ANTROPOS HEMAN #4: Bukan Makan Biasa

20
Edisi 04 Culinary Issue April 2015 Read online at: http://issuu.com/antroposheman Etnomini Mengenal Filosofi dan Simbol yang Ada dibalik Nasi Etnomini Modifikasi kuliner Kue Tjubiet Catatan perjalanan Sipin putra: Mencumbu Pulau Obi, Maluku Utara Laporan Khusus RAKERNAS JKAI 2015 BUKAN Makan BIASA

description

Makan tak lagi hanya sekedar memasukkan makanan kedalam tubuh manusia. Makan kemudian menjadi fenomena sosial yang menarik untuk dibahas lewat sudut pandang antropologi.

Transcript of ANTROPOS HEMAN #4: Bukan Makan Biasa

Edisi 04Culinary Issue

April 2015Read online at:

http://issuu.com/antroposheman

Etnomini

Mengenal Filosofi dan Simbol yang Ada dibalik Nasi

Etnomini

Modifikasi kuliner Kue Tjubiet

Catatanperjalanan

Sipin putra: Mencumbu Pulau Obi,

Maluku Utara

Laporan Khusus

RAKERNAS JKAI 2015

BUKAN

MakanBIASA

ANTROPOS | 2

Untuk HeMAn 2015 semoga

sukses semua prokernya dan

untuk Antropos semakin hits

tulisan-tulisannya. Ik ben trots op

jou lah pokoknya-Indah (Antrop 2013)

Semoga makin berjaya kaya WPC !!! Kalo bisa sih melebihi

WPC..hehehe-Anonim

Semoga masyarakat antrop lebih gaul dan

beriman-Anonymous

Antropos kayaknya harus lebih dikenal dikalangan jurusan lain di FISIP deh. Jaringannya diperluas lagi se UI gitu. Jadi ga cuma antrop aja yang bisa menikmati bacaan antropos. Karena antropos itu kan ngepos mengenai manusia kan?! Hehehe-Rahasia-

Sampaikan saran dan kritik kalian untuk ANTROPOS maupun untuk HeMAn 2015 melalui e-mail ke:

[email protected] subjek: KotakPos_Nama/inisial.

Ditunggu suratnya!

Pesan dari Redaksi

Punya banyak tulisan tapi bingung mau dipublikasi dimana? Pas banget! Antropos punya ruang khusus buat tulisan kamu mulai edisi ke 2! Buat kamu yang berminat, bisa mengirim tulisan kamu via e-mail ke:

[email protected] (dengan subjek: Kontribusi_Nama_Jurusan/angkatan).

Pastikan tulisannya sesuai ketentuan dibawah ini ya!1. Maksimal 3 halaman (tanpa foto) A42. Font Times New Roman, 12pt, Spasi 1.53. Jika ada foto, attach pada email4. Tulisan adalah karya sendiri, bukan plagiat.

ANTROPOS | 3

MENU

Hello! Senang rasanya bisa

kembali menghadirkan ANTROPOS kepada para pem-

baca sekalian. Bagaimana ujian tengah semester kemarin? Semoga hasilnya memuas-kan dan jangan lupa bersiap untuk UAS di bulan Juni nanti ya :)

Makan adalah sebuah kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Berawal dari upaya memenuhi kebutuhan dasar, saat ini makan juga menjadi kegiatan untuk menjaga eksistensi dalam kehidupan sosial loh! terbukti dari muncul-nya istilah ‘makan-makan cantik’ untuk kemudian diabadikan dan dibagikan lewat media sosial. Jangan lupa dengan fenomena kreasi makanan tradisional yang belakangan ini tengah marak dikalangan remaja, misalnya saja fenomena kue cubit dengan rasa masa kini.

Edisi keempat ANTROPOS kali ini akan banyak mem-bahas makanan dan kaitannya dengan kehidupan sosial yang dikaji lewat pendekatan antropologi. Kenapa memilih tema makanan? Karena makan ada-lah kebutuhan utama bagi manusia dan siapa yang tidak suka makan? hehehe :D

Well, bagi siapapun yang membaca edisi ini, selamat membaca! Dan siap-siap untuk menjadi lapar ya :D

Redaksi ANTROPOS

KOTAK POS

EDITORIAL

DAFTAR ISI

DARA

FILM: MADRE

OPINI

PROFIL

ETNOMINI

CATATAN PERJALANAN: SIPIN PUTRA

BUKU:PERANAKAN

TIONGHOA

LAPORAN KHUSUS:RAKER JKAI 2015

GALERI

2

3

3

4

5

6

8

10

14

16

17

19

REDAKSI ANTROPOS 2015Editor: Widiningsih & Fikriana

Writer: Saras Fauzia, Dian Anisa, Indraini Hapsari, Riani Sanusi, Arief Wicaksono,

WidiningsihLayout: Fikriana

Cover Photo Credit: http://www.huzza.net/

ANTROPOS | 4

Makanan favorit kalian saat kecil apa sih? Dan bagaimana

kalian berupaya mempertahankannya?

Dari kecil suka banget makan kue ape, atau kue tete. Saat ini memang masih banyak yang jual, tapi kayaknya bakalan gak kalah hits sama kue cubit kalau ada yang bisa membuat variasi rasa dari kue itu biar gak bosen sama rasanya :D -Nana

gulali rambut nenek yang warnanya kuning dengan krupuk warna pink! Sekarang makanan itu udah jarang banget ditemuin di sekitar rumah gue. Supaya makanan itu idup lagi yaa.. jumlah permintaan atas makanan itu harus banyak supaya banyak juga penjual yang akhirnya menjual makanan itu lagi, karena menurut gue suatu makanan bisa terus ada atau laku karena peminatnya banyak atau terus dikonsumsi. -Widi

kue lekker! setelah pulang sekolah aku pasti beli ke abang-abang yang selalu di depan sekolah aku. Tapi sekarang udah jarang banget aku liat penjual lekker, mungkin jajanan tempo dulu yang sudah jarang ada ini, bisa eksis lagi kalau sering diadakan acara bazAar makanan yang bertemakan jajanan tempo dulu. -Saras

Banyak banget, kaya permen white rabbit yang bungkusnya bisa dimakan, kue cubit bentuk sarang laba-laba, mie tami yang ditaburin bumbu dulu baru dimakan. cara me-lestarikan produk yng udah ga diproduksi lagi sih susah, tapi mungkin kalo kue cubit bisa coba bikin sendiri terus undang temen buat nyicipin. -Dian

Kembang tahu dan sagu rangi! Ajak teman atau kerabat yang belum tau apa itu kembang tahu dan sagu rangi untuk nyobain agar mereka tau betapa enaknya makanan-makanan itu (yum) (yum)- Sari

Hmm telur dadar bulet kecil-kecil, telor gulung yg pake tusuk lidi, kue cubiit :D, es potoong (skrg msh ada sih), trus coklat payung. biar eksis lagi? Hmm mungkin para produsennya udh mikir kalo jajanan spt itu skrg nggak ngehits lagi ke anak-anak. Kalah sm kayak tango, oreo, qtela, dll. Tapi di sekolah di desa, msh adaa loooh. Tp gak sebanyak duluuu. -Wicak

Gulali, sebenernya ada banyak jajanan favorit waktu kecil. Tapi gulali ini nih yang kayaknya jarang banget sekarang. Menurut gue biar jajanan yang satu ini tetep eksis mungkin dibikin dengan bentuk yang unik dengan kemasan menarik. -Riri

ANTROPOS | 5

Genre : DramaTanggal Rilis Perdana : 28 Maret 2013 (Wide)Durasi : 100 min.Studio : Mizan ProductionSutradara : Benni SetiawanProduser : Avesina Soebli, Putut WidjanarkoPenulis Naskah : Benni Setiawan, Dewi LestariPemain : Vino Bastian, Laura Basuki, Didi Petet, Titi Qadarsih

MadreMelestarikan Warisan Kuliner

Film yang diadopsi dari novel dengan judul yang sama karya Dewi Lestari ini, bercerita tentang kehidupan Tansen (Vino G Bastian) seorang surfer yang tinggal di Bali dengan kehidupan bebasnya, di-haruskan untuk pergi ke Bandung mene-mui pengacara yang mengatakan bahwa ia mendapatkan sebuah warisan dari kakek -nya Tan Sie Gie, kakek kandung yang belum pernah ia kenal sebelumnya.Warisan tersebut membawa Tansen untuk bertemu Pak Hadi (Didi Petet) yang dulunya adalah seorang pegawai dari toko roti Tan deBakker milik Tan Sie Gie. Pertemuannnya dengan Pak Hadi jugalah yang membuat Tansen mengetahui sejarah keluarganya yang selama ini tidak pernah ia ketahui, bahwa ia merupakan seorang keturunan Tionghoa dan India yang dulunya memi-liki sebuah toko roti ternama. Perubahan dalam hidup Tansen benar-benar benar- benar terjadi ketika ia mengetahui bahwa warisan yang diberikan kakeknya hanyalah sebuah kunci tua untuk membuka sebuah lemari es, dan didalam lemari es tersebut berisi sebuah toples berisi biang roti yang bernama madre. Madre-lah yang membuat perubahan be-sar dalam hidup Tansen, karena madre adalah rahasia kenikmatan dari roti buatan keluarga Tan Sie Gie. Disinilah yang menarik, yaitu bagaimana usaha Tansen

untuk mempertahankan resep rahasia keluarga, serta bagaimana ia meninggal-kan kehidupan bebasnya tanpa tanggungan apapun dan memulai ber-komitmen untuk mempertahankan resep warisan keluarga dan membangun kembali usaha toko roti milik kakeknya. Kondisi semakin menarik dengan kedatangan seorang wanita bernama Mei (Laura Basuki) yang sangat berambisi untuk memiliki madre, dan menawarkan harga yang tinggi untuk membeli madre beserta toko roti Tan de Bakker.Pada awalnya kedatangan Mei untuk mem-beli madre dan Tan de Bakker sangat di -sambut baik oleh Tansen, dan ia yakin untuk menjualnya kepada Mei, namun melihat Pak Hadi serta beberapa mantan pegawai Tan de Bakker yang sangat sedih dengan keputusan Tansen, seketika meruntuhkan niatnya untuk menjual dan ingin menghidupkan kembali Tan de Bakker. Namun Mei dengan ambisinya yang sangat besar tidak henti-hentinya meyakinkan bahwa dengan menjual Tan de Bakker dan madre kepadanya, maka bisnis mereka akan mudah berkembang. Ternyata dibalik ambisi Mei untuk mendapatkan Tan de Bakker dan madre berkaitan dengan pengalaman masa kecil bersama dengan almarhum kakeknya. (Saras)

ANTROPOS | 6

Setiap manusia membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidupnya. Namun, makanan yang dikonsumsi oleh banyak orang saat ini, seolah tidak hanya sebatas me-menuhi fungsi tersebut. Hal ini terlihat dari marak-nya berbagai variasi makanan “baru“ dengan rasa yang beragam pula yang disajikan oleh produsen makanan untuk menarik perhatian konsumen, khususnya konsumen kalangan muda. Fenomena ini mendorong Antropos untuk memberikan ruang bagi penggemar makanan agar dapat berkontri-busi dalam menyalurkan pendapatnya.

A (Antropos): Mengapa kamu suka melakukan wisata kuliner?

C (Cia): Karena makan adalah hobiku. Selain itu, sekarang banyak tempat makan yang dibuat unik atau lucu. Varian makanannya juga beragam sehingga menarik perhatianku untuk menyicipi. Sebenarnya makanan dulu rasanya juga enak, tetapi perbedaannya makanan sekarang telah banyak mengalami modifi-kasi rasa dan bentuk sehingga menjadi jauh lebih menarik untuk dicoba. Ketika aku berkunjung di suatu daerah di dalam negeri maupun luar negeri, aku tidak pernah lupa untuk menanyakan kepada teman-teman mengenai rekomendasi makanan khas di sana. Paparan informasi mengenai makanan khas ini seringkali mendorongku untuk mendatangi tempat-tempat makan yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya di suatu daerah.

A: Alasan apa yang melatarbelakangi kamu untuk pergi ke suatu tempat makan?

C: Tentunya karena rasanya yang enak. Tetapi, terkadang aku juga sering pe-nasaran dengan kafe atau tempat makan baru, meskipun belum tahu rasanya seperti apa sehingga sering pula mencoba-coba untuk pertama kalinya. An-daikan ternyata tempat tersebut tidak enak rasa makanannya, maka aku tidak akan datang kembali ke sana. Hehehe“

Berikut ini merupakan hasil wawancara dengan seorang konsumen yang gemar melakukan wisata kuliner sekaligus mahasiswi antropologi angkatan 2012, Chairunnisa Diya S. atau yang akrab dipanggil Cia, terkait pandangannya mengenai makanan mau-pun wisata kuliner itu sendiri. (WIDI)

ANTROPOS | 7

A: Berapa kali kamu melakukan wisata kuliner dalam seminggu dan dengan siapa biasanya kamu pergi?

C: Wisata kuliner untukku pribadi sebenarnya bukan suatu hal yang sengaja untuk dilakukan. Tetapi lebih kepada berkunjung ke tempat-tempat makan baru yang belum pernah aku kunjungi sehingga cenderung seperti ber-wisata kuliner. Selain berkunjung ke tempat makan yang belum pernah aku datangi, aku seringkali pergi ke tempat makan yang aku suka karena rasanya yang enak, seperti Pecel Lele Malabar di Bogor. Aku cenderung sering datang ke tempat makanan yang rasanya enak.

A: Menurutmu, apa saja yang harus disiapkan jika ingin melakukan wisata kuliner?

C: Uang sangat diperlukan karena bagaimana bisa membeli makanan apabila tidak memiliki atau membawa uang. Hehehe“

A: Berikan rekomendasi tempat makan favoritmu, dong! Mengapa tempat tersebut menjadi favorit?

C: Kafe Cyrano di Surya Kencana karena tempatnya bagus, lucu atau unik, dan makanannya juga enak, tidak seperti kebanyakan kafe lainnya yang lebih meng-utamakan dekorasi tempat daripada rasa makanannya. Selain itu, ada juga bonex kalau ingin makan seafood di Bogor. Mie kocok Mawar di Bogor, Pecel lele/ayam di Malabar, dan Ayam bakar kencana juga boleh dicoba karena rasa makanannya yang enak.

ANTROPOS | 8

Rabu, 25 Maret 2015, tim Antropos menemui Mas Imam Ardhianto atau yang akrab disapa Mas Imam di Puska (Pusat Kajian Antropologi), Departemen

Antropologi, Gedung B, FISIP UI. Dosen yang lahir di Jakarta pada 23 Oktober, 31 tahun lalu ini memiliki minat studi dalam antropologi globalisasi,

religi dan modernitas, serta hubungan sains teknologi dan kebudayaan. Sehingga, ketika kami mencoba membicarakan isu kuliner dewasa ini, Mas

Imam banyak mengaitkannya dengan isu globalisasi. (SARI)

Secara umum, bagaimana antropologi melihat suatu kegiatan makan? Khususnya, dikaitkan dengan konteks masyarakat Jakarta dan sekitarnya saat ini.

Dari sisi antropologi, kegiatan makan bukan saja dilihat sebagai hal yang sifatnya biologis tapi juga sosial. Makanan menjadi bernilai bukan hanya karena rasa tetapi juga karena faktor tempat di mana makanan itu disajikan, disajikan dengan kemasan seperti apa, intinya, ada atmosfer-atmosfer tertentu di dalamnya yang dicari untuk memper-oleh suatu prestise. Contohnya, ketika seseorang atau khususnya, anak muda di Jakarta, ingin mencari tempat makan, pertama kali, bukan rasa yang dicari tetapi tem-pat makan yang menyajikan makanan tertentu yang kemudian karena penampilan restoran dan juga makanannya yang “spesial“, bisa dipamerkan dalam media sosialnya sehingga dapat menarik banyak perhatian orang.

Dunia kuliner di Jakarta, Depok, dan sekitarnya, kini sedang diramaikan dengan tren makanan yang dianggap sangat “anak muda“ seperti kue cubit warna-warni yang diberi topping beragam sampai singkong goreng keju. Kalau dilihat kembali, sebe-narnya makanan-makanan tersebut adalah makanan tradisional yang dimodifikasi. Dari sisi antropologi, bagaimana Mas Imam menanggapinya?

Ketika berbicara mengenai kue cubit atau singkong goreng yang telah dimodifikasi itu, kita akan berbicara mengenai hal lokal yang mengglobal. Ketika yang lokal meng-global, kita akan membicarakan suatu produk yang distandarisasi dan disesuaikan den-gan segmen pasarnya. Esensi global di sini adalah bukan perkara menciptakan hal yang sama atau lazim dengan hal lainnya tetapi di mana, si “lokal“ ini masuk ke dunia yang lebih luas dan kemudian nantinya akan berkompetisi. Pemodifikasian makanan tadi, misalnya, diberikan topping keju atau sebagainya, itu merupakan suatu strategi marketing untuk membuat rasa yang “tradisional“ menjadi lebih bisa diterima oleh lidah orang-orang yang berasal dari luar daerah asal makanan tersebut atau dengan kata lain, apa yang “lokal“ ini mengalami penyesuaian-penyesuaian sehingga dapat meram-bah ke segmen pasar yang lebih luas lagi.

Lalu, bagaimana suatu tren kuliner bisa terbentuk?

Hal utama yang melatarbelakangi munculnya sebuah tren adalah masalah diferensiasi. Diferensiasi merupakan suatu logika pasar. Namun, selain proses diferensiasi, ada hal penting yang harus diingat yaitu tren tidak akan muncul tanpa ada kaitannya dengan hal yang telah ada sebelumnya. Ketika ada hal yang dapat direproduksi maka di suatu

ANTROPOS | 9

waktu, hal itu akan mengalami replikasi. Nah, inilah yang menyebabkan munculnya tren untuk mengambil lagi hal-hal yang telah ada di masa lalu kemudian dimodifikasi sesuai dengan kemajuan teknologi di bidang industri yang ada dan kreativitas dari para pengusaha.

Dari tadi, kita membicarakan “makanan tradisional“, sebenarnya, definisi dari makanan tradisional, di Indonesia khususnya, itu seperti apa ya, Mas?

Wah, itu yang kemudian menjadi penting dalam pembicaraan ini. Jaman sekarang, katakanlah 10 tahun terakhir, banyak orang kota yang seakan terobsesi untuk men-cari makanan tradisional yang otentik. Pertanyaannya kemudian, yang otentik itu yang seperti apa?Berbicara mengenai otentisitas, khususnya dalam konteks kuliner Indonesia, adalah bukan perkara mana makanan yang memang benar-benar asli Indonesia. Kita tahu bahwa tidak akan ada yang seasli itu karena adanya berbagai pertemuan budaya yang juga memengaruhi kuliner-kuliner di Indonesia. Ini adalah masalah the politics of belonging. Dari kecil hingga sekarang, setiap pulang ke Tangerang, saya selalu mencari ketupat sayur yang dijual oleh seorang bapak tua di dekat rumah. Ketupat sayurnya mirip sekali dengan laksa dari Malaysia. Menurut saya, ketupat sayur seperti itu yang otentik. Nah, kita bisa lihat bahwa apa yang dikatakan “otentik“, sifatnya sangat lokal. Kalau kembali lagi dengan obsesi orang yang ingin mencari hal-hal otentik, sebenar -nya, itu adalah cara mereka untuk menjustifikasi identitas, terutama, bagi orang yang tinggal di perkotaan.

Oh ternyata begitu ya, Mas. Tadinya, saya ingin bertanya, apakah pemodifikasian makanan-makanan tersebut dapat mempertahankan atau menghilangkan “keaslian“ makanan tradisional itu sendiri.

Ya, dari pemahaman mengenai makanan otentik tadi maka keotentisitasan mana yang ingin dipertahankan atau dapat menghilang?

Antropers, ternyata menarik sekali ya pembahasan mengenai isu kuliner dewasa ini dilihat dari sudut pandang antropologinya Mas Imam. Ternyata, definisi makan bu-kan lagi sekadar memasukkan sesuatu ke dalam mulut untuk menghilangkan rasa lapar atau menyantap sesuatu yang kita anggap rasanya cocok dengan lidah kita tetapi dalam proses makan atau memilih suatu makanan, melibatkan banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan sosial dan budaya. Terutama, bagi anak-anak muda ja-man sekarang, lebih rumit lagi, mau makan, pilih-pilih dulu tempat yang bagus, mencari tampilan makanan yang menarik, agar nantinya bisa diabadikan di so-sial media dan dapat banyak “jempol“ dari followers-nya. Di masa yang akan datang, mungkin definisi dari makan akan terus berkembang, seperti yang telah dijelaskan Mas Imam, dengan perkembangan teknologi industri yang se-makin canggih ditambah kreativitas super para pengusaha maka raw materials yang itu-itu saja dapat disulap menjadi produk-produk makanan yang beragam. Bon appétit!

ANTROPOS | 10

etnomini

Apa yang muncul dalam benak kalian jika kita membicarakan kuliner? Apa-kah terlintas berbagai jenis kuliner daerah Indonesia atau justru beragam kuliner yang berasal dari luar negeri? Lalu bagaimana dengan pembicaraan mengenai kuliner khas Indonesia, dapatkah kita menemukan satu jenis kuliner yang mewakili keberagaman makanan daerah-daerah di Indonesia?Jawaban atas pertanyaan ini mungkin mengacu pada kuliner pokok mayor-itas orang Indonesia, yaitu nasi. Akan tetapi, kita tidak boleh melupakan kuliner pokok masyarakat yang berupa sagu atau jagung. Kira-kira hal menarik apa ya yang dapat ditemukan ketika kita membahas salah satu kuliner pokok mayor-itas orang Indonesia ini? Dapatkah kalian membayangkan cerita-cerita menarik dibalik nasi? Dalam tulisan ini, penulis mencoba membuka wawasan kita untuk mengenal dan mengetahui filosofi-filosofi yang ada dibalik sajian nasi. Menarik, bukan? Yuk simak tulisannya.

Tahukah kalian bahwa nasi memiliki filosofi kemakmuran? Hal ini mewujud dalam bentuk tumpeng. Tumpeng merupakan sajian nasi kerucut dengan aneka lauk pauk yang ditempatkan dalam tampah (nampan besar, bulat, dari anyaman bambu). Tumpeng merupakan tradisi sajian yang digunakan dalam upacara, baik yang bersifat kesedihan maupun gembira. Tumpeng dalam rit-ual Jawa jenisnya ada bermacam-macam, antara lain: Sangga Langit, Arga Dumilah, Megono dan Robyong. Tumpeng yang menyerupai gunung meng-gambarkan kemakmuran sejati. Air yang mengalir dari gunung akan menghidu-pi tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang dibentuk Robyong disebut semi atau semen, yang berarti hidup dan tumbuh berkembang.

Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada jaman dahulu, tumpeng selalu disajikan dari nasi putih. Nasi putih dan lauk-pauk dalam tumpeng juga mem-punyai arti simbolik. Berbentuk gunungan atau kerucut yang melambangkan tangan merapat menyembah kepada Tuhan. Nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik“ dan “tinggi“.

Mengenal Filosofi dan Simbol yang Ada di balik Nasi

[Divisi Keilmuan He-MAn 2015]

ANTROPOS | 11

Pada masyarakat Yogyakarta, ada empat jenis nasi yang mengandung simbol keselamatan. Empat jenis nasi ini selalu disajikan dalam setiap upacara sakral maupun acara peringatan ulang tahun Sultan di Keraton Yogyakarta. Keempat jenis nasi itu ialah nasi kuning, nasi megana, nasi gurih, dan nasi blawong. Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman Hamengku Buwono I. Untuk menyertai empat jenis nasi itu, disajikan juga masakan seperti sayur bobor, sayur brongkos, serta ayam bacem yang merupakan kegemaran Sultan Hamengku Buwono IX. Keempat jenis olahan nasi itu menyimbolkan keselamatan. Tak heran nasi-nasi itu, kecuali nasi blawong, kerap disajikan masyarakat luas setiap mengadakan acara selamatan. Nasi blawong disajikan pada acara ulang tahun Sultan sejak zaman Hamengku Buwono I sampai sekarang. Rupa nasi blawong berwarna merah, meskipun beras yang digunakan adalah beras putih. Warna kemerahan berasal dari aneka rempah yang dipakai saat menanak. Sebagai lauk-pauknya, nasi ini didampingi ayam goreng bacem, telur pindang, serta masakan daging sapi yang dipotong seukuran dadu dan diolah dengan bumbu kecap. Jadi, se-lain memiliki filosofi kemakmuran, harapan akan kesejahteraan hidup, nasi juga mengandung simbol kesakralan dan keselamatan. Fenomena ini tentunya harus dilihat dari sudut pandang masyarakat penyandang kebudayaannya. Merupa-kan hal yang menarik untuk mengetahui bahwa terdapat simbol dan filosofi dibalik nasi, makanan kita sehari-hari.

Referensi:http://www.apakabardunia.com/2011/03/mengenal-dan-mengetahui-filosofi-yang.htmlhttp://www.tempo.co/read/news/2014/11/30/201625462/Nasi-Blawong-Makanan-Sakral-Sul-tan-Yogyakarta

Foto: Berbagai sumber

ANTROPOS | 12

etnomini

Jajanan SD yang satu ini kini kembali banyak digemari oleh berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Dulu kue cubit hanya populer di kalangan anak-anak sekolah. Tapi, kini si kue cubit menjadi buah bibir dan diburu oleh banyak penikmat kue. Sejak dulu jajanan manis kue cubit sudah sering di jumpai di gerobak-gerobak pinggir jalan dengan rasa original ataupun dengan bentuk laba-laba. Namun beberapa bulan belakangan jajanan anak sekolahan yang satu ini menjadi booming kembali namun dengan modifikasi rasa yang berbeda seperti bubble gum, red velvet, moka, green tea, hingga taro dengan berbagai topping yang menggiurkan seperti oreo, kit-kat, ovomaltine, nutella, marshmallow dll. Selain itu, penjual kue cubit sekarang tidak hanya menjual di gerobak gerobak saja melainkan sudah mulai dari kios di kantin pusat jajanan hingga restoran ber-AC. Tapi kenapa eksistensi kue cubit bertambah jika dibandingkan dengan sebelumnya? Hal ini dikarenakan ada-nya modifikasi sehingga bentuk dan rasanya warna warni unik kemudia muncul dalam perbincangan di media sosial melalui foto misalnya lewat instagram atau path. Hal ini kemudian membuat orang penasaran dan berbondong-bondong beli /biar terlihat kekinian karena lagi trend. Selain itu, karena rasanya enak membuat para pembeli ketagihan.

Fenomena ini tidak terlepas dari maraknya trend pemasaran dengan target anak muda. Percaya atau tidak, pasar dengan target anak muda kini memegang peranan yang cukup besar dalam perekonomian. Seiring dengan perkem-bangan zaman, anak muda mampu menciptakan pasarnya sendiri. Oleh karena itu, banyak pengusaha yang mencoba masuk ke pasar anak muda dan mempraktikkan teknik pemasaran yang dinamakan youth marketing. Youth marketing bisa dikatakan sebagai teknik pendekatan bisnis yang sama sekali berbeda dan juga sulit. Hal ini dikarenakan youth marketing merombak budaya perusahaan, bukan mengganti taktik atau menyesuaikan strategi. Salah satu bentuk youth marketing yang sedang berkembang saat ini adalah fenomena modifikasi kuliner. Kuliner yang dimodifikasi biasanya merupakan jajanan tra-disional yang dulu mewujud dalam bentuk sederhana namun kini diubah men-jadi lebih bervariasi. Mereka mendekati dan mencari tahu apa yang diinginkan dan apa yang akan menjadi tren dalam kehidupan anak muda.

Modifikasi kuliner Kue Tjubiet

oleh

divisi Keilmuan He-Man 2015

ANTROPOS | 13

Beberapa tahun belakang ini, anak muda/remaja merupakan “pasar empuk“ bagi produsen dalam maupun luar negeri. Hal tersebut tentunya didukung oleh pola konsumsi dan daya beli masyarakat yang meningkat. Kini, aktivitas kon-sumsi bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, melainkan su-dah mulai mengarah pada pola konsumtif serta peningkatan kebutuhan tersier diiringi dengan perkembangan “life-style. “ Hal ini menarik untuk dikaji lebih da-lam, yakni mengenai perubahan pola konsumsi masyarakat terkait dengan perkembangan gaya hidup yang sejalan dengan arus perubahan zaman. Ber-dasarkan survey, terjadi peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia dari tahun ke tahun dan tidak terpusat di kota besar. Hal menarik lainnya adalah masyarakat Indonesia loyal dalam berbelanja makanan dan minuman.

Tren hang out dan antrian pada outlet kue cubit yang padat merupakan be-berapa gambaran pola pembelian dan impulse buying masyarakat Indonesia. Fenomena tersebut juga menggambarkan kemudahan masyarakat Indonesia untuk dipengaruhi sebuah tren. Kemampuan pembelian ditambah dengan ke-percayaan diri dalam membelanjakan pendapatan adalah indikator yang cukup menarik bagi beberapa investor baik dalam maupun luar negeri untuk menjad-ikan konsumen Indonesia sebagai potensi pasar

Sosial media mempunyai peranan penting dalam menyebarluaskan tren modifikasi kuliner ini. Contohnya adalah postingan foto-foto produk olahan makanan yang diedit sedemikian rupa sehingga kelihatan lebih enak, seperti yang biasanya dilakukan oleh food blogger yang membuat orang semakin ter-tarik untuk mengonsumsi produk-produk tersebut. Obrolan dari mulut ke mulut juga memiliki andil yang besar dalam membuat tren ini semakin meningkat. Perlahan tapi pasti, nilai kuliner bergeser menjadi sebuah tren yang membuat kuliner tidak lagi dipandang penuh sebagai pemenuh kebutuhan primer, tapi hanya sebagai “rasa baru“ yang perlu dicoba dan dinilai untuk meningkatkan level sosial di kalangan masyarakat tertentu.

Referensi: http://transmediapustaka.com/review/27327-menerapkan-youth-marketing-dalam-fenome-na-pasar-santa http://br-online.co/kue-cubit-dan-kelebihan-bagasi/

ANTROPOS | 14

Sipin Putra adalah satu dari tujuh orang yang tergabung dalam tim riset untuk melakukan penelitian etnografi di sejumlah desa Pulau Obi, Maluku Utara. Antropolog dari Universitas Indonesia ini terpilih menjadi bagian dari tim peneli-ti dalam kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 (REK) yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Humaniora Kementeri-an Kesehatan RI. Penelitian berlangsung selama dua bulan, mulai pertengahan April hingga pertengahan Juni 2015. Namun Sipin bersama tim sudah beberapa minggu ini berangkat ke Maluku untuk melakukan prariset, mengurusi segala perizinan, akomodasi dan sebagainya. Pulau Obi sendiri terletak di sebelah selatan kepulauan Maluku, termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Untuk menjangkau pulau yang menarik mata ini dapat ditempuh dari Jakarta melalui Ternate menggunakan pesawat terbang kurang lebih selama empat jam. Dari Ternate perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal laut sekitar sembilan jam menuju Bacan, sebuah kota kabupaten di sana. Perjalanan menuju Pulau Obi dari Bacan ditempuh menggunakan kapal laut selama 4 jam. Terdapat tiga desa di sepanjang pantai utara Pulau Obi yaitu: Jikotamu, Laewui dan Desa Baru. Kegiatan prariset yaitu survei lokasi sudah dilakukan sejak tanggal 18-25 Maret 2015 lalu. Secara utuh kegiatan riset etnografi di daerah ini adalah ke-hidupan masyarakatnya yang menyangkut pola hidup bersih, kesehatan ibu dan bayi, penyakit endemik, penyakit menular yang diderita, pengobatan alternatif dan sebagainya. Hasil penelitian ini akan dijadikan sebuah buku etnografi yang dapat dipergunakan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam melakukan kebija-kan-kebijakan kesehatan di daerah itu. Selama dua bulan penelitian berlangsung, Sipin dan tim akan tinggal bersama warga di Pulau Obi, mengikuti aktivitas sehari-hari dan melakukan ob-servasi lingkungan sekitarnya. “Kemarin (28/3) saya sudah melakukan perijinan kepada kepala desa dan pihak kepolisian setempat. Dan masyarakat Pulau Obi menerima saya dengan hangat“, kata dia ketika saya wawancara. Kajian yang menarik di Pulau Obi, setelah dilakukan riset awal adalah ka-jian ekonomi masyarakatnya. Masyarakat yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan dan berkebun ini sekarang juga mulai tertarik untuk meng-umpulkan batu-batuan yang sekarang menjadi tren dan mahal. Batu khas Obi yang berwarna terang, menjadi buruan kolektor batu mulia baik dari dalam maupun luar negeri. Maka pemandangan yang terjadi sekarang ini adalah setiap hari kapal yang datang ke Pelabuhan Jikotamo (di Pulau Obi) selalu ramai dan banyak pendatang yang ingin membeli Batu Obi. Oleh karena itu, sekarang ini banyak para laki-laki Pulau Obi di waktu senggangnya biasanya berjualan batu Obi dan menjadi pengrajin batu Obi.

Mencumbu Pulau Obi, Maluku Utara

Sebuah Catatan Perjalanan Sipin Putra

ANTROPOS | 15

Batu obi adalah jenis batu akik atau permata yang sebenarnya memiliki potensi besar sebagai permata dengan kualitas internasional. Menurut seorang penambang ahli disana, bahwa batu obi yang saat ini ditambang masyarakat setempat masih dianggap sebagai kulit batuan mulia dan belum masuk pada inti batu mulia yang sebenarnya. Dengan demikian jika batuan mulia yang saat ini banyak ditemukan masih berupa kulit dari batuan mulia, berarti ada inti batu mulia obi yang berkualitas sangat baik sehingga berpotensi besar untuk men-jadi salah satu batu mulia primadona dipasaran internasional. Salah satu yang tersohor adalah Batu Bacan Obi yang memiliki ciri dan karakter berbeda dari batu-batu permata jenis lain di pulau itu. Batu Bacan memiliki daya tarik tersendiri bagi para kolektor karena dipercaya oleh sebagian pencinta batu sebagai batu bernyawa, karena semakin lama batu ini disimpan akan semakin berkualitas dan warna akan berubah dan mengkristal secara alami. Berbeda dengan Batu Bacan Obi yang tidak bisa mengalami perubahan warna meskipun sudah disimpan lama, namun demikian batu ini termasuk batu dengan harga tinggi untuk ukuran sebesar batu cincin bisa mencapai harga dia-tas Rp. 2 juta bakan mungki saat ini harga semakin tinggi mengingat tingginya permintaan batu permata di pasaran baik lokal maupun manca negara Pengalaman yang mengesankan ketika pergi pertama kali ke Pulau Obi bagi Sipin adalah bahwa Kabupaten Halmahera Selatan adalah kabupaten Kepulauan. Oleh karena itu dia yang ketika di Jawa terbiasa dengan beragam kendaraan umum darat seperti bis, taksi, KRL, ojek motor, angkutan umum ternyata ketika menuju Pulau Obi saya harus mengantri untuk naik Kapal Motor selama satu hari penuh, kemudian disambung dengan ojek laut berupa speed-boat. Perahu kating-ting dan speedboat merupakan angkutan penumpang se-hari-hari yang dipergunakan untuk menghubungkan satu desa di pulau-pulau kecil sekitar Pulau Obi. Satu hal lagi, waktu keberangkatan speedboat tidak ada jadwal yang pasti karena tergantung dengan keadaan gelombang laut dan cuaca. Listrik di sana hanya tersedia mulai pukul 18.00-06.00 WIT membuat dia harus benar-benar mempergunakan listrik dengan baik. Sinyal telepon yang ada hanya telkomsel sehingga benar-benar merasa jauh dari Indonesia yang identik dengan pulau jawa. Bensin seharga Rp. 11.000,- menjadikan bahan makanan di Pulau Obi terasa mahal bagi pendatang yang biasa tinggal di Pulau Jawa dengan harga-harga relatif murah. (arf)

ANTROPOS | 16

Peranakan Tionghoa

dalam Kuliner NusantaraPenulis : Aji “Chen“ Bromokusumo

(Co-author: Novie Chen & Ennita “Peony“ Wibowo)

Penerbit : PT. Kompas Media Nusantara

Indonesia sangat kaya akan ragam kuliner. Bakmi, bakso, bakpau, bakpia dan lumpia adalah beberapa nama makanan yang sudah tidak asing lagi di telinga sebagian masyarakat Indonesia. Nama-nama makanan berciri peranakan ini tidak lepas dari pengaruh imigran Cina yang masuk ke Nusantara berabad-abad lalu. Akulturasi panjang tersebut menghasilkan kuliner yang sama sekali baru dan khas Nusantara, bahkan makanan tersebut tidak dapat ditemui di negeri asalnya (Tiongkok).

Buku karangan salah satu anggota inti Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu seluk-beluk, jajanan makanan, budaya dalam kuliner, dan resep unik kuliner peranakan. Penulis yang juga berasal dari keluarga peranakan di Semarang ini mencoba berbagi pengalaman, cita rasa, dan interpretasi sejarah kuliner Peranakan Tionghoa. Dengan memilih kata “nusantara“, Aji berusaha membawa pembaca ke rentang perjalanan dari zaman kontak pertama dengan negeri Kerajaan Tengah pada masa kerajaan-kerajaan kuno, masa pra-kemerdekaan hingga masa kini.

Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena tidak hanya menyajikan informa-si tentang kuliner unik, tetapi juga memberi wawasan mengenai sejarah dan akulturasi Peranakan Tionghoa di Indonesia. Dengan perpaduan pendekatan etnografi dan majalah wisata kuliner, terciptalah deskripsi-deskripsi yangdetail, historis, dan menarik. Tak lupa, buku setebal kurang lebih 200 halaman ini dilengkapi dengan foto-foto kuliner hasil “jepretan“ Aji sendiri. (DIAN)

ANTROPOS | 17

Rapat Kerja Nasional JKAIoleh: Adlinanur Febri, Kadiv JKAI 2015

Terpilihnya sekertaris jendral yang baru, Yudha Kurniawan (Univ.Udayana) pada pemilihan yang diselerenggarakan pada saat sara sehan di bulan oktober 2014 di Universitas HaluOleo Kendari, menan-dakan terbentuknya kabinet kepenguru-san JKAI periode 2014-2016. Inilah yang mendorong JKAI menyelengarakan Ra-pat Kerja Nasional JKAI 2015. Rakernas kali ini diselenggarakan oleh para kerabat JKAI Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan pada tanggal 26-28 Februari 2015. Delegasi yang datang berasal dari Univer-sitas Malikussaleh, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Univer-sitas Brawijaya, Universitas Udayana, Uni-versitas Halu Oleo, dan Universitas Cen-drawasih. Pada tangal 26, rakernas dibuka dengan penampilan tarian perang dan lompat batu oleh Ikatan Mahasiswa Riau. Walau batu yang dipakai hanya replika, namun saya sangat terkesan dengan keahlian lompat batu mereka. Mengingat replika batu yang digunakan mencapai 2 meter. Adapula berbagai pertunjukan budaya yang dilakukan oleh kelompok tari ma-hasiswa Antropologi USU. Ada 2 tarian Batak yang ditampilkan, mungkin karena Medan identik dengan orang Batak. Tar-ian yang pertama adalah tari tor-tor. Se-dangkan tarian kedua, yang menurut saya menarik adalah tari sigale gale. Tarian ini menceritakan tentang legenda patung si-gale-gale yang identik dengan pulau sa-mosir. Penampilan terakhir dilakukan oleh kelompok perkusi Jurusan Etnomusikolo-gi yang memainkan medley lagu daerah.

Setelah pembukaan dan perkenalan del-egasi, acara dilanjutkan dengan seminar yang mengangkat tema “Lingkungan Hid-up dan Adat di Sumatera Utara“. Setelah makan siang, seluruh delegasi diajak un-tuk jalan-jalan mengelilingi USU yang ternyata cukup luas dan memiliki kandang rusa yang sangat terawat. Acara hari per-tama ditutup dengan temu ramah antara tuan rumah dan para delegasi sekaligus membahas draft program kerja yang akan dibahas esok hari.

Tanggal 27, jelas satu hari yang sangat melelahkan. Sejak jam 9 pagi hingga sekitar jam 1 malam rapat kerja dilakukan. Beberapa agenda yang dibahas ialah pe-nentuan koordinator wilayah, maupun kor-dinator masing-masing universitas pada kepengurusan periode 2014-2016, yang dinamakan Kabinet JKAI Bersatu. Setelah penentguan kordinator beserta jobdesc masing-masing kordinator, agenda rapat selanjutnya membahas program kerja Kabinet JKAI Bersatu. Setelah melewa-ti perdebatan yang alot, akhirnya rapat yang dilakuakn menghasilkan 8 program kerja yang akan dilakukan selama 2 tahun kedepan. 2 program lanjutan kepengu-rusan sebelumnya ialah pembuatan Bule-tin dan Jaringan Perpustakaan JKAI. Dan selamat pada JKAI UI yang terpilih men-jadi koordinator buletin (doakan kami ya). Sedangkan 6 program baru lainnya ialah: seminar, bakti sosial, pembuatan baju; sosialisasi JKAI kepada mahasiswa baru, pembuatan bendera JKAI, serta pencar-ian aransemen Hymne JKAI yang ada di AD ART namun tidak pernah dinyanyikan.

ANTROPOS | 18

Tanggal 28, adalah hari terakhir rakernas dilakukan. Hari terakhir dibuat sebagai hari yang menyenangkan sehingga rakernas ditutup dengan City Tour. Para delegasi diajak untuk mengelilingi tempat-tempat wisata yang ada di kota medan, yang menurut saya akhirnya menjadi ajang wisata kuliner. Pertama, kami diajak ke museum arca. Dimana saya menemukan jajanan tradisional medan seperti es jagung yang rasanya aneh tapi enak. Lalu kami diajak ke Istana Maimun, dimana saya menjadi seorang putri raja sehari berkat baju sewaan seharga 10.000. berangkat dari istana maimun, kami dibawa ke Viihara yang sangat terkenal di Medan karena suasananya seperti di Hongkong. City tour dilanjutkan ke penangkaran buaya yang punya lebih dari 1000 ekor buaya. Salah satu buaya yang bgerumur 14 tahun bahkan memiliki berat ratusan kilo. City tour ditutup dengan mengunjungi gereja Graha bunda maria annai velangkani. Gereja ini begitu menarik karena arsitekturnya terlihat seperti pura atau kuil-kuil hindu, mungkin karena pemiliknya merupakan seorang pendeta keturunan India. Hal lain yang menarik adalah air suci yang berasal dari bawah kaki patung bunda maria, dan bisa dibawa pulang, GRATIS! Malah harinya, digelar penutupan acara rakernas dengan dilakukann-ya upah-upah, yaitu ritual yang dilakukan orang batak sebagai doa untuk kesuksesan, dengan harapan setiap program JKAI akan sukses nantinya dan tali silaturahmi tetap terjaga.

Foto: P

ribad

i

ANTROPOS | 19

GaleriGaleri kali ini menampilkan hasil foto dari salah satu proker divisi Antropologi Visual (ANVIS) 2015 yang dilaku-kan pada bulan Maret lalu di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kalau kamu punya foto/lukisan yang menarik, silahkan kirim karya kamu via email [[email protected]] atau kontak tim ANTROPOS secara langsung :)

Coming Soon

5th Edition ?

June 2015

follow us on ISSUU: antroposheman