Anti-thymocyte Globulin Jadi
-
Upload
pramita-purbandari -
Category
Documents
-
view
198 -
download
10
Transcript of Anti-thymocyte Globulin Jadi
TUGAS TERSTRUKTUR
IMUNOLOGI
“ANTI-THYMOCYTE GLOBULIN (EQUINE)”
DISUSUN OLEH:
SARTIKA G1F009001
HANIF HAFIDH S.N. G1F009013
PRAMITA PURBANDARI G1F009014
SHIFAQ KHAIRUNNISA G1F009032
RIZQI PERMATA H. G1F009045
AGUSTINA NUR FITRIANI G1F009061
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
System kekebalan pada keadaan tertentu tidak mampu bereaksi terhadap antigen yang
lazimnya berpotensi menimbulkan respon imun.keadaaan tersebut disebut toleransi kekebalan
(immunological tolerance) dan terjadi melalui beberapa mekanisme:
1. Delesi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel) limfosit,
terutama limfosit T dan sebagian kecil limfosit B, selama proses pematangan
2. Anergi klon, yaitu ketidakmampuan klon limfosit menampilkan fungsinya
3. Supresi klon, yaitu pengendalian fungsi “pembantu” limfosit T
Pada umumnya, system kekebalan dapat membedakan antar antigen diri (self antigen)
dan antigen asing atau bukan diri (non-self antigen). Dalam hal ini terjadi toleransi imunologik
terhadap antigen diri (self tolerance). Apabila system kekebalan gagal membedakan antara
antigen self dan non-self, maka terjadi pembentukan limfosit T dan B yang auto reaktif dan
mengembangkan reaksi terhadap antigen diri (reaksi auto imun).
Beberapa penyakit yang tidak jelas penyebabnya dan patogenesisnya, ternyata
mempunyai dasar autoimunitas dan disebut penyakit autoimun. Patogenenesis penyakit autoimun
masih rumit dan bervariasi, dengan cirri-ciri berikut:
1. Biasanya bersifat multifactor, memerlukan minimal satu gen sebagai faktor hereditas dan
satu atau lebih faktor lingkungan
2. Seringkali perkembangan penyakit jauh lebih lambat daripada proses penyakit infeksi
3. Cenderung terjadi kekambuhan
Biasanya untuk mengatasi penyakit autoimun ini akan diberikan suatu imunosupresan.
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti
pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus
dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan
interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa
penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun
diperlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang
dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau
dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit
autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus. Ada berbagai macam
imunosupresan, seperti Metotrekstat, Azatioprin, Siklofosfamid intravena, Cyclophosphamide.
Namun, imunosupresan yang akan dibahas kali ini yaitu anti-thymocyte globulin (equine).
BAB II
PEMBAHASAN
ANTI-THYMOCYTE GLOBULIN (EQUINE)
1. Mekanisme
Imun limfosit globulin, Anti-thymocyte globulin (ATG) adalah imunoglobulin yang
mengandung agen imunosupresif digunakan dalam pengelolaan penolakan transplantasi dan
pengobatan anemia aplastik. ATG adalah solusi yang aman terutama monomer
Immunoglobulin G (IgG) yang berasal dari jenis sumber diimunisasi dengan limfosit timus
manusia. ATG memiliki aktivitas terutama sebagai imunosupresif menghambat respon imun
yang diperantarai sel seperti penolakan allograft dan reaksi hipersensitivitas
tertunda. persiapan Antilymphocyte juga mungkin memiliki aktivitas menghambat respon
imun humoral. Mekanisme yang tepat sebagai tindakan imunosupresif dari ATG, meskipun
tidak sepenuhnya dijelaskan, mungkin melibatkan penghapusan sel T antigen-reaktif (T-
limfosit) di perifer darah dan atau perubahan fungsi T-sel. Efek dari persiapan
antilymphocyte, termasuk ATG, pada Sel T adalah variabel dan kompleks, dan mungkin
tergantung pada kondisi yang sedang diperlakukan seperti penolakan allograft atau anemia
aplastik. Selain kegiatan antilymphocytic nya, persiapan ATG mengandung antibodi
terhadap komponen darah yang mengakibatkan leukopenia, trombositopenia, atau
hemolisis. Pengaruh ATG pada sel-sel sumsum tulang variabel dan kompleks dan tetap
sepenuhnya dijelaskan, dan mungkin memiliki aktivitas antineoplastik terhadap limfoma
ganas tertentu. Puncak plasma tingkat Immunoglobulin G (IgG) selain intravena (IV)
pemberian ATG bervariasi, tergantung pada pengolahan individu IgG asing pada
pasien. Pemberian melewati infus dengan cara IV ATG 10 mg / kg BB setiap hari selama
lima hari, berarti kadar plasma puncak IgG kuda rata-rata 727 ± 310 mcg / mL. ATG
didistribusikan ke dalam jaringan limfoid, termasuk kelenjar getah bening dan limpa.
Setengah kadar di plasma-IgG dilaporkan rata-rata enam hari (kisaran: 1,5-12 hari). Sekitar
1% dari dosis ATG diekskresikan dalam urin, terutama sebagai IgG tidak berubah. ATG
digunakan untuk pengobatan dan pencegahan penolakan pada penerima allograft ginjal
akut, biasanya sebagai suatu tambahan terhadap terapi imunosupresif lain seperti
azathioprine, kortikosteroid, atau iradiasi korupsi. ATG digunakan untuk pengobatan anemia
aplastik sedang sampai parah pada pasien yang tidak dianggap cocok untuk transplantasi
sumsum tulang. Ketika dikombinasikan dengan terapi konvensional pada pasien mendukung
dengan anemia aplastik, ATG dapat menyebabkan penurunan hematologi parsial atau
lengkap. ATG menghasilkan tingkat hematologi respon lebih tinggi (sebagaimana
ditentukan oleh berkelanjutan peningkatan jumlah sel darah perifer dan penurunan
kebutuhan transfusi) pada tiga bulan ketika dibandingkan dengan terapi konvensional
saja. Kegunaan ATG belum ditunjukkan pada pasien dengan anemia aplastik yang kandidat
yang cocok untuk transplantasi sumsum tulang atau dalam pasien dengan anemia aplastik
sekunder untuk myelofibrosis, sindrom Fanconi, penyakit neoplastik, penyimpanan
penyakit, atau pada pasien yang diketahui telah terkena agen myelotoxic atau radiasi.
2. Dosis
Untuk mencegah penolakan allograf ginjal akut
Dewasa: 15 mg / kg / hari IV untuk 14 hari, setelah 14 hari beralih dosis alternatif selama
14 hari (untuk total 21 dosis dalam 28 hari). Berikan dosis pertama dalam waktu 24 jam
dari transplantasi.
Untuk allograft penolakan ginjal akut
Dewasa dan anak-anak: 10 sampai 15 mg / kg / hari IV untuk 14 hari, kemudian dapat
beralih ke hari dosis alternatif selama 14 hari (untuk total 21 dosis dalam 28 hari). Mulai
terapi di tanda pertama dari penolakan.
Untuk anemia aplastik pada pasien yang tidak memenuhi syarat untuk transplantasi
sumsum tulang
Dewasa: 10 sampai 20 mg / kg / hari IV selama 8 sampai 14 hari, kemudian dapat
diberikan alternatif dosis tambahan dengan total sampai dengan 21 dosis dalam 28 hari
3. Indikasi
Mengatur penolakan allograft ginjal, biasanya ditambah dengan imunosupresan lain
Anemia aplastik sedang-berat (jika transplantasi sumsum tulang tidak cocok)
Transplantasi ginjal
Off-label
Bone marrow, liver, dan transplantasi hati
Multiple sclerosis
Myasthenia gravis
Scleroderm
4. Kontra indikasi Reaksi sistemik parah limfosit globulin imun kuda
Hipersensitif terhadap antithymocyte globulin dan beberapa formulasi lain dari gamma
globulin
5. Efek samping
Mungkin terjadi mual, muntah, diare , ruam ringan / gatal, atau sakit kepala. Jika
salah satu dari efek-efek ini berlanjut atau memburuk, segera beritahu dokter atau apoteker.
Dokter memberikan resep obat ini karena dia telah menilai bahwa akan memberikan manfaat
yang lebih besar daripada risiko efek samping. Banyak orang yang telah menggunakan obat
ini tetapi tidak memberikan efek samping yang serius. Segera hubungi dokter jika salah satu
efek samping yang serius terjadi, seperti: nyeri punggung/dada, sesak napas, pusing, nyeri
sendi/otot, nyeri/kemerahan/bengkak di lengan atau kaki, gemetar, kesemutan, mati rasa
pada tangan atau kaki, rasa haus dan buang air kecil meningkat, sakit perut, perubahan
mental atau mood (misalnya kebingungan). Segera beritahu dokter jika salah satu efek
samping yang jarang tapi sangat serius ini terjadi, seperti: kejang, denyut jantung tidak
teratur, mata, kulit dan urin menguning. Efek samping lainnya dari obat ini yaitu dapat
menyebabkan atau memperburuk kelainan darah yang sangat serius (jumlah sel darah
menjadi rendah seperti sel darah merah, sel darah putih, dan platelet). Efek ini dapat
menyebabkan anemia, menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, atau
menyebabkan tubuh menjadi lebih mudah memar atau berdarah. Meskipun obat ini
diberikan secara hati-hati, diperiksa dengan teliti dan berjalan melalui proses pembuatan
secara khusus, namun ada kesempatan yang sangat kecil bahwa Anda bisa mendapatkan
infeksi dari obat (misalnya, virus). Katakan kepada dokter segera jika mengalami tanda-
tanda infeksi, termasuk demam atau sakit terus menerus. Reaksi alergi yang sangat serius
terhadap obat ini jarang terjadi.
6. Interaksi
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :
Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG
dandilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness, tapering
dosis setiap 2 minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal
kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih
mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkanbila terdapat
kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia
aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisisebesar
46%.15
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif.
Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid
dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar
tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis.
Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin
berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan siklosporin.
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif yang
mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan
siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap
ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi
ATG.
BAB III
KESIMPULAN
1. Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit
autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonates
2. Imun limfosit globulin, Anti-thymocyte globulin (ATG) adalah imunoglobulin yang
mengandung agen imunosupresif digunakan dalam pengelolaan penolakan transplantasi
dan pengobatan anemia aplastik
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2009. Nursing Spectrum Drug Handbook 2009. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Anonym. 2009. http://cigna.com/customer_care/healthcare_professional/coverage_positions/
pharmacy/ph_5004_pharmacycoverageposition_atgam.pdf
Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William Hematology
7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007
Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan DepartemenIlmu Penyakit Dalam
FK UI, 2006;637-43.