antiinflamasi ocu.pdf
-
Upload
forget-bajingan-fo -
Category
Documents
-
view
52 -
download
0
description
Transcript of antiinflamasi ocu.pdf
UJI PRAKLINIS EFEK ANTI INFLAMASI DAN TOKSISITASFRAKSI AKTIF Spilanthes paniculata WALL & DC
Oleh : Armi Djamain
Telah dilakukan uji efek anti inflamasi ekstrak S.paniculata dan Siabadicencisdengan dosis yang sama (300 mg/200 g BB) dengan metoda udem buatan pad telapakkaki tikus putih jantan. Sebagai penginduksi udem, digunakan 0,2 ml karagen 1 %dalam air suling.
Selanjutnya dilakukan uji efek anti inflamasi fraksi ekstrak S.paniculata denganpelarut heksan, DCM, etil asetat dan butanol dengan metoda serta dosis yang samadengan uji anti inflamasi ekstrak S.paniculata dan Siabadicencis
Parameter yang diamati pada ke dua penentuan diatas adalah penurunan volumeudem telapak kaki setelah pemberian zat uji. Persentarase inhibisi radang setelahpemberian S.iabadicencis, S.paniculata dan kontrol positif, berturut turut 35, 48 dan63 % dan persentase inhibisis radang setelah pemberian fraksi heksan, DCM, etilasetat, Butanol dan control positif, berturut turut adalah 69, 27, 53 dan 43%.
Dari hasil uji anti inflamasi dari fraksi, ternyata fraksi heksan, mempunyaipersentase inhibisi terbesar (69 %) , yang kemudian dilanjutkan dengan uji efek antiinflamasi fraksi heksan dosis 10, 20 dan 30 mg/20g BB , kelompok kontrol positif(asetosal 1,3 mg/ 20 g BB ) pada mencit putih jantan menggunakan metode udemabuatan pada punggung mencit. Sebagai penginduksi udem, adalah karagen 1% dalamoleum sessami pada hari ke 0 dan ke 1 berturut turut 0,1 dan 0,5 ml. Parameter yangdiamati adalah diameter udem volume udem serta kadar hemoglobin dan nilaihematokrit.
Persentase inhibisi diameter inflamasi kelompok dosis 10, 20 dan 30mg/20g BB , kelompok kontrolpositif ( asetosal 1,3 mg/ 20 g BB ) pada hari ke 5,berturut-turut adalah 11, 15, 17 dan 20 %. Persentase inhibibisi volume radangkelompok dosis 10, 20 dan 30 mg/20g BB , kelompok kontrol positif ( asetosal 1,3mg/ 20 g BB ) berturut turut 19, 38, 62 dan 63% . Kadar hemoglobin ( Hb ) kelompokdosis 10, 20 dan 30 mg/20g BB , kelompok kontrol negatif, berturut-turut 14,808;15,064, 15,117 dan 12,944g/dl dan nilai hematokrit darah mencit, kelompok dosis10, 20 dan 30 mg/20g BB , kontrol negative dan kontrol positif, berturut-turut 43,25;45,2; 48,25; 45,25dan 44,2.
Rata rata sel hati yang mengalami nekrosis/300 sel pada 3 lapangan pandangdari kelompok dosis 30 mg/kg BB, kelompok kontror positif dan kontrol negatifberturut-turut adalah 6,38 , 13,82 dan 3,55.
Kata kunci: Anti inflamasi, S. paniculata&S.iabadicencis, Efek toksik pada darah &sel hati mencit.
A.PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG
Radang (inflamasi) merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya
respons jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak, baik bersifat lokal maupun
yang masuk ke dalam tubuh. Pengaruh-pengaruh merusak ( noksi ) dapat berupa
noksi fisika, kimia, bakteri, parasit, asam, basa kuat dan bakteri (Mutschler. 1991;
Korolkovas. 1988).
Penyakit inflamasi banyak dijumpai di Rumah sakit umum, rumah sakit anak
dan rumah sakit gigi, sehingga pemakain obat obat anti inflamasi dari hari kehari
terus meningkat dengan atau tanpa resep dokter (Cheri, 2007).
Obat Antiinflamasi yang banyak digunakan, terutama dari kelompok obat-obat
anti inflamasi nonsteroid (NSAID) dan sebahagian kecil dari golongan Anti inflamasi
steroid (AIS). Kerja utama obat-obat (NSAID) sebagai penghambat enzim
siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa endoperoksida
siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa ini merupakan prazat antitrombotik,
menghambat sintesa prostaglandin di vena.
Sebagai pengganti dipilih Spilanthes acmella karena secara tradisional dan
farmakologi Spilanthes acmella digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit gigi
(Chakraborty, 2004) dan antiinflamasi (Agric, 2008) .
b. TUJUAN PENELITIAN
- Menentukan besarnya efek anti inflamasi diantara ekstrak S. paniculata dan
S.iabadicencis.
- Menentukan besarnya efek anti inflamasi secara praklinis diantara fraksi heksan,
DCM, etil asetat dan butanol.
- . Menentukan dosis terapi anti inflamasi fraksi heksan.
- . Mengetahui kerusakan sel hati kelompok fraksi heksan kelompok dosis 30 mg/20 g
BB ( dosis yang paling efektif ) dibanding dengan kelompok kontrol negatif dan
kelompok kontrol positif.
- Mengetahui efek toksik fraksi heksan dosis 30 mg/ 20 g BB terhadap darah
(perobahan kadar Hb dan nilai hematokrit ).
c. MAMFAAT PENELITIAN
- Penelitian ini merupakan salah satu upaya pemanfaatan tumbuhan S. paniculata
dalam mengobati inflamasi. Oleh karena itu tumbuhan S.paniculata diharapkan
dapat dipakai sebagai bahan alternatif dalam pencegahan maupun pengobatan
terhadap kerusakan dini sel atau organ tubuh akibat infeksi bakteri, fungi, virus,
zat kimia lainnya ataupun kerusakan karena proses kimia atau fisika.
-. Dapat mengurangi pemakaian obat obat NSAID dan glukokortikoid untuk
pengobatan penyakit inflamasi akut dan kronis yang mempunyai efek samping
pada hati, ginjal, lambung, hipertensi, diabetes, osteoporosis dan lain-lain.
-. Dapat mengurangi biaya obat bila digunakan secara tradisional tanpa memikirkan
efek samping.
d. MASALAH PENELTIAN
- Apakah ekstrak S.paniculata dan S.iabadicencis mempunyai efektivitas
antiinflamasi berbeda pada sanpel.
- Apakah diantara fraksi heksan, etil asetat, DCM dan butanol berbeda efek anti
inflamasinya .
- Berapakah dosis terapi fraksi heksan.
- Apakah fraksi heksan toksik terhadap hati hewan coba.
e. METODE PENELITIAN
Hewan uji terdiri dari 24 ekor tikus wistar berat ± 200 g dan mencit putih berat
20 - 30 g sebanyak 28 ekor. Adapun teknik pengambilan hewan uji dilakukan dengan
metode pemilihan secara randon, kemudian dikelompokan sesuai dengan pengamatan
yang akan dilakukan.
- Ekstraksi dari herba S.paniculata dan S.iabadicencis maserasi herba dengan etanol
85%, sebanyak empat kali, filtrat dikumpulkan dan uapkan dengan rotaryevaporator
sampai semua pelarut tidak menetes lagi.
- Uji Pendahuluan untuk penentuan efektivitas ekstrak di antara ke dua spesies.
Penentuan efektivitas anti inflamasi di antara ke empat fraksi. Masing-masing
fraksi dosis 300 mg/ 200 g BB, menggunakan metode winder. Pengamatan dilakukan
pada jam ke 0,1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 20 dan 21. Hasil pengamatan dilakukan analisa
Anova 2 arah dengan spss 17, kemudian dilakukan uji lanjut Duncan.
- Uji pendahuluan fraksi heksan, DCM, etil asetat dan butanol.
Penentuan efektivitas anti inflamasi di antara ke empat fraksi. Masing-masing
fraksi dosis 300 mg/ 200 g BB, menggunakan metode winder Pengamatan dilakukan
pada jam ke 0,1, 2, 3, 4, 5, 6, 22, 23 dan ke 24. Hasil pengamatan dilakukan analisa
Anova 2 arah dengan spss 17, kemudian dilakukan uji lanjut Duncan.
- Uji fraksi heksan (fraksi yang paling efektif).
Sebelum dimulai dilakukan uji toksisitas terhadap 3 ekor mencit, dosis 30 mg/
20 g g BB, mencit tidak mati, dan dosis ini di pakai sebagai dosis pengamatan fraksi
hexan, dengan metode pembentukan gelembung inflamasi pada punggung mencit
dengan udara (Tehereh, 2009). Pada hari ke 0 dan ke 1 induksi berturut turut dengan
0,1 dan 0,5 ml karagen 1%. Pada hari ke 1 induksi dilakukan setelah udara
dikeluarkan. Pemberian zat uji dilakukan pada hari ke 1, 2, 3 dan ke 4 dengan dosis
10, 20 dan 30 mg/ 20 g BB..
Parameter yang ditentukan adalah.
a. Mengukur diameter inflamasi dilakukan pada hari ke 1 sesudah, dikurangi dengan
sebelum induksi dengan menggunakan jangka sorong dari 3 arah (cm). Hasil yang
diperoleh dilakukan uji statistik Anova 1 arah dengan spss 17.
b. Mengukur volume inflamasi pada hari ke 5, setelah mencit di potong, cairan
inflamasi diambil dan diukur dengan spit. Hasil yang diperoleh dilakuka uji
statistik anova 1 arah dengan spss 17 dan dilanjutkan dengan dengan uji Duncan.
c. Menentukan kadar hemaglobin.
Metode sianmethemoglobin didasarkan pada pembentukan sianmethemoglobin
yang intensitas warnanya diukur secara fotometri. Reagen yang digunakan adalah
larutan drabkin . Intensitas warna yang terbentuk diukur secara fotometri pada
panjang gelombang 540 nm. Terhadap hasil pengamatan dilakukan uji statistik
anova 1 arah dengan spss 17, kemudian dilakukan uji lanjut duncan.
e. Menentukan nilai hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell
volume, PCV) dengan metode mikrohematokrit. Hasil yang diperoleh dilakukan
uji statistik Anova 1 arah dengan spss 17.
f. Setelah semua uji selesai dilakukan, kelompok dosis (dosis 300 mg/200 g BB),
kelompok kontrol negatif, diisolasi dan diambil hatinya dan dibuat preparat
histopatologi menurut cara Bancoft (Bancroft dan Gamble, 2002). Sel hati yang
mengalami kerusakan nekrotik , di amati dengan mikroskop pembesaran 40x100 .
Jumlah sel yang nekrosis/ 300 sel pada 3 lapangan pandang dilakukan uji statistik
anova 1 arah dengan spss 17 dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
a. Zat uji
ekstrak dari herba kering
Spesies : 1. Acmella oleraceae (L.) R .K Jansen (Spilanthes paniculata
Wall.& D)
2. Acmella oppositofolia ( Spilanthes iabadicensis A.H.Moore
Malaysia : Getang, Kerabu.Indonesia : Jotang, Jocong, dan
Getang.
Family : Asteraceae( Compositae ) ( RATNASOORIYA, 2005 ).
b. OBAT-OBAT ANTIINFLAMASI
Golongan antiinflamasi non steroid Antiinflamasi (NSAID)
Asam asetilsalisilat
Asam asetilsalisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
obat anti inflamasi non steroid (NSAID) yang paling banyak digunakan dan
merupakan turunan asam salisilat yang terpenting. Asam asetilsalisilat merupakan
obat protipe obat analgetik, antipiretik dan anti inflamasi (Anne and Garret, 2006).
C. PELAKSANAAN PENELITIAN
Ekstraksi S. paniculata dan S.iabadicensis
a. Masing-masing simplisia (herba) yang sudah dibersihkan dikeringkan dengan oven
blower (40-600 C) selama 30-36 jam hingga diperoleh simplisia kering, di potong-
potong ± 0,5 mm dan digrender sampai jadi bubuk kasar. Ekstraksi dilakukan
dengan etanol 85 %,. Terhadap ekstrak kental yang diperoleh , dilakukan
fraksinasi berturut turut dengan pelarut heksan, DCM, etil asetat dan butanol.
Persiapan hewan percobaan
Hewan yang akan digunakan telah lolos kaji etik komite etik penelitian FK
UNAND
a. Tikus untuk pemeriksaan pendahuluan ekstrak dan fraksi (fraksi heksan, DCM,
etil asetat dan butanol) adalah tikus putih galur Wistar yang sehat dengan umur
lebih kurang 2-3 bulan, berat badan lebih kurang 200 gram atau 100-150 gram
(Vogel, 2002). Sebelum diperlakukan hewan di adaptasikan selama 7 hari.
b. Pemeriksaan Anti inflamasi adalah mencit putih yang sehat dengan umur lebih kur
ang 2-3 bulan, dan berat badan lebih kurang 20 - 30 gram (Vogel, 2002). Sebelum
diperlakukan hewan di adaptasikan selama 7 hari dan diberi makan dan minum
yang cukup.
d. Uji Pendahuluan efek anti inflamasi ekstrak S.paniculata dan S.iabadicencis
Gambar 5 : Uji pendahuluan efek anti inflamasi ekstrak
- Perubahan volume udem yang terbentuk diukur dan dicatat pada jam ke 0,1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 22, 23 dan ke 24 .Setiap kelompok tikus dihitung persentase inhibisi
radang rata-rata untuk setiap zat uji dengan rumus (Lauren, 1964 ; Turner, 1964)
(Lampiran 4. Tabel 1 dan 2) .
% Inhibisi radang = a - b x 100%.a
a = volume udem pada kelompok hewan control.
Ekstr. S. paniculata Ekstr. S. iabadicencis
Uji pendahuluan ekstr. tiap kelp. tdr.dr.3 ekor tikus
A B K+ K -
Diberisusp.S.paniculata 300mg/200BB
Diberisusp.S.iabadicenci s dosis 300mg/200 gBB
Diberi susp.asetosal 9mg/200 g BB
Kontrol negatif
Amati vol.udem ( berdasarkan kenaikan vol.air raksa pada pletismometer)
= ( volume kaki sesudah - vol. sebelum induksi ) ( ml )
b = volume udem pada kelompok hewan uji.
Hasil penelitian dilakukan uji statistik menggunakan Anova 2 arah dengan spss 17,
bila berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan .
e. Pemeriksaan kandungan kimia dari herba S.paniculata
Pemeriksaan kwalitatif golongan alkaloid , flafonoid, fenol, saponin dan
triterpenoi
Uji efektivitas fraksi ( fraksi heksan,DCM, etil asetat dan fraksi butanol
Gambar 6. Uji efek anti inflamasi fraksi heksan,DCM, etil asetat dan fraksi butanol
Uji pendahuluan fraksi. Tiap kelp.tdr.dari 3 ekor tikus
dengan dosis masing-masing fraksi 300 mg/ 200g BB
Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D
Kelp. fraksiheksan
Kelp. fraksiDCM
Kelp.etil.asetat
Kelp. fraksibutanol
Pengamatan Vol.inflamasi ( berdasarkan kenaikan vol.air raksa padaPletismometer )
= volume kaki sesudah - Vol. sebelum induksi ( ml )
- Perubahan volume udem yang terbentuk diukur dan dicatat pada jam ke 0,1, 2,
3, 4, 5, 6, 22, 23 dan ke 24. Setiap kelompok tikus dihitung persentase inhibisi
radang rata-rata untuk setiap kelompok zat uji dengan rumus (Lauren, 1964 ;
Turner, 1964)
- Hasil penelitian dilakukan uji statistik menggunakan anova 2 arah dengan spss
17, bila berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan
- f. Uji Antiinflamasi Fraksi heksan.
Gambar 7. Uji efek anti inflamasi fraksi heksan
- Diameter inflamasi (cm)
Setiap kelompok tikus dihitung persentase inhibisi radang rata-rata untuk setiap
kelompok zat uji dengan rumus (Lauren, 1964 ; Turner, 1964). Hasi penelitian
Uji Anti inflamasi fraksi heksan dengan 3 dosis dibanding kontrol negatifdan kontrol posistif. Tiap kelp. tdr. dari 5 ekor mencit
A B C K- K+
Kelomp.Dosis30mg/20gBB
Kelomp.dosis20mg/20gBB
Kelomp.Dosis10mg/20gBB
Kelomp.kontrol negatif
Kelomp.Asetosal1,3mg/20g BB
Pengamatan: Vol.inflamsi, diameter inflamasi, kadar Hb, penetapan nilaihematokrit dan uji toksisitas jaringan hati
dilakukan uji statistik dengan menggunakan anova 1 arah dengan spss 17 dan
bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Lampiran 7
- Volume inflamasi .
Setelah mencit di isolasi, kemudian diambil eksudat. Hasil penelitian dilakukan
uji statistik menggunakan anova 2 arah dengan spss 17, bila berbeda nyata
kemudian dilakukan uji Duncan .
- Kadar hemaglobin
Hasil penelitian dilakukan uji statistik dengan anova satu arah dengan
menggunaka spss 17.
- Nilai hematokrit dengan metode mikrohematokrit
Hasil penelitian dilakukan uji statistik dengan anova 1 arah dengan spss 17
- Uji toksisitas sel hati mencit
Pemeriksaan dilakukan menurut cara (Bancroft, 2002), menggunaka pewarnaan
hematoksilin dan eosin, pembesaran 40x100. Hasil pengamatan rata rata sel
yang mengalami nekrosis/ 300 sel pada 3 lapangan pandang di lakukan uji
statistik Anova satu arah dengan spss 17, kemudian dilakukan uji lanjut Duncan
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
Satu setengah kilo gram herba S.paniculata dan S.iabadicencis diperoleh ekstrak
bobot dan warna yang berbeda. S.paniculata bermassa kental bewarna hijau tua
seberat 27,96 gram ( 1,96 % ) dan ekstrak S.iabadicencis bewarna hijau tua seberat
21, 5 g ( 1, 43 % ). Dan dari 5 gram ekstrak dihasilkan fraksi heksan, DCM, etil asetat
dan butanol, berturut turut, bermassa kental bewarna hijau tua seberat 21,53 gram
(4,22 %), fraksi DCM yang bermassa kental bewarna merah coklat seberat 217 mg
(4,34 %), fraksi etil acetat diperoleh massa kental yang kental bewarna hijau muda
seberat 410 mg (8,2 %) dan fraksi butanol bewarna merah kekuningan seberat 310
mg (6,2 %).
Hasil penelitian uji praklinis efek anti inflamasi ekstrak S.paniculata dan
S.iabadicencis, dengan metode Winder dengan membuat radang pada kaki tikus,
dengan cara menginduksis dengan 0,2 ml karagen 1%, setelah 1 jam pemberian
ekstrak S.iabadicencis dan S.paniculata, dengan dosis sama 300 mg/200 g BB,
ternyata persentase inhibisi radang setelah pemberian ekstrak S.iabadicencis dan
S.paniculata dan kelompok asetosal pada jam ke 21 berturut turut 35,48 dan 63 %.
Perbedaan efek anti inflamasi antar kelompok S.paniculata dan S.iabadicencis sangat
berbeda nyata p ≤ 0,003. Hubungan efek anti inflamasi antar kelompok terhadap
waktu pengamatan ( jam ), tidak berbeda nyata, p = 0,05.
Efek anti inflamasi fraksi (fraksi heksan, DCM, etil asetat, fraksi butanol
dengan dosis juga sama 300 mg/200 g BB), serta kontrol positif ( asetosal dosis 1,3
mg /200 g BB) dengan metode Winder, sama dengan uji efek anti inflamasi ekstrak,
ternyata persentase inhibibisi radang kaki tikus , setelah pemberian zat uji pada jam
ke 24 berturut-turut adalah 69, 27, 53 dan 43 %. Perbedaan efek anti inflamasi antar
kelompok fraksi tidak berbeda nyata p = 0,012. Hubungan antar kelompok dengan
waktu pengamatan tidak berbeda nyata p = 0,05.
Efek anti inflamasi fraksi heksan kelompok dosis 10, 20 dan dosis 30 mg/20g
BB , kelompok pembanding ( asetosal 1,3 mg/ 30 g BB ) dan kelompok kontrol
negatif, dengan metode pembentukan gelembung inflamasi pada punggung mencit
yang kemudian di induksi dengan larutan karagen 1 % , pada hari ke 0 dan ke 1,
berturut turut 0, 1 dan 0,5 ml secara sub kutan, kedalam gelembung inflamasi yang
sebelumnya telah di keluarkan udaranya. Pengamatan dilakukan pada hari ke 5
pemberian zat uji. Efektivitas anti inflamasi, dinilai dari 4 parameter
1. Persentase inhibisi diameter inflamasi kelompok dosis 10, 20 dan 30 mg/20g
BB , kelompok pembanding ( asetosal 1,3 mg/ 30 g BB ) , pada hari ke 5,
berturut-turut adalah 11,15,17 dan 20 %. Perbedaan diameter inflamasi antar
kelompok dosis10, 20 dan 30 mg/20g BB , kelompok pembanding ( asetosal
1,3 mg/ 30 g BB ) , sangat berbeda nyata p ≤, 0,000. Hubungan diameter
inflamasi dengan waktu pengamatan ( hari ) tidak berbeda nyata, p = 0,031.
2. Persentase inhibibisi volume radang dosis 10, 20 dan 30 mg/20g BB ,
kelompok pembanding ( asetosal 1,3 mg/ 30 g BB ) berturut-turut 19, 38, 62
dan 63 %. Hubungan efektivitas antar kelompok sangat berbeda nyata p ≤
0,000. Hubungan antar kelompok dengan dosis, tidak berbeda nyata, p = 0,05.
3. Kadar hemoglobin ( Hb ), kelompok dosis dosis 10, 20 dan 30 mg/20g BB ,
dan kontrol negatif berturut-turut 14,808; 15,117; 15,064; 12,944 g/dl. Ketiga
kelompok dosis mempunyai kadar Hb lebih besar dari kadar Hb normal tikus
putih ( Rattus novergicus ) 12,48 -14,63g/dl ( 13,85g/ dl ) (Esa. T, 2006).
Hubungan kadar hemoglobin antar kelompok sangat berbeda nyata P ≤ 0,000.
4. Nilai hematokrit mencit ( % ), kelompok dosis 10, 20 dan 30 mg/20g BB ,
kelompok kontrol positif dan kontrol negatif, , berturut-turut 43,25; 45,2;
48,25; 45,25dan 44,2.
Hasi penelitian secara mikroskopis, ditemukan rata-rata jumlah sel hati yang
mengalami nekrosis/300 sel pada 3 lapangan pandang, kelompok dosis 30 mg/20 g
BB, kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, berturut turut adalah 6, 38; 3,55
dan 13,82. Hubungan antar kelompok sel yang mengalami nekrosis berbeda nyata, p
p ≤ 0,005.
B. Pembahasan
Dari literatur diketahui bahwa akar dan bunga dari S. iabadicensis dan S.
paniculata mempunyai khasiat untuk berbagai penyakit, diantaranya adalah untuk
pengobatan sakit gigi, anti radang, penurun panas, anestesi lokal, vasorelaksan dan
beberapa strain bakteri (Supaluk et al., 2009).
S.paniculata dan S.iabadicensis adalah dua species tanaman dari Famili
Asteraceae dari genus Acmella. Dari jurnal tidak banyak ditemukan informasi
tentang S. iabadicensis, terutama mengenai efek farmakologisnya, maka perlu
dilakukan identifikasi tumbuhan untuk mengetahui kebenaran dari tumbuhan yang
kita harapkan, yakni S.paniculata Wall.& D dan S.iaabadicensis A.H.MOOR dan ini
dinyatakan benar oleh herbarium biologi UNAND. Kemudian dilakukan pemeriksaan
kwalitatif, golongan kimia yang dikandung herba kering dari tumbuhan tersebut
dengan tujuan untuk dapat memperkirakan senyawa aktif yang memberikan efek
sebagai anti inflamasi atau menghambat radang.
Ekstraksi dan fraksinasi
Proses ekstraksi dengan etanol 85 %, ini dipilih sebagai teknik penyarian
karena cara ini tidak membutuhkan peralatan yang khusus, pengerjaannya mudah
dan tidak memerlukan panas sehingga tidak merusak zat-zat yang tidak tahan
terhadap pemanasan ( Voigt, 1994 ). Disamping itu pelarut etanol bersifat universal
yang dapat melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar dan non polar dan
juga untuk menghindari efek toksik dari pelarut (Harbone, 1987). Dalam penelitian
ini dipakai etanol 85% (mengandung air) sebagai pelarut sesuai dengan penelitian uji
anti inflamasi S.acmella (Agric, 2008).
Dari bermacam macam fraksi yang di coba, dijumpai berat dan dan warna
fraksi yang berbeda-beda. Sedangkan menurut pemeriksaan Supaluk dengan ( UV.
IR, 1 H dan C-NMR ) terhadap bermacam fraksi, seperti fraksi heksan, kloroform etil
asetat dan metanol pada ekstrak S.acmella Murr dijumpai struktur yang berbeda (
Supaluk et al., 2009 ).
Pernilaian anti inflamasi
Efek anti inflamasi dinilai dari penurunan diameter udem serta volume cairan
inflamasi setelah di beri zat uji. Cairan inflamasi adalah campuran cairan dan sel yang
tertimbun didaerah peradangan, terjadi akibat peningkatan permeabilitas
intravaskuler, memungkinkan protein plasma dan molekul aliran darah lokal yang
meningkat (dilatasi arteriol), mendorong lebih banyak cairan yang keluar. Pengaruh
peningkatan cairan peradangan adalah toksin yang bersifat inflamasi akan diencerkan
sehingga toksisitasnya berkurang. Zat antitoksin didalam cairan akan menetralkan
toksin (Elizabeth, 2009).
Pernilaian efek toksik
Efek toksik dinilai dari kadar hemoglobin ( Hb ), nilai hematokrit darah
mencit dan sel hati yang mengalami nekrosis/ 300 sel pada tiga lapangan pandang.
Peningkatan kadar Hb, bisa disebabkan oleh karena dehidrasi/hemokonsentrasi dan
pengaruh obat ( zat uji ) yang diberikan. nilai hematokrit yang tinggi hanya
membuktikan terjadinya perembesan plasma oleh karena suatu radang.
Sel-sel yang mengalami nekrosis melarutkan unsur-unsur sel sehingga dapat
mengeluarkan enzim litik. Respon peradangan dilakukan dengan cara regenerasi sel-
sel, pembentukan jaringan ikat serta terjadi emigrasi leokosit ke daerah nekrosis
(Robbine dan Kumar, 1992)
Bridging nekrosis merupakan nekrosis yang membentuk periportal akibat
sel-sel hepatosit dengan granul cytoplasma dan nucleus di pusat (Martinez et al.,
2007) menjalar ke daerah pembuluh (portal-portal: portal- sentral dan sentral-sentral)
kelompok dosis 30 mg/20 g BB (Gambar 26) menyebabkan rangkaian nekrosis pada
bahagian portal. Nekrosis ditandai dengan adanya pignotik kelompok dosis 30 mg/ 20
g BB (Gambar 25). Pignotik ditandai dengan pengkerutan inti sel.
Pembekakan sel terjadi karena muatan elektrolit di luar dan di dalam sel
berada didalam keadaan tak setimbang. Ketidak stabilan sel dalam memompa ion Na+
keluar dari sel menyebabkan peningkatan masuknya cairan ekstra seluler ke dalam sel
sehingga sel tidak mampu memompa ion Na+ yang cukup. Hal ini menyebabkan sel
akan membengkak sehingga sel akan kehilangan integritas membrannya . sel akan
mengeluarkan materi sel keluar dan kemudian akan terjadi kematian sel (nekrosis).
Pembengkakan sel atau degenerasi vakuola bersifat reversible sehingga apabila
paparan zat toksik tidak berlanjut maka sel dapat kembali normal namun jika
pengaruh zat toksik itu berlangsung lama maka sel tidak dapat mentoleril kerusakan
yang diakibatkan oleh zat toksik (Hinton dan Lauren, 1990). Kematian sel yang terus
berlanjut akan menyebabkan bridging nekrosis .
E. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat dibuat kesimpulan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Persentase inhibisi volume radang (inflamasi) kaki tikus oleh ekstrak S. paniculata
lebih besar dari S.iabadicencis, kelompok asetosal dosis 9 mg/ 200 g BB, berturut
turut pada jam ke 21: 34,48 dan 63 %
2. Persentase inhibisi volume radang (inflamasi) kaki tikus oleh fraksi heksan, fraksi
DCM, etil asetat, butanol dan kelompok asetosal dosis 9 mg/ 200 g BB, berturut
turut pada jam ke 24: 69, 27, 53 dan 43 %.
3. Persentase inhibisi volume radang kelompok fraksi heksan dosis 10, 20 dan 30
mg/ 20 g BB, kelompok asetosal dosis 1,3 mg/ 20 g BB, berturut turut, 11,15,17
dan 20 %.
4. Sel hati mencit / 300 sel pada tiga lapangan pandang yang mengalami nekrosis,
kelompok fraksi heksan dosis 30 mg/ 20 g BB, kelompok kontrol negatif dan
kelompok kontrol positif, berturut turut 6, 38; 3,55 dan 13,82
B. Saran
Disarankan kepada peneliti lain untuk membuat sediaan fitofarmaka dari
ekstrak etanol S.paniculata dosis yang lebih besar, karena persentase inhibisi volume
radang ekstrak etanol S.paniculata dosis 300 mg/ 200 g BB adalah 48 %, sedang
asetosal 9 mg/ 200 g BBadalah 63 %. Uji toksistas terhadap fraksi heksan
S.paniculata dosis 30 mg/ 20 g BB, tidak menunjukan toksisik pada sel hati dan
darah.
, DAFTAR PUSTAKA
.Agric.J.Food Chem. 2000, Anti-inflamasi Effect of Spilanthol from Spilanthesacmella on Murine Macrophage by Down-Regulating LPS-InducedInflamatory Mediators., J.Agric.Food Chem, pp 2341-2349.
Anne,B., E. S and Garret. A. F. 2006., Analgesic-antipyretic agents; pharmacotherapyofgout fitzgerald.Good man & gilman’s chapter 2 pharmacological basis oftherapeutics- 11 th Ed.
Chakraborty.A, R KB Devi, S Rita, Kh Sharatchandra, Th I Sing. 2004., ResearchPaper.,Departemen of Pharmacology, Regional Institute of Medical Sciences
Bakhriansyah, Mohammad dan Ajiwijaya. 2006. Antiinflamasi; pasak bumi(Eurycoma longifolia Jack); edema. Jurnal ilmiah internasional. Dalamkoleksi: Berkala Kedokteran jurnal kedokteran dan kesehatan vol. 5 no. 1 page32.
Boelsterli, Urs A. 2002., Mechanisms of NSAID-Induced Hepatotoxicity: Focuson Nimesulide., Review Article ., Drug Safety. 25(9):633-648, 2002.
Bancroft, J.D and M. Gamble (Ed). 2002. Histological Techniques. Ed. 5. ChurchillLivingstone. London. Bancroft, J.D and M. Gamble (Ed). 2002
Campbell, W.B. (1991)., Lipid-Derived Autacoids : Eicosanoids and Platelet-Activating Factor. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basisof Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press.Vol. I. Halaman 600-602, 605-606, 61 1.
Cheri Mathews John1, Rajeev Shukla2, Caroline A Jones1.2007., Arch .Dis. Child,.,92:524-526 doi:10.1136/adc.2006.103564 Using NSAID in volume depletedchildren can precipitate acute renal failure
Esa,T.S.Aprianti, M.Arif, Hardjoeno. 2006., Nilai rujukan hematologi pada orangdeawasa sehat berdasarkan sysmex xt-1800i., Indonesian Journal of clinicalpathology and medical laboratory, vol. 3, No.3: 127-130
Harbone, J.B. 1987., Metode Fitokimia, Penentuan cara modern menganalisatumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung.
Geeta Nagar, Raipur. 2006., Akarkara ( Spilanthes Acmella Murr.)., African Journalof Biomedical Research ., vol.9, vol.1,pp 67-68
Insel, P.A. (1991)., Analgesic-Antipyretics and Antiinflammatory Agents: DrugsEmployed in the Treatment of Rheumatoid Arthritis and Gout. Dalam:Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8.
Editor: Gilman, A.G. etal. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman639,648,665,667.
Katzung BG, 1998., Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 3.Jakarta: EGC.
Laine L, Bombardier C, Hawkey CJ, Davis B, Shapiro D, Brett C, Reicin A. 2002.,Stratifying the risk of NSAID-related upper gastrointestinal clinical events:results of a double-blind outcomes study in patients with rheumatoid arthritis.,Gastroenterology;123(4):1006-12.
Laurance and AL. Bacharach 1964., Evaluation of drug activities Pharmacometric,Vol.2., London.
Mustchler, E. 1991., Dinamika obat: Buku ajar Farmakologi dan toksikologi, Edisi kelima, Diterjemahkan oleh Widianto, M. dan A.S Ranti, Penerbit ITB,Bandung.
Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995)., Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajarlaboratorium patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asliditerbitkan 1987).
Ratnasooriya W.D.. and K.P.P.Pieris. 2005., Attennuation of Persistent Pain andHyperalgesia by Spilanthes acmella. Flower in Rats. PharmaceuticalBiology.Vol.43, No.7, Pages 614-619.
Supaluk Prachayasittikul, Soawapa Suphapong, Apilak Worachartcheewan, RatanaLawung, Somsak Ruchirawat and Prachayassittikul. 2009., BioactiveMetabolites from Spilanthes acmella Murr., Molecules, 14,850-867.
Santoso, Heri.B. 2006., Struktur mikroskopis kartilago Epifisialis Tibia Fetus Mencit( Mus Musculus.L ) Dari induk dengan perlakuan Kafein., Jurnal PenelitianHayati Kalimantan Selatan.
Tehereh Eteraf Oskouei, Nasrin Moslem Najfi. 2009., The Impact of Gender on theInflamatory and Angiogenesis in the Rat Air Model of Inflamation., IranJourna of Basic Medical Sciences vol.12 No.2, Summer, 80-85.
.Vogel, H.G., W.H., Vogel. 2002., Drug Discovery and Evalution Pharmacological Assay, edisi II,Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Germany.
Werner, R. (2005)., A massage therapist's guide to Pathology. 3rd edition. LippincottWilliams & Wilkins, Pennsylvania.
Winder, C.A. 1962., Carragenin Induced Edema Farmasi, Edisi V, diterjemahkanoleh S.Noerono, Gajah Posted by Irga Sub Bagian Reumatologi, Bagian IlmuPenyakit Dalam FKUI / RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Jansen. Robert.K and Tod F. Stuessy, 2003., Curtis , s Botanical Magazine.,American Journal of Botany, Vol. 67, No.4 ( April., 1980), pp 585-594