APLIKASI KONSEP WAKTU

13
APLIKASI KONSEP WAKTU-SUHU PADA HEWAN POIKILOTERM DALAM PENGENDALIAN HAMA PERTANIAN BAB I PEMBAHASAN A. Hewan Poikiloterm Posisi poros bumi yang tidak tegak terhadap lintasan edarnya atau condong, menyebabkan posisi jatuhnya sinar matahari di muka bumi berubah-ubah dan tidak sama waktunya di setiap tempat. Berdasarkan pada panajngnya penyinaran yang diperoleh pada masing-masing tempat, maka hewan di setiap bagian belahan bumi mendapatkan radiasi cahaya yang akan menimbulkan panas yang tidak sama. Sementara setiap hewan juga memiliki pengaturan dalam penerimaan dan pelepasan panas dari dan ke lingkungan yang berbeda. Panas yang dihasilkan oleh organisme merupakan salah satu produk proses-proses metabolism dalam tubuhnya, dan panas inilah yang merupakan sumber kemampuan organisme untuk mengatur suhu tubuhnya. Penggolongan hewan berdasarkan lingkungnnya ada 2 yaitu hewan yang homeotermal dan kelompok hewan poikilotermal, jika pada suhu lingkungn yang berubah, maka hewan yang homeotermal akan mempertahankan suhu tubuhnya, sehingga akan

Transcript of APLIKASI KONSEP WAKTU

Page 1: APLIKASI KONSEP WAKTU

APLIKASI KONSEP WAKTU-SUHU PADA HEWAN POIKILOTERM DALAM PENGENDALIAN HAMA PERTANIAN

BAB IPEMBAHASAN

A.      Hewan Poikiloterm            Posisi poros bumi yang tidak tegak terhadap lintasan edarnya atau condong, menyebabkan posisi jatuhnya sinar matahari di muka bumi berubah-ubah dan tidak sama waktunya di setiap tempat. Berdasarkan pada panajngnya penyinaran yang diperoleh pada masing-masing tempat, maka hewan di setiap bagian belahan bumi mendapatkan radiasi cahaya yang akan menimbulkan panas yang tidak sama. Sementara setiap hewan juga memiliki pengaturan dalam penerimaan dan pelepasan panas dari dan ke lingkungan yang berbeda. Panas yang dihasilkan oleh organisme merupakan salah satu produk proses-proses metabolism dalam tubuhnya, dan panas inilah yang merupakan sumber kemampuan organisme untuk mengatur suhu tubuhnya.            Penggolongan hewan berdasarkan lingkungnnya ada 2 yaitu hewan yang homeotermal dan kelompok hewan poikilotermal, jika pada suhu lingkungn yang berubah, maka hewan yang homeotermal akan mempertahankan suhu tubuhnya, sehingga akan menjadi kira-kira sama, sedangkan suhu tubuh hewan yang poikilotermal mengikuti perubahan suhu itu.            Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan     berubahnya suhu lingkungan. Pada hewan-hewan poikiloterm ini panas tubuhnya sangat tergantung pada sumber panas dari lingkungannya. Kemampuan

Page 2: APLIKASI KONSEP WAKTU

mengatur suhu tubuh pada hewan ektoterm atau poikiloterm sangat terbatas sehingga suhu tubuh bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau disebut juga sebagai penyelaras (konformer).

2. Homeoterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah.

B.    Konsep waktu-suhuSuhu lingkungan menentukan suhu tubuh bagi hewan poikiloterm atau yang sering

disebut hewan berdarah dingin. Dan yang lebih pentingnya lagi suhu menjadi faktor pembatas bagi makhluk hidup terutama hewan poikiloterm.  Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang diperlukan oleh tubuh makhluk hidup yang berfungsi membantu proses metabolisme dalam tubuh. Dari sudut pandang ekologi, suhu lingkungan sangat penting terutama bagi hewan poikiloterm untuk aktivitas dan pengaruh terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier. Hewan poikiloterm lama waktu perkembangan akan berbeda pada suhu lingkungan yang berbeda. Jadi setiap lama waktu perkembangan selalu disertai dengan kisaran suhu proses berlangsungnya perkembangan tersebut. Pada hewan poikiloterm, waktu merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu yang sering dinamakan waktu fisiologis itu mempunyai arti penting . sebagai contoh, suhu ambang terjadi perkembangan sejenis belalang adalah 16⁰C lama waktu yang diperlukan untuk perkembangan telur hingga menetas 17,5 hari, maka jika pada suhu 30⁰C maka lama waktu untuk menetas hanya 5 hari.

Konsep waktu –suhu ini penting artinya untuk memahami hubungan antara waktu dengan dinamika populasi hewan poikiloterm. Dengan mengetahui konsep waktu-suhu ini kita mampu mengetahui atau memprediksi kapan akan terjadi peledakan populasi, mungkin saja tiap tahun peledakan populasi akan terjadi dan dengan konsep waktu-suhu setidaknya ada tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, seperti dengan memberantas, karena hewan ini merupakan hama dalam pertanian. Dan untuk memberantas hama tersebut harus cepat karena memberantas telur dan pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya atau dengan kata lain konsep waktu-suhu ini sangan pengting dalam pengendalian hama bagi petani.Suhu lingkungan mempengaruhi suhu tubuh dari hewan-hewan poikiloterm. Bahkan suhu ini menjadi faktor pembatas bagi kebanyakan makhluk hidup. Suhu tubuh menetukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh. Kepentingan suhu ini tidak hanya pada aktivitasnya melainkan pula berkaitan dengan laju perkembangannya.  Dalam kisaran yang tidak mematikan, pengaruh paling penting oleh suhu terhadap hewan poikiloterm dari sudut pandang ekologik adalah pengaruh suhu atas perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini langsung tampak adanya hubungan linear antara laju perkembangan jika dikaitkan dengan suhu tubuh. Dengan kata lain adanya hubungan yang linear antara laju perkembangan dengan suhu.Pengaruh berbagai suhu terhadap hewan ektoterm atau poikiloterm mengikuti suatu pola yang tipikal, walaupun ada perbedaan dari spesies ke spesies yang lain. Pada intinya ada tiga kisaran suhu yang menarik yaitu:

1. Suhu rendah berbahaya, pada suhu yang ekstrim rendah di bawah batas ambang toleransinya maka hewan ektoterm atau poikiloterm akan mati. Hal ini disebabkan enzim-enzim tidak aktif bekerja sehingga metabolismenya berhenti. Pada suhu yang masih lebih rendah dari suhu optimum, laju metabolismenya dan segala aktivitasnya rendah. Sebagai akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lambat sehingga memudahkan predator atau pemangsa untuk menangkapnya.

Page 3: APLIKASI KONSEP WAKTU

2.   Suhu tinggi berbahaya, suhu tinggi akan mendenaturasikan protein yang juga menyusun enzim, dengan adanya denaturasi protein ini menyebabkan metabolism dalam tubuh akan terhambat dan menyebabkan aktivitas dari hewan tersebut akan terhenti.

3.   Suhu di antara keduanya, pada suhu antara ini laju metabolism dari hewan ektoterm akan meningkat dengan makin naiknya suhu secara eksponensial. Hal ini dinyatakan dengan fisiologi hewan sebagai “koefisien suhu”, “koefisien suhu” pada tiap hewan ektoterm relatif sama walaupun ada yang sedikit berbeda.Tidak seperti pada manusia serta pada hewan endotermal pada umumnya, maka hewan-

hewan ektotermal tidak dapat dikatakan memerlukan waktu yang lamanya tertentu. Hewan ektotermal perlu gabungan waktu dengan suhu. Gabungan ini sering disebut sebagai waktu-fisiologik. Dapat dikatakan pula bahwa waktu adalah fungsi suhu untuk hewan ektotermal dan waktu dapat “berhenti” jika suhu turun di bawah harga ambang. Dalam artian bahwa untuk hewan-hewan ektoterm lama waktu perkembangannya akan berbeda-beda pada suhu  lingkungan yang berbeda-beda.

Sebagai salah satu faktor lingkungan yang utama, suhu memberikan efek yang berbeda-beda pada organisme di bumi ini. Variasi suhu lingkungan alami mempunyai efek dan peranan potensial dalam menentukan terjadinya proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan organisme tersebut. Variasi suhu lingkungan dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu dari sifat sikliknya (harian, musiman), dari kaitannya dengan letak tempatnya di garis lintang bumi (latidunal) atau ketinggian diatas permukaan laut (altitudinal) dan kedalaman (perairan tawar, lautan, tanah). Disamping itu juga dikenal variasi suhu alami dalam sifat kaitan yang lebih akrab dengan organisme (mikroklimatik).

Dalam kisaran yang tidak mematikan, pengaruh paling penting oleh suhu terhadap hewan poikiloterm dari sudut pandang ekologi adalah pengaruh suhu atas perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini langsung tampak adanya hubungan linear antara laju perkembangan jika diplotkan terhadap suhu tubuh. Tampak pula bahwa penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut pada suhu terendah dapat diabaikan, dan lagi makhluk yang bersangkutan secara tipikal menghabiskan waktu dibawah suhu tinggi non linear.seringkali secara sederhana dianggap bahwa laju perkembangan bertambah secara linear pada suhu di atas ambang perkembangan. Hewan ektoterm atau poikiloterm tidak dapat dikatakan memerlukan waktu yang lamanya tertentu. Yang mereka perlukan adalah gabungan waktu dengan suhu. Gabungan ini sering disebut sebagai waktu-fisiologik. Pentingnya konsep waktu-suhu terletak di dalam kemampuan konsep itu untuk memberikan pengertian tentang waktu terjadinya sesuatu, dan tentang dinamika populasi hewan ektoterm atau hewan poikiloterm Soetjipta (1993).

Menurut Soetjipta (1993), malahan sesungguhnya kebanyakkan spesies dan kebanyakkanaktivitas hanya terbatas di kisaran suhu yang lebih sempit. Beberapa makhluk hidup terutama yang sedang di dalam tingkat istirahat, mampu ada dalam suhu sangat rendah dalam waktu yang singkat, sedangkan beberapa mikroorganisme, terutama bakteri, alga, dapat hidup dan berreproduksi di dalam air panas yang suhunya mendekati suhu air mendidih.Apabila dalam suhu rendah, hewan poikiloterm mungkin berubah menjadi tidak aktif, atau bersifat tidur, atau dalam keadaan sedang hibernasi. Umumnya hewan poikiloterm menggunakan periode penangguhan di dalam keadaan dormansi, yaitu keadaan secara nisbi tidak aktif untuk menghemat energy, dan energi tersebut yang dapat dipergunakan dalam waktu penangguhan berikutnya. Dari keadaan tersebut hewan poikiloterm dapat berfungsi kembali bilaman suhu

Page 4: APLIKASI KONSEP WAKTU

meningkat di atas harga ambang. Adapun harga ambang adalah kuantitas faktor minimum yang menghasilkan pengaruh yang dapat dirasakan oleh hewan tersebut.C.  Serangga Salah Satu Hewan Poikiloterm

Serangga adalah makhluk yang berdarah dingin (poikiloterm), bila suhu lingkungan menurun, proses fisiologisnya menjadi lambat. Namun demikian banyak serangga yang tahan hidup pada suhu yang rendah (dingin) pada periode yang pendek, dan ada juga beberapa jenis diantaranya yang mampu bertahan hidup pada suhu rendah atau sangat rendah dalam waktu yang panjang. Selanjutnya Sumardi & Widyastuti (2000) menyatakan bahwa, serangga merupakan kelompok hewan yang paling luas penyebarannya. Hewan ini dapat hidup dimana-mana mulai dari daerah kering hingga daerah basah, mulai dari daerah panas hingga daerah kutub. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 150C, suhu optimum 250C dan suhu maksimum 450C. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit.

Ketika serangga dewasa yang sedang memencar menemukan lokasi habitat umum serangga inang. Pada langkah permulaan ini rangsangan yang menarik bukan dari tanaman tetapi rangsangan fisik yang berupa cahaya, suhu, kebasahan, angin, atau juga gravitasi. Langkah kedua, faktor penarik yang menolong adalah warna, ukuran dan bentuk tanaman. Begitu serangga telah menemukan inangnya rangsangan tanaman jarak pendek yang mendorong serangga menjadi menetap pada tanaman tersebut. Langkah ketiga, serangga mencoba mencicipi (respon kimiawi) dan meraba-raba (respon fisik) tanaman untuk mengetahui kesesuaiannya untuk mengetahui kesesuaiannya sebagai pakan. Apabila ternyata tanaman tersebut sesuai, serangga akan merusak makannya karena rangsanagan berbagai senyawa kimiawi tanaman yang sesuai. Langkah keempat, penerimaan inang (Untung, 2006)

Serangga berkembang dari telur yang terbentuk di dalam ovarium serangga betina.Kemampuan reproduksi serangga dalam keadaan normal pada umumnya sangat besar. Oleh karena itu, dapat dimengerti mengapa serangga cepat berkembang biak. Masa perkembangan serangga di dalam telur dinamakan perkembangan embrionik, dan setelah serangga keluar (manetas) dari telur dinamakan perkembangan pasca embrionik. Pada serangga perkembangan individunya mulai dari telur sampai menjadi individu dewasa menunjukkan perbedaan bentuk.Keadaan ini disebut dengan metamorfosis. Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga yaitu metamorfosa sempurna atau holometabola yang melalui tahapan-tahapan atau stadium: telur- larva –pupa-dewasa dan metamorfosis bertahap atau hemimetabola yang melalui stadium-stadium: telur-nimfa-dewasa.

Page 5: APLIKASI KONSEP WAKTU

Gambar. Perkembangan serangga secara Holometabola (Perkembangan sempurna)

Gambar. Perkembangan serangga secara Hemimetabola (perkembangan bertahap)

Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang beberapa hari,akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya umur imago Nilavarpata lugens (Homoptera; Delphacidae) 10 hari, umur imago kepik Helopeltis theivora (Hemiptera; Miridae) 5-10 hari, umur Agrotis ipsilon (Lepidoptera; Noctuidae) sekitar 20 hari, ngengat Lamprosema indicata (Lepidoptera; Pyralidae) 5-9 hari, dan kumbang betina Sitophillus oryzae (Coleoptera; Curculinoidae) 3-5 bulan.

D.    Aplikasi dalam pengendalian hamaKehadiran dari hama di lahan pertanian disebabkan adanya ketersedian kebutuhan dari

hama tersebut seperti makanan maupun tempat untuk berkembang biak. Selain itu faktor abiotik dari lingkungan pertanian seperti kelembaban dan suhu juga ikut mempengaruhi hadirnya suatu hama di areal pertanian tersebut. Seperti yang telah dietahui bahwa setiap hama yang termasuk dalam hewan poikilotermi memiliki laju perkembangan yang sejalan dengan suhu lingkungan, apabila suhu lingkungan sesuai dengan sehu tubuhnya untuk berkembangbiak maka hama dari hewan poikilotermi akan terus melakukan perkembangbiakan.

Pengendalian hama pada saat ini menggunakan obat-obatan kimia yang berbahaya tidak hanya untuk manusia tetapi juga organisme-organisme yang menjadi predator atau antagonis dari hama yang akan dimusnahkan. Selain itu pengggunaan obat-obat kimia akan membuat hama menjadi resisten terhadap obat-obatan dan pada akhirnya hama tidak mati malah akan terus bertambah.

Page 6: APLIKASI KONSEP WAKTU

Untuk mengurangi dampak dari penggunaan obat-obat kimiawi dalam pengendalian hama

pertanian perlu adnya mekanisme ekologi untuk mengurangi dampak dari hama ini. Tujuan-tujuan dari

manajemen ekologis ada 4 kategoris yaitu :

1.     Mengurangi kecocokan ekosistem terhadap kehidupan hama (contoh hewan poikilotermi dari jenis serangga).

2. Menggangu ketersediaan sumber makanan yang merupakan kebutuhan hama.3. Mengalihkan  populasi hama dari areal pertanian4. Mengurangi dampak dari serangan hama

Satu atau beberapa pendekatan dapat kita gunakan dalam manajemen ekologis untuk menjaga agar populasi hama “off balance” dan mencegah agar hama mengakibatkan  kerugian/kerusakan.

Kehadiran atau keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme tergantung kepada komples keadaan. Kadaan yang manapun yang mendekati atau melampaui batas-batas toleransi dinamakan sebagai faktor pembatas. Dengan adanya faktor pembatas ini semakin jelas kemungkinannya apakah suatu organisme akan mampu bertahan dan hidup pada suatu kondisi wilayah tertentu.

Jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar untuk suatu faktor yang relatif mantap dan dalam jumlah yang cukup, maka faktor tadi bukan merupakan faktor pembatas. Sebaliknya apabila organisme diketahui hanya mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk suatu faktor yang beragam, maka faktor tadi dapat dinyatakan sebagai faktor pembatas. Beberapa keadaan faktor pembatas, termasuk diantaranya adalah temperatur, cahaya, air, gas atmosfir, mineral, arus dan tekanan, tanah, dan api. Masing-masing dari organisme mempunyai kisaran kepekaan terhadap faktor pembatas.

Untuk pengaplikasian waktu-suhu dapat dilakukan Pengendalian mekanis dan fisik. Pengendalian fisik adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi hama. Contoh, mengumpulkan kemudian membinasakan kelompok telur dan ulat yang ada di pertanaman. Selain itu, menggenangi lahan pertanaman, terutama pada stadia vegetatif akhir dan pengisian polong untuk mematikan ulat grayak yang berdiam diri di dalam tanah pada siang hari. Tempat pengendalian secara mekanis dan fisik dapat dilakukan melalui proses aklimatisasi (di alam) dan aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi adalah usaha dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru. Sedangkan aklimasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan dalam laboratorium.

Penerapan konsep waktu-suhu dapat dilakukan dibidang pertanian dan perkebunan, salah satunya pengendalian hama serangga. Serangga merupakan hewan poikiloterm atau hewan yang berdarah dingin, dimana sebelumnya telah kita ketahui bahwa hewan poikiloterm tidak dapat mengatur suhu tubuh sendiri, sehingga upaya yang dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan di luar batas atas atau di bawah kisaran toleransi yang dimiliki hewan tersebut. Untuk penerapan ini dilakukan dilaboratorium karena jika dilakukan dilingkungan sulit terjadi serta banyak predator yang dapat mengganggu. Sehingga untuk penerapan ini lebih tepat dilakukn dilaboratorium (aklimasi).

Pentingnya  konsep waktu-suhu terletak di dalam kemampuan konsep itu untuk memberi  pengertian tentang waktu terjadinya sesuatu dan tentang dinamika populasi hewan ektoterm.

Page 7: APLIKASI KONSEP WAKTU

Dengan mengetahui waktu-suhu dari hama yang berasal dari hewan poikilotermi misalnya serangga  maka dapat diramalkan berapa lama hama tersebut berkembang, mulai dari telur samapai dewasa sehingga dapat dilakukan langkah-langkah pemusnahan ataupun pengendalian hama tersebut.

BAB IIANALISIS

Setelah mempelajari materi mengenai Konsep Waktu-Suhu pada hewan poikiloterm dalam pengendalian hama pertanian, saya kemudian mengajukan bebeapa pertanyaan sebagai berikut:1.      Mengapa konsep waktu-suhu perlu diterapkan dalam pengendalian hama pertanian?2.      Mengapa harus mengkaji mengenai konsep waktu-suhu dalam pengendalian hama pertanian

pada hewan poikiloterm?3.      Bagaimana aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dalam pengendalian hama

pertanian?Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya mencoba untuk menganalisisnya

mengenai aplikasi Konsep Waktu-Suhu pada hewan poikiloterm dalam pengendalian hama pertanian. Saya mengemukakan bahwa:a.       Konsep waktu-suhu perlu diterapkan dalam pengendalian hama pertanian

Pengendalian hama pada saat ini menggunakan obat-obatan kimia yang berbahaya tidak hanya untuk manusia tetapi juga organisme-organisme yang menjadi predator atau antagonis dari hama yang akan dimusnahkan. Selain itu pengggunaan obat-obat kimia akan membuat hama menjadi resisten terhadap obat-obatan dan pada akhirnya hama tidak mati malah akan terus bertambah.b.      Tujuan mengkaji mengenai aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dalam

pengendalian hama pertanianHewan poikiloterm merupakan hewan yang berdarah dingin, dan untuk mempertahankan

hidupnya tergantung dari lingkungan dan salah satu factor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu. Pada hewan-hewan poikiloterm ini panas tubuhnya sangat tergantung pada sumber panas dari lingkungannya. Kemampuan mengatur suhu tubuh pada hewan ektoterm atau poikiloterm sangat terbatas sehingga suhu tubuh bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau disebut juga sebagai penyelaras (konformer). Suhu lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dari hewan poikiloterm yaitu salah satunya serangga. Hal ini terjadi karena dalam kisaran yang tidak mematikan, pengaruh paling penting oleh suhu terhadap hewan poikiloterm dari sudut pandang ekologi adalah pengaruh suhu atas perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini langsung tampak adanya hubungan linear antara laju perkembangan jika diplotkan terhadap suhu tubuh. Tampak pula bahwa penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut pada suhu terendah dapat diabaikan, dan lagi makhluk yang bersangkutan secara tipikal menghabiskan waktu dibawah suhu tinggi non linear.seringkali secara sederhana dianggap bahwa laju perkembangan bertambah secara linear pada suhu di atas ambang perkembangan. Hewan ektoterm atau poikiloterm tidak dapat dikatakan memerlukan waktu yang lamanya tertentu. Yang mereka perlukan adalah gabungan waktu dengan suhu. Gabungan ini sering disebut sebagai waktu-fisiologik. Pentingnya konsep waktu-suhu terletak di dalam kemampuan konsep itu untuk memberikan pengertian tentang waktu terjadinya sesuatu, dan tentang dinamika populasi hewan ektoterm atau hewan poikiloterm Soetjipta (1993).c.       Aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dalam pengendalian hama pertanian

Page 8: APLIKASI KONSEP WAKTU

Untuk aplikasi konsep waktu-suhu lebih pada pengendalian hama secara mekanis dan fisik. Kehadiran dari hama di lahan pertanian disebabkan adanya ketersedian kebutuhan dari hama tersebut seperti makanan maupun tempat untuk berkembang biak. Selain itu faktor abiotik dari lingkungan pertanian seperti kelembaban dan suhu juga ikut mempengaruhi hadirnya suatu hama di areal pertanian tersebut. Seperti yang telah dietahui bahwa setiap hama yang termasuk dalam hewan poikilotermi memiliki laju perkembangan yang sejalan dengan suhu lingkungan, apabila suhu lingkungan sesuai dengan sehu tubuhnya untuk berkembangbiak maka hama dari hewan poikilotermi akan terus melakukan perkembangbiakan. Contoh aplikasi konsep waktu-suhu dalam pengendalian hama pada serangga (Myzus persicae Sulz) salah satu hewan poikiloterm. Diketahui serangga memiliki suhu untuk hidup 16⁰C, salah satu jenis serangga yaitu Myzus persicae Sulzakan diperlakukan dengan teknik pengendalian hama secara mekanis dan fisik dimana akan dirubah lingkungannya dengan suhu diatas ambang atau normal dari hewan tersebut. Pertumbuhan populasi Myzus persicae Sulz dalam waktu 15 hari tampak meningkat dengan cepat pada keadaan kisaran suhu 15,40C – 33,70C dengan rata-rata 28,40C,  pertumbuhan populasi menjadi tertekan lebih rendah. Selanjutnya jika berada pada batas atas luar ambang yaitu pada kisaran suhu  tinggi 14,30C-41,70C dengan rata-rata. 300C pertumbuhan populasi menjadi sangat tertekan. (Suniarhti, 2005).Pada pembahasan tentang aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dalam pengendalian hama pertanian sudah tepat dengan cara pengendalian secara mekanis dan fisik. Karena pengendalian secara mekanis dan fisik ini lebih cenderung pada pengaturan suhu dan waktu pada hewan poikiloterm yang sebagian besar merupakan hama dalam pertanian. Dimana kita ketahui hidup hewan poikiloterm tergantung pada lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya. Dan waktu siklus hidup dari hewan poikiloterm pendek. Sehingga dengan menggunakan konsep waktu-suhu secara langsung merupakan pengendalian hama secara mekanis dan fisik.

BAB IIIPENUTUP

A.    KesimpulanDari sudut pandang ekologi, suhu lingkungan sangat penting terutama bagi hewan

poikiloterm untuk aktivitas dan pengaruh terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terhadapat hubungan linier. Hewan poikiloterm lama waktu perkembangan akan berbeda pada suhu lingkungan yang berbeda.Jadi setiap lama waktu perkembangan selalu disertai dengan kisaran suhu proses berlangsungnya perkembangan tersebut. Pada hewan poikiloterm, waktu merupakan fungsi dari suhu lingkungan

      Pengaplikasian waktu-suhu dapat dilakukan Pengendalian mekanis dan fisik. Pengendalian fisik adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi hama

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muhammad. 2011. (online)http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011/04/25/alternatif-teknologi-pengendalian-ulat-grayak-pada-kedelai-dengan-berbagai-jenis-insektisida-biorasional/. Diakses tanggal 5 Februari 2012.

Dharmawan, Agus, dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).

Page 9: APLIKASI KONSEP WAKTU

Suniarhti, Nenet, dkk. 2005. (online) http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/bahan_ajar_ilmu_hama_tumbuhan.pdf. diakses tanggal 3 Februari 2012.

Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolahan Hama Terpadu Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Madah University Press.

Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Yodha, Adtya Mahatva. 2010. Konsep Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). (Online) (http://aditmahatva.wordpress.com/xmlrpc.php),  diakses tanggal 10 Februari 2012).

1.    About these ads

Share this: