aproval ke-2 Jurnal Kesmadaska Vol. 5 No-2 Juli...
Transcript of aproval ke-2 Jurnal Kesmadaska Vol. 5 No-2 Juli...
KATA PENGANTAR
Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Ku-
suma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah
ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak.
Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan terkait bidang keperawatan dan kebidanan
berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain berdasarkan hasil pene-
litian sangat diperlukan.
Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka
memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempublika-
sikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambahan
khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta me-
ningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti.
Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, saya mengucapkan selamat atas
terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, 01 Juli 2014
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ketua
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PERAN KELUARGA KAITANNYA DENGAN TINGKAT KESIAPAN REMAJA PUTRI
MENGHADAPI MENSTRUASI
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar)
Anik Sularmi, Sih Rini Handajani, Murwati 69
PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA
JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
Ana Widi Astuti, Henik Istikhomah 75
PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN
(ABPK) BER-KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD)
(Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri Tahun 2013)
Gita Kostania, Kuswati, Lina Kusmiyati 83
HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA ANGGOTA KELUARGA
DENGAN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI WILAYAH SURAKARTA
Dwi Ariani Sulistyowati 90
HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PENCAPAIAN TARGET PEMASANGAN INFUS PADA
MAHASISWA TINGKAT II JURUSAN D III KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES
SURAKARTA TAHUN 2013
Sri Mulyanti 98
FAKTOR-FAKTOR DOMINAN SINDROM METABOLIK YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI) DI RUANG INTENSIVE
CARDIOVASKULER CARE UNIT (ICVCU) RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014
Mentari Rosriyana Dewi, Dwi Susi Haryati, Sumardino 105
HUBUNGAN ANTARA RESPONSIVENESS PERAWAT DENGAN LOYALITAS PASIEN
Atiek Murharyati, Meri Oktariani 117
PENGALAMAN PREHOSPITAL PASIEN DENGAN STEMI (St Elevation Myocard Infract)
PERTAMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
Anissa Cindy Nurul Afni, Sri Andarini, Septi Dewi Rachmawati 124
PENGALAMAN PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT DALAM MERAWAT PASIEN
PERCOBAAN BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Ika Subekti Wulandari, Retty Ratnawati, Lilik Supriyati, Kumboyono 133
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA MINAT PENGGUNAAN AKDR
(IUD) DI DESA GEBANG SUKODONO
Rahajeng Putriningrum, Tresia Umarianti, Maula Mar’atus Sholikhah, Dina Yulistiana 143
iii
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN
LANJUT USIA KE POSYANDU LANSIA BAROKAH DI DUSUN DARATAN
KEPOH TOHUDAN COLOMADU KARANGANYAR 146
Erinda Nur Pratiwi, Eni Rumiyati, Wijayanti 146
PEDOMAN PENULISAN NASKAH 151
-oo0oo-
69
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
PERAN KELUARGA KAITANNYA DENGAN
TINGKAT KESIAPAN REMAJA PUTRI
MENGHADAPI MENSTRUASI
(Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu
Kabupaten Karanganyar)
Anik Sularmi1)
, Sih Rini Handajani2), Murwati3)
1, 2,3 Program Studi D-IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta
ABSTRAK
menganalisis hubungan antara
metode korelasional
dalam memberikan informasi tentang menstruasi termasuk kategori baik yaitu sebanyak 34 orang
Kata Kunci:
ABSTRACT
70
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords
1. PENDAHULUAN
Menarche adalah menstruasi pertama kali
yang dialami remaja putri biasanya terjadi dalam
rentang usia 10-16 tahun yang merupakan per-
gantian fase kehidupan dari masa kanak-kanak
menjadi masa usia remaja (Proverawati, 2009).
Seorang wanita akan meng alami menarche yang
-
buhan payudara, pertumbuhan rambut daerah -
bis dan aksila serta panggul mulai melebar dan
membesar, selain itu organ reproduksi yang ber-
ada di dalam juga mengalami perkembangan dan
perubahan untuk mempersiapkan haid pertama
(Lestari, 2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaku-
kan pada Siswa Kelas VII SMP Ne geri 1 Coloma-
du Kabupaten Karanganyar, menunjukkan bahwa
dari 10 siswi yang sudah mengalami menarche
mereka mengatakan bahwa pada saat pertama
kali mendapatkan menarche, mereka merasa be-
lum mem punyai kesiapan sebelumnya, dan hal
yang di rasakan dalam bentuk rasa panik karena
harus melihat begitu banyak darah yang keluar
dari alat vital mereka, rasa malu karena harus
mengalami menarche di sekolah, serta reaksi dari
teman-teman sekelas yang kurang menyenang-
kan seperti mengejek dan mendapat perlakuan
yang berbeda pada saat bermain di jam istirahat
sekolah. Oleh karena itu diperlukan suatu kesiap-
an psikologis dalam menghadapinya. Informasi
mengenai menstruasi sangat diperlukan untuk
mempersiapkan diri dalam menghadapi men-
arche. Namun kebutuhan akan informasi tentang
menarche tidak selalu mendapatkan perhatian
yang cukup dari orang tua, guru, dan pihak yang
berkompeten lainnya, sehingga masih banyak
remaja perempuan yang merasa tidak siap meng-
hadapi menarche.
Peran ibu terhadap remaja putri pada saat
menarche sebagai pendidik dan pemberian asuh-
an dalam keluarga meliputi pe rawatan haid, pe-
Pada perawatan haid diberikan wawasan masalah
haid, pada perawatan genetalia diberikan penge-
tahuan tentang merawat tubuh terutama daerah
pusing, sakit pinggang, mual dan mules, ping-
gang terasa mau putus, sedangkan pada keluhan
psikis remaja merasa kaget dan takut (Roasih,
2009).
Peran ibu terhadap remaja putri pada saat
menarche sebagai pendidik dan pemberian asuh-
an dalam keluarga meliputi perawatan haid, pe-
Pada perawatan haid diberikan wawasan masalah
haid, pada perawatan genetalia diberikan penge-
tahuan tentang merawat tubuh terutama daerah
pusing, sakit pinggang, mual dan mules, ping-
gang terasa mau putus, sedangkan pada keluhan
psikis remaja merasa kaget dan takut (Roasih,
2009).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara peran keluarga dengan kesiapan
71
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten
Karanganyar.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tang-
gal bulan Agustus 2013 s/d bulan Februari
2014 di SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten
Karanganyar.
b. Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
siswa putri kelas VII SMP Negeri 1 Colo-
madu Kabupaten Karanganyar sebanyak 123
siswa.
Teknik pengambilan sampel yang diguna-
kan dalam penelitian ini adalah teknik -
yaitu de ngan
jumlah sampel sebanyak 55 orang responden /
siswa.
3. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan metode
korelasional dimana peneliti akan menyelidiki
hubungan peran keluarga (variabel bebas) de-
ngan kesiapan remaja putri menghadapi menstru-
asi (variabel terikat) pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan “cross
sectional“ yaitu rancangan penelitian dengan
melakukan pengukuran atau pengamatan pada
saat bersamaan atau sekali waktu.
Teknik analisis dalam penelitian ini meng-Teknik analisis dalam penelitian ini meng-
gunakan Uji Pengujian dilakukan
dengan bantuan program komputer
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Univariat
a. Peran Keluarga
Berdasarkan hasil analisis data terhadap ha-
sil kuesioner peran keluarga diperoleh nilai ter-
endah sebanyak 40 dan nilai tertinggi sebesar 64.
Adapun nilai mean variabel peran keluarga sebe-
sar 53,4 dan nilai standar deviasi sebesar 7,74.
Berdasarkan hasil jawaban responden me-
ngenai peran keluarga yang dianalisis de ngan
menggunakan rumus skor T diperoleh data se-
bagai berikut:
Tabel 1. Peran Keluarga
No Keterangan Jumlah Prosentase
1.
2.
Peran keluarga positif
(baik)
Peran keluarga negatif
(tidak baik)
34
21
61,82
38,18
Jumlah 55 100 %
Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa peran keluarga pada siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar ma-
suk kategori baik sebanyak 34 orang (61,82%)
dan kategori tidak baik sebanyak 21 orang
(38,18%).
Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini
menunjukan bahwa peran keluarga memiliki
remaja putri menghadapi menstruasi pertama
(menarche) pada siswa di kelas VII SMP Ne-
geri 1 Colomadu Kabupaten Karang anyar. Hal
tersebut dapat dilihat dari jawaban responden
terhadap pernyataan mengenai ibu memberitahu
tentang tanda-tanda atau gejala ketika responden
akan menstruasi yaitu menyatakan sangat setuju
sebanyak 38 orang (69,1%).
Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini
menunjukan bahwa peran keluarga merupakan
salah satu faktor yang berperan pada kesiapan
menghadapi menstruasi pertama (menarche)
pada siswi di SMP Negeri 1 Colomadu. Bentuk
kesiapan menghadapi mens truasi tersebut ditun-
jukkan dengan jawaban responden atas pernyata-
an tentang memahami dan mengerti tentang tata
cara menggunakan pembalut saat menstruasi per-
tama kali sebanyak 60% (33 subjek) menyatakan
sa ngat setuju.
Hal ini selaras dengan pendapat Sarwono
(2008) yang menyatakan bahwa komunikasi
yang efektif antara ibu dan anak akan membantu
anak dalam menyesuaikan diri saat mengalami
menstruasi pertama (menarche). Hal ini juga
selaras dengan pendapat Gunarsa (2007) yang
menyatakan bahwa peran keluarga, terutama ibu
akan membantu anak dalam menyesuaikan diri
saat mengalami menstruasi pertama
72
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Hasil penelitian menunjukan bahwa skor T
untuk peran keluarga yang masuk kategori baik
yaitu 61,82% (34 subjek). Artinya siswi SMP
Negeri 1 Colomadu yang menjalin komunikasi
yang cukup efektif de ngan ibunya. Hasil peneli-
tian ini mendukung hasil penelitian yang dilaku-
kan oleh Hartati (2009) yang menyatakan bahwa
bahwa ada hubungan antara faktor keluarga de-
ngan pe ngetahuan menstruasi remaja putri.
Berdasarkan pembahasan yang telah di-
paparkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
sebagian besar siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Colomadu Kabupaten Karanganyar menganggap
bahwa menstruasi merupakan hal yang normal di-
alami setiap remaja sehingga subjek tidak merasa
takut, cemas atau khawatir ketika mendapatkan
menstruasi pertama Subjek lebih
memaknai menstruasi pertama sebagai hal yang
positif dan menyenangkan sehingga merasa cu-
kup siap dalam menghadapi menstruasi pertama
b. Kesiapan Remaja Putri Menghadapi
Menstruasi
Berdasarkan hasil analisis data terhadap ha-
sil kuesioner kesiapan remaja putri menghadapi
menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Colomadu Kabupaten Karanganyar diperoleh ni-
lai terendah sebesar 30 dan nilai tertinggi sebesar
48. Adapun nilai mean variabel peran keluarga
sebesar 39,87 dan nilai standar deviasi sebesar
5,16.
Berdasarkan hasil jawaban responden me-
ngenai kesiapan remaja putri menghadapi mens-
truasi yang dianalisis dengan menggunakan ru-
mus skor T diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2.
No Keterangan Jml Prosentase
1.
2.
Kesiapan remaja putri
menghadapi menstruasi
positif (baik).
Kesiapan remaja putri
menghadapi menstruasi
negatif (tidak baik).
36
19
65,45
34,55
Jumlah 55 100 %
Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa variabel kesiapan remaja putri meng-
hadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar
masuk kategori baik yaitu sebanyak 36 orang
(65,45%) dan kategori tidak baik sebanyak 19
orang (34,55%).
Sedangkan skor T untuk kesiapan meng-
hadapi menstruasi pertama (menarche) yang
masuk kategori baik yaitu 65,45% (36 subjek).
Artinya subjek yang memiliki kategori baik cu-
kup siap dalam menghadapi menstruasi pertama
(menarche).
4.2. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh ha-
sil sebagai berikut:
Tabel 3. Tabulasi Silang Peran Keluarga
Menstruasi
Variabel
Kesiapan
Remaja Putri
Menghadapi
MenstruasiTotal P
Tidak
BaikBaik
Peran Keluarga
Tidak Baik Baik
14
5
7
29
21
34
0,001
Total 19 36 55
Hasil analisis Chi-Square diperoleh nilai
= 0,001. Karena nilai = 0,001`
< 0,05 berarti antara peran keluarga dengan ke-
siapan remaja putri menghadapi menstruasi pada
Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabu-
paten Karanganyar mempunyai hubungan yang
-
kasikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang
berarti hipotesis yang menyatakan bahwa: “Ada
hubungan antara peran keluarga dengan kesiapan
remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten
Karanganyar”, diterima kebenarannya.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa
siswa remaja putri kelas VII SMP Negeri Colo-
madu 1 yang memiliki peran keluarga baik se-
banyak 34 responden terdapat 5 responden yang
tidak memiliki kesiapan dalam meng hadapi
mens truasi pertama. Sedangkan siswa yang me-
73
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
miliki kesiapan yang baik sebanyak 36 siswa
ternyata terdapat 7 responden yang memiliki pe-
ran keluarga yang tidak baik.
Dengan demikian dapat dikemukakan bah-
wa peran keluarga yang baik belum tentu kesiap-
an remaja putri menghadapi menstruasi yang
baik pula, hal tersebut disebabkan karena kondisi
psikologis remaja putri sen diri yang kurang siap
dalam menghadapi menstruasi.
Keterbatasan penelitian ini adalah se bagai
berikut:
1. Pengumpulan data dalam penelitian ini di-
lakukan setelah selesai pembelajaran, yaitu
sekitar pukul 13.00 WIB sehingga respon-
den dalam mengisi kuesioner kurang kon-
sentrasi dan memahami isi atau pernyataan
dalam kuesioner.
2. Responden dalam mengisi instrumen pe-
ran keluarga kurang tepat, sebab instrumen
peran keluarga seharusnya diisi oleh orang
tua responden. Namun karena keterbatasan
waktu maka instrumen peran keluarga diisi
oleh siswa atau responden.
5. KESIMPULAN
a. Karakteristik responden berkaitan de ngan
kesiapan menghadapi menstruasi yaitu
tingkat pendidikan orang tua responden se-
bagian besar memiliki pendidikan tinggi
sebanyak 29 siswa (52,73%), jenis peker-
jaan orang tua responden paling banyak
adalah pegawai swasta sebanyak 16 siswa
(29,09%), tingkat penghasilan orang tua re-
sponden paling banyak adalah penghasilan
kategori tinggi sebanyak 26 siswa (47,27%),
rata-rata lama menstruasi remaja putri Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabu-
paten Karanganyar sebagian besar terjadi
antara 3 sampai 8 hari (normal) yaitu seba-
nyak 39 siswa (70,91%) dan sebagian besar
responden menggunakan obat penahan rasa
sakit sebanyak 29 siswa (52,73%).
b. Peran keluarga dalam memberikan infor-
masi tentang menstruasi pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten
Karang anyar yaitu masuk kategori baik yaitu
sebanyak 34 orang (61,82%).
c. Kesiapan remaja putri menghadapi mens-
truasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Colomadu Kabupaten Karanganyar yaitu
masuk kategori baik sebanyak 36 orang
(65,45%).
d. Hasil analisis diperoleh nilai p-value = 0,001
< 0,05, sehingga ada hubungan antara pe-
ran keluarga dengan kesiapan remaja putri
menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Ka-
ranganyar. Semakin tinggi peran keluarga,
maka semakin tinggi pula kesiapan remaja
putri menghadapi menstruasi. Sebaliknya se-
makin rendah peran keluarga, semakin ren-
dah pula kesiapan remaja putri menghadapi
menstruasi.
6. REFERENSI
Ali, Duria A. Rayis, Mona Mamoun dan Ishag
Adam. 2011. Age at Menarche and Mens-
trual Cycle Pattern Among Schoolgirls in
Journal of Public
Health and Epidemiology; 3(3): 111-114.
Aboyeji, S, Abiodun, F, Adewara, & Adegoke,
2005. Menstrual Preparation Among Ado-
lescents in Kwarta State. Journal. Kwarta
State: Department of Obstetrics and Gynae-
cology. University of Ilorin Teaching Hospi-
tal.
Al-Mighwar, M. 2010, . Band-
ung: CV Pustaka Setia.
Andira, D. 2010. Seluk Beluk Kesehatan Re-
. Yogyakarta: A. Plus Books.
Aryani. 2010.
Solusinya. Salemba Medika Jakarta
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Aryani, 2010, Bandung: Khaza-g: Khaza-
nah Intelektua
Azwar, Saifuddin. 2013.
Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Depkes, 2005,
Jakarta.
Erma, 2006,
Putri Yang Telah Mengalami Menarche Di
74
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Fakultas Kedok-
teran Universitas Sriwijaya.
Gunarsa, S.D. 2003. Psikologi Perkembang an
. Jakarta: Gunung Mulia.
Hidayat, 2011,
Revisi. Bandung: Informatika.
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Umum.
Bandung: CV Mandar Maju.
Lestari, 2011, -
bur, Yogyakarta: Katahati.
Lusiana, 2007, Usia Menarche, Konsumsi Pa-
Bogor.
Masysaroh, 2004,
2010. www.usu.ac.id. Diakses tanggal 03
September 2013
Muadz, M. 2009. Modul Pelatihan Konseling
Konselor Sebaya, Jakarta: BKKBN.
Manuaba, 2001,
Sosial Indonesia. Jakarta: EGC.
Machfoedz, 2007, Medotologi Penelitian Bidang
,
Yogyakarta: Fitramaya.
Notoadmojo, 2010, Metode Penelitian Kesehat-
an. Jakarta: Rineka Cipta
Puspitaningrum, 2010,
Tahun yang Mengalami Menarche Dini di
Jurusan Ke-
bidanan Universitas Muhammadiyah Sema-
rang
Purwandari, 2002, Pendekatan Kualitatif dalam
Penelitian Psikologi Lembaga Pengembang-
an Sarana Penyuluhan dan Pendidikan Psi-
kologi. Jakarta: Fak. Psikologi UI.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakar-
ta: Yayasan Bina Pustaka.
Proverawati, 2009, Menarche Menstruasi Perta-
ma Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medi-Yogyakarta: Nuha Medi-
ka.
Razi, F. 2006. Analisa Usia Menarche Pada Da-
-
temen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Ke-
dokteran Universitas Sumatera Utara RSUP
H. Adam Malik-RSUD Dr. Pirngadi Medan,
Maret 2006.
Roasih, 2009,
Brebes, Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponego-
ro Semarang.
Rumbiak, 2007,
Adat Gianyar. http://www.eprints.undip.
ac.id/11459/9/9._Laporan_Penelitian, Diak-
ses Tanggal 11 Oktober 2014, Pukul 14.15
WIB.
Ryani, 2010,
Solusinya, Jakarta: Salemba Empat.
Santrock, John W. 2003. Adolescece Per-
. Jakarta: Erlangga.
Saringendyanti, 1998, Pendidihan Seks Untuk
Anak. Jakarta. PT. Penebar Swadaya.
Sarwono, 2008, . Jakarta: Raja
Soetjiningsih. 2004.
Dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung
Seto.
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kunatitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.
Syarief, 2003, .
Jakarta: Departement Farmakologi dan Te-
rapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Widyastuti, 2009, .Yogya-
karta: Fitramaya.
Yusuf, 2002, Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakar-
ta: Ghalia Indonesia.
Zein, 2005, Jakarta:
Penerbit Fitramaya
-oo0oo-
75
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci
ABSTRACT
PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN
METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN
KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK
KESEHATAN SURAKARTA
Ana Widi Astuti1), Henik Istikhomah2)
1, 2Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta
76
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords
1. PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses penting bagi per-
ubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala
sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar
memegang peranan penting bagi perkembangan,
kebiasaan, sikap, keyakinan tujuan, kepribadian,
dan bahkan persepsi manusia (Suardi, M. 2012).
Penggunaan metode pembelajaran dalam
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
dilakukan untuk menciptakan dan membentuk
manusia yang profesional. Metode pembelajaran
yang digunakan diharapkan dapat meningkatkan
motivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supriyanto
(2012) terdapat peranan yang berat antara varia-
bel persepsi mahasiswa mengenai penggunaan
metode pembelajaran terhadap variabel motivasi
belajar mahasiswa. Penjelasan tersebut diperkuat
oleh penelitian Butar-Butar (2012), dengan hasil
-
tara penggunaan media pembelajaran dan variasi
metode pembelajaran dosen terhadap motivasi
belajar mahasiswa.
Dari proses pembelajaran kami melakukan
studi pendahuluan pada tanggal 9 September dan
pada tanggal 16 September 2013 dengan melaku-
kan wawancara kepada 10 mahasiswa DIII Ke-
bidanan dan DIV Kebidanan diperoleh informasi
bahwa metode pembelajaran yang ada di Kampus
III bervariasi, namun dalam penggunaan metode
pembelajaran belum maksimal, mahasiswa me-
ngatakan metode pembelajaran adalah cara dosen
untuk menyampaikan pelajaran. Mahasiswa me-
ngatakan metode yang digunakan sebagian sudah
bervariasi dan ada juga yang masih monoton.
Metode yang sudah digunakan dan yang
diketahui mahasiswa diantaranya metode ce-
ramah, tanya jawab, diskusi, r , demon-
strasi, tugas, simulasi. Sebagian besar maha-
siswa mengatakan metode pembelajaran yang
di senangi mahasiswa adalah metode demonstrasi
karena menurut mereka bisa efektif, mahasiswa
lebih paham karena bisa melihat dan memprak-
tikkan secara langsung, selain itu metode yang
disenangi yaitu karena dapat menjadi-
kan mahasiswa aktif dalam pembelajaran metode
tersebut membahas masalah kemudian di praktik-
kan mahasiswa sendiri. Hasil penelitian Hamid,
A (2010). Menunjukkan bahwa aktivitas belajar
mahasiswa dapat ditingkatkan secara optimal,
hasil belajar mahasiswa dapat ditingkatkan, dan
ketuntasan belajar mahasiswa lebih besar, respon
77
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
mahasiswa terhadap strategi pembelajaran ber-
kategori positif.
Sedangkan metode pembelajaran yang
kurang disenangi dan dianggap monoton yaitu
ceramah, kelebihannya dapat digunakan orang
banyak, waktu lebih pendek, sedangkan kelemah-
annya mahasiswa mengatakan bila dosen yang
menyampaikan pembelajaran ceramah disertai
slide dan bisa menguasai kelas dan kreatif dalam
pembuatan slide nya maka mahasiswa semangat
dalam pembelajaran, tetapi bila dosen kurang
menguasai kelas maka ceramah dianggap mem-
bosankan mahasiswa, susah memahami pelajar-
an, mahasiswa cepat mengantuk. Mahasiswa
mengatakan metode yang digunakan dosen ada
yang dapat untuk memahami pelajaran yang di-
berikan dan ada yang tidak dapat memahami pe-
lajaran khususnya metode ceramah.
Menurut mahasiswa sebenarnya semua
metode pembelajaran yang di gunakan ada kele-
bihan dan kekurangannya, sehingga mahasiswa
harus bisa mengikuti dan pandai-pandai dalam
memanfaatkan kelebihan metode tersebut dan
menghindari kekurangan metode tersebut. Se-
baiknya dosen mengganti metode pembelajaran
yang lebih menarik sehingga akan menumbuhkan
keminatan mahasiswa untuk mengikuti pro ses
belajar. Ungkapan tersebut juga sesuai dengan
penelitian ButarButar, D (2012). Dengan hasil
penelitian tentang motivasi belajar ada pengaruh
variasi metode pembelajaran dosen terhadap mo-
tivasi belajar mahasiswa.
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk menge-
tahui persepsi mahasiswa tentang pengertian dan
manfaat metode pembelajaran yang digunakan
dosen., Untuk mengetahui persepsi mahasiswa
tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang
digunakan., Untuk mengetahui persepsi maha-
siswa tentang metode-metode pembelajaran yang
disenangi dan tidak disenangi mahasiswa, dan
Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang
harapan penggunaan metode pembelajaran yang
dapat memberikan motivasi belajar.
2. PELAKSANAAN
Lokasi penelitian dilaksanakan di Jurusan
Kebidanan Kampus III Poltekkes Surakarta.
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan
Oktober 2013 sampai bulan Februari 2014.
3. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dengan cross
sectional atau studi potong lintang, bahwa pe-atau studi potong lintang, bahwa pe-
nelitian ini serentak pada saat dan periode yang
sama
Subyek penelitian menggunakan metode
dengan jenis sampling adalah
-
tion dengan jumlah informan 21 orang,
pengumpulan data dengan diskusi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Persepsi mahasiswa tentang pengertian
dan manfaat metode pembelajaran yang
digunakan dosen pada Jurusan Kebidan-
an di Kampus III Poltekkes Surakarta.
Secara lebih rinci, data mengenai persep-
si mahasiswa tentang pengertian dan manfaat
metode pembelajaran dapat dilihat pada bagan
4.1.
Berdasarkan hasil penelitian, persepsi ten-
tang pengertian metode pembelajaran menurut
informan penelitian pada jurusan kebidanan di
Kampus III Poltekkes Surakarta terdapat variasi
jawaban, diantaranya metode pembelajaran yaitu
cara dosen mengaplikasikan teknik dan strategi
pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah cara-cara
dosen memberikan pelajaran ke mahasiswa,
hal ini sesuai dengan pendapat Syah, D (2007),
yang menyatakan bahwa metode pembelajar-
an adalah cara-cara yang di gunakan guru atau
78
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
dosen untuk menyampaikan bahan pelajaran ke-
pada siswa atau peserta didik untuk mencapai
tujuan. Pengertian metode pembelajaran yaitu
strategi yang di gunakan dosen untuk menyam-
paikan materi kepada mahasiswa, kiat-kiat dosen
dalam menyampaikan materi pelajaran kepada
mahasiswa. Menurut Sutikno (2009) menyatakan
bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara
menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada
diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Persepsi tentang manfaat metode pem-
belajar an menurut informan penelitian terdapat
variasi jawaban di antaranya yaitu agar maha-
siswa tidak jenuh pada proses pembelajaran, ma-
hasiswa bisa aktif mencari solusi sendiri dalam
pembelajaran, dosen hanya mengarahkan atau
fasilitator, mahasiswa akan tahu materi pelajar-
an yang akan di sampaikan dosen. Untuk dosen
menyampaikan materi sesuai SKS yang akan
dicapai, diharapkan materi dapat dipahami ma-
hasiswa sehingga mahasiswa tahu dan jelas, bisa
menerima materi, hal ini sesuai dengan pendapat
Sudjana dalam Syah, D (2007), bahwa tujuan
penggunaan metode pembelajaran tersebut agar
materi pembelajaran dapat diserap peserta didik
dengan baik. Pendapat lain dari informan man-
faat metode pembelajaran yaitu nilai mahasiswa
naik, karena dengan metode pembelajaran itu
mahasiswa jadi tahu materi dosen, sehingga ma-
hasiswa akan meningkatkan belajarnya dan dapat
meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pem-
belajaran, jadi mahasiswa lebih aktif mengikuti
pembelajaran, mahasiswa ikut terjun ke pembela-
jaran. Pendapat tersebut di dukung oleh pendapat
Benny, A (2009), yang menyatakan bahwa tujuan
proses pembelajaran adalah agar siswa dapat
mencapai kompetensi seperti yang diharapkan.
4.2 Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis
metode pembelajaran yang digunakan
dosen
Jenis-jenis metode pembelajaran yang di
gunakan dosen yaitu metode diskusi, ceramah,
jigzaw, tanya jawab, ,
simulasi, demonstrasi, resitasi, ronde, bed site
teaching, mentorship dan preseptorship, kerja
kelompok.
Hasil penelitian yang dilakukan Data terse-
but lebih jelas dapat dilihat pada bagan 4.2.
79
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis
metode pembelajaran yang di gunakan dalam
PBM di berbagai tempat pembelajaran meliputi
tiga kategori, yaitu persepsi tentang jenis-jenis
metode pembelajaran yang digunakan dosen
pada proses pembelajaran a) di kelas, b) dalam
pembelajaran laboratorium c) di lapangan.
Jenis-jenis metode pembelajaran yang di
gunakan dosen yaitu metode diskusi, ceramah,
jigzaw, tanya jawab, ,
simulasi, demonstrasi, resitasi, ronde, bed site
teaching, mentorship dan preseptorship, kerja ke-
lompok.
Menurut pendapat informan tentang metode
diskusi yaitu membagi kelompok-kelompok
kecil atau besar, memecahkan dan mendiskusi-
kan suatu masalah. Metode diskusi bertujuan
untuk meng analisis, memecahkan, meggali,
mendiskusi kan permasalahan tertentu. Kelebihan
metode pembelajaran diskusi yaitu dapat melatih
siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau
gagasan secara verbal, dapat merangsang siswa
untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberi-
kan gagasan dan ide-ide, melatih untuk mem-
biasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalah an. Metode diskusi tepat dapat
membiasakan siswa untuk beragumentasi dan
-
kasi dan memecahkan masalah serta mengambil
keputusan. Kelemahan diskusi ilmu yang didapat
kurang sesuai dengan yang diharapkan (Aqib ,
2013),
Menurut informan penelitian, metode cera-
mah yaitu dosen memberikan ceramah ke maha-
siswa di depan. Metode ceramah sering dianggap
sebagai metode yang membosankan jika guru
kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik.
Kekurangan metode ceramah yaitu monoton, ma-
hasiswa tidak aktif. Keuntungan metode ceramah
yaitu bila itu materi baru mahasiswa jadi tahu ma-
teri yang disampaikan oleh dosen (Aqib,2013).
Metode tanya jawab menurut informan
penelitian yaitu memberikan umpan balik ke
mahasiswa, dosen maupun mahasiswa saling
bertanya. Keuntungan metode tanya jawab yaitu
mahasiswa aktif, pembelajaran tidak membo-
sankan. Tujuan yang akan di capai dari metode
tanya ja wab yaitu untuk merangsang siswa ber-
pikir, untuk mengecek dan mengetahui sampai
sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai
oleh siswa (Aqib, 2013).
4.3 Persepsi mahasiswa tentang metode-
metode pembelajaran yang disenangi dan
tidak disenangi mahasiswa
Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3.
4.3.1 Persepsi pada sub fenomena ini didapat-
kan metode pembelajaran yang disenangi
maupun tidak disenangi mahasiswa yaitu
metode diskusi, ceramah dan tanya jawab.
a Metode diskusi
Mahasiswa senang metode diskusi de-
ngan alasan untuk penyampaian teori yang
disenangi yaitu diskusi karena mahasiswa
bisa menemukan permasalahan yang perlu
di ketahui, mahasiswa bisa bercerita, bisa
lebih aktif, kalau ada pertanyaan dari teman-
teman waktu maju ke depan dan bisa men-
80
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
jawab pertanyaan itu merasa puas, bangga,
karena merasa menguasai materi yang sudah
didiskusikan. Metode diskusi tepat jika di
gunakan untuk perluasan pengetahuan yang
telah dikuasai siswa atau peserta didik, dapat
melatih siswa untuk dapat mengemukakan
pendapat atau gagasan secara verbal (Aqib,
2013)..
Metode diskusi juga tidak disenangi
mahasiswa dengan alasan bahwa metode
diskusi membosankan, banyak mahasiswa
yang bicara sendiri saat pelaksanaan disku-
si, mahasiswa yang tidak aktif hanya diam.
Kelemahan diskusi dapat dikuasai oleh
orang-orang yang suka berbicara. Sering
terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai
oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki
keterampilan berbicara, sehingga bagi ma-
hasiswa yang kurang aktif mengikuti dis-
kusi akan bosan. Agar metode diskusi ba-
nyak disenangi mahasiswa maka metode ini
perlu strategi tertentu yang dapat menarik
mahasiswa dan mengaktifkan semua kalang-
an mahasiswa dalam pembelajaran diskusi,
karena diskusi memerlukan waktu yang cu-
kup panjang dan kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan (Aqib, 2013).
Metode ceramah disenangi mahasiswa
dengan alasan apabila cara penyampaian
dosen menarik dan dosen humoris dalam
pembelajaran maka mahasiswa akan senang.
Kalau dosen hanya membaca slide saja maka
mahasiswa bosan dan ngantuk. Sesuai de-
ngan pendapat Aqib, Z (2013), bahwa me-
lalui ceramah guru atau pengajar dapat me-
ngontrol keadaan kelas karena sepenuhnya
kelas merupakan tanggung jawab guru yang
memberikan ceramah.
Pendapat informan lain, metode yang
tidak di senangi yaitu metode ceramah kare-
na monoton, hanya komunikasi satu arah
saja dari dosen, tidak menggali kemampuan
mahasiswa. Ceramah yang tidak disertai
dengan peragaan dapat mengakibatkan ter-
jadinya verbalisme, ceramah sering diang-
gap sebagai metode yang membosankan jika
guru kurang memiliki kemampuan bertutur
yang baik (Aqib, 2013).
Mahasiswa senang metode tanya jawab
apabila dalam penyampaiannya menarik dan
dosen humoris. Berhasil tidaknya metode
tanya jawab sangat bergantung kepada
teknik guru dalam mengajukan pertanyaan-
nya. Metode ini digunakan apabila ber-
maksud mengulang bahan pelajaran, ingin
membangkitkan siswa belajar, tidak terlalu
banyak siswa, sebagai selingan metode cera-
mah (Aqib, 2013).
4.3.2 Persepsi pada sub fenomena ini didapat-
kan metode pembelajaran yang disenangi
mahasiswa yaitu metode simulasi, ,
demonstrasi, .
a. Metode simulasi; karena mahasiswa bisa
mengaplikasikan pengetahuan. Metode
simulasi bertujuan untuk dapat dijadikan se-
bagai bekal bagi siswa dalam menghadapi
situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, maupun
menghadapi dunia kerja (Aqib, 2013).
b. Metode ; karena metode ini seru se-
hingga mahasiswa lebih bisa interaksi aktif
dengan kelompok lain, lebih menantang saat
pembelajaran.
c. Metode pembelajaran demonstrasi; karena
mahasiswa dapat mengaplikasikan materi,
dapat praktik langsung, mahasiswa jadi tahu
gambaran materi yang disampaikan dosen.
Sesuai dengan pendapat Saiful (2005), bah-
wa dengan cara mengamati secara langsung,
siswa akan memiliki kesempatan untuk
membandingkan antara teori dan kenyataan,
melalui metode demonstrasi, terjadinya ver-
balisme akan dapat dihindari karena siswa
disuruh langsung memerhatikan bahan pela-
jaran yang dijelaskan.
d. Metode , karena mahasiswa lebih
aktif, bisa berekspresi memerankan kenyata-
an di lapangan, mahasiswa tahu gambaran
besar materinya. Metode lebih
seru, sesuai pendapat Aqib, Z (2013), bahwa
metode ini akan menarik perhatian siswa,
sehingga dengan begitu suasana kelas akan
81
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
menjadi lebih hidup dan menyenangkan
(Aqib, 2013).
4.3.3 Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis
metode pembelajaran yang tidak disenangi
menurut informan penelitian yaitu presen-
tasi kelompok
Metode presentasi kelompok tidak di-
senangai karena tidak efektif, mahasiswa tertentu
saja yang aktif, dan mahasiswa yang lain tidak
memperhatikan, kalau mahasiswa yang presenta-
si kurang menguasai materi maka membosankan
mahasiswa yang lain.
4.4 Persepsi mahasiswa tentang harapan ma-
hasiswa dalam penggunaan metode pem-
belajaran yang dapat memberikan moti-
vasi belajar.
Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.
Penggunaan metode pembelajaran dapat
memberikan motivasi belajar karena dengan
metode yang sudah diterapkan mahasiswa ingin
menggali kemampuan memahami materi yang di
sampaikan. Namun metode pembelajaran yang
digunakan dosen ada yang belum terlalu se suai
harapan mahasiswa, mahasiswa ingin setiap
dosen dapat menerapkan semua metode pembe-
lajaran, sehingga mahasiswa tidak bosan, dosen
diharapkan dapat menguasai dan menerapkan
metode pembelajaran yang ada.
Harapan mahasiswa dalam penggunaan
metode pembelajaran yang dapat memberikan
motivasi belajar, antara lain:
a. Ada inovasi baru yang belum pernah di sam-
paikan dosen karena masih banyak metode-
metode pembelajaran yang lain yang belum
di sampaikan ke mahasiswa, dosen bisa me-
nambahkan teknis-teknis lain untuk metode
pembelajaran.
b. Pengembangan metode pembelajaran yang
sudah ada agar sistem pendidikan lebih ba-
gus, sehingga dapat membangkitkan moti-
vasi belajar mahasiswa, dan materi yang di-
sampaikan dosen dapat terserap secara utuh,
mahasiswa diharapkan hafal dalam proses
pembelajarannya. Metode pembelajaran
yang di harapkan mahasiswa yaitu yang ber-
variasi, yang tepat sasaran sehingga meng-
hasilkan mahasiswa yang berlian dan pro-
fesional. Menyesuaikan metode yang tepat
untuk pembelajaran teori dan praktik. Dalam
kegiatan mengajar makin tepat metode yang
kegiatan mengajar yang dilakukan antara
guru dan siswa pada akhirnya akan menun-
jang dan mengantarkan keberhasilan belajar
siswa dan keberhasilan yang dilakukan oleh
guru (Syah, 2007)
c. Dosen dapat menerapkan metode yang su-
dah ada, karena dosen mungkin sudah tahu
metode-metode pembelajaran yang ada teta-
pi belum menerapkan metode itu. Metode
pembelajaran yang di harapkan yaitu yang
beragam yang sesuai dengan materi yang di
sampaikan, materi yang harus disampaikan
dengan cerita yaitu dengan metode ceramah,
tetapi kalau pembelajaran berhubungan de-
ngan praktik disampaikan dengan demon-
strasi atau simulasi. Kriteria yang paling
utama dalam pemilihan metode pembelajar-
82
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
an bahwa metode harus disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran atau kompetensi yang
ingin dicapai. Metode pembelajaran yang
di harapkan mahasiswa yaitu yang mening-
katkan peran aktif mahasiswa, dosen hanya
sebagai fasilitator dan mahasiswa yang aktif
dalam pembelajaran (Aqib, 2013).
5. KESIMPULAN
Persepsi mahasiswa tentang pengertian
metode pembelajaran adalah cara dosen untuk
mengimplementasikan teknik pembelajaran,
strategi dosen dalam menyampaikan materi dan
metode untuk belajar mengajar. Manfaat metode
pembelajaran yaitu untuk meningkatkan pema-
haman, partisipasi, interaksi dan keaktifan maha-
siswa.
Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis
metode pembelajaran yang digunakan dosen
pada proses PBM di berbagai tempat pembelajar-
an meliputi metode ceramah, tanya jawab, dis-
kusi, role play, resitasi, brainstorming, simulasi,
demonstrasi, jigzaw, drill.
Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis
metode pembelajaran yang disenangi mahasiswa
meliputi metode diskusi, jigzaw, brainstorming,
demonstrasi dan simulasi, role play, ceramah dan
tanya jawab. Metode pembelajaran yang tidak
disenangi mahasiswa meliputi metode ceramah,
presentasi kelompok, diskusi, tanya jawab.
Persepsi mahasiswa tentang harapan peng-
gunaan metode pembelajaran yang dapat mem-
berikan motivasi belajar bahwa mahasiswa
berharap agar dosen mengembangkan metode
narik sehingga mahasiswa tidak bosan, bisa aktif
dalam pembelajaran.
6. REFERENSI
Direktorat Jendral Pergururan Tinggi. 2008. Buku
Panduan Pengembangan Kurikulum Berba-
Jakarta
Fitriana, A 2012.
-
cussion. Surakarta: Politekhnik Kesehatan
Surakarta.
Hamdani, 2011. .
Bandung: CV Pustaka Setia.
Jacobsen, David A. 2009. Methods For Teaching.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, Abdul. 2013. .
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Masitoh, Siti. 2011. -
Ciamis. Yoyakarta: Uin Sunan Kalijaga.
Miles, M. B., Hubberman, A. M. 2007. Analisis
Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indone-
sia Press.
Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian
Kualitatif. EdisiRevisi. Bandung: PT Rema-
ja Rosdakarya.
Mulyana, D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualita-
tif. Bandung: Alfabeta.
Suardi, M. 2012. Pengantar Pendidikan: Teori
dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT Indeks
Supriyanto, D. 2011. -
. Skripsi
FKIP UNS: Surakarta.
-oo0oo-
83
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
an
s
2
Kata kunci:
PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT
BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER-
KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI
INTRA UTERIN DEVICE (IUD)
(Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo
Kabupaten Wonogiri Tahun 2013)
Gita Kostania 1), Kuswati 2), Lina Kusmiyati3)
1, 2Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta3
84
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRACT
-
-
Keywords: ABPK, KB, IUD, counseling
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan jum-
lah pendudukberada pada posisi keempat di du-
nia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif
tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana
(KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurun kan
fertilitas agar dapat mengurangi beban pem-
bangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia
(Manuaba, 2010).
Pada saat ini alat kontrasepsi jangka panjang
terutama Intra Uterin Device (IUD) merupakan
salah satu cara kontrasepsi yang paling populer
dan diterima oleh program Keluarga Berencana
di setiap negara.
Menurut data BKKBN Provinsi Jawa Te-
ngah pada tahun 2012 jumlah PUS yang menjadi
peserta KB aktif tercatat sebanyak 4.784.150
peserta dengan rincian masing-masing per
metode kontrasepsi IUD 406.097 (8,49%),
MOW sebanyak 262.761 (5,49%), MOP seba-
nyak 52.679 (1,10%), kondom sebanyak 92.072
(1,92%), implansebanyak 463.786 (9,69%), sun-
tik sebanyak 2.753.967 (57,56%), pil sebanyak
752.788 (15,74%) (BKKBN Jateng, 2012). Ha-
sil pendataan peserta KB aktif seluruh keluarga
per metode kontrasepsi di Kabupaten Wonogiri
pada bulan Januari tahun 2013 yang menjadi
peserta KB aktif berjumlah 185.284 meliputi
IUD jumlah peserta 35259 (19,02%), MOW jum-
lah peserta 10951 (5,9%), MOP jumlah peserta
266 (0,1%), kondom 3836 (2,1%), implan jum-
lah peserta 10119 (5,4%), suntik jumlah peserta
97947 (52,8%), dan pil jumlah peserta 26906
(14,5%) (BKBKSP, Kab.Wonogiri 2013).
IUD merupakan alat kontrasepsi dalam ra-
him yang terbilang efektif karena angka kega-
galannya 1 dari 127-170 kehamilan.IUD efektif
segera setelah pemasangan, dapat digunakan
dalam jangka panjang yaitu 10 tahun untuk CuT-
380A sehingga lebih hemat karena tidak perlu
sering periksa ke tenaga kesehatan. Akan tetapi
IUD belum menjadi pilihan utama bagi akseptor
85
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
yang akan melakukan keluarga berencana. Be-
berapa penelitian menyebutkan bahwa rendah-
nya pemakaian kontrasepsi IUD disebabkan oleh
ketidaktahuan akseptor tentang kelebihanmetode
tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebih-
an metode kontrasepsi IUD disebabkan informasi
yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang
lengkap (Maryatun, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konseling menggunakan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) ber-KB ter-
hadap penggunaan kontrasepsi IUD di Desa
Plata rejo.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Platarejo
Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri
mulai dari 14 Oktober 2013 s/d 30 Novem-
ber 2013.
b. Populasi dan sampel penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
PUS di desa Platarejo. Pengambil an sam-
pel secara purposive sampling. Penentuan
sampel sebanyak 30 responden sesuai jum-
lah sampel minimum yang ditetapkan un-
tuk penelitian eksperimen (Sulistyaningsih,
2011) sesuai kriteria inklusi dan eklusi.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen
studi . Pada desain ini
terdapat satu kelompok yang digunakan untuk
penelitian, tetapi dibagi dua, setengah kelompok
untuk eksperimen (yang diberikan perlakuan)
dan setengah kelompok untuk kontrol (yang tidak
diberi perlakuan).
Analisis data pada penelitian ini menggu-
nakan statistik nonparametrik yaitu pengujian
Pengujian dilakukan dengan bantuan
program komputer SPSS 16.0 forwindows.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil pengumpulan data, di-
peroleh karakteristik subyek penelitian meliputi
umur, paritas dan pekerjaan responden.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
2. Jenis kontrasepsi responden sebelum di-
berikan konseling
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi karakteristik
digunakan sebelum konseling
Alat Kontrasepsi f Persentase (%)
Suntik 15 50,0
Pil 10 33,3
Kondom 1 3,3
Implan 0 0
IUD 0 0
Belum KB 4 13,4
Jumlah 30 100,0
3. Jenis alat kontrasepsi responden setelah
dilakukan konseling
Setelah dilakukan konseling baik dengan
ABPK maupun tanpa ABPK didapatkan data alat
kontrasepsi yang digunakan responden sebagai
berikut:
86
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik
digunakan setelah dilakukan konseling
Alat Kontrasepsi
Dengan
ABPK
Tanpa
ABPK
f % f %
Suntik 2 6,6 7 23,4
Pil 2 6,6 4 13,3
Implan 0 0 1 3,3
Kondom 0 0 0 3
IUD 11 36,8 3 10
Jumlah 15 100,0 15 100,0
4. Pengaruh konseling menggunakan ABPK
ber-KB terhadap penggunaan kontrasep-
si IUD.
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh konseling mengguna-
kan alat bantu pengambilan keputusan (ABPK)
ber-KB terhadap penggunaan kontrasepsi IUD
dengan data kuantitatif berskala nominal by
nominal,sehingga dianalisis melalui analisis
kuantitatif dengan uji korelasi Chi-
Tabel 4.4
Hasil uji analisis non parametrik dengan
-Square diperoleh nilai x2 hitung = 8,571
> x2tabel = 3,481, dengan nilai kemaknaan (p)
sebesar 0,003<0,05., maka hipotesis nol ditolak
dan hipotesis alternatif diterima, artinya terdapat
pengaruh ABPK terhadap penggunan kontrasepsi
IUD di desa Platarejo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karak-
teristik subyek yang menjadi responden kelom-
pok umur terbanyak berusia antara 20 – 35tahun,
yaitu sebanyak 20 orang atau 66,7 %. Usia20
– 35 tahun merupakan usia reproduktif sehat.
Dalam Keluarga Berencana usia responden ber-
hubungan dengan pola penggunaan kontrasepsi
yang rasional, sehingga akan berpengaruh ter-
hadap sikap ibu dalam mempertimbangkan un-
tuk menggunakan alat kontrasepsi IUD. Sesuai
dengan usia reproduksi sehat dimana seseorang
dapat menentukan pilihan untuk menggunakan
kontrasepsi yang terbaik pada usia tersebut.
Karakteristik paritas dari subyek penelitian
terbanyak paritas 1 – 2 sebanyak 28 orang atau
93,3%, dalam hal ini sesuai dengan pola penggu-
naan kontrasepsi yang rasional pada masa meng-
atur kehamilan jangka panjang, karena paritas
lebih dari 3 merupakan ancaman bagi kesehatan
reproduktif dan kesejahteraan ekonomi.
Karakteristik pekerjaan dari responden ter-
banyak adalah ibu rumah tangga (IRT) sebanyak
14 orang atau 46,6%. Sebagian besar respon-
den merupakan ibu rumah tangga menunjukkan
bahwa kesadaran wanita akan membina keluar-
ga besar dengan banyak anak merupakan tugas
seorang ibu yangsangat berat. Anak yang banyak
jelas akan menyulitkan ibu untuk bekerja sehing-
ga ibu berkeinginan mengunakan alat kontrasepsi
IUD dengan tujuan dapat menjarangkan kehamil-
an dalam jangka waktu lama 8 – 10 tahun.
Karakteristik alat kontrasepsi yang di-
gunakan responden sebelum dilakukan konseling
terbanyak adalah KB suntik, sebanyak 15 respon-
den atau 50%. Hal ini sejalan dengan penelitian
Putriningrum (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Ibu dalam Pemilihan Kontrasepsi KB Suntik di
BPS Ruvina Surakarta”, bahwa yang mempe-
ngaruhi pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik
di Bidan Praktek Swasta Ruvina adalah faktor
pengetahuan, faktor pendidikan, dan faktor jum-
lah anak. Mereka beranggapan bahwa KB suntik
sangat praktis jika dibanding kontrasepsi yang
lain,misalnya penggunaan IUD (Intra Uterine
Device), mereka sangat takut menggunakannya
karena harus dimasukan pada lubang vagina dan
penggunaannya mengganggu hubungan suami
istri. Sedangkan kontrasepsi oral Pil, walaupun
mereka takut lupa minum dan kadang pusing, ba-
nyak dipilih akseptor karena mereka takut dengan
kontrasepsi suntik, implan ataupun IUD. Untuk
87
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
kontrasepsi susuk (Implant) tidak ada pengguna
karena dimasukan di bawah kulit dengan proses
pemasangan melalui operasi kecil sehingga me-
reka sangat takut. Hal ini menunjukkan bahwa
informasi yang diperoleh oleh responden sangat
terbatas dan bahkan keliru terhadap beberapa je-
nis alat kontrasepsi sehingga mempengaruhi ter-
hadap persepsi dan pemilihan kontrasepsi.
Setelah dilakukan konseling dengan ABPK
ber-KB didapatkan sebanyak 11 responden me-
milih IUD, 2 responden tetap mengunakan KB
suntik, 2 responden memilih pil KB. Peminatan
terhadap kontrasepsi IUD meningkat setelah
akseptor diberikan konseling dengan ABPK
ber-KB. Konseling adalah proses pemberian in-
formasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan panduan ketrampilan komuni-
kasi interpersonal, teknik bimbingan dan pengua-
saan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat
ini, masalah yang sedang dihadapi dan menen-
tukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi
masalah tersebut. Dalam melakukan konseling
KB agar optimal digunakan suatu Alat Bantu
Pengambilan Keputusan(ABPK) ber-KB. ABPK
ber-KB tidak hanya berisi informasi mutakhir
seputar kontrasepsi atau KB namun juga standar
proses dan langkah konseling KB yang berlan-
informasi dengan adanya konseling akan lebih
(Saifuddin, 2010). Bentuk ABPK ber-KB berupa
lembar balik yang menarik sehingga membuat
ibu lebih partisipasif untuk bertanya dan bisa me-
mahami apa yang menjadi kebutuhannya. ABPK
merupakan panduan standar pelayanan konseling
KB yang tidak hanya berisi informasi mutakhir
seputar kontrasepsi atau KB, namun juga berisi
standar proses dan langkah konseling KB yang
berlandaskan pada hak klien KB dan Inform
Choice. ABPK juga mempunyai fungsi ganda,
antara lain: membantu pengambilan keputusan
metode KB, membantu pemecahan masalah
dalam penggunaan KB,alat bantu kerja bagi pro-
vider (tenaga kesehatan), menyediakan referensi
atau info teknis, dan sebagai alat bantu visual un-
tuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang
baru bertugas (BKKBN, 2011).
Data responden yang menggunakan alat
kontrasepsi setelah diberikan konseling tanpa
ABPK ber-KB yaitu sebanyak 7 responden ma-
sih menggunakan KB Suntik, 4 responden tetap
menggunakan Pil, 1 responden beralih Implan
dan 3 responden memilih IUD. Pada penelitian
ini peneliti memberikan konseling tanpa alat
bantu apapun. Peneliti hanya menjelaskan ten-
efek samping, manfaat, keuntungan, kerugian
dan cara pemasangan secara lisan. Dalam hal ini
peneliti memberikan kesempatan pada respon-
den untuk bertanya dan berpartisipasi aktif ter-
hadap ke giatan konseling yang dilakukan. Suatu
konseling agar berhasil harus meliputi beberapa
unsur antara lain pemberi pesan sebagai sumber
(encoder) atau konselor, materi atau isi pesan
(message), saluran atau media (channel), sasaran
sebagai penerima pesan (receiver) atau konseli,
pengaruh hasil komunikasi (effects) dan umpan
balik komunikasi (feedback) (BKKBN, 2012).
Konseling tanpa menggunakan suatu alat media
atau saluran (chanel) berarti menghilangkan salah
satu unsur dari konseling itu sendiri sehingga ke-
berhasilan dari tujuan konseling untuk merubah
persepsi dan pandangan seseorang terhadap satu
alat kontrasepsi kurang berhasil.
Menurut Nugroho (2010), beberapa strategi
untuk memperoleh perubahan perilaku bisa dike-
lompokkan menjadi tiga bagian, yaitu menggu-
nakan kekuatan atau kekuasaan atau dorongan,
pemberian informasi dan diskusi partisipatif.
Dengan ABPK ber-KB, konseling dapat berjalan
secara informatif dan bersifat diskusi partisipatif
karena ABPK ber-KB merupakan panduan stan-
dar pelayanan konseling KB yang tidak hanya
berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi atau
KB namun juga berisi standar proses dan langkah
konseling KB yang berlandaskan pada hak klien
KB dan Inform Choice. ABPK juga mempunyai
fungsi ganda, antara lain membantu pengambilan
keputusan metode KB, membantu pemecahan
masalah dalam penggunaan KB, alat bantu kerja
bagi provider (tenaga kesehatan), menyediakan
referensi atau info teknis, dan alat bantu visual
untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang
baru bertugas. Hal tersebut merupakan aspek
yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga
88
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Berencana. Konseling yang berkualitas antara
klien dan provider (tenaga medis) merupakan
salah satu indikator yang sangat menentukan bagi
keberhasilan program keluarga berencana (KB).
Pada penelitian ini didapatkan hasil uji
analisis nonparametrik dengan -Squaredi-
perolehnilai x2hitung= 8,571 >x2 tabel=3,481,
dengan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,003<0,05,
maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alter-
natif diterima. Artinya terdapat pengaruh ABPK
terhadap penggunan kontrasepsi IUD di desa
Platarejo. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan ABPK seorang wanita lebih jelas
akan gambaran alat kontasepsi yang akan di-
gunakannya. Hal ini sejalan dengan penelitian
Candradewi (2013) dalam penelitian “Pengaruh
Pemberian Konseling Keluarga Berencana (KB)
terhadap Alat Kontrasepsi IUD Post Plasenta di
RSUP NTB” bahwa rata–rata nilai pengetahuan
ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum
diberikan konseling KB adalah 12,53 dengan
standar deviasi 3,589. Sedangkan rata – rata ni-
lai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post
Plasenta setelah diberikan konseling KB adalah
17,80 dengan standar deviasi 2,552. Perbedaan
nilai rata–rata pengetahuan ibu bersalin tentang
IUD Post Plasenta sebelum diberikan konseling
KB dan sesudah diberikan konseling KB adalah
-5,267 dengan standar deviasi 3,118. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p = 0,001
-
kan rata-rata nilai pengetahuan ibu bersalin ten-
tang IUD Post Plasenta sebelum diberikan kon-
seling KB dan sesudah diberikan konseling KB.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh
pemberian konseling KB terhadap pemilihan alat
kontrasepsi IUD Post Plasenta.
Penggunaan ABPK ber-KB mempengaruhi
jenis kontrasepsi yang dipilih responden yaitu
IUD. ABPK ber-KB merupakan suatu media atau
saluran yang mempengaruhi proses konseling se-
hingga terjadi perubahan persepsi dan perilaku
sehingga akseptor memilih dan menggunakan
IUD. Sangat penting memberikan konseling pada
akseptor KB menggunakan ABPK ber-KB kare-
na ABPK ber-KB merupakan panduan standar
pelayanan konseling KB yang tidak hanya berisi
informasi mutakhir seputar kontrasepsi atau KB
namun juga berisi standar proses dan langkah
konseling KB yang berlandaskan pada hak klien
KB dan Inform Choice. ABPK juga mempunyai
fungsi ganda antara lain membantu pengambilan
keputusan metode KB, membantu pemecahan
masalah dalam penggunaan KB,alat bantu kerja
bagi provider (tenaga kesehatan), menyediakan
referensi atau info teknis, alat bantu visual untuk
pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru
bertugas (BKKBN,2010)
5. KESIMPULAN
Ada pengaruh konseling menggunakan
ABPK ber-KB terhadap penggunaan alat kontra-
sepsi IUD di desa Platarejo, dilihat dengan meng-
gunakan analisis statistik chi square didapatkan
nilai x2hitung = 8,571 > x2 tabel = 3,481, dengan
nilai kemaknaan (p) sebesar 0,003<0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian informasi yang
benar kepada akseptor akan merubah perilaku se-
seorang. Dengan menggunakan ABPK akseptor
akan lebih jelas tentang gambaran alat kontasepsi
yang akan digunakannya karena ABPK ber-KB
merupakan suatu media atau saluran yang mem-
pengaruhi proses konseling sehingga terjadi pe-
rubahan persepsi dan perilaku sehingga aksepstor
memilih dan menggunakan IUD.
SARAN
Dengan adanya penelitian ini maka diharap-
kan masyarakat khususnya PUS lebih berperan
aktif dalam mengikuti program keluarga beren-
cana (KB) dan banyak mencari sumber informasi
guna memperluas pengetahuannya sehingga
dapatmenentukan alat kontrasepsi yang tepat se-
suai kebutuhannya.
Bagi Instansi Dinas Kesehatan Kabupaten
Wonogiri maupun pihak-pihak terkait diharapkan
dapat lebih memperhatikan pengadaan ABPK
bagi petugas kesehatan terutama bidan untuk me-
ningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Beren-
cana bagi masyarakat, karena sejauh ini keterse-
diaan ABPK bagi tenaga kesehatan khususnya
bidan masih sangat terbatas.
6. REFERENSI
Astrina, K.M. (2008). Pengaruh Konseling ter-
89
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
-
tar. -
diunduh tanggal 2 Agustus 2013.
BKBKSP.(2013).
.
diunduh pada
tanggal 5 Agustus 2013.
BKKBN.(2012).
Jateng,
tanggal 2 Agustus 2013.
_______. (2011). Buku Panduan Penggunaan
Ber-KB, Jakarta: MStar.
_______. (2012). Seri 10 Advokasi KIE, diunduh
tanggal 31 Agustus 2013.
Candradewi. (2013). Pengaruh Pemberian Kon-
RSUP NTB Tahun 2013. -
di unduh pada tanggal 11 No-
vember 2013.
Cunningham, F.G., Gant, F.N, Leveno, K.J.
(2006). , Edisi 21, Jakarta:
EGC.
Everet, S. (2007).
, Edisi 2, Jakarta: EGC.
Glasier, A., Gebbie,A. (2005). Keluarga Beren-
, Jakarta:
EGC.
Hidayat, A.A. (2010). Metode Penelitian Kebi-
danan dan Teknik Analisis Data, Jakarta: Sa-
lemba Medika.
Machfoedz, I. (2006). , Yogya-
karta: Fitramaya.
Manuaba, I. B. (2010).Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
Maryatun. (2009).
-
, Surakarta: STIKES Aisyiyah.
McLeod, J. (2006). Pengantar Konseling Teori
dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Notoadmojo, S. (2012). Metodologi Penelitian
Kesehatan, Edisi 3, Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho.(2012)
Kesehatan,
-
diunduh tanggal 3 Oktober
Puskesmas Giriwoyo II. (2012).Data Peserta KB
Baru, Giriwoyo:Arsip Laporan.
Saifuddin, B. A., Affandi, B, Baharuddin, M,
Soekir, S. (2010).Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neona-
tal, Jakarta: YBPSP.
Saryono. (2010).
, Purwokerto: UPT Percetakan dan
Penerbitan.
Speroff, L., Darney, P. (2003). Pedoman Klinis
, Edisi 2, Jakarta: EGC.
Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitaif
Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Sulistyaningsih, (2011).Metodologi Penelitian
, Yogyakar-
ta: Graha Ilmu.
Uripni, C. L.,Untung, S. (2003). Komunikasi Ke-
bidanan, Jakarta: EGC.
Wararag.D, (2013).
Pencabutan,
diunduh tanggal 10 Septem-
ber 2013.
Yulifah. R, Yuswanto, T.J.A. (2009). Komunikasi
dan Konseling dalam Kebidanan, Jakarta:
Salemba Medika.
-oo0oo-
90
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci:
ABSTRACT
HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN STRATEGI
KOPING PADA ANGGOTA KELUARGA DENGAN
RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI WILAYAH
SURAKARTA
Dwi Ariani Sulistyowati1)
1,
91
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords:
1. PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23
tahun 1992 bahwa pembangunan kesehatan ber-
tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemempuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajad kesehatan ynag optimal.
Untuk itu diselenggarakan upaya kesehatan yang
salah satunya dilaksanakan melalui kegiatan ke-
sehatan keluarga yang dalam pelaksanaannya
melalui penyediaan sarana dan prasarana atau
dengan kegiatan yang menunjang peningkatan
kesehatan keluarga.
Dalam sebuah unit keluarga, penyakit yang
diderita salah satu anggota keluarga akan mem-
pengaruhi satu atau lebih anggota keluarga dan
dalam hal tertentu, sering kali akan mempe-
ngaruhi anggota keluarga yang lain (Friedman,
1998). Bila salah satu individu dalam keluarga
meempunyai riwayat perilaku kekerasan dan
memerlukan tindakan keperwatan, maka hal ini
tidak hanya menimbulkan stress pada dirinya
sendiri tetapi juga pada keluarganya.
Di seluruh Asia, diperkirakan 2-10 dari se-
tiap 1000 penduduk mengalami schizofrenia, dan
10% diantaranya perlu diobati dan dirawat inten-
sif karena telah sampai pada taraf yang mengkha-
watirkan.
Prevalensi penderita schizofrenia di Indone-
sia adalah 0,3 – 1 %. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar
2 juta jiwa menderita schizofrenia. Schizofrenia
adalah gangguan mental yang sangat luas dialami
di Indonesia, dimana sekitar 99% Rumah Sakit
Jiwa di Indonesia adalah penderita schizofrenia
(Sosrosumihardjo, 2007). Permasalahan utama
yang sering terjadi pada pasien schizofrenia
adalah perilaku kekerasan. Hal ini sesuai de-
ngan diagnosa keperawatan NANDA yang biasa
ditegakkan berdasarkan pengkajian gejala psiko-
tik atau tanda positif. Kondisi ini harus segera
ditangani karena perilaku kekerasan yang terjadi
akan membahayakan diri pasien, orang lain, dan
lingkungan. Hal inilah yang menjadi alasan uta-
ma pasien schizofrenia dibawa ke rumah sakit.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat mem-
orang lain, maupun lingkungan. Hal tersebut di-
lakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan
Sundeen, 2006).
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrim dari rasa marah atau ketakut-
an yang mal adaptif (panik). Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang
sebagai suatu dimana agresif verbal di suatu sisi
dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang
lain. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
di mana seseorang melakukan tindakan yang
diri sendiri maupun orang lain, sering disebut
juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang
marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Stuart dan
Laraia, 2005), sedangkan kemarahan adalah per-
asaan jengkel yang muncul sebagai respon terha-
dap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman
(Keliat, 1996).
Kecemasan adalah sensasi yang mem-
bingungkan dari kejadian yang akan datang yang
muncul tanpa alasan. Kecemasan dicetuskan
oleh sesuatu yang tidak diketahui dan muncul
sebelum ada pengalaman baru, yang mengan-
cam identitas dan harga diri seseorang (Taylor,
1997). Kecemas an akan muncul pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya sedang sakit
dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Bila
salah satu anggota keluarga sakit maka hal terse-
but akan menyebabkan terjadinya krisis pada ke-
luarga. Untuk menghadapi keadaan yang penuh
stress tersebut keluarga perlu mengembangkan
koping yang efektif. Strategi dan proses koping
keluarga berfungsi serbagai proses dan meka-
nisme yang vital dimana melalui proses dan me-
kanisme tersebut fungsi-fungsi keluarga menjadi
nyata. Tanpa koping yang efektif, fungsi afektif,
92
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ekonomi, sosialisasi, perawatan keluarga tidak
dapat dicapai secara adekuat (Friedman, 1998).
Oleh sebab itu proses koping keluarga meru-
pakan proses penting yang membuat keluarga
mampu mencapai fungsi-fungsi keluarganya se-
cara optimal.
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubung-
an antara tingkat kecemasan dengan strategi ko-
ping pada keluarga dengan anggota keluarga ri-
wayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan
Maret tahun 2013 di wilayah Surakarta.
b. Populasi dan sampel penelitian
Dari 45 responden di Wilayah Surakarta me-
menuhi syarat untuk dijadikan responden
sejumlah 30 pasien. Teknik sampling yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah
proporsional .
Metode pengumpulan data tentang ting-
kat kecemasan dengan strategi koping pada
keluarga dengan anggota keluarga perilaku
kekerasan dengan menggunakan angket.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah dis-
kripsi analitik dengan cross sectional atau studi
potong lintang, bahwa penelitian ini serentak
pada saat dan periode yang sama
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Diskripsi Karakteristik Responden
-
den
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 30
responden yang mengalami kecemasan dengan
strategi koping pada keluarga dengan riwayat
perilaku kekerasan di wilayah Surakarta adalah
perempuan yaitu 10 orang (33,3 %) dan laki-laki
sebesar 20 orang (66,7 %).
Distribusi jenis kelamin responden yang
mengalami kecemasan dengan strategi koping
pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan
di wilayah Surakarta dapat dilihat pada gambar1.
Dari 30 responden yang mengalami ke-
cemasan dengan strategi koping pada keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah
Surakarta sebagian besar usia dewasa yaitu 13
orang (43,3%), usia remaja sejumlah 9 orang
(30%), dan usia tua sejumlah 8 orang (26,7%).
Distribusi frekuensi umur responden yang
mengalami kecemasan dengan strategi koping
pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan
di wilayah Surakarta tersebut dibuat dalam ben-Surakarta tersebut dibuat dalam ben-
93
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
-
Dari 30 responden yang yang mengalami
kecemasan dengan strategi koping pada keluar-
ga dengan riwayat perilaku kekerasan di wila-
yah Surakarta yang mempunyai tingkat pendi-Surakarta yang mempunyai tingkat pendi- yang mempunyai tingkat pendi-
dikan Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 12
orang (40%), Sekolah Menengah Pertama sebe-
sar 1 orang (3,3%), Sekolah Menengah Atas 9
orang (30%), Perguruan Tinggi sebesar 5 orang
(16,7%), dan tidak bersekolah sebesar 3 orang
(10%).
Distribusi frekuensi tingkat pendidikan re-
-
bagai berikut:
-
Dari 30 responden yang diteliti sebagian
besar mengalami penurunan frekuensi setelah
dilakukan tindakan intervensi (pemasangan re-
strain). Distribusi frekuensi tabulasi perilaku re-
sponden lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4
sebagai berikut:
Distribusi frekuensi tabulasi perilaku re-
maka akan tampak seperti gambar berikut ini.
-
Dari 30 responden yang diteliti sebagian
besar mengalami penurunan frekuensi setelah
dilakukan tindakan intervensi (pemasangan re-
strain). Distribusi frekuensi tabulasi verbal re-
sponden lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5
sebagai berikut:
Distribusi frekuensi tabulasi verbal respon-
akan tampak seperti gambar berikut.
-
Dari 30 responden yang diteliti sebagian
besar mengalami penurunan frekuensi setelah
94
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
di lakukan tindakan intervensi (pemasangan res-
train). Distribusi frekuensi tabulasi emosi respon-
den lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel seba-
gai berikut:
Distribusi frekuensi tabulasi emosi respon-
akan tampak seperti gambar berikut ini.
-
den
Dari 30 responden sebagian besar meng-
alami penurunan frekuensi setelah dilakukan
tindakan intervensi (pemasangan restrain). Dis-
jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
tampak seperti gambar berikut ini.
4.2 Distribusi Tingkat Kecemasan Berdasar-
kan Karakteristik responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 30 responden yang diteliti secara kese-
luruhan mengalami kecemasan dengan strategi
koping pada keluarga dengan riwayat perilaku
kekerasan di wilayah Surakarta dalah jenis kela-Surakarta dalah jenis kela- dalah jenis kela-
min laki-laki sebesar 20 orang (66,7%) dan pe-
rempuan 10 orang (33,3%). Distribusi frekuensi
kecemasan berat berdasarkan jenis kelamin lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 8 sebagai ber-
ikut:
-
Dari 30 responden yang diteliti mengalami
kecemasan dengan strategi koping pada keluar-
ga dengan riwayat perilaku kekerasan di wila-
yah Surakarta sebagian besar usia dewasa yaitu
13 orang (43,3%), usia remaja sejumlah 9 orang
(30%), dan usia tua sejumlah 8 orang (26,7%).
Distribusi frekuensi kecemasan berat berdasar-
kan umur lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
95
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
-
kan Pendidikan
Dari 30 responden yang mengalami
kecemas an dengan strategi koping pada keluar-
ga dengan riwayat perilaku kekerasan di wila-
yah Surakarta yang mempunyai tingkat pendi-Surakarta yang mempunyai tingkat pendi- yang mempunyai tingkat pendi-
dikan Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 12
orang (40%), Sekolah Menengah Pertama sebe-
sar 1 orang (3,3%), Sekolah Menengah Atas 9
orang (30%), Perguruan Tinggi sebesar 5 orang
(16,7%), dan tidak bersekolah sebesar 3 orang
(10%). Distribusi frekuensi kecemasan berat ber-Distribusi frekuensi kecemasan berat ber-
dasarkan tingkat pendidikan lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut
Manifestasi klinis kecemasan berat adalah
ditandai dengan persepsi sangat berkurang, ber-
fokus pada hal-hal detail. Kecemasan berat ini
terjadi disebabkan oleh karena kecemasan be-
rat disebabkan oleh karena kondisi rumah sakit
merupakan pengalaman pertama kali bagi pasien
maupun keluarga pasien dan harus beradaptasi
dengan lingkungan yang baru dirumah sakit, di-
mana harus berhadapan dengan prosedur – prose-
dur yang sebelumnya tidak diketahui.
Dari hasil data tentang distribusi tingkat
kecemasan berat dengan anggota keluarga pen-
derita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan
di wilayah Surakarta; hal ini dapat disebabkan
karena pasien baik laki-laki maupun perempuan
menghadapi lingkungan yang baru yang belum
diketahui. Hal ini sesuai dengan teori yang dike-
mukakan oleh Johnson dan Shoen, (1997) yang
menyatakan bahwa perubahan lingkungan meru-
pakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
kecemasan. Penyebab yang lain adalah semakin
pasien maupun keluarga mengetahui hal-hal yang
harus dilakukan sesuai prosedur di rumah sakit
semakin mengalami kecemasan. Hal ini sesuai
dengan teori yang disampaikan White Ruth dan
Christine Ewan, (1991) yang menyatakan bahwa
pengalaman dirumah sakit yang kompleks akan
menimbulkan kecemasan.
4.3 Analisis Bivariat
Berdasarkan perhitungan menggunakan
dengan bantuan program kom-
puter aplikasi statistik SPSS for Windows versi
10.0 diperoleh hasil seperti pada tabel sebagai
berikut:
Berdasarkan table di atas diperoleh per-
bandingan nilai probabilitas tingkat kecemasan
= 0,003 < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Dengan demikian nilai probabilitas lebih kecil
dari 0,05 , maka Ho ditolak dan Ha diterima atau
tingkat kecemasan dengan strategi koping pada
keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di
wilayah Surakarta.
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasa-
an tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan
dalam hubungan interpersonal. Pada tingkat ke-
cemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi
seseorang. Seseorang cenderung untuk memu-
96
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
-
rilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Dengan demikian kecemasan mempunyai kon-
tribusi dalam pemilihan strategi koping keluarga.
Berdasarkan hasil uji statistik variabel kece-
masan diperoleh nilai r sebesar
0,412 artinya setiap kenaikan 5% variabel kece-
masan dengan menganggap variabel lain selain
kecemasan dikendalikan, maka akan diikuti ke-
naikan pemilihan strategi koping sebesar 4,12%.
Faktor kecemasan dalam penelitian ini ter-
bukti mampu memberikan kontribusi yang posi-
koping keluarga dengan anggota keluarga pen-anggota keluarga pen-pen-
derita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan
di wilayah Surakarta. Hal ini dibuktikan hasil
Uji Stattistik diperoleh per-
bandingan nilai probabilitas tingkat kecemas-
an = 0,003 < 0,05 dengan tingkat kepercayaan
95%. Dengan demikian nilai probabilitas lebih
kecil dari nilai tabel kritis, sehingga Ho ditolak
dan Ha diterima atau ada hubungan yang positif
strategi koping dengan anggota keluarga pende-anggota keluarga pende-pende-
rita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan di
wilayah Surakarta
Penderita dengan penyakit jantung dapat
mengalami stress, kecemasan, dan gelisah karena
sulit bernafas (Smeltzer 2001). Dalam penelitian
keperawatan tentang keluarga, bahwa dengan
adanya penyakit jantung iskemik (Tapp 1995 da-
lam Friedman 1998), keluarga mengalami stress
yang berhubungan dengan kebutuhan untuk pe-
ran keluarga tambahan dan tanggung jawab un-
tuk memonitor kesehatan. Reaksi seseorang ter-
hadap adanya penyakit berbeda-beda tergantung
dari keseriusan penyakit tersebut. Penyakit yang
parah dan mengancam dapat menyebabkan per-
ubahan emosional dan perilaku pada individu ter-
sebut dan bagi keluarganya. Perubahan yang ter-
jadi seperti kecemasan, syok, penolakan, marah,
dan menarik diri ( Potter & Pery 1995 ). Menurut
pandangan interpersonal kecemasan timbul ter-
hadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Selain itu kecemasan juga berhu-
bungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
-
dah terutama mudah mengalami perkembangan
kecemasan yang berat.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
penelitian ini hanya mengamati sekali saja pada
saat pengambilan data dan tidak diamati dalam
jangka panjang. Sampel dalam penelitian ini ha-
nya di Wilayah Surakarta, sehingga belum dapat
mencerminkan hubungan kecemasan dengan
strategi koping pada keluarga dengan riwayat
perilaku kekerasan yang digunakan keluarga di
semua jasa pelayanan kesehatan, dan masih ba-
nyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
strategi koping. Penelitian ini hanya menganali-
sis hubungan variable tingkat kecemasan dengan
strategi koping pada keluarga dengan riwayat
perilaku kekerasan. Selain itu, ancaman terhadap
sistem diri, gangguan fungsi sistem keluarga, dan
-
bangan waktu dan biaya penelitian yang terbatas.
5. KESIMPULAN
a. Tingkat kecemasan keluarga dengan anggota
keluarga penderita gangguan jiwa riwayat
perilaku kekerasan di Wilayah Surakarta se-
cara keseluruhan mengalami kecemasan be-
rat yaitu 50 orang (100%).
b. Strategi koping yang digunakan keluarga
dengan anggota keluarga penderita gang-
guan jiwa riwayat perilaku kekerasan di
Wilayah Surakarta yang mempunyai strate-
gi koping kurang efektif sebesar 12 orang
(24%), strategi koping cukup efektif sebesar
13 orang (26%), dan strategi koping baik
sebesar 25 orang (50%).
c. Hasil hipotesa menun-
jukkan ada hubungan yang positif dan sig-
anggota keluarga penderita gangguan jiwa
riwayat perilaku kekerasan dengan strategi
koping di Wilayah Surakarta.
SARAN
Peningkatan pengetahuan pasien dan ke-
luarga tentang prosedur dan pengelolaan gang-
guan jiwa riwayat perilaku kekerasan yang dapat
dilakukan dengan mengikuti penyuluhan ke-
sehatan, membaca buku - buku tentang riwayat
perilaku kekerasan khususnya pencegahan dan
97
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
pengelolaan gangguan jiwa riwayat perilaku ke-
-
diakan oleh Puskesmas dan kontrol secara teratur
dan konsultasi pada petugas kesehatan di Puskes-
mas Mojosongo Surakarta.
Di harapkan bagi tenaga kesehatan khusus-
nya perawat serta profesi kesehatan lain untuk
lebih intensif mengkaji dan menangani masalah-
masalah kecemasan baik pasien maupun keluarga
yang terkait dengan anggota keluarga penderita
gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan juga
faktor – faktor yang lain yang bisa menyebabkan
kecemasan seperti lingkungan rumah sakit yang
asing.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut ten-
tang faktor – faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat kecemasan dan strategi koping, selain
faktor yang sudah diteliti.
6. REFERENSI
Doengoes, Marlyn E, 2006. Rencana Asuhan
Alih bahasa Laila
Mahmudah et al. Editor Monica Ester Ed. 3.
Jakarta: EGC.
Isaac Ann, 2006.
Alih bahasa
D.P. Rahayuningsih, Editor Sari Kurnianing-
sih Jakarta: EGC.
Keliat B.A. dan Akemat, 1996. -
Jakarta: EGC.
Keliat B.A dan Akemat, 1998. Marah Akibat Pe-
Jakarta: EGC.
Kristanty, P, 2009.
Jakarta: Trans Info Media.
Machfoeds, I. 2007. Metodologi Penelitian Yog-
yakarta: Fitramaya.
Mancini, Mary E., 2004. Pedoman Praktis Prose-
of Emergency Nursing Alih ba-
hasa / editor Ni Luh Gde Yasmin Asih, Ja-
karta: EGC.
Maramis, W.F., 2005. Catatan Ilmu Kedokteran
Surabaya: Airlangga University Press.
Marlindawati, J. 2009. Penggunaan Restrain Pada
, diunduh
tanggal 26 Juni 2012.
NANDA, 2010.
. Editor T.Heather
Herdman, alih bahasa Made Sumarwati, dkk.
Editor Monica Ester, Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. , 2005. Pengantar Pendidikan
Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Nurjanah, I., 2004
-
Yogyakarta: Moco Media.
Nursalam, 2009. -
-
edisi 2. Jakarta: Salemba Me-
dika.
Riwidikdo, H., 2010. Statistik Untuk Penelitian
SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rima.
Sugiyono, 2010.
Bandung: Alfabeta.
Sulisetyowati E.C, 2009.
Stuart, G.W., 20006.
Alih bahasa Achir Yani S.H., Editor
Yasmin Asih, Jakarta EGC.
Stuart and Sundeen, 2006. ,
Jakarta: EGC.
Townsen, M.C., 2009.
-
Alih bahasa
Novi Helena C.D., editor Monica Ester, Ed.3
Jakarata: EGC.
Videbeck, S.L., 2008.
Alih bahasa Renata K., Afrina H. Edi-
tor Pamilih E.K. Jakarta: EGC.
-oo0oo-
98
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
engetahui hubungan
Kata kunci:
ABSTRACT
HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PENCAPAIAN
TARGET PEMASANGAN INFUS PADA MAHASISWA
TINGKAT II JURUSAN D III KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA TAHUN 2013
Sri Mulyanti1)
1,
99
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords: skills, motivation, infusion, the target
1. PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, ke-
mauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajad kesehatan masyara-
kat yang setinggi-tingginya. (SKN, 2009). Semua
komponen bangsa tersebut tidak terkecuali Jurus-
an Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta
sebagai institusi kesehatan yang ikut berperan
dalam membentuk tenaga kesehatan khususnya
perawat yang dapat sebagai sarana untuk menca-
pai tujuan tersebut sesuai dengan strategi pem-
bangunan kesehatan yang salah satunya adalah
profesionalisme tenaga kesehatan.
Profesionalisme tenaga kesehatan ditunjuk-
kan dari perilaku tenaga kesehatan yang mem-
berikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar
pelayanan, mandiri, bertanggung jawab dan ber-
tanggung gugat, serta senantiasa mengembang-
kan kemampuan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan.
Dalam mencapai visi misinya, Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta
mempunyai target dalam setiap lulusannya untuk
dapat unggul bersaing dalam dunia kerja dalam
lingkup nasional maupun internasional. Salah
satu cara yang ditempuh adalah dengan cara
melakukan evalusi atau pantauan setiap kom-
ponen kompetensi, termasuk didalamnya pen-
capaian target pemasangan infus. Ketrampilan
pemasangan infus merupakan salah satu kom-
petensi yang harus dimiliki oleh tenaga perawat
profesional. Hampir setiap hari seorang perawat
pasti menemui pasien yang harus dipasang infus.
Untuk itu maka perawat harus terampil dalam
melakukan pemasangan infus. Supaya perawat
mempunyai ketrampilan pemasangan infus maka
sejak dari pendidikan harus sudah dibekali teori
dan praktek memasang infus secara langsung ke
pasien.
Kondisi tersebut tidak lepas dari motivasi
mahasiswa yang berinisiatif dari dalam untuk
mencari ketrampilan tersebut selama praktek
keperawatan di rumah sakit. Berdasarkan pan-
tauan kompetensi dalam lembar kompetensi ma-
hasiswa yang dilaksanakan pada periode praktek
semester III, mahasiswa mengalami penurunan
motivasi dalam mencapai target kompetensi
pemasangan infus yang terlihat dalam rincian
kompetensi tersebut dalam setiap asuhan kepe-
rawatan yang dilakukan secara langsung terha-
dap pasien.
Kompetensi ketrampilan pemasangan infus
dapat dicapai dengan pendekatan praktek klinik
yang dapat bervariatif sesuai motivasi dalam diri
setiap mahasiswa. Oleh karena itu tujuan dari
penelitian untuk mengetahui hubungan antara
motivasi dengan pencapaian target pemasangan
infus pada mahasiswa tingkat II Jurusan D III
Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta ta-
hun 2013.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jurusan D III
Keperawatan Politeknik Kesehatan Sura-
karta, jalan Let. Jen Sutoyo Surakarta. Pe-
ngambilan data dilaksanakan selama bulan
Juli 2013
b. Populasi dan sampel penelitian
Populasi dan sampel penelitian adalah se-
mua mahasiswa tingkat II Jurusan D III
Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakar-
ta tahun 2013 sejumlah 104 mahasiswa yang
dibagi menjadi 2 (dua) kelas untuk memu-
dahkan koordinasi.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik
korelasional untuk mengetahui hubungan antara
motivasi mahasiswa dengan keberhasilan penca-
paian target pemasangan infus
100
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Program pendidikan Diploma III Kepe-
rawatan merupakan salah satu program pen-
didikan perawat yang bertujuan untuk meghasil-
kan perawat profesional yang mengutamakan
kemampuan ketrampilan keperawatan. Sebagai
profesi yang mengutamakan pelayanan yang
bersifat altruistik maka seorang perawat harus
mempunyai bekal yang cukup dalam hal kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Tindakan pemasangan infus merupakan
salah satu tindakan keperawatan sebagai tugas
limpah dari dokter yang sering dilakukan di
rumah sakit. Hampir setiap hari tindakan ini akan
dilakukan pada pasien terkait dengan pemenuhan
kebutuhan cairan tubuh ataupun fasilitasi pem-
berian obat parenteral. Untuk dapat melakukan
pemasangan infus dengan terampil maka sejak
dalam perkuliahan, mahasiswa sebaiknya sudah
dilatih secara laboratorium ataupun secara lang-
sung ke pasien.
-
mester IV di Jurusan Keperawatan Polteknik Ke-
sehatan Surakarta dapat terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa mayoritas maha-
siswa Tingkat II Semester IV tahun 2012/2013
Jurusan keperawatan Poltekes Surakarta lebih
banyak didominasi oleh perempuan yaitu 75, 96
% dan mahasiswa laki – laki lebih sedikti yaitu
24,04 %. Kondisi ini merupakan hal yang lum-
rah karena memang secara umum profesi perawat
lebih banyak didominasi oleh perempuan
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mahasiswa
Tingkat II Semester IV berada pada rentang umur
18 tahun – 24 tahun, dimana jumlah terbesar
adalah pada kelompok umur 20 tahun yaitu
70,19% dan yang paling sedikit adalah kelompok
umur 22 tahun – 24 tahun yaitu masing-masing
hanya 0,96 %. Kondisi ini merupakan hal yang
normal karena politeknik kesehatan merupakan
pendidikan vokasi dimana syarat calon mahasiswa
adalah lulusan SMA dengan umur maksimal saat
masuk 28 tahun. Mahasiswa tingkat II rata-rata
berumur 19 tahun – 20 tahun.
4.2 Pencapaian Target Pemasangan Infus
Berdasar data yang diperoleh menunjukkan
bahwa pencapaian target ketrampilan pemasang-
an infus untuk mahasiswa Tingkat II Semester IV
tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes
Surakarta belum memuaskan. Gambaran hasil
pencapaian terlihat pada diagram 4.1. di bawah
ini
Diagram 4.1. menunjukkan bahwa 86 atau
82,69 % mahasiswa sebagai responden sudah
mampu mencapai target pencapaian ketrampilan
pemasangan infus dan 18 atau 17,31 % maha-
siswa belum mampu mencapai target. Kondisi
belum sesuai denganharapan yang sudah ditetap-
kan akademi yaitu seluruh mahasiswa atau 100%
101
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
mahasiswa harus mampu mencapai target ke-
trampilan memasang infus pada pasien saat prak-
tik.
Salah satu kompetensi perawat sesuai de-
ngan Kurikulum Nasional D III Keperawatan ta-
hun 2006 adalah mampu melakukan perawatan
pada pasien yang mengalami gangguan kebu-
tuhan cairan. Cairan atau juga sering disebut
dengan cairan tubuh merupakan salah satu ke-
butuhan dasar manusia yang vital. Pasien yang
mengalami kekurangan atau kelebihan cairan ha-
rus dirawat sampai mencapai cairan tubuh yang
seimbang. Ketrampilan perawat yang terkait
langsung dalam merawat pasien yang mengalami
gangguan cairan salah satunya adalah ketrampi-
lan memasang infus.
Tindakan pemasangan infus adalah tindak-
an kanulasi vena (memasukkan jarum ke dalam
vena) sebagai jalan memasukkan cairan infus
ke dalam tubuh pasien. Tindakan ini termasuk
tindakan invasiv yang sangat sering dilakukan
oleh perawat tidak hanya untuk memenuhi ke-
butuhan cairan tetapi juga untuk kebutuhan yang
lain se perti memasukkan obat parenteral ataupun
sebagai persiapan operasi. Di sisi lain tindakan
memasang infus merupakan salah satu tindakan
yang sangat ditakuti oleh pasien terkait dengan
penggunaan jarum dan rasa sakit. Pemasangan
infus sering membuat pasien kesakitan dan me-
nimbulkan efek trauma yang lama bagi pasien.
Untuk meminimalkan dampak tersebut maka
kemampuan memasang infus dengan tepat dan
aman harus dimiliki oleh perawat. Karena meru-
pakan kompetensi psikomotor maka frekwensi
melakukan tindakan memegang perawan pen-
ting. Untuk itu sejak menjadi mahasiswa perawat
sudah harus dilatih melakukan ketrampilan ini.
Berkenaan dengan hal tersebut maka Poli-
teknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kepe rawatan
sebagai salah satu program pendidikan yang
menghasilkan perawat selalu berusaha memberi-
kan bekal yang cukup bagi mahasiswa terkait
dengan ketrampilan melakukan pemasang an in-
fus. Pencapaian kompetensi ini dimulai dari pem-
berian teori di kelas, latihan praktik di laborato-
rium dengan menggunakan phantom dan melatih
mahasiswa secara langsung saat praktik klinik.
Sebagai langkah pencapaian kompetensi ini
maka Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Surakarta mengambil kebijkan bahawa seluruh
mahasiswa Tingkat II Semester IV harus pernah
melakukan pemaangan infus ke pasien langsung
secara mandiri minimal 3 kali selama periode
praktik. Namun berdasar hasil evaluasi pencapai-
an kompetensi ini sering meunjukkan hasil yang
kurang memuaskan. Kondisi yang sama juga ter-
jadi pada tahun ini yang ditunjukkan dari hasil
kuesioner dimana masih ada 18 atau 17,31 maha-
siswa yang belum mencapai target.
4.3 Motivasi Mahasiswa
Motivasi mahasiswa Tingkat II Semester IV
tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes
Surakarta secara umum masuk kategori tinggi
dengan nilai 16,096. Gambaran tingkat motivasi
mahasiswa saat praktik terutama dalam rangka
mencapai target ketrampilan memasang infus
terlihat pada diagram 4.2. di bawah ini
Diagram 4.2. menunjukkan bahwa 77 atau
74,04% mahasiswa sebagai responden mempu-
nyai motivasi tinggi terutama dalam mencapai
target pencapaian ketrampilan pemasangan infus,
27 mahasiswa atau 25,96 % mempunyai motivasi
yang cukup, dan mahsiswa yang masuk pada ka-
tegori motivasi rendah tidak ada (0 %).
Proses belajar mengajar pada tataran aka-
demik setingkat D III keperawatan adalah pem-
belajaran pada orang dewasa (andragogic). Oleh
karenanya setiap mahasiswa dianggap sudah
mempunyai bekal konsep yang memadai dan
sudah tahu apa yang mereka butuhkan. Berdasar
konsep tersebut maka model pembelajaran yang
diterapkan pada pembelajaran di tigkat akademik
102
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
harus disesuaikan dengan karakterisitk maha-
siswa sebagai orang dewasa.
Salah satu faktor yang mempengaruhi ke-
mauan belajar seorang mahasiswa adalah moti-
vasi. Motivasi menurut Susan Bastable (2002)
menggerakkan seseorang ke arah beberapa jenis
tindakan dan sebagai suatu kesediaan peserta di-
dik untuk menerima pembelajaran. Sedangkan
motivasi menurut Ruseell C. Swansburg (2001)
merupakan konsep yang digunakan untuk men-
diskripsikan baik kondisi ekstrinsik yang me-
rangsang timbulnya suatu perilaku tertentu mau-
pun respon instrinsik yang menunjukkan perilaku
manusia.
Pencapaian ketrampilan memasang infus
dilakukan melalui pembelajaran teori di kelas,
latihan di laboratorum dan kemudian dilakukan
langsung ke pasien saat praktik klinik. Selama
proses tersebut membutuhkan kemauan dan daya
juang yang luar biasa. Terutama saat praktik kli-
nik di rumah sakit mahasiswa akan dihadapkan
pada situasi nyata yang mirip dengan suasana
kerja. Pada umumnya saat praktik inilah yang
membutuhka semangat dan daya juang untuk
dapat mencapai target target yang sudah ditetap-
kan akademik. Motivasi yang tinggi akan mampu
menggerakkan mahasiswa untuk selalu aktif dan
atusias mecapai tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan.
Motivasi mengandung tiga komponen po-
kok, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan me-
nopang tingkah laku manusia. (Ngalim purwan-
to, 2002) Menggerakkan berarti menimbul kan
kekuatan pada individu, memimpin seseorang
untuk bertindak dengan cara tertentu. Mengarah-
kan berarti menyediakan suatu orientasi tujuan.
Sedangkan menopang berarti harus menguatkan
intensitas dan arah dorongan-dorongan dan keku-
atan-kekuatan individu.
4.4 Hubungan Motivasi Mahasiswa dengan
Pencapaian Target Pemasangan Infus
Gambaran keterkaitan atau hubungan antara
motivasi dengan pencapaian target pemasangan
infus untuk mahasiswa Tingkat II Semester IV
tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes
G
belum mencapai target ketrampilan memasang
infus tersebar pada kelompok mahasiswa dengan
motivasi tinggi 11 mahasiswa dan 21 mahasiswa
pada kelompok mahasiswa dengan motivasi cu-
kup. Hubungan antara variabel tersebut setelah
diuji dengan uji statistik Chi Square menujukkan
nilai p = 0,000 seperti ditunjukkan pada tabel 4.1
di bawah ini
Hasil uji Chi Square menunjukkan ada
motivasi dengan pencapaian target pemasangan
infus pada mahasiswa Tingkat II Semester IV Ju-
rusan Keperawatan Poltekkes Surakarta. Sesuai
dengan pedoman praktik yang ditetapkan oleh
Jurusan Keperawatan Poltekkes Surakarta ke-
trampilan memasang infus merupakan ketrampil-
an wajib yang harus dipenuhi oleh mahasiswa.
Untuk dapat dikatakan berhasil mencapai target
ketrampilan memasang infus apabila mahasiswa
selama praktik minimal 3 kali peranah melakukan
103
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
pemasangan infus secara langsung kep pasien.
Untuk dapat mencapai target tersebut dibutuhkan
ketekunan dan usaha yang kuat karena selama
praktik peluang melakukan pemasangan infus
pada pasien tidaklah mudah.
Untuk dapat melakukan hal tersebut dimulai
mahasiswa harus membuat perencanaan praktik,
kemudia di test oleh pembimbing, baru setelah
lulus mahasiswa boleh melakukan pemasangan
infus. Itupun dimulai dari melihat dulu, asistensi,
baru boleh mencoba. Di sisi lain tidak jarang
dalam satu hari tidak ada pasien yang perlu dipa-
sang infus. Berdasar kondisi tersebut maka hanya
mahasiswa yang mempunyai motivasi kuat saja
yang biasanya memperoleh kesempatan.
Hasil penelitian menujukkan walaupun pada
kelompok mahasiswa dengan motivasi tinggi
masih ada yang belum mencapai target namun
secara persentase masih lebih rendah dibanding
pada kelompok dengan motivasi tinggi. G
4.1. menunjukkan mahasiswa jumlah mahasiswa
yang tidak dapat mencapai target lebih banyak
pada kelompok mahasiswa dengan motivasi cu-
kup yaitu 21 mahasiswa atau 77,77 % dari ke-
seluruhan mahasiswa dengan motivasi cukup.
Sedangkan pada kelompok mahasiswa dengan
motivasi tinggi hanya ada 11 atau 0,14 mahasis-
wa yang tidak mencapai target.
Komponen motivasi menurut Swansburg
(2002) dapat didukung oleh empat teori proses
motivasi yang meliputi: teori penguatan (reinfor-
cement) yaitu perilaku positif atau yang diingin-
kan harus dihargai atau diperkuat. Penghargaan
memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan
dari suatu respons. Penguatan yang terus menerus
mempercepat penampilan kerja. Penguatan yang
sifatnya intermiten pada rasio tertentu atau ber-
variasi akan mempertahankan penampilan kerja,
kedua adalah teori harapan dimana
kebanyakan perilaku secara sukarela dikendali-
kan oleh seseorang dan karenanya termotivasi.
Secara umum individu yang mempunyai
motivasi tinggi akan mempunyai energi yang
lebih banyak dibanding dengan motivasi ren-
dah. Mhasiswa yang mempunyai motivasi prak-
tik yang baik akan selalu berusaha datang lebih
awal, aktif mencari kesempatan, dan tidak mudah
putus asa. Hasil penelitian membuktikan bahwa
ada hubungan positip antara motivasi dengan
pencapaian target pemasangan infus.
5. KESIMPULAN
a. Mahasiswa yang belum mencapai target ke-
trampilan pemasangan infus adalah 18 atau
17,31 %
b. Mahasiswa yang sudah mencapai target ke-
trampilan pemasangan infus adalah 86 atau
82,69 %
c. Mahasiswa yang belum mencapai target le-
bih banyak pada kelompok mahasiswa de-
ngan tingkat motivasi cukup yaitu 21 maha-
siswa
d. Terdapat hubungan antara motivasi dengan
pencapaian target ketrampilan pemasangan
infus (p:0,000)
SARAN
a. Poltekkes Surakarta Jurusan D III Kepe-
rawatan perlu mencari langkah-langkah
yang riel untuk meningkatkan motivasi ma-
hasiswa selama praktik
b. Poltekkes Surakarta Jurusan D III Kepe-
rawatan perlu mencari alternatif jalan yang
efektif untuk meningkatkan target pencapai-
an ketrampilan pemasangan infus.
6. REFERENSI
Alimul Azis,
Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika,
2003
Azrul Azwar. Pengantar Administrasi Keseha-
tan. Edisi 3. Jakarta: Bina Rupa Aksara,
1996.
Budioro. Pengantar Pendidikan (Penyuluhan)
Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Di-
ponegoro, 2002.
Bastable Susan B. Alih Bahasa: Gerda Wulan dari
dan Gianto Widiyanto.
. Jakarta: EGC,2002.
Djamariah syaiful Bahri. . Ce-
takan Pertama. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2002.
104
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Halonen Jones S. -
. United Stated Of Amerika: The
MC Graw-Hill Companies, 1999.
Handoko Martin. Motivasi Daya Penggerak
Tingkah Laku. Cetakan ke 3. Yogyakarta:
Kanisius, 1995.
Koto Rusda Sutadi et all. -
. Semarang: Tim MKDK IKIP Sema-
rang, 1996.
Mastaniah, sri Mulyani.
SMA. Yogyakarta: UGM, 1984.
Meier Paul at all. Pengantar Psikologi dan Kon-
Yogyakarta: Baker Book,
2004.
Monks, F. J. Siti Rahayu Hadinoto. Psikologi
Bagiannya. Gajah Mada Univercity Press.
Yogyakarta, 2002.
Mulyasa, -
Ban-
dung: Remaja Rosdakarya, 2004
Murti Bisma. -
miologi. Edisi 2. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2003.
Nettina, -
tice, Philadelphia-New York, USA, Mosby
Years Book, 1996
Ngalim Purwanto M. Psikologi Pendidikan. Ce-Ce-
takan Ke Delapanbelas. Bandung: PT Rema-
ja Rosda Karya, 2002.
Nursalam.
.
Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika, 2002.
Nursalam.
. Jakarta: Sa-
lemba Medika, 2003.
Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Cetakan kedua. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003.
Potter Patricia A, and Perry A.G., Fundamental
,
St. Louis, USA, Mosby Years Book, 2000
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Badan
Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan. Panduan Pembe-
.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2004.
Pratinya Ahmad W. -
nelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi 1.
Jakarta: CV Sagung Seto, 2001.
Siagian Sondang P.
nya. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.
Sugiyono. . Cetakan
keempat. Bandung: Alfabet, 2002.
Swansburg Russell C. Alih Bahasa: Agung Wa-
luyo dan Yasmin Asih. Pengembangan Staf
. Jakarta: EGC, 2002.
Tolsma Marie T. Hastings, Brockopp Dorothy
Young.
Edisi 2. Jakarta: EGC, 1999.
Weinner B. Theories of Motivation from Mecha-
nism to Cognition. Chicago: Mark Co, 1982.
Winardi. Motivasi dan Pemotivasian dalam Ma-
2002.
-oo0oo-
105
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci: Akut Miokard Infark, sindrom metabolik, faktor dominan
ABSTRACT
FAKTOR-FAKTOR DOMINAN SINDROM
METABOLIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI) DI
RUANG INTENSIVE CARDIOVASKULER CARE UNIT
(ICVCU) RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014
Mentari Rosriyana Dewi1), Dwi Susi Haryati2) , Sumardino3)
1,
2,3
106
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords: Acute Myocardial Infarction, metabolic syndrome, the dominant factor
1. PENDAHULUAN
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan
salah satu penyebab tingginya angka kematian
di dunia. Angina pectoris dan Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan salah satu PTM yang
menyumbang angka kematian tinggi. Penyakit
jantung menurut WHO ( -
tion) (2002) yang dikutip Alikhani (2005) adalah
salah satu penyebab angka kesakitan dan kema-
tian yang tinggi. Sebanyak 60% dari total pasien
meninggal dan 40% menjadi masalah yang serius
terjadi di dunia, 75% dari total penderita yang
meninggal karena penyakit jantung terjadi di
negara berkembang. WHO tahun 2011 menjelas-
kan bahwa di Indonesia jumlah kematian pada
tahun 2008 terdapat 1.064.000 jiwa dikarenakan
penyakit tidak menular. Penyakit kardiovaskuler
merupakan penyebab kematian terbesar seba-
nyak 39%, di ikuti kanker 27%, penyakit perna-
fasan kronis 30%, dan diabetes 4%.
-
hun 2011 terdapat kasus penyakit jantung koroner
(PJK) sebesar 59 per 1.000 penduduk, terdiri dari
Angina pektoris sebesar 13 per 1.000 penduduk,
AMI sebesar 9 per 1.000 penduduk, dan Dekomp
Kordis sebesar 37 per 1.000 penduduk. Data dari
rekam medis RSUD Dr. Moewardi pada tahun
2011 terdapat 198 pasien AMI pada tahun 2012
terdapat 175 pasien dan pada tahun 2013 terdapat
234 pasien. AMI merupakan penyakit kedua ter-
besar setelah gagal jantung selama tahun 2013 di
ruang ICVCU.
Rahmawansa (2009) menjelaskan jika pe-
nyakit jantung koroner telah menduduki pering-
kat pertama sebagai pembunuh nomor satu dan
ke depannya akan semakin mening kat seiring
perubahan pola makan serba lemak dan instan.
Gaya hidup seperti stres, obesitas, merokok, dan
terjadinya PJK. Menurut Suastika (2007) yang
dikutip Parlindungan (2009) sindrom metabolik
merupakan hasil interaksi antara gangguan gene-
tik dengan perubahan gaya hidup. Sindrom me-
tabolik memberikan risiko lebih besar terhadap
penyakit jantung koroner dibandingkan risiko
lainnya seperti merokok, usia, jenis kelamin, ras,
dan riwayat keluarga.
Penelitian
pada 356.222 orang menunjukkan angka kenai-
kan kolesterol berbanding lurus dengan pening-
katan terjadinya serangan AMI. Setiap penurunan
HDL 4mg% maka akan meningkatkan risiko se-
rangan AMI sekitar 10%. Hasil penelitian Bolu-
logne tahun 2004 yang berjudul “ -
cal data and screening criteria of the metabolic
syndrome“ menyebutkan bahwa angka kejadian
sindrom metabolik di Amerika Serikat sebanyak
25% dari jumlah penduduk dan di Perancis 10%
dari total jumlah penduduk. Penderita obesitas
dan hipertrigliserida akan lebih berisiko terkena
sindrom metabolik dan memiliki risiko 2-4 kali
lipat untuk menderita penyakit jantung koroner.
Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh
Suastika tahun 2007 yang dikutip Parlindungan
(2009) yang mengambil 501 subyek masyarakat
pedesaan di Bali menemukan angka sindrom me-
tabolik sebanyak 17,2%. Penelitian di Makasar
yang melibatkan 330 orang pria berusia 30-65
tahun menemukan prevalensi sindrom metabolik
sebesar 33,9%. Kelompok pria dengan obesitas
sentral menunjukkan prevalensi lebih tinggi yai-
tu 62%. Kriteria dari sindrom metabolik seperti
obesitas sentral, hipertensi, darah tinggi, dan dis-
lipidemia merupakan faktor yang dapat diubah
sehingga diharapkan nantinya risiko penyakit
kardiovaskuler dapat diturunkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor dominan dan bagaimana keter-
kaitan antara sindrom metabolik dan kejadian
Akut Miokard Infark (AMI) Di Ruang Intensive
Cardiovaskuler Care Unit (ICVCU) RSUD Dr.
Moewardi Surakarta Tahun 2014 .
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di ruang
Intensive Cardiovascular Care Unit
(ICVCU) RSUD Dr. Moewardi.
107
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal
12 Februari-12 April 2014.
b. Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
dengan diagnosa medis AMI yang dirawat di
ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi.
Besar sampel yang digunakan dalam pene-
litian ini sebanyak 30 pasien, sesuai dengan
jumlah populasi yang ada pada 12 Febru-
ari-12 April 2014.
Pada penelitian ini menggunakan teknik
yaitu, semua pasien dengan
diagnosa medis AMI yang baru pertama
kali di rawat di Ruang ICVCU RSUD Dr.
Moewardi pada bulan Februari-April 2014
sebanyak 30 pasien.
3. METODE PENELITIAN
Desain yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah
adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan antara dua atau lebih vari-
able. Dalam model penelitian
peneliti perlu menyiapkan beberapa pertanyaan
sebagai penuntun untuk memperoleh data primer
dasar lain (Paul, 2005). Design waktu pengam-
bilan data dengan pendekatan retrospektif yaitu
peneliti mengambil data dari masa lalu pasien
melalui status pasien
Metode pengumpulan data meliputi data
primer yaitu data yang diperoleh dari informan
(penderita AMI dan keluarga) adalah lingkar
pinggang pasien dengan cara pengukuran dan
tanda tangan informed concent sebagai bukti per-
setujuan menjadi responden. Data sekunder yaitu
data yang diperoleh dari catatan kesehatan pasien
meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, dan je-
nis kelamin. Data diambil dari hasil laboratorium
(kadar trigliserida, kolesterol HDL, dan kadar
gula darah ) dan tekanan darah pasien yang telah
ada di laporan status pasien. Data laboratorium
dan tekanan darah pasienyang diambil adalah
data pertama kali pasien masuk rumah sakit dan
data laboratorium pertama kali.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik responden
Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa re-
60%.
Kozier (2010) menjelaskan AMI adalah pe-
nyakit utama orang yang berusia lebih dari 60
tahun. Seiring dengan pertambahan usia yang
dapat berpengaruh terhadap penurunan fungsi
tubuh seseorang. AMI berhubungan dengan
pembuluh darah koroner yang mengalirkan da-
rah ke otot-otot jantung. Trubus (2010) juga me-
negaskan bahwa pada usia muda, mulai timbul
guratan-guratan lemak pada pembuluh darah.
Semakin bertambah usia, tumpukan lemak juga
kian bertambah dan begitu juga dengan kejadian
AMI (Setianto,2007). Hasil penelitian Hermawa-
nto (2011) juga menunjukkan bahwa responden
penelitian diketahui 55% berusia lebih dari 60
tahun.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 18
responden (60%) berusia lebih dari 60 tahun dan
12 responden (40%) berusia kurang dari 60 ta-
hun. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dike-
mukakan bahwa semakin banyak usia semakin
tinggi pula risiko menderita AMI. Peningkatan
umur berpengaruh terhadap peningkatan tekanan
darah karena menurunnya fungsi organ tubuh,
terutama jantung dan pembuluh darah terutama
intima mengalami perubahan dimana terben-
tuknya ateroma dan perubahan pembuluh da-
rah, sehingga mengganggu absorbsi nutrien oleh
sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding
pembuluh darah sehingga menyumbat aliran da-
rah dan membentuk jaringan parut, selanjutnya
lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah
terhambat olek plak sehingga memungkinkan ter-
kena hipertensi (Price dan Wilson, 2006). Inter-
(2013) menye-
butkan bahwa semakin bertambahnya usia maka
108
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
stres oksidatif akan meningkat karena gangguan
metabolisme sehingga lebih berisiko terkena pe-
nyakit kardiovaskuler.
Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa re-
sponden paling banyak berjenis kelamin laki-laki
yaitu 63,3%.
Sitepoe (1993) menjelaskan bahwa laki-
laki memiliki risiko yang lebih tinggi dari pada
perempuan untuk terjadinya AMI, karena pada
laki-laki, tidak mempunyai efek protektif antia-
terogenik yang dipengaruhi oleh hormon estero-
gen seperti perempuan. Hormon esterogen me-
ningkatkan kadar HDL sehingga menekan kadar
LDL dalam darah. Meningkatnya usia se seorang
risiko kerentanan terhadap aterosklerosis ko-
roner meningkat sehingga dapat terkena serang-
an IMA, namun jarang timbul penyakit serius
sebelum usia 40 tahun sedangkan usia 40 tahun
hingga 60 tahun insiden infark miokard mening-
kat lima kali lipat.
Pada perempuan yang telah mengalami
menopouse risiko terjadinya AMI meningkat
dikarenakan perempuan yang telah dua tahun
mengalami menopouse rata-rata kadar LDL me-
ningkat 9% dan kadar kolesterol total meningkat
6,5% (Trubus, 2010).
Peningkatan umur berpengaruh terhadap
peningkatan tekanan darah karena menurunnya
fungsi organ tubuh, terutama jantung dan pembu-
luh darah terutama intima mengalami perubahan
dimana terbentuknya. Hasil penelitian yang di-
lakukan menunjukkan bahwa jumlah responden
laki-laki sebanyak 19 responden (63,3%) dan 11
responden berjenis kelamin perempuan. Hasil ini
sesuai teori yang menyebutkan bahwa laki-laki
berisiko terkena AMI daripada perempuan.
4.2 Analisis uji univariat
Akut Miokard Infark
Obesititas sentral
Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak
responden yang tidak mengalami obesitas sentral
atau lingkar pinggang normal (<90 cm pada laki-
laki dan <80 cm pada perempuan), yaitu seba-
nyak 53,3%.
Gotera (2006) menjelaskan obesitas sentral
adalah seseorang yang mengalami penimbun an
lemak yang berlebih di rongga perut. Price &Wil-
son (2006) menjelaskan obesitas saling keterkait-
an dengan peningkatan tekanan darah, peningkat-
an kolesterol darah, diabetes melitus yang tidak
tergantung pada insulin dan tingkat aktivitas ren-
dah. Pada obesitas kadar kolesterol akan mening-
kat, selain itu dapat mengalami hi pertensi karena
terjadi gangguan pembuluh darah, sehingga jan-
tung bekerja lebih keras untuk memompa darah
dan semakin parah dengan adanya aterosklerosis
koroner yang dapat meningkatkan beban kerja
jantung, hal ini merupakan konstribusi dari ter-
jadinya infark miokard. Hasil penelitian Gotera
(2006) menyimpulkan sebagian besar responden
mempunyai rata-rata IMT 24,99±3,11 kg yang
masuk dalam kategori gemuk.
Hasil penelitian diketahui 53,3% atau 16
responden masuk dalam kategori normal 46,7%
atau 14 responden mengalami obesitas sentral.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor
yang mempengaruhi obesitas seperti gaya hidup,
kebiasaan konsumsi makanan, dan keturunan.
Menurut Trubus (2010) kondisi obesitas sentral
109
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
memicu stress kelenjar endokrin sehingga saraf
yang mengatur terganggu. Metabolisme lemak
yang terganggu menyebabkan pelepasan asam
lemak bebas terjadi sangat cepat. Dampaknya
adalah sirkulasi asam lemak bebas di hati sa-
ngat tinggi dan mengakibatkan kemampuan hati
dalam mengikat dan mengekstrak insulin dari
darah berkurang. Dari melonjaknya asam lemak
bebas tersebut juga menghambat sel otot meng-
ambil glukosa sehingga terjadi peningkatan in-
sulin dalam darah dan menyebabkan terjadinya
resistensi insulin yang memicu terjadinya AMI.
(2013) menyebutkan bahwa prevalensi obesitas
juga meningkat di seluruh dunia dan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama kare-
na berhubungan dengan penyakit kronis seperti
diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, sleep
apnea, penyakit osteoarticular, dan cardio dan pe-
nyakit serebrovaskular. Menurut data dari WHO
tahun 2008, prevalensi global obesitas (indeks
pada pria dan 14% pada wanita. Data dari Survei
Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional menunjukkan
bahwa prevalensi overweight dan obesitas pada
orang dewasa meningkat dari 55,9% menjadi
64,5% dari tahun 1999-2000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa re-
sponden yang mengalami hipertensi sebanyak
56,7%.
Price dan Wilson (2006), menyebutkan
tekanan darah tinggi menyebabkan tekanan pada
jantung dan sirkulasi meningkat.Tekanan darah
tinggi pada pembuluh nadi akan merusak din-
ding pembuluh nadi dan merangsang timbulnya
ateroma. Jantung juga harus bekerja lebih keras
untuk memompa darah yang bertekanan tinggi
tanpa suplai oksigen yang memcukupi sebagai
latasi dan payah jantung dengan semakin ter-
ancam oleh semakin parahnya aterosklerosis
koroner, hal ini meningkatkan kemungkinan ter-
kena serangan angina serangan infark miokard
akut. Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko
yang paling membahayakan, karena biasanya
tidak menunjukkan gejala sampai telah men-
jadi kronis. Tekanan darah tinggi menyebabkan
tingginya gradien tekanan yang harus dilawan
oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan
tinggi yang terus-menerus menyebabkan suplai
kebutuhan oksigen jantung meningkat.
Hasil penelitian diketahui 53,3% atau 16 re-
sponden mengalami hipertensi. Lebih dari sete-
ngah responden mengalami hipertensi dan hal
ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa
pasien yang mengalami hipertensi berisiko meng-
alami AMI. -
sion (2013) menjelaskan bahwa hipertensi adalah
penyakit yang sangat umum di seluruh dunia dan
sangat umum di antara pasien dengan diabetes.
Hal ini meningkatkan risiko terjadinya komplika-
si makrovaskuler (infark miokard, stroke) dan
juga komplikasi mikrovaskuler (nefropati dan
retinopati). Pasien yang menderita obesitas dan
hipertensi memiliki tingkat mortalitas dan morbi-
ditas kardiovaskuler yang lebih tinggi.
Peningkatan tekanan darah sistemik me-
ningkatkan resistensi terhadap pemompaan da-
rah dari ventrikel kiri, akibatnya beban jantung
meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
-
sasi akhirnya terlampaui, sehingga terjadi di latasi
dan payah jantung. Jantung menjadi semakin
terancam karena semakin parahnya aterosklero-
sis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut,
maka suplai oksigen miokardium berkurang.
Kebutuhan miokardium akan oksigen yang me-
-
tan beban kerja jantung akhirnya menyebabkan
angina atau infark miokardium. Sekitar separuh
kematian karena hipertensi adalah akibat infark
miokardium.
Penelitian yang dilakukan Alderman dan
Madhavan (2008) menyebutkan bahwa, Rata-
rata ( ± SD ) tekanan darah pada awal adalah 151
110
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
renin tinggi , 151 ± 19/97 ± 10 mm Hg pada me-
8,3 tahun masa tindak lanjut , ada 27 infark mio-
kard. Kejadian infark miokard per 1000 orang
Hal ini juga diperkuat dengan penelitian Yuliani
(2014) menyimpulkan bahwa tekanan darah yang
tinggi (hipertensi) mempunyai pengaruh ter-
hadap kejadian Jantung Koroner Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2. Dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hipertensi berpengaruh be-
sar pada kejadian Akut miokard Infark (AMI).
Distribusi responden berdasarkan kenaikan
glukosa darah puasa ditampilkan pada tabel 4.6
Renaldi (2009) menerangkan bahwa insu-
lin merupakan hormon yang memiliki dua fungsi
penting dalam nebjaga homeostasis metabolisme
dalam tubuh. Fungsi pertama, mengusahakan
agar tetap tersedianya sumber energi yang cu-
kup dalam masa perkembangan, pertumbuhan,
dan reproduksi. Sedangkan fungsi kedua adalah
untuk mengatur konsentrasi glukosa plasma. Se-
hingga dari kedua fungsi tersebut berefek pada
penyimpanan karbohidrat, protein, dan lemak.
Pada penderita obesitas sentral yang mengalami
penurunan kadar adiponektin dapat menyebab-
kan resistensi insulin. Pada keadaan ini jika terus
menerus tubuh mendapatkan asupan energi akan
semakin banyak asam lemak bebas yang masuk
ke pembuluh koroner. Dengan demikian akan
bermanifestasi pada peradangan vaskuler yang
menyebabkan sumbatan pada arteri dan akhirnya
menghentikan suplai darah ke miokard.
Hasil penelitian menunjukkan pasien de-
ngan kenaikan glukosa darah puasa diketahui
50% atau 15 responden, hal ini dapat terjadi kare-
na pengaruh gaya hidup serta faktor keturunan.
Price dan Wilson (2006), menjelaskan resistensi
terhadap hormon insulin yang mengontrol penye-
baran glukosa ke sel-sel diseluruh tubuh melalui
aliran darah kadar glukosa yang tinggi di dalam
darah dapat menyebabkan sel kehilangan glu-
kosa. Terjadinya hiperglikemia dan glukosuria,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipopisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
terjadinya pembentukan benda keton dalam plas-
ma menyebabkan peningkatan ketosis. Pening-
katan pembentukan keton akan mengakibatkan
peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis me-
tabolik. Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan
pada penderita DM akan mengalami penyakit
vaskuler sehingga terjadi makro vasklerisasi dan
terjadi aterosklerosis, dari aterosklerosis dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyum-
bat dan terjadi iskemik pada jantung, sehingga
perfusi ke otot jantung menurun sehingga terjadi
kegagalan jantung dalam kontraksi
Menurut Luman (2007), menyebutkan
bahwa terapi insulin meurunkan angka kejadi-
an Akut Miokard Infark sebesar 33%. Hal ini
menunjukkan bahwa insulin berpengaruh dalam
me ngurangi kejadian penyakit Akut Miokard In-
fark (AMI), sedangkan pada penderita diabetes
mellitus yang produktivitas insulinnya menurun
dapat meningkatkan risiko Akut Miokard Infark
(AMI). Pasien dengan riwayat diabetes mellitus
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada
wanita usia >45 tahun.
Kenaikan kadar trigliserida
Distribusi responden berdasarkan kenaikan
kadar trigliserida ditampilkan pada tabel 4.7.
Baraas (1993) menyatakan makanan yang
mengandung banyak lemak hewani yang diubah
111
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
oleh tubuh menjadi kolesterol. Lemak kemudian
diserap oleh lambung dan usus lalu diteruskan ke
hati yang akan dipecahkan diedarkan ke seluruh
tubuh untuk pemberian energi, atau disimpan
dalam sel-sel lemak. Lemak kemudian beredar
keseluruh tubuh melalui darah dalam pecahan
kecil yang mengandung campuran kolesterol dan
lemak lain. Asupan makanan berlebih terutama
karbohidrat dan lemak yang disertai penurunan
pengeluaran energi akan menimbulkan akumu-
lasi lemak berlebih. Setiap jumlah lemak dan
karbohidrat makanan yang tidak langsung digu-
nakan akan disimpan di jaringan adiposa dalam
bentuk trigliserida. Pada umumnya 3% dari jum-
lah glukosa makan yang dapat disimpan sebagai
glikogen di hati dan otot, 30% disimpan sebagai
trigliserida dan 67% langsung dbakar sebagai en-
ergi.
Tingkat kolesterol dijumlahkan dalam dua
macam unsur yakni LDL ( -
tein), dan HDL ( ). LDL
adalah lemak jahat yang menempel di dinding
pembuluh nadi yang disebut ateroma yang meru-
pakan penyebab utama penyakit jantung. Tim-
bulnya lemak yang disebabkan kolesterol yang
disebut plak, terbentuk pada dinding pembuluh
nadi. Inilah yang membuat semakin sempit se-
hingga menghambat aliran darah pada daerah
yang terkena dan menghambat darah ke bagian
otot jantung.
Hasil penelitian menunjukkan 66,7% atau
20 responden mengalami kenaikan kadar trigli-
serida. Peningkatan kadar rigliserida dapat di-
pengaruhi oleh asupan makanan dan gaya hidup
responden. Hasil yang didapat menujukkan bah-
wa peningkatan kadar trigliserida dapat berisiko
terkena AMI.
Penurunan HDL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa re-
sponden yang mengalami penurunan kadar HDL
( sebanyak 46,7 %.
Hodoglugil (2005) dalam Ercho (2013)
yang menyatakan bahwa nilai IMT yang tinggi
menunjukkan adanya hubungan dengan kadar
kolesterol HDL. Rendahnya kadar HDL berisiko
2 kali lebih besar terkena AMI karena rendahnya
kadar HDL menggambarkan banyaknya cabang
pembuluh darah koroner yang tersumbat. Ber-
dasarkan data terdapat 50 % atau 15 responden
dengan kadar HDL rendah. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa rendahnya kadar HDL berpengaruh
terhadap terjadinya AMI.
Salah satu gangguan lipoprotein mayor
pada sindrom metabolik adalah berkurangnya
HDL kolesterol. Berkurangnya HDL ini meru-
pakan akibat dari perubahan pada komposisi dan
metabolisme HDL. Pada keadaan hipertrigliseri-
demia, penurunan jumlah HDL kolesterol meru-
pakan hasil dari penurunan dari jumlah choles-
teryl ester dari inti lipoprotein dengan perubah an
peningkatan trigliserida. Bolulogne (2004) me-
nyebutkan bahwa angka kejadian sindrome me-
tabolik di Amerika Serikat sebanyak 25% dari
jumlah penduduk dan di Perancis 10% dari total
jumlah penduduk. Penderita obesitas dan hiper-
trigliserida akan lebih beresiko terkena sindrome
metabolik dan akan memiliki risiko 2-4 kali lipat
untuk menderita penyakit jantung koroner.
Semakin tinggi kadar LDL dan kian rendah
kadar HDL, maka makin tinggi risiko untuk men-
derita AMI. Dan begitu juga sebaliknya, semakin
rendah kadar LDL dan kian tingginya kadar HDL
mak semakin rendah sesorang mengalami AMI.
Setiap peningkatan 1mg/dl kadar LDL, mening-
katkan 1% risiko AMI. Sebaliknya setiap pening-
katan 1mg/dl kadar HDL, justru mengurangi
risiko AMI hingga 3% (Trubus, 2010). Kelebihan
LDL melayang-layang dalam darah, dan terjadi
penumpukan atau pengendapan pada dinding
pembuluh darah arteri koroner yang menyebakan
ateroskerosis. Sehingga terjadi iskemik miokard,
dan akhirnya miokard mengalami infark kondisi
inilah yang disebut AMI (Soeharto, 2004).
112
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
4.3 Analisis bivariat
obesitas sentral
Hasil analisis bivariat menunjukkan obesitas sen-
tral berpengaruh pada kejadian AMI dengan taraf
dilanjutkan dalam analisis multivariate.
Hasil analisis bivariat menunjukkan hipertensi
berpengaruh pada kejadian AMI dengan taraf
dilanjutkan dalam analisis multivariat.
Hasil analisis bivariat menunjukkan peningkat-
an gula darah puasa berpengaruh pada kejadian
-
hingga variabel itu dilanjutkan dalam analisis
multivariate.
Hasil analisis bivariat menunjukkan peningkat-
an trigliserida berpengaruh pada kejadian AMI
variabel itu dilanjutkan dalam analisis multi-
variate.
Hasil analisis bivariat menunjukkan penurunan
HDL berpengaruh pada kejadian AMI dengan
tidak dapat lanjut ke multivariat, namun secara
substansi variabel penurunan HDL sangat pen ting
maka variabel ini dapat dianalisis multivariat.
4.4 Analisis Multivariat
Berdasarkan hasil penelitian diketahui fak-
tor peningkatan kadar trigliserida merupakan
faktor paling dominan dalam mempengaruhi ke-
113
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
jadian AMI. Trigliserida merupakan salah satu
jenis lemak yang berada dalam darah yang si-
fatnya merugikan seperti LDL. Saat kita makan,
tubuh mengubah sebagian kalori yang tidk ter-
pakai menjadi trigliserida. Trigliserida disimpan
di dalam sel-sel lemak tubuh dan nantinya akan
dilepaskan untuk menghasilkan energi antara
waktu-waktu makan. Apabila seseorang lebih
banyak mengkonsumsi kalori melebihi kebutuh-
an seperti karbohisrat dan lemak maka kemung-
kinan menyebabkan peningkatan kadar trigliseri-
da ( (Karyadi, 2006).
Di dalam darah, trigliserida menyimpan ka-
lori yang tidak terpakai oleh tubuh untuk cadang-
an energi sedangkan kolesterol dalam jumlah
normal (dibawah 200 mg%) digunakan untuk
membangun sel-sel tubuh dan hormon tertentu.
Kadar trigliserida yang tinggi dapat dipengaruhi
pola makan yang tidak sehat, gaya hidup kurang
berolahraga, konsumsi alkohol, perokok, dan
gangguan genetik. Makanan yang mengandung
trigliserida tinggi seperti kulit ayam, ayam po-
tong, kuning telur ayam horn, lele, gurami, ga-
jis sapi/kambing, keju, kepiting, udang, kerang,
santan kelapa, susu sapi, coklat, mentega, cumi-
cumi, otak sapi, dan berbagai macam jeroan he-
wan.
Lemak kemudian diserap oleh lambung dan
usus lalu diteruskan ke hati yang akandipecah
dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk pemberian
energi atau disimpan dalam sel-sel lemak. Lemak
kemudian beredar ke seluruh tubuh melalui da-
rah dalam pecahan kecil yang mengandung cam-
puran kolesterol dan lemak lain. Dalam hal ini,
keterkaitan trigliserida dengan AMI adalah pe-
ningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL.
Trigliserida bersirkulasi di dalam darah bersama
dengan LDL yang bersifat aterogenik (mampu
membentuk aterosklerosis) sehingga LDL dan
trigliserida berbanding lurus, apabila LDL me-
ningkat kemungkinan kadar trigliserida juga me-
ningkat (Sitepoe, 1993).
LDL adalah lemak jahat yang menempel
di dinding pembuluh nadi yang disebut ateroma
yang merupakan penyebab utama penyakit jan-
tung. Timbulnya lemak khusunya akibat koles-
terol yang disebut plak terbentuk pada dinding
pembuluh darah. Hal ini yang membuat pembu-
luh darah semakin sempit sehingga menghambat
aliran darah pada daerah yang terkena dan meng-
hambat darah ke bagian otot jantung. Kenaikan
kadar kolesterol dalam hal ini berbanding lurus
dengan kejadian AMI (Karyadi, 2006). Cara
menurunkan kadar trigliserida tinggi adalah de-
ngan memiliki gaya hidup sehat seperti olahraga
setiap hari minimal 30 menit, tidak merokok, ti-
dak mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi
makanan sehat seperti sayuran hijau,buah-buah-
an, kacang-kacangan, makanan berserat tinggi,
dan makanan beromega 3 dan ikan yang dapat
menurunkan risiko penyakit jantung.
Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian tidak menggunakan sampel kon-
trol, sebab penelitian ini merupakan pen-
litian analisis faktor yang fungsinya untuk
mengetahui faktor-faktor yang dominan
pada kejadian AMI. Sehingga hasil pene-
litian hanya mengetahui faktor dari pasien
yang telah mengalami AMI tanpa mengeta-
hui penyakit cardiovaskuler lainnya, seperti
gagal jantung, angina pectoris, dan lainnya.
2. Sampel yang diambil merupakan batas mini-
mal sehingga data yang diperoleh kurang ob-
jektif.
3. Keterbatasan waktu penelitian, sehingga
dapat mempengaruhi pencarian sampel ber-
dasarkan criteria inklusi.
4. Kadar SGOT/SGPT tidak diteliti sehingga
kadar kolesterol yang tinggi tidak diketahui
secara pasti apakah akibat pola hidup yang
kurang sehat atau karena gangguan fungsi
hati
5. Pengambilan data hipertensi tidak dilihat
dari riwayat penyakit responden sebab hi-
pertensi dapat dipengaruhi oleh berbagai
kondisi.
5. KESIMPULAN
-
tas sentral dengan kejadian AMI.
-
tensi dengan kejadian AMI.
ningkatan gula darah puasa dengan kejadian
AMI.
114
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
-
katan trigliserida dengan kejadian AMI.
kadar kolesterol HDL dengan kejadian AMI.
f. Faktor peningkatan kadar trigliserida meru-
pakan faktor dominan sindrom metabolik
yang berhubungan dengan kejadian AMI di
Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Tahun
2014.
SARAN
1. Pasien AMI
Responden setelah mengetahui faktor-fak-
tor yang mempengaruhi kejadian AMI, di-
harapkan dapat dijadikan informasi untuk
menghindarkan diri dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian AMI dan dapat
menjaga pola makan tidak mengandung
kolesterol seperi jeroan, kuning telur ayam
horn, makanan olahan, cumi-cimu, kerang,
udang, dan lainnya, berolahraga ringan 15-
30 menit setiap hari seperti lari-lari kecil dan
tidak melalukan olahraga yang terlalu berat
atau sesuai kemampuan agar kerja jantung
tidak terbebani.
2. Bagi Rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat membantu untuk
meningkatkan mutu penatalaksaan serta
pencegahan kejadian AMI yang dapat di-
lakukan di rumah sakit dengan uapaya pre-
ventif sehingga kejadian serangan AMI ber-
ulang dapat diminimalkan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang berminat untuk
melakukan penelitian dengan tema serupa
diharapkan dapat melakukan penelitian yang
lebih luas dan kompleks variable maupun
jumlahnya, dan juga penentuan instrument
penelitian yang tepat. Metode penelitian
sebaiknya menggunakan metode kontrol
dan penentuan kriteria inklusi serta ekslusi
lebih dipertajam sehingga dapat dilihat fak-
tor mana saja yang benar-benar berpengaruh
pada AMI.
6. REFERENSI
Aaronson, Philip I dan Ward, Jeremy P.T.(2008).
At A Glance System Cardiovaskuler Edisi 3.
Jakarta: Erlangga.
Alderman, MH, Madharan SH, Ooi WL. (2013).
n. N England: J Med.
Alikhani, Siamak. (2005).
-
Iran: Ministry of Health and Medi-
cal Education Islamic Repiblic of Iran diak-
ses tanggal 25 September 2013.
Alwi, Indrus. (2009).
Dalam Jilid II. Jakarta: Internal Publishing.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Pene-
litian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arisman. (2010). Obesitas, Diabetes Meli-
. Jakarta: EGC.
Mencegah Serangan Jan-
tung Dengan Menekan Kolesterol. Jakarta:
Boulogne A, Vantyghem MC Epidemio-
logical data and screening criteria of the
metabolic syndrome
-
Budiono, Bambang. (2011). Seminar “Sindrom
Metabolik dan Penyakit Kardiovaskuler”
www.sindrom-metabolik-dan-penyakit.
html. Makasar: Pusat Jantung Rumah Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Konsultan Jan-
tung Rumah Sakit Akademis Jaury diakses
14 Januari 2014.
Corwin, E.J. (2009). .
Alih bahasa: Pendit, B.U. Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2011).
.
-
Diakses tanggal
30 September 2013.
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan
Edisi 3. Ja-
karta: EGC.
Ercho. (2013). Hubungan Obesitas Dengan Ka-
.
115
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Diakses 30 Juni
2014.
Ford ES. (2005). Prevalence of metabolic syn-
-
eration among adults in the US. Diabetes
Care
Gibney, Michael J, dkk. (2008).
Jakarta: EGC
Gotera, Wita; Aryana, Suka; Suastika, Ketut &
Kuswardhani, Tuty. (2006). Hubungan An-
-
tin Pada Pasien Geritari Dengan Penyakit
Diakses 27 Juni 2014.
Hermawanto, Sonny. (2012). “Hubungan
Semarang”. Stikes Telogorejo Semarang.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Metode Peneli-
.
Jakarta: Salamba Medika.
International Journal of Hypertension (2013).
-
.
Diakses 23 Juni
2014.
Karyadi. (2006). -
Jakar-
ta: PT Intisari Mediatama
Kementerian Kesehatan RI. (2011).
Kementerian Kesehatan Tentang Pedoman
Intensive Care Unit (ICU). Jakarta: Kement-
erian Keseharan Republik Indonesia.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., dan Snyder, S.
J. (2010). -
. Ja-
karta: EGC.
Luman, Andi. (2010). Diabetes dan Penyakit
Medan: FK USU Medan.
Diakses 15 Juni
2014.
Machfoedz, Ircham. (2007). Statistika Induksi
-
Yogyakarta: Fitraya-
ma.
Mannuci B, Mykletun A, Hole T, et al. (2007).
-
betes federation and the national cholesterol
study. BMC public Helath
Muttaqin, Arif. (2009).
Klien Dengan Gangguan Sistem Kardio-
vaskuler Dan Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika.
NCEP ATP-III. (2001). -
tion, Evaluation, and Treatment of High
-
Cholesterol Education Program (NCEP)
Treatment of High Blood Cholesterol in
Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA
Nursalam. (2003). -
Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam.(2008). -
I. Jakarta: Salemba Medika.
Parlindungan, Faisal. (2009). Jurnal ”Sindrom
Metabolik dan Penyakit Kardiovaskuler”.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara.
Paul.D. Leedy and Jeanne.E. Ormrod.
.Practical Research: Planning and Design
Ohio : Pearson Merrill
Prentice Hall.
Price, S & Wilson, L, (2005). -
Proses .
Jakarta: EGC.
Rahmawansa, Sanny. (2009).
Sebagai Faktor Utama Penyakit Jan-
tungKoroner .
Diakses 21 Jan-
uari 2014.
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2011).
Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr.
Moewardi
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2012).
Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr.
Moewardi
116
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2013).
Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr.
Moewardi
Renaldi, Olly. (2009). -
Metabolik.
Diakses 12
Mei 2014.
Riwidikdo, Handoko. (2008). Statistik Tera-
Yo-
gyakarta: Mitra Cendikia.
Riwidikdo, Handoko. (2010). Statistik Kesehat-
Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Sitepoe, Mangku. (1993). Kolesterolfobia Keter-
kaitannya Dengan Penyakit Jantung. Jakar-
ta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). -
Volume 2. Jakarta: EGC.
Soegondo, Sidartawan dan Dyah Purnamasari.
(2009).
Jakarta: Internal Publising.
Soeharto, Iman. (2004). PJK & Serangan Jan-
tung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sudoyo et all. 2009. Ja-
karta: Interna Publishing.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sutomo, Budi. (2008). Menu Sehat Penakluk
. Jakarta: DeMedia.
Trubus. (2010). My Healthy Life Kegemukan
Pergi & Tak Kembali. Jakarta: Trubus Swa-
daya.
Udjianti, Wajan Juni. (2010). -
diovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
WHO. (2011). -
Geneva. Switzerland. WHO
Yuliani, Fadma; Fadil Oemzil. (2014). Hubungan
Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes
Diakses 12 Mei 2014.
-oo0oo-
117
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci:
ABSTRACT
HUBUNGAN ANTARA RESPONSIVENESS PERAWAT
DENGAN LOYALITAS PASIEN
Atiek Murharyati1), Meri Oktariani2)
1,
1
2
2
118
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords:
1. PENDAHULUAN
Rumah sakit harus mampu mengikuti per-
kembangan jaman dan memenuhi tuntutan ma-
syarakat yang semakin tinggi terhadap pelay-
anan kesehatan. Sebaiknya rumah sakit menjadi
-
galkan sifat sosialnya. Strategi yang dilakukan
rumah sakit adalah meningkatkan volume pen-
jualan, dengan memuaskan kebutuhan, keingi-
nan, harap an pasien, sehingga pasien akan loyal
kepada rumah sakit.1 Hal tersebut dikarenakan
bahwa pendapatan terbesar rumah sakit berasal
dari pasien.
Berdasarkan konsep pemasaran bahwa pe-
rawat memiliki peran dalam pemasaran rumah
sakit, melalui pelayanan yang dilakukannya ke-
pada pasien. Pemasaran yang dilakukan oleh
perawat dengan pasien sebagai pelanggannya
disebut dengan pemasaran interaktif, dalam ben-
tuk komunikasi perawat yang dilakukan untuk
mencapai kesembuhan yang disebut komunikasi
terapeutik, yang meliputi beberapa indikator di-
antaranya -
ness,
Loyalitas pelanggan dimaknai sebagai pe-
langgan melakukan pembelian ulang.21 Pelang-
gan yang melakukan pembelian ulang tersebut
bisa saja karena tidak ada pilihan lain, sehingga
bukan karena loyal, dan hal tersebut tidak bisa
loyal adalah pelanggan yang dengan antusias dan
sukarela merekomendasikan produk kita kepada
orang lain, walaupun belum tentu ia masih men-
jadi pelanggan produk atau perusahaan tersebut.22
Pasien umum pengguna jasa pelayanan ke-
perawatan di rawat inap Rumah sakit Umum
Daerah Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bah-
wa jumlah pasien umum sejak bulan Juli sampai
dengan September 2012 mengalami penurunan,
yaitu bulan Juli 2012 ada 397 pasien, bulan Agus-
tus ada 321 pasien, dan bulan September ada 232
pasien. Data tersebut menunjukkan adanya penu-
runan jumlah pasien dalam tiga bulan terakhir.
Pasien rawat inap dengan asuransi kesehatan
jumlahnya lebih banyak daripada pasien umum,
pada bulan Juli dan Agustus 2012 perbandingan-
nya kurang lebih 1: 2, dan pada bulan September
2012 perbandingannya kurang lebih 1: 3.25
Dikaitkan dengan hasil wawancara dengan
bagian mutu pelayanan RSUD Kabupaten Su-
koharjo, bahwa hasil pendataan kepuasan pasien
terhadap kualitas pelayanan di RSUD Kabupaten
Sukoharjo pada bulan Agustus 2012 oleh bagian
mutu pelayanan rumah sakit diperoleh data dari
pelayanan rawat inap, yaitu 78% pasien tidak
puas terhadap kualitas pelayanan, 4,4 % me-
nyatakan puas terhadap kualitas pelayanan, dan
17,6 % menyatakan lebih puas. Disampaikan
pula oleh kepala bagian mutu pelayanan bahwa
terdapat 68% pasien tidak puas terhadap komuni-
kasi petugas pemberi pelayanan.
Menghadapi ketidakpuasan pasien tersebut,
maka Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Su-
koharjo perlu memiliki upaya mempertahankan
pelanggan agar tidak beralih ke rumah sakit lain
(customer retention) secara cepat dan tepat oleh
pihak manajemen agar tidak menyebabkan cus-
(kehilangan pelanggan) dan customer
voice (keluhan pelanggan).1
Hasil wawancara kepada pasien yang per-
nah merasakan jasa pelayanan kesehatan di
rumah sakit umum daerah Sukoharjo. Wawan-
cara dilakukan terhadap orang yang sebelumnya
pernah menerima jasa pelayanan di RSUD Kabu-
paten Sukoharjo, dan diambil dari salah satu RT
di daerah dekat lingkungan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo.
Hasilnya menunjukkan terdapat 13 orang
yang sakit dengan kondisi harus rawat inap sejak
12 bulan terakhir dengan berbagai jenis penyakit,
namun hanya 2 orang yang menggunakan jasa
pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Suko-
harjo dengan alasan jarak tempuh dekat dan yang
penting sakitnya bisa sembuh, dan diperolah data
119
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
bahwa 7 orang mengatakan terdapat perawat
kurang ramah, terkesan acuh, dan terdapat pula
perawat yang bersuara keras atau kurang halus
sehingga terasa kurang , dan kurang ada
kedekatan dengan pasien, sejumlah 5 orang ber-
pendapat respon terhadap penanganan keluhan
kurang cepat.
Berdasarkan beberapa studi pendahuluan
dan hasil penelitian sebelumnya yang telah terse-
but diatas, maka peneliti ingin melakukan pene-
litian tentang hubungan dari salah satu indikator
komunikasi terapeutik yaitu responsiveness atau
daya tanggap dengan loyalitas pasien di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo.
Tujuan umum mengetahui hubungan antara
dengan loyalitas pasien .
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di RSUD Kabupaten Su-
koharjo, dan waktu pelaksanaan penelitian
dimulai sejak Januari 2014
b. Populasi dan sampel penelitian
Rata-rata jumlah pasien rawat inap umum
per bulan 337 pasien. maka besar respon-
dennya adalah 182,9 dibulatkan menjadi 183
pasien, tetapi peneliti menambahkan 10%
sehingga ditambah 19 pasien menjadi 202
pasien, dengan alasan sebagai cadangan se-
andainya terdapat pasien yang tidak mengisi
kuesioner
3. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dengan cross
sectional atau studi potong lintang, bahwa pe-atau studi potong lintang, bahwa pe-
nelitian ini serentak pada saat dan periode yang
sama
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa univariat
Gambaran perawat sebagai
sarana pemasaran interaktif di kriteriakan
berdasarkan mean karena distribusi data re-
normal. Dikatakan -
ness baik jika lebih dari 25,71 dan -
siveness kurang baik jika kurang dari atau
sama dengan 25,71. Dapat dilihat pada Tabel
4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1.
No Responsiveness JumlahPersentase
(%)
1
baik
97 53%
2
kurang baik
86 47%
Jumlah 183 100 %
Gambaran loyalitas pasien di kriteriakan
berdasarkan mean, karena distribusi loyalitas
pasien berdistribusi normal. Dikatakan
pasien loyal jika lebih dari 57,52, dan pasien
tidak loyal jika kurang dari atau sama dengan
57,52 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi berdasarkan
No Loyalitas Jumlah Persentase (%)
1 Loyal 97 53%
2 Tidak loyal 86 47%
Jumlah 183
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui dari
183 responden, sebagian besar responden loyal
sejumlah 97 responden (53%).
4.2 Analisa bivariat
Tabel 4.3. Analisis bivariat
Variabel
independent
Variabel
dependent
r hitung
pearson
p value
loyalitas
pasien
0,590 0,0001
Berdasarkan Tabel 4.3 bahwa p value sebe-
sar 0,0001 yang lebih kecil dari 0,05, sehingga
hipotesa Ho ditolak artinya ada hubungan antara
terhadap loyalitas pasien. Ber-
statistik diperoleh nilai r hitung
120
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
sebesar 0,590, dan nilai tersebut lebih besar dari
r tabel (0,145) maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara terhadap loyali-
tas pasien memiliki kekuatan pengaruh yang ter-
golong cukup atau sedang, serta berpola positif
yang artinya semakin meningkat nilai -
ness maka nilai loyalitas akan meningkat pula. 45
4.3 Analisis hubungan antara responsiveness
dengan loyalitas pasien
Rumah sakit merupakan organisasi yang
unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit
terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa
perhotelan, sekaligus jasa medis, dan perawatan
dalam bentuk pelayanan kepada yang rawat inap
maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat
permasalahan yang rumit. Orang yang dihadapi
memiliki emosi labil, tegang, emosional, karena
sedang dalam kondisi sakit, termasuk keluarga
pasien, oleh karena itu pelayanan rumah sakit
lebih kompleks daripada hotel.55 Rumah sakit
dalam meningkatkan kualitas pelayanan-nya per-
lu berupaya untuk meningkatkan kepuasan pasien
sebagai pelanggannya, termasuk melalui komu-
nikasi. Pemasaran merupakan salah satu fungsi
manajemen yang bertanggungjawab untuk iden-
pasien dan menghasilkan kemampulabaan rumah
sakit, karena dengan demikian pasien atau peng-
guna jasa rumah sakit akan mengetahui tentang
pelayanan kesehatan yang dimiliki rumah sakit
bersangkutan, dan perlu diingat bahwa pendapat-
an terbesar rumah sakit adalah dari pasien.1
Pemasaran memiliki 3 pilar utama, dianta-
ranya adalah internal marketing, interaktif mar-
keting dan . Tiga pilar tersebut
memiliki tujuan memberikan kepuasan.56 Pene-
litian ini dilakukan untuk membahas interaktif
marketing atau pemasaran interaktif, melalui ko-
munikasi perawat.
Komunikasi perawat atau komunikasi tera-
peutik oleh tenaga kesehatan terdiri dari 4 in-
dikator, diantaranya
dan .1 Berikut ini akan
dibahas salah satu hubungan indikator komuni-
kasi perawat atau pemasaran interaktif di rumah
sakit dalam hal ini adalah yang
menjadi variabel terhadap loyalitas
pasien sebagai variabel , yaitu sebagai
berikut:
merupakan daya tanggap.
yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah daya tanggap perawat dalam memberi-
kan pelayanan keperawatan kepada pasien, atau
segera melayani pada saat dibutuhkan pasien se-
hingga bisa menciptakan hubungan terapeutik,
dengan demikian dijadikan indi-
kator dalam komunikasi terapeutik.1
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
baik dengan yang kurang baik
selisih hanya 11 orang. Artinya bahwa -
siveness sudah tergolong baik namun belum op-
timal. Penyebab belum optimal
tersebut adalah karena masih banyak ditemu-
kan perawat yang belum dianggap cepat dalam
menanggapi kebutuhan pasien. Hal ini dapat
diketahui dari butir pernyataan kuesioner yaitu
78 responden (42,6%) yang terdiri 22 respon-
den tidak setuju dan 56 responden kurang setuju
dengan pernyataan bahwa perawat memberikan
bantuan kepada pasien tanpa diminta. Pendapat
lain yaitu 81 responden (44,3%) yang terdiri 13
responden tidak setuju dan 68 responden kurang
setuju dengan pernyataan bahwa perawat bertan-
ya tentang hal – hal yang perlu dibantu kepada
pasien. Artinya bahwa masih banyak perawat
yang dinilai menawarkan bantuan kepada pasien
dan memberikan bantuannya tersebut hanya ke-
tika diminta pihak pasien saja. Secara teori per-
awat dituntut mampu mengendalikan emosi,
mengesampingkan kepentingannya dan men-
gutamakan pelayanan, walaupun dalam suasana
hati yang kurang nyaman, sehingga diharapkan
dalam kondisi apapun perawat selalu tanggap ter-
hadap kebutuhan pasien.4
Sejumlah 88 responden (48,1%) yang terdiri
dari 15 responden tidak setuju dan 73 responden
kurang setuju dengan pernyataan bahwa perawat
menengok ke kamar pasien tanpa diminta. Arti-
nya perawat mengunjungi pasien pada saat dim-
inta pihak pasien saja atau jika ada keluhan dari
pasien. Hal ini dapat dikarenakan perawat tidak
memiliki banyak waktu mengunjungi pasien satu
per satu jika tanpa diminta, karena berkaitan pula
dengan hasil kuesioner perawat bahwa
121
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
perawat tergesa-gesa dan menunjukkan kurang
adanya waktu.
Sejumlah 84 responden (45,9%) terdiri dari
10 responden tidak setuju dan 74 responden
kurang setuju bahwa penjelasan perawat kepada
pasien jelas. Artinya banyak responden mera-
sa penjelasan perawat dirasakan belum jelas.
Penjelasan dari seorang komunikator atau pe-
rawat dipengaruhi oleh penguasaan materi yang
dijelaskan, penguasaan bahasa dari perawat atau
komunikator.37 Ditinjau dari pendidikannya, per-
awat RSUD Kabupaten Sukoharjo minimal ber-
pendidikan DIII Keperawatan, sehingga dinilai
sudah menguasai teori asuhan keperawatan.
Faktor yang menyebabkan hal tersebut
adalah responden dalam penelitian ini sebagian
besar berusia lebih dari 45 tahun, artinya pasien
sebagai komunikan mayoritas adalah lansia, se-
hingga teknik penyampaian pesannya semestinya
dengan cara kecepatan yang lebih lambat, jelas,
tenang, nilai ulang pemahamannya secara ber-
kala dan beri kesempatan membuat keputusan
sendiri sesuai kebutuhan yang dapat diketahu
melalui feed back.44
Penyebab lainnya adalah 68% pasien belum
puas dengan daya tanggap perawat, yang didasar-
kan oleh hasil survei kepuasan tahun 2012 oleh
bagian mutu pelayanan keperawatan.54 Komuni-
kasi perawat didukung oleh kualitas hubungan
yang didalamnya terdapat dua faktor, yaitu faktor
interpersonal dan faktor rumah sakit sebagai pe-
rusahaan, yang terdiri dari kepuasan, kepercaya-
an dan komitmen pasien.38
Kondisi pasien yang sakit, dengan emosi
yang labil ingin diberikan perhatian dengan
pelayanan yang berkualitas, cepat, tepat.44 Pasien
akan merasa kecewa jika daya tanggap perawat
kurang baik, maka dapat berakibat tujuan ko-
munikasi terapeutik yaitu memperbaiki emosi
pasien dan memperoleh kesembuhan tidak akan
tercapai.5
Hasil uji korelasi dan regresi penelitian ini
loyalitas pasien (nilai r hitung = 0,590, dan p va-
lue 0,0001). Hasil uji c pada -
ness diperoleh nilai 29,951 dan c regresi
sebesar 0,462, menunjukkan pengaruh positif
yaitu apabila variabel dinaikkan
maka variabel juga akan meningkat
nilainya. Setiap ada kenaikkan 1 nilai -
ness maka loyalitas akan naik nilainya sebesar
0,462, dan sebaliknya.29
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin perawat baik, maka
pasien cenderung bersedia untuk loyal, karena
umumnya pasien datang ke rumah sakit membu-
tuhkan perhatian dan ingin segera mendapatkan
pena nganan yang cepat dan tepat. Apabila pasien
menilai baik maka cenderung akan puas dan ter-
bentuk loyalitas. Pasien yang merasa kecewa
atau tidak puas dengan pelayanan
perawat, dapat mengakibatkan menurunnya ci-
tra perawat.12 Pasien akan mudah menceritakan
kepada orang lain, seperti keluarga, tetangga, se-
hingga loyalitas berkurang.
Hal ini sesuai teori bahwa dimensi loyali-
tas pasien diantaranya adalah dimensi publisitas
publik atau artinya pasien akan
merekomendasikan kepada orang yang dike-
nalnya tentang pengalamannya saat menerima
pelayanan di rumah sakit. Pasien akan merasa
bangga menceritakan rumah sakit yang digu-
nakannya kepada orang lain jika
perawat baik, dan pasien akan percaya dengan
kemampuan perawat maupun rumah sakit secara
umum.17
Penilaian pasien yang kurang baik, sebaik-
nya menjadi pertimbangan bagi pihak rumah
sakit untuk membenahi citra perawat yang dinilai
nya kurang baik. Upaya yang bisa
dilakukan yaitu dengan cara pelatihan ketrampil-
an tindakan, memonitor pelayanan keperawatan
melalui program supervisi, pengarahan rutin dari
pihak manajemen kepada perawat.
Hasil penelitian ini apabila dikaitkan dengan
hasil survei kepuasan terhadap di
tahun 2012, bahwa 68% pasien tidak puas de-
ngan perawat, maka -
ness baik belum tentu sudah puas namun cende-
rung loyal. Hal ini sesuai sebuah pendapat bahwa
pasien yang loyal belum tentu puas.27
perlu menjadi perhatian
oleh bagian manajemen Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Sukoharjo untuk tetap ber-
upaya meningkatkan hal – hal yang mempenga-
ruhi perawat, agar nilai kepuasan
122
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
pasien menjadi prioritas utama dan tidak terjadi
adanya citra negatif rumah sakit karena -
siveness yang belum memuaskan, sehingga lo-
yalitas pasien dapat dipertahankan atau diting-
katkan. Hal ini sesuai penelitian Levi Kharisma
Haqi yang berpendapat bahwa loyalitas pasien
dapat pula dipengaruhi oleh kepuasan pasien.19
Adanya nya yang baik, maka
harapannya pasien percaya, bangga, bersedia
merekomendasikan kepada orang lain bahwa
RSUD Kabupaten Sukoharjo mampu mem-
berikan pelayanan dengan cepat, tepat, mampu
berkomunikasi secara jelas dan tuntas, sehingga
pasien bersedia diajak kerjasama dengan rumah
sakit. Hal tersebut sesuai dengan teori tentang
dimensi loyalitas pasien yaitu, kepercayaan, pu-
blisitas publik, kerjasama, komitmen psikologi
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pene-
litian dengan menggunakan responden sejumlah
183 orang, dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sebagian besar perawat RSUD Kabupaten
Sukoharjo memiliki baik
(53%), dan sebagian besar responden diketa-
hui loyal (53%).
2. Ada hubungan antara dengan
loyalitas pasien, dengan p value 0,0001 dan r
hitung 0,590 (kekuatan pengaruh cukup).
SARAN
Bagi institusi pendidikan
a. Materi perkuliahan tentang komunikasi pe-
rawat sebagai sarana pemasaran interaktif
di rumah sakit salah satunya responsiveness
perlu di sampaikan kepada mahasiswa
b. Mahasiswa Diploma Keperawatan dan S1
Keperawatan diberi tambahan dasar ilmu
tentang kepuasan pasien dan loyalitas pasien
terhadap rumah sakit. Hal ini perlu diberikan
karena saat bekerja mahasiswa akan ditun-
tut memberikan kepuasan pelayanan pasien
yang harapannya akan menjadikan pasien
loyal.
6. REFERENSI
Supriyanto.
Edisi 1. Yogyakarta: CV Andi Offset. 2010.
Momon Sudharma.
Jakarta: Salemba Medika. 2008.
I Made Sutarna.
Jurnal Keperawatan.Volume
4. Nomor 2. 2011.Halaman 41-44.
Sumijatun. Membudidayakan Etika dalam Prak-
. Jakarta: Salemba Medika.
2011.
Mahmud Mahfoedz.
Yogyakarta:
Penerbit Ganbika. 2009.
Arwani. . Jakar-
ta: EGC. 2002.
Liyana.
. 2008.
Haryanto Adi Nugroho. Hubungan Antara Komu-
Jur-
nal Keperawatan. Volume 2. Nomor 2. Maret
2009. Halaman 36 – 41
Diana, dkk. Hubungan Pengetahuan Komunikasi
-
Rumah Sakit Elisabeth Pur-
Jurnal Keperawatan Soedirman.
Volume 1. Nomor 2. 2006. Halaman 2.
Zuyina Luk Lukaningsih dan Siti Bandiyah.
Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha me-
dika. 2011
Edy Soesanto dan Nurkholis. Hubungan Komu-
-
san Pasien Gangguan Kardiovaskuler Yang
. Jurnal
Keperawatan. Volume. 1 No. 2 . Maret 2008.
Halaman 1 – 11
Sri Mugianti.
tif Pasien di Rumah Sakit Pemerintah di
Jurnal kesehat-
an. Volume 7. Nomor 1. Mei 2009. Halaman
31-40
123
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Imbalo Pohan. Jaminan Mutu Layanan Kesehat-
Jakarta: EGC. 2004.
Ari Wijayanti. Tesis. Strategi Meningkatkan Lo-
Kasus: Produk Kartu Seluler Prabayar
2008.
Diakses 20 November 2012.
.
Arlina. Pengaruh Consumer Education dan Ser-
Jurnal Aplikasi
Manajemen. Volume 7. Nomor 2. 2009.
Halaman 355-369. Diakses 20 Januari 2013.
Ruben Tuhumena. Analisis Pengaruh Kualitas
-
-
Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 9.
Nomor 3. 2011.Halaman 798-807.
Ketut Gunawan. Kualitas Layanan dan Loyali-
tas Pasien (Studi Pada Rumah Sakit Umum
. Volume 13
Nomor 1,2011.Halaman 32-39.
Hasan Sabri. Pengaruh Kualitas Layanan, Ni-
Jurnal aplikasi manajemen. Volume
8. Nomor 1. 2010. Halaman 256-263.
Levi Kharisma Haqi, dkk. Analisis Loyalitas
Pasien Dengan Metode Structural Equation
. Jurusan
Teknik Industri ITS Surabaya. Diakses 2 No-
vember 2012
Dwi Aryani dan Febrina Rosinta. Pengaruh
Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas
Jurnal Ilmu
Administrasi dan Organisasi. Volume 17.
Nomor 2. 2010. Halaman 114-126. Diakses
02 Desember 2012.
Istijanto. . Ja-
karta: PT Gramedia. 2009.
Ismawan Nur Laksono.
Hubungannya dengan Loyalitas Pasien
-
Tesis. Diakses 20 No-
vember 2012.
Nirsetyo Wahdi. Analisis Faktor-Faktor Yang
Diakses 20 November 2012.
Sri Mardiningsih.
RSUD Kabupaten Sukoharjo.
2011.
Tim Rekam Medik.
RSUD Kabupaten Sukoharjo. 2012.
_____________. Panduan Akreditasi JCI. 2012.
Fandy Tjiptono. Percetakan
Andi. Yogyakarta. 2002.
Fajrianthi dan Zatul Farah. Strategi Perluasan
Jurnal IN-
SAN Volume. 7 Nomor. 3. 2005. Diakses 02
Desember 2012.
Diah Dharmayanti. -
formance -
Jurnal Manajemen Pemasaran Volume. 1
Nomor. 1. 2006.Halaman 35-43.
-oo0oo-
124
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci:
ABSTRACT
Keywords
PENGALAMAN PREHOSPITAL PASIEN DENGAN
STEMI (St Elevation Myocard Infract) PERTAMA DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
Anissa Cindy Nurul Afni1), Sri Andarini2), Septi Dewi Rachmawati3)
1,3
2
Email:
125
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
1. PENDAHULUAN
Data (WHO)
pada tahun 2008 mencatat 7,2 juta kematian di
seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardio-
vaskuler (Priyanto Ade, 2011). Kasus kematian
pada STEMI menunjukkan 3,2% pasien mening-
gal pada 2 jam setelah onset, 3,4% meninggal
pada 2-6 jam setelah onset dan 14,8% meninggal
lebih dari 12 jam setelah onset (Ostrzyki, Sos-
nowski, Borowiec, Zera, Pienkowska, Drop et
, 2008).
STEMI merupakan bagian dari Acute Coro-
nary Syndrome (ACS), yaitu suatu kondisi ber-
bahaya dimana iskemia miokard terjadi akibat
penurunan mendadak aliran darah yang melalui
pembuluh koroner (Steg , 2012; Aaronson &
Ward, 2010). Kondisi STEMI umumnya menjadi
prioritas pertama (P1) dalam penanganan di IGD
(Instalasi Gawat Darurat). Hal ini menunjukkan
betapa gawat daruratnya kejadian STEMI (Steg
, 2012).
Fase dua puluh empat jam pertama prog-
nosis STEMI berkembang cepat (Steg ,
2012; Aaronson & Ward, 2010). Namun penata-
laksanaan STEMI selama ini menjadi tidak opti-
mal akibat keterlambatan pasien datang ke IGD
rumah sakit ataupun mencari pelayanan kesehat-
an. Keterlambatan pasien tersebut merupakan
bagian dari pengalaman fase pasien.
Melihat perbedaan kondisi sosioekonom-
-
daktersediaan EMS (Emergency Medical Ser-
vices) di Indonesia, menjadikan penulis tertarik
mengeksplorasi lebih dalam pengalaman -
pada pasien dengan STEMI pertama. Se-
lain itu penulis ingin mengeksplorasi lebih detail
bagaimana proses pengambilan keputusan pasien
untuk mencari pelayanan kesehatan dalam fase
. Hasil temuan tersebut diharapkan
dapat menjadi masukan dalam menurunkan wak-
tu keterlambatan penanganan ( )
pada kasus STEMI.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi pengalaman pasien
dengan STEMI pertama.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama
enam bulan.
b. Populasi dan sampel penelitian
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 8
orang dengan diagnosa STEMI pertama dan
tercatat sebagai pasien yang mendapatkan
penanganan STEMI di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, pasien dalam kondisi sadar se-
lama fase , bebas dari nyeri dan
kesulitan bernafas dan dinyatakan hemodin-
amik dan tanda-tanda vital stabil.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuali-
tatif dengan desain fenomenologi menggunakan
pendekatan interpretif. Melalui metode kualita-
tif peneliti ingin melihat gambaran menyeluruh
peng alaman pasien dengan STEMI
pertama. Pengalaman masing-masing
partisipan berbeda, dan cara partisipan memak-
nai pengalamannya juga berbeda sehingga desain
yang paling tepat digunakan adalah fenomenolo-
gi dengan pendekatan interpretif.
Data dikumpulkan dengan metode wawan-
cara mendalam semi struktur. Wawancara dilaku- semi struktur. Wawancara dilaku-semi struktur. Wawancara dilaku-
kan dalam waktu 20-40 menit dan direkam de-
ngan menggunakan Handphone Samsung Galaxy
Note II.
Hasil wawancara kemudian dijabarkan
dalam bentuk verbatim yang kemudian dianali-
sis menggunakan pendekatan Braun and Clarke
(2006). Proses analisa data dengan menggunakan
Braun and Clarke terdiri atas 6 tahapan yaitu
mengenali dan membiasakan diri dengan data,
memunculkan kode awal, mencari tema, menin-
jau ulang dan menyaring tema, menjelaskan dan
memberi nama tema, dna terakhir menghasilkan
laporan ( )
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mengungkapkan 8
tepatan menafsirkan gejala, keputusan mencari
pertolong an, perilaku terhadap keluhan, ungkap-
an penolakan, reaksi psikologis, penanganan
126
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
awal, dan perjalanan mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Kedelapan tema tersebut dibangun oleh sub
tema dan kategori-kategori yang akan diperkuat
dengan kutipan-kutipan hasil wawancara dengan
partisipan. Untuk menjaga kerahasiaan partisi-
pan, peneliti menggunakan pengkodean untuk
masing-masing partisipan. Pengkodean itu de-
ngan penyebutan partsipan dengan “P” di mulai
dari partisipan satu dengan sebutan P1 demikian
seterusnya hingga partisipan delapan (P8).
Karakteristik Partisipan
Rentang usia kedelapan partisipan dalam
penelitian adalah 45-60 tahun. Seluruh partisipan
berjenis kelamin laki-laki. Hampir seluruh parti-
sipan memiliki minimal satu faktor risiko penya-
kit jantung yaitu merokok, hipertensi, diabetes
mellitus, hiperlipidemia dan riwayat keluarga
dengan panyakit jantung.
Ketidaknyamanan Fisik
-
nyaman yang timbul akibat proses penyakit.
Variasi Keluhan
Partisipan mengungkapkan variasi keluhan yang
mereka rasakan yaitu dada terasa sakit, dada
nyeri, dada terasa panas, lengan terasa pegal,
lengan kiri sampai rahang bawah terasa linu, dada
terasa sesak, kepala kencang, keluar keringat
dingin, badan lemas, dan degup jantung keras.
Radiasi Nyeri
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
keluhan yang muncul tidak hanya terlokalisir pada
satu area tertentu. Partisipan mengungkapkan
adanya radiasi nyeri dimana setiap partisipan
berbeda-beda diantaranya nyeri cuma dirsakan
di dada kanan, nyeri terpusat, nyeri merambat,
lokasi nyeri berpindah-pindah, nyeri dirasakan
hingga tembus ke punggung belakan sebelah kiri.
Kualitas Keluhan
Dikaji lebih jauh keluhan yang dirasakan setiap
partisipan berbeda-beda. Partisipan mengung-
kapkan sakit yang dirasakan terasa panjang, le-
bar, bukan sakit-hilang-sakit. Sakitnya juga dira-
sakan tidak putus-putus, tidak berhenti-berhenti,
sakitnya pelan, bertahan, seperti ditusuk-tusuk
benda besar, seperti ditarik, dijepit, hingga ter-
dapat partisipan yang menyebutkan keluhan ti-
dak dapat digambarkan.
Keparahan keluhan yang diungkapkan partisipan
sebagian besar menyebutkan keluhan yang
dirasakan berat dengan rentang nilai 7-10, sakit
tidak dapat ditahan, sakit sekali, sakitnya luar
biasa dan sesak sekali.
Waktu timbulnya keluhan saat onset serangan
berbeda-beda diantaranya saat bangun tidur,
Keluhan dan Gejala pasien dengan STEMI
Hasil penelitian menunjukkan, keluhan dan
gejala yang dirasakan pasien STEMI pertama me-
-
yang timbul akibat proses penyakit. Gambaran
dikelompokkan secara ringkas dalam variasi ke-
luhan, radiasi nyeri,kualitas keluhan, keparahan
keluhan, dan waktu timbulnya keluhan saat onset
serangan.
STEMI biasanya terjadi bila suatu trombus
telah menyumbat arteri koroner secara komplet
-
nyebabkan gejala yang lebih berat dibandingkan
gejala angina tak stabil dan NSTEMI (Aaron-
son & Ward, 2010). Dari hasil penelitian, vari-
asi keluhan yang dirasakan oleh partisipan saat
terjadinya serangan STEMI pertama antara lain
dada terasa sakit, dada nyeri, dada terasa panas,
lengan terasa pegal, lengan kiri sampe rahang
bawah terasa linu, dada terasa sesak, kepala ken-
cang, keluar keringat dingin, badan lemas, dan
degup jantung keras.
Hasil ini didukung oleh studi kualitatif yang
dilakukan oleh Pattenden (2002) terhadap
22 partisipan di Kota North Yorkshire pada kun-
jungan ke dua, tiga dan empat. Penelitian tersebut
menemukan bahwa saat onset STEMI, partisipan
mengeluhkan timbulnya nyeri selama beberapa
hari dengan skala nyeri sedang dan kesulitan ber-
nafas.
127
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keluhan dada terasa sakit ataupun nyeri
yang diungkapkan oleh partisipan dalam peneli-
tian ini menunjukkan adanya perasaan tidak nya-
man di tubuh atau bagian tubuh karena men derita
sesuatu (demam, sakit perut,dan sebagainya).
Partisipan lain mendeskripsikan nyeri dada yang
dirasakan dengan perih. Secara bahasa, perih dan
nyeri memiliki arti yang sama yaitu perasaan atau
pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan
yang dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan
hingga berat. Hasil penelitian juga sejalan dengan
teori dimana keluhan yang sering muncul pada
pasien STEMI selain nyeri dada adalah pasien
berkeringat dan tampak dingin serta lembab
(Aaronson & Ward, 2010; Antman , 2004).
Perkins (2009) mengemukakan bah-
wa gejala biasanya muncul tanpa disertai adanya
nyeri, seperti breathlesness (kesulitan bernafas),
mual atau muntah, berkeringat berlebih, dan juga
pusing hingga membuat pingsan. Kondisi ini di-
temukan pada partisipan tiga yang menyebutkan
tidak adanya keluhan rasa nyeri. Partisipan hanya
mengeluhkan badan lemas seperti tidak memiliki
tenaga dan keluar keringat dingin yang banyak.
Partisipan juga mengeluhkan dada terasa
sesak. Kata sesak menurut arti bahasa adalah
sempit sekali atau tidak lapang. Secara kontek-
stual menunjukkan adanya kesulitan pasien un-
untuk bernafas. Sesak juga dapat diungkapkan
dengan kata-kata berbeda yaitu “ampeg” atau-
pun “menggeh-menggeh” atau mengeh-mengeh”
Kata “mengeh-mengeh” dan “ampeg” secara
bahasa menunjukkan perasaan sesak di dada se-
hingga tidak dapat bernapas dengan lega.
Hasil tersebut juga mendukung temuan se-
rupa dalam studi kuantitatif yang dilakukan oleh
Mussi (2013) pada 100 pasien di RS Sal-
vador. Delapan puluh satu persen pasien menga-
lami nyeri dada saat onset serangan. Selain itu,
67% menyatakan berkeringat, sesak nafas (47%),
mual, pusing, palpitasi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa keluhan-keluhan yang muncul biasanya
tidak hanya terlokalisir pada satu area tertentu.
Radiasi nyeri secara kontekstual diartikan ada-
nya perambatan, pemancaran ataupun persebar-
an nyeri ke area yang lain. Radiasi nyeri dalam
penelitian ditemukan lokasi nyeri hanya di dada
kanan, nyeri terpusat, nyeri merambat ke lengan
kiri, rahang bawah kemudian dari dada tengah ke
dada kiri, lokasi nyeri berpindah-pindah, nyeri
dirasakan hingga tembus ke punggung belakan
sebelah kiri. Secara teori, pasien dengan STEMI
umumnya mengeluhkan adanya nyeri dada di
tengah seperti ditekan, yang menjalar ke lengan,
rahang, atau leher (Aaronson & Ward, 2010).
Hasil penelitian tersebut didukung oleh pe-
nelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Perkins
(2009) terhadap 228 pasien di Rumah Sakit
London juga menemukan bahwa gejala yang di-
rasakan pasien adalah nyeri dada di lengan, bahu,
leher, punggung belakang. Mussi (2013)
juga menggambarkan radiasi nyeri yang dirasa-
kan menjalar ke lengan, leher, punggung bela-
kang dan epigastrum.
Dikaji lebih jauh dalam penelitian ini par-
tisipan mengungkapkan kualitas keluhan yang
dirasakan setiap partisipan berbeda-beda. Partisi-
pan mengungkapkan sakit yang dirasakan terasa
panjang, lebar, bukan sakit-hilang-sakit-hilang.
Sakitnya juga dirasakan tidak putus-putus, ti-
dak berhenti-berhenti, sakitnya pelan, bertahan,
seperti ditusuk-tusuk benda besar, seperti di-
tarik, dijepit, hingga terdapat partisipan yang
menyebutkan keluhan tidak dapat digambarkan.
Keparahan keluhan yang diungkapkan partisipan
dalam penelitian ini menunjukkan sebagian besar
menyebutkan keluhan yang dirasakan berat de-
ngan rentang nilai 7-10, sakit tidak dapat ditahan,
sakit sekali, sakitnya luar biasa dan sesak sekali.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelum-
nya oleh Mussi (2013) yang menyebutkan
nyeri yang dirasakan seperti tertekan benda be-
rat dan terbakar. Nyeri biasanya dirasakan lebih
lebih dari 30 menit dan tidak berkurang setelah
diberi nitrogliserin (Aaronson & Ward, 2010).
Thuresson (2012) menggali lebih jauh ter-
kait gambaran nyeri yang dirasakan pasien. Se-
bagian pasien menyebutkan nyeri yang dirasa-
kan seperti perasaan diremas-remas, ditekan dan
disobek (tearing). Nyeri yang dirasakan dapat
berlangsung dalam hitungan menit maupun hi-
tungan jam. Rata-rata pasien menyebutkan nyeri
berada pada skala 7.
128
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Ketidaktepatan Menafsirkan Gejala
Tema kedua yang didapatkan dalam peneli-
tian ini adalah ketidaktepatan menafsirkan gejala.
Ketidaktepatan menafsirkan keluhan memperli-
hatkan adanya ketidaktepatan dalam mengartikan
keluhan dan gejala yang muncul sebagai tanda
dan gejala STEMI.
Kesalahan penafsiran pasien terlihat dari bagai-
mana partisipan mengungkapkan bahwa apa yang
mereka rasakan bukanlah keluhan dan gejala pe-
nyakit jantung melainkan keluhan yang muncul
akibat kecapean, karena terforsir kerja, kurang ti-
dur, kegemukan, terlalu banyak merokok, masuk
angin, ataupun karena lambung yang sakit.
Keterbatasan Pengetahuan
Kesalahan penafsiran dapat muncul akibat keter-
batasan pengetahuan pasien tentang keluhan dan
gejala STEMI. Hampir semua partisipan meng-
ungkapkan ketidaktahuan nya tentang keluhan
dan ini pertama kalinya partisipan mendapatkan
informasi tentang keluhan STEMI.
Persepsi Pasien terhadap Keluhan dan Gejala
Ketidaktepatan menafsirkan keluhan mem-
perlihatkan adanya ketidaktepatan dalam mem-
persepsikan keluhan dan gejala yang muncul
sebagai tanda dan gejala STEMI. Kesalahan
penafsiran pasien terlihat dari bagaimana parti-
sipan mengungkapkan bahwa apa yang mereka
rasakan bukanlah keluhan dan gejala penyakit
jantung melainkan keluhan yang muncul akibat
kecapean, karena terforsir kerja, kurang tidur,
kegemukan, terlalu banyak merokok, masuk an-
gin, ataupun karena lambung yang sakit.
Mendukung hasil tersebut, penelitian kuali-
tatif yang dilakukan oleh Pattenden (2002)
menemukan bahwa partisipan sering mengala-
STEMI. Sebagian besar partispan menganggap
gejala yang mereka rasakan tidak cukup berat
untuk menyebabkan terjadinya serangan jantung.
Me reka beranggapan nyeri dada yang dirasakan
sama seperti nyeri pada gangguan pencernaan.
Kesalahan penafsiran dapat muncul akibat
keterbatasan pengetahuan pasien tentang kelu-
han dan gejala STEMI. Hampir semua partisipan
mengungkapkan ketidaktahuannya tentang kelu-
han dan ini pertama kalinya partisipan mendapat-
kan informasi tentang keluhan STEMI.
Penelitian di atas didukung oleh hasil yang
didapatkan Alshahrani (2012) dalam pe-
nelitiannya menunjukkan bahwa kurangnya
pengetahuan pasien mengenai gejala STEMI
berhubungan dengan rendahnya intrepretasi pa-
sien terhadap gejala STEMI. Selain itu, kurang-
nya pengetahuan dan kognitif yang rendah juga
mempengaruhi kontrol diri pasien dan keputusan
dalam mencari pelayanan kesehatan.
Hasil di atas didukung oleh penelitian yang
dilakukan Mussi (2013). Dari 100 pasien,
15% diantaranya tidak mengetahui gejala STE-
MI, 41% tidak dapat mengintrepretasikan bahwa
gejala yang dirasakan adalah penyakit jantung.
Mereka cenderung beranggapan bahwa keluhan
dan gejala yang diraskan adalah nyeri perut, sa-
kit punggung, perdarahan otak, stress harian, dan
efek obat yang mereka konsumsi.
Keputusan Mencari Pertolongan
Hasil penelitian ini menunjukkan tema ke-
putusan mencari pertolongan dibangun dari
ungkap an partisipan yang menunggu perkemban-
gan kondisi sebagai alasan bertindak dan peng-
ambil keputusan.
Perkembangan Kondisi Sebagai Alasan Bertin-
dak
Pasien cenderung menjadikan perkembangan
kondisi sebagai alasan bertindak mencari per-
tolongan. Tadinya belum apa-apa, nyeri tidak
hilang, nyeri tidak berkurang, makin bertambah
sakit, lebih sakit dari yang sebelumnya, sakitnya
serius, hingga keluhan terasa sakit lagi menjadi
alasan bagi pasien untuk mencari pertolongan.
Setelah melihat perkembangan kondisi, pada
akhirnya keputusan mencari pertolonganpun di-
ambil. Partisipan mengungkapkan berbeda-beda
mengenai orang yang mengambil keputusan saat
itu.
Proses Pengambilan Keputusan Mencari
Pelayanan Kesehatan
Keputusan mencari pertolongan dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa partisipan cen-
129
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
derung melihat perkembangan kondisi sebagai
alasan bertindak mencari pertolongan. Tadinya
belum apa-apa, nyeri tidak hilang, nyeri tidak
berkurang, makin bertambah sakit, lebih sakit
dari yang sebelumnya, sakitnya serius, hingga
keluhan terasa sakit lagi menjadi alasan bagi
pasien untuk mencari pertolongan.
Dalam penelitiannya Perkins (2009)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
keterlamabatan pasien. Hal di atas
didukung oleh studi kualitatif yang dilakukan
oleh Pitsavos (2006) menunjukkan bahwa
pada lamanya pasien. Pasien yang
memiliki riwayat gejala nyeri yang hebat dan ri-
wayat penyakit lain sebelumnya akan memiliki
masa yang lebih singkat.
Setelah melihat perkembangan kondisi, pada
akhirnya keputusan mencari pertolonganpun di-
ambil. Partisipan mengungkapkan berbeda-beda
mengenai orang yang mengambil keputusan saat
itu. Beberapa partisipan mengungkapkan saat itu
diri sendirilah yang mengambil keputusan men-
cari pertolongan selain istri, anak dan lingkungan
sosial seperti teman.
Dalam kasus STEMI, sangat dibutuhkan
kepedulian individu, keluarga ataupun publik
untuk dapat mengenali tanda dan gejala awal
STEMI (O’Gara, 2013; Steg , 2012). Ti-
dak pekanya individu dan publik terhadap ge-
jala STEMI dapat memperlama fase
pasien. Sebagai penemu pertama, memberikan
pertolongan dengan memanggil bantuan ke-
sehatan adalah tugas utama selain memindahkan
pasien ketempat yang aman (WHO, 2005).
Perilaku Terhadap Keluhan
Salah satu tema yang kemudian muncul dari
penelitian ini adalah perilaku terhadap keluhan.
Perilaku terhadap keluhan ditunjukkan dengan
sikap reaktif terhadap keluhan dan perilaku re-
ligius yang dilakukan partisipan saat terjadinya
serangan.
Respon reaktif terhadap keluhan digambarkan
berbeda-beda oleh partisipan, diantaranya jalan
ke sana ke sini, memegangi dada, istirahat, tidur-
an, menyampaikan kepada pasangan, diam dan
menahan.
Perilaku Religius
Perilaku religius juga tergambar dari respon
pasien saat terjadinya serangan STEMI, dianta-
ranya istgifar, sholat, dan dzikir.
Ungkapan Penolakan
Ungkapan penolakan partisipan diketahui
dibangun dari ketidakpercayaan dan ketidak-
pedulian partisipan terhadap keluhan dan gejala
yang muncul sebagai keluhan STEMI.
Gambaran ketidakpercayaan pasien bahwa keluh-
an yang dirasakan adalah tanda dan gejala STE-
MI ditunjukkan dalam bentuk ungkapan-ungkap-
an bahwa partisipan tidak memiliki pemikiran
memiliki penyakit jantung, tidak menduga punya
penyakit jantung, tidak yakin memiliki penyakit
jantung, dan partisipan tidak merasa sakit.
Ketidakpercayaan partisipan bahwa dirinya
meng alami penyakit jantung (STEMI) menjadi-
kan partisipan bersikap tidak peduli pada keluhan
yang dirasakan.
Reaksi Psikologis
Selain tema di atas, tema lain yang didapat-
kan dari penelitian ini adalah adanya reaksi
psikologis yang dialami pasien terkait respon
terhadap keluhan STEMI. Reaksi
psikologis partisipan muncul dari adanya pe-
ngelompokan sub tema pemikiran akan kema-
tian, eskpresi emosional pasien dan harapan
pasien terhadap penanganan yang membangun.
Pemikiran Akan Kematian
Sub tema pemikiran akan kematian muncul dari
beberapa ungkapan partisipan seperti hampir
kehilangan nyawa dan ungkapan mungkin mau
meninggal.
Ekspresi takut, menangis, tidak mau membebani
hingga pasrah muncul dari hasil ungkapan
partisipan.
130
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Hal ini terlihat dari ungkapan partisipan yang
ingin agar sakit yang dirasakan cepat hilang dan
cepat mendapatkan penanganan.
Penanganan Awal
Berdasarkan pengelompokan hasil wawan-
cara dan proses berpikir induksi dalam pene-
litian ini, tema yang kemudian ditemukan dari
pengalam an pasien dengan STEMI
pertama adalah pengalaman pasien dalam pena-
nganan awal. Penanganan awal secara konteks-
tual diartikan sebagai proses atau cara awal
menangani keluhan dan gejala yang dirasakan
partisipan.
Pengobatan Mandiri
Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa
langkah awal yang dilakukan partisipan saat
muncul keluhan dan gejala adalah melakukan
pengobatan mandiri. Pengobatan mandiri yang
dilakukan partisipan pun berbeda-beda, diantara-
nya mengurangi keluhan dengan minum anta-
ngin, air kelapa muda, air putih hingga kerokan.
Setelah pengobatan mandiri yang dilakukan tidak
berhasil partisipan cenderung segera mengun-
jungi pelayanan kesehatan seperti Puskesmas
atau Polindes, dokter praktik umum, dan rumah
sakit terdekat yang dapat dijangkau oleh partisi-
pan dan keluarga dengan cepat.
Dari hasil wawancara dengan pasien, tatalak-
sana awal yang didapatkan dari pelayanan kes-
ehatan yang dikunjungi oleh partisipan, secara
umum hampir sama yaitu diperiksa, dikasih obat
di bawah lidah, ditensi, diberikan informasi, di-
pasang infuse, diberikan oksigen, dilakukan pe-
rekaman jantung dan saran rujukan.
Berdasarkan pengalaman mendapatkan pena-
ngan an di pelayanan kesehatan, beberapa parti-
sipan mengungkapkan kesan terhadap pelayanan
kesehatan yang diterima diantaranya pasien lang-
sung mendapatkan penanganan, pasien langsung
dirujuk hingga kesan pasien tidak tahu proses
yang dilaluinya.
Respon terhadap Keluhan dan Gejala STEMI
Pada topik ini, banyak respon yang muncul
terhadap keluhan dan gejala STEMI yang di-
rasakan pasien yaitu, perilaku terhadap keluhan,
adanya ungkapan penolakan, reaksi psikologis,
dan penanganan awal yang dilakukan terhadap
keluhan dan gejala.
Ungkapan penolakan tercermin dari ketidak-
percayaan dan ketidakpedulian partisipan ter-
hadap keluhan dan gejala yang muncul sebagai
keluhan STEMI. Banyak individu yang tidak
ingin percaya bahwa mereka memiliki risiko
meng alami serangan jantung. Mereka cenderung
menolak fakta keluhan yang mereka rasakan se-
bagai gejala infark miokard akut hingga kondisi
menjadi lebih buruk (Pattenden , 2002).
Pateenden (2002) menemukan bahwa
decision time pada pasien berlangsung selama
tujuh jam hanya untuk mengakui bahwa keluh-
an yang mereka rasakan adalah gejala STEMI.
Sebagian besar pasien mengakui bahwa mereka
berharap keluhan yang mereka rasakan akan se-
gera pergi berlalu sehingga mereka menunggu
dan tidak pergi ke rumah sakit atau mencari pela-
yanan kesehatan.
Selain itu, dalam penelitian ini ekspresi
emosional pasien juga muncul seperti takut,
menangis, tidak mau membebani hingga pasrah
terhadap keluhan yang dirasakan. Studi kuan-Studi kuan-
titatif yang dilakukan oleh Walsh (2004)
terhadap 61 pasien STEMI bahwa respon emo-
mempengaruhi lamanya fase pasien.
Respon emosional yang tampak biasanya kece-
masan, khawatir, gelisah, tegang, kaget, terkejut
atas kondisi yang mereka rasakan. Pasien yang
memiliki kecemasan/ketegangan dan khawtir
tinggi akan memiliki masa yang le-
bih pendek.
Dengan melewati banyak tahapan dimulai
dari penolokan hingga menerima kondisinya pada
akhirnya partisipan juga melakukan penanganan
awal untuk mengurangi keluhan dan gejala yang
dirasakannya. Penanganan awal yang dilakukan
oleh partisipan antara lain pengobatan mandiri,
mengunjungi pelayanan kesehatan, tatalaksana
yang didapatkan pasien dan terakhir kesan pasien
terhadap pelayanan kesehatan yang diterima.
131
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Dalam penelitiannya Thuresson (2012)
juga menjelaskan bahwa partisipan cenderung
mengalihkan perhatian mereka dengan melaku-
kan aktivitas lain seperti meregangkan otot-otot
lengan dan anggota tubuh bagian atas, selain itu
mereka mencoba memijatnya. Partisipan cende-
rung menjadikan keluhan yang mereka rasakan
seperti keluhan sakit biasa pada umumnya. Men-
dukung hal tersebut, Mussi (2013) dalam
penelitiannya menemukan bahwa dari 100 pasien
didapatkan 20 pasien memutuskan mencari pela-
yanan kesehatan karena status nyeri yang mereka
rasakan meningkat.
Setelah pengobatan mandiri yang dilaku-
kan tidak berhasil partisipan cenderung segera
me ngunjungi pelayanan kesehatan seperti Pus-
kesmas atau Polindes, dokter praktik umum, dan
rumah sakit terdekat yang dapat dijangkau oleh
partisipan dan keluarga dengan cepat.
Di Indonesia, terbatasnya EMS serta am-
bulan 118 menjadi masalah tersendiri dalam
peningkatan mutu layanan . Sedang-
kan tingginya mortalitas dan morbiditas pada
kasus STEMI tidak hanya ada pada kelas sosial
menengah hingga tinggi, tetapi juga pada kelas
sosial menengah ke bawah. Pada situasi tersebut
Puskesmas dengan Unit Gawat Darurat 24 jam
dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di area pinggiran kota/wilayah kota
yang daya jangkauan ke pusat layanan kesehatan
lainnya cukup jauh. Puskesmas dapat menjadi
pilihan pertama bagi penderita dengan tanda dan
gejala STEMI.
Perjalanan Mendapatkan Pelayanan Kesehat-
an
Berdasarkan analisa data hasil wawancara
tema akhir yang kemudian muncul adalah per-
jalanan mendapatkan pelayanan kesehatan. Per-
jalanan mendapatkan pelayanan dapat diartikan
sebagai cara, jarak atau jauh, dan juga perbuatan
yang dilakukan oleh partisipan dalam mendapat-
kan pelayanan kesehatan (www.kbbi.wed.id).
Kemudahan Akses
Partisipan mengungkapkan adanya kemudahan
akses yang mereka rasakan selama proses trans-
portasi. Kemudahan itu diantaranya diungkapkan
dalam bentuk jarak ke pelayanan kesehatan, per-
jalanan lancar, tidak ada masalah dalam perjalan-
an dan alat transportasi yang cepat.
Selain kemudahan akses, lamanya proses trans-
portasi juga diungkapkan oleh partisipan dianta-
ranya proses transport yang cepat, setengah jam,
dan satu jam.
Selain itu salah satu partisipan juga menyebutkan
adanya kendala selama proses transportasi.
Perjalanan mendapatkan pelayanan kesehat-
an digambarkan dari kemudahan akses, lamanya
waktu transport, dan kendala selama proses trans-
portasi. Kemudahan akses yang mereka rasakan
selama proses transportasi diantaranya diungkap-
kan dalam bentuk jarak ke pelayanan kesehatan,
perjalanan lancar, tidak ada masalah dalam per-
jalanan dan alat transportasi yang cepat. Di nega-Di nega-
ra maju sejak dulu telah banyak diaktifkan EMS.
EMS merupakan sistem layanan prehospital yang
diaktifkan dengan adanya nomor telepon yang
mudah diingat dan dihubungi. Selain itu, ambu-
lan yang tersedia tidak hanya menjadi alternatif
alat transportasi tetapi juga dapat melakukan
initial diagnosis, triage dan juga treatment pada
pasien STEMI. Initial diagnosis, triage dan juga
treatment pada pasien STEMI berhubungan erat
dengan keputusan penggunaan reperfusi terapi
yang tepat. Penurunan keterlambatan dapat mem-
berikan hasil akhir yang maksimal dalam penan-
ganan STEMI (O’Gara, 2013; Steg , 2012).
Keterbatasan dalam penelitian ini dalah Eksplora-
si pengalaman pasien dalam proses transportasi
terkait layanan ambulan yang digunakan selama
proses rujukan kurang detail. Sesungguhnya hal
ini telah dilakukan oleh peneliti dengan meng-
gali lebih dalam pengalaman pasien dalam pro-
ses transportasi menggunakan ambulan, namun
karena kurang kayanya data dari partisipan dan
jumlah partisipan yang menggunakan ambulan
hanya sedikit sehingga eksplorasi pada poin ini
kurang detail.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujuk-
-
kasi kebutuhan health education dan sosialisasi
132
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
terkait penyakit jantung terutama STEMI bagi
masyarakat. Penelitian ini dapat menjadi dasar
rujuk an bagi perawat dalam membangun pe-
layanan keperawatan yang terintegrasi dimulai
dari Primary Care sebagai penyedia pelayanan
hingga pelayanan keperawatan di
rumah sakit pada pasien dengan STEMI.
5. KESIMPULAN
Delapan tema yang berkaitan pengalaman
prehospital pasien STEMI pertama yaitu keti-
gejala, keputusan mencari pertolongan, perilaku
terhadap keluhan, ungkapan penolakan, reaksi
psikologis, penanganan awal, dan perjalanan
mendapatkan pelayanan kesehatan.
Secara umum keluhan yang dirasakan pasien
dengan STEMI pertama adalah adanya ketidak-
menafsirkan keluhan dapat disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan pasien terkait keluhan
dan gejala STEMI sehingga mampu menunda
keputusan pasien dalam mencari pelayanan ke-
sehatan.
SARAN
Perlu adanya penelitian lanjutan terkait
lama pasien STEMI di Indo-
nesia menggunakan Triangulasi antara metode
kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat yang
didapatkan lebih lengkap. Perlu adanya tindak
lanjut dari rumah sakit sebagai pihak terkait un-
tuk mulai mengaktifkan EMS ataupun ambulan
sehingga penanganan pasien STEMI
dapat lebih cepat.
REFERENSI
-
Isaksson, R. M., Brulin, C., Eliasson, M., Nas-
lund, Ulf., Zingmark, K. (2011). Prehospital
-
cardial infraction; a qualitative analysis wit-
hin the Northern Sweden MONICA study.
Leslie, W. S., Urie, A., Hooper, J., Morrison, C.
E. (2000). Delay in calling for help during
myocardial infraction reasons for the delay
and subsequent pattern of accessing care.
Mussi, F. C., Gibaut, M. A. M., Damasceno, C.
A., Mendes, A. S., Guimaraes, A. C., Santos,
C. A. (2013). Sociodemographic and clinical
factors associated with the decision time for
seeking care in acute myocardial infraction.
Ostrzyki, A., Sosnowski, C., Borowiec, A., Zera,
T., Pienkowska, K., Drop, D., Chwyzko, T.,
Kowalik, I., Szwed, H. (2008). Pre-hospital
delay of treatment in patients with ST seg-
men elevation myocardial infraction under-
going primary percutaneous coronary inter-
vention: experience of cardiac centre located
in the vicinity of the centre of Warsaw. Kar-
Pattenden, J., Watt, I., Lewin, R. J. P., and Stand-
ford. (2002). Decision making process in
people with symptoms of acute myocar-
dia; infraction: qualitative study.
Perkins, P. L., Whitehead, D. L., Strike, P. C.,
Steptoe, A. (2009). Prehospital delay in pa-
tients with acute coronary syndrome: factors
associated with patient decision time and
home to hospital delay. Eur J Cardiovasc
Pitsavos, C., Kourlaba, G., Panagiotakos, D.,
Stefanadis, C. (2006). Factors associated
with delay in seeking helath care for hos-
pitalized patients with acute coronary syn-
drome: the GREECS study. Hellenic J Car-
ESC Guidlines for the management of acute
Thuresson Marie. (2012).
-
to reduce time to seek care and to increase
ambulance use. Orebro University.
-oo0oo-
133
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci
ABSTRACT
PENGALAMAN PERAWAT
INSTALASI GAWAT DARURAT DALAM MERAWAT
PASIEN PERCOBAAN BUNUH DIRI DI RUMAH
SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Ika Subekti Wulandari 1), Retty Ratnawati 2), Lilik Supriyati 3), Kumboyono4)
1
2,3,4
134
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords
1. PENDAHULUAN
Percobaan melukai diri merupakan salah
satu alasan seseorang dibawa ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD). Pasien dibawa ke IGD dan mem-
butuhkan perawatan akibat usaha melukai diri
diantaranya dengan memotong nadi, membakar
diri, menenggelamkan diri, menggantung diri
dan meracuni diri (Crawford et al, 2003). Perco-
baan melukai diri memiliki hubungan yang erat
dengan bunuh diri, dimana biasanya bunuh diri
didahului dengan pikiran untuk bunuh diri dan
percobaan melukai diri (Conlon & O’Tuathail,
2010).
Tindakan perawat IGD dalam menangani
pasien percobaan bunuh diri sering disertai pe-
rasaan dilema tersendiri. Conlon dan O’Tuathail
(2012) menyatakan bahwa perawat sering merasa
frustasi, antipati, tidak berdaya, dihadapkan pada
dilema dan mengeluarkan emosi negatif karena
pasien percobaan bunuh diri cenderung sensitif
dan memiliki konsep diri negatif. Tenaga kese-
hatan di IGD merasa cemas dan cenderung meng-
hindari pasien dengan percobaan bunuh diri yang
berulang karena beranggapan bahwa hal tersebut
merupakan tindakan manipulasi dan mencari per-
hatian (Sethi & Uppal, 2006).
Percobaan bunuh diri membutuhkan pe-
layanan yang komprehensif, holistik dan pari-
purna dikarenakan pasien percobaan bunuh diri
memiliki karakteristik yang berbeda. Beban kerja
IGD yang tinggi disertai anggapan mengenai
rumah sakit umum lebih berfokus pada masalah
diri lebih tepat dirawat di rumah sakit khusus
jiwa dibandingkan di rumah sakit umum (Martin
& Chapman, 2014; Hopkins, 2002).
Perawat dalam memberikan pelayanan lebih
suka menghindari pasien yang agresif (resiko
menciderai diri sendiri atau orang lain) karena
khawatir dengan keselamatan diri (Heslop et al,
2000). Menurut penelitian Friedman et al (2006)
dari 107 perawat, sebanyak 55% tidak suka
menangani kasus persobaan bunuh diri. Alasan-
nya adalah pasien percobaan bunuh diri lebih
sulit ditangani dibandingkan dengan pasien lain
(Huband & Tantam, 2000).
Merawat pasien percobaan bunuh diri dalam
kondisi yang agresif dimana respon pasien bi-
asanya berada diluar kontrol kesadaran sangat
beresiko terhadap keselamatan perawat, pasien
lain maupun pasien sendiri. Kondisi ini bisa saja
membuat perawat stres dan merasakan dilema
karena menghadapi kondisi yang sulit di samping
aspek psikososial. Disisi lain pendidikan dan
kasus percobaan bunuh diri juga masih terbatas,
akan tetapi perawat dituntut untuk tetap mem-
berikan pelayanan kegawatdaruratan secara kom-
prehensif.
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
merupakan rumah sakit tipe A yang menjadi ru-
jukan bagi rumah sakit lain di Surakarta dalam
penanganan kasus gawat darurat. Lokasinya
yang berdekatan dengan Rumah Sakit Jiwa Dae-
rah Surakarta juga menjadikan Rumah Sakit Dr.
Moewardi sebagai rujukan terutama kasus per-
cobaan bunuh diri yang mengancam kehidup-
segera.
Penelitian ini penting dilakukan karena
setiap manusia memiliki respon yang berbeda
terhadap fenomena yang dialami, oleh karena
itu perlu dilakukan eksplorasi lebih mendalam
mengenai makna pengalaman perawat dalam
merawat pasien percobaan bunuh diri di Instalasi
Gawat Darurat.
Melalui eksplorasi pengalaman perawat
akan diperoleh gambaran mengenai proses pe-
nanganan pada kasus percobaan bunuh diri. Hal
tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pertim-
bangan dalam membangun ide dan konsep dasar
dalam mengembangkan model penanganan kasus
percobaan bunuh diri di Instalasi Gawat Darurat.
135
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
2. PELAKSANAAN
Tempat penelitian di IGD (Instalasi Gawat
Darurat) Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
Partisipan yang terlibat sejumlah lima orang
dengan pertimbangan telah mencapai saturasi
data.
3. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kualitatif dengan pendekatan feno-
-
degger (Spezial & Carpenter, 2003). Partisipan
dipilih dengan yang me-
menuhi kriteria inklusi yaitu perawat yang beker-
ja di IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta,
memiliki pengalaman merawat pasien percobaan
bunuh diri, bersedia dan setuju untuk berpartisi-
pasi dalam penelitian, mampu berbahasa Indone-
sia dengan baik.
Pengambilan data dilakukan dengan tehnik
Hasil wawan-
cara dianalisis berdasarkan tahapan Miles dan
Huberman, sedangkan proses keabsahan data
yang merupakan validitas dan reliabilitas pene-
litian dilakukan dengan memenuhi prinsip Cred-
-
ferability
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tema-tema yang ditemukan dalam peneli-
tian sebanyak 9 tema dimana saling berinteraksi
dan menggambarkan makna pengalaman perawat
dalam merawat pasien percobaan bunuh diri.
Berikut adalah penjelasan masing-masing tema
yang diperoleh:
a. Ketakutan perawat
Respon emosional yang dirasakan perawat
ketika menghadapi pasien percobaan bunuh
diri adalah takut. Perasaan ini dibangun oleh
dua sub tema yaitu takut salah dan takut
akan keselamatan diri perawat. Mayoritas
partisipan menunjukkan bahwa dalam men-
jalankan tugas dan tanggung jawabnya kepa-
da pasien sebagai manusia biasa terkadang
rasa takut muncul dikarenakan sikap pasien
yang sangat sensitif dan tidak terkontrol se-
hingga bisa saja tiba-tiba bertindak agresif
dan dapat mengancam keselamatan perawat
sendiri seperti peryataan berikut.
Ketakutan lain yang dirasakan perawat
adalah takut salah ketika melakukan peng-
kajian atau memberi tindakan. Misalnya
ketika perawat melakukan pelevelan triage
terkadang perawat menemukan respon ti-
dak kooperatif pasien dan sulit membedakan
apakah pasien dalam kondisi tidak sadar atau
sebenarnya sadar tetapi tidak mau berespon
terhadap perawat, seperti pernyataan berikut.
tidak sadar, berarti itu kan fase abu-
abu yang kadang kita masih kita lebih
amannya kalau kita masih ragu-ragu
mau masuk ke kuning mending kita ma-
Karena takutnya kalau nanti takutnya
ya kalau tidur, kalau tidak bernafas
b. Motivasi kasihan
Motivasi kasihan karena ingin membantu
pasien dipengaruhi oleh rasa so sial, mengu-
tamakan keselamatan pasien, memposisikan
sebagai pasien dan perasaan ikhlas. Hal ini
dibuktikan dengan pernyataan berikut.
-
-
Naluri perawat sebagai mahluk sosial
mendorong perawat untuk berkewajiban sa-
ling tolong menolong supaya nyawa pasien
136
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
selamat dan dilandasi dengan keikhlasan.
pasien pada diri perawat sendiri sehingga
perawat dapat memahami kebutuhan dan
perasaan pasien yang sebenarnya.
c. Motivasi tugas
Latar belakang tugas dan tanggungjawab se-
bagai seorang perawat yang harus merawat
pasien merupakan hal yang menggerakkan
perawat untuk memberikan pelayanan, se-
perti yang diungkapkan partisipan berikut.
Memberikan perawatan pada semua
pasien sudah merupakan tugas dan tang-
gung jawabnya sebagai orang yang berpro-
fesi sebagai perawat. Perawat dituntut untuk
mau dan mampu meberikan pelayanan yang
dibutuhkan oleh pasien dengan kasus apapun
termasuk pada kasus percobaan bunuh diri.
d. Pasien agresif
Pasien percobaan bunuh diri yang datang
ke IGD biasanya dalam kondisi yang masih
agresif dan sangat aktif sehingga berpotensi
mengganggu pasien lain seperti yang diung-
kapkan partisipan berikut.
da tang itu kan masih agresif banget
mbak”(I3)
teriak, gelisah itu otomatis mengganggu
Pasien menampilkan respon yang
ekspresif terhadap apa yang sedang dira-
sakannya atau dapat juga sebagai bentuk
usaha mencari perhatian dari orang lain.
Perasaan gelisah ini juga berpotensi men-
jadi tindakan agresif yang mebahayakan diri
sendiri dan orang lain. Respon tidak kooper-
atif dari pasien ini membuat perawat merasa
kesulitan ketika akan membangun interaksi
dengan pasien.
e. Pasien tidak terus terang
Sikap tertutup pasien ditunjukkan de ngan
kategori tidak mau mengakui, diam dan
menangis. Pasien seringkali tidak mau meng-
akui terkait kondisi yang sebenarnya terjadi
maupun alasan melakukan percobaan bunuh
diri, seperti yang diungkapkan beberapa par-
tisipan berikut ini.
tangan) di radialis dia bilangnya kena
kaca, terus saya lihat luka kena kaca
sama luka kayak gitu kan beda, kalau
mungkin kalau kena kaca saya bilang
Pernyataan menunjukkan bahwa ada
sikap pasien yang berusaha menutupi ke-
adaan sebenarnya, yaitu pasien mengatakan
bahwa luka di pergelangan tangan tersebut
disebabkan karena terkena kaca, akan tetapi
ketika perawat melakukan analisis terhadap
mekanisme cidera, perawat menemukan ke-
janggalan bahwa karakteristik luka tersebut
tidak menujukkan luka yang disebabkan
karena pecahan kaca, melainkan ada upaya
kesengajaan. Kondisi seperti ini menuntut
perawat harus jeli menganalisa dan cermat
dalam melakukan pengkajian, supaya inter-
vensi yang diberikan bisa benar-benar efek-
tif dan tepat sasaran.
f. Proses keperawatan
Belum adanya ruangan isolasi yang khusus
untuk gangguan psikologis menjadi salah
satu penyebab pengkajian lebih fokus pada
triage psikologis belum di-
lakukan.
-
mbak heem”(I1)
-
137
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
nggih sebenarnya kita isolirkan atau
-
Privacy merupakan hal yang diperhati-
kan perawat, terutama ketika dilakukan edu-
kasi atau pengkajian terkait masalah pribadi,
bisa saja pasien tidak mau mengekspresikan
perasaannya dikarenakan banyaknya orang
disekitar yang dapat mengetahui masalah
pribadinya yang bukan konsumsi umum. Be-
lum adanya ruang isolasi membuat perawat
menempatkan pasien dipojok ruangan dan
campur dengan pasien lain. Faktor tersebut
membuat perawat jarang mengkaji masalah
pada aspek psikologis.
Pada saat merawat kasus, perawat me-
nemui beberapa karakteristik pasien yang
bervariasi terkait usia, jenis kelamin, penye-
bab dan metode bunuh diri, seperti pernyata-
an berikut.
-
Selama penegakan diagnosa, perhatian
mengenai masalah psikologis pada pasien
percobaan bunuh diri belum mendapat por-
si yang setara dengan penanganan masalah
jarang diangkat menjadi diagnosa di IGD
tetapi biasanya dmunculkan ketika pasien
sudah rawat inap diruangan sebagai diagno-
sa pendukung, seperti ungkapan berikut ini.
yang sifatnya tidak emergency itu kita
-
-
lolaanya di bangsal”(I2)
Penyusunan rencana intervensi menga-
cu pada kondisi kegawatan yang mengancam
nyawa terlebih dahulu. Perawat terkadang ti-
dak melakukan semua perencanaan di IGD,
akan tetapi hanya melakukan tindakan untuk
mengatasi kegawatan saja, sedangkan inter-
vensi lainnya yang tidak emergency terma-
suk penanganan aspek psikologis dilakukan
di ruang bangsal perawatan. Hal tersebut di-
ungkapkan oleh partisipan berikut.
-
-
Pada tahap implementasi perawat me-
laku kan beberapa tindakan seperti manaje-
men live saving, memotivasi
dan membina hubungan saling percaya di-
mana
dan psikologis sesuai tingkat kegawatan,
seperti ungkapan berikut.
“Kemudian kalau memang memang
-
-
138
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
eee mungkin dia kan disitu sudah bolak-
-
Pada tahap evaluasi selama ini lebih
berfokus untuk mengevaluasi kondisi se-
tetapi pada aspek pikiran atau ide bunuh diri
belum mendapat perhatian dari perawat, se-
perti ungkapan berikut.
itu eee dilihat kondisinya sudah layak
datang dengan tentamen suicide terus
yang hebat, merasa terbakar, terus dia
ada gelisah, muntah-muntah ya kita
misalkan nanti sudah teratasi misalnya
sudah mulai agak tenang, nggak nggak
komunikasi, baru nanti kita bisa eee itu
g. Sensasional
Perawat merasakan kepuasan tersendiri ke-
tika berhasil menolong pasien sekaligus ada
rasa ketidakpuasan terhadap hasil kerja yang
dilakukan, selain itu perawat juga merasakan
ada keunikan tersendiri ketika menangani
pasien percobaan bunuh diri yang tidak dite-
mui pada pasien lain, seperti ungkapan part-
sipan berikut.
-
Perawat merasakan kepuasan tersendiri
ketika berhasil membantu masalah pasien
atau ketika pasien bersedia menceritakan ma-
salahnya. Kesediaan pasien untuk mencerita-
kan masalahnya dianggap se bagai keberhasi-
lan perawat dalam membina hubungan saling
percaya. Disisi lain perawat merasakan ada
sebuah kenyataan yang tidak sesuai dengan
harapan yaitu pasien atau ke luarga pasien
tidak memberikan apresiasi terhadap kerja
perawat. Perawat merasa kecewa terhadap
sikap keluarga pasien yang sering komplain
padahal perawat sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada pasien.
Perawat merasakan ada hal yang ber-
beda dalam diri pasien percobaan bunuh diri
dibanding pada pasien lainnya. Hal ini di-
ungkapkan oleh partisipan
-
-
Pernyataan partisipan diatas menunjuk-
kan bahwa pada pasien percobaan bunuh
diri memiliki pola pikir yang berbeda den-
gan orang kebanyakan. Perawat terkadang
merasakan bahwa sebenarnya ada kelucuan
tersendiri pada keterangan-keterangan yang
diungkapkan pasien, akan tetapi perawat
berusaha menghargai dan memahami segala
bentuk respon perasaan pasien baik yang
positif maupun negatif. Perawat mengang-
gap apapun respon yang ditampilkan pasien
merupakan bagian dari cara pasien untuk
mengekspresikan perasaan.
h. Mengesampingkan manajemen psi kologis
Psikologis bukan menjadi prioritas dikare-
nakan perawat kurang menguasai manaje-
men kasus yang disebabkan rendahnya mo-
tivasi perawat untuk mengembangkan diri,
perawat juga sulit membangun komunikasi
dengan pasien, seperti ungkapan berikut ini.
139
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
malas mau mengembangkan diri gitu
kan kadang nek nggak memang bu-
kan bidangnya itu susah to mbak
sudah kita lakukan berhubungan de-
Rasa malas menyebabkan motivasi
belajar perawat untuk mengembangkan
diri masih sangat kurang dikarenakan larut
dalam rutinitas pekerjaan. Perawat merasa
sulit membangun interaksi karena tehnik ko-
munikasi pada pasien gangguan psikologis
berbeda dengan pasien lainnya. Kesulitan ini
dirasakan karena di rumah sakit umum lebih
dan jarang mengelola kasus kegawatan yang
disertai gangguan psikologis.
Perawat berpendapat bahwa fokus uta-
ma penanganan kegawatan di rumah sakit
psikologisnya, sehingga membuat perawat
jarang melihat pasien sebagai manusia yang
holistik dan hanya berhenti pada penanganan
i. Pengharapan
Perawat memiliki beberapa harapan yang
bisa meningkatkan kualitas layanan, seperti
pernyataan berikut ini.
-
sium, seminar itu yang selalu saya
.
-
-
Harapan perawat dalam meningkatkan
kualitas layanan khususnya pada manajemen
kasus percobaan bunuh diri dimulai dari as-
pek terpentingnya yaitu peningkatan kualitas
SDM yang didukung dengan adanya sarana
dan prasarana yang memadahi serta infor-
masi mengenai teori-teori baru yang dite-
mukan berdasarkan hasil penelitian selain
itu juga dibutuhkan penghargaan dari pihak
luar kepada perawat sebagai bentuk motivasi
eksternal perawat dalam proses peningkatan
kualitas layanan.
Tema-tema yang ditemukan dalam pene-
litian ini membentuk sebuah keterkaitan yang
dapat menggambarkan makna pengalaman per-
awat dalam merawat pasien percobaan bunuh
diri. Perawat merasakan takut ketika berhadapan
dengan pasien akibat kekerasan yang mungkin
dilakukan pasien. Tidak bisa dipungkiri bahwa
perawat merupakan garda terdepan dalam ber-
interaksi kepada pasien, sehingga beresiko tinggi
mendapat tindakan kekerasan dari pasien yang
masih agresif. Almutairi et al (2013) menyatakan
bahwa perawat yang bekerja di unit psikiatri atau
IGD memiliki resiko yang tinggi sekitar 62,1%
terpapar kekerasan oleh pasien, bahkan Keough
et al (2003) menyatakan bahwa perawat yang
bekerja di IGD seperti bekerja dalam zona per-
ang. Keselamatan perawat merupakan hal yang
harus dilindungi dan ini juga merupakan hak
perawat sebagai pekerja, akan tetapi selama ini
kebijakan atau manajemen belum memberikan
perhatian dengan porsi yang cukup terhadap ma-
salah ini,
Dampak yang muncul sebagai akibat ke-
kerasan yang mengancam perawat tidak hanya
aspek emosional perawat seperti perasaan marah,
cemas, putus asa, sedih dan depresi (Grenyer et
al, 2004 & Brennan, 2001). Kondisi ini tentu akan
140
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
berpengaruh terhadap kualitas hidup perawat dan
Perawat dalam memberikan pelayanan di-
gerakkan oleh dua faktor yaitu rasa kasihan dan
tugas. Menurut Tomey dan Alligood (2006) teory
of caring yang diungkapkan oleh Kristen Swan-
son menyatakan bahwa kesediaan perawat mau
menolong pasien dimulai dari maintaining belief
yang merupakan dasar dan pondasi utama prak-
tik caring perawat. Kepercayaan dan keyakinan
hati akan menggerakkan perawat dalam mem-
bentuk komitmen untuk membantu pasien. Tin-
dakan tersebut sebagai usaha untuk mengerti dan
memahami makna hidup seseorang ( ).
Keyakinan dan usaha memaknai kehidupan akan
menghasilkan respon emosional untuk bersedia
berbagi dan saling merasakan arti pengalaman
hidup ( ). Perawat siap dan selalu ada
untuk mendampingi pasien tidak hanya secara
.
Pelaksanaan proses keperawatan pada kasus
bunuh diri belum dilakukan secara komprehensif
termasuk dalam kegiatan triage. Padahal menu-
rut
(2004) menyatakan bahwa ketika pasien datang
ke IGD harus dilakukan triage
mental.
Meletakkan pasien dipojok ruangan meru-
pakan salah satu bentuk triage atau pemilahan
yang dilakukan oleh perawat. Pemilahan ini ber-
tujuan menjaga patient safety dan pasien.
Karena menurut Ando et al (2013) pasien per-
cobaan bunuh diri membutuhkan perlindungan
yang tinggi karena karakteristiknya yang
sangat sensitif. Belum adanya ruangan isolasi
khusus membuat pasien terganggu, se-
hingga penggalian data pada aspek yang sangat
pribadi juga tidak bisa dilakukan secara maksi-
mal.
Minimnya motivasi perawat dalam mengem-
bangkan diri membuat manajemen pada aspek
psikologis belum mendapat perhatian yang cu-
kup. Menurut Oshvandi et al (2008) ada sembi-
lan faktor yang mempengaruhi perawat memiliki
motivasi rendah dalam meningkatkan kinerjanya
meliputi kesulitan dalam pekerjaan, ketidakber-
dayaan, rendahnya gaji, kekerasan pada perawat,
lemahnya dukungan, manajemen yang terpu-
sat, budaya bahwa dokter adalah posisi sentral,
minimnya fasilitas dan kurang jelasnya -
Kualitas sumber daya yang baik akan men-
dukung terghadap peningkatan mutu pelayanan.
Friedman et al (2006) dan Egan et al (2012) me-
nyatakan bahwa peningkatan pengetahuan dan
kepercayaan diri mengenai manajemen kasus de-
ngan gangguan psikologis sangat di butuhkan oleh
perawat rumah sakit umum dalam memberikan
pelayanan yang paripurna kepada pasien. Selama
ini pendidikan dan pelatihan banyak difokuskan
tidak menutup kemungkinan perawat IGD RSU
juga akan menerima pasien-pasien yang disertai
gangguan psikologis.
Kualitas sumber daya manusia yang baik
juga harus ditunjang dengan peningkatan fasili-
tas sarana dan prasarana yang memadai. Perawat
berharap disediakannya ruang isolasi dan standar
operasional prosedur yang didesain khusus un-
tuk kasus-kasus kegawatan yang disertai gang-
guan psikologis. Manongi et al (2006) bahwa
minimnya sarana dan prasarana yang diberikan
rumah sakit membuat perawat merasa bingung
dalam menentukan masalah pasien. Dibentuknya
SOP dan ruangan isolasi akan menghasilkan
disesuaikan dengan kebutuhan perawatan.
Perawat telah melakukan segala usaha dan
kemampuannya secara maksimal untuk mem-
berikan pelayanan yang terbaik pada pasien.
Meskipun ada berbagai macam motivasi yang
melandasi hal tersebut, akan tetapi perawat tetap
membutuhkan penghargaan sebagai bentuk apre-
siasi terhadap usaha yang dilakukan. Menurut
Oshvandi et al (2008) salah satu faktor rendah-
nya motivasi kerja adalah minimnya penghar-
gaan yang diberikan, sehingga apresiasi dapat
dijadikan sebagai pemicu perawat untuk lebih
meningkatkan kinerjanya.
Interaksi antar tema yang didapat dapat di-
lihat pada gambar 1 berikut ini:
141
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Implikasi
Temuan yang dihasilkan pada penelitian ini
dapat memberikan pemahaman tentang bagaima-
na perawat melakukan penanganan pada pasien
percobaan bunuh diri terkait tindakan yang di-
lakukan dan respon emosional perawat. Hasil
penelitian ini juga bisa sekaligus sebagai evaluasi
terhadap proses keperawatan pada kasus perco-
baan bunuh diri yang selama ini berjalan di IGD.
Ditemukannya harapan perawat dapat dijadikan
sebagai pertimbangan dan masukan dalam mem-
bangun kerjasama dengan beberapa pihak terkait
untuk memenuhi aspek-aspek yang dibutuhkan
perawat dalam rangka memberikan pelayanan
yang prima pada pasien.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu
hanya dilakukan di satu region daerah di Sura-
karta dimana daerah ini mungkin memiliki karak-
teristik sosial dan budaya yang berbeda dengan
daerah lain. Sebagain besar wawancara dilaku-
kan di ruangan IGD dan bersamaan saat partisi-
pan berjaga, sehingga hasil perekaman wawan-
cara kurang jernih akibat kondisi IGD yang
ramai, selain itu perawat tidak bisa terlalu banyak
meluangkan waktu karena harus menjalankan tu-
gas melayani pasien. Kasus percobaan bunuh diri
merupakan kasus yang jarang terjadi di RSU, se-
hingga pengambilan data hanya dilakukan lewat
wawancara mendalam dan tidak bisa dilakukan
observasi langsung ketika perawat menangani
pasien percobaan bunuh diri dikarenakan waktu
penelitian yang terbatas.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
makna bahwa dalam memberikan pelayanan
perawat belum melihat pasien secara holistik,
seperti halnya dalam melakukan triage lebih ber-
aspek psikologis. Meletakkan pasien dipojok ru-
angan merupakan bentuk triage psikologis yang
dilakukan perawat. Pemisahan pasien percobaan
bunuh diri dilakukan karena karakteristik pasien
yang tidak terus terang dan agresif , kondisi ini
menimbulkan ketakutan dalam diri perawat.
Perawat tetap memberikan pelayanan meskipun
merasa takut karena mengingat adanya rasa ka-
sihan dan tugas sebagai seorang perawat. Pe-
rawat juga merasakan ada sensasi tersendiri ke-
tika merawat pasien dan memiliki harapan untuk
bisa memberikan pelayanan yang lebih baik serta
membutuhkan apresiasi yang baik terhadap jerih
payahnya.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
maka peneliti perlu memberikan rekomendasi
demi peningkatan ilmu keperawatan dan pela-
yanan kepada pasien. Pada penelitian selanjut-
nya perlu eksplorasi pengalaman perawat tidak
hanya pada kasus bunuh diri tetapi pada kasus
kegawatan dengan gagguan psikologis yang lain
di tempat yang berbeda. Metode penelitian se-
atau studi kasus dan disertai pengambilan data
observasi kegiatan perawat secara langsung ke-
tika melakukan perawatan pada pasien.
Rekomendasi bagi institusi rumah sakit
diantaranya perlu meningkatkan kualitas sum-
berdaya manusia dengan memberikan pelatihan
psikologis, menyediakan ruangan isolasi dan
SOP yang didesain khusus untuk pasien perco-
baan bunuh diri, mengembangkan pelayanan
berdasarkan dan mem-
perkuat motivasi kinerja perawat dengan mem-
berikan apresiasi yang baik.
6. REFERENSI
Almutairi, N, Ahed Alkhatib, Ahmad Boran and
Ibrahim Mubarak. (2013). The Prevalence of
142
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
physical violence and its associated factors
against nurses working at Al-Medina Hospi-
tals. The Social Sciences
8 (3): 265-270
Ando, S, Kiyoto.K, Misato M, Yukako H, Hi-
royuki, Hi, Nozomu, A. (2013). Psychoso-
cial factors associated with suicidal ideation
in clinical patients with depression. Journal
of Affective Disorders.151: 561–565
Brennan, W.(2001). Dealing with verbal abuse
Emergency Nurse. 9 (5):15–17
Crawford, T., Geraghty, W., Street, K., Simonoff,
M. (2003). Staff knowledge and attitudes
towards deliberate self harm in adolescents.
Journal of Adolescence 26 (5), 619–629.
Conlon.M, O’Tuathail. (2010). Measuring emer-
gency department nurse’s attittude towards
deliberate self harm using the self harm
antipathy scale. International Emergency
Nursing. 20:3-13
Friedman, T., Newton, C., Coggan, C., Hooley,
S., Patel, R., Pickard, M., Mitchell, A.J.,
(2006). Predictors of A & E staff attitudes to
self harm patients who use self-lacerations:
-
ence. Journal of Psychosomatic Research 60
(3), 273–277.
Grenyer, B., Ilkiw-Lavalle, O., Biro, P., Mid-
dleby-Clements, J.,Cominos, A.,Coleman,
M., 2004. Safer at work: development and
evaluation of an aggression and violence
minimization program
Zealand Journal of Psychiatry. 38: 804–810.
Hopkins C. (2002). ‘But what about the really ill,
poorly people? (An ethnographic study into
what it means to nurses in medical admis-
sion units to have people who have harmed
themselves as their patients). Journal of
9(2):147-154
Heslop, L., Elsom S. and Parker N. (2000) Im-
proving continuity of care across psychiatric
and emergency services: combining patient
data within a participatory action research
framework.
31: 135–143.
Huband N, Tantam D. (2000). Attitudes to self in-
jury within a group of mental health staff. Br
J Med Psychol. 73:495– 504.
Keough, V., Schlomer, R., Bollenburg, B. (2003)
emergency nursing. Journal of Emergency
Nursing. 29 (1), 17–22.
Martin. C, Chapman. R. (2014). A mixed method
study to determine the attitude of Australian
emergency health professionals towards pa-
tient who present with deliberate self poison-
ing. International Emergency Nursing. 22:
98-104
Manongi, R., T. Marchant and C. Bygbjerg.
(2006). Improving motivation among prima-
ry health care worker in Tanzania: A health
worker perapective. Human Resources for
Health. 4(6), 1186-1478
National Institute of Health and Clinical Effec-
tiveness.(2004). Self-Harm, the Short- Term
Physical and Psychological Management
and Secondary Prevention of Self-Harm in
Primary and Secondary Care. NICE Clinical
Guideline 16 (NICE Guideline).
diakses tanggal 25 maret
2014
Oshvandi K, Zamanzadeh V, Ahmadi F. (2008).
Barriers to nursing job motivation. Journal
of Biological Science. 3 (4): 426-434
Sethi S, Upaal S. (2006). Attitude of clinicians in
emergency room towards suicide. Int J Psy-
chiatry Clin Pract. 10(3):182-85.
Speziale,H.J.S, Carpenter, D.R . (2003). -
Philadel-
phia: Lipincott Williams and Walkins
Tomey, A.M. dan Alligood, M.R. (2006). Nurs-
USA:
Mosby Elsevier.
-oo0oo-
143
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Risiko kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran di dunia yang sedang berkembang
Kata kunci:
ABSTRACT
Keywords:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RENDAHNYA MINAT PENGGUNAAN AKDR (IUD)
DI DESA GEBANG SUKODONO
Rahajeng Putriningrum1), Tresia Umarianti 2), Maula Mar’atus Sholikhah3),
Dina Yulistiana 4)
1,2,4 Prodi DIII Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta1
3
144
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
KB pada bulan September sampai Novem-
ber 2013 sebanyak 168 orang, terdiri dari: IUD
3 orang, suntik 1 bulan 43 orang, dan suntik 3
bulan 123 orang.
Tujuan penelitian untuk mengetahui “Faktor
Penyebab Rendahnya Minat Pengguna Alat Kon-
trasepsi IUD Pada PUS di Desa Gebang Keca-
matan Sukodono”.
2. PELAKSANAAN
Penelitian ini dilaksanakan pada mulai De-
sember 2013 sampai Juni 2014 di Desa Gebang
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian des-
kriptif. Teknik pengambilan sampel yang digu-
nakan adalah Pada Penelitian
kualitatif ini alat yang digunakan yaitu kuesioner,
, pensil, buku tulis.
Cara pengumpulan data peneliti menggu-
nakan triangulasi, wawancara, dan partisipasi
pengambilan data baik data primer maupun data
sekunder.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari
kuesioner dan wawancara pada responden, maka
dapat di jabarkan bahwa sedikitnya minat aksep-
tor KB IUD ini membuat resah bagi BKKBN
(Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasi-
onal), hal ini disebabkan banyaknya minat ma-
syarakat yang lebih memilih kontrasepsi pil dan
suntik. Melihat hasil dari pengetahuan responden
tentang KB IUD, tingkat pengetahuan responden
sebagian besar pada kategori pengetahuan cukup
yaitu 81%. Hal ini memberikan arti bahwa re-
sponden sudah mengenal kontrasepsi IUD, baik
dari pengertian, manfaat dan efek sampingnya
tetapi belum sepenuhnya paham.
Pengetahuan yang cukup pada responden
di desa Gebang kecamatan Sukodono kabupaten
Sragen dapat juga dikarenakan rendahnya pen-
didikan responden, di buktikan dari jumlah re-
spoden yang mempunyai pendidikan rendah yai-
tu 67%. Berdasarkan teori skiner (1938) dalam
buku Notoatmodjo menyebutkan bahwa perilaku
seseorang bisa berubah karena adanya stimulus
1. PENDAHULUAN
Masalah di dunia yang sedang berkem-
bang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan
untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh
yang bermakna terhadap mortalitas dan morbi-
ditas bayi, anak dan ibu. Risiko kesehatan yang
berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran di
dunia yang sedang berkembang jauh lebih besar
daripada risiko akibat penggunaan kontrasepsi
modern. Banyak wanita merasakan kesulitan me- Banyak wanita merasakan kesulitan me-
nentukan pilihan kontrasepsi. Tidak hanya karena
terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi
juga karena metode tersebut mungkin tidak dapat
diterima sehubungan dengan kebijakan nasional
KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita
atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam
memilih suatu metode, wanita harus menimbang
berbagai faktor, termasuk status kesehatan, efek
samping potensial suatu metode, konsekuensi
terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besar-
nya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasang-
an, dan norma budaya mengenai kemampuan
mempunyai anak.
Indonesia merupakan negara yang dilihat
dari jumlah penduduknya ada pada posisi ke-
empat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang
masih relatif tinggi. Esensi tugas program Ke-
luarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas
yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengu-
rangi beban pembangunan demi terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan
bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam
UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
kan kepedulian dan peran serta masyarakat me-
lalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan
peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewu-
judkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera
(BKKBN, 2008).
Menurut data di atas dapat dijelaskan bah-
wa di Puskesmas Sukodono Kabupaten Sragen,
pengguna alat kontrasepsi sebagian kecil adalah
IUD (AKDR) yaitu sebanyak 256 orang (3,27%).
Sedangkan berdasarkan survey pendahuluan di
desa Gebang Kecamatan Sukodono Kabupaten
Sragen jumlah pasangan usia subur (PUS) yang
aktif sebagai peserta
145
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
atau rangsangan , salah satu rangsangan yang
mempengaruhi perilaku responden tidak meng-
gunakan KB IUD yaitu pengetahuan dan pendi-
dikan. Sesuai teori tersebut maka pada penelitian
ini pengetahuan responden yang dalam kategori
cukup dapat dikarenakan pendidikan responden
yang masih rendah. Sedangkan jika dilihat dari
segi usia, rata-rata responden berusia 20-35 tahun
di mana usia tersebut merupakan usia reproduksi,
sehingga mereka harus menggunakan alat kon-
trasepsi. Jika tingkat pengetahuan responden
bagus tentang kontrasepsi IUD dan memahami
betul, seharusnya mereka memilih kontrasepsi
IUD atau AKDR karena tingkat kegagalan sangat
sedikit di bandingkan dengan kontrasepsi pil dan
suntik. Penyebab lain rendah nya penggunaan
IUD atau AKDR yaitu psikologi dari respon-
den. Psikologi ini merupakan rasa ketakutan dan
kekhawatiran dari responden akan pemasangan
AKDR (IUD). Berdasarkan wawancara dengan
responden ketakutan mereka di sebabkan karena
proses pemasangannya yang harus melewati va-
gina, mereka juga takut akan terjadinya infeksi,
ada juga mereka takut ketidaknyamanan saat
mereka melakukan hubungan suami-istri, semua
itu diungkapkan oleh sebagian besar responden
yaitu ada 88% responden. Ada 12% responden
mereka tidak bersedia menggunakan kontrasepsi
IUD atau AKDR disebabkan trauma. Hasil waw-
ancara dengan responden rasa trauma responden
disebabkan oleh perdarahan saat menggunakan
kontrasepsi IUD atau AKDR.
Banyak usaha yang dilakukan oleh pemer-
intah untuk bisa menekan laju pertumbuhan pen-
duduk, yang menjadi kekhawatiran pemerintah
bahwa kontrasepsi pil dan suntik lebih besar
tingkat kegagalannya daripada kontrasepsi IUD
atau AKDR. Bahkan pemerintah juga mefasilitasi
masyarakat untuk mendapatkan dan pemasangan
IUD atau AKDR dengan gratis, dengan harapan
masyarakat bersedia untuk memilih dan menggu-
nakan alat kontrasepsi IUD, sehingga laju pert-
ambahan penduduk dapat terkendali dengan baik
dan target BKKBN tercapai.
Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab
rendahnya minat pasangan usia subur dalam
penggunaan alat kontrasepsi IUD di Desa Ge-
bang kecamatan Sukodono kabupaten Sragen
yaitu tingkat pengetahuan, pendidikan, psikolo-
gis yang terditi dari ketakutan saat pemasangan,
efek samping dan trauma saat pemasangan yang
lampau. Ada 12% responden mereka tidak ber-
sedia menggunakan kontrasepsi IUD atau AKDR
disebabkan trauma.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam
penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
penyebab rendahnya minat pasangan usia subur
dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD di desa
Gebang kecamatan Sukodono kabupaten Sragen
yaitu tingkat pengetahuan, pendidikan, psikolo-
gis yang terditi dari ketakutan saat pemasangan,
efek samping dan trauma saat pemasangan yang
lampau.
SARAN
Ada beberapa saran yaitu bagi BKKBN un-
tuk terus bekerjasama dengan bidan mensukses-
kan program keluaraga berencana pemerintah,
dan BKKBN terus mengadakan pelatihan pema-
sangan up date alat kontrasepsi sehingga semua
bidan berkompeten dalam melakukan pemasang-
an dan pencabutan IUD.
6. REFERENSI
-----------------------------------. 2009. Ilmu Kebi-
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sar-
wono Prawirohardjo
Abdul Bari. 2006. -
Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Arikunto, S,2006, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, Edisi revisi V. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo, S,2011. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Riwidikdo, H. 2006. Statistik Kesehatan, Yogya-
karta: Mitra Cendekia Press. Bunda
Saifuddin, Sugiyono, 2007. Statistik Untuk Pene-
litian. Bandung: Alfabeta
Syah, Muhibbin, 2003. Psikologi Pendidikan
. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
-oo0oo-
146
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
ABSTRAK
Kata kunci
ABSTRACT
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA
DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN LANJUT USIA
KE POSYANDU LANSIA BAROKAH
DI DUSUN DARATAN KEPOH TOHUDAN
COLOMADU KARANGANYAR
Erinda Nur Pratiwi1), Eni Rumiyati2), Wijayanti3)
1,2,3 Prodi D-III Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
147
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Keywords
1. PENDAHULUAN
Pertambahan penduduk diseluruh dunia se-
makin cepat, khususnya orang lanjut usia (lan-
sia) diperkirakan akan mencapai 1,2 miliar pada
tahun 2005. Penduduk lanjut usia di Indonesia
akan meningkat sekitar 11% pada tahun 2020
dengan pencapaian angka harapan hidup 70-75
tahun (Nugroho, 2000).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000,
jumlah lansia mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%.
Pada tahun 2005 meningkat menjadi 18,2 juta
jiwa atau 8,2%. Sedangkan pada 2015 diperki-
rakan mencapai 24,4 juta jiwa atau 10%. Data
Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial
2001 menyebutkan dari jumlah lansia yang men-
capai 15,8 juta itu, 21,75% diantaranya dikategor-
ikan sebagai lansia terlantar, sedangkan 33,89%
masuk ke dalam rawan terlantar (Depkes, 2008).
Terjadinya proses penuaan merupakan peris-
tiwa yang sangat dialami dan semua manusia
akan menghadapi masalah ini. Kapan persisnya
seseorang mengalami usia lanjut tidaklah sama
antara orang yang satu dengan orang yang lain-
nya. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti
akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai
usia panjang, terjadinya tidak bisa disadari oleh
siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk
menghambat kejadiannya (Giriwijoyo & Kom-
ariyah. 2003).
Posyandu lansia merupakan pengembangan
dari kebijakan pemeerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya
melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyara-
kat dan organisasi sosial dalam penyelenggara-
annya. Berbeda dengan posyandu balita yang
terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diseleng-
garakan dalam posyandu lansia tergantung pada
mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan
di suatu wilayah kabupaten maupun kota penye-
lenggara (Erfandi, 2008).
Lansia membutuhkan rasa aman dan cinta
kasih dari lingkungan tempat lansia itu tinggal
(Nugroho, 2000). Pada umumnya para lanjut usia
menikmati hari tuanya bersama dengan keluar-
ganya, hal ini sesuai dengan nilai sosial budaya
timur yang menyatakan bahwa orang tua yang
telah berusia lanjut itu berhak dan pantas meneri-
ma perhatian dengan penuh penghormatan dan
kemuliaan di tengah-tengah keluarganya (Dhar-
madi, 2005).
Berdasarkan studi pendahuluan, di Posyan-
du Barokah dusun Daratan Kepoh ada program
bagi lansia yaitu posyandu lansia yang diadakan
setiap 1 bulan sekali pada tanggal 10 pada awal
kegiatan banyak lansia yang berkunjung hampir
semua lansia bersedia mengikuti kegiatan, akan
tetapi pada setiap kegiatan lansia yang datang
semakin berkurang, sehingga terlihat sekali
berkurangnya lansia yang datang ke posyandu
dari setiap kegiatan. Pada setiap kegiatan tidak
banyak juga lansia yang datang diantar atau di-
dampingi keluarga, lansia cenderung datang
sendiri tanpa diantar keluarga. Sehingga keluarga
yang tidak mendampingi lansia, kemungkinan
lansia akan lupa jadwal kapan berkunjung ke po-
syandu.
2. PELAKSANAAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian bertempat di Posy-
andu Lansia Barokah Dusun Daratan Kepoh
Tohudan Colomadu Karanganyar. Waktu
penelitian pada tanggal 31 Maret sampai 10
April 2011.
b. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah selu-
ruh lansia yang tercatat di Posyandu Lansia
Barokah Dusun Daratan Kepoh yaitu ber-
jumlah 46 orang.
148
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
c. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah meng-
gunakan teknik yaitu teknik
penentuan sampel bila semua anggota popu-
lasi digunakan sebagai sampel (Setiawan, et
al, 2010). Sampel dalam penelitian ini se-
jumlah 46 responden.
3. METODE PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan metode
deskriptif korelasi, dengan menggunakan pen-
dekatan cross sectional, yaitu -
dent dan diukur pada saat
yang sama.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Data yang diambil adalah data primer ke-
mudian dilakukan data dan didapatkan gambar-
an umum hubungan dukungan keluarga dengan
intensitas kunjungan lansia ke posyandu lansia.
Berikut ini adalah hasil penelitian secara rinci.
Diagram 4.1. Distribusi Frekuensi Dukungan
Keluarga tahun 2011
(Sumber: Data Primer, 2011)
Berdasarkan karakteristik responden menu-
rut dukungan keluarga pada diagram 4.1. mayo-
ritas dukungan keluarga yang kurang sebanyak
30 responden (65,22%) dan dukungan keluarga
yang baik sebanyak 16 responden (34,78%).
Dukungan keluarga yang kurang terhadap
lansia dapat dipengaruhi oleh kelas sosial, ben-
tuk-bentuk keluarga, latar belakang keluarga,
tahap siklus kehidupan keluarga, sosial ekonomi
orang tua, model-model peran peristiwa situa-
sional khususnya masalah-masalah kesehatan
atau sakit (Friedman, 2003).
Diagram 4.2. Distribusi Frekuensi Intensitas
Kunjungan Lansia tahun 2011.
(Sumber : Data Primer, 2011) (Sumber : Data Primer, 2011)
Berdasarkan karakteristik responden ber-
dasarkan intensitas kunjungan pada diagram
4.2. diketahui bahwa kunjungan lansia yang
datang kadang-kadang sebanyak 31 responden
(67,39%), kunjungan lansia yang datang rutin se-
banyak 15 responden (32,61%) dan lansia yang
tidak datang sama sekali ke posyandu lansia yaitu
tidak ada (0%).
Dukungan keluarga sangat berperan dalam
mendorong minat atau kesediaan lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga
bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila
selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau
mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan
lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha
membantu mengatasi segala permasalahan ber-
sama lansia (Akhmadi, 2009).
Dukungan sosial yaitu sebagai adanya ke-
nyamanan, perhatian, penghargaan atau me-
nolong orang dengan sikap menerima kondisinya,
dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu
maupun kelompok. Dukungan sosial juga disebut
sebagai informasi verbal atau non verbal, saran,
bentuan, yang nyata atau tingkah laku yang di-
berikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang
berupa kehadiran dan hal-hal yang dpaat mem-
berikan keuntungan emosional atau berpengaruh
dalam tingkah laku penerimanya (Kuntjoro &
Zainuddin, 2008).
149
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Diagram 4.3. Distribusi frekuensi hubungan
dukungan keluarga dengan intensitas kunjungan
lansia tahun 2011.
(Sumber : Data Primer, 2011) (Sumber : Data Primer, 2011)
Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Intensitas Kunjungan pada tabel 4.1. menun-
jukkan bahwa dukungan keluarga yang kurang
dengan intensitas kunjungan lansia yang datang
rutin sebanyak 5 responden (10,87%), lebih ke-
cil daripada dukungan keluarga dalam kategori
kurang dengan intensitas kunjungan lansia yang
datang kadang-kadang sebanyak 25 responden
(54,35%).
Dukungan keluarga yang baik dengan in-
tensitas kunjungan lansia yang datang rutin se-
banyak 10 responden (21,74%) dan dukungan
keluarga yang baik dengan intensitas kunjungan
lansia yang datang kadang-kadang sebanyak 6 re-
sponden (13,04%).
4.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa untuk
mengetahui hubungan dukungan keluarga de-
ngan intensitas kunjungan lansia ke posyandu
lansia barokah di dusun Daratan Kepoh Tohudan
Colomadu Karanganyar tahun 2011.
Hubungan dukungan keluarga dengan inten-
sitas kunjungan lansia pada tabel 4.1. menunjuk-
kan bahwa dari hasil uji chi-square menggunakan
SPSS 16.0 (Statistical Product and Service Solu-
tion Ver. 16.0) didapatkan p value 0,002 dengan
dk = 2 taraf signifkan 5% X2 tabel 5,591 didapat-
kan hasil X2 hitung > X2 tabel (9,975 > 3,481).
Maka Ho ditolak dan Ha diterima.
(p value 0,002<0,05), artinya ada hubungan se-
intensitas kunjungan lansia ke posyandu lansia.
Manfaat dukungan keluarga dalam kunjung-
an lansia ke posyandu lansia merupakan upaya
untuk meningkatkan kesehatan keluarga, sebab
keluarga merupakan orang terdekat dengan lan-
sia. Apakah keluarga lansia dapat mendukung
atau tidak mendukung kunjungan lansia ke po-
syandu lansia sehingga dapat mempengaruhi
keteraturan kunjungan lansia ke posyandu lansia.
Dukungan keluarga berwujud anjuran-anjuran
dari pihak keluarga selama lansia berkunjung
ke posyandu lansia diharapkan dapat membantu
keteraturan kunjungan lansia ke posyandu lansia
(Markaento, 2003).
5. KESIMPULAN
a. Dukungan keluarga mayoritas kurang yaitu
sebanyak 30 responden (65,22%).
b. Intensitas kunjungan lansia ke posyandu
lansia yang paling banyak adalah kadang-
kadang sebanyak 31 responden (67,39%).
0,002 <0,05) antara dukungan keluarga de-
ngan intensitas kunjungan lansia ke posy-
andu lansia.
6. REFERENSI
Damin. 2003. Metode Penelitian Kebidanan.
EGC, Jakarta.
Erfandi. 2008. Pengelolaan Posyandu Lan-
Available online:
Hidayati. 2002.
Usia Yang Aktif dan Tidak Aktif dalam Ke-
. KTI.
Ismawati, Cahyo. 2010. Posyandu dan Desa Sia-
ga. Nuha Medika, Yogyakarta.
Lusi. 2006. Hubungan antara Tingkat Penge-
tahuan Lansia tentang Posyandu Lansia
-
KTI.
150
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Majalah Gemari. 2006. Membangun Posyandu
Mandiri. Available online: -
23
November 2010.
Makmun. 2010. -
Majalah Kesehatan
Masyarakat no. 59.
Mamad. 2010. Peran Keluarga dalam Kesehat-
an. Nursing Community.
. 27 Maret 2010.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Metodologi Peneli-
PT. Rineka Cipta, Jakarta
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Riwidikdo, Handoko. 2010. Statistik untuk Pene-
Pustaka Rihama, Yogya-
karta.
Santoso Giriwijoyo dan Komariyah. 2003. Olah
Raga Kesehatan dan Kebugaran Jasmani
. UPI, Bandung.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Alfa
Beta, Bandung.
Hubungan Dukungan Keluarga
KTI.
-oo0oo-
151
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
FILOSOFI
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada disingkat Jurnal KesMaDaSka adalah jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kusuma Husada Surakarta merupakan pu-
blikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan. Artikel yang dimuat berupa : artikel penelitian (hasil penelitian asli),
kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain, yang belum pernah dimuat di media lain.
PEDOMAN
1. Redaksi menerima naskah dari peneliti dan pemerhati ilmu-ilmu kesehatan.
2. Naskah dikirim kepada :
Redaksi Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, STIKes Kusuma Husada Surakarta
Jl. Jaya Wijaya No. 11 Surakarta 57127, Telpon / Fax (0271) 857724
Email : [email protected]
3. Naskah dikirim rangkap dua, disertai dalam rekaman CD dan diketik dalam program Micro-
.
Ditulis spasi tunggal, 11, huruf Times New Roman, maksimal 20 halaman ukuran A4
FORMAT PENULISAN
Sistematika artikel Hasil Penelitian adalah :
Sedangkan artikel berupa Kajian Kepustakaan atau Ulasan
Ilmiah lain, sistematikanya adalah :
Judul
Ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan jelas.
Nama dan Instansi (para) Penulis
Ditulis dengan gelar akademik instansi ditulis di bawah nama dengan cara diberi superskrip 1), 2), 3)
dan seterusnya.
Abstrak dan Ringkasan
Ditulis dalam bahasa Indonesai dan atau bahasa Inggris, lebih – kurang 300 kata, berisi tentang highlight
hasil penelitian yang menonjol dan terkait dengan judul artikel. Kajian kepustakaan / ulasan ilmiah lain
mengikuti.
Pendahuluan
Berisi latar belakangan dan rumusan masalah, sitasi kepustakaan, tujuan dan manfaat, kontribusi hasil.
Metodologi
Berisi tentang waktu dan tempat penelitian, jenis dan teknis pengambilan data, hipotesis (bila ada),
teknik analisis dan interpretasi data.
152
Jurnal KesMaDaSka - Juli 2014
Hasil dan Pembahasan
kecil. Bila ada foto (hitam putih), harus dicetak pada kertas putih mengkilat dan disertai keterangan.
Dalam membahas hasil penelitian, sebaiknya diikuti tinjauan pustaka yang terkait.
Simpulan (dan saran)
Penarikan kesimpulan didasari dari hasil yang diperoleh dengan mengacu kepada judul penelitian, dapat
dikemukakan saran yang terkait.
Ucapan Terima Kasih (bila ada)
Dapat ditulis nama perseorangan atau instansi yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
Disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis utama, judul karangan buku ditulis dengan huruf besar
pada setiap awal kata yang bukan kata sambung, sedangkan untuk jurnal hanya awal kata saja.
Contoh bila kepustakaan diambil dari jurnal ilmiah :
cook chicken aroma , 34 : 443.
Contoh bila kepustakaan diambil dari buku :
Pippen, J.R., 1984. Sensory Analysis of Food. Elsevier Applied Science, Prentice-Hall Inc. Englewood
Cliff. New Jersey.
Contoh bila diambil dari internet :
Abadi , C.J., 2002. Kumis kucint. .tanggal akses 12
Desember 2003.
-oo0oo-