Anemia Hemolitik

18
Anemia Hemolitik et causa Thalasemia Ernestin Salma Jelalu Kelompok : C9 102011024 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 email : [email protected] Pendahuluan Anemia bisa timbul dengan bermacam-macam gejala yang tersembunyi. Diantaranya adalah lelah, menurunnya toleransi olahraga, sesak napas, dan angina yang memburuk. Akan tetapi anemia seringkali ditemukan secara kebetulan dengan pemeriksaan darah lengkap rutin atau selama pemeriksaan penunjang penyakit lain. Anemia bukanlah suatu diagnosis tetapi harus dicari penjelasannya. 1 Anamnesis Riwayat penyakit sekarang Diantaranya: 1 Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, atau tanpa gejala? Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? 1

description

anemia

Transcript of Anemia Hemolitik

Page 1: Anemia Hemolitik

Anemia Hemolitik et causa ThalasemiaErnestin Salma Jelalu

Kelompok : C9

102011024

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

email : [email protected]

Pendahuluan

Anemia bisa timbul dengan bermacam-macam gejala yang tersembunyi. Diantaranya

adalah lelah, menurunnya toleransi olahraga, sesak napas, dan angina yang memburuk. Akan

tetapi anemia seringkali ditemukan secara kebetulan dengan pemeriksaan darah lengkap rutin

atau selama pemeriksaan penunjang penyakit lain. Anemia bukanlah suatu diagnosis tetapi

harus dicari penjelasannya.1

Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang

Diantaranya:1

Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, atau

tanpa gejala?

Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?

Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?

Tanyakan kecukupan makanan dengan kandungan Fe yang cukup? Adakah gejala

yang konsisten dengan malabsorbsi? Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari

saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah “butiran kopi”)?

Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit

(misalnya cacing tambang dan parasit)?

1

Page 2: Anemia Hemolitik

Adakah pemakaian obat-obatan tertentu berhubungan dengan kehilangan darah

(misalnya OAINS menyebakan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat

sitotoksik)?

Riwayat penyakit dahulu

Diantaranya:2

Ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya?

Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya artritis reumatoid atau gejala yang

menunjukkan keganasan)?

Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, pendarahan dan infeksi

yang tak lazim atau rekuren)?

Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer?

Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (misalnya ikterus, katub buatan

yang diketahui bocor)?

Adakah riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan penunjang seperti

endoskopi gastrointestinal?

Adakah disfagia (akibat lesi esogfagus yang menyebabkan anemia atau selaput

pada esofagus akibat anemia defisiensi Fe)?

Riwayat keluarga 1

Adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan penyakit

sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan.

Pemeriksaan fisik

Yang perlu diperhatikan adalah:

Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Apakah pasien ada sesak atau syok

akibat kehilangan darah akut?

Adakah tanda-tanda konjungtiva anemi? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak

tangan pucat?

Adakah koilinikia (kuku “seperti sendok”) atau keilitis angularis seperti yang

ditemukan pada defisiensi Fe yang sudah berlangsung lama?

Adakah tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)?

2

Page 3: Anemia Hemolitik

Gambar 1. Koilinikia2

Pemeriksaan Limpa

1. Menginstrukan kepada pasien untuk menekuk lutut membentuk sudut 45-60 derajat

2. Meminta pasien untuk memberikan respon terhadap pemeriksaan misalnya bila

terdapat rasa nyeri

3. Melakukan palpasi acak dan terstruktur dengan menggunakan sisi palmar radial jari 2,

3, dan 4 tangan kanan dan ibu jari terlipat di bawah palmar manus serta

menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas pada setiap kali palpasi

dilakukan

4. Melakukan palpasi lien berdasarkan garis schuffner yang menyilang mulai dari SIAS

kanan ke umbilicus sampai tepi bawah arcus kosta kiri

Pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi 130x/menit, Td 80/85 mmHg, sklera dan kulit

ikterik (+), konjungtiva anemis, splenomegaly (+).

Gambar 2. Pemeriksaan limpa2

3

Page 4: Anemia Hemolitik

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan yakni:

Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal.

Hapusan darah tepi : anemia mikrositik hipokrom, aniso-poikilositosis, eritrosit

berinti

Elektroforesis Hb dengan buffer alkalis : Hb Bart’s

Fungsi sumsum tulang : hyperplasia normoblastik.

Kadar besi serum meningkat

Bilirubin indirect meningkat

Diagnosis

Working diagnosis

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan pucat sejak 3 bulan, mudah

lelah dan pucat , tidak ada demam dan pendarahan serta didapatkan adanya splenomegali

didiagnosis menderita Anemia hemolitik et causa Thalasemia.

Differential diagnosis

Anemia hemolitik et causa Malaria

Malaria merupakan infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu

protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui air liur nyamuk. Parasit

pertama kali menginfeksi sel-sel hati dan kemudian berpindah ke eritrosit. Infeksi

menyebabkan hemolisis berat sel-sel darah merah. Pada titik ini semakin banyak parasit yang

dibebaskan ke dalam sirkulasi dan timbul siklus infeksi berikutnya. Gambaran klinis yang

biasanya terjadi pada malaria adalah terdapat tanda-tanda sistemik anemia, lonjakan-lonjakan

demam yang siklik, menggigil dan berkeringat pada waktu demam, nyeri kepala,

hepatomegali dan splenomegali dapat terjadi ikterus akibar pelepasan bilirubin yang

berlebihan.4

Anemia sel sabit

Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua

salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin yang cacat

4

Page 5: Anemia Hemolitik

tersebut yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti

sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini

kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit dan

akibatnya terperangkap di dalam mikrosirkulasi. Hal ini menyebabkan penyumbatan aliran

darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan. Meskipun

bentuk sel sabit ini reversibel atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi hemoglobin

kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh

yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel-sel yang telah hancur disaring dan

dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa; kondisi ini mengakibatkan limpa bekerja lebih

berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark (sel yangsudah mati) dari berbagai organ,

terutama limpa dan tulang, dapat terjadi. Disfungsi multiorgan sering terjadi setelah beberapa

tahun. Gambaran klinis yang ada yakni terdapat tanda anemia sistemik, nyeri hebat yang

intens akibat sumbatan vaskular pada serangan penyakit, infeksi bakteri serius disebabkan

kemampuan limpa untuk menyaring mikroorganisme yang tidak adekuat, dan splenomegali

karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang menyebabkan krisis akut.

Etiologi

Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel darah

merah yang berlebihan. Pembentukan sel darah merah di sumsum tulang akan meningkat

untuk mengganti sel-sel darah yang mati, lalu mengalami peningkatan sel darah merah yang

belum matur atau retikulosit yang dipercepat masuk ke dalam darah.3

Anemia hemolitik merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya ikterus, serta

meningkatnya bilirubin serum yang belum terkonyugasi, meningkatnya urobilinogen dalam

urin dan tinja, meningkatnya haptoglobin dan retikulositosis. Derajat retikulositosis secara

tidak langsung menunjukkan laju hemolisis. Pada apus darah bisa tampak polikromasia,

sferosit, eritrosit mengkerut dan pecah menjadi fragmen-fragmen.3

Thalasemia merupakan salah satu penyakit menahun yang diturunkan dalam keluarga

dan Penyakit thalasemia memang merupakan penyakit yang diwariskan oleh gen orang tua

atau salah satu gen dari orang tua. Penyakit thalasemia juga sering dikaitkan oleh anemia

dimana penyakit anemia disebabkan oleh kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah dalam

darah menurun atau jumlahnya berkurang. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat dan

mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Hemoglobin sendiri terdiri atas 2 jenis rantai protein

5

Page 6: Anemia Hemolitik

yakni rantai protein alpha globin dan rantai protein beta globin. Apabila terjadi gangguan

dalam pembentukkannya maka dapat terjadilah penyakit yang kita sebut thalasemia.3

Klasifikasi Thalasemia

Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :

1.     Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)

Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal

membawa 1 gen). Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada

kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti

gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang

dari kondisi normal.4

2.   Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)

Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.4

Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.

Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar

hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa

menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan

umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk

memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,namun

di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul

gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.5

Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke

dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk

mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan

perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi

darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia

mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus

6

Page 7: Anemia Hemolitik

dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat

penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.5

2. Thalasemia Minor

Thalasemia minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun

individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia

minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi

masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan

pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti

anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor

sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak

memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.5

Epidemiologi

Angka kejadian tahunan anemia hemolitik dilaporkan mencapai 1 per 100.000 orang

pada populasi secara umum. Anemia hemolitik merupakan kondisi yang jarang dijumpai pada

masa anak-anak, kejadiannya mencapai 1 per 1.000.000 anak dan bermanifestasi primer

sebagai proses ekstravaskular. Thalasemia mengenai 3% sampai 10% orang Asia, Afrika, dan

Mediterania.3

Patofisiologi

Proses hemolisis akan menimbukan gejala penurunan kadar hemoglobin yang akan

mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan sehingga dapat diatasi oleh

mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat juga terjadi secara tiba-tiba, sehingga segera

menurunkan kadar hemoglobin.4

Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh berdasarkan tempatnya dibagi atas

dua yakni yang ekstravaskular dan intravaskular. Hemolisis ekstravaskular terjadi pada sel

makrofag dari sistem sel retikuloendotelial (RES) terutama lien, hepar dan sumsum tulang

karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran,

presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Pemecahan

eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke dalam protein pool, serta

7

Page 8: Anemia Hemolitik

besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya akan digunakan kembali, sedangkan

protoporfirin akan menghasilkan CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan

albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konyugasi dalam hati menjadi bilirubin direk

kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan

urobilinogen dalam urin.4

Sedangkan pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya hemoglobin

bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh hepatoglobin, sehingga kadar

hepatoglobin dalam plasma akan menurun. Apabila kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka

terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia.

Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi metemoglobin sehingga terjadi

metemoglobinemia. Hemogloin bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi

hemoglobinuria. Pemecahan eritrosit intravaskular akan melepaskan banyak LDH yang

terdapat dalam eritrosit, sehingga serum LDH akan meningkat.4

Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis. Destruksi eritrosit

dalam darah tepi akan merangsang mekanisme bio-feedback sehingga sumsum tulang

meningkatkan eritropoiesis. Peningkatan eritropoiesis ditandai oleh peningkatan jumlah

eritroblas dalam sumsum tulang, sehingga terjadilah hiperlasia normoblastik.5

Berkaitan dengan kasus yang ada, pada penyakit thalassemia terjadi defek genetic

mengakibatkan pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih rantai globin HbA.

Keadaan ini dapat mengakibatkan pembentukan tetramer Hb berkurang sehingga terjadi

anemia mikrositik hipokrom dan sebagian rantai globin tidak mendapat pasangan, bebas,

bersifat tidak larut (insoluble) dan tidak mengikat oksigen. Akumulasi rantai globin yang

bebas ini mengakibatkan lisis erirosit intramedular (eritropoiesis inefektif). Sementara itu,

erirosit yang lolos masuk ke sirkulasi darah akan dihancurkan di limpa, dengan akibat terjadi

splenomegaly.

Splenomegali

Limpa normal menghancurkan sel-sel darah merah yang tua dengan kecepatan 1/120

dari sel-sel darah perifer setiap hari. Sel-sel darah merah abnormal mengalami percepatan

destruksi sewaktu melewati limpa normal. Sebaliknya limpa yang sangat besar cenderung

menghancurkan lebih banyak sel darah merah, sel darah putih dan trombosit pun bisa terkena.

Keadaan-keadaan ini mencakup penyakit hati disertai hipertensi porta, gagal jantung

8

Page 9: Anemia Hemolitik

kongestif kronis, penyakit infiltratif seperti leukimia dan limfoma dan infeksi prtozoa seperti

oleh skistosomiasis. Semua penyakit ini meningkatkan ukuran limpa sehingga terjadi

peningkatan sekuestrasi sel darah merah.5

Limpa berfungsi membersihkan sel darah merah yang rusak. Pembesaran limpa pada

pnderita thalasemia terjadi karena sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga

kerja limpa sangat berat. Selain itu tugas limpa juga diperberat untuk memproduksi sel darah

merah lebih banyak.5

Gambaran klinis

Gambaran klinis anemia berat akan muncul pada usia sekitar 3-6 bulan atau kurang

lebih dalam usia 1 tahun pertama yaitu ketika terjadi penurunan sintesis rantai gamma untuk

berganti ke rantai beta. Usia terdiagnosanya talasemia tergantung dari defek molekular yang

terjadi dan kewaspadaan dokter yang merawat. Gejala diawali dengan pucat, splenomegali,

demam dan sakit berat.4

Aktivitas eritropoiesis sangat meningkat, sumsum tulang meluas 15-30 kali normal,

mengakibatkan terjadinya thalassemic facies, dengan penonjolan os zygomaticus berlebihan,

basis hidung tertekan, pneumatisasi rongga sinus terlambat, maxilla overgrowth sehingga

terjadi maloklusi dan rodent like appearance.4

Gambar 3. Facies cooley3

Penatalaksanaan

9

Page 10: Anemia Hemolitik

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan jadi tidak dapat disembuhkan. Terapi

yang digunakan pada penderita thalassemia bersifat simptomatik (mengobati simptom yang

muncul). Pada talasemia beta minor karena hanya menunjukkan anemia ringan maka tidak

perlu transfusi darah, sedangkan pada talasemia beta mayor perlu transfusi darah.

Penanganan secara suportif yang dapat dilakukan antara lain :

Asam folat diberikan 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat jika asupan

diet buruk.

Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel

darah merah.

Vitamin C 100 mg diberikan untuk meningkatkan ekskresi besi

Transfusi. Transfusi pertama kali dilakukan apabila Hb <7. Transfusi ke dua dilakukan

berselang 2 minggu setelah transfusi pertama atau bila Hb <7 disertai gejala klinis.

Untuk menghindari menumpuknya besi, diberikan iron chelation therapy dengan

Desferioksimin 2g/unit darah. Besi diikat menjadi ferrioxamine untuk diekskresi bersama

urin. Ekskresi besi di urin mencapai 200mg/hari

Splenektomi, dengan indikasi limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak

penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya

ruptur serta hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau

kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Splenektomi dilakukan pada anak dengan usia lebih dari 2 tahun. Pasca splenektomi,

frekuensi transfuse biasanya berkurang.

Pencegahan

Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah mencegah seseorang untuk tidak menderita thalasemia atau

menjadi carrier thalasemia yaitu dengan konseling genetik pranikah. Konseling genetik

pranikah terutama pada populasi yang berprevalensi tinggi (prevalensi > 5%) agar

memeriksakan diri apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling

juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai kerabat dekat penderita thalasemia. Tujuan

utama dari konseling pranikah adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan antara carrier.

10

Page 11: Anemia Hemolitik

Hal ini mengingat mereka berpeluang 50% untuk mendapatkan keturunan carrier, 25%

thalasemia mayor dan 25% menjadi anak normal yang bebas thalasemia.5

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder pada penderita thalasemia dilakukan dengan cara:5

a. Diagnosis prenatal

Diagnosis prenatal selain ditujukan kepada pasangan carrier, juga

dimaksudkan bagi pasangan beresiko lainnya yang telah mempunyai bayi thalasemia.

Tujuan dari diagnosis prenatal ini adalah untuk mengetahui sedini mungkin apakah

bayi yang dikandung menderita thalasemia mayor atau tidak. Diagnosis prenatal pada

thalasemia dapat dilakukan pada usia 8-10 minggu kehamilan dengan sampel villi

chorialis.

b. Skrining

Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil

terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi:

1. Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah.

2. Gambaran sel darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel

darah.

3. Feritin, Serum Iron (SI) untuk melihat status besi.

4. Analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis thalasemia.

5. Analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

c. Transfusi darah

Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar sekitar

11g/dL. Kadar hemoglobin setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang

berlebihan di dalam sumsum tulang dan juga mengabsorpsi Fe dari traktus digestivus.

Pasien dengan kadar hemoglobin yang rendah untuk waktu lama, perlu ditransfusi

dengan hati-hati dan sedikit demi sedikit. Frekuensi sebaiknya sekitar 2-3 minggu.

Sebelum dan sesudah transfusi ditentukan hematokrit. Berat badan perlu dipantau,

paling sedikit dua kali setahun.

11

Page 12: Anemia Hemolitik

Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang

berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,

sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan

lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).

Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang thalassemia

disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama

disebabkan oleh karena infeksi dan gagal jantung.5

Prognosis

Pada thalasemia yang sifatnya homozigot jarang mencapai usia dekade ke-3.

Sedangkan pada thalasemia minor dan thalasemia beta umumnya mempunyai prognosis yang

baik dan dapat hidup seperti biasa. Sedangkan pada hidrops fetalis/ thalasemia mayor,

prognosisnya sangat buruk karena akan meninggal beberapa jam setelah kelahiran.

Kesimpulan

Thalassemia terjadi karena mutasi dari gen pembentuk protein globin yang penting

dalam pembentukan hemoglobin. Mutasi ini terjadi karena interaksi gen-gen kedua orang tua

yang kemudian diturunkan kepada anaknya. Keadaan thalassemia mengakibatkan produksi

sel darah merah menurun serta terjadi peningkatan destruksi sel darah merah yang kemudian

akan mengakibatkan terjadinya anemia.

Daftar pustaka

1. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik

Hematologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2007. h.103-20.

2. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson. Kelainan hemoglobin. Nelson textbook of

pediatrics. Vol II. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000. h. 1708-12.

3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta:

EGC;2005. h. 66-82.

4. Rudolph, Abraham M. Pediatrics vol. 2 20th edition (edisi bahasa indonesia, ahli

bahasa : a. samik wahab, sugiarto). Jakarta: EGC; 2007. h. 1290.

5. Atmakusuma, Djumhana, Setyaningsih, Iswari. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II

edisi V : dasar-dasar talasemia. Jakarta: Internapublishing; 2009. h. 1379-86.

12