Anjak Piutang(Factoring) Dan Kartu Plastik

download Anjak Piutang(Factoring) Dan Kartu Plastik

of 210

Transcript of Anjak Piutang(Factoring) Dan Kartu Plastik

PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR

Anjak Piutang mungkin belum terlalu dikenal luas di masyarakat kita saat ini,atau mungkin sekalipun pernah didengar,kebanyakan orang berkonotasi negatif terhadap bentuk pembiayaan ini.

Melalui makalah ini,kami akan memaparkan secara luas dua bentuk pembiayaan,yakni anjak piutang dan kartu plastik.Pada pembahasan anjak piutang,akan dibahas secara detail mengenai pengertian dan istilah,undang undang,dua produk pokok,jenis jenis,manfaat dan penilaian resiko,perpajakan,hingga perlakuan akuntansinya.Pada pembahasan kartu kredit,akan dibahas mengenai jenis jenis kartu,mekanisme,manfaat dan resiko,hingga contoh perhitungannya.

Selesainya makalah ANJAK PIUTANG DAN KARTU PLASTIK : SEBUAH SOLUSI PEMBIAYAAN adalah berkat bantuan banyak pihak,baik yang terlibat secara langsung maupun tak langsung.Secara khusus kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya atas bantuan semua pihak tersebut.Tak lupa pula kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas dukungan serta nasihat dari dosen kami : Prof.Veithzal Rivai.Tanpa beliau dan bantuan seluruh pihak,tidaklah mungkin kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Akhir kata,kami sebagai penulis ingin mengucapkan : Selamat Membaca!

Salam dari PenulisDAFTAR ISI

ANJAK PIUTANG

PENDAHULUAN

1.Sekilas Nengenai Lembaga Pembiayaan

2.Sejarah factoring

3.Anjak Piutang saat ini di Indonesia

4.Anjak Piutang sebagai Solusi Cashflow

BAB 1 : PENGERTIAN ANJAK PIUTANG

1. Pengertian

2.Beda Anjak Piutang dengan Transaksi Lain

A.piutang yang berasal dari transaksi dagang dan yang berasal dari fasilitas pinjaman / kredit (dibuktikan dengan perjanjian kredit).

B.Account Receivable Financing dan kegiataan anjak piutang

C.Bank dan Factoring

3.Anjak Piutang dan Istilah Istilahnya

4.Miskonsepsi Anjak Piutang

5.Usaha Usaha yang Cocok menggunakan Jasa Anjak Piutang

BAB 2 : PERATURAN PERATURAN PEMERINTAH YANG MENGATUR KEGIATAN ANJAK PIUTANG

1.Peraturan Peraturan Mengenai Anjak Piutang

2.Prinsip Hukum Perdata Indonesia

BAB 3 : PRODUK DAN JASA ANJAK PIUTANG

1.Dua Pokok Produk Anjak Piutang

A.ANJAK PIUTANG NON-FINANCING

B. ANJAK PIUTANG FINANCING

BAB 4 : JENIS JENIS ANJAK PIUTANG

Keterlibatan Nasabah dalam Perjanjian

Perjanjian Anjak Piutang

Lingkup Pelayanan

Tipe Tagihan atau Piutang

Struktur Organisasi

BAB 5 : MANFAAT DAN PENILAIAN RESIKO ANJAK PIUTANG

1.Manfaat Anjak Piutang

A.Bagi Klien

B.Bagi Factor

C.Bagi Nasabah

2.Penilaian Perusahaan Anjak Piutang

9 Aspek klien yang dinilai anjak piutangnya

5 Aspek Anjak Piutang yang Dinilai Klien

BAB 6 :ANJAK PIUTANG DARI SISI KLIEN

A.Syarat starat untuk mendapatkan Fasilitas Anjak Piutang

B.Perhitungan perhitungan dalam Transaksi Anjak Piutang

C.Manfaat yang Didapat dari Anjak Piutang

D.Akuntansi Anjak Piutang dari Sisi Client

E.Perpajakan Anjak Piutang dari Sisi Client

BAB 7 : ANJAK PIUTANG DARI SISI FACTORA.Prospek Usaha Anjak Piutang

B.Risiko Risiko dalam Bisnis Anjak Piutang

C.Syarat untuk Memperoleh Izin Usaha Perusahaan Anjak Piutang

D.Akuntansi Anjak Piutang dari Sisi Factor

E.Perpajakan Anjak Piutang dari Sisi Factor

BAB 8 : CONTOH PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI ANJAK PIUTANG

BAB 9 : CONTOH PERJANJIAN DAN FORM ANJAK PIUTANG

1.PERJANJIAN ANJAK PIUTANG(NON-RECOURSE FACTORING AGREEMENT)2.PENGALIHAN HAK ATAS PIUTANG(CESSIE)

3.DAFTAR PENAWARAN

4.DAFTAR PENERIMAAN

5.SURAT PERINTAH BAYAR

BAB 10 : SISTEM SYARIAH DAN ANJAK PIUTANG

1.Pendahuluan Syariah:Islam dan Sistem Ekonominya

BAB 11 : TAMBAHAN ANJAK PIUTANG

1.Contoh Lembaga Penyedia Jasa Anjak Piutang

1.1.Anjak Piutang Syariah

1.2.Anjak Piutang Konvensional

2.Artikel mengenai Tren Industri Pembiayaan di Indonesia

KARTU PLASTIK

1.Sejarah Munculnya Bisnis Kartu

2.Jenis Kartu Kredit

3.Kartu Debet dan Perkembangannya di Indonesia4.Pihak pihak yang terkait Penggunaan Kartu Kredit

5.Perjanjian Kartu Kredit

6.Manfaat Kartu Kredit

7.Mekanisme Kartu Kredit

8.Perhitungan Bunga Kartu Kredit

9.Kartu Kredit Syariah

10.Perkembangan Kartu Kredit Syariah di Indonesia

11.Contoh Form Penawaran Kartu Kredit

12.Rekaman Wawancara Kartu Kredit dan Presentasi Anjak Piutang(CD)

PENDAHULUAN1.Sekilas Nengenai Lembaga Pembiayaan

Kehadiran anjak piutang sangat membantu kegiatan bisnis. Merupakan kenyataan bahwa terjadi proses tawar menawar antara pembeli dan penjual,maupun antar penjual agar dapat menjual produk dan jasanya. Salah satu tawaran yang diberikan adalah kemudahan dalam membayar yang berupa pembayaran berjangka. Akan tetapi pemberian fasilitas ini mengandung konsekuensi yang akan berdampak pada kemampuan kas perusahaan. Ini merupakan usaha pemecahan salah satu masalah kadangkala tidak sejalan dengan penyelesaian masalah yang lain.Ambillah contoh, untuk meningkatkan penjualan maka perusahaan dapat meningkatkan penjualan kepada pelanggan dengan cara kredit. Namun disisi lain, peningkatan penjualan dengan cara kredit ini akan menambah rumit dalam pengadministrasian penjualan, karena menyangkut masalah tagihan dan resiko tidak terbayarnya piutang penjualan. Peningkatan penjualan juga menuntut konsekuensi bahwa perusahaan tersebut juga harus menyediakan modal kerja yang lebih besar, karena modal cara tersebut menyebabkan modal kerja perusahaan yang tertanam dalam piutang dagang. Skema pembiayaan yang ditawarkan melalui anjak piutang memberikan satu alternatif solusi terhadap masalah diatas. Jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan anjak piutang tidak hanya sekedar pembiayaan murni melainkan juga jasa non peembiayaan seperti administrasi penjualan dan penagihan piutang dagang.

Dalam transaksi anjak piutang, tagihan penjual kepada pembeli dialihkan kepada perusahaan anjak piutang sehingga penjual tidak perlu menagihnya. Dengan cara ini, kas yang diterima penjual dapat digunakan untuk membiayai biaya tertentu. Namun, biaya yang harus dibayarkan tersebut dapat dikompensasi dengan potongan penjualan yang didapatkan dari pemasok apabila penjual membeli bahan baku secara tunai dari hasil pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang. Hal ini merupakan inti dari transaksi anjak piutang yang dilakukan antar penjual dengan perusahaan anjak piutang, yaitu hubungan yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak. Aspek yang saling menguntungkan inilah yang menjadi pedoman kunci bagi suksesnya transaksi anjak piutang.

Kegiatan Anjak Piutang merupakan salah satu kegiatan dari perusahaan pembiayaan,di mana Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk :

1.Giro

2.Deposito

3.Tabungan

4.Surat Sanggup Bayar/Promissory Note

Perusahaan Pembiayaan dan/atau Perusahaan Anjak Piutang dapat menerbitkan Surat Sanggup Bayar hanya sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya,ketentuan tersebut di atas berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 61 Tahun 1988.Ketentuan di atas dipertegas kembali oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan yang menyatakan bahwa:

1.Perusahaan Pembiayaan dilarang:

a.menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro,deposito,tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

b.menerbitkan Surat Sanggup Bayar(Promisory Note),kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya.

c.memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.

2.Surat Sanggup Bayar(Promissory Note) yang dibuat dan dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan tidak dapat dialihkan dan wajib dicantumkan kata kata tidak dapat dialihkan(non negotiable).Selain ketentuan tersebut di atas,perusahaan pembiayaan dan/atau perusahaan anjak piutang masih mempunyai batasan batasan terutama dalam hal penerimaan pinjaman dan penyertaan.Adapun ketentuan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1.Pinjaman yang Diterima

a.Perusahaan Pembiayaan dapat menerima pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri.

b.Jumlah pinjaman bagi setiap Perusahaan Pembiayaan ditetapkan setinggi tingginya sebesar 15(lima belas) kali jumlah modal sendiri(net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan,istilah ini biasanya disebut Gearring Ratio.

c.Jumlah pinjaman luar negeri ditetapkan setinggi tingginya sebesar 5(lima) kali jumlah modal sendiri(net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan.

d.Modal sendiri(net worth) bagi perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan yang berbentuk hukum :

-Perseroan Terbatas,terdiri dari modal disetor ditambah dengan laba ditahan,laba tahun berjalan,cadangan umum yang belum digunakan,agio saham,dan pinjaman subordinasi yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir.

-Koperasi,terdiri dari simpanan pokok,simpanan wajib,hibah,modal penyertaan,dana cadangan,dana sisa hasil usaha,dikurangi penyertaan dan kerugian yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir.

e.Pinjaman subordinasi merupakan pinjaman yang diterima perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan dengan syarat:

-minimum berjangka waktu 5(lima) tahun

-dalam hal terjadi likuidasi,hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada

-dituangkan dalam perjanjian tertulis antara perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan dengan pemberi pinjaman.

f.Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal sendiri sebanyak banyaknya sebesar 50%(limapuluh perseratus) dari modal disetor.g.Setiap pinjaman subordinasi yang diterima oleh perusahaan anjak p[iutang dan/atau perusahaan pembiayaan wajib dilaporkan kepada menteri selambat lambatnya 10(sepuluh) hari setelah pinjaman diterima.

2.Penyertaan Perusahaan Pembiayaan

a.Perusahaan pembiayaan dan/atau Perusahaan Anjak Piutang hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan di sektor keuangan.

b.Penyertaan modal pada setiap perusahaan tidak boleh melebihi 25%(dua puluh lima perseratus) dari modal disetor perusahaan yang bersangkutan.

c.Jumlah seluruh penyertaan modal perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan tidak boleh melebihi 40%(empat puluh perseratus) dari jumlah modal sendiri perusahaan yang bersangkutan.

Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Keputusan Presiden No 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 meliputi usaha usaha pembiayaan antara lain:

1.Sewa Guna Usaha(leasing) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara finane lease maupun operating lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.2.Modal Ventura(Venture Capital) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam betuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan(investee company) untuk jangka waktu tertentu.3.Anjak Piutang(Factoring) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.4.Pembiayaan Konsumen(Consumer Finance) adalah usaha Pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan system pembayaran angsuran atau berkala.

5.Usaha Kartu Kredit(Credit Card) adalah usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.

6.Perdagangan Surat Berharga (Security Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk perdagangan surat berharga.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No 1256/KMK 00/1989 tentang Perubahan Ketentuan mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga dalam Keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK 013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan,kegiatan perdagangan Surat Berharga (Security House) sudah tidak termasuk lagi dalam kegiatan Lembaga Pembiayaan.Sedangkan kegiatan Modal Ventura berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No 468/KMK 017/1995 tanggal 3 Oktober 1995,juga tidak termasuk lagi dalam kegiatan lembaga pembiayaan.Perusahaan Modal Ventura berdasarkan peraturan itu adalah berdiri sendiri,bukan salah satu kegiatan lembaga pembiayaan.Dan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 1 Keputusan Prestiden No 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988,Kegiatan Lembaga Pembiayaan dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan,lembaga keuangan bukan bank,dan bank.2.Sejarah factoring

Sejarah usaha jasa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Factoring sudah dikenal sejak 2000 tahun lalu-pertama kali digunakan di Mesopotamia. Pertama kali,bentuk usaha anjak piutang memang masih sangat sederhana.Pihak factor,biasanya bertindak sebagai agen penjualan yang sekaligus pemberi perlindungan kredit.Kegiatan semacam ini dikategorikan sebagai general factoring.

General factoring ini kemudian berkembang di daratan Eropa,tepatnya di Inggris.Perusahaan factor di Inggris pada saat itu sangat membantu para pedagang dari Plymouth(Amerika) untuk mengageni penjualan mereka di daratan Eropa,dan juga membelikan barang barang dagangan dari Inggris yang mereka inginkan untuk diimpor ke Amerika.

Revolusi industri di akhir abad ke 18 turut mendorong pertumbuhan bisnis jasa general factoring.Mekanisasi alat alat tenun tekstil di Inggris dan tingginya minat beli tekstil di Amerika,telah menyebabkan meningkatnya transaksi ekspor impor.Perkembangan bisnis tersebut,otomatis turut memacu pertumbuhan industri factoring di Amerika,terutama di New York City.Perusahaan factoring di Amerika saat itu seperti ketiban rezeki.Mereka mengageni produk tekstil Eropa atas dasar konsinyasi.Mereka juga memberikan kredit,menjamin kredit tersebut,memberikan pembayaran awal terhadap piutang yang timbul,dan melakukan penagihan untuk kepentingan clientnya,yaitu menjamin kredit,melakukan penagihan,dan penyediaan ana.Bentuk bentuk usaha inilah yang kemudian menjadi embrio dari bisnis anjak piutang modern seperti yang dikenal saat ini.Anjak piutang modern ini kemudian terus berkembang tidak hanya di bidang usaha tekstil tetapi juga merambah ke berbagai sector industri,baik untuk transaksi ekspor impor maupun transaksi local.

kegiatan anjak piutang mulai dikenal luas ketika perusahaan-perusahaan manufacture di Inggris berusaha menjual produknya ke Amerika. Amerika pada waktu itu, sekitar tahun 1880-an, merupakan benua baru yang banyak didatangi dari benua eropa terutama inggris. Kedatangan bangsa di eropa mau tidak mau menbawa konsekuensi bahwa mereka harus melakukan kegiatan produksi dan konsumsi didaerah barunya, namun pada awalnya mereka tidak bisa banyak melakukan kegiatan produksi karena terbatasnya sumber daya manusia, capital dan peralatan. Keadaan ini memaksa mereka mendatangkan sebagian besar kebutuhan mereka dari daerah asal, yaitu Inggris. Ketika perusahaan-perusahaan di Inggris ingin memasarkan atau menjual produknya ke orang-orang Amerika, timbul masalah karena mereka tidak saling mengenal. Resiko tidak terbayarnya penjualan secara kredit semakin besar bukan saja karena mereka tidak saling mengenal tetapi juga karena jarak yang sangat jauh. Kondisi ini mendorong perusahaan-perusahaan di Inggris untuk menemukan solusi mengenai sistem penjualan yang sesuai. Perusahaan-perusahaan tertentu mulai tertarik untuk menjembatani atau sebagai perantara antara pihak penjual di Inggris dengan pembeli di Amerika, perusahaan-perusahaan ini selanjutnya mulai dikenal sebagai factor atau agen. Jasa yang ditawarkan oleh factor pada waktu itu masih berkisar terutama pada pengurusan dan pengalihan piutang saja.

Usaha factor ini menjadi semakin berkembang ketika perusahaan textile Inggris memerlukan jasa penilaian kelayakan atas kredit dagang kepada pembeli di Amerika. Mengingat factor ini dianggap sebagai perusahaan yang cukup berpengalaman dalam berurusan dengan pembeli-pembeli di Amerika dan juga berpengalaman dalam hal penyelesaian tagihan piutang. Maka perusahaan textile di Inggris cenderung menggunakan jasa mereka untuk melakukan investigasi kredit kepada pembeli di Amerika. Tugas factor dalam hal ini adalah menentukan kelayakan suatu pembeli untuk memperoleh fasilitas pembelian dengan cara kredit (credit worthiness) dan juga menentukan tingkat atau kemungkinan terbayarnya suatu piutang dari penjualan textile secara kredit. Lama kelamaan, factor tidak hanya memberikan jasa investigasi kredit saja tetapi sekaligus membeli faktur-faktur penjualan textile dari perusahaan textile. Factor kemudian menguangkan atau menagih faktur tersebut pada pembeli saat jatuh tempo.

Dalam perkembangannya, kegiatan pemberian jasa anjak piutang ini tidak hanya diberikan oleh suatu perusahaan sebagai salah satu dari kegiatan usahanya, tetapi juga oleh suatu perusahaan yang secara khusus bergerak dalam bidang anjak piutang. Usaha mulai berkembang mulai dari Amerika Utara, kemudian berkembang kebagian Amerika yang lain, lalu berkembang di Eropa dan kemudian keseluruh dunia. Bidang usaha yang dilayani jasa anjak piutang berkembang dari semula textile kebidang-bidang lain termasuk jasa.

Bisnis anjak piutang modern ini akhirnya berkembang ke Eropa,terutama setelah berdirinya 3(tiga) grup anjak piutang internasional,yaitu:1.Heller Overseas Corporation(Heller Group),dalam grup factoring ini Heller berperan sebagai induk perusahaan dari mayoritas anggotanya dan bermarkas di Chicago.

2.International Factors Group (IFG), di mana setiap grup ini tidak dikenal adanya induk perusahaan,setiap anggota bebas satu sama lain tanpa adanya kaitan permodalan.Grup ini hanya menerima satu anggota dari setip Negara,bermarkas di Brussel.

3.Factors Chain International,di mana grup ini hampir sama dengan sistem IFG,yakni tanpa kaitan permodalan antara sesama anggotanya.Namun grup ini dapat menerima lebih dari satu anggota dari setiap Negara,bermarkas di Amsterdam.

Ketiga grup factoring ini telah memiliki anggota yang tersebar di seluruh dunia,yaitu di negara negara seperti Eropa Barat,Amerika Utara,Jepang,Korea Selatan,Australia,Selandia Baru,Afrika Selatan,Asean-termasuk Indonesia,Hong Kong,dan berbagai Negara lainnya.3.Anjak Piutang saat ini di Indonesia

Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara,anjak piutang pertama kali diperkenalkan di Singapura pada pertengahan tahun 70-an.Sejak saat itu,transaksi anjak piutang di Singapura mengalami perkembangan yang sangat pesat baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun turnover transaksinya.Sedangkan di Malaysia,kegiatan anjak piutang dimulai pada tahun 1988 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No 61 tahun 1988.Secara formal,pada awalnya perkembangan usaha anjak piutang di Indonesia belum begitu popular.Namun,kegiatan anjak piutang di Indonesia secara informal sebenarnya sudah ada sebelum dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988,yaitu kegiatan Cheque Discounted atau Cheque yang didiskontokan yang sering dilakukan oleh para pedagang di pasar pasar.Kegiatan ini sudah berjalan secara informal di tengah masyarakat dan sudah baku di antara para pedagang di pasar pasar.Biasanya para pedagang menukar Cek Mundur kepada penyedia dana,dan langsung dipotong dalam jumlah/persentase tertentu sesuai dengan jangka waktunya.Apabila cek itu tidak ada dananya,maka penjual cek harus mengganti dengan uang tunai kepada penyedia dana.

Keputusan Presiden No 61 Tahun1988 tentang Lembaga Pembiayaan merupakan usaha pemerintah untuk memformalkan kegiatan anjak piutang yang sudah ada di masyarakat,dan menjadikan usaha anjak piutang menjadi suatu bagian dari Lembaga Pembiayyaan,yang juga dapat dilakukan oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Kegiatan anjak piutang di Indonesia berkembang baik sejak adanya Keputusan Presiden No. 61 dan Keputusan Meteri Keuangan No.1251/KMK.13/1988 tanggal 20 desember 1988. peraturan ini terutama untuk memberikan alternatif pembiayaan usaha dari berbagai jenis lembaga keuangan, termasuk perusahaan anjak piutang. Pembiayaan usaha diberikan keleluasaan untuk mengembangkan usaha dengan modal yang hanya tidak bersumber dari lembaga keuangan saja. Jasa anjak piutang dapat diberikan oleh suatu lembaga keuangan sebagai salah satu kegiatan usahanya, dan dibeikan oleh suatu bank, dan dapat diberikan oleh suatu lembaga keuangan yang secara khusus memberikan jasa anjak piutang.4.Anjak Piutang sebagai Solusi Cashflow

Perkembangan lalu lintas perdagangan domestik dan antarnegara untuk barang dan jasa di Indonesia pada dasarnya selalu meningkat baik dari segi jumlah maupun bentuknya.Peningkatan lalu lintas perdagangan tersebut memberikan pengaruh positif kepada berbagai kegiatan di sector industri dan jasa,yang pada akhirnya akan mempengaruhi keghidupan masyarakat.Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan meningkatnya taraf hidup masyarakat,pola masyarakat dalam membelanjakan uang juga terpengaruh.Di sisi lain,perkembangan bisnis yang semakin modern menimbulkan persaingan sengit antarpelaku bisnis,baik pelaku bisnis besar dengan yang kecil,yang kuat dengan yang lemah,yang lokal dengan yang internasional,dan sebagainya.Para pelaku bisnis dituntut untuk menjual barang dan jasa dengan kualitas tinggi,pelayanan yang baik,kemasan dan pengiriman yang tepat waktu.Namun,pembeli menginginkan pembayaran yang menarik,murah dan berjangka waktu.

Merupakan suatu kenyataan bahwa pasti terjadi tarik menarik antara penjual dan pembeli ataupun antara penjual dan penjual untuk bisa menjual produk berupa barang dan jasa kepada konsumen.Segala cara akan ditempuh untuk dapat menjual.Salah satu cara untuk melakukan hal itu adalah dengan memberika fasilitas pembayaran secara berjangka kepada pembeli.Hal ini merupakan salah satu akibat dari pergeseran pola sellers market(pasar penjual) kepada buyers market(pasar pembeli).Ini tidak dapat dihindari oleh para pelaku bisnis.

Pembayaran secara berjangka yang diberikan penjual kepada pembeli sudah pasti akan mengganggu cashflow perusahaan,sebab penjual yang menanggung resiko.Di sisi lain,hal seperti ini mengutungkan pembeli.Bagi penjual ini merupakan dilema karena apabila penjual tidak menerima pembayaran berjangka,kesempatan tersebut akan diambil oleh penjual lain.

Untuk menjembatani pembayaran berjangka yang dilakukan oleh penjual,jasa anjak pitang dapat enjadi alternative bagi penjual untuk secepatnya mendapatkan uang tunai atau mendapatkan sumber pembiayaan baru dalam bentuk instant cash (80% dari nilai invoice) yang dikaitkan dengan jumlah penjualan kredit.

Dalam transaksi anjak piutang,tagihan penjual kepada pembeli dialihkan kepada perusahaan anjak piutang sehingga penjual tidak perlu menagihnya.Pembiayaan dengan anjak piutang dapat dijadikan alternatif pembiayaan baru selain kredit bank ataupun kredit dari supplier.Dengan cara ini,cashflow yang diterima penjual dapat digunakan untuk membiayai modal kerja demi kesinambungan produksi walaupun penjual harus membayar biaya dana.Namun,biaya dana yang dikenakan oleh perusahaan anjak piutang dapat dikompensasikan dengan sales discount yang didapatkan dari pemasok apabila penjual membeli bahan baku secara tunai dari hasil pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang.

Hal yang disebut di atas merupakan inti dari transaksi anjak piutang yang dilakuakan antara penjual dan perusahaan anjak piutang,yaitu hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.Aspek yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak inilah yang akan dijadikan pedoman kunci bagi suksesnya transaksi anjak piutang karena permasalahan cash flow yang diakibatkan kebijaksanaan penjualan berjangka dapat diatasi dengan baik dan produksi barang dan jasa menjadi lancar.

Bagi usaha kecil dan menengah,yang selalu dirundung masalah permodalan bagi pengembangan usaha,alternative pembiayaan melalui anjak piutang dapat dijadikan sumber pendanaan jangka pendek perusahaan.Tanpa adanya pembiayaan ini,modal kerja yang harus disediakan dan tertanam dalam usaha menjadi sangat besar.Inilah yang biasanya menjadi kendala dan momok bagi industri kecil dan menengah.

Selain itu,usaha anjak piutang diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan di bidang credit management,sehingga dunia nasabah(nasabah perusahaan anjak piutang) dapat lebih berkonsentrasi pada usah peningkatan produksi dan peningkatan penjualan barang dan jasa.Tenaga kerja dapat dihemat karena departemen atau bagian administrasi penjualan dapat dialihkan ke perusahaan anjak piutang.Hal ini dimungkinkan karena perusahaan anjak piutang mempunyai perangkat lunak untuk sistem tersebut.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya,mengenai manfaat pembiayaan anjak piutang bagi industri kecil dan menengah yang mempunyai produk untuk diekspor,adalah bahwa fasilitas anjak piutang yang diterima dapat dijadikan pengganti letter of credit.Hal ini dimungkinkan karena perusahaan anjak piutang dapat melakukan kegiatan international factoring bekerja sama dengan perusahaan anjak piutang yang ada di luar negeri.Kegiatan ini sangat memudahkan perusahaan kecil dan menengah mengekspor barang karena perusahaan anjak piutang dapat membantu menyelesaikan dokumen ekspor yang dibutuhkan,dan pembayaran sudah pasti terjamin baik dalam jumlah maupun waktunya.

Kiranya itulah yang dapat kami gambarkan secara ringkas mengenai anjak piutang.Dalam bab bab berikut ini,akan dibahas anjak piutang secara lebih mendalam,baik definisi dan istilah,peraturan,jenis,mekanisme,manfaat,perpajakan,

hingga perlakuan akuntansinya.

BAB 1 : PENGERTIAN

ANJAK PIUTANG

1. Pengertian

Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi anjak piutang. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988,perusahaan anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

Definisi diatas menjelaskan bahwa jasa yang diberikan dalam suatu kegiatan atas anjak piutang adalah jasa pembiayaan dan jasa non pembiayaan atas piutang. Pada kenyataannya kedua jenis ini tidak harus selalu ada dalam perjanjian anjak piutang,perjanjian anjak piutang ada yang meliputi kedua jenis jasa tersebut dan ada juga yang hanya meliputi salah satu jenis jasa diatas. Pada dasarnya pilihan atas jenis jasa yang akan diberikan tergantung pada kesepakatan antar pihak factor dan pihak klien.

Keputusan Menteri Keuangan tersebut diperbaharui dengan SK Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 yang menyatakan bahwa Kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian atau pengalihan atau pengurusan piutang atau penagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pernyataan ini dipertegas oleh SK Menteri Keuangan Nomor 172/ KMK.06/2002 yang menyatakan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pengalihan dan pembelian serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

Pihak yang terkait dalam kegiatan anjak piutang meliputi:

a. Perusahaan jasa anjak piutang (factor). Factor adalah pihak yang memberikan jasa anjak piutang.

b. Klien (client). Klien adalah pihak yang menerima jasa anjak piutang dan menjual barang dan jasa secara kredit kepada nasabah.

c. Nasabah (customer). Nasabah adalah pihak yang membeli barang atau jasa dari klien dan mempunyai kewajiban berupa utang jangka pendek kepada klien.

Anjak piutang merupakan perjanjian antar factor dan klien mewajibkan :

1.Pihak factor untuk memberikan jasa berupa:

a.Pembiayan atas piutang usaha yang dimiliki oleh klien.

b.Non pembiayaan berupa antara lain penagihan piutang dan administrasi penjualan.

2.Pihak klien untuk:

a.Menjual atau menjaminkan piutangmya kepada pihak factor.

b.Memberikan balas jasa financial kepada factor.

Berkaitan dengan definisi anjak piutang tersebut, dalam kegiatan anjak piutang yang dilakukan di indonesia terdapat beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi, yakni:

1. Transaksi anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, anjak piutang dengan pembiayaan (financing activity), yaitu dalam bentuk pembelian dan pengalihan piutang dan,anjak piutang non pembiayaan (non financing activity) yaitu dalam bentuk pengurusan piutang atau tagihan.

2. Transaksi anjak piutang dapat dilakukan untuk transaksi perdagangan domestik (anjak piutang domestik) dan transaksi perdagangan antar negara atau ekspor/impor (anjak piutang international)

3. Objek pembiayaan anajak piutang adalah piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

4. Pembiayaan anjak piutang hanya dapat dilakukan kepada perusahaan, bukan kepada individual atau orang perorangan.

Kegiatan anjak piutang pada prinsipnya merupakan pemberian kredit kepada supplier dengan cara membeli piutang atau tagihan kepada nasabahnya atau costumer nya. Namun yang sesungguhnya terjadi adalah pemberian kredit itu diberikan oleh supplier kepada pembeli, hanya saja proses penagihannya dilimpahkan kepada factor yang sebelumnya telah menandatangani perjanjian anjak piutang.2.Beda Anjak Piutang dengan Transaksi Lain

Transaksi anjak berbeda dengan transaksi kredit bank. Adapun hal hal yang membedakan anjak piutang dengan kredit bank dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Kredit bank hampir selalu dikaitkan jaminan / agunan, sedangkan dalam transaksi anjak piutang jaminan / agunan bukan merupakan hal yang mutlak, kadangkala hanya sebagai jaminan tambahan.

2. Kredit bank memberikan tambahan aktiva dalam bentuk kas, sedangkan anjak piutang tidak memberikan tambahan pada kas akan tetapi hanya memperlancar arus kas dengan piutang yang belum jatuh tempo.

3. Kredit bank biasanya dalam jumlah dan syarat pelunasan yang tetap, sedangkan anjak piutang mengubah penjualan kredit menjadi uang tunai.

4. Kredit bank melibatkan praktek praktek umum perkreditan termasuk mengenai jaminan / agunan, sedangkan piutang pada prinsipnya merupakan transaksi jual beli piutang.

5. Kredit bank dimulai dari timbulnya utang melalui mobilisasi dana masyarakat yang kemudian dialihkan menjadi aktiva produktif, sejak anjak piutang berkaitan dengan pengalihan aktiva produktif, yaitu dari tagihan menjadi kas.

6. Bank menjadikan debitur sebagai nasabah, sedangkan anjak piutang menjadi client sebagai rekanan / mitra (partner), terutama dalam memelihara atau mengurus pembukuan penjual client.

Untuk lebih memperjelas pengertian anjak piutang seperti telah disebut di atas, Gatot Wardoyo dalh makalahnya Beberapa aspek mengenai Factoring (Anjak Piutang) mengemukakan bahwa anjak piutang bila ditinjau dari segi mekanismenya, pada dasarnya merupakan kegiataan pengalihan piutang sebagai tindak lanjut dari jual beli tagihan. Namun pengertian piutang dalam transaksi ini harus diketahui dahulu secara secara pasti agar tidak menimbulkan salah pengertian dalam segi pembahasan masalah yuridis. Secara umum, piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu piutang yang berasal dari transaksi dagang dan yang berasal dari fasilitas pinjaman / kredit (dibuktikan dengan perjanjian kredit).

Bila kedua jenis piutang tersebut diperbandingkan, maka akan terlihat unsur unsur sebagai berikut:

1. Piutang Dagang mempunyai ciri ciri berikut:

a. Jangka, sebab seller sangat berkepentingan dengan kelancaran perputaran modalnya.

b. Umumnya berasal dari transaksi jual beli barang atau jasa.

c. Jaminan kebendaan kurang diperhatikan karena lebih dititikberatkan pada masalah pemeliharaan hubungan dagang. Kalaupun ada jaminan, jumlahnya relatifnya kecil dibandingkan dengan nilai tagihannya, yaitu berupa uang panjar atau uang muka.

2. Piutang dalam perkreditan, mempunyai ciri ciri sebagai berikut:a. Jangka waktu yang lebih lama, karena adanya kemungkinan untuk dapat diperpanjang.

b. Berasal dari suatu perjanjian kredit.

c. Adanya suatu jaminan yang lebih bersifat riil / kebendaan dan pasti.

d. Dalam hubungan yang lebih formal antarapihak, misalnya ada jaminan yang diikat secara yuridis disertai pemberian hak prefensi kepada kreditur.

Kegiatan anjak piutang dapat dikatakan produk pembiayaan yang masih terbilang baru di Indonesia, meskipun selama ini kita telah mengenal jenis pembiayaan yang menyerupai aktivitas anjak piutang, yaitu kegiatan Account Receivable Financing (Cheque Discounted). Kegiatan anjak piutang bukanlah kegiatan untuk menggantikan kegiatan kegiatan Account Receivable Financing, melainkan penyempurnaan dan melengkapi serta menambah alternatif pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan meningkatkan kemampuan perputaran dana (cash flow).

Adapun perbedaan yang mencolok antara Account Receivable Financing dan kegiataan anjak piutang adalah sebagai berikut:

1. Kontrol

Dalam transaksi Account Receivable Financing, factor tidak dapat mengetahui Cheque / Bilyet giro yang diserahkan client kepada factor, sehingga factor tidak mengetahui siapa saja pelanggan client, kualitas cheque / Bilyet Giro serta factor tidak mengetahui dengan pasti transaksi yang dilakukan antara client dan customer.

Sedangkan dalam transaksi anjak piutang, factor dapat mengikuti transaksi jual beli antara client dan customer melalui faktur dan surat jalan yang diserahkan kepada factor.

Di samping, factor juga mengetahui karakter karakter customer, sehingga mudah melakukan kontrol terhadap aktivitas pembiayaan anjak piutang yang diberikan serta dapat pula memberikan informasi kepada client apabila ada customer yang nakal.

2. Plafond Kredit

Dalam transaksi anjak piutang biasanya factor dapat memberikan fasilitas pembiayaan sampai 100% dari nilai faktur, sedangkan dalam Account Receivable Financing sudah pasti lebih rendah. Tingginya plafon yang diberikan factor kepada client, sudah barang tentu akan memberikan tambahan modal kerja yang lebih baik.

3. Administrasi

Pada transaksi Account Receivable Financing, aktivitas administrasi yang dilakukan terbatas pada aktivitas pencairan plafond dan penyimpanan Post Dated Cheque, sedangkan dalam transaksi anjak piutang juga melakukan pencatatan seluruh hasil penjualan kredit client yang dianjakpiutangkan, memberikan laporan laporan yang berhubungan dengan piutang yang dialihkan ke factor dan juga dapat melakukan penagihan kepada customer.

4. Pengikatan

Pengikatan dalam transaksi Account Receivable Financing biasanya melakukan pengikatan pokok berupa perjanjian kredit dan pengakuan utang serta ditambah dengan pengikatan cessie piutang dan jaminan yang dapat dibuat secara notaris ataupun bawah tangan, sedangkan pengikatan anjak piutang berdasarkan perjanjian anjak piutang ditambah pengikatan jaminan dari client. Pengikatan anjak piutang lebih sederhanaa dibandingkan dengan Account Receivable Financing dan apabila dibuat secara notaris biaya lebih murah.

5. Aktivitas

Kegiatan anjak piutang lebih luas dibandingkan dengan Account Receivable Financing, hal ini dimungkinkan karena anjak piutang dapat dijadikan alternative pengganti Letter Of Credit untuk transaksi ekspor dan impor satu negara dan negara lainnya.

Berdasarkan uraian perbedaan antara Account Receivable Financing dan anjak piutang, maka transaksi anjak piutang lebih baik dibandingkan dengan Account Receivable Financing.

Selain itu ,Lembaga Factoring juga memiliki perbedaan dengan Bank,yakni :

Perbedaan antara Bank dan Factoring

Perbedaan antara anjak piutang dengan bank dapat dilihat :

bankFactoring

transaksiutang piutangpenjualan barang secara

prosesutang ke aktiva produktif memakan waktuaktiva produktif beralih ke kas lebih cepat

Aktiva pasivaKas dan utang bertambahPiutang berubah kas

Analisis kredit 1 pihak aja (nasabah)2 pihak(supplier dan pembeli)

AgunanWajib Tidak mutlak

Tingkat resiko Tinggi (resiko nasabah)Lebih tinggi(resiko klien dan nasabah)

Biaya Bunga dan provisi Service dan discount charge

Bantuan jasa Pembiayaan Pembiayaan dan non pembiayaan

Penanggung resikoBankSupplier/factor

3.Anjak Piutang dan Istilah Istilahnya

Dalam kegiatan anjak piutang, yang dimaksud dengan piutang / tagihan adalah piutang yang dari transaksi dagang, hal ini seperti yang dikemukakan dalam pasal 1 ayat 8 keputusan Presiden No. 61/1988 dan pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 yang kemudian dipertegas dengan ketentuan dalam pasal 1 angka 1 Surat Kputusan Menteri Keuangan Nomor 173/KMK.06/2002.

Berikut ini akan kami kemukakan istilah istilah umum yang sering digunakan dalam transaksi anjak piutang yang dilakukan di Indonesia, yaitu:

1. Piutang adalah kewajiban pembayaran customer kepada client atas barang yang telah dibeli dan/atau jasa yang telah diberikan oleh client kepada customer.

2. Kontrak adalah perjanjian anjak piutang / factoring agreement yang dilakukan oleh dan antara factor dan client.

3. Nilai pembayaran adalah besarnya nilai pembiayaan yang diberikan oleh factor atas faktur / tagihan yang ditawarkan oleh client kepada factor ( biasanya dalam presentase, misal 80% ).

4. Retention / contigencie reserve adalah bagian dari faktur / tagihan yang ditawarkan oleh client kepada factor yang tidak dibiayai oleh factor, sebagai contoh maksimum pembiayaan yang diberikan adalah 80% dari nilai faktur, maka retention nya adalah sebesar 20%. Retention akan dikembalikan kepada client setelah tagihan kepada customer diterima efektif oleh factor.

Untuk selanjutnya istilah istilah anjak piutang ini akan kami gunakan terus dalam buku yang membahas anjak piutang ini.

4.Miskonsepsi Anjak Piutang

Pelaksanaan kegiatan anjak piutang dalam kenyataan sehari harinya masih sangat sulit dilakukan, sebagaimana dikemukakan oleh INW Wisnugupta dalam makalahnya yang berjudul Factoring, Complementary Jasa Perbankan Hal ini disebabkan masih adanya miskonsepsi atau kekeliruan dalam memandang anjak piutang. Adapun miskonsepsi yang dimaksud adalah:

1. Miskonsepsi mengenai biaya FactoringDalam praktek di lapangan pembebanan biaya factoring sering kali dianggap terlalu mahal oleh masyarakat. Padahal mahal atau murahnya biaya factoring tergantung dari jasa jasa yang diberikan factor kepada client. Dengan adanya miskonsepsi ini, factoring hanya diperlukan sebagai jalan keluar yang terakhir apabila jenis jenis pembiayaan lainnya tidak memungkinkan ( the last resort of borrowing ).

2. Miskonsepsi Kredit Macet

Miskonsepsi mengenai kesan bahwa factor adalah perusahaan yang menangani kredit macet. Factoring bukanlah juru selamat kredit macet, factor bukanlah bad debt collector atau juru tagih. Factor justru bertindak sangat selektif dalam melakukan transaksi factoring. Factor hanya akan melakukan transaksi nonrecourse factoring, apabila kemungkinan terjadinya risiko bad debt sangat kecil. Saat ini mayoritas transaksi factoring masih atas dasar recourse factoring, di mana factor tidak bersedia mengambil alih risiko bad debt.

5.Usaha Usaha yang Cocok menggunakan Jasa Anjak Piutang

Masih menurut INW Wisnugupta, bahwa transaksi anjak piutang sangat relevan dan cocok bagi perusahaan yang mempunyai kondisi sebagai berikut:

1. Perusahaan yang akan memperluas penjualannya dengan memasuki pasar baru ( belum dikenal). Factor dapat berperan sebagai pusat informasi dan biasanya factor memiliki pengalaman yang cukup dalam pasar tersebut. Dalam Export Factoring, perusahaan import factor di negara tujuan akan mengambil alih peran dimaksud.

2. Perusahaan yang baru berkembang dengan pesat, di mana umumnya credit department dalam perusahaan kurang mampu mengimbangi ekspansi perusahaan. Dengan adanya transaksi anjak piutang, client dapat merencanakan ekspansinya dengan lebih leluasa, fungsi credit department diambil alih oleh factor.

3. Biaya untuk membentuk credit department bagi perusahaan menengah ke bawah mungkin dirasa terlalu mahal. Perusahaan yang termasuk dalam golongan ini lebih menyukai menyerahkan fungsi credit departmernt kepada factor.

4. Anjak Piutang adalah transaksi self liquidating, tanpa pengaturan pembayaran tertentu. Begitu customer membayar, maka otomatis posisi baki berkurang, kelonggaran menarik pun bertambah. Kebanyakan perusahaan lebih menyukai mekanisme ini ( open account basis ) karena memang lebih fleksibel daripada transaksi dengan fixed payment tertentu yang dirasakan mengikat.

5. Anjak piutang juga cocok bagi perusahaan yang memerlukan sumber pembiayaan siap pakai sewaktu waktu diperlukan ( stand ny facility ) untuk kondisi yang khusus, seperti pemanfaatan pembeliaan barang dalam jumlah besar dengan discount menarik. Dengan memperoleh Advanced payment, client dapat memanfaatkan discount dimaksud.

Berdasarkan uraian di atas, kiranya anajak piutang dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan, sebagai pengganti kredit perbankan, terutama bagi industri kecil dan menengah yang saat ini banyak banyak mengalami kendala, lebih lebih di saat krisis moneter tengah melanda indonesia. Dengan demikian, anjak piutang diharapkan dapat membantu proses modernisasi perekonomian bangsa.BAB 2 : PERATURAN PERATURAN PEMERINTAH YANG MENGATUR KEGIATAN ANJAK PIUTANG

1.Peraturan Peraturan Mengenai Anjak Piutang

Di Indonesia, kegiatan anjak piutang atau factoring sejauh ini belum diatur secara khusus dengan undang undang seperti halnya perbankan, asuransi, ataupun dana pensiun. Keberadaan industri anjak piutang sebagai bagian dari aktivitas lembaga pembiayaan saat ini hanya diatur dengan Surat Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan Surat Edran Direktorat Jendral.Adapun peraturan peraturan yang dimaksud dapat kami kemukakan sebagai berikut:A. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 dikenal dengan paket deregulasi Desember 1988, yang memperkenalkan Industri Multi Finance di Indonesia, di mana pada waktu itu jasa pembiayaan yang baru dikenal oleh masyarakat adalah Leasing ( Sewa Guna Usaha) saja. Dengan dikeluarkannya ketentuan ini, maka usaha pembiayaan tidak hanya berupa kegiatan leasing saja melainkan bertambah menjadi:

1. Factoring (Anjak Piutang)2. Leasing (Sewa Guna Usaha)

3. Consumer Finance (Pembiayaan Konsumen)

4. Credit Card (Kartu Kredit)

5. Venture Capital (Modal Ventura)

6. Security House (Perdagangan Surat Berharga)

Keputusan Presiden ini memberikan kemudahan kepada perusahaan leasing untuk meningkatkan statusnya menjadi perusahaan multi finance (perusahaan pembiayaan) dan/ atau kemudahan mendirikan perusahaan baru yang bergerak di lembaga pembiayaan serta merupakan pembaruan dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 39 tanggal 26 Oktober 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, di mana dalam keputusan tersebut menerangkan bahwa aktivitas pembiayaan terdiri dari:

1. leasing (Sewa Guna Usaha)

2. Factoring (Anjak Piutang)

3. Consumer Finance (Pembiayaan Konsumen)

4. Credit Card (Kartu Kredit)

5. Venture Capital (Modal Ventura)

6. Reksa Modal

7. Security House (Perdagangan Surat Berharga)Perbedaaan yang mencolok antara kedua keputusan Presiden ini adalah dikeluarkannya kegiatan Reksa Modal dari kegiatan Perusahaan Pembiayaan dan batas kepemilikan saham oleh badan usaha asing.

B. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

Adapun pokok pokok isi dari surat keputusan menteri keuangan ini, adalah sebagai berikut:

1. Definisi Pembiayaan

Anjak Piutang

Kegiatan anjak piutang dapat dilakukan dalam bentuk:

1) Pembelian atau pengalihan piutang / tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

2) Penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan klien.2. Pembatasan

a. Lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh bank, lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan pembiayaan.

b. Perusahaan pembiayaan harus berbentuk perseroan terbatas dan/atau koperasi, di mana saham perusahaan pembiayaan yang berbentuk perseroan terbatas dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia atau Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia (usaha patungan)

C. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1256/KMK.000/1989 tanggal 8 November 1989 tentang Perubahan Ketentuan mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

D. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 Tanggal 03 Oktober 1995 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan No.1256/KMK.00/1989 Tanggal 18 November 1989.

Adapun pokok pokok isi dari surat keputusan menteri keuangan ini, antara lain adalah:

1. Mengubah modal disetor atau simpanan pokok dan wajib perusahaan pembiayaan yang melakukan satu atau lebih kegiatan usaha, ketentuan ini berlaku bagi perusahaan baru maupun yang sudah mendapatkan izin usaha, menjadi sebagai berikut:

a. Perusahaan Swasta Nasional Rp 10.000.000.000,-

b. Perusahaan Patungan Rp 25.000.000.000,-

c. Koperasi Rp 5.000.000.000,-

Bagi pemegang saham yang berbadan hukum, jumlah penyertaan modal pada perusahaan pembiayaan tidak boleh melebihi modal sendiri setelah dikurangi dengan penyertaan yang telah dilakukan. Selain itu, perusahaan pembiayaan wajib menyesuaikan kewajiban permodalannya selambat lambatnya 3 (tiga) tahun sejak peraturan ini diberlakukan.E. Keputusan bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 607/KMK.017/1955 & Nomor 28/9/KEP/GBI Tanggal 19 Desember 1995 tentang Pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan Oleh Bank Indonesia.

Surat keputusan bersama ini bertujuan untuk melibatkan Bank Indonesia untuk ikut melakukan pengawasan perusahaan pembiayaan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang sebelumnya Bank Indonesia tidak ikut melakukan pengawasan. Adapun ruang lingkup pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada perusahaan pembiayaan meliputi:

1. Pemeriksaan dan pengawasan terhadap penarikan pinjaman luar negeri.

2. Penyaluran pinjaman yang bersumber dari kredit perbankan.3. Penerbitan surat sanggup bayar.

4. Kualitas aktiva produktif.

5. Kebenaran dan kelengkapan laporan.

F. Surat Edaran Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Department Keuangan Republik Indonesia Nomor SE 1087/LK/1996 Tanggal 27 Februari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelaporan dan Sanksi bagi Perusahaan Pembiayaan.

Surat edaran ini mengatur tentang pelaksanaan kewajiban sistem pelaporan perusahaan pembiayaan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indoneisa No.606/KMK.017/1995 Tanggal 19 Desember 1995 tentang Ketentuan Pinjaman yang diterima, penyertaan dan pelaporan Perusahaan Pembiayaan. Adapun laporan laporan yang disampaikan wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia.

G. Keputusan Mnteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 292/KMK.04/1996 Tanggal 18 April 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No.642/KMK.04/1995 tentang nilai Lain sebagai Dasar pengenaan Pajak.

H. Surat Direktorat Jenderal Pajak Departement Keuangan Republik Indonesia Nomor S-78/PJ-311/1996 Tanggal 19 April 1996 tentang Pembebasan Pph Pasal 23 atas Penghasilan yang Diperoleh Perusahaan Anjak Piutang.

I. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Departement Keuangan Republik Indonesia NO.SE-06/PJ-53/1997 Tanggal 18 Maret 1997 tentang Perlakuan PPN atas Jasa Anjak Piutang.

J. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/KMK.04/1998 Tanggal 27 Februari 1998 tentang penghapusan Piutang Tak Tertagih yang boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.

K. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Departement Keuangan Republik Indonesia Nomor SE-19/PJ-42/1998 Tanggal 10 Juli 1998 tentang Pelaksanaan Piutang Tak Tertagih yang boleh Dikurangi Sebagai Biaya.

L. Surat Direktur Peraturan Perpajakan No.S-11/PJ.312/1999 Tanggal 26 tentang Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagi Industri Multi Finance.M. Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 Tanggal 28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank.

N. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000 Tanggal 27 Oktober tentang Perusahaan Pembiayaan

Dalam keputusan menteri keuangan No. 1251/KMK.013/1998 sehingga mempertegas aspek-aspek selama ini kurang diatur seperti pembukaan kantor cabang, merger, akuisisi serta konsolidasi, aspek permodalan, pencabutan izin usaha. Selain itu keputusan ini membatalkan dan menyatakan tidak berlakunya lagi.

a) Keputusan menteri keuangan No. 606/KMK.017/1995 Tanggal 19 dersember 1995;

b) Keputusan menteri keuangan No. 609/KMK.017/1995 Tanggal 21 Desember 1995

c) Keputusan menteri keuangan No. 446/KMK.017/1995 Tanggal 29 September 1998.

Adapun pokok-pokok isi surat keputusan menteri keuangan ini dapat kami kemukakan sebagai berikut:

1. Dalam menjalankan usahanya, perusahaan pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah damn yang bersifaf konvensional.

2. Perusahaan pembiayaan dapat didirikan dan dimiliki oleh:

a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hokum Indonesia;

b. Badan usaha asing dan warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia (usaha patungan).

3. Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

4. Modal disetor atau simpanan pokok dan wajib Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:

a. Perusahaan swasta nasional sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000.000 (sepulauh milyar rupiah);

b. Perusahaan patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah);

c. Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah).

5. bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum, jumlah penyertaan modal; pada Perusahaan Pembiayaan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar modal sendiri dikurangi dengan penyertaan 6yang telah dilakukan.

6. Modal sendiri yang berbentuk badan hukum Perseroan terbatas merupakan dari modal disetor, agio saham, cadangan, dan saldo laba dikurangi dengan penyertaan.

7. Modal sendiri untuk yang berbentuk hukum Koperasi merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi dengan penyertaan.

8. Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan sekurang-kurangnya wajib memenuhi persyaratan:

a. Tidak tercatat sebagai debitur kredit macet disektor perbankan;

b. Tidak pernah melakukan tindakan tercela dibidang perbankan;

c. Tidak pernah dihukum karena tindak kejahatan;

d. Setoran modal pemegang saham tidak berasal dari pinjaman;

e. Salah satu direksi atau pengurus harus berpengalaman operasional dibidfang persahaan Pembiayaanatau Perbankan sekurang-kurangnya 2 tahun; dan

f. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

9. Setiap perusahaan anggaran dasar,pemegang sahm, direksi dan dewan komisarin atau pengurus dan pengawas wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 hari setelah perusahaan dilaksanakan

10. Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

11. Untuk dapat membuka Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan harus mempunyai persyaratan:

a. Rencana pembukaan Kantor Cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja perusahaan Pembiayaan yang telah disahkan dalam rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b. Perusahaan Pembiayaan memperoleh laba berdasarkan:

1. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit;dan

2. Laporan keuangan bulanan terakhir.

12. Perusahaan Pembiayaan dapat menerima pinjaman baik dari dalam maupun luar negri. Jumlah pinjaman bagi setiap Perusahaan Pembiayaan ditetapakn setinggi-tingginya sebesar 15 kali jumlah modal sendiri(net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan.

13. Jumlah pinjaman luar negeri ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 5 kali jumlah modal sendiri (net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan.

14. Modal sendiri (net worth) bagi persahaan yang berbentuk hukum:

a. Perseroan Terbatas terdiri dari modal disetor ditambah dengan modal ditahan, laba tahun berjalan, cadangan umum yang belum di gunakan, agio saham dan pinjaman subordinasi yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir;

b. Koperasi terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dana sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan serta kerugian yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir.

15. Pinjaman subordinasi merupakan pinjaman yang diterima Perusahaan Pembiayaan dengan syarat:

a. Minimum berjangka waktu 5 tahun;

b. Dal;am hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada;

c. Dituangkan dalam perjanjian tertulis antara Perusahaan Pembiayaan dan emberi pinjaman.

16. Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal sendiri sebanyak-banyaknya sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari modal disetor.

17. Setiap pinjaman subordinasi yang diterimas oleh Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada menteriselambat-lambatnya 10 hari setelah pinjaman diterima.

18. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan yang melakukan resstruturisasi utang usaha mempunyai ekuitas negatif, pemegang saham wajib menambah modal sekurang-kurangnya sebesar-besarnya disetor minimum.

19. Perusahaan Pembiayan hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan di setor keuangan.

20. Penyertaan modal pada setiap perusahan tidak boleh melebihi 25% dari modal disetor perusahaan yang bersangkutan.

21. Jumlah seluruh penyertaan modal perusahaan pembiayaan tidak boleh melebihi 40% dari jumlah modal sendiri Perusahaan pembiayaan yang bersangkutan.

22. Perusahaan Pembiayaan dilarang:

a. Menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu;

b. Menerbitkan Surat Sanggup Bayar, kecuali sebagai jaminan atas utang sebagai bank yang menjadi krediturnya;

c. Memberikan jaminan daslam segala bentuknya kepada pihak lain.

23. Surat Sanggup Bayar (Promissory Note) yang dibuat dan di keluarkan oleh Perusahaan Permbiayaan tidak dapat dialihkan dan wajib dicantumkam kata-kata tidak dapat dialihkan (non-negotible).

24. Perubahan Nama Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 hari setelah perubahan nama dilaksanakan wajib dilampiri perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instalasi berwenang serta NPWP.

25. Pemindahan alamat kantor pusat atau kantor cabang Perusahaan Pembiayaan wajib di laporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 hari sejak pelaksanaan pemindahan disertai dengan bukti penguasaan gedung kantor.

26. Perusahaan wajib menyampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada bank Indonesia:

a. Laporan Keuangan Bulanan;

b. Laporan Kegiatan Usaha Semesteran;]

c. Laporan Keuangan Tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

27. Perusahaan Pembiayaan wajib mengumumkan neraca sdan perhitungan laba rugi singkat sekurang-kurangnya dalam 1 surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya setelah tahun buku berakhir.

28. Pembinaan dan pengawasan Perusdahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri.

29. Pelaksanaan pengawasan Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Departemen Keuangan dengan dibantu oleh Bank Indonesia.

30. Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri dalam hal Perusahaan Pembiayaan :

a. Bubar;

b. Dikenakan sanksi;

c. Tidal lagi menjadi Perusahaan Pembiayaan;

d. Melakukan Merger atau Kosolidasi.

31. Perusahaan Pembiayaan bubar karena:

a. Keputusan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b. Jangka waktu berdirinya Perusahaan pembiayaan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir;

c. Penetapan pengadilan;

d. Keputusan Pemerintah.

32. DAlam hal Perusahaan Pembiayaan bubar berdasarkan penetapan pengadilan atau keputusan pemerintah,. Likuidator atau pernyelesai wajib melaporkan penertapan atau keputusan tersebut kepada merteri selambat-lambatnya 30 hari sejak penetapan pengadilan dan keterangan yang menyatakan bahwa penetapan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

O. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 172/KMK.06/2002 Tanggal23 April 2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2002 Tentang perusahaan Pembiayaan:Adapun pokok-pokok isi surat keputusan menteri keuangan ini dapat kami kemukakan sebagai berikut:

1. Mengubah ketentuan tentang kegiatan anjak piutang dari semula menyatakan: kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari trsansaksi perfdagangan dalam atau ;luar negeri, penatausahaan dan penagihan piutang perusahaan penjual piutang menjadi kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dan atau luar negeri.

2. Mengubah ketentuan tentang permohonan untuk mendapatkan izin usaha perusahaan pembiayaan.

3. Mengubah ketentuan modal disetor, sehingga menjadi:

Perusahaan swasta nasional atau perusahaan patungan sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah),.

Koperasi sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah).

4. Restrukturisasi utang usaha perusahaan pembiayaan tidak hanya dapat dilakukan melalui Stuan Tugas Prakarsa Usaha (Jakarta Initiative Task Force) tetapi dapat juga melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang selanjutnya wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 10 Hari sejak perjanjian restrukturisasi di tandatangani.

5. Mempertegas Pemberlakuan Ketentuan :

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Nilai Tukar.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perlkoperasian.

Undang-undang Nomor 156 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Perusahaan Pembiayaan beserta sanksinya.

P. Keputusan Menteri Keuangan Repulik Indonesia Nomor 185/KMK.06/2002 tentang Penghentian Pemberian Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan:

Dengan adanya keputusan Menteri Keuangan ini maka untuk sementara waktu pemerintah tidak mengeluarkan izin usaha baru bagi Perusahaan Pembiayaan.

Berdasarkan uraian dan rincian mengenai peraturan pemeritah yang mengatur keberadaan perusahaan pembiayaan anjak piutang dei Indonesia, terlihat jelas bahwa industri ini belum menmpunyai landasan hukum yang kokoh layaknya industri perbankan maupun asuransi. Dalam rangka untuk memberikan kepastian usaha dan meningkatkan dasa saing pada era perdagangan bebas, sudah sepantasnya industri anjak piutang dan/atau industri pembiayaan dilindungi dengan Undang-undang Usaha Jasa Pembiayaan serta diberikan alternative baru sumber pendanaan selain kredit perbankan serta insentif khusun bagi perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan yang khusus melayani usaha kecil.

Selain ketentuan-kertentuan pemerintah yang mengatur keberadaan industri anjak piutang yang telah kami sebutkan diatas, berikut ini akan kami kemukan pula mengenai aspek hukum/yuridis dari anjak piutang dalam tata hukum Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Gatot Wardoyo. Seperti yang telah kita ketahui anjak piutang bila ditinjau dari segi mekanismenya, pada dasarnya merupakan pengalihan piutang sebagai tindak lanjut dari jual beli tagihan tersebut. Namun, pengertian piutang dalam hal ini harus diketahui secara pasti , agar tidak menimbulkan salah tafsir dalam pembahasan segi yuridisnya. Secara umum, piutang dapat dibedakan menjadi 2 jenis: yaitu piutang yang berasal dari treansaksi dagang dan berasal dari fasilitas pinjaman/kredit (didudukan dalam perjanjian kredit). Bila diadakan perbandingan antara kedua jenis piutang tersebut, maka akan terlihat jelas unsur-unsur sebagai berikut:

1. Piutang Dagang:

a) Jangka pendek, sebab seller sangat berkepentingan dengan kelancaran perputaran modalnya.

b) Umumnya berasal dari trasaksi jual beli barang/jasa.

c) Jaminan kebendaanb kurang diperhatikan karena lebih dititikberatkan kepada masalah hubungan dagang. Kalau memeng ada jaminan relative kecil dibandingkan dengan nilai tagihannya, yaitu berupa uang panjar atau uang muka.

2. Piutang dalam perkreditan:

a) Jangka waktu yang lebih lama, karena adanya kemungkinan untuk diperpanjang.

b) Berasal dari suatu perjanjian kredit.

c) Adanya suatu jaminan yang lebih bersifat riil/kebendaan dan pasti.

d) Dalam hubungan yang lebih formal antar pihak misalnya adanya jaminan yang diikat secara yuridis disertai adanya pemberian hak preferensi kepada kreditur.

Dalam kegiatan anjak piutang yang berlaku di Indonesia, yang dimaksud piutang adalahpiutang yang timbul dari transaksi dagang seperti yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat 8. Keputusan Presiden RI no. 61/1988 dan pasal 6 Keputusan Metri Keuangan no.1251/KMK.131/1988 yang kemudian dipertegas dengan pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan no. 172/KMK/2002.

Objek dari kegiatan anjak piutang adalah piutang yang berasal dari transaksi dagang. Penyerahan piutang atas bawa cukup dilakukan secara fisik dari surat bukti piutang kepada pihak factor oleh pihak penjual/klien.

Dengan penyerahan tersebut pihak factor sudah dapat dikatakan sebagai pemilik sah atas piutang tersebut dan dilindungi pula oleh pasal 529 KUH Perdata yang pada pokoknya menyatakan bahwa kedudukan seseorang yang menguasai, mempertahankan, dan menikmati suatu kebendaan bergerak adalah sebagai pemilik. Maka dapat dikatakan siapa pun yang membawa piutang tersebut adalah pemiliknya, dalam hal ini adalah factor.

Penyerahan piutang atas unjuk (order) harus dilakukan dengan endosemen, yaitu dengan cara membuat suatu keterangan mengenai pengalihan piutang tersebut di halaman belakang dari surat piutang tersebut, dari pihak penjual/klien kepada factor dan harus ditandatangani oleh pihak penjual/klien sehingga factor disebut geendoserde dan pihak penjual/ klien disebut endosan.

Penyerahan piutang yang dibuat dengan bentuk atas nama penjual/klien, harus dilakukan dengan cara cessie, yaitu suatu cara pengalihan piutang dengan membuat akta otentik (dibuat oleh notaris sebagai pejabat khusus), atau di bawah tangan (dibuat cukup oleh para pihak) sehingga pihak penjual /klien menjadi cedent dan pihak factor menjadi cessionaris.

Bila diadakan perbandingan antara endosemen dan penyerahan fisik atas surat piutang di satu pihak, terlihat bahwa piutang yang dibuat op naam ( atas nama penjual/klien) memerlukan keterlibatan pembeli atau customer, yaitu minimal pemberitahuan padanya. Tetapi akan lebih kuat bagi factor bila pembeli atau customer dapat memberikan persetujuan tertulis. Tentunya akan lebih baik lagi jika perjanjian anjak piutang dibuat segitiga antara factor, penjual/klien, dan pembeli/ customer.

Untuk itu hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan oleh factor dalam membuat perjanjian anjak piutang menurut tata hukum Indonesia, yaitu :

1. Ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, yaitu yang mengatur syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

2. Pasal 1534 KUH Perdata yang pada pokoknya menyatakan penjual/klien bertanggung jawab akan piutang yang dijualnya tersebut, yaitu harus benar-benar ada pada waktu diserahkan. Meskipun perjanjian ini tidak disertai adanya jaminan dari pihak penjual/klien (recourse and without recourse factoring). Hal ini kiranya sangat logis karena menyangkut objek dari suatu perjanjian dan tentunya pihak factor juga tidak akan gegabah dalam menganalisis piutang tersebut. Namun, bila dikaji secara yuridis, tanggung jawab pihak penjual/klien harus diberikan legalitasnya, karena Indonesia bukan penganut system hukum kebiasaan.

3. Pasal 1535 KUH Perdata, pada pokoknya menyatakan penjual/klien tidak bertanggung jawab tentang kemampuan pembayar dari pihak pembeli/customer, kecuali penjual/klien meningkatkan diri untuk memberikan jaminan atas kemampuan membayar pihak pembeli/customer, tetapi dengan batas sebesar harga penjualan piutang yang telah diterimanya. Pasal ini sebenarnya memberikan pembatasan yang tegas mengenai tanggung jawab pihak penjual/klien yang menurut pasal 1534 tampak tidak tegas.

4. Pasal 1536 KUH Perdata lebih merinci lagi tentang tanggung jawab penjual/klien tersebut, yaitu dalam hal penjual/klien menjamin kemampuan membayar pihak pembeli/customer. Namun, dibatasi hanya untuk waktu sekarang, buakn untuk waktu kemudian hari, kecuali penjual/klien mengikatkan diri untuk waktu yang akan datang juga. Hal ini tentu saja mempengaruhi harga jual piutang tersebut.

5. Perlu juga diperjanjikan mengenai biaya yang timbul,sebab menurut 1466 ayat 1 KUHP perdata,biaya akta jual beli di pikul oleh pembeli,dalam halini factor, kecualidiperjanjikan lain.

Q.Undang Undang yang terakhir ini merupakan keputusan Menteri Keuangan mengenai Lembaga Keuangan Bukan Bank,yang belum lama ini dikeluarkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 /KMK.06/2003

TENTANG

PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH BAGI

LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa prinsip mengenal nasabah dan pelaporan transaksi yang mencurigakan masih belum diterapkan di lingkungan industri-industri Perasuransian, Dana Pensiun dan Lembaga Pembiayaan (Perusahaan pembiayaan dan Modal Ventura);

b. bahwa guna menciptakan industri keuangan non bank yang sehat dan berstandar

internasional serta terlindungi dari kemungkinan disalahgunakan untuk kejahatan

keuangan maka diperlukan penerapan prinsip mengenal nasabah dan pelaporan

transaksi yang mencurigakan;

c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu diatur ketentuan tentang

kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah termasuk pelaporan transaksi yang

mencurigakan bagi Lembaga Keuangan Non Bank;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b dan c,

perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penerapan Prinsip

Mengenal Nasabah;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992; Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3467);

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1992; Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3477);

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002; Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191);

4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1988);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP

MENGENAL NASABAH BAGI LEMBAGA KEUANGAN NON BANK.

BAB 1

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan perasuransian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Usaha Perasuransian.

2. Dana Pensiun adalah Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Dana Pensiun.

3. Lembaga Pembiayaan adalah lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden tentang Lembaga Pembiayaan.

4. Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) adalah Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun dan Lembaga Pembiayaan (Perusahaan Pembiayaan dan Modal Ventura).

5. Prinsip Mengenal Nasabah adalan prinsip yang diterapkan Lembaga Keuangan Non Bank untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.

6. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LKNB, termasuk tetapi tidak terbatas pada :

a.Pemegang polis dan atau tertanggung pada Perusahaan Asuransi;

b. Peserta dan atau pihak yang berhak pada Dana Pensiun;

c.Klien atau Penjual Piutang pada kegiatan Anjak Piutang;

d. Konsumen pada kegiatan Pembiayaan Konsumen;

e. Lessee atau Penyewa Guna Usaha pada kegiatan leasing atau Sewa Guna Usaha;

f. Pemegang kartu kredit pada usaha kartu kredit; dan

g. Perusahaan Pasangan Usaha pada kegiatan Modal Ventura.

7. Rekening adalan rincian catatan yang lengkap mengenai Nasabah termasuk tetapi tidak terbatas pada identitas, transaksi atau perikatan antara LKNB dengan Nasabah.

8. Transaksi yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari Nasabah yang bersangkutan dan atau yang menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil kejahatan.

9. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

10. Perikatan adalah perjanjian antara LKNB dengan nasabah, termasuk tetapi tidak terbatas pada :

a. penutupan polis pada Perusahaan Perasuransian;

b. pendaftaran program pensiun pada Dana Pensiun;

c.perjanjian sewa guna usaha;

d. perjanjian pembiayaan konsumen;

e. perjanjian anjak piutang;

f. pembukaan rekening kartu kredit; dan

g. perikatan antara Perusahaan Modal Ventura dari Perusahaan Pasangan Usaha.

BAB II

PRINSIP MENGENAL NASABAH

Bagian Pertama

Kewajiban Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Pasal 2

LKNB wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah.

Pasal 3

Dalam rangka menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LKNB

wajib:

a. menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah;

b. menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah;

c.menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; dan

d. menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Pasal 4

(1)Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Lembaga Keuangan Non Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan sebagai berikut:

a.Menyusun kebijakan dan prosedur Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;

b. Menetapkan dan menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah kepada Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya

Keputusan Menteri Keuangan ini;

c.Setiap perubahan terhadap Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak

ditetapkannya perubahan tersebut;

d. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LKNB wajib menerapkan kebijakan mengenal Nasabah bagi Nasabah baru dan atau perikatan baru sejak ditetapkannya Pedoman tersebut; dan

e. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, LKNB wajib menerapkan kebijakan mengenal Nasabah bagi

Nasabah yang sudah ada, termasuk pengkinian database Nasabah, paling lambat 18

(delapan belas) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2)Ketentuan mengenai Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

Bagian Ketiga

Kebijakan Penerimaan Dan Identifikasi Nasabah

Pasal 5

(1)Sebelum melakukan perikatan dengan Nasabah, LKNB wajib rneminta informasi mengenai

a. identitas calon Nasabah;

b. maksud dan tujuan melakukan transaksi atau perikatan dengan LKNB;

c.informasi lain yang memungkinkan LKNB untuk dapat mengetahui profil calon Nasabah;dan

d. identitas pihak lain, dalam hal calon Nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain

sebagaimana diatur dalam Pasal 6.

(2) Identitas calon Nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat dibuktikan dengan

keberadaan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut :

a. Nasabah perorangan paling kurang terdiri dari

1) identitas Nasabah yang memuat:

a) nama;

b) alamat tinggal tetap;

c) tempat dan tanggal lalnr;

d) kewarganegaraan;

2) keterangan mengenai pekerjaan;

3) spesimen tanda tangan; dan

4) keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana, dengan catatan bahwa

untuk perusahaan perasuransian dan dana pensiun lebih difokuskan pada keterangan

mengenai sumber dana sedangkan untuk lembaga pembiayaan lebih difokuskan pada

tujuan penggunaan dana;

b. Nasabah perusahaan paling kurang terdiri dari

1) dokunien perusahaan

a) Akte pendirian atau anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuknya diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b) Izin usaha atau izin lainnya dan instansi yang berwenang;

c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Nasabah yang diwajibkan untuk

memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2) Nama, spesimen tanda-tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai

wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan

usaha dengan LKNB;

3) Dokumen identitas pihak-pibak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk

dan atas nama perusahaan; dan

4) Keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana, dengan catatan bahwa untuk

perusahaan perasuransian dan dana pensiun lebih difokuskan pada keterangan

mengenai sumber dana sedangkan untuk lembaga pembiayaan lebih difokuskan pada

tujuan penggunaan dana.

(3) LKNB wajib meneliti keabsaban dan kebenaran dokumen pendukung identitas calon Nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4)Apabila diperlukan, LKNB dapat melakukan wawancara dengan calon Nasabah untuk dapat meneliti dan meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 6

(1)Dalam hal calon Nasabah bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain (beneficial owner) untuk melakukan Perikatan, LKNB wajib memperoleh dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalani Pasal 5 ayat (2) mengenai calon Nasabah tersebut dan hubungan hukum, penugasan, serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain.

(2) LKNB juga wajib niernperoleh bukti atas identitas dari beneficial owner, suniber dana dan tujuan penggunaan dana, serta informasi lainnya mengenai beneficial owner dari calon Nasabah,yang antara lain berupa :

a.bagi beneficial owner perorangan :

1) dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a; dan

2) pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran

identitas maupun sumber dana dari beneficial owner;

b. bagi beneficial owner perusahaan termasuk LKNB

1) dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b; dan

2) pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran

identitas maupun sumber dana dari beneficial owner.

Pasal 7

LKNB dilarang melakukan, Perikatan dengan calon Nasabah yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan atau Pasal 6.

Bagian Keempat

Pemantauan Rekening Dari Transaksi Nasabah

Pasal 8

LKNB wajib menatausahakan dan menyimpan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dari Pasal 6 dalam jangka waktu sampai dengan paling kurang 5 (lima) tahun sejak Nasabah mengakhiri perikatan dengan LKNB.

Pasal 9

LKNB wajib melakukan pengkinian data dalam hal terdapat perubahan terhadap dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalain Pasal 5 atau Pasal 6.

Pasal 1 0

LKNB wajib memelihara profit Nasabah yang paling kurang meliputi informasi inengenai :

a.pekerjaan atau bidang usaha;

b. jumlah penghasilan;

c. Perikatan lain yang dimiliki pada LKNB yang bersangkutan; dan

d. aktivitas transaksi normal.

Bagian Kelima

Manajemen Risiko

Pasal 11

Kebijakan dan prosedur manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d paling kurang mencakup

a.pengawasan oleh direksi dan komisaris atau pengurus dan pengawas LKNB (management oversight);

b. pendelegasian wewenang;

c.pemisahan tugas;d. sistim pengawasan intern termasuk audit intern; dan

e.program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

BAB III

PELAPORAN TRANSAKSI YANG MENCURIGAKAN

Pasal 12

LKNB wajib menyusun prosedur untuk pengidentifikasian dan pelaporan transaksi yang

mencurigakan, sebagai bagian dari Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Pasal 13

(1) LKNB wajib melaporkan kepada Menteri Keuangan apabila terjadi transaksi yang

mencurigakan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah transaksi mencurigakan tersebut

diidentifikasi oleh LKNB, dengan menggunakan format pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2)Informasi mengenai transaksi yang mencurigakan dan pelaporan atas transaksi yang

mencurigakan tersebut bersifat rahasia.

(3) LKNB, pejabat LKNB atau karyawan LKNB dilarang memberitahukan kepada nasabah yang bersangkutan atau pihak lain mengenai pelaporan yang dilakukan oleh LKNB berdasarkan ayat (1) di atas.

Pasal 14

Contoh-contoh dari bentuk transaksi yang mencurigakan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

Pasal 15

Penyampaian Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan atau transaksi yang mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) ditujukan kepada Menteri Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.untuk LKNB yang termasuk dalam industri perasuransian melalui Direktur Asuransi detail alamat :

Direktorat Asuransi, Departemen Keuangan,

Dr. Wahidin No. 1, Gedung A lantal 8,

Jakarta - 10710

b. untuk LKNB yang termasuk dalam industri Dana Pensiun melalui Direktur Dana Pensiun denganalamat :

Direktorat Dana Pensiun, Departemen Keuangan,

Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung A lantai 8,

Jakarta - 10710;

C. untuk LKNB yang termasuk dalam industri Lembaga Pembiayaan (Perusahaan Pembiayaan dan Modal Ventura) melalui Direktur Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan dengan alamat :

Direktorat Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan, Departemen Keuangan, Jl. Dr. Wahidin No. 1,

Gedung A lantai 7,

Jakarta - 107 1 0

BAB IV

PELAKSANA DAN FASILITAS PENDUKUNG

Pasal 16

Direksi atau Pengurus LKNB wajib bertanggung jawab atas penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 17

LKNB wajib membentuk unit kerja khusus atau menunjuk petugas khusus yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Pasal 18

(1) LKNB wajib memiliki sistem informasi yang memadai untuk dapat mengidentifikasi,

menganalisis, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik

transaksi yang dilakukan oleh Nasabah.

(2)Sistem informal tersebut harus dapat memungkinkan LKNB untuk menelusuri setiap transaksi,apabila diperlukan, termasuk untuk penelusuran atas identitas Nasabah, bentuk transaksi, tanggal transaksi, jumlah dan denominasi transaksi, dan sumber dana yang digunakan untuk transaksi.

(3) LKNB wajib menerapkan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini.

Pasal 19

LKNB wajib melaksanakan program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.menyusun program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;

b. menyampaikan program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri Keuangan, paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini; dan

c. melaksanakan program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sesuai dengan jadwal program yang telah disusun.

BAB V

PEMERIKSAAN KETAATAN

Pasal 20

(1) Direktur Asuransi, Direktur Dana Pensiun dan Direktur Perbankan dan Usaha Jasa

Pembiayaan Departemen Keuangan melakukan pemeriksaan ketaatan terhadap ketaatan

LKNB dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditentukan di dalam Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pemeriksaan ketaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

BAB VI

SANKSI

Pasal 21

(1)Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), dan atau Pasal 19 dikenai sanksi administratif.

(2)Ketentuan mengenai bentuk sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diaturIebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

(1)Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 13 dan Pasal 14 berlaku sampai dengan diberlakukannya ketentuan sejenis yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berdasarkan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

(2)Setelah diberlakukannya ketentuan PPATK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dokumen dan laporan yang telah disampaikan oleh LKNB kepada Menteri Keuangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dialihkan kepada PPATK.

Pasal 23

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal

30 Januari 2003

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BOEDIONO

2.Prinsip Hukum Perdata IndonesiaDari uraian diatas, ternyata Hukum Perdata di Indonesia cukup mendukung kegiatan anjak piutang yang bersifat domestic,bahkan dengan segala kemungkinan variasinya yang mungkin timbul dan berkembang dalam praktek dan kebiasaan di masyarakat pedagang. Hal ini di sebabkan karena Hukum Perdata di Indonesia yang menganut asas Contract Vryheid atau Freedomof Contract, di sebut juga dengan kebebasan berkontrak. Maksudnya para pihak bebas menentukan sendiri isi perjanjian mereka,sepanjang mengenai hal-hal yang menurut hukum bersifat halal.

Selanjutnya Hukum Perdata Indonesia juga menghormati kebebasan para pihak tersebut dengan memberikan legalitas berupa kekuatan mengikat dariperjanjian tersebut,yaitu azaz Pacta Sunt Servanda,artinya semua pihak harus mentaati semua perjanjian yang dibuatnya, karena perjanjian tersebut mengikat,seperti undang-undang.Keduanya dimuat dalam pasal 1338 KUHP Perdata Indonesia dan dianut juga di beberapa Negara.

Sedangkan untuk kegiatan anjak piutang internasional hukum Indonesia belum mendukung karena menyangkut masalah yang luas dan complex, antara lain hubungan hukum antar factor, antar factor dan penjual/klien, antar factor dan pembeli, masalah pengalihan piutang, bentuk-bentuk surat-surat piutang dan masalah hukum internasional.

Masalah yuridis dalam internasional factoring yang sangat perlu diperhatikan adalah masalah dispute settlement karena adanya keputusan mahkamah agung Indonesia No. 2944 K/PDT/1983 tanggal 29 November 1984 yang pada pokoknya tidak dapat menerima pelaksanaan keputusan pengadilan Negara asing dan arbitase asing sehingga sedikit banyak putusan ini dapat menjadi hambatan dalam bernegosiasi dengan mitra asing. Walaupun dengan asas resiprositas masih dapat diatasi, tetapi sangat perlu adanya pengertian yang mendalam dari pihak asing mengenai usulan-usulan pihak Indonesia mengenai Choise of Law (pilihan hukum yang dipakai) dan choise of yurisdiction (pilihan forum peradilan/arbitrase yang akan di pakai).

BAB 3 : PRODUK DAN JASA

ANJAK PIUTANG

1.Dua Pokok Produk Anjak Piutang

Produk dan jasa anjak piutang yang dapat diberikan kepada klien minimal dapat dibedakan menjadi dua bagian pokok yang mendasar. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 172/KMK.06/2002 Tentang perubahan atas perubahan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK. 017/2000 tentang perusahaan pembiayaan, yaitu:

A. ANJAK PIUTANG NON-FINANCING

Pengertian jasa anjak piutang non-financing berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku adalah penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang usaha klien. Jasa anjak piutang ini meliputi jasa credit management, sehingga klien tidak perlu menyelenggarakan pembukuan/pencatatan atas tagihannya, karena perannya tersebut sudah diambil alih oleh factor, dimana factor akan memberikan laporan secara berkala mengenai hal-hal berikut:

a. Bonafiditas para customer

b. Laporan posisi piutang dagang klien termasuk tanggal jatuh temponya yang sangat berguna bagi klien dalam merencanakan penjualan kredit untuk periode berikutnya.

c. Account Statement kepada customer, bagi customer statement of account yang diterima dari factor membantu yang bersangkutan untuk melakukan rekonsiliasi atas pembayaran-pembayaran yang telah dilaksakannya dan untuk mengetahui posisi piutang pertanggal laporan berikut jatuh temponya.

d. Apabila customer gagak membayar pada waktunya, factor secara aktif melakukan penagihal sesuai prosedur yang berlaku dengan sebaik-baiknya, tanpa merusak hubungan baik antara customer dan client. Dalam non recourse factoring, factor menjamin pembayaran yang beratalian, namun hanya terbatas pada insolvery saja (nondisputes). Dalam hal terjadi perselisihan dagang antara customer dan client, factor tidak menjamin pembayarannya, resiko bad debt tetap ditanggung oleh client.

Adapun jasa yang dapat diberikan dalam anjak piutang non-financing ini meliputi jasa-jasa sebagai berikut:

1. Credit Investigation

Factor sebelum memutuskan untuk memberikan pembiayaan atas suatu tagihan, harus terlebih dahulu mengetahui secara akurat tentang bonafiditas buyer, reputase dan mainline of bussines dari buyer, dan lain-lain yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan dibayarnya piutang.

2. Sales Ledger Administration

Jasa yang diberikan oleh factor kepada client dalam bentuk administration pembukuan atas penjualan yang dilakukan secara kredit, dapat mingguan, dua mingguan, bulanan atau yang lainnya disesuaikan dengan kebutuhan client.

3. Credit control termasuk Collection

Factor dapat melakukan aktivitas pembiayan juga memantau transaksi-trasaksi penjualan yang dilakukan oleh client dengan baik, termasuk menetapkan prosedur penagihan agar piutang yang dijaminkan dapat diterima pada waktunya, ini sangat diperlikan bagi transaksi gadang yang berkesinambungan.

4. Protection again st Credit Risk

Dalam jasa ini factor juga mengusahakan cara-cara untuk mengamankan resiko tidak tertagihnya suatu piutang yang telah dibiayai oleh factor.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan jasa anjak piutang non-financing ini, factor berperan sebagai credit department dari perusahaan clientnya. Client tidak perlu mempunyai credit department sendiri dalam or