Appendix 1

download Appendix 1

of 28

description

bedah digestif

Transcript of Appendix 1

16

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangApendisitis merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah. Komplikasi utama pada apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses1. Insidens perforasi berkisar 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Berdasarkan dari data di Amerika Serikat pada tahun 1993-2008 menunjukkan bahwa ada peningkatan apendisitis dari 7,68% menjadi 9,38% dari 10.000 orang. Frekuensi tertinggi ditemukan pada rentang usia 10-19 tahun, namun angka kejadian pada kelompok ini mengalami penurunan sebesar 4,6%. Sedangkan pada rentang usia 30-69 tahun mengalami peningkatan kejadian apendisitis sebesar 6,3%. Angka kejadiannya lebih tinggi terjadi pada pria dibanding wanita1 . Dari 150 kasus di RS Rawalpindi, Islamabad, Pakistan diketahui 47 kasus (31,3%) memiliki apendisitis perforasi, sementara 103 kasus (69,7%) memiliki apendisitis sederhana. Dari kasus tersebut 90 pasien diantaranya adalah laki-laki sementara 60 sisanya adalah perempuan. Diketahui 40 pasien (85,1%) dari apendisitis perforasi memiliki gejala selama lebih dari 24 jam, sementara 7 pasien (14,9%) lainnya memiliki gejala kurang dari 24 jam. Komplikasi yang tinggi 2 pada apendisitis perforasi dapat dibandingkan dengan apendisitis non perforasi dan tidak ditemukan pasien yang mengalami2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan penanganan apendisitis akut dapat mengakibatkan timbulnya komplikasi.Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pasien maupun dari tenaga medis.Faktor yang berasal dari pasien meliputi pengetahuan & mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.Sedangkan faktor keterlambatan penanganan yang berasal dari tenaga medis adalah kesalahan diagnosis, keterlambatan merujuk ke rumah sakit, dan penundaan tindakan bedah. Penundaan pada pengobatan apendisitis dapat menyebabkan peningkatan resiko perforasi 60-80% sehingga bakteri dapat meningkat sehingga menyebabkan sepsis dan kematian2. Hal yang menyebabkan sulitnya membuat diagnosis yang tepat pada masa awal penyakitadalah karena gejala awal apendisitis pada waktu awal tidak spesifik. Selain itu, upaya mencari diagnosis yang tepat dan rasa keinginan menghindari apendisitis dapat menyebabkan penundaan operasi dan meningkatkan kemungkinan perforasi dan morbiditas. Keterlambatan diagnosis apendisitis lebih banyak terjadi pada pasien yang datang dengan keluhan sedikit nyeri pada kuadran kanan bawah, kurangnya pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan pasien yang menerima analgesia narkotik. Diagnostik alat bantuyang dapat mengurangi apendisektomi negatif dan perforasi adalah laparoskopi, sistem penilaian, ultrasonografi dan computed tomography3. 3 Kasus apendisitis ditandai dengan adanya perasaan tidak nyaman pada daerah periumbilikus, diikuti dengan anoreksia, mual dan muntah yang disertai dengan nyeri tekan kuadran kanan bawah juga rasa pegal dalam atau nyeri pada kuadran kanan bawah. Demam dan lekositosis juga dapat terjadi pada awal penyakit. Apendisitis mungkin tidak menunjukkan gejala pada usia lanjut dan tidak adanya nyeri pada kuadran kanan bawah. Saat ini telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negative, salah satunya adalah dengan skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat, dan kurang invasive. Alfredo Alvarado membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium2. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan temuan pre-operasi dan digunakan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Sistem skor ini menggunakan tanda dan gejala yang meliputi migrasi nyeri, anoreksia, mual, muntah, nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, suuhu badan lebih dari 37,2 C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah dan lekositosis memiliki nilai 2 dan enam lainnya masing-masing memiliki nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 103. Apendisitis adalah kondisi umum yang mendesak pada bagian bedah, yang dapat ditandai dengan adanya perforasi. Perforasi didefinisikan sebagai sebuah lubang pada apendiks atau fekalit di abdomen. Sebuah penelitian menggunakan metode retrospektif meneliti 2 macam antibiotik yang berbeda pada perforasi apendisitis untuk mengetahui tingkat abses pada apendisitis perforasi dan tanpa perforasi serta untuk menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan resiko pembentukan abses pada appendicitis tanpa perforasi. Sebelumnya tingkat kejadian abses pada appendicitis perforasi meningkat dari 14% menjadi 18 %, namun setelah diterapkan angka kejadian menurun dari 1,7% menjadi 0,8%4.Secara umum, perforasi terjadi 24 jam setelah rasa nyeri. Gejala meliputi demamdengan suhu 37,7C atau lebih tinggi lagi, penampilan toksik, nyeri dan nyeri tekan abdomen yang berkelanjutan4.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ApendiksApendiks merupakan organ berbentuk tabung, dengan panjang sekitar kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), lebar 0,3-0,7cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Apendiks merupakan tonjolan kecil mirip jari didasar sekum atau berbentuk kantung buntu dibawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum6. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus2. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene

Gambar 2.1. Anatomy of the appendixAppendiks merupakan bagian dari organ sistem pencernaan tubuh manusia yang tidak memiliki fungsi yang jelas. Namun appendiks memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme intestinal.Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh2.

2.2. Apendisitis2.2.1. Defenisi ApendisitisApendisitis merupakan suatu reaksi inflamasi akut dan infeksi dari apendiks vermiform1. Definisi lain Apendisitis merupakanperadangan pada appendiks, sebuah kantung buntu yang berhubungan denganbagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumenappendiks. Apendisitis merupakan salah satu dari penyebab utama nyeri abdomen (abdominal pain) dan merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan pembedahan segera khususnya pada anak-anak. Apendisitis dapat terjadi disebabkan oleh proses infeksi, proses inflamasi ataupun merupakan suatu proses inflamasi kronik yang dapat mengarahkan menuju tindakan apendektomi6.2.2.2. Staging ApendisitisStaging dari apendisitis dapat dibagi menjadi 8 tahap, yaitu:2,61. Early Stage AppendicitisObstruksi pada lumen apendiks menyebabkan terjadinya edema mukosa, ulserasi mukosa, diapedesis bakteri, distensi apendiks dan mengarah menuju terjadinya akumulasi dan peningkakan tekanan intraluminal. Serabut saraf aferen viseral terstimulasi dan pasien akan merasakan nyeri periumbilikal dan nyeri epigastrik yang ringan, berlangsung selama 4-6 jam.2. Suppurative AppendicitisPeningkatan tekanan intraluminal pada akhirnya akan melebihi tekanan perfusi kapiler, berkaitan dengan obstruksi limfatik dan drainase vena dan menyebabkan invasi bakteri serta cairan-cairan inflamasi pada dinding apendiks. Masuknya bakteri menyebabkan acute suppurative appendicitis. Ketika bagian appendiks yang terinflamasi kontak dengan parietal peritonium, pasien akan mengalami tanda nyeri klasik, yaitu berpindahnya rasa nyeri dari periumbilikal ke bagian kanan bawah abdomen (right lower abdominal quadrant (RLQ)) yang berkepanjangan dan terasa semakin nyeri.

3. Gangrenous AppendicitisVena intramural dan trombosis arteri terjadi, berakibat pada terjadinya gangren apendisitis.4. Perforated AppendicitisIskemik jaringan apendiks yang terus menerus berakibat pada keadaan infark dan perforasi, baik perforasi lokal ataupun general.5. Phlegmonous AppendicitisLapisan apendiks yang meradang atau perforasi dapat berdinding omentum yang besar, mengakibatkan radang usus apendiks phlegmonous atau abses fokal. 6. Spontaneously Resolving AppendicitisJika obstruksi lumen apendiks teratasi, apendisitis akut juga akan hilang secara spontan. Hal ini terjadi saat hiperplasia limfatik atau fekalit terbuang keluar dari lumen.7. Recurrent AppendicitisInsidensnya sekitar 10%. Didiagnosa saat pasien mengalami nyeri RLQ pada beberapa waktu yang berbeda setelah pada pasien pernah dilakukan apendektomi.8. Chronic AppendicitisKronik apendisitis memiliki insidens 1% dan didefinisikan dengan keadaan:a. Pasien dengan riwayat nyeri RLQ setidaknya 3 minggu tanpa diagnosis alternatif lain,b. Setelah dilakukannya apendektomi pasien mengalami tanda dan gejala yang benar-benar hilangc. Secara histopatologi, dibuktikan dengan gejala inflamasi aktif yang kronik dari dinding apendiks atau fibrosis dari dinding apendiks2,6.

2.3. Apendisitis Perforasi Apendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Apendisitis perforasi merupakan salah satu komplikasi dari apendisitis akut8.

2.3.1. Etiologi Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi membrane mukosa apendiks dapat terjadi karena hiperplasia limfoid, fekalit, atau benda asing8.2.3.2. Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi Apendisitis PerforasiObstruksi lumen menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan serta sekresi lendir terus. Hal ini menyebabkan distensi lumen, dan tekanan meningkat intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi limfatik dan vena. Dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan edema, terjadi respon inflamasi akut. Appendiks menjadi lebih edematous dan iskemik. Nekrosis dinding appendiks terjadi bersama dengan translokasi bakteri melalui dinding iskemik. Hal ini disebut apendisitis gangren7. Tanpa intervensi, appendisitis ganggren akan perforasi sehingga isi dari appendiks masuk ke dalam rongga peritoneum. Jika hal ini berlangsung secara perlahan, appendiks yang mengalami respon inflamasi dan omentum dapat menyebabkan peritonitis lokal dan abses. Namun jika tubuh tidak merespon secara walling off, pasien dapat menjadi diffuse peritonitis9.2.3.2. Gejala Klinis Gejala klasik apendisitis perforasi ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat2.Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa tidak nyaman yang menetap dan progresif di bagian tengah abdomen, di daerah epigastrium di sekitar umbilikalis. Hal ini disebabkan oleh obstruksi dan distensi apendiks yang merangsang saraf otonom aferen viseral dan membuat nyeri alih pada daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 T10). Apendisitis diikuti dengan anoreksia dan juga demam ringan (37,5C) Peningkatan jumlah leukosit 10 x 109/L Neutrofilia dari 75% Skor1 1 1 2 1 1 2 1

Total10

Pasien dengan skor awal 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.

2.3.3. Pemeriksaan Penunjang8 Pemeriksaan Laboratorium- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis perforasi terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%. - Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

Abdominal X-RayDigunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. Radiografi abdomen dapat menunjukkan fekalith, ileus lokal, atau kehilangan peritoneal yang stripe lemak. USGBila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya CT-ScanDapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. LaparoscopiYaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.

2.3.4. Diagnosa BandingBanyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya8:a. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan appendicitis akut. b. Kolesistitis dapat terjadi dalam waktu yang cukup cepat. Gejala yang paling umum terjadi adalah rasa sakit perut bagian atas. Rasa sakit yang cenderung lebih buruk, pada bagian bawah tulang rusuk sisi kanan. Gejala kolesistitis juga dapat ditemukan dengan adanya mual dan muntah serta naiknya suhu tubuh tau demam. c. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut. d. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. e. Gangguan alat reproduksi perempuan (tuboovarian abscess), kista ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jamf. Appendiceal crohn's disease Manifestasi berupa nyeri RLQ, leukositosis sering dikelirukan dengan appendicitis. Terdapat diare dan anorexia. g. Intussusception adalah gejala-gejala sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan pendarahan. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Nyeri perut bersifat serangan setiap 15-30 meni, lamanya, 1-2 menit. Perut berbentuk scaphoid.2.3.5 PenatalaksanaanPenatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi8,12. a. Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Jika appendiks tidak pecah dan non gangrenosa antibiotik bisa dihentikan setelah 24 jam. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik, cefoxitin.b. OperasiBila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).Tindakan yang paling tepat dan terbaik bila diagnosis klinis sudah jelas adalah appendektomi, yang bisa dilakukan secara terbuka maupun dengan laparoskopi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Indikasi untuk appendektomi adalah appendicitis acutam appendicitis infiltrat dalam stadium tenang, appendicitis kronis dan appendicitis perforata.

BAB IIILAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIENNama: TPWJenis Kelamin: PerempuanUmur: 8 hariNo. Rekam Medik: 00.65.68.81Ruangan: RB4 Anak (Perinatologi)Tanggal masuk: 16 Oktober 2015

ANAMNESISKeluhan utama: Perut membesarTelaah : Hal ini dialami pasien sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai muntah kuning, tidak berbau atau bercampur kotoran. Dikatakan pasien baru BAB 2 hari setelah lahir. Setelah itu, pasien belum BAB lagi dan perut membesar. Pasien muntah setelah diberi minum. RPT : -RPO: -

STATUS PRESENSSensorium: Tekanan darah: 110/70 mmHgNadi: 96 bpmPernafasan: 22 rpmSuhu: 37,6 C

PEMERIKSAAN FISIKKepalaMata: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)Telinga/ hidung/ mulut: dalam batas normal

Leher: TVJ R-2 cm H2O

ToraksInspeksi: simetris fusiformisPalpasi: stem fremitus kanan = kiri, kesan normalPerkusi: sonor pada kedua lapangan paruAuskultasi: suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)

AbdomenInspeksi: simetris, distensi (+)Auskultasi: peristaltic(+)Palpasi: soepelPerkusi:hipertimpani

Ekstremitas: dalam batas normal

DREPerianal : normalSpfingter: ketatMukosa: licin, nyemprot(+)Ampulla: kolapsNyeri: nyeri tekan (+) di seluruh arah jarum jam Sarung tangan: feses dijumpai, darah tidak dijumpai

PEMERIKSAAN PENUNJANG18 Oktober 2015 (IGD)JENIS PEMERIKSAANSATUANHASILRUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap (CBC)

Hemoglobin (HBG)g%12.6012,0-14.4

Eritrosit (RBC)105/mm34.754.75 4.85

Leukosit (WBC)103/mm314.264.5 11.0

Hematokrit%35.4036 42

Trombosit (PLT)103/mm197150 450

MCVFl77,8075 87

MCHPg27.7025 31

MCHCg%34.6033 35

RDW%12.211.6 14.8

MPVFl9.17.0 10.2

PCT%0.17

PDWfL9,6

Hitung jenis

Neutrofil%85,9037 80

Limfosit%7,4020 40

Monosit%6.702 8

Eosinofil%0.001 6

Basofil%0.400 1

Neutrofil Absolut103/l9,512.7 6.5

Limfosit Absolut103/l0,821.5 3.7

Monosit Absolut103/l0.690.2-0.4

Eosinofil Absolut103/l0.000 0,10

Basofil Absolut103/l0.050 0,1

HATI

Albumin

g/dL4.93.8 5.4

GINJAL

Ureummg/ dL17.1