z Anestesi Lokal

30
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Anestesi yang berjudul: “Anestesi Lokal”, makalah ini diajukan guna memenuhi syarat kepaniteraan klinik Anestesi di RSU. Bhakti Yudha Depok. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan, khususnya kepada dr. ujang Sp. An selaku pembimbing. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih . Depok, 27 Mei 2011 Penulis

Transcript of z Anestesi Lokal

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

    atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Anestesi

    yang berjudul: Anestesi Lokal, makalah ini diajukan guna memenuhi syarat

    kepaniteraan klinik Anestesi di RSU. Bhakti Yudha Depok.

    Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

    membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan, khususnya kepada dr.

    ujang Sp. An selaku pembimbing.

    Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat

    mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

    kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi

    yang bermanfaat bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan

    wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

    Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih .

    Depok, 27 Mei 2011

    Penulis

  • PENDAHULUAN

    Anestesi berasal dari bahasa Yunani , yaitu An yang berarti tidak atau

    tanpa dan Aesthetos yang berarti kemampuan untuk merasa. Secara umum

    anestesi berarti tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

    pembedahan. Secara khusus anestesi lokal berarti hilangnya sensasi yang

    reversible dengan memblok penghantaran impuls saraf dijaringan.Obat lokal anestesi atau yang sering disebut pemati rasa adalah

    obat-obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal

    pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika lokal atau zat-zat

    penghilang rasa setempat adalah obat yang dalam penggunaan lokal

    merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan

    dengan demikian menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas, atau

    dingin.

    Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf.

    Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu anastesi lokal

    mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi atau transmisi dari

    beberapa impuls. Artinya anastesi lokal mempunyai efek yang penting

    terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua

    jaringan otot.

    Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika lokal secara

    sintesis dan yang pertama adalah Prokain dan Benzokain pada tahun 1905.

    Yang disususl oleh banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan

    cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti lidokain, (1947),

    mevikain (1957), prilokain (1963), dan buvikain (1967).

  • JENIS OBAT YANG TERMASUK DALAM ANASTESI LOKAL

    Obat anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa

    kelompok, sebagai berikut:

    - Senyawa-ester (PABA): kokain,benzokain, prokain, oksibuprokain, dan tetrakain.

    - Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mevikain, dan buvikain, cinchokain, artikain, dan pramokain.

    - Lainnya: fenol, benzilalkohol, cryofluo-ran, dan etilklorida.Semua obat tersebut diatas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah.

    Perbandingan golongan ESTER dan AMIDA

    KLASIFIKASI POTENSI MULA KERJA LAMA KERJA

    (infiltrasi,menit

    )

    TOKSISITAS

    ESTER

    Prokain

    Kloropokain

    Tetrakain

    1 (rendah)

    3-4 (tinggi)

    8-16 (tinggi)

    Cepat (fast)

    Sangat Cepat

    (very rapid)

    Lambat (slow)

    45-60

    30-45

    60-180

    Rendah

    Sangat rendah

    Sedang AMIDA

    Lidokain

    Etidokain

    Prilokain

    Mepivakain

    Bupivakain

    Ropivakain

    Levobupivakai

    n

    1-2 (sedang)

    4-8 (tinggi)

    1-8 (rendah)

    1-5 (sedang)

    4-8 (tinggi)

    4 (tinggi)

    4 (tinggi)

    Cepat (rapid)

    Lambat (slow)

    Lambat

    Sedang

    (moderate)

    Lambat

    Lambat

    Lambat

    60-120

    240-480

    60-120

    90-180

    240-480

    240-480

    240-480

    Sedang

    Sedang

    Sedang

    Tinggi

    Rendah

    rendah

  • Penggunaan Anestetik Lokal

    TOPIKAL INFILTRASI BLOK

    SARAF

    AR

    IV

    EPIDURAL SPINAL

    INTRATEKALESTER

    Prokain

    Kloropokain

    Tetrakain

    -

    -

    +

    +

    +

    -

    +

    +

    -

    -

    -

    -

    -

    +

    -

    +

    -

    +

    AMIDA

    Lidokain

    Etidokain

    Prilokain

    Mepivakain

    Bupivakain

    Ropivakain

    Levobupivakain

    +

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    -

    +

    -

    -

    -

    -

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    -

    -

    -

    +

    +

    +

    Farmakologi.Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar,

    yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan

    dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama

    dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan

    golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini

    juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana

    golongan ester turunan dari p-amino-benzoic acid memiliki frekwensi

    kecenderungan alergi lebih besar.

    Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan

    potensi dan lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan

  • kloroprokain yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Group II

    meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama

    kerja sedang. Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang

    memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang. Anestesi lokal juga

    dibedakan berdasar pada mula kerjanya. Kloroprokain, lidokain, mepevakain,

    prilokain dan etidokain memiliki mula kerja yang relatif cepat. Bupivakain

    memiliki mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tetrakain bermula kerja

    lambat.

    Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical Uses

    Maximum single dose, mg Without With Agent Epinephrine Epinephrine Clinical use Ester-linked Cocaine 150 Topical Benzocaine

    unknown Topical Procaine

    800 1000 Infiltration,

    spinal Tetracaine 100

    Topical, spinal Choroprocaine 800

    1000 Infiltation, block

    Amide-linked Lidocaine 400

    500 All Prilocaine 500 600

    Infil, block, epid Mepivacaine 300 500

    Infil, block, epid Bupivacaine 175 250

    Infil,block, epid, Ropivacaine 250

    Block, epidural Etidocaine 300 400

    Infil, block, epid

    Miscellaneous Dibucaine 50

    Spinal Articaine

    Infil, epidural

  • Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan

    ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan

    bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai

    berikut :

    Prokain Lidokain Bupivakain

    - Golongan ester amide amide- Mula kerja 2 menit 5 menit 15 menit - Lama kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam- Metabolisme plasma hepar hepar- Dosis maksimal 12 mg/kg 6 mg/kg 2 mg/kg

    - Potensi 1 3 15- Toksisitas 1 2

    10

    Farmakokinetika). Distribusi Semua anestesi lokal tidak baik di absorbsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal

    mengalami first-pass effect di hepar sehingga obat dimetabolisme menjadi

    metabolit inaktif. Anestesi lokal diabsorbsi dengan kecepatan yang berbeda

    pada membran mukosa yang berbeda.

    Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

    1. Perfusi jaringan

    2. Koefisien partisi jaringan atau darah

    3. Massa jaringan

    b). Metabolisme dan ekskresi- Golongan ester

    Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase

    plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit

    diekskresi melalui urin.

    - Golongan amida

    Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan

    metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal.

  • Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi

    lewat urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh.

    Efek Samping Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan

    efek kardiodrepesifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala

    penghambatan pernapasan dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula

    menyebabkan hipersensitasi, yang sering kali berupa exan tema, urtikaria,

    dan bronkhospasme alergi sampai shok anafilaktis yang dapat mematikan.

    Komplikasi Anestesi LokalPenyulit anestesi lokal maupun anestesi umum dapat terjadi tanpa

    diduga sebelumnya, untuk itu kita harus melakukan persiapan yang matang

    guna menghadapi kemungkinan terjelek serta bertindak secara hati-hati untuk

    meminimalisasi kemungkinan timbulnya komplikasi. Resusitasi set, obat-obat

    emergensi, obat anestesi umum dan perlengkapan gawat darurat lain harus

    selalu tersedia serta mudah dijangkau.

    Pada dasarnya obat anestesi lokal relatif aman bila diberikan dalam

    dosis yang sesuai dan pada tempat yang tepat . Meski demikian , reaksi

    toksik baik yang bersifat lokal maupun sistemik dapat terjadi.

    1. Komplikasi lokal. Komplikasi ini dapat terjadi bila saat penyuntikan tertusuk pembuluh

    darah yang cukup besar atau pada pasien dengan kelainan perdarahan atau

    yang mendapat terapi antikoagulan sehingga membentuk hematom, infiltrasi

    dan abses.. Untuk mencegah komplikasi ini kita harus selalu menanyakan

    riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pada setiap pasien, menghindari

    daerah yang kaya pembuluh darah serta melakukan aspirasi pada saat

    menyuntikan obat. Tindakan yang perlu dilakukan adalah kompres hangat,

    atau insisi disertai pemberian antibiotika apabila telah terjadi abses. Nekrose

    jaringan dapat terjadi apabila suatu end artery organ dilakukan anestesi lokal

    dengan agent yang mengandung adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan

    nekrotomi disertai pemberian antibiotika yang sesuai .

  • 2. Komplikasi sistemik : Pencegahan dan pengelolaannyaPenyulit ini biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan obat

    anestesi lokal sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal.

    Secara garis besar hal ini dapat terjadi oleh karena 4 hal, yaitu :

    - Hipersensitif.Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul

    tanda-tanda komplikasi sistemik. Hal ini dapat dihindari dengan

    anamnesa yang teliti serta tes sensitifivas.

    - Over dosis.Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan

    konsentrasi obat yang dipakai merupakan salah satu penyebab

    tersering terjadinya over dosis. Hal ini sering terjadi pada pasien yang

    menjalani operasi yang cukup luas dan tidak kooperatif, dimana

    operator tanpa disadari sering menambah suntikan anestesi lokal.

    - Intravasasi.Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah

    sehingga disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul

    penyulit sistemik dengan segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara

    melakukan aspirasi sebelum kita memasukan obat.

    - Hiperabsorbsi. Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di

    daerah wajah, leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami

    peradangan yang merupakan daerah kaya pembuluh darah.

    Pencampuran epinefrin dapat mengurangi absorbsi obat anestesi lokal,

    disamping juga akan memperpanjang aksinya.

    Gejala komplikasi sistemik.Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler.

    Secara umum SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan

    sistema kardio-vaskuler, sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma

    anestesi lokal yang diperlukan untuk menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih

    kecil daripada yang diperlukan untuk membuat kolaps sirkulasi.

  • 1.Susunan Saraf Pusat.Manifestasi sentral dari obat anestesi lokal dapat berbeda-beda

    tergantung dari kadar obat dalam plasma, bila kadar obat dalam

    plasma hanya sedikit diatas dosis toksis maka akan timbul gejala

    stimulasi, sedang bila jauh melampaui dosis toksis akan terjadi depresi

    SSP. Gejala awalnya berupa perasaan kepala terasa ringan, dizziness, kemudian diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa

    penglihatan kabur dan telinga berdenging.

    Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi

    hingga kejang. Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan

    memberikan obat anti konvulsi, misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau

    tiopental 2 mg/kg.bb, secara intravena. Depresi pada tingkat ini

    bermanifestasi sebagai kantuk, lemah hingga kesadaran menurun.

    Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan kritaloid dan

    tindakan lain yang perlu dilakukan.

    Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi

    sebagai hipertensi dan takikardi. Gejala ini dapat diatasi dengan

    pemberian Oksigen dan obat penghambat beta, seperti propanolol.

    Depresi pada tingkat ini menimbulkan gejala hipotensi dan bradikardi.

    Untuk mengatasi hal ini segera rubah posisi pasien jadi Trendelenburg,

    pasang infus cairan kristaloid, berikan oksigen dan bila perlu obat

    vasopresor. Pada pusat respirasi, stimulasi dapat menimbulkan

    takipnu yang dapat diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin

    atau morpin. Depresi pada pusat ini dapat menimbulkan hipoventilasi

    yang harus diatasi segera dengan nafas bantuan dan Oksigen.

    Stimulasi pada pusat muntah akan menimbulkan muntah yang

    potensial menyebabkan aspirasi paru.

    2.Efek kardiovaskuler.Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinje

    otot ventrikel jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi,

    sedangkan aksi langsung pada pembuluh darah akan menyebabkan

    vasodilatasi dan akhirnya hipotensi. Efek ini dapat diatasi dengan

    pemberian sulfas atropin, pemberian infus cairan dan atau obat

  • vasopresor.

    3. Reaksi alergi.Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga

    syok anafilaktik yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan

    tanda dan gejala yang timbul, mulai dari pemberian obat anti histamin,

    kortikosteroid hingga terapi definitif untuk syok anafilaktik.

    4. Lain-lain.Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil

    yang harus diatasi dengan selimut hangat, pemberian oksigen dan bila

    perlu dengan pemberian klorpromazin 10-25 mg atau petidin 10 mg.

    TRANSFER AGENT ANESTESI LOKAL PADA PLACENTA

    Agent anestesi lokal adalah merupakan basa lemah ,dimana transfer

    melalui placenta tergantung pada 3 faktor :

    1. pKa

    2. pH ibu dan fetus

    3. derajat ikatan protein ( protein binding)

    Kecuali pada chloroprocaine asidosis pada fetus akan menyebabkan

    peningkatan rasio obat fetus/ibu disebabkan agen ionnized anestesi lokal

    berikatan dengan ion H+ menjadi bentuk non ionized dan terjadi trapping

    (terjebak) anestesi lokal pada sirkulasi fetus . kadar agen anestesi lokal

    menjadi tinggi pada fetus.( toksik)

    Fetus dengan gangguan sirkulasi utero-plasenta (fetal distres,ibu

    preeklamsi/eklampsi, syok) maka fetus akan mengalami suplai Oksigen

    terganggu yang menyebabkan asidosis pada fetus dengan demikian akan

    terjadi traping anestesi lokal .

    Bupivakain mempunyai ikatan protein >> sehingga transfer melalui placenta

    lebih kecil dibanding lidokain.

  • Lidokain mempunyai ikatan protein lebih lemah dibanding bupivacain

    membuat obat lebih mudah ditransfer ke placenta .

    2-chloroprokain cepat dimetabolisme plasma Kolinesterase ibu ini

    akan menyebabkan agent yang ditransfer keplacenta sedikit.

    Ikatan protein plasma mempengaruhi angka dan tingkatan diffuse dari

    obat anestesi lokal untuk melewati plasenta

    Ikatan protein

    Bupivacaine > Lidocaine > Prilocaine

    Obat anestesi lokal golongan ester, oleh karena hidrolisis yang cepat,

    maka tidak dapat melewati plasenta dalam jumlah yang berarti

    TEKNIK PEMBERIAN ANESTESI LOKAL1. Anestesi Permukaan (Topikal)

    Anestesi permukaan yang efektif dapat dicapai dengan jalan

    mendinginkan kulit sampai 40C. Jika menggunakan es batu, sprai etil

    klorid atau kantung karbon dioksida, maka pendinginan tersebut tidak

    akan menimbulkan rasa sakit, bahkan dapat digunakan sebelum

    dilakukan injeksi maupun grafting kulit.

    Ahli anestesi pediatri dapat menggunakan anestesi topikal di

    hidung dan nasofaring sebelum pemasangan nasotrakeal tube, di

    faring untuk mengurangi respon terhadap oral airway, atau di laring

    dan trakea sebelum pemasangan endotrakeal tube atau bronkoskopi.

    Yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan agen yang akan digunakan.

    Lidokain sprai 4% atau jelli lidokain 5% yang menjadi pilihan karena

    relatif aman, efektif dan bersifat bakteriostatik. Dosis yang tepat untuk

    lidokain yaitu 5 mg/kg atau 0,125 ml/kg dalam larutan 4%.

    Anestesi topikal sangat membantu dalam bronkoskopi

    diagnostik atau operatif. Guna keperluan tersebut, agen dapat

  • diberikan melalui sprai tangan, jet sprai, suntik atau perforated kanula

    atau plester. Jika dimungkinkan, gunakan volume sesuai dengan

    kebutuhan. Sayangnya, beberapa atomizer yang ada di pasaran

    memudahkan terjadinya overdosis. Karena besarnya volume atomizer

    yang dihasilkan juga bergantung posisi penyemprotannya, maka

    sebaiknya dicoba terlebih dahulu sampai diperoleh posisi yang tepat.

    Seperti halnya orang dewasa, respon anak terhadap anestesi

    lokal bergantung pada metoda dan kecepatan pemberiannya, daerah

    anatomisnya, keasaman jaringan, dan penggunaan vasokonstriktor

    atau torniket.

    Anestes topikal juga berguna dalam prosedur sistoskopik. Jelli

    dapat diberikan di uretra sehingga memungkinkan ahli

    anestesimenggunakan anestesi supplemental yang sangat ringan.

    Penggunaan lain anestesi topikal meliputi pengangkatan korpus

    alineum dari mata (propakain 0,5%) dan membuka hidung yang

    tersumbat (kokain 4%).

    2. Anestesi Infiltrasi

    Anestesi infiltrat adalah anestesi yang bertujuan untuk

    menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar

    jaringan yang akan di anestesi sehingga menyebabkan hilangnya rasa

    di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya daerah kecil di

    kulit atau gusi (pencabutan gigi)

    Anestesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas

    maupun rahang bawah. Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi

    anestesi infiltrat pada anak-anak cukup dalam karena komposisi tulang

    dan jaringan belum begitu kompak.

    INDIKASI ANESTESI INFILTRAT

  • Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi

    infiltrat, antara lain :

    1. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat

    direstorasi.

    2. Infeksi di periapikal atau interradikular dan tidak dapat di

    sembuhkan kecuali dengan pencabutan.

    3. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa

    penggantinya sudah mau erupsi

    4. Gigi sulung yang persistensi

    5. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi

    pertumbuhan gigi tetap

    6. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus

    7. Untuk perawatan ortodonsi

    8. Sopernumerary tooth

    9. Gigi penyebab abses dentoalveolar

    10.Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih menyukai

    anestesi lokal serta dapat meyakinkan para pihak lainnya bahwa

    anestesi lokal saja sudah cukup.

    11.Anestesi lokal dengan memblok saraf atau anestesi infiltrasi

    sebaiknya diberikan lebih dahulu sebelum prosedur operatif

    dilakukan dimana rasa sakit akan muncul.

    KONTRA INDIKASI ANESTESI INFILTRAT

    Ada beberapa kasus dimana penggunaan anestesi infiltrat tidak

    diperbolehkan, kasus0kasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala

    yang tidak menyenangkan dan akibat yang tidak diinginkan bisa

    dihindari. Kontra indikasinya antara lain :

  • 1. Anak yang menderita infeksi akut dimulutnya. Misalnya akut

    infections stomatitis, herpetik stomatitis.

    2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini menyebabkan

    terjadinya perdarahan dan infeksi.

    3. Pada penderita penyakit jantung.

    Misalnya : congenital heart disease, rheumatic heart disease,

    penyakit ginjal / kidney disease.

    4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi

    tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.

    5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut

    dapat menyebabkan metastase.

    6. Pada penderita diebetes mellitus (DM). Tidaklah mutlak kontra

    indikasi.

    7. Kurangnya kerjasama atau tidak adaya persetujuan dari pihak

    penderita.

    ALAT ANESTESI INFILTRAT.

    Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi

    sulung saat pecabutan antara lain :

    1. SYRINGE

    Syringe adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering

    digunakan pada praktek gigi. Terdiri dari kotak logam dan plugger

    yang disatukan melalui mekanisme hinge spring.

    2. CARTRIDGE

  • Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk

    menghindari dan kontaminasi dari larutan. Sebagian besar cartridge

    mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge

    dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe

    standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah

    cukup untuk perawatan gigi rutin.

    3. JARUM

    Pemilihan jarum harus sesuai dengan kedalaman anestesi yang

    akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam

    3 ukuran ( sesuai standart American Dental Association = ADA ) ;

    panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan super pendek (10 mm).

    Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi

    biasanya mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang

    digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan kedalaman

    yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam

    jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak

    masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan

    jarum dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.

    TEKNIK ANESTESI INFILTRASI.

    Pada anak-anak bidang alveolar labio-bukal yang tipis

    umumnya banyak terperforasi oleh saluran vaskuler. Untuk alasan

    inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk

    mendapat efek anestesi pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu

    mendepositokan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan

    dijaringan.

    Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan

    palatum yang digunakan untuk proses pencabutan gigi atau

    pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut.

  • Setelah efek suntikan supraperiosteal pada suklus labio-bukal anestesi

    yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai

    suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli pedodonti.

    Para ahli lainnya lebih suka mengunakan suntikan jet atau suntikan

    intraligamental.

    PROSEDUR ANESTESI INFILTRAT

    1. Daerah bukal / labial / RA / RB

    Masuknya jarum ke dalam mukosa 2-3 mm, ujung jarum berada pada

    apeks dari gigi yang dicabut. Sebelum mendeponir anestetikum,

    lakukan aspirasi untuk melihat apakah pembuluh darah tertusuk. Bila

    sewaktu melakukan aspirasi dan terlihat darah masuk ke karpul, tarik

    karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan penyuntikkan

    pada lokasi lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan

    dan tidak boleh mendadak sebanyak 0,60 ml (1/3 karpul).

    2. Daerah palatal / lingual

    Masukkan jarum smpai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan

    dan tidak boleh mendadak sebanyak 0,2 0,3 cc. Akan terlihat

    mikosa daerah tersebut putih / pucat.

    3. Daerah interdental papil

    Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya

    sebanya 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut

    memucat.

    4. Anestesi intraligamen

    Suntikkan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen.

    Suntikkan ini menjadi populer belakangan ini setelah adanya syringe

    khusus untuk tujuan tersebut. Suntikkan intraligamen dapat dilakukan

    dengan jarum dan syringe konvensional tetapi lebih baik dengan

    syringe khusus karena lebih mudah memberikan tekanan yang

  • diperlukan untuk menyuntikkan ke dalam peiodontal ligamen.

    3. Anestesi Blok :

    a. Anestesi Spinal

    Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan

    penyuntikan obat anestetik local kedalam ruang subarachnoid,

    anestesi spinal disebut juga sebagai analgesia atau blok spinal

    intradural atau blok intratekal.

    Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat,

    dosis yang di gunakan, efek fasokonstriksi, berat jenis obat, posisi

    tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, operasi

    tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran

    obat.

    INDIKASI

    Tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan

    perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti

    bedah endoskopiurologi, bedah rektum, perbaikan faktur tulang

    panggul, bedah obstetrik, dan bedah anak.Anestesi spinal pada bayi

    dan anak kecil dilakukan setelah bayi di tidurkan dengan anestesi.

    KONTRA INDIKASI

    Kontra indikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat di

    lakukan punksi lumbal, bakterimia, hipovolemiaberat (syok),

    koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi

    relative meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung,

    penggunaan obat-obatan pre-opresigolongan AINS (anti inflamasi non

  • steroid seperti aspirin, novalgin, paracetamol), heparin subkutan dosis

    rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistent surgeon.

    PERSIAPAN PASIEN

    Pasien diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent)

    meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

    Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat

    penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontra indikasi seperti

    infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau skiposis.Pemeriksaan

    laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematocrit. Massa

    protrombin (PT) dan massa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila

    di duga terdapat gangguan pembekuan darah.

    Kunjungan preoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat

    dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi

    dan operasi lebih lancar.

    PERLENGKAPAN

    Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan

    perlengkapan operasi yang tepat untuk monitor pasien, pemberian

    anestesi umum dan tindakan resusitasi.

    Jarum spinal dan obat anestesi spinal disiapkan, jarum spinal

    memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan

    ukuran 16-G sampai dengan 30-G. obat anestesi lokal yang

    digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat

    jenis obat anestetik local mempengaruhi aliran obat dan perluasan

    daerah yang teranstesi. Pada anestesi spinal berat jenis obat lebih

  • besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan

    terjadi perpindahan obat kedasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil

    (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan keatas. Bila

    sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat

    penyuntikkan. Pada suhu 37C cairan serebrospinal memiliki berat

    jenis 1,003-1,008.

    Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, dan duk.

    JARUM SPINAL

    Dikenal 2 macam jarum sinal,

    yaitu jenis yang ujungnya

    runcing seperti ujung bamboo

    runcing (quince babcock atau

    greene) dan jenis yang

    ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak

    digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca

    penyuntikan spinal.

    TEKNIK

    1 Posisi pasien duduk atau decubitus lateral. Posisi duduk

    merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pada

    posisi decubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu

    sisi tubuh berada di meja operasi, panggul dan lutut di fleksikan

  • maksimal. Dada dan leher di dekatkan kearah lutut.

    2 Posisi penusukkan jarum spinal di tentukan kembali, yaitu di

    daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal)

    3 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung

    pasien

    4 Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukkan pada

    bidang medial dengan sudut 10-30 terhadap bidang horizontal

    kea rah kranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum

    supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,

    lapisan duramater dan lapisan subarachnoid

    5 Cabut silet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar

    6 Suntikan obat anestetik local yang telah dipersiapkan kedalam

    ruang subarachnoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja

    obat ditambahkan vasokonstirktor seperti adrenalin

    KOMPLIKASI

    Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri

    punggung, sakitkepala, retensiourin, meningitis ,cidera pembuluh darah dan

    saraf, sertaanestesi spinal total.

    b. Anestesi Epidural

  • Epidural anestesia merupakan salah satu bentuk teknik blok

    neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia

    spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak,

    servikal atau sacral (yang lasim disebut blok caudal). Teknik epidural

    sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia untuk

    kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk

    penanggulangan nyeri kronis.

    Ruang epidural berada diuar selaput dura. Radik saraf berjalan

    di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula

    spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar.

    Onset dari epidural anestesia (10-20 menit), lebih lambat dibandingkan

    dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat

    anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-

    obat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit

    diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini

    banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia

    post operasi.

    Lumbal epidural merupakan daerah anatomis yang paling sering

    menjadi tempat insersi/tempat memasukan epidural anestesia dan

    analgesia. Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan

    pada tempat ini. Anestesia lumbal epidural dapat dikerjakan untuk

    tindakan-tindakan dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis

    berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada daerah lumbal

    dapat dikatan aman, terutama apabila secara tidak sengaja sampai

    menembus dura. torakal epidural secara teknik lebih sulit dibandingkan

    teknik lumbal epidural, demikian juga resiko cedera pada medula

    spinalis lebih besar. Pendekatan median dan paramedian dapat

    dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan untuk

    intra atau post analgesia.

    Cervikal epidural biasanya dikerjakan dengan posisi pasien

    duduk, leher ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara

    klinis diginakan terutama untuk penanganan nyeri.

  • TEKNIK ANESTESI EPIDURAL

    Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian,

    jarum epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum

    flavum. Dua teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum

    telah mencapai ruang epidural adalah teknik loss of resistance dan

    hanging drop.

    Teknik loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi.

    Jarum epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan

    stilet masih terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum

    yang ditandai dengan meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian

    stilet atau introduser dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan

    disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada

    pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan

    dan sutikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara

    perlahan milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu

    melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang

    epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan

    injeksi akan mudah dilakukan.

    .

    AKTIFASI EPIDURAL

    Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang

    dibutuhkan untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila

    dibandingkan dengan anestesi spinal. Keracunan akan terjadi bila

    jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau intravaskuler. Untuk

    mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose epidural. Hal ini

    dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter

    epidural yang telah terpasang.

    Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan

    injeksi ke ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik

    dengan menggunakan kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin : 3

    ml lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila

  • 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid akan timbul

    anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila disuntikan intravaskuler akan menimbulakan kenaikan nadi 20% atau lebih.

    Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang

    lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan

    kesulitan penanganan pada tempat tertentu, misalnya di ruang

    persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai marker injeksi intravena

    tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus sehingga

    menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga

    false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang

    mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain

    menyarankan untuk melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat

    dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara

    intravena.

    OBAT-OBAT ANESTESI EPIDURAL

    Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang

    diharapkan, apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer,

    untuk suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia.

    Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan memerlukan suntikan

    tunggal short- atau long acting anestesi atau membutuhkan

    pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja

    pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%,

    3% kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama

    termasuk bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain.

    Hanya obat-obat anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah

    diberi label khusus untuk epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.

    Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan

    melalui kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap,

    berdasarkan pengalaman praktisi terhadap enggunaan obat tersebut,

  • atau apabila telah menunjukan regresi blok. Waktu regresi dua

    segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat anestesi

    lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya

    penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatum. Bila telah

    terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak

    sepertiga sampai setengah dari dosis inisial.

    Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset

    yang cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan

    mungkin bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat.

    Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan

    EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat bisulfit

    menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume

    yang besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang

    yang berat (diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal).

    Saat ini preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan tidak

    menimbulkan komplikasi tersebut.Bupivakain, yang merupakan salah

    satu anestesi lokal golongan amide dengan onset yang lambat dan

    durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi menimbulkan toksisitas

    sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk menggunakan

    formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan pada

    anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan

    menimbulkan cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena.

    Kasulitan dalam melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian

    sebagai akibat ikatan dengan protein yang sangat tinggi dan kelarutan

    bupivakain dalam lemak, mengakibatkan akumulasi dalam sistim

    hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant arrhythmias.

    Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%)

    sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia

    untuk persalinan dan nyeri pasca operasi.S-enantiomer dari bupivakain

    : levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi

    saraf tetapi tidak menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain,

    kurang toksik dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan

  • kualitas blok sama dengan bupivakain.

    KEGAGALAN BLOK EPIDURAL

    Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat

    jelas, dan secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi

    epidural sangat tergantung pada subyektifitas deteksi dari loss of

    resistance (atau hanging drop). Juga, lebih bervariasinya anatomi dari

    ruang epidural dan kurang terprediksinya penyebaran obat anestesi

    lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat diprediksi.

    Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam

    sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis

    lembut dan perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan,

    dengan kata lain kekeliruan dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri.

    Demikian juga bila masuk ke muskulus paraspinosus dapat

    menimbulkan kekeliruan loss of resistance. Penyebab lain kegagalan

    anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan injeksi

    intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat

    dari obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan

    waktu yang dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak

    berhasil.

    Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter

    yang keluar dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah

    tersebut dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan

    ulang dimana pasien diposisikan dengan bagian yang belum terblok

    berada disisi bawah. Bisa juga pasien mengeluh akibat nyeri viseral

    pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa kasus (tarikan pada

    ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang lainnya seperti

    tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian

    suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan

    bersama nervus vagus mengakibatkan semua hal ini.

  • c. Anestesi Kaudal

    Anestesi kaudal adalah

    bentuk anestesi epidural

    yang disuntikkan melalui

    tempat yang berbeda

    yaitu kedalam kanalis

    sacralis melalui hiatus

    sacralis.

    Efek

    sampingnya adalah

    akibat dari efek depresi terhadap SSP

    (susunan saraf pusat) dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi

    jantung) dengan gejala penghambatan pernafasan dan sirkulasi darah,

    dapat juga mengakibatkan hipersensitasi.

    .

    KESIMPULAN

    Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi yang reversible dengan

    memblok penghantaran impuls saraf dijaringan.

    JENIS OBAT YANG TERMASUK DALAM ANASTESI LOKAL

  • - Senyawa-ester (PABA)- Senyawa-amida- Lainnya

    Komplikasi Anestesi Lokal1. Komplikasi lokal.

    2. Komplikasi sistemik

    - Hipersensitif.

    - Over dosis.

    - Intravasasi.

    - Hiperabsorbsi.

    Gejala komplikasi sistemik. 1.Susunan Saraf Pusat.

    2.Efek kardiovaskuler.

    3. Reaksi alergi.

    4. Lain-lain.

    TRANSFER AGENT ANESTESI LOKAL PADA PLACENTA

    Agent anestesi lokal adalah merupakan basa lemah ,dimana transfer melalui

    placenta tergantung pada 3 faktor :

    1. pKa

    2. pH ibu dan fetus

    3. derajat ikatan protein ( protein binding)

    TEKNIK PEMBERIAN ANESTESI LOKAL1. Anestesi Permukaan (Topikal)

    2. Anestesi Infiltrasi

    3. Anestesi Blok : a. Anestesi Spinal

    b. Anestesi Epidural

    c. Anestesi Kaudal

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia

    2. dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC., dr.Tjokorda Gde Agung Senapathi,

    Sp.An. Buku ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.

    3. Farmako dan Terapi edisi 4 / www.medicastor.com

    4. http://www.geoogle.co.id/anestetika

    5. Prof. Drs. Moh. Apt. Farmasetika. Gajah Mada University Press

    6. Roizen MF. , Lichtor L. Preoperative assessment and premedication for

    adults. In : Healy EJ. , Cohen JP. , eds. A practice of anaesthesia , 6 th

    eds. Little , Brown & Co , Boston ; 1995 : 601 18.

    7. Dobson MB. Penuntun praktis anestesi. Alih Bahasa : Dharma A.

    EGC , Jakarta ; 1994 47 51.

    8. Dahlan R. Persiapan pra anestesi. Dalam : Muhiman M , Thaib MR ,

    Sunatrio S. , Dahlan R. , penyunting. Anestesiologi . Info Medika ,

    Jakarta ; 1989 : 34 6.

    9. Dripps RD. , Eckenhoff JE. , Vandam LD. Introduction to anesthesia , 6

    th eds. WB Saunders , Philadelpia ; 1982 : 34 41.

    10.Snow JC. Manual of anesthesia. Igaku shoin Ltd , Tokyo ; 1980 : 11

    23.

    11.Atkinson RS. , Rushman GF. , Alfred J. A synopsis of anesthesia , 10 th

    eds. John Wright & Sons Ltd , Bristol ; 1987 : 107 17.

    12.Davison JK. , Eckhardt WF. , Perese DA. Clinical anesthesia

    procedures of the Massachusetts General Hospital. Little , Brown & Co,

    Boston ; 1993 : 3 11.

    13.Morgan GE. , Mikhail MS. Clinical anesthesiology. Prentice Hall

    International Inc , New Jersey ; 1992 : 1 12.

  • REFERAT ANESTESI

    LOKAL

  • Deabryna hehakaya 11-2010-243

    Minda wahyuningtias 11-2009-145

    Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical UsesMiscellaneous

    Prokain Lidokain Bupivakain