aps anti fospolipid sindrome
Click here to load reader
description
Transcript of aps anti fospolipid sindrome
![Page 1: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/1.jpg)
ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME (APS)
PENDAHULUAN
Sindrom antibodi antifosfolipid ( Antiphospholipid syndrome =APS) adalah
gangguan yang ditandai antibodi multiple yang berbeda yang timbul bersama
antibodi antifosfolipid dengan trombosis arteri dan vena. APS dikenal juga
sebagai sindrom Hughes. (1)
Trombosis telah diketahui secara luas sebagai salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas kehamilan. Di Indonesia, tombosis berperan dalam
tingginya angka kematian ibu. APS adalah penyebab utama trombosis dalam
kehamilan yang bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas janin serta ibu
seperti preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, kematian janin dalam rahim,
persalinan preterm dan bahkan gangguan proses implantasi mudigah ke dalam
endometrium. (2)
Ada dua macam antibodi antifosfolipid yang telah dikenal yaitu : Lupus
Anticoagulant ( LA ), dan Anticardiolipin Antibody ( ACA ). Sedangkan klasifikasi
APS terdiri dari APS tanpa penyebab lain disebut sebagai APS primer,
sedangkan APS karena penyakit lain seperti SLE dinamakan APS sekunder. (1,3)
Berdasarkan sejarah antibodi antifosfolipid ditemukan pertama kali
pada pasien yang mempunyai test sipilis positif tanpa tanda-tanda infeksi,
kemudian gangguan pembekuan ditemukan pada 2 pasien dengan SLE pada
tahun 1952. Pada tahun 1957, ditemukan hubungan antara abortus berulang dan
APS yang dikenal sekarang dengan Lupus Antikoagulan. Tahun 1983, Dr.
Graham Hughes membuktikan adanya hubungan antara antibodi antifosfolipid
dengan trombosis arteri dan vena. (1)
Frekuensi pada populasi umum tidak diketahui, namun antibodi-antibodi
APS dapat ditemukan 50 % pada penderita SLE dan sekitar 1 – 5 % pada
populasi orang sehat. Pada penelitian lain frekuensi ACA cenderung meningkat
pada orang tua. Pada literatur yang terbaru didapatkan APS pada penderita SLE
34 – 42 %. Pada penelitian 100 pasien dengan trombosis vena dan tidak
menderita riwayat SLE, 24 % memiliki ACA dan 4 % mempunyai LA. (4)
1
![Page 2: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/2.jpg)
PATOGENESIS
Dalam kehamilan, morbiditas dan mortalitas yang dihubungkan dengan
APS terutama disebabkan olegh reaksi autoimun (trombosis) pada jaringan
pembuluh darah plasenta. Manifestasi kinik APS terjadi akibat adanya trombosis
dan emboli yang tersebar pada pembululuh darah besar dan kecil yang
menyebabkan keleinan multidimensi berupa iskemia dan infark jaringan, stroke,
penyakit jantung koroner pada sisi maternal dan ancaman abortus, gangguan
tumbuh kembang janin hingga kematian maternal.(5)
Mekanisme trombosis karena antibodi antifosfolipid dalam kehamilan
belum diketahui secara pasti, namun yang jelas membran fosfolipid mempunyai
banyak fungsi dan bekerja setiap saat sehingga tidak mengherankan bila suatu
waktu dapat menjadi antigen. Istilah ‘sindrom’ masih dipakai untuk kondisi klinik
tersebut dan bukan disease. (6,7)
Ada beberapa mekanisme yang diduga dapat menyebabkan trombosis
tersebut, antara lain penurunan produksi prostasiklin. Pada sel endotel pembuluh
darah terjadi metabolisme asam arakidonat melalui cyclooxigenase pathway
untuk menghasilkan prostasiklin. Sebaliknya terjadi metabolisme asam
arakidonat untuk menghasilkan tromboksan A2 (TXA2), pada sel-sel platelet.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang poten dan menghambat agregasi
platelet, sedangkan tromboksan berefek sebaliknya. Dengan demikian
penurunan prostasikin oleh karena kerusakan endotel berpotensi menimbulkan
trombosis melalui agregasi platelet dan vasokontriksi pembuluh darah (6,7)
Berbagai mekanisme yang dapat diduga adalah antara lain penurunan
protein C yang teraktivasi, peningkatan pelepasan tissue factor, penurunan anti
trombin III, penurunan fibrinolisis dan peningkatan agregasi platelet. (6)
Protein C diaktivasi pada membran endotel oleh kompleks trombin dan
suatu glikoprotein yaitu trombomodulin. Reaksi ini termasuk reaksi yang
tergantung dari adanya fosfolipid dan kalsium. Diduga antibodi antifosfilipid
merintang reaksi ini. Protein C teraktivasi ini dan dibantu dengan adanya protein
S sebagai ko faktor akan menghambat kerja dari factor VIIIa dan Va dalam sistim
2
![Page 3: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/3.jpg)
pembekuan darah sehingga akan menurunkan pembentukan trombin. Dengan
demikian bila terjadi penurunan protein C teraktivasi maka akan menimbulkan
trombosis. (6,7)
Hipotesis mutakhir mengaitkan antibodi antifosfolipid dengan annexin V
atau placental anticoagulant protein-1, suatu regulator dan inhibitor koagulasi
alamiah di plasenta. Anneksin V berikatan dengan fosfolipid di permukaan
membran sel yang bermuatan negatif (anion), sehingga mencegah terikatnya
faktor-faktor pembekuan darah yang tergantung fosfolipid anionik. Namun pada
sindrom antibodi antifosfilipid, antibodi antifosfolipid menggantikan anneksin V di
permukaan membran sehingga jalur koagulasi tidak tercegah dan terjadilah
trombosis. (7)
Tabel 1. Patogenesis dan patofisiologi sindroma antifosfolipid dalam kehamilan (dikutip dari kepustakaan 5)
Kondisi sel Reaksi imunologi Efek biologi sel Gejala klinik
Ag-Ab Aktifasi Sistem Molekul Fungsi
Sel cedera-GPIAntibodi aPLFosfatidil-serinAnnexin-V
Trombofilik
Non-trombotik (inflamasi)
Koagulasi intravaskuler
Sitokin
Eiscosanoid
Adhesi molekul
X-ase Protrombonase
IL-3, VEGF
Prostaglandin, tromboxanIntegrins, Cadherins
Formasi trombosis
Proliferasi trofoblasInvasi trofoblasVasospasme vaskuler
Kegagalan implantasi, Abortus dini,Kematian mudigah / janinPertumbuhan janin terhambatPreeklampsiaSolusio plasentaAsfiksia neonatorumLahir hidup normal
Sel sehat 2-GPIAntibodi aPLAnnexin-VFosfatidil- serin
Non-trombotik (normal/ inflamasi)
- - - Lahir hidup normal
GEJALA KLINIK
Gejala klinik pada APS adalah : (4,8)
1. Kematian janin, didefinisikan sebagai abortus spontan tiga kali atau lebih
dengan tidak lebih dari satu kelahiran hidup, atau kematian janin trimester
II atau III yang tidak jelas penyebabnya.
2. Trombosis arteri atau vena, strok dan insufisiensi arteri yang tidak jelas
penyebabnya.
3. Autoimmun trombositopenia.
3
![Page 4: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/4.jpg)
4. Manifestasi pada kulit seperti sianosis perifer, livido retikularis, ulkus kaki,
gangren jari-jari.
5. Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer dengan
penyebab yang tidak jelas.
6. Serositis, dapat berupa pleuritis atau efusi pleura, perikarditis atau efusi
perikrdial, yang penyebabnya tidak jelas.
7. Kelainan ginjal, berupa proteinuri 0,5 gr/hari.
8. Kelainan neurologik, termasuk kejang dan psikosis yang tidak diketahui
penyebabnya.
9. Kelainan hematologi berupa Anemia hemolitikdengan retikulosis,
Leukopeni kurang dari 4000/mm³ minimal dua kali pemeriksaan, limfopeni
kurang dari 1500/mm³, trombositopeni kurang dari 100.000/mm³, yang
penyebabnya tidak dapat dijelaskan.
DIAGNOSIS
Karena sulitnya membuat kriteria APS, maka ditetapkan suatu
konsensus internasional awal di Sapporo, Jepang pada tanggal 10 Oktober
1998. Terdapat 2 kriteria untuk membuat diagnosis APS yaitu kriteria klinik dan
kriteria laboratorik. (9)
Dalam kriteria klinik ada tidaknya trombosis vaskuler merupakan hal
pertama yang perlu dilihat. Setelah itu riwayat kehamilan sebelumnya. Sebagai
kriteria laboratorik, digunakan IgG dan IgM ACA atau LA. Diagnosis APS
ditegakkan apabila terdapat minimal satu kriteria klinik dan satu kriteria
laboratorik. (9)
Kriteria klinik (9)
1. Trombosis vaskuler
Ditemukan satu atau lebih serangan trombosis arterial, vena atau
pembuluh kecil di jaringan atau organ.
2. Morbiditas kehamilan
4
![Page 5: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/5.jpg)
a. Satu atau lebih kematian janin tanpa sebab pada usia gestasi
10 minggu tanpa kelainan morfologik janin yang ditemukan
dengan pemeriksaan USG atau visualisasi langsung, atau
b. Satu atau lebih persalinan preterm pada usia gestasi 34
minggu yang disebabkan oleh preeklampsia berat atau
eklampsia atau insufisensi plasenta berat, atau
c. Tiga atau lebih abortus spontan berturut-turut pada usia
gestasi 10 minggu, tanpa dijumpai kelainan anatomik dan
hormonal maternal serta tidak ditemukan kelainan kromosom
paternal dan maternal.
Kriteria laboratorik : (9)
1. Pemeriksaan Anticardiolipin Antibody (ACA)
Ditemukan ACA isotipe IgG dan/atau IgM di dalam darah dengan
kadar sedang atau tinggi pada 2 kali pemeriksaan dengan
interval waktu 6 minggu menggunakan pemeriksaan standar
ELISA untuk b2-glycoprotein I – dependent anticardiopilin antibodies.
2. Pemeriksaan Lupus Anticoagulant (LA)
Ditemukan LA di dalam plasma pada 2 kali pemeriksaan dengan
interval waktu 6 minggu, yang berdasarkan panduan the
International Society on Thrombosis and Hemostasis ditetapkan
melalui tahapan pemeriksaan :
a. Uji penyaring koagulasi bergantung fosfolipid yang
memanjang, seperti activated partial tromboplastin time
( APTT), kaolin clotting time, dilute Russel’s viper venom time,
dilute prothrombin time, textarin time.
b. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring tidak dapat
diperbaiki dengan pemberian plasma normal rendah
trombosit.
5
![Page 6: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/6.jpg)
c. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring dapat
dikoreksi atau dipersingkat dengan pemberian fosfolipid
berlebihan.
d. menyingkirkan penyebab koagulai lainnya seperti inhibitor
faktor VIII dan heparin.
PENANGANAN
Hingga kini etiologi APS belum diketahui, sehingga dasar pengobatan
semata berdasarkan upaya mengatasi simtomatik yang terjadi akibat kelainan
autoimun ini. Berbagai variasi pengobatan telah dilakukan termasuk penggunaan
kortikosteroid dosis tinggi, heparin (baik unfractionized maupun low molecular
weight /LMV heparin) maupun imunoglobulin intravena (IVIG). Pengobatan
tersebut sering dikombinasikan dengan asam salisilat dosis rendah (low dose
aspirin / LDA). Pengamatan metaanalisis dari variasi pengobatan tersebut telah
dikaji atas aspek keberhasilan mengatasi berbagai komplikasi obstetrik seperti
keberhasilan memperoleh bayi lahir hidup, risiko pertumbuhan janin terhambat,
preeklamsia berat, kematian janin intrauteri, risiko perawatan neonatal intensif
dan frekuensi persalinan dengan bedah sesaria.(5)
Penatalaksanaan kehamilan dengan APS pada dasarnya meliputi
penatalaksanaan dalam kehamilan (pemeriksaan antenatal), persalinan dan
masa nifas, dengan tujuan melakukan pemantauan pada risiko terjadinya
trombosis, gangguan sirkulasi utero plasenter dan penentuan saat persalinan
yang adekuat.(10,11) Penatalaksanaan secara profesional dan adekuat
memerlukan penanganan tim multidisiplin yang meliputi bidang spesialisasi
penyakit dalam ( khususnya konsultan hematology ), spesialis obsteri
( khususnya konsultan fetomaternal ), dan spesialis pediatri ( khususnya
konsultan perinatologi ). (10)
Kunjungan Antenatal
Setiap wanita dengan APS, idealnya memperoleh konseling prakonsepsi
terhadap risiko yang akan diperoleh selama kehamilan dan persalinan. Konseling
6
![Page 7: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/7.jpg)
juga meningatkan risiko kelainan kongenital janin akibat pemberian obat-abatan
selama kehamilan bagi dan janin maupun pada bayi masa perinatal. (9,10)
Pemeriksaan kehamilan dalam trimester pertama dan kedua dilakukan
setiap dua minggu, dan setelah itu setiap minggu mulai kehamilan 32-34 minggu,
dimana terjadi peningkatan risiko terjadinya trombosis pada pengobatan yang
tidak adekuat. (10,11)
Kesejahteraan dan pertumbuhan janin diamati dengan melakukan
pengukuran tinggi fundus uteri, deteksi denyut jantung janin maupun
pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi adanya pertumbuhan janin
terhambat, kelainian kongenital yang didapat oleh perjalanan penyakit maupun
akibat prosedur pengobatan yang diberikan. (10)
Penilaian kesejahteraan janin dilakukan dengan pengukuran nilai profil
biofisik (Mascola dan Repke, 1997), dimana pada APS tanpa komplikasi dimulai
pada usia gestasi 32 – 34 minggu, sedangkan dengan komplikasi pada umur
kehamilan 24 – 25 minggu. (10)
Pengobatan Medikamentosa
Heparin
Heparin tidak melewati sawar plasenta, sehingga digunakan pada
kehamilan untuk pencegahan proses pembentukan tromboemboli vaskuler.
Dosis heparin disesuaikan hingga dicapai keadaan tidak terjadi kekambuhan
proses trombosis, yaitu apabila ditemukan nilai INR ( the International
Normalized Ratio ) 2,6 (Petri, 1997) atau antara 2,0 – 3,0 ( Boda dkk, 1998;
Kher, 1999; Hirsh dkk, 2001). (10,11)
Ada dua jenis heparin yaitu : (10-12)
a. Unfractionated heparin (UHF)
b. Low molecular weight heparin (LMWH)
Penggunaan UHF diketahui berkaitan dengan risiko terjadinya osteporosis
sebesar 5 – 15 %, dibandingkan kasus osteoporosis dengan pemakaian LMWH
sebesar 0,2 % dalam kehamilan (Kher, 1999). Penggunaan heparin dapat
meningkatkan tercapainya persalinan pada kehamilan aterm yaitu 73 % pada
pemakaian UHF dan 88 % pada pemakaian LMWH (Boda dkk,1998). (10,11)
7
![Page 8: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/8.jpg)
Aspirin
Dosis rendah aspirin 60 – 100 mg/hari efektif untuk pengobatan sindrom
antibodi antifosfilipid melalui penurunan rasio tromboksan-prostasiklin dan
penurunan resistensi protein C (Blumenfed dan Brenner, 1999). (10,11)
Kombinasi heparin (UFH) dosis 10.000-26.000 U/hari dan aspirin 81 mg/hari
meningkatkan keberhasilan kehamilan mencapai 70-80% (Lockshin, 1999),
bahkan mencapai lebih dari 90% pada pemakaian LMWH dan aspirin (Boda dkk,
1998; Boda dan Blasko, 1999) (10,11)
Glukokortikoid
Pemberian kortikosteroid prednison dengan / tanpa heparin dalam jagka
panjang dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas maternal, dimana
terdapat peningkatan kejadian preeklampsia, ketuba pecah dini (Blumenfeld dan
Brenner, 1999). (10)
Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dibatasi pada pemakaian jangka
pendek, misalnya untuk perangsangan pematangan alveoli dan vaskuler paru
apabila pemeriksaan kesejahteraan janin mempertimbangkan janin untuk
terminasi persalinan pada usia preterm, atau apabila ditemukan komplikasi lain
seperti ketuban pecah, dengan memberikan glukokortikoid betametason dosis
sekali 12 mg/hari/im atau deksametason 2 x 6 mg/hari/oral selama 4 hari
(NIH Consensus, 1995). (10)
Pengobatan lainnya
Penggunaan Imunoglobulin intravena (IVIG) digunakan untuk pencegahan
perburukan janin melalui penekanan kadar ACA dan LA. Dosisnya adalah
400mg/kg selama 5 hari setiap bulan (Spinnato dkk, 1995) menunjukkan
keberhasilan kehamilan 62-79% (Hill,1999). (1,10)
Suplemen kalsium (kalsium karbonat dosis 2000mg/hari) serta vitamin D
disertai senam ringan, sebaiknya tetap diberikan selama pengobatan dengan
heparin. Demikian pula pemberian asam folat 5-10mg/hari dianjurkan untuk
pencegahan neural tube defect.
8
![Page 9: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/9.jpg)
Anti malaria, gold-terapi dan kemoterapi (seperti metotrexate) hanya
diberikan bila dijumpai penyerta SLE pada kehamilan dengan sindrom antibodi
antifosfolipid yang tidak responsif pada pengobatan diatas (Esplin dan Branch,
1997). (10)
Persalinan dan Pengawasan Masa Nifas pada Sindrom Antibodi
Antifosfilipid
Segera setelah inpartu, pemberian heparin harus dihentikan, dan proses
persalinan diawasi. Apabila ada indikasi terminasi kehamilan perabdominam,
maka pemberian LMWH harus diganti dua hari sebelumnya dengan UFH dosis
5000-10.000 unit yang dihentikan 6-8 jam sebelum tindakan pembedahan.
Apabila hanya digunakan LMWH, tindakan pembedahan dilakukan 24 jam
setelah pemberian dosis terakhir (Mascola dan Repke, 1997). (11)
Pada masa post partum, Heparinisasi dilanjutkan sampai 4-6 jam lagi
untuk mencegah terjadinya sindrom post partum ( flare-up) yang dapat memicu
terjadinya trombosis sistemik dengan penyulit kegagalan organ multiple.
Pemberian antikoagulan dihentikan secara bertahap untuk mencegah risiko
tromboemboli dalam tiga bulan pertama post partum. (11)
Ringkasan
Sindroma antifosfolipid merupakan kelainan imunologik dengan etiologi
yang belum diketahui dan telah menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas janin. Pemahaman konsep patofisiologi antifosfolipid dalam kehamilan
merupakan pedoman untuk melakukan pendekatan diagnosis, prevensi dan
terapeutik secara komprehensif sehingga penatalaksanaan kehamilan risiko
tinggi ini dapat memberikan hasil yang memuaskan.
9
![Page 10: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/10.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Antiphospholipid antibody syndrome. Available from:
http://www.med.uiuc.edu/hematology/PtAPS.htm. Acessed, 10/9/2004.
2. Atmakusuma Dj. Pathophysiology of trombosis and anti-phospholipid
syndrome (APS). Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy. Jakarta :
2001.
3. Cunninghan FG, Gant NF, Levono KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Connective tissue disorders. In : Williams obstetrics. 21th New York :
Mc Graw Hill; 2001.p. 1383-94.
4. Carsons S, Belilos E. Antiphospholipid syndrome. Availalable from :
http://www.emedicine.com/med/topic2923.htm. Accessed, 10/9/2004.
5. Witjaksono, J. Patofisiologi sindroma antifosfolipid dalam kehamilan :
dasar patogenesis dan prinsip pengobatan. Dibawakan pada Pertemuan
Ilmiah Tahunan (PIT) POGI XIV, Bandung ; 2004.
6. Putra IGND, Suwiyoga K. Abortus berulang pada sindrom antifosfilipid
antibodi. SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Denpasar : 2000.
7. Wibowo N. Pathogenesis of anti-phospholipid syndrome in pregnancy.
Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy. Jakarta : 2001.
8. Nowicki S, Loksmith G. Antiphospholipid antibody syndrome and
pregnancy.Availalable from http://www.emedicine.com/med/topic3258.htm
Accessed, 10/9/2004
9. Hestiantoro A. Evidence-based medicine in pregnancy with anti-
phospholipid syndrome. Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy.
Jakarta : 2001.
10.Witjaksono J, Atmakusuma Dj, Surjana EJ, Tambunan KL.
Penatalaksanaan kehamilan dengan Sindroma APS. Disampaikan pada
simposium thrombosis in pregnancy. Palembang:2001.
10
![Page 11: aps anti fospolipid sindrome](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100501/55cf99df550346d0339f97f3/html5/thumbnails/11.jpg)
11.Witjaksono J. Management of anti-phospholipid syndrome in pregnancy.
Dalam : Simposium thrombosis in pregnancy. Jakarta : 2001.
12.Boda Z, Laszlo P, Pfliegler G, Tornai I, Rejto L, Schlammadinger A.
Thrombophilia, anticoagulant therapy and pregnancy. Dalam : Boda Z,
Laszlo P, Pfliegler G, Tornai I, Rejto L, Schlammadinger A. Orvosi
hertilap. Markusovszki : Springer, 1998, 139 (52). p.3113-6.
11