Anemia Hemolitik

18
Anemia Hemolitik DEFINISI suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi . Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemi hemolitik tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoisis ineffektip seperti pada anemi megaloblastik dan thalassemia. Hormon eritropoitin akan merangsang terjadinya hiperplasi eritroid (eritropoitin-induced eritroid hyperplasia) dan ini akali diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal. Anemi terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut diatas sehingga tidak terjadi anemi, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensated. Pada tulisan ini akan dikemukakan secara singkat mengenai klasifikasi, etiologi dan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu menegakan diagnose anemi hemolitik dan faktor penyebabnya. Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemi hemolitik yaitu: 1. FAKTOR INSTRINSIK (Intra Korpuskuler). Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut

description

anemia blok 27

Transcript of Anemia Hemolitik

Page 1: Anemia Hemolitik

Anemia Hemolitik

DEFINISIsuatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi .Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemi hemolitik tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoisis ineffektip seperti pada anemi megaloblastik dan thalassemia. Hormon eritropoitin akan merangsang terjadinya hiperplasi eritroid (eritropoitin-induced eritroid hyperplasia) dan ini akali diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal. Anemi terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut diatas sehingga tidak terjadi anemi, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensated.Pada tulisan ini akan dikemukakan secara singkat mengenai klasifikasi, etiologi dan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu menegakan diagnose anemi hemolitik dan faktor penyebabnya.

Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemi hemolitik yaitu:1. FAKTOR INSTRINSIK (Intra Korpuskuler).Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis.2. KELAINAN FAKTOR EKSTRINSIK (Ekstra Korpuskuler)Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan secara normal. Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemi hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemi dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam anemi hemolitik, diantaranya yaitu :a. leukemia, b. limfoma malignum, c. gagal ginjal kronik, d. penyakit liver kronik, e.rheumatoid artheritis, f. anemi megaloblastik.

Page 2: Anemia Hemolitik

KLASIFIKASI ETIOLOGI DAN PATOGENESIS HEMOLITIK ANEMI

I. inherited Hemolytik DisosersA. Kelainan pada Membrane Bel eritrosit .1. Hereditary Spherositosis .2. Hereditary Ellipstositosis .3. Abetalipoproteinemia ( Acanthositosis ).4. Hereditary Stomacytosis5. Lecithin-cholesterol acyl Transferase (LCAT) Deffisiensi6. Hereditary piropoikilositosis .7. High Phosphatydil choline Hemolitik Anemi8. Rh nul Diseases .9. McLeod Phenotype.

B. Deffisiensi Enzym Glikolitik Eritrosit1. Pyruvate Kinase. C.2. Hexokinase.3. Glucose-phosphat Isomerase.4. Phosphofruktokinase5. Triosephosphate isomerase6. Phosphoglyserate kinase

C. Kelainan Metabolisme Nukleotide Eritrosit .1. Pyrimidine 5 nukleotidase Deffisiensi2. Adenosine deaminase excess.3. Deffisiensi Adenosine Triphosphatase.4. Deffisiensi Adenylate kinase

D. Defisiensi dari Enzym yang terlibat dalam metabolisme pentosephosphate pathway dan Glutatione .1. Glucose 6 Phosphate Dehyrogenase (G6PD) .2. Glutamyl-cystein synthetase.3. Glutathione synthetase.4. Glutathione Reduktase .

E. Kelaianan Synthese dan Struktur Hemoglobin.1. Unstable Hemoglobin Disease.2. Sickle Sel Anemi .3. Hemoglobinopathies Homozygote (CC; DD, EE).4. Thalassemia Mayor.5. Hemoglobin-H Diseases.6. Doubly Heterozygous Disorders ( SC-Dis.,Sickle-Thalass.)

II. Aquaired Hemolytik Anemia.A. Immunohemolyt ic Anemia.1. Incompatible Blood Transfusion.2. Hemolytic Disease of the Newborn.3. Anemi Hemolitik flutoimmune yang disebabkan Antibodi reaksi hangat(Warm-antibodi)3.1. Idiopathic.3.2. Sekunder .3.2.1. Infeksi Virus dan Mykoplasma .3.2.2. Lyn1phosarcome .CLL .3.2.3. Immurle Defisiency State.3.2.4. SLE dan Penyaki t Autoimmune yang lain.3.2.5. Penyakit Keganasan yang lainnya .3.3. Drug-induced.4. Anemi Hemolitik Autoimmune yang disebabkan antibodi reaksi dingan(Cold-antibodi ) .4.1. Cold Hemagglutinin Disease.-Idiopathic.-Sekunder .4.2. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria.

B. Anemi Hemolitik Hikroan~giopatik dan Traumatik .1. Prosthetic Valve dan Kelainan jantung yang lain.2. Hemolitik -Uremia Syndrome.3. Trombotik Trombositopenia Purpura.4. DIC .5. Hubungannya dengan phenomena Immunologic (Graft-rejection, immunecomplex disease) .

C. Infektious .1. Protozoa: malaria, toxoplasma, leismaniasis, trypanosomiasis.2. Bacteria: Bartonellosis, Infeksi Clostridial, Kolera, Typhoid fever dan lainlain.D. Zat Kimia , Obat dan Racun Bisa .1. Zat Kimia dan Obat-obat Oksidant .1.1. Napththalene .1.2. Nitrofurantoin.1.3. Sulfonamide.1.4. Sulfones .1.5. Para-aminosalicylate.

Page 3: Anemia Hemolitik

1.6. Phenacetin.1.7. Phenylsemicarbazide.1.8. Resorcin.1.9. Phenylhydrazine.1.10. Aniline.1.11. Hydroxilamine1.12. Nitrobenzene.1.13. Phenolderivate1.14. Chlorates1.15. Molekuler Oxygen2. Zat Kimia Non-Oksidant.2.1. Arsine2.2. Copper.2.3. Water

3. Hubungannya dengan Dialisis dan Uremia.

E. Physical Agent.1. Thermal Injuri .2. Ionizing Irradiation.

F. Hypophosphatemia.

G. Spur-cell Anemi pada Penyakit Hati .

H. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria ( PNH ) .

I. Defisienai Vit.E pad a Newborn.

MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIUM.Untuk membantu menegakan diagnostik anemi hemolitik pemeriksaan laborutorium memegang peranan yang sangat penting sekali, selain pemeriksaan klinis dan fisis diagnostik, diagnostik hanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan fisis diagnostik dan pemeriksaan laboratorium. Kelainan fisis diagnostik yang umumnya didapat adalah berupa adanya: a) anemi, b) ictherus c) dan mungkin pembesaran limpa (splenomegali) akan memberikan kesan kemungkinan adanya anemi hemolitik d) demam, e)menggigil, f)nyeri punggung.

Secara garis besar kemungkinan anemi hemolitik dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya beberapa kelainan seperti tersebut dibawah ini yaitu:

1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan.2. Kelaianan laboratorium yang acta hubungannya dengan meningkatnya kompensasi dalam proses eritropoisis.3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnostic banding dari anemi hemolitik. Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa:

I. Berkurangnya umur sel eritrositUmur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemi hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat dari tingkat anemi, ictherus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itulah pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk menegakan diagnostik anemi hemolitik.

II. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya: a. Meningkatnya kadar billirubin indirek darah. b. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen c. Meningkatnya kadar billirubin darah (hyperbillirubinemi). d. Meningkatnya exkresi urobillinogen dalam urine.

III. Meningkatnya kadar enzym Lactat dehydrogenase (LDH) serum.

Page 4: Anemia Hemolitik

- Enzym LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml.- Isoenzym LDH-2 lebih dominan pada anemi hemolitik sedang isoenzym LDH-1 akan meninggi pada anemi megaloblastik.

IV. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu: a. Hemoglobinemi (meningkatnya kadar Hb.plasma) b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah. c. Hemoglobinuri (meningkatnya Hb.urine). d. Hemosiderinuri (meningkatnya hemosiderin urine). e. Methemoglobinemi f. Berkurangnya kadar hemopexin serum.

Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses eritroposis dalam sumsum tulang diantaranya yaitu:

1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya : Retikulosi tosis ( polikromatopilik, stipling )

Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung ribosome, pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan pengecatan Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara 0,8–2,5 % pada pria dan 0,8–4,1 % pada wanita, jumlah retikulosit ini harus dikoreksi dengan ratio hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit absolute dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit.Perlu juga dihitung Retikulosit Production llidex ( RPI ) Sebagai contoh hila nilai RPI : 5 ,ini menunjukkan adanya peningkatan pembentukan eritrosit 5 kali dari normal.

MakrositosisSel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl.

Eritroblastosis . Lekositosis dan trombositosis

2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia3. Ferrokinetik :

Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT ). Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT ).

4. Biokimiawi darah : Meningkatnya kreatin eritrosit . Meningkatnya aktivitas dari enzym eritrosit tertentu diantaranya yaitu:urophorphyrin

syntese,hexokinase,SGOT.

Tanda-tanda laboratrium lain yang digunakan untuk membuat diagnostik banding diantaranya yaitu :1. Kelainan bentuk sel eritrosit pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang sering kita lihat adalah bentuk :

- Sel spherosit : biasanya pada hereditary spherositosis immunohemolitik anemi didapat, thermalinjury ,hypophosphatemia ,lreracunan zat kimia tertentu .- Sel Achantocyte, kelainan pada komposisi zat lemak sel eritrosit yaitu pada abetalipoproteinemia .- Spur sel biasanya ditemui pada keadaan sirosis hati.- Sel stomatocyte, ada hubungannya dengan kation eritrosit jarang pada keadaan penyakit hemolitik yang di turunkan biasa terjadi pada keracunan alkohol .

Page 5: Anemia Hemolitik

- Target sel, spesifik untuk :penyakit thalassemia, LCAT defisiensi,obstruktive yaundice dan postsplenektomi .- Elliptocyte bentuk eritrositnya oval.- Sickle sel .- Schistocyte, helmet Bel dan fragmentosit sel, biasanya ada hubungannya dengan trauma pada sel eritrosit.

2. Eritrophagositosis, merupakan kelainan yang jarang yaitu adanya phagositik sel yang mengandung eritrosit hal ini memberi kesan adanya kerusakan pada permukaan sel ritrosit terutama oleh adanya induced komplement fixing antibodi ,protozoa, infeksi bakteri dan keracunan zat kimia tertentu .3. Autoagglutination, hal ini merupakan karakteristik utama dari adanya penyakit cold agglutinin immunohemolitik, autoagglunation harus dibedakah dengah rouleaux formation yang sering kita jumpai pada multiple mieloma dan hal ini sering diikuti dengan peningkatan laju endap darah ( LED ) .4. Osmotik fragiliti test ,yaitu mengukur ketahanan sel eritrosit untuk menjadi lisis oleh proses osmotik dengan menggunakan larutan saline hypotonik dengan konsentrasi berbeda-beda. Pada keadaan normal lisis mulai terjadi pada konsentrasi saline 0745-0,50 gr/l dan lisis sempurna terjadi pada konsentrasi 0730-0,33 gr/l .Median corpuscular fragiliti (MCF) yang meninggi akan menyebabkan terjadinya pergeseran kurve kekiri hal ini ada hubungannya dengan spherositosis ,sebaliknya nilai MCF yang menurun (fragilitas menurun atau osmotik resisten yang meningkat) maka kurve akan bergeser kekanan,hal ini sering kita temui pada thalassemia ,sickle sel anemi ,leptositosis ,target sel ,dengan perkataan lain osmotik fragiliti sitosis penting dalam menentukan adanya kelainan morfologi eritrosit

DIAGNOSTIK.Untuk menegakkan diagnostik anemi hemolitik dan penyebabnya maka kita harus berpatokan pada dua keadaan yang berbeda yaitu :1. Menentukan ada tidaknya anemi hemolitik, yaitu :1.1 Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit yang berlebihan pada waktu yang sama1.2 Terjadi anemi yang persisten yang diikuti dengan hiperaktivitas dari sistem eritropoisis .1.3 Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa bisa diimbangi dengan eritropoisis normal1.4 Adanya tanda-tanda hemoglobinuri atau penghancuran eritrosit intravaskular .2. Menentukan penyebab spesifik dari anemi hemolitik, yaitu :dengan mendapatkan informasi dari anamnese yang tepat dan cermat terhadap pasien serta dari basil pemeriksaan sediaan apus darah tepi clan antiglobulin test (Coomb’s test) ,dari data ini dapat kita bedakan lima group pasien yaitu :2.1 Anemi hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap infeksi , zat kimia dan kontak fisik .2.2 Hasil pemeriksaan Coomb’s test positip menunjukan anemi hemolitik autoimune ( AlHA ) .2.3 Hasil pemeriksaan Coomb-s test negatip kemungkinan adanya anemi hemolitik spherositik yaitu pada hereditari spherositosis.2.4 Kelainan morfologi sel eritrosit yang spesifik : elliptositosis dan sickle sel anemi .2.5 Terjadi penurunan kadar Ht, retikulositosis, peninggian bilirubin indirek dalam darah dan peningkatan bilirubin total sampai dengan 4 mg/dl, peninggian urobilinogen urin, dan eritropoeisis hiperaktif dalam sumsum tulang.2.6 Golongan pasien dengan Coomb’s test negatip dan tidak adanya kelainan morfologi eritrosit yang spesifik ,hal ini perlu pemeriksaan tambahan yaitu Hemoglobin elektroforese dan heat denaturation test untuk unstable hemoglobin diseases.

Page 6: Anemia Hemolitik

Bila hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas menunjukan hasil normal maka diagnosis anemi hemolitik menjadi sulit, kelainan enzym-enzym eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang kali dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan enzym eritrosit tersebut diantaranya yaitu enzym Glukose 6-phosphat dehydrogenase dengan pemeriksaan secara enzymatik.

PENATALAKSANAANPenatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.

Anemia Hemolitik et kausa Thalasemia

Definisi thalasemiaThalassemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi menghitam. Penyebab penyakit ini adalah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang.

Definisi HemoglobinHemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, selain itu yang memberikan warna merah sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari 4 molekul zat besi (heme), 2 molekul rantai globin alpha dan 2 molekul rantai globin beta. Rantai globin alpha dan beta adalah protein yang produksinya disandi oleh gen globin alpha dan beta.Setiap sifat dan fungsi fisik pada tubuh kita dikontrol oleh gen, yang bekerja sejak masa embrio. Gen terdapat di dalam setiap sel tubuh kita. Setiap gen selalu berpasangan. Satu belah gen berasal dari ibu, dan yang lainnya dari ayah. Diantara banyak gen dalam tubuh kita, terdapat sepasang gen yang mengontrol pembentukan hemoglobin pada setiap sel darah merah. Gen tersebut dinamakan gen globin. Gen-gen tersebut terdapat di dalam kromosom.Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya warna darah manusia. Hemoglobin terdiri dari haem (suatu kompleks yang terdiri dari zat besi) danberbagai macam globin ( rantai protein yang ada di sekeliling kompleks haem).

Pada orang normal, hemoglobin dibagi menjadi : 1. Hb A (95%-98%) HbA mengandung dua rantai alpha (α) dan dua rantai beta (β). 2. Hb A2 (2%-3,5%) HbA2 mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai delta (δ). 3. Hb F (<2%) HbF diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. HbF mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai gamma (γ). Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu.

Page 7: Anemia Hemolitik

Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.

Klasifikasi Talasemia Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi menjadi : 1. Talasemia alpha Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi : • Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha) Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya teradi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom). • Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha) Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer). • Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha) Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali). • Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha) Talasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mangalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.2. Talasemia Beta Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Talasemia beta dibagi menjadi : • Beta Thalassaemia trait Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). • Thalassaemia Intermedia Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi. • Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia) Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.

PATOFISIOLOGI PENURUNAN THALASEMIA

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila kelainan pada gen globin alpha maka penyakitnya disebut thalassemia alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit thalassemia beta. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur

Page 8: Anemia Hemolitik

pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homosigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

Dari skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).

MANIFESTASI KLINIK pucat atau anemia

Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alfa dan rantai globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk berkurang. Selain itu berkurangnya produksi rantai globin beta mengakibatkan rantai globin alfa relatif berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia atau kadar Hbnya rendah.

limpa membesar pada penderita thalassemia

Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Selain itu limpa juga berfungsi membentuk sel darah pada masa janin. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

terjadi perubahan bentuk tulang muka

Sumsum tulang pipih adalah tempat memproduksi sel darah. Tulang muka adalah salah satu tulang pipih, Pada thalassemia karena tubuh selalu kekurangan darah, maka pabrik sel darah daiam hal ini sumsum tulang pipih akan berusaha memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya. Karena pekerjaannya yang meningkat maka sumsum tulang ini akan membesar,

Page 9: Anemia Hemolitik

pada tulang muka pembesaran ini dapat dilihat dengan jelas dengan adanya penonjolan dahi, jarak antara kedua mata menjadi jauh, tulang pipi menonjol. (paras mongoloid / faces coolay)

Warna kulit lebih gelap

Jika hemoglobin (Hb) pecah, ia akan menjadi heme dan globin. Heme pecah menjadi zat besi (Fe) dan protoporpirin. Jika jumlah hemoglobin yang pecah banyak, bisa terjadi penimbunan Fe (hemosiderosis) di dalam tubuh. Penimbunan Fe itu dapat membuat warna kulit lebih gelap.

PEMERIKSAAN

Laboratorium 1. Darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin

Bagaimana prosedur diagnosis prenatal?Diagnosis prenatal melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemeriksaan ibu janin yang meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila ibu dinyatakan pembawa sifat thalassemia beta maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap kedua yaitu suami diperiksa darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila suami juga membawa sifat thalassemia maka suami-isteri ini diperiksa DNAnya untuk menentukan jenis kelainann pada gen globin beta. Selanjutnya diambil jaringan janin (villi choriales atau jaringan ari-ari) pada saat janin berumur 10-12 minggu untuk diperiksa DNAnya. Bila janin ternyata hanya mebawa satu belah gen globin beta yang mengalami kelainan (gen thalassemia beta) atau sama sekali tidak membawa gen thalassemia beta maka kehamilan dapat diteruskan dengan aman. Tetapi bila janin ternyata membawa kedua belah gen thalassemia yang artinya janin akan menderita thalassemia beta maka penghentian kehamilan dapat menjadi pilihan

Bagaimanakah prosedur dan apakah akibat tindakan pengambilan jaringan ari-ari terhadap janin?Pengambilan jaringan janin dari ari-ari dilakukan dengan menusukkan jarum melalui jalan lahir atau dinding perut ke dalam alat kandungan clan menembus ke ari-ari, kemudian pada daerah ari-ari yang disebut villi choriales diambil dengan cara aspirasi sejumlah jaringan tersebut untuk bahan pemeriksaan DNA. Prosedur ini dilakukan oleh dokter ahli kandungan yang sudah berpengalaman melakukan tindakan ini. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 11 minggu. Tindakan ini mempunyai risiko keguguran sebesar 2-3%. Cara lain untuk mendapat sel dari janin adalah dengan pengambilan cairan amnion yang baru dapat dilakukan pada kehamilan 15 minggu. Risiko abortus pada prosedur ini adalah 1%.

2. FBC (Full Blood Count)Ø Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.

3. Sediaan Darah ApusØ Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah. Iron studiesØ Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui

Page 10: Anemia Hemolitik

segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia. Haemoglobinophathy evaluationØ Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam darah.

4. Analisis DNAØ Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia. Sebagian besar penderita talasemia tidak memerlukan terapi. Penderita talasemia HbH dan talsemia intermedia memerlukan pengawasan yang ketat dan kadang-kadang harus menjalani transfusi darah. Pemberian asam folat kadang dapat diberikan, tetapi suplemen zat besi tidak dianjurkan. Penderita Major Beta Thalassaemia memerlukan transfusi secara reguler setiap enam sampai delapan minggu tergantung dari derajat anemia. Transfusi darah secara terus menerus ini dapat menimbulkan kelebihan zat besi di dalam tubuh, yang disebut hemosiderosis. Keadaan ini dapat menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya karena dapat menyebabkan gagal jantung dan hati. Oleh sebab itu biasanya transfusi darah disertai dengan penggunaan obat-obatan yang dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh (chelating agent). Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa transplantasi sumsum tulang. Prosedur ini menjanjikan kesembuhan pada penderita talasemia namun angka keberhasilan sampai saat ini sulit diprediksi. Koenzim Q10 dan Talasemia Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya  aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia. Pemberian suplemen koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pemeriksaan penunjangDukungan imaging seperti foto polos, Ultrasonografi, Ct-Scan, MRI memegang peranan dalam mendapatkan diagnosis yang akurat. Respon skeletal terhadap proliferasi sumsum tulang memberi berbagai gambaran radiografi .pada tulang , seperti pelebaran medulla, penipisan korteks tulang serta resorbsi tulang mengakibatkan hilangnya densitas tulang secara keseluruhan. Dapat pula terlihat area lusen sebagai akibat dari proliferasi fokal sumsum tulang yang kadang ditandai area kasar tapi sedikit mengandung trabekula.

1. Pemeriksaan foto polosPada tulang-tulang pendek tangan dan kaki terbentuk trabekulasi kasar, tulang menjadi berbetuk pipa serta tampak adanya abnormalitas kistik. Pelebaran kavitas medull pada metacarpal, metatarsal dan phalanges memberi gambaran bentuk rectangular dengan konkavitas normal menghilang. Pada tulang panjang dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan dilatasi kavitas medulla sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat rapuh dan mudah mengalami fraktur patologik. Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang diploe dan garis-garis vertikal trabekula akan memberi gambaran “hair on end”.Abnormalitas gambaran radiologik lainnya pada kranium yaitu sinus paranasalis tampak tidak berekmbang sempurna, terutama sinus maksilaris. Hal ini disebabkan karena penebalan dari

Page 11: Anemia Hemolitik

tulang sinus akibat hyperplasia yang akan memberi gambaran “thalassemia facies” dengan maloklusi. Korpus vertebra mengalami deminerlisasi yang ditandai dengan trabekulasi yang kasar disekelilingnya. Pada stadium lanjut, tepi superior dan inferior corpus vertebra berbentuk bikonkaf atau dapat terjadi fraktur kompresi. Kadang pula massa hemopoesis ekstramedulla tampak pada mediastinum memberi gambaran bayangan jaringan lunak di antara kosta depan dan belakang pada posisi posteroanterior. Jantung tampak pula mengalami pembesaran. Pada kosta tampak bayangan densitas radiopak didalam kosta (a rib within a rib appearance).

2. Pemeriksaan Ultrasonografi

Sonografi, dalam hal ini sonografi transabdominal memperilhatkan adanya perubahan pada organ retikuloendotelial sel berupa hepatomegali atau hepatosplenomegali. Dapat pula mendeteksi adanya batu kandung empedu sebagai salah satu akibat komplikasi thalassemia.Deteksi dini intrauterine juga dapat dilakukan dengan menggunakan sonografi, dimana gambaran peningkatan ketebalan plasenta pda fetus muncul di awal gestasi. Peningkatn ketebalan plasenta lebih dari 2 SD (standar Deviasi) di atas normal mempunyai nilai prediktif untuk penyakit ini dengan sensitifitasnya 72 % sebelum12 minggu masa gestasi dan 97 % sesudah 12 minggu masa gestasi.

3. CT – Scan

Modalitas ini dapat memperlihatkan kandungan besi yang berlebihan (hemosiderosis) pada penderita thalassemia dengan mendeteksi peningkatan densitas hepar.Juga dapat memperlihatkan peningkatan densitas lien, pankeas, glandula adrenal serta kelenjar getah bening.

4. MRIDapat mengevaluasi deposit besi di dalam hepar dan organ lain serta perubahan anatominya akibat hemopoesis ekstramedula.

PENGOBATAN

Sebagian besar penderita talasemia tidak memerlukan terapi. Penderita talasemia HbH dan talsemia intermedia memerlukan pengawasan yang ketat dan kadang-kadang harus menjalani transfusi darah. Pemberian asam folat kadang dapat diberikan, tetapi suplemen zat besi tidak dianjurkan. Penderita Major Beta Thalassaemia memerlukan transfusi secara reguler setiap enam sampai delapan minggu tergantung dari derajat anemia. Transfusi darah secara terus menerus ini dapat menimbulkan kelebihan zat besi di dalam tubuh, yang disebut hemosiderosis. Keadaan ini dapat menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya karena dapat menyebabkan gagal jantung dan hati. Oleh sebab itu biasanya transfusi darah disertai dengan penggunaan obat-obatan yang dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh (chelating agent). Pada beberapa keadaan,

Page 12: Anemia Hemolitik

kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa transplantasi sumsum tulang. Prosedur ini menjanjikan kesembuhan pada penderita talasemia namun angka keberhasilan sampai saat ini sulit diprediksi.

EPIDEMIOLOGI

Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia beta. Karena frekuensi pembawa sifat thalassemia beta di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya setiap 100 orang ada 6 sampai 10 orang pembawa sifat thalassimia beta. Terlebih lagi apabila ada riwayat seperti di bawah ini, pemeriksaan pembawa sifat thalassemia sangat dianjurkan:

1. Ada saudara sedarah yang menderita thalassemia beta.2. Kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl, walaupun sudah minum obat

penambah darah seperti zat besi.3. Ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

PENCEGAHAN

Kelahiran penderita thalassemia dapat dicegah dengan 2 cara. Pertama adalah mencegah perkawinan antara 2 orang pembawa sifat thalassemia. Kedua adalah memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat, dan menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai penderita thalassemia (mendapat kedua gen thalassemia dari ayah clan ibunya).