Artikel Ilmiahmikha Alfensi)
-
Upload
mikha-alfensi-budiawan-kareho -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
Transcript of Artikel Ilmiahmikha Alfensi)
TEKNIK KONSERVASI MANGROVE DI TAMAN NASIONALBALI BARAT, KABUPATEN JEMBRANA,
PROVINSI BALI
ARTIKEL ILMIAH PRAKTEK KERJA LAPANGPROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh :
MIKHA ALFENSI BUDIAWAN KAREHOSIDOARJO - JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTANUNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA2011
TEKNIK KONSERVASI MANGROVE DI TAMAN NASIONALBALI BARAT, KABUPATEN JEMBRANA,
PROVINSI BALI
Artikel Ilmiah Praktek Kerja lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
MIKHA ALFENSI BUDIAWAN KAREHO
NIM. 060810160P
Mengetahui, Menyetujui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Dosen Pembimbing,
Universitas Airlangga
Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S. DEA Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.NIP. 19520517 197803 2 001 NIP. 19690912 199702 2 001
TEKNIK KONSERVASI MANGROVE DI TAMAN NASIONALBALI BARAT, KABUPATEN JEMBRANA,
PROVINSI BALI
Mikha Alfensi Budiawan Kareho dan Endang Dewi Masithah. 2011. 10 hal.
Abstrak
Mangrove merupakan tumbuhan yang berperan penting dalam ekosistem pesisir. Mangrove bisa menjaga stabilitas pantai, penyedia nutrien bagi biota perairan, dan sebagai tempat pemijahan (nursery ground). Tujuan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja serta mengetahui karakteristik, teknik konservasi dengan pengelolaan yang benar . Dengan tujuan tersebut dapat diketahui hambatan dan permasalahan yang terjadi dalam konservasi mangrove. Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Taman Nasional Bali Barat, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali tgl 24 Januari – 24 Februari 2011 .
Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode diskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara partisipasi aktif, observasi, wawancara dan studi pustaka.
Karakterisasi vegetasi mangrove yang dilakukan di kawasan Taman Nasional Bali Barat berdasarkan pengamatan langsung terdapat beberapa jenis vegetasi antara lain Sonneratia alba, R. stylosa, R. apiculata, dan Ceriops tagal. Teknik pengelolaan hutan mangrove dilakukan dengan melakukan kegiatan konservasi. Dalam kegiatan konservasi ini terdapat proses penanaman bibit, clean up zona mangrove, studi banding, dan penyuluhan.
Kata kunci: Konservasi mangrove, Tempat pemijahan
MANGROVE CONSERVATION TECHNIQUES IN NATIONAL WESTWEST PARK BALI, JEMBRANA DISTRICT,
BALI PROVINCE
Mikha Alfensi Budiawan Kareho and Endang Dewi Mashitah. 2011. 10 p.
Abstract
Aplication Mangroves are plants which play an important role in coastal ecosystems. Mangroves can maintain the stability of the beach, a provider of nutrients for aquatic biota, and as a spawning place (nursery ground). Practice Field goal is to gain knowledge, experience and job skills as well as knowing the characteristics, conservation techniques with proper management. With that goal can be known obstacles and problems that occur in mangrove conservation. The practice of field work was conducted in the Bali Barat National Park, Jembrana District, Bali Province of date January 24 to February 24 2011.
Working methods used in the Practice Field is descriptive method with the retrieval of data includes primary data and secondary data. Data is collected by active participation, observation, interview and literature study.
Characterization of mangrove vegetation conducted in the Bali Barat National Park area based on direct observation, there are several types of vegetation such as Sonneratia alba, R. stylosa, R. apiculata, and Ceriops tagal. Mangrove forest management techniques carried out with conservation activities. In this conservation there is the process of planting, clean up the mangrove zone, study visits, and counseling.
Key word : mangrove conservation, nursery ground
Pendahuluan
Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai
wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis
karena merupakan wilayah interaksi/peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang memiliki sifat dan ciri yang unik. Wilayah pesisir merupakan transisi yang
dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah
satunya adalah hutan mangrove (Rahmawaty, 2006). hutan mangrove memiliki
peran yang sangat penting, karena merupakan bagian dari ekositem laut yang
memberi banyak manfaat, baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap
lingkungan sekitarnya. Hutan mangrove sendiri mempunyai sistem perakaran
yang kokoh secara fisik mampu melindungi dan menjaga stabilitas pantai. Secara
ekologis, ekosistem mangrove merupakan habitat alami, daerah pemijahan
(spawning ground), pengasuhan (nursery ground), dan mencari makanan (feeding
ground). Ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya
secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami, peningkatan produktivitas ikan
tangkapan serta penyerapan polutan perairan). Indonesia ditetapkan sebagai
negara yang memiliki hutan mangrove terluas didunia (sekitar 3 juta ha) atau
sekitar 21% dari total dunia. Tidak hanya itu, laporan FAO tersebut
memperlihatkan bahwa Indonesia juga memiliki kekayaan jenis mangrove-sejati
tertinggi, yaitu sebanyak 43 jenis (dari 71 jenis). Namun ironisnya, laporan FAO
tersebut juga menunjukkan bahwa laju deforestrasi hutan mangrove Indonesia
paling tinggi didunia sepanjang 1980-2005, yaitu tertinggi sekitar 70 ribu ha untuk
periode 1980-1990, turun menjadi 35 ribu ha pada periode 1990-2000 dan naik
lagi menjadi 50 ribu ha dalam periode 2000-2005 (laporan FAO 2007).
Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Taman Nasional Bali Barat,
Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 24 Januari-
24 Februari 2011. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini
adalah metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan atau
kejadian pada suatu daerah tertentu. Metode deskriptif juga bisa dikatakan suatu
metode untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu dari suatu kegiatan
(Suryabarata,2003).
Hasil dan Pembahasan
Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terletak di Kabupaten Jembrana, Bali.
Berjarak 2 km dari pelabuhan Gilimanuk atau sekitar 5 menit perjalanan dengan
menggunakan kendaraan bermotor. TNBB berada antara 8º 05' 20" sampai dengan
8º 15' 25" LS dan 114º 25' 00" sampai dengan 114º 56' 30" BT. Di Taman
Nasional Bali Barat memiliki 2 buah bangunan kantor utama, , 2 pos keamanan, 1
pura, 6 guest house, 12 rumah dinas dan lapangan olahraga.
Alat transportasi yang dimiliki oleh Taman Nasional Bali Barat yaitu
sepeda motor digunakan untuk kegiatan sehari hari di kantor, mobil dinas untuk
kegiatan pendukung di kantor, serta perahu yang dipakai untuk kegiatan
pengendalian wilayah konservasi.
Tahap yang dilakukan adalah dengan mengetahui karakteristik wilayah
dengan pengamatan secara visual. Beberapa jenis vegetasi mangrove yang ada
antara lain R. stylosa, R. apiculata, Ceriops tagal serta Sonneratia alba.
Komposisi jenis mangrove yang ada di TNBB ada 2 yaitu homogen dan
heterogen. Komposisi jenis homogen adalah dimana hanya ada satu jenis
mangrove dan tidak bisa ditumbuhi jenis mangrove lainnya, luasannya sekitar
42,17 Ha. Jenis homogen memiliki akar pensil yang kuat dan banyak menyerap
banyak nutrisi sehingga jika ada mangrove jenis lain, akarnya tidak bisa tumbuh
dengan baik dan tidak memiliki banyak nutrisi yang akan mengalami kematian.
Mangrove jenis homogen adalah Sonneratia alba. Komposisi jenis heterogen
adalah komposisi jenis yang bisa hidup lebih dari satu jenis mangrove dan bisa
tumbuh bersama dengan luasan 234,97 Ha. Contoh jenis dari heterogen adalah R.
stylosa, R. apiculata dan Ceriops tagal. Hal ini sesuai dengan pendapat Arya
(2006), bahwa komposisi jenis homogen hanya terdapat satu jenis mangrove dan
tidak bisa bertumbuh dengan jenis mangrove lainnya. Sedangkan komposisi jenis
mangrove selanjutnya yaitu heterogen, dimana komposisi jenisnya bisa lebih dari
satu jenis dan bisa tumbuh bersama.
Dengan luas hutan mangrove yang mencapai 633,5 Ha, Taman Nasional
Bali Barat memiliki 53 macam jenis vegetasi mangrove yang tersebar di berbagai
kawasan dengan persentase 56% di Teluk Gilimanuk, 26% di Teluk Terima, 8%
di Banyuwedang, dan 2% di Pulau Menjangan. Menurut Kitamura dan Anwar
(1997), distribusi jenis vegetasi mayoritas di Taman Nasional Bali Barat secara
umum antara lain Sonneratia alba dengan persentase 7%, Rhizophora stylosa dan
Rhizophora apiculata dengan persentase 19%, dan Ceriops tagal dengan
presentase 20%. Menurut Randall, (1982) Konservasi diartikan sebagai alokasi
sumber daya alam antar waktu(generasi) yang optimal secara sosial. Konservasi
mangrove merupakan suatu perlindungan dan pemeliharaan mangrove tanpa
menguransi efisiensinya.
Kegiatan konservasi mangrove yang dilakukan di kawasan Taman
Nasional Bali Barat antara lain melakukan penanaman mangrove secara berkala,
clean up zona mangrove, studi banding, dan penyuluhan. Untuk proses
penanaman menggunakan metode penyulaman, yaitu mengganti tumbuhan yang
rusak dengan bibit baru, pada satu titik tempat penanaman ditanami dengan
beberapa jenis mangrove kecuali Sonneratia alba, karena memiliki akar pensil
yang akarnya sangat banyak dan kuat sehingga jika dicampur dengan jenis lain
maka nutrisi yang diserap pada akar Sonneratia alba lebih banyak dibanding
dengan serapan mangrove jenis lainnya dan akan menyebabkan jenis mangrove
lainnya kekurangan nutrisi dan mengalami kematian. Hal ini benar menurut
Rukmana (1997),yang mengatakan cara penanaman dengan metode penyulaman
adalah dengan mengganti tumbuhan yang sudah mati dengan bibit yang baru.
Penanaman harus dilakukan jika umur bibit tidak lebih dari 6 bulan,
karena jika lebih 6 bulan, maka akar sudah terbentuk dan tidak bisa menempel
pada tanah, hal ini diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Hal ini sesuai
menurut pedoman menteri kehutanan bahwa untuk mendapatkan bibit yang baik
diperlukan bibit umur 3-4 bulan untuk jenis Brugeira Gymnorhiza dan
Xylocarpus, berumur 4-5 bulan untuk jenis Rhizophora serta umur 5-6 bulan
untuk jenis Ceriops tagal dan Sonneratia alba. Bibit mangrove diperoleh dari biji
biji mangrove itu sendiri dan diolah serta dikumpulkan untuk kemudian ditanam.
Bibit mangrove yang akan ditanam diikat dengan ajir supaya bibit tidak terseret
ombak dan arus, karena bibit mangrove yang berumur kurang dari 6 bulan belum
memiliki akar yang kuat untuk menempel pada tanah. Pada proses penanaman ini,
jarak penanaman yang digunakan 2 x 2 m² untuk memberikan ruang tumbuh pada
mangrove. Proses penanaman sendiri perlu diperhatikan lahan yang akan
digunakan, tanah dengan kondisi nutrisi yang baik sangat mendukung proses
pertumbuhan mangrove.
Langkah berikutnya adalah clean up zona mangrove yang merupakan
kegiatan konservasi yang berfungsi untuk menjaga kondisi nutrisi tanah agar bisa
terserap akar mangrove dengan baik. Kegiatan ini dimulai dengan mengangkat
sisa plastik, kotoran, dan sampah yang tersangkut pada perakaran mangrove.
Menurut hasil wawancara di lapangan sisa plastik, kotoran, dan sampah dapat
menyebabkan penumpukan sedimentasi sehingga nutrisi dari dalam tanah tidak
bisa terserap oleh mangrove dan pertumbuhan menjadi lambat. Setelah itu sisa-
sisa pembuangan dibuang pada tempatnya sehingga tidak mengganggu proses
ekosistem. Proses clean up dilakukan 2 kali dalam setahun tergantung dari
intensitas sampah yang ada di wilayah konservasi.
Balai Taman Nasional Bali Barat melakukan studi banding sebagai
kegiatan konservasi guna menambah wawasan, pengetahuan serta mengetahui
keadaan wilayah mangrove yang terdapat di daerah selain di Taman Nasional Bali
Barat. Untuk kegiatan studi banding, pihak Taman Nasional sudah banyak
melakukan studi banding dengan Balai Taman Nasional lainnya seperti Balai
Taman Nasional Sembilang, yang memiliki hutan gambut, hutan rawa air tawar
dan hutan riparian (tepi sungai) di daerah Sumatera Selatan. Studi banding yang
dilakukan adalah berdiskusi dan bertukar pikiran serta melakukan kunjungan
langsung pada daerah mangrove.
Tahap selanjutnya adalah penyuluhan, dimana penyuluhan ini merupakan
solusi untuk menanggulangi permasalahan kerusakan mangrove ini perlu diadakan
penyuluhan yang tepat guna dan pendidikan lingkungan untuk menunjang
pengertian masyarakat sekitar tentang pentingnya hutan mangrove, selain itu perlu
adanya peningkatan pengamatan perairan untuk mengontrol kondisi perairan dan
menjaga stabilitas wilayah pantai. Selain itu rehabilitasi mangrove sangat perlu
untuk menjaga kelestarian mangrove. Penyuluhan yang dilakukan tertuju
langsung kepada nelayan dan masyarakat sekitar dengan menghimbau untuk
menjaga kelestarian alam. Kelompok nelayan Karang Sewu merupakan kelompok
nelayan yang terjun langsung membantu pihak TNBB. Menurut hasil wawancara
di lapangan diterapkan pola “bapak angkat pohon” yang artinya masing-masing
nelayan memiliki tanggung jawab untuk menanam satu bibit mangrove ketika
sedang mencari ikan. Bibit yang sudah tertanam di kawasan Teluk Gilimanuk
sekitar 100 bibit. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian mangrove agar
ekosistem wilayah mangrove tidak terganggu.
Kesimpulan
Hasil Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Bali Barat, setelah
melaksanakan analisis data mengenai teknik konservasi mangrove dapat
disimpulkan beberapa hal :
1. Pengelolaan kawasan mangrove dilakukan dengan cara konservasi.
Pengelolaan meliputi distribusi jenis mangrove, karakterisasi wilayah,
zonasi mangrove, kemudian melakukan kegiatan konservasi yaitu
penanaman, clean up zona mangrove, studi banding dan penyuluhan.
2. Karakterisasi mangrove yang dilakukan di kawasan Taman Nasional Bali
Barat dengan pengamatan secara visual memiliki beberapa vegetasi yang
ada antara lain Sonneratia alba, Rhizophora stylosa, Rhizophora
apiculata, dan Ceriops tagal.
3. Hambatan yang terjadi dalam pengelolaan hutan mangrove adalah
penebangan kayu untuk keperluan rumah tangga, pengambilan daun untuk
pakan ternak, sampah yang menumpuk akibat ulah manusia.
Saran
1. Sebaiknya diperlukan penambahan alat transportasi sebagai penunjang
sarana dan prasarana untuk pengamatan karakterisasi mangrove.
2. Perlu adanya penambahan sumber daya manusia dan alat transportasi yang
mendukung kegiatan konservasi mangrove.
3. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat sekitar tentang pentingnya
ekosistem mangrove untuk kehidupan lingkungan. Penyuluhan dilakukan
6 bulan sekali agar masyarakat sekitar tetap menjaga dan melestarikan
lingkungan dan bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk bersama
mengelola mangrove untuk tetap menjaga ekosistem wilayah pesisir
Daftar Pustaka
Arya, K. 2006. Makalah Potensi, Fungsi dan Manfaat Mangrove di Taman Nasional Bali Barat. Dupak Fungsional PEH. Gilimanuk.
Kitamura, S., Ch. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of Mangrove in Indonesia, Bali & Lombok. The Development of Sustainable Mangrove Management Project. Ministry of Forestry Indonesia and Japan International Cooperation Agency, Jakarta. 119 pp.
Rachmawaty. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove berdasarkan Pendekatan pada Masyarakat. Karya tulis . Sumatera Utara.
Randall. 1982. Red Sea Reef Fisheries . Immel Publishing.Rukmana, H.R. 1997. Usaha Tani Melati, Yogyakarta, Kanisius.
Suryabrata, S. 2003 . Metodologi Penelitian. Rajawali. Jakarta. 115 hal.