44444595 Makalah Anti Anemia Dan Anti Koagulan

download 44444595 Makalah Anti Anemia Dan Anti Koagulan

of 43

Transcript of 44444595 Makalah Anti Anemia Dan Anti Koagulan

Page | 25

TUGAS MATA KULIAH FARMAKOLOGI

Dosen Pembimbing:Sr. Clarina Kuway, JMJ.

ANTI ANEMIA DAN ANTI KOAGULAN

Disusun oleh:FransiscoPolandos09061048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO 2010K A T A P E N G A N T A R

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat penyelenggaraan-Nya, makalah yang berjudul ANTI ANEMIA DAN ANTI KOAGULAN ini bisa diselesaikan. Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai tugas mata kuliah FARMAKOLOGI Universitas Katolik De La Salle Manado. Tujuan yang lebih khusus dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan tentang obat-obatan yang berkaitan dengan ANEMIA dan KOAGULAN pada darah.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan tugas untuk membuat makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah terlibat dalam proses penulisannya, terlebih kepada temanteman seangkatan Fakultas Keperawatan 2009 Universitas Katolik De La Salle Manado yang senantiasa membantu penulis dalam pembuatan makalah ini..

Akhirnya, harapan penulis semoga makalah tentang Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Bronkitis ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritikdan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Manado, Oktober 2010

Penulis

DAFTAR ISI

K A T A P E N G A N T A R1DAFTAR ISI2BAB IPENDAHULUAN3I.1 Latar Belakang3I.2Tujuan Penulisan4I.3Metode Penulisan4I.4Sistematika Penulisan4BAB IITINJAUAN PUSTAKA5II.1ANTI ANEMIA5II.1.1Jenis Penyakit6II.1.2Klasifikasi Penyakit7II.1.3Jenis Obat Serta Hubungan Dengan Penyakit14II.1.4Proses Keperawatan23II.2ANTI KOAGULAN25II.2.1Proses Koagulasi Normal25II.2.2Jenis Penyakit Koagulan26II.2.3Jenis Obat Serta Hubungan Dengan Penyakit31II.2.4Proses Keperawatan37BAB IIIPENUTUP40III.1Kesimpulan40III.2Saran40DAFTAR PUSTAKA42

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar BelakangObat secara umum ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk kita sebagai pelaku kesehatan (perawat atau dokter), ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.Secara etimologis, kata Farmakologi berasal dari kata pharmacon, yang artinya obat, dan kata logos, yang artinya ilmu pengetahuan, sehingga secara harafiah farmakologi berarti ilmu pengetahuan tentang obat. Namun secara umum farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologi. Disamping itu juga mempelajari asal-usul (sumber) obat, sifat fisik-kimia, cara pembuatan, efek biokimiawi dan fisiologi yang ditimbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi.Dalam makalah ini akan membahas tentang Anti-anemia dan Anti-koagulan yang tergolong dalam obat Hematologik dalam Farmakologi. Anti-anemia merupakan obat yang digunakan untuk mencegah atau memperbaiki keadaan kesehatan tubuh karena anemia. Dan Anti-koagulan merupakan obat yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah atau pengencer darah atau juga bertujuan memperlambat pembekuan darah.Untuk lebih jelas mengenai Anti-anemia dan Anti-koagulan serta penyakit dan obat-obatan dan tindakan keperawatannya akan dibahas pada bab 2 Tinjauan Pustaka.

I.2Tujuan PenulisanTujuan makalah ini dibuat selain sebagai tugas mata kuliah Farmakologi Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado juga bertujuan agar kita lebih mengenal tentang obat-obatan terlebih untuk obat Hematologik, yang lebih spesifik tentang obat antianemia dan antikoagulan serta penyakitnya dan bagaimana tindakan keperawatan yang dilakukan.

I.3Metode PenulisanMetode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang berjudul ANTIANEMIA DAN ANTIKOAGULAN ini menggunakan metode Studi Literatur. Studi literatur yang dimaksud penulis ialah penulis memperoleh data dengan menggunakan literatur atau buku-buku dan artikel-artikel yang diperoleh dari internet yang berhubungan dengan anti-anemia dan anti-koagulan.

I.4Sistematika PenulisanSistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu:BAB IPENDAHULUANBab ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.BAB IITINJAUAN PUSTAKAPada bab ini menjelaskan tentang jenis penyakit, jenis obat-obatan serta hubungan penyakit dengan obat dan tindakan keperawatan yang dilakukan pada obat Anti-Anemia dan Anti-Koagulan.BAB IIIPENUTUPPada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1ANTI ANEMIAAnti-anemia merupakan obat yang digunakan untuk mencegah atau memperbaiki keadaan kesehatan tubuh karena anemia. Dalam bab ini dibahas obat yang penting untuk eritropoesis normal yaitu zat besi (Fe), vitamin B12 (Sianokobalamin) dan asam folat. Dengan demikian obat-obat ini digunakan untuk mengobati anemia dan dinamakan juga sebagai hematinik. Obat lain yang berpengaruh terhadap eritropoesis yaitu riboflavin, piridoksin, kobal dan tembaga dan ada beberapa hormon yang secara tidak langsung mempengaruhi eritropoesis misalnya hormon tiroid, gonad dan adrenal.Di samping itu dikenal juga adanya faktor pertumbuhan sel darah merah yaitu eritropoetin yang dibentuk oleh ginjal. Zat ini berperan sebagai regulator proliferasi eritrosis, sehingga bila terganggu dapat berakibat anemia berat. Selain diproduksi oleh ginjal dalam sel peritubuler dari tubuli proksimalis yang dalam jumlah kecil protein ini disintesis oleh hati. Untuk kepentingan pengobatan eritropoetin diproduksi sebagai rekombinan eritropoetin manusia yang disebut epoetin alfa. Sedangkan indikasi utama adalah untuk anemia pada gagal ginjal kronik dan pada penderita yang menjalani hemodialisis.Zat besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia hipokromik mikrositik. Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan untuk sintesis DNA yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan produktif dan maturasi (kematangana) eritrosit yang memberikan gambaran sebagai anemia megaloblastik. Berbeda dengan asam folat, defisiensi vitamin B12 juga menyebabkan kelainan neurologik.

II.1.1Jenis PenyakitJenis penyakit dari obat Antianemia ialah Anemia. Menurut definisi, Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM (sel darah merah), kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium.Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, berhantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan menurun. Kehilangan darah mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat dingin), takikardia, napas pendek, dan berkembangnya cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun berkurangnya massa SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan sebaganyak 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimtomatik, kecuali pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan (1) meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan-jaringa tubuh oleh SDM, (2) menigkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, (3)mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (Guyton, 2001).Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipecaya untuk pucak karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untu melihat pucat. Jika lopatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya berkurang dari 8 gram.Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang menigkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung kongresif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksis tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang menigkat. Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan, dan tinitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf pusat. Pada anemia berat dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membran mukosa mulut); gejala-gejala umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti difisiensi zat besi.

II.1.2Klasifikasi PenyakitAnemia dapat diklasifikasikan menurut (1) faktor-faktor morfologik SDM dan indeks-indeksnya atau (2) etiologi.Pada klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro- menunjukkan ukuran SDM dan kromik untuk menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga kategori besar. Pertama, anemia normokromik normositik, SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal (mean corpuscular volume [MCV] dan mean corpuscular hemoglobin concentration [MCHC] normal atau normal rendah). Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.Kategori utama yang kedua adalah anemia normokromik makrositik, yang memiliki SDM lebih besar dari normal tetapi normokromik karena konsentrasi hemoglobin normal (MVC menigkat; MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh ketergantungan atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker karena agen-agen mengganggu sintesis DNA.Kategori ketiga adalah anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV; penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensin sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia defisiensi zat besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis globin, seperti pada thalasemia. Thalasemia menyangkut ketidaksesuaian jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan demikian tidak dapat terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal.Anemia juga dapat diklasifikasikan menurut etiologi. Penyebab utama yang dipikirkan adalah (1) penigkatan hilangnya SDM dan (2) penurunan atau kelainan pembentukan sel.Menigkatnya kehilangan SDM dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid atau menstruasi. Penghancuran SDM di dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika gangguan pada SDM itu sendiri memperpendek siklus hidupnya atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran SDM (Sacher, McPherson, 2000). Keadaan-keadaan yang SDM-nya itu sendiri mengalami kelainan adalah:1. Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, seperti penyakit sel sabit.2. Gangguan sintesis globin, seperti thalasemia3. Kelainan membran SDM, seperti sferositosis herediter dan eliptositosis.4. Defisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan defisiensi piruvat kinase.

Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah berkurangnya atau terganggunya produksi SDM (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang termasuk di dalam kategori ini. Termasuk di dalam kelompok ini adalah (1) keganasan jaringan padat metastatik, leukimia, limfoma dan mieloma multipel; pajanan terhadap obat-obat dan zat kimia toksik; serta iradiasi dapat mengurangi produksi efektif SDM; dan (2) penyakit-penyakit kronis yang mengenai ginjal dan hati, serta inveksi dan defisiensi endokrin. Kekurangan vitamin-vitamin penting, seperti B12, asam folat, vitamin C, dan zat besi dapat mengakibatkan pembentukan SDM tidak efektif, menimbulkan anemia. Untuk menentukan jenis anemia, baik pertimbangan morfologik dan etiologik harus digabungkan.Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci tentang ke tiga klasifikasi anemia di atas.Anemia AplastikAnemia aplastik merupakan suatu gangguan pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia, SDM terlihat normositik dan normokromik, jumlah retikulosit rendah atau tidak ada. Anemia aplastik idioplastik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan sel T limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietik.Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanan) meliputi:1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun2. Agen antineoplastik atau sitotoksik3. Terapi radiasi4. Antibiotik tertentu5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan fenilbutazon6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama berat dan cenderungan fatal.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala meliputi anemia, disertai kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik. Tanda-tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan (1) ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis (perdarahan hidung), (3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih dan kelamin, (5) perdarahan sistem saraf pusat. Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, dan jamur.Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya retikulosit, jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi dan atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pengobatan anemia aplastik, jika diketahui penyebabnya ditujukan untuk menghilangkan agen penyebab. Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan merupakan penyebab utama kematian, maka pencegahan merupakan hal yang penting. Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan mencegah atau meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi lingkungan yang dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, penggunaan yang bijaksana terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibiotik menjadi penting. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen dapat menginduksi eritropoiesis, walaupun efektifitasnya tidak pasti. Pasien-pasien anemia aplastik kronis beradaptasi dengan baik dan dapat dipertahankan pada kadar hemoglobin antara 8 dan 9 g/dl dengan transfusi darah periodik.

1. Anemia Defisiensi BesiSecara morfologis, anemia ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab-penyebab lain defisiensi besi adalah: (1)asupan besi yang tidak cukup, misalnya, pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada individu-individu tertentu yang vegetarian ketat; (2) gangguan absorbsi setelah gastrektomi; dan (3) kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat polip, neoplasma, gastritis, verises esofagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 4 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat di dalam hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan pengecualian mioglobin (otot) dan enzim-enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan di dalam hati, limpa, dan sumsum tulang sebagai feritin dan hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.Walaupun dalam diet rata-rata mengandung 10 sampai 20 mg besi, hanya sekitar 5% hingga 10% (1-2 mg) yang diabsorbsi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka lebih banyak besi diabsorbsi dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi ferro di dalam lambung dan duodenum serta diabsorbsi dari duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.Tiap milimeter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/bulan. Namun, yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan sebanyak 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama kehamilan, kebutuhan besi harian meningkat untuk mencukupi permintaan karena meningkatnya volume darah ibu dan pembentukan plasenta, tali pusat, dan janin, serta mengimbangi darah yang hilang selama kelahiran.Selain tanda-tanda dan gejala-gejala yang terjadi pada anemia, individu dengan defisiensi besi yang berat (besi plasma kurang dari 40 mg/dl; hemoglobin 6 sampai 7 g/dl) memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia). Selain itu, atrofi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, berwarna merah-daging, dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatis angularis, pecah-pecah disertai kemerahan dan nyeri di sudut mulut.Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah SDM normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada apusan darah perifer, SDM mikrositik dan hipokromik (MCV, MCHC, dan MCH berkurang) disertai poikilositasis dan anisositosis. Jumlah retikulosit dapat normal atau berkurang. Kadar besi berkurang sedangkan kapasitas mengikat besi serum total menigkat.Untuk mengobati defisiensi besi, penyebab mendasar anemia harus diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedaan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat polip, ulkus, keganasan, dan hemoroid; perubahan diet dapat diperlukan untuk bayi-bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Merkipun diet dapat menigkatkan besi yang tersedia (misalnya yang terdapat pada hati), suplementasi besi diperlukan untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian besar orang berespon balik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat, 325 mg tiga kali sehari selama saling sedikit 6 bulan untuk menggantikan cadangan besi. Sediaan besi parenteral digunakan pada pasien-pasien yang tidak dapat menoleransi sediaan oral. Besi parenteral memiliki insiden terjadinya reaksi-reaksi yang merugikan relatif tinggi. Pasien tersebut diberikan dosis uji dan dipantau selama satu jam. Jika pasien tidak mengalami efek samping, sisa dosisnya diberikan 2 jam kemudian.

2. Anemia MegaloblastikAnemia megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh difisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti (Guyon, 2001). Defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorbsi, infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai akibat agens-agens kemoterapeutik. Pada individu dengan infeksi cacing pita (Diphyllobothrium latum) yang disebabkan oleh ingesti ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan pejamunya untuk mendapatkan vitamin B12 di dalam makanan yang diingesti, yang menyebabkan anemia megaloblastik.Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada orang yang lebih tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada perempuan selama kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin. Penyakit seliak dan stomatitis tropik juga menyebabkan malabsorpsi, dan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.Kebutuhan folat sehari-hari kira-kira 50 mg, dengan mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling banyak adalah daging merah, seperti hati dan ginjal, serta sayuran berdaun hijau. Akan tetapi, menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk memastikan nutrisi yang adekuat. Misalnya, 50% sampai 90% folat dapat hilang dengan cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsobsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat lemah pada protein plasma, dan disimpan di hati. Pada keadaan tidak adanya asupan folat, cadangan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejalan anemia yang telah dijelaskan, pasien-pasien anemia megaloblastik yang sekunder akibat defisiensi folat dapat terlihat malnutrisi dan mengalami glositis berat. (lidah meredang, nyeri), diare, dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (kurang dari 4 mg/ml).Pengobatan anemia megaloblastik tergantung pada pengidentifikasian dan penghilangan penyebab yang mendasarinya. Pengobatan ini meliputi memperbaiki defisiensi diet dan terapi penggantian dengan asam folat atau vitamin B12.

II.1.3Jenis Obat Serta Hubungan Dengan PenyakitSecara morfologis Anemia terbagi atas 3 jenis yaitu Anemia Aplastik, Anemia Defisiensi Besi, dan Anemia Megaloblastik yang penjelasannya dapat dilihat pada sub-bab sebelumnya (Klasifikasi Penyakit).Pada topik jenis obat dan hubungnanya dengan penyakit ini akan dijelaskan tentang jenis Anemia Defisiensi Besi atau Hipokromik, karena anemia jenis ini lebih sering terjadi dan ditemukan pada pasien.

ANTIANEMIA HIPOKROMIK (DEFISIENSI BESI)1. Besi dan Garam-Garamnya

SEJARAHTerdapatnya zat bersi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713), kemudia Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan klorosis, anemia akibat defisiensi Fe. Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan yang menggandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat. Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua dan meminum airnya.

DISTRIBUSI DALAM TUBUHTubuh manusia sehat mengandung 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada (1) hemoglobin 66%; (2) mloglobin 3%; (3) enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%, dan (4) pada transferin 0,1%. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400 mg, sedangkan pada pria kira-kira 1 gram.

FARMAKOKINETIKAbsorpsi. Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum; makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsopsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasenta dengan perantaraan transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat samapi lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.Jumlah fe yang diabsopsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsopsi 5-10% pada orang normal. Absorpsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCI, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjai fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati.Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu, bila fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.

Transport. Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Setelah transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Selain itu juga berfungsi sebagai gudang Fe.

Nasib. Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini,sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.Bila fe diberikan IV, capat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di hati, sedangkan pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masik ke dalam hati dan limpa. Penimbunan fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absopsi yang berlebihan pula.

Ekskresi. Jumlah Fe yang diekskresikan setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urine, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria, jumlah yang dikeluarkan dengan urine dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresikan sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.

KEBUTUHAN BESIJumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor umur, jeniskelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan (Hb) dapat mempengaruhi kebutukan, walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg, dan wanita memerlukan 12 mg sehari guna memenuhi ambilan sebesar masing-masing 1 mg dan 1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita hamil dan menyusui diperlukan tambahan asupan 5 mg sehari.Bila kebutuhan ini tidak dipenuhi, Fe yang terdapat di dalam gudang akan digunakan dan gudang lambat laun menjadi kosong. Akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang jelek, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat. Keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat.

SUMBER ALAMIMakanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (> 5mg/100g) adalah hati, jantung, kuning telur, ragi kerang, kacang-kacangan dan buah0buahan kering tertentu. Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang (1-5 mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan, unggas, sayuran yang berwarna hijau biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya, dan sayuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100g).

EFEK NONTERAPISEfek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (7-20%). Konstipasi (10%), diare (5%) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesuadah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada penderita.Pemberian Fe secara IM (intramuskular) dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi. Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam 1/2 24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan ensefalopatia. Reaksi sistemik ini lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok atau henti jantung.Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada dewasa, kebanyakan terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSo4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul sering kali berupa mual, muntah, diare, hematemesis serta feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pilorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan. Gejala keracunan ini dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: pertama-tama diusahakan agar penderita mundah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium bikarbonan 1%. Akan tetapi, bila masukan obat telah lebih dari 1 jam, maka telah terjadi nekrosis sehingga bilasan lambung dapat menyebabkan perforasi. Selanjutnya keadaan syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi. Selain itu, deferoksamin yang merupakan zat pengkelat (chelating agent) spesifik untuk besi, efektif untuk mengatasi efek toksik sistemik maupun lokal.

SEDIAAN DAN POSOLOGISediaan Fe hanya digunakan untuk pengobatan anemia defisiensi Fe. Penggunaan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe. Sebagai pegangan untuk diagnostik dalam hal ini ialah bahwa pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.

Sediaan Oral Besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero dari sulfat, fumarat, glukonat, suksinat, glutamat dan laktat. Tidak ada perbedaan absorpsi diantara garam-garam Fe ini. Jika ada, mungkin disebabkan oleh perbedaan kelarutannya dalam asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, tartrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar diabsorpsi; demikian pula sebagai garam feri (Fe+++).Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas ferosus (FeSO4.7 H2O) 300 mg yang mengandung 20% Fe. Untuk anemia berat biasanya diberikan 3 kali 300 mg sulfas ferosus sehari selama 6 bulan. Dalam hal ini mula-mula absorpsi berjumlah 45 mg sehari, dan setelah depot Fe dipenuhi menurun menjadi 5-10 mg sehari. Selama penyebab anemia belum teratasi terapi harus diteruskan. Pada mereka yang intoleran terhadap dosis setinggi ini, dosis harus dikurangi sampai jumlah yang terterima, atau bila perlu sediaan diganti dengan sediaan parenteral.Berbeda dengan fero sulfat, fero sumarat tidak mudah mengalami oksidasi pada udara lembab; dosis efektifnya 600-800 mg/hari dalam dosis terbagi. Fero glukonat, fero laktat, fero karbonat dosis efektifnya kira-kira sama dengan fero sulfat.

Sediaan ParenteralPenggunaan sediaan untuk suntikan IM dan IV hanya dibenarkan bila pemberian oral tidak mungkin; misalnya penderita bersifat intoleran terhadap sediaan oral, atau pemberian oral tidak menimbulkan respons terapeutik.Iron-dextan (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap ml (larutan 5%) untuk menggunakan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat dari pada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikkan 50 mg, dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m.gluteus dan secara dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan penigkatan bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 20-50 mg/menit.

2. Obat Lain Riboflavin. Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia normokromik-normositik (pure red-cell aplasia). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana faktor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan. Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.

Piridoksin. Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar penderia akan terjadi anemia normoblastik sideroaksetik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat anemia megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe menigkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akibatnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.

Kobal. Defisiensi kobal belum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsang pembentukan eritropoetin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia refrakter biasanya kadar eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit. Sebaliknya, kobal dosis besar justru menekan pembentukan eritrosit.Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe, karena kobal dapat meningkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa erupsi kulit, struma, angina, tinitus, tuli, payah jantung, sianosis, koma, malaise, anoreksia, mual dan muntah.

Tembaga. Unsur ini trdapat dalam sitokrom oksidase, maka ada sangkut paut antasa metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan maupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi.

Berikut ini daftar obat-obatan Anti-AnemiaJenis ObatJenis Obat

1. Adfer2. Arcored3. Biosanbe4. Calmin-AF5. Cyanamin TRC6. Dasabion7. Diabion8. Elevit Pronatal9. Emibion10. Emineton11. Feral12. Fercee13. Ferofort14. Ferrocemin Trc15. Ferromia16. Folamil17. Folaplus18. Gromaltin19. Hebebion20. Hemafort21. Hemarate CE22. Hemobion23. Iberet Folic-50024. Iberet-50025. Iberet-500 Filmtab26. Inbion27. Incremin With Iron28. Livron B Plex29. Madervit30. Maltiron31. Miacure32. Natabion33. Nemicap34. Nichobion35. Nufolic36. Obimin-AF37. Obron-638. Odiron-C39. Opibion40. Perinal41. Pregnacare42. Prenal43. Prenamia44. Prenatal45. Prenatin Plus46. Prolacta With Dha For Mother47. Sangobion48. Sangofer49. Sangovitin50. Solvitral51. Sulfas Ferrosus52. Supra Livron53. Theragran-P54. Tivilac55. Timate-E56. Tropifer57. Vicanatal58. Viliron59. Vitachol60. Vitonal-F61. Vitral

II.1.4Proses Keperawatan1. Pengkajian Dapatkan riwayat anemia atau masalah kesehatan yang dapat menyebabkan anemia. Nilai pasien untuk tanda-tanda dan gejala-gejala anemia defisiensi besi, seperti letih, malaise, pucat sesak napas, takikardia, dan aritmia jantung. Periksa jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit pasien.

2. Perencanaan Pasien akan mengkonsumsi makana yang kaya akan besi dan mineral lainnya. Seorang pasien dengan anemia defisiensi besi atau dengan hemoglobin rendah akan mendapat penggantian besi sesuai dengan anjuran dokter.

3. Intervensi Keperawatan Dorong klien untuk mengkonsumsi diet bergizi dalam jumlah memadai agar dapat memperoleh besi yang cukup. Suplemen besi tidak diperlukan kecuali jika orang tersebut hamil atau malnutrisi. Berikan injeksi besi intramuskular dengan metode Z-track untuk mencegah bocornya besi ke dalam jaringa subkutan dan kulit karena akan mengiritasi dan menodai kulit.

4. Penyuluhan Kepada Pasien/Klien Beritahu orang tua untuk tidak meninggalkan tablet besi dalam jangkauan anak-anak. Jika seorang anak menelan tablet besi, usahakan agar ia muntah dan segera hubungi pusat pengendali keracunan setempat. Nomor telepon pusat pengendali keracunan terdapat di halaman depan hampir semua buku telepon; masukkan nomor ini kedalam daftar referensi darurat. Beritahu klien yang memakai preparat besi cair untuk menggunakan sedotan minum untuk mencegah perubahan warna dari email gigi.

5. Evaluasi Evaluasi efektivitas terapi besi yang diresepkan dengan menentukan apakah klien tidak lagi merasa letih atau sesak napas dan hemoglobinnya berada di dalam batas-batas normal.

II.2ANTI KOAGULANDan Anti-koagulan merupakan obat yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah atau pengencer darah atau juga bertujuan memperlambat pembekuan darah.Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi. Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi insiden tromboemboli terutama pada vena. Kedua macam antikoagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan trombosit arteri karena mempengaruhi pembentukan fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Pada trombus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya mencegah membesarnya trombus dan mengurangi kemungkiana terjadinya emboli, tetapi tidak memperkecil trombus.

II.2.1Proses Koagulasi NormalKoagulasi tidak terlepas dengan Hemostasis (penghentian perdarahan) yang berarti serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan diikuti dengan resolusi atau lisi bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan homeostasis (stabilitas darah dalam tubuh), koagulasi melindungi individu dari perdarahan masif akibat trauma. Pada keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau trombosit yang menyumbat cabang-cabang pembuluh darah.Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis dan koagulan: (1) vasokontriksi sementara (pengecilan pembuluh darah); (2) reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi (penyatuan), reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit (gumpalan massa trombosit); serta (3) aktifasi faktor-faktor pembekuan. Langkah-langkah awal terjadi pada permukaan jaringan cedera yang terpajan, dan reaksi-reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengancam agregasi.Jadi unsur utama dari koagulasi ialah trombosit. Trombosit bukan merupakan sel, tetapi merupakan fragmen-fragmen sel granula, berbentuk cakram, tidak berinti; trombosit ini merupakan unsur selular sumsum tulang terkecil dan pernting untuk homeostasis dan koagulasi. Trombosit berasal dari sel induk pluripoten yang tidak terikat (noncommitted pluripotent stem cell). Trombosit berdiameter 1 sampai 4 mikro meter dan memiliki siklus hidup kira-kira 10 hari. Kira-kira sepertiga berada di dalam lien sebagai sumber cadangan, dan sisanya berada di dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.000/mm3. Jika asupan darah perifer menggunakan pewarnaan Wright, maka sel-sel ini terlihat biru muda dengan granula berwarna merah-ungu.

II.2.2Jenis Penyakit KoagulanA. KelainanKoagulan1. Kelainan VaskulerPada pasien dengan kelainan pada sistem vaskuler biasanya datang dengan perdarahan kulit, dan sering mengenai membran mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpure (perdarahan kecil pada kulit) alergik dan purpure nonalergik. Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor koagulasi adalah normal.Purpure nonalergik merupakan penyakit yang tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini merupakan penyakit vaskular-kolagen, yaitu pasien membentuk autoantibodi. Purpure terjadi karena peradangan pembuluh darah (vaskulitis) dan kerusakan integritas pembuluh darah.jaringan peyokong pembuluh darah mengalami perburukan dan tidak efektif yang terjadi seiring proses penuaan, mengakibatkan purpuer senitis. Umumnya terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh trauma. Manifestasi kulit yang serupa yang terlihat pada terapi kortikosteroid jangka lama, yang diyakini diakibatkan dari katabolisme protein di dalam jaringan penyokong pembuluh darah.Bentuk purpure vaskular terdapat pada epitaksis (perdarahan hidung) dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Penyakit telangiektasia difus umumnya terjadi pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung, dan bibir, dan tampaknya meluar ke seluruh saluran cerna.Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong.

2. TrombositosisKelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat menggangu koagulasi darah. Trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu koagulasi darah. Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis atau trombositemia. Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primen dan sekunder.Jika jumlah trombosit melebihi 1 juta atau pasien simtomatik, pengobatan dimulai dan ditujukan untuk mengurangi aktivitas sumsum tulang melalui penggunaan agen-agen sitotoksik seperti hidroksiurea, yang secara dramatis menurunkan jumlah semua jenis sel. Anogrelit hidroklorida (Agrylin) ditambahkan untuk spesifisitasnya dalam mengurangi produksi trombosit. Dalam keadaan terjadinya perdarahan atau trombosit akut, tromboferesis sementara waktu dapat menyembuhkan. Agen-agen antitrombosit seperti aspirin dan antikoagulan juga digunakan.

3. TrombositopeniaTrombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun umumnya tidak ada manifestasi klinis sehingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukimia atau penyakit hati. Ekimosis (bercak perdarahan) yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan manifestasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm3 dan memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian.Pernurunan produksi trombosit dibuktikan dengan aspirasi dan bipsi (pemeriksaan mikroskopis) sumsum tulang, yang dijumpai disegala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis (penggantian unsur-unsur tulang dengan jaringan fibrosa), leukimia akut, dan karsinoma metastatik untuk mengganti unsur-unsur sumsum normal.Fungsi trombosit dapat berubah melalui berbagai cara, yang mengakibatkan semakin lamanya perdarahan. Obat-obatan seperti aspirin, indometasin, dan fenilbutazon menghambat agregesi dan reaksi pelepasan trombosit, dengan demikian menyebabkan perdarahan yang memanjang walaupun jumlah trombosit normal. Pengaruh aspirin dosis tinggi dapat berlangsung selama 7 hingga 10 hari.

B. Gangguan Plasma Herediter1. HemofiliaHemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen Globulin antihemofilik atau faktor Christmas, dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua agen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X. Oleh karena itu, semua anak perempuan dan laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan.Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik adalah: (1) hemofiia klasik atau hemofilia A, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII, dan (2) penyakit Christmas, atau hemofilia B, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Hemofilia diklasifikasikan sebagai (1) berat, dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1%, (2) sedang, dengan kadar aktivitas di antara 1 smapai 5%,serta ringan (3) ringan, jika 5% atau lebih . perdarahan spontan dapat terjadi jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih, perdarahan terjadi umumnya terjadi berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan. Manifestasi klinis meliputi perdarahan jaringan lunak, otot, dan sendi, terutama sendi-sendi yang menopang berat badan, disebut Hemartosis (perdarahan sendi). Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang dimulia pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis. Intervensi dini pada saat timbul gejala-gejala atau tanda-tanda perdarahan paling awal, serta penggantian faktor praoperatif pada persiapan untuk prosedur pembedahan, penting dilakukan pada pasien-pasien ini. Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan faktor atau aktivitas yang berkurang ke tingkat normal dan dengan demikian mencegah komplikasi.

2. Von WillebrandPenyakit von Willebrand adalah gangguan koagulasi hereditas yang paling sering terjadi. Dikenal sebagai subtipe I, II, dan III, tapi yang paling sering adalah tipe I. Semua tipe diturunkan secara dominan autosomal, sama-sama terjadi pada laki-laki dan perempuan. Seperti pada hemofilia, kasus-kasus terjadi pada riwayat keluarga dan gangguan tersebut diyakini terjadi akibat mutasi genetik. Bergantung pada subtipe dan beratnya penyakit, spektrum perdarahan dapat jarang terjadi, perdarahan mukokutaneus (kulit dan membran mukosa) ringan sampai sedang; perdarahan akibat trauma atau pembedahan; atau perdarahan yang mengancam jiwa. Sering terjadi perdarahan saluran cerna, ekistaksis, dan monoragia.

II.2.3Jenis Obat Serta Hubungan Dengan PenyakitAntikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok : (1) heparin; (2) antikoagulan oral, terdiri dari derivat 4-hidroksikumarin misalnya: dikumoral, warfarin, dan derivat-derivat indan-1,3-dion misalnya: anisindion; (3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu faktor pembekuan darah.Dan dalam bab ini akan dibahas tentang Heparin

HEPARINHeparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung sulfat. Zat ini disintesis di dalam sel mast dan terutama banyak terdapat di paru. Peranan fisiologik heparin belum diketahui seluruhnya, akan tetapi pelepasannya ke dalam darah yang tiba-tiba pada syok anafilaksis menunjukkan bahwa heparin mungkin berperan dalam reaksi imunologik.

FARMAKODINAMIKAMekanisma Kerja. Heparin mengikat antitrombin III membentuk kompleks yang berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri, terhadap beberapa faktor pembekuan darah aktif, terutama trombin dan faktor Xa. Oleh karena itu heparin mempercepat inaktivasi faktor pembekuan darah. Sediaan heparin dengan berat molekul rendah (< 6000) beraktivitas anti-Xa kuat dan sfat antitrombin sedang; sedangkan sediaan heparin dengan berat molekul yang tinggi (> 25.000) beraktivitas antitrombin kuat dan aktivitas anti-Xa yang sedang.Dosis kecil heparin dengan AT-III menginaktivasi faktor Xa dan mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan protrombin menjadi trombin. Heparin dengan jumlah yang lebih besar bersama AT-III menghmbat pembekuan dengan menginaktivasi trombin dan faktor-faktor pembekuan sebelumnya, sehingga mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Heparin juga menginaktivasi faktor XIIIa dan mencegah terbentuknya bekuan fibrin yang stabil.Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernih ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim yang menghidrolisis lemak (salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein) ke dalam sirkulasi serta menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin.

Pengaruh heparin terhadap hasil pemeriksaan darah. Bila ditambahkan pada darah, heparin tidak mengubah hasil pemeriksaan rutin kimia darah, tetapi heparin mengubah bentuk eritrosit dan leukosit. Uji fragilitas tidak dapat dilakukan pada darah berheparin karena heparin mencegah hemolisis. Hitung leukosit darah yang dicampur heparin in vitro harius dilakukan dalam 2 jam, sebab setelah 2 jam leukosit dapat menghilang. Nilai laju endap eritrosit (BSR) darah berheparin juga berbeda dibandingkan darah dengan senyawa oksalat atau sitrat.Sampel darah yang diambil melalui kanula IV, yang sebelumnya secara intermiten dilalui larutan garam berheparin, mengandung kadar asam lemak bebas yang meningkat. Hal ini akan menghambat ikatan protein plasma dari obat-obat lipofisik misalnya propranolol, kuinidin, fenitoin dan digoksin sehingga mempengaruhi pengukuran kadar obat-obat tersebut.

Efek lain. Heparin dilaporkan menekan kecepatan sekresi aldosteron, meningkatkan kadar tiroksin bebas dalam plasma, menghambat aktivator fibrinolitik, menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas selular, menekan reaksi hospes terhadap grafi dan mempercepat penyembuhan luka bakar.

Monitoring pengobatan. Agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak menimbulkan perdarahan maka diperlukan penentuan dosis yang tepat, pemeriksaan daeah berulang dan tes laboratorium yang dapat dipercaya hasilnya. Pada saat ini telah terbukti bahwa dosis kecil heparin yang diberikan subkutan untuk mencegah emboli vena tidak memerlukan pemeriksaan darah berulang. Akan tetapi karena respons pasien terhadap heparin bervariasi maka mungkin satu atau 2 tes untuk aktivitas heparin diperlukan pada permulaan pengobatan. Monitoring pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan bila dosis standar heparin diberikan secara intermiten IV atau secara infus IV. Berbagai tes yang dianjurkan untuk memonitor pengobatan dengan heparin ialah waktu pembekuan darah (whole blood clotting time), partial thromboplastin time (PTT), atau activated partial thromboplastin time (APTT). Ter APTT ialah yang paling banyak dilakukan. Trombosis umumnya dapat dicegah bila APTT 11/2 2 kali nilai normal (nilai APTT 60-80 detik bila nilai normal 40 detik).

FARMAKOKINETIKHeparin tidak diabsobsi secara oral, karena itu diberikan secara SK (subkutan) atau IV (intravena). Pemberian secara SK memberikan masa kerja yang lebih lama tetapi efeknya tidak dapat diramalkan. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah SK. Heparin cepat dimetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya tergantung dari dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800 unit/ kgBB memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 21/2 dan 5 jam. Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli paruh dan memanjang pada pasien sirosis hepatitis atau penyakit ginjal berat. Metabolik inaktif diekskresi melalui urine. Heparin diekskresi dalam bentuk utuh melaui urin hanya bila digunakan dosis besar IV. Penderita emboli paru memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi karena bersihan yang lebih cepat. Terdapat variasi individual dalam efek antikoagulan yang ditimbulkan maupun dalam kecepatan bersihan obat. Heparin tidak melalui plasenta dan tidak terdapat dalam air susu ibu.

PASOLOGIHeparin tersedia sebagai larutan untuk pemakaian parenteral dengan kekuatan 1000-40000 unit/ml dan sebagai respository atau depot heparin dengan kekuatan 20.000-40.000 unit/ml.Pemberian IV (intermiter): pada orang dewasa biasanya dimulai dengan 5.000 unit dan selanjutnya 5.000-10.000 unit untuk tiap 4-6 jam, tergantung dari berat badan dan respons pasien. Pada hakekatnya dosis ditentukan berdasarkan masa pembekuan. Untuk DIC ada yang menganjurkan dimulai dengan 50 unit/kg pada dewasa dan 25 unit/kg pada anak tiap 6 jam atau diberikan secara infus. Untuk anak, dimulai dengan 50 unit/kgBB dan selanjutnya 100 unit/kgBB tiap 4 jam.Pada infus IV untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit untuk dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atai NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat timbulnya efek, dianjurkan menambahkan 5000 unit langsung ke dalam pipa infus sebelumnya. Kecepatan infus didasarkan pada nilai APTT. Komplikasi perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara intermiten. Untuk anak dimulai dengan 50 unit/kg diikuti dengan 100 unit/kg tiap 4 jam.Heparin dapat juga diberikan secara SK dalam. Pada orang dewasa untuk tujuan profilaksis tromboemboli pada tindakan operasi diberikan 5.000 unit 2 jam sebelum operasi dan selanjutnya tiap 12 jam sampai pasien keluar dari rumah sakit. Dosis penuh biasanya 10.000-12.000 unit tiap 8 jam atau 14.000-20.000 unit tiap 12 jam.Pemakaian heparin IM tidak dianjurkan lagi karena sering terjadi perdarahan dan hematoma yang disertai rasa sakit pada tempat suntikan.

EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASIBahaya utama pemberian heparin secara IV atau SK ialah perdarahan, tetapi pemberian secara IV atau SK jarang menimbulkan efek samping. Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan: (1) mengawasi/mengatur dosis obat; (2) menghindari penggunaan bersamaan dengan obat yang mengandung aspirin; (3) seleksi pasien; dan (4) memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin. Selama masa tromboemboli akut, resistensi atau toleransi terhadap heparin dapat terjadi, dan karena itu efek antikoagulan harus dimonitor dengan tes pembekuan darah misalnya APTT. Perdarahan antara lain dapat berupa perdarahan saluran cerna (hematuria). Karena heparin berasal dari jaringan hewan, maka harus digunakan secara hati-hati pada pasien alergi. Reaksi hipersensitivitas antara lain berupa menggigil, demam, urtikaria atau syok. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi mialgia (nyeri otot), nyeri tulang dan osteoporosis. Osteoporosis dan fraktur spontan dapat terjadi bila dosis melebihi 20.000 unit/hari diberikan selama 4 bulan atau mungkin kurang. Kadang-kadang dapat terjadi alopesia (botak) sementara dan terasa panas pada kaki. Penggunaan heparin pada masa kehamilan nampaknya tidak lebih aman dari antikoagulan oral. Insidens perdarahan maternal, lahir mati dan lahir prematur dilaporkan meningkat pada penggunaan heparin.

KONTRAINDIKASIHeparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami perdarahan atau cenderung mengalami perdarahan misalnya: pasien hemofilia, permeabilitas kapiler yang meningkat, threatened abortion, endokarditis bakterial subakut, perdarahan intrakranial, lesi ulseratif pada saluran cerna, anestesia lumbal atau regional, hipertensi berat, syok. Heparin tidak boleh diberikan selama atau setelah operasi mata, otak atau medula spinal dan pasien yang mengalami pungsi lumbal atau anestesi blok. Heparin juga dikontrainsikasikan pada pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum alkohol dan pasien yang hipersensitif terhadap heparin. Meskipun heparin tidak melalui plasenta, obat ini hanya digunakan untuk wanita hamil bila benar-benar memang diperlukan. Hal ini disebabkan insidents perdarahan maternal, lahir mati dan lahir prematur yang dilaporkan meningkat pada penggunaan heparin.

INDIKASIHeparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara parenteral dan merupakan obat terpilih bila diperlukan efek yang cepat, misalnya untuk emboli paru-paru dan trombosit vena dalam, oklusi arteri akut atau infark miokard akut. Obat ini juga digunakan untuk profilaksis tromboemboli vena selama operasi dan untuk mempertahankan sirkulasi ekstrakorporal selama operasi jantung terbuka. Heparin juga diindikasikan untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan.

INTOKSIKASI HEPARINPerdarahan ringan akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan menghentikan pemberian heparin. Perdarahan yang cukup berat perlu dihentikan dengan antagonis heparin. Tersedia bermacam-macam sediaan antagonis heparin antara lain protamin sulfat.Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan menginaktivasi heparin, tetapi zat ini juga memiliki efek antikoagulan dan memperpanjang waktu pembekuan. Tiap mg protamin menetralkan 80-100 USP unit aktivitas heparin. Reaksi ini berlangsung segera dan menetap kira-kira 2 jam. Karena efek heparin lebih lama dari protamin maka perdarahan dapat kambuh terutama pada pasien pascabedah, sehingga diperlukkan suntikan protamin berikutnya.Penggunaan protamin biasanya cukup aman. Dosis sampai 200 mg IV dalam 2 jam biasanya tidak menimbulkan efek samping.Protamin tersedia dalam bentuk larutan atau serbuk untuk suntikan IV. Dosis total ditentukan oleh jumlah heparin yang diberikan selama 3-4 jam sebelumnya, 1 mg protamin sulfat menetralkan sekurang-kurangnya 80 USP unit aktivitas heparin dari jaringan paru dan 100 USP unit aktivitas heparin dari mukosa usus. Obat ini harus disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah trombosis. Larutan 1% disuntikkan selama 1-3 menit, atau maksimal 50 mg dalam 10 menit. Penderita diabetes mellitus yang mendapat protamin zinc insulin jika hipersensitif terhadap protamin dapat mengalami reaksi berat dengan gejala antara lain hipotensi, sesak napas dan bradikardi. Kadang-kadang terdapat perasaan panas dan flusing pada muka.

Berikut ini daftar obat-obatan AntikoagulanJenis ObatJenis Obat

1. Actilyse 2. Aggrenox3. Aggravan4. Agulan5. Antrotik6. Aptor7. Arixtra8. Ascardia9. Aspilets10. Aspimec11. Astika 12. Cardio Arpirin13. Cartrilet14. Ceto15. Citaz16. Farmasal17. Fimakinase18. Goclid19. Fraxiparine20. Heparin Sodium B Braun21. Ibustrin22. Inviclot23. Kybernin P24. Lovenox25. Nufaclapid26. Piclodin27. Plavix28. Pletaal29. Procardin30. Restor31. Simarc 232. Streptase33. Thrombo Aspilets34. Ticlid35. Ticuring36. Warfarin Eisai

II.2.4Proses Keperawatan1. Pengkajian Tanyakan riwayat pembekuan darah abnormal atau masalah kesehatan yang mempengaruhi pembekuan darah, seperti alkoholisme berat dan penyakit hati atau ginjal.

2. Perencanaan PTTs atau APTT akan menjadi 1,25 sampai 2,5 kali nilai normal. Tidak timbul perdarahan abnormal selama klien memakai antikoagulan. PT akan dipantau dengan baik.

3. Intervensi Keperawatan Pantau tanda-tanda vital. Penigkatan denyut jantung diikuti dengan penurunan tekanan darah sistolik dapat menunjukkan adanya kekurangan volume cairan karena perdarahan internal atau eksternal. Periksa PT untuk warfarin dan dikumarol dan APTT untuk heparin sebelum memberikan antikoagulan. PT dan APTT diharapkan berada 1,25 sampai 2,5 kali nilai normal dalam beberapa detik. Hasilnya adalah rasio waktu protrombin yang lebih rendah. Hitung trombosit harus dipantau, karena antikoagulan dapat menurunkan hitung trombosit. Berikan heparin secara subkutan pada abdomen atau jaringan lemak di lengan atas. Heparin tidak diberikan intramuskular karena banyaknya pembuluh darah di jaringan otot; Suntikan ini akan terasa sakit dan bisa timbul hematoma. Untuk pemberian intravena heparin secara terus menerus, harus dipakai alat infus elektronik. Periksa adanya perdarahan di mulut, hidung (epistaksis), urin (hematuria), tempat suntikan atau intravena infus, luka, dan kulit (purpura). Periksa tinja secara periodik untuk menemukan adanya darah. Pantau dengan hati-hati adanya perdarahan pada klien yang sudah tua untuk memakai warfarin. Kulit merasa tipis dan jaringan kapilernya mudah pecah. PT harus diperiksa dengan hati-hati. Selalu sediakan antagonis antikoagulan (protamin, vitamin K, atau vitamin K3) jika dosis obat meningkat atau jika ada indikasi perdarahan. Transfusi trombosit segar atau beku mungkin diperlukan.

4. Penyulukan Kepada Klien Beritahukan klien untuk memeriksakan ke dokter sebelum memakai obat-obat yang terjual bebas. Aspirin tidak boleh dipakai bersamaan warfarin karena aspirin akan memperkuat kerja warfarin dan bisa terjadi perdarahan. Anjurkan klien untuk memakai asetaminofen. Anjurkan klien untuk melaporkan adanya perdarahan, seperti petekie, ekimosis, purpura, tinja berwarna ter, perdarahan gusi, atau batuk darah. Nasehati klien untuk melakukan tes laboratorium seperti PT. PT, APTT, dan PTT dipakai untuk meregulasi dan mempertahankan dosis antikoagulan agar tetap sesuai. Anjurkan klien untuk menjauhi alkohol, yang dapat meningkatkan perdarahan, dan banyak memakan sayur-sayuran berdaun hijau, yang dapat menghambat efek obat yang diinginkan. Beritahukan klien untuk bercukur dengan alat pencukur listrik. Perdarahan yang timbul dari pisau cukur dapat sulit untuk dikendalikan.

5. Evaluasi Evaluasi efektifitas terapi. Hasil laboratorium (PT atau APTT) klien berada pada niali yang diinginkan. Penderita bebas efek samping.

BAB IIIPENUTUP

III.1KesimpulanAnemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan morfologinya yaitu: anemia, anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12).

Koagulasi adalah rangkaian kompleks reaksi-reaksi yang menyebabkan kontrol perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin di tempat cidera.Pada saat cidera, tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis adalah: (1) vasokontriksi sementara; (2) reaksi trombosit yang terdiri adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit; (3) aktivasi faktor-faktor pembekuan.Setelah pembentukan bekuan, penghentian pembekuan darah lebih lanjut penting untuk menghindari keadaan trombotik yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan.Antikoagulan yang terdapat secara alami adalah antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C, dan protein S.

II.2SaranAntianemai dan Antikoagulan merupakan dua jenis obat yang berhubungan dengan keadaan darah. Antianemia, sering disebut sebagai obat penambah darah, yang merupakan pengobatan dengan tujuan untuk mempertahankan stabilitas jumlah dan kadar dalam darah (zat besi). Sedangkan, Antikoagulan, sering disebut sebagai obat pengencer darah, merupakan pengobatan dengan tujuan memperlambat pembekuan darah. Disamping untuk tindakan kuratif (penyembuhan), pemberian obat pengencer darah (antikoagulan) juga dapat digunakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyakit jantung . Tindakan tersebut telah lama diketahui dan di praktekkan dalam terapi medis. Permasalahannya adalah banyak pasien yang mendapat terapi anemia dan antikoagulan kurang begitu memperhatikan pentingnya peranan antianemia dan antikoagulan dalam membantu mempertahankan kondisi darahnya. Pemahaman yang kurang tepat dapat berakibat fatal, misalnya pada penggunaan antikoagulan, jika seorang pengguna obat antikoagulan sebaiknya menghentikan penggunaannya tiga hari sebelum menghadapai operasi atau cabut gigi untuk menghindari pendarahan yang berlebihan. Pada umumnya masyarakat belum memahami dengan benar cara penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dimungkinkan karena belum dikenal atau familiar kedua jenis obat ini yang mana dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari cukup penting dan sangat membantu.Kiranya dengan ada makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang obat-obatan khususnya tentang Antianemia dan Antikoagulan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dan agar lebih hati-hati menggunakan obat-obat ini karena dapat mengakibatkan keracunan khususnya pada obat Antianemia.

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi Empat. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Purwanto, Listyawati, dkk. 2008. DOI: Data Obat di-Indonesia. Edisi II. Jakarta: PT. Muliapurna Jayaterbit.Kee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.Katzung, B. G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGCKamus saku kedokteran Dorlan. Edisi 25. Jakarta: EGC, 1998.http://getyourhealthy.blogspot.com/2009/06/definisi-farmakologi.htmlhttp://medicastore.com/apotik_online/obat_jantung/antikoagulan.htmhttp://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/antikoagulan.html. Riswanto, Sabtu 14 November 2009http://sehat-semua.blogspot.com/2008/12/menggunakan-antikoagulan-secara-aman.html. Umar-khaled.http://www.fortunestar.co.id/news-a-articles-mainmenu-7/38-seminar-ksehatan-penggunaan-antikoagulan-oral.html