z Anestesi Lokal
-
Upload
andri-adma-wijaya -
Category
Documents
-
view
40 -
download
2
Transcript of z Anestesi Lokal
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Anestesi
yang berjudul: Anestesi Lokal, makalah ini diajukan guna memenuhi syarat
kepaniteraan klinik Anestesi di RSU. Bhakti Yudha Depok.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan, khususnya kepada dr.
ujang Sp. An selaku pembimbing.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi
yang bermanfaat bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih .
Depok, 27 Mei 2011
Penulis
-
PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani , yaitu An yang berarti tidak atau
tanpa dan Aesthetos yang berarti kemampuan untuk merasa. Secara umum
anestesi berarti tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan. Secara khusus anestesi lokal berarti hilangnya sensasi yang
reversible dengan memblok penghantaran impuls saraf dijaringan.Obat lokal anestesi atau yang sering disebut pemati rasa adalah
obat-obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika lokal atau zat-zat
penghilang rasa setempat adalah obat yang dalam penggunaan lokal
merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan
dengan demikian menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas, atau
dingin.
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf.
Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu anastesi lokal
mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi atau transmisi dari
beberapa impuls. Artinya anastesi lokal mempunyai efek yang penting
terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua
jaringan otot.
Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika lokal secara
sintesis dan yang pertama adalah Prokain dan Benzokain pada tahun 1905.
Yang disususl oleh banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan
cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti lidokain, (1947),
mevikain (1957), prilokain (1963), dan buvikain (1967).
-
JENIS OBAT YANG TERMASUK DALAM ANASTESI LOKAL
Obat anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa
kelompok, sebagai berikut:
- Senyawa-ester (PABA): kokain,benzokain, prokain, oksibuprokain, dan tetrakain.
- Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mevikain, dan buvikain, cinchokain, artikain, dan pramokain.
- Lainnya: fenol, benzilalkohol, cryofluo-ran, dan etilklorida.Semua obat tersebut diatas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah.
Perbandingan golongan ESTER dan AMIDA
KLASIFIKASI POTENSI MULA KERJA LAMA KERJA
(infiltrasi,menit
)
TOKSISITAS
ESTER
Prokain
Kloropokain
Tetrakain
1 (rendah)
3-4 (tinggi)
8-16 (tinggi)
Cepat (fast)
Sangat Cepat
(very rapid)
Lambat (slow)
45-60
30-45
60-180
Rendah
Sangat rendah
Sedang AMIDA
Lidokain
Etidokain
Prilokain
Mepivakain
Bupivakain
Ropivakain
Levobupivakai
n
1-2 (sedang)
4-8 (tinggi)
1-8 (rendah)
1-5 (sedang)
4-8 (tinggi)
4 (tinggi)
4 (tinggi)
Cepat (rapid)
Lambat (slow)
Lambat
Sedang
(moderate)
Lambat
Lambat
Lambat
60-120
240-480
60-120
90-180
240-480
240-480
240-480
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Rendah
rendah
-
Penggunaan Anestetik Lokal
TOPIKAL INFILTRASI BLOK
SARAF
AR
IV
EPIDURAL SPINAL
INTRATEKALESTER
Prokain
Kloropokain
Tetrakain
-
-
+
+
+
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
+
-
+
AMIDA
Lidokain
Etidokain
Prilokain
Mepivakain
Bupivakain
Ropivakain
Levobupivakain
+
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
+
+
+
Farmakologi.Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan
dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama
dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan
golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini
juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana
golongan ester turunan dari p-amino-benzoic acid memiliki frekwensi
kecenderungan alergi lebih besar.
Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan
potensi dan lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan
-
kloroprokain yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Group II
meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama
kerja sedang. Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang
memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang. Anestesi lokal juga
dibedakan berdasar pada mula kerjanya. Kloroprokain, lidokain, mepevakain,
prilokain dan etidokain memiliki mula kerja yang relatif cepat. Bupivakain
memiliki mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tetrakain bermula kerja
lambat.
Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical Uses
Maximum single dose, mg Without With Agent Epinephrine Epinephrine Clinical use Ester-linked Cocaine 150 Topical Benzocaine
unknown Topical Procaine
800 1000 Infiltration,
spinal Tetracaine 100
Topical, spinal Choroprocaine 800
1000 Infiltation, block
Amide-linked Lidocaine 400
500 All Prilocaine 500 600
Infil, block, epid Mepivacaine 300 500
Infil, block, epid Bupivacaine 175 250
Infil,block, epid, Ropivacaine 250
Block, epidural Etidocaine 300 400
Infil, block, epid
Miscellaneous Dibucaine 50
Spinal Articaine
Infil, epidural
-
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan
ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan
bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai
berikut :
Prokain Lidokain Bupivakain
- Golongan ester amide amide- Mula kerja 2 menit 5 menit 15 menit - Lama kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam- Metabolisme plasma hepar hepar- Dosis maksimal 12 mg/kg 6 mg/kg 2 mg/kg
- Potensi 1 3 15- Toksisitas 1 2
10
Farmakokinetika). Distribusi Semua anestesi lokal tidak baik di absorbsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal
mengalami first-pass effect di hepar sehingga obat dimetabolisme menjadi
metabolit inaktif. Anestesi lokal diabsorbsi dengan kecepatan yang berbeda
pada membran mukosa yang berbeda.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Perfusi jaringan
2. Koefisien partisi jaringan atau darah
3. Massa jaringan
b). Metabolisme dan ekskresi- Golongan ester
Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase
plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit
diekskresi melalui urin.
- Golongan amida
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan
metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal.
-
Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi
lewat urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh.
Efek Samping Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan
efek kardiodrepesifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala
penghambatan pernapasan dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula
menyebabkan hipersensitasi, yang sering kali berupa exan tema, urtikaria,
dan bronkhospasme alergi sampai shok anafilaktis yang dapat mematikan.
Komplikasi Anestesi LokalPenyulit anestesi lokal maupun anestesi umum dapat terjadi tanpa
diduga sebelumnya, untuk itu kita harus melakukan persiapan yang matang
guna menghadapi kemungkinan terjelek serta bertindak secara hati-hati untuk
meminimalisasi kemungkinan timbulnya komplikasi. Resusitasi set, obat-obat
emergensi, obat anestesi umum dan perlengkapan gawat darurat lain harus
selalu tersedia serta mudah dijangkau.
Pada dasarnya obat anestesi lokal relatif aman bila diberikan dalam
dosis yang sesuai dan pada tempat yang tepat . Meski demikian , reaksi
toksik baik yang bersifat lokal maupun sistemik dapat terjadi.
1. Komplikasi lokal. Komplikasi ini dapat terjadi bila saat penyuntikan tertusuk pembuluh
darah yang cukup besar atau pada pasien dengan kelainan perdarahan atau
yang mendapat terapi antikoagulan sehingga membentuk hematom, infiltrasi
dan abses.. Untuk mencegah komplikasi ini kita harus selalu menanyakan
riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pada setiap pasien, menghindari
daerah yang kaya pembuluh darah serta melakukan aspirasi pada saat
menyuntikan obat. Tindakan yang perlu dilakukan adalah kompres hangat,
atau insisi disertai pemberian antibiotika apabila telah terjadi abses. Nekrose
jaringan dapat terjadi apabila suatu end artery organ dilakukan anestesi lokal
dengan agent yang mengandung adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan
nekrotomi disertai pemberian antibiotika yang sesuai .
-
2. Komplikasi sistemik : Pencegahan dan pengelolaannyaPenyulit ini biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan obat
anestesi lokal sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal.
Secara garis besar hal ini dapat terjadi oleh karena 4 hal, yaitu :
- Hipersensitif.Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul
tanda-tanda komplikasi sistemik. Hal ini dapat dihindari dengan
anamnesa yang teliti serta tes sensitifivas.
- Over dosis.Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan
konsentrasi obat yang dipakai merupakan salah satu penyebab
tersering terjadinya over dosis. Hal ini sering terjadi pada pasien yang
menjalani operasi yang cukup luas dan tidak kooperatif, dimana
operator tanpa disadari sering menambah suntikan anestesi lokal.
- Intravasasi.Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah
sehingga disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul
penyulit sistemik dengan segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara
melakukan aspirasi sebelum kita memasukan obat.
- Hiperabsorbsi. Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di
daerah wajah, leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami
peradangan yang merupakan daerah kaya pembuluh darah.
Pencampuran epinefrin dapat mengurangi absorbsi obat anestesi lokal,
disamping juga akan memperpanjang aksinya.
Gejala komplikasi sistemik.Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler.
Secara umum SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan
sistema kardio-vaskuler, sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma
anestesi lokal yang diperlukan untuk menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih
kecil daripada yang diperlukan untuk membuat kolaps sirkulasi.
-
1.Susunan Saraf Pusat.Manifestasi sentral dari obat anestesi lokal dapat berbeda-beda
tergantung dari kadar obat dalam plasma, bila kadar obat dalam
plasma hanya sedikit diatas dosis toksis maka akan timbul gejala
stimulasi, sedang bila jauh melampaui dosis toksis akan terjadi depresi
SSP. Gejala awalnya berupa perasaan kepala terasa ringan, dizziness, kemudian diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa
penglihatan kabur dan telinga berdenging.
Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi
hingga kejang. Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan
memberikan obat anti konvulsi, misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau
tiopental 2 mg/kg.bb, secara intravena. Depresi pada tingkat ini
bermanifestasi sebagai kantuk, lemah hingga kesadaran menurun.
Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan kritaloid dan
tindakan lain yang perlu dilakukan.
Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi
sebagai hipertensi dan takikardi. Gejala ini dapat diatasi dengan
pemberian Oksigen dan obat penghambat beta, seperti propanolol.
Depresi pada tingkat ini menimbulkan gejala hipotensi dan bradikardi.
Untuk mengatasi hal ini segera rubah posisi pasien jadi Trendelenburg,
pasang infus cairan kristaloid, berikan oksigen dan bila perlu obat
vasopresor. Pada pusat respirasi, stimulasi dapat menimbulkan
takipnu yang dapat diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin
atau morpin. Depresi pada pusat ini dapat menimbulkan hipoventilasi
yang harus diatasi segera dengan nafas bantuan dan Oksigen.
Stimulasi pada pusat muntah akan menimbulkan muntah yang
potensial menyebabkan aspirasi paru.
2.Efek kardiovaskuler.Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinje
otot ventrikel jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi,
sedangkan aksi langsung pada pembuluh darah akan menyebabkan
vasodilatasi dan akhirnya hipotensi. Efek ini dapat diatasi dengan
pemberian sulfas atropin, pemberian infus cairan dan atau obat
-
vasopresor.
3. Reaksi alergi.Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga
syok anafilaktik yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan
tanda dan gejala yang timbul, mulai dari pemberian obat anti histamin,
kortikosteroid hingga terapi definitif untuk syok anafilaktik.
4. Lain-lain.Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil
yang harus diatasi dengan selimut hangat, pemberian oksigen dan bila
perlu dengan pemberian klorpromazin 10-25 mg atau petidin 10 mg.
TRANSFER AGENT ANESTESI LOKAL PADA PLACENTA
Agent anestesi lokal adalah merupakan basa lemah ,dimana transfer
melalui placenta tergantung pada 3 faktor :
1. pKa
2. pH ibu dan fetus
3. derajat ikatan protein ( protein binding)
Kecuali pada chloroprocaine asidosis pada fetus akan menyebabkan
peningkatan rasio obat fetus/ibu disebabkan agen ionnized anestesi lokal
berikatan dengan ion H+ menjadi bentuk non ionized dan terjadi trapping
(terjebak) anestesi lokal pada sirkulasi fetus . kadar agen anestesi lokal
menjadi tinggi pada fetus.( toksik)
Fetus dengan gangguan sirkulasi utero-plasenta (fetal distres,ibu
preeklamsi/eklampsi, syok) maka fetus akan mengalami suplai Oksigen
terganggu yang menyebabkan asidosis pada fetus dengan demikian akan
terjadi traping anestesi lokal .
Bupivakain mempunyai ikatan protein >> sehingga transfer melalui placenta
lebih kecil dibanding lidokain.
-
Lidokain mempunyai ikatan protein lebih lemah dibanding bupivacain
membuat obat lebih mudah ditransfer ke placenta .
2-chloroprokain cepat dimetabolisme plasma Kolinesterase ibu ini
akan menyebabkan agent yang ditransfer keplacenta sedikit.
Ikatan protein plasma mempengaruhi angka dan tingkatan diffuse dari
obat anestesi lokal untuk melewati plasenta
Ikatan protein
Bupivacaine > Lidocaine > Prilocaine
Obat anestesi lokal golongan ester, oleh karena hidrolisis yang cepat,
maka tidak dapat melewati plasenta dalam jumlah yang berarti
TEKNIK PEMBERIAN ANESTESI LOKAL1. Anestesi Permukaan (Topikal)
Anestesi permukaan yang efektif dapat dicapai dengan jalan
mendinginkan kulit sampai 40C. Jika menggunakan es batu, sprai etil
klorid atau kantung karbon dioksida, maka pendinginan tersebut tidak
akan menimbulkan rasa sakit, bahkan dapat digunakan sebelum
dilakukan injeksi maupun grafting kulit.
Ahli anestesi pediatri dapat menggunakan anestesi topikal di
hidung dan nasofaring sebelum pemasangan nasotrakeal tube, di
faring untuk mengurangi respon terhadap oral airway, atau di laring
dan trakea sebelum pemasangan endotrakeal tube atau bronkoskopi.
Yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan agen yang akan digunakan.
Lidokain sprai 4% atau jelli lidokain 5% yang menjadi pilihan karena
relatif aman, efektif dan bersifat bakteriostatik. Dosis yang tepat untuk
lidokain yaitu 5 mg/kg atau 0,125 ml/kg dalam larutan 4%.
Anestesi topikal sangat membantu dalam bronkoskopi
diagnostik atau operatif. Guna keperluan tersebut, agen dapat
-
diberikan melalui sprai tangan, jet sprai, suntik atau perforated kanula
atau plester. Jika dimungkinkan, gunakan volume sesuai dengan
kebutuhan. Sayangnya, beberapa atomizer yang ada di pasaran
memudahkan terjadinya overdosis. Karena besarnya volume atomizer
yang dihasilkan juga bergantung posisi penyemprotannya, maka
sebaiknya dicoba terlebih dahulu sampai diperoleh posisi yang tepat.
Seperti halnya orang dewasa, respon anak terhadap anestesi
lokal bergantung pada metoda dan kecepatan pemberiannya, daerah
anatomisnya, keasaman jaringan, dan penggunaan vasokonstriktor
atau torniket.
Anestes topikal juga berguna dalam prosedur sistoskopik. Jelli
dapat diberikan di uretra sehingga memungkinkan ahli
anestesimenggunakan anestesi supplemental yang sangat ringan.
Penggunaan lain anestesi topikal meliputi pengangkatan korpus
alineum dari mata (propakain 0,5%) dan membuka hidung yang
tersumbat (kokain 4%).
2. Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrat adalah anestesi yang bertujuan untuk
menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan di anestesi sehingga menyebabkan hilangnya rasa
di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya daerah kecil di
kulit atau gusi (pencabutan gigi)
Anestesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas
maupun rahang bawah. Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi
anestesi infiltrat pada anak-anak cukup dalam karena komposisi tulang
dan jaringan belum begitu kompak.
INDIKASI ANESTESI INFILTRAT
-
Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi
infiltrat, antara lain :
1. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat
direstorasi.
2. Infeksi di periapikal atau interradikular dan tidak dapat di
sembuhkan kecuali dengan pencabutan.
3. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa
penggantinya sudah mau erupsi
4. Gigi sulung yang persistensi
5. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi
pertumbuhan gigi tetap
6. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
7. Untuk perawatan ortodonsi
8. Sopernumerary tooth
9. Gigi penyebab abses dentoalveolar
10.Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih menyukai
anestesi lokal serta dapat meyakinkan para pihak lainnya bahwa
anestesi lokal saja sudah cukup.
11.Anestesi lokal dengan memblok saraf atau anestesi infiltrasi
sebaiknya diberikan lebih dahulu sebelum prosedur operatif
dilakukan dimana rasa sakit akan muncul.
KONTRA INDIKASI ANESTESI INFILTRAT
Ada beberapa kasus dimana penggunaan anestesi infiltrat tidak
diperbolehkan, kasus0kasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala
yang tidak menyenangkan dan akibat yang tidak diinginkan bisa
dihindari. Kontra indikasinya antara lain :
-
1. Anak yang menderita infeksi akut dimulutnya. Misalnya akut
infections stomatitis, herpetik stomatitis.
2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini menyebabkan
terjadinya perdarahan dan infeksi.
3. Pada penderita penyakit jantung.
Misalnya : congenital heart disease, rheumatic heart disease,
penyakit ginjal / kidney disease.
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi
tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut
dapat menyebabkan metastase.
6. Pada penderita diebetes mellitus (DM). Tidaklah mutlak kontra
indikasi.
7. Kurangnya kerjasama atau tidak adaya persetujuan dari pihak
penderita.
ALAT ANESTESI INFILTRAT.
Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi
sulung saat pecabutan antara lain :
1. SYRINGE
Syringe adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering
digunakan pada praktek gigi. Terdiri dari kotak logam dan plugger
yang disatukan melalui mekanisme hinge spring.
2. CARTRIDGE
-
Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk
menghindari dan kontaminasi dari larutan. Sebagian besar cartridge
mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge
dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe
standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah
cukup untuk perawatan gigi rutin.
3. JARUM
Pemilihan jarum harus sesuai dengan kedalaman anestesi yang
akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam
3 ukuran ( sesuai standart American Dental Association = ADA ) ;
panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan super pendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi
biasanya mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang
digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan kedalaman
yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam
jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak
masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan
jarum dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
TEKNIK ANESTESI INFILTRASI.
Pada anak-anak bidang alveolar labio-bukal yang tipis
umumnya banyak terperforasi oleh saluran vaskuler. Untuk alasan
inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk
mendapat efek anestesi pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu
mendepositokan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan
dijaringan.
Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan
palatum yang digunakan untuk proses pencabutan gigi atau
pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut.
-
Setelah efek suntikan supraperiosteal pada suklus labio-bukal anestesi
yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai
suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli pedodonti.
Para ahli lainnya lebih suka mengunakan suntikan jet atau suntikan
intraligamental.
PROSEDUR ANESTESI INFILTRAT
1. Daerah bukal / labial / RA / RB
Masuknya jarum ke dalam mukosa 2-3 mm, ujung jarum berada pada
apeks dari gigi yang dicabut. Sebelum mendeponir anestetikum,
lakukan aspirasi untuk melihat apakah pembuluh darah tertusuk. Bila
sewaktu melakukan aspirasi dan terlihat darah masuk ke karpul, tarik
karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan penyuntikkan
pada lokasi lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan
dan tidak boleh mendadak sebanyak 0,60 ml (1/3 karpul).
2. Daerah palatal / lingual
Masukkan jarum smpai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan
dan tidak boleh mendadak sebanyak 0,2 0,3 cc. Akan terlihat
mikosa daerah tersebut putih / pucat.
3. Daerah interdental papil
Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya
sebanya 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut
memucat.
4. Anestesi intraligamen
Suntikkan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen.
Suntikkan ini menjadi populer belakangan ini setelah adanya syringe
khusus untuk tujuan tersebut. Suntikkan intraligamen dapat dilakukan
dengan jarum dan syringe konvensional tetapi lebih baik dengan
syringe khusus karena lebih mudah memberikan tekanan yang
-
diperlukan untuk menyuntikkan ke dalam peiodontal ligamen.
3. Anestesi Blok :
a. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik local kedalam ruang subarachnoid,
anestesi spinal disebut juga sebagai analgesia atau blok spinal
intradural atau blok intratekal.
Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat,
dosis yang di gunakan, efek fasokonstriksi, berat jenis obat, posisi
tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, operasi
tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran
obat.
INDIKASI
Tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti
bedah endoskopiurologi, bedah rektum, perbaikan faktur tulang
panggul, bedah obstetrik, dan bedah anak.Anestesi spinal pada bayi
dan anak kecil dilakukan setelah bayi di tidurkan dengan anestesi.
KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat di
lakukan punksi lumbal, bakterimia, hipovolemiaberat (syok),
koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi
relative meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung,
penggunaan obat-obatan pre-opresigolongan AINS (anti inflamasi non
-
steroid seperti aspirin, novalgin, paracetamol), heparin subkutan dosis
rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistent surgeon.
PERSIAPAN PASIEN
Pasien diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent)
meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontra indikasi seperti
infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau skiposis.Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematocrit. Massa
protrombin (PT) dan massa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila
di duga terdapat gangguan pembekuan darah.
Kunjungan preoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat
dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi
dan operasi lebih lancar.
PERLENGKAPAN
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang tepat untuk monitor pasien, pemberian
anestesi umum dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestesi spinal disiapkan, jarum spinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan
ukuran 16-G sampai dengan 30-G. obat anestesi lokal yang
digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat
jenis obat anestetik local mempengaruhi aliran obat dan perluasan
daerah yang teranstesi. Pada anestesi spinal berat jenis obat lebih
-
besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan
terjadi perpindahan obat kedasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil
(hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan keatas. Bila
sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikkan. Pada suhu 37C cairan serebrospinal memiliki berat
jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, dan duk.
JARUM SPINAL
Dikenal 2 macam jarum sinal,
yaitu jenis yang ujungnya
runcing seperti ujung bamboo
runcing (quince babcock atau
greene) dan jenis yang
ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak
digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal.
TEKNIK
1 Posisi pasien duduk atau decubitus lateral. Posisi duduk
merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pada
posisi decubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu
sisi tubuh berada di meja operasi, panggul dan lutut di fleksikan
-
maksimal. Dada dan leher di dekatkan kearah lutut.
2 Posisi penusukkan jarum spinal di tentukan kembali, yaitu di
daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal)
3 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung
pasien
4 Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukkan pada
bidang medial dengan sudut 10-30 terhadap bidang horizontal
kea rah kranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,
lapisan duramater dan lapisan subarachnoid
5 Cabut silet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar
6 Suntikan obat anestetik local yang telah dipersiapkan kedalam
ruang subarachnoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja
obat ditambahkan vasokonstirktor seperti adrenalin
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri
punggung, sakitkepala, retensiourin, meningitis ,cidera pembuluh darah dan
saraf, sertaanestesi spinal total.
b. Anestesi Epidural
-
Epidural anestesia merupakan salah satu bentuk teknik blok
neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia
spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak,
servikal atau sacral (yang lasim disebut blok caudal). Teknik epidural
sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia untuk
kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk
penanggulangan nyeri kronis.
Ruang epidural berada diuar selaput dura. Radik saraf berjalan
di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula
spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar.
Onset dari epidural anestesia (10-20 menit), lebih lambat dibandingkan
dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat
anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-
obat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit
diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini
banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia
post operasi.
Lumbal epidural merupakan daerah anatomis yang paling sering
menjadi tempat insersi/tempat memasukan epidural anestesia dan
analgesia. Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan
pada tempat ini. Anestesia lumbal epidural dapat dikerjakan untuk
tindakan-tindakan dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis
berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada daerah lumbal
dapat dikatan aman, terutama apabila secara tidak sengaja sampai
menembus dura. torakal epidural secara teknik lebih sulit dibandingkan
teknik lumbal epidural, demikian juga resiko cedera pada medula
spinalis lebih besar. Pendekatan median dan paramedian dapat
dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan untuk
intra atau post analgesia.
Cervikal epidural biasanya dikerjakan dengan posisi pasien
duduk, leher ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara
klinis diginakan terutama untuk penanganan nyeri.
-
TEKNIK ANESTESI EPIDURAL
Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian,
jarum epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum
flavum. Dua teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum
telah mencapai ruang epidural adalah teknik loss of resistance dan
hanging drop.
Teknik loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi.
Jarum epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan
stilet masih terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum
yang ditandai dengan meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian
stilet atau introduser dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan
disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada
pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan
dan sutikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara
perlahan milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu
melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang
epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan
injeksi akan mudah dilakukan.
.
AKTIFASI EPIDURAL
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang
dibutuhkan untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila
dibandingkan dengan anestesi spinal. Keracunan akan terjadi bila
jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau intravaskuler. Untuk
mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose epidural. Hal ini
dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter
epidural yang telah terpasang.
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan
injeksi ke ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik
dengan menggunakan kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin : 3
ml lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila
-
45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid akan timbul
anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila disuntikan intravaskuler akan menimbulakan kenaikan nadi 20% atau lebih.
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang
lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan
kesulitan penanganan pada tempat tertentu, misalnya di ruang
persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai marker injeksi intravena
tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus sehingga
menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga
false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang
mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain
menyarankan untuk melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat
dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara
intravena.
OBAT-OBAT ANESTESI EPIDURAL
Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang
diharapkan, apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer,
untuk suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia.
Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan memerlukan suntikan
tunggal short- atau long acting anestesi atau membutuhkan
pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja
pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%,
3% kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama
termasuk bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain.
Hanya obat-obat anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah
diberi label khusus untuk epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.
Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan
melalui kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap,
berdasarkan pengalaman praktisi terhadap enggunaan obat tersebut,
-
atau apabila telah menunjukan regresi blok. Waktu regresi dua
segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat anestesi
lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatum. Bila telah
terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak
sepertiga sampai setengah dari dosis inisial.
Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset
yang cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan
mungkin bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat.
Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan
EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat bisulfit
menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume
yang besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang
yang berat (diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal).
Saat ini preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan tidak
menimbulkan komplikasi tersebut.Bupivakain, yang merupakan salah
satu anestesi lokal golongan amide dengan onset yang lambat dan
durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi menimbulkan toksisitas
sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk menggunakan
formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan pada
anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan
menimbulkan cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena.
Kasulitan dalam melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian
sebagai akibat ikatan dengan protein yang sangat tinggi dan kelarutan
bupivakain dalam lemak, mengakibatkan akumulasi dalam sistim
hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant arrhythmias.
Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%)
sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia
untuk persalinan dan nyeri pasca operasi.S-enantiomer dari bupivakain
: levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi
saraf tetapi tidak menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain,
kurang toksik dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan
-
kualitas blok sama dengan bupivakain.
KEGAGALAN BLOK EPIDURAL
Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat
jelas, dan secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi
epidural sangat tergantung pada subyektifitas deteksi dari loss of
resistance (atau hanging drop). Juga, lebih bervariasinya anatomi dari
ruang epidural dan kurang terprediksinya penyebaran obat anestesi
lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat diprediksi.
Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam
sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis
lembut dan perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan,
dengan kata lain kekeliruan dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri.
Demikian juga bila masuk ke muskulus paraspinosus dapat
menimbulkan kekeliruan loss of resistance. Penyebab lain kegagalan
anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan injeksi
intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat
dari obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan
waktu yang dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak
berhasil.
Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter
yang keluar dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah
tersebut dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan
ulang dimana pasien diposisikan dengan bagian yang belum terblok
berada disisi bawah. Bisa juga pasien mengeluh akibat nyeri viseral
pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa kasus (tarikan pada
ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang lainnya seperti
tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian
suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan
bersama nervus vagus mengakibatkan semua hal ini.
-
c. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah
bentuk anestesi epidural
yang disuntikkan melalui
tempat yang berbeda
yaitu kedalam kanalis
sacralis melalui hiatus
sacralis.
Efek
sampingnya adalah
akibat dari efek depresi terhadap SSP
(susunan saraf pusat) dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi
jantung) dengan gejala penghambatan pernafasan dan sirkulasi darah,
dapat juga mengakibatkan hipersensitasi.
.
KESIMPULAN
Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi yang reversible dengan
memblok penghantaran impuls saraf dijaringan.
JENIS OBAT YANG TERMASUK DALAM ANASTESI LOKAL
-
- Senyawa-ester (PABA)- Senyawa-amida- Lainnya
Komplikasi Anestesi Lokal1. Komplikasi lokal.
2. Komplikasi sistemik
- Hipersensitif.
- Over dosis.
- Intravasasi.
- Hiperabsorbsi.
Gejala komplikasi sistemik. 1.Susunan Saraf Pusat.
2.Efek kardiovaskuler.
3. Reaksi alergi.
4. Lain-lain.
TRANSFER AGENT ANESTESI LOKAL PADA PLACENTA
Agent anestesi lokal adalah merupakan basa lemah ,dimana transfer melalui
placenta tergantung pada 3 faktor :
1. pKa
2. pH ibu dan fetus
3. derajat ikatan protein ( protein binding)
TEKNIK PEMBERIAN ANESTESI LOKAL1. Anestesi Permukaan (Topikal)
2. Anestesi Infiltrasi
3. Anestesi Blok : a. Anestesi Spinal
b. Anestesi Epidural
c. Anestesi Kaudal
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC., dr.Tjokorda Gde Agung Senapathi,
Sp.An. Buku ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
3. Farmako dan Terapi edisi 4 / www.medicastor.com
4. http://www.geoogle.co.id/anestetika
5. Prof. Drs. Moh. Apt. Farmasetika. Gajah Mada University Press
6. Roizen MF. , Lichtor L. Preoperative assessment and premedication for
adults. In : Healy EJ. , Cohen JP. , eds. A practice of anaesthesia , 6 th
eds. Little , Brown & Co , Boston ; 1995 : 601 18.
7. Dobson MB. Penuntun praktis anestesi. Alih Bahasa : Dharma A.
EGC , Jakarta ; 1994 47 51.
8. Dahlan R. Persiapan pra anestesi. Dalam : Muhiman M , Thaib MR ,
Sunatrio S. , Dahlan R. , penyunting. Anestesiologi . Info Medika ,
Jakarta ; 1989 : 34 6.
9. Dripps RD. , Eckenhoff JE. , Vandam LD. Introduction to anesthesia , 6
th eds. WB Saunders , Philadelpia ; 1982 : 34 41.
10.Snow JC. Manual of anesthesia. Igaku shoin Ltd , Tokyo ; 1980 : 11
23.
11.Atkinson RS. , Rushman GF. , Alfred J. A synopsis of anesthesia , 10 th
eds. John Wright & Sons Ltd , Bristol ; 1987 : 107 17.
12.Davison JK. , Eckhardt WF. , Perese DA. Clinical anesthesia
procedures of the Massachusetts General Hospital. Little , Brown & Co,
Boston ; 1993 : 3 11.
13.Morgan GE. , Mikhail MS. Clinical anesthesiology. Prentice Hall
International Inc , New Jersey ; 1992 : 1 12.
-
REFERAT ANESTESI
LOKAL
-
Deabryna hehakaya 11-2010-243
Minda wahyuningtias 11-2009-145
Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical UsesMiscellaneous
Prokain Lidokain Bupivakain