Artikel

7
FIKIH JURNALISTIK Di dalam kehidupan kita sekarang ini yang notabene nya digelari dengan zaman edan (entah yang edan zamannya atau orang- orang yang hidup dalam zaman tersebut, entahlah) tidak akan lepas dari hukum-hukum syara' yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dalil tafsil (jelas), singkatnya adalah fiqh. Amalan perbuatan manusia tidak akan lepas dari unsur haram, sunnah, wajib, makruh, maupun mubah. Oleh karenanya dalam setiap perbuatan manusia khususnya bagi muslim harus mempunyai dasar fiqh sehingga dalam setiap tindakan yang dilakukannya tidak menyimpang dari syariat agama. Pun demikian, perkembangan zaman yang semakin pesat ini juga tak luput dari peran seorang jurnalis yang menyebarkan informasi yang didapatinya dengan hasil wawancara. Seseorang yang melakukan jurnalisme atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasikan dalam media massa seperti koran, radio, televisi, majalah, film dokumentasi dan internet. Seorang jurnalis mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling obyektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat, oleh karenanya dalam konteks ini penulis akan sedikit mengulas tentang bagaimana jurnalistik dalam pandangan fikih, atau lebih umum lagi dengan sebutan fikih jurnalistik. Sebelum membahas lebih lanjut lagi, penulis akan sedikit mengemukakan mengenai definisi dari fikih itu sendiri dan komunikasi. FIKIH

description

artikekl

Transcript of Artikel

Page 1: Artikel

FIKIH JURNALISTIK

Di dalam kehidupan kita sekarang ini yang notabene nya digelari dengan zaman edan (entah

yang edan zamannya atau orang-orang yang hidup dalam zaman tersebut, entahlah) tidak akan lepas

dari hukum-hukum syara' yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-

dalil tafsil (jelas), singkatnya adalah fiqh. Amalan perbuatan manusia tidak akan lepas dari unsur

haram, sunnah, wajib, makruh, maupun mubah. Oleh karenanya dalam setiap perbuatan manusia

khususnya bagi muslim harus mempunyai dasar fiqh sehingga dalam setiap tindakan yang

dilakukannya tidak menyimpang dari syariat agama. Pun demikian, perkembangan zaman yang

semakin pesat ini juga tak luput dari peran seorang jurnalis yang menyebarkan informasi yang

didapatinya dengan hasil wawancara. Seseorang yang melakukan jurnalisme atau orang yang secara

teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara

teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasikan dalam media massa seperti koran, radio, televisi,

majalah, film dokumentasi dan internet. Seorang jurnalis mencari sumber mereka untuk ditulis

dalam laporannya dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling obyektif dan tidak

memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat, oleh karenanya dalam konteks

ini penulis akan sedikit mengulas tentang bagaimana jurnalistik dalam pandangan fikih, atau lebih

umum lagi dengan sebutan fikih jurnalistik. Sebelum membahas lebih lanjut lagi, penulis akan sedikit

mengemukakan mengenai definisi dari fikih itu sendiri dan komunikasi.

FIKIH

Dalam bahasa Arab, secara harfiah fikih berarti pemahaman mendalam terhadap suatu hal,

beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fikih secara terminologi yaitu fikih merupakan

suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui dalil Al-Qur'an dan Sunnah.

Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas

persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,

bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama fikih seperti Imam

Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan

haknya sebagai hamba Allah (KH. Muhammad Wafi, Lc. M.si, 02 feb 2009 ).

Sejatinya, hukum dibuat untuk mencapai kemaslahatan manusia, tak terkecuali hukum Islam

yang diyakini bersumber dari Al-Qur'an, hadits, ataupun imam-imam madzhab. Apabila hukum tidak

lagi mengkaver kepentingan maslahah manusia, saat itu pula hukum perlu ditinjau kembali dan

Page 2: Artikel

selanjutnya dibuatkan hukum yang baru yang lebih akomodif, dengan tetap tidak menafikan ajaran-

ajaran prinsipil agama (Ahmad Imam Mawardi. 2010. Fiqh Minoritas).

KOMUNIKASI

Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok,

organisasi, dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan

lingkungan dan orang lain. Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau nonverbal yang

dapat dimengerti oleh kedua belah pihak (Ruben Brent D dan Lea P Stewart. 2006). Peran

komunikasi dalam kehidupan sangatlah urgen, dimana seseorang tak akan dapat bertahan hidup

tanpa ada proses sosialisasi di lingkungan masyarakat tanpa adanya komunikasi. Banyak pakar

komunikasi yang berbeda-beda dalam mendefinisikan komnunikasi disebabkan karena pengalaman

yang berbeda-beda yang menimbulkan perbedaan pula dalam mendefinisikan tentang komunikasi,

namun berapapun jumlah pakar yang mengemukakan definisi tentang komunikasi yang berbeda-

beda tapi pada hakikatnya mempunyai maksut yang sama, ialah komunikasi sebagai proses

pertukaran informasi, gagasan, ide antara satu orang dengan orang lain, kelompok, organisasi

maupun massa.

Banyak orang yang gagal karena mereka tidak terampil berkomunikasi. Menurut Prof. Deddy

Mulyana dalam bukunya, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Mengatakan bahwasanya banyak orang

gagal karena mereka tidak terampil berkomunikasi. Kegagalan Megawati Soekarnooutri untuk

menjadi presiden RI adalah karena ia kurang mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasannya,

meskipun PDI-Perjuangan meraih jumlah suara tertinggi dari rakyat pemilih dalam pemilu 1999.

Sebaliknya, Amien Rais tampil sebagai Ketua MPR karena keterampilannya berkomunikasi, meskipun

perolehan suara partainya (PAN) kecil. Dalam pemilu 2004, karena problem serupa, Megawati gagal

terpilih kembali sebagai presiden RI setelah menggantikan Gus Dur yang dilengserkan DPR. Dengan

demikian penulis akan sedikit mengulas mengenai korelasi antara fikih dengan jurnalistik agar

seorang jurnalis tidak mengalami kegagalan dalam menyampaikan berita dengan cara menabrak

hukum-hukum fikih.

ATURAN FIKIH TENTANG FUNGSI KOMUNIKASI

Mengapa kita berkomunikasi ? apakah fungsi komunikasi bagi manusia ? pertanyaan ini

begitu luas, bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga tidak mudah kita jawab. Para pakar

selama ini lebih fasih membahas "Bagaimana berkomunikasi" dari pada "Mengapa kita

Page 3: Artikel

berkomunikasi." Dari perspektif agama, secara gampang kita bisa menjawab bahwa Tuhan-lah yang

mengajari kita berkomunikasi, dengan menggunakan akal dan kemampuan berbahasa yang

dianugerahkan-Nya kepada kita (Deddy Mulyana. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar).

"Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia menciptakan manusia,

yang mengajarinya pandai berbicara" (Ar-Rahman: 1-4). Perhatikan pula ayat-ayat berikut.

" Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian

mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-

benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci

Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;

sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" Allah berfirman: "Hai Adam,

beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada

mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa

sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan

dan apa yang kamu sembunyikan". (Al-Baqarah: 31-33)

Judy C. Pearson dan Paul E Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua

fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik,

meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai

ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki

hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Judy C. Pearson dan Paul E

Nelson. 1979. Understanding and Sharing. Hlm 10-11).

Nyatanya, fenomena perkembangan pers mempunyai kekuatan dahsyat untuk

mempengaruhi perubahan budaya dan etika masyarakat. Media massa, baik cetak maupun

elektronik, punya kekuatan untuk mengendalikan jalan pikir, gaya hidup, keinginan, bahkan seluruh

aktifitas manusia sepanjang hidupnya.

Karena kepentingan kelompok tertentu, muncul lah sisi negatif, ketika tuntutan yang ada

telah menjadikan media massa sebagai mesin pencetak uang dan penghasil profit materi belaka.

Maka kerja pers lebih memfokuskan pemberitaan dan penayangan berita-berita yang mempunyai

daya kuat untuk mempengaruhi, serta menempuh berbagai cara demi mencapai kepentingan bisnis

pers itu. Yang terjadi kemudian adalah tindakan permissif (ibaahiyyat) dalam banyak hal, melupakan

idealisme, kode etik (norma etik), norma hukum, serta menjadi "budak" konsumen (pembaca dan

pemirsa) untuk selalu mengikuti kecenderungan ambisi pasar. Ini tidak lain adalah bentuk

pergeseran dari misi utama dan tanggung jawab media sebagai motor pendidik masyarakat.

Page 4: Artikel

Pastinya dalam setiap berita yang mereka publikasikan akan ada pertanggung jawabannya

baik di dunia maupun di akhirat, berpegang teguh pada aturan-Nya bukanlah penghambat laju

kreatifitas jurnalisme dan "ikon-ikon" kemajuan zaman lain. Seperti beberapa waktu yang lalu

mengenai kasus pemblokiran sejumlah situs Islam di Indonesia menjadi pergulatan tentang wacana

lama antara kebebasan dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Dalam kisah yang lain,

Tim Weiner mampu membongkar kegagalan Central Intelligence Agency (CIA) sebagai spionase

amatiran di sebuah negara adidaya, yang kini telah tertutupi oleh media atau bahkan ada unsur

kesengajaan media dalam memoles Central Intelligence Agency (CIA) sebagai agen rahasia ternama

dan terbaik di dunia, meski dalam kenyataan nya tidaklah seperti itu. Oleh karenanya, diharapkan

untuk semua jurnalis menyadari akan betapa pentingnya mematuhi hukum-hukum syariat dan

dengan penuh kesadaran pada diri masing-masing untuk tunduk terhadap kode etik jurnalistik dalam

penyebaran suatu informasi.

Pun dalam mempublikasikan suatu informasi bagi seorang jurnalis harus melewati beberapa

tahapan, jika suatu informasi itu benar ? inrofmasi tersebut bermanfaat ? jika iya, maka seorang

jurnalis wajib menyebarkan informasi tersebut kepada receiver. Namun jika seorang jurnalis dirasa

mendapat informasi tersebut kebenaran dan kemanfaatannya masih diragukan, dengan kata lain

informasi tersebut belum pasti benar dan bermanfaat maka seorang jurnalis tidak boleh

mempublikasikannya kepada media massa. Agar tidak terjadi simpang siur bagi receiver / salah

paham dalam mengartikan sebuah berita. Dengan demikian, setelah mengetahui tahap-tahapan

dalam penyampaian informasi diharapkan para jurnalis bisa mengikat aktifitasnya dengan hukum-

hukum agama dan menerimanya dengan penuh kesadaran, tanpa rasa egoisme (ananiyah), atau

acuh tak acuh terhadap ajaran agamanya. Pendek kata, tidak mengharamkan yang dihalalkan syariat,

dan tidak menghalalkan yang telah diharamkan syariat, demi mengejar keuntungan dan prestasi

maksimal dalam dunia yang digelutinya. Inilah yang dikenal sebagai "Fikih Informasi". Syariat Islam

maha universal untuk mengatur segala ranah kehidupan manusia, termasuk dunia informasi. Dalam

fikih informasi tersebut, juga berisi kumpulan hukum syariat yang berhubungan dengan tahap kerja

jurnalisme, baik profesi maupun warga (citizen journalism), hingga sampai pada tujuannya. Tahapan

tersebut dimulai dari membuat hingga menyampaikan termasuk saat menerima informasi, baik

dalam bentuk tulisan, suara, gambar, dan bentuk lainnya.

Dalam beberapa kondisi, menyembunyikan informasi memang dilarang dalam syariat.

Hukum sebenarnya adalah pelaranganan membuka rahasia orang, namun dengan syarat informasi

yang menjadi rahasia tersebut tidak berhubungan dengan hak personal atau masyarakat. Jika

Page 5: Artikel

berhubungan, maka informasi ini harus diungkap, tidak boleh disembunyikan. Hal ini dengan tujuan

agar tidak terjadi ‘penghianatan’ terhadap kepentingan orang lain.

Hukum ini diperkuat oleh hadits Nabi Muhammad SAW (yang artinya), "Perbincangan dalam

suatu majelis dalam amanat, kecuali 3 (tiga) hal: pembunuhan, zina, atau merampas harta orang lain

dengan tanpa hak."

Tidak haram, jika dengan menyembunyikan suatu informasi, malah menyebabkan orang lain

terdzalimi, atau menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

Dalam hal ini seorang jurnalis muslim harus menelaah terhadap informasi yang didapatinya,

mana yang boleh dan mana yang tidak boleh disebarkan, ajaran Islam telah begitu jelas mengatur

masalah ini. Sebagai penutup, penulis ingin menyampaikan kepada para jurnalis, dan para tukang

update status maupun twit diharapkan bisa merenungi terhadap apa yang saya sampaikan diatas,

sehingga dalam penyebaran informasi tidak mengandung hal-hal yang menimbulkan kebencian dan

perpecahan bagi siapapun yang membaca informasi tersebut. Wallahu'lam bishawab.

NAMA : MOCHAMAD NUR HADI

NIM : B06214013 (E3)