Ars 01290107

12
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/ 52 KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM Timoticin Kwanda Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur – Universitas Kristen Petra ABSTRAK Cepatnya urbanisasi akan menyebabkan lingkungan perkotaan yang kritis. Masalah lingkungan kritis yang dihadapi oleh kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya adalah apa yang disebut dengan masalah “warna coklat” yaitu kurangnya air yang sehat, polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri, serta kemacetan lalu lintas. Untuk menyelesaikan masalah lingkungan ini, gerakan New Urbanism melalui konsep Traditional Neighborhood Development (TND) percaya bahwa masalah lingkungan ini dapat diatasi dengan perencanaan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki, multi fungsi, kepadatan tinggi, sehingga mengurangi kendaraan bermotor dan berakibat pada berkurangnya kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Karakter fisik dan sosial lainnya adalah multi tipe rumah, taman publik yang lebih banyak dan rumah berteras depan yang akan mendorong interaksi sosial dalam lingkungan perumahan. Berdasarkan konsep ini, tulisan ini membahas karakter fisik dan sosial realestat di kota Jakarta dan Surabaya. Hasilnya menunjukan bahwa pengembangan realestat di kota-kota ini merupakan salah satu penyebab masalah-masalah lingkungan yang ada di perkotaan. Kata kunci: new urbanism, realestat. ABSTRACT Rapid urbanization will be critical to urban environments. The immediate and most critical urban environment problems facing several big cities, such as Jakarta and Surabaya, what are referred to as the “brown” problems, among them: lack of safe water, pollution from vehicles and industrial facilities, and congestion. To cope with these urban environmental problems, New Urbanism through the Traditional Neighborhood Development (TND) believes that it will cure the problems by pedestrian oriented planning, encouraging people to drive less, mixed land uses, higher density, then traffice congestion is reduced,and mitigate air pollution. Moreover, the other physical and social characters are mixed housing types, front porches, more park that will encourage more interaction, then restore a sense of community. Based on this concept, this paper discusses the physical and social characters of real estates in Jakarta and Surabaya. The results show that real estate developments in these suburban areas is one of the causes of urban environment problems. Keywords: new urbanism, real estates. PENDAHULUAN Pada tahun 1990, penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan adalah sebesar 30,9% dan pada tahun 1995 telah mencapai 35% dari jumlah total penduduk. Sedangkan menurut proyeksi Bappenas, pada tahun 2000 jumlah penduduk kota akan menjadi 40% dan pada tahun 2010 akan mencapai 55%. Peningkatan jumlah penduduk yang luar biasa ini menghadirkan masalah bagi lingkungan kota yang biasa disebut juga sebagai masalah-masalah yang “berwarna coklat”, seperti kurangnya air bersih, buruknya kondisi sanitasi, masalah pembuangan sampah padat dan berbahaya, polusi udara dari kendaraan bermotor dan industri, kecelakan yang disebab- kan oleh kemacetan dan kepadataan, hilangnya sumber daya budaya dan ruang terbuka. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat di perkotaan menunjukkan bahwa jumlah per- jalanan per hari cenderung meningkat paling tidak sama dengan peningkatan jumlah pen- duduk. 1 Peningkatan jumlah perjalanan ini akan meningkatkan jumlah pemakaian kendaraan bermotor, sedangkan sumber terbesar polusi 1 Mia Layne Birk dan P. Christopher Zegras. Moving Toward Integrated Transport Planning: Energy, Environment, and Mobility in Four Asian Cities . Washington, D.C.: International Institute For Energy Conservation, 1993, hal. 7.

Transcript of Ars 01290107

Page 1: Ars 01290107

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

52

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUANGERAKAN NEW URBANISM

Timoticin KwandaStaf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur – Universitas Kristen Petra

ABSTRAK

Cepatnya urbanisasi akan menyebabkan lingkungan perkotaan yang kritis. Masalah lingkungan kritis yangdihadapi oleh kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya adalah apa yang disebut dengan masalah “warnacoklat” yaitu kurangnya air yang sehat, polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri, sertakemacetan lalu lintas. Untuk menyelesaikan masalah lingkungan ini, gerakan New Urbanism melalui konsepTraditional Neighborhood Development (TND) percaya bahwa masalah lingkungan ini dapat diatasi denganperencanaan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki, multi fungsi, kepadatan tinggi, sehinggamengurangi kendaraan bermotor dan berakibat pada berkurangnya kemacetan lalu lintas dan polusi udara.Karakter fisik dan sosial lainnya adalah multi tipe rumah, taman publik yang lebih banyak dan rumah berterasdepan yang akan mendorong interaksi sosial dalam lingkungan perumahan. Berdasarkan konsep ini, tulisan inimembahas karakter fisik dan sosial realestat di kota Jakarta dan Surabaya. Hasilnya menunjukan bahwapengembangan realestat di kota-kota ini merupakan salah satu penyebab masalah-masalah lingkungan yang adadi perkotaan.

Kata kunci: new urbanism, realestat.

ABSTRACT

Rapid urbanization will be critical to urban environments. The immediate and most critical urbanenvironment problems facing several big cities, such as Jakarta and Surabaya, what are referred to as the“brown” problems, among them: lack of safe water, pollution from vehicles and industrial facilities, andcongestion. To cope with these urban environmental problems, New Urbanism through the TraditionalNeighborhood Development (TND) believes that it will cure the problems by pedestrian oriented planning,encouraging people to drive less, mixed land uses, higher density, then traffice congestion is reduced,andmitigate air pollution. Moreover, the other physical and social characters are mixed housing types, frontporches, more park that will encourage more interaction, then restore a sense of community. Based on thisconcept, this paper discusses the physical and social characters of real estates in Jakarta and Surabaya. Theresults show that real estate developments in these suburban areas is one of the causes of urban environmentproblems.

Keywords: new urbanism, real estates.

PENDAHULUAN

Pada tahun 1990, penduduk Indonesia yangtinggal di perkotaan adalah sebesar 30,9% danpada tahun 1995 telah mencapai 35% dari jumlahtotal penduduk. Sedangkan menurut proyeksiBappenas, pada tahun 2000 jumlah pendudukkota akan menjadi 40% dan pada tahun 2010akan mencapai 55%. Peningkatan jumlahpenduduk yang luar biasa ini menghadirkanmasalah bagi lingkungan kota yang biasa disebutjuga sebagai masalah-masalah yang “berwarnacoklat”, seperti kurangnya air bersih, buruknyakondisi sanitasi, masalah pembuangan sampahpadat dan berbahaya, polusi udara dari kendaraan

bermotor dan industri, kecelakan yang disebab-kan oleh kemacetan dan kepadataan, hilangnyasumber daya budaya dan ruang terbuka.

Peningkatan jumlah penduduk yang pesat diperkotaan menunjukkan bahwa jumlah per-jalanan per hari cenderung meningkat palingtidak sama dengan peningkatan jumlah pen-duduk.1 Peningkatan jumlah perjalanan ini akanmeningkatkan jumlah pemakaian kendaraanbermotor, sedangkan sumber terbesar polusi 1 Mia Layne Birk dan P. Christopher Zegras. MovingToward Integrated Transport Planning: Energy,Environment, and Mobility in Four Asian Cities .Washington, D.C.: International Institute For EnergyConservation, 1993, hal. 7.

Page 2: Ars 01290107

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM (Timoticin Kwanda)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

53

udara di kota-kota besar adalah asap kendaraanbermotor. Sebagai contoh, 70% sampai dengan80% dari total polutan udara berasal daritransportasi kendaraan, seperti di kota Maniladan Kuala Lumpur. Sedangkan untuk kotaSurabaya, berdasarkan pengukuran kualitasudara yang dilakukan pada tahun 1982, 1988 dan1990 menunjukkan bahwa kualitas udara kotaSurabaya yang bersumber dari emisi kendaraanbermotor telah melebihi ambang batas, terutamauntuk suspended particulate matter (SPM) dankebisingan.2

Selain kualitas udara, kualitas air diperkotaan juga sangat kritis. Sebagai contoh,kondisi kualitas air di Jakarta sangat meng-kawatirkan dimana 90 persen sumur mengalamipencemaran dan sungai Ciliwung tidak layaksebagai sumber air baku (Nugroho, Kompas 23Mei 2001). Kondisi ini terjadi pula pada kaliSurabaya yang merupakan sumber air baku untukPDAM, dimana mutu airnya masih berkisarantara kelas B minus dan C plus dibawah mutuyang disyaratkan yaitu kelas B (Kompas, 8 Mei2001). Akibat dari masalah-masalah lingkunganini harus dibayar dengan biaya yang tinggi,sebagai contoh menurut laporan Bank Dunia,pada tahun 1990 biaya kesehatan yang harusdibayar oleh penduduk Jakarta sebagai akibatdari polusi udara adalah sebesar US dollar 500juta.3

Masalah-masalah lingkungan di perkotaanini, telah memicu munculnya kesadaraan akanpembangunan kota yang berkelanjutan. Salahsatu gerakan pembangunan kota atau per-mukiman yang berkelanjutan adalah NewUrbanism yang berkembang di Amerikat Serikat.Gerakan ini percaya bahwa perbaikan ling-kungan perkotaan akan tercapai dengan penataankawasan permukiman yang berorientasi padapejalan kaki dengan mengurangi penggunaankendaraan bermotor dalam pola permukimanyang padat, multi fungsi, multi tipe, sehinggaruang terbuka hijau untuk publik semakinbertambah, interaksi komuitas semakin me-ningkat, konservasi lahan akan tercipta, danpolusi udara akan semakin berkurang.

Berdasarkan jiwa dari gerakan NewUrbanism ini, penulis mencoba untuk meng-gambarkan kondisi fisik dan sosialpengembangan permukiman formal oleh para

2 Ibid ., hal. 41.3 Janis Bernstein, The Urban Challenge in NationalEnvironmental Strategies . The World Bank, EnvironmentalManagement Series paper No. 02, April 1995, hal. 7.

pengembang yaitu realestat, terutama yangterdapat di kota Surabaya. Hasil dalampembahasan ini, diharapkan dapat bermanfaatsebagai masukan baru dalam pengembangankota, khususnya realestat yang berkelanjutan diIndonesia, baik bagi para pengembang maupunpemerintah kota yang berkedudukan sangatstrategis dalam mengambil keputusan untukkepentingan publik. Bagi masyarakat, pembahas-an pembangunan permukiman yang berke-lanjutan ini akan memberi kesadaran barutentang pentingnya pertimbangan lingkungandalam perencanaan permukiman. Dengankesadaran ini, sebagai wujud partisipasi dalampembangunan kota yang berkelanjutan, masya-rakat sebagai konsumen diharapkan akanmemilih realestat yang memperhatikan pem-bangunan yang berkelanjutan.

GERAKAN NEW URBANISMDI AMERIKA SERIKAT

Latar Belakang

Sejak Perang Dunia II, kawasan pinggirankota di Amerika Serikat merupakan tempattinggal yang paling diminati. Hal ini dimungkin-kan oleh perkembangan penemuan mobil danpembangunan jalan tol yang memberi kesempat-an kepada masyarakat untuk berpindah dari pusatkota ke pinggiran kota. Perumahan di pinggirankota memberikan beberapa kenyamanan hidup,namun pertumbuhan yang begitu cepat jugamenimbulkan beberapa masalah.

Masalah-masalah yang ada antara lainseperti kesemrautan pengembangan antarakawasan perumahan yang satu dengan yang lain,hilangnya “sense of place”, penghuni yangterasingkan dari lingkung perumahannya, ruangterbuka hijau berubah menjadi pertokoan,perumahan, dan tempat parkir, kawasanpermukiman yang terisolasi meningkatkanketergantungan pada penggunaan mobil,sehingga menyebabkan kemacetan dan polusiudara. Menyadari masala-masalah ini, makaperencana kota mulai mencari solusi-solusi baru,seperti gerakan New Urbanism di AmerikaSerikat.

Sejarah Perkembangan New Urbanism

New Urbanism sering juga disebut antaralain sebagai Traditional Neighborhood Develop-ment (TND), perencanaan neotradisional,Transit-Oriented–Development (TOD) atau

Page 3: Ars 01290107

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

54

konsep pengembangan padat (CompactDevelopment). Gerakan ini muncul pada tahun1980-an sebagai suatu alternatif dari konseppengembangan konvensional yang ada dipermukiman-permukiman pinggiran kotaAmerika Serikat. Seiring dengan perkembangansosialisasi konsep ini, pada tahun 1989 YayasanTraditional Neighborhoods menerbitkan suatuversi nasional tentang standar perencanaan TNDuntuk diperkenalkan kepada dewan-dewan kota.Kemudian dibentuk suatu organisasi yangdikenal dengan nama Congress for the NewUrbanism (CNU). Pada pertemuan kongres ke-empat di tahun 1996, para peserta kongres setujuuntuk membuat Traktat New Urbanism yangberisi tentang prinsip-prinsip, kebijakan,pedoman dan teknik-teknik desain.

Gerakan ini percaya bahwa konsepperencanaan neotradisional dapat menyelesaikanmasalah-masalah perumahan di pinggiran kotayang selama ini ada sebagai akibat daripendekatan konvensional. Konsep neotradisionalini mengacu pada karakter-karakter kota lama diAmerika Serikat, seperti kapling yang kecil, GSByang pendek atau nol, rumah dengan teras depan,ruang publik yang banyak, penggunaan lahanmulti fungsi, jalan yang sempit dan salingberhubungan. Karakter seperti ini terdapat padakota-kota, seperti Charleston, Carolina Selatan,Kota Tua Alexandria, Virginia dan Marblehead,Massachusetts. Gerakan seperti ini juga sedangberkembang di Eropa yaitu The Urban VillagesForum di Inggris dan The European SustainableCities Campaign di daratan Eropa.

Prinsip-Prinsip Perencanaan dan Perancang-an New Urbanism

Secara umum, gerakan New Urbanismberpegang pada beberapa prinsip perencanaanuntuk pembangunan kota, yaitu:1. Restorasi pusat kota dan kota yang ada dalam

satu kesatuan wilayah metropolitan.2. Pembentukan kembali kawasan permukiman

pinggiran kota yang tak teratur menjadi suatulingkungan masyarakat yang hidup danpenggunaan lahan yang multi fungsi.

3. Konservasi lingkungan alam.4. Pelestarian peninggalan-peninggalan lingkung

buatan.5. Penggunaan lahan dan penghuni harus

beragam dalam suatu lingkungan masyarakat.6. Pejalan kaki termasuk juga kendaraan umum

dan mobil harus dirancang dalam suatulingkungan masyarakat.

7. Kota harus dibentuk oleh bentuk fisik yangjelas dan ruang publik yang mudah dicapai.

8. Kawasan kota harus dibentuk oleh desainarsitektur dan lansekap yang menghargaisejarah lokal, iklim, ekologi, dan praktekpembangunan.

Sedangan dalam perencanaan dan peran-cangan permukiman, gerakan New Urbanismberpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:1. Penggunaan lahan dan tipe rumah yang

beragam yaitu integrasi penggunaan lahanperumahan, pertokoan, perkantoran skalalingkungan pada pusat kawasan perumahan.Dengan penggunaan lahan multi fungsi, makaseluruh kebutuhan sehari-hari untuk penghunidapat dipenuhi dalam satu kawasan, sehinggaakan mengurangi kemacetan lalu lintas(gambar 1). Dengan tipe rumah yangberagam diharapkan dapat mengurangikesenjangan sosial antara yang kaya denganyang miskin.

2. Kepadatan yang tinggi yaitu suatu kawasanperumahan yang padat (compact) dengansarana lingkungan, seperti pertokoan danperkantoran serta tempat transit kendaraanumum, sehingga dapat dicapai denganberjalan kaki (konsep pedestrian pocket)dengan radius maksimal ¼ mil atau 400meter. Untuk memperpendek jarak jangkauke pusat lingkungan, maka luas kaplingdiperkecil dan dengan membangun perumah-an vertikal (gambar 2).

3. Jumlah ruang publik yang lebih banyak danpenempatan rumah yang saling mendekat,serta dekat ke jalan untuk menciptakaninteraksi sosial yang lebih baik antarpenghuni (gambar 1).

4. Jaringan jalan yang menyambung dimungkin-kan dengan pola papan catur (gridiron),sehingga memberi rute alternatif bagikendaraan bermotor. Pola jalan grid yangmerupakan jalan tembus diyakini lebih“demokratis” karena memberi kesempatanlebih besar kepada penghuni untukberpartisipasi dalam interaksi sosial.

5. Desain berorientasi pada pejalan kaki yaituberupa trotoar pada jalan dan gang yangterletak diantara halaman belakang rumah,yang berfungsi untuk mencapai tempat transitkendaraan umum, sehingga mengurangiketergantungan pada kendaraan bermotor.Untuk menciptakan trotoar yang bersahabat,maka jalan dipersempit, penghijauan jalan diperbanyak, mengurangi GSB, rumah berteras

Page 4: Ars 01290107

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM (Timoticin Kwanda)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

55

depan (gambar 3) dan menempatkan garasi didepan kapling rumah.

6. Dengan kondisi seperti ini, serta luas kaplingyang kecil dan berkepadatan tinggi, makapada akhirnya konservasi alam dan efisiensibiaya akan tercapai dan polusi lingkunganakan berkurang dengan berkurangnya peman-faatan lahan dan penggunaan kendaraanbermotor.

Gambar 1. Multi Fungsi, Kepadatan Tinggidan Ruang Publik pada KonsepTOD

Gambar 2. Konsep Pedestrian Pocket, Ber-orientasi pada Pejalan Kaki

Pada saat ini di Amerika Serikat telahberkembang lebih dari seratus realestat yangdirencanakan dengan bepedoman pada gerakanNew Urbanism. Salah satu contoh realestat yangmenerapkan konsep TND atau prinsip-prinsipNew Urbanism adalah perumahan NorthwestLanding di kota Du Pont, Washington yangdirencanakan oleh Perter Calthorpe pada tahun1995. Kawasan perumahan seluas 1.200 ha inidirancang multi fungsi yaitu selain rumah tinggalterdapat pula kondominium dan apartemen sewa(prinsip mixed-use dan kepadatan tinggi), jarakjangkau bagi pejalan kaki ke sarana umum(konsep pedestrian pocket), prinsip interaksikomunitas dengan ciri khas tampak depan rumah

berupa teras, taman serta ruang terbuka sepertirawa-rawa dan jalan setapak pada setiap unitlingkungan perumahan yang merupakan 40%dari total luas lahan (prinsip konservasi alam).4

Gambar 3. Rumah dengan Teras Depanuntuk Meningkatkan InteraksiSosial

Tokoh-Tokoh Gerakan New Urbanism

Beberapa tokoh dalam gerakan ini adalahPeter Calthorpe, Andres Duany dan ElizabethPlater-Zyberk. Calthorpe adalah seorang praktisiperancang kota yang pernah kuliah di jurusanarsitektur Universitas Yale (1975), kemudianbekerja untuk arsitek negara bagian Californiayaitu Sim Van der Ryn. Keduanya bersama-sama menulis buku tentang arsitektur solarberjudul Sustainable Communities. Pada tahun1989, realestat pertama yang direncanakannyadengan konsep TOD adalah Laguna West(gambar 4). Permukiman seluas 324 ha inimenyediakan sistem pedestrian yang terarahdengan jangka waktu berjalan kaki maksimum10 menit untuk mencapai kendaraan umum,desain rumah dengan teras depan agar penghunirumah dapat duduk dan menyapa warga lainyang lewat, dan pusat lingkungan berupa tamanterbuka hijau sebagai pusat kegiatan masyarakatuntuk menciptakan sense of community.

Selain Laguna West, beberapa realestat dankawasan kota yang dikembangkan olehCalthorpe adalah Sacramento, San Diego, SouthBrentwood (57 ha) di California (gambar 5),Portland di Oregon (gambar 6), dan Green Citydi Philipina dengan prinsip-prinsip ekologiseperti sistem drainase alami. Di kota Portland,

4 “New Urbanism Thrives In Pacific Northwest,”Professional Builder, August 1999, hal. 42-43.

Page 5: Ars 01290107

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

56

Oregon, konsep TOD diterapkan untuk men-cegah pengembangan perumahan dengankepadatan rendah di pinggiran kota. Denganpengembangan permukiman berkepadatan tinggikhususnya pada kawasan transit yaitu kawasanseluas 20-65 ha yang dapat ditempuh 10 menitoleh pejalan kaki atau sampai radius 700 meter,sehingga akan bermanfaat bagi perlindungansumber daya lingkungan dengan berkurangnyapemanfaatan lahan.5

Gambar 4. Laguna West, Proyek PertamaPeter Calthorpe dengan PonsepTOD

Gambar 5. Jalan dengan Pepohonan diSouth Brentwood Dikembangkanoleh Penyanyi Lagu Rakyat JoanBaez

Tokoh terkemuka TND lainnya adalahpasangan suami istri Andres Duany danElizabeth Plater-Zyberk. Keduanya adalaharsitek lulusan Princeton dan Yale yang sangatdipengaruhi oleh pandangan-pandangan LeonKrier, seorang ahli teori arsitektur dari Eropa.Menurut Krier, kota-kota di dunia Barat telahmengalami masa suram sejak masa revolusiindustri, pemisahan penggunaan lahan (fungsitunggal) secara alami adalah anti-ekologi dan

5 Gordon Oliver, “1000 Friends are Watching,”Planning, November 1992, hal. 12.

harus diganti dengan perencanaan kotatradisional yang memahami hak setiap manusiauntuk mencapai semua fungsi kehidupan kotadengan berjalan kaki.

Gambar 6. Proyek LUTRAQ di Portland

Beberapa kawasan perumahan yangdirencanakan oleh Duany adalah Kentland,Maryland (150 ha), Blount Spring, Alabama (185ha), Bedford, New Hampshire, Belmont Forest,Virginia (112 ha), Gaithersburg, Maryland (145ha), dan Seaside seluas 32 ha di Florida (gambar7). Untuk menerapkan TND di Seaside, Duanymenerapkan standar perencanaan antara lain,seperti 5% lahan untuk sarana umum dan satukapling diantaranya khusus untuk tempatpenitipan anak. Selanjutnya, pola jalan gridiron,jalan sempit dengan damija 7 meter, radius sudutblok tidak boleh melebihi 8 meter (sudut yangtajam akan memperlambat kecepatan kendaraan),tempat parkir di samping atau di depan kaplingpada salah satu sisi jalan, terdapat pedestrian,gang (gambar 8), dan rumah dengan teras depan.

Gambar 7. Rencana Tapak Seaside olehDuany

Page 6: Ars 01290107

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM (Timoticin Kwanda)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

57

Gambar 8. Gang untuk Pejalan Kaki diBelakang Rumah

Kritik Terhadap New Urbanism

Konsep New Urbanism untuk solusimasalah realestat di pinggiran kota telah banyakmenerima pujian dari berbagai pihak, sepertiarsitek, planolog, pemerhati lingkungan, danbirokrat pemerintah. Namun, gerakan ini jugamenerima beberepa kritikan antara lain:1. lebih mementingkan hal-hal yang tampak

secara fisik dan melupakan hal-hal yangbersifat sosial, politik dan ekonomi.

2. dalam kenyataan, banyak realestat dengankonsep TND sulit untuk menciptakanpenggunaan lahan yang multi fungsi bagipembentukan suatu komunitas. Selain itu,beberapa proyek yang menerapkan konsepTND ini tidak dapat mencapai tujuan semulayaitu perumahan yang inklusif melainkanmenjadi perumahan-perumahan yang ekslusifhanya untuk kelas menengah atas, sepertibeberapa realestat di kota Austin, Texas yaituSpring Hollow Farm, New CommerceVillage, and City of the Immortals.6

3. konsumen tidak perduli dengan apa yangditawarkan oleh para new urbanist melainkankonsep konvensional yang berorientasi padakendaraan bermotor.7 Para konsumenterutama kelas menengah dan atas masihtertarik dengan kapling yang luas, kepadatanrendah dan fungsi lahan tunggal. Sedangkanbagi para pengembang tentunya demikeuntungan harus memenuhi keinginan ini.

6 Ruth E. Knack, “Repent Ye Sinners, Repent,” Planning ,August 1989, hal.10.7 Charles C. Tu dan Mark J. Eppli, “Valuing NewUrbanism: The Case of Kentlands,” Real Estate Economics ,1999, vol. 27, hal. 425.

Kendala lain adalah kekuatiran konsumententang masalah keamanan dengan konsepgang di belakang kapling rumah.

4. bukan mengurangi kemacetan lalu lintas,bahkan sebaliknya mungkin akan mencipta-kan kemacetan lalu lintas, karena secarateoritis jarak jangkau yang dekat akanmengurangi rata-rata biaya perjalanan, biayaperjalanan yang murah cendrung akanmenambah jumlah perjalanan dan meningkat-kan total kilo meter jarak perjalanan.8

Selain itu, salah satu kasus proyek TNDyang ditunda karena ditentang oleh masyarakatadalah perumahan Lakeside di pinggiran kotaDallas, Texas yang direncanakan oleh AndresDuany dan Elizabeth Plater-Zyberk pada tahun1994. Pada kasus ini, masyarakat sekitar proyekLakeside berkeberatan dengan rencana perumah-an dengan kepadatan tinggi yaitu apartemen 5-6lantai. Dalam asumsi mereka apartemen akanmenimbulkan kriminalitas, kekerasan, geng, danakhirnya menurunkan nilai jual properti padakawasan sekitarnya.9 Menghadapi kritikan-kritikan ini, tokoh New Urbanism, PeterCalthorpe, berpendapat bahwa “membangunsuatu komunitas adalah suatu fenomena 200tahun.”

POLA PERKEMBANGAN REALESTAT

Suatu studi tentang pola penggunaan lahandan moda transportasi di 32 kota di duniamenunjukkan bahwa peningkatan intensitaspenggunaan lahan atau kepadatan orang per hadapat menyumbangkan penurunan jumlahtranportasi kendaraan bermotor yang berartimengurangi konsumsi enerji (bensin), sehinggaakhirnya akan menurunkan polusi udara diperkotaan.10 Dengan kata lain, pola perkembang-an kota akan mempengaruhi pola pemakaiankendaraan bermotor, semakin rendah kepadatansuatu kota (menyebar) maka akan semakin besarpemakaian kendaraan bermotor, dan sebaliknyasemakin padat suatu kota maka akan semakinsedikit jumlah pemakaian kendaraan bermotor.

8 Ibid ., hal. 428.9 Mark Alden Branch, “No Neotrad in My Backyard, DallasSuburb Says,” Planning , January 1996, hal. 20.10 Mia Layne Birk dan P. Christopher Zegras. MovingToward Integrated Transport Planning: Energy,Environment, and Mobility in Four Asian Cities .Washington, D.C.: International Institute For EnergyConservation, 1993, hal. 58.

Page 7: Ars 01290107

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

58

Pada akhirnya, kedua pola ini akan mem-pengaruhi kualitas udara suatu kota. Dalamsejarah perkembangan realestat di Indonesia baiksebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,menunjukkan suatu pola perkembangan yangmenyebar seperti pembahasan berikut ini.

Pola Awal Perkembangan Realestat

Pada awalnya, permukiman yang ada dikota-kota di Indonesia adalah kawasan per-kampung penduduk lokal yang bermukim disimpul-simpul jasa distribusi perdagangan dantransportasi yaitu seperti pasar, tepi sungai,muara sungai, tepi jalan utama. Kegiatanekonomi berperan besar dalam pertumbuhankota, maka seiring dengan perkembangankegiatan perdagangan terjadi akumulasi pen-duduk yang terus menerus bertambah mem-bentuk suatu komunitas kampung. Sampai saatini, sejarah perkembangan permukiman kampungdi simpul-simpul jasa distribusi masih tercermindari nama-nama kampung seperti Pasar Senen,Pasar Minggu, Pasar Jumat, Pasar Ikan danSunda Kelapa di kota Jakarta dan nama kampungseperti Pasar Genteng, Pasar Wonokromo, PasarKeputran dan Pasar Pucang di kota Surabaya.

Selanjutnya, pada masa Tanam Paksa (TheCulture System, 1830-1870), kota-kota diIndonesia masih berkarakter pedesaan ataukampung dan permukiman yang terbentukmenurut pengelompokan etnis, seperti yangdigambarkan oleh Thomas Karsten sebagaiberikut:

Even the towns still had a definitely ruraland tropical character, and were little morethan overgrown villages. . . . , true urbanactivities played rather a small role. Asregards housing, the Europeans lived inlarge, spacious ‘old Indies’ houses withenormous yards . . . . The kampongs wereextensive, but the building in them wereprimitive and scatterred, hence a certainamount of crops were still usually grown inthe compounds. The Chinese were requiredto live in the ‘Chinese camp’ . . ., was theonly section of the town fully built up.11

Namun setelah tahun 1890, penduduk kotabertumbuh cepat sebagai akibat kegiatanekonomi yang bertumbuh dengan cepat,pembangunnan dan pembentukan perusahaan-

11 W.F. Wertheim (ed.). The Indonesian Town , 1958, hal.vi.

perusahaan perdagangan, perbankan dan industridimulai. Meminjam teori human ecology dariRobert E. Park (Chicago School) tentangkompetisi ruang maka selanjutnya terjadi prosesinvasi, suksesi dan dominasi ruang atau lahanoleh pendatang bangsa Eropa ke kampung-kampung mulai terjadi, sehingga pendudukkampung harus berpindah ke perkampunganlainnya yang tentunya akan menambahkepadatan penduduknya, seperti diuraikan olehThomas Karsten:

The rapid expansion of the towns naturallyled the Europeans to buy more and moreland, preferably along the existinghighways. This was to a large extent notfarm and pasture land, as was the case inthe Netherlands, but land where therealready were kampomgs, so that the Nativepopulation driven from there had to resortto an ever-increasing concentration ofhousing on the remaining kampong lands.The Chinese population remained in the‘Chinese camp’, . . . .12

Pola Perkembangan Menyebar pada Realestatdi Surabaya

Seperti yang diuraikan oleh ThomasKarsten, pola awal perkembangan realestat diSurabaya relatif sama dengan kota-kota besarlainnya, seperti Jakarta dan Semarang. Sebelummasa kemerdekaan, realestat di kota Surabayabanyak dikembangkan menyebar ke pinggiran-pinggiran kota pada masa itu untuk bangsaEropa, seperti perumahan-perumahan dikawasan-kawasan Embong dan Darmo yangawalnya merupakan lahan perkampungan ataupersawahan.

Setelah kemerdekaan, dengan pola yangsama perumahan berkembang dengan polamenyebar ke pinggiran-pinggiran kota.Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan telahmenyebabkan semakin meningkatnya kebutuhanakan berbagai prasarana dan sarana kotatermasuk perumahan. Peningkatan kebutuhanperumahan ini menyebabkan kota terusberkembang ke pinggiran kota pada masa ituyang harus menggusur kawasan perkampungandan lahan produktif seperti sawah dan tambak.Sebagai contoh, pada tahun 1993 luas sawah dikota Surabaya adalah sebesar 1.350 ha, namundalam kurun waktu 5 tahun yaitu pada tahun1998 luas sawah telah menyusut lebih dari 12 Ibid, hal. vii.

Page 8: Ars 01290107

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM (Timoticin Kwanda)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

59

setengah menjadi 444,032 ha (Surabaya DalamAngka, 1998).

Namun selanjutnya dengan semakin ber-kurangnya lahan, maka pembangunan perumah-an dengan pola yang sama (menyebar) semakinbergeser ke pinggiran kota yang masih memilikiharga lahan yang relatif murah. Sebagai contoh,pada periode pertama (1970–1990) perkembang-an realestat di kota Surabaya dimulai denganpembangunan perumahan oleh pihak pe-ngembang swasta dalam skala besar di pinggirankota Surabaya Barat. Pada tahun 1973, kawasanseluas 600 ha milik PT. Pembangunan Darmo,yang kemudian terpecah menjadi 3 (tiga)pengembang yaitu Darmo Permai seluas 300 ha,Darmo Grande (125 ha) dan Darmo SateliteTown seluas 175 ha. Sedangkan pada tahun 1976di kawasan Surabaya Timur berkembangkawasan realestat skala besar bernamaDharmahusada Indah seluas 275 ha.

Sedangkan pada periode kedua (1991-2000)realestat tetap berkembang dengan polamenyebar semakin ke pinggiran kota. Sejaktahun 1990-an, pemerintah menghimbau parapengembangan untuk membangun perumahanskala besar dan secara tegas lagi tercantumdalam Undang Undang No. 4 tahun 1992 tentangPerumahan dan Permukiman yaitu konsepKasiba dan Lisiba. Kebijakan ini yang didukungdengan kebijakan perbankan yang sangat mudahmemberikan kredit investasi di bidangperumahan telah memacu para pengembanguntuk berlomba-lomba mengembangkanperumahan skala besar di disekitar kotametropolitan seperti Botabek dan Gerbangkertasi(Gresik, Bangkalan, Mojokerto, dan Sidoarjo)dengan berbagai promosinya sebagai kota baruyang mandiri.

Misalnya, di kawasan Botabek perumahan-perumahan skala besar ini antara lain BumiSerpong Damai (6.000 ha), Kota Tigaraksa(3.000 ha), Citra Raya Tangerang (2.000 ha),Kota Legenda (2.000 ha), Royal Sentul (2.000ha), dan Lippo Cikarang (2.000 ha). Sedangkanpada periode yang sama terjadi ekspansi olehpengembang-pengembang sukses dari Jakarta kekota Surabaya dengan mengembangkan realestatskala besar, seperti Citra Raya (1991) seluas1000 ha, Graha Famili (1990) seluas 250 ha,Pakuwon Indah (1993) seluas 400 ha, LagunaIndah (1994) seluas 560 ha, dan Bukit VillaEmas (1998) seluas 45 ha.

Sebagai kota mandiri kota-kota baru inidiharapkan dapat memberi lapangan pekerjaanbagi para penghuninya, namun kenyataannya

sebagian besar penghuni perumahan skala besarini masih bergantung pada kota induknya.Sebagai contoh, menurut penelitian di kota baruDepok hanya 36,9% dari jumlah para pekerjayang terserap, sisanya sebesar 63,1% bekerja diJakarta.13 Kenyataan ini menimbulkan per-masalahan baru bagi kota inti seperti Jakarta,yaitu pertama, semakin tingginya kemacetan lalulintas terutama pada jam-jam sibuk. Dinas LaluLintas Angkutan Jalan (DLLAJ) mencatat, diJakarta terdapat 71 lokasi yang menjadi titikrawan kemacetan dan biang keladi kemacetannyaadalah kendaraan pribadi yang merupakan 97,5%dari total kendaraan yang ada (tahun 1999,372,044 unit kendaraan).

Kedua, kepadatan lalu lintas semakinmeningkat dan bahkan terjadi kemacetan lalulintas pada jam pulang kerja pada jalan-jalanutama dan jalan tol menuju perumahan-perumahan di pinggiran kota. Sebagai contoh,tingginya beban jalan tol Jakarta-Cikampekdapat terlihat dari pemandangan antrian di mulutgerbang tol terutama pada pagi dan sore hari.Pemandangan yang serupa juga terlihat padajalan tol Jakarta-Tangerang-Merak. Pada tahun1993, jumlah perjalanan warga Jabotabek adalahsejumlah 27,9 juta per hari, dan pada tahun 2010angka ini akan meningkat menjadi 50 jutaperjalanan perhari. 14

Hal ini dapat dimengerti karena pelayananangkutan umum yang masih buruk memaksamasyarakat untuk semakin tergantung padakendaraan pribadi. Sebagai contoh, para pekerjayang tinggal di kawasan Botabek lebih sukamemilih kendaraan pribadi karena transportasisangat vital bagi mereka. Seorang pekerja yangtinggal di Tangerang dan bekerja di Jakarta lebihmemilih membeli mobil bekas dengan mencicilRp.360.000,- per bulan daripada harus meman-faatkan angkutan umum yang kurang lebih jugaharus menghabiskan biaya sejumlahRp.240.000,- per bulan (Kompas, 18 Mei 2001).

Karakter Fisik dan Sosial Realestat

Dari tinjauan konsep New Urbanism,perumahan-perumahan di pinggiran kota-kota

13 Soegijoko, Budhy Tjahjati S., “Arah PerkembanganKota-Kota Baru dalam Perspekstif Kebijaksanaan TataRuang Nasional,” dalam Perumahan Rakyat UntukKesejahteraan dan Pemerataan . Jakarta: Menteri NegaraPerumahan Rakyat Republik Indonesia, hal. 11.14 Era Baru Bisnis Realestat . Dewan Pengkajian MasalahPerumahan dan Permukiman Real Estate Indonesia 1992-1995, hal. 49.

Page 9: Ars 01290107

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

60

besar seperti Jakarta dan Surabaya memangdirencanakan dengan berorientasi pada trans-portasi pribadi sebagai akibat dari polaperkembangan yang menyebar. Dengan ber-orientasi pada kendaraan pribadi, makakarakteristik fisik realestat adalah sebagaiberikut:1. pedestrian relatif tidak dibutuhkan lagi atau

sengaja tidak disediakan, baik pada jalankolektor maupun jalan lokal untuk efisiensibiaya. Kenyamanan dan keamanan pejalankaki terabaikan. Kalaupun trotoar disediakantidak dihubungkan untuk ke tempat transitkendaraan umum atau sarana-sarana umumlainnya.

2. prasarana jalan di kawasan perumahandirencanakan relatif lebar, kecuali padaperumahan sederhana (RS/RSS) dimana jalanlokal direncanakan hanya untuk pejalan kaki,namun pada akhirnya juga dilewati olehkendaraan motor, khususnya sepeda motor,karena jarak jangkau yang jauh dari tempattransit kendaraan umum.

POLA PEMBANGUNAN PERUMAHANDI INDONESIA

Dalam pembangunan perumahan ternyatapihak swasta merupakan pelaku pembangunanyang paling dominan, selama beberapa Pelita ini.Menurut statistik Lingkungan Hidup Indonesiatahun 1999, selama Pelita VI (1994-1999) totaljumlah rumah yang telah dibangun adalahsebesar 601.697 unit rumah. Dari jumlah tersebutpihak swasta (REI) membangun sebanyak62,36%, sisanya dibangun oleh Perumnas(27,73%) dan Koperasi (9,91%). Hal inimenunjukkan bahwa telah terjadi penggeseranwilayah kerja/pengaruh atau domain pengadaanrumah, yang semula merupakan domain pribadi-komunal menjadi domain publik (Silas, 2000).

Dengan peran yang kuat dari pihak swastadan dukungan penuh dari pemerintah (perijinandan pemberian kredit konstruksi), makapengadaan rumah menjadi tergantung padapemerintah yang dimainkan melalui kerjasamadengan pihak swasta. Rumah menjadi komoditiyang dijual belikan sebagai salah satu pilihaninvestasi untuk mencari laba sebesar-besarnya,sehingga makna rumah telah bergesar daripengertian omah-omah (bertanggung jawabmensejahterakan keluarga) menjadi pengertianekonomi (seperti harga, permintaan, pasar, dannilai).

Karakter Fisik dan Sosial Realestat

Akibatnya dari perubahan domain dalampembangunan perumahan ini, maka karakteristikfisik dan sosial realestat adalah sebagai berikut:1. tampilan dan tatanan rumah tidak ditekankan

lagi pada penyelenggara (penghuni dananggota keluarga) dan kondisi iklim setempattetapi pada penampilan yang dikehendakioleh pasar dan pemodal (Silas, 2000).Sehingga tidak mengherankan kalau tampilanrumah di kawasan realestat dengan langgamyang asing bagi masyarakat Indonesia.Sebagai contoh, beberapa perumahan diJabotabek dengan langgam Mediterania(Bukit Gading), arsitektur bergaya seluruhDunia (Kota Bunga Puncak: vila Jepang,Koboi, Thailand, Belanda, Swiss,Nothingham, vila Manchester), GeorgianStyle (Villa Gading Indah), di Surabayaseperti gaya Paris (Villa Bukit Mas).

2. komposisi penggunaan lahan dimanfaatkansemaksimal mungkin untuk lahan yang efektifyaitu lahan perumahan (lebih besar dari 60%)dan sarana perdagangan yang dapat dijual.Sebagai contoh, dari 27 perumahan yang adadi Surabaya, 15 realestat atau sebesar 56%memanfaatkan lahannya untuk perumahanlebih dari 60% (tabel 1). Akibatnya adalahlahan-lahan untuk kepentingan publik sepertitaman dan fasilitas umum lainnya disediakansekecil mungkin. Taman-taman biasanyadisediakan sebagai lahan yang “tersisa” yangtidak efektif direncanaan untuk kapling-kapling rumah. Kalaupun ada lahan hijau,pertimbangan utama adalah tetap per-timbangan bisnis, misalnya lahan hijau yangdapat menghasilkan dana dan meningkatkannilai jual perumahan yaitu seperti lapangangolf. Sebagai contoh, maraknya perumahangolf di kawasan Bogor dan kasus perencanaanperumahan golf di kawasan Surabaya Barat.

3. tipe rumah yang beraneka ragam telahditerapkan pada perumahan skala besar sesuaiketentuan pemerintah tentang komposisi1:3:6 (SKB Tiga Menteri), namun karenapertimbangan pasar maka rumah-rumahsederhana diletakan pada suatu blokperumahan tertentu terpisah dengan blokperumahan menengah dan mewah agar nilaijual yang lebih tinggi pada perumahan mewahtetap tercapai. Dengan pemisahan blok-blokperumahan ini, maka interaksi sosial antarberbagai stratifikasi sosial tidak tercapai.

Page 10: Ars 01290107

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM (Timoticin Kwanda)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

61

4. kepadatan penduduk relatif rendah berkisarantara 50 – 200 jiwa per ha, kecuali padaperumahan sederhana kepadatan berkisarantara 300-400 jiwa per ha (tabel 1), berakibatpada konsumsi lahan yang relatif luas danjarak jangkau yang relatif jauh bagi pejalankaki bila dibandingkan dengan konsepcompact pada TND.

5. konsep multi fungsi pada perumahan skalabesar dapat diterapkan karena luas lahan yangtersedia mencukupi, namun hal ini tidakterjadi pada perumahan sederhana yang luaslahannya relatif kecil dan daya dukung pen-duduknya sedikit, misalnya dibawah 30 hadimana ketentuan kawasan terkecil dalamperencanaan kota yaitu Unit Masyarakatadalah dengan luas maximum 30 ha dengandaya dukung penduduk 3.500 jiwa. Walaupunsarana perumahan tersedia pada perumahan-perumahan skala besar ini, frekwensi lalulintas kendaraan bermotor masih relatif tinggi,pertama karena jarak jangkaunya relatif jauhdan kedua karena tidak tersedianya saranapedestrian yang nyaman (teduh) dan ber-hubungan langsung dengan sarana umumyang dituju.

KESIMPULAN

Berdasarkan tinjauan konsep NewUrbanism, maka dapat disimpulkan bahwa polaperkembangan menyebar dan pola pembangunanrealestat yang didominasi oleh pihak swastamembentuk karakter fisik dan sosial realestatantara lain, berorientasi pada kendaraanbermotor, kepadatan rendah, penggunaan lahanyang maksimal untuk perumahan, jumlah tamanpublik yang minimal, fungsi lahan tunggalkecuali pada realestat skala besar, tipe rumahdikelompokan sesuai dengan kelompok kelasmasyarakat, sehingga interaksi sosial relatifkurang.

Sebagai akibat dari karakter fisik dan sosialini, realestat menjadi salah satu sebab bagimasalah lingkungan kota yang ada, seperti polusiudara yang disebabkan oleh perencanaan yangberorientasi pada kendaraan bermotor, kepadatanrendah serta kurangnya lahan hijau. Berkurang-nya lahan hijau dan produktif (pertanian),tergusurnya perkampungan kota disebabkan olehkebutuhan lahan yang relatif luas sebagai akibatdari konsep perencanaan dengan kepadaan yang

Tabel 1. Kepadatan Penduduk dan Komposisi Penggunaan Lahan Realestat di Surabaya,Tahun 1970-1999

Tata Guna Lahan*No.

TahunPemb. Nama Perumahan Lokasi

Luas(ha)

Kepadatan(org/ha) Wisma

(%)Karya &Suka (%)

Marga(%)

01. 1973 Dharma Husada Dharmahusada 10 96 77 3 2002. 1974 Manyar Tempotika Manyar 50 93 56 24 2003. 1975 Tenggilis Mejoyo Tenggilis 100 75 76 6 1804. 1976 Prapen Indah Prapen 50 130 61 11 2805. 1976 Kertajaya/ D. H. Indah Mulyorejo 250 91 56 15 29

06. 1978 Wisma Mukti Semolowaru 18 126 63 11 2607. 1980 Chris Kencana M.Sungkono 10 175 55 7 3808. 1981 Villa Kalijudan Indah Kalijudan 28 97 61 6 3309. 1983 Semolowaru Elok Semolowaru 18 185 74 6 2010. 1984 Kutisari Indah Kutisari 59 161 73 8 1911. 1985 Pondok Nirwana I & II Kedung Baruk 28 140 70 12 1812. 1985 Wisma Gunung Anyar Gunung Anyar 43 175 70 10 2013. 1985 Margorejo Indah Margorejo 40 94 58 7 3514. 1986 Sutorejo Prima Indah Dukuh Sutorejo 29 150 65 15 2015. 1989 Delta Permai Panjang Jiwo 15 122 57 13 3016. 1989 Taman Intan Nginden 47 140 70 7 2317. 1990 Graha Prima I Mulyosari 8,5 352 67 8 2518. 1990 Griyo Mapan Sentosa Rungkut Tengah 33 163 65 16 1919. 1990 Graha Famili Pradah Kendal 280 92 55 34 1120. 1992 Nirwana Eksekutif Wonorejo 62 144 58 9 3321. 1993 Galaxy Bumi Permai Semolowaru 100 124 62 13 2522. 1994 Graha Prima II Mulyosari 7,5 456 72 2 2623. 1994 Laguna Indah K. Putih Tambak 560 60 36 41 2324. 1995 Dian Istana Menganti 60 58 57 8 3525. 1995 Pantai Mentari Kenjeran 50 50 59 2 3926. 1998 Bukit Villa Emas Dukuh Pakis 45 98 49 11 4027. 1999 Darmo Hill Sungkono 40 80 60 12 28

Sumber: hasil analisis, tahun 2000. * perhitungan dibulatkan keatas.

Page 11: Ars 01290107

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 52 - 63

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

62

relatif rendah (pola pengembangan menyebar)dan relatif luasnya lahan untuk prasarana jalansebagai konsekuensi perencanaan berorientasipada kendaraan bermotor.

Impian suatu komunitas perumahan yangkental interaksi diantara berbagai strata sosialjuga tidak tercapai, hal ini disebabkan olehkurang tersedianya ruang publik untuk kegiatanbersama. Namun yang tersedia adalah ruang-ruang atau bangunan untuk kegiatan individu dankeluarga, misalnya Klub Keluarga, dan Mal.

Selanjutnya dapatkah karakter fisik dansosial dalam konsep new urbanism diterapkandan diterima pada pengembangan kawasanrealestat di masa depan ? Secara pasar dan sosialmemang sulit untuk diterima. Secara pasar,tentunya para pengembang akan merencanakanrealestat yang sesuai dengan kehendak pasargolongan menengah dan menengah atas yangsangat bergantung pada mobilisasi dengankendaraan bermotor. Secara sosial, strukturruang atau organisasi spatial apabila diterimadapat mudah untuk dilaksanakan, namunkenyataannya sangat sulit untuk diterima karenastruktur sosial masyarakat menengah keatassangat sulit untuk mengikuti perubahan spatialyang direncanakan. Misalnya, pedestrian yangnyaman dan taman publik yang disediakandengan tujuan agar interaksi sosial diantaraberbagai kelas masyarakat dapat terjadi,sangatlah sukar terjadi karena sangat sulit untukmerubah prilaku penghuninya yang sangattergantung pada mobilisasi kendaraan bermotor.

Namun, konsep New Urbanism ini sangatmungkin dapat diterapkan pada kawasanperumahan sederhana (RS/RSS) dan kampung-kampung di kota, karena struktur sosial yang adapada para penghuni permukiman ini adalahsesuai dengan karakteristik yang diharapkan,seperti interaksi sosial yang tinggi, berorientasipada pejalan kaki atau kendaraan tak bermotor,seperti becak dan sepeda. Pada kawasanperkampungan, sering kita jumpai penggunaansepeda untuk transportasi dari rumah ke tempatpenitipan sepeda di dekat jalan utama untukmencapai ke kendaraan umum.

DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, Janis. The Urban Challenge inNational Environmental Strategies. The World Bank, Environmental Mana-gement Series paper No. 02, April1995.

Birk, Mia Layne dan P. Christopher Zegras.Moving Toward Integrated TransportPlanning: Energy, Environment, andMobility in Four Asian Cities.Washington, D.C.: International InstituteFor Energy Conservation, 1993.

Branch, Mark Alden. “No Neotrad in MyBackyard, Dallas Suburb Says,” Planning,January 1996, hal. 20.

Curry, Milton S. F. “The Magic KindomRevisited: New Urbanism and theImaginary,” dalam The Color ofUrbanism. Newsletter, College of Archi-tecture, Art, and Planning, CornellUniversity, Fall 1999, hal. 8-10.

Delsohn, Gary. “Peter’s Pockets,” Planning,February 1994, hal. 18-21.

Dewan Pengkajian Masalah Perumahan danPermukiman Real Estat Indonesia. EraBaru Bisnis Realestat. Jakarta: PT.Indonesia, 1995.

Dewan Pengurus Pusat Persatuan PerusahaanRealestat Indonesia (DPP-REI). Seper-empat Abad REI, 1972 – 1977. Jakarta:DPP REI, 1977.

Oliver, Gordon. “1000 Friends are Watching,”Planning, November 1992, hal. 9-13.

Knack, Ruth E. “Repent Ye Sinners, Repent,”Planning, August 1989, hal. 4-13.

“In the Works … South Brentwood Village,”Planning, March 1991, hal. 46.

“New Urbanism Thrives In Pacific Northwest,”Professional Builder, August 1999, hal.42-43.

Menteri Negara Perumahan Rakyat RepublikIndonesia. Perumahan Rakyat UntukKesejahteraan dan Pemerataan. Jakarta:Properti, 1997.

“Planners Library: Growth without sprawl: NewUrbanism in perspevtive” Planning,November 1983, hal. 36-38.

Silas, Johan dan W. Setiawan (penyunting).Rumah Produktif: Dalam DimensiTradisional dan Pemberdayaan. Surabaya:Jurusan Arsitektur, Institut TeknologiSepuluh Nopember, 2000.

Page 12: Ars 01290107

KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM (Timoticin Kwanda)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

63

Rudlin, David dan Nicholas Falk. Building the21st Century Home: the Sustainable UrbanNeighbourhood. Oxford: ArchitecturalPress, 1999.

Tu, Charles C. dan Mark J. Eppli. “Valuing NewUrbanism: The Case of Kentlands,” RealEstate Economics, 1999, vol. 27, hal. 425-451.

Wertheim, W.F. The Indonesian Town: Studiesin Urban Sociology. The Hague: W. vanHoeve Ltd, 1958.