ANFAR VIT C
-
Upload
west-waisnawa -
Category
Documents
-
view
389 -
download
16
Transcript of ANFAR VIT C
TITRASI OKSIDASI REDUKSI
PENETAPAN KADAR VITAMIN C DALAM TABLET
I. DASAR TEORI
1.1 Titrasi Oksidasi-Reduksi
Reduksi oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke
reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi
terjadinya penurunan bilaangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah
pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jasi redoks
adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan
dan kenaikan bilangan oksidasi (Rivai, 1995).
Reaksi oksidasi reduksi didasari pada perpindahan elektron. Pada redoks
terjadi perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya
menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir dan juga penggunaan
indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelenihan titran sering
digunakan. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara
luas seperti permangometri, serimetri, iodi-iodometri, iodatometri dan
bromatometri (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam titrasi reduksi oksidasi (redoks) terdapat titrasi yang melibatkan
iodium. Larutan iodine merupakan reagen redoks yang dalam lingkungan
oksidator kuat (seperti dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodine dan bila
dalam lingkungan reduktor seperti As (III) Iodine tereduksi menjadi iodida.Zat
padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan adanya iodida berlebih maka
terbentuk ion triiodida (I3-) yang mudah larut.Bentuk triiodida inilah yang
dimanfaatkan dalam titrasi redoks(Gandjar dan Rohman, 2007).
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Titrasi Langsung (Iodimetri)
Zat-zat yang mudah direduksi dititrasi langsung dengan larutan
standar I3- sedangkan penetapan zat-zat yang lebih mudah dioksidasi
1
kurang baik bila dititrasi langsung dengan standar iodida karena
dibutuhkan sejumlah besar larutan iodida dengan konsentrasi tinggi
untuk menghasilkan kompleks I3-(Gandjar dan Rohman, 2007).
Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai
potensial oksidasi sebesar + 0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium
akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi I2 + 2e 2 I-.
Ioduim akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C
memiliki potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium sehingga
dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium(Gandjar dan Rohman,
2007).
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membekukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri
dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar dan
Rohman, 2007).
b. Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang
lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang
bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada iodometri sample yang
bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan
menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
2
1.2 Indikator Kanji
Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah indikator kanji. Warna dari
larutan iodin 0,1N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator
yang baik bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet
yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karboon tetraklorida dan kloroform dan
terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Namun
demikian suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan
karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes
yang amat sensitif untuk iodin (Underwood dan Day, 1981).
1.3 Asam Askorbat
Asam askorbat (C6H8O6) memiliki pemerian hablur atau serbuk putih atau
agak kuning oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam
keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Memiliki BM
176,13. Melebur pada suhu lebih kurang 190oC .Asam askorbat mudah larut
dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter,
dan dalam benzene(Depkes RI, 1995).
Gambar 1. Struktur Asam Askorbat (Depkes RI, 1995)
Penetapan kadar asam askorbat dengan menimbang seksama ± 400 mg,
larutkan dalam campuran 100 mL air dan 25 mL asam sulfat 2N, tambahkan 3
mL kanji LP. Titrasi segera dengan iodium 0,1N LV. 1 mL iodium 0,1N setara
dengan 8,806 mg C6H8O6(Depkes RI, 1995).
3
II. ALAT DAN BAHAN
2.1 Alat
- Gelas beaker
- Gelas ukur
- Batang pengaduk
- Neraca analitik
- Labu erlenmeyer
- Labu ukur
- Pipet ukur
- Pipet tetes
- Buret + statif
- Ballfiller
2.2 Bahan
- Aquadest
- Kristal KIO3
- Na2CO3
- Larutan H2SO4 0,5 M
- Na2S2O3 . 5H2O
- KI
- Indikator Kanji
- Tablet vitamin C
4
III. PROSEDUR KERJA
3.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M.
Perhitungan Kelompok
Diketahui : Molaritas KIO3 = 0,02 M
BM KIO3 = 214 gram/mol
Volume KIO3 = 250 mL
Ditanya : massa KIO3= ….?
Jawab : M = massa
BM x
1000V
0,02 M =massa
214 gr /mol x 1000
250 mL
massa = 1,07 gram
Prosedur Kerja:
Ditimbang kristal KIO3sebanyak 1,07 gram dengan menggunakan beaker glass.
Ditambahkan aquadest secukupnya hingga larut.Dimasukkan ke dalam labu ukur
250 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas.Digojog hingga homogen,
kemudian dimasukkan ke dalam botol ditutup menggunakan aluminium foil.
3.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M
Perhitungan Kelompok
Diketahui : Molaritas Na2S2O3 = 0,1 M
Mr Na2S2O3 = 248,21 gram/mol
Volume Na2S2O3 = 250 mL
Ditanya : massa Na2S2O3= ….?
Jawab : M = massa
BM x
1000V
0,1 M =massa
248,21 gr /mol x 1000
250 mL
5
massa = 6,205 gram
Pengawet Na2CO3
0,05 gram Na2CO3dalam 500 mL larutan standar Na2S2O3, jika dibuat 250 mL :
0,05 gram500 mL
= x
250 mL
x = 0,025 gram
Prosedur Kerja:
Ditimbang sebanyak 6,025 gram Na2S2O3dan 0,025 gram Na2CO3 dimasukkan ke
dalam beaker glass.Ditambahkan aquadest hingga larut sedikit demi sedikit
sambil diaduk.Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquadest
hingga tanda batas.Digojog hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol
kemudian tutup dengan aluminium foil.
3.3 Pembuatan Larutan H2SO40,5 M
Perhitungan Golongan
Diketahui : Molaritas H2SO4 = 0,5 M
Volume H2SO4 = 1 Liter
BM H2SO4 = 98 gram/mol
ρH2SO4 = 1,84 gram/mol
H2SO4 yang tersedia 97% b/b
Ditanya : Volume H2SO4 yang dipipet = ….?
Jawab : M = massa
BM x
1000V
M = 97 gram
98 gr /mol x
1000100 gr /1,84 gr /mL
M = 18,2 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 18,2 M = 1000 mL x 0,5 M
6
V1 = 27,5 mL
Prosedur
Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 1 liter. Dipipet 27,5 mL
H2SO497% b/b dimasukkan ke dalm labu ukur. Ditambahkan aquadest sampai
tanda batas, digojog hingga homogen.Ditampung kedalam botol dan ditutup
dengan aluminium foil.
3.4 Standarisasi Larutan Na2S2O3
Dimasukkan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02M ke dalam Erlenmeyer.
Ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 0,5M.dititrasi dengan larutan standar
Na2S2O3 0,1M sampai larutan berwarna kuning pucat. Ditambahkan beberapa
tetes indikator kanji hingga berwarna biru gelap.Dititrasi dengan larutan Na2S2O3
sampai warna biru larutan hilang.Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan.Titrasi
dilakukan sebanyak tiga kali.
3.5 Penetapan Kadar Vitamin C
Ditimbang 30 mg tablet vitamin C yang sudah digerus halus, dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 25 mL. Ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5M dan 5 mL
air, diaduk hingga larut. Ditambahkan 0,5 gram KI dan 6,25 mL larutan standar
KIO3 0,02M. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M sampai warna coklat
kemerahan. Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga berwarna biru
gelap.Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga diperoleh warna asal larutan
vitamin C (warna kuning).Dicatat Na2S2O3 yang diganakan.Titrasi diatas
dilakukan sebanyak tiga kali.
7
III. SKEMA KERJA
4.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02M
4.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1M
8
Ditimbang kristal KIO3sebanyak 1,07 gram dengan menggunakan beaker
glass.
Ditambahkan aquadest secukupnya hingga larut.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan aquadest
hingga tanda batas.
Digojog hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam botol
ditutup menggunakan aluminium foil
Ditimbang sebanyak 6,025 gram Na2S2O3dan 0,025 gram Na2CO3
dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan aquadest hingga larut sedikit demi sedikit sambil diaduk.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquadest hingga
tanda batas.
4.3 Pembuatan Larutan H2SO40,5 M
4.4 Standarisasi Larutan Na2S2O3
9
Digojog hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol kemudian
tutup dengan aluminium foil.
Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 1 liter.
Dipipet 27,5 mL H2SO497% b/b dimasukkan ke dalm labu ukur.
Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, digojog hingga homogen.
Ditampung kedalam botol dan ditutup dengan aluminium foil.
Dimasukkan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02M ke dalam
erlenmeyer
Ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 0,5M.dititrasi dengan larutan
standar Na2S2O3 0,1M sampai larutan berwarna kuning pucat.
Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga berwarna biru gelap
4.5 Penetapan Kadar Vitamin C
10
Dititrasi dengan Na2S2O3sampai warna biru hilang
Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan dan titrasi dilakukan
sebanyak tiga kali.
Ditimbang 30 mg tablet vitamin C yang sudah digerus halus, dimasukkan
ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5M dan 5 mL air, disonikasi hingga
homogen
Ditambahkan 0,5 gram KI dan 6,25 mL larutan standar KIO3 0,02M.
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M sampai warna coklat kemerahan.
Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji sampai berwarna biru gelap
Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga diperoleh warna asal larutan vitamin C
(warna kuning).
Dicatat Na2S2O3 yang digunakan dan titrasi diatas dilakukan
sebanyak tiga kali.
IV. DATA HASIL PENGAMATAN
I.1. Standarisasi Larutan Standar KIO3
Titrasi Larutan KIO3 dengan Na2S2O30,1 M
Indikator: 10 tetes kanji (amilum)
Tabel 5.1 Data Pengamatan Standarisasi KIO3
Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan
0,0 mL – 14,5 mL
14,5 mL – 14,75 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
0,0 mL – 14,4 mL
14,4 mL – 14,7 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
0,0 mL – 14,25 mL
14,25 mL – 14,4 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
Titik Akhir Titrasi: (I) 14,75 mL; (II) 14,7 mL; (III) 14,4 mL
Molaritas KIO3=( I )0,0901 M ; (II )0 , 0904 M ; ( III ) 0 , 0923 M
Molaritas KIO3 rata-rata = (0,0909 ± 1,19× 10−3)M
I.2. Penetapan Kadar Vitamin C
Larutan Standar Larutan Standar KIO3 yang digunakan:
Indikator kanji: I) 10 tetes; II) 10 tetes; III) 7 tetes; IV) 15 tetes
Tabel 5.2 Data Pengamatan Penetapan Kadar Vitamin C
Volume Na2S2O3 Pengamatan Kesimpulan
0,0 mL – 4,0 mL
4,0 mL – 5,7 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
0,0 mL – 4,0 mL
4,0 mL – 5,1 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
0,0 mL – 4,15 mL
4,15 mL – 5,4 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
11
0,0 mL – 4,6 mL
4,6 mL – 5,1 mL
Merah kecoklatan – kuning pucat
Biru - bening
Titik akhir titrasi
Titik akhir titrasi: (I) 5,7 mL; (II) 5,1 mL; (III) 5,4 mL; IV) 5,1 mL
Kadar Vitamin C: (I) 68,10 %bb
; ( II )84,07 %bb
; ( III )76 , 08 %bb
;(IV )84,07 %bb
Kadar Vitamin C rata-rata:(78,08 ±7,64) % b/b
V. ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN
2.1 Standardisasi Larutan Na2S2O30,1 M
Diketahui:
M KIO3 = 0,02 M
V KIO3 = 12,5 mL
V Na2S2O3 I = 14,75mL
V Na2S2O3 II = 14,7mL
V Na2S2O3 III = 14,4mL
Ditanya: M Na2S2O3 = …?
Jawab:
Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3
KIO3 → K+ + IO3-
KI → K+ + I-
Penyetaraan setengah reaksi
Reduksi : IO3- → I3
-
Oksidasi : I- → I3-
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3
- + 9H2O |×1|
Oksidasi :3I- → I3- + 2e |×8|
_______________________________________
12
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3
- + 9H2O
Oksidasi : 24I- → 8I3- + 16e
_______________________________________
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3
- + 9H2O
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3
- + 3H2O ........... (1)
Reaksi Na2S2O3 dengan I3-
Na2S2O3 → 2Na+ + S2O32-
Reaksi yang terjadi
Reduksi : I3- → 3I-
Oksidasi : S2O32- → S4O6
2-
Penyetaraan dengan setengah reaksi
Reduksi : I3- + 2e → 3I-
Oksidasi : 2S2O32- → S4O6
2- + 2e
_________________________
2S2O32- + I3
- → S4O62- + 3I-..................... (2)
Reaksi keseluruhan
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3
- + 3H2O |×3|
2S2O32- + I3
- → S4O62- + 3I- |×8|
_____________________________________
3IO3- + 24I- + 18H+→ 9I3
- + 9H2O
16S2O32- + 8I3
- → 8S4O62- + 24I-
_____________________________________
3IO3- + 16S2O3
2- + 18H+ → 8S4O62- + I3
-+ 9H2O
Mol KIO3
13
n KI O3=M KI O3× VKI O3=0,02 M ×12,5 mL=0,25mmol
Mol Na2S2O3
n Na2 S2 O3=koefisienS2O3
2−¿
koefisien IO3−¿× n KI O3 ¿
¿
n Na2 S2 O3=163
× 0,25 mmol=1,33 mmol
Molaritas Na2S2O3
M Na2 S2O3=n Na2 S2 O3
V Na2 S2 O3
a. Titrasi I
M Na2 S2O3=1,33mmol14,75 mL
=0,0901 M
b. Titrasi II
M Na2 S2O3=1,33 mmol
14,7 mL=0,0904 M
c. Titrasi III
M Na2 S2O3=1,33mmol14,4 mL
=0,0923 M
Molaritas rata-rata
M Na2 S2O3=0,0901+0,0904+0,0923
3M=0,0909 M
Standar Deviasi (SD)
14
Titrasi M Na2S2O3 (x) M rata-rata Na2S2O3 (
x)
x−x (x−x )2
I 0,0901 M 0,0909M -0,0008 6,4 x 10-7
II 0,0904 M 0,0909M -0,0005 2,5 x 10-7
III 0,0923M 0,0909M 0,0014 19,6 x 10-7
∑ (x−x )2 28,5 x 10-7
SD = √∑ (x−x )2
n−1 = √ 28,5 x 10−7
3−1 = 1,19 x 10-3
Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah
M Na2 S2O3=M Na2 S2O3 ± ∆ M
M Na2 S2O3=(0,0909 ± 1,19×10−3)M
2.2 Penetapan Kadar Vitamin C
Diketahui:
V KIO3 = 6,25 mL
M KIO3 = 0,02 M
M Na2S2O3 = 0,0909M
BM C6H8O6 = 176,13 g/mol
Volume titrasi:
V Na2 S2 O3 I = 5,7 mL
V Na2 S2 O3 II = 5,1 mL
V Na2 S2 O3 III = 5,4 mL
V Na2 S2 O3 IV = 5,1 mL
Massa tablet vitamin C = 30 mg
Ditanya: Kadar vitamin C =…?
Jawab:
15
Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3
KIO3 → K+ + IO3-
KI → K+ + I-
Penyetaraan setengah reaksi
Reduksi : IO3- → I3
-
Oksidasi : I- → I3-
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3
- + 9H2O |×1|
Oksidasi :3I- → I3- + 2e |×8|
_______________________________________
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3
- + 9H2O
Oksidasi : 24I- → 8I3- + 16e
_______________________________________
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3
- + 9H2O
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3
- + 3H2O ........... (1)
Reaksi C6H8O6 dengan I3-
Reduksi : I3- + 2e → 3I-
Oksidasi : C6H8O6 → C6H6O6 +2H+ + 2e
______________________________
C6H8O6 + I3- → C6H6O6 + 3I- + 2H+ ............ (2)
16
Reaksi keseluruhan:
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3
- + 3H2O |×3|
C6H8O6 + I3- → C6H6O6 + 3I- + 2H+ |×8|
_____________________________________________
8C6H8O6 + 3IO3-+2H+ → 8C6H6O6 + I3
- + 9H2O
Reaksi Na2S2O3 dengan I3-
2S2O32- + I3
- → S4O62- + 3I-
Reaksi Titrasi
2S2O32- + I3
- → S4O62- + 3I-
8C6H8O6 + 3IO3-+2H+ → 8C6H6O6 + I3
- + 9H2O
_______________________________________
8C6H8O6 + 2S2O32- + 3IO3
- + 2H+ → 8C6H6O6 + S4O62- + 3I- + 9H2O
Mol KIO3:
n KI O3=M KI O3× VKI O3=0,02 M ×6,25 mL=0,125 mmol
Mol I3- awal dari reaksi pembentukan oleh KI dan KIO3
n I 3
−¿=koefisienI3
−¿
koefisienIO3−¿× mol KI O 3=
31
× 0,125 mmol=0,375 mmol¿¿¿
Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3
n I 3
−¿=koefisienI3
−¿
koefisienS2 O32−¿× mol Na2 S2 O3=
12
×( M Na2 S 2O 3 ×V Na2 S2 O3 )¿¿¿
17
a. Titrasi I
n I 3
−¿=12
×( M Na2 S2 O3 × V Na2 S2 O3 )=12
× (0,0909 M ×5,7mL )=0,2590 mmol¿
b. Titrasi II
n I 3
−¿= 12
× ( M Na2 S2 O3 × V Na 2 S2 O3 )=12
× (0,0909 M ×5,1mL )=0,2318 mmol¿
c. Titrasi III
n I 3
−¿=12
×( M Na2 S2 O3 × V Na2 S2 O3 )=12
× (0,0909 M ×5,4 mL )=0,2454 mmol ¿
d. Titrasi IV
n I 3
−¿= 12
× ( M Na2 S2 O3 × V Na 2 S2 O3 )=12
× (0,0909 M ×5,1mL )=0,2318 mmol¿
Mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C
a. Titrasi I
n I 3−¿=n I3
−¿awal −n I 3
−¿ yangbereaksi dengan Na2
S2
O3¿¿¿n I 3
−¿=0,375 mmol−0,2590mmol=0,116mmol ¿
b. Titrasi II
n I 3−¿=n I3
−¿awal −n I 3
−¿ yangbereaksi dengan Na2
S2
O3¿¿¿n I 3
−¿=0,375 mmol−0,2318mmol=0,1432mmol ¿
c. Titrasi III
n I 3−¿=n I3
−¿awal −n I 3
−¿ yangbereaksi dengan Na2
S2
O3¿¿¿n I 3
−¿=0,375 mmol−0,2454mmol=0,1296 mmol¿
d. Titrasi IV
n I 3−¿=n I3
−¿awal −n I 3
−¿ yangbereaksi dengan Na2
S2
O3¿¿¿n I 3
−¿=0,375 mmol−0,2318mmol=0,1432mmol ¿
Mol vitamin C yang bereaksi dengan I3-
mol C6 H 8O6=koe fisien C6 H 8 O6
koefisien I 3−¿× mol I3
−¿=mol I3−¿¿¿¿
a. Titrasi I
mol C6 H 8O6=mol I 3−¿=0,116 mmol¿
18
m C6 H 8O 6=mol C6 H 8O6 × Mr C6 H 8=0,116 mmol× 176,13g
mol=20,431 mg
kadar Vit .C = massa vitamin C yang diperole h
massa tablet×100%
¿ 20,431mg30 mg
×100 %=68,10 %b /b
b. Titrasi II
mol C6 H 8O6=mol I 3−¿=0,1432 mmol¿
m C6 H 8O 6=mol C6 H 8O6 × Mr C6 H 8O6=0,1432 mmol×176,13g
mol=25,2218 mg
kadar Vit .C=massa vitamin C yang diperole hmassa tablet
×100%
¿ 25,2218 mg30 mg
×100 %=84,07 %b/b
c. Titrasi III
mol C6 H 8O6=mol I 3−¿=0,1296 mmol¿
m C6 H 8O 6=mol C6 H 8O6 × Mr C6 H 8O6=0,1296 mmol ×176,13g
mol=22,8264 mg
kadar Vit .C = massa vitamin C yang diperole h
massa tablet×100%
¿ 22,8264 mg30 mg
×100 %=¿76, 08% b/b
d. Titrasi IV
mol C6 H 8O6=mol I 3−¿=0,1432 mmol¿
m C6 H 8O 6=mol C6 H 8O6 × Mr C6 H 8O6=0,1432 mmol×176,13g
mol=25,2218 mg
19
kadar Vit .C = massa vitamin C yang diperole h
massa tablet×100%
25,2218 mg30 mg
×100 %=84,07 %b /b
Kadar vitamin C rata-rata dalam 1 tablet
= kadar I+kadar II+kadar III +kadar IV
4
= 68,10 %
bb+84,07 %
bb+76 , 08 %
bb+84,07 %
bb
4
= 78,08% b/b
Standar Deviasi (SD)
Titrasi % b/b (x) % b/b rata-rata(x) x−x (x−x )2
I 68,10 78,08 -9,98 99,6004
II 84,07 78,08 5,99 35,8801
III 76 , 08 78,08 -2,00 4,0000
IV 84,07 78,08 5,99 35,8801
∑ (x−x )2 175,3606
SD = √∑ (x−x )2
n−1 = √ 175,3606
4−1 = 7,64
Jadi, kadar vitamin C rata-rata = (78,08 ±7,64) % b/b
2.3 Perhitungan Persentase Perolehan Kembali
Diketahui : kadar vitamin C pertablet = 100 mg
20
Bobot tablet rata-rata = 129 mg
Bobot gerusan tablet yang ditimbang = 30 mg
m vitamin C sampel I = 20,431 mg
m vitamin C sampel II = 25,2218 mg
m vitamin C sampel III = 22,8264 mg
m vitamin C sampel IV = 25,2218 mg
Ditanya : Persentase perolehan kembali Vitamin C (%) = ?
Jawab :
Kadar vitamin C dalam gerusan tablet:
100 mg129 mg
×x mg
30 mg x = 23,26 mg
(dengan asumsi vitamin C tersebar homogen dalam tablet dan tidak ada bobot
yang hilang selama penggerusan)
a. Sampel I
Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
¿ Massa vitaminC Perh itunganMassa vitamin C yg ditimbang
x 100 %
= 20,431mg23,26 mg
x 100%
= 87,84%
21
b. Sampel II
Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
¿ Massa vitaminC Perh itunganMassa vitamin C yg ditimbang
x 100 %
= 25,2218 mg
23,26 mg x 100%
= 108,43%
c. Sampel III
Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
¿ Massa vitaminC Perh itunganMassa vitamin C yg ditimbang
x 100 %
=22,8264 mg
23,26 mg x 100%
= 98,14%
d. Sampel IV
Persentase perolehan kembali vitamin C (%)
¿ Massa vitaminC Perh itunganMassa vitamin C yg ditimbang
x 100 %
=25,2218 mg
23,26 mg x 100%
= 108,43%
Rata-rata Persentase Perolehan Kembali Asam Salisilat
¿ 87,84 %+108,43 %+98,14 %+108,43 %4
= 100,71 %
22
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam sediaan
tablet vitamin C. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C tersebut
adalah metode titrasi oksidasi reduksi (redoks) yang melibatkan iodium secara tidak
langsung atau disebut iodometri.
Dalam praktikum ini beberapa larutan disiapkan dalam proses titrasi
iodometri. Larutan-larutan tersebut meliputi larutan KIO3 0,02 M, larutan H2SO4 0,5
M, larutan Na2S2O3 0,1 M dan indikator kanji. Larutan KIO3 digunakan sebagai
larutan baku primer untuk menstandardisasi larutan baku sekunder Na2S2O3. Larutan
Na2S2O3 merupakan larutan yang akan digunakan sebagai pentiter atau titran dalam
titrasi iodometri. Larutan Na2S2O3 yang telah dibuat disimpan dalam botol kaca gelap
karena larutan Na2S2O3 tidak stabil terhadap cahaya langsung. (Basset dkk., 1994).
Dalam pembuatan larutan asam sulfat, terlebih dahulu dimasukkan akuades dalam
beaker glass, setelah itu ditambahkan dengan H2SO4 sesuai perhitungan. Hal ini
dimaksudkan agar panas yang dihasilkan pada pengenceran asam sulfat tidak
membuat beaker glass pecah akibat “thermal shock” dan apabila yang dimasukkan
terlebih dahulu adalah asam sulfat kemudian akuades, akuades akan mendadak
mendidih dan menyebabkan asam sulfat terpercik (Khopkar, 1990). Larutan indikator
kanji dibuat dengan melarutkan pati dalam akuades, kemudian dididihkan.
Pendidihan dilakukan karena pati atau amilum tidak dapat larut dalam air pada suhu
kamar atau air dingin (Depkes RI, 1979).
Setelah semua larutan disiapkan, kemudian dilakukan standardisasi larutan
Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 digunakan sebagai titran dalam titrasi iodometri untuk
menentukan kadar vitamin C. Natrium tiosulfat atau Na2S2O3 yang digunakan
merupakan senyawa yang berada dalam bentuk pentahidrat (Na2S2O3.5H2O). Na2S2O3
mudah diperoleh dalam keadaan murni, tetapi karena memiliki kandungan hidrat
didalamnya, maka terdapat suatu ketidakpastian akan kandungan sebenarnya. Hal ini
menyebabkan larutan larutan Na2S2O3 tidak dapat digunakan sebagai standar primer
(Basset dkk., 1994). Selain itu, larutan Na2S2O3 harus dibuat dengan air bebas CO2
23
karena CO2 dalam air dapat menyebabkan terjadinya reaksi penguraian yang lambat
disertai pembentukkan belerang (Basset dkk., 1994).
Na2S2O3 + CO2 + H2O NaHCO3 + NaHCO3 + S(s) (Basset dkk., 1994)
Selain itu, penguraian juga disebabkan oleh bakteri (misalnya Thiobacillus thioparus)
(Basset dkk., 1994) yang dapat memanfaatkan belerang pada metabolismenya
membentuk SO32- dan belerang koloidal (Day dan Underwood, 1981). Karena alasan-
alasan tersebut, larutan Na2S2O3 harus dibakukan terlebih dahulu agar dapat
ditentukan kadar yang pasti dan dapat digunakan dalam penentuan kadar vitamin C.
Dalam proses standardisasi larutan Na2S2O3, digunakan larutan baku primer
KIO3 dengan penambahan KI dan penambahan larutan H2SO4. Tujuan dari
penambahan KIO3 adalah sebagai sumber dari iod yang dapat diketahui kadarnya
dalam titrasi. Sedangkan KI dimaksudkan sebagai sumber iod berlebih. Iod dibuat
berlebih karena sifat dari iod yang sangat mudah menguap sehingga perlu adanya
sumber iod lain agar iod yang terbentuk tidak menguap sepenuhnya dengan
pembentukan ion triiodida (I3-) (Basset dkk., 1994). Penambahan larutan H2SO4
bertujuan untuk menciptakan suasana asam pada larutan. Suasana asam diperlukan
karena iod yang dihasilkan dari KIO3 dan KI tidak dapat digunakan dalam medium
netral atau medium dengan keasaman rendah. Selain itu pada suasana asam, oksidasi
ion iodida berlangsung lebih cepat (Day dan Underwood, 1981). Hal ini terjadi
karena pada suasana asam, potensial reduksi iodat meningkat tajam akibat
meningkatnya konsentrasi H+ dalam larutan sehingga iodat ini direduksi secara
lengkap oleh iodida (Basset dkk., 1994).
Campuran KIO3, KI, dan H2SO4 tersebut kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna dari merah kecoklatan (pekat) menjadi
warna kuning pucat. Larutan yang berwarna kuning pucat ini diasumsikan bahwa
reaksi telah berjalan secara ekuivalen dan yang tersisa hanyalah iod berlebih yang
memberikan warna kuning pucat. Pada saat ini larutan tersebut ditambahkan dengan
beberapa tetes indikator kanji hingga larutan berubah warna menjadi biru.
Penambahan indikator kanji harus dilakukan pada saat larutan akan mencapai titik
24
akhir titrasi karena kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam
air (Khopkar, 1990). Hal ini ditandai dengan adanya butiran-butiran kecil yang
terbentuk ketika indikator kanji diteteskan ke dalam larutan kuning muda tersebut.
Larutan biru tersebut kembali dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga menjadi tak
berwarna atau bening. Hal ini dilakukan untuk mereaksikan iod yang bersisa dengan
Na2S2O3 sehingga dapat diketahui total iod yang terbentuk. Berikut reaksi keseluruhan
yang terjadi pada standardisasi Na2S2O3.
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3
- + 3H2O |×3|2S2O3
2- + I3- → S4O6
2- + 3I- |×8|_____________________________________ +3IO3
- + 16S2O32- + 18H+ → 8S4O6
2- + I3-+ 9H2O
Titrasi standardisasi Na2S2O3 dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini
dimaksudkan agar didapat hasil yang lebih tepat dan akurat dengan membandingkan
dan merata-ratakan hasil dari ketiga titrasi yang dilakukan dan mencari simpangan
bakunya. Hasil dari standardisasi, didapat konsentrasi Na2S2O3 sebesar
0,0909 ± 1,19× 10−3 M.
Larutan Na2S2O3 yang telah distandardisasi telah dapat digunakan sebagai
larutan baku sekunder dalam penetapan kadar vitamin C dengan metode iodometri.
Sampel yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C kali ini adalah tablet
vitamin C 100 mg. Larutan-larutan yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C
sama seperti larutan-larutan yang digunakan dalam standardisasi Na2S2O3, tetapi
terdapat perbedaan urutan pengerjaan terhadap sampel. Penetapan kadar vitamin C
dilakukan dengan menggunakan 4 sampel vitamin C. Masing-masing sampel
merupakan tablet vitamin C 100 mg yang telah digerus halus terlebih dahulu
kemudian ditimbang 30 mg dan dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer. Ke
dalam erlenmeyer ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 5 mL air kemudian
dilakukan proses sonikasi dengan alat sonikator. Proses ini bertujuan untuk
mendapatkan larutan yang homogen sehingga vitamin C yang berada dalam sampel
25
terlarut secara merata. Kemudian ditambahkan 6,25 ml larutan KIO3 dan 0,5 gram KI.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari penambahan KIO3 dan KI
adalah untuk memperoleh iod berlebih. Iod berlebih ini yang nantinya akan bereaksi
dengan vitamin C dan setelah bereaksi sempurna dengan vitamin C, akan ada iod
yang bersisa dan bereaksi dengan Na2S2O3. Banyaknya volume Na2S2O3 yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Titrasi penetapan kadar vitamin C dilakukan untuk masing-masing sampel,
sehingga jumlah titrasi yang dilakukan adalah 4 kali titrasi. Erlenmeyer yang telah
berisi campuran vitamin C dan reagen dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna
kuning pucat. Pada larutan kuning pucat tersebut ditambahkan beberapa tetes
indikator kanji hingga larutan berwarna biru tua. Pada dasarnya, iod sudah dapat
berfungsi sebagai indikatornya sendiri, tetapi dalam pengujian penentuan titik akhir
titrasi dibuat menjadi lebih peka dengan penambahan indikator kanji (Basset dkk.,
1994). Sebagai indikator, kanji yang merupakan suatu polisakarida yaitu amilum
bereaksi dengan iod (yang nantinya dilepaskan dalam reaksi oksidasi-reduksi)
membentuk kompleks berwarna biru kuat yang dapat terlihat pada konsentrasi iod
yang sangat rendah. Kompleks biru gelap atau biru kuat tersebut disebabkan oleh
molekul-molekul iodine yang tertahan di permukaan β–amilase dari amilum (Basset
dkk., 1994). Larutan tersebut dititrasi kembali hingga warna biru tua tersebut hilang
atau menjadi bening. Pada saat ini, semua iod telah habis bereaksi baik dengan
vitamin C maupun Na2S2O3.
Dari hasil penetapan kadar 4 sampel vitamin C, didapat kadar vitamin C
dalam sampel sebesar 78,08 ±7,64 % b/b dengan persen perolehan kembali yaitu
100,17%. Suatu metode analisis dikatakan baik apabila memiliki akurasi dan presisi
yang memenuhi standar. Akurasi merupakan parameter dalam suatu analisis yang
menggambarkan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan
nilai yang diterima. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali
pada suatu pengukuran (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi ini sederhananya dapat
26
dikatakan persen perolehan kembali dari suatu sampel. Pada analisis ini nilai persen
perolehan kembali yang didapat sebesar 100,17%. Dari nilai tersebut memang terlihat
bahwa perolehan kembali sampel sudah 100% dengan kelebihan 0,17% yang
menandakan proses analisis telah berlangsung baik. Namun, dalam prakteknya, antara
sampel satu dengan lainnya dilakukan dan didapat oleh kelompok berbeda sehingga
hasil ini belum dapat dikatakan sebagai hasil yang valid. Selain akurasi, parameter
lainnya adalah presisi. Presisi merupakan nilai dari suatu proses analisis yang
menggambarkan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan
sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif dari sejumlah sampel (Gandjar
dan Rohman, 2007). Dari penetapan kadar vitamin C didapat kadar sampel rata-rata
sebesar 78,08 ±7,64 % b/b. Simpangan baku yang diijinkan dalam proses analisis
adalah tidak lebih dari 2% dari rata-rata sampel. Pada proses ini, simpangan baku
melebihi 2%. Hal ini terjadi karena kadar satu sampel dengan sampel yang lain
berbeda jauh, yaitu 68,10 %bb
,84,07 %bb
,76 ,08 %bb
, 84,07 %bb
.
Dari data yang diperoleh, terjadi penyimpangan sehingga hasil yang didapat
tidak tepat, akurat, dan valid. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil antara lain:
(i) proses titrasi tidak dilakukan dengan cukup cepat sehingga terdapat kemungkinan
iod yang menguap sebelum bereaksi dengan natrium tiosulfat ataupun vitamin C dan
mempengaruhi jumlah iod yang bereaksi. Pada suhu kamar kehilangan ion oleh
penguapan dari suatu larutan yang mengandung paling sedikit 4% KI dapat diabaikan
dengan syarat pelaksanaan titrasi tidak diperlambat (Basset dkk., 1994). (ii) pada saat
titrasi untuk memperoleh warna kuning pucat, tidak terdapat standar atau
perbandingan tetap untuk warna yang dimaksud sehingga praktikan tidak dapat
menentukkan pada saat mana titrasi dihentikan; (iii) penetapan kadar vitamin yang
dilakukan adalah dengan cara titrasi. Pada saat titrasi digunakan suatu indikator yang
menunjukkan perubahan warna pada suatu keadaan tertentu. Kesalahan dapat terjadi
karena untuk menilai warna-warna tersebut, satu orang dengan orang yang lain akan
memiliki subyektivitas tersendiri dalam menentukan warna yang dimaksud. Selain
27
itu, pada saat titrasi, terdapat penambahan suatu volume titran ke titrat. Dalam hal ini,
potensi kesalahan dapat terjadi pada saat penambahan volume titran sehingga titik
akhir titrasi yang diinginkan tidak dapat tercapai.
28
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
Penetapan kadar vitamin C dapat dilakukan dengan metode titrasi oksidasi
reduksi yaitu metode iodometri. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung
dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator. Dari percobaan ini didapatkan
molaritas Na2S2O3 rata-rata setelah standardisasi adalah 0,0909 ± 1,19× 10−3
M. Kemudian dari penentuan kadar vitamin C didapat kadar vitamin C rata-
rata adalah 78,08 ±7,64 % b/b dengan persen perolehan kembali sebesar
100,17%.
VII.2. Saran
VII.2.1. Larutan yang akan digunakan hendaknya dapat disiapkan
sedikit melebihi kebutuhan praktikum sehingga tidak perlu lagi
membuat larutan di tengah-tengah praktikum.
VII.2.2. Prosedur kerja pada buku penuntun yang direvisi hendaknya
diberitahukan kepada praktikan agar tidak terjadi kesalahan dalam
prosedur kerja.
29
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
30