anestesi

40
Part 7: Pertimbangan khusus dalam penataan anestesi CHAPTER 85 Darah dan Terapi Komponen Darah Ian J. Welsby, BSc, MBBS, FRCA dan Steven J. Bredehoeft, MD Sejarah Transfusi Darah Transfusi yang aman dan praktis telah didapatkan sejak ratusan tahun terdahulu melalui penelitian dan penemuan. Penelitian transfusi pada hewan telah dicatatkan di Inggeris dan Perancis pada kurun ke-17, usaha awal untuk melakukan tindakan yang sama pada manusia telah gagal pada kedua pihak di selat Inggeris sehingga masyarakat pada waktu itu telah melarang usaha tersebut. Usaha transfusi moden yang pertama telah dicatat oleh John Syng Physick di Phyladelphia pada tahun 1975. Dokter dari Inggeris, James Blundell telah menyatakan bahwa beliau telah berjaya mentransfusi 5 dari 10 orang pasien beliau sepanjang zaman beliau betugas sebagai seorang dokter (1920-1940). Pada kurun ke-19 melihat pengembagan dunia mikrobiologi dan peningkatan pemahaman tentang antisera. Pada tahun 1900, Karl Landsteiner Berjaya menemui penyebab kompabiliti darah dengan penemuan kelompok darah ABO, dan menyatakan O berasal dari Jerman “ohne” atau tiada. Dimana, beliau telah Berjaya memenangi Anugerah Nobel dalam bidang perubatan pada tahun 1930. Empat dekad kemudian, kerjasama antara Alex Weiner, Philip Levine dan R.E Stetson, menemukan peran Rh(D), satu penyebab utama kelainan hemolitik pada bayi baru lahir dan reaksi hemolitik pada saat transfusi. Mendahului skema effektif tentang anti-koagulasi, Alexis Carrel menemukan anastomosis vaskuler sebagai salah satu strategi untuk memindahkan darah dari penderma ke penerima. Meski bertindihan dengan pendekatan yang lainnya, teknik awal ini

description

jurnal

Transcript of anestesi

Page 1: anestesi

Part 7: Pertimbangan khusus dalam penataan anestesi

CHAPTER 85

Darah dan Terapi Komponen Darah

Ian J. Welsby, BSc, MBBS, FRCA dan Steven J. Bredehoeft, MD

Sejarah Transfusi Darah

Transfusi yang aman dan praktis telah didapatkan sejak ratusan tahun terdahulu melalui penelitian dan penemuan. Penelitian transfusi pada hewan telah dicatatkan di Inggeris dan Perancis pada kurun ke-17, usaha awal untuk melakukan tindakan yang sama pada manusia telah gagal pada kedua pihak di selat Inggeris sehingga masyarakat pada waktu itu telah melarang usaha tersebut.

Usaha transfusi moden yang pertama telah dicatat oleh John Syng Physick di Phyladelphia pada tahun 1975. Dokter dari Inggeris, James Blundell telah menyatakan bahwa beliau telah berjaya mentransfusi 5 dari 10 orang pasien beliau sepanjang zaman beliau betugas sebagai seorang dokter (1920-1940).

Pada kurun ke-19 melihat pengembagan dunia mikrobiologi dan peningkatan pemahaman tentang antisera. Pada tahun 1900, Karl Landsteiner Berjaya menemui penyebab kompabiliti darah dengan penemuan kelompok darah ABO, dan menyatakan O berasal dari Jerman “ohne” atau tiada. Dimana, beliau telah Berjaya memenangi Anugerah Nobel dalam bidang perubatan pada tahun 1930. Empat dekad kemudian, kerjasama antara Alex Weiner, Philip Levine dan R.E Stetson, menemukan peran Rh(D), satu penyebab utama kelainan hemolitik pada bayi baru lahir dan reaksi hemolitik pada saat transfusi.

Mendahului skema effektif tentang anti-koagulasi, Alexis Carrel menemukan anastomosis vaskuler sebagai salah satu strategi untuk memindahkan darah dari penderma ke penerima. Meski bertindihan dengan pendekatan yang lainnya, teknik awal ini setidaknya merupakan dasar sementara kepada anastomosis vaskuler pada transplan organ dan Carrel memenangi Anugerah Nobel pada tahun 1912.

Penggunaan citrate sebagai anti-koagulan pada simpanan darah merupakan antara usaha yang terawal. Penggunaan heparin tidak sesuai kerana tidak bisa mentransfusi pada pasien pendarahan. Citrate juga merupakan kimiawi dengan metabolism yang cepat dieliminasi merupakan cara yang ideal untuk tujuan transfusi. Pada tahun 1916, Rous dan Turner memperkenalkan glukosa selain sodium citrate bagi masa penyimpanan yang lebih lama.

Depot darah yang pertama telah diperkenalkan oleh Inggeris pada Perang Dunia-1. Bank darah yang permanen telah diperkenalkan oleh pihak Rusia pada tahun 1932 di Rumah Sakit

Page 2: anestesi

Leningrad. Lima tahun berikutnya, Bernard Fantus memperkenalkan bank darah pertama Amerika di Rumah Sakit Country, Chicago.

Meski usaha transfusi sebagian besar terfokus pada transfusi darah lengkap, Professor Edwin Cohn dari Harvard menemukan fraksi plasma protein menggunakan ethanol dingin dan sentrifudge. Menjelang tahun 1940, usaha ini berjaya memisahkan albumin, immunoglobulin dan fibrinogen. Terjadinya perang di Eropah memaksa Departemen Perang Amerika dan Palang Merah Amerika untuk melancarkan ‘Plasma untuk Inggeris’

Meski memiliki angka yang tinggi bagi teknik resusitasi awal, kehilangan darah yang ditangani cuma menggunakan plasma akan menyebabkan pasien sesak kerna keadaan yang anemis. Peningkatan dalam logistic membolehkan prosedur transfusi darah lengkap. Dengan transisi ini, volume toleransi meningkat bagi memenuhi kebutuhan kapasiti pengangkut oksigen. Ketersediaan darah merah dalam skala yang besar menunggu pembangunan sisten penyimpanan darah yang terintegritas sekitaran tahun 1950 ke 1960.

Kejayaan ini bagaimanapun telah dikejutkan dengan penemuan penyebaran infeksi lewat prosedur transfusi. Serum hepatitis telah diperkirakan sebanyak 10% dari seluruh prosedur transfuse. Situasi ini diperburuk dengan penemuan di sebagian komunitas, hepatitis pasca transfusi bisa mencapai angka 30%. Sejajar dengan penemuan epidemiologik ini, peningkatan dalam bidang virologi dan radio-immunochemistry terbatas dalam pemeriksaan bagi mendeteksi antigen hepatitis B sehingga tahun 1969. Dengan transisi penderma darah di Amerika, angka virus hepatitis B menurun secara drastik. Kelengkapan sarana pemeriksaan HBsAg pada tahun1972, telah menurunkan angka infeksi antara 0.9%-03%.

Berikutnya munculnya HIV/AIDS, satu epedemik yang mengubah persepsi masyarakat terhadap keselamatan transfuse darah. Pengalaman mengendalikan hepatitis sebelumnya membuat progres yang lebih cepat dalam menangani isu keselamatan suplai darah. Jawapan kepada pertanyaan pasien “Adakah transfuse darah ini menyebabkan saya terinfeksi AIDS?” adalah “Tidak”.

Meski resiko transfusi darah menurun secara drastic di negara maju, kadar yang tinggi penyakit endemic dan keterbatasan sumber pemeriksaan di negara membangun memberi gambaran yang berbeda tentang keselamatan transfusi darah. Hari ini, pemeriksaan skrinning dan pemeriksaan yang efektif pada penderma menjadi kata kunci utama bagi menangani isu ini. Kedepannya, kemampuan untuk inaktivasi pathogen dan control selama prosedur transfuse memberi harapan baru ke arah prosedur transfuse yang aman.

Page 3: anestesi

Produk Darah Yang Ada Di Klinikal

Darah Lengkap

Meski sebagian klinisi memerlukan darah lengkap yang segar, terutama untuk digunakan pada anestesiologi kardio pada anak, penggunaan optimal untuk sumber yang terbatas dengan fungsi darah merah untuk mengangkut oksigen, plasma untuk koagulasi protein dan platlet untuk trombositopenia atau kelainan platlet. Pendekatan terapi komponen memaksimalkan jumlah penerima yang mendapat benefit dari prosedur transfusi dan tetap menjaga fungsi opimal dari tiap komponen darah. Penggantian koloid bisa menggunakan koloid sintetik, seperti kanji dan gelatin, atau albumin hasil fraksi dari komponen plasma. Masa yang dibutuhkan bagi melakukan pemeriksaan lengkap menyebabkan darah lengkap yang segar tidak tersedia buat sebagian besar klinisi.

Satu unit darah lengkap yang disimpan dalam anti-koagulan Citrate-Phosphate-Dekstose-Adenine 1 (CPDA-1) bisa bertahan selama 35 hasi dengan volume sebayak 510 ml (450 ml darah ditambah 63 ml CPDA-1). Dalam 24 jam pasca pengambilan darah, fungsi platelet menghilang dan sebagian besar faktor koagulasi plasma menurun dibawah kadar optimal.

Konsentrat Darah Merah

Konsentrat darah merah atau Packed Red Blood Cells (PRCs) didapatkan pasca sentrifudge kebanyakan plasma dan platelet. Di kebanyakan pusat darah, sel darah merah dicampur 100 ml nutrisi tambahan yang mengandung dekstrose dan adenine (Nutricell atau AS-3) atau dekstrose, adenine dan manitol (Adsol atau AS-1), merupakan cairan yang bisa memanjangkan usia penyimpanan sehingga 42 hari. Konsentrat darah merah dengan anti-koagulan CPDA-1 bisa bertahan sehingga 35 hari. Kehilangan pemantauan selama penyimpanan bisa menyebabkan penurunan Adenosine Triophosphate (ATP) yang menyebabkan kehilangan membrane phospholipid, meningkatkan pembekuan dan mengurangi jangka hayat dengan standar survival sebesar 75% selama 24 jam. Setelah 35 hari, 70% sel bertahan hidup di CPDA-1 berbanding 75% di Adsol, di mana level 2,3-diphosphoglycerate pada tahapan 10% di keduanya. Sebaliknya, 2,3-diphosphoglycerate meningkat ke angka normal dalam 24 jam dan memulih lebih dari 50% dalam 1 hingga 2 jam pertama. Konsentrat darah merah merupakan pilihan utama bagi menangani kekurangan kapasitas pengangkut oksigen seperti pada pasien anemis. Pada fase akut kehilangan darah dalam operasi, perhatian haruslah juga tertumpu untuk memperbaiki status volume sekaligus meningkatkan kapasitas pengangkut oksigen menggunakan kristaloid dan koloid.

Leukosit-reduced Red Cells

Leukosit-reduced Red Cells (LRRCs) bisa dipersiapkan dengan pelbagai metode, dengan kepelbagaian effisiensi pengasingan sel darah putih. Standar minimum yang dikeluarkan American Association of Blood Banks (AABB) adalah jumlah leukosit dalam komponen final

Page 4: anestesi

sekitar <5 x 10.86 . Teknik awal membabitkan sentrifudge dan pencucian menggunakan saline secara berulangkali bagi membuang selaput. Selanjutnya, metode “putar-dingin-saring” telah diperkenalkan menggunakan sel darah yang berusia 1 minggu yang disentrifudge dan didinginkan selama 4 jam bagi meransang pembentukan aggregitasi mikro, yang kemudiannya melewati saringan agregitasi mikro. Kini, metode pengurangan sel leukosit yang paling sering dan meluas digunakan adalah saringan, di mana bisa dilakukan di laboratorium atau di bangsal. Pelbagai jenis saringan di pasaran menyebabkan >99% pengurangan leukosit selain mengurangi sel darah merah sebanyak <10%. Kini juga terdapat bag darah yang bisa menyaring lansung saat pre penyimpanan LRRCs. Penyingkiran mudah leukosit dari sel darah merah bisa menyumbang jumlah LRRCs yang mencukupi kedepannya.

Indikasi utama untuk penggunaan LRCCs bagi mengelakkan reaksi non-hemolitik di mana ini merupakan adverse efek utama, rata-rata pada pasien yang transfusi berulangkali atau ibu multipara. Dipercayai hasil keberadaan anti - human leukosit antigen (anti-HLA) antibodi. penggunaan LRCCs bisa mengurangi insiden yang sedemikian. Sitokin bisa menyebabkan reaksi yang berikut, dan disarankan pre penyimpanan LRCCs mungkin bisa membantu mengatasi reaksi yang tidak diingini.

Indikasi yang kedua yang dititik beratkan adalah bagi mengelakkan alloimunisasi terhadap antigen HLA yang bisa meningkatkan jumlah platlet post transfusi. Standar terkini AABB buat leukosit sekitar <5x106, kemungkinan dengan saringan leukosit generasi ketiga untuk sel darah merah dan platelet. Sebagian besar puat penelitian mempastikan penggunaan saringan leukosit bisa mengurangi tetapi tidak menghilangkan resiko alloimunisasi.

Washed Red Cells

Sel darah merah dicuci menggunakan cairan saline isotonic dengan kehilangan sel darah merah tiap siklus pencucian. Hasil dari metode ini harus ditransfusi dalam jeda 24 jam. Tujuan utama dari pencucian adalah bagi menyingkirkan plasma protein bagi mengelakkan reaksi alergi berat pasca transfusi dari antibody penerima (kebiasaan Ig E) ke plasma protein penderma atau reaksi antibody ke IgA di dalam plasma penderma dimana bisa menyebabkan reaksi anafilaksis pada pasien dengan defisiensi IgA. Washed red cell juga merupakan indikasi buat pasien dengan paroksimal noktural hemoglobinuria.

Frozen Red Cells

Sel darah merah bisa dibekukan (dengan glycerol sebagai agen cryoprotektif) dan disimpan dalam bentuk nitrogen cair atau pendingin mekanikal. Prosedur pencucian dengan menggunakan cairan saline hipotonik membolehkan glycerol meresap secara perlahan kedalam sel darah dan mengelakkan terjadinya hemolisis sebelum prosedur transfusi. Proses penyingkiran plasma, dan debris bisa membolehkan sel darah merah bertahan selama hampir 10 tahun dalam kondisi yang baik. Seperti washed cells, frozen red cells juga harus ditransfusi dalam jeda 24 jam; kadar sukses post-transfusi bisa sampai 85-90%. Prosedur pembekuan secara ideal dilakukan

Page 5: anestesi

menggunakan darah segar kerana masih memiliki kadar ATP dan 2,3-DPG yang tinggi, bagaimanapun cairan piruvat, phosphate dan adenine bisa digunakan bagi melengkapi darah yang lebih lama. Kegunaan utama frozen red cells adalah untuk memiliki simpanan unit untuk phenotype yang langka.

Indikasi Transfusi RBC

Satu unit PRCBs bisa meningkatkan kadar hemoglobin sebanyak 1 gr/dl atau hematokrit sebanyak 3%. Bagaimanapun, kehilangan darah yang berterusan bisa menyebabkan penurunan keberkesanan dalam prosedur transfusi. Keadaan diparahkan sekiranya terjadi hemolisis yang disebabkan respon imun atau trauma mekanik yang memendekan jangka hayat sel darah yang ditransfusi dan hipersplenism bisa meningkatkan kadar destruksi sel darah merah. Transfusi juga bisa menyebabkan penekanan proses eritropoesis.

Anemia Kronis

Secara umum, gejala dan simtom mulai timbul apabila kadar Hb menurun sehingga >7-8g/dL. Dengan kemunculan yang bertahap, mekanisme kompensasi sistem tubuh dalam mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer masih efektif. Kardiac output dan 2,3-DPG intraseluler meningkat, justru oksigen meresap pada kadar saturasi oksigen hemoglobin yang lebih rendah. Bila anemia kronis disebabkan oleh destruksi sel darah merah, sumsum tulang yang sehat akan meningkatkan produksi sel darah merah sehingga 6 kali lipat, dengan syarat diet zat besi, folat dan vitamin B12 yang adekuat. Pilihan untuk transfusi tergantung pada gejala klinis dan simtom yang didapatkan pada pasien anemis, berdasarkan status kesehatan, upaya kardiovaskular dan batas aktivitas seharian.Pada persiapan pre operatif adalah penting untuk menyiapkan unit darah yang secukupnya bagi kompensasi penurunan Hb dari kadar Hb yang asal terutama pada pasien yang berulangkali ditransfusi yang mempunyai alloantibodi yang mungkin sukar menemukan sampel darah yang cocok.

Fase Perioperatif

Kebanyakkan persekitaran dogma transfusi perioperatif memiliki sumber data mendukung yang minimal. Salah satu contoh utama, adalah gold standar kadar Hb 10gr/dl sebagai alasan trasnfusi sel darah merah pada waktu perioperatif. Salah satu panduan adalah dengan menganggap tiada anemis sebelum operasi, kehilangan darah sebanyak 5-10% dari jumlah darah total. memerlukan terapi penggantian minimal. Kehilangan sehingga 20% bisa digantikan secara ekslusif dengan penambahan volume, dimana kehilangan >25% secara umum memerlukan transfusi darah bagi mengganti kebutuhan kapasitas pengangkut oksigen. Ini haruslah sejajar dengan penggantian volume cairan agar memenuhi kebutuhan cairan intra vascular dan mempertahankan perfusi di system jaringan perifer. Ketersediaan pemeriksaan kadar Hb status asam-basa dan vena sentral. Ini masih vague dan subjektif sekaligus bagi membuat keputusan untuk mentransfusi pasien. American Society of Anestesiologist menyediakan garis panduan yang bisa didapatkan di http://asahq.org. Kesatuan seperti Society Advancement of Blood Management (http://sabm.org),

Page 6: anestesi

menjelaskan tentang teknik penyimpanan darah dan cara transfusi yang aman agar bisa mengurangi resiko produk darah allogeneic. National Institute of Health mengusul agar pasien yang menjalani pembedahan dengan pendarahan pasif tidak perlu ditransfusi selagi kadar Hb masih <7gr/dL kerna kadar Hb yang sedemikian tidak bakalan menggganggu proses pemulihan atau memberi resiko pada anestesi umum.

Namun, pertanyaan tentang kayu ukur objektif bagi menentukan tahap keamanan prosedur transfuse masih meningkat dalam kalangan umum. Model pada hewan percobaan dengan anemia normovolemik sangat membantu dalam mendeskripsi ratio ektraksi oksigen seluruh tubuh badan(oxygen extraction ratio/OER) sebagai indikator untuk mentransfusi.

OER : ((CaO2-CvO2)/CaO2) x 100, kebiasaanya 22-32%.

CaO2 : (0.0134 x Hgb x SaO2) + 0.003 x PaO2 mL/dL

CvO2 : (0.0134 x Hgb x SvO2) + 0.003 x PvO2 mL/dL

O2 konsumsi : Output kardiak x (CaO2 – CvO2) mL/dL

Studi ini menunjukkan bahwa jantung adalah organ yang paling berisiko. Dengan hemodilusi yang progresif, hewan yang sehat bisa mempertahankan kadar konsumsi oksigen (200-250 mL/min) dengan sedikit peningkatan output kardiak, peningkatan aliran darah koroner dan peningkatan OER sehingga 50%. Dengan kadar hemotokrit menurun <10%, bagaimanapun konsumsi oksigen mulai menurun dan hewan percobaan tidak bisa untuk meningkatkan OER. OER pada paras 50% merupakan titik kritis dimana otot myocardium menjadi metabolisme anaerobic dari aerobik. Pada situasi ini, metabolisme asidosis mulai terbentuk, menyebabkan instabilitas hemodinamik. Anjing dengan stenosis koroner yang kritis mengubah menjadi metabolisme anaerobik dan menjadi kegagalan jantung kongestif dengan OER >50%, tetapi OER >50% terjadi dengan nilai hematokrit 17% pada anjing dengan stenosis koroner disbanding 8.6% pada kelompok hewan yang sehat. Jantung anjing dengan arteri koroner yang normal membentuk iskemia subendocardial kemudian menyebabkan gagal jantung apabila nilai hematokrit <10%. OER bisa dihitung apabila menggunakan kateter arteri pulmo dimana bisa diperiksa oksimetri bagi menilai kebutuhan transfusi. OER dengan nilai 50% bisa ditransfusi menggunakan sel darah merah sebagai indikasi tepat untuk kedua-dua kelompok merangkumi golongan sehat dan golongan yang memiliki kelainan arteri koroner berdasarkan studi yang dilakukan ke atas hewan percobaan dengan mempertimbangkan segala macam resiko apabila dilakukan pada manusia. Oleh kerana pemahaman ini sukar dipahami oleh rata-rata klinisi, mereka lebih cenderung menggunakan garis panduan berdasarkan kadar Hb.

Kontoversi prosedur transfuse yang dilakukan pada anak neonatus diluar cakupan materi ini dan dirumitkan dengan ketidak tentuan dalam mendiagnosis anemia simptomatik pada golongan ini. Malah, data yang tersedia terkait prosedur transfusi pada anak-anak sangat terbatas dibanding pada orang dewasa. Ini memperlihatkan resiko yang sedikit tapi pasti dalam menilai

Page 7: anestesi

prosedur transfusi leukosit pada pasien anak-anak terutama bagi golongan bayi premature atau janin yang menjalani transfusi intra-uterine. Antara resiko yang dihadapi oleh pasien bayi premature adalah membentuk infeksi sitomegalovirus klinikal (CMV) dengan ibu yang memiliki CMV sero-negatif. Darah CMV sero-negative sering digunakan pada neonatus. Ada sebagian penelitian yang mendukung penggunaan darah CMV pada pasien neonatus yang menjalani transplantasi sumsum tulang. Sebaliknya, produk kontemporeri reduced-leukosit yang diyakini CMV aman.sebanding dengan produk seronegatif. Reduksi leukosit melalui saringan mengurangi tetapi tidak menghapus untuk terjadinya komplikasi.

Keamanan dalam Transfusi Darah

Keamanan transfusi darah tergantung pada reaksi transfusi seperti yang dijelaskan pada tabel 85-1, yang memiliki pelbagai etiologi. Reaksi mediated-imun adalah hasil transfusi darah yang incompatible. Antara kontribusi yang utama dalam menjamin keamanan dalam mentransfusi darah adalah melihat segala detail pasien, sampel darah dan identifikasi prodeuk darah.

Kompabiliti Sel Darah Merah

Kompabiliti tergantung pada penerima yang tidak menganggap darah transfusi sebagai suatu benda asing di dalam tubuh. Sensitivitas terhadap darah transfusi, dengan pembentukan alloantibodi menentukan reaksi inkompabiliti, yang bisa terjadi pasca transfusi, tansplantasi atau kehamilan. Adalah penting untuk diketahui bahwa reaksi antara antibody atau iso-hemagglutinin adalah sesuatu yang natural untuk terjadi kerna komplemen antibody tidak memerlukan pengenalan awal dan bisa mengakibatkan darah transfusi hemolisis intravascular dan reaksi berat hemolitik pasca transfusi (HTR). Angka kejadian inkompabiliti ABO adalah sebesar 1 banding 3, dan 10% daripadanya bisa mengakibatkan kematian. Antibodi anti-A dan anti-B yang paling sering terkait dengan HTR berat, namun reaksi terhadap anti-Rh (D,C,E,c,e,f atau ce), Kell, Duffy atau Kidd sebenarnya yang lebih sering. Tabel 85-2 mengandung detail kompabiliti ABO bagi tiap produk darah.

Alloimunisasi

Tahap sensitif terhadap antigen tergantung pada tahap immunogenisitas antigen pada sel darah merah dan respon imun induk, dimana HTRs 3 kali lebih sering pada wanita dibanding laki-laki. Alloimunisasi lebih mudah dipahami pada antigen Resus (Rh) D yang memainkan peran penting dalam menyebabkan kelainan hemolitik pada pada neonatus, dimana Rh D bersifat immunogenic dan merupakan antigen yang sering dikaitkan dengan HTRs berat. 80% individu dengan RhD negative, dan bisa sehingga 95% apabila sudah ditransfusi yang membentuk antigen RhD sesudah eksposure. Tipe antigen lainnya cenderung kurang imunogenik; antigen Kell (K) stimulasi anti-K kurang dari 10% diikuti Rh c, E, Duffy dan Kidd. Antibodi mengenal antigen dari Kelly, Duffy, Kidd, Lutheran dan sistem MNSU bisa menyebabkan HTRs dimana kebiasaannya tertunda, meskipun dalam banyak pasien berujung dengan pengurangan tahap survival sel darah merah.

Page 8: anestesi

Dalam kasus alloantibodi yang ditemukan oleh bank darah, antigen yang sering didapatkan dalam kelompok darah ABO adalah anti-D diikuti, anti-K, anti-E, anti-K, anti-c, anti Fy, anti-C, anti-JKa, anti-S, anti-JKb. Insidensi tipe yang lain adalah <1%.25. Studi terkait alloimunisasi pasca transfusi terfokus pada transfusi pada pasien dengan kelainan hemaglobinopathi dan diperkirakan resiko sekitar 1% untuk terjadinya alloimunisasi pada tiap unit yang ditransfusi. Insidensi alloimunisasi bisa sehingga 50% pada orang dewasa dengan kelainan sickle cell, meningkatkan HTRs tertunda, dimana kedepannya bisa menyebabkan sickle crises

Immunisasi HLA

Alloimunisasi terhadap antigen pada antigen leukosit manusia (HLA) terjadi pada prosedur transfusi yang berulangkali.atau pada kehamilan multipara dan bisa dideteksi sekitar 30-70% pada pasien yang diberikan nonleuko reaksi RBC atau transfusi platlet. Alloantibodi terhadap sistem antigen platlet manusia (HPA-1 ke HPA-5) bisa menyebabkan trombositopenia alloimun neonatus dan purpura pasca transfusi yang bisa menyebabkan refraksi platelet yang ditransfusi .

Reaksi Hemolitik Transfusi

Imun-mediated HTRs bisa disebabkan dari reaksi alloantibodi penerima terhadap permukaan aaloantigen RBC yang ditransfusi. HTRs bisa bersifat akut dan tertunda yang terjadi di intravascular maupun ekstravascular.

HTRs Akut

HTRs akut bisa disebabkan oleh sirkulasi alloantibodi terhadap alloantigen pada RBC yang ditransfusi. Jika komplemen melengkapi alloantibody (biasanya anti-A atau anti-B), secara akut, dalam rongga intravascular, hemolisis bisa terjadi dimana situasi ini dikategorikan sebagai emergensi. HTRs akut diperkirakan terjadi pada tiap 1 dari 25000 unit RBC.30 Resiko mortalitas adalah 1 tiap 600000 unit RBC,31 dengan penyebab dasar adalah ABO inkompabiliti.32

Gejala dan simtom pada HTRs akut cenderung non spesifik dan lebih sering didukung oleh keadaan klinis pasien. Meski dingin, daerah infuse, nyeri abdomen, nyeri dada, nyeri belakang , mual, muntah, gelisah, dispneu sering terkait dengan pasien yang sadar, demam, hiper/hipotensi, hemoglobinuria, anuria, syok, atau pendarahan koagulapati antara tanda-tanda awal HTRs pada pasien yang dibius. Etiologi yang mendasari syok adalah aktivasi komplemen cascade dengan produksi bradikinin dari aktivasi faktor XII, C3a- dan Ca5-induksi histamine dan serotonin yang dilepas dari sel mast bisa memicu permeabilitas vascular, bronchial, dan kontraksi otot-otot saluran cerna. Pelbagai sitokin turut memainkan peran seperti TnF, IL-1, IL-6,IL-8. DIC pula adalah kerana aktivasi faktor XII dan aktivasi jalur ekstrinsik oleh trombositoplastin stroma dari lyzed eritosit.

Page 9: anestesi

Hemoglobin bebas tidak menerima afek toksisitas dan shock-induced gagal ginjal dan DIC convey pada morbiditas dan mortalitas. Justru itu, penanganan menggunakan cairan dan vasopressor adalah indikasi utama dan pemberian kortikosteroid bisa dipertimbangkan bagi menentukan tahap resistan syok vasoplegik. DIC bisa ditangani dengan simpanan darah hemostatik dimana effisiensi heparin maupun protein C tidak diperhitungkan.

Identifikasi segera dari pihak bank darah amat diperlukan sekiranya ada individu yang menerima unit darah dari pasien dengan kelainan HTR akut. Sampel EDTA dan sampel serum serta sampel urin pasien bersama sampel darah yang diduga HTR harus segera dikirim ke bank darah. Tabel 85-3 menjelaskan tentang pemeriksaan lab yang dilakukan pada sampel yang diduga HTRs.

Delayed HTR

HTRs tertunda membutuhkan antibodi sekunder atau anamnestik bagi merespon alloantigen sel darah merah yang ditransfusikan dari penerima dengan riwayat sebelumnya sensitif kerana transfusi atau kehamilan. Tingkat antibody tidak terdeteksi pada saat pengujian pretransfusion serologi atau transfusi, tetapi muncul dalam beberapa hari pasca transfusi, itulah sebabnya pasien yang ditransfusi perlu pengujian serologis ulangan setelah 4-5 hari.37

Frekuensi HTRs tertunda adalah diperkirakan 1 per 1500 unit. Meskipun kematian telah dikaitkan dengan HTRs tertunda, ia tidak diyakini sebagai penyebab utama.32 Alloantibodies biasanya merespon terhadap antigen dalam Sistem Rhesus, MNS, Kell, Kid, atau Duffy, tetapi antigen yang langka juga mungkin terlibat.

Sel darah merah opsonized selalunya dihapus oleh sistem retikuloendotelial, sehingga memperlambat dan mengurangi terjadinya hemolisis extravaskular. Riwayat demam, anemis, dan pasca transfusi darah dalam masa terdekat mungkin menjadi satu-satunya petunjuk kearah terjadinya HTR tertunda, dan banyak juga kasus yang terjadi tanpa terdeteksi.22 Kadang-kadang, HTR tertunda bisa menyebabkan hemolisis intravaskular dengan gambaran klinis seperti HTRs akut. Penghancuran eritrosit maksimal 4-13 hari pasca transfusi; tes antiglobulin positif direk bisa ditemukan setelah 2-3 hari, diikuti oleh sferosit dalam darah perifer (3-4 hari) dan antibodi bisa terdeteksi langsung uji antiglobulin, anemia, penyakit kuning, dan bisa terjadi hemoglobinuria (5-7 hari).

Pseudo HTRs

Amalan transfusi yang jelek seperti usia transfusi, overheated, atau sel beku, hemolisis osmotic oleh solusi hipotonik, mekanik hemolisis dengan peralatan administrasi yang kurang lengkap, hemolisis dari kontaminasi bakteri atau parasit, atau presentasi kondisi hemolitik kongenital (misalnya, sickle trait atau dehidrogenase glukosa-6-fosfat defisiensi) presentasi di saat transfusi (misalnya, pembedahan), semua mengarah ke nonimmune-dimediasi atau "pseudo" HTR.

Page 10: anestesi

Nonimmune hemolisis dapat disebabkan oleh kesalahan penanganan darah apabila terlalu panas, dan pencampuran dengan cairan nonisotonik.

Plasma Component Derivatives

Plasma dipisahkan dari PRBC’s melalui sentrifugde darah lengkap pada saat penerimaan darah atau penerimaan melalui aferesis sebagai produk tunggal atau aferesis sel darah merah atau platelet. Plasma bisa selanjutnya diproses menggunakan metode Cohn fraksinasi ethanol dingin. Pembahasan selengkapnya akan dibahas dalam chapter ini terkait penggunaan FFP, cryopresipitasi dan bahan yang lain yang bisa didapatkan dari plasma.

Fresh Frozen Plasma

Plasma adalah sebagaian dari cairan darah yang mengandungi air 90%, protein 7%, kolloid, 2-3% nutrient, kristalloid, hormone dan vitamin. Fraksi dari protein juga mengandungi faktor pembekuan. Plasma dibekukan pada suhu 0.4 F (18 Celcius) atau lebih dingin dalam 6 jam pertama saat diterima dari penderma diklasifikasi sebagai FFP. Ini bisa disimpan sehingga 1 tahun sebelum digunakan. Aktivitas faktor koasgulasi (V dan VII) menurun tetapi bisa bertahan dalam 24 jam. Plasma yang tidak segera dibekukan akan menjadi cairan plasma (disimpan 33.8-42.8 F / 1-6 Celcius) atau sumber plasma (disimpan 0.4 F / 18 Celcius atau lebih dingin) dan dipersiapkan untuk plasma derivative seperti albumin, faktor pembekuan dan persiapan immunoglobulin. Apabila FFP dibiarkan pada suhu 39.2F (4 Celcius), presipitasi dipisahkan melalui sentrifugde, menghasilkan cryoprecipitate dan cryo-poor supernatant.

Deterjen pelarut plasma (SD) adalah pilihan alternatif kepada FFP. Plasma SD adalah produk dikumpulkan (2500 unit donor per unit) dan deterjen pelarut melalui proses perawatan menggabungkan pelarut organik (n-butil) fosfat dengan deterjen non-ionik, Triton X. Ini menginaktivasi virus-menyelimuti lipid, termasuk human immunodeficiency Virus (HIV) tipe 1 dan 2, HBV, Virus hepatitis C (HCV), T-sel manusia virus lymphotropic (HTLV) tipe 1 dan 2, hepatitis G virus (HGV), vesikuler virus stomatitis, dan virus Sendai, sementara melestarikan struktural dan fungsional integritas kebanyakan protein plasma. Akan Tetapi, tidak menonaktifkan yang tidak memiliki amplop virus, seperti Parvovirus B19 dan virus hepatitis A (HAV), atau agen penyebab berbagai ensefalopati langka, termasuk Creutzfeldt-Jakob penyakit. Peningkatan prevalensi Parvovirus B19 dan HAV membuat transmisi dengan transfusi darah dikumpulkan komponen perhatian potensial, meskipun dikumpulkan SD plasma juga mengandung sejumlah besar antibodi penetralisir baik B19 parvovirus dan HAV. Tidak jelas apa nilai sebenar dan risiko plasma SD dibandingkan dengan FFP, tetapi, saat ini, biaya plasma SD lebih mahal dibanding dengan FFP.

Indikasi FFP

Catatan berkenaan dengan amalan transfusi secara konsisten telah mencatatkan bahwa FFP lebih sering digunakan secara tidak benar. Tindakan yang sedemikian termasuk dengan penggunaan

Page 11: anestesi

menggantikan darah lengkap sebagai sumber nutrisi. Indikasi yang benar adalah seperti yang didiskusikan di bagian berikutnya.

Kelainan Hati Dan Transplantasi

Pasien dengan kelainan hati memiliki kadar faktor pembekuan vitamin K yang rendah (II,VII,IX dan X) selain trombositopenia yang terkait dengan hipersplenism dan kondisisi hiperfibrinolitik. Pasien dengan kelainan yang ini selalunya memiliki PT dan PTT yang memanjang. Dalam situasi ini, TT juga turut memanjang kerana proses pemecahan fibrin bisa meningkat dan pada stadium selanjutnya kadar fibrinogen bisa menurun. Pendarahan kerana protosistemik adalah komplikasi kerana koagulopati multifaktorial.

Pemberian FFP adalah indikasi bila terjadi episode pendarahan agar bisa mengembalikan PT dan PTT yang normal. Apabila tiada memar pada anggota tubuh, pendarahan biasanya tidak terjadi sehingga PT > 16-18 detik dan PTT > 55-60 detik dan profilaktik FFP (e.g sebelum biopsy hati) tidak dianjurkan pada nilai rendah. PT dan PTT adalah penanda pendarahan operasi yang jelek, dan kelainan ringan dalam uji koagulasi tidak bisa mengoreksi meskipun jumlah FFP yang besar digunakan; transfusi platelet, kryopresipitasi, obat anti-fibrinolitik dan juga pemberian rekombinasi-aktivasi faktor VII diperlukan. Situasi ini memperberat komplikasi transplantasi ortotropik hati pada stadium anhepatik memerlukan tranfusi dalam jumlah besar PRBC dan bisa terjadi DIC. FFP dalam jumlah besar bisasanya digunakan, biasanya dibimbing dengan penilainan klinikal dengan terjadinya pendarahan dan hasil uji koagulasi.

Massive Transfusion

Ini adalah situasi yang paling sering apabila dokter anestesi mengawasi pemberian jenis darah pada pasien. FFP biasanya diperlukan apabila pemberian PRBC dalam jumlah yang besar (> 1 jumlah darah dalam 24 jam) kerana koagulopati dilusional meningkat dari PRBC dan cairan kristalloid, keduanya mengandungi faktor pembekuan yang sedikit. Algorithma yang ditentukan adalah pemberian FFP per PRBC tidak bisa diandalkan, kerana trmbositopenia delusional adalah komplikasi kepada koagulopati pasca transfusi massif. Seperti yang dianjurkan oleh American Society of Anesthesilogists, transfusi FFP yang ideal apabila tedapat kelainan PT dan PTT tergantung dengan stadium koagulopati yang tidak bisa diprediksi.

DIC adalah kelainan sekunder kepada sepsis, kelainan hati, hipotensi, hipoperfusi perioperatif, trauma, komplikasi obstetric, leukemia atau kelainan malignan. Keberkesanan terapi penyebab dasar adalah sesuatu yang sangat penting. Pasien dengan DIC dan mengalami pendarahan koagulopati harus diberikan FFP bagi mengoreksi Pt dan PTT, tetapi dalam kasus kelainan hati yang kronis, dengan pemberian FFP sahaja tidak bisa membantu untuk mengoreksi PT dan PTT. Pemberian kryopresipitat dan transfusi platelet harus di evaluasi.

Page 12: anestesi

Rapid Reversal of Vitamin K antagonist

Warfarin menghentikan sistesis faktor pembekuan vitamin K dependen (II,VII,IX dan X), menurunkan defisiensi fungsional faktor tersebut dan bisa dikoreksi dalam 48 jam setelah pemberhentian obat jika diet dan asupan vitamin K kembali normal. Pemberian vitamin K yang tepat bisa mengoreksi kelainan koagulopati dalam 12-18 jam. Dalam kasus emergensi, koagulopati bisa dikoreksi dengan pemberian FFP. Namun, FFP dalam jumlah yang besar diperlukan dan jika tidak bisa ditoleransi, FFP dalam jumlah kecil bisa dibantu dengan prothrombin konsentrat atau lebih sering digunakan faktor VII rekombinan aktivasi. Jika tiada pendarahan, PT yang memanjang bisa membahayakan dan dipertimbangkan juga resiko pemberian FFP dan seringkali FFP bukan indikasi utama.

Trombotik Trombositopenik Purpura dan Hemolitik Uremik Sindrom

Pada sebagian pasien, TTP, HUS atau sindrom hemolisis, peningkatan enzim hati, penurunan platelet sering terkait dengan pre-eklamsia (HELLP) sindrom, transfusi FFP merupakan terapi klinikal; plasma lebih cenderung dipilih jika terjadi kelebihan cairan. Mekanisma efek terapi FFP lebih cenderung terkait pemberian protein anti-koagulan seperti protein C dan anti-trombin III dimana bisa mengembalikan produksi prostaglandin I2 endotelial (prostasiklin) dan menghambat aktivitas agglutinasi oleh plasma yang tidak normal. Sebaliknya, ia bisa menghambat perlepasan faktor Von Willebrand molekul ukuran besar atau mengembalikan proses normal sirkulasi yang kekurangan enzim ADAMTS13. Penggunaan kryopresipitasi untuk refraktori TTP telah dianjurkan namun keberhasilan terapi masih belum sahih.

Dosis

Satu unit FFP berasal dari satu unit darah lengkap yang mengandung sekitar 200-280mL; aferesis dapat berisi sebanyak 800 mL. Rata-rata, terdapat sekitar 0,7-1 unit / mL faktor koagulasi dalam setiap mL FFP dan sekitar 1-2 mg / mL fibrinogen. Untuk penggunaan perioperatif, dosis FFP dapat diperkirakan 8-10 mL / kg dan harus dipesan kerana tersedia dalam hitungan mililiter untuk pasien anak-anak dan dalam unit untuk orang dewasa. Uji laboratorium dan reaksi klinis menentukan kebutuhan untuk sebarang tambahan dosis.

Kompabilitas dan Efek Samping

FFP disaring untuk mendeteksi antibodi RBC tidak terduga dan harus dari jenis ABO yang kompatibel karena mengandung anti-A (kelompok O dan B) dan anti-B (kelompok O dan A). Pencocokan silang tidak dilakukan. Tipe Rh (D) tidak selalu cocok karena imunisasi untuk antigen Rh (D) jarang dilaporkan sebagai akibat dari transfusi Rh (D) plasma-positif kepada individu Rh (D) plasma–negatif. Reaksi hemolitik sebagai konsekuensi dari infus antibodi yang tidak terdeteksipada penerima antigen RBC jarang terlihat, seperti alloimmunization terhadap RBC antigens.51

Page 13: anestesi

Demam, menggigil, dan reaksi alergi mungkin terjadi dan diterapi sesuai gejala. Reaksi urtikaria yang khas diyakini disebabkan oleh antibodi penerima berinteraksi dengan plasma antigen protein donor. Reaksi alergi yang parah jarang-jarang terjadi. Sebagian diyakini disebabkan oleh reaksi antibodi donor dengan leukosit penerima atau protein antigen. Reaksi anafilaksis dapat terjadi setelah infus plasma (mengandung IgA) kepada pasien dengan defisisensi IgA dan antibody terhadap IgA.52 Plasma dengan defisiensi IgA dari donor bisa diperoleh dari daftar nasional untuk pasien yang tertentu. Transmisi penyakit menular oleh FFP telah secara berkurang secara signifikan tetapi tidak bisa dieliminasi. CMV terkait sel tidak ditularkan oleh FFP.53

Persiapan Imunoglobulin

Immunoglobulin intravena (IVIG) adalah dipersiapkan melalui fraksinasi plasma manusia dalam skala yang besar. Indikasi untuk penggunaan IVIG termasuk kelaianan bawaan primer sindrom imunodefisiensi, anak-anak dengan infeksi HIV,54 leukemia limfositik kronis dengan hipogammaglobulinemia, pneumonia CMV dengan transplantasi sumsum tulang (dikombinasi dengan gansiklovir),55 berperan dalam mencegah reaksi graft-versus-induk setelah prosedur transplantasi sumsum tulang, ITP akut dan kronis, dan sindrom mukokutaneous kelenjar getah bening (Penyakit Kawasaki) .56

Hiperimmun immunoglobulin (HIG) dipersiapkan melalui plasma dalam skala besar yang diketahui mengandung kadar titer antibodi tinggi terhadap agen infeksi tertentu. Secara khusus, CMV HIG indikasi pada pasien transplantasi seronegatif untuk CMV yang menerima seropositif sebuah organ donor atau transplantasi sumsum tulang pasien dengan CMV interstitial pneumonia.55 Hepatitis B HIG digunakan untuk memberikan kekebalan pasif terhadap virus hepatitis B yang terkait dengan inokulasi dengan atau transplantasi hati pada individu dengan HBsAg positif.

Rhesus HIG digunakan ketika janin sel darah merah Rh (D) positif mungkin telah memasuki sirkulasi ibu dengan Rh (D) negatif. Rhesus HIG diberikan kepada ibu dengan Rh (D) negatif setelah aborsi atau amniosentesis serta sebelum pengiriman dan pada masa postpartum jika anak terbukti Rh (D) positif.57,58 Efek terapi ini diyakini disebabkan oleh mekanisma umpan balik antibodi dengan penekanan sel-T dari klon sel B yang bertanggung jawab untuk pembentukan antibody anti-Rh. Rutin digunakan dalam keilmuan obstetrik bagi menyingkirkan alloimmunization pada ibu dengan Rh negatif.

Globulin antitimosit (ATG) dipurifikasi dari serum hiperimun dari imun kuda dengan limfosit T manusia. ATG digunakan pada pasien transplantasi sebagai terapi adjuvant jika terapi graft gagal.

Page 14: anestesi

Kryopresipitasi

Kriopresipitat dipersiapkan dari 1 unit FFP yang telah dicairkan pada suhu 39,2°F (4°C). Presipitasi kemudian dibekukan semula dalam 10-15 mL plasma dan disimpan pada suhu 0,4°F (18°C) atau lebih dingin hingga 1 tahun. Kriopresipitat mengandung 80-100 unit faktor VIII, 100-250 mg fibrinogen, 50-60 mg fibronektin, 40-70% dari kadar vWF yang normal, dan antibodi anti-A dan anti-B.

Kriopresipitat adalah komponen darah efektif yang mengandung konsentrasi faktor VIII, vWF, faktor XIII, fibrinogen, dan fibronektin tertinggi. Kriopresipitat dapat digunakan untuk mengobati perdarahan yang berhubungan dengan hipo atau dysfibrinogenemia atau apabila kekurangan faktor XIII, meskipun jumlah yang setara dengan fibrinogen dengan dosis dewasa biasa 100 mL juga ditemukan dalam 4 unit FFP. Penggunaannya defisiensi vWF dan faktor VIII telah digantikan oleh terapi penggantian faktor individu.

Indikasi: Defisiensi Fibrinogen

Defisiensi fibrinogen bisa disebabkan oleh kelainan afebrinogenemia congenital atau disfibrinogenemia atau lebih sering disebabkan oleh kelainan hati, DIC atau transfusi dalam skala besar. Pasien cenderung mengalami koagulopati multifaktorial dan harus diawasi pemberian FFP, platelet dan agen anti-fibrinolitik. Ukuran fibrinogen adalah penting dalam skrining koagulasi kerana kadar <100mg/dL bisa menyebabkan pemanjangan PT dan PTT meskipun faktor pembekuan lain dalam batas normal. Kadar fibrinogen yang rendah bisa disebabkan oleh transplantasi hati, memerlukan pemberian kryopresipitat.

Kelainan von Willebrand

Adhesi trombosit awal terganggu pada endotel dimediasi oleh von Willebrand factor (vWF) yang berinteraksi dengan trombosit dengan permukaan GP1b kompleks; vWF rendah atau disfungsional dalam berbagai jenis penyakit von Willebrand. DDAVP (desmopresin asetat; 1-deamino-8- D-arginin vasopressin), yang merilis simpanan vWF dari sel trombosit dan sel endotel, adalah pengobatan awal, tapi pendarahan parah membutuhkan kriopresipitat atau konsenstrat vWF.59

Lem Fibrin

Lem fibrin terhasil dari campuran sumber fibrinogen (FFP, plasma kaya trombosit, heterolog, atau terkini autologus, kriopresipitat) dengan trombin sapi, yang menyebabkan pembentukan fibrin dan meningkatkan hemostasis lokal. Itu sudah digunakan untuk perdarahan lokal yang menyebar selama operasi jantung60 dan mengurangi kehilangan darah dan faktor konsentrat yang diperlukan pada pasien bedah dengan kelaianan von Willebrand.61 Kegunaan lain termasuk terapi air mata meniscal dan penyegelan neonatal pasca operasi chylothorax.62 Autologus kriopresipitat

Page 15: anestesi

menghindari risiko infeksi; sementara bovine trombin dapat menyebabkan anafilaksis, pembentukan antibodi terhadap faktor V, atau aktivasi koagulasi.63

Pendarahan Uremik

Uremia menyebabkan koagulopati, dan historis, kriopresipitat atau DDAVP telah digunakan untuk mengobati perdarahan yang berhubungan dengan ini.64 Tidak ada data untuk mendukung hal ini, meskipun kriopresipitat bisa dipertimbangkan jika tidak responsif terhadap terapi lainnya.65

Dosis

Dosis kriopresipitat dihitung berdasarkan jumlah fibrinogen hadir dalam 1 unit kriopresipitat, volume plasma, dan peningkatan yang diinginkan. Isi fibrinogen kriopresipitat adalah variable, tetapi relatif rendah. Respon yang bisa terlihat pasca transfusi 2-4 unit / 10 kg. Dalam prakteknya, kebanyakan orang dewasa diberi 10 unit dikumpulkan atau dosis 100 mL yang diulang jika respon yang diinginkan tidak terlihat.

Kompabilitas dan Efek Samping

Kriopresipitat dapat mengandung antibodi anti-A atau anti-B; sehingga unit infus harus kompatibel plasma ABO. Risiko demam, menggigil, reaksi alergi, dan penularan penyakit menular yang mirip dengan FFP.

Faktor Konsentrat

Pada tahun 1940-an, Dr. Edwin Cohn menemukan prosedur fraksinasi menggunakan ethanol yang membolehkan fraksinasi plasma manusia menjadi pelbagai komponen, sekaligus mengembangkan keterbatasan sumber dengan memaksimalkan tiap plasma darah yang didermakan. Jumlah faktor konsentrat yang mencukupi bagaimanapun memerluka jumlah plasma yang besar. Kehadiran teknologi inaktivasi pathogen telah menghapuskan resiko penyakit menular yang terkait dengan prosedur transfusi darah ini.

Pembangunan dalam produk rekombinan telah diragukan oleh resiko penyakit menular namun proses ekspresi rekombinan adalah kompleks dan mahal. Kultur sel mamalia adalah yang paling serin dan mengoptimalkan modifikasi pasca translasi yang memerlukan aktivitas biologis, dengan teknologi rekombinan transgenic dibangunkan untuk mengurangi sekaligus menghapus angka kebergantungan terhadap sumber plasma manusia atau produk rekombinan sel kultur mamalia. Rekombinan trasgenik anti-trombin manusia didapatkan dalam susu kambing dan a-anttripsin manusia dihasilkan dalam susu kambing dan tersedia di bidang klinikal.

Kelainan congenital protein koagulasi adalah hemophilia A (hemophilia klasik atau kekurangan faktor VIII) atau hemophilia B (Kelainan Natal atau kekurangan faktor IX). Genetik bagi kedua kelainan ini terletak pada hujung daerah kromosom X. Terbatas pasa pria, hemophilia

Page 16: anestesi

A afek 1 per 10000 pria, di mana hemophilia B afek 1 per 300000. Kasus keluarga prodominan, tetapi lebih 30% kasus berasal dari mutasi semulajadi.

Arthropati adalah kelainan utama pada penderita hemophilia sekunder dengan perdarahan sendi spontan yang berulang, dan pasien tersebut sering ditemukan untuk operasi ortopedi. Itu penyebab utama kematian (selain infeksi via transfusi) adalah pendarahan, dengan pendarahan sistem saraf pusat (CNS) terjadi pada 3-14% pasien, berhadapan dengan kematian 20-50%. Pendarahan SSP terjadi terutama pada pasien dengan penyakit kronis (<1% tingkat faktor).

Sitrat plasma pertama kali digunakan tahun 1923 untuk pengobatan hemophilia oleh Feissly di Paris, dan pengembangan perbankan darah modern tahun 1930-an dan pengembangan transfusi selama dan setelah Perang Dunia II telah meluaskan prosedur transfusi ke seluruh dunia, kemudian, pengobatan hemophilias yang mengancam nyawa menggunakan FFP. Munculnya kriopresipitat revolusi terapi hemofilia. Kriopresipitat yang didapatkan dari satu unit simpanan darah lengkap mengandung sekitar 125 U faktor VIII, dan lansung menggantikan FFP dalam mengobati hemofilia.

Fraksinasi plasma menggunakan etanol, glisin, polietilen glikol, atau kombinasi dari glisin dan polyethylene glikol, dan kalsium atau barium untuk mengendapkan protein plasma untuk memproduksi konsentrat faktor VIII dan Faktor IX untuk kegunanaan klinis.66 Ini memungkinkan terapi transfusi berkonsentrasi tinggi, volume rendah, untuk pasien dengan pendarahan aktif dan mengancam nyawa, seperti pendarahan intrakranial, retroperitoneal, dan retropharyngeal dan operasi besar. Dari sudut pandang infeksi menular, didapatkan dalam skala besar donor >1000 terkontaminasi dengan patogen virus, seperti hepatitis B atau C, dan antara tahun 1978 dan 1985 sebagian besar penderita hemofilia yang tragis terinfeksi HIV dari konsentrat. Pasteurisasi dan dry-heat menginaktif HIV dan membatas transmisi hepatitis B; Strategi lain untuk membatasi infeksi termasuk skrining pada calon donor untuk faktor risiko, pengawasan dari sumber darah untuk resiko patogen, skrining penanda agen infeksi, dan langkah pemurnian lainnya, termasuk metode inaktivasi virus secara fisik dan kimia. Setelah sukses mengklon faktor VIII dan faktor IX, produk rekombinan faktor VIII dan faktor IX dihasilkan dan tersedia secara efektif dan bebas dari sebarang pathogen.

Pengobatan Regimen

Penggunaan regimen profilaksis mempertahankan kadar faktor lebih dari 1% dari normal, mengurangi angka kejadian arthropathi dan pendarahan SSP tetapi membutuhkan dosis ulangan setiap 2-3 hari dengan masalah petugas dan komplikasi yang terkait dengan flebotomi jangka panjang.68

Untuk pengobatan perdarahan, tujuannya terapi adalah untuk mencapai kadar plasma faktor pembekuan VIII atau IX sekitar 30% hingga 50% untuk episode pendarahan yang tidak mengancam jiwa dan tingkat 100% untuk pendarahan mengancam jiwa atau sebagai profilaksis

Page 17: anestesi

bagi tindakan bedah menggunakan bolus berulang atau infus kontinue untuk durasi selama 10-14 hari atau lebih lama, tergantung pada beratnya perdarahan atau tindakan bedah.

Terapi tambahan termasuk DDAVP, analog vasopresin digunakan untuk pengobatan pasien dengan hemofilia A ringan atau sedang. Oktapeptide sintetis ini menyebabkan pelepasan faktor VIII (dan von Willebrand factor) dari endotel sel, meningkatkan plasma faktor VIII sekitar 3 kali lipat (kisaran, 2-12 kali lipat) pada penderita hemofilia di mana penyakit ini disebabkan oleh penurunan produksi atau sekresi protein fungsional atau protein yang mengalami penurunan aktivitas. Pasien dengan hemofilia berat tidak mendapat manfaat dari penggunaannya, kerana mutasi tidak memberikan hasil tidak dalam sintesis, sekresi, atau protein tanpa aktivitas. DDAVP memberi respon tidak terduga tapi direproduksi dalam individu tertentu dan harus didokumentasikan dengan mengukur kadar faktor VIII. Dosis intravena yang dianjurkan adalah 0,3 mikrogram / kg diinfus secara perlahan, kerana vasodilatasi bisa terjadi. Terdapat laporan telah terjadi infark miokard dan trombosis serebral dengan penggunaannya pada pasien dengan trombosis arteri, oleh karena itu sebaiknya hanya digunakan dalam kelainan koagulopati.69

Kadar faktor konsentrat VIII menjangkakan peningkatan faktor plasma VIII sekitar 2% untuk setiap 1 IU / kg yang diinfus. Pengganti kriopresipitat dianggarkan sekitar 80-150 IU per kantong faktor VIII dan kriopresipitat (berasal dari 450-mL darah lengkap donor). Dengan demikian, dosis tipikal 1.750 IU (50% koreksi untuk pasien 70 kg) membutuhkan antara 10 dan 21 unit.

Faktor plasma murni yang didapatkan dari konsentrat faktor VIII atau rekombinan faktor VIII telah tersedia di Amerika Utara, Eropa, dan Jepang sejak tahun 1992. Ini adalah salah satu full-length atau B-domain yang menghapus molekul (domain B tidak diperlukan untuk kegiatan koagulasi) yang terdapat dalam kultur sel mamalia (Indung telur hamster Cina atau sel ginjal bayi hamster) dan dimurnikan menggunakan teknik immunoaffinitas. Produk-produk ini diformulasikan dengan menambahkan albumin sebagai stabilisator, tetapi beberapa telah dikembangkan yang menstabilkan molekul faktor VIII dengan molekul non-protein; meskipun tidak bergantung pada darah yang didonor, pasokan produk ini tidak banyak karena proses manufaktur yang kompleks.

Konsentrat Faktor IX

Produk plasma dengan tahap kemurnian tinggi dan sedang, dan produk rekombinan faktor IX tersedia untuk pengobatan hemophilia B, dimana semuanya mengalami prosedur inaktivasi virus atau langkah ekslusi dalam pembuatan. Pemulihan Faktor IX setelah infus sekitar 1% / IU / kg. Pemulihan diamati dengan faktor rekombinan IX adalah sekitar 20% lebih rendah dari yang diamati dengan faktor plasma IX yang didapatkan, mungkin karena perbedaan modifikasi pasca-translasi antara rekombinan dan plasma yang didapatkan dari protein faktor.

Produk faktor IX dengan kadar kemurnian sedang menggunakan anion exchange kromatografi memilih protein yang mengandung epitop bermuatan sangat negatif seperti faktor

Page 18: anestesi

koagulasi vitamin K-dependen dengan domain y-carboxyglutamic kaya asam. Oleh karena itu, vitamin lainnya Faktor koagulasi K-dependen, Faktor VII, faktor X, dan protrombin, yang dipurifikasi dengan faktor IX dan disebut sebagai "protrombin kompleks berkonsentrasi" (PCCs). PCCs terkontaminasi dengan senyawa aktif faktor pembekuan, yang merupakan penjelasan untuk penggunaan thrombosis yang rumit.70 Untuk meminimalkan risiko trombosis dengan penggunaan PCCs, disarankan untuk mencapai kadar faktor IX tidak lebih tinggi dari 50%; beberapa pabrik telah mengeluarkan formula penggunaan PCCs dengan heparin atau antitrombin III.71

Produk faktor IX dengan tahap kemurnian yang tinggi dihasilkan dari plasma dengan menggunakan teknik ligan afinitas atau immunoaffinitas kromatografi dan biasanya memiliki aktivitas khusus lebih besar dari 150 IU / mg. Produk rekombinan faktor IX dengan tahap kemurnian yang tinggi telah dipasarkan. Komplikasi trombotik belum pernah dilaporkan dengan penggunaan produk ini.

Hemofilia dengan Inhibitor Sistemik

Terapi pengganti menjadi rumit dengan pengembangan antibody inhibitor terhadap faktor-faktor yang diinfus yang mengganggu aktivitas faktor yang sedia ada. Insiden inhibitor faktor VIII adalah sekitar 30%, meskipun titer dan aktivitas penghambatan bisa bervariasi.72

Pengobatan pendarahan akut dapat dilakukan dengan dua metode. Untuk pasien dengan titer inhibitor yang rendah, hemostasis dapat dicapai dengan dosis besar faktor VIII atau faktor IX (misalnya, setinggi 200 IU / kg diberikan pada interval yang sering) dalam upaya untuk menetralkan, atau "menimpa" inhibitor yang berada dalam sirkulasi. Faktor VIII yang berasal dari babi dapat digunakan untuk mengobati pendarahan aktif pasien dengan inhibitor terhadap faktor pengganti manusia. Namun, masalah termasuk inhibitor bereaksi silang dengan faktor VIII dari babi, hingga menyebabkan reaksi alergi, anafilaksis, dan trombositopenia disebabkan oleh pengikatan faktor von Willebrand berasal dari babi dengan konsentrat dari trombosit manusia.

Atau secara alternatif, agen bypass dibutuhkan. Agen bypass ini digabung dalam PCCs di mana dalam bentuk kontaminan-aktif protein seperti, faktor VIIa, Xa, IXa, dan IIa (trombin), berkemungkinan meningkatkan produksi finrin klot dengan mengaktifkan jalur koagulasi duluan dari pembetukan faktor VIII dan IX. Aktivasi PCCs (aPCCs) telah diperlakukan untuk meningkatkan kadar faktor ini diaktifkan dan mungkin lebih efektif dalam pengobatan episode perdarahan pada pasien dengan inhibitor. Mereka digunakan sebagai terapi pertama untuk pasien dengan inhibitor tetapi karena risiko komplikasi trombotik dengan aPCCs, 70 Faktor rekombinan VII (rFVIIa) diaktifkan memiliki dibenarkan sebagai agen alternative bypass dalam pengobatan penderita hemophilia dengan inhibitors.73 Dosis rFVIIa adalah 90 mikrogram / kg setiap 2 jam seperti diperlukan, dibandingkan dengan 50-75 IU / kg setiap 8-12 jam untuk PCCs atau aPCCs. Trombosis juga telah dilaporkan dengan penggunaan rFVIIa.74 Pengawasan agen antifibrinolitik,

Page 19: anestesi

seperti E-aminokaproat asam, sering digunakan sebagai tambahan untuk terapi pengganti atau bypass.

Penyakit von Willdebrand

Penyakit von willedebrand adalah kelainan autosomal dominan mucosal, pendarahan dengan kelainan tipe platelet pertama kali dideskripsi oleh Erick von Wlledebrand pada tahun 1926, dengan prevelansi sekitar 2% dari keseluruhan populasi. Tahap keparahan penyakit ini tergantung pada tipe vWD (tipe 1,2,dan 3) mutasi spesifik, jumlah gene yang terlibat, golongan darah penderita dan jumlah obat, hormon dan juga kayu ukur lainnya. Tipe vWD dan respon pasien terhadap DDAVP berpengaruh pada rekomendasi terapi untuk episode pendarahan akut atau profilaksis dari pendarahan. DDAVP merilis simpanan vWF juga faktor VIII dari platelet dan endothelium, dan seringkali effektif buat kelainan tipe 1 dan sebagian dengan kelainan tipe 2. Ia tidak sesuai digunakan buat mereka dengan kelainan tipe 3 dimana tiada simpanan vWF.

Sesuai yang dideskripsi buat hemophilia A, agen antifibrinolitik berperan baik sebagai adjuvant kepada terapi pengganti untuk vWD dengan operasi gigi untuk menghentikan fibrinolisis. Estrogen meregulasi sintesis vWF dan berguna terutama pada wnit dengan ameliorate menorrhagia.

Terapi berdasarkan Plasma Protein: Konsentrat Faktor VIII

Sebagian faktor VIII dengan tahap kemurniaan sedang diproduksi dari plasma menggunakan metode purifikasi signifikan vWF, tetapi tiada produk yang memiliki paten multimer yang ada pada plasma normal.

Konsentrat faktor Von Willedebrand

Sebagian kromatografi-plasma murni berasal dari konsentrat yang diperkaya vWF tetapi studi membuktikan efektif dan berkesan dalam prosedur inaktivati viral.Rekombinan vWF berjaya diisolasi; ia sedang dikembangkan di bidang klinikal.

Kriopresipitat adalah pilihan utama terapi berdasarkan plasma pada pasien dengan pendarahan disebabkan vWD sehingga tersedia konsentrat faktor VIII inaktivasi viral dengan tahap kemurniaan sedang menjadi pilihan pada pasien dengan kelainan tipe 1 dan 2, kerana vWD tidak berespon terhadap DDAVP, dan pasien dengan perdarahan kerana vWD tipe 3, mereka memiliki resiko yang rendah terkait infeksi disbanding dengan kriopresipitat.

Acquired Diseases

Antibodi yang menginhibisi aktivitas faktor VIII bisa dikembangkan pada pasien yang sebelumnya normal. Kebanyakan pasien tidak memiliki penyakit dasar, namun antibody faktor VIII bisa meningkat pada kelainan autoimun ata pada pasien nifas. Sepertiga inhibitor menghilang dengan sendirinya, tetapi terapi supportif bisa diberika jika kelainan ini berterusan.

Page 20: anestesi

vWD yang didapat adalah kelainan autoimun yang jarang terjadi. Antibodi bisa jadi bereaksi dengan epitopes fungsional dan kompleks imun meningkat penyingkiran vWF. Plasmaferesis atau absorpsi imun bisa mengurangi kadar inhibitor sistemik. Agen imuno non-suppresif dan immunoglobulin intravena berperan sebagai adjuvant kepada produksi antibody. Sebaliknya, terapi dalam kondisi begini mirip dengan kelainan inhibitor congenital.

Defisiensi Faktor Lainnya

Diperkirakan sekitar 15% mewarisi kelainan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi fibrinogen faktor pembekuan II,V, VII,X, XI dan XII. Lokasi genetic faktor tersebut tidak terdapat pada kromosom X, defek homozygous sering menyebabkan kelainan simptomatik. Kelainan bawaan faktor XII, prekallikrein dan molekul ukuran besar kinikogen tidak menyebabkan pendarahan diatheses. Pilihan utama pada kelainan ini adalah dengan pemberian kriopresipitat (untuk fibrinogen dan defisiensi faktor XIII) dan plasma. Terapi bypass adalah dengan menggunakan PCCs, aPCCs atau rFVIIa bisa dipertimbangkan untuk pendarahan refraktori, dan terapi adjuvant bersamaan anti-fibrinolitik bisa membantu.

Protein Anti-koagulan

Plasma yang berasal dari konsentrat kaya dengan protein C dan antitrombin III tersedia bagi pengobatan defisiensi congenital yang menyebabkan thrombosis dan FFP yang mengandung kadar antikoagulan yang normal. Reekombinan faktor protein C (Xingris, Eli Lily dan Company, Indianapolis, IN) kini bisa merawat sepsis berat, dan rekombinan, antitrombin transgenik III juga tersedia untuk pengobatan kelainan oklusi vena pada pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang, resistensi terhadap heparin pada mereka yang menjalani operasi kardiovaskular dan sepsis.

Platelets

Persiapan Pada tahun 1910, W.W. Duke mendeskripsi waktu perdarahan Duke, yang memperlihatkan peran penting trombosit pada penyakit hemoragik, dan nilai transfusi trombosit. Namun, sehingga 1970 sebelum pusat-pusat khusus tertentu bisa menawarkan transfusi trombosit karena persiapan dan masalah penyimpanan yang mengakibatkan penyimpanan trombosit dalam waktu terbatas. Trombosit disusun dengan sentrifugasi darah lengkap, kemudian memisahkan mantel buffy (di Eropa) atau plasma kaya trombosit (Amerika Serikat) untuk sentrifugasi kedua bagi menghasilkan konsentrat trombosit (~ 50 mL per unit). Dosis bagi seorang dewasa bisa didapatkan dari 6 donor. Trombosit apheresis dikumpulkan dari donor tunggal dengan menggunakan berbagai perangkat pheresis dan mengurangi donor eksposur dan dengan demikian risiko infeksi. Jumlah leukosit kurang dalam unit apheresis atau mantel buffy dibandingkan di AS konsentrat (106 bukan 108), tetapi pengenalan teknik leukoreduksi membuat perbedaan ini. Demikian pula, risiko alloimmunization terhadap antigen HLA sama untuk konsentrat atau platelet apheresis menjalani trombosit leukoreduksi.10 Platelet disimpan pada suhu kamar dalam plastic kontainer berpori ke atmosfer untuk menghindari metabolisme anaerobic dan asidosis dan

Page 21: anestesi

bisa bertahan selama penyimpanan untuk hanya 5 hari.76 Diluar saat ini, penyimpanan berkembang untuk mempertahan kelangsungan hidup trombosit.

Persiapan trombosit mengandung volume plasma yang cukup. Jika persediaan terkendala atau pertimbangan kompatibilitas HLA menyebabkan transfusi plasma-produk yang tidak kompatibel, penerima mungkin akan mengalami hemolisisringan. Ini tidak terlalu penting melainkan volume yang besar ditransfusikan pada pasien kecil. Penyimpanan cairan berbasis kristaloid memungkinkan pemindahan plasma; proses tersebut juga dapat memfasilitasi inaktivasi virus pewarna fotosensitif. Trombosit cryopreserved dan lyophilized adalah bidang pengembangan ke depan, dengan trombosit lyophilized mendekat dengan uji klinis.77

Pemicu Transfusi

Anesthesiologis membangkitkan tentang keperluan transfusi platelet pada pasien perawatan intensif dan perioperatif. Majoritas diberikan pada pasien dengan keganasan hematologi (86%); sebagian diberikan sebagai profilaksis(68%) dan bagi menghentikan pendarahan aktif(32%). Indikasi lainnya adalah untuk pasien trombositopenia sesudah transfusi, auto-imun atau trombositopenia disebabkan oleh obat. Pemberian adalah kontra-indikasi pada kelainan yang disebabkan oleh TTP,HUS atau DIC. Pada sebagian kelainan platelet kualitatif, termasuk kelainan kongenital (Trombasthenia Glanzmann, Bernard Soulier) atau disebabkan obat (Aspirin, Clopidogrel, Persantine, Abxicimab) member respon terhadap transfusi. Sebaliknya, kadar tinggi eptifibatide dan clopidogrel yang bersikulasi dalam aliran darah menyebabkan kelainan disfungsional pada platelet yang diinfus.

Indikasi yang paling umum pemberian transfusi pada saat ini adalah sebagai profilaksis terutama pada pasien onkologi adalah sebesar 10.000 /mm3.79 dan pada pasien yang mengalami pendarahan atau menjalani prosedur invasive seringnya lebih tinggi.80 Jumlah platelet sebesar <50.000 / mm3 sesuai pedoman dari American Society of Anesthesiologists. Penggunaan Faktor VII rekombinan telah digunakan untuk menambah atau mengganti transfusi trombosit, terutama pada pasien yang refrakter terhadap transfusi.81,82

Refrakter terhadap Transfusi Platelet

Refrakter transfusi trombosit dapat disebabkan oleh kekebalan atau mekanisma non-imun.83

Dalam mekanisme imun, alloantibodi, autoantibodi, antibodi terkait-obat, atau kompleks imun adalah faktor yang berperan. Membran trombosit terkait anti-kelas I HLA-A dan antibodi B bertanggung jawab untuk sebagian besar yang berfrakter platelet, dan pencocokan yang disebut antigen HLA umum, seperti Bw4 atau Bw6, membentuk faktor utama uji kompatibilitas. ABO inkompatibilitas dapat mengurangi kelangsungan hidup trombosit hingga 20%. Antibodi yang jarang seperti HPA atau antigen trombosit manusia (permukaan platelet polimorfik glikoprotein) atau permukaan trombosit glikoprotein absen pada penerima (Seperti GP1b di Bernard-Soulier sindrome atau GPIIb / IIIa di Glanzmann tromboastenia). Antibodi tidak menjamin refrakter, dan mendasari proses penyakit atau imunosupresif terapi dapat memberi gambaran klinis.10

Page 22: anestesi

Mekanisme nonimmune meliputi kerusakan mikroangiopati (HUS atau TTP), sepsis, atau demam, terutama dengan adanya DIC, disfungsi hati, dan obat-obatan tertentu (seperti vankomisin dan amfoterisin).

Purpura pasca transfusi adalah komplikasi langka yang terjadi 7-10 hari setelah transfusi darah imunogenik. Pada neonatal alloimun trombositopenia, risiko untuk terjadi purpura pasca transfusi meningkat pada HLA-DR3-positif, dan HPA-1a adalah antigen yang paling sering terlibat (dalam populasi Barat). Pada saat ini, tidak ada pemahaman yang jelas dari patologi yang tepat dari purpura pasca transfusi.

Uji Kompabilitas

Kesilapan manusia adalah penyebab dasar pada hampir semua kematian akut HTRs, dengan kesalahan transfusi pada pasien terjadi hampir 50% kasus. Spesimen Mislabeling pasien dikirim ke bank darah dan klerikal dalam darah Bank lebih sering terjadi daripada kesalahan uji serologi, sehingga fokus untuk merancang bagi mendapatkan pelaksanaan transfusi yang aman menjadi prioritas utama, lebih daripada kemajuan teknologi di serotyping. Tujuan uji kompatibilitas adalah untuk menghindari reaksi imun HTRs akibat alloantibodies penerima bereaksi terhadap permukaan alloantigen RBC yang ditransfusikan. Uji glutinasi direk (Gbr. 85-1) dan indirek (Gbr. 85-2) adalah uji kompatibilitas utama di laboratorium.

Uji pre-transfusi menjamin kompabilitas ABO dan Rh (D) kompatibilitas dan sebagai salah satu skrining pada penerima plasma antibodi terhadap sebagian antigen. Gambar 85-3 mendeskripsi uji laboratorium yang terlibat dalam pengelompokan, mengetik, dan uji silang darah sebelum transfusi. Ketika dilakukan dalam penyediaan yang tepat termasuk kontrol untuk mencegah kesalahan administrasi, penentuan kompatibilitas efektif menyingkirkan risiko transfusi seperti reaksi hemolitik akut intravaskular. Namun, tidak menyingkirkan risiko alloimmunization non-ABO / Rh antigen, juga tidak memberikan perlindungan sempurna terhadap reaksi tertunda hemolitik.

Kontaminasi Bakteri

Kontaminasi bakteri pada komponen darah bisa bersifat asimptompmatik atau dipicu dengan sepsis yang bisa berakibat kematian. Kasus ini terjadi pada penderma platelet acak (5-30 dalam 10000 unit) dan aferesis platelet (0.5-23 dalam 10000) disimpan pada suhu ruangan. PRBCs (0.25 dalam 10000 unit) disimpan pada suhu 39.2F (4Celcius) dan jarang FFP atau kriopresipitat terkontaminasi saat dicairkan. Kontaminasi bakteri pada produk platelet diketahui sebagai resiko paling sering yang didapatkan dari prosedur transfusi, tejadi sekitar 1 dalam 2000-3000 unit platelet dan diperkirakan sebagai yang kedua paling sering menyebabkan kematian (sesudah kesalahan klerikal) dengan kadar mortalitas sekitar 1 per 20000 sehingga 1 per 85000 penderma. Insidensi episode septic berat tidak jelas namun diperkirakan sekitar 1 per 50000unit platelet yang ditransfusi.86

Page 23: anestesi

Bakteri bisa memasuki kantong darah pada saat punksi vena disebabkan persediaan yang tidak adekuat, saat persiapan komponen, transien bakterinemia saat darah didonor atau saat penyimpanan. Proliferasi bakteri terjadi secara cepat pada platelet konsentrat yang disimpan selama 5 hari pada suhu ruangan disbanding sel darah merah yang dikulkas selama 42 hari.

Reaksi klinikal termasuk demam, menggigil, kejang, kram abdomen, DIC, gagal ginjal, serangan jantung, dan henti jantung; reaksi bisa serta merta atau tertunda beberapa jam berikutnya pasca trannsfusi. Ini tidak bisa dibedakan dengan FNHTR. Jika gambaran klinis muncul, uji sampel darah dilakukan bagi menilai kompabilitas dan unit darah dihantar bagi prosedur kultur. Pengobatan termasuk penghentian transfusi, terapi supportif syok dan obat antibiotic spectrum luas.

Meski kontaminasi bakteri pada kadar yang bervariasi, namun angka kejadian diperkirakan 0.2-0.3%. 87,88 Secara klinikal dipercaya mendapat laporan tentang reaksi septic pada kadar 1 per 2500 sehingga 1 per 11400 bagi platelet yang berasal dari plasma darah dan 1 per 15400 bagi aferesis. Kemunculan simptom sekitar 17-42% pada platelet yang terkontaminasi dengan angka mortalitas 17%.

Bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas, Yersinia, Enterobacter, dan Flavobacterium, adalah organism yang sering mengkontaminasi simpanan darah. Sebaliknya, platelet konsentrat yang terkontaminasi Bacillus, Escherichia coli, Klebsiella, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Serratia marcescens, dan Streptococcus berakibat fatal sebesar 85%. Kontaminasi bakteri bisa disamarkan dengan pemberian antibiotik.

SifilisSkrining sifilis dilakukan pada tahun 1958, dan kasus terakhir yang disebabkan oleh prosedur transfusi didapatkan pada tahun 1966.Sebarang resiko transmisi dikurangkan dengan sensitivitas terhadap antibiotik penisilin atau sefalosporin. Treponema Pallidum bukanlah ancaman pada simpanan darah di Amerika.

Kontaminasi ViralResiko infeksi HIV dan hepatitis C sangat jarang di Amerika (kurang dari 1 per 2 juta unit transfusi) setelah dilakukan uji asam nukleik pada tahun 1999. Namun, resiko yang sebenar tetap ada, maka penatalaksanaan yang tidak wajar harus dihindari dalam menangani prosedur transfusi.

Patogen Viral LainnyaHAV, virus RNA non-enveloped adalah dalam keluarga Picornaviridae dan ditransmisi melewati saluran cerna. HAV biasanya bersifat simptomatik dan pendonor darah yang terinfeksi biasanya dieliminasi dari mendonor.

Hepatitis BHBV adalah virus DNA dalam keluarga Hepadnaviridae. Virion yang terinfeksi dikenali sebagai partikel dane dan memiliki komponen permukaan dan inti. HBsAg dan inti antigen hepatitis B (HBcAg). Dalam darah donor, prevelensi infeksi HBV menurun dari 1.97 per 100000 kepada

Page 24: anestesi

1.27 per 100000 antara tahun 1998 dan 2001. Kebanyakkan kasus transmisi HBV lewat transfusi darah donor pada waktu jeda yaitu 37-87 hari. Dengan teknik skrining yang terkini, resiko transmisi HBV diperkirakan 1 per 205000 unit transfusi dan semakin berkuran dengan penggunaan uji NAT.

Hepatitis C HCV adalah virus RNA di Famili Flaviviridae yang memiliki 6 genotipe. Di Amerika Serikat, genotype 1, 2, dan 3 penyebab 75%, 10%, dan 10% dari infeksi, masing-masing, dan memiliki sejenis tingkat replikasi dan transmisi dan sejarah alam. Risiko HCV transmisi dengan transfusi menurun setelah adanya pengujian serologi untuk antibodi HCV Mei 1990, dan NAT pengujian untuk genom virus HCV pada tahun 1999 berkurang tes jendela negative periode sampai 40 hari. gabungan NAT dan pengujian serologis mengurangi risiko dari estimasi 1: 276.000 unit untuk 1: 1.935.000 unit.

Hepatitis D

Awalnya disebut agen delta, hepatitis Virus D adalah kelainan RNA yang mengandung virus penumpang yang membutuhkan HBV untuk bertindak sebagai "pembantu" untuk perakitan dari amplop protein. Oleh karena itu, skrining untuk hepatitis B membantu mencegah transfusi terkait hepatitis D.

Hepatitis E

Hepatitis E virus (HEV) adalah RNA calicivirus terkait dengan tinja yang mengontaminasi sumber air, yang biasanya menyebabkan penyakit self-limited; tidak dikenali sebagai pathogen via transfusi.

Human Immunodeficiency Virus-1

Pusat Pengendalian dan Penyakit Pencegahan (CDC) melaporkan sebanyak 9.352 kasus AIDS di Amerika Serikat terkait dengan Transfusi sampai 31 Desember 2001, termasuk 41 orang dewasa atau remaja dan 2 anak-anak yang menerima darah dari donor HIV-negatif. Tambahan lagi, selama tahun 1980, 4799 penderita hemofilia dan pasien lain dengan kelainan koagulasi terinfeksi AIDS sebagai hasilnya terapi dengan transfusi plasma. Di antara 37 juta sumbangan yang disaring untuk HIV-1 RNA oleh NAT antara 1999 dan 2002, hanya 12 yang NAT positif dan negatif antibodi.91 Risiko dengan penyaringan plasma, seperti koagulasi konsentrat faktor dan albumin dan juga persiapan imunoglobulin, bisa diharapkan akan lebih rendah dengan tambahan proses inaktivasi virus, termasuk pasteurisasi, proses fisikokimia (pengobatan SD), dan nanofiltrasi, yang sudah dilakukan sejak pertengahan 1980; dan sejak saat itu, tidak ada infeksi HIV baru terkaitkan dengan produksi produk darah.

Page 25: anestesi

Human Immunodeficiency Virus-2

Human immunodeficiency virus-2, sejenis retrovirus terkait lebih erat dengan immunodeficsiensi virus simian dibanding HIV-l, diakui awalnya di Afrika Barat. Pada tahun 1998, CDC melaporkan 79 kasus infeksi HIV-2 di Amerika Serikat, terutama di penduduk asli negara Afrika Barat. Transmissibilitas HIV-2 tampaknya lebih rendah, perjalanan infeksi ringan, dan Interval antara infeksi dan AIDS dan penyakit lama dari yang terkait dengan HIV-1, menghadirkan risiko yang lebih rendah untuk HIV-2 transmisi dengan transfusi.

Human T-Limfotropik Virus I dan II

HTLV-I dan -II adalah retrovirus yang terkait dengan kelompok Oncovirinae. Kontras dengan HIV, HTLV jarang hadir dalam plasma sel bebas dan menunjukkan replikasi aktif sedikit pada manusia yang terinfeksi. HTLV ditemukan di sekitar dunia, dengan fokus endemik di selatan Jepang, Karibia, Amerika Selatan, dan Timur Tengah. Sebuah kombinasi assay HTLV I-II sensitif diperkenalkan pada tahun 1998, dan ancaman memperoleh infeksi HTLV dari darah disaring adalah saat minimal.

Human Hepresvirus

Virus herpes manusia (HHVs) secara struktural kompleks, doublestranded Virus DNA yang menyebabkan penyakit menular umum, biasanya terkait dengan penyakit bawaan seumur hidup dan kemungkinan reaktivasi berulang infeksi. Namun, secara umum virus herpes alfa, herpes simpleks dan varicella zoster, tidak terkait sebagai infeksi yang ditularkan lewat transfusi.

Infeksi Citomegalivirus

CMV, tipe virus herpes beta (HHV-5), bisa menginfeksi berbagai jenis sel, terutama leukosit; komponen darah sel (Plasma, kriopresipitat) tidak mengirimkan CMV. Dalam pasien imunokompeten, komunitas ini mendapat infeksi asimtomatik atau dengan gejala ringan, terbatas pada individu seperti sindrom mononucleosis. Akan tetapi, virus laten tetap permanen intraseluler, memungkinkan potensi seumur hidup untuk reaktivasi infeksi atau virus transmisi dengan transfusi seluler produk darah atau donor transplantasi organ tubuh.

Pada pasien imunosupresi, CMV Infeksi menyebabkan morbiditas dan kadang-kadang pneumonitis mematikan, hepatitis, gastroenteritis, retinitis, dan inflamasi lainnya kondisi yang memerlukan pengobatan dengan gansiklovir dan antivirus lainnya agen. Infeksi primer pada kehamilan mungkin berhubungan dengan janin bisa terjadi malformasi dan infeksi kongenital oleh penyakit kuning, hepatosplenomegali, microencephaly, dan trombositopenia dengan mortalitas yang signifikan. Skrining status CMV sangat penting untuk neonatus, transplantasi sumsum tulang penerima, dan penerima transplantasi. Penerima transplantasi CMV-negatif tidak membantah organ dari seropositif sebuah donor tetapi diperlakukan prophylactically dan diuji

Page 26: anestesi

untuk infeksi. Jika komponen darah leukoreduced tidak tersedia, transfusi dari CMV seropositif donor dihindari untuk mengurangi viral load.

Setidaknya 50% dari donor darah memiliki antibodi terhadap CMV, sehingga menunjukkan Infeksi CMV sebelumnya. CMV Infeksi berkembang di 2% dari CMV-negatif penerima transplantasi diberikan CMV-seronegatif darah, dibandingkan dengan 30-60% historis terlihat setelah infuse komponen darah CMV-diskrining. 66 Keselamatan tambahan diberikan dengan pra-penyimpanan pengurangan leukosit dan apheresis koleksi platelet.

Virus Epstein-Barr

Virus Epstein-Barr adalah gamma virus herpes IV (HHV4) yang menyebabkan infeksi mononucleosis dan terkait dengan limfoma burkitt, karsinoma nasofaring dan pasca transplantasi penyakit limfoferatif. Lebioh dari 90% populasi dewasa memiliki riwayat terpapar dan virus spesifik limfosit T sitotoksik bersama limfosit B yang terinfeksi EBV, jadi infeksi EBV terkait transfusi jarang terjadi sama ada pada individu immunokompeten atau immunosupressor.