Artikel Ibadah Akhlak

8

Click here to load reader

Transcript of Artikel Ibadah Akhlak

Page 1: Artikel Ibadah Akhlak

Nama : Nugraha MuharafandyNIM : 11522288Kelas : C

Zakat Sebagai Sumber Dana Sosial dalam Membebaskan Kemiskinan

Semua umat Islam meyakini dan mengakui bahwasannya Islam merupakan agama rahmatan lil ‘aalamiin, yang mengajarkan kepada setiap umatnya untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram, dan harmonis antara si miskin dan si kaya kapan dan dimanapun berada

Namun realitasnya, kondisi umat Islam sendiri masih jauh dari ideal, misalnya tingkat kemampuan ekonomi umat masih sangat rendah dan belum merata. Keadaan tersebut terjadi karena potensi-potensi yang dimiliki umat belum termanfaatkan dan dikembangkan secara optimal sehingga tidak mampu mengubah taraf kehidupan umat ke arah yang lebih baik.

Zakat adalah salah satu di antara lima pilar yang menegakkan bangunan Islam. Di sisi lain, ia juga merupakan sebuah bentuk ibadah yang mempunyai keunikan tersendiri, karena di dalamnya terdapat dua dimensi sekaligus, yakni dimensi kepatuhan atau ketaatan dalam konteks hubungan antara hambah dan khalik, dan sekaligus dimensi kepedulian terhadap sesama makhluk Allah, khususnya hubungan sosial sesama manusia. Selain itu zakat yang menjadi bagian dari rukun Islam, keberadaannya telah diatur sedemikian rupa dalam alqur’an dan assunnah, sehingga bila tidak dilaksanakan, yang bersangkutan bisa dikategorikan kufur. Salah satu potensi ajaran Islam yang belum ditangani dengan baik dan serius oleh pemerintah adalah zakat, yang secara bahasa berarti membersihkan, bertambah dan tumbuh. Zakat merupakan ibadah yang bercorak sosial-ekonomi, sebagai kewajiban seseorang muslim atau badan hukum yang dimilikinya untuk mengeluarkan sebagian hak miliknya kepada pihak yang berhak untuk menerimanya (mustahiq) agar tercipta pemerataan ekonomi yang berkeadilan.

Zakat merupakan ibadah yang mempunyai dimensi yang sangat luas. Bila dilihat dari sasarannya, zakat bukan hanya berdimensi sosial-agama, tetapi juga berdimensi sosial-politik. Ini dapat dilihat dari sasaran zakat yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu penanganan muallaf (aspek dakwah) dan penegakan agama Allah (sabilillah). Oleh sebab itulah, Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa dalam agama Islam harus ada jamaah dan kekuasaan yang mengumpulkan zakat melalui para petugasnya dan kemudian mengeluarkannya untuk menyebarkan dakwah menyebarkan agama Allah, yang termasuk ke dalam makna sabilillah.

Dalam zakat terdapat unsur mengembangkan sikap gotong-royong dan tolong-menolong. Sebab zakat dapat membantu orang-orang yang terjepit kebutuhan dan membatu menyelesaikan hutang bagi orang-orang yang sedang pailit. Zakat juga

Page 2: Artikel Ibadah Akhlak

menolong orang-orang yang sedang dalam perantauan, pengungsi, sampai orangtua yang pikun atau jompo. Dengan zakat pula, dakwah Islam dapat diperluas cakupannya, termasuk untuk menjinakkan hati para muallaf. Misi sosial zakat yang begitu idealis tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik tanpa adanya lembaga pengelolaan zakat yang dijalankan secara profesional.

Menurut Yusuf Qardhawi, zakat merupakan salah satu dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dan Islam memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup lebih luas dan mendalam yang mencakup semua segi kehidupan manusia Zakat dipaNdang sebagai aturan jaminan sosial pertama yang tidak bergantung pada pertolongan penguasa secara sistematis. Tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan, baik pangan, sandang, perumahan, maupun kebutuhan hidup lainnya. Pelaksanaan kewajiban zakat ini sangatlah penting, bahkan Allah sering mengaitkannnya dengan kewajiban melaksanakan sholat.

Dalam penafsiran Muhammad Abduh, penggabungan antara sholat dan zakat menunjukan peran penting keduanya dalam kehidupan manusia. Dengan sholat setiap muslim diharapkan memiliki jiwa yang bersih dan suci dari perbuatan keji dan kotor. Sedangkan dengan zakat, umat Islam diharapkan menjadi masyarakat yang kokoh dan berpadu dalam segala bidang. Pada masa awal Islam, zakat merupakan salah satu sumber pendanaan negara dan sangat berperan aktif dalam memberdayakan serta membangun kesejahteraan umat, terutama dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu, menurut penulis, setidaknya terdapat tiga aspek yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban zakat.

Pertama aspek moral dan psikologis, pada segi ini diharapkan zakat dapat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya yang memiliki kecenderungan cinta harta. Kedua aspek sosial, dalam hal ini zakat sebagai bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapus taraf kemiskinan masyarakat dan sekaligus menyadarkan orang-orang kaya akan tanggungjawab sosial yang yang dibebankan agama kepada mereka. Dan ketiga aspek ekonomi, di sini zakat difungsikan untuk mencegah penumpukan harta pada sebagian kecil orang dan mempersempit kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Dengan kata lain, zakat sebagai effort to flowing yang difungsikan sebagai pengendalian terhadap sifat manusia yang cenderung senang terhadap akumulasi kekayaan dan kehormatan sebagaimana firman Allah: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (QS. Ali Imran [3]: 14); bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai engkau masukke dalam kubur (QS. At-Takaatsuur [102]:1-2). Peran zakat sangat penting dalam usaha pemberdayaan potensi ekonomi umat. Agar pelaksanaannya dapat efektif, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa urusan zakat sebaiknya jangan dikerjakan sendiri oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), melainkan dipungut oleh petugas zakat yang telah ditunjuk oleh negara (dalam konteks Indonesia adalah Badan atau Lembaga Amil Zakat). Betapa penting peran dan manfaat zakat sehingga pada masa Rasulullah SAW dan pemimpin Islam setelahnya tidak menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan

Page 3: Artikel Ibadah Akhlak

orang-perorang semata, tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah (lembaga yang ditunjuk oleh negara), baik dalam proses pemungutan maupun pendistribusian. Oleh karenanya, yang aktif menarik dan mendistribusikan zakat adalah pejabat yang telah ditunjuk oleh negara. Dalam melaksanakan tugasnya mereka diberi kewenangan untuk menggunakan “paksaan” seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar r.a. dengan memerangi orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat berjalan efektif, diharapkan tercapai sosial safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum papa) serta berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfatan dana ‘diam’ (idle), mendorong inovasi dan penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya dan si miskin. Sehingga pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan sendirinya akan terwujud. Wallahu a’lamu Bisshawab.

Apabila kita membaca makna ayat Allah dalam surat al-Taubah 60: “sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.

Maka jelas bagi kita bahwa berdasarkan ayat ini ada sasaran zakat yang bersifat identitas agama yang bersifat politis seperti yang diisyaratkan dengan bagian para mu’allaf yang dibujuk hatinya dan bagian sabilillah (penegakan agama Allah) dan memberlanya dari msusuh-musuhnya. Hal ini dilakukan dengna pembujukan hati dan berdakwah pada golongan-golongan tertentu, karena hal itu termasuk dalam makna “sabilillah”.

Juga ada sasaran zakat yang bersifat identitas sosial seperti menolong orang yang mempunyai kebutuhan, menolong orang-orang yang berhutang dan ibnu sabil. Menolong mereka, meskipun sifatnya pribadi, akan tetapi mempunyai dampak sosial karena masing-masing saling berkaitan erat, sebab secara pasti antara pribadi dengan masyarakat akan saling berpengaruh, bahkan tidak lain masyarakat merupakan tumpuan pribadi-pribadi. Segala sesuatu yang memperkuat pribadi mengembagnkan cita-citanya dan kemampuan material serta spiritualnya, tanpa diragukan lagi akan memperkuat dan mempertinggi masyarakatnnya. Sebaliknya segala sesuatu yang mengokohkan masyarakat dengan sifatnya yang umum akan berakibat pada anggotanya, baik disadari maupun tidak. Maka, tidaklah aneh dengan menyibukkan para penganggur, menolong orang yang lemah dan orang yang membutuhkan seperti fakir, miskin, budak belian, dan sasaran kemasyarakatan, karena di waktu yang bersamaan mempunyai sasaran individual jika dilihat dari orang yang menerima zakat.

Zakat adalah salah satu bagian dari aturan jaminan soaial dalam Islam. Zakat, adalah jaminan yang mencakup semua ashnaf (golongan) yang membutuhkan baik kebutuhan yang bersifat fisik, jiwa maupun akal. Sebagaimana kita ketahui dalam kitab-kitab para ilmuwan islam, bagaimana perkawinan dianggap sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, demikian juga buku-buku ilmu pengetahuan bagi orang yang ahlinya.

Hal ini bukan khsusu bagi kaum muslimin saja akan tetapi mencakup semua orang yang hidup di bawah naungan pemerintahan islam seperti yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Umar kepada orang-orang Yahudi yang meminta-minta

Page 4: Artikel Ibadah Akhlak

pada setiap pintu, lalu beliau memerintahkan agar orang tersebut dipenuhi kebutuhannya dari baitulmal kaum muslimin dan tindakan ini merupakan tindakan awal untuk hal-hal yang serupa.

Seperti juga ketika beliau dalam perjalanan menuju Damaskus beliau menemukan ornag-orang Nasrani yang berpenyakit kusta atau lepra, maka beliau memerintahkan agar mereka diberi sumbangan tetap dari baitulmal Islam.

Kemudian ketika zakat dikatakan bisa mengembangkan kekayaan orang yang mengeluarkan, mungkin akan banyak dari mereka yang tidak bisa menerima pengertian seperti itu.

Baiklah mari kita simak ulasan berikut ini. Sesuai pengertian zakat secara etimologi, yaitu suci, tumbuh, bersih berkah dan sejenisnya, hal ini mengandung pengertian yang luas sesuai dengan fungsi dan tujuan zakat itu sendiri. Zakat sebagai ibadah bidang harta yang mana pada saat memperolehnya tidak lepas dari kemungkinan cacat dan cela, maka zakatlah sebagai alat pencuci harta kekayaan tersebut sehingga harta itu menjadi bersih, suci, dan berkah. Harta yang bersih dan berkah akan berkembang tumbuh dan terhindar dari kebinasaan seperti dinyatakan dalam sebuah Hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Bentengilah harta kamu sekalian dengan zakat”

Kalau kita lihat zakat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa yang telah diambil dari mereka. Hal ini terutama jelas sekali pada zakat uang dimana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari peredaran dan pengembangan. Dalam hal ini ada ancaman Allah: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih” (QS. Al-Taubah: 34).Dan tidak cukup dengan sekedar ancaman yang berat ini, bahkan Islam mengumumkan perang terhada usaha penumpukan dan membuat garis yang tegas dan bijaksana untuk mengeluarkan uang dari kas dana simpanan. Hal ini tercermin ketika Islam tetap mewajibkan 2,5% dari kekayaan uang tanpa memandang apakah uang itu diinvestasikan oleh pemiliknya ataupun tidak. Dengan demikian, maka zakat merupakan suatu cambuk yang bisa menggiring untuk mengeluarkan harta agar diinvestasikan, diamalkan dan dikembangkan sehingga tidak habis dimakan waktu. Dalam hal ini juga terdapat sebuah hadits: “Ingatlah, siapa yang mengasuh anak yatim yang memiliki kekayaan, maka ia harus memperdagangkannya, jangan dibiarkan saja agar tidak dimakan oleh zakat” (HR. Turmudzi dan Daru Quthni)

Kemudian meskipun secara matematik, zakat merupakan pengeluaran harta kekayaan yang diberikan secara Cuma-Cuma kepada orang lain dalam jumlah tertentu, betapapun kecilnya pasti berakibat pengurangan secara kuantitatif, tetapi lain halnya dengan pengeluaran zakat yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, zakat akan memberikan suatu nilai tambah berlipat ganda baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif di luar perhitungan matematik manusia.

Untuk mengetahui apakah zakat akan memberi nilai tambah,bandingkan dengan ilmu dan hukum ekonomi yang dikenal dengan sebuah teori yang disebut nilai

Page 5: Artikel Ibadah Akhlak

tambah (added value). Teori tersebut menyatakan bahwa meningkanya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi lemah, pasti meningkatkan kegiatan ekonomi dan perdaganagn yang pada gilirannya akan mendatangkan keuntungan bagi pihak produsen yang umumnya milik orang-orang kaya sebagai pemilik modal. Dengan pmerataan distribusi harta yang berupa zakat yang diterima golongan ekonomi lemah, selanjutnya digunakan dalam proses produksi dan berbagai aktivitas ekonomi atau usaha lainnya, lebih dari itu menyatu dengan kegiatan perdagangan atau produk-produk besar yang dimiliki oleh orang-orang kaya sebagai mitra usaha, penyalur atau sebagai bapak angkat yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, menurut Rachmat Djatmika, zakat mempunyai peranan penting sebagai komponen makro dalam pengembangan dan pembangunan ekonomi.

Pembayaran zakat oleh orang-orang kaya untuk orang-orang miskin akan memberi keuntungan dan memberi efek positif bagi berbagai pihak (multiplier effect), karena zakat akan menumbuhkan kesuburan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat, otomatis akan melancarkan perputaran modal dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian pada umumnya.

Sesuai dengan prinsip ekonomi Islam, bahwa modal atau infestasi harus dikembangkan sedemikain rupa dalam berbagai sector kegiatan produksi dan menyerap sekian banyak tenaga manusia sehingga keuntungannya dapat dinikmati oleh masyarakat luas, terutama mereka yang tidak memiliki modal dan lapangan usaha. Dengan demikian zakat yang diterima oleh golongan ekonomi lemah (fakir miskin), pada gilirannya akan berdampak untuk meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk milik para orang kaya itu sendiri.

Justru itu syariat Islam memberikan sanksi kepada orang-orang kaya yang menahan harta atau modal kekayaan yang tidak diproduktifkan, yaitu tetap dikenakan kewajiban zakat, hingga pada akhirnya harta itu harus diproduktifkan sebagai modal yang memberi manfaat bagi pemiliknya dan masyarakat lingkungnnya. Dengan demikian zakat akhirnya hanya akan dikeluarkan dari keuntungannya saja apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat umum zakat; seperti nishab, haul dan sebagainya.