Antihistamin

31
“OBAT ANTIHISTAMIN” FARMAKOLOGI DISUSUN OLEH : KELOMPOK VI JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM COSMALINDA DERO PRIMA DINDA FARRAH DIBA DINI ASYIFA DWI RAHMAWATI SHAFARINA JAKA JULIAN KUSUMA LIA JUNITA REDHO RIZKI PRATAMA SALAMAH TRI WAHYUNINGSIH

description

antihistamin

Transcript of Antihistamin

Page 1: Antihistamin

“OBAT ANTIHISTAMIN”

FARMAKOLOGI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012/2013

COSMALINDADERO PRIMA

DINDA FARRAH DIBADINI ASYIFA

DWI RAHMAWATI SHAFARINAJAKA JULIAN KUSUMA

LIA JUNITAREDHO RIZKI PRATAMA

SALAMAHTRI WAHYUNINGSIH

Page 2: Antihistamin

OBAT ANTIHISTAMIN

Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan

target. Reseptor histamin ditemukan pada sel basofil, sel mast, neutrofil, limfosit,

makrofag, sl epitel dan endotel. Sewaktu diketahui bahwa histamin

mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik, maka dicarikan obat yang

dapat mengantagonis efek histamin. Sejak pertemuan antihistamin pada awal

tahun 1940, antihistamin sangat terkenal diantara pasien dan dokter. Antara tahun

1940-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian digunakan dalam

terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda. Antihistamin digolongkan menjadi

anti histamin penghambat reseptor H1(AH1), penghambat reseptor H2 (AH2),

penghambat H3 (AH3).

Para ahli dermatologi sering menggunakan antihistamin untuk mengobati

kelainan kronik maupun rekuren. Dengan demikian dermatologist harus teliti

dengan pemakaian antihistmin dan efek samping potensial pada kelompok-

kelompok antihistamin yang berbeda untuk keperluan klinis sehingga dapat

menggunakan antihistamin dengan baik.

A. REAKSI ALERGI

Alergi, istilah ini juga disebut hipersensitivitas. Reaksi hipersensitivitas ini

meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan alergi serta merupakan kepekaan

berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada

hakekatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak”, bersifat

melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh.

Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi di mana reaksi alrgen-antibodi

berlangsung, misalnya di hidung (rhinitis allergica), di kulit (eksim, urticaria =

biduran, kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan asma).

Page 3: Antihistamin

B. ANTIHISTAMIN

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek

histamin terhadap tubuh denngan jalan memblok reseptor-histamin

(penghambatan saingan). Antihistamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. H1 –blockers (antihistaminika klasik)

Mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin

dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan rahim.

Begitu pula melawan efek histamin di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare

reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat menghindarkan

timbulnya reaksi alergi. Atihistamin H1 merupakan salah satu obat terbanyak dan

terluas digunakan di seluruh dunia. Fakta ini membuat perkembangan sekecil

apapun yang berkenaan dengan obat ini menjadi suatu hal yang sangat penting.

Semisal perubahan dalam penggolongan antihistamin H1. Dulu antihistamin H1

dikenal sebagai antagonis reseptor histamin H1. Namun baru-baru ini seiring

perkembangan ilmu farmakologi molekular, antihistamin H1 lebih digolongkan

sebagai inverse agonist ketimbang antagonis reseptor histamin H1.

Suatu obat disebut sebagai inverse agonist bila terikat dengan sisi reseptor

yang sama dengan agonis, namun memberikan efek berlawanan. Jadi, obat ini

memiliki aktivitas intrinsik (efikasi negatif) tanpa bertindak sebagai suatu ligan.

Sedangkan suatu antagonis bekerja dengan bertindak sebagai ligan ynag mengikat

reseptor atau menghentikan kaskade pada sisi yang ditempati agonis. Beda dengan

inverse agonist, suatu antagonis sama sekali tidak berefek atau tidak mempunyai

aktivitas intrinsik.

Berdasarkan kerjanya terhadap SSP antihistaminika klasik dibagi menjadi

2, yaitu :

a. Obat generasi ke-1 : prometazin, okomemazin, tripelennamin, (klor)

feniramin, difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin

(Periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,

Page 4: Antihistamin

ketotifen (Zaditen) dan oksatomida (Tinset). Obat-obat ini berkhasiat

sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.

b. Obat generasi ke-2 : astemizol, terfenadin dan fexofenadin, akrivastin

(Semprex), setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin

(Emadin). Zat-zat ini bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan

cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedatif.

Keuntungan lainnya adalah plasma-t1/2-nyayang lebih panjang,

sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya

selain berdasarkan khasiat antihistamin, juga berkat dayanya

menghambat sintesis mediator-radang, seperti prostagladin, leukotrien

dan kinin.

Farmakologi

Sebagai ineverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung

bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada pada

status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamin H1 ini bisa mengurangi

permeabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran

cerna serta napas. Secara klinis, antihistamin H1 generasi pertama ditemukan

sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal, seperti rhinorrhea,

pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrol nasal

congestion yang terkait dengan reaksi fase akhir.

Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil

farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan

juga bisa menurunkan lipofilitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal.

Di samping itu, obat ini juga memiliki kemampuan anti alergi tambahan, yakni

sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi

pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion kalsium

melintasi sel mast atau membran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion

kalsium intraseluler dalam sel.  Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja

Page 5: Antihistamin

pada leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet

activating factor.

Antihistamin H1 diduga juaga memiliki efek antiflamasi. Hal ini terlihat

dari study in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi

menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori,

seperti menghambat pelepasan intracelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh

sel epitel nasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan

imunomodulatori. Kemampuan tambahan inilah yang mungkin menjelaskan

kenapa desloratadine secara segnifikan bisa memperbaiki nasal congestionpada

beberapa double-blind, placebo-controlled studies. Efek ini tak ditemukan pada

generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi

lebih lanjut untuk manguak misteri dari efek tambahan ini.

Selain itu, efek yang dihasilkan dari antihistamin H1 antara lain:

 1.   Efek Sedasi

Antihistamin H1 generasi pertama memiliki efek sedasi yang cukup besar

sehingga berguna sebagai  bantuan tidur dan tidak sesuai untuk penggunaan pada

siang hari. Sedangkan Antihistamin H1 generasi kedua hanya mempunyai sedikit

atau tidak mempunyai kerja sedatif atau stimulatif. Obat antihistamin H1 generasi

kedua (atau metabolitnya) juga mempunyai efek autonomik yang lebih sedikit dari

antihistamin H1 generasi pertama.

2.   Efek Anti mual dan Anti muntah

Beberapa antihistamin H1 generasi pertama mempunyai aktivitas

bermakna dalam mencegah terjadinya motion sickness (mabuk kendaraan), tetapi

kurang efektif jika sudah terjadi mabuk.

3.   Efek Anti Parkinsonisme

Diduga karena efek antikolinergik, beberapa natihistamin H1, mempunyai

efek supresi akut yang bermakna pada gejala-gejala parkinsonisme yang dikaitkan

dengan penggunaan obat parkinsonisme tersebut.

Page 6: Antihistamin

4.   Kerja antikolinoseptor

Banyak agen dari generasi pertama, khususnya di dalam subgrup

ethanolamine dan ethylendiamine, mempunyai efek menyerupai atropin yang

bermakna pada reseptor muskarinik perifer.

5.   Kerja penyekat adrenoseptor

Efek penyekat reseptor alfa dapat dibuktikan untuk beberapa antihistamin

H1, khususnya di dalam subgrup phenothiazine, misalnya promethazine. Kerja

tersebut dapat mengakibatkan hipotensi ortotastik pada orang-orang yang rentan.

Penyekatan pada reseptor beta tidak terjadi.

6.   Kerja penyekat serotonin

Efek penyekatan yang kuat terhadap reseptor serotonin telah dibuktikan

pada beberapa generasi pertma H1, terutama cyproheptadine Obat tersebut

digunakan sebagai antiserotonin, tetapi obat tersebut mempunyai struktur kimia

yang menyerupai antihistamin phenothiazine dan merupakan suatu obat penyekat

H1 yang kuat.

7.   Anestesi lokal

Antihistamin H1 generasi pertama merupakan anastesi lokal yang

efektif.Diphenhidramine dan promethazine kadang digunakan sebagai anastesi

lokal pada pasien alergi terhadap obat-obat anastetik lokal yang konvensional.

Farmakokinetik

Setelah pemberian oral atau parenteral, Antihistamin H1 diabsorbsi secara

baik. Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan

maksimal setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2

jam. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal

menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati. Antihistamin

H1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Page 7: Antihistamin

Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Waktu paruh beberapa

antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan lebih panjang pada orang

tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima ketokonazol, eritromosin,

atau menghambat microsomal oxygenase lainnya.

Penggunaan Klinis

Indikasi

Antihistamin H1 berguna untuk pengobatan simptomatik berbagai

penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Antihistamin

generasi pertama digunakan untuk mengatasi hipersitifitas, reaksi tipe I yang

mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi

konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi

anafilaksis adjuvan.

Efek samping

Pada dosis, terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping

walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan

diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi obat antar individu,

kadang-kadang efek ini sangat menganggu sehingga terapi perlu dihentikan.

Efek samping antihistamin H1 Generasi pertama:

1. Alergi : Fotosentivitas, shock anafilaksis, ruam, dermatitis

2. Kardiovaskular : Hipotensi postural, refleks takikardia, palpitasi,

trombosis vena pada sisi injeks.

3. S.Syaraf pusat   : Sedasi, pusing, gangguan koordinas, bingung,

rx.extraparamidal(dosis tinggi)

4. Gastrointestinal  : Apigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal

spray)

5. Genitourinari      : Urinary frequency, urinary retention, dysuria

6. Respiratori         : Dada sesak, mulut kering, epitaksis dan nasal

burning (nasa spray)

Page 8: Antihistamin

Antihistamin Generasi kedua dan ketiga:

1. Alergi : Fotosentivitas, shocks anafilaksis, ruam, dan

dermatitis

2. SSP : Mengantuk, sakit kepala, sedasi

3. Respiratori : Mulut kering

4. Gastrointestinal :Nausea, vomiting, abdominal distress

Beberapa efek samping lain dari antihistamin :

1. Efek sedasi

2. Gangguan psikomotor

3. Gangguan kognitif

4. Efek kardiotoksisitas

Kontraindiksi

Antihistamin generasi pertama

1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara structural

2. Bayi baru lahir atau premature

3. Ibu menyusui

4. Narrow-angle glaucoma

5. Stenosing peptic ulcer

6. Hipertropi prostat simptomatik

7. Bladder neck obstruction

8. Penyumbatan pylorodudenal

9. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)

10. Pasien tua

11. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)

Page 9: Antihistamin

2. H2-blockers (penghambat asam)

Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang

meningkat akibat histamin, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di

lambung efeknya adalah berkurangnya hiperekskresi asam klorida, juga

mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Penghambat asam yang

banyak digunakan adalah simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin dan roksatidin

yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.

Farmakodinamik

Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan

reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung,

sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung

dihambat.

Farmakokinetik

Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian

IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada

menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang

diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada

pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar

pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah

pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya

15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan

secara oral diekskresi dalam urin. 

Mekanisme aksi

Walaupun simetidin dan ranitidin berfungsi sama yaitu menghambat

reseptor H2, namun ranitidin lebih poten. Simetidin juga menghambat histamin N-

methyl  transferase, suatu enzim yang berperan dalam degrasi histamin. Tidak

seperti ranitidin, simetidin menunjukkan aktivitas antiandrogen, suatu efek yang

Page 10: Antihistamin

diketahui tidak berhubungan dengan kemampuan menghambat raseptor

H2. Simetidin tampak meningkatkan sistem imun dengan menghambat aktivitas

sel T supresor. Hal ini disebabkan oleh blokade resptor H2 yang dapat dilihat dari

supresor limfosit T. Imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi.

Penggunaan klinis

Indikasi : 

Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin

H2 sama efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid  untuk penyembuhan

awal tukak lambung dan duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk

hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison.

Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali

digunakan ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis

sistematik, sperti urtikaria dan pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan

digunakan dosis tinggi.

Efek samping

Insiden efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan

dengan pemhambatan terhadap reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak

berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain :

1. Nyeri kepala

2. Pusing

3. Malaise

4. Mialgia

5. Mual

6. Diare

7. Konstipasi

8. Ruam kulit

Page 11: Antihistamin

9. Pruritus

10. Kehilangan libido

11. Impoten

Kontraindikasi

1. Kehamilan

2. Ibu menyusui

Penggunaan

Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat

lain, yakni daya antikolinergis, antiemetis dan daya menekan SSP (sedatif),

sedangkan beberapa diantaranya memiliki efek antiserotonin dan lokal anastetis

(lemah).

Berdasarkan efek ini antihistaminika digunakan secara sistemis

(oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi

yang disebabkan oleh pembebasan histamin. Disamping rhinitis, pollinosis dan

alergi makanan atau obat juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan seperti

asma, sengatan serangga, urtikaria, stimulasi nafsu makan, sebagai sedativum,

penyakit parkinson, mabuk jalan (mual), pusing, dan shock anafilaksis.

Indikasi Klinik

1. Uji sekresi asam lambung, tetapi sekarang sudah jarang digunakan karena

efeknya yang berbahaya dan sekarang sudah digantikan dengan

pentagastrin.

2. Diagnosis feokromositoma

3. Uji faal paru

4. Uji pembedahan anemia pernisiosam dengan anemia lainnya.

Page 12: Antihistamin

Efek Samping

Kebanyakan antihistamin tidak menyebabkan efek samping yang serius bila

diberikan dalam dosis terapeutis. Yang sering terjadi adalah :

1. efek sedatif-hipnotis (rasa kantuk) akibat depresi SSP dan daya

antikolinergisnya. Efek ini paling nyata pada prometazin dan

difenhidramin, tetapi agak kurang pada d-klorfeniramin dan mebhidrolin,

walaupun sifat ini sangat bervariasi secara individual.

2. Efek sentral lainnya berupa pusing, gelisah, rasa letih, lesu dan tremor

(tangan gemetar), sedangkan dosis berlebihan dapat mengakibatkan

konvulsi dan koma.

3. Gangguan saluran cerna juga sering terjadi dengan gejala mual, muntah

dan diare sampai anoreksia dan sembelit. Efek ini dapat dikurangi bila

obat diminum setelah makan.

4. Efek antikolinergis (anti-muskarin) dapat terjadi, seperti mulut kering,

gangguan akomodasi dan saluran cerna, sembelit dan retensi kemih.

5. Efek antiserotonin dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan.

6. Sensibilisasi dapat terjadi pada pemberian oral, tetapi khususnya pada

penggunaan lokal.

7. Efek teratogen mungkin pada derivat piperazin (meklizin, siklizin,

hidroksizin, setirizin).

Zat-Zat Tersendiri

1. Derivat Etanolamin ( X=0 )

Zat – zat ini mempunyai daya kerja antikolinergis dan sedative yang agak

kuat.

1a. Difenhidramin : Benadryl

Digunakan sebagai obat tambahan terapi pada penyakit Parkinson dan sebagai

obat anti gatal pada urticaria akibat alergi (caladryl).

Dosis : oral 4 dd 25-50 mg, i.v. 10-50 mg.

Page 13: Antihistamin

- Orfenadrin (2-metildifenhidramin, Disipal)

Memiliki daya antikolinergis dan sedative yang ringan, sehingga lebih di sukai

sebagai obat tambahan pada pengobatan parkinson dan terhadap gejala

ekstrapiramidal pada terapi dengan antipsikotika.

Dosis : oral 3 dd 50 mg

- Dimenhidrinat ( Dramamine )

Senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang khusus digunakan terhadap

mabuk jalan dan muntah karena kehamilan.

Dosis : oral 4 dd 50-100 mg, i.v. 50 mg

- Klorfenoksamin ( systral)

Derivate klor dan metil yang adakalanya digunakan sebagai obat tambahan

pada terapi penyakit Parkinson.

Dosis : oral 2-3 dd 20-40 mg ( klorida ) ; dalamkrem 1.5 %

1b. Klemastin : tavegyl

Efek antihistaminnya sangat kuat; mulai bekerjanya cepat (dalam beberapa

menit) dan bertahan lebih dari 10 jam. Mekanisme kerjanya adalah

mengurangi permeabilitas kapiler dan efektif terhadap pruritus allergica

(gatal-gatal).

2. DerivatEtilendiamin (X=N )

Obat – obat kelompok ini pada umumnya memiliki daya kerja sedative yang

lebih ringan.

2a. Antazolin : antistin

Efek antihistaminnya tidak begitu kuat tetapi tidak merangsang selaput lendir,

sehingga cocok digunakan pada pengobatan gejala-gejala alergi pada mata dan

hidung sebagai sediaan kombinasi dengan nafazolin.

Dosis : oral 2-4 dd 50-100 mg ( sulfat )

Page 14: Antihistamin

Tripelennamin ( tripel)

Hanya digunakan sebagai krem 2 % pada gatal – gatal akibat alergi terhadap

sinar matahari, sengatan serangga, dll.

Mepirin ( piranisamin)

Derivate metoksi dari tripelennamin yang di gunakan dalam kombinasi

dengan feniramin dan fenil propalamin terhadap hay fever.

Klemizol

Derivatklor yang kini digunakan hanya dalam salep/suppositoria anti wasir.

3. Derivate Propilamin ( X=C )

Obat dari kelompok ini memiliki daya kerja antihistamin yang kuat.

3a. Feniramin : avil

Memiliki daya kerja antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup baik,

maka juga digunakan dalam ramuan obat batuk.

Dosis : oral 3 dd 12.5-25 mg (maleat) atau 1 dd 50 mg tablet retard ; i.v. 1-2

dd 50 mg; krem 1.25 %.

Klorfeniramin ( klorfenamin, klorfenon)

Derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuat dan dengan derajat toksisitas

yang sama. Efek sampingnya sedative ringan dan seringkali digunakan

sebagai obat batuk.

Deksklorfeniramin ( polaramin)

Bentuk dekstronya yang dua kali lebih kuatdari pada bentuk-dl (resemis)-nya.

Triprolidin

Derivate dengan sisi pirolidin, yang daya kerjanya agak kuat.mulai kerjanya

pesat dan bertahan lama sampai 24 jam.

Page 15: Antihistamin

Dosis : oral 1 dd 10 mg (klorida) padamalamhariberhubungefeksedatifnya.

4. Derivat Piperazin

Obat dari kelompok ini tidak memiliki inti etilamin tetapi intipiperazin dan

pada umunya bersifat long-acting ( lebih dari 10 jam ).

4a. Siklizin :marzine

Mulai kerjanya cepat dan bertahan 4-6 jam. Terutama digunakan sebagai obat

antimetik dan mencegah mabuk jalan.

Dosis : mabuk jalan 1 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu 3 kali sehari,

pada mual dan muntah 3-4 dd 50 mg, anak-anak 6-13 tahun 3 dd 25 mg.

Homoklorsiklizin (homoclomin)

Derivate klor pada mana cincin-piperazin diganti dengan cincin-serotonin dan

di gnati dengan cincin 7-diazepin. Bersifat anti serotonin dan digunakan pada

pruritus allergica(gatal-gatal).

Dosis : oral 1-3 dd 10 mg.

4b. Sinarizin :stugeron

Derivate cinnamyl dari siklizinini di samping sifat antihistaminnya juga

berdaya vasodilatasiperifer. Berkhasiat anti pusing dan antiematis dan sering

kali digunakan sebagai obat vertigo, telinga berdesing, dan pada mabuk jalan.

Mulai kerjanya agakcepat 6-8 jam dengan efek sedative ringan.

Dosis : oral 2-3 dd 25-50 mg.

Flunarizin (sibelium)

Derivate diflour dengan daya kerja antihistamin lemah. Digunakan terhadap

vertigo dan sebagai obat pencegah migrain.

4c. Oksatamida :tinset

Page 16: Antihistamin

Derivate siklizin, oksatamida digunakan sebagai obat pencegah maupun

pengobatan asma. Dan juga memiliki efek stimulasi nafsu makan.

Dosis : oral 2 dd 30 mg p.c; untukasma 120 mg sehari.

4d. Hidroksizin :iterax, atarax

Salah satu antihistamin pertama dengan berbagai macam khasiat, a.l sedative

dan anksiolitis. Spasmolitis, anti-emetis serta antikolinergis. Sangat efektif

pada urticaria dan gatal-gatal.

Dosis : 1-2 dd 50 mg. untukanxiolyse ; 1-4 dd 50-100 mg.

Cetirizine

Menghambat migrasi dari granulosit eosinophil, yang berperan pada reaksi

alergi lambat. Digunakan pada urticaria dan rhinitis / conjunctivitis.

Dosis : 1 dd 10 mg malamhari.

5. Derivat Fenotiazin

5a. Prometazin

Antihistamin tertua, digunakan pada reaksi alergi terhadap tumbuhan dan

akibat gigitan serangga, juga sebagai anti emetikum untuk mencegah mual dan

mabuk jalan. Di gunakan pada vertigo dan sebagai sedativum pada batuk dan

sukar tidur, terutama untuk anak-anak.

Efek sampingnya bersifat umum, tetapi kadang kala dapat terjadi

hipotensi, fotosenibilisasi, hypothermia ( suhubadanrendah ) dan efek terhadap

darah ( leukemia, granulocytosis ).

Dosis : oral 3 dd 25-50 mg dansebaiknya di mulaipadamalamhari; i.m 50 mg.

Oksamemazin ( doxergan)

Derivate deoksi ( pada atom s ) dengan daya kerja dan penggunaan sama

seperti prometazin, a.l. dalam obat batuk ( toplexii)

Page 17: Antihistamin

Dosis : oral 2-3 dd 10 mg.

5b. Isotipendil :andantal

Derivate azofenotiazin ini bekerjanya lebih singkat dari prometazin dengan

efek sedative yang lebih ringan.

Dosis : oral 3-4 dd 4-8 mg; i.m./i.v 10 mg.

6. Derivat Trisiklis Lainnya

Sejumlah antihistaminika memiliki rumus dasar yang terdiri atas suatu cincin

tujuh yang terikat pada dua cincin-ebam di kanan dan kiri, zat-zat ini memiliki

daya kerja anti serotonin kuat dan menstimulasi nafsu makan

6a. Siproheptamin

Berdasarkan efek stimulasinya terhadap pertumbuhan jaringan normal, dahulu

obat ini banyak digunakan untuk pasien yang kurus dan nafsu makan buruk

Efek samping : rasa ngantuk biasanya lewat sesudah seminggu , Dosis oral : 3

dd 4 mg ( klorida)

6b. Pizotifen

Berhasiat antihistamin dan antiseroton, zat ini juga digunakan pada terapi

interval migran. Dosis oral : semula 1 dd 0,5 mg (maleat) , berangsung angsur

dinaikkan sampai 3 dd 0,5 mg

*Ketitifen : derivat- ketolong-acting tanpa efek antiserotonin, menstabilasinya

terhadap mastcell

*Loratadin : Derivat-Klor yang sebagian zat generasi kedua tidak berefek

sedatif maupun antikolinergis pada dosis biasa, Dosisnya 1 dd 10 mg

6c. Azelastin

Page 18: Antihistamin

Obat generasi kedua yang berdaya antihistamin, antileukotrien dan

antiserotonin, juga menstabilisir mastcell. Khususnya digunakan pada rhinitis

alergis, Dosis orral : 1-2 dd 2 mg

7. Obat Generasi Kedua

Obat-obat generasi kedua memiliki daya kerja antihistamin tanpa efek

sedatif hiptonis. Hingga kini hanya tersedia beberapa obat , yakini terfenadin,

astemizonlevocabastin, loratadin, azelastin dan setirizin

7a. Terfenadin

Derivat –butilamin heterosiklis adalah suatu prodrug dengan khasiat anti

histamin yang menyerupai klorfeniramin.

Resorpsi dari usus baik,mulai bekerjanya sesudah,satu jam dan bertahan 12 –

24 jam.Dalam hati dengan pesat dan tuntas dirombak oleh sistem enzim

cytochrom P450 menjadi a.l. metabolit aktifnya terfenadrin karbosilat.

Efek sampingnya: berupa gangguan saluran-saluran cerna,nyeri kepala dan

berkeringat. Dengan beberapa obat (ketokonazol,itrakonazol) terjadi interaksi

berbahaya dengan efek gangguan ritme dan terhentinya jantung.Dosis oral: 2dd

60mg ; anak-anak 3-6 tahun 2dd 15mg,6-12 tahun 2dd 30mg.

*Fexofenadin : suatu metabolit aktif dari terfenadin yang tidak perlu diaktivasi

oleh hati. Dosis oral : 1dd 120mg

7b.Astemizol

Senyawa-flour ini memiliki daya kerja anti histamin kuat,juga tanpa efek

sentral dan anti kolinerjis.Penggunaan dan efek sampingnya sama dengan

terfenadin.

Efek samping : kurang lebih sama dengan terfenadin yaitu berupa gangguan

saluran cerna dan nyeri kepala,berkeringat.

Page 19: Antihistamin

Interaksi : Pada dosis diatas 10mg sehari dan penggunaan serentak dengan

heritromisin, ketokonazol adakalanya menghambat metabolisme yang

mengakibatkan gangguan ritme hebat. Dosis : 1dd 10mg sebelum makan ;

anak- anak 6-12tahun 1dd 5mg, dibawah 6 tahun 1dd 0,2mg/kg

7c.Levocabastil

Senyawa-piperidinekarbonik asit ini berkhasiat anti histamin kuat dan praktis

tidak bekerja sentral.Hanya digunakan topikal dalam tetes mata dan spray

hidung (0,05 %)

*Ebastin : derivat yangt sebagai prodrug dalam hati diubah menjadi zat aktif

carebastin. Dosis oral : 1dd 10-20mg

8. Lain-lain

8a.Mebhidrolin

digunakan a.l. pada prulitis dengan dosis 2-3 dd 50 mg

8b.Dimentindin

juga digunakan terhadap pruritus dengan dosis 3dd 1-2mg (malaeyat)

8c. Kortikosteroida

Glukokortikoida dapat menekan daya tangkis selular sehingga mengurangi

reaksi alergi. Melawan peradangan dan mengurangi pembentukan mediator-

mediator Kortikosteroida digunakan sebagai berikut.

Secara lokal terutama

- Terhadap asma dan hay fever : beklometason ( Beconase, becotide ),

budesonida ( pulmicort, *syimbicort) dan fluticason ( flixotide,

*seretide ) dalam bentuk semprot hidup atau aerosol

- Terhadap radang mata : deksemetason, fluormetolon ( FML-Neo tetes

mat ), hIdrokortison dan prednisolon

Page 20: Antihistamin

- Terhadap dermatoses ( ganguan kulit)

Secara sistemik ( bersamaan dengan adrenalin ) pada shock anfilaksis,

kejang bronchi karena reaksi alergi dan status asthmaticus

8d. Natrium kromoglikat

Zat ini merupakan suatu antihistamin, tetapi disinggung disini berkat khasiat

profilaksisnya terhadap hay fever. Khasiat menstabilisir ini juga diberikan

olehkototifen, suatu oabt profilaksis lain terhadap asma yang dpat diberikan

oral

Efek sampingnya : lemah, terutama iritasi setempat

Dosis : 4 dd 20 mg serbuk halus kering untuk inhalasi ( garam-dinatrium)

*Nedokromil : suatu senyawa kuinolin dengan khasiat sama

dengankromoglikat digunakan untuk prevensi serangan sama, juga di

provokasi oleh pengeluaran tenaga, Dosis : dosis aerosol 4 dd 4 mg

Page 21: Antihistamin

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Dripa, Sjabana. 2005. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika

Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba

Medika.

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba

Medika.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Farkultas Kedokteras Universitas

Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.

Tjay, Tan Hoan & Rahardja Kirana. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta : PT Elex

Media Komputindo.