ARTIKEL ILMIAH - eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/10906/1/ARTIKEL ANGGUN.pdfpengaruh jenis dan...

15
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENSTABIL TERHADAP MUTU VELVA LABU KUNING (Cucurbita moschata) ARTIKEL ILMIAH OLEH ANGGUN NURUL SILVA J1A 014 007 FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2018

Transcript of ARTIKEL ILMIAH - eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/10906/1/ARTIKEL ANGGUN.pdfpengaruh jenis dan...

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENSTABIL TERHADAP MUTU

VELVA LABU KUNING (Cucurbita moschata)

ARTIKEL ILMIAH

OLEH

ANGGUN NURUL SILVA J1A 014 007

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM MATARAM

2018

ii

HALAMAN KELAYAKAN PUBLIKASI

Dengan ini kami menyatakan bahwa artikel yang berjudul “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Mutu Velva Labu Kuning (Cucurbita moschata)” disetujui untuk dipublikasikan.

Nama Mahasiswa : Anggun Nurul Silva Nomor Mahasiswa : J1A014007 Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Minat Kajian : Teknologi Pengolahan Pangan

Mataram, November 2018

Mengesahkan dan Menyetujui,

iii

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Mutu Velva Labu

Kuning (Cucurbita moschata)

[THE EFFECT OF TYPE AND CONCENTRATION OF STABILIZERS ON THE QUALITY OF

PUMPKIN VELVA (Cucurbita moschata)]

Anggun Nurul Silva1), Ahmad Alamsyah2), Satrijo Saloko2)

1) Student of the Faculty of Food Technology and Agroindustry, University of Mataram 2) Teaching Staff of the Faculty of Food Technology and Agroindustry, University Mataram

Jl. Majapahit No. 58 Mataram

Email : [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine out the effect of type and concentration of stabilizers on the quality of pumpkin velva (Cucurbita moschata). The design used in this research was Randomized Blocks Design (RBD) with combination type of stabilizers (P) and concentration stabilizers (K) which was repeated three times. Treatments consist of P0K0 (without stabilizer), P1K1 (Konjac flour 0,5%), P1K2 (Konjac flour 1%), P1K3 (Konjac flour 1,5%), P2K1 (Carrageenan 0,5%), P2K2 (Carrageenan 1%), dan P2K3 (Carrageenan 1,5%). The observed parameter were total solid, pH, crude fiber, overrun, resistance, color, and organoleptic properties include flavor, taste, and texture. Data was analyzed using Co-Stat software with 5% significance differences. The treatments that was significantly different were analyzed using Honestly Significance Difference (HSD at 5% of probability level). The result showed that type and concentration stabilizers were significantly affect on total solid, pH,crude fiber, overrun, resistance, color , and texture organoleptic. But, they were not significantly different on flavor, and taste. Konjac flour stabilizers with 0,5% concentration was the best treatment from chemical, physical and organoleptic properties that is total solid 23,33%; pH 4,72; crude fiber 0,47%; overrun 19,56%; resistance 14,28 minute, yellow colored, slightly flavorful pumpkin, taste slightly sweet and soft texture.

Keywords : Carrageenan, Konjac flour, Pumpkin, Pumpkin velva

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap mutu velva labu kuning. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan kombinasi perlakuan jenis penstabil (P) dan

konsentrasi penstabil (K) yang diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan terdiri atas P0K0 (tanpa bahan penstabil), P1K1 (Tepung Porang 0,5%), P1K2 (Tepung Porang 1%), P1K3 (Tepung Porang 1,5%), P2K1 (Karagenan 0,5%), P2K2 (Karagenan 1%), dan P2K3 (Karagenan 1,5%). Parameter yang diamati yaitu

total padatan, pH, serat kasar, overrun, resistensi, warna dan organoleptik yang meliputi aroma, rasa, dan tekstur. Data hasil pengamatan diuji dengan analisis keragaman pada taraf 5% menggunakan software Co-Stat. Perlakuan yang berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan Beda Nyata Jujur

(BNJ) dengan taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi bahan penstabil memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap total padatan, pH, serat kasar, overrun, resistensi, warna dan organoleptik tekstur. Namun, memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

terhadap aroma dan rasa. Jenis penstabil tepung porang dengan konsentrasi 0,5% merupakan perlakuan terbaik dari segi kimia, fisik dan organoleptik yaitu total padatan 23,33%; pH 4,72; serat kasar 0,47%; overrun 19,56%; resistensi 14,28 menit berwarna kuning, agak beraroma labu kuning,

berasa agak manis dan bertekstur lembut.

Kata kunci : Karagenan, Labu Kuning, Tepung Porang, Velva Labu Kuning

1

PENDAHULUAN

Buah dan sayur merupakan komoditas yang mudah rusak, karenanya

perlu adanya penanganan lepas panen termasuk pengawetan dan pengolahan yang tepat menjadi bentuk lain yang lebih stabil

baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Salah satu hasil pertanian yang berpotensi untuk diolah dan ditingkatkan nilai tambahnya

adalah buah labu. Labu adalah buah yang bergizi, karena sebagai bahan pangan rendah kalori, serta mengandung vitamin dan

senyawa lain yang berguna bagi tubuh. Labu kuning (Cucurbita moschata)

merupakan tanaman yang termasuk ke dalam

familia Cucurbitaceae yang biasanya tumbuh pada dataran rendah maupun tinggi dengan ketinggian antara 0-1500 m di atas

permukaan laut (Hedrasty, 2003). Labu kuning merupakan salah satu komoditi hasil

pertanian yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan banyak dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia karena penanaman

dan pemeliharaannya yang mudah dan hasilnya cukup memberikan nilai ekonomis yang tinggi kepada masyarakat.

Ditinjau dari kandungan nutrisi, labu kuning mengandung karbohidrat (6,6 g); protein (1,1 g); lemak (0,3 g); kalsium (45

mg); fosfor (64 mg); besi (1,4 mg); vitamin A (180 SI); vitamin B (0,08 mg); air (9,1 g) dan vitamin C (5,2 mg) (Hedrasty, 2003). Selain

itu, labu kuning mengandung antioksidan sebagai penangkal radikal bebas yaitu karotenoid (Brotodjojo, 2010). Sesuai

namanya, warna kuning atau oranye pada daging buah labu kuning merupakan pertanda

kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi. Labu kuning dapat dijadikan sebagai bahan baku Velva karena selain kaya nutrisi yang

diperlukan tubuh, labu kuning juga mengandung inulin dan serat pangan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan kesehatan

khususnya saluran pencernaan (Rasdiansyah dan Rozali, 2011). Selain itu, kandungan β- karoten (180 SI/g) dalam labu kuning akan

memberikan warna Velva yang menarik. Labu kuning memiliki beberapa

keunggulan di antaranya adalah mudah

dijumpai baik di pasar tradisional maupun modern. Hal ini disebabkan tanaman labu kuning dapat tumbuh dengan mudah, bahkan

di lahan kering sekalipun dan tanpa memerlukan perawatan yang khusus. Namun demikian, labu kuning termasuk dalam

komoditas pangan yang pemanfaatannya masih terbatas. Labu kuning yang dipanen tua

biasanya dikonsumsi setelah dikukus, dibuat

kolak, kripik atau sebagai substitusi pada produk pangan olahan seperti dodol, roti dan

makanan lainnya (Suryani, 2014). Untuk meningkatkan nilai ekonomisnya maka perlu dilakukan diversifikasi olahan labu kuning

salah satunya adalah diolah menjadi Velva. Velva merupakan salah satu frozen

dessert yang terbuat dari puree buah dengan

tekstur mirip dengan es krim. Velva dikenal juga dengan nama sorbet. Produk ini terbuat dari campuran puree (bubur) buah, gula

sukrosa dan bahan penstabil yang dibekukan sehingga diperoleh tekstur yang halus dan menyerupai es krim (Sommer,1947).

Kelebihan Velva buah dibandingkan es krim adalah kadar lemaknya yang sangat rendah karena tidak menggunakan lemak susu

sehingga cocok bila dikonsumsi oleh kelompok vegetarian maupun orang-orang yang sedang

diet rendah lemak. Keunggulan lain Velva buah adalah kandungan vitamin A dan vitamin C yang tinggi karena berasal dari buah-

buahan segar. Untuk menghasilkan produk Velva

yang memiliki tekstur halus diperlukan bahan

penstabil adonan dengan jenis dan konsentrasi yang sesuai dengan karakter buah. Fungsi utama bahan penstabil adalah

untuk mengikat air dalam campuran sehingga pembentukan kristal-kristal es yang besar dapat dihindari, dan juga untuk

mempertahankan bodi dan tekstur produk selama penyimpanan (Herschdoerfer,1972). Bahan penstabil yang sering kali

dipergunakan dalam pembuatan Velva merupakan bahan penstabil kimia seperti

carboxymethyl cellulose atau CMC dengan konsentrasi 0,4%. Kelemahan dari CMC adalah kurang amannya bagi kesehatan

karena tidak terbuat dari bahan alami (Pandaga, 2005).

Porang sangat potensial untuk

dikembangkan sebagai alternatif bahan penstabil (Akesowan, 1995). Menurut Arbuckle and Marshall (2000), porang

mengandung glukomanan yang merupakan zatpengikat air, gelling agents, zat penstabil (stabilizer). Thomas (1999) menambahkan

bahwa tepung porang dapat berfungsi sebagai penstabil es krim karena sifatnya yang mengikat air sehingga akan membentuk

larutan kental. Hasil penelitian Harianto (2013) tentang es krim yoghurt dengan penambahan tepung porang konsentrasi 0,2%

menghasilkan eskrim yoghurt yang terbaik. Sedangkan Jannah (2013), menyebutkan

bahwa karakteristik es krim yoghurt terbaik

2

didapatkan dengan penambahan tepung

porang 0,4%. Adapun menurut Putri (2014), pada pembuatan es krim instan berbahan

dasar susu hewani dengan penambahan tepung porang didapatkan perlakuan terbaik yaitu pada penambahan tepung porang 0,3%.

Selain tepung porang, salah satu bahan penstabil yang dapat digunakan dalam pembuatan Velva adalah karagenan.

Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari beberapa rumput laut dan aman untuk dikonsumsi. Karagenan telah

banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam bidang industri baik pangan maupun non pangan. Karagenan memiliki sifat-sifat

fungsional fisik yang sangat baik diantaranya mampu berperan sebagai bahan pengental memiliki kemampuan sebagai pembentuk gel

dan stabilizer, sehingga banyak digunakan dalam proses pengolahan coklat, susu,

puding, frozen dessert dan makanan kaleng (Darmawan, 2014). Penelitian Masykuri, dkk (2009) dalam pembuatan es krim coklat

menggunakan karagenan dengan konsentrasi 0%; 0,1%; 0,3%; 0,5%; dan 0,7%. Hasil terbaik menunjukkan konsentrasi 0,5% dapat

memperbaiki tekstur dan meningkatkan kesukaan panelis pada es krim. Menurut Adi (2014) dalam pembuatan es krim ubi jalar

ungu menggunakan karagenan sebanyak 0,3% dan 0,5%. Hasil terbaik menunjukkan penggunaan karagenan sebanyak 0,5% dapat

memperbaiki tekstur, Overrun (66,27%) dan tingkat kesukaan pada es krim ekstrak ubi ungu.

Penggunaan tepung porang dan karagenan sebagai bahan penstabil dalam

pembuatan Velva labu kuning belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, telah dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Jenis dan

Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Mutu Velva Labu Kuning (Cucurbita moschata)”.

METODELOGI

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di

Laboratorium Pengendalian Mutu, Laboratorium Teknik Bioproses Fakultas

Teknologi Pangan dan Agroindustri, Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, dan Laboratorium Nutrisi dan

Makanan Ternak Non Ruminansia Fakultas Peternakan, Universitas Mataram pada bulan Mei 2018.

Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam

penelitian ini adalah labu kuning jenis bokor

yang diperoleh dari Desa Tembalae

Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu, tepung porang dibuat dari umbi porang yang

diperoleh dari Lombok Timur, karagenan yang diperoleh dari Kelurahan Sayang-sayang Kecamatan Cakranegara Kota Mataram, asam

sitrat, sukrosa merek Gulaku, air mineral merek Narmada, es batu dan garam.

Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah timbangan analitik, pisau, blender merek Philips HR 2115, pengaduk, baskom, cup, mixer merek Philips, Chest Freezer Box Tipe (AB-106R). Alat yang digunakan untuk analisis adalah botol timbang, oven MEMMERT jenis UNB 400,

desikator, krus, gelas ukur volume 5 sampai 2000 ml, colorimeter (MSEZ User Manual), pH meter, dan beaker glass ukuran volume 5

sampai 6000 ml.

Tahapan Penelitian Adapun proses pembuatan Velva

menurut Nurjanah (2003) adalah sebagai

berikut: a. Sortasi

Labu kuning yang digunakan adalah

labu kuning jenis bokor dengan tingkat kematangan yang seragam berkisar antara 4-5 bulan yang memiliki ciri kulit berwarna

kuning kecoklatan, buah tampak terlihat agak kering, beratnya 4-5 kg dan tanpa cacat dipermukaan kulitnya.

b. Pembersihan dan Pencucian Labu kuning dibersihkan dari kulitnya

menggunakan pisau, dibuang bijinya

kemudian dicuci dengan air mengalir sampai getah dan kotoran yang menempel pada

daging buah benar-benar bersih. c. Pemotongan

Labu kuning dipotong dengan tebal ±

2-3 cm menggunakan pisau. Tujuan dari pemotongan ini adalah untuk memperkecil ukuran labu dan mempercepat proses

blanching. d. Blanching

Potongan-potongan daging buah labu

kemudian di blanching dengan cara dikukus pada suhu 80°C selama 5 menit. Blanching penting dilakukan untuk melunakkan tekstur

labu dan menghilangkan getah yang ada pada buah labu sehingga mengurangi rasa/bau langu yang ditimbulkan.

e. Penghancuran Potongan-potongan daging buah labu

kuning yang telah dikukus selanjutnya

dihancurkan selama 2 menit menggunakan blender sampai menjadi bubur buah (puree)

3

dengan perbandingan labu kuning dan air

sebanyak 1: 1 (b:v). f. Homogenisasi I

Proses homogenisasi dilakukan dengan blender selama 10 menit. Selama homogenisasi bahan penstabil yang telah

dilarutkan dengan 50 ml air mendidih, gula dan asam sitrat dimasukkan satu per satu hingga semuanya tercampur rata. Jumlah

bahan penstabil yang digunakan sesuai dengan perlakuan, asam sitrat yang digunakan sebanyak 0,1% dan gula yang

digunakan sebanyak 35% dari berat puree (Kilara, 2007). g. Aging (pendinginan)

Adonan yang sudah homogen selanjutnya didinginkan dengan suhu 4°C selama 24 jam untuk memberi kesempatan

bahan penstabil mengikat air bebas yang ada. h. Homogenisasi II

Setelah adonan mengalami proses aging, tahap selanjutnya adalah homogenisasi tahap kedua dengan mixer selama 15 menit.

Tujuan homogenisasi tahap kedua adalah untuk memperoleh kristal es yang kecil dan tekstur yang lembut.

i. Pembekuan Untuk menghasilkan Velva yang siap

dikonsumsi, tahap terakhir yang dilakukan

adalah pembekuan Velva dalam freezer dengan suhu -20o C selama 24 jam. Pada proses pembekuan produk, terjadi

pembekuan sebagian air yang belum membeku pada proses pembekuan dan homogenisasi adonan.

Parameter Penelitian

Parameter yang telah diamati dalam penelitian ini adalah parameter fisik, kimia dan organoleptik. Parameter kimia meliputi

total padatan, serat kasar dan pH. Parameter fisik meliputi Overrun, uji resistensi, dan warna sedangkan sifat organoleptik meliputi

tekstur, aroma dan rasa.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental di Laboratorium. Rancangan percobaan disusun

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari kombinasi perlakuan jenis penstabil (P) dan konsentrasi

penstabil (K) dengan satu perlakuan kontrol, yaitu : P0K0 = Tanpa bahan penstabil 1. Faktor penambahan jenis penstabil (P)

yang terdiri dari 2 aras, yaitu : P1 = Tepung Porang

P2 = Karagenan

2. Faktor konsentrasi bahan penstabil (K)

yang terdiri dari 3 aras, yaitu : K1 = Konsentrasi 0,5%

K2 = Konsentrasi 1% K3 = Konsentrasi 1,5%

Masing-masing perlakuan dua faktor

dikombinasikan sehingga diperoleh 6 kombinasi perlakuan yaitu : P1K1, P1K2, P1K3, P2K1, P2K2, dan P2K3. Masing-masing

kombinasi diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan dengan satu perlakuan control yaitu P0K0 tanpa bahan

penstabil. Data hasil pengamatan dianalisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5% menggunakan software Co-Stat.

Apabila terdapatbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% (Hanafiah, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Kimia Dan Fisik

Analisis keragaman pengaruh Jenis

Penstabil (P) dan Konsentrasi Penstabil (K) serta interaksi (P x K) terhadap parameter kimia dan fisik meliputi Total padatan, pH,

Serat Kasar, Overrun, Resistensi, dan Warna dapat dilihat pada tabel 1.

Parameter

Analisis Keragaman

Jenis Penstabil

(P)

Konsentrasi (K)

Interaksi

(P x K)

Kimia

Total

Padatan (%)

S S S

pH (%) S S S

Serat Kasar (%)

S S S

Fisik

Overrun (%)

S S S

Resistensi

S S S

Warna

Nilai °HUE

S S S

Nilai L* S S S

Keterangan : S = Signifikan (berbeda nyata)

NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata)

4

1. Total Padatan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa interaksi antara jenis penstabil

dan konsentrasi penstabil memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter total padatan yang dihasilkan. Oleh

karena itu perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil uji lanjut pengaruh jenis

dan konsentrasi bahan penstabil terhadap total padatan velva labu kuning dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh jenis dan konsentrasi

bahan penstabil terhadap total padatan velva labu kuning

Gambar 1 menunjukkan bahwa

interaksi antara jenis dan konsentrasi penstabil berbeda nyata terhadap total padatan Velva labu kuning. Total padatan

terendah Velva labu kuning terdapat pada perlakuan tanpa penstabil (P0K0) yaitu sebesar 20,29% dan total padatan tertinggi terdapat

pada Velva dengan perlakuan P2K3 (karagenan 1,5%) sebesar 37.94%. Total padatan pada perlakuan Karagenan lebih

tinggi dibandingkan total padatan tepung porang. Hal ini terjadi karena adonan Velva dengan penambahan bahan penstabil

karagenan memiliki kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekentalan adonan dengan penambahan penstabil tepung

porang. Sesuai dengan hasil penelitian Nurjanah (2003), yang menunjukkan bahwa total padatan Velva wortel dengan perlakuan

penambahan penstabil karagenan berkisar antara 30,71% sampai dengan 31,82%.

Total padatan merupakan jumlah semua bahan kering yang terdapat pada Velva labu kuning. Padatan tersebut berasal

dari puree labu kuning, gula, bahan penstabil, dan asam. Jika air, gula, asam-asam organik dan komponen-komponen lain terikat dengan

baik maka padatan terlarutnya akan lebih tinggi (Sulastri, 2008). Total padatan

menggantikan jumlah air dalam adonan,

meningkatkan nutrisi, dan memperbaiki tekstur serta memperlambat waktu pelelehan.

Semakin besar jumlah total padatan, semakin rendah titik bekunya, dan semakin kecil jumlah air yang dibekukan sehingga dapat

mengurangi kristal es yang terbentuk (Frandsen dan Arbuckle, 1961).

Menurut SNI 01-3713-1995, total

padatan minimum es krim adalah 3,4%. Total padatan pada es krim sebaiknya tidak lebih dari 40-42% (Marshall dan Arbuckle, 2000).

Total padatan yang rendah akan menghasilkan tekstur yang kasar sedangkan total padatan yang terlalu tinggi akan

mengakibatkan tekstur menjadi lembek dan lengket (Mahdiana dkk, 2015). Dalam penelitian ini total padatan terlarut Velva labu

kuning sudah mencakup kisaran total padatan terlarut pada produk es krim.

2. pH

Berdasarkan hasil pengamatan dapat

dilihat bahwa interaksi antara jenis penstabil dan konsentrasi penstabil memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

parameter pH yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil

uji lanjut pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap pH velva labu

kuning dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh jenis dan konsentrasi

bahan penstabil terhadap pH velva labu kuning

Gambar 2 menunjukkan bahwa

bahwa interaksi antara jenis dan konsentrasi

penstabil berbeda nyata terhadap pH Velva labu kuning. Nilai pH terendah Velva labu

kuning terdapat perlakuan P0K0 (tanpa penstabil) dan nilai pH tertinggi terdapat pada Velva dengan perlakuan P2K3 (karagenan

1,5%). Semakin tinggi konsentrasi penstabil baik tepung porang ataupun karagenan akan meningkatkan nilai pH Velva labu kuning,

20.29 23.33

27.33 31.7 32.14

34.97 37.94

0

10

20

30

40

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil

4.62

4.72 4.74

4.83

4.74

4.83

4.95

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

4.9

5

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis dan Konsentrasi bahan penstabil

5

diduga semakin besar jumlah total padatan di

dalam maka keasaman es krim akan semakin rendah sehingga berpotensi menurunkan pH.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nurjanah (2003) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan penstabil

maka nilai pH Velva wortel akan semakin tinggi. pH tepung porang berkisar 7,2; pH karagenan berkisar 7,4; pH Asam sitrat

berkisar 4,7; sedangkan pH puree Labu Kuning berkisar 6,32. Keasaman Produk velva disebabkan oleh penambahan asam sitrat

sebesar 0,1%. Rasa asam ini diperlukan untuk memberi kesan menggigit (tarty taste). Namun, kadar Keasaman yang terlalu rendah

tidak diinginkan karena akan meningkatkan sifat kekentalan dan mengurangi daya pengembangan (Apandi, 1984).

3. Serat Kasar

Berdasarkan hasil pengamatan dapat

dilihat bahwa interaksi antara jenis penstabil dan konsentrasi penstabil memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

parameter serat kasar yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

pada taraf 5%. Hasil uji lanjut pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap

serat kasar velva labu kuning dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi

bahan penstabil terhadap serat kasar velva labu kuning

Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan konsentrasi penstabil berbeda nyata terhadap serat kasar

Velva labu kuning. Kadar serat kasar terendah Velva labu kuning terdapat pada perlakuan tanpa penstabil (P0K0) yaitu sebesar 0,17%

dan kadar serat kasar tertinggi terdapat pada

Velva dengan perlakuan P1K3 (tepung porang 1,5%) sebesar 0,90%. Serat kasar pada

perlakuan tepung porang lebih tinggi dibandingkan kadar serat karagenan. Hal ini terjadi karena karagenan memiliki nilai serat

kasar sebesar 6,61% (Yasita, 2009) sedangkan tepung porang memiliki nilai serat kasar sebesar 11.79% Mulyono (2010). Serat

yang terdapat pada labu kuning adalah serat inulin, sedangkan serat yang terdapat pada umbi porang berasal dari pektin sebesar

2,5%. Menurut Sushanty (2015), batasan

pemberian serat maksimal yang boleh

dikonsumsi adalah 20-35 gr/hari. Serat mempunyai fungsi untuk menghindari terjadinya konstipasi, yaitu dengan menolong

melewatkan sisa makanan dengan cara lebih cepat, disebabkan daya serapnya besar

terhadap cairan, sehingga memberikan sisa makanan dalam volume yang lebih besar (Jonathan dkk, 1993).

4. Overrun

Berdasarkan hasil pengamatan dapat

dilihat bahwa interaksi antara jenis penstabil dan konsentrasi penstabil memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter overrun yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut

menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil uji lanjut pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap

overrun velva labu kuning dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh jenis dan konsentrasi

bahan penstabil terhadap overrun velva labu kuning

Gambar 8 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan konsentrasi penstabil berbeda nyata terhadap Overrun

Velva labu kuning. Nilai Overrun terendah Velva labu kuning terdapat perlakuan P0K0 (tanpa penstabil) dan nilai Overrun tertinggi

0.17

0.47

0.67

0.9

0.35 0.43

0.63

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil

1.23

19.56

16.47 13.39

8.73 6.01

3.48

0

5

10

15

20

25

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil

6

terdapat pada Velva dengan perlakuan P1K1

(Tepung Porang 0,5%). Dimana bahan penstabil tepung porang memberikan hasil Overrun yang lebih tinggi dibandingkan dengan Overrun yang dihasilkan oleh bahan penstabil karagenan. Hal ini terjadi karena

Karagenan hanya mampu mengikat air berkisar 80 % (Hainze dan Pfeiffer, 1999) dibandingkan dengan tepung porang yang

memiliki kandungan glukomanan dengan daya ikat air mencapai 138-200% (Faridah ,2014). Selain itu, terlihat Overrun mencapai nilai

maksimal pada P1K1 (tepung porang 0,5%) dan P2K1 (karagenan 0,5%) sedangkan konsentrasi penstabil diatas 0,5%

menyebabkan Overrun semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Arbuckle dan Marshall (1996) jika kekentalan adonan

meningkat maka daya pengembangan (Overrun) akan menurun.

Adonan Velva dengan penambahan bahan penstabil karagenan memiliki kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan kekentalan adonan dengan penambahan penstabil tepung porang. Hal ini berakibat udara sukar menembus permukaan

adonan sehingga Velva dengan bahan penstabil karagenan lebih sukar mengembang. Overrun yang tinggi terdapat

pada tepung porang. Velva labu kuning tanpa bahan penstabil memiliki nilai Overrun terendah karena tanpa adanya bahan

penstabil kekentalannya menjadi rendah dan tidak tersedia bahan untuk mengikat udara dan mengembangkan adonan.

5. Resistensi

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa interaksi antara jenis penstabil dan konsentrasi penstabil memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter resistensi yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut

menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil uji lanjut pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap

resistensi velva labu kuning dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh jenis dan konsentrasi

bahan penstabil terhadap

resistensi velva labu kuning

Gambar 5 menunjukkan bahwa

interaksi antara jenis dan konsentrasi penstabil berbeda nyata terhadap nilai resistensi Velva labu kuning. Nilai resistensi

terendah Velva labu kuning terdapat perlakuan P0K0 (tanpa penstabil) berkisar 10,99 menit dan nilai resistensi tertinggi

terdapat pada Velva dengan perlakuan P2K3 (karagenan 1,5%) 27,67 menit. Dimana semakin tinggi konsentrasi bahan penstabil

tepung porang dan karagenan akan meningkatkan nilai resistensi. Hal ini sesuai dengan (Nurjanah, 2003) bahwa semakin

tinggi konsentrasi bahan pentabil yang ditambahkan pada Velva wortel akan

meningkan nilai resistensinya. Resistensi erat kaitannya dengan

kekentalan adonan. Kekentalan dipengaruhi

dari bahan-bahan penyusun Velva yang digunakan, salah satunya adalah bahan penstabil yang dapat mempengaruhi

kecepatan meleleh. Penggunaan karagenan 1,5% menghasilkan nilai resistensi yang paling tinggi karena menghasilkan adonan

yang lebih kental dan memiliki daya ikat air lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Velva labu kuning tanpa penstabil

memiliki tekstur kasar dan kekentalan yang rendah sehingga mempunyai resistensi yang lebih rendah dibandingkan dengan Velva yang

menggunakan bahan penstabil. Kemampuan penstabil untuk

mengikat air menyebabkan molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk penstabil sehingga kekentalan

adonan meningkat yang menyebabkan semakin sedikit rongga udara yang terbentuk dan resistensi Velva akan meningkat. Semakin

tinggi konsentrasi bahan penstabil yang ditambahkan maka resistensi semakin besar sehingga kecepatan meleleh menjadi semakin

Iambat (Bodyfelt dkk, 1988). Nilai resistensi Velva labu kuning dengan bahan penstabil

10.99 14.28

17.21 19.44 20.32

23.77 27.67

0

5

10

15

20

25

30

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis dan Konsentrasi bahan penstabil

7

karagenan memiliki nilai resistensi lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai resistensi Velva labu kuning dengan penstabil tepung porang.

Hal ini dapat terjadi karena Velva labu kuning dengan penstabil karagenan menghasilkan adonan yang lebih kental dibandingkan

dengan adonan Velva dengan penstabil tepung porang.

Proses berubah wujudnya sebuah

benda dari padat menjadi cair seperti pada kasus Velva yang mencair merupakan sebuah proses perpindahan energi panas dari suhu

yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Pada fenomena yang Velva mencair, energi lingkungan yakni udara di sekitar Velva memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan Velva itu sendiri. Hal tersebut mengakibatkan proses perpindahan energi

panas menuju ke Velva yang memiliki suhu lebih rendah serta mengakibatkan kenaikan

suhu pada Velva tersebut. Kemudian secara perlahan, Velva akan mencair akibat dari kenaikan suhu tersebut (Kusbiantoro, 2005).

6. Warna

Berdasarkan hasil pengamatan dapat

dilihat bahwa interaksi antara jenis penstabil dan konsentrasi penstabil memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter warna yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut

menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil uji lanjut pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penstabil terhadap

resistensi velva labu kuning dilihat pada gambar 6.

Berdasarkan Gambar 6, warna Velva labu kuning yang dihasilkan oleh semua perlakuan berkisar antara 115,66 sampai

136,21 yaitu berwarna kuning (yellow) sampai

kuning kehijauan (Yellow Green). Nilai rerata

°HUE tertinggi yakni pada perlakuan P1K3 (penambahan tepung porang 1,5%) sebesar

136,21. Nilai rerata °HUE terendah pada perlakuan P0K0 (tanpa bahan penstabil) sebesar 115,66. Hal ini menunjukkan

konsentrasi tepung porang yang ditambahkan berpengaruh terhadap warna Velva labu kuning karena warna umbi porang yang telah

dilakukan pengolahan menjadi tepung berwarna coklat muda. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Sumarwoto (2004) bahwa

tepung porang berwarna putih dan coklat muda. Penggunaan jenis dan konsentrasi bahan penstabil memberikan hasil yang

berbeda nyata karena tepung porang berwarna coklat dan karagenan merupakan bahan penstabil yang tidak berwarna. Buah

labu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat kematangan dan

penampakan yang seragam. Semakin besar nilai L maka

kecerahan Velva labu kuning semakin

meningkat, hal tersebut disebabkan oleh perubahan warna Velva labu kuning yang semakin kehijauan. Warna Velva dipengaruhi

oleh daging labu kuning dan tepung porang pada saat pembuatan Velva. Menurut Anggarhini dkk. (2006), warna kuning berasal

dari karotenoid yang merupakan pigmen tanaman dari suatu zat warna alami pada tanaman yang menyebabkan warna kuning,

sedangkan warna coklat pada tepung porang merupakan warna yang secara alami terdapat pada umbi porang. Kandungan karatenoid

pada labu kuning sangat tinggi yaitu sekitar 55,3 ppm (Nugraha, 2003). Warna

merupakan salah satu atribut mutu yang sangat penting terhadap suatu produk. Peranan warna sangat penting karena

umumnya akan mendapat kesan pertama, baik suka atau tidak suka terhadap suatu produk pangan.

Parameter Nilai Sensoris

Tabel 2. Hasil Analisis Keragaman (ANOVA)

Nilai Sensoris Velva Labu Kuning Pada Taraf 5% .

Parameter

Signifikansi

Hedonik Skoring

Aroma NS NS

Rasa NS NS

Tekstur S S

Keterangan: S = Signifikan (berbeda nyata) NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata)

112.46 112.18

127.48 137.28

112.73 113.33 113.89 115.66 116.38 126.51

136.21 115.8 116.65 116.32

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

Jenis Dan Konsentrasi Bahan Penstabil

Nilai L

NilaiHue

8

1. Organoleptik Aroma

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis keragaman pada tabel 2 dapat dilihat

bahwa bahwa jenis dan konsentrasi bahan

penstabil memberikan pengaruh yang tidak

berbeda nyata terhadap nilai sensoris

parameter aroma velva labu kuning. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) terhadap nilai sensoris parameter

aroma velva labu kuning dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Organoleptik Aroma Velva Labu

Kuning

Berdasarkan Gambar 7 diketahui

bahwa penambahan jenis dan konsentrasi bahan penstabil yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap

aroma secara hedonik dan skoring. Purata untuk aroma secara hedonik berkisar antara 2,9 sampai 3,35. Dimana tingkat kesukaan

panelis terhadap aroma Velva labu kuning berada pada kriteria tidak suka sampai agak suka. Aroma secara skoring memiliki purata

berkisar antara 2,8 sampai 3,35 dimana panelis memberikan tanggapan yaitu tidak beraroma labu kuning sampai agak beraroma

labu kuning. Penggunaan jenis dan konsentrasi bahan penstabil yang berbeda memberikan hasil yang tidak berbeda nyata

baik secara hedonik dan skoring.

2. Organoleptik Rasa

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis keragaman pada tabel 2 dapat dilihat

bahwa bahwa jenis dan konsentrasi bahan

penstabil memberikan pengaruh yang tidak

berbeda nyata terhadap nilai sensoris

parameter rasa velva labu kuning. Oleh

karena itu dilakukan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) terhadap nilai sensoris parameter

rasa velva labu kuning dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Organoleptik Rasa Velva Labu

Kuning

Berdasarkan Gambar 8 diketahui

bahwa penambahan jenis dan konsentrasi

bahan penstabil yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap rasa secara hedonik dan skoring. Purata untuk

rasa secara hedonik berkisar antara 3,1 sampai 3,5. Dimana tingkat kesukaan panelis terhadap aroma Velva labu kuning berada

pada kriteria agak suka. Rasa secara skoring memiliki purata berkisar antara 3,25 sampai 3,35 di mana panelis memberikan tanggapan

yaitu agak manis. Penggunaan jenis dan konsentrasi bahan penstabil yang berbeda memberikan hasil yang tidak berbeda nyata

baik secara hedonik dan skoring. Hal ini diduga karena tepung porang dan karagenan

merupakan hidrokoloid yang tidak memiliki rasa.

3. Organoleptik Tekstur

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis keragaman pada tabel 2 dapat dilihat

bahwa bahwa jenis dan konsentrasi bahan

penstabil memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap nilai sensoris

parameter tekstur velva labu kuning. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut beda nyata

jujur (BNJ) terhadap nilai sensoris parameter tekstur velva labu kuning dapat dilihat pada gambar 9.

2.95 2.9

3.1 3.1

3.35

3.15

2.95

3.15

3.1 3.05

2.8

3.35

3.25

3

2.5

2.6

2.7

2.8

2.9

3

3.1

3.2

3.3

3.4

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis dan konsentrasi penstabil HEDONIK

SKORING

3.15

3.45 3.5

3.4

3.1

3.55

3.1

3.6 3.6

3.5

3.35 3.25

3.55

3.25

2.8

2.9

3

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis Dan Konsentrasi Penstabil HEDONIK

SKORING

9

Gambar 9. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi

Bahan Penstabil Terhadap Organoleptik Tekstur Velva Labu Kuning

Berdasarkan Gambar 9 diketahui

bahwa penambahan jenis dan konsentrasi bahan penstabil yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

tekstur secara hedonik dan skoring. Purata untuk tekstur secara hedonik berkisar antara 2,5 sampai 4,25. Dimana tingkat kesukaan

panelis terhadap tekstur Velva labu kuning berada pada kriteria tidak suka sampai suka. Tekstur secara skoring memiliki purata

berkisar antara 2,1 sampai 4,35 di mana panelis memberikan tanggapan yaitu tidak lembut sampai lembut. Perlakuan tanpa

penstabil memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan panelis dapat membedakan

Velva labu kuning tanpa penstabil dan Velva dengan bahan penstabil. Velva tanpa penstabil memiliki tekstur yang kasar dengan

kristal es yang besar, sedangkan Velva dengan bahan penstabil memiliki tekstur yang

lebih lembut. Bahan penstabil efektif untuk

menghasilkan tekstur yang Iembut melalui

kemampuannya untuk mengikat air di dalam carnpuran adonan Velva. Hal ini sesuai dengan (Masykuri, 2009) bahwa semakin

tinggi penggunaan karagenan sebagai bahan penstabil pada es krim coklat akan menyebabkan tekstur es krim semakin

lembut. Sama halnya dengan (Adi, 2004) bahwa semakin tinggi penggunaan bahan penstabil pada es krim ubi ungu akan

menyebabkan tekstur semakin lembut. Menurut Arbuckle (1996) tekstur yang lembut dapat diperoleh apabila kristal es yang

terbentuk cukup kecil dan cukup banyak udara yang terperangkap dalam adonan

selama pembekuan sehingga Overrun produk

cukup tinggi. Selain itu, pada tekstur secara

hedonik terlihat tingkat kesukaan panelis lebih tinggi terhadap Velva labu kuning dengan

penstabil tepung porang dibandingkan dengan karagenan. Menurut Glicksman (1969), penggunaan karagenan pada konsentrasi di

atas 0,3-0,4% menyebabkan tekstur semakin keras dam mulai muncul rasa kenyal di mulut sehingga panelis kurang menyukainya.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan uraian

pembahasan yang terbatas pada lingkup penelitian maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Interaksi perlakuan jenis dan konsentrasi bahan penstabil memberikan pengaruh

yang nyata terhadap total padatan, serat kasar, pH, Overrun, resistensi, warna, dan tekstur namun tidak berbeda nyata

terhadap aroma, rasa secara hedonik dan skoring Velva labu kuning.

2. Perlakuan jenis bahan penstabil

berpengaruh nyata terhadap total padatan, serat kasar, pH, Overrun, resistensi, warna, dan tekstur namun tidak berbeda

nyata terhadap aroma, rasa secara hedonik dan skoring Velva labu kuning.

3. Perlakuan konsentrasi bahan penstabil

berpengaruh nyata terhadap total padatan, serat kasar, pH, Overrun, resistensi, warna, dan tekstur namun tidak berbeda

nyata terhadap aroma, rasa secara hedonik dan skoring Velva labu kuning.

4. Secara umum interaksi perlakuan penambahan tepung porang dengan konsentrasi 0,5% (P1K1) adalah perlakuan

terbaik dengan total padatan 23,33%; pH 4,72; serat kasar 0,47%; Overrun 19,56% ; resistensi 14,28 menit, berwarna kuning,

agak beraroma labu kuning, berasa agak manis dan bertekstur lembut.

2. Saran

Terbatas pada lingkup penelitian ini,

maka dikemukaan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian penggunaan

bahan penstabil tepung porang dibawah

konsentrasi 0,5% untuk meningkatan mutu Velva labu kuning.

2. Perlu dilakukan pembuihan dengan ice cream maker untuk mendapatkan hasil Overrun yang lebih maksimal.

2.5

4.25

3.6 3.55 3.45

2.7 2.65

2.1

4.35 4 3.95

3.1 2.8

2.3

0

1

2

3

4

5

P0K0 P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3

Jenis Dan Konsentrasi Penstabil HEDONIK

SKORING

10

DAFTAR PUSTAKA

Adi, 2014. Pembuatan Es Krim Ekstrak Ubi

Jalar Ungu (Ipomea Batatas L.) denganVariasi Jumlah Penambahan Susu Full Cream dan Karagenan.

Berkala Ilmiah PERTANIAN. Volume 10 (10).

Almaitser, 2004. Prinsip Dasar Gizi. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

AOAC,1970. Official Methods Of Analysis Of Association Of OfficialAgricultural Chemist. Washington DC. USA.

Apandi, 1984. Teknologi Buah dan Sayur.

Bandung: Alumni.

Arbuckle W.S, And Marshall R.T., 1996. Ice

Cream. 5th Ed. Maryland: Chapman And Hall.

Astawan, 2005. Sehat dengan Sayuran. Jakarta: Dian Rakyat.

Bodyfelt, F.W., J. Tobias & Trout., 1988. Sensory Evaluation of Dairy Product. Westport. AVI Publishing.

Brotodjojo, 2010. Semua Serba Labu Kuning.

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet dan M.

Wootton, 2007. Imu Pangan. Jakarta:

UI Press.

Clarke, C. 2004. The Science of Ice Cream. Royal Society of Chemistry.

Darmawan, 2014. Pengaruh Penambahan Karagenan untuk Formulasi Tepung Puding Instan. JPB Perikanan. Vol 9

(1) : 83–84. Departemen Kesehatan, RI. 2001. Daftar

Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharatara Karya Aksara.

Dewi, 2010.Konsentrasi Stabilizer dan Gula terhadap Mutu Velva Buah Tomat. Jurnal Teknik Kimia. Vol 4 (2): 330-

331. Distantina, Fadilah, Rochmadi, Fahrurrozi dan

Wiratni, 2010. Proses Ekstraksi Karagenan Dari Eucheuma Cottonii.

Seminar Rekayasa Kimia DanProses. 4-5 Agustus 2010.

Elliason, 2004.Starch In Food, Structure, Function, andApplication. Washington: Crc-Press.

Faridah, Z. 2005. Kekerasan dan Overrun Es

Krim yang Dibuat Menggunakan Susu

Sapi Maupun Susu Kambing dengan Persentase Gula yang Berbeda. Skripsi. Universitas Jenderal

Soedirman Fakultas Peternakan. Purwokerto.Hal 20 - 24.

Fitriani, Fasokhani dan Maulita, 2014. Asam Sitrat Sebagai Pengawet AlamiPermen.http://www.ift.or.id/.[Di

akses pada tanggal 22 Februari 2018].

Frandsen J. H. Dan Arbuckle W. S., 1961. Ice

Cream And Related Products. The Avi

Publishing Company, Inc. London. Gardjito, 2006. Labu Kuning Sumber

Karbohidrat Kaya Vitamin A. Yogyakarta: Tridatu Visi Komunika.

Hanafiah, 2002. Rancangan Percobaan Edisi Ke Tiga. Jakarta: Rajawali Press.

Haryati M.N., 2006. Pengaruh Jenis Asidulan Terhadap Mutu Puree Labu Kuning (Cucurbita Pepo L.) Selama

Penyimpanan Dan Aplikasinya Dalam Pembuatan Puding. Skripsi. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fateta IPB, Bogor.

Hedrasty, 2003. Tepung Labu Kuning. Yogyakarta: Kanisius.

Hidayah, R. 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning. Borneo tribun.

Imesson, A., 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. NewYork: Aspen Publisher.

Kamal, N., 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC

(Carboxyl Methyl Cellulose) terhadap

Beberapa Parameter pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi. Vol 1 (17): 78-79.

11

Kartika, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan

Pangan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Kesuma,2011. Pengaruh Jenis Dan

Konsentrasi Pati terhadap

Karakteristik Tepung Nanas (Ananas Comocus (L) Merr) dan Pengaruh CMC terhadap Karakteristik Velva

Berbahan Dasar Tepung Nanas. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Kilara, A., 2007. Handbook of Food Products

Manufacturing Vol 2. California: A

John Wiley & Sons. Kusbiantoro, 2005. Pengaruh Jenis dan

Konsentrasi Bahan Penstabil terhadap Mutu Produk Velva Labu Jepang.

Jurnal Holtikultura. Vol 15(3): 223-234.

Mahdiana, Purwadi, F. Jaya, 2015. Pengaruh Kombinasi Penambahan Sari Wortel (Daucus Carota, L) Dan Tepung

Hunkwee Pada Es Krim Kefir Terhadap Kualitas Fisik Dan Kimia Es Krim Kefir. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 10 (1). Hal 5.

Malaka, R., F. Maruddin, 2011. Penuntun

Praktikum Ilmu & Teknologi Pengolahan Susu. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan UNHAS, Makassar.

Maryani, 2014. Labu Kuning (Cucurbita moschata). http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id.

[Diakses tanggal 21 Februari 2017].

Marzieh, dan Tehrani., 2008. Effect of some Stabilizer on Physico Chemical and Sensory Properties of Ice Cream Type Frozen Yogurt. Journal Agriculture. Vol 4: 584 - 589.

Masykuri, Nurwantoro dan Wibawa, 2009. Pengaruh Penggunaan Karaginan sebagai Penstabil terhadap Kondisi

Fisik dan Tingkat Kesukaan pada Es Krim Coklat. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. 20 Mei

2009, Semarang.

Nainggolan, 2014. Pengaruh Konsentrasi CMC

(Carboxy Methyl Cellulose) dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Sorbet

Sari Buah. Jurnal Rekayasa Pangan Dan Pertanian. Vol.3(4): 466-469.

Nurjanah, 2003. Pengaruh Jenis dan Konsentras Bahan Penstabil Terhadap Mutu Velva Wortel. Skripsi. Fakultas

Pertanian IPB Octaviani, Radjab dan Lestari, 2012. Pengaruh

Peningkatan Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Sifat Fisik Granul Effervescent Sari Buah Naga

(Hylocereus Undatus). Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. Vol 2 (1).

Pasaribu, Sofa, & S. Indira., 2004. Pengaruh

Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil terhadap Karakteristik Minuman dari Bekatul Selama Penyimpanan. J. Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol. 2 (1): 89-100.

Prasetyowati, Jasmine dan Agustiawan, 2008. Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia2. Vol 15(2): 29-30.

Priastami, 2011. Karagenan Sebagai Bahan

Penstabil pada Proses Pembuatan

Melorin. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Bogor. Pujimulyani, 2011. Teknologi Pengolahan

Sayur-sayuran dan Buah-buahan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Puteri, 2015. Pengaruh Konsentrasi Carboxy

Methyl Cellulose (CMC) dan Lama

Penyimpanan terhadap Mutu Sorbet Sari Buah. Jurnal Rekayasa Pangandan Pertanian. Vol 3 (4): 465.

Rini, 2012. Pengaruh Kombinasi Bahan

Penstabil CMC dan Gum Arab

terhadap Mutu Velva Wortel (Daucus Carota L.) Varietas Selo dan Varietas Tawangmangu. Jurnal Teknosains Pangan. Vol 1(1): 87.

12

Rosyida,2014. Pengaruh Jumlah Gula dan

Asam Sitrat Terhadap Sifat Organoleptik, Kadar Air dan Jumlah

Mikroba Manisan Kering Siwalan (Borassus Flabellifer). e-journal boga. Volume 3 ( 1): 289.

Rustanti Dan Astuti, 2014. Kadar Protein, Gula

Total, Total Padatan, Viskositas dan

Nilai pH Es Krim Yang Disubstitusi Inulin Umbi Gembili (DioscoreaEsculenta). Journal Of Nutrition College. Vol 3 (3). Hal 335.

Sabila, 2013. Pengaruh Jenis Labu Kuning,

Tepung Terigu Dan Tepung Labu Kuning dalam Pembuatan Mie Basah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas

Syiah Kuala.

Safira, 2017. Turunkan Gula Darah dan Kadar Kolesterol Rutinlah Makan Labu Kuning. http: //food.detik.com.

[Diakses pada tanggal 08 April 2018]. Sakawulan, 2014. Pembuatan Velva Fruit

Pisang dengan Bahan Dasar Tepung Pisang dan Carboxy Methyl Cellulose sebagai Bahan Penstabil. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 3 (4): 182-183.

Sudarmadji, Suhardi dan B. Haryono, 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:

Liberty.

Suprapti, L. 2005. Kuaci dan Manisan Waluh. Yogyakarta : Kanisius.

Suraningsih, 2000. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Penstabil Terhadap Velva Sirsak. Skripsi. IPB. Bogor.

Suryani, 2014. Pengaruh Proporsi Labu

Kuning (Cucurbita moschata Durch) Terhadap Mutu (Karbohidrat dan Serat) Serta Daya Terima Kue Kering (Cookies). Jurkessia. Vol. 4 (3) : 1-2.

Usmiati, S., D. Setyaningsih., E.Y. Purwani., S.

Yuliani, dan O.G. Maria, 2005.

Karakteristik Serbuk Labu Kuning (Cucurbita moschata). JurnalTeknologi Dan Industri Pangan.

Vol 16 (2) : 157-158.

Violisa, Nyoto dan Nurjanah, 2012.

Penggunaan Rumput Laut sebagai Stabilizer Es Krim Susu Sari Kedelai.

Teknologi Dan Kejuruan. Vol 35 (1). Hal 110.

Widiantoko, R.K. 2011. Es Krim. http://lordbroken.wordpress.com [Diakses tgl 22 Februari 2018].

Winarno, FG., 2004. Kimia Pangan Dan Gizi.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarti,S., 2006. Minuman Kesehatan.

Surabaya: Trubus Agrisarana.

Zubaidah, 2014. Pembuatan Velva Jambu Biji

Merah Probiotik

(Lactobacillusacidophilus) Kajian Persentase Penambahan Sukrosa dan

CMC. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 2(4): 18-19.