Artikel PR - Waway

download Artikel PR - Waway

If you can't read please download the document

Transcript of Artikel PR - Waway

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Umum (Mempertegas Landasan Filosofis PAI dalam upaya pengembangan PAI di SMU) I. Latar Belakang MasalahEra globalisasi yang ditandai dengan disorientasi nilai dan degradasi moral merupakan sebuah gambaran dunia yang semakin sempit. Pada saat ini tidak ada satu pun daerah di belahan dunia ini yang terlepas dari sorotan Media Massa. Hanya tinggal klik melalui internet kita akan segera mengetahui apa yang sedang terjadi di belahan dunia lain. Pendeknya dengan adanya internet yang dikenal sebagai 'dunia maya', berita atau informasi-informasi apapun yang kita butuhkan baik yang positif maupun negatif bisa didapatkan dengan lengkap hanya dalam hitungan detik. Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tersebut akan menunjang terbentuknya manusia-manusia yang katanya- berperadaban modern. Implikasinya, peradaban modern yang cenderung materialistik telah melahirkan manusia-manusia yang kehilangan keseimbangan dalam unsur pembentukan diri, yakni keseimbangan fisik-material dan spiritual. Ia memberi perhatian terhadap fisik-material lebih dari perhatiannya terhadap aspek spiritual.1 Kondisi ini mengakibatkan manusia seakan-akan didorong untuk memasuki suatu peradaban yang bercorak sangat fisikal dan materialistik, sehingga mengalami ketidakseimbangan dalam pengembangan unsur-unsur pembentukan dirinya yang akan mengarah pada proses dehumanisasi. Peradaban dunia yang cenderung materialistik itu dengan cepat mengakar ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali wilayah-wilayah yang dihuni oleh kaum muslimin, diantaranya Indonesia. Topangan teknologi tinggi dalam bidang komunikasi dan transportasi telah menyebabkan terjadinya transformasi budaya yang berjalan sangat cepat. Sehingga dampaknya pun dapat terasa sangat cepat pula. Semuanya mengalir demikian cepat, sehingga mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan manusia yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit dan masalahmasalah dalam kehidupan manusia yang menuntut penyelesaian secara tepat dan cepat.1 Anwar, Syaeful. Implementasi portfolio based learning dalam pengajaran agama islam di perguruan tinggi umum. Tesis UIN SGD Bandung, 2007. Hlm 3Celakanya, dis-orientasi nilai yang terjadi di masyarakat tidak terjadi di satu bagian kasta saja, namun merata di hampir seluruh lapisan masyarakat dari mulai lapisan bawah hingga lapisan atas. Sebut saja beberapa kasus di lapisan yang hangat dibicarakan mengenai kasus bail-out Bank Century oleh pejabat Bank Indonesia, Kasus suap hingga diskriminasi yang terjadi pada sebagian aparat penegak hukum, sampai di lapisan bawah dimana seorang bapak tega membunuh kemudian menyodomi anak-anak asuhnya. Belakangan, sistem pendidikan pun tidak terlepas dari kritikan, dimana beberapa kalangan memandang pendidikan di Indonesia kering nilai. Beberapa kritikan tajam menyebutkan bahwa maraknya kejahatan yang dilakukan oleh sebagian peserta didik merupakan cerminan kegagalan sistem pendidikan nasional. Semisal tawuran pelajar yang kembali marak terjadi, genk motor pelajar, hingga kerusuhan suporter sepakbola yang sebagian besarnya merupakan kalangan remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Uraian tersebut jika diperhatikan sekilas terasa benar, akan tetapi tampaknya memerlukan sebuah kajian mendalam, apakah benar pendidikan di Indonesia telah gagal? Pertanyaan tersebut terasa wajar sekalipun terkesan memihak dan Apologetik, namun menurut hemat penulis mesti diungkapkan. Kita tidak boleh menutup mata bahwa di sisi lain, hasil pendidikan nasional telah berhasil mengharumkan nama bangsa di mata Internasional. Beberapa siswa terpilih berhasil memperoleh prestasi tinggi dalam berbagai olimpiade sains tingkat Internasional. Sehingga, dalam sebuah sambutan pembukaan acara workshop di Jakarta, Fasli Jalal menyebutkan bahwa sistem pendidikan yang dibangun kedepan mestilah tidak kering dari nilai dan mengarah kepada character building.2 Jika kita merujuk pada landasan Yuridis pendidikan nasional, maka akan kita temukan pada Undang-Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyebutkan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada2 Dirjen Dikti dalam sambutan pembukaan Workshop Nasional MPK-PAI, Jakarta, Agustus 2009Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Syahidin berpendapat bahwa dilihat dari segi tujuannya, bisa dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia mungkin merupakan pendidikan yang terbaik dan terlengkap di seluruh dunia. Bangsa kita menghendaki kaum terpelajar kita bukan sekedar berilmu, cakap, dan kreatif (dimensi intelektualitas), tapi juga beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (dimensi religiusitas) serta berakhlak mulia (dimensi moralitas) dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung-jawab (dimensi kebangsaan). Pendidikan Agama Islam sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional mempunyai peranan penting dalam ketercapaian tujuan yang sangat agung tersebut. Namun di sisi lain, fakta dilapangan menunjukan bahwa pendidikan agama islam masih dihadapkan pada berbagai persoalan pelik menahun. Doktrinasi keagamaan yang dilakukan di sekolah dasar dan menengah melalui mata pelajaran pendidikan agama islam terlihat seolah menegakan benang yang tidak kunjung berhasil. Tampaknya harus ada inovasi dan pengembangan pendidikan Agama Islam di sekolah menengah, terlebih sekolah menengah umum yang hanya memberikan 2 jam perminggu untuk mata pelajaran PAI. Inovasi dan pengembangan itu pun harus berangkat dari landasan awal sehingga bisa menemukan prinsip-prinsip untuk melakukan pengembangan lebih lanjut. Ada 4 (empat) landasan didalam system pendidikan nasional, yaitu landasan filosofis, landasan yuridis, landasan historis, dan landasan pedagogis. Tulisan ini hanya membahas satu landasan yaitu landasan filosofis. Pada gilirannya, ketegasan hakikat pendidikan agama islam di SMU akan menemukan prinsip-prinsip yang akan digunakan untuk mengembangkan pendidikan agama islam. II. Pembahasan A. Pendidikan Agama Islam, Hakikat dan Tujuan. Pendidikan, pada hakikatnya adalah usaha dan upaya bersama yang dilakukan secara sadar, serius, dan sungguh-sungguh dalam rangka membangunwatak dan karakter peserta didik secara komprehensif. Konferensi internasional pertama tentang pendidikan Islam di Mekkah (1977) memberikan rekomendasi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah Education should aim at the balanced growth of the total personality of man, through the training of mans spirit, intellect the rational itself, feelings and bodily senses ..... both individually and collectively and motivate all these aspect toward goodness and attainment of perfection .. these at complete submission to Allah on the level of the individual, community at large , menumbuhkan kepribadian manusia secara totalitas mencakup seperti semangat, kecerdasan, perasaan dan sebagainya, baik dalam kehidupan pribadinya, masyarakatnya untuk melakukan kebaikan dan kesempurnaan, serta dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT, melalui tindakan pribadi, masyarakat maupun kemanusiaan secara luas.3 Pengertian berdasarkan hasil kongres itu sendiri tidak secara mutlak diterima sebagai definisi baku dari pendidikan. Sulitnya membakukan definisi pendidikan menurut Ahmad Tafsir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Banyaknya jenis kegiatan yang dapat dikatakan sebagai kegiatan pendidikan;2. Luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan.4Begitu luasnya aspek pendidikan, sehingga sulit untuk ditentukan batasan yang tegas dan definisi yang disepakati bersama. Maka pantas apabila John Dewey, memberikan pengertian pendidikan sebagai kehidupan itu sendiri.5 Namun begitu, kiranya definisi berdasarkan hasil konferensi tersebut bias dipakai sebagai acuan dalam pembicaraan tentang pendidikan agama Islam. Endang Saifuddin Anshari memberikan definisi Pendidikan Islam sebagai proses bimbingan oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa dan raga objek didik dengan bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengakapan yang ada kea rah tercapainya pribadi3 Hafidhuddin, Didin. Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Agama. (Makalah yang disampaikan pada Workshop Nasional Standarisasi MPK-PAI Jakarta 13 Agustus 2009) hlm.1 4 Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam persfektif Islam. (Bandung : Remja Rosdakarya. 2008) hlm. 26 5 Fakhir Aqil. Tarbiyyah Qodimuha wa Hadisuha (Beirut : Darul ilmu li al-Mualimin. 1985) hlm.333tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.6 Era Reformasi selain melahirkan perubahan dan perkembangan positif, seperti demokratisasi bidang sosial dan politik, juga tak terhindarkan memicu munculnya krisis multi-dimensional, yang hingga saat ini belum terselesaikan secara menyeluruh, sebaliknya ada kecenderungan semakin memprihatinkan. Jika dicermati, akar krisis multi-dimensional ini terletak pada kemerosotan akhlaq. Suatu keniscayaan bagi setiap elemen bangsa untuk memiliki kepedulian terhadap problematika yang dihadapi bangsa dan negara. Salah satu yang sangat diharapkan peran dan kontribusinya dalam menyelesaikan problematika tersebut adalah Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah Menengah Umum (SMU). PAI memiliki peran strategis dalam upaya menyiapkan Peserta Didik menjadi generasi penerus, yang memiliki integritas moral dan akhlaq serta keberagamaan yang kokoh. Peran strategis PAI ini sangatlah beralasan karena berdasarkan Kepmen Diknas Nomor : 232/U/2000, merupakan salah satu matapelajaran yang diarahkan untuk membentuk karakter dan sikap keberagamaan dalam kehidupan mahasiswa serta menjadi landasan dalam mengembangkan ilmu yang ditekuninya. Para tokoh pendidikan Islam di Indonesia7 sepakat akan pentingnya pendidikan agama diberikan dalam pendidikan formal sejak tingkat Taman KanakKanak sampai Perguruan Tinggi. Mereka mengakui bahwa pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum, khususnya di tingkat Perguruan Tinggi dihadapkan pada berbagai tantangan berat. Tampaknya, cukup berat tugas dan tantangan pendidikan agama dan pendidik agama di Indonesia. Islam diyakini sebagai sebuah agama yang memiliki ajaran yang lengkap dan sempurna8. Tapi pendidikan formal kita tidak mungkin mampu menjelaskan kelengkapan dan kesempurnaan agama Islam karena jumlah jam pendidikan agama dalam kurikulum nasional kita sangat terbatas (SD s.d. SMA hanya 2 jam perminggu, sementara di universitas hanya 2-4 SKS dari6 Endang Syaifuddin Anshari. Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam. (Jakarta: Usaha Enterprise. 1976) hlm.85. Baca : Azyumardi Azra. Esei-esei Intelektual Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacan Ilmu. 1999)hlm. 6 7 Diantara para tokoh tersebut adalah Prof. Harun Nasution yang menegaskan urgensi pendidikan Agama. Selain itu ada juga Prof. Nurchalis Madjid, Prof. Zakiah Daradjat, prof. Hasan Langgulung, dll. 8 Al Maududi, AA. Azas Islam, Konsep Dasar Memahami Islam. (Surakarta: Media Insani, 2002) hlm.3total 144 SKS). Padahal, pengembangan kepribadian manusia Indonesia yang berwawasan religius, berwawasan kebangsaan, peradaban dan kebudayaan Indonesia adalah hal sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pemerintah, Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.9 Kebutuhan akan pentingnya pengembangan kepribadian bangsa Indonesia berwawasan religius, berwawasan kebangsaan, berperadaban dan berkebudayaan Indonesia tersebut, dilatar belakangi oleh kajian historis bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, heterogen baik dalam tataran suku, agama, etnis di tengah arus dunia yang semakin mengglobal. Transformasi budaya antar bangsa di dunia saat ini melalui media telekomunikasi canggih seperti media internet tidak dapat dibendung, kecuali membentengi anak bangsa dengan nilai-nilai religius melalui pendidikan Agama Islam yang diberikan melalui pemahaman dan pengamalan ajaran Agama Islam secara ketat, yang diyakini dapat memberikan kemampuan untuk menilai baik dan buruk, benar dan salah, yang bermanfaat dan yang sia-sia menurut ukuran ajaran Agama Islam yang diyakini mutlak kebenarannya. Pendidikan Agama Islam dalam mencapai tujuan pendidikan nasional mempunyai peranan yang sangat strategis, karena tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian integral dari tujuan Pendidikan Nasional. Maka konsekwensi logisnya adalah tujuan pendidikan nasional akan tercapai apabila tujuan pendidikan Agama Islam sebagai tujuan antara telah dicapai terlebih dahulu. Sehingga, isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Agama karena setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pendidikan agama dari guru-dosen yang seagama.109 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Bab IV, Pasal 9. 10 Ibid. Lebih lanjut ketentuan UU secara jelas mengatur yakni : a. mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Maka yang wajib diberikan dari Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi adalah Pendidikan Agama Islam bagi peserta didik yang beragama Islam.Tenaga pendidik harus kreatif mendampingi peserta didik dalam menemukan jadi dirinya. Sehingga tugas pendidik pada akhirnya tidak terbatas pada mendidik dan mengajari peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu, melainkan dari tidak bisa menjadi bisa. Implikasinya, pendidik bisa jadi mempunyai kedekatan khusus yang lebih kepada peserta didik dibandingkan guru pada mata pelajaran yang lainnya. Turunan amanat UUSPN telah jelas pula mengatur agar dapat melahirkan peserta didik yang mempunyai kompetensi baik kompetensi sub stantif maupun kompetensi metodologis. Kompetensi substantif adalah peserta didik menguasai sejumlah nilai agama, nilai budaya, dan memiliki kepribadian. Sedangkan kompetensi metodologis adalah menghasilkan peserta didik yang memiliki keterampilan, terutama dalam menggunakan perangkat teknologi. Tugas para pendidik dan seluruh stakeholder yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagaimana amanat UUSPN dan UUGD adalah mewujudkan kompetensi dasar PAI agar peserta didik mampu menjawab tantangan yang sedang dihadapi. Dalam penelitian ditemukan bahwa mayoritas peserta didik yang sukses adalah yang mempunyai kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual secara seimbang dengan kecerdasan intelektual. Karenanya kompetensi dasar harus dipormulasikan lebih aplikatif dalam berbagai modul dan model pembelajaran.11 B. Profil Lulusan Sekolah Menengah Umum Berangkat dari pemahaman tujuan pendidikan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Maka profil lulusan hasil pendidikan menengah umum idealnya menghasilkan lulusan yang memenuhi kriteria tersebut. Oleh sebab itu proses pendidikan memegang peranan penting dan tidak bias diabaikan begitu saja. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa setelah lulus dari SMU, peserta didik ini terbagi kedalam tiga klasifikasi. Ada yang melaanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi (Perguruaan Tinggi), sebagian ada yang melanjutkan ke jenjang11 Ibid. Kompetensi dasar mata kuliah Pendidikan Agama ialah membentuk mahasiswa beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT, berakhlak mulia, berkepribadian Islami, menjadi ilmuan muslim yang professional yang memiliki etos semangat kerja keras berjihad fisabilillah dalam kehidupan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, memiliki sikap toleransi dalam perbedaan dan memiliki rasa ukhuwah Islmiyah dan persudaraan demi persatuan umat dan kesatuan bangsa.karir (bekerja), dan sebagian lagi menjadi pengangguran. Tentunya masing-masing klasifikasi mempunyai kekhasan tersendiri. Mereka yang beruntung melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, ada sedikit harapan untuk meraih kehidupan dan kedudukan yang lebih layak dibanding yang lainnya. Kelompok kedua yang meraih pekerjaan, bias dikatakan lumayan beruntung karena mempunyai harapan untuk hidup lumayan layak. Namun ketika melihat kelompok ketiga, kehidupan dan harapannya lebih sedikit dibandingkan yang lainnya. Seringkali mereka yang masuk pada kelompok ketiga ini yang menjadi penyebab keresahan social. Ketika mereka menjadi pengangguran, maka mereka sulit untuk memperoleh penghidupan yang layak dan berkubang dalam kemiskinan. Kalau sudah seperti ini, maka akan muncul kejahatan-kejahatan dan penyimpangan social. Maka muncul pertanyaan, bagaimana peran pendidikan agama islam dalam memberikan bekal kepada peserta didik selama dan juga setelah mereka menyelesaikan studinya di SMU? Bekal yang dimaksud adalah minimal penanaman kepribadian untuk tidak mudah menyerah dan kreatif, terlebih dalam kondisi perekonomian yang serba sulit. Bukankan jika berangkat dari misi Islam diturunkan adalah untuk penyempurnaan akhlak, sebagaimana sabda Rasulullah saw: Sesungguhnya aku di utus, dengan misi untuk menyempurnakan akhlak (HR. siapa tuh? ) Dalam sebuah kisah disebutkan, ketika RibI bin Amr ditanya oleh Rustum tentang misi Islam. RibI menjawab bahwa misi islam adalah melepaskan manusia dari penghambaan terhadap sesama manusia menjadi hanya kepada Allah swt saja.hadits dan kisah diatas, kiranya menjadi gambaran titik tolak kemana arah pendidikan agama islam. Bahwa dalam tataran ideal, peserta didik yang sudah mengenyam pendidikan agama islam bisa menjadi bekal keilmuannya untuk terjun dalam kehidupan di masyarakat dan menjadi pribadi yang mempunyai moral islam dan akhlak terpuji. Al Ghazali menyebut moral islam sebagai tingkah laku seseorang yang munculsecara otomatis berdasarkan kepatuhan dan kepasrahan Allah yang Maha Universal.12 Adapun Ibnu Miskawaih menyebutkan moral secara umum sebagai jalan pertengahan. Yang dimaksudjalan pertengahan disini adalah keseimbangan, moderat, utama, mulia atau posisi tengah antara dua posisi ekstrem jiwa manusia.13 Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Mukhtashor Minhajul Qoshidiin bahwa akhlaq merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.12 Fauzul Iman, Moral Islam. Republika 28 Januari 2010, hlm.1 13 Durrotul Mufidah, Kelahiran Para Tokoh Muslim di Bidang Pendidikan dalam Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Editor Prof Dr. Suwito, MA dan Fauzan, MA). Jakarta : Kencana, 2008) hlm. 80