi bawah

mereka hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalaupun ada

usaha lain tapi masi bergantung pada kelas ekonomi atas dan menengah

misalkan mereka sebagai peladen/buruh bangunan,pengikut traktor dan

ngembala kerbau (wawancara dengan bapak Hasan 10 juni 2010).

Dari beberapa penjelasan tentang stratifikasi sosial petani di Desa moyo

maka dapat dilihat bentuk-bentuk stratifikasi sosial petani dan ekonominya

sebagai berikut:

1. Stratifikasi sosial petani secara umum

a. Strata atas adalah mereka yang mengelolah sawah/tanah dengan

memanfaatkan teknologi milik sendiri dan dengan memperkerjakan

strata atas dan bawah.

b. Strata menengah yaitu mereka yang menggarap sawah/tanah mereka

sendiri dan memanfaatkan teknologi/mesin traktor, mesin perontok

padi dari strata atas.

Page 74: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxiv

c. Strata bawah yaitu mereka yang menggarap tanah sendiri dan bekerja

sebagai buruh tani di sawah atau ladang kelas atas dan menengah.

2. Stratifikasi sosial petani berdasarkan kriteria ekonomi

a. Kelas ekonomi atas yaitu mereka yang mempunyai hasil pertanian

banyak(lahan luas), hasil dagang dan Pegawai Negeri Sipil serta dari

hasil usaha/bisnis.

b. Kelas ekonomi menengah yaitu mereka yang hasil pertanian dibawah

strata atas, Pegawai Negeri Sipil guru, hasil merantau ke Arab Saudi

dan berdagang

c. Kelas ekonomi bawah yaitu mereka yang menarik pendapatan dari

hasil pladen/buruh dan menjalankan traktor, tukang ojek.

C. Pola Perluasan Kerja di Luar Sektor Pertanian Dari Masing-Masimg

Stratifikasi Sosial

Perluasan kerja pada strata atas adalah mereka yang berdagang. Sangat

terlihat sekali pada mereka dengan usaha atau bentuk barang yang diusahakan

adalah usaha mini market, pola perluasannya dengan menjual barang

kebutuhan sehari-hari, perlengkapan memasak, penjualan pulsa, aksesoris HP

dan lain-lain. Strata atas ini juga mereka menjual baranga-barang berupa baju-

baju, celana, bakal baju hadir dan lain-lain dengan cara menjajakannya

kerumah-rumah dan biasanya juga konsumen memesan dengan pergi

kerumahnya dan ketika berjualan, berdagang seperti ini dilakukan oleh ibu-ibu

istri dari yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (wawancara dengan Ibu

Jawah 12 juni 2010).

Strata menengah, mereka dalam melakukan perluasan kerja di luar sektor

pertanian adalah dengan usaha pertukangan (tukang kayu dan bangunan),

membuka kios, tukang ojek. Pola perluasannya, jika dipertukangan yang pada

umumnya masyarakat Desa Moyo dalam membangun yaitu pada musim habis

panen yaitu berkisar pada bulan april-september. Masyarakat yang

membangun awalnya sudah memesan kepada mereka untuk membangun

Page 75: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxv

(membuat rumah) dari bulan-bulan sebelumnya, tinggal mereka mengerjakan

dengan cara borongan. Setiap satu rumah biasanya dikerjakan oleh 2,3-5

tukang dengan masing-masing satu tenaga peladen (pembantu tukang), lama

pengerjaannya disesuaikan oleh besar kecilnya rumah yang dibangun dan

dalam satu tahun mereka biasa menyelsaikan 2-3 rumah itu juga sesuai dengan

pesanan dan banyak tidaknya yang membuat rumah (wawancara dengan bapak

M. Nur Zakariah 19 juni 2010).

Pola perluasan kerja bagi usaha kios kecil-kecilan yang pemanfaatannya di

rumah-rumah mereka, Setiap tahunnya dengan pembelian barang pada mobil-

mobil Bok yang setiap minggunya datang. Mereka juga ada yang membeli

barang dagangannya ke Kota Kabupaten (Sumbawa Besar) dengan

menggunakan angkutan umum dan ojek

Bekerja sebagai tukang ojek juga menjadi usaha yang menjamur di Desa

Moyo, apalagi pada musim tanam dan musim panen tiba. Pola perluasan kerja

ini dilakukan, mengingat tingkat akses masyarakat Desa Moyo dan

persawahan cukup jauh dan berfariasi dengan komulasi, dari Desa Moyo ke

Orong Serading mereka mendapat Rp 7.000, ke Orong Masin Rp 5.000,

Orong Sabeta Rp 2.000, Orong Sajeruk 3.000. Masyarakat Desa Moyo juga

banyak memanfaatkan tukang ojek dalam mengangkut hasil panen

padi/kacang hijau mereka. Dari pola perluasan kerja sebagai tukang ojek

masih menjanjika di Desa Moyo dan itu juga lepas dari musim sepinya

(wawancara dengan bapak Husen 19 juni 2010).

Strata Bawah seperti usaha bakulan (sayur mayur), dan Nganyuk ikan

(membeli dan menjul ikan). Pola perluasan kerja pada usaha bakulan ini

dilakukan setiap paginya dengan proses pengambilan/pembelian keperluan

jualnya (sayur-sayuran,jajanan dll). Berangkat dari habis subuh ke Kota

Kabupaten (Sumbawa Besar) dengan menempuh jarak ± 13 Km, pasnya di

pasar Seketeng dan kembalinya jam 06:30 sd jam 07:00 pagi,mereka ini

berangkat menggunakan sepeda motor sendiri dan ada juga yang memakai

ojek. Ruang lingkup jualnya di Desa Moyo dan Desa Moyo mekar dengan

Page 76: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxvi

proses dari rumah kerumah, dan ada juga yang menjualnya di pasar Desa

Moyo Mekar (wawancara dengan ibu Daya 20 juni 2010).

Pola perluasan kerja pada usah nganyuk ikan (jual beli ikan) ini dilakukan

setiap pagi di pasar Desa Moyo Mekar prosesnya, para penganyuk ini

mengambil/membeli ikan pada nelayan dari Labuhan Ijuk, dan Labuhan

Perajak. Umumnya ikan itu di datangkan sendiri oleh para Ibu-ibu yang juga

berpropesi sama dalam arti tangan kedua dan para penggayuk ikan yang di

Desa Moyo menjadi tangan ke tiga. Dalam proses penjualannya, mereka

sebelunya menjual langsung di pasar Desa Moyo Mekar kemudian dibawah

keliling ke dalam kampung (wawancara dengan ibu Fatimah 12 juni 2010).

D. Faktor Pendorong Perluasan Kerja Di Luar Sektor Pertanian

Secara umum faktor pendorong perluasan kerja di Desa Moyo tidak

terlepas dari proses pemanfaatan peluang ekonomi terhadap tuntutan

pemenuhan kebutuhan hidup secara makro. Baik strata atas, menengah dan

bawah ditinjau dari segi individu ataupun komunal (kelompok) terlihat adanya

persaingan dalam tuntutan ketercapaian taraf hidup yang lebih mapan

(wawancara dengan Ibu Nurbayati 19 juni 2010).

Bagi strata atas yang menjadi faktor pendorong perluasan kerja di luar

sektor pertanian adalah selain penambahan kekayaan juga dengan luasnya

keinginan untuk menambah status mereka yang lebih tinggi lagi di dalam

masyarakat (Pertahankan status), menyekolahkan anak mereka ke sekolah

yang lebih tinggi, terlihat banyaknya dari mereka yang menyekolahkan

anaknya keluar Kota Kabupaten Kabupaten, juga sebagai infestasi dengan

membeli tanah dan hewan ternak.

Bagi strata menengah Tekanan ekonomi otomatis menjadi pemacu untuk

lebih meningkatkan taraf hidup, bagi strata menengah ini selain menjadi

tukang kayu, berkios, tukang ojek dan lain-lain mereka juga memanfaatkan

anak/istri mereka untuk menjadi tenaga kerja ke Arab Saudi. Mengingat juga

peluang yang mereka lihat begita meyakinkan serta banyaknya sponsor yang

menyalurkan mereka terhadap celah keberhasilan yang 90 % dapat diraih dan

Page 77: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxvii

itupun dapat terbukti dengan adanya masyarakat Desa Moyo yang menjadi

tenaga kerja ke Arab Saudi pulang dengan keberhasilan dan hasil yang

memuaskan. Dengan hasil ini mereka dapat membangun rumah, membeli

tanah dan hewan ternak.

Pasang surutnya laju perekonomian bangsa cukup mempengaruhi terhadap

kelancaran usaha masyarakat Desa Moyo dan untuk memaksimalkannya

sebagian masyarakat Desa Moyo juga Doble propesi dari tukang bangunan

juga bekerja sebagai tukang ojek dari tukang ojek juga bekerja sebagai calo

jual beli hewan Ternak dll.

Bagi strata bawah faktor pendorong dalam melakukan perluasan kerja di

luara sektor pertanian dengan kuat dan tekat keinginannya untuk bisa dapat

meningkatkan status/strata mereka di dalam masyarakat juga sebagai usaha

untuk menutupi kekurangan dalam mengkonsumsi kebutuhan hidup serta

biaya-biaya lainnya.

Secara umum dalam hal faktor yang mendorong perluasan kerja di luar

sektor pertanian ini masyarakat Desa Moyo tidak terlepas dari penanaman

fikir mereka terhadap pentingnya pendidikan dalam peningkatan strata dan

taraf hidup yang lebih memadai, ini terlihat banyaknya anak yang melanjutkan

sekolahnya kejenjang yang leih tinggi yaitu dari Sekolah Menengah Tingkat

Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT).

pendidikan di masyarakat Desa Moyo dibiyayai oleh hasil pertanian dan

perluasan kerja di luar sektor pertanian seperti usaha dagang, peternakan, dan

merantau keluar negeri dengan tidak putus asa mereka tetap kontinu

melakukan pekerjaan ini dengan anggapan hasil yang nyata untuk hasil

pekerjaan ini adalah keberhasilan anaknya dalam menuntut ilmu.

Page 78: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxviii

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Stratifikasi sosial petani di Desa Moyo terlihat dengan masih berorientasi

pada kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian, penguasaan lahan

pertanian ini di Desa moyo dapat dilihat dengan penguasaan milik sendiri,

dengan membeli kontan dan penyewaan-penyewaan.

2. Untuk mencapai stratifikasi sosial petani di Desa Moyo tidak terlepas dari

hasil pertanian misalkan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi,

memperluas lahan pertanian, membuat rumah, membeli alat transportasi

(mobil, speda Motor), biaya haji dll.

3. Selain dari hasil pertanian stratifikasi sosial di Desa Moyo dibentuk atau

dipengruhi oleh hasil merantau ke luar negeri dan dari hasil usaha

perdagangan.

4. Di Desa Moyo secara umum stratifikasi sosial pertanian dan stratifiksasi

sosial berdasarkan kreteria ekonominya adalah sebgai berikut:

a. Strata atas adalah mereka yang mengelolah sawah/tanah dengan

memanfaatkan teknologi milik sendiri dan dengan memperkerjakan

strata menegah dan bawah.

b. Strata menengah yaitu mereka yang menggarap sawah/tanah mereka

sendiri juga dari strata bawa dan memanfaatkan teknologi/mesin

traktor, mesin perontok padi dari strata atas.

c. Strata bawah yaitu mereka yang menggarap tanah sendiri dan bekerja

sebagai buruh tani di sawah atau ladang kelas atas dan menengah

d. Kelas ekonomi atas yaitu mereka yang mempunyai hasil pertanian

banyak(lahan luas), hasil dagang dan Pegawai Negeri Sipil serta dari

hasil usaha/bisnis.

Page 79: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxix

e. Kelas ekonomi menengah yaitu mereka yang hasil pertanian dibawah

strata atas, Pegawai Negeri Sipil, hasil merantau ke Arab Saudi dan

berdagang

f. Kelas ekonomi bawah yaitu mereka yang menarik pendapatan dari

hasil pladen/buruh, menjalankan traktor dan tukang ojek.

5. Secara umum masyarakat Desa Moyo adalah bekerja sebagai petani dan

dalam perluasan kerja di luar sektor pertanian masih bersifat relatif artian

dari mayoritas masyarkat Desa Moyo bekerja di luar sektor pertanian

dianggap pekerjaan sampingan, mengisi waktu luang sambil menanti

musim tanam ataupun musim panen.

6. Dalam perluasan kerja di luar sektor pertanian oleh masing-masing

strata/tingkatan yang ada di Desa Moyo, pola perluasan kerjanya

disesuaikan dengan stratanya atau menyesuaiakn diri dengan kehormatan

yang dimilikinya.

7. Perluasan kerja di Desa moyo sifatnya juga masih bergantung pada musim

dan ada yang tidak bargantung dengan musim artian mempunyai peluang

kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

8. Pola-pola perluasan kerja di luar sektor pertanian di Desa Moyo adalah :

a. Perluasan kerja pada strata atas adalah mereka yang berdagang. Sangat

terlihat sekali pada mereka dengan usaha atau bentuk barang yang

diusahakan adalah usaha mini market. Pola perluasannya dengan

berdagang dengan menjual barang kebutuhan sehari-hari, perlengkapan

memasak, manjual pulsa dan aksesoris HP serta barang-barang lipat.

b. Strata menengah, mereka dalam melakukan perluasan kerja di luar

sektor pertanian adalah dengan usaha pertukangan (tukang kayu dan

bangunan), membuka kios, tukang ojek. Jika dipertukangan yang pada

umumnya masyarakat Desa Moyo dalam membangun yaitu pada

musim habis panen yaitu berkisar antara bulan april-september dengan

sistem borongan. Pola perluasan kerja bagi usaha kios kecil-kecilan

yang pemanfaatannya di rumah-rumah mereka, Setiap tahunnya dengan

Page 80: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxx

pembelian barang pada mobil-mobil Bok yang setiap minggunya

datang. Mereka juga ada yang membeli barang dagangannya ke kota

kabupaten (Sumbawa Besar). Pola perluasan kerja bagi tukang ojek

adalah dengan mempasilitasi para petani untuk menjangkau lahan-lahan

pertanian mereka

c. Strata bawah perluasan kerja yang dilakukan adalah usaha bakulan

(sayur mayur), dan nganyuk ikan (membeli dan menjul ikan). Bagi

usaha bakulan pola perluasan kerjanya dengan menjual barang

dagangan mereka di Desa Moyo dan Desa Moyo Mekar dan pasar Desa

Moyo Mekar. Pola perluasan kerja bagi penganyuk ikan adalah dengan

pengambilan ikan di tangan kedua yang dijual di pasar Desa Moyo

Mekar dan keliling di Desa Moyo dan Moyo Mekar.

9. Faktor pendorong perluasan kerja di luar sektor pertanian di Desa moyo

adalah sebagai berikut :

a. Proses pemanfaatan peluang ekonomi terhadap tuntutan pemenuhan

kebutuhan hidup secara makro.

b. Bagi strata atas, untuk menyekolahkan anak mereka ke tingkat yang

lebih tinggi, mengimfestasikan dengan membeli tanah dan hewan

ternak.

c. Bagi strata menengah tekanan ekonomi yang memaksimalkan mereka

kepada upaya pengejaran setatus dengan banyak yang memanfaatkan

anak/istri mereka untuk bekerja di luar negeri yang hasilnya untuk

membeli rumah, tanah dan hewan ternak.

d. Bagi strata bawah adalah dengan upayah meningkatkan status/strata

mereka ke yang lebih tinggi serta biayah pemenuhan kebutuhan yang

lainnya.

e. Ketercapaian taraf hidup yang lebih mapan

f. Biaya pendidikan.

Page 81: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxxi

B. Saran

Setelah mengadakan penelitian, mendeskripsikan, membahas dan

menyimpulkan, maka peneliti dapat menyampaikan saran-saran sebagai

berikut:

1. Bagi masyarakat yang sudah menempatkan strata supaya sadar pada posisi

masing-masing pada strata yang sudah dimilikinya agar digunakan dalam

kehidupan sehari-hari tidak dijadikan sebagai penampakan yang negative

tetapi sebagai pendorong bagi mereka yang masih di strata bawahnya.

2. Bagi mereka yang belum mendapatkan posisi yang diinginkan di dalam

masyarakat, supaya giat belajar dan bekerja lewat pemanfaatan lahan yang

dimiliki dan berusaha malakukan perluasan kerja agar bisa dijadikan

sebagai modal ke strata yang dicita-citakan.

3. Bagi masyarakat yang memiliki strata, agar yakin supaya strata yang

dimilikinya itu dari Allah S.W.T, dan itu merupakan amanah yag harus

dijaga sebaik-baiknya melalui tindakan sosial yang bermanfat bagi orang

lain.

4. Bahwa stratifikasi sosial itu adalah penempatan seseorang sesuai dengan

haknya setelah mengerjakan kewajibannya, oleh karna itu maka dalam

kehidupan bermasyarakat supaya saling bertoleransi sesama strata agar

tidak menjadi konflik antar strata.

5. Bagi pemerintah dalam menjalankan kebijakan dan berhubungan dengan

posisi/strata ini supaya objektif agar tidak terjadi korupsi kolusi dan

nepotisme (KKN) atau kecemburuan sosial tiap-tiap strata.

6. Bagi mereka yang berminat mengadakan lebih lanjut tentang analisis

stratifikasi sosial petani dan perluasan kerja di luar sektor pertanian agar

meneliti permasalahan yang sama dengan Desa yang mempunyai

stratifikasi sosial yang ada di daerah anda agar data yang didapatkan bisa

dijadikan studi perbandingannya.

7. Bagi para pembaca agar menyampaikan saran maupun kritik yang

konstruktif, baik secara lisan maupun tidak lisan agar dapat dijadikan

Page 82: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxxii

sebagai sarana penunjang kesempurnaan tulisan ini khususnya dan karya-

karya ilmiah berikutnya.

Page 83: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxxiii

DAFTAR PUSTAKA

Ario Adityo (2008). The History Of All Hitherto Existing Society Is The History

Of Class. http://arioadityo.multiply.com/jurnal/item/7/stratifikasi sosial 9

May 2008

Akatiga (2010). Akatika Pusat Analisis Sosial

http://www.akatiga.org/index.php/penelitian. 2010.

Dennis Wrong ( Ed). 2003. Max Weber Sebuah Khasanah. ikon teralitera.

Yogyakarta.

Forum Desa (2010). www.forumdesa.org. 26 April 2010

Jabrohim, ed. 2006. Menggapai Desa Sejahtera Menuju Masyarakat Utama.

Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan bersama

dengan Pustaka Pelajar. Celeban Timur UH III / 548. yogyakarta.

Hamdi (2008). Stratifikasi sosial petani dan perluasan kerja di luar sektor

pertanian (studi pada masyarakat Desa Kaselet kecamatan sakra kabupaten

lombok timur). STKIP Selong

Kompas (2010). Amanat Hati Nurani Rakyat.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/21/03360379/izin.hanya.bagi.usa

ha.tani.25.hektar.ke.atas. Rabu, 21 April 2010

Kontjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Bineka Cipta. Jakarta.

Resa (2009). Metode Naratif Didalam Ilmu-Ilmu

Sosial.http://rezaantonius.wordpress.com/2009/11/28/metode-penelitian-

naratif/. 28 November 2009

MU (2007). Kinerja Non-Pertanian.

pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Semnas4Des07_MU_Kecuk.pdf. 4 Des

2007

Nurmanaf Rozany (2004)http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(7) soca-rozany-sektor

luar pert(1).pdf. 2004

Setio Sapto Nugroho (2010)

peraturan pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun

2010.www.depdagri.go.id/media/documents/2010/03/22/.../pp_no.18-

2010.doc. 28 Januari 2010

Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Rajagrafindo Persada.

Jakarta.

Page 84: ANALISIS STRATIFIKASI SOSIAL

lxxxiv

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. CV.

Bandung.

Wangsa Jaya’s Weblog. 2008. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data.

http://wangsajaya.woropress.com/2008/11/19/metode-dan-instrumen

pengumpulan-data/. 19 November 2008

Wardi Bachtiar. M.S. 2006. Sosiologi Klasik. PT Remaja Rosada Karya.

Bandung.

Wiki Pedia (2010).Desa. http://www.wrm.org.uy/bulletin/87/Indonesia.html.5

Februari 2010