BAB 14. Anestesi Lokal

download BAB 14. Anestesi Lokal

of 22

Transcript of BAB 14. Anestesi Lokal

BAB.14 ANESTESI LOKAL Konsep Dasar 1. Sebagian besar anestesia menghambat kanal ion sodium dari dalam sel, sehingga mencegah aktivasi kanal selanjutnya dan mempengaruhi influks sodium dalam jumlah besar yang berkaitan dengan depolarisasi membran sel. Impuls konduksi melambat, laju dan besar potensial aksi menurun, dan hambatan eksitasi meningkat secara progresif sampai potensial aksi tidak lagi dapat bangkit dan impuls bangkitan pun menghilang. 2. Tidak semua serat saraf dipengaruhi oleh anestesi lokal sama. Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal, derajat mielinisasi, dan berbagai faktor anatomi mupun fisiologi. 3. Potensi berkaitan dengan kelarutan dalam lemak, dimana kemampuan molekul dari anestesi lokal untuk menembus membran sel dalam lingkungan hidrofobik. 4. Onset dari kerja bergantung dari banyak faktor, termasuk kelarutan dalam lemak dan konsentrasi relatif dari bentuk larut-lemak non-ionnisasi dan bentuk larut-air terionisasi, yang dinilai dengan pKa. Anestesi lokal dengan pKa yang paling mendekati pH fisiologis akan memiliki konsentrasi lebih tinggi yang dapat melewati membran sel saraf, dan secara umum memiliki onset cepat. 5. Secara umum, durasi kerja berkaitan dengan kelarutan lemak. Anestesi lokal dengan kelarutan lemak tinggi mempunyai durasi yang lebih panjang, karena anestesi lokal jenis ini lebih lama diekskresikan dari dalam darah. 6. Karena anestesi lokal umumnya diinjeksikan dekat dengan lokasi kerja anestesi maka farmakokinetik eliminasi dan toksisitas obat lebih penting daripada efek klinis yang diinginkan. 7. Laju absorpsi sistemik proporsional terhadap vaskularisasi dari tempat dilakukan injeksi : intravena > trakeal > interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > pleksus brakhial > ischiadicus > subcutaneus.

8. Anestesi lokal ester dominan dimetabolisme oleh pseudokolinesterase. Anestesi lokal amida dimetabolisme (N-dealkylation dan hidroksilasi) oleh enzim mikrosomal P-450 di hepar. 9. Sistem saraf pusat merupakan organ yang dimonitor adanya tanda-tanda overdosis pada pasien yang sudah sadar. Gejala awal adalah parestesi lidah, dan pusing. Keluhan sensorik adanya tinitus dan penglihatan yang kabur. Tanda eksitasi (misal, kurang istirahat, agitasi, gelisah, paranoid) sering mengawali depresi dari sistem saraf pusat (misal, bicara tidak jelas/pelo, mudah mengantuk, dan tidak sadar). Adanya kontraksi kecil dan cepat dari otot mengawali terjadinya kejang tonik-klonik. 10. Intoksikasi mayor kardiovaskular biasanya membutuhkan konsentrasi tiga kali lebih tinggi dari konsentrasi yang dapat menghasilkan kejang. Aritmia kardia atau kolaps dari sirkulasi merupakan tanda yang biasanya didapatkan pada overdosis anestesi selama pemberian anestesi umum. 11. Injeksi intravaskular yang tidak disengaja dari bupivacain selama anestesi regional menghasilkan reaksi kardiotoksik yang berat, termasuk hipotensi, blok atrioventrikular, irama idioventrikular, dan aritmia yang mengancam jiwa aeperti takikardi ventrikular dan fibrilasi. 12. Reaksi hipersensitifitas murni karena anestesi lokalyang bukan merupakan intoksikasi sistemik karena konsentrasi plasma yang berlebihancukup sering terjadi. Anestesi golongan ester lebih cenderung menyebabkan reaksi alergi karena derivatnya, yaitu asam p-aminobenzoic merupakan alergen. Teknik anestesi lokal dan regional bergantung pada kelompok obatanestesi lokalyang meyebabkan kehilangan fungsi sensorik, motorik, dan autonom sewaktu obat diinjeksikan atau diaplikasikan ke jaringan saraf. Dalam bab ini dibahas mengenai mekanisme kerja, hubungan aktivitas-struktur, dan farmakologi klinis dari obat-obat anestesi lokal. Blok saraf yang biasa digunakan dibicarakan dalam sesi III (lihat bab 16 dan 17).

TEORI KERJA ANESTESI LOKAL

Seperti halnya sel-sel lain, neuron mempertahankan potensial membran istirahat dengan transpor aktif dan difusi pasif dari ion-ion. Pompa sodium-potasium elektrogenik (Na+-K+ATPase) mengait transpor dari tiga ion sodium keluar dari sel untuk tiap dua ion potasium yang masuk ke dalam sel. Hal ini menciptakan gradien konsentrasi yang membantu difusi ekstraselular dari potasium dan difusi intraselular sodium. Membran sel secara normal lebih permeabel terhadap potasium daripada terhadap sodium, sehingga jika terjadi kelebihan ion negatif akan berakumulasi di intraseluler. Nilai potensial istirahat ini negatif sebesar -70mV polarisasi. Tidak seperti jenis jaringan lain, neuron memiliki ikatan-membran, dan kanal potasium dan sodium yang menghasilkan depolarisasi membran lewat stimulasi kimia, mekanik, atau elektrik. Jika depolarisasi melewati batas level (sekitar -55mV), maka kanal sodium akan teraktivasi, menyebabkan influks ion sodium yang spontan dan tiba-tiba dan membangkitkan potensial aksi (gambar 14-1) yang normalnya terkonduksi sepanjang akson saraf. Peningkatan permeabilitas sodium menyebabkan peningkatan relatif dari kation intraselular, yang berakibat potensial membran balik menjadi +35mV. Penurunan permeabilitas sodium yang cepat selanjutnya (disebabkan inaktivasi kanal ion sodium) bersamaan dengan peningkatan konduktan potasium di sepanjang kanal potasium (menyebabkan lebih banyak ion potasium keluar dari sel) mengembalikan membran pada potensial istirahatnya. Gradien konsentrasi dasar pada akhirnya tercapai dengan pompa sodium-potasium.

Kanal sodium merupakan protein membran yang terikat yang terdiri dari satu subunit yang besar, dimana ion sodium lewat, dan satu atau dua subunit yang lebih kecil. Kanal sodium

memiliki tiga statusistirahat, terkativasi (terbuka), dan inaktivasi (gambar 14-2). Kebanyakan anestesi lokal berikatan dengan subunit dan memblok kanal sodium dari dalam sel, mencegah

aktivasi kanal lanjutan dan mempengaruhi influks transien ion sodium yang berkaitan dengan depolarisasi membran. Hal ini tidak kemudian menjadi potensial membran istirahat, tapi dengan konsentrasi yang meningkat dari anestesi lokal, impuls konduksi akan melambat, laju dan besar dari aksi potensial akan menurun, dan hambatan eksitasi meningkat progresif sampai potensial aksi tidak dapat dibangkitkan lagi dan impuls bangkitan juga menghilang. Anestesi lokal memiliki afnitas yang lebih besar pada kanal yang teraktivasi dan tidak teraktivasi daripada pada saat istirahat. Sebagai hasilnya, kerja anestesi lokal bergatung pada voltase dan waktunya; efeknya yang paling besar pada saraf yang sedang aktif.

Lokal anestesi juga memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor N-methyl-Daspartat (NMDA) dengan derajat yang berbeda-beda. Beberapa golongan obat lain, seperti antidepresan trisiklik (amytriptiline), meperidine, anestesi inhalasi, dan ketamin juga memiliki efek memblok kanal sodium. Tetrodotoxin merupakan racun yang secara spesifik berikatan dengan kanal sodium namun berikatan dari luar membran sel. Intoksikasi sistemik menyebabkan obat ini tidak digunakan, namun percobaan pada hewan menunjukkan bahwa dalam dosis kecil dan pemberian dengan vsokonstriktor dn anestesi lokal lainnya, terbukti dapat memperpanjang masa kerja obat anestesi lokal.

Tidak semua serat saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi lokal. Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal, derajat mielinisasi, dan berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain. Diameter yang kecil dan banyaknya mieling meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi lokal. Dengan demikian, sensitivitas saraf spinalis terhadap anestesi lokal : autonom > sensorik > motorik.

HUBUNGAN STRUKTUR-AKTIVITAS Anestesi lokal terdiri dari kelompok lipofilikbiasanya dengan cincin bezenedibedakan dari kelompok hidrofilikbiasanya amin tersierberdasarkan rantai intermediat yang memiliki cabang ester atau amida. Anestesi lokal merupakan basa lemah yang biasanya mengandung amin tersier positif pada pH fisiologis. Sifat psikokimia dari anestesi lokal tergantung dari substitusi cincin aromatik, tipe yang berikatan dengan rantai intermediat, dan kelompok alkyl yang berikatan dengan nitrogen amida.

Potensi berkorelasi dengan kelarutan lemak, karena itu merupakan kemampuan anestesi lokal untuk menembus membran, lingkungan yang hidrofobik. Secara umum, potensi dan

kelarutan lemak meningkat dengan meningkatnya jumlah total atom karbon pada molekul. Lebih spesifik, potensi akan meningkat dengan menambahkan halida ke dalam cincin aromatik (2chloroprocaine sebagai kebalikan dari procaine), dan cabang ester (procaine versus praocainamide), dan kelompok alkyl pada nitrogen amida tersier. Ada beberapa pengukuran untuk menilai potensi anestesi lokal yang analog dengan konsentrasi minimum alveolar (MAC) pada anestesi inhalasi, namun tidak ada yang biasa digunakan secara klinis. Cm adalah konsentrasi minimum anestesi lokal yang akan memblok impuls konduksi saraf. Pengukuran potensi relatif ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk ukuran dari serat saraf, tipe, dan mielinisasi; pH (pH asam antagonis blokade); frekuensi dari stimulasi saraf; dan konsentrasi elektrolit (hipokalemia dan hiperkalsemia mengantagonis blokade) Onset dari kerja obat bergantung dari banyak faktor, termasuk kelarutan lemak dan konsentrasi relatif bentuk larut-lemak tidak-terionisasi (B) dan bentuk larut-air terionisasi (BH+), diekspresikan oleh pKa. Pengukurannya adalah pH dimana jumlah obat yang terionisasi dan yang tidak terionisasi sama. Obat dengn kelarutan lemk yang lebih rendah biasanya memiliki onset yang lebih cepat. Anestesi lokal dengan pKa yang mendekati pH fisiologis akan memiliki konsentrasi basa tak-terionisasi lebih tinggi yang dapat melewati membran sel saraf, dan umumnya memiliki onset yang lebih cepat. Namun, kation yang tersebut lebih kuat berikatan dengan kanal sodium di dalam sel; itu merupakan bentuk larut-lemak yang lebih mudah berdifusi melalui epineurium dan melewati membran saraf. Sekali berada di dalam sel, basa tak-terionisasi mencapai ekulibrium dengan bentuk ionisasinya. Lebih ringkasnya, pKa dari lidokain adalah 7,8. Maka, pada pH fisiologis (7,40) lebih dari setengah lidokain akan menjadi bentuk kation yang terionisasi (BH+). Onset dari kerja anestesi lokal dalam serat saraf yang terisolasi secara langsung berkorelasi dengan pKa. Onset klinis dari kerja anestesi lokal dengan pKa yang sama tidak identik. Faktorfaktor lain, seperti kemudahan berdifusi melalui jaringan ikat, dapat mempengaruhi onset kerja in vivo. Pengecualian pada onset relatif cepat dari chloroprocaine, yang memiliki pKa tinggi. Lebih lagi, tidak semua anestesi lokal berubah menjadi bentuk terionisasi (contoh: benzocaine); anestesi ini kemunkinan beraksi dengan mekanisme yang bergantian (contoh: memperlebar membran lipid). Hal yang penting dari bentuk ionisasi dan tak-terionisasi adalah implikasi klinisnya. Larutan anestesi lokal dipersiapkan secara komersial dalam bentuk garam hidroklorida yang

larut-air (pH 6-7). Karena epinefrin tidak stabil dalam suasana alkali, maka larutan anestesi lokal yang tersedia, yang mengandung epinefrin, dibuat dalam suasana asam (pH 4-5). Sebagai konsekuensi langsung, sediaan ini memiliki konsentrasi basa bebas yang lebih rendah dan onset yang lebih lambat dibanding dengan epinefrin yang ditambahkan oleh klinisi saat akan digunakan. Hal yang sama, rasio basa-kation ekstraselular diturunkan dan onset dihambat sewaktu anestesi lokal diinjeksi ke dalam jaringan yang bersifat asam (misal: jaringan yang terinfeksi). Takifilaksisefek yang tidak diharapkan dalam pemberian dosis berulangmungkin dapat dijelaskan sebagian oleh adanya kapasitas buffer ekstraselular lokal dengan pemberian injeksi larutan anestesi lokal yang bersifat asam berulang. Di sisi lain, jika larutan berkarbonasi dari anestesi lokal lebih digunakan daripada garam hidroklorida, onset kerja obat mungkin dapat diperpendek. Walaupun masih merupakan kontroversi, beberapa peneliti melaporkan bahwa alkalinisasi larutan anestesi lokal (biasanya sediaan komersial, yang mengandung epinefrin) dengan menambahkan sodium bikarbonat (misal, 1 mL 8,4% sodium bikarbonat dalam tiap 10 mL lidokain) akan mempercepat onset, memperbaiki kualitas dari blokade dan memperpanjang durasi blokade dengan meningkatkan jumlah basa bebas yang tersedia. Yang menarik, alkalinisasi juga menurunkan nyeri saat dilakukan infiltrasi pada jairngan. Durasi kerja umumnya berkorelasi dengan kelarutan lemak. Anestesi lokal dengan kelarutan lemak tinggi memiliki durasi yang lebih panjang, diperkirakan karena lebih lama dibersihkan dari dalam darah. Anestesi lokal yang kelarutan lemak tinggi juga memiliki keterikatan derajat tinggi dengan protein plasma, kebanyakan dengan asam- 1 glikoprotein dan dalam jumlah kecil dengan albumin; sebagai konsekuensi langsung, eliminasinya akan diperpanjang. Sistem mempertahankan-penglepasan menggunakan enkapsulasi liposomal atau mikrosfer untuk menghantarkan anestesi lokal dapat secara signifikan memperpanjang durasi kerja obat. Anestesi lokal dengan blokade sensorik saja merupakan pilihan yang diinginkan sehingga fungsi motorik masih tetap ada. Sayangnya, hanya bupivacaine dan ropivacaine yang menunjukkan agak selektif untuk saraf sensorik; konsentrasi yang dibuuthkan untuk anestesi pembedahan hampir selalu menunjukkan adanya blokade motorik.

FARMAKOLOGI KLINIS Farmakokinetik

Karena anestesi lokal biasanya diinjeksikan atau diaplikasikan sangat dekat dengan lokasi kerja maka farmakokinetik dari obat umumnya lebih dipentingkan tentang eliminasi dan toksisitas obat dibanding dengan efek klinis yang diharapkan. A. Absorpsi Sebagian besar membran mukosa (contoh: konjungtiva okuli, mukosa trakhea) memiliki barier yang lemah terhadap penetrasi anestesi lokal, sehingga menyebabkan onset kerja yang cepat. Kulit yang utuh, di pihak lain, membutuhkan anestesi lokal larut-lemak dengan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan efek analgesia. Krim EMLA terdiri dari campuran 1:1 lidokain 5% dan prilocaine 5% dalam emulsi minyak-dalam-air. Analgesik dermal baik untuk mengawali ivline yang kerjanya paling tidak membutuhkan waktu satu jam. Kedalaman penetrasi (biasanya 35mm), durasi kerja (biasanya 1-2 jam), dan jumlah obat yang diabsorpsi tergantung dari waktu aplikasi, aliran darah dermal, ketebaan keratin, dan dosis total pemberian. Biasanya, 1-2 gram krim diaplikasikan tiap 10 cm2 kulit, dengan maksimum area 2000 cm2 pada dewasa ( 100 cm2 untuk anak dengan BB < 10 kg). Pengambilan split-thickness-skin-graft, pengambilan laser portwine, litotripsi, dan sirkumsisi sudah berhasil dilakukan dengan krim EMLA. Efek samping diantaranya pucat, eritema, dn edema. Krim EMLA tidak boleh digunakan pada mukosa, kulit yang terluka, bayi usia < 1 bulan, atau pasien dengan predisposisi methemoglobinemia (lihat Metabolisme di bawah). Absorpsi sitemik dari anestesi lokal yang diinjeksi bergantung pada aliran darah, yang ditentukan dari beberapa faktor di bawah ini : 1. Lokasi injeksilaju absorpsi sistemik proporsional dengan vaskularisasi lokasi injeksi : intravena > trakeal > intercostal > caudal > paraservikal > epidural > pleksus brakhialis > ischiadikus > subkutaneus. 2. Adanya vasokonstriksipenambahan epinefrinatau yang lebih jarang fenilefrin menyebabkan vasokonstriksi pada tempat pemberian anestesi. Sebabkan penurunan absorpsi dan peningkatan pengambilan neuronal,sehingga meningkatkan kualitas analgesia, memperpanjang durasi, dan meminimalkan efek toksik. Efek vasokonstriksi yang digunkan biasanya dari obat yang memiliki masa kerja pendek. Contohnya, penambahan epinefrin dalam lidokain biasanya memperlama kerja anestesi setidaknya sebanyak 50%, namun epinefrin tidak memiliki efek jika ditambahkan dengan

bupivacaine, yang durasi kerjanya tergantung dari keterikatan dengan protein. Epinefrin juga dapat meningkatkan kualitas analgesia dan memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap resptor adrenergik 2. 3. Agen anestesi lokalanestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih lambat terjadi absorpsi. Dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik yang dimilikinya.

B. DISTRIBUSI Distribusi tergantung dari ambilan organ, yang ditentukan oleh faktor-faktor di bawah ini : 1. Perfusi jaringanorgan dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar, ginjal, dan jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat (fase ), yang diikuti redistribusi yang lebih lambat (fase ) sampai perfusi jaringan moderat (otot dan saluran cerna). Paru mengekstraksi anestesi lokal dalam jumlah yang signfikan, konsekuensinya, batas toksisitas sistemik pada injeksi arterial memiliki dosis yang lebih rendah daripada injeksi vena. 2. Koefisien partisi jaringan/darahikatan protein plasma yang kuat cenderung

mempertahankan obat anestesi di dalam darah, dimana kelarutan lemak yang tinggi memfasilitasi ambilan jaringan. 3. Massa jaringanotot merupakan reservoar paling besar untuk anestesi lokal karena massa dari otot yang besar.

Metabolisme dan Ekskresi Metabolisme dan ekskresi dari lokal anestesi dibedakan berdasarkan strukturnya : 1. Esteranestesi lokal ester dominan dimetabolisme oleh pseudokolinesterase (kolinesterase palsma atau butyrylcholinesterase). Hidrolisa ester sangat cepat, dan metabolitnya yang larut-air diekskresikan ke dalam urin. Procaine dan benzocaine dimetabolisme menjadi asam p-aminobenzoiz (PABA), yang dikaitkan dengan reaksi alergi. Pasien yang secara genetik memiliki

pseudokolinesterase yang abnormal memiliki resiko intoksikasi, karena metabolisme dari ester yang menjadi lambat. Cairan serebrospinal memiliki enzim esterase yang banyak, jadi penentuan kerja dari obat anestesi ester yang diberikan melalui intratekal, contohnya tetracaine, tergantung dari absorpsi dalam aliran darah. Sebaliknya dari anestesi ester yang lain, cocaine dimetabolisme (Nmetilasi dan ester hidrolisis) sebagian di hepar dan sebagian diekskresikan dalam urin. 2. Amidaanestesi lokal amida dimetabolisme (N-dealkilasi dan hidroksilasi) oleh enzim mikrosomal P-450 di hepar. Laju metabolisme amida tergantung dari agent yang spesifik (prilocine > lidocaine > mepivacaine > ropivacaine > bupivacaine), namun secara keseluruhan jauh lebih lambat dari hidrolisis ester. Penurunan fungsi hepar (misal pada sirosis hepatis) atau gangguan aliran darah ke hepar (misal gagal jantung kongestif, vasopresor, atau blokade reseptor H2) akan menurunkan laju metabolisme dan merupakan predisposisi terjadi intoksikasi sistemik. Sangat sedikit obat yang diekskresikan tetap oleh ginjal, walaupun metabolitnya bergantung pada bersihan ginjal. Metabolit dari prilocaine (derivat o-toluidine), yang terakumulasi setelah dosis besar obat (>10 mg/kg), mengkonversi hemoglobin menjadi methemoglobin. Neonatus dari ibu yang mendapatkan anestesi epidural prilocaine sewaktu melahirkan dan pasien dengan kardiopulmonal yang terbatas biasanya cenderung mengalami perubahan dalam transpor oksigen. Benzocaine, yang biasanya merupakan isi dari anestesi lokal spray, juga dapat menyebabkan methemoglobinemia. Pengobatan methemoglobinemia yang berarti dengan metilen biru (1-2mg/kg dalam larutan 1% selama lebih dari 5 menit). Metilen biru mereduksi methemoglobin (Fe3+) menjadi hemoglobin (Fe2+).

Pengaruh Pada Sistem Organ Karena blokade kanal sodium mempengaruhi bangkitan aksi potensial di seluruh tubuh, sehingga bukan hal yang mengejutkan jika anestesi lokal dapat menyebabkan intoksikasi sistemik.

Walaupun pengaruh sistem organ yang dibahas disini dikelompokkan berdasarkan organ, namun perlu diketahui bahwa tiap obat memiliki pengaruh berbeda sesuai dengan farmakologinya. Toksisitas sebanding dengan potensi dari obat. Dosis maksimum yang aman ada dalam tabel 14-3. Kombinasi antara anestesi lokal harus dipertimbangkan efek toksisitasnya yang bertambah : larutan yang berisi 50% dosis toksik lidokain dan 50% dosis toksik bupivacaine akan memiliki efek toksik 100% dari keseluruhan obat.

A. Neurologis

Sistem saraf pusat merupakan bagian yang paling rentan terjadi intoksikasi dari anestesi lokal dn merupakan sistem yang dimonitoring awal dari gejala overdosis pada pasien yang sadar. Gejala awal adalah rasa kebas, parestesi lidah, dan pusing. Keluhan sensorik dapat berupa tinitus, dan penglihatan yang kabur. Tanda eksitasi (kurang istirahat, agitasi, gelisah, paranoid) sering menunjukkan adanya depresi sistem saraf pusat (misal, bicara tidak jelas/pelo, mudah mengantuk, dan tidak sadar). Kontraksi otot yang cepat, kecil dan spontan mengawali adanya kejang tonik-klonik. Biasanya diikuti dengan gagal nafas. Reaksi eksitasi merupakan hasil dari blokade selektif pada jalur inhibitor. Anestesi lokal dengan kelarutan lemak tinggi dan pontensi tinggi menyebabkan kejang pada konsentrasi obat lebih rendah dalam darah dibanding agen anestesi dengan potensi yang lebih rendah. Dengan menurunkan aliran darah otak dan pemaparan obat, benzodiazepin dan hiperventilasi meningkatkan batas ambang terjadinya kejang karena anestesi lokal. Thiopental (1-2mg/kg) dengan cepat dan tepat menghentikan kejang. Ventilasi dan oksigenasi yang baik harus tetap dipertahankan. Lidokain intravena (1,5mg/kg) menurunkan aliran darah otak dan menurunkan peningkatan tekanan intraranial yang biasanya timbul pada intubasi pasien dengan penurunan komplians intrakranial. Lidokain dan prokain infus selama ini digunakan sebagai tambahan dalam teknik anestesi umum, karena kemampuannya menurunkan MAC dari anestesi inhalasi sampai 40%. Kokain menstimulasi sistem saraf pusat dan biasanya meyebabkan euforia pada pasien. Adanya overdosis ditandai awal dengan restlessness (tidak dapat/kurang istirahat), muntahmuntah, tremor, konvulsi, dan gagal nafas. Anestesi lokal hanya memblok fungsi neuronal secara temporer. Kloroprokain dalam jumlah besar yang terinjeksi tidak sengaja ke dalam ruang subarachnoid, bukan malah ke dalam epidural, menyebabkan defisit neurologis yang memanjang. penyebab dari intoksikasi ini mungkin disebabkan langsung karena neurotoksisitas atau pH yang rendah yang merupakan kombinasi dari kloroprokain dan sodium bisulfat, yang digantikan dengan antioksidan, derivat dari asam disodium ethylenediaminetetraacetic (EDTA). Kloroprokain juga dikatakan berkaitan dengan nyeri punggung berat setelah pemberian anestesi epidural. Kemungkinan penyebab diantaranya volume infiltrasi kloroprokain yang besar (> 40 mL); pH yang rendah; dan adanya EDTA. Saat ini kloroprokain tersedia dalam formula bebas bahan tambahan, yang sebaiknya digunakan untuk blok epidural.

Dosis lidokain berulang 5% dan 0,5% tetracaine dapat menjadi penyebab dari neurotoksik (sindroma kauda ekuina) setelah dilakukan infus kontinu melalui keteter bore-kecil pada anestesi spinal. Hal in terjadi mungkin karena adannya pooling obat di kauda ekuina, yang sebabkan peningkatan konsentrasi obat dan kerusakan saraf yang permanen. Penelitian pada hewan menunjukkan neurotoksisitas pada pemberian berulang melalui intratekal bahwa lidokain = tetracaine > bupivacaine > ropivacaine. Penelitian pada hewan juga menunjukkan pemberian berulang kloroprokain yang bebas bahan tambahan melalui intratekal dapat menyebabkan neurotoksisitas. Gejala neurologis transien, yang terdiri dari disestesia, nyeri terbakar, dan nyeri pada ekstremitas dan bokong pernah dilaporkan setelah dilakukan anestesi spinal dengan berbagai agent anestesi. Penyebab dari gejala ini dikaitkan dengan adanya iritasi pada radiks, dan gejala ini biasanya menghilang dalam 1 minggu. Faktor resikonya adalah penggunaan lidokain, posisi litotomi, obesitas, dan kondisi pasien.

B. Respirasi Lidokain mendepresi respon hipoksia (respon ventilasi pada PaO2 yang menurun). Paralisis dari nervus interkostalis dan nervus phrenicus atau depresi dari pusat respirasi dapat mengakibatkan apneu setelah pemaparan langsung anestesi lokal (co : sindroma apneu postretrobulbar, lihat bab38). Anestesi lokal merelaksasikan otot polos bronkhus. Lidokain intravena (1,5mg.kg) terkadang mungkin efektif untuk memblok refleks bronkokonstriksi saat dilakukan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol dapat sebabkan bronkospasme pada beberapa pasien yang menderita penyakit saluran nafas reaktif.

C. Kardiovaskular Umumnya, semua anestesi lokal mendepresi automatisasi miokard (depolarisasi spontan fase IV) dan menurunkan durasi dari periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga terdepresi dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Pengaruh ini menyebabkan perubahan membran otot kardia (co : blokade kanal sodium kardia) dan inhibisi sistem saraf autonom. Semua anestesi lokal, kecuali cocaine, merelaksasikan otot polos, yang sebabkan

vasodilatasi arteriolar. Kombinasi yang terjadi, yaitu bradikardi, blokade jantung, dan hipotensi dapat mengkulminasi terjadinya henti jantung. Intoksikasi pada jantung mayor biasanya membutuhkan konsentrasi tiga kali lipat dari konsentrasi yang dapat sebabkan kejang. Aritmia kardia atau kolaps sirkulasi merupakan tanda yang muncul akibat overdosis selama anestesi general. Stimulasi kardiovaskular transien (takikardi dan hipertensi) dapat timbul lebih awal dan merefleksikan eksitasi dari sistem saraf pusat. Konsentrasi yang lebih rendah dari lidokain dapat digunakan sebagai terpi yang efektif untuk beberapa tipe aritmia ventrikular. Kontraktilitas miokard dan tekanan darah arterial biasanya tidak dipengaruhi dengan dosis intravena yang biasa diberikan. Hipertensi yang

berhubungan dengan laringoskopi dan intubasi dapat dikurangi pada beberapa pasien dengan pemberian lidokain (1,5mg/kg), 1-3 menit sebelum instrumentasi. Injeksi intravaskular bupivicaine yang tidak disengaja selma anestesi regional mengakibatkan reaksi kardiotoksik yang berat, termasuk hipotensi, blok atrioventrikular, irama idioventrikular, dan aritmia yang dapat mengancam nyawa seperti takikardi ventrikular dan fibrilasi. Kehamilan, hipoksemia, dan adisosis respiratorik merupakan faktor predisposisi. Anakanak juga meningkatkan resiko intoksikasi. Penelitian elektrofisiologi menunjukkan bahwa bupivacaine mengakibatkan perubahan depolarisasi yang lebih besar daripada lidokain. Isomer R (+) dari bupivacaine memblok kanal sodium kardi dan berdisosiasi sangat lambat; ikatannya terhasap protein yang tinggi dan lama menyebabkan resusitasi mejadi lebih sulit. Dalam dosis tinggi kanal potasium dan kalsium juga dapat terblok. Resusitasi intoksikasi kardia yang diinduksi bupivacaine membutuhkan vasopressor dosis tinggi dan terapi yang lama. Ropivacaine, anestesi lokal mida yang relatif baru, memiliki banyak kesamaan dalam psikokimia dengan bupivacaine kecuali bahwa sebagian dari ropivacaine adalah larut-lemak. Waktu onset dan durasi kerja sama, namun ropivacaine memblok motorik lebih rendah, yang sebabkan potensi lebih rendah, ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Yang paling menjadi perhatian, ropivacaine memiliki index terapi yang besar karena 70% lebih sedikit menyebabkan intoksikasi kardia dibandingkan dengan bupivacaine. Ropivacaie diakatakan memiliki toleransi terhadap sistem saraf pusat yang lebih besar. Keamanan dari ropivcaine ini mungkin disebabkan karena kelarutan lemaknya yang rendah atau availibilitasnya sebagai isomer S(-) yang murni, yang bretolak belakang dengan struktur dari bupivacaine. Levobupivacaine, merupakan isomer S(-) dari bupivacainr, yang tidak lagi tersedia di Amerika Serikat, dilaporkan memiliki efek

samping terhadap cardiovaskular dan serebral yang lebih kecil dari pada struktur campuran; penelitian mengatak bahwa efeknya terhadap kardiovaskular hampir menyerupai efek ropivacaine. Reaksi kardiovaskular dari kokain tidak seperti anestesi lokal yang lain. Saraf adrenergik terminal normalnya mengreabsorp norepinefrin setelah penglepasannya. Kokain menghambat reuptake nya, dengan itu meningkatkanpotensiasi dari stimulasi adrenergik. Respon kardiovaskular terhadap kokain diantaranya hipertensi dan ektopik ventrikular. Kontraindikasi pemakaiannya pada pasien yang dianestesi dengan halotan. Aritmia yang diinduksi kokain berhasil diatasi dengan adrenergik dan antagonis kanal ion kalsium. Kokain sebabkan vasokonstriksi jika diberikan topikal.

D. Imunologi Reaksi hipersensitivitas murni terhadap agent anestesi lokalyang bukan intoksikasi sistemik karena konsentrasi plasma yang berlebihanmerupakan hal yang jarang. Ester memiliki kecenderungan menginduksi reaksi alergi karena adanya derivat ester yaitu asam paminobenzoic, yang ,merupakan suatu alergen. Sediaan komersial multidosis dari amida biasanya mengandung methylparaben, yang memiliki struktur kimia mirip dengan PABA. Bahan tambahan ini yang bertanggung jawab terhadap sebagian besar reaksi alergi. Tanda dan penanganan dari reaksi alergi ini dibicarakan dalam bab 47. anestesi lokal dapat membantu mengurangi respon inflamasi karena pembedahan dengan cara menghambat pengaruh asam lysophosphatidic dalam mengaktivasi neutrofil.

E. Muskuloskeletal Saat diinjeksikan langsung ke dalam otot skeletal (trigger-point injeksi), anestesi loal adalah miotoksik (bupivacaine > lidocaine > procaine). Secara histologi, hiperkontraksi miofibril menybabkan degenarasi litik, edema, dan nekrosis. Regenerasi biasanya timbul setelah 3-4 minggu. Steroid tambahan atau injeksi epinefrin memperburuk nekrosis otot. Data penelitian hewan menunjukkan bahwa ropivacaine menhasilkan kerusakan otot yang tidak terlalu berat dibanding bupivacaine.

F. Hematologi Telah dibuktikan bahwa lidokain menurunkan koagulasi (mencegah trombosis dan menurunkan agregasi platelet) dan meningkatkan fibrinolisis dalam darah yang diukur dengan thromboelastography. Pengaruh ini mungkin berhubungan dengan penurunan efikasi autolog epidural setelah pemberian anestesi lokal dan insidensi terjadinya emboli yang lebih rendah pada pasien yang mendapatkan anestesi epidural.

Interaksi Obat Anestesi lokal meningkatkan potensi blokade otot non-depolarisasi. Suksinil kolin dan anestesi lokal ester bergantung pada pseudokolinesterase untuk metabolismenya. Pemberian bersamaan dapat meningkatkan potensi masing-masing obat. Dibucaine, anestesi lokal amida, menghambat pseudokolinesterase dan digunakan untuk mendeteksi kelainan genetik enzim (lihat bab 9). Inhibitor pseudokolinaesterase dapat menyebaban penurunan metabolisme dari anestesi lokal ester (lihat tabel 9-3). Cimetidine dan propanolol menurunkan aliran darah hepatik dan bersihan lidokain. Level lidocaine yang lebih tinggi dalam darah meningkatkan potensi intoksikasi. Opioid (misal, fentanil, morfin) dan agonis adrenergik 2 (co: apinefrin, klonidin)

meningkatkan potensi penghilang rasa nyeri anestesi lokal. Kloroprokain epidural dapat mempengaruhi kerja analgesik dari morfin intraspinal.

DISKUSI KASUS : OVERDOSIS ANESTESI LOKAL Wanita, 18 tahun, yang dalam fase aktif persalinan meminta anestesi epidural untuk proses persalinannya. Segera setelah pemberian injeksi epidural 12 mL lidokain, pasien mengeluh kebas pada panggul dan menjadi sangat gelisah. Apa diagnosis presumtif? Hubungan antara rasa kebas dan timbulnya anxietas setelah pemberian anestesi lokal diperkirakan adanya injeksi ke dalam intravaskular yang tidak disengaja. Tanda awal ini tidak selalu mengawali timbulnya kejang. Profilaksis apa yang harus segera dilakukan?

Karena hipokapnia meningkatkan batas ambang terjadinya kejang pada anestesi lokal, maka ppasien sebaiknya dilakukan hiperventilasi. Secara simultan, dosis kecil thiopental sodium (50 mg) dapat diberikan intravena. Kehilangan kesadaran harus dihindari sedpat mungkin, karena pada pasien hamil harus dianggap dalam keadaan saluran cerna yang penuh. Pasien harus diberikan tambahan oksigen. Jika gejala berkembng menjadi kovulsi, terapi apa yang pertama diberikan? Pasien hamil selalu mempunyai resiko tinggi terjadinya aspirasi (lihat bab 43). Oleh karena itu, melindungi saluran nafas merupakan hal yan gpaling utama. Pemberian segera suksinilkolin diikuti dengan intubasi secepatnya dilakukan (lihat diskusi kasus bab 15). Walaupun suksinilkolin akan mengeliminasi aktivitas tonik-klonik, namun tidak dapat mengatasi keadaan eksitabilitas yang terjadi di otak. Antikonvulsan seperti diazepam (2,5-10 mg) atau tiopental sodium (50-75 mg) sebaiknya diberikan. Dari kasus ini dapat menjadi jelas bahwa setiap tindakan anestesi lokal dilakukan, obat-obat dan perlengkapan untuk anestesi umum harus selalu tersedia dan disiapkan.

Apa yang dapat diperkirakan terjadi jika dosis besar bupivicainebukan justru lidokainyang diberikan dan masuk ke dalam intravaskular? Bupivacaine lebih kardiotoksik daripada lidokain, terlebih dengan timbulnya asidosis respiratori akut. Aritmia ventrikular dan gangguan konduksi dapat mengakibatkan henti jantung dan kematian. Bupivacaine merupakan bloker kanal sodium kardia yang poten karena kanal sodium lebih lambat kembali dibanding dengan lidokain. Amiodaron dan mungkin bretylium dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk terapi ventrikular takiaritmia yang diinduksi anestesi lokal. Vasopressor seperti epinefrin, norepinefrin, dan vasopresin. Isoproterenol dapat mengembalikan beberapa abnormalitas elektrofisiologi yang merupakan karakteristik intoksikasi bupivacaine dengan efektif.

Apa yang dapat mencegah reaksi toksik tersebut? Resiko injeksi intravaskular pada dosis toksik dari anestesi lokal selama anestesi epidural adalah meminimalisasi dengan menggunakan uji dosis (lihat bab 16), membagi dosis terapi menjadi lebih aman, dan pemberiaannya sesuai dosis total minimum yang masih mungkin digunakan sebagai anestesi lokal.(Halaman 272-273)

PROFIL DALAM PRAKTEK ANESTESI TOPIK YANG BELUM TERPECAHKAN DALAM MEKANISME DAN TOKSISITAS ANESTESI LOKAL Penggunaan konsep anestesi lokal pertama kali di barat dimulai sejak tahun 1884 saat Koller melaporkan penggunaan topikal dari kokain untuk anestesi kornea. Kokain diketahui dengan baik dan luas jauh sebelum Incas membawa kokain kembali ke Eropa. Pada tahun 1950, anestesi lokal (LA) ditemukan untuk menghambat natrium. Kanl natrium sekarang diketahui menginisiasi dan membangkitkan potensial aksi akson, dendrit, dan jaringan otot dan membentuk dan menyaring input sinaptik. Selain itu juga bekerja menginisiasi dan mempertahankan potensial membran osilasi di jantung dan sel otak. Interaksi antara LA dan kanal Na dan ikatan lain yang belum diketahui menyebabkan banyak hal mengenai LA belum diketahui. Kecepatan onset dari LA Untuk sebagian besar LA, onset dari anestesi pada saraf yang terisolasi berhubungan terbalik dengan peningkatan kelarutan lemak LA dan peningkatan pKa. Pada pH berapa saja, persentase molekul LA ada dalam keadaan tidak teraktivasi, lebih luas bertanggung jawab terhadap permeabilitas membran, menurun dengan meningkatnya pKa. Laju onset LA berhubungan dengan laju difusi air, yang berbanding terbalik dengan berat molekul. Namun, bertolak belakang dengan buku ajar, dari dua LA yang memiliki onset tercepat, etidocaine yang memiliki berat molekul terbesar dan kelarutan lemak yang tinggi dan kloroprocaine memiliki pKa yang tinggi. Perbedaan Blok Saraf Sensorik Para klinis melihat LA yang selektif menghambat serat saraf sensorik; selain itu anestesi sensorik cukup untuk insisi kulit dan biasanya tidak dapat dipertahankan tanpa kelainan motorik. Semua LA akan memblokade diameter serat saraf yang lebih kecil pada konsentrasi yang rendah dibanding yng dibutuhkan untuk menghambat saraf yanglebih besar dengan tipe yang sama.

Bupivacaine dan ropivacaine merupakan anestesi yang relatif selektif untuk serat sensorik. Bupivacaine memiliki onset yang lebih cepat untuk blok sensorik dibanding blok serat motorik.

Intoksikasi Kardiovaskular Intoksikasi kardiovaskular dari LA masih merupakan masalah. Banyak yang sudah diketahui mengena kerja obat pada jantung, namun secara penemuan klinis masih merupakan hal yang spekulatif. Seluruh LA berikatan dan menghambat kanal NA kardia, namun bupivacain isomer R (+) berikatan dengan kanal Na kardia lebih baik daripada isomer S(-). Penemuan ini menghasilakan perkembangan levobupivacain dan ropivacaine. LA berikatan dengan berbagai sisi yang berbeda, selain kanal Na, juga kanal K dan Ca, enzim-enzim, N-methyl-D-aspartate (NMDA), reseptor adrenergik, dan reseptor nikotinik

asetilkolin. Ikatan LA ini dapat sebagai penyebab produksi dari analgesia dari spinal dan atau epidural dapat menyebabkan efek toksik. LA menghasilkan depresi miokard yang tergantung dari dosis LA. Tidak semua LA mempunyai toksisitas terhadap CV dengan mekanisme yang sama. Pada penelitian terbaru dari canine, stimuasi elektrik memicu timbul aritmia dengan bupivacaine dan levobupivacain dibanding dengan lidocaine atau ropivacain. Yang lainnya, percobaan yang menerima bupivacain lebih mungkin timbul fibrilasi ventrikel karena induksi epinefrin. Efek neurotoksik dari kloroprokain dan lidokain juga merupakan hal yang belum dimengerti. Selama tahun 1980an, kloroprokain menyebabkan sindroma kauda ekuina jika diberikan dalam dosis jumlah besar yang dengan tidak sengaja diijeksikan ke dalam spinal, yang dimaksudkan sebenarnya ke dalam epidural. Neurotoksisitas tidak lagi dilaporkan setelah bahan penyertanya diformasi ulang. Apakah penyebab neurotoksisitas karen kloroprokain atau bahan penyerta, masih belum diketahui pasti. Saat ini, ada kontroversi mengenai gejala neurologis transien dan adanya defisit pda sakral setelah penggunaan lidokain untuk anestesi spinal. Baru-baru ini, gejala neurologis transien ditemukan pada pemberian injeksi tunggal dari lidokain sebagai anestesi spinal pada pasien yang sedang menjalani antroskopi dalam posisi litotomi. Apa yang menyebabkan perbedaan pada lidokain? Tidak seperti larutan LA spinal lain, lidokain 5% secara permanen menginterupsi konduksi sewaktu diaplikasikan ke saraf atau neuron yang terisolasi. Hal ini

mungkin merupakan akibat dari induksi lidokain yang meningkatkan kalsium intraseluler, dan tidak berkaitan dengan blokade kanal Na.

Terapi Untuk Intoksikasi LA Terapi untuk membalikkan reaksi terhadap LA tergantung dari tingkat severitas. Reaksi minor dapat kembali secara spontan. Kejang yang diinduksi karena LA harus ditangani dengan menjaga saluran nafas dan oksigen yang adekuat. Kejang dapat dihentikandengan tiopental intravena, midazolam, atau propofol. Jika intoksikasi terjadi henti jantung, berikan bantuan hidup kardiak lanjut (ACLS). Saya menyarankan amiodaron dan vasopresin digantikan oleh lidocain dan epinefrin. Jika intoksikasi kardia bupivacain tidak berespon, lipid intravena atau bypass kardiopulmonal dapat dipertimbangkan. Penelitian pada hewan terakhir menunjukkan kemampuan infus lipid dalam resusitasi overdosis bupivacain, bahkan setelah 10 menit tidak berhasil, makan diperlukan resusitasi konvensional. Setelah hampir 120 tahun penggunaannya di kedokteran barat, LA tetap penting untuk para klinisi. Walaupun kami yakin bahwa kerja dari blok perifer berasal dari inhibisi LA pada kanal ion Na, namun mekanisme anestesi spinal dan epidural masih belum terlalu jelas. Mengapa agen tertentu dapat memiliki onset yang lebih cepat sedangkan agent lain tidak masih merupakan asumsi. Mekanisme bagaimana LA dapat menyebabkan intoksikasi sangat bervariasi : agen yang lebih poten (bupivacain) dapat sebabkan aritmia melalui jalur mekanisme kanal Na, dan agen yang kurang poten sebabkan depresi miokard dengan jalur mekanisme yang berbeda. Pengalaman klinis akan menentukan apakah lipid intravena dapat sama bergunanya pada manusia seperti pada uji coba pada tikus. Akhirnya, apakah 2-chloroprocaine dapat disubstitusi aman dengan lidokain untuk anestesi spinal masih belum dapat ditentukan.