Anestesi Lokal Pada Anak
-
Upload
anita-rachma -
Category
Documents
-
view
144 -
download
19
description
Transcript of Anestesi Lokal Pada Anak
ANESTESI LOKAL PADA ANAK
Umumnya hanya sedikit anak-anak yang menyukai untuk dilakukan perawatan gigi,
terutama bila perawatan tersebut mengharuskan dilakukan anastesi. Namun sebenarnya hanya
sedikit anak-anak menolak analgesia lokal dalam perawatan gigi, bila analgesia digunakan
secara tepat. Anastesi Lokal terdiri dari 3 yaitu :
1. Anastesi Topikal
2. Anastesi Infiltrasi
3. Anastesi Blok
1. Anastesi Topikal
2. Anastesi Infiltrasi
Anastesi infiltrasi sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang
bawah, mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasinya pada anak cukup dalam karena
komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak. Anestesi infiltrasi digunakan untuk
menunjukkan tempat dalam jaringan dimana larutan anestesi didepositkan di dekat serabut
terminal dari saraf yang berhubungan dengan periosteum bukal dan labial. Pada anak,
bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terdapat saluran vaskular dari
pembuluh darah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efek
anestesi pada gigi-gigi susu atas dan bawah. Infiltrasi 0,5-1,0 ml larutan anestesi lokal cukup
untuk menganestesi pulpa dari kebanyakan gigi susu. Penyuntikan harus dilakukan dengan
hati-hati untuk menghindari kesalahan insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.
Cara melakukan Anastesi Infiltrasi
Kasa atau kapas steril diletakkan diantara jari dan membran mukosa mulut, tarik pipi
atau bibir serta membran mukosa yang bergerak kearah bawah untuk rahang atas dan
kearah atas untuk rahang bawah sehingga membran mukosa menjadi tegang, untuk
memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolingual.
Aplikasikan terlebih dahulu anestesi topikal jika diperlukan sebelum insersi jarum.
Suntik jaringan pada lipatan mukosa dengan bevel jarum mengarah ke tulang dan
sejajar bidang tulang.
Setelah posisi jarum tepat, lanjutkan insersi jarum menyelusuri periosteum sampai
ujungnya mencapai setinggi akar gigi lalu larutan dideposit. Suntikan dengan
perlahan-lahan agar memperkecil atau mengurangi rasa sakit, anastesi akan berjalan
dalam waktu lima menit.
Gambar 2. Anastesi infiltrasi. Sjaril Nurdin. Penatalaksanaan Pemberian anastesi Lokal pada
Gigi Anak. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2000.
Teknik Anastesi infiltrasi
1. Suntikan submukosa.
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat dibalik membran mukosa.
Walaupun cenderung tidak menimbulkan anastesi pada pulpa gigi, suntikan ini
sering digunakan untuk menganastesi saraf bukal yang panjang sebelum pencabutan
molar bawah.
2. Suntikan supraperiosteal.
Pada beberapa daerah seperti maksila, bidang kortikal bagian luar dari tulang
alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular yang kecil. Pada
daerah-daerah ini bila larutan anastesi didepositkan di luar periosteum, larutan akan
terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal tulang dan medularis ke serabut
saraf.
3. Suntikan subperiosteal.
Pada teknik ini, larutan anastesi didepositkan antara periosteum dibidang kortikal.
Karena struktur ini terikat erat suntikan tentu terasa sangat sakit. Karena itu,
suntikan ini hanya digunakan bila tidak ada alternatif lain atau bila anastesi
superfisial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal.
Gambar 3 Penyuntikan supraperiosteal. Howe L,
Whitehead. Anestesi Lokal. 3rd Ed. 1990.
4. Suntikan intraoseus.
Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang
medularis. Larutan anastesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang medularis dari
tulang. Jumlah larutan tersebut biasanya cukup untuk sebagian besar prosedur
perawatan gigi. Teknik suntikan intraoseus akan memberikan efek anastesi yang
baik disertai dengan gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal.
Gambar 4 . Teknik intraoseus. Howe L, Whitehead.
Anestesi Lokal. 3rd Ed. 1990.
5. Suntikan intraseptal.
Merupakan versi modifikasi dari teknik intraoseus yang kadang-kadang digunakan
bila anastesi yang menyeluruh sulit diperoleh. Larutan didepositkan dengan tekanan
dan berjalan melalui tulang medularis serta jaringan periodontal untuk memberi
efek anastesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anastesi
superfisial.
6. Suntikan intraligamen atau ligamen periodontal.
Teknik ini menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27 gauge
atau syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut, seperti Ligmaject, Rolon
atau Peripress, yang digunakan bersama jarum 30 gauge.
Indikasi Anastesi Infiltrasi
Terdapat beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi infiltrasi, antara
lain:
1. Natal tooth/neonatal tooth
Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir. Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan
lahir dan biasanya gigi tersebut mobility, dapat mengiritasi, dan mengganggu saat
menyusui.
2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi
sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali
dengan pencabutan.
4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau
erupsi.
5. Gigi sulung yang persistensi
6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi
tetap.
7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
8. Untuk perawatan ortodonsi
9. Supernumerary tooth.
10. Gigi penyebab abses dentoalveolar
Kontraindikasi Anastesi Infiltrasi
Tidak semua kasus dapat dilakukan tindakan anestesi infiltrasi, kasus-kasus ini perlu
diketahui sehingga akibat yang tidak diinginkan bisa dihindari. Kontraindikasi antara
lain :
1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions
stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan
pencabutan.
2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya
perdarahan dan infeksi setelah pencabutan.
3. Pada penderita penyakit jantung.
Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis,
penyakit ginjal/kidney disease.
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah
dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan
metastase.
6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi.
3. Anastesi Blok
Prinsip dasar
Obat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang dioperasi,
menembus batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi disuntikkan sehingga
memblok sensasi yang datang dari distal. Larutan anestesi lokal dengan jumlah yang
memadai dideponirkan didekat atau disekitar bundel serat syaraf, untuk mendapatkan
anestesi jaringan yang disuplai oleh bundel nerovaskular.
Cara penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer
o Nerve Blok : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf sehingga
menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
o Field Blok : disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi sehingga menghambat
semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi.
Indikasi : Dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontra indikasi Injeksi
Supraperiosteal.
Kontraindikasi Injeksi Supraperiosteal :
1. Jika sulit melakukan anestesi gigi atas dengan menggunakan Injeksi
Supraperiosteal atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan
lebih efektif bila digunakan Injeksi Infraorbital atau Zigomatik.
2. Jika blok menyeluruh pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila
karena alasan tertentu Injeksi Mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian
bisa dilakukan dengan Injeksi Mentalis.
Keuntungan
1. Hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah anestesi yang luas.
2. Blok anestesi biasanya paling efektif pada M2 bawah.
Kontraindikasi : Pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol.
Kegagalan
1. Ada variasi kepekaan individual terhadap efek anestetikum lokal. Pada pasien peka,
sejumlah kecil anestetikum saja sudah dapat berdifusi dengan mudah, memberi efek
anestesia yang kuat pada daerah yang luas. Pada pasien kurang peka, diperlukan
larutan yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama.
2. Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak
merasa takut.
3. Anomali inervasi nervus.
4. Variasi bentuk dan kepadatan tulang.
5. Kurangnya pengetahuan mengenai anatomi.
6. Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang
dilakukan sebelum efek anestesi maksimal dan memuaskan.
7. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah
dianestesi.
Daftar Pustaka
Malamed, Stanley F. 2004. Handbook of Local Anasthesia 5th ed. St. Louis : Elsevier.
J.A. Baart & H.S. Brand. 2008. Local Anesthesia in Dentistry. United Kingdom: Wiley
Blackwell.
Abdullah Fadillah. 2007. Teknik-teknik anestesi local.
Rughaidah. 1994. Teknik anestesi local gow gates dan citoject.
Purwanto, drg. 1993. Petunjuk praktis anestesi local. Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC
Howe, Geoffrey L. 1994. Anestesi local. Jakarta : Hipokrates
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&ved=0CHwQFjAH&url=http%3A
%2F%2Frepository.unhas.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F3285%2FISI
%2520SKRIPSI.docx%3Fsequence
%3D2&ei=o8t3UbWBFILSrQfA4oDgCQ&usg=AFQjCNEFnUeNj6owtVzPoevagQuzA4
RRFA&sig2=kZ-EtPlEx9bSWSSP4Ui4FA&bvm=bv. 45580626,d.bmk