Aplikasi Klinis Pada Phosphat

7
Aplikasi klinis : 1. Diabetes Melitus Tipe 1 DM tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan hiperglikemik kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiomatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Gangguan hormon insulin merupakan dasar terjadinya gejala pada DM. Insulin diproduksi organ pankreas yang terletak di dekat hati dan berperan dalam melepaskan dan menyimpan bahan bakar tubuh. Hormon insulin diproduksi sesuai “pesanan” artinya kadarnya dapat naik dan turun tergantung kebutuhan. Insulin bekerja pada keadaan “makan” dan “puasa”. Setelah makan banyak, kadar insulin akan naik dan gula (glukosa) akan disimpan oleh tubuh. Sebaliknya saat puasa, kadar insulin akan turun dan gula yang disimpan dalam organ tubuh seperti hati, otot, dan lemak dilepaskan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Semakin lama puasa, energi yang tadinya berasal dari pemecahan gula semakin habis, digantikan oleh lemak dan protein yang dapat menimbulkan efek merugikan. Pada DM, kadar insulin terus menerus rendah atau kadarnya cukup tetapi tidak efektif sehingga meskipun penyandang DM sudah makan banyak, insulin tidak meningkat dan tubuh tidak dapat menyimpan gula berlebihan. Faktor keturunan (genetik) diduga sebagai penyebab utama meskipun kebanyakan anak ternyata tidak punya riwayat DM pada keluarga. Sebaliknya, dapat pula terjadi dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu anak yang mengidap DM tipe 1. Seseorang yang memiliki gen tertentu lebih rentan terkena DM tipe 1. Gen itu akan aktif bila dicetuskan faktor lingkungan seperti virus atau racun. Enterovirus merupakan pencetus yang paling jelas dan paling sering diteliti, salah satunya pada penyakit tangan, kaki, dan mulut (hand, foot, and mouth disease) dan polio. Diduga virus mengubah gen tersebut sehingga gen yang tadinya “adem ayem” menjadi aktif membentuk antibodi yang menyerang tubuh sendiri disebut autoantibodi. Defisiensi vitamin D belakangan ini juga dikaitkan dengan terjadinya DM pada anak. Organ tubuh Organ tubuh yang diserang adalah sel beta pankreas yang kerja utamanya memproduksi insulin. Alhasil, pankreas tak mampu lagi memenuhi kebutuhan insulin tubuh bahkan produksinya dapat

description

kjskdjs

Transcript of Aplikasi Klinis Pada Phosphat

Aplikasi klinis: 1. Diabetes Melitus Tipe 1 DM tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan hiperglikemik kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiomatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Gangguan hormon insulin merupakan dasar terjadinya gejala pada DM. Insulin diproduksi organ pankreas yang terletak di dekat hati dan berperan dalam melepaskan dan menyimpan bahan bakar tubuh. Hormon insulin diproduksi sesuai pesanan artinya kadarnya dapat naik dan turun tergantung kebutuhan. Insulin bekerja pada keadaan makan dan puasa. Setelah makan banyak, kadar insulin akan naik dan gula(glukosa) akan disimpan oleh tubuh. Sebaliknya saat puasa, kadar insulin akan turun dan gula yang disimpan dalam organ tubuh seperti hati, otot, dan lemak dilepaskan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Semakin lama puasa, energi yang tadinya berasal dari pemecahan gula semakin habis,digantikan oleh lemak dan protein yang dapat menimbulkanefek merugikan. Pada DM, kadar insulin terus menerus rendah atau kadarnya cukup tetapi tidak efektif sehingga meskipun penyandang DM sudah makan banyak, insulin tidak meningkat dan tubuh tidak dapat menyimpan gula berlebihan. Faktor keturunan (genetik) diduga sebagai penyebab utama meskipun kebanyakan anak ternyata tidak punya riwayat DM pada keluarga. Sebaliknya, dapat pula terjadi dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu anak yang mengidap DM tipe 1. Seseorang yang memiliki gen tertentu lebih rentan terkena DM tipe 1. Gen itu akan aktif bila dicetuskan faktor lingkungan seperti virus atau racun. Enterovirus merupakan pencetus yang paling jelas dan palingsering diteliti, salah satunya pada penyakit tangan, kaki, dan mulut (hand, foot, and mouth disease) dan polio. Diduga virus mengubah gen tersebut sehingga gen yang tadinya adem ayem menjadi aktif membentuk antibodi yang menyerang tubuh sendiri disebut autoantibodi. Defisiensi vitamin D belakangan ini juga dikaitkan dengan terjadinya DM pada anak. Organ tubuh Organ tubuh yang diserang adalah sel beta pankreas yang kerja utamanya memproduksi insulin. Alhasil, pankreas tak mampu lagi memenuhi kebutuhan insulin tubuh bahkan produksinya dapat terhenti sama sekali. Sebagai perbandingan, normalnya pankreas memproduksi 31 unit insulin perhari, sedangkan pasien DM tipe 1 memproduksi hanya 0-4 unit perhari; sehingga membutuhkan tambahan insulin dari luar. Faktor genetik dan lingkungan akan menentukan kapan dan seberapa parah DM yang mengenai anak.Penatalaksanaan diabetes berdasarkan pada regimen diabetik, yang meliputi diet, olahraga, obat obatan, edukasi mengenai diabetes, manajemen diri, dan pemantauan kadar glukosa dirumah. Untuk terapi penderita diabetes tipe 1, penekanan adalah pada suntikan insulin harian atau yang berfrekuensi lebih sering yang di seimbangkah secara seksama dengan olahraga dan diet.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Perubahan pola makan serba instant, tinggi lemak, banyak mengandung gula dan protein, ditambah kurangnya olahraga menjadikan semakin banyak orang mengalami obesitas. Kondisi ini harus dicegah karena selain mengurangi estetika penampilan diri, obesitas juga memicu timbulnya beragam penyakit seperti diabetes melitus (DM). Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum ditemukan. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemik dan glikosuria (Budiyanto, 2002). Di antara tipe DM yang ada, DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%).

WHO memastikan peningkatan penderita DM tipe 2 paling banyak akan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 karena kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan DM. Pengetahuan pasien tentang pengelolaan DM sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa darah. Penderita DM yangmempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat hidup lebih lama (Basuki, 2005).Untuk penderita diabetes melitus tipe 2, penekanan adalah pada diet, pengendalian berat badan, dan olahraga,. Pengobatan seperti agen antidiabetes dan insulin digunakan seperlunya. Agen anti diabetik oraldapat berhasil digunakan pada pengobatan diabetes tipe 2.a. Sulfonilurea ( misal : glipzid, gliburid ) menggunakan efek primernya untuk merangsang pelepasan insulin endogen.b. Metformin ( suatu biguanid ) menekan pelepasan glukosa hati dan menekan pelepasan glukosa hati dan meningkatkan sensitivitas insulin.c. Tiazolidinediones ( misal : rosiglitazon, pioglitazon ) demikian juga dalam membagi kapasitas metformin untuk mengurangi resistensi insulin, menurunkan kadar glukosa dan insulin dengan risiko hipoglikemia yang kecil.d. Akarbosa menunda absorpsi karbohidrat yang dikonsumsi, sehingga menurunkan penigkatan kadar glukosa postprandial pada pasien pasien ini.

3. DispepsiaDispepsia merupakan kumpulan gejala seperti keluhan nyeri, perasaan tidak nyaman pada saluran cerna bagian atas. Penyebab timbulnya dispepsia adalah faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi visceral lambung, psikologi, dan infeksi Helicobacter pylori (Djojoningrat, 2001). Pola makan sebagian besar proses dan hubungannya belum jelas diketahui. Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakaturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia (Reshetnikov, 2007). Jika proses ini berlangsung sangat lama, produksi asamlambung akan berlebihan sehingga mengiritasi dinding mukosa pada lambung yang akhirnya menyebabkan rasa perih dan mual (Robert, 2000). Aktivitas yang tinggi baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah menyebabkan makan menjadi tidak teratur (Sayogo, 2006). Angka kejadian dispepsia di masyarakat luas tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang di lakukan pada komunitas remaja selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38% (Jones dkk, 1989). Dimana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak di dapatkan pada usia yang lebih muda (Jones dkk 1990).Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dikatakan dispepsia organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mudah. Dan dikatakan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (1,2,4). Heyse (1994) memperkirakan di United Kingdom, dispepsia yang ditemui dokter umum sampai 25 % sementara oleh gastroenterohepatologist sampai 70 %. Kejadian dispepsia fungsional 6 10 kali kejadian tukak peptik dan ini merupakan beban bagi gastroenterohepatologist.Penelitian yang dilakukan Mudjadid dan Manan mendapatkan 40 % kasus dispepsia disertai dengan gangguan kejiwaan dalam bentuk anxietas, depresi atau kombinasi keduanya. Dispepsia mungkin merupakan gejala awal dari penyakit gawat, misalnya tukak peptik, kholelitiasis atau karsinoma lambung, tetapi sering juga pada penderita tidak ditemukan kerusakan organ. Akibat gangguan pikiran, kelelahan karena terlalu banyak bekerja dan problem keuangan juga bisa menimbulkan keluhan dispepsia. Sudah sejak beberapa ratus tahun sebelum masehi, para ahli Socrates dan Hypocrates, yang menyebutkannya melancholi dan mengakui bahwa faktor psikis berperan penting pada kejadian dan perjalanan penyakit seseorang . Walaupun kemudian mengalami perkembangan (sesuai alam fikiran pada zamannya), namun akhirnya para ahli yakin bahwa patologi suatu penyakit tidak hanya terletak pada sel atau jaringan saja, tetapi terletak pada organisme yang hidup dan kehidupan, tidak ditentukan oleh faktor biologis semata, tetapi erat sekali hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan yaitu lingkungan bio-sosio-kultural dan agama. Faktor faktor biologis (somatis), psikis dan lingkungan masing-masing mempunyai interrelasi dan interaksi yang dinamis dan terus menerus, yang dalam keadaan normal atau sehat keduanya dalam keadaan seimbang. Jika ada gangguan dalam satu segi, maka akan mempengaruhi pada segi atau lingkungan yang lainnya dan sebaliknya (6) . Jadi jelaslah bahwa setiap penyakit memiliki aspek somatis, psikis dan lingkungan bio-sosio-kulturil dan bahkan agama. Dengan demikian konsep monokausal dari suatu penyakit sudah tidak dianut lagi . Pengetahuan tentang hubungan antara jiwa dan badan terus berkembang sampai akhir abad ke dua puluh ini, baik melalui pendekatan psikoanalisa maupun bukti-bukti yang didapat dengan hasil penelitian modern. Inilah sebabnya keadaan depresi walaupun hal tersebut merupakan gangguan emosi, akan tetapi terdapat pula gangguan somatik. Pasien-pasien ini sering datang menghubungi dokter-dokter non psychiatrist dengan keluhan somatiknya, yang paling sering mempengaruhi saraf pusat, saluran pencernaan, kardiovaskuler, atau sistem muskuloskeletal . Wright mengatakan bahwa lebih dari 40 % pasien depresi, pada awalnya muncul dengan ke luhan somatik dari pada simtom psikologi dan selalu tidak bertingkah laku seperti pasien depresi. Pasien-pasien depresi yang tidak diketahui ini, dikatakan kurang mengeluhkan keadaan depresinya, tetapi dengan keluhan penyakit-penyakit fisik akan memperberat depresinya. Whilist mengatakan mereka menutupi depresinya dengan banyaknya keluhan-keluhan somatiknya. Yang harus kita pikirkan pada pasien-pasien dengan keluhan tersebut adalah :a. Masalah mungkin murni psikis yang diekspresikannya.b. Mungkin ada sedikit kelainan organik yang bertumpang tindih dengan faktorpsikis.c. Beberapa pasien yang jelas ada kelainan organik, mungkin memiliki sedikitmasalah psikis. Diagnosis depresi dibuat dengan menegakkan tidak dijumpainya gangguan organikyang menjelaskan keluhan fisik dan didapatinya tanda-tanda vegetatif yang selalu dijumpai pada pasien depresi. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek : terapi kognitif, terapi interpersonal,dan terapi perilaku yang telah diteliti manfaatnya dalam pengobatan gangguandepresi mayor. Harold G.K, dan kawan-kawan dalam penelitiannya memperoleh kesimpulan, bahwa psikoterapi psikoreligius dapat mempersingkat masa remisi pada pasien pasien depresi dengan penyakit-penyakit medis yang dirawat di rumah sakit.

4. Batu ginjalBatu saluran kemih merupakan penyakit terbanyak ke tiga dibidang urologi setelah penyakit infeksi saluran kemih dan penyakit kelenjar prostate.Insidensi dan prevalensi setiap negara bervariasi,tertinggi terutama negara kawasan Asia dan Afrikayang dilalui sabuk batu (stone belt) yaitu sebesar4%-20% dan Indonesia termasuk di dalam daerah sabuk batu itu. Penyakit ini diperkirakan menyerang 1.4% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Komposisi mineral dalam air minum yang bersumber dari air permukaan (dataran tinggi/rendah) didominasi oleh unsur kalsium dan magnesium, kadar kalsium (Ca2+) inilah diduga dapat mengakibatkan hiperekskresi kalsium urin dan supersaturasi (kristalisasi kalsium oksalat) yang merupakan proses awal terjadinya batu saluran kemih. Proses pembentukan batu saluran kemih dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Masukan dari diet memiliki kontribusi cukup besar untuk terjadinya batu saluran kemih, adapun kebiasaan makan yang menjadi predisposisi pembentukan batu saluran kemih antara lain bahan makanan sumber protein hewani, protein nabati, Ca dan P, oksalat, asam urat, dan asam sitrat. Komponen pembentukan batu saluran kemih 59% merupakan batu kalsium oksalat murni atau campuran dan 41% merupakan batu kalsium fosfat murni atau campuran. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan, mencegah serta mengobati gangguan akibat batu saluran kemih. Kesadahan air minum tidak berpengaruhterhadap kadar kalsium urin dan sedimen kalsium oksalat. Kebiasaan minum dan kebiasaan makan sumber asam sitrat merupakan dua hal yang sangat menentukan yaitu sebagai proteksi atau penghambat (inhibitor) pembentukan kristalisasi kalsium oksalat. Untuk mengurangi risiko terhadap sedimen kalsium oksalat diupayakan pada mengkonsumsi air yang telah dimasak = 1,5 liter/hari dan perlunya menambahkan konsumsi sumber asam sitrat dalam kebiasaan makan sehari-hari, kuantitas konsumsi disesuaikan dengan kebutuhan.