Anemia Saat Kehamilan YARSI

download Anemia Saat Kehamilan YARSI

of 11

description

RSUD DR SLAMET GARUT

Transcript of Anemia Saat Kehamilan YARSI

ANEMIA

DefinisiAnemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin kurang dari normal, yang berbeda di tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10.

Berdasarkan WHO untuk ibu hamil batas normal hemoglobin adalah 11 gr%. Anemia adalah konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita yang tidak hamil dan kurang dari 10 g/dL pada wanita hamil dan nifas. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, tahun 1989 definisi anemia dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua, atau3. Hematokrit kurang dari 32%.

EpidemiologiDi seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi zat besi. Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang, dibandingkan dengan negara maju.

95% dari anemia dalam kehamilan merupakan anemia defiesiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi semakin meningkat. Ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada kehamilan. Kematian maternal meningkat karena terjadinya pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang memang sudah menderita anemia sebelumnya.

Patofisiologi Anemia dalam KehamilanKehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi besi.

Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. hematologi sehubungan dengan kehamilan, antara lain adalah oleh karena peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, sehingga terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan.

Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung.

Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron.

Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 % .

EtiologiEtiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu : 1) Didapatkan (acquired) Anemia defisiensi besi Anemia karena kehilangan darah secara akut Anemia karena inflamasi atau keganasan Anemia megaloblastik Anemia hemolitik Anemia aplastik2) Herediter Thalasemia Hemoglobinopati lain Hemoglobinopati sickle cell Anemia hemolitik herediter

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), dan kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein.

Gejala klinis

Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia. Dikutip dari kepustakaan (6)

Gejala klinis dari anemia bervariasi, bergantung pada tingkat anemia yang diderita. Berdasarkan gejala klinis anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak. b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare. c) Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.

Diagnosis Anemia dalam KehamilanUntuk menegakkan diagnosa anemia kehamilan dibuuhkan anamnesa yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang diderita.

Pemeriksaan penunjang dan pengawasan dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:a) Anemia ringan : Hb 10 11 gr%b) Anemia sedang : Hb 7 10 gr%c) Anemia berat : Hb < 7 gr% (1)

Pada permeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah lengkap, penting diketahui pada kehamilan normal, karena hemoglobin atau hematokrit cenderung rendah. Indeks sel darah merah membantu menentukan ada tidaknya kelainan abnormal seperti defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase.

Reticulocyte countKriteria anemia menurut CDC (The Centers for Disease Control)

MeningkatNormal atau menurun

Anemia Makrositik, MCV>100,Pertimbangkan :1. Defisiensi As.Folat2. Defisiensi vit. B12Cek serum folat dan B12 level. Pertimbangkan malabsorbsi, gangguan makan dan ekstrim diet sebagai kemungkinan etiologi.

Anemia Mikrositik, MCV 1 L, dan gejala anemia, termasuk gejala jantung, bisa terjadi pada parturients, sehingga mengekspos mereka untuk transfusi darah.

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).

Gejala klinis anemia defisiensi besi adalah pucat, lemah, lesu, anoreksia, sesak, depresi mental, nyeri kepala, berdebar-debar, rambut halus dan rapuh, koilonikia, atropi papila lidah dan stomatitis. Pucat ditemukan di mukosa membran, konjugtiva, kuku, dan telapak tangan. Pada kasus yang berat, ditemukan takikardia dan takipnea.

Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan Hb kurang dari 10gr/dL, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi. Nilai Hb yang kurang dari 10g/dl dianggap sebagai anemia defisiensi besi yang ringan, manakala Hb yang kurang dari 8g/dl adalah anemia defisiensi besi yang berat.

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi. Dikutip dari kepustakaan (10)

Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada banyak pasien karena dosis bergantung pada efek samping, kurangnya kepatuhan dan penyerapan zat besi yang tidak cukup di duodenum. Juga harus dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data pada peningkatan berat lahir dan berkurangnya kelahiran prematur masih kurang.

Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik (Hb 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah.

Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: Dosis pencegahanDiberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya.

Dosis PengobatanDiberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.

Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, pusing bau logam. Selain itu setelah mengkonsumsi tablet tersebut, tinja akan berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini tergantung pada dosis zat besi dalam pil, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan efek samping semakin besar. Tablet zat besi yang diminum dalam keadaan perut terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan tetapi hal ini dapat menurunkan tingkat penyerapannya.

Terapi parenteral hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular dapat disuntikkan dekstran besi Imferon atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan.

Walaupun zat besi intravena dan dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat, maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan walaupun hemoglobinnya kurang dari 6gr/dL apabila tidak terjadi perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat).

Protokol iron dextran

Indikasi : Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat besi secara oral.

Kontraindikasi : Hipersensitif pada iron dextran complex Digunakan secara berhati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar dan arthritis rheumatoid.

Dosis : Tes Dosis : 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution dan infus sekitar 15 menit. Sediakan epinefrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30 menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik. Dosis (mL) : 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi) Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL) Dilusi jumlah dosis di dalam 250-1000mL isotonic saline solution. Volume yang sering digunakan 500mL Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk 25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.

Efek samping: Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (10%), menggigil (