Anemia Hemolitik

19
Anemia Hemolitik oleh: B1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2014 Abstrak Anemia adalah kekurangan sel darah merah, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat hemoglobin yang sehat. Tingkat hemoglobin normal pada anak lebih rendah dari tingkat hemoglobin pada orang dewasa. Bayi baru lahir memiliki hemoglobin normal 170-200 g/l. Setelah lahir, konsentrasi hemoglobin menurun drastis sehingga pada usia 2-3 bulan kadar hemoglobinnya berkisar 110-120 g/l. Kisaran ini bertahan terus hingga usia sekolah, yang meningkat menjadi 130 g/l. Anemia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak yang berdampak serius dalam jangka panjang. Asian Development Bank (ADB) mengatakan bahwa sekitar 22 juta anak di Indonesia terkena anemia, yang menyebabkan hilangnya angka IQ 5 sampai 15 poin, prestasi sekolah yang buruk dan kerugian potensi masa depan hingga 2,5%. Karena itu, kita semua harus mewaspadainya. Kata kunci : anemia, darah, hemoglobin. Pendahuluan Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk 1

description

Hematologi

Transcript of Anemia Hemolitik

Anemia Hemolitikoleh:

B1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2014

Abstrak

Anemia adalah kekurangan sel darah merah, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat hemoglobin yang sehat. Tingkathemoglobin normal pada anak lebih rendah dari tingkat hemoglobin pada orang dewasa. Bayi baru lahir memiliki hemoglobin normal 170-200g/l. Setelah lahir, konsentrasi hemoglobin menurun drastis sehingga pada usia 2-3 bulan kadar hemoglobinnya berkisar110-120 g/l. Kisaran ini bertahan terus hingga usia sekolah, yang meningkat menjadi 130 g/l. Anemia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak yang berdampak serius dalam jangka panjang. Asian Development Bank (ADB) mengatakan bahwa sekitar 22 juta anak di Indonesia terkena anemia, yang menyebabkan hilangnya angka IQ 5 sampai 15 poin, prestasi sekolah yang buruk dan kerugian potensi masa depan hingga 2,5%. Karena itu, kita semua harus mewaspadainya.

Kata kunci : anemia, darah, hemoglobin.

Pendahuluan

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008). Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006). Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level Hb rendah karena kondisi patologis. Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998) Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.1

Secara umum anemia dikelompokan menjadi :

1.Anemia mikrositik hipokrom

2.Anemia makrositik

3.Anemia karena perdarahan

4.Anemia hemolitik

5.Anemia aplastik

Pada pembahasan kasus kali ini kita akan mengerti tentang anemia hemoitik yang merupakan penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.1

Isi MakalahSkenario 5 :

Seorang wanita 25 tahun datang dengan keluhan mudah lelah sejak 3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual, muntah, BAK & BAB tidak ada keluhan. Cat: PF: Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik, lien SII.

2.1 Istilah yang Tidak Diketahui :

-2.2 Rumusan Masalah :

1. Seorang wanita 25 tahun datang denga keluhan mudah lelah sejak 3 mingu yang lalu dan terlihat agak pucat.2.3 Analisis Masalah :2.3.1 Anamnesis

Pada anamnesis kita mengarah kepada pencarian etiologinya, karena seperti yang diketahui bahwa anemia adalah suatu gejala bukan diagnosa penyakit tertentu. Yang ditanyakan pada anamnesis kali ini adalah gejala-gejala umumnya pada anemia. Apakah adanya lemah, lesu, cepat lelah, berkunang-kunang, kaki dingin, sesak nafas, bedebar-debar, tinitus, pucat. Keluhan-keluhan seperti ini termasuk dalam sindroma anemia.

Lalu untuk mengarah kepada etiologi kita dapat menanyakan gejala-gejala spesifik seperti adanya disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis pada anemia defisiensi Fe, kemudian adakanya ikterus, splenomegali, hepatomegali pada anemia hemolitik, lalu adanya pendarahan dan infeksi pada anemia aplastik.22.3.2 Pemeriksaan Fisik

Penegakkan diagnosis anemia hemolisis memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pasien mungkin mengeluh lemah, pusing cepat lelah dan sesak. Pasien mungkin juga mengeluh kuning dan urinnya kecoklatann meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga merupakan informasi penting.

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardia dan aliran murmur pada katub jantung.2 2.3.3 Pemeriksaan Penunjang

Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya hiperplasia eritroid di sumsum tulang tetapi biopsi tulang sumsum tidak selalu dibutuhkan. Retikulositosis dapat diamati setelah 3-5 hari pemeriksaan hemoglobin. Morfologi eritrosit dapat menunjukan adanya hemolisis dan penyebabnya. Jika ada destruksi organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase terutama LDH 2 dan SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit. Baik anemia hemolisis intrakapsular maupun ekstrakapsular, meningkatkan katabolisme heme dan pembentukan bilirubin tak terkonjugasi.3Secara garis besar kemungkinan anemi hemolitik dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya beberapa kelainan seperti tersebut dibawah ini yaitu:31. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan.

2. Kelaianan laboratorium yang acta hubungannya dengan meningkatnya kompensasi dalam proses eritropoisis.

3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnostik banding dari anemi hemolitik.

Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa:31. Berkurangnya umur sel eritrosit

Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemi hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat dari tingkat anemi, ictherus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itulah pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk menegakan diagnostik anemi hemolitik.

2. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya:

Meningkatnya kadar billirubin indirek darah.

Meningkatnya pembentukan CO yang endogen

Meningkatnya kadar billirubin darah (hyperbillirubinemi).

Meningkatnya exkresi urobillinogen dalam urine.

3. Meningkatnya kadar enzym Lactat dehydrogenase (LDH) serum.

Enzym LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml.

Isoenzym LDH-2 lebih dominan pada anemi hemolitik sedang isoenzym LDH-1 akan meninggi pada anemi megaloblastik.

4. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu:

Hemoglobinemi (meningkatnya kadar Hb.plasma)

Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah. Hemoglobinuri (meningkatnya Hb.urine).

Hemosiderinuri (meningkatnya hemosiderin urine).

Methemoglobinemi2.3.4 Diagnosis Kerja

Anemia Hemolisis

Anemi hemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi.1

Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemi hemolitik tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoisis ineffektip seperti pada anemi megaloblastik dan thalassemia. Hormon eritropoitin akan merangsang terjadinya hiperplasi eritroid (eritropoitin-induced eritroid hyperplasia) dan ini akali diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal. Anemi terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut diatas sehingga tidak terjadi anemi, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensated.1Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untukterjadinya anemi hemolitik yaitu:11. FAKTOR INSTRINSIK (Intra Korpuskuler).

Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu: Kelainan membrane

Kelainan molekul hemoglobin

Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit.

Sebagai contoh: bila darah yang sesuaiditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis.12. FAKTOR EKSTRINSIK (Ekstra Korpuskuler)

Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler di transfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan secara normal.1Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.12.3.5 Diagnosis Banding

Anemia Defisiensi G6PD

Defisiensi enzim G6PD ini dikode oleh gen yang terletak di kromosom X sehingga defisiensi G6SP lebih sering mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya karier dan asimptomatik. Manifestasi klinis pada enzim G6PD aktivitas normalnya menurun pada watu umur eritrosit mencapai 120 hari kira-kira 50% namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajan dengan infeksi virus dan bakteri disamping obat-obatan dan zat yang bersifat yang memicu terjadinya hemolisis. Sebagian besar individu defisiensi G6PD adalah asimtomatik sepanjang hidup mereka, dan tidak menyadari keadaan ini, dipicu oleh zat oksidan seperti obat-obatan, atau infeksi. Defisiensi G6PD tampaknya tidak mempengaruhi angka harapan hidup, kualitas hidup atau aktivitas individu. Beberapa gangguan klinis, seperti diabetes dan infark miokard dan latihan fisik berat, telah dilaporkan memicu hemolisis pada individu defisiensi G6PD; walaupun paparan bersama antara infeksi atau oksidan obat dapat menyebabkan hal ini. Mekanisme yang tepat yang meningkatkan sensitifitas terhadap kerusakan oksidatif menyebabkan hemolisis tidak sepenuhnya diketahui. penyebab hemolisis akut pada defisiensi G6PD ditandai dengan kelelahan, sakit punggung, anemia, dan jaundice. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, laktat dehidrogenase,dan retikulositosis adalah marker kelainan tersebut. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpapar dengan zat oksidan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.4Anemia Sel Sabit

Penyakit sel sabit sebenarnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) penyakit sel sabit yang heterozigot; dan 2) penyakit sel sabit yang homozigot. Untuk penyakit sel sabit heterozigot, hemoglobin yang terdapat dalam darah pasien tidak hanya HbS saja, melainkan bisa saja ada bentuk kelainan hemoglobin yang lain seperti HbC, HbD, HbE, maupun -thalassemia. Sebaliknya, dalam darah pasien penderita penyakit sel sabit homozigot hanya terdapat satu kelainan hemoglobin, yaitu HbS. Kelainan homozigot ini justru merupakan kelainan yang paling parah bila dibandingkan dengan kelainan heterozigot. Berdasarkan kedua jenis tersebut, anemia sel sabit termasuk ke dalam penyakit sel sabit homozigot. Anemia sel sabit merupakan suatu kelainan pada darah yang disebabkan karena adanya perubahan asam amino ke-6 pada rantai protein globin yang menyebabkan adanya perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi serupa dengan sabit, yang disebut dengan HbS.4Perubahan asam amino tersebut menyebabkan HbS mempunyai kecenderungan untuk berikatan dengan HbS yang lain sehingga membentuk suatu rantai spiral yang menyerupai tali tambang ketika mengalami deoksigenasi, sehingga secara keseluruhan bentuk dari sel darah merah tidak lagi menjadi bikonkaf, tetapi menyerupai sabit. Proses pembentukan rantai spiral tersebut disebut dengan polimerisasi. Proses polimerisasi tersebut akan menyebabkan adanya peningkatan viskositas dan solubilitas dari darah, sehingga darah akan menjadi lebih kental yang kemudian dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil.42.3.6 Etiologi

Etiologi anemia hemolitik dibedakan kedalam 2 bagian sebagai berikut:5Intrinsik

Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria nokturnal paroksismal.

Kelainan glikolisis, seperti defisiensi piruvat kinase.

Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).

Hemoglobinopati, seperti anemia sel sabit, methemoglobinemia.

Ekstinsik

Gangguan sistem imun, seperti pada penyakit autoimun, penyakit limfoproliferatif, keracunan obat.

Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik, koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Infeksi, seperti akibat plasmodium, klostridium, borrelia.

Hipersplenisme

Luka bakar2.3.7 Patofisiologis

Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:41. Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat, sumsum tulang tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik.

2. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme:

Hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme. Globin ini akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti akan pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di urin.

Hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin dan hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya berat, jumlah haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun. Akibatnya, beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini terjadi, Hb tsb akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga terjadi methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di glomerulus ginjal, hingga terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa hemoglobin di tubulus ginjal nantinya juga akan diserap oleh sel-sel epitel, dan besinya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi, maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin sehingga terjadi hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronis.

3. Peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada akan dipaksa untuk dimatangkan sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah, mengakibatkan polikromasia.

2.3.8 EpidemiologiSferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui. Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal. Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena mutasi atau anomali sitogenik.5Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000. eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal.5Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350 varian. Ada banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim.5Talasemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana talasemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik.5Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang hidup.5 Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the Newborn (HDN).52.3.9 PenatalaksanaanPenatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-imunologik yang dapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.1Pengobatan tergantung keadaan klinis dan penyebab hemolisisnya, namun secara umum ada:1 Terapi gawat darurat; atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika berat perlu diberi transfusi namun dengan pengawasan ketat. Transfusi diberi berupa washed red cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau juga bisa hiperimun globulin untuk menekan aktivitas makrofag.

Terapi suportif-simptomatik; bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15 0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik. Terapi kausal; mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani. Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan contohnya pada kasus thalassemia.2.3.10 Komplikasi

Dampak anemia pada remaja putri ialah:6a) Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

b) Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.

c) Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.

d) Mengakibatkan muka pucat.

Komplikasi dari anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok; Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung; Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.6Dampak anemia pada remaja adalah:7a) Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi

b) Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna

c) Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit2.3.11 Pencegahan

Upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:7a) Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).

b) Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.

c) Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.

d) Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.

2.3.12 Prognosis

Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.4

Penutup

3.1 Hipotesis:

Seorang wanita 25 tahun datang denga keluhan mudah lelah sejak 3 mingu yang lalu dan terlihat agak pucat diduga menderita anemia hemolitik. 3.2 Sasaran Pembelajaran:

1. Mengetahui pengertian anemia hemolitik dan segala manifestasi kliniknya.

2. Mengetahui klasifikasi anemia dan segala manifestasi kliniknya.3. Memberikan tatalaksana medikamentosa dan nonmedikamentosa pada penderita secara tepat dan benar.

3.3 Kesimpulan:

Anemi hemolitik adalah anemi yang terjadi karena pemecahan yang berlebihan darisel eritrosit (hemolisis) tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit bagi mengatasi hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum tulang akan mengalami hyperplasia. Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : a).Faktor Instrinsik (intra korpuskuler), kelainan terutama pada sel eritrosit, sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzym eritrosit, b). Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (aguaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi. Klasifikasi dan etiologi anemi hemolitik yaitu : a). Penyakit hemolitik yang diturunkan (Inherited hemolytic disorders) biasanya merupakan kelainan membrane, enzym glycolytic, kelainan metabolik nukleotide, deffisiensi enzym pentosephosphat ,kelainan syntese dan struktur eritrosit, b). Anemi hemolitik didapat (Aquaired hemolitik anemi) : Anemi hemolitik immune, anemi mikroangiopatik, Infeksi, zat kimiawi, physical agent, PNH, hypophosphospatemia, vit.E deffisiensi pada newborns. Daftar Pustaka1. Handayani W. Asuhan klinik pada klien dengan gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 73-86.

2. Gleadle J. At a glance anamnesa dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h 44. 3. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2003. h: 158&191.

4. Laura A, Talbot. Pengkajian keperawatan kritis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2004. h: 47-9.

5. Schteingart D. Gangguan hipersekresi adrenal. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2003. h: 1237-44.

6. Dewanto G, Suwono WJ. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 46.7. Carpenito, Lynda J. Diagnosis keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h. 135&234.13