Artikel Jurnal Terasi

9

Click here to load reader

Transcript of Artikel Jurnal Terasi

Page 1: Artikel Jurnal Terasi

Vol 6 no 2 Th 2010 Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi

http://jurnal.unimus.ac.id 21

PENGGUNAAN ZAT WARNA “RHODAMIN B” PADA TERASI

BERDASARKAN PENGETAHUAN & SIKAP PRODUSEN TERASI DI

DESA BONANG

KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG

Rahayu Astuti1, Wulandari Meikawati2, Siti Sumarginingsih3

1,2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang 3 Balai Besar POM Semarang

Email: [email protected]

ABSTRACT Background: Rhodamin B is colour substances who may not to add to food, based on PERMENKES No. 239/MEN.KES/PER/V/85, it is dangerous for health because it`s carsinogenic and poisonous substance. Purpose: This research aim to measure and analyze Rhodamin B on terasi based on the terasi producer`s knowledge and attitude in Bonang Village, Lasem District, Rembang Regency.

Methods: This is Explanatory Research, the method that used to survey with the 30 sample.

Responden is producer’s terasi. Terasi samples tested in laboratorium of “Balai Besar POM

Semarang”. The statistical test used Chi Square Test or Fisher Exact Test.

Results: Most of the terasi samples (70%) contains Rhodamin B. Responden’s knowledge

about Rhodamin B the most classified “moderate” is 13 person (43,3%). The most of terasi’s

producent (63,3%) don’t know about dangerous colour substances, 63,3% responden claim

that Rhodamin B is food colour and they used to colouring the terasi. They argumented

adding Rhodamin B to terasi in order to terasi’s colour more attractive. But most of

responden (60%) have attitude was “support”, this means that most of producent have

positive attitude (support) this means that responden not agree with using Rhodamin B to

terasi., although in practice adding it to terasi.

Conclusions: There is a significant association between the level of producer’s knowledge

with the used of Rhodamin B on terasi (p-value 0,0031) and there is a significant association

too between the producer’s attitude with the used of Rhodamin B on terasi (p-value 0,049)

in Bonang Village, Lasem District, Rembang Regency. Keywords: Knowledge, Attitude, Rhodamin B, Terasi

ABSTRAK Latar belakang: Rhodamin B adalah zat warna yang tidak boleh ditambahkan ke dalam

makanan menurut PERMENKES No. 239/MEN KES/PER/V/85 merupakan bahan

berbahaya bagi kesehatan karena bersifat racun dan karsinogenik.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis Rhodamin B pada terasi

berdasarkan pada pengetahuan dan sikap produsen di Desa Bonang, Kecamatan Lasem,

Kabupeten Rembang.

Metode: Penelitian ini merupakan “Explanatory Research”, metode yang digunakan adalah

survey menggunakan 30 sampel. Responden adalah produsen terasi. Sampel terasi diuji di

laboratorium “Balai Besar POM Semarang”. Uji satatistik yang digunakan adalah Uji Chi

Square Test atau Fisher Exact.

Hasil: Sebagian besar sampel terasi (70%) mengandung Rhodamin B. Pengetahuan

responden tentang Rhodamin B sebagian besar dikategorikan “sedang” sebanyak 13 orang

(43,3%). Sebagian besar produsen terasi (63,3%) tidak mengetahui tentang zat warna yang

berbahaya, 63,3% responden juga mengatakan Rhodamin B adalah pewarna untuk makanan

dan mereka menggunakannya untuk pewarna dalam terasi. Mereka beralasan

menambahkan Rhodamin B ke terasi agar warrna terasi lebih menarik. Namun sebagian

besar responden (60%) bersikap mendukung, hal ini menununjukkan bahwa sebagian besar

produsen terasi bersikap positif (mendukung) artinya tidak setuju akan pemakaian

Page 2: Artikel Jurnal Terasi

Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones

http://jurnal.unimus.ac.id

22

Rhodamin B sebagai pewarna dalam terasi, walaupun dalam prakteknya menambahkannya

ke dalam terasi.

Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan produsen dengan

penggunaan zat warna Rhodamin B (p-value=0,0031) dan ada hubungan signifikan antara

sikap produsen dengan penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi (p-value=0,049) di

Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Rhodamin B, Terasi.

PENDAHULUAN

Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri

tekstil. Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik

di berbagai negara. Pangan yang ditemukan mengandung Rhodamin B

diantaranya kerupuk (58%), terasi (51%), dan makanan ringan (42%). Zat ini juga

banyak ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap

dan cendol. Rhodamin B sering digunakan sebagai zat pewarna pada kertas dan

tekstil, zat ini paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan

pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengonsumsi makanan yang

mengandung Rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak,

sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Dampaknya baru akan

kelihatan setelah puluhan tahun kemudian. Zat ini tidak layak untuk dikonsumsi,

jika sudah masuk dalam tubuh, maka akan mengendap pada jaringan hati dan

lemak, tidak dapat dikeluarkan, dalam jangka waktu lama bisa bersifat

karsinogenik 1. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.722/MenKes/Per/IX/88, Rhodamin B merupakan salah satu bahan

yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan 2.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Balai Besar POM Yogyakarta,

Semarang, maupun Medan, menunjukkan setengah dari contoh produk pangan

mengandung bahan tambahan pangan terlarang. Zat tambahan berbahaya yang

paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna Rhodamin B dan

methanyl yellow 3.

Laporan tahunan Balai Besar POM Semarang tahun 2008 dari 33 sampel

terasi yang dibeli dari penjual di Jawa Tengah baik yang di swalayan maupun

pasar tradisional menunjukan sebanyak 18 (55%) terasi positif mengandung

Rhodamin B 4. Sedangkan terasi yang beredar di kota Probolinggo sebagian besar

adalah terasi udang, berwarna merah dan coklat, berwujud padat. Hasil uji

laboratorium terhadap 10 sampel terasi menunjukkan 100% terasi mengandung

bahan tambahan berbahaya yaitu Rhodamin B dan 40% mengandung formalin.

Dari terasi yang telah diketahui mengandung Rhodamin B, sebagian besar (90%)

berwarna merah. Agar dilakukan penyebarluasan informasi tentang Bahan

Tambahan Pangan (BTP) yang aman terutama pewarna dan pengawet pada terasi

untuk meningkatkan pengetahuan, kepedulian serta tanggung jawab produsen,

distributor dan konsumen, serta peningkatan pengawasan yang berkelanjutan

terhadap keamanan pewarna dan pengawet terasi yang beredar 5.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bahan tambahan

pangan yang tidak di perbolehkan (Rhodamin B) masih dilakukan sehingga

Page 3: Artikel Jurnal Terasi

Vol 6 no 2 Th 2010 Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi

http://jurnal.unimus.ac.id 23

dipandang perlu untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. Penelitian dilakukan

pada produsen terasi di Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Masalah

yang akan diteliti adalah tentang penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi

yang dihubungkan dengan pengetahuan dan sikap produsen terasi. Tujuan dari

penelitian ini adalah menjelaskan hubungan antara pengetahuan dan sikap

produsen terasi dengan keberadaan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya

di Bonang Lasem Rembang.

METODE PENELITIAN.

Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian ”Explanatory Research”

yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian

hipotesis, dengan metode survei dan teknik pengambilan data dilakukan melalui

wawancara dengan alat bantu kuesioner yang dilengkapi dengan uji laboratorium,

dengan pendekatan belah lintang (Cross Sectional) dimana variabel bebas dan

variabel terikat yang diteliti diambil dan diukur pada waktu yang bersamaan

dan diobservasi sekali saja 6.

Sebagai populasi dalam penelitian ini produsen terasi di desa Bonang,

Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang yang berjumlah 30 orang sedangkan

Sampel diambil seluruhnya dari anggota populasi (sampling jenuh) sebanyak 30

orang. Sampel terasi yang diuji di laboratorium sebanyak 30 untuk mengetahui

penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi yang diproduksi oleh masing-

masing produsen terasi.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap

produsen terasi, sedangkan variabel terikatnya adalah penggunaan zat warna

Rhodamin B pada terasi. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square.

HASIL DAN PEMBAHASAN :

Analisis Univariat

Karakteristik Produsen terasi

Pada Tabel 1, 2 dan 3, dapat diketahui gambaran mengenai jenis kelamin,

umur dan tingkat pendidikan responden yang merupakan sampel dari penelitian

ini.

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

.

Jenis

Kelamin

Jumlah Persentase (%)

Laki – laki 8 26,7

Perempuan 22 73,3

Jumlah 30 100,0

Page 4: Artikel Jurnal Terasi

Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones

http://jurnal.unimus.ac.id

24

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

.

Umur Jumlah Persentase (%)

31 – 40 8 26,7

41 – 50 11 36,7

51 – 60 7 23,3

61 – 70 4 13,3

Jumlah 30 100,0

Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan

.

Tingkat

Pendidikan

Jumlah Persentase

(%)

Tidak Tamat SD 2 6,7

Tamat SD 13 43,3

Tamat SMP 11 36,7

Tamat SMA 3 10,0

Tamat Sarjana 1 3,3

Jumlah 30 100,0

Sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 22 orang (73,3%).

Usia responden persentase terbesar antara 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 11 orang

(36,7%) yang masih tergolong usia produktif. Dilihat dari pendidikannya,

persentase terbanyak responden berpendidikan tamat SD sebanyak 13 orang

(43,3%).

Pengetahuan responden tentang Rhodamin B

Tingkat pengetahuan produsen didasarkan pada pengetahuan mereka

tentang sejauh mana pengertian mereka tentang zat warna Rhodamin B, apakah

kegunaan dari zat warna Rhodamin B dan bagaimana dampak dari penggunaan zat

warna Rhodamin B tersebut.

Tingkat pengetahuan produsen dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan tentang

Rhodamin B

.

Pengetahuan Jumlah Persentase

(%)

Baik 7 23,3

Cukup 13 43,3

Kurang 10 33,3

Jumlah 30 100,0

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang Rhodamin B

persentase terbanyak dalam kategori cukup yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).

Page 5: Artikel Jurnal Terasi

Vol 6 no 2 Th 2010 Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi

http://jurnal.unimus.ac.id 25

Sebagian besar produsen terasi (63,3%) tidak mengetahui tentang zat

warna yang berbahaya, 63,3% responden juga mengatakan Rhodamin B adalah

pewarna untuk makanan dan mereka menggunakannya untuk pewarna dalam

terasi. Mereka menambahkannya dengan alasan agar warna terasi lebih menarik,

hal ini dinyatakan oleh 70% responden. Mereka juga tidak mengetahui bahaya

menambahkan Rhodamin B dalam makanan.

Terasi yang bermutu baik teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak

terlalu lembek, dengan kandungan protein 15-20 %, warna asli seperti tanah yakni

coklat kehitam-hitaman.

Sikap responden tentang Rhodamin B

Sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif (mendukung) dan

sikap negatif (tidak mendukung). Penilaian sikap dalam penelitian ini didasarkan

pada bagaimana tanggapan produsen terasi terhadap penggunaan zat pewarna

Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya dan dapat dilihat pada Tabel.5

Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap tentang Rhodamin

B

.

Sikap tentang

Rhodamin

Jumlah Persentase

(%)

Mendukung

(positif)

18 60,0

Tidak mendukung

(negatif)

12 40,0

Jumlah 30 100,0

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden bersikap

mendukung yaitu sebesar 18 orang (60%), sisanya bersikap tidak mendukung. Hal

ini mununjukkan bahwa sebagian besar produsen terasi bersikap positif

(mendukung) artinya tidak setuju akan pemakaian Rhodamin B sebagai pewarna

dalam terasi dan sikap tidak mendukung berarti setuju terhadap penggunaan

Rhodamin B ditambahkan pada terasi.

Identifikasi zat warna Rhodamin B pada terasi

Hasil Uji Laboratorium sampel terasi

Terasi hasil produksi responden diuji di laboratorium untuk mengetahui

ada atau tidak ada zat warna Rhodamin B dan dilakukan uji kualitatif. Adapun

hasil uji laboratorium seperti pada Tabel 6.

Page 6: Artikel Jurnal Terasi

Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones

http://jurnal.unimus.ac.id

26

Tabel 6. Distribusi frekuensi penggunaan zat pewarna Rhodamin B

.

Zat Pewarna

Rhodamin B

Jumlah %

Ada Rhodamin B

(positif)

21 70,0

Tidak ada

Rhodamin B

(negatif)

9 30,0

Jumlah 30 100,0

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar (70%) terasi yang

diperiksa mengandung Rhodamin B. Zat warna Rhodamin B sangat berbahaya

bagi kesehatan, apalagi jika dikonsumsi jangka panjang, Rhodamin B bisa

memicu kanker jika dikonsumsi tahunan, karena bukan pewarna untuk makanan,

karena Rhodamin B tidak bisa larut dicerna oleh tubuh, meskipun kadar

Rhodamin B dalam terasi sangat kecil, lambat laun akan terjadi penumpukan

dalam tubuh manusia. Penggunaan Rhodamin B dalam terasi disebabkan oleh

ketidakpahaman produsen terhadap bahaya zat pewarna tersebut. Padahal,

sebenarnya cita rasa bahan makanan itu tidak akan berubah tanpa zat pewarna itu.

Banyak produsen memakai Rhodamine B karena harganya murah dan warnanya

mencolok. Terasi yang mengandung zat pewarna berbahaya itu bisa dikenali

melalui tampilan fisiknya yang berwarna merah mencolok dan berpendar .

Analisis Bivariat

Hubungan Pengetahuan Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna

Rhodamin B pada Terasi

Hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan produsen terasi

dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Tabulasi Silang Hubungan Antara Pengetahuan Produsen Terasi

dengan Penggunaan Zat Pewarna Rhodamin B pada Terasi

Penge-

tahuan

Hasil Uji Kualitatif

Rhodamin B

Jumlah

Ada Tidak ada

Baik 4

(57,1%)

3

(42,9%)

7

(100,0%)

Cukup 7

(53,8%)

6

(46,2%)

13

(100,0%)

Kurang 10

(100,0%)

0

(0%)

10

(100,0%)

Jumlah 21

(70,0%)

9

(30,0%)

30

(100,0%)

Pada Tabel 7 menunjukkan sebagian besar responden yang

berpengetahuan baik namun ternyata (57,1 %) masih menggunakan Rhodamin B

Page 7: Artikel Jurnal Terasi

Vol 6 no 2 Th 2010 Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi

http://jurnal.unimus.ac.id 27

dalam terasi yang diproduksinya, demikian pula responden dengan pengetahuan

cukup, sebanyak 53,8% menggunakan Rhodamin B dalam terasi yang

diproduksinya. Dari 10 responden yang pengetahuannya kurang, seluruhnya

menggunakan Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Hasil analisis Fisher

Exact Test menunjukkan p value 0,031 (lebih kecil dari α, 0,05). Hal ini dapat

diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden

tentang Rhodamin B dengan penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi

yang diproduksinya. Terlihat responden yang kurangnya pengetahuan tentang

Rhodamin B, seluruhnya menambahkan Rhodamin B dalam terasi yang

diproduksinya.

Menurut Notoatmodjo, 2003 7, faktor pengetahuan mempunyai pengaruh

sebagai dorongan awal bagi seseorang dalam berperilaku. Sedangkan menurut

kerangka kerja Precede dari Green, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Pada umumnya

orang yang berperilaku baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik pula.

Sebaliknya perilaku yang kurang pada seseorang didasari oleh pengetahuan

yang kurang.

Dalam penelitian ini perilaku produsen terasi ditentukan oleh

pengetahuaannya. Produsen yang mempunyai pengetahuan baik tentang larangan

penggunaan Rhodamin B serta bahayanya cenderung tidak menggunakan zat

warna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Demikian pula produsen

yang mempunyai pengetahuan cukup cenderung untuk tidak menggunakan zat

warna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Sebaliknya produsen yang

mempunyai pengetahuan kurang tentang Rhodamin B akan menggunakan zat

warna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya.

Hubungan Sikap Produsen Terasi dengan Penggunaan Zat Pewarna

Rhodamin B pada Terasi

Hubungan sikap produsen dengan penggunaan Rhodamin B dalam terasi

yang diproduksinya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tabulasi Silang Hubungan Antara Sikap Produsen Terasi dengan

Penggunaan Zat Pewarna Rhodamin B pada Terasi

Sikap Hasil Uji Kualitatif

Rhodamin B

Jumlah

Ada Tidak

ada

Mendukung 10

(55,6%)

8

(44,4%)

18

(100%)

Tidak mendu-

kung

11

(91,7%)

1

(8,3%)

12

(100%)

Jumlah 21

(70,0%)

9

(30,0%)

30

(100,0%)

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 18 orang yang bersikap positif

(mendukung) terdapat 10 orang (55,6%) menggunakan zat pewarna Rhodamin B

Page 8: Artikel Jurnal Terasi

Rahayu Astuti, Wulandari Meikawati J Kesehat Masy Indones

http://jurnal.unimus.ac.id

28

dalam terasi yang diproduksinya dan 8 orang (44,4 %) tidak menggunakan zat

pewarna Rhodamin B. Responden yang bersikap negatif (tidak mendukung)

hampir seluruhnya menggunakan zat pewarna Rhodamin B yaitu 11 orang

(91,7%) dan hanya 1 orang (8,3%) yang tidak menggunakan zat pewarna

Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Berdasarkan pengujian Fisher

Exact Test diperoleh nilai p value sebesar 0,049 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap produsen dengan

penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya.

Sikap produsen yang tidak mendukung diantaranya dengan

mempertimbangkan harga Rhodamin B yang relatif lebih murah dibanding zat

warna alami sehingga lebih menguntungkan. Selain itu pewarna Rhodamin B

lebih tahan lama dibanding zat warna alami sehingga lebih menarik bagi pembeli.

Pada umumnya sikap menentukan perilaku, tetapi kadang-kadang antara

sikap dan perilaku tidak konsisten, artinya sikap tidak setuju tetapi

melakukan

tindakan juga. Demikian juga pada penelitian ini, meskipun 60% (18 orang)

produsen memiliki sikap mendukung, tetapi terdapat 55,6% (10 orang)

menggunakan zat pewarna Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya.

Sikap dan perilaku yang tidak konsisten ini, kemungkinan disebabkan oleh

rendahnya pengetahuan produsen tentang pewarna yang diperbolehkan maupun

yang dilarang. Dengan kata lain, produsen memiliki kemauan untuk menggunakan

zat warna yang tidak berbahaya bagi kesehatan (zat warna yang diperbolehkan)

akan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membedakan zat warna yang

dilarang dan yang diperbolehkan, maka pengetahuan produsen perlu ditingkatkan.

Peningkatan ini dapat dilakukan dengan peran aktif produsen untuk

mengikuti acara-acara atau pertemuan yang berkaitan dengan pangan atau

pertemuan yang berkaitan dengan peran atau melalui peran aktif pemerintah

melalui penyuluhan kepada produsen secara perseorangan maupun secara

bersama-sama. Faktor lain yang kemungkinan berpengaruh adalah ketersediaan

zat warna di toko-toko terdekat dan dalam kemasan-kemasan terkecil sekalipun.

Dalam hal ini penjual bahan kimia termasuk dalam prioritas utama. Penjual zat

warna dalam hal ini sebagai orang yang dianggap lebih mengetahui oleh produsen

terasi, juga perlu mendapatkan informasi yang benar mengenai zat warna yang

diperbolehkan untuk pangan, dengan ini penjual berkewajiban memberikan

informasi yang sebenarnya mengenai zat warna sesuai dengan yang akan dipakai.

Pengetahuan dan sikap bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang. Belum tentu mereka yang berpengetahuan dan bersikap baik

dapat dipastikan tidak menggunakan zat warna Rhodamin B karena terbukti

bahwa dalam penelitian ini mereka yang berpengetahuan baik dan bersikap positif

(mendukung) masih menggunakan zat warna Rhodamin B. Dari hasil wawancara

peneliti dengan responden diketahui bahwa sebenarnya responden memiliki

kemauan untuk menggunakan zat warna yang diperbolehkan untuk makanan,

tetapi karena harganya lebih mahal sehingga responden merasa keberatan dan zat

warna untuk makanan warnanya tidak menarik/mudah memudar sehingga

konsumen tidak menyukainya, meskipun demikian mereka berkeinginan untuk

menggunakannya dengan syarat bahwa hal ini harus dilakukan oleh semua

Page 9: Artikel Jurnal Terasi

Vol 6 no 2 Th 2010 Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi

http://jurnal.unimus.ac.id 29

produsen terasi di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang,

sehingga kemungkinan konsumen tetap mau untuk membeli terasi tersebut. Hal

ini juga didukung oleh Dinas Kesehatan setempat untuk menyediakan zat warna

yang diperbolehkan untuk makanan sehingga produsen diharapkan tidak

menggunakan zat warna yang dilarang untuk makanan.

KESIMPULAN

Sebagian besar (70%) terasi yang diteliti mengandung Rhodamin B. Terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan produsen dengan

penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya dan

terdapat hubungan yang signifikan antara sikap produsen dengan penggunaan zat

pewarna Rhodamin B pada terasi yang diproduksinya.

Saran bagi Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) melalui Dinas

Kesehatan Kota (DKK) setempat hendaknya lebih memperhatikan produsen terasi

yaitu dengan melakukan pembinaan dan pengawasan sehingga diharapkan

produsen terasi tidak menggunakan zat pewarna yang dilarang untuk bahan

pangan. Selanjutnya Balai POM melalui DKK setempat bisa memberikan sangsi

tegas supaya produsen tidak meremehkan, dapat melakukan pengawasan dengan

pengambilan sampel dan memberikan peringatan baik berupa teguran lisan

maupun teguran tertulis terhadap produsen yang masih menggunakan zat warna

yang dilarang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Food Watch Sistem Keamanan Terpadu. 2004. Bahan Tambahan Ilegal Boraks,

Formalin dan Rhodamin B. Food Watch. Jakarta.

2. Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/88 dalam Wisnu

Cahyadi, 2008, Analis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan, Bumi

Aksara.

3. Departemen Kesehatan RI. 2006. Bahaya Penggunaan Rhodamin B sebagai

Pewarna Makanan.

http://www,depkes.go.id/index.pt.p?option=viewarticle&sid=1556. Diakses

tanggal 29 Januari 2008.

4. Balai Besar POM Semarang. 2008. Laporan Hasil Pengujian Deputi III. Balai

Besar Pengawasan Obat dan Makanan. Semarang

5. Laraswati,Y. 2006 Keamanan Terasi ditinjau dari Penggunaan Bahan

Tambahan Pewarna dan Pengawet Sintetis:

http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl.s1-2008

6. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta.

Jakarta

7. Mutia SN. 2009. Sehatkan Jajanan di Sekolah? Jurnal Tekhnologi Pangan dan

Gizi Universitas Djuanda Bogor, 16 March 2009.

8. Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.PT.Rineka Cipta.

Jakarta.