Apotek Nur Azizah 3351121538

177
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA 381 BANDUNG Anali sis Rasionalisasi\ Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani NUR AZIZAH, S.Farm 3351121538

Transcript of Apotek Nur Azizah 3351121538

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERAPOTEK KIMIA FARMA 381 BANDUNGAnalisis Rasionalisasi\

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Apoteker Fakultas FarmasiUniversitas Jenderal Achmad Yani

NUR AZIZAH, S.Farm3351121538

PROGRAM PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANICIMAHI2014

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERKIMIA FARMA 381 BANDUNG

Cimahi, Oktober 2013

Oleh NUR AZIZAHNIM : 3351121538

Disetujui Oleh :

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Praktek Kerja Lapangan di Apotek Kimia Farma 381 bandung dapat diselesaikan, periode bulan oktober-2013, hingga penulisan laporan kegiatan berjalan dengan lancar. Tujuan dari penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah untuk memenuhi persyaratan melaksanakan sidang profesi, Jurusan Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini juga dilaksanakan dengan tujuan untuk memberi bekal bagi calon Apoteker agar nantinya dapat mengelola Apotek dan untuk mendidik serta melatih calon apoteker agar lebih kompeten di dunia kerja.Sepenuhnya disadari bahwa keberhasilan dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma 381 bandung ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Bambang Sutjiatmo, selaku Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani.2. Prof. DR. Afifah B. Sutjiatmo, MS., Apt, selaku Plh. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.3. Drs. I Made Pasek Narendra, MM., Apt, selaku ketua program studi Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.4. Titta Hartyana, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing Praktek Kerja Propesi Apoteker Universitas Jenderal Achmad Yani.5. Herry Setyanto, Drs., Apt., selaku pembimbing Apotek Kimia Farma 381 Bandung.6. Resli Kumala Pertiwi, S.si., Apt., selaku Apoteker Pengelola Aptek di Apotek Kimia Farma 381 Bandung .7. Novi Widiyanti, S.farm., Apt., selaku Apoteker pendamping di Apotek Kimia Farma 381 Bandung 8. Seluruh staf Apotek Kimia Farma 381 Bandung yang sangat membantu serta memberikan bimbingan selama pelaksanaan praktek kerja profesi. 9. Segenap staf pengajar dan karyawan Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.10. Kedua orang tua dan keluarga besar, yang selalu memberikan doa, kasih sayang serta dorongan semangat yang tak terhingga11. Rekan profesi apoteker angkatan XV untuk solidaritas dan kebersamaannya.

Semoga atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, mendapat balasan dari Allah SWT.

Di sadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Besar harapan semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengabdian di masa mendatang dan memberikan manfaat sebesar besarnya bagi para pembaca pada umumnya.

Bandung, Februari 2014

Penulis

i

ii

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiiDAFTAR LAMPIRANvBAB IPENDAHULUAN1. Latar Belakang 11. Tujuan21. Waktu Pelaksanaan3

BAB II TINJAUAN UMUM1. Pengertian Apotek 4 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi91. Tenaga Kefarmasian121. Apoteker Pengelola Apotek151. Peran dan Fungsi Apoteker di Apotek151. Pengelolaan Apotek181. Pengelolaan prekursor, narkotika dan psikotropika dan obat wajib apotek231. Pengelolaan Resep 34BAB IIITINJAUAN KHUSUS1. Tinjauan Khusus PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 381. Tinjauan Khusus Apotek Kimia Farma 381 Bandung44BAB IVTUGAS KHUSUS (Cash Flow)1. Latar Belakang 721. Tujuan731. Tinjauan Pustaka731. Pembahasan761. Kesimpulan77BAB V PEMBAHASAN...........................................................................................78BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan821. Saran83 DAFTAR PUSTA..84

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman1. ALUR PERIZINAN APOTEK861. DENAH APOTEK KIMIA FARMA 381871. STRUKTUR ORGANISASI APOTEK KIMIA FARMA 38891. FORMAT BPBA901. ALUR PENGADAAN911. SURAT PESANAN NARKOTIKA921. SURAT PESANAN PSIKOTROPIKA931. SKRINING RESEP941. KARTU BARANG PERACIKAN951. KWITANSI961. SALINAN RESEP971. ETIKET DAN LABEL981. FORM 1a991. FORM 1b1001. FORMULIR PERMINTAAN OBAT UPDS1011. BAGAN ALUR PELAYANAN RESEP TUNAI1021. BAGAN ALUR PELAYANAN RESEP KREDIT1031. FORMAT LAPORAN IKHTISAR PENJUALAN HARIAN104

DAFTAR TABEL

Tabel HalamanIV.1 Anggaran Cash Flow di Apotek Kimia Farma 381 Bandung 105

DAFTAR GAMBAR

Gambar HalamanII.1. Alur perizinan apotek..86III.2. Denah apotek87III.3. Struktur organisasi89III.4. Format BPBA90III.5. Alur pengadaan91III.6Surat pesanan narkotika92III.7Surat pesanan psikotropika93III.8Blanko krining resep94III.9Blanko kartu barang peracikan95III.10Blanko kwitansi96III.11Blanko salinan resep97III.12Blanko etiket dan label98III.13Blanko form 1a99III.14Blanko form 1b100III.15Formulir permintaan obat UPDS101III.16Alur pelayanan resep tunai102III.17 Alur pelayanan resep kredit103III.18 Format laporan ikhtisar penjualan harian104

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangApotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 menjelaskan bahwa Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayananan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.(1)

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Hal ini sangat berbeda dengan keadaan masa lalu dimana apoteker hanya terfokus pada penyiapan dan penyaluran obat kepada pasien selaku pengguna jasa apotek. Kini, apoteker diharapkan ikut berperan secara aktif dalam perancangan, persiapan danpemantauan terapi obat untuk pasien.

Selain menjalankan fungsi pelayanan kefarmasian, Apotek juga memiliki fungsi ekonomi yaitu menjadi tempat berlangsungnya manajemen kegiatan bisnis yang profesional dan bertujuan untuk mencari keuntungan. Dalam manajemen Apotek, fungsi pelayanan dan bisnis harus dilaksanakan seimbang dan integral sesuai dengan tujuan pendirian Apotek. Apoteker selaku penanggung jawab suatu Apotek, mempunyai peran besardalam hal pengawasan pengelolaan obat, pelayanan, peningkatan mutu Apotek, dan jaminan keefektifan dan keamanan obat yang diberikan kepada pasien. Seorang calon apoteker tidak cukup hanya belajar teori saja, tetapi perlu juga mengetahui dan memahami secara langsung tentang pelayanan dan pengelolaan obat di Apotek yang sesungguhnya melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker(PKPA). Menyadari pentingnya hal tersebut, maka Program Studi Profesi ApotekerFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jendral Ahmad Yani bekerja sama dengan Kimia Farma Apotek bandung dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yang dilaksanakan pada bulan oktober 2013.

Dengan melaksanakan PKPA ini, diharapkan calon apotekermampu memahami dan menerapkan ilmu yang diperolehnya dalam dunia kerja nanti.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan di ApotekKimia Farma 381 kopo bandung, bertujuan untuk :1. Mengetahui dan memahami tugas, fungsi, posisi, peran dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam pengelolaan dan pelayanan kefarmasian di Apotek.2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan,dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek.3. Mempelajari dan mengamati secara langsung struktur organisasi, strategi dan kegiatan-kegiatanrutin yangdapat dilakukandalam rangka pengembangan, dan pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma, khususnya yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 381 kopo, bandung.4. Meningkatkan kompetensi apoteker di apotek dengan komunikasi yang efektif terhadap pasien agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepadapasien yang berkaitan dengan obat dan informasi obat.

1.3 Waktu PelaksanaanPraktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama bulan Oktober 2013 di Apotek Kimia Farma 381 Jl. Kopo Cirangrang No. 638 Bandung.

.

78

1

BAB IITINJAUAN UMUM APOTEK

2.1Apotek2.1.1 Pengertian Apotek(1)Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pengertian apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pegendalian mutu sediaan farmasi pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

Membahas tentang apotek, maka tidak lepas kaitannya dengan obat. Obat merupakan salah satu unsur yang penting dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pengertian obat adalah bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

2.1.2 Landasan Hukum ApotekApotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang di atur dalam :i) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.ii) Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotikaiii) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Psikotropikaiv) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tenteang Pekerjaan Kefarmasian.v) Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 mengenai Apotek. vi) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/Menkes/ Per/V/2011 tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasianvii) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/ Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. viii) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. ix) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993.

2.1.3Tugas dan Fungsi Apotek(1)Tugas dan fungsi apotek menurut PP No. 51 tahun 2009, yaitu :i) Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.ii) Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasianiii) Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetikaiv) Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

2.1.4 Persyaratan, Perizinan dan Pencabutan ApotekPersyaratan apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, yaitu :i) Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.ii) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.iii) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.(3)

Izin mendirikan apotek semula diberikan oleh Menkes berdasarkan Permenkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993. Namun dengan adanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, setiap kabupaten dan kotamadya mempunyai peraturan daerah masing-masing dalam pelaksanaan perizinan apotek, dimana perizinan apotek tidak lagi diberikan oleh Menkes melainkan oleh bupati atau walikota.

Menurut KepMenKes No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 4 tentang pelimpahan wewenang pemberian izin apotek adalah sebagai berikut :i) Izin apotek diberikan oleh Menteri.ii) Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota.iii) Kepala Dinkes Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pembeian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Dinkes Propinsi.

Ketentuan dan Tata Cara tentang pemberian izin apotek Menurut KepMenKes No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 adalah :i) Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.ii) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.iii) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.iv) Apabila pemeriksaan tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.v) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan setempat atau pernyataan apoteker, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek.vi) Apabila hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM menyatakan bahwa apotek tersebut masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan.(3)vii) Terhadap Surat Penundaan tersebut, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi, selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat Penundaan.viii) Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana tersebut wajib didasarkan pada perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana.ix) Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat yang dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.(6)x) Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dan lokasi yang tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.(3)Alur perizinan pendirian apotek terdapat pada Lampiran 1, Gambar II.1.Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.2401/A/SK/X/1990, perubahan surat izin apotek dilakukan bila terjadi minimal salah satu diantara hal-hal berikut:i) Terjadi penggantian nama apotek.ii) Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan untuk alamat apotek tanpa pemindahan lokasi apotek.iii) SIA hilang atau rusak.iv) Terjadi penggantian APA.v) Terjadi pergantian Pemilik Sarana Apotek (PSA).vi) Surat ijin kerja APA dicabut bila APA bukan sebagai PSA.vii) Terjadi pemindahan lokasi apotek.viii) APA meninggal dunia.(7)Berdasarkan Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 disebutkan tentang pencabutan surat izin apotek. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apabila :0. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai seorang APA,0. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pekerjaan kefarmasiannya,0. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus,0. Terjadi pelanggaran terhadap undang-undang kesehatan, obat keras, psikotropika, narkotika dan ketentuan perundang undangan lainnya.0. Surat izin Apoteker Pengelolya Apotek di cabut,0. Pemilik Sarana Apotek (PSA) terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat, dan0. Apotek tidak lagi memenuhi peersyaratan sebagai apotek.(3) Pelaksanaan pencabutan Surat Izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2-6 bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan di apotek.

2.1.5 Sarana dan PrasaranaApotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali dan mudah di akses oleh anggota masyarkat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada temapat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Selain itu, lingkungan sekitar apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga serta apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama pada lemari pendingin.Bangunan apotek adalah gedung atau bagian gedung yang dipergunakan untuk mengelola apotek. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut :1. Bangunan apotek sekurang kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang racik dan penyerahan, ruang administrasi dan apoteker, serta toilet.2. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.3. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sistem sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.4. Ruang apotek harus mempunyai penerangan yang cukup, sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek dengan baik.5. Apotek harus memasang papan nama pada bagian depan apotek. Pada papan nama tercantum nama apotek, nama APA, no. surat izin apotek, alamat, no. telepon apotek.

2.2 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbelakan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi :i) Perencanaan Adalah salah satu fungsi yang bertujuan untuk menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di apotek. Dalam membuat perencanaan, pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatian :a. Pola penyakit,b. Kemampuan masyarakat,c. Budaya masyarakat.ii) PengadaanMerupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui :a. Pembelian,b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi,c. Sumbangan/droping/hibah.Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan, maka pengadaan sediaan farmasi harus dilakukan melalui jalur resmi.Beberapa sistem pengendalian barang yang sering digunakan adalah sebagai berikut:a. Metode Pareto, metode ini menekankan pada persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi atau mahal. Dalam persediaan terdiri dari berbagai jenis obat yang mempunyai nilai penggunaan yang berbeda-beda.

Tabel 2.1 Analisis Pareto ABCKelompokJumlah ItemJumlah Nilai

ABC20%30%50%80%15%5%

Jumlah100%100%

b. Fixed Order Period System (Sistem Waktu Pesanan Tetap), dengan memesan pada waktu-waktu tertentu. Jumlah yang dipesan tidak boleh melebihi suatu batas maksimum yang ditentukan.

c. Safety Stock (Persediaan Pengaman), yaitu persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out) yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai digudang penyimpanan (lead time yang lebih lama), dengan menentukan atau menghitung besarnya persediaan pengaman yang dibutuhkan. Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat dipakai cara yg relatif lebih teliti yaitu dengan metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu (misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.Rumus Safety Stock: = (Pemakaian Maksimum-Pemakaian Rata2) x Lead time .(8)iii) Penyimpanan Adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak fisik obat.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out) dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis yang jelas pada wadah baru, wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

iv) AdministrasiDalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi :a. Administrasi UmumPencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.b. Administrasi PelayananPengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring pengunaan obat.

2.3 Tenaga Kefarmasian Peraturan Pemerintah No.51 tentang Tenaga Kefarmasian mendefinisikan setiap Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.(1)

Orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. menurut Permenkes RI No.1332 Tahun 2002, tenaga kesehatan di apotek terdiri dari apoteker pengelola apotek (APA), apoteker pendamping dan asisten apoteker (AA). Sebuah apotek harus memiliki seorang APA yang dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang Asisten Apoteker. Jika APA berstatus sebagai pegawai negeri atau ABRI, maka harus ada apoteker pendamping atau AA kepala.(5)

Dalam menjalankan profesinya, Apoteker wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Apoteker yang telah diregistrasi akan diberikan STRA sebagai bukti tertulis yang dikeluarkan oleh menteri, pemberiannya didelegasikan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) yang berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun apabila memenuhi persyaratan. Sedangkan untuk tenaga teknis kefarmasian yang telah diregistrasi diberikan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian. Persyaratan untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan:i) Memiliki ijazah apoteker;ii) Memiliki sertifikat kompetensi profesi;iii) Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker;iv) Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek; danv) Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.(9)Selain STRA, APA atau Apoteker pendamping yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasiaan di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit wajib memiliki surat izin yang dikenal dengan SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker). Sedangkan apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di bidang produksi atau distribusi / penyaluran wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA).(9)SIPA atau SIKA dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan dengan melampirkan:i) Fotokopi STRA yang sudah dilegalisir;ii) Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;iii) Surat rekomendasi dari organisasi profesi; daniv) Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar.(9)Menurut Permenkes RI No.1332 Tahun 2002 apabila APA berhalangan tugas, maka APA dapat menunjuk apoteker pendamping dan bila APA dan apoteker pendamping tidak berada di tempat selam lebih dari tiga bulan terus menerus, maka dapat digantikan oleh apoteker pengganti. Penggantian tersebut harus dilaporkan ke Dinkes Kota dengan tembusan ke Balai POM setempat.i) Apoteker Pengelola Apotek (APA)Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.ii) Apoteker PendampingApoteker pendamping menurut Permenkes RI No. 1332 Tahun 2002 adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Apoteker pendamping juga harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan untuk APA.iii) Apoteker PenggantiApoteker pengganti menurut Permenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 adalah apoteker yang bertugas menggantikan APA selama APA tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan terus menerus, telah mempunyai surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.iv) Asisten Apoteker Menurut Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan TenagaMenengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Asisten apoteker menurut Permenkes RI No. 1332 Tahun 2002 adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : i) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian; ii) SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;iii) SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau iv) SRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

2.4 Apoteker Pengelola Apotek2.4.1 Persyaratan Apoteker Pengelola ApotekApoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.

Suatu Apotek dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Untuk menjadi APA, seorang apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan,1. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai apoteker,1. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan,1. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker,1. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

2.5Peran dan Fungsi Apoteker di apotekBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009, tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan menurut Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002, Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah di beri Surat Izin Apoteker (SIA), yaitu surat izin yang telah diberikan Departemen Kesehatan kepada Apoteker atau Apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat tertentu.(1)Apoteker di apotek memiliki dua fungsi utama, khususnya yang berkaitan langsung dengan pasien, yaitu:i) Sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan keilmuannya tentang pekerjaan kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat, bahan obat, dan obat tradisional.ii) Sebagai manajer di apotek yang harus dapat mengelola apotek dengan baik, yaitu keahlian menjalankan prinsip-prinsip manajemen.2.5.1 Peranan Apoteker di ApotekPeran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang semula dikenal dengan Seven Stars of Pharmacist sekarang menjadi Eight Stars of Pharmacist karena ditambah satu fungsi lagi yaitu sebagai reasearcher, antara lain meliputi:1. Leader : Farmasis harus memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, memiliki keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.1. Decision maker : Farmasis harus dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengefisiensikan dan mengefektifan sumber daya yang ada di apotek.1. Communicator : Farmasis harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik, baik komunikasi lisan maupun tulisan.1. Care giver : Farmasis harus dapat memberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, Apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.1. Manager: Farmasis harus memiliki kemampuan manajerial dalam mengelola sumber daya yang tersedia. 1. Teacher : Farmasis harus bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan apotek.1. Life Long Learner : Farmasis harus senantiasa mengembangkan sikap mencari ilmu sepanjang hayat, belajar terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, serta mengikuti perkembangan ilmu kefarmasian.1. Researcher : Farmasis harus senantiasa berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu kefarmasian.

2.5.2 Fungsi Apoteker di ApotekApotek merupakan tempat bagi apoteker dalam melaksanakan pengabdian profesi berdasarkan keilmuan, tanggung jawab dan etika profesi. Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Fungsi apoteker sebagai pemimpin atau manajer yang harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen, yang meliputi kepemimpinan (leading), perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).1. Kepemimpinan (leading) merupakan kemampuan untuk mengarahkan orang lain. Untuk bekerja dengan rela sesuai dengan apa yang diinginkannya dalam mencapai tujuan tertentu. Kualitas kepemimpinan seorang pemimpin ditentukan oleh adanya sasaran dan program yang jelas, bekerja sistematis dan efektif, komunikasi secara efektif, kepekaan terhadap hubungan antar manusia, dapat membentuk tim dengan kinerja tinggi, dan dapat mengerjakan tugas-tugas dengan efektif dan efisien. Menjadi seorang pemimpin di apotek maka Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam bidang pembukuan, administrasi, personlia, perpajakan dan lain-lain.1. Perencanaan (planning) adalah merupakan suatu tindakan untuk menentukan sasaran dan membuat program kerja yang akan dilakukan. Rencana mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya, misalnya berupa perencanaan fisik maupun perencanaan biaya.1. Pengorganisasian (organizing) merupakan tindakan yang bersifat mengatur dan mengarahkan anggota atau bawahan yang ada untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan bersama-sama. Kemampuan mengorganisasi meliputi: penentuan tugas masing-masing, pembagian aktivitas yang sama dan seimbang kepada setiap anggota, pemilihan orang-orang disesuaikan dengan pendidikan, sifat-sifat serta pengalamannya, pemberian wewenang dan pemberian tanggung jawab dan pengkoordinasian macam- macam aktivitas.1. Pelaksanaan (actuating) merupakan kemampuan menggerakan bawahan agar mereka bekerja dengan sukarela, senang hati dan tidak dipaksakan sehingga diperlukan seorang pemimpin yang akan menyelaraskan tugas dari setiap staf dengan tujuan yang hendak akan dicapai.1. Pengawasan (controlling) merupakan kemampuan pengawasan apakah semuanya sudah berjalan memuaskan ke arah tercapainya tujuan dengan dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Tujuan kegiatan pengawasan yaitu untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari sasaran yang telah ditetapkan serta menganalisis sebab-sebab penyimpangan dan memperbaikinya apabila penyimpangan tersebut telah terjadi.

2.6Pengelolaan Apotek oleh ApotekerPengelolaan Apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang APA dalam rangka tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian. Pengelolaan apotek menurut Permenkes No. 922 Tahun 1993, meliputi :i) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.ii) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi.iii) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.Pengelolaan apotek berdasarkan Permenkes No. 26/Menkes/Per/I/1981, meliputi :1. Bidang pelayanan kefarmasian2. Bidang material3. Bidang administrasi dan keuanganiv) Bidang ketenagaanv) Bidang lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.

2.6.1 Bidang Pelayanan KefarmasianUntuk menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di apotek sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1027/ Menkes/SK/IX/2004.

Apotek wajib melayani resep-resep dari dokter, dokter gigi, dokter hewan yang sepenuhnya merupakan tanggung jawab APA. Dalam melayani resep, Apoteker harus melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apabila menemukan kekeliruan atau ketidakjelasan dalam resep, maka Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep.

Selain melakukan pelayanan obat melalui resep dokter, apotek juga dapat menjual obat tanpa resep. Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat-obat yang termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) yang ditetapkan Menteri Kesehatan.

Penjualan obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep, dapat dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti.

Berikut ini adalah standar pelayanan kefarmasian di Apotek sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia :i) Pelayanan Resepa. Skrining ResepApoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis lainnya. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan jmemberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.b. Penyiapan ObatPenyiapan obat meliputi peracikan, penulisan etiket, penyiapan kemasan obat, penyerahan obat, pemberian informasi obat, konseling, dan memonitor penggunaan obat.Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar, sehingga jelas dan dapat dibaca. Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

ii) Promosi dan EdukasiDalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.

iii) Pelayanan Residensial (Home Care)Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan efarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.6.2 Bidang MaterialPengelolaan bidang material meliputi perbekalan farmasi, bangunan dan perlengkapan. Dalam hal perbekalan farmasi, apotek harus menyediakan obat-obatan yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya. Untuk itu, apotek memperoleh obat dan perbekalan farmasi harus bersumber dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi atau apotek atau sarana distribusi resmi lainnya.

Untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap baik selama disimpan di apotek, perlu diperhatikan cara menyimpan yang baik seperti tertera pada kemasan dari setiap item perbekalan farmasi, misalnya harus pada tempat yang aman, tidak terkena sinar matahari langsung, bersih dan disusun secara sistematis. Setiap item barang diberi kartu stok untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran barang.

2.6.3 Bidang Administrasi dan KeuanganPengelolaan administrasi di apotek mencakup administrasi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran, peracikan, penyerahan dan pemusahan perbekalan farmasi. Apotek juga diwajibkan untuk melaporkan penggunaan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.

Pengelolaan administrasi keuangan meliputi administrasi pembelian, penjualan, pembukuan keuangan. Pengelolaan keuangan ini memerlukan perencanaan dan penanganan yang baik dan cermat seingga penggunaan dana dapat berjalan secara efektif dan efisien.

2.6.4 Bidang Pelayanan Informasi ObatMenurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotek menyebutkan Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

Pengelolaan bidang pelayanan informasi menurut Permenkes RI No. 922 Tahun 1993, meliputi :i) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.ii) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.iii) Dalam Kepmenkes No. 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotik, dinyatakan bahwa apoteker dapat menyerahkan obat keras tanpa resep dokter kepada pasien di apotek. Hal ini menyebabkan perlunya peran apoteker di apotek dalam pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi. Pemberian informasi obat kepada masyarakat juga dapat dilakukan melalui brosur, poster dan artikel-artikel dalam surat kabar atau majalah.

2.7 Pengelolaan Prekursor, Narkotika, Psikotropika dan Obat Wajib Apotek

2.7.1 PrekursorMenurut UU No.44 tahun 2010, perkusor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Dan menurut Peraturan Kepala BPOM No.40 tahun 2013, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium permanganat.(10,11)

Pengaturan Prekursor dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi segala kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan Prekursor untuk keperluan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkusor digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu:i) Perkusor Tabel I, yaitu Acetic Anhydride; N-Acetylanthranilic Acid; Ephedrine; Ergometrine; Ergotamine; Isosafrole; Lysergic Acid; 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone; Norephedrine; 1-Phenyl-2-Propanone; Piperonal; Potassium Permanganat; Pseudoephedrine; Safrole.ii) Perkusor Tabel II, yaitu Acetone; Anthranilic Acid; Ethyl Ether; Hydrochloric Acid; Methyl Ethyl Ketone; Phenylacetic Acid; Piperidine; Sulphuric Acid; Toluene.(10)

Pengelolaan Prekursor meliputi kegiatan:i) Pengadaan PrekursorPengadaan Prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan impor. Prekursor hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.(10) a. Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus berdasarkan Surat Pesanan (SP). SP harus: 1. Asli dan dibuat tindasan sebagai arsip;2. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/Apoteker Pendamping dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor SIPA, nomor dan tanggal SP, dan kejelasan identitas pemesan (antara lain nama dan alamat jelas, nomor telepon/faksimili, nomor ijin, dan stempel); 3. Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/Pedagang Besar Farmasi (PBF) tujuan pemesanan; Pemesanan antar apotek diperbolehkan dalam keadaan mendesak misalnya pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan jumlah obat yang diresepkan; 4. Mencantumkan nama obat mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan; 5. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain yang dapat tertelusur, dan khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf. 6. Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelpon yang berwenang), faksimili, email maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat serah terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sulit transportasi dimana pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli dikirimkan tersendiri. b. Apotek yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Apotek harus membuat SP sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF. c. Apabila SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan tersebut harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas. d. Apabila SP Apotek tidak bisa dilayani, Apotek harus meminta surat penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF. e. Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor Farmasi, harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi: 1. Kebenaran nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;2. Nomor bets dan tanggal daluwarsa;3. Apabila butir pertama dan kedua dan/atau kondisi kemasan termasuk segel dan penandaan rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP, maka obat tersebut harus dikembalikan kepada pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian (Anak Lampiran 2) dan salinan faktur penjualan serta dilengkapi nota kredit dari Industri Farmasi/PBF pengirim. f. Setelah dilakukan pemeriksan, Apoteker Penanggung Jawab atau tenaga teknis kefarmasian wajib menandatangani faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIKTTK dan stempel Apotek.(11)

ii) Penyimpanan PrekursorPrekursor yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 44 tahun 2010 pasal 9 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan prekursor diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Bab IV yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan prekursor. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko masing-masing Apotek.b. Apabila memiliki obat mengandung Prekursor Farmasi yang disimpan tidak dalam wadah asli, maka wadah harus dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen.c. Memisahkan dan menyimpan dengan aman obat mengandung Prekursor Farmasi yang : 1. Rusak;2. Kadaluwarsa;3. Izin edar dibatalkan sebelum dimusnahkan atau dikembalikan kepada Industri Farmasi /PBF. d. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.e. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi.(11) iii) Pemusnahan PrekursorPemusnahan prekursor diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Bab IV yaitu Pemusnahan prekursor dilaksanakan terhadap obat mengandung Prekursor Farmasi yang rusak dan kadaluwarsa; Harus tersedia daftar inventaris Obat Mengandung Prekursor Farmasi yang akan dimusnahkan mencakup nama produsen, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor bets, dan tanggal daluwarsa.

Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan oleh penanggung jawab apotek dan disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai POM dan/atau Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat. Kegiatan ini didokumentasikan dalam Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaku dan saksi, serta berita acara pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus ditandatangani juga oleh saksi dari pihak ketiga.(11) iv) Pelaporan PrekursorApoteker Penanggung Jawab Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan serta mengirimkan laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi. Pelaporan tersebut dikirimkan kepada Badan POM Direktorat Pengawasan Napza dengan tembusan ke Balai Besar/Balai POM. Laporannya yaitu sebagai berikut: a. laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi;b. laporan kehilangan, danc. laporan pemusnahan obat mengandung Prekursor Farmasi. Setiap apotek wajib menyimpan dokumen dan informasi seluruh kegiatan terkait pengelolaan obat mengandung Prekursor Farmasi dengan tertib, akurat dan tertelusur.(11) 2.7.2Pengelolaan NarkotikaMenurut UU No.35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Narkotika digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :i) Narkotika Golongan I, adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu: opium, tanaman ganja, kokain dan heroin.ii) Narkotika Golongan II, adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu: morfin, metadon dan petidina.iii) Narkotika Golongan III, adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu : kodein dan etilmorfina.(12)Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan: i) Pemesanan Narkotika Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana satu surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu jenis narkotika, surat pesanan tersebut harus dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek.ii) Penyimpanan Narkotika Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/V/1978 pasal 5 yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.b. Harus mempunyai kunci ganda yang kuat.c. Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.d. Apabila tempat tersebut berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok dan lantai.(13)Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 dinyatakan bahwa: a. Apotek harus menyimpan narkotika dalam tempat khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MENKES/PER/I/1978 dan harus dikunci dengan baik. b. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.c. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang diberi kuasa.d. Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum.(13)iii) Pelaporan NarkotikaApotek wajib menyusun dan mengirimkan laporan narkotika setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dalam laporan tersebut diuraikan mengenai pembelian / pemasukan dan penjualan / pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung jawabnya dan ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kotamadya / Kabupaten dengan tembusan :

a. Kepala Dinkes Tingkat Provinsi.b. Kepala Balai Besar POM Provinsi.c. Arsip.Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari :a. Laporan pemakaian bahan baku narkotika.b. Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika.c. Laporan khusus penggunaan morfin, petidin dan turunannya.iv) Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika(12)Dalam Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika disebutkan:a. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.b. Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter.c. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh:1. Apotek2. Rumah sakit3. Pusat kesehatan masyarakat4. Balai pengobatan5. Dokterd. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada:1. Rumah sakit2. Pusat kesehatan masyarakat3. Apotek lainnya4. Balai pengobatan5. DokterBeberapa ketentuan lain dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika adalah:a. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya.c. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.v) Pemusnahan Narkotika(13)Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 Pasal 9 disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. Pelaksanaan pemusnahan narkotika di apotek harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat :a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.b. Nama APA.c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.e. Cara pemusnahan.f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.2.7.3 Pengelolaan Psikotropika(14)Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu : i) Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu: LSD (Lisergida), MDMA (Metilendioksi Metamfetamin), Meskalina, Katinona, dan Psilosibina.ii) Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu: Amfetamina, Deksamfetamina, Metamfetamina, Fenmetrazina, Metakualon, dan Sekobarbital.iii) Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu: Amobarbital, Flunitrazepam, Katina, Pentazosina, dan Siklobarbital.iv) Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan untuk terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya yaitu: Allobarbital, Barbital, Alprazolam, Bromazepam, Diazepam, Estazolam, Fenobarbital, Lorazepam, Oksazepam, Oksazolam, dan Triazolam.Kegiatan-kegiatan pengelolaan psikotropika meliputi: i) Pemesanan PsikotropikaObat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap dua dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.

ii) Penyerahan PsikotropikaObat golongan psikotropika diserahkan oleh apotek, hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter, dan kepada pasien sesuai resep dokter.

iii) Pelaporan PsikotropikaApotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Pelaporan psikotropika dilakukan tiga bulan sekali dengan ditandatangani oleh APA dan paling lambat pada tanggal 10 saat pelaporan, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kotamadya / Kabupaten dengan tembusan :a. Kepala Dinas Kesehatan Provinsib. Kepala Balai Besar POM Provinsi.c. Arsip.iv) Pemusnahan PsikotropikaBerdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuat Berita Acara Pemusnahan yang secara umum isinya hampir sama dengan Berita Acara Pemusnahan Narkotika.2.7.4Daftar Obat Wajib ApotekObat yang dapat diberikan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek merupakan obat-obat yang termasuk ke dalam Daftar Obat Wajib Apotek yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.925/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.1 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.924/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2. Ketentuan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.919/MENKES/ Per/X/1993 yang menyebutkan bahwa kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter adalah:i) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.ii) Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.iii) Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.iv) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.v) Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.(15)

2.8 Pengelolaan Resep2.8.1 Definisi Resep dan Penulis Resep(2)Menurut keputusan Menteri Kesehatan No. 5 1027/MENKES/SK/IX/2004, Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menghububungi dokter yang bersangkutan.

i) Yang berhak menulis resep adalah :a. Dokter.b. Dokter gigi, terbatas pengobatan gigi dan mulut.c. Dokter hewan, terbatas pengobatan hewan.

ii) Isi ResepDalam resep harus memuat : a. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, dokter gigi dan dokter hewan.b. Tanggal penulisan resep (inscriptio)c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Namun setiap obat atau komposisi obat (invocatio).d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signature).e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku (subscriptio).f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.g. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.

iii) Kaidah-kaidah penulisan resepKaidah penulisan resep adalah sebagai berikut;a. Sebaiknya untuk suatu obat dalam resep tidak menuliskan gr. Bilamana yang dimaksud adalah gram. Suatu angka di belakang nama obat otomatis berarti gram sedangkan gr adalah granum yang beratnya hanya 65 mg.b. Penggunaan titik desimal untuk dosis obat sebaiknya ditempatkan dengan tepat. Kesalahan penempatan titik desimal dapat menyebabkan dosis/kekuatan menjadi 10 kali dari dosis/kekuatan yang dimaksud.c. Nama obat dituliskan dengan jelas. Penulisan nama obat tidak jelas dapat menyebabkan obat keliru diberikan kepada penderita.d. Menuliskan dengan jelas kekuatan serta jumlah obat dalam resep.e. Sebaiknya berhati-hati bila memberikan beberapa obat secara bersamaan berupa :1. Beberapa bahan obat yang dicampurkan dalam satu resep racikan.2. Beberapa bentuk sediaan yang diberikan dalam beberapa resep dalam satu kertas resep, dimana setiap sediaan itu oleh penderita harus diminum pada waktu bersamaan.f. Dosis tiap obat yang diberikan seharusnya diperhitungkan dengan tepat serta diperhitungkan juga semua faktor individual pasien, terutama umur dan berat badannya.g. Mengetahui lebih dahulu kondisi pasien secara akurat (patofisiologi) sebelum menentukan pengobatan.h. Terapi dengan obat diberikan hanya bila ada indikasi yang jelas dan tidak karena pasien mendesak meminta suatu obat tertentu.i. Menuliskan aturan pemakaian obat dengan jelas di atas resep sehingga nanti akan tertera pada etiket yang dipasang pada wadah obat. Sebaiknya menghindari pemberian obat terlalu banyak karena bias berbahaya.j. Sebaiknya menghindari pemberian obat dalam jangka waktu yang terlalu lama.k. Pasien diberi informasi dengan jelas tentang tatacara penggunaan obatnya.l. Pasien diberi informasi akan kemungkinan bahaya bila meminum obat lain di samping obat yang diberikan dokter.m. Pasien diberi informasi bila obat yang diberikan akan menyebabkan efek samping atau kelainan tertentu.

2.8.2 Copie Resep dan Penulisan Copie ResepCopie resep ialah salinan tertulis dari suatu resep. Istilah lain dari copie resep tersebut ialah apograph, exemplum, afschrift. Untuk penulisan copie resep memuat semua keterangan yang ada dalam resep asli, copie resep harus memuat pula :i) Nama dan alamat apotek ii) Nama dan nomor S.I.K Apoteker pengelola apotek. iii) Tanda tangan atau paraf Apoteker pengelola apotek.iv) Tanda det = detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det. = ne detur untuk obat yang belum diserahkan.v) Nomor resep dan tanggal pembuatan

2.8.3 Pelayanan Resep ObatPelayanan resep obat oleh apoteker harus di lakukan skrining resep, skrining resep meliputi :i) Persyaratan administratif :a. Nama, SIP dan alamat dokter.b. Tanggal penulisan resep.c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta.f. Cara pemakaian yang jelas.g. Informasi lainnya.ii) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.iii) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,iv) kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain)

Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.2.8.4 Pemusnahan Resep Tata cara pemusnahan reseptelah diatur dalamKeputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981tentang ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek disebutkan tentang resep sebagai berikut:i) Apoteker Pengelola Apotekmengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya 3 tahun.ii) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan.iii) Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurangkurangnya petugas apotek. Berita acara pemusnahan dikirimkan keDinas Kesehatan.

4

BAB IIITINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA 381 KOPO BANDUNG

0. Tinjauan Khusus PT. Kimia Farma (persero) Tbk.3.1.1 SejarahKimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesian yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

Terdapat dua jenis apotek di Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang disebut sebagai Business Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. BM bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang, dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya.

Secara umum keuntungan yang didapat melalui konsep BM adalah :1. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah,1. Apotek-apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan berdampak pada peningkatan penjualan,1. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi,1. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP rendah.

3.1.2 Visi dan MisiKimia Farma sebagai perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, mempunyai visi dan misi sebagai berikut :i) VisiMenjadi perusahaan farmasi utama di Indonesia dan berdaya saing di pasar global.ii) MisiMenyediakan, mengadakan dan menyalurkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan jasa kesehatan lainnya yang berkualitas dan bernilai tambah untuk memenuhi keutuhan masyarakat.a. Mengembangkan bisnis farmasi dan jasa kesehatan lain untuk meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip Good Cooperate Governance.b. Mengembangkan sumber daya manusia perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen guna pengembangan perusahaan serta dapat berperan aktif dalam pengembangan industri farmasi nasional.

3.1.3 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi 4 Direktorat yaitu Direktorat Pemasaran, Direktorat Produksi, Direktorat Keuangan, Direktorat Umum dan Personalia.

Dalam upaya perluasan, penyebaran, pemerataan dan pendekatan pelayanan kefarmasian pada masyarakat, PT Kimia Farma (Persero) Tbk., telah membentuk suatu jaringan distribusi yang terorganisir. PT Kimia Farma (Persero) Tbk., mempunyai 2 anak perusahaan yaitu PT Kimia Farma Trading and Distribution dan PT Kimia Farma Apotek yang masing-masing berperan dalam penyaluran sediaan farmasi, baik distribusi melalui PBF maupun pelayanan kefarmasian melalui apotek.

PT Kimia Farma Trading and Distribution (T&D) membawahi PBF yang tersebar di seluruh Indonesia. PBF mendistribusikan produk-produk baik yang berasal dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk., maupun dari produsen-produsen yang lain ke apotek-apotek, toko obat dan institusi pemerintahan maupun swasta. PT Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma (KF) di seluruh wilayah Indonesia.

3.1.4 Bidang Kegiatan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk memiliki beberapa bidang kegiatan antara lain bidang industri yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Holding dan bidang pemasaran dilakukan oleh dua anak perusahaannya yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. Kimia Farma PBF).i) Bidang industri, riset dan teknologi PT. Kimia Farma memiliki fasilitas laboratorium riset yang berlokasi di Jl. Cihampelas no. 5 Bandung yang berfungsi antara lain melakukan kegiatan pengembangan dan riset dalam rangka meningkatkan kemampuan perusahaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fasilitas tersebut diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal 19 Juli 1991. Kegiatan pengembangan dan penelitian yang dilakukan selain pengembangan obat asli Indonesia juga berupa pengembangan formula produk baru maupun reformulasi produk lama untuk meningkatkan efektivitas obat dan efisiensi produksi. Kegiatan pengembangan dan penelitian ini didukung oleh 53 orang ahli. Dalam kegiatan pengembangan formula produk baru, unit kerja ini mendapatkan masukan terutama dari divisi pemasaran. Dalam pengembangan produknya, PT. Kimia Farma menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan kerjasama penelitian dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

ii) Bidang Produksi Kegiatan produksi PT. Kimia Farma difokuskan pada komitmen terhadap mutu dan ketersediaan produk sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dalam melaksanakan kegiatannya PT. Kimia Farma didukung oleh unit-unit usaha di bidang bahan baku (manufaktur), unit produksi obat jadi (formulasi) dan unit usaha pelayanan distribusi farmasi (baik Pedagang Besar Farmasi maupun Apotek) di seluruh Indonesia. PT. Kimia Farma memiliki 6 unit produksi yang terdiri dari: a. Unit Produksi Formulasi Jakarta (UPFJ) Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirop kering, suspensi, sirop, tetes mata, krim dan injeksi.b. Unit Produksi Formulasi Bandung (UPFB) Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, sirop, suspensi dan pil keluarga berencana. c. Unit Produksi Formulasi Tanjung Morawa (UPFT) Berfungsi mengisi kebutuhan obat-obatan khususnya di wilayah Sumatera. Unit ini menghasilkan obat-obatan dalam bentuk sediaan tablet, krim dan kapsul. d. Unit Produksi Bandung (UPB) Menghasilkan bahan baku garam kina dan memproduksi alat kontrasepsi dalam rahim serta obat asli Indonesia seperti Enkasari.e. Unit Produksi Semarang Memproduksi minyak jarak (castor oil) untuk produk kosmetika, obat-obatan, cat, karet. f. Unit Produksi Watudakon (UPW) Kegiatan meliputi pertambangan Yodium dan produksi obat jadi dengan sediaan seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirop dan cairan obat luar/dalam. Selain itu juga menghasilkan bahan baku fero sulfat untuk tablet besi.

iii) Bidang Pemasaran Kegiatan pemasaran ditangani oleh divisi pemasaran. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., membagi kegiatan pemasarannya masing-masing untuk produk obat generik, OTC, Ethical dan Obat Lisensi. Divisi pemasaran secara konsisten melakukan penelitian pasar baik berdasarkan data primer dan data sekunder sehingga mampu menghasilkan strategi pemasaran yang tepat bagi perusahaan. Divisi ini juga membuat rencana pemasaran secara terpadu yang dikoordinasikan dengan unit terkait seperti produksi dan distribusi.

Pada tanggal 4 Januari 2003 PT. Kimia Farma membentuk 2 anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution.

i) PT. Kimia Farma Apotek a. Visi Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di indonesia. b. Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :1. jaringan layanan kesehatan terintegrasi meliputi jaringn apotek, klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.2. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk principal.3. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya

Pada tahun 2011 PT. Kimia Farma Apotek mempunyai mempunyai 372 Apotek Pelayanan yang terkoordinasi dalam 34 Bisnis Manager yang mengelola bagian pengadaan, administrasi dan keuangan, sehingga sangat memungkinkan terwujudnya penyebaran dan pemerataan obat-obatan baik untuk sektor swasta maupun pemerintah.

PT. Kimia Farma Apotek dalam melakukan kegiatannya selain melayani resep dokter juga melengkapinya dengan swalayan farmasi atau Hand Verkoop (HV) yang berisi obat-obat bebas dan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari, juga menyediakan tempat praktek dokter, laboratorium klinik dan optik sebagai upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

ii) PT. Kimia Farma Trading and Distribution. PT. Kimia Farma Trading and Distribution mempunyai 35 unit pedagang Besar Farmasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

3.1.5 Layanan Layanan Plus Apotek Kimia Farma meliputi :i) Merespon perubahan yang terjadi di masyarakat, khususnya menyangkut peningkatan kesadaran kesehatan, Kimia Farma telah mencanangkan perubahan paradigma menjadi health care company. Hal ini ditandai dengan pengembangan usaha baru dilayanan laboratorium klinik dan klinik kesehatan. ii) Apotek Kimia Farma yang berjumlah 372 Apotek Pelayanan telah disulap menjadi one stop service provider untuk komunitas disekitarnya. Dengan demikian, apotek Kimia Farma tentunya tidak lagi sekedar menyediakan obat, tetapi juga menawarkan penunjang diagnosa dan pemeliharaan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. iii) Paradigma baru menyangkut pelayanan kesehatan itu terus dikembangkan, antara lain dengan terus meningkatkan jumlah layanan swalayan farmasi di apotek serta penambahan ruang praktek dokter. Selain itu, untuk menambah rasa nyaman bagi konsumen PT. Kimia Farma juga terus melakukan renovasi sekaligus penataan lay out ruangan.

0. Tinjauan Khusus Apotek Kimia Farma 381 BandungApotek Kimia Farma 381 merupakan salah satu unit usaha dari PT. Kimia Farma Apotek yang khusus bersifat pelayanan kepada masyarakat dimana kegiatan administrasi dilakukan oleh Bisnis Manager Bandung yang terletak di Jl.Braga No. 2-4Bandung.

3.2.1 Sarana dan PrasaranaApotek Kimia Farma 381 Bandung berlokasi strategis karena berdekatan dengan swalayan, berada dijalan raya yang dilalui kendaraan umum, serta dekat dengan pemukiman penduduk yang dapat dijadikan pasar target apotek ini. Apotek Kimia Farma 381 merupakan apotek pelayanan yang beroperasi mulai dari jam 7.30 - 22.00 WIB, 7 hari seminggu, termasuk hari-hari libur. Hal ini dikaitkan dengan misi Apotek Kimia Farma yang ingin selalu memberi pelayanan prima aras retail farmasi dan jasa terkait serta memberikan jasa layanan kefarmasian bagi pelanggan.

Bangunan dan tata ruang Apotek Kimia Farma 381 di buat sedemikian rupa untuk menjamin kelancaran pelayanan serta pengawasan kegiatan di apotek. Bangunan apotek terdiri dari 4 lantai, dimana kegiatan pelayanan kefarmasian serta praktek dokter terletak di lantai 1 dan 2. Denah apotek kimia farma 381, dapat dilihat pada Lampiran 2, Gambar III.2.

i) Pembagian ruangan di lantai 1 terdiri dari :a. Ruang tungguRuang tunggu di maksudkan untuk dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan dan diciptakan sedemikian rupa untuk memberikan kenyamanan kepada pelanggan.b. Swalayan farmasi dan alat-alat kesehatanSwalayan Farmasi menyediakan obat-obat bebas, sediaan kosmetika, alat kesehatan dan minuman, serta perbekalan kesehatan lainnya.c. Meja penerimaan dan penyerahan resepPada bagian depan ruang utama terdapat meja penerimaan resep dan penyerahan obat, yang dilengkapi dengan dua buah mesin pencatat penjualan Cash Register yang di hubungkan dengan computer serta di sediakan fasilitas mesin kartu kredit.d. Ruang PeracikanDi ruangan ini dilakukan peracikan obat-obat yang di layani berdasaran resep dokter. Ruangan ini di lengkapi meja peracikan serta peralatan untuk peracikan seperti timbangan, mortar dan stemper, bahan baku, dan alat-alat lain.

Di dalam ruang peracikan ini pun terdapat lemari penyimpanan obat yang terdiri atas sekat-sekat dimana obat disusun berdasarkan farmakologi dan bentuk sediaannya. Penyimpanan obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus. Obat-obat yang harus disimpan dalam kondisi khusus di bawah suhu kamar seperti vaksin, supositoria, dan ovula disimpan di dalam lemari pendingin.e. Ruang tempat pencucian alatf. Ruang praktek dokterRuangan praktek dokter di lantai 1 ini, terdiri dari ruang praktek dokter umum dan ruang praktek dokter spesialis kandungan. Tiap ruangan praktek dokter dilengkapi dengan meja, kursi dokter dan tempat tidur pasien, diluar ruang praktek terdapat meja asisten dokter dan lemari untuk penyimpanan kartu pengobatan pasien.g. Toilet

ii) Pembagian ruangan di lantai 2 terdiri dari :a. Ruang tunggub. Ruang praktek dokterRuang praktek dokter di lantai 2 ini, terdiri dari ruang praktek dokter spesialis gigi, ruang praktek dokter spesialis THT, dan ruang praktek dokter spesialis kulit dan kelamin.c. Musholad. Toilet

Apotek Kimia Farma 381 memiliki gedung yang tidak cukup besar namun cukup sesuai untuk melakukan semua kegiatan pelayanan apotek kepada masyarakat. Sarana esensial apotek yaitu tempat parkir yang cukup baik dengan perkiraan mampu menampung 2 mobil dengan ukuran parkir 6 x 10 m, diharapkan cukup memberikan keleluasaan dan kemudahan parkir bagi konsumen dan pasien yang berkunjung di apotek.

Fasilitas kegiatan yang terdapat di apotek KF 381 Bandung:i) Fasilitas penyiapan obatFasilitas ini meliputi:a. Meja untuk meracikb. Perlengkapan dan perbekalan farmasi untuk penyiapan obatc. Perlengkapan untuk sarana pengemasan yaitu meliputi:1. Semisolid : pot plastik betutup rapat.2. Sediaan padat : plastik obat berbagai ukuran berwarna biru dan putih.3. Pembungkus kertas perkamen.4. Etiket : obat dalam warna putih; obat luar dan alat kesehatan warna biru; sediaan yang menggunakan pot kosmetik: etiket bulat berwarna biru.5. Label kocok dahulu untuk sediaan cair (koloid).

ii) Fasilitas penyimpananFasilitas ini meliputi kotak penyimpanan dan lemari obat. Lemari dibagi berdasarkan golongan farmakologis, ditandai dengan warna tertentu pada tiap label obat, dan obat disusun secara alfabetis.

a. Penyimpanan berdasarkan golongannya, dilakukan sebagai berikut:1. Golongan obat generik, antibiotik, kardiovaskular, respirasi, hormon, diabetes, alegri, gastrointestinal, vitamin, obat tetes mata dan telinga, analgetik, askes.2. Golongan obat narkotika dan psikotropika, disimpan dalam lemari tersendiri secara khusus.3. Golongan obat loss product, yaitu obat-obat yang tidak dikemas.4. Golongan obat-obat konsinyasi disimpan tersendiri untuk memudahkan dalam pengambilan dan pemeriksaan.5. Golongan obat-obat termolabil, disimpan dalam lemari pendingin.6. Golongan obat-obat bebas dan alat kesehatan diletakkan diruang swalayan farmasi yang ditata rapi dan menarik.

b. Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaannya, dilakukan sebagai berikut:1. Tablet dan kapsul2. Sirup, suspensi dan drop3. Tetes mata dan salep mata4. Tetes telinga dan salep telinga5. Salep dan krim6. Lotion7. Ovula dan suppositoria disimpan di lemari es

iii) Fasilitas administrasi kefarmasianFasilitas ini meliputi:a. Meja untuk kegiatan administrasib. Lemari penyimpanan peralatan administrasic. Blangko salinan resepd. Blangko kuitansie. Kartu stokf. Buku catatan resepg. Daftar obath. Buku catatan stock obati. Buku pegangan seperti MIMS dan ISOj. Tempat penyimpanan resep yang menjamin kebutuhan dan kemudahan dalam pencairan kembalik. Blanko kredit: lembar penomoran resep pembayaran kreditl. Blanko obat yang dijanjiikan

3.2.2 Struktur OrganisasiStruktur organisasi yang baik sangat penting agar kegiatan apotek dapat berjalan lancar dan memudahkan pengawasan terhadap pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab personil dalam menjalankan tugas masing-masing. Apotek Kimia Farma 381 merupakan bagian dari jaringan apotek pelayanan PT. Kimia Farma Apotek yang berada di bawah Unit Bisnis Manager Bandung, jawa barat.

Apotek Kimia Farma 381 dalam kegiatan operasionalnya dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung kepada Business Manager (BM) Bandung PT. Kimia Farma Apotek. Tugas Bisnis Manager adalah menerima setoran uang hasil penjualan setiap harinya, melakukan administrasi apotek pelayanan, melakukan pembelian secara terpadu, administrasi keuangan seperti utang piutang, serta pembayaran pajak atas apotek pelayanan. Dalam menjalankan tugasnya APA di bantu oleh satu orang apoteker pendamping Pelayanan Informasi Obat (PIO), empat orang asisten apoteker (AA) yang bekerja bergantian shift. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma 381 Bandung dapat dilihat pada Lampiran 3, Gambar III.3.

3.2.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan LainnyaApotek Kimia Farma 381 merupakan apotek pelayanan yang melayanai permintaan obat-obatan baik atas resep dokter, UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) maupun pembelian obat-obat OTC, kegiatan yang berkaitan dengan pemesanan barang, pembelian barang, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Bisnis Manager (BM). Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah suatu proses yang merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penjualan. Tujuannya adalah tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu serta untuk menjaga dan menjamin ketersediaan barang di apotek sehingga mencegah terjadinya kekosongan brang, yaitu service level dari Bisnis Manager (BM) ke Apotek dan service level dari Apotek ke pelanggan.

i) Perencanaan Perbekalan FarmasiPerencanaan perbekalan farmasi merupakan suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat, yang akan dipesan kepada distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk kebutuhan jangka waktu tertentu. Obat yang direncanakan meliputi : obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat narkotika, dan obat psikotropika. Selain obat, perbekalan farmasi lainnya yaitu kosmetik dan alat kesehatan.

Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan yang sesuai kebutuhan dan menghindari terjadinya kekosongan atau penumpukan obat. Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma 381 Kopo dimulai dengan menyusun buku defekta barang yaitu setiap hari petugas memeriksa barang yang kosong atau mencapai stok minimal, lalu melakukan pencatatan dalam buku defecta meliputi nama barang, jenis sediaan yang dibutuhkan, kemudian menyerahkan buku defecta ke petugas pembelian. Buku defecta adalah buku yang berisi keperluan barang yang habis atau hampir habis selama pelayanan. Data barang yang habis atau hampir habis tersebut dapat dilihat dari kartu stok masing-masing obat. Perencanaan pembelian dilakukan seminggu dua kali, kecuali barang-barang yang dibeli secara mendesak karena adanya permintaan pasien. Perencanaan pembelian dilakukan sebagai berikut : petugas pembelian menerima informasi mengenai kebutuhan perbekalan farmasi melalui defekta barang, kemudian petugas menetapkan jumlah barang yang akan dibeli berdasarkan defekta dengan memperhatikan jumlah kebutuhan perbulan. Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan secara selektif menggunakan analisis pareto. Kelompok barang prinsip pareto dikenal juga dengan Klasifikasi ABC:a. Klasifikasi A : 15%-20% dari jumlah jenis barang bernilai 80% dari nilai persediaan.b. Klasifikasi B : 20%-25% dari jumlah jenis barang bernilai 15% dari nilai persediaan.c. Klasifikasi C : 50%-60% dari jumlah jenis barang bernilai 5% dari nilai persediaan.

Laporan pareto dibuat setiap tiga bulan sekali berdasarkan stok opname barang oleh bagian pengadaan, berdasarkan hasil analisis pareto tersebut dapat ditentukan obat golongan fast moving berdasarkan frekuensi penggunaannya. Namun pada kebanyakan kasus, analisis pareto harus selalu di bandingkan dengan kondisi fisik obat yang ada pada saat defekta dibuat, karena terkadang analisis pareto tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya pada saat akan merencanakan pembelian obat atau barang apotek lainnya.

Hal ini dikarenakan permintaan pasar yang selalu berubah baik dari jenis obat maupun jumlah obat dari pareto yang telah dibuat sebagai pembanding atau acuan. Selain menggunakan system pareto, dapat juga digunakan system epidemiologi, yaitu pola penyakit di daerah sekitar apotek.

ii) Pengadaan Perbekalan FarmasiPengadaan perbekalan farmasi yang terdiri atas kegiatan pemesanan dan pembelian yang merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dengan jumlah dan jenis cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma 381 meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, dan kosmetik.

Perbekalan farmasi yang akan di pesan ditulis pada buku defekta. Pemesanan barang dilakukan dua kali dalam seminggu, dengan mengirimkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) secara online melalui program Kimia Farma Information System (KIS), yang berisi daftar permintaan barang Apotek Kimia Farma 381 Kopo dan jumlah jenis yang diinginkan, kepada Unit Business Manager (BM) Bandung. Blanko Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dapat dilihat pada Lampiran 4, Gambar III.4.

Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan. Akan tetapi hal ini tetap harus dikomunikasikan dengan bagian pembelian di BM. Khusus untuk pengadaan narkotika, pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat pesanan.

Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak saja berasal dari PBF Kimia Farma tetapi juga dari PBF atau distributor resmi/berizin lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan barang. b. Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan. c. Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan. d. Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu. e. Cara pembayaran tunai atau kredit.

Prosedur pembelian barang melalui BM: a. Bagian pembelian di BM mengumpulkan data barang yang harus dipesan berdasarkan permintaan dari masing-masing apotek. Pemesanan dilakukan oleh BM setiap hari kecuali hari Minggu. b. Bagian pembelian BM membuat surat pesanan yang berisi nama distributor, nama barang, kemasan, jumlah barang, dan potongan harga yang kemudian ditandatangani oleh bagian pembelian dan Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesan dibuat rangkap dua untuk dikirim ke distributor dan arsip bagian pembelian. c. Setelah membuat surat pesanan, bagian pembelian langsung memesan barang ke distributor. Apabila pesanan dilakukan mendadak maka bagian pembelian akan melakukan pemesanan dengan langsung mengambil barang ke tempat distributor.

PBF akan mengantar langsung barang yang dipesan oleh apotek yang bersangkutan dan setelah barang yang dipesan datang dilakukan penerimaan dan pemeriksaan nama, kemasan, jumlah dan kondisi barang serta dilakukan pencocokan antara faktur dan salinan faktur dengan surat pesanan yang meliputi nama, kemasan, jumlah, harga barang serta nama distributor. Kemudian faktur ditandatangani dan diberi stempel apotek. Faktur asli diserahkan kembali kepada petugas pengantar barang atau distributor untuk kemudian dijadikan bukti pada waktu pembayaran. Salinan faktur umumnya berjumlah 3 lembar, 1 lembar disimpan oleh apotek sebagai arsip, sedangkan 2 lembar disimpan untuk kepentingan administrasi dan pembayaran hutang dagang. Alur pengadaan perbekalan Farmasi, dapat di lihat pada Lampiran 5, Gambar III.5.

Pemesanan obat-obat narkotika dan psikotropika harus disertai surat pesanan (SP) dari masing-masing apotek pelayanan yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) masing-masing. Surat pesanan yang sudah disetujui oleh APA kemudian dikirimkan ke supplier melalui fax atau diambil sendiri oleh salesman supplier. Surat pesanan berdasarkan jenis obat yang dipesan terdiri dari :a. Surat Pesanan NarkotikaPemesanan obat golongan narkotika ditujukan kepda PT.Kimia Farma Tranding and Distribution sebagai satu-satunya distributor resmi obat golongan narkotika yang di tunjuk oleh pemerintah. Dilakukan dengan menggunakan surat pesanan form N-9 yang dibuat rangkap empat yang di tandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama, nomor SIA dan stempel apotek. Setiap surat pesanan berlaku untuk satu jenis obat narkotika. Blanko Surat Pemesanan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 6, Gambar III.6.b. Surat Pesanan PsikotropikaSurat Pesanan khusus psikotropika dibuat rangkap dua yang di tandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama, nomor SIA dan stempel apotek. Seti