Arbitrase

15
1.1 Intisari Kuliah Umum Dosen Dalam transaksi perdagangan era global, sering kali terdapat sebuah sengketa kontrak dagang antara pihak- pihak yang menganut sistem hukum, politik dan budaya yang berbeda, para pelaku transaksi bisnis dagang internasional dalam menyelesaikan sengketa selalu cenderung menginginkan metode yang paling efisien dan cepat karena motto yang melekat kuat pada pelaku ekonomi yaitu “Time is money”. Arbitrase merupakan APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) yang biasanya dipilih oleh para pelaku usaha karena memenuhi kriteria “Flexibility, Confidentiality and win-win solution”. Arbitrase internasional institusional tiap-tiap negara berbeda dan memiliki rule and law berbeda- beda. Terdapat banyak institusi Arbitrase internasional namun di kawasan Asia yang terkenal terdapat beberapa yaitu: 1. ICC (International Chamber of Commerce) berdiri pada tahun 1923 merupakan salah satu peradilan internasional yang merintis dari awal dan mempunyai kantor pusat di Paris dan kantor di New York dan Hong Kong. Memiliki ICC Rules 2012;

description

Unsur-unsur asing Arbitrase Internasional dalam Alternative Dispute Resolution

Transcript of Arbitrase

1.1 Intisari Kuliah Umum DosenDalam transaksi perdagangan era global, sering kali terdapat sebuah sengketa kontrak dagang antara pihak-pihak yang menganut sistem hukum, politik dan budaya yang berbeda, para pelaku transaksi bisnis dagang internasional dalam menyelesaikan sengketa selalu cenderung menginginkan metode yang paling efisien dan cepat karena motto yang melekat kuat pada pelaku ekonomi yaitu Time is money. Arbitrase merupakan APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) yang biasanya dipilih oleh para pelaku usaha karena memenuhi kriteria Flexibility, Confidentiality and win-win solution. Arbitrase internasional institusional tiap-tiap negara berbeda dan memiliki rule and law berbeda-beda.Terdapat banyak institusi Arbitrase internasional namun di kawasan Asia yang terkenal terdapat beberapa yaitu:1. ICC (International Chamber of Commerce) berdiri pada tahun 1923 merupakan salah satu peradilan internasional yang merintis dari awal dan mempunyai kantor pusat di Paris dan kantor di New York dan Hong Kong. Memiliki ICC Rules 2012;2. SIAC (Singapore Arbitration Centre) berdiri pada tahun 1991 terletak di Singapur dan memiliki SIAC Rules 2013.Adapun peradilan arbitrase Ad-Hoc yaitu peradilan tanpa pengawasan dan administrasi dari institusi arbitrase dan para pihak berhak menentukan Arbitration Law dan Arbitration Rules dan UNCITRAL (United Nations Commission of International Trade Law Arbitration Rules).Kesepakatan arbitrase adalah kesepakatan para pihak dalam perjanjian dimana penyelesaian sengketa diselesaikan dengan Arbitrase, ksepakatan ini haruslah tertulis. Dalam hukum nasional Indonesia dalam Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase Pasal 1 Ayat (3) yaitu keputusan arbitrase yang diputus di Indonesia merupakan keputusan domestik, dan Pasal 31 Ayat (1) menyatakan kesepakatan (klausul) para pihak mengenai penyelesaian lewat arbitrase harus tertulis secara jelas. Klausul kesepakatan Arbitrase ini harus mempunyai payung hukum di negara-negara arbitrase ini diputus dan berlaku untuk BANI, ICC, SIAC dan UNCITRAL.Prosedur pendaftaran arbitrase (menurut ICC Rules 2012, SIAC Rules 2013 dan UNCITRAL Rules 2010) paling tidak berisikan hal-hal berikut:1. Identitas Pihak sengketa;2. Latar belakang sengketa;3. The relief sought;4. Klausul persetujuan arbitrase;5. Arbitor pilihan, tempat beracara arbitrase, hukum yang disepakati dan bahasa beracara arbitrase.Pemilihan arbiter yang diatur di ICC Rules 2012 apabila dalam jangka waktu 30 hari setelah permintaan Arbitrasi maka arbitrator akan ditunjuk oleh ICC (Article 12 (3)), dan apabila para pihak gagal menunjuk arbiter ke 3 maka akan ditunjuk juga oleh ICC (Article 12(4)). Pengaturan SIAC Rules apabila dalam 21 hari setelah pemberitahuan diterima registrar maka ketua peradilan akan menunjuk arbiter (Article 7.2), dan apabila para pihak gagal menunjuk arbitrator ke 3 maka akan ditunjuk dengan ketua peradilan(Article 8). Pengaturan UNCITRAL Rules apabila dalam jangka waktu 30 hari para pihak gagal sepakat menunjuk arbiter maka arbitrator akan ditunjuk oleh otoritas yang ditunjuk, dan dalam jangka waktu 30 hari gagal sepakat menunjuk ketua persidangan maka akan ditunjuk oleh otoritas yang ditunjuk.Seorang arbitrator dituntut harus imparsial dan independen, karena tugasnya sebagai hakim yang bekerja dalam peradilan arbitrase harus menilai dengan profesional dan adil. Para pihak dapat mengajukan Challenge of Arbitrators (hak ingkar) tindakan hukum ini dibuat apabila ada keraguan atas imparsial dan independen arbitrator, dalam ICC Rules diatur dalam Article 14 (1), SIAC Rules Article 11 dan UNCITRAL Rules Article 12 (1).Terdapat IBA guiedlines yang menjadi patokan terhadap konflik kepentingan arbitrator yaituI. RED LIST (tidak dapat kompromi) -dapat menimbulkan keraguanA. Non-Waivable - Arbitrator tidak dapat memutus kasusnya sendiriB. Waivable - Secara tidak langsung memiliki hubungan II. Orange List -cenderung dapat menimbulkan keraguanIII. Green List secara tidak langsung tidak terdapat konflik kepentingan karena itu untuk menghindari para pengacara bermasalah yang selalu menggunakan hak ingkar untuk menghentikan proses arbitrase maka arbitrator harus melakukan disclosure (pengungkapan) yaitu menyatakan kepada para pihak secara tertulis bahwa tidak ada konflik kepentingan terkait para pihak untuk menghindari keraguan terhadap imparsial dan independen. Keterangan bahwa pengadilan negeri tidak mempunyai otoritas dan sebaiknya tidak intervensi terhadap proses arbitrase terdapat dalam Undang-undang arbitrase Pasal 3, karena itu tindakan hukum untuk mempertanyakan jurisdiksi sebaiknya diajukan kepada institusi arbitrase yang mengadili hal ini diatur dalam ICC Rules Article 6 (3), SIAC Rules Article 25.2, UNCITRAL Rules Article 23(1). Putusan arbitrase yang bersifat Final and Binding namun undang-undang No30 Tahun 1999 Pasal 70 memberikan peluang intervensi hukum nasional untuk membatalkan keputusan arbitrase apabila terbukti:1. terdapat dokumen palsu;2. terdapat dokumen yang disembunyikan oelh pihak lawan;3. keputusan arbitrase berdasarkan tipu muslihat.adapun pembatalan arbitrase dilakukan berdasarkan ranah hukum pembatalan karena:1. melanggar ketertiban umum2. terdapat konflik kepentinganPembatalan keputusan arbitrase ini memiliki masing-masing memiliki legal standing yang menyatakan bahwa pengadilan negeri memiliki kewenangan untuk membatalkan adalah Undang-undang No.30 Tahun 1999 dan The New York Convention yang menyatakan pembatalan dapat dilakukan oleh otoritas yang berwenang dimana keputusan arbitrase diputus. Sedangkan yang menyatakan tidak berhak adalah Undang-undang No.30 Tahun 1999, The New York Convention dan UNCITRAL Model Law.

1.2 PembahasanPengertian Arbitrase Internasional menurut Riwan Widiastoro yaitu penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase yang dapat dilakukan diluar maupun didalam suatu negara salah satu pihak yang bersengketa dimana unsur-unsur yang terdapat didalamnya memiliki nasionalitas yang berbeda satu sama lain (foreign element).[footnoteRef:1] Pengakuan dan pelaksanaan terhadap keputusan arbitrase asing didasarkan pada pasal 65-69 UU Nomor 30 Tahun 1999. [1: Suleman Batubara, Arbitrase Internasional Penyelesaian Sengketa Investasi Asing Melalui ICSID, UNCITRAL dan SIAC.(Jakarta: Raih Asa Sukses, 2013). hal 13.]

UNCITRAL model Law on International Commercial Arbitration mengatakan bahwa arbitrase internasional yaitu arbitrase sebagai berikut:a. para pihak dalam suatu perjanjian arbitrase, pada saat menutup perjanjian memiliki tempat usaha dalam negara yang berbeda; atau b. salah satu dari tempat di bawah ini berada di luar negara para pihak memiliki tempat usaha mereka:(1) Tempat arbitrase telah ditentukan di dalam atau berdasarkan perjanjian arbitrase ini;(2) Setiap tempat di mana suatu bagian penting dari kewajibanmenurut pilihan bisnis ini akan dilakukan atau tempatdengan mana pokok permasalahan ini yang disengketakanmemiliki hubungan yang paling dekat; atauc. para pihak secara tegas menyetujui bahwa pokok masalah dari perjanjian arbitrase ini berhubungan dengan lebih dari satu negara.Berkaitan dengan pengertian yang diberikan oleh UNCITRAL model Law on International Commercial Arbitration mengenai arbitrase internasional, terdapat pendapat senada yang diutarakan oleh Tineke Louise Teugeh Londong mengenai apa yang disebut olehnya sebagai arbitrase luar negeri. Tineke Louise Teugeh Londong mengemukakan bahwa arbitrase luar negeri merupakan arbitrase yang mengandung unsur asing. Unsur asing yang dimaksud dapat berupa para pihak, mata uang, bahasa kontrak badan arbitrase, ketentuan arbitrase, dan/atau dimana tempat arbitrase dilaksanakan atau tempat putusan arbitrase ditetapkan (lex loci kontracttus)[footnoteRef:2] [2: Perkuliahan dengan Tineke Louise Teugeh Londong, tanggal 4 September 2014 di program Magister Universitas Pancasila, Jakarta.]

Upaya hukum hak ingkar terdapat pada Article 9 dalam UNCITRAL Rules dan ditegaskan dalam Article 10 yaitu:1. Any arbitrator may be challenged it circumestances-exist that give rise to justtifable doubst as to the arbitrators impartiality or independence2. A part May Challenged the arbitrator appointed by him only for reasons of which he becomes aware after the appointment has been made Dalam UU No. 30 Tahun 1999 hak ingkar diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 26. Terhadap arbiter dapat diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan. Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula dilaksanakan apabila terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase relatif lebih cepat daripada proses berperkara di pengadilan, sebab dalam arbitrase tidak dikenal upaya banding, kasasi, atau peninjauan kembali.[footnoteRef:3] Berhubungan dengan waktu penyelesaian sengketa yang cepat, maka akan berpengaruh pada biaya arbitrase yang tidak semahal biaya peradilan biasa. Kedua hal ini sangat penting dalam dunia usaha yang bertujuan untuk mencapai efisiensi serta berorientasi lebih pada profit.[footnoteRef:4] Sifat kerahasiaan Persidangan arbitrase dimungkinkan untuk dilaksanakan secara rahasia apabila para pihak menginginkannya. Kerahasiaan yang dmaksud mencakup proses persidangan dan hasil putusan arbitrasenya. Dalam Appendix 3 WTO Dispute Settlement Understanding disebutkan bahwa para pihak dapat memutuskan sendiri apakah perkara yang mereka ajukan akan dirahasiakan dari publik atau tidak. Hal ini menurut pandangan penulis sangatlah penting dalam penyelesaian sengketa bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Sebab mereka tetap perlu menjaga citra baik perusahaan masing- masing di mata publik pada umumnya dan konsumen pada khususnya. [3: Huala Adolf, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta,(selanjutnya disingkat Huala Adolf I), hal.207.] [4: Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek- Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, (Bandung Refika Aditama, 2008),hal.78.]

Pembatalan keputusan arbitrase merupakan peristiwa tidak lazim, namun hukum nasional Indonesia khususnya mengenai ketertiban umum, New York Convention 1958 yang secara eksplisit menjelaskan tentang ketertiban umum dalam Article 5 (2) b. Asas ketertiban umum merupakan salah satu asas yang harus diperhatikan dan sangat penting khususnya dalam ruang lingkup hukum perdata internasional.[footnoteRef:5] Asas ini dikenal dalam setiap sistem hukum, baik common law maupun civil law. Dalam sistem hukum common law asas ketertiban umum dikenal dengan istilah public policy, sedangkan dalam sistem hukum civil law dikenal dengan istilah ordre public, salah satunya di Perancis. Disamping itu masih banyak istilah lain tentang asas ketertiban umum seperti dalam bahasa Belanda openbare orde, vorbehaltklausel dalam bahasa Jerman, ordine publico dalam bahasa Itali dan orden publico dalam bahasa Spanyol.[footnoteRef:6] [5: Sudargo Gautama,Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1987,] [6: Ibid, hal. 3.]

adakalanya asas ketertiban umum tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial politik. Seperti diketauhi bahwa dalam beberapa kasus, situasi yang akan mempengaruhi pengadilan dalam menerapkanpublic policyadalah hubungan politik antara forum dengan negara asing dan dalam praktiknya, tingkat doktrin tersebut diterapkan oleh pengadilan tergantung pada hubungan politik antara negara-negara yang terkait.[footnoteRef:7] [7: Tineke Louise Tuegeh Longdong,Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958, hal. 16.]

Yahya Harahap seorang mantan Hakim Agung dan pakar Arbitrase mememberikan batasan asas ketertiban umum sebagai berikut:suatu yang dianggap bertentangan dengan ketertiban pada suatu lingkungan (negara) apabila di dalamnya terkandung suatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa.[footnoteRef:8] [8: Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 K/Pdt.Sus/2010 perkara antara Astro Nusantara International BV, Astro Nusantara Holding BV, Astro Multi Media Corporation N.V, Astro Multimedia NV, Astro Overseas Limited, Astro All Asia Network PLC, Measat Broadcast Network System SDN BHD dan All Asia Multimedia Network FZLLC melawan PT. Ayunda Primatamitra, PT. First Media, Tbk dan PT. Direct Vision, Dokumen ini diunduh dari situs http://putusan.mahkamahagung.go.id pada tanggal 18 Juni 2015. hal. 20]

Oleh karenanya asas ketertiban umum ini dikatakan sebagai rem darurat ini diperlukan untuk menjauhkan berlakunya hukum asing yang seharusnya kita pergunakan menurut ketentuan hukum perdata internasional kita sendiri. Karena diberlakukannya hukum asing oleh hakim nasional tidak boleh dilanggarnya atau terhapusnya sendi-sendi asasi dari hukum nasional kita sendiri. Ini disebut sebagai fungsi negatif dari ketertiban umum. Fungsi positifnya adalah bahwa ketertiban umum mengidentifisir dan menjamin berlakunya ketentuan hukum tertentu, tanpa memperhatikan hukum yang seharusnya berlaku, karena telah dipilih oleh para pihak.[footnoteRef:9] [9: Tineke Louise Tuegeh Longdong. Op Cit.]

1.3 Kesimpulan MahasiswaArbitrase dalam APS merupakan salah satu sistem penyelesaian sengketa yang sangat diminati para pelaku usaha lokal maupun asing, dengan globalisasi perdagangan antar negara, penyelesaian sengketa alternatif ini sangat diminati karena memiliki keuntungan yaitu:1. kerahasiaan sengketa para pihak terjamin;2. keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari;3. para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil;4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya; para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase;5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.Adapun kelemahan Arbitrase yaitu :1. Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. 2. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga Arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga Arbitrase yang ada.3. Lembaga Arbitrase tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi putusannya.4. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan teknik mengulur-ulur waktu, perlawanan, gugatan pembatalan dan sebagainya.5. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra judicial, Arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran.Kendati terdapat kelebihan dan kekurangan, Arbitrase merupakan APS yang cenderung selalu dipilih dalam setiap kontrak perjanjian para pelaku usaha lokal dan asing.Proses mediasi dan konsoliasi dalam proses peradilan arbitrase Hybrid Arbitration merupakan salah satu sistem hukum yang efektif dengan mencari solusi damai antara para pihak, dengan fasilitator dari mediator ataupun opsi-opsi yang diberikan oleh konsolidator. Hasil dari pada proses ini cenderung menguntungkan keduabelah pihak dan dapat dilaksanakan (enforceable) karena didasari oleh kesepakatan para pihak, hasil mediasi/ konsolidasi yang kemudian diberikan kepada majelis arbiter dan akan dikuatkan sebagai putusan arbitrase.Sistem hukum nasional Indonesia yang masih memberikan peluang dalam pembatalan eksekusi putusan arbitrase, cenderung menciderai kepastian hukum itu sendiri, karena itu diperlukan sebuah terobosan hukum yang dapat memberikan kepastian hukum kepada keputusan arbitrase dan eksekusinya.

DAFTAR PUSTAKAAdolf Huala, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Rajawali Pers,2011.Bagus Ida Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Bandung: Refika Aditama, 2000.Batubara Suleman, Arbitrase Internasional Penyelesaian Sengketa Investasi Asing Melalui ICSID, UNCITRAL dan SIAC, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2013.Gautama Sudargo, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1987.Tugeh Longdong Tinneke Louise, Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958, Bandung: PT. Karya Kita, 2003.