ANDAL 5

58
5. PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Kegiatan penambangan, pemrosesan, dan kegiatan terkait yang diuraikan dalam Bab 3 akan memberi dampak positif maupun dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak lingkungan yang akan terjadi pada tahap persiapan, operasi, dan paskaoperasi diidentifikasikan dan diprediksikan dalam bab ini. Hasil identifikasi dampak penting disajikan dengan menggunakan matriks yang mengidentifikasi potensi dampak terkait dengan tiga tahap proyek yang terdiri dari beberapa kegiatan (lihat Tabel 5- 1). Identifikasi dampak penting juga disajikan secara grafis dalam bentuk bagan alir dalam Gambar 5-1 hingga Gambar 5-3, berturut-turut untuk tahap persiapan, operasi, dan paska-operasi. Dalam bagan alir diperlihatkan dampak primer dan dampak sekunder yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan dan rencana kegiatan penambangan PT. Arutmin Indonesia. 5.1 Rencana Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Dampak yang diprakirakan terjadi telah diidentifikasi dan ditinjau kaitannya dengan tiga tahapan proyek, seperti tertera di bawah ini. 5.1.1 Tahap Persiapan Kegiatan-kegiatan pada tahap persiapan adalah: Pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang. Pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang. 5.1.2 Tahap Operasi Kegiatan-kegiatan pada tahap operasi adalah: Penambahan tenaga kerja. Pembukaan lahan untuk tapak tambang. Pengupasan dan penempatan tanah pucuk. Pemboran, peledakan, pengupasan dan penempatan batuan penutup. Pengupasan dan penggalian batubara. Pengangkutan batubara

Transcript of ANDAL 5

5. PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Kegiatan penambangan, pemrosesan, dan kegiatan terkait yang diuraikan dalam Bab 3 akan memberi dampak positif maupun dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak lingkungan yang akan terjadi pada tahap persiapan, operasi, dan paskaoperasi diidentifikasikan dan diprediksikan dalam bab ini.

Hasil identifikasi dampak penting disajikan dengan menggunakan matriks yang mengidentifikasi potensi dampak terkait dengan tiga tahap proyek yang terdiri dari beberapa kegiatan (lihat Tabel 5-1). Identifikasi dampak penting juga disajikan secara grafis dalam bentuk bagan alir dalam Gambar 5-1 hingga Gambar 5-3, berturut-turut untuk tahap persiapan, operasi, dan paska-operasi. Dalam bagan alir diperlihatkan dampak primer dan dampak sekunder yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan dan rencana kegiatan penambangan PT. Arutmin Indonesia.

5.1 Rencana Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak

Dampak yang diprakirakan terjadi telah diidentifikasi dan ditinjau kaitannya dengan tiga tahapan proyek, seperti tertera di bawah ini.

5.1.1 Tahap Persiapan

Kegiatan-kegiatan pada tahap persiapan adalah:

• Pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang.

• Pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang.

5.1.2 Tahap Operasi

Kegiatan-kegiatan pada tahap operasi adalah:

• Penambahan tenaga kerja.

• Pembukaan lahan untuk tapak tambang.

• Pengupasan dan penempatan tanah pucuk.

• Pemboran, peledakan, pengupasan dan penempatan batuan penutup.

• Pengupasan dan penggalian batubara.

• Pengangkutan batubara

Tabel 5-1Matriks Identifikasi Dampak Penting

Gambar 5-1Diagram Alir Identifikasi Dampak (Tahap Persiapan)

Gambar 5-2Diagram Alir Identifikasi Dampak (Tahap Operasi)

Gambar 5-3Diagram Alir Identifikasi Dampak (Tahap Paska-Operasi)

• Pengolahan dan pemuatan batubara ke tongkang di muara Satui serta pengoperasian pelabuhan Muara Satui

• Pengelolaan bahan peledak, bahan kimia dan hidrokarbon.

• Pengoperasian fasilitas dan infrastruktur tambang.

• Reklamasi dan revegetasi.

5.1.3 Tahap Paska Operasi

Kegiatan-kegiatan pada tahap paska operasi adalah:

• Pemutusan hubungan kerja secara bertahap.

• Pengelolaan fasilitas and infrastruktur tambang.

• Reklamasi dan revegetasi akhir.

5.2 Komponen Lingkungan yang Potensial Terpengaruh Oleh Adanya Kegiatan Tambang

5.2.1 Komponen Iklim dan Kualitas Udara

5.2.1.1 Komponen Iklim

5.2.1.1.1 Tahap Persiapan

Pembukaan Lahan untuk Fasilitas dan Infrastruktur Tambang. Kegiatan pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang di daerah Kintap, Karuh maupun Bukit Baru akan menyebabkan hilangnya vegetasi sehingga meningkatkan luasan permukaan tanah terbuka. Dengan terbukanya lahan akan menyebabkan perubahan penyerapan sinar matahari oleh permukaan bumi yang mengakibatkan pergeseran keseimbangan penyerapan panas matahari pada skala lokal. Kondisi ini menyebabkan temperatur permukaan tanah akan meningkat, sebaliknya akan menurunkan kemampuan penyerapan CO2 di atmosfer sehingga dapat meningkatkan suhu permukaan bumi. Berdasarkan luas lahan yang dibuka, dampak berlangsung dalam jangka waktu relatif singkat, sehingga dampak yang terjadi tergolong dampak negatif tidak penting.

Pembangunan Fasilitas dan Infrastruktur Tambang. Pada tahap ini akan terjadi peningkatan emisi gas dan debu dari pembakaran bahan bakar serta emisi debu dari material yang dipindahkan maupun digunakan untuk membangun fasilitas dan infrastruktur tambang. Peningkatan konsentrasi zat pencemar dan debu tersebut di atmosfer akan menyebabkan terjadinya koleksi sumber panas dan proses konveksi pada skala mikro, maka akan terjadi kenaikan temperatur udara lokal. Namun berdasarkan skala kegiatan, lamanya dampak berlangsung dan luas persebaran dampak, maka dampak yang terjadi tergolong dampak negatif tidak penting.

5.2.1.1.2 Tahap Operasi

Pembukaan Lahan. Penurunan kemampuan penyerapan gas rumah kaca terjadi akibat pembukaan lahan untuk penambangan batubara di daerah Kintap-Karuh sebesar 9670 ton CO2

/tahun. Sedangkan untuk daerah Bukit Baru penurunan kemampuan penyerapan gas rumah kaca sebesar 5227 ton CO2 /tahun. Kondisi ini akan berakibat pada meningkatnya konsentrasi CO2

secara langsung dari konstribusi pembakaran bahan bakar dan menurunnya kemampuan penyerapan CO2. Hal ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima bumi dan dipancarkan kembali ke atmosfer akan tertahan oleh lapisan udara yang banyak mengandung CO2 dan uap air sehingga akan meningkatkan suhu di bawah lapisan tersebut. Dampak yang terjadi bersifat lokal, luasan lahan yang dibuka untuk tambang juga relatif kecil dibandingkan keseluruhan wilayah hutan disekitarnya, kegiatan pembukaan lahan berlangsung bertahap, dan dampak dapat pulih setelah dilakukan reklamasi dan revegetasi sehingga dampak yang terjadi dikategorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pengoperasian Fasilitas dan Infrastruktur Tambang. Peningkatan konsentrasi gas buang dan debu di atmosfer akibat beroperasinya fasilitas dan infrastruktur tambang akan menyebabkan terjadinya koleksi sumber panas dan proses konveksi pada skala mikro yang mengakibatkan naiknya temperatur udara lokal. Namun berdasarkan skala kegiatan, lamanya dampak berlangsung, luasan dampak dan berbaliknya dampak setelah dilakukan reklamasi dan revegetasi, maka dikategorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Reklamasi dan Revegetasi. Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan menyebabkan pemulihan kemampuan penyerapan gas rumah kaca (CO2) dan penyerapan sinar matahari sehingga akan mengembalikan keseimbangan siklus peredaran panas. Kondisi ini akan menyebabkan turunnya temperatur permukaan tanah, meningkatkan kelembaban dan pemulihan iklim mikro ke kondisi sebelum lahan dibuka. Sehingga dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak positif.

5.2.1.1.3 Tahap Pasca Operasi

Reklamasi dan Revegetasi Akhir. Kegiatan reklamasi dan revegetasi akahir akan menyebabkan pemulihan kemampuan penyerapan gas rumah kaca ( CO2 ) dan penyerapan sinar matahari sehingga akan mengembalikan keseimbangan siklus peredaran panas. Kondisi ini seara berangsur – angsur akan menyebabkan turunnya temperatur permukaan tanah dan meningkatkan kelembaban serta pemulihan iklim mikro ke kondisi sebelum lahan dibuka. Sehingga dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak positif.

5.2.1.2 Komponen Kualitas Udara

5.2.1.2.1 Tahap Persiapan

Pembukaan lahan dan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang. Kegiatan pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang di daerah rencana tambang yang

menggunakan alat berat akan menyebabkan penurunan kualitas udara akibat adanya gas buang yang bersumber dari pembakaran bahan bakar dan emisi debu dari kegiatan tersebut. Selain itu juga akan menurunkan kemampuan penyerapan gas rumah kaca (CO2) karena hilangnya vegetasi yang berfungsi menyerap CO2. Pembukaan lahan yang relatif kecil dan dilakukan secara bertahap untuk masing-masing daerah rencana tambang dan jumlah alat berat yang digunakan relatif sedikit.

Sebaran dampak terbatas pada radius sekitar 100 meter dari lokasi kegiatan, maka dampak yang terjadi tergolong dampak negatif tidak penting.

5.2.1.2.2 Tahap Operasi

Pembukaan lahan. Pembukaan lahan akan menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan gas rumah kaca apabila terjadi pembukaan lahan keseluruhan di daerah Kintap-Karuh sebesar 1.110 ha untuk cadangan batubara dan 1460 Ha untuk daerah penyangga maka penurunan penyerapannya adalah 26410 ton CO2 /tahun. Sedangkan untuk wilayah Bukit Baru penurunan kemampuan penyerapan gas rumah kaca apabila terjadi pembukaan lahan keseluruhan di wilayah Bukit Baru sebesar 600 HA untuk cadangan batubara dan 1500 Ha untuk daerah penyangga maka penurunan penyerapannya adalah 14276 ton CO2 /tahun.

Namun demikian persentase luas hutan yang dikonversi menjadi lahan terbuka masih lebih kecil dibandingkan dengan luas kawasan hutan daerah sekitarnya. Dampak ini hanya terjadi pada saat lahan terbuka, dan setelah mengalami reklamasi dan revegetasi maka kemempuan penyerapan CO2

akan kembali seperti semula. Sehingga dapat dikatakan bahwa dampak dari kegiatan penambangan terhadap kualitas udara dapat diketegorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pengupasan dan penempatan tanah pucuk. Kegiatahn pengupasan dan penempatan tanah pucuk akan meningkatkan konsentrasi gas buang dan debu dari kendaraan. Besarnya peningkatan emisi debu dari kegiatan ini seiring dengan umur tambang adalah sebesar 34 gram/detik untuk daerah Kintap, 57 gram/detik untuk wilayah Karuh dan 10 gram/detik untuk daerah Bukit Baru. Sedangkan kontribusi emisi gas dan debu dari pembakaran bahan bakar kendaraan dapat dilihat pada bagian pengupasan dan penggalian batubara. Berdasarkan lokasi penyebaran dampak, lamanya dampak berlangsung, maka dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pemboran, peledakan, pengupasan dan penempatan lapisan batuan penutup. Kegiatan ini akan menyebabkan peningkatkan konsentrasi debu dan gas di ambien yang disebabkan oleh meterial overburden dan pembakaran bahan bakar. Besarnya peningkatan debu seiring dengan laju kegiatan penambangan dan umur tambang adalah sebagai berikut: 115 gram/detik untuk daerah Kintap 5,46 gram/detik untuk daerah Karuh dan 29 gram/detik untuk daerah Bukit Baru. Sedangkan peningkatan konsentrasi gas dan dapat dilihat pada Tabel 5-2. Berdasarkan lokasi penyebaran dampak, lamanya dampak berlangsung, maka dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pengupasan dan penggalian batubara. Perubahan kualitas udara akan terjadi karena peningkatan emisi gas buang dari pembakaran bahan bakar dan peledakan batuan serta emisi debu dari penambangan dan pembakaran bahan bakar. Besarnya peningkatan emisi gas buang dan debu dari kegiatan ini di daerah kegiatan penambangan Kintap – Karuh dan Bukit Baru dapat dilihat pada Tabel 5-3 dibawah ini :

Tabel 5-2Peningkatan Emisi Gas Buang dari Peledakan Batuan Penutup

No Parameter Peningkatan Emisi (gram/detik )Hujan Kemarau

1 NO2 9,1913 9,19132 CO2 0,9325 0,9325

Sumber : Hasil Perhitungan, 2000

Tabel 5-3Peningkatan Emisi Gas Buang dari Penambangan Batubara

No Parameter Peningkatan Emisi (gram/detik )Hujan Kemarau

1 Debu 0,252 0,25482 NO2 34,468 34,4683 CO2 3,497 3,497

Sumber : Hasil Perhitungan, 2000

Sedangkan kontribusi dari pembakaran bahan bakar dapat dilihat pada bagian pengoperasian fasilitas dan infrastruktur tambang. Penyebaran dampak akan terjadi pada daerah sekitar lokasi kegiatan dan berdasarkan karakteristik emisi dan sumber, maka radius penyebaran relatif kecil (500 – 1000 m).

Berdasarkan hasil analisis kondisi rona lingkungan awal untuk daerah tambang di Kintap, maka penambahan debu tidak dari kegiatan ini tidak akan menyebabkan terlampauinya baku mutu terutama untuk parameter debu dan Karbon Monoksida (CO). Sedangkan untuk NOx, kondisi saat ini sudah melebih baku mutu, maka kontribusi emisi NO2 dari kegiatan ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi NOx di udara ambien dan terlampauinya baku mutu. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa dampak dari kegiatan penambangan terhadap kualitas udara dapat diketegorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pengangkutan Batubara. Pengangkutan batubara dari daerah tambang Kintap, Karuh dan Satui yang akan melewati Haul Road akan meningkatkan emisi debu dari jalan dan pembakaran bahan bakar serta emisi gas buang dari kendaraan. Pengangkutan batubara untuk penambangan di daerah Kintap dan Karuh diidentifikasi memberikan kontribusi sebesar 18,9 % dari total kenaikan emisi Kintap-Karuh. Pengangkutan batubara dari tambang Bukit Baru yang juga akan melewati Haul Road akan meningkatkan emisi debu sebesar 208,651 gram/detik di sepanjang jalur pengangkutan. Sedangkan penambahan armada angkutan baru untuk daerah Bukit Baru akan menyebakan

kenaikan emisi gas buang dan debu dari material batubara yang diangkut maupun dari pembakaran bahan bakar truk pengangkut batubara. Besarnya peningkatan emisi gas buang dari truk yang dipergunakan untuk pengangkutan batubara dari bukit baru: debu sebesar 0,07 gram/detik, gas SO2

sebesar 0,099 gram/detik, gas NOx sebesar 0,034 gram/detik dan gas CO sebesar 0,029 gram/detik.

Penyebaran debu pada sisi timur dan barat jalan yang membentang dari muara sungai hingga ke komplek perkantoran saat ini dapat dilihat pada Tabel 5-4 dan Gambar 5-4 berikut ini:

Tabel 5-4Penyebaran Debu dari Jalan Pengangkutan Batubara PT. Arutmin Indonesia

No Jarak dari Haul Road (meter)

Peningkatan Konsentrasi (ug/m3)Arah Barat dari Jalan Arah Timur dari JalanHujan Kemarau Hujan Kemarau

1 10 83,98 80,55 78,63 77,922 20 23,79 22,81 22,27 35,593 30 11,37 10,91 10,65 17,014 40 6,74 6,46 6,31 10,085 50 4,49 4,30 4,20 6,726 100 1,27 1,22 1,19 1,907 150 0,61 0,58 0,57 0,918 200 0,36 0,35 0,34 0,549 300 0,17 0,17 0,16 0,26

10 400 0,10 0,10 0,10 0,1511 500 0,07 0,07 0,06 0,1012 1000 0,02 0,02 0,02 0,03

Sumber : Hasil Perhitungan, 2000

Gambar 5-4Penyebaran debu di sepanjang jalan Haul Road pada musim Kemarau

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10 20 30 40 50 100

150

200

300

400

500

1000

Ja ra k d a ri H a u l R o a d

Peni

ngka

tan

Kons

entra

si (u

g/m

3)

C 1( Tim ur )

C 2 ( B arat )

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diprakirakan akan terjadi peningkatan konsentrasi debu yang cukup besar di daerah sekitar jalan angkut (Haul Road) yang dapat menurunkan kualitas udara di Dusun Pabilahan dan Simpang Empat Sumpol serta lokasi – lokasi di pinggir jalan angkut yang diprakirakan akan melebihi baku mutu. Hasil perhitungan tersebut di atas merupakan angka rata – rata, sehingga peningkatan konsentrasi debu sesaat yang cukup tinggi pada saat frekuensi pengangkutan dan kendaraan yang melewati jalan tersebut mengalami kenaikan juga akan terjadi. Kegiatan operasional yang berlangsung terus selama 24 jam dan 7 hari dalam 1 minggu dan penggunaan jalan oleh masyarakat umum menyebabkan dampak yang terjadi dikategorikan menjadi dampak negatif penting.

Gambar 5-5Penyebaran debu di sepanjang jalan Haul Road pada musim Hujan

0102030405060708090

10 20 30 40 50 100

150

200

300

400

500

1000

Jarak dari haul road (m)

Peni

ngka

tan

Kon

sent

rasi

(ug/

m3)

C1( Tim ur )

C2 ( Barat )

Pengoperasian fasilitas dan Infrastruktur Tambang. Walaupun tidak akan dilakukan penambahan peralatan daerah tambang Kintap – Karuh dan penambahan hanya dilakukan di Bukit Baru namun akan terjadi dampak penurunan kualitas udara yang berasal dari peningkatan produksi dan peningkatan suplai tenaga listrik dari Genset di kedua lokasi. Peningkatan emisi untuk kedua daerah tambang adalah sebagai berikut:

Tabel 5-5Peningkatan Emisi dari Dari Kintap –Karuh

No Fasilitas / Kegiatan Peningkatan Emisi (gram/detik )Debu NOx SO2 CO

1 Generator 0,178 0,087 0,255 0,0752 Fasilitas Lain 0,062 0,089 0,030 0,0263 Materials Handling

Hujan 0,005 - - -Kemarau 0,004 - - -Total 0,249 0,176 0,285 0,101

Sumber : Hasil Perhitungan, 2000

Tabel 5-6Peningkatan Emisi dari Fasilitas dan Infrastruktur Tambang Daerah Bukit Baru

No Fasilitas / Kegiatan Peningkatan Emisi (gram/detik )Debu NOx SO2 CO

1 Generator 0,178 0,087 0,255 0,0752 Fasilitas Lain 0,233 0,113 0,332 0,0983 Materials Handling

Hujan 0,01889 - - -Kemarau 0,01499 - - -

4 Dozers 0,85 - - -Total 1,295 0,2 0,587 0,173Sumber : Hasil Perhitungan, 2000

Peningkatan emisi seperti terlihat di tabel di atas merupakan emisi total dari seluruh areal penambangan apabila dilihat dari perbandingan kegiatan maka peningkatan yang terjadi cukup kecil. Penyebaran zat pencemar akan terjadi pada daerah sekitar lokasi kegiatan atau fasilitas tersebut berada. Berdasarkan hal tersebut maka dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pemrosesan Batubara. Kegiatan pemrosesan yang berlangsung di muara satui baik untuk peningkatan produksi dari lokasi Bukit Baru dan Kintap-Karuh akan meningkatkan emisi gas buang dan debu sebagai berikut :

Tabel 5-7Peningkatan Emisi dari Kegiatan Pemrosesan Batubara di Muara Satui

No Kegiatan Peningkatan Emisi (gram/detik)

1 Penghancuran dan Penggerusan 4,372 Loading ( In & Out Stockpile ) 2,733 Wind Erosion 2,464 Lalulintas Kendaraan di Stockpile 4,37

Total 13,73Sumber : Hasil Perhitungan, 2000

Penyebaran emisi akan terjadi daerah sekitar lokasi kegiatan. Berdasarkan karakteristik sumber emisinya, maka daerah penyebaran akan terbatas sampai radius 500 meter dari lokasi. Sehingga dampak yang terjadi dikatagorikan sebagai dampak negatif tidak penting.

Reklamasi dan Revegetasi. Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan menyebabkan pemulihan kemampuan penyerapan gas rumah kaca (CO2) dan meningkatkan kelembaban serta penyerapan gas dan debu oleh vegetasi. Sehingga dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak positif.

5.2.1.2.3 Tahap Paska Operasi

Reklamasi dan Revegetasi Akhir. Kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir akan meningkatkan kemampuan penyerapan gas dan debu sehingga menurunkan konsentrasi zat pencemar di udara ambien. Sehingga dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak positif.

5.2.2 Kebisingan

5.2.2.1 Tahap Persiapan

Pembukaan Lahan dan Pembangunan Fasilitas dan Infrastruktur Tambang. Sumber kebisingan berasal dari penggunaan dan pengoperasian alat – alat berat selama tahap pembukaan lahan. Persentase penggunaan alat – alat berat yang relatif sedikit pada tahap ini, maka diprakirakan dampak negatif yang terjadi tergolong tidak penting. Demikian pula pada kegiatan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang diprakirakan akan terjadi dampak yang tergolong sama.

5.2.2.2 Tahap Operasi

Penambangan Batubara. Sumber kebisingan berasal dari penggunaan dan pengoperasian alat – alat berat mulai dari kegiatan pembukaan lahan hingga penggalian batubara. Untuk daerah penambangan Kintap dan Karuh tidak dilakukan penambahan peralatan sehingga tidak akan terjadi peningkatan intensitas kebisingan namun hanya terjadi perpindahan lokasi kebisingan. Sedangkan untuk daerah Bukit Baru, sumber kebisingan berasal dari penggunaan dan pengoperasian alat–alat berat selama tahap operasi. Kontribusi kegiatan penambangan terhadap intensitas kebisingan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5-8Kontribusi Kegiatan Penambangan terhadap Intensitas Kebisingan

No Jenis Jumlah Lp Sendiri (15m) Pn 1 / Po 1

1 Excavator / Backhoe 4 85 2,27 x10 9

2 Haul Truk(Kom-Cat ) 10 88 6,31 x10 9

3 Trailer (Volvo-Kenworth) 6 88 4,38 x10 9

4 Truk Air 1 85 3,16 x10 8

5 Dozer 5 87 2,51 x10 9

6 Loaders 2 85 6,32 x10 8

7 Grader 1 88 6,31 x10 8

8 Mesin Pemadat 1 75 3,16 x10 7

9 Mesin Bor term Auger 1 98 6,3 x10 9

Total 2,34 x10 10

Sumber : Hasil Perhitungan, 2000Penyebaran intensitas ditinjau di lokasi yang berdekatan dengan rencana kegiatan pertambangan daerah Bukit Baru yaitu di lokasi pengukuran ambien 6 (Pit Gatotkaca). Berdasarkan hasil perhitungan, maka untuk lokasi pengukuran 6 akan menerima kontribusi kebisingan dari kegiatan

penambangan sebesar 55,2 dBA (apabila tidak ada penyerapan oleh tumbuhan dan semak–semak di sekitar lokasi). Sedangkan kebisingan siang malam di lokasi tersebut adalah 55,5. Sehingga intensitas kebisingan dari kedua sumber tesebut adalah 58,2 dBA. Kondisi ini sudah melebih baku mutu sebagai daerah ruang terbuka hijau. Namun untuk lokasi pemukiman yang posisi lebih jauh dari lokasi penambangan kontribusi bising dari tambang akan semakin rendah sehingga dampak yang terjadi dari intensitas kebisingan dapat dikategorikan menjadi dampak negatif yang berpotensi menjadi dampak penting apabila vegetasi dan tanaman penghalang ditebang.

Pengangkutan Batubara. Kegiatan pengangkutan batubara diperkirakan akan menyebabkan kenaikan kebisingan karena perubahan jumlah peralatan yang digunakan untuk penambangan di daerah Bukit Baru. Besarnya peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel di atas. Sedangkan pengangkutan untuk daerah penambangan Kintap dan Karuh tidak akan menyebabkan perubahan kebisingan karena jumlah peralatan yang digunakan masih tetap sama. Berdasarkan uraian di atas, maka dampak yang terjadi dapat digolongkan menjadi dampak negatif tidak penting.

Pemrosesan Batubara. Pemrosesan batubara yang dilakukan di Muara Satui dengan tidak mengubah kapasitas dan fasilitas yang ada saat ini diperkirakan tidak akan menyebabkan perubahan intensitas kebisingan.

Pengoperasian Fasilitas dan Infrastruktur Tambang. Kegiatan ini akan menyebabkan peningkatan intensitas kebisingan di daerah Bukit Baru dan sekitarnya, sedangkan untik kebisingan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan di daerah Kintap-Karuh tidak akan mengalami perubahan karena fasilitas alat berat yang digunakan masih tetap sama seperti yang digunakan di daerah Satui. Besarnya kenaikan intensitas kebisingan pada tahap ini telah dirangkum di dalam tabel pada bagian kegiatan penambangan. Berdasarkan hasil kajian pada tabel tersebut dan potensi penyebaran seperti diuraikan di atas, maka dampak yang terjadi digolongkan menjadi dampak negatif penting bila vegetasi tanaman yang berfungsi sebagai penyerap bunyi dihilangkan.

Reklamasi dan Revegetasi. Kegiatan reklamasi dan revegetasi akan menyebabkan peningkatan kapasitas penyerapan kebisingan oleh vegetasi yang akan mengurangi penyebaran bising daerah–daerah luar tambang sehingga dampak yang terjadi tergolong dampak positif penting.

5.2.2.3 Tahap Paska Operasi

Reklamasi dan Revegetasi Akhir. Kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir akan peningkatan kemampuan penyerapan bunyi yang dilakukan oleh vegetasi, sehingga dampak yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dampak positif.

5.2.3 Fisiografi dan Tanah

5.2.3.1 Tahap Persiapan

Kegiatan pada tahap ini yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap tanah adalah kegiatan pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang. Dampak yang terjadi berupa peningkatan erosi pada lahan-lahan yang dibuka. Pembangunan jalan tambang di daerah tambang Bukit Baru, Kintap dan Karuh seluas 80,85 ha.

Terbukanya tutupan vegetasi yang menyebabkan peningkatan erosi akan berlangsung dalam jangka waktu terbatas hingga tahap pembangunan sarana dan prasarana tambang. Pada saat tersebut, permukaan tanah dalam keadaan terbuka dan besarnya erosi akan mencapai nilai 67 ton/ha/tahun. Pada tahap berikutnya, erosi tanah akan menurun bersamaan dengan kegiatan pematangan lahan dan pembangunan jalan. Berdasarkan luasan lahan yang dibuka dan lamanya lahan dalam kondisi terbuka maka dampak yang berupa peningkatan erosi dapat digolongkan sebagai dampak negatif tidak penting.

5.2.3.2 Tahap Operasi

Pada tahap operasi, kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap tanah adalah pada saat pembukaan lahan untuk penambangan batubara. Kegiatan tersebut menyebabkan tutupan vegetasi menjadi hilang sehingga erosi tanah akan meningkat. Nilai indeks CP (indeks vegetasi dan konservasi tanah) sebelum ada kegiatan sebesar 0,3 untuk penggunaan lahan berupa semak belukar dan CP sebesar 0,001 untuk hutan sekunder, keduanya berubah menjadi maksimum yaitu sebesar 1.

Berdasarkan perhitungan besarnya erosi tanah pada saat ini (sebelum ada kegiatan penambangan) untuk masing-masing daerah tambang adalah sebagai berikut:

• Pit Karuh: 16,79 ton/ha/tahun

• Pit Antasena: 60,55 ton/ha/tahun

• Pit Gatotkaca - berupa belukar: 48,56 ton/ha/tahun

- berupa hutan sekunder: 0,77 ton/ha/tahun

• Pit Abimanyu: 0,23 ton/ha/tahun

• Pit Arjuna: 0,07 ton/ha/tahun

• Pit Bima: 0,21 ton/ha/tahun

• Pit Yudistira: 0,13 ton/ha/tahun

• Pit Kresna: 0,13 ton/ha/tahun

• Pit Hanoman: 0,64 ton/ha/tahun

• Pit Antareja: 0,13 ton/ ha/tahun

Perkiraan perhitungan besarnya erosi setelah dilakukan kegiatan penyiapan lahan untuk masing-masing tambang adalah sebagai berikut :

• Pit Karuh: 55,98 ton/ha/tahun

• Pit Antasena: 868,49 ton/ha/tahun

• Pit Gatotkaca - yang awalnya berupa belukar: 161,87 ton/ha/tahun

- yang awalnya hutan sekunder: 776,96 ton/ha/tahun

• Pit Abimanyu: 227,18 ton/ha/tahun

• Pit Arjuna: 67,34 ton/ha/tahun

• Pit Bima: 212,25 ton/ha/tahun

• Pit Yudistira: 133,88 ton/ha/tahun

• Pit Kresna: 133,88 ton/ha/tahun

• Pit Hanoman: 642,6 ton/ha/tahun

• Pit Antareja: 133,88 ton/ha/tahun

Bila dibandingkan dengan kondisi awal sebelum ada kegiatan penambangan, maka besar erosi tanah yang terjadi di Pit Karuh, Antasena dan Gatotkaca meningkat 3 kali lipat. Sedangkan untuk pit-pit seperti Gatotkaca (kondisi awal berupa hutan sekunder), Abimanyu, Arjuna, Bima, Yudistira, Kresna, Hanoman dan Antarejo erosi tanah akan meningkat sebesar 1000 kali pada saat kegiatan pembukaan lahan dilakukan.

Erosi tanah akan terjadi selama kegiatan pembukaan lahan berlangsung hingga mulainya kegiatan pemindahan tanah pucuk yaitu antara 2 hingga 4 bulan. Peningkatan erosi tanah ini akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah baik fisik maupun kimia tanah. Menurunnya tingkat kesuburan tanah ini akan mempengaruhi program rehabilitasi lahan, dimana tanah pucuk yang dikupas ini nantinya akan dikembalikan pada saat kegiatan reklamasi lahan berlangsung.

Berdasarkan besarnya erosi yang akan terjadi dan lamanya daerah tambang terbuka, maka dampak kegiatan penyiapan lahan digolongkan sebagai dampak negatif penting.

Pada tahap operasi, kegiatan lain yang menimbulkan dampak terhadap fisiografi dan tanah adalah kegiatan-kegiatan pengupasan dan penempatan tanah pucuk, pengupasan dan penempatan lapisan batuan penutup serta pengupasan dan penggalian lapisan batubara.

Kegiatan pengupasan dan penempatan tanah pucuk pada skala besar akan meningkatkan potensi terjadinya pengikisan lapisan tanah pucuk dan transportasi sedimen ke dalam aliran permukaan. Tetapi dengan penanganan yang baik, terjadinya pengikisan tanah pucuk tersebut dapat dikurangi. Dampak yang terjadi dapat dikategorikan pada dampak negatif tidak penting.

Kegiatan pengupasan dan penempatan batuan penutup serta pengupasan dan penggalian batubara menyebabkan perubahan permanen terhadap bentuk permukaan lahan (bentang alam). Pada proses penempatan batuan penutup, terjadi perubahan kemiringan lereng dan batuan. Walaupun pada

akhir penambangan, batuan penutup tersebut akan dikembalikan ke dalam lubang tambang, tetapi perubahan fisiografi lahan tetap akan terjadi, karena adanya material yang digali/diambil yaitu lapisan batubara sehingga dapat dikatakan dampak yang terjadi sebagai dampak negatif penting.

Kegiatan reklamasi dan revegetasi yang dilakukan secara terus menerus sejalan dengan kemajuan operasi penambangan merupakan program yang penting untuk memulihkan kondisi alam yang terganggu akibat kegiatan penambangan. Tanah pucuk yang telah dikupas akan dikembalikan, kemudian diikuti dengan kegiatan revegetasi akan mengurangi potensi ketidakstabilan lahan, mencegah timbulnya erosi dengan tutupan vegetasinya yang selanjutnya mencegah terjadinya transportasi sedimen ke dataran yang lebih rendah. Dengan pulihnya vegetasi, maka akan terbentuk pula habitat satwa-satwa yang tadinya terganggu ataupun hilang oleh kegiatan penambangan. Oleh karena itu, dampak yang terjadi oleh kegiatan reklamasi dikategorikan pada dampak positif penting.

5.2.3.3 Tahap Paska Operasi

Kegiatan tahap ini yang menimbulkan dampak terhadap fisiografi dan tanah adalah kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir. Kegiatan tersebut memberikan arti yang sangat penting bagi pemulihan kondisi lingkungan yang terganggu oleh kegiatan penambangan. Kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan akan mengurangi potensi terjadinya erosi tanah, meningkatkan kestabilan lereng, pembentukan profil tanah yang aktif secara biologis, pemulihan vegetasi dan pembentukan habitat bagi satwa liar. Dampak yang timbul akibat kegiatan tersebut merupakan dampak positif penting.

5.2.4 Hidrologi dan Hidrogeologi

5.2.4.1 Tahap Persiapan

Kegiatan yang diperkirakan berpengaruh terhadap komponen hidrologi dan hidrogeologi pada tahap persiapan adalah kegiatan pembukaan lahan dan pembangunan sarana dan fasilitas tambang.

Pembukaan Lahan. Akibat hilangnya vegetasi, limpasan air larian akan menjadi lebih tinggi, terutama saat hujan yang cukup lebat. Hal ini menyebabkan terbentuknya parit alam dan timbulnya penggerusan dan pengikisan tanah. Meningkatnya limpasan permukaan akan menghasilkan volume air yang memasuki aliran air di dekatnya menjadi lebih banyak, bersama dengan kekeruhan yang dibawanya. Besarnya perubahan sebelum pembukaan lahan dan setelah pembukaan lahan dapat dilihat dari perubahan nilai koefisien air limpasan (C) yang semula berupa daerah berhutan dengan C = 0,15, menjadi daerah terbuka dengan C = 0,3. Perubahan koefisien ini tidak besar dan dampak ini terlokalisir hanya di sekitar pembukaan lahan untuk tujuan pembangunan fasilitas penunjang, selain itu dampaknya berjangka-pendek hanya selama pembukaan lahan saja, sehingga dampak tersebut dikategorikan negatif tidak penting.

Pembangunan Fasilitas Tambang. Pembangunan fasilitas tambang meliputi perluasan pemukiman yang ada. Perubahan dari kondisi tanah menjadi dasar bersemen akan mengubah koefisien air larian yang sekaligus meningkatkan debitnya. Selain itu pembangunan drainase di sekitar fasilitas tersebut akan mengubah karakteristik pengaliran air permukaan. Dampak akibat kegiatan ini relatif kecil bila dilihat dari luas kegiatan sehingga dampaknya terhadap komponen hidrologi dianggap negatif tidak penting.

Pembangunan jalan hantar yang menghubungkan daerah tambang satu dengan tambang lain akan mengubah koefisien air larian di permukaan jalan yang akan dibangun. Perataan tanah akan dilakukan di daerah - daerah dengan kemiringan tertentu. Gali dan timbun akan menjadi bagian dari kegiatan pembangunan jalan. Hal ini akan mengubah pola kemiringan tanah, sekaligus mengubah pola aliran air larian di permukaan tanah khususnya di sekitar jalan, tidak terkecuali mengubah aliran parit-parit kecil. Akibat lebih lanjut, akan mengubah muka air tanah dangkal di daerah yang di gali dan timbun.

Perubahan besaran air limpasan di daerah konstruksi fasilitas penunjang dari daerah berpohon menjadi daerah terbuka akibat pembukaan lahan dan kemudian berubah menjadi permukaan keras beraspal dengan adanya pembangunan jalan hantar ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 5-9Perubahan Debit Air Limpasan Akibat Pembangunan Jalan

Daerah Tambang

Panjang Jalan (km)

LuasJalan

(Hektar)

Intensitas Hujan

(mm/jam)

Sebelum dibuka Setelah dibuka Setelah kons. jalanKoef. (C)

Debit (l/det)

Koef. (C)

Debit (l/det)

Koef. (C)

Debit (l/det)

Satui 10 21 25 0,15 221 0,3 441 0,7 1029Kintap 10 21 25 0,15 221 0,3 441 0,7 1029Karuh 6,5 13.65 25 0,15 143 0,3 287 0,7 669Bukit Baru 12 25.2 25 0,15 265 0,3 529 0,7 1235Total 38,5 80.85 849 1698 3962

Sumber: Hasil perhitungan, 2000Catatan: perhitungan menggunakan metoda rasional

Intensitas hujan diasumsikan sebesar 25 mm/jam atau lebih tinggi dari maksimum hujan harian dibagi 24 jam yang terjadi selama pengukuran perioda 1988 – 1999 di stasiun Pelaihari

Tabel di atas memperlihatkan peningkatan debit air limpasan dari situasi sebelum dibuka berupa daerah berpohon menjadi daerah terbuka adalah 100%, yaitu dari jumlah 849 liter per detik menjadi 1698 liter per detik. Peningkatan ini tergolong penting, tetapi karena terjadi pada jangka waktu singkat sebelum dibangun jalan hantar sehingga dampaknya sulit dibedakan dari kegiatan pembangunan jalan itu sendiri. Sedangkan perubahan keseluruhan yang terjadi akibat pembangunan jalan hantar menyebabkan peningkatan debit air limpasan sebesar 3113 liter per detik atau dari semula sebesar 849 liter per detik menjadi 3962 liter per detik. Peningkatan ini terjadi sebesar 366 % dari kondisi semula.

Meskipun intensitas peningkatan debit air limpasan cukup besar, tetapi karena di sisi jalan yang akan dibangun akan pula dibangun sistem drainase yang menampung air limpasan, maka

peningkatan debit air limpasan tidak akan menyebabkan dampak lanjutan kepada komponen lingkungan lain, sehingga dampaknya dinilai negatif tidak penting.

Bentuk sungai umumnya di daerah studi memiliki sempadan sungai yang landai. Pembangunan gorong-gorong dan jembatan akan menghambat laju aliran air di sungai baik di sungai-sungai kecil maupun besar, terutama saat terjadi aliran tinggi atau banjir. Kondisi semula tanpa gorong-gorong dan jembatan adalah air mengalir bebas tanpa hambatan. Dengan adanya gorong-gorong atau jembatan, aliran air akan tertahan pondasi jalan dan jembatan menyebabkan muka air sungai di hulu jembatan naik dan air mengalir ke daerah sempadan sungai. Naiknya muka air sungai berdampak pada kenaikan muka air tanah di hulu jembatan khususnya pada saat terjadi air tinggi. Kejadian ini berlangsung sewaktu-waktu hanya saat air tinggi. Di samping itu, intensitas serta luas dampaknya termasuk kecil dilihat dari luas keseluruhan daerah studi, sehingga dampak negatif ini dianggap negatif tidak penting.

Lebar tiang-tiang menyangga jembatan mengurangi lebar efektif sungai, menyebabkan kecepatan air meningkat. Lebih jauh mengakibatkan pengikisan dasar sungai di sekitar tiang-tiang tersebut. Partikel yang terkikis akan mengendap kembali di bagian hilir jembatan. Bila dilihat dari jumlah keseluruhan sedimen yang akan mengendap di sungai akibat seluruh kegiatan pertambangan, jumlah ini menjadi kecil sekali, sehingga dampak negatif ini dikategorikan negatif tidak penting.

5.2.4.2 Tahap Operasi

Kegiatan yang diperkirakan berpengaruh terhadap komponen hidrologi dan hidrogeologi pada tahap operasi adalah penambangan batubara termasuk komponen kegiatan di dalamnya serta kegiatan reklamasi lahan bekas tambang.

Penambangan Batubara

Pembukaan Lahan. Penebangan pepohonan akan menyebabkan hilangnya akar-akar tanaman yang berfungsi menahan air dan memudahkannya untuk berinfiltrasi. Air akan berakumulasi dan mencari tempat yang lebih rendah untuk mengalir sekaligus membawa partikel-partikel tanah dan bahan-bahan ringan seperti dedaunan yang berada di atas tanah. Kuantitasnya pun meningkat sejalan dengan jauhnya jarak menuju badan air tempatnya bermuara. Pada gilirannya akan meningkatkan debit badan air penerima berikut meningkatkan kekeruhannya. Potensi terjadinya banjir akan meningkat saat terjadinya curah hujan tinggi.

Besarnya debit air limpasan dari waktu ke waktu berubah dengan cepat sejalan dengan luas area yang ditambang dan direklamasi. Di samping itu kegiatan penambangan dilakukan berpindah-pindah sehingga peningkatan debit air limpasan di suatu tempat dapat dilihat dari perbedaan koefisein air lariannya (C). Sebelum dibuka besarnya C adalah 0,15 sedangkan setelah lahan menjadi daerah terbuka siap di tambang, C menjadi 0,3. Dengan demikian akan terjadi peningkatan debit air limpasan sebesar 100% dengan asumsi luas area dan intensitas hujan yang sama.

Dampak yang ditimbulkan terjadi selama kegiatan pembukaan lahan berlangsung dan meliputi area yang sedang dioperasikan. Di samping kegiatan pertambangan berlangsung bertahun-tahun, intensitas dampaknya pun dinilai besar, sehingga dampaknya pun akan terakumulasi dan dikategorikan sebagai dampak negatif penting.

Pengupasan dan Penempatan Tanah Pucuk. Pengupasan tanah penutup akan menyebabkan muka tanah menjadi tidak rata. Lubang-lubang kecil akan terlihat di atas lapisan batuan penutup. Bila hujan datang, alur aliran air limpasan akan terpotong dan mengalir ke dalam lubang-lubang yang lebih rendah dan membentuk genangan air di sana-sini. Air dari genangan-genangan tersebut memiliki waktu yang lebih lama untuk berinfiltrasi ke dalam tanah. Tetapi pada bagian yang tidak berlubang, air akan mudah mengikis tanah-tanah lepas dan berlanjut menjadi erosi. Kegiatan pengupasan tanah penutup memiliki dampak yang berbaur dengan dampak dari kegiatan penggalian batuan penutup, maka dampaknya terhadap komponen lingkungan hidrologi dan hidrogeologi dibahas lebih mendalam di bagian penggalian batuan penutup.

Penempatan tanah pucuk di daerah penimbunan sementara akan meningkatkan kekeruhan air limpasan yang juga meningkatkan kekeruhan sungai yang diakibatkan oleh erosi. Penempatan ini hanya bersifat sementara karena tanah penutup akan segera atau langsung ditempatkan di atas batuan penutup dari tambang yang beroperasi ke lubang bekas tambang. Dampak ini dapat dikategorikan negatif tidak penting.

Pemboran, Peledakan dan Penempatan Batuan Penutup. Pemboran dan peledakan batuan penutup akan memotong lapisan akuifer sehingga sebagian air tanah akan mengalir keluar dan membentuk kolam - kolam air. Sebagian air permukaan akan mengalir ke dalam kolam tersebut. Lapisan batubara yang terbuka akan kontak dengan udara dan air dan teroksidasi menjadi pirit membentuk air asam tambang. Untuk kemajuan penambangan, air ini akan disedot menggunakan pompa. Penyedotan tersebut akan menurunkan muka air tanah di sekitar tambang sekaligus meningkatkan laju alirannya. Penurunan ini tidak akan terasa dampaknya pada sumur-sumur penduduk karena letak pemukiman jauh dari daerah tambang. Tetapi dampak ini akan sedikit mempengaruhi aliran sungai disekitarnya dengan berkurangnya penyediaan air tanah.

Air dari daerah tambang akan dialirkan ke kolam pengendapan. Pengumpulan air tambang ini akan dipisahkan dari air permukaan yang mengandung partikel sedimen tinggi. Setelah melewati pengelolaan air tambang, air ini akan kembali dialirkan ke badan air terdekat, sehingga kuantitas air sungai akan relatif tetap. Dengan demikian dampak kegiatan ini terhadap komponen hidrogeologi dikategorikan negatif tidak penting.

Penimbunan sementara batuan penutup akan mempengaruhi dan mengubah aliran air limpasan. Batuan penutup diusahakan sesegera mungkin digunakan untuk menimbun kembali lubang bekas tambang. Dampaknya terhadap air tanah adalah meningkatnya sifat permeabilitas tanah dan meningkatnya kecepatan air tanah saat melewati daerah bekas tambang. Laju infiltrasi di lokasi ini akan meningkat pula (bersifat seperti sumur resapan) dan menambah debit air tanah di hilir daerah bekas tambang. Air asam tambang berpotensi untuk menyebar dan masuk ke dalam sumur

penduduk di bagian hilir tambang. Di samping itu saat hujan tinggi, muka air sungai akan meningkat dan berpotensi menyebabkan banjir di daerah-daerah tertentu.

Kondisi ini berlangsung sementara sampai tanah di daerah bekas tambang memadat dengan sendirinya seperti semula akibat kegiatan revegetasi.

Penggalian Batubara. Lubang yang diakibatkan oleh penggalian batuan penutup akan lebih besar setelah batubara ditambang. Air tanah akan mengalir lebih banyak ke lubang tambang tersebut, demikian pula potensi terjadinya air tambang akan menjadi lebih tinggi (lihat sub bab kualitas air). Pemboran dengan Auger ke dalam lapisan batubara memiliki potensi untuk memperbesar rembesan air ke dalam lubang tambang.

Pemompaan air tambang yang dilakukan sejak penggalian batuan penutup, akan mengakibatkan muka air tanah di daerah tambang menurun. Karena muka air tanah di sekitar tambang lebih tinggi, maka akan terjadi aliran air masuk ke dalam tambang. Pemompaan yang menerus akan mengakibatkan muka air tanah di sekitar tambang akan makin turun. Tetapi dampak penurunan muka air tanah bersifat setempat tanpa berpengaruh pada kondisi muka air sumur penduduk yang terletak jauh dari daerah tambang. Dengan demikian dampak kegiatan penggalian batubara terhadap komponen hidrogeologi dinilai tidak penting.

Reklamasi dan Revegetasi. Reklamasi daerah penambangan mencakup penimbunan lokasi bekas tambang dengan batuan penutup dan tanah penutup, pengaturan kembali drainasi pada skala mikro, sebelum penanaman kembali vegetasi, yang memulihkan fungsi daerah tangkapan ke kondisi serupa dengan sebelum penambangan. Seperti di bahas terdahulu, setelah dilakukan penimbunan batuan penutup, daerah bekas tambang akan bersifat seperti sumur resapan karena sifat permeabilitas tanah akan menjadi lebih tinggi daripada sebelum ditambang diakibatkan timbunan yang mengisinya belum padat. Dengan penanaman kembali yang dilakukan di atas lahan reklamasi, limpasan air larian akan tertahan akar-akar pohon, dan dengan mudah berinfiltrasi. Dari segi hidrologi air permukaan terjadi dampak positif penting yaitu penurunan tingkat erosi dan kadar sedimen dari lokasi bekas tambang. Di samping itu terjadi penurunan koefiesien air larian dari semula di atas 0,3 menjadi 0,15 yaitu seperti kondisi belum dibuka untuk pertambangan. Dengan demikian debit air limpasan di daerah tambang pun akan menurun sebesar 100% dengan asumsi daerah yang diganggu untuk kegiatan pertambangan dan daerah yang direklamasi dan revegetasi adalah sama.

Tetapi di samping itu terdapat dampak negatif, yaitu dampak terhadap komponen lingkungan hidrogeologi, akibat mudahnya air berinfiltrasi terutama bila hujan turun, muka air tanah di lokasi bekas tambang akan menjadi lebih tinggi dari lokasi sekitarnya, akibatnya berlawanan dengan kondisi saat penambangan beroperasi, saat ini air dari daerah tambang akan mengalir keluar ke daerah dengan muka air tanah lebih rendah. Di lain pihak, akibat kegiatan tambang yang berlangsung, air tanah di lokasi bekas tambang akan bersifat asam. Dengan demikian potensi penyebaran air asam tambang akan terjadi sampai tahap reklamasi dan revegetasi. Potensi penyebaran ini tidak berenti hanya pada penyebaran horisontal, tetapi berpotensi menjadi penyebaran vertikal, karena lapisan batubara yang semula sebagai lapisan pembatas kedap antara

akuifer dangkal dan akuifer dalam, telah hilang pada tahap kegiatan ini. Potensi penyebaran air asam tambang ini diharapkan akan banyak menurun kuantitasnya atau berhenti saat tanah di daerah bekas tambang telah padat kembali. Dengan demikian dampaknya akan bersifat sementara. Meskipun demikian intensitasnya cukup tinggi dan luas sebaran dampaknya cukup terasa terutama bila di bagian hilir daerah tambang terdapat pemukiman penduduk, sehingga dapat dikategorikan sebagai dampak negatif yang berpotensi menjadi dampak penting bila tidak dikelola.

5.2.4.3 Tahap Pasca Operasi

Reklamasi dan Revegetasi Akhir. Limpasan air permukaan akan menurun dengan terbentuknya tumbuhan penutup yang pada lokasi tambang sempurna. Ada beberapa proses yang mendukung perkembangan ini.

• Pertama, menurunnya permukan air tanah yang disebabkan oleh konsumsi air oleh tanaman untuk kegiatan evaporasi. Daya serap air meningkat karena menurunnya kejenuhan tanah. Proses evapotranspirasi biasanya sangat tinggi pada tahap awal pertumbuhan tanaman, di mana tumbuhan sangat aktif melakukan kegiatan fotosintesis.

• Kedua, jaringan akar lebih mudah menangkap air dan membantu penyerapan ke lapisan tanah.

• Ketiga, terbentuknya lapisan daun mati di permukaan tanah akan menarik perhatian biota tanah yang menggemburkan tanah dan menambah aerasi. Efek ini juga menambah daya penyerapan air ke dalam tanah.

Pengurangan limpasan air permukaan pada tahap paska operasional akan menguntungkan lingkungan karena mengurangi jumlah partikel padatan yang terbawa ke sungai-sungai di daerah bersangkutan sehingga nantinya mengurangi turbiditas atau kekeruhan air.

Potensi terjadinya air asam tambang pada tahap ini diperkirakan sudah jauh menurun karena kepadatan tanah mengurangi kemungkinan terjadinya oksidasi batubara, oksigen dan air. Di samping itu lapisan batubara sudah jauh berkurang.

Diperkirakan daerah yang terisi air akan tetap setelah penghentian kegiatan tambang, dimana akan berfungsi sebagai waduk sedimen dan juga aliran sebagai reservoir. Dalam periode aliran lambat menyebabkan timbulnya aliran yang lebih menuju kering.

Tinggi muka air tanah, kondisi serta resiko pencemaran akan diuntungkan oleh penghentian kepentingan tambang, penghentian aktivitas pencemaran (pemeliharaan mesin-mesin yang digunakan, peminyakan, dll) dan pengurangan sumber-sumber polusi (titik sumber dan sebarannya).

Perbaikan kondisi yang terjadi pada tahap reklamasi dan revegetasi akhir dapat dikategorikan sebagai dampak positif penting karena meliputi hampir seluruh komponen lingkungan yang terkena dampak pada saat operasi tambang berjalan.

5.2.5 Kualitas Air Permukaan dan Kualitas Air Tanah

5.2.5.1 Kualitas Air Permukaan

5.2.5.1.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, kegiatan yang berpotensi menimbulkan penurunan kualitas air adalah kegiatan pembukaan lahan untuk pembangunan prasarana tambang (termasuk jalan akses) dan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang.

Pembukaan Lahan. Kegiatan penebangan vegetasi penutup dapat meningkatkan air larian sebesar kurang lebih dua kali lipat, yakni dari semula tanah tersebut tertutup vegetasi (koefisien air limpasan: C=0,15) menjadi lahan terbuka dengan koefisien air limpasan = 0,3. Air larian tersebut akan masuk ke badan air di sekitarnya dengan membawa partikel-partikel lumpur dari tanah yang tererosi. Peningkatan air larian tersebut akan menimbulkan penurunan kualitas air dengan meningkatnya kandungan total padatan tersuspensi (TSS) dan kekeruhan. Peningkatan kekeruhan dan TSS ini terutama terjadi pada musim hujan.

Dampak yang ditimbulkan akibat pembukaan lahan relatif terlokalisir dan berjangka-pendek, karena pengaruh yang terkait dengan erosi akan berkurang pada saat dimulainya pematangan tanah dan kegiatan konstruksi. Peningkatan tanah yang tererosi terutama hanya terjadi pada musim hujan dan tidak semuanya masuk ke badan air. Berdasarkan uraian tersebut, diprakirakan dampak yang muncul adalah negatif tidak penting.

Pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang. Kegiatan pematangan lahan dan pembangunan jalan tambang akan meningkatkan debit air limpasan. Seperti telah dibahas pada komponen hidrologi, debit air limpasan pada masa pematangan lahan meningkat sebesar 366% dari kondisi sebelum lahan dibuka. Namun air limpasan ini tidak akan banyak membawa kekeruhan karena lahan terbuka telah dipadatkan sehingga tanah yang tererosi akan sedikit. Disamping itu, pada sisi jalan akan dibangun drainase yang menampung air limpasan sebelum mengalir ke badan air, sehingga pengerusan tanah dari lahan sekitar jalan sangat minor. Pembangunan jalan tambang utama yang melintang dari timur ke barat mempengaruhi badan air terutama pada perpotongan dengan sungai yang mengalir dari utara ke selatan. Pada sungai-sungai kecil akan dibuat gorong-gorong, sedangkan pada sungai yang besar akan dibuat jembatan. Berdasarkan luasan dari jalan yang dibangun yang relatif kecil, serta dampak pada sungai berlangsung singkat, maka dampak yang muncul diprakirakan negatif tidak penting.

5.2.5.1.2 Tahap Operasi

Pada tahap operasi, kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap kualitas air permukaan adalah sebagai berikut:

Pembukaan lahan untuk tapak tambang. Sebagai konsekuensi dari hilangnya vegetasi akibat kegiatan pembukaan lahan, limpasan aliran air permukaan saat hujan yang lebat akan cukup tinggi, mengingat tidak adanya vegetasi yang menahan laju aliran. Erosi tanah dan pembentukan parit alam/penggerusan yang diakibatkannya menghasilkan muatan sedimen yang cukup tinggi dan meningkatnya tingkat kekeruhan pada air permukaan di daerah penambangan.

Perubahan dari hutan sekunder menjadi lahan terbuka dapat meningkatkan laju erosi sebesar 1000 kali lipat, sedangkan koefisien air limpasan akan meningkat dua kali lipat. Dengan demikian tanah yang terbawa oleh air larian akan meningkat 2000 kali lipat.

Pembukaan lahan untuk tapak tambang mencakup areal yang luas dan berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga kontribusi terhadap peningkatan TSS di badan air adalah tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, dampak yang muncul diprakirakan negatif penting.

Pengupasan tanah pucuk. Pengupasan tanah pucuk juga akan meningkatkan air larian namun diperkirakan tidak membawa kekeruhan yang terlalu tinggi mengingat lapisan di bawah tanah pucuk merupakan lapisan tanah yang tidak gembur atau cukup padat. Selain itu pengupasan tanah pucuk langsung diikuti oleh pengupasan batuan penutup sehingga kegiatan tersebut relatif berlangsung singkat. Berdasarkan uraian tersebut, dampak akibat pengupasan tanah pucuk di perkirakan negatif tidak penting.

Pemboran, peledakan, pengupasan dan penempatan batuan penutup dan pengupasan dan penggalian batubara. Dampak yang ditimbulkan oleh kedua kegiatan ini relatif sama, dan berlangsung dalam waktu yang simultan, sehingga pembahasan dampaknya akan dibahas bersama. Pemboran dan peledakan batuan penutup dapat menyebabkan partikel batuan menjadi lebih halus sehingga memberi kontribusi terhadap kenaikan konsentrasi TSS. Pengupasan dan penggalian batuan penutup dan lapisan batubara juga akan memberi kontribusi terhadap kenaikan TSS, disamping senyawa-senyawa kimia lainnya.

Pemboran dan peledakan batuan penutup dapat menyebabkan komponen senyawa pyrit (FeS2) yang umum terdapat di daerah penambangan batu bara berkontak dengan udara dan air tanah sehingga membentuk senyawa H2SO4 dan besi terlarut, sehingga derajat keasaman akan meningkat.

Buangan utama penambangan adalah air asam tambang (Acid Mine Drainage). Pengupasan dan penggalian batubara akan menghasilkan AMD dan limbah cair lainnya seperti TSS, minyak dan lemak, besi, derajat keasaman tinggi (pH rendah) dan total logam.

Pada waktu yang bersamaan akan ditambang dua pit dengan jumlah kolam pengendap masing-masing sekitar 5-9 unit. Dengan debit air buangan dari satu kolam pengendap rata-rata 2,5 l/dt, maka debit yang masuk ke sungai diperkirakan sebesar 40 l/detik, khusus untuk S. Satui di hilir pelabuhan, air buangan berasal dari 4 settling pond sehingga menghasilkan debit sekitar 10 l/dt.

PT. Arutmin Indonesia melakukan pemantauan terhadap limbah dari kolam pengendapan (pada Tabel 3-x). Berdasarkan konsentrasi maksimum efluen yang keluar dari kolam pengendapan di

lokasi tambang maupun dari tempat penimbunan batubara dan data analisis konsentrasi yang terukur di sungai dengan debitnya, perkiraan konsentrasi campuran antara rona lingkungan awal ditambah dengan adanya kegiatan penambangan batubara PT. Arutmin Indonesia dapat dihitung seperti dalam Tabel 5-10 berikut ini.

Tabel 5-10Konsentrasi Campuran di Badan Air di Daerah Studi

No. Lokasi Konsentrasi Campuran di Badan Air (mg/l)

pH TSS TDS Kekeruhan

Fe SO4 DHL COD BOD

1 Sungai Keladan hulu (A1/SKLU)

6,78 66,23 102,71 34,3 0,24 48,22 206,86

2 Sungai Kintap hulu (SKTU)

7,06 13,14 73,75 12,23 0,43 40,64 169,15

3 Sungai Keladan hilir (SKLD)

6,64 36,85 78,5 13,3 0,6 21,96 164,35

4 Sungai Kintap hilir (C1/SKTD)

7,09 21,02 58,85 26,73 0,5 16,04 164,49

5 Sungai Baru hulu (7/SBRU)

6,22 23,42 305,63 183,06 0,5 241,34 488,48

6 Sungai Baru hilir (9/SBRD)

6,16 23,79 306,53 192,07 0,49 241,18 481,14

7 Sungai Satui hulu (B7) 6,06 22,40 274 163,6 0,52 219,30 428,0 22,62 9,308 Sungai Satui hilir (C6) 6,11 17,46 107,68 40,52 0,65 53,76 160,46 24,47 12,299 Sungai Pabilahan hulu

(A3)6,03 35,8 275,26 164,6 0,58 216 24,95 10,68

10 Sungai Pabilahan hilir (B5/SAS7)

6,03 47,4 276,16 167,8 0,61 219,6 24,91 11,74

11 S. Satui di hilir pelabuhan Muara Satui

6,9 35,4 0,05 0,66 28,89 18,38

Baku Mutu 5-9 1000 5 400Sumber: Hasil perhitungan, 2000

Dari tabel perhitungan diatas terlihat konsentrasi campuran untuk TDS kekeruhan dan SDA cukup tingga walaupun masih dibawah NAB. Perhitungan diatas berdasarkan asumsi seluruh limpasan dari kegitan tambang masuk ke kolam pengendapan. Namun pada kenyataannya terdapat limpasan yang dapat langsung masuk badan perairan, terutama pada saat hujan besar.

Seluruh kegiatan dari mulai pembukaan lahan hingga pengupasan batubara melibatkan tenaga kontraktor yang disewa oleh PT. Arutmin Indonesia. Jumlah tenaga kerja di lokasi tambang selama kegiatan ini melibatkan sekitar 140 orang yang berpotensi menimbulkan limbah domestik seperti COD, BOD, TSS dan bakteri coli. Dengan jumlah pekerja sebanyak 140 orang, diperkirakan akan menimbulkan limbah domestik dengan konsentrasi BOD = 400 mg/l, COD=625 mg/l, TSS= 360 mg/l dengan debit sebesar 140 x 80 l/orang/hari = 0,13 l/detik.

Kegiatan penggalian dan penempatan batuan batuan penutup dan penggalian batubara berlangsung secara simultan dan berlangsung dalam waktu yang lama dan wilayah yang luas sehingga intensitas dampak yang ditimbulkan akan tinggi. Berdasarkan uraian di atas, dampak yang ditimbulkan dikategorikan sebagai dampak negatif penting.

Pengangkutan Batubara. Jumlah truk pengangkut batubara ke pelabuhan Satui yang melewati Sungai Pabilahan sebanyak 170 kendaraan perhari. Jumlah tersebut akan meningkat dengan

rencana peningkatan produksi dari 2 juta ton pertahun menjadi 5 juta ton pertahun. Ceceran batubara dapat masuk ke Sungai Pabilahan, namun diperkirakan jumlah yang tercecer sangat kecil sehingga dampak yang ditimbulkan negatif tidak penting.

Pengolahan dan pemuatan batubara dan pengoperasian pelabuhan. Air lindi dari timbunan batubara diperkirakan mengandung konsentrasi pencemar yang dapat mencemari kualitas air permukaan. Namun alas timbunan batubara dibuat dari lapisan kedap air yang memungkinkan air mengalir ke drainase yang sudah dirancang dalam areal penimbunan batubara yang menuju ke kolam pengendapan untuk diolah lebih lanjut sebelum masuk ke badan air. Apabila lumpur/sedimen diangkat dari kolam ini dan dibuang di tempat lain, maka lumpur/sedimen berpotensi menimbulkan limpasan asam dan penurunan kualitas air, jika tidak dikelola seperti halnya bahan penghasil asam lainnya. Pengangkutan batubara dari timbunan ke tongkang dengan konveyor juga berpotensi tercecer walaupun jumlahnya sangat kecil. Berdasarkan uraian tersebut, dampak yang ditimbulkan diperkirakan bersifat negatif tidak penting namun berpotensi menimbulkan dampak penting jika pengoperasian fasilitasnya tidak berjalan dengan baik misalnya karena tidak mengikuti Prosedur Operasional Standar atau terjadi kecelakaan baik yang diakibatkan oleh manusia ataupun oleh kejadian alam.

Pengelolaan bahan peledak, bahan kimia dan hidrokarbon. PT. Arutmin Indonesia menggunakan bahan peledak, hidrokarbon dan bahan kimia lainnya untuk keperluan pengoperasian penambangan batubara. Bahan kimia yang berbahaya diantaranya bahan peledak jenis ANFO yang merupakan senyawa dari Amonium-nitrat dan solar, H2O2, Na-Borax dan metal biru. Bahan berbahaya lainnya berupa limbah dari pengoperasian fasilitas tambang dan infrastruktur berupa aki kering dan air aki. Tangki bahan bakar minyak juga terdapat di lokasi penambangan maupun di pelabuhan batubara muara Satui. Berdasarkan deskripsi kegiatan yang tengah berjalan saat ini, bahan-bahan berbahaya dan buangan bahan berbahaya tersebut disimpan dalam gudang terkunci dengan akses yang terbatas. Di tempat tangki bahan bakar dibuat second containment untuk mencegah tumpahan yang tercecer ke luar yang akan terbawa ke badan air. Namun, apabila penyimpanan dan penanganan bahan-bahan berbahaya tersebut tidak dikelola dengan baik, maka kegiatan ini berpotensi menimbulkan dampak penting.

Reklamasi dan revegetasi. Reklamasi daerah penambangan mencakup pengaturan kembali drainase pada skala mikro, sebelum penanaman kembali vegetasi, dapat memulihkan fungsi daerah tangkapan ke kondisi serupa seperti sebelum penambangan. Peningkatan kondisi tanah akan meningkatkan laju infiltrasi, menurunkan limpasan dan mengurangi muatan sedimen sehingga mengurangi penambahan konsentrasi TSS yang menuju ke badan perairan.

Rezim air permukaan secara dramatis akan diubah melalui reklamasi. Limpasan air permukaan akan mengikuti kontur dengan lereng yang melandai dan akan merembes ke dan mengaliri tanah yang telah diperbarui dengan laju aliran seperti dahulu sebelum penambangan. Muatan sedimentasi yang dibawa ke hilir juga lebih mendekati keadaan alam.

Pembentukan sistem biologi alami hasil dari revegetasi, disamping menormalkan kembali limpasan air permukaan dan pengurangan sedimen yang diangkut, juga memainkan peran penting

dalam memperkaya kandungan air pada zona tanah dengan menjebak mineral pada permukaan sistem akar vegetasi dan dengan membebaskan unsur-unsur ke air tanah sebagai produk dekomposisi daun dan materi lain dalam vegetasi. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir adalah dampak positif penting.

5.2.5.1.3 Tahap Paska Operasi

Kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak pada tahap pasca operasi adalah kegiatan reklamasi dan revetasi akhir, dimana kegiatan operasional penambangan batubara sudah selesai.

Reklamasi dan Revegetasi akhir. Limpasan air permukaan akan menurun dengan terbentuknya vegetasi penutup pada lokasi bekas tambang. Ada beberapa proses yang dapat terjadi dengan adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi ini.

• Pertama, menurunnya air di permukan yang disebabkan oleh konsumsi air oleh tanaman untuk kegiatan evaporasi. Daya serap air meningkat karena menurunnya kejenuhan tanah. Proses evapotranspirasi biasanya sangat tinggi pada tahap awal pertumbuhan tanaman, di mana tumbuhan memiliki daun-daun yang lebar.

• Kedua, jaringan akar lebih mudah menangkap air dan membantu penyerapan ke lapisan tanah.

• Ketiga, terbentuknya lapisan daun mati di permukaan tanah akan menarik perhatian biota tanah yang menggemburkan tanah dan menambah aerasi. Efek ini juga menambah daya penyerapan air ke dalam tanah.

Pengurangan limpasan air permukaan pada tahap paska operasi akan menguntungkan lingkungan karena mengurangi jumlah partikel padatan yang terbawa ke sungai-sungai di daerah bersangkutan sehingga nantinya mengurangi kekeruhan air.

Setelah penghentian kegiatan tambang, berdasarkan deskripsi kegiatan, diperkirakan akan terdapat _____% daerah bekas tambang yang terisi air. Air yang tergenang tersebut akan berfungsi sebagai waduk sedimen dan juga sebagai reservoir air yang dapat digunakan sebagai air baku dengan dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Ada beberapa faktor penentu untuk mengembalikan mutu air permukaan ke mutu awalnya (mutu air permukaan di hutan tropis). Penghentian operasi penambangan akan mengurangi kadar debu di udara yang nantinya dapat terlarut ke dalam air hujan. Tingkat kekeruhan dan jumlah padatan terlarut diperkirakan akan membaik. Limpasan permukaan air asam tambang yang dihasilkan dari kegiatan tambang akan menurun, sementara sisanya akan terserap ke badan air bawah tanah. Jaringan air tumbuhan hutan akan menangkap elektrolit-elektrolit maupun mineral-mineral di dalam air permukaan sehingga mutu air akan membaik. Setelah penutupan tambang, waduk sedimen akan membantu mengendapkan sedimen dan berperan positif dalam menurunkan kekeruhan pada aliran yang diatasnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dampak yang

ditimbulkan dengan adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir adalah dampak positif penting.

5.2.5.2 Kualitas Air Tanah

5.2.5.2.1 Tahap Persiapan

Kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap kualitas air tanah adalah pembukaan lahan dan pembangunan sarana dan prasarana tambang

Pembukaan Lahan. Pengurangan vegetasi dapat menurunkan penyerapan air ke dalam tanah yang mengakibatkan menurunnya debit air tanah. Berdasarkan studi hidrogeologi bahwa sungai di daerah studi merupakan sungai perenial dimana air sungai bersumber dari air tanah, sehingga penurunan kualitas air permukaan tidak akan berpengaruh terhadap kualitas air tanah.

Data kualitas air tanah menunjukkan parameter yang masih berada di bawah NAB, luas areal pembukaan lahan untuk sarana dan prasarana tambang tidak terlalu besar. Berdasarkan hal ini dampak yang ditimbulkan terhadap kualitas air tanah dikategorikan sebagai dampak negatif tidak penting.

5.2.5.2.2 Tahap Operasi

Kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak pada kualitas air tanah pada tahap operasional tambang adalah sebagai berikut.

Pembukaan lahan untuk tapak tambang. Kegiatan pembukaan lahan dengan membersihkan tumbuhan penutup akan memudahkan air permukaan masuk kedalam tanah, dan dengan hilangnya vegetasi juga akan menambah limpasan air permukaan, sehingga penambahan air tanah diperkirakan sangat kecil, selain itu kegiatan pembukaan lahan akan berlangsung singkat karena kan segera diikuti oleh pengupasan tanah pucuk. Dengan demikian dampak negatif yang ditimbulkan tergolong tidak penting.

Pengupasan dan penempatan tanah pucuk. Penyerapan air ke dalam tanah akan berkurang karena tanah gembur yang dapat menahan air sudah menghilang, sehingga air lebih banyak mengalir menjadi limpasan air permukaan. Kegiatan pengupasan dan penempatan tanah pucuk juga berlangsung dalam waktu yang relatif singkat karena akan langsung diikuti oleh pengupasan batuan penutup.

Penggalian dan penempatan batuan penutup serta penggalian batubara. Pengeboran dan peledakan menyebabkan adanya kontak batuan penutup dan lapisan batubara dengan udara dan air yang muncul dari akuifer sehingga mengubah senyawa pyrit (FeS2) menjadi Fe+ dan H2SO4 yang menyebabkan kadar besi dan derajat keasaman meningkat. Selain itu, bahan peledak yang

mengandung senyawa organik, amonium nitrat, minyak dan lemak, walaupun menguap ke udara ambien, namun akan sempat kontak dengan air tanah yang keluar dari akuifer.

Berdasarkan uraian di deskripsi kegiatan, air yang masuk ke lubang tambang akan dipompa keluar dan dialirkan ke kolam pengendapan untuk diolah. Pemompaan akan berlangsung secara otomatis dimana akan diatur agar air yang berada di lubang tambang tidak masuk ke dalam akuifer dan mencemari air tanah.

Perkampungan terletak di bagian hilir (selatan) daerah penambangan batubara, lokasi terdekat yaitu Kampung Log Padi, dimana masyarakat menggunakan air sumur sebagai sumber air minum, berjarak sekitar 1,5 km. Berdasarkan uraian tersebut maka dampak yang berasal dari kegiatan tersebut di atas diperkirakan menimbulkan dampak negatif tidak penting.

Pengelolaan bahan peledak, bahan kimia dan hidrokarbon. Kegiatan pengelolaan bahan peledak, bahan kimia dan hidrokarbon apabila tidak mengikuti SOP yang berlaku berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas air tanah. Seperti telah dibahas pada sub bab kualitas air permukaan, bahan kimia yang berbahaya tersebut diantaranya bahan peledak jenis ANFO yang merupakan senyawa dari Amonium-nitrat dan solar, H2O2, Na-Borax dan Metal biru, kemudian limbah dari pengoperasian fasilitas tambang dan infrastruktur berupa aki kering dan air aki. Tangki bahan bakar minyak juga terdapat di lokasi penambangan maupun di pelabuhan batubara muara Satui.

Berdasarkan deskripsi kegiatan yang tengah berjalan saat ini, bahan-bahan berbahaya dan buangan bahan berbahaya tersebut disimpan dalam gudang terkunci dengan akses yang terbatas. Di tempat tangki bahan bakar dibuat second containment dengan bahan yang kedap air untuk mencegah tumpahan yang tercecer ke luar dan rembesan ke dalam tanah yang akan terbawa ke akuifer. Namun, apabila penyimpanan dan penanganan bahan-bahan berbahaya tersebut tidak dikelola dengan baik, maka kegiatan ini berpotensi menimbulkan dampak penting.

Pengangkutan Batubara. Pengangkutan batubara dapat mengakibatkan ceceran/tumpahan dari batubara yang terbawa angin atau tercecer karena guncangan karena pengangkutan menggunakan truk yang terbuka. Ceceran tersebut dapat tersiram oleh air hujan sehingga terinfiltrasi ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, jumlah yang tercecer dari truk sangat sedikit sehingga dampak yang ditimbulkan berupa dampak negatif tidak penting.

Lumpur dari tangki septik disedot dan dibuang bersama-sama dengan batuan penutup sebagai bahan urug untuk reklamasi. Lumpur tersebut dapat menyuburkan tanah karena banyak mengandung zat organik dan mikroorganisma, namun juga dapat mencemari air tanah bila berinfiltrasi dan masuk ke dalam akuifer. Kandungan organik dan bakteri coli dapat menjadi parameter pencemar kulitas air tanah. Karena yang terinfiltrasi relatif telah tertahan oleh tanah, intensitas ke dalam akuifer jumlahnya kecil, maka dampak yang ditimbulkan diperkirakan negatif tidak penting.

Reklamasi dan Revegetasi. Reklamasi daerah penambangan mencakup pengaturan kembali drainase pada skala mikro, sebelum penanaman kembali vegetasi, dapat memulihkan fungsi daerah

tangkapan ke kondisi serupa seperti sebelum penambangan. Peningkatan kondisi tanah akan meningkatkan laju infiltrasi sehingga menambah kuantitas air tanah sekaligus kualitas air tanahnya.

Penanaman kembali vegetasi memainkan peranan penting dalam memperkaya kandungan air pada zona tanah dengan menjebak mineral pada permukaan sistem akar vegetasi dan dengan membebaskan unsur-unsur ke air tanah sebagai produk dekomposisi daun dan materi lain dalam vegetasi. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir adalah dampak positif penting.

5.2.5.2.3 Tahap Paska Operasi

Reklamasi dan Revegetasi Akhir. Seperti halnya pada tahap operasi, reklamasi dan revegetasi lahan tambang dapat memulihkan fungsi daerah tangkapan ke kondisi seperti sebelum penambangan. Peningkatan kondisi tanah akan meningkatkan laju infiltrasi sehingga menambah kuantitas air tanah. Vegetasi akan memperkaya kandungan air pada zona tanah dengan menjebak mineral pada permukaan sistem akar vegetasi dan dengan membebaskan unsur-unsur ke air tanah sebagai produk dekomposisi daun dan materi lain dalam vegetasi. Peningkatan kualitas air tanah ini akan memberi dampak positif pada penduduk yang berada di bawah (hilir) daerah pertambangan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir adalah dampak positif penting.

Kuantitas air tanah, kualitas air tanah dan resiko pencemaran terhadap air tanah akan diperbaiki oleh penghentian kepentingan tambang, penghentian aktivitas pencemaran (pemeliharaan mesin-mesin yang digunakan, peminyakan, dll) dan pengurangan sumber-sumber polusi (sumber dan daerah sebarannya).

5.2.6 Tata Ruang dan Tata Guna Lahan

5.2.6.1 Tata Guna Lahan

5.2.6.1.1 Tahap Persiapan

Pembukaan lahan dan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang. Pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang akan dilakukan bertahap untuk masing-masing daerah rencana pengembangan. Sampai tahun 2005 rencana luas lahan yang dibuka dan akan berubah fungsinya seluas 109 ha, tahun 2010 seluas 128 ha dan tahun 2014 seluas 139 ha. Luas total lahan yang relatif kecil yaitu sekitar 5% dari luas satuan wilayah tambang dan kegiatan berlangsung tertahap dan pihak PT. Arutmin Indonesia telah mendapat persetujuan pinjam pakai maka dampak negatif yang ditimbulkan tergolong tidak penting.

Dampak negatif kegiatan terhadap perubahan tata guna lahan diprakirakan kecil juga selain karena kondisi hutan sekunder di dalam wilayah satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh telah dieksploitasi oleh kegiatan eksploitasi kayu juga eksploitasi batubara oleh penambang tanpa ijin (PETI). Diprakirakan di dalam satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh saat ini beroperasi sekitar lokasi PETI dan luas bukaan lahan sekitar 200 – 300 ha.

Pembangunan jalan akses dan fasilitas lain untuk kegiatan penambangan diprakirakan juga tidak berdampak penting. Dampak yang terjadi relatif sama seperti pada kegiatan pembukaan lahan. Terutama fasilitas jalan akan dibangun secara bertahap sesuai dengan kemajuan tambang di masing-masing daerah tambang yang ada di dalam satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh. Tabel 3-16 dan 3-17 memperlihatkan rencana bukaan lahan dalam tiap periode penambangan di masing-masing daerah tambang dalam satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh hingga tahun 2014. Dengan demikian dampak perubahan tata ruang ini tergolong tidak penting.

5.2.6.1.2 Tahap Operasi

Penerimaan tenaga kerja. Kegiatan-kegiatan yang akan berpengaruh pada perubahan komponen lingkungan tata ruang dan tata guna lahan pada tahap operasional tambang adalah kegiatan penambangan tenaga kerja, pembukaan lahan untuk lubang tambang, kegiatan penambangan batubara, dan kegiatan reklamasi serta revegetasi lahan.

Kegiatan penerimaan tenaga kerja tambahan untuk kegiatan operasional tambang secara langsung akan berpengaruh pada peningkatan jumlah penduduk yang akan meningkatkan permintaan tempat tinggal dan kebutuhan sarana lainnya. Dengan adanya rencana penempatan tenaga kerja di sekitar lokasi tambang, maka diprakirakan akan adanya penambahan area pemukiman dan sarana penunjangnya. Walaupun jumlah penambahan tenaga kerja ini relatif kecil tetapi dengan adanya permintaan kebutuhan sarana lain dan berlangsung selama beroperasinya tambang maka dampak pada peningkatan sarana pemukiman dan sarana lain menjadi besar sehingga dampak negatif yang timbul tergolong potensial penting.

Pembukaan lahan untuk tapak tambang. Dampak terhadap lahan berupa terjadinya perubahan dan pergeseran tata guna lahan dan pemanfaatan lahan yang semula berupa hutan sekunder, semak belukar menjadi lahan terbuka. Luas lahan beralih fungsi direncanakan perperiodic pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan tahun 2014 seluas 6400 ha, sedangkan luas lahan yang direklamasi seluas 2540 ha sampai tahan reklamasi akhir. Berdasarkan perbandingan luas lahan yang direncanakan untuk direklamasi dan direvegasi kurang dari 50% maka dampak negatif yang terjadi terhadap perubahan fungsi dan memanfaatan lahan.

Kegiatan pengisian kembali lubang (back filing) bekas tambang yang diikuti oleh kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan akan berpengaruh positif terhadap perubahan tata ruang dan tata guna lahan. Adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan akan mendorong kembali tumbuh dan berkembangnya komunitas alami yang sebelumnya rusak atau hilang dengan adanya kegiatan penambangan. Dengan terjadinya suksesi alamiah dalam waktu tertentu diprakirakan komunitas

alam tersebut berangsur-angsur pulih dan lahan akan berubah kembali menjadi hutan sekunder. Dengan demikian dampak positif yang terjadi tergolong penting.

Tahap Paska-operasi

Pengelolaan fasilitas dan infrastruktur tambang

Lahan yang digunakan untuk penambangan batubara oleh PT. Arutmin Indonesia merupakan lahan pinjam pakai dengan Departemen Kehutanan, maka lahan akan dikembalikan ke pemilik semula. Tentunya kebijaksanaan tata ruang akan diserahkan ke Pemerintah Daerah setempat yang akan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah yang telah disusun sehingga dampak yang terjadi diprakirakan tidak penting.

Reklamasi dan Revegetasi

Sesuai dengan kewajiban yang telah ditetapkan di dalam perjanjian pinjam pakai lahan maka PT. Arutmin Indonesia akan menerapkan perencanaan program reklamasi dan revegetasi lahan. Dampak terhadap perubaan tata ruang dan tata guna lahan berpotensial penting apabila perencanaan secara integral dan pelaksanaan program yang telah disepakati tidak sesuai dengan prosedur kesepakatan dan mengabaikan norma-norma keseimbangan ekosistem lingkungan setempat.

Beberapa hal yang akan memberikan dampak penting terhadap tata ruang dan tata guna lahan sebagai berikut:

• Perencanaan reklamasi dan revegetasi yang tidak memadai

• Perencanaan terhadap lubang-lubang bekas tambang yang secara permanen akan mempengaruhi ekosistem lingkungan setempat.

5.2.6.1.3 Tahap Paska-Operasi

5.2.6.2 Aksesibilitas

5.2.6.2.1 Tahap Persiapan

Sehubungan dengan kegiatan pembukaan lahan ke daerah Bukit Baru, Kintap dan Karuh dan konstruksi fasilitas dan infrastruktur tambang terutama jalan tambang ke daerah tersebut diprakirakan meningkatkan frekuensi lalu lintas kendaraan perusahaan. Peningkatan jumlah kendaraan perusahaan terutama yang melintas di Simpang Empat Sumpol yang merupakan jalan akses utama ke daerah tambang. Namun jumlah kendaraan yang melintas untuk kegiatan persiapan ini relatif sedikit sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dapat dikategorikan tidak penting. Walaupun demikian jika jumlah kendaraan perusahaan yang melewati persimpangan tersebut tidak diatur sedemikian rupa maka dampak tersebut berpotensi menjadi penting.

5.2.6.2.2 Tahap Operasi

Peningkatan frekuensi kendaraan terutama truk pengangkut batubara dan bahan-bahan keperluan tambang untuk menunjang kegiatan pertambangan batubara PT. Arutmin Indonesia diprakirakan semakin meningkat sehubungan dengan rencana peningkatan produksi batubara menjadi 5 juta ton per tahun mulai pertengahan tahun 2001. Pada tingkat produksi batubara saat ini, frekuensi truk pengangkut batubara dari daerah tambang ke pelabuhan batubara Muara Satui sekitar 170 truk per hari. Diasumsikan jenis truk dengan kapasitas yang relatif sama dengan jumlah seluruhnya 19 buah akan dioperasikan selama 24 jam dan 365 hari untuk mengantisipasi kebutuhan pengangkutan batubara pada tingkat produksi 5 juta ton per tahun sebagaimana tersebut di atas frekuensi pengangkutan batubara diantisipasi akan meningkat menjadi 250 truk per hari.

Peningkatan jumlah kendaraan yang melewati Simpang Empat Sumpol perlu dicermati mengingat penduduk yang tinggal di daerah tersebut seringkali mengeluh bahwa kebisingan dan konsentrasi debu yang tinggi disebabkan oleh kendaraan PT. Arutmin Indonesia.

Dengan jumlah kendaraan yang melwati Simpang Empat Sumpol sebagaimana tersebut di bawah ini:

• Untuk kelompok kendaraan perusahaan (PT. Arutmin Indonesia) berkisar antara 26 (jam 05.00-06.00) hingga 84 (14.00-15.00) unit kendaraan per jam.

• Untuk kelompok kendaraan bukan perusahaan: 0 (jam 03.00 –04.00) hingga 101 (jam 09.00-10.00) unit kendaraan per jam.

Dan mengingat kondisi jalan dan persimpangan serta jumlah kendaraan yang melewati Simpang Empat Sumpol pada pengamatan Desember 1999 sudah cukup padat dan sarana jalan yang tersedia menjadi kurang memadai. Oleh karena itu dampak lingkungan seperti konsentrasi debu dan kebisingan di atas baku mutu yang telah ditetapkan di Simpang Empat Sumpol diprakirakan terus berlangsung untuk selama tahap operasi tambang sehingga dampaknya dikategorikan penting dan negatif.

5.2.6.2.3 Tahap Paska Operasi

Mengingat penurunan cadangan batubara yang layak ditambang akan habis pada suatu saat, maka dengan tingkat produksi batubara 5 juta ton per tahun penambangan cadangan batubara di satuan wilayah tambang batubara Satui, Kintap dan Karuh direncanakan selesai tahun 2012. Pada tahap pasca operasi tambang jenis dan intensitas kegiatan yang sifatnya fisis akan menurun. Kegiatan pada tahap ini adalah kegiatan reklamasi dan revegetasi akhir lahan bekas tambang dan lahan terganggu lainnya dan pengelolaan fasilitas dan infrastruktur tambang diantaranya pembongkaran, pemindahan dan kemungkinan penghancuran yang dilakukan secara selektif. Hal ini diprakirakan berdampak pada penurunan secara berarti jumlah kendaraan perusahaan yang melewati Simpang Empat Sumpol sehingga diantisipasi bahwa konsentrasi debu dan tingkat kebisingan di daerah

tersebut akan menurun. Dampak yang diprakirakan timbul pada tahapan ini dikategorikan tidak penting dan negatif dengan potensi menjadi dampak penting jika pengaturan jumlah kendaraan yang melwati persimpangan tidak dicermati.

5.2.6.3 Status dan Kepemilikan Lahan

5.2.6.3.1 Tahap Persiapan

Pembukaan lahan memberi dampak pada sistem penggunaan lahan yang sebelumnya dilakukan oleh penduduk setempat. Secara umum masyarakat telah terbiasa memanfaatkan hutan yang akan digunakan untuk kegiatan PT. Arutmin Indonesia sebagai salah satu sumber mata pencaharian. Walaupun jumlah penduduk yang memanfaatkan hutan di sekelilingnya relatif kecil dengan tidak tersedianya sumber-sumber penghasilan lain dapat saja terjadi pengalihan akan lahan hutan sebagai sumber mata pencaharian tradisional dari masyarakat setempat sehingga dampak yang akan terjadi potensial menjadi penting.

5.2.6.3.2 Tahap Operasi

Karena pembebasan lahan sudah terjadi pada tahap persiapan, maka dampak terhadap perencanaan tata ruang dan tata guna lahan selama tahap operasi merupakan kelanjutan dari dampak tersebut. Secara teoritis, akses menuju ke lahan yang harus ditambang berhenti bersama pembebasan lahan tersebut, kecuali terdapat perjanjian yang memungkinkan akses ke sana. Dalam kenyataannya, orang akan terus menggunakan lahan tradisional mereka hingga operasi penambangan berlangsung pada tapak tertentu, atau mencegah akses ke sana. Dengan menganggap bagian dari daerah penambangan yang dimaksud berupa lahan pertanian, hutan produksi, dan daerah konsesi penebangan hutan, maka pembukaan vegetasi yang berarti di daerah Bukit Baru harus dibatasi pada hutan yang belum dibuka dan mempunyai dampak kecil pada kegiatan yang ada. Namun secara keseluruhan akan terjadi pergeseran yang cukup penting dalam hal pola penggunaan lahan dari penggunaan seperti tersebut di atas menjadi lubang tambang batubara dan timbunan penyimpanan batubara di daerah tambang Satui-Kintap dan Karuh.

Strategi reklamasi PT. Arutmin Indonesia adalah menciptakan keragaman biota hutan seperti kondisi semula maupun mengisi kembali semua lubang tambang. Namun strategi ini dapat berubah jika ada permintaan untuk mengubah langkah rehabilitasi untuk penggunaan tanah bentuk lain, seperti usaha kehutanan, perkebunan, perlindungan satwa liar, tempat rekreasi ataupun sebagai kegiatan perairan di kolam bekas lubang tambang.

Kegunaan lain dari lahan bekas tambang memerlukan pemberitahuan yang awal, agar supaya proses pengisian kembali lubang tambang dapat diarahkan secara sesuai. Perusahaan akan membentuk kelompok kerja dengan pemerintah untuk membicarakan hal ini.

Pengaturan tata-ruang semula sebelum penambangan akan ditetapkan kembali melalui proses reklamasi. Pola baru bentuk lahan, dan jaringan jalan yang ada akan mengubah konfigurasi

semula. Persyaratan untuk jalan di daerah yang telah direklamasi harus dipertimbangkan secara seksama dalam rencana pengelolaan untuk mengimbangi, misalnya, keunggulan pengelolaan aktif seperti jalan untuk operasi pengendalian kebakaran dan nilai negatif penyediaan akses yang mudah ke pemburu dan pemburu gelap.

5.2.6.3.3 Tahap Paska Operasi

Lima tahun sebelum penutupan tambang, PT. Arutmin Indonesia akan mencari kemungkinan penggunaan lahan dalam bentuk lain, terutama oleh pihak-pihak lain yang merasa tertarik untuk mendaya-gunakan lahan bekas tambang. Perubahan yang akan diusulkan mungkin saja berhubungan dengan penggunaan kolam pengendap (sehingga pengisian kolam-kolam tersebut dengan tanah penutup perlu ditangguhkan) atau berhubungan dengan usulan revegetasi. Semua usulan akan disalurkan kepada pemerintah untuk perijinan perubahan bentuk reklamasi jangka panjang. Perubahan-perubahan tersebut mungkin saja akan lebih meningkatkan perekonomian dan tata guna lahan daerah tersebut.

Beberapa pilihan penggunaan lahan adalah sebagai berikut :

Kehutanan/hutan produksi: lahan bekas tambang mungkin saja berguna untuk menanam spesies yang tumbuh cepat untuk kepentingan industri kertas dan pulp ataupun untuk produksi kayu dan minyak atau penanaman pohon kayu atau kelapa. Adanya jalan atau infrastruktur bekas tambang akan menguntungkan proyek hutan produksi dan memberikan banyak kemungkinan penggunaan lokasi untuk berbagai kepentingan.

Rekreasi dan pariwisata: kemungkinan penataan kolam-kolam pengendapan sebagai lahan rekreasi, termasuk untuk kolam pemancingan yang umum, akan menarik usulan-usulan pengembangan taman marga satwa bagi pariwisata.

Budidaya air: air pada kolam pengendapan sesuai untuk budi daya ikan, binatang kulit keras (kelompok krustasea, seperti kepiting, udang air tawar, atau untuk budi daya belut).

Perencanaan wilayah ini memerlukan pemeliharaan jangka panjang terhadap jalan dan jalur komunikasi ke seluruh bagian wilayah bersangkutan.

5.2.7 Biota Darat

5.2.7.1 Tahap Persiapan

Pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang pada tahun 2000 adalah seluas 440,23 ha. Dengan menggunakan analogi yang sama seperti perhitungan di atas, pada Tabel 5 disajikan jumlah pohon yang akan ditebang/hilang.

Tabel 5-11Prakiraan jumlah pohon yang hilang akibat pembukaan lahan (sampai Tahun 2000)

Lokasi Luas(ha)

Kerapatan (pohon/ha)

Jumlah Pohon Ditebang(batang)

Kintap 0 0 0Karuh 0 0 0Satui 390,23 70 27.317Bukit Baru 0 0 0Fasilitas dan Infrastruktur tambang 50,00 70 3.500Total 440,23 30.817

Sumber : PT. Arutmin Indonesia 2000

Luas wilayah sebaran dampak yang mengalami perubahan mendasar (hilangnya vegetasi), dinilai masih relatif kecil dan tidak signifikan bila dinilai dari segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif dampaknya. Pembukaan lahan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan bersifat sementara. Dengan perkiraan total jumlah pohon yang akan hilang akibat pembukaan lahan yaitu lebih kurang 30817 batang pohon, maka intensitas dampak yang terjadi dinilai tidak signifikan karena jumlahnya relatif kecil dibanding jumlah batang pohon yang tidak mengalami penebangan di sekitar lokasi pembukaan lahan ini. Kerusakan habitat satwa liar terutama jenis-jenis flora atau fauna dilindungi, akibat kegiatan ini dinilai tidak signifikan bila dilihat dari perbandingan antara luas wilayah sebaran dampak dan daerah penyebaran jenis-jenis di sekitar lokasi pembukaan lahan ini. Berdasarkan telaah dampak penting di atas maka dampak pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang terhadap ekosistem darat dinilai berdampak negatif tidak penting .

Pembangunan jalan hantar dengan panjang 28 km dan lebar 21m, akan membuka lahan seluas 59 ha. Dampak yang diprakirakan akan muncul adalah hilangnya vegetasi di area yang dilalui jalan hantar tersebut. Luas area ini menggambarkan luas wilayah sebaran dampak yang diprakirakan terjadi. Dari segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif dampaknya, maka luas wilayah sebaran dampak yang mengalami perubahan mendasar, yakni hilangnya vegetasi. Akan tetapi diperkirakan nilainya lebih kecil dibanding luas kawasan hutan yang dilalui oleh jaringan jalan tersebut. Diketahui bahwa kegiatan tersebut di atas waktunya relatif singkat bila dibandingkan dengan umur tambang secara keseluruhan. Oleh karena itu dampak yang terjadi diperkirakan tidak berlangsung lama. Selanjutya berdasarkan nilai kerapatan pohon rerata daerah studi sebesar 86 – 90 pohon/ha, diperkirakan jumlah pohon yang akan hilang sebanyak 5074 – 5310 pohon. Berdasarkan nilai perhitungan tersebut, maka intensitas dampak yang terjadi dinilai kurang penting mengingat jumlah pohon tersebut sangat kecil dibanding jumlah yang tidak ditebang. Dampak selanjutnya adalah terganggunya habitat satwa liar, dimana akan terjadi migrasi sementara, atau bahkan permanen ke daerah yang relatif tidak terganggu. Kemungkinan jenis flora atau fauna dilindungi terkena dampak, dinilai kurang penting karena daerah penyebaran jenis-jenis tersebut diperkirakan lebih luas dari wilayah sebaran dampak. Dampak hilangnya vegetasi sepanjang jaringan jalan hantar tidak akan pulih selama jalan tersebut digunakan. Dengan demikian dampak pembangunan jalan hantar terhadap ekosistem darat dinilai bersifat negatif tidak penting.

5.2.7.2 Tahap Operasi

Sebelum melakukan penambangan batubara, terlebih dahulu dilakukan pembukaan lahan secara sistematis dan bertahap. Di dalam metode tersebut dilakukan perhitungan dan pengamatan terhadap tegakan vegetasi untuk melihat kemungkinan adanya jenis flora dan habitat fauna yang dilindungi. Berikut ini disajikan perhitungan jumlah tegakan pohon yang diperkirakan akan hilang berdasarkan rata-rata kerapatan pohon di daerah studi.

Tabel 5-12Prakiraan jumlah pohon yang hilang akibat pembukaan lahan

untuk eksploitasi tambang batubara (2000 – 2014)

Lokasi Luas(ha)

Kerapatan (pohon/ha)

Jumlah Pohon Ditebang(batang)

Kintap 171,50 75 12.863Karuh 68,50 90 6.165Satui 390,23 70 27.317Bukit Baru 147,00 105 15.435Total 777,23 61.780

Sumber : PT. Arutmin Indonesia 2000.

Pembukaan lahan untuk area penambangan batubara sampai tahun 2014, diperkirakan akan menyebabkan hilangnya pohon sebanyak 61780 batang, sehingga habitat satwa liar di daerah tersebut akan berkurang. Luas area sebaran dampak diprakirakan melebihi total luas tapak tambang, karena hilangnya vegetasi tersebut menyebabkan satwa liar bermigrasi ke kawasan hutan sekitar lokasi kegiatan. Dari keempat lokasi kegiatan pertambangan batubara, diprakirakan daerah Karuh akan mengalami tekanan ekologis yang lebih berat dibanding ketiga daerah lainnya karena masih memiliki kekayaan jenis satwa liar dan flora (pohon) yang lebih tinggi. Satwa liar di daerah Karuh diprakirakan akan bermigrasi ke arah utara menuju hutan Kintap. Hutan ini berbatasan dengan Suaka Margasatwa Pelaihari-Martapura. Satwa liar yang berada di daerah Kintap diprakirakan juga akan bermigrasi ke arah yang sama. Sementara itu dari daerah Satui, satwa liar diprakirakan akan bermigrasi ke arah utara dan selatan. Satwa yang bermigrasi ke arah utara diprakirakan lebih banyak dari pada ke selatan, karena daerah tersebut memiliki sumber air yang lebih melimpah. Satwa liar di daerah Bukit Baru diprakirakan akan bermigrasi secara menyebar di kawasan hutan sekitar lokasi kegiatan. Migrasi satwa liar ke kawasan hutan yang relatif tidak terganggu, diprakirakan akan bersifat permanen karena pemulihan daerah bekas tambang yang telah dibuka akan memakan waktu yang lama, dengan demikian dampak terhadap satwa liar dinilai penting dari segi tidak berbaliknya dampak.

Selanjutnya hilangnya vegetasi penutup juga diprakirakan menimbulkan dampak sekunder, berupa: erosi, perubahan iklim mikro, dan sebagainya; sehingga pembukaan lahan tambang berdampak penting dinilai dari banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak.

Habitat yang mengalami degredasi sangat mempengaruhi kehidupan satwa yang hidup di dalamnya, karena hampir seluruh satwa liar yang terdapat di daerah rencana kegiatan mempunyai pola hidup bersifat arboreal, yaitu: sebagian besar aktivitas hidupnya dilakukan di pohon sehingga

sangat tergantung pada hutan (forest dependent). Jenis-jenis satwa liar arboreal yang tergantung pada pohon hutan antara lain: jenis-jenis primata dan burung. Di lokasi rencana kegiatan penambangan batubara ini diketahui ada sekitar 8-20 jenis satwa liar dilindungi. Oleh karena itu intensitas dampak yang terjadi diprakirakan cukup tinggi dan bersifat penting. Pada tahap lanjutan diprakirakan akan terjadi perubahan komposisi dan stratifikasi vegetasi, dan migrasi satwa liar secara permanen ke lokasi yang relatif tidak terganggu atau mempunyai komposisi vegetasi yang relatif sama dengan daerah yang semula ditempati. Dengan demikian pembukaan lahan untuk lubang tambang diprakirakan menimbulkan dampak yang bersifat negatif penting.

Kegiatan lainnya dalam lingkup penambangan batubara yang diperkirakan memberikan dampak penting terhadap flora dan fauna adalah peledakan untuk pengupasan batuan penutup. Kegiatan peledakan untuk mengupas batuan penutup, selain menimbulkan gangguan terhadap satwa liar (kebisingan dan getaran), diprakirakan tidak menimbulkan perubahan mendasar dinilai dari segi luas wilayah sebaran dampak, intensitas dampak, banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak dan sifat kumulatif dampaknya. Sulit memperkirakan radius getaran dan kebisingan akibat peledakan, karena volume bahan peledak tergantung pada sifat batuan penutup di masing-masing lokasi, akan tetapi dampaknya diperkirakan tetap mengganggu satwa liar yang masih berada di hutan dekat lokasi peledakan. Satwa liar tersebut, terutama yang nocturnal, artinya yang beristirahat pada siang hari. Potensi dampak tersebut diperkirakan besar bila intensitas kegiatan peledakan tinggi dan berlangsung cukup lama. Dengan demikian dampak kegiatan peledakan untuk mengupas batuan penutup bersifat negatif tidak penting.

Reklamasi dan Revegetasi. Penataan kembali daerah bekas tambang dengan reklamasi dan revegetasi diprakirakan akan memberikan dampak positif terhadap komponen lingkungan flora dan fauna. Kegiatan reklamasi dan revegetasi yang berlangsung secara bertahap dan terpantau menyebabkan dampak positif yang terjadi dapat berlangsung lama. Dampak positif dimaksud adalah pulihnya tegakan pohon yang pernah hilang akibat pembukaan lahan. Akan tetapi jumlah dan jenisnya kemungkinan tidak dapat menyamai keadaan semula. Kuantitas dampak positif kegiatan reklamasi dan revegetasi pada tahap operasi diperkirakan kecil, karena dampak negatif lainnya yaitu perubahan komposisi dan keanekaragaman jenis, akibat pembukaan lahan diperkirakan belum mampu diatasi dengan penanaman pohon yang jumlah jenisnya terbatas dan bukan jenis tumbuhan lokal, misalnya jenis sungkai (Peronema canescens jack), akasia (Acacia mangium), nangka (Arthocarpus integra), durian (Durio zibethinus), dsb. Penanaman pohon dengan cara demikian cenderung bersifat penanaman terpola sehingga sifat komunitas tanaman yang nantinya tumbuhpun diperkirakan akan homogen. Oleh karena itu komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan seperti pada rona lingkungan awal, tampaknya akan sulit dipulihkan. Komunitas tanaman hasil revegetasi yang homogen diperkirakan tidak dapat menjadi habitat satwa liar yang ideal dan hanya jenis satwa tertentu yang mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi diperkirakan mampu hidup di habitat demikian. Namun demikian secara prinsipil kegiatan reklamasi dan revegatasi ini dari segi intensitas dampaknya, diprakirakan akan menimbulkan perubahan mendasar terhadap ekosistem darat yaitu tertutupnya kembali daerah bekas tambang yang semula terbuka dengan pepohonan sehingga dampaknya dikategorikan positip penting.

5.2.7.3 Tahap Paska Operasi

Rangkaian kegiatan paska tambang yang diperkirakan memberikan dampak terhadap kehidupan flora dan fauna adalah reklamasi dan revegetasi tahap akhir. Kegiatan ini diperkirakan memberikan dampak yang tidak spesifik dan menonjol bila dibandingkan dengan dampak yang terjadi pada saat kegiatan revegetasi sebelumnya. Kegiatan ini hanya menambah bobot dampak yang telah terjadi sebelumnya, yaitu dalam hal luas areal revegetasi, namun belum mampu mengembalikan ciri ekologi yang pernah ada sebelum dilakukan pembersihan lahan. Ciri ekologi yang dimaksud adalah keanekaragaman hayati di masing-masing lokasi studi seperti tercatat dalam pengamatan rona lingkungan awal. Akan tetapi meskipun belum sepenuhnya mampu mengembalikan nilai ekologis seperti pada kondisi rona awal, kegiatan ini diprakirakan memberikan perubahan mendasar terhadap lokasi bekas tambang yang pernah dibuka. Oleh karena itu bila dinilai berdasarkan pertimbangan dari segi luas wilayah sebaran dampak, intensitas dampak, banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak, berbalik-tidak berbaliknya dampak dan sifat kumulatif dampaknya, maka dampak kegiatan reklamasi dan revegetasi tahap akhir ini dikategorikan positif penting.

5.2.8 Biota Air

5.2.8.1 Tahap Persiapan

Perubahan kekeruhan di DAS Kintap dan DAS Satui akibat erosi tanah yang ditimbulkan oleh kegiatan pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang memberi dampak terbatas dan bersifat sementara terhadap biota air. Bahan padatan tersuspensi di perairan dapat menghambat/membatasi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga menghambat/mengganggu proses fotosintesis phytoplankton. Zooplankton sebagai herbivora (tingkat tropik ke-2) akan kekurangan bahan makanan kecuali yang mengkonsumsi bakteri perairan, seperi kelompok Copepoda. Sebagaimana plankton, ikan-ikan/nekton khususnya pada stadia telur, larva dan juvenil akan mengalami gangguan pernafasan, akibat penempelan partikel yang masuk ke badan air. Sedangkan massa tererosi yang mengendap akan menutupi dasar perairan tempat hidup biota dasar, seperti bentos dan telur ikan. Nilai indeks keragaman yang rendah dari biota air (plankton dan Benthos), dan keseragaman yang secara umum tinggi menggambarkan komunitas biota air memiliki produktifvitas rendah dengan tingkat kompetisi sedang, akan tetapi berdasarkan rona lingkungan yang diuraikan pada bab sebelumnya secara umum air permukaan di daerah studi memiliki tingkat kekeruhan ambien yang masih berada di bawah NAB, dan dampak kegiatan bersifat sementara, sehingga dampak beban sedimen tambahan bersifat negatif tidak penting.

Erosi tanah akibat pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang akan masuk ke badan air, sehingga kekeruhan diperkirakan akan meningkat. Dampak yang terjadi pada biota air diperkirakan bersifat analogis dengan dampak pada tahap pembukaan lahan, akan tetapi kuantitasnya baik secara temporal maupun spasial diperkirakan lebih besar. Dampak tersebut diperkirakan berpengaruh terhadap komunitas biota air yang hidup di dasar/badan air. Kondisi tersebut akan merubah ekosistem dasar perairan ke kondisi yang tidak stabil, sehingga

produktifitas perairan akan menurun. Akan tetapi karena kegiatan tersebut bersifat sementara dan bertahap, diprakirakan kondisi ekosistem yang tertekan akan pulih ke keadaan yang stabil. Dengan demikian kegiatan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang memiliki dampak yang bersifat negatif tidak penting.

5.2.8.2 Tahap Operasional

Secara rutin pada masa operasional, masukan massa/bahan tererosi ke perairan sungai akibat pembukaan lahan untuk tapak tambang akan menambah kekeruhan perairan. Kondisi tersebut akan berlangsung selama tambang tersebut beroperasi. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa akibat kekeruhan perairan terhadap biota air adalah terjadinya kondisi yang tidak stabil, dimana produktifitas primer perairan akan menurun. Selanjutnya mengacu pada rona lingkungan, komunitas phytoplankton yang paling banyak ditemukan di DAS Kintap dan DAS Satui adalah Microcystis dan Hydrodiction. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebelum kegiatan pengembangan tambang PT. Arutmin Indonesia, kondisi ekosistem air sudah tertekan/tercemar ringan. Dengan demikian kegiatan pembukaan lahan terhadap biota air berpotensi berdampak negatif tidak penting.

Pengangkutan batubara ke pelabuhan melalui access road, akan melewati jembatan yang memotong sungai Pabilahan yang berlokasi di kampung Pabilahan dimana air tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan MCK Pada saat musim penghujan diperkirakan air larian/limpasan yang mengandung massa tanah/erosi akan masuk ke sungai Pabilahan. Akibat langsung yang bersifat sementara adalah bertambahnya kekeruhan air sungai. Selanjutnya akan berdampak pada biota air. Massa partikel yang melayang di kolom perairan pada akhirnya akan mengalir ke arah sungai Satui yang akan menyebabkan pertambahan kekeruhan di perairan tersebut. Sedangkan massa partikel yang lebih berat akan mengendap di substrat sungai dan akan menutupi komunitas dasar, seperti benthos dan telur ikan yang terdapat di lokasi tersebut. Kondisi tersebut akan mengganggu system respirasi biota dasar dan pada jangka waktu yang lama akan merubah profil substrat dasar sungai Pabilahan.

Kegiatan pemrosesan batubara di PT. Arutmin Indonesia khususnya di area pelabuhan mencakup penimbunan, penggilingan dan loading ke tongkang melalui konveyor. Kapasitas area penimbunan batubara sebesar 60.000 ton, sedangkan laju loading ke tongkang adalah 1000 ton per jam. Laporan tahunan pengapalan batubara PT. Arutmin Indonesia periode 1995/96, menunjukkan jumlah batubara yang dimuat ke kapal sebesar 2.007.754 Mt, atau rerata 5.500 Mt per hari. Selanjutnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas maksimum tongkang (3800 – 4000 ton) adalah 4.5 jam. Dalam proses tersebut diprakirakan akan terjadi jatuhan konsentrat batubara ke sungai Satui. Dampak terhadap biota air adalah tertutupnya substrat dasar tempat hidup biota dasar perairan. Akibat yang ditimbulkan bersifat analogis dengan uraian sebelumnya. Dengan demikian diprakirakan dampak yang ditimbulkan bersifat negatif tidak penting.

Aktifitas pelayaran di DAS Satui, seperti kegiatan pengangkutan batubara, pengisian/pengankutan BBM, transportasi kapal tunda, dan lalulintas kapal diprakirakan akan menghasilkan limbah

berupa: pembuangan air ballast kapal, tumpahan/ceceran minyak dari kapal, dan ceceran massa batubara dari tongkang yang digunakan untuk mengankut batubara. Dampak terhadap biota air adalah terganggunya proses fotosintesis, karena permukaan air tertutup oleh lapisan minyak, hal ini akan menyebabkan penurunan produktifitas primer perairan. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa penutupan substart dasar sungai oleh partikel yang mengendap akan merubah ekosistem dasar perairan. Ikan–ikan yang ada di daerah tersebut akan berkurang, karena bermigrasi ke arah hilir atau hulu perairan yang lebih subur. Dengan demikian dampak kegiatan pengangkutan dan pemrosesan batubara serta pengoperasian pelabuhan terhadap biota air berpotensi berdampak negatif penting.

Kegiatan reklamasi diharapkan akan memulihkan kemampuan tanah untuk menyerap aliran air permukaan, sehingga akan mengurangi erosi yang berdampak terhadap kualitas lingkungan biota air. Pada jangka waktu yang panjang, diperkirakan erosi akibat aliran air permukaan akan kembali bersifat alami. Dengan demikian dampak kegiatan reklamasi terhadap biota air memiliki dampak yang bersifat positif penting.

5.2.8.3 Tahap Paska Operasi

Pada tahap pasca operasi tambang, pemantapan daya serap tanah terhadap limpasan air permukaan akan menghasilkan kondisi kualitas lingkungan biota air yang semakin baik, karena kondisi lahan akan kembali kearah bentuk yang relatif asli. Akan tetapi diperkirakan pada saat tertentu dalam waktu yang terbatas, dapat terjadi eutrofikasi oleh penggunaan pupuk untuk revegetasi. Dampak tersebut akan segera berubah ke arah normal dalam waktu yang tidak lama. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan menekan penggunaan pupuk buatan. Dampak kegiatan tersebut terhadap biota air bersifat positif penting.

5.3 Sosial, Ekonomi dan Budaya

5.3.1 Kependudukan

5.3.1.1 Tahap Persiapan

Pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk konstruksi fasilitas dan infrastruktur tambang di daerah tambang Bukit Baru membutuhkan tenaga kerja antara 50-100 orang. Adanya penerimaan tenaga kerja terutama pekerja dari luar dusun atau desa di sekitar lokasi kegiatan akan berdampak negatif berupa peningkatan pertumbuhan penduduk. Namun dampak ini tergolong kecil bila dibandingkan dengan dengan total jumlah penduduk yang mendiami dusun-dusun atau desa yang ada di sekitar lokasi kegiatan yaitu Dusun Log Padi, Dusun Pabilahan, Kampung Km 29, dan Kampung Tandui yang termasuk dalam wilayah Desa Bukit Baru dan secara keseluruhan di dalam lingkup daerah studi. Jumlah penduduk Desa Bukit Baru saat ini 1431 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0,35% per tahun sedangkan jumlah penduduk di daerah studi adalah 29,999 jiwa dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,7 per tahun. Dampak ini dapat ditekan atau dihilangkan

dengan pemakaian tenaga kerja lokal yang tersedia di Desa Bukit Baru, khususnya tenaga kerja yang berada di dusun-dusun sekitar daerah kegiatan tambang, dan bila tenaga yang dibutuhkan memerlukan tingkat keterampilan tertentu maka prioritas utama diberikan kepada tenaga-tenaga kerja yang tersedia di dalam daerah studi. Disamping itu, dampak ini juga tergolong tidak penting karena bersifat sementara.

Demikian pula halnya dengan kegiatan tahap persiapan untuk daerah tambang Kintap dan Karuh diprakirakan akan menerima dampak negatif terhadap peningkatan penduduk relatif sama dengan di daerah tambang Bukit Baru.

5.3.1.2 Tahap Operasi

Penerimaan tenaga kerja pada tahap operasional dan penempatannya di masing-masing tahap kegiatan dilihat sebagai satu kesatuan proses di dalam kegiatan pertambangan, demikian pula dengan dampak yang ditimbulkan terkait dari tahap awal hingga tahap akhir kegiatan.

Penerimaan tenaga kerja akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan struktural penduduk. Saat ini jumlah karyawan yang bekerja di satuan wilayah Tambang Satui-Kintap dan Karuh sekitar 1200 orang termasuk 600 orang karyawan PT. Arutmin Indonesia dan 600 orang karyawan yang bekerja di kontraktornya. Untuk penambangan di daerah Bukit Baru direncanakan ada penambahan karyawan sebanyak 140 orang, sehingga total tenaga kerja yang akan terlibat dalam operasional tambang PT. Arutmin Indonesia sebanyak 1340 orang. Sedangkan untuk penambangan di daerah Kintap dan Karuh tidak akan dilakukan perubahan karyawan. Pekerja yang digunakan berasal dari karyawan yang bekerja di daerah Satui saat ini maka jumlah karyawan yang bekerja selama tahap operasi tambang tidak akan lebih dari 1340 orang.

Struktur Penduduk. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja pada saat konstruksi dan operasional tambang adalah laki-laki (80%), berusia produktif, maka akan ada dua pengaruh utama yang akan ditimbulkan terhadap struktur kependudukan. Pertama, hal ini akan meningkatkan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin di daerah tersebut; kedua, akan meningkatkan proporsi penduduk yang terdiri dari kelompok usia produktif.

Rasio jenis kelamin penduduk di desa-desa yang sangat berdekatan dengan batas proyek adalah Desa Bukit Baru adalah 117, Desa Sungai Danau 119, dan Desa Jombang 144. Sedangkan rasio jenis kelamin rata-rata penduduk di daerah studi adalah 122. Hal ini mencerminkan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan. Pengaruhnya lain dari perubahan struktur akan diidentifikasikan sebagai peningkatan kelompok usia produktif dalam piramida penduduk. Karena kualifikasi tenaga kerja yang bekerja pada saat operasional tambang memerlukan keterampilan tertentu dan apabila ketersediaan tenaga kerja lokal tidak memenuhi persyaratan maka berpeluang terhadap penerimaan tenaga kerja pendatang. Diperkirakan sekitar 75-100 orang tenaga kerja pendatang yang mempunyai keterampilan dan keahlian khusus yang akan menetap di Desa Sungai Danau. Walaupun kehadiran tenaga kerja ini menimbulkan perubahan kurang dari 1% terhadap penduduk usia produktif tetapi karena berpengaruh dalam

jangka panjang selama beropersi tambang terhadap pertumbuhan penduduk akibat kegiatan ekonomi lain, maka diprakirakan dampak negatif yang ditimbulkan tergolong penting.

Tingkat Pertumbuhan Penduduk. Tingkat pertumbuhan penduduk di daerah studi lima tahun terakhir sebesar 4,7% per tahun dan tingkat pertumbuhan penduduk di Desa Sungai Danau mencapai 6,8% per tahun. Sementara tingkat kepadatan penduduk di daerah studi mencapai rata-rata 29 jiwa per km2 dan di Desa Sungai Danau mencapai 466 jiwa per km2. Dengan laju pertumbuhan penduduk tersebut di atas diprakirakan jumlah penduduk di daerah studi pada tahun 2014 mencapai sekitar ….. orang dan di Sungai Danau mencapai sekitar ..… orang.

Mobilitas Pekerja. Pada masa konstruksi tambang perekrutan tenaga kerja dilakukan oleh kontraktor-kontraktor PT. Arutmin Indonesia baik yang telah beroperasi maupun yang akan digunakan untuk kegiatan penambangan di daerah Bukit Baru, Kintap dan Karuh. Jika kontraktor pelaksana berada di Desa Sungai Danau, maka besar kemungkinan perekrutan dilakukan di Satui. Pola perekrutan adalah berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja, dan jangka waktu yang dibutuhkan. Jika untuk jenis keahlian dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan sudah tidak diperlukan lagi maka sesuai dengan kontrak, pekerja tersebut akan berakhir masa kontraknya. Pada saat yang bersamaan tenaga kerja baru direkrut untuk jenis pekerjaan lain. Diprakirakan selama tahap operasional tambang terdapat sekitar 100 pekerja yang masuk bekerja dan keluar dari pekerjaan di daerah tambang dalam satuan wilayah Tambang Satui, Kintap dan Karuh.

Jumlah tersebut diprakirakan menimbulkan dampak yang relatif kecil terhadap mobilitas penduduk. Namun demikian terdapat kecenderungan bahwa pekerja tidak tetap tersebut ketika selesai dengan kontraknya menginginkan untuk menetap sambil mencari peluang bekerja dan berusaha lainnya. Agar tetap dapat bertahan di lokasi upaya kebutuhan pemukiman dilakukan dengan sumber yang terbatas. Akibatnya dalam jangka panjang muncul permukiman kumuh di sekitar Desa Sungai Danau. Pengamatan lapangan terungkap bahwa terjadinya perpindahan penduduk dari desa-desa seperti Desa Bukit Baru, Desa Tombang ke Desa Sungai Danau cukup besar ditambah dengan adanya pendatang dari luar daerah studi, maka akan meningkatkan kepadatan penduduk dan peluang tumbuhnya pemukiman kumuh akan semakin besar.

Dari penjelasan tersebut di atas diprakirakan dampak dari penerimaan tenaga kerja pada tahap operasi ini akan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan penduduk daerah studi melihat efek samping dari penerimaan tenaga kerja ini maka dampak negatif yang terjadi tergolong penting.

Pada kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan diprakirakan akan menyerap tenaga kerja harian sekitar 50 orang, dampak negatif terhadap pertumbuhan struktur penduduk diprakirakan kecil dan dapat ditekan dengan pemanfaatan tenaga lokal yang ada di daerah studi sehingga dampak negatif yang ditimbulkan tergolong tidak penting.

5.3.1.3 Tahap Paska Operasi

Penutupan tambang akan berakibat hijrahnya tenaga kerja terampil mencari lahan kerja baru. Diperkirakan sekitar 35-50 % tenaga kerja terampil pendatang saat ini akan terkena dampak langsung dari pemutusan hubungan kerja terutama karena asal penerimaan bukan dari Satui. Persentase ini dapat meningkat menjadi sekitar 70-80 % apabila tenaga kerja berasal dari luar daerah studi tetapi memanfaatkan jalur penerimaan tenaga kerja di Satui dan melihat komposisi suku karyawan yaitu sekitar 80 % adalah etnik pendatang. Tabel menggambarkan jumlah karyawan PT. Arutmin Indonesia dan kontarktornya saat ini yaitu sekitar 1200 orang. Karyawan yang bekerja langsung di PT. Arutmin Indonesia sebagian besar berasal dari lokasi penerimaan Satui yaitu sebesar 87 % dengan komposisi etnik terbesar adalah Suku Jawa 60 % diikuti Suku Banjar 23% sisanya adalah suku-suku lain di Indonesia (Batak, Sunda, Toraja, Melayu dan suku di Indonesia Timur).

Sementara itu karyawan pendatang yang telah direkrut pada tahap operasional akan keluar atau berpindah ke tempat lain untuk mencari peluang kerja baru. Dampak positif terhadap pertumbuhan penduduk secara alamiah juga timbul karena adanya pemutusan hubungan kerja akan berlangsung pada tenaga kerja pendatang yang berkaitan secara tidak langsung dengan pengoperasian PT. Arutmin Indonesia.

Struktur kependudukan. Pemutusan hubungan kerja diprakirakan akan mempengaruhi struktur kependudukan. Kembalinya perbandingan penyebaran kelamin merupakan akibat pertama, karena karyawan pria status lajang akan segera meninggalkan daerah ini begitu pekerjaan dihentikan. Jumlah penduduk tingkat produktif (usia kerja) juga akan menurun karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan di daerah lain.

Tingkat pertumbuhan penduduk. Akibat lain dari penutupan tambang adalah menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk, walaupun dampak ini masih diimbangi oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi di Desa Sungai Danau karena kegiatan ekonomi lain selain tambang.

Dari penjelasan tersebut di atas, maka kegiatan pasca operasi tambang dapat berdampak postif terhadap kependudukan yaitu dengan kembalinya proses pertumbuhan penduduk dan pembentukan struktur penduduk secara alamiah dan dampak tergolong penting.

5.3.2 Kesempatan Kerja dan Usaha

5.3.2.1 Tahap Persiapan

Kegiatan pembukaan lahan dan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang dapat berdampak negatif maupun positif pada penduduk lokal. Pembukaan dan pembersihan lahan dapat menghilangkan sumber mata pencaharian penduduk terutama penduduk kampung Km. 29 dan Kampung Log Padi di Desa Bukit Baru, Desa Riam dan Desa Salaman, yang secara tradisional telah memanfaatkan hutan sekitar sebagai tempat mencari kayu, berburu, sumber tanaman

penyedap dan obat-obatan, madu, rotan dan mencari burung. Walaupun jumlah penduduk yang bergantung pada hutan di daerah rencana lahan bukaan relatif kecil yaitu sekitar 150 KK, kurang dari 1% dibandingkan penduduk daerah studi, tetapi karena berdampak dalam waktu lama maka dampak negatif ini tergolong penting.

Di sisi lain kegiatan pembersihan dan penyiapan lahan membuka kesempatan kerja bagi 50-100 tenaga kerja lokal. Peluang ini sebagian besar dapat dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar daerah kegiatan terutama karena permintaan tenaga kerja dengan tingkat keterampilan dan pendidikan tidak terlalu tinggi. Diperkirakan 80-90 % tenaga kerja yang dapat diserap dari desa-desa yang berdekatan dengan kegiatan penambangan (terutama dusun/kampung terdekat seperti Kampung Log Padi, Kampung Tandui, Kampung Pabilahan, dan Kampung Km29 di Desa Bukit Baru, serta desa terdekat lainnya seperti Desa Jombang, Desa Salaman, Desa Riam Andungan dan Desa Sungai Danau). Perkiraan ini didasari oleh ketersediaan tenaga kerja yang besar yaitu kurang lebih 50-60% dari penduduk usia produktif. Selain itu juga membuka peluang usaha lain bagi penduduk lokal seperti membuka warung dan penyedia jasa. Dengan demikian seperti hal dengan dampak negatif yang terjadi, dampak positif yang ditimbulkan pun diprakirakan penting.

5.3.2.2 Tahap Operasi

Sebanyak 140 pekerja tambahan yang direkrut untuk periode operasional tambang di daerah Bukit Baru secara tidak langsung akan memberi kesempatan bekerja dan berusaha kepada penduduk lokal.

Sebagian besar tenaga kerja yang dibutuhkan saat operasional tambang membutuhkan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang relatif tinggi. Ketersediaan tenaga kerja lokal dengan tingkat pendidikan yang masih rendah yaitu 87,22% merupakan tamatan SD sampai SMP, dan sebagian kecil lainnya 12,78% merupakan tamatan SMTA hingga Perguruan Tinggi menyebabkan peluang bagi terserapnya tenaga kerja lokal menjadi kecil. Dampak negatif penting yang berasal dari kehilangan sumber mata pencaharian secara tetap dari penduduk lokal pada tahap persiapan akan berlanjut terutama apabila tidak ada kesinambungan pemakaian tenaga kerja lokal pada tahap operasi. Terlepas dari perekrutan tenaga kerja pada tahap ini, yang memberi pekerjaan langsung bagi sejumlah orang, tercipta juga peluang bisnis secara tidak langsung. Ini mencakup penyediaan jasa bagi tenaga kerja seperti restoran, kedai makanan, akomodasi, hiburan, dan lain-lain. Terciptanya peluang ini dipandang sebagai dampak positif.

Saat ini di Kecamatan Satui dan Kecamatan Kintap terdapat 52,37% angkatan kerja penduduk lokal yang bekerja di sektor pertanian dan kehutanan dan di sektor pertambangan. Diperkirakan sebagian besar peluang yang tercipta dari sektor pertambangan akan diambil oleh pekerja pendatang dan para usahawan, dimana manfaat nyata tidak dapat diraih oleh masyarakat lokal. Pemanfaatan tenaga kerja lokal pada kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan akan berdampak posititf terhadap kesempatan kerja yang berlanjut sampai tahap paska operasi tambang.

Melihat kondisi rona lingkungan daerah studi saat ini maka dampak positif penting bagi kesempatan kerja dan usaha bagi penduduk lokal berpotensial berbalik menjadi dampak negatif apabila peluang yang ada tidak dimanfaatkan oleh penduduk lokal.

5.3.2.3 Tahap Paska Operasi

Dampak langsung dari pemutusan hubungan kerja pada tahap paska operasi tambang berakhir adalah hilangnya sumber mata pencaharian penduduk baik lokal maupun pendatang yang bekerja di kegiatan pertambangan PT. Arutmin Indonesia. Bagi tenaga kerja pendatang yang tidak menetap permanen di dalam daerah studi akan mencari peluang kerja dan usaha di tempat lain. Kehilangan kesempatan kerja dan peluang usaha berdampak negatif penting terhadap penduduk lokal dan pendatang yang menetap di dalam daerah studi. Penyediaan alternatif/ peluang kerja dan usaha baru akan menekan dampak dari pemutusan hubungan kerja ini. Dampak negatif kehilangan kesempatan kerja dan usaha dari kegiatan pemutusan hubungan kerja bagi penduduk lokal dapat ditekan dan bahkan dapat berbalik menjadi positif apabila sebagian besar tenaga kerja lokal tersebut dapat dilibatkan pada kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan.

5.3.3 Mata Pencaharian dan Pendapatan Keluarga

5.3.3.1 Tahap Persiapan

Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan pembukaan dan penyiapan lahan dan pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang akan berdampak positif terhadap peningkatan jenis mata pencaharian dan pendapatan. Oleh karena hanya sejumlah kecil pekerja tambahan yang diperlukan untuk kegiatan penambangan di daerah Bukit Baru dan jumlah penduduk lokal yang akan berubah mata pencahariannya relatif kecil yaitu kurang dari 1% dari jumlah kepala keluarga secara keseluruhan dan peningkatan pendapatan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat maka dampak yang ditimbulkan tergolong tidak penting.

5.3.3.2 Tahap Operasi

Dengan terbukanya peluang kerja dan usaha baik secara langsung karena adanya perekrutan tenaga kerja pada tahap operasi di PT. Arutmin Indonesia maupun karena terbukanya kesempatan kerja lain sebagai side effect dari kegiatan penambangan secara umum akan merubah komposisi mata pencaharian penduduk. Karena jumlah tenaga kerja yang akan terlibat dalam kegiatan operasional tambang relatif kecil yaitu kurang dari 1% dari jumlah angkatan kerja di daerah studi maka dampak negatif terhadap perubahan mata pencaharian di tahap ini tergolong kecil. Namun tidak demikian halnya dengan perubahan tingkat pendapatan keluarga. Berkembangnya aktivitas perekonomian di suatu daerah secara langsung akan berdampak positif pada meningkatkan pendapatan dari penduduk yang ada di daerah tersebut.

Walaupun diperkirakan terjadinya perubahan komposisi mata pencaharian penduduk akibat perekrutan tenaga kerja untuk kegiatan penambangan milik PT. Arutmin Indonesia relatif kecil tetapi karena sifat dampak yang berlangsung lama dan mempunyai berpeluang untuk membuka dan menambah jenis mata pencaharian lain maka dampak ini tergolong penting. Pergeseran jenis mata pencaharian diperkirakan terjadi pada penduduk yang bertani, mengambil dan memanfaatkan hasil hutan menjadi pekerja tambang atau pekerja swasta lainnya.

Dampak lanjutan dari perubahan dan peningkatan jenis mata pencaharian penduduk di daerah studi diprakirakan positif terhadap peningkatan pendapatan keluarga. Walaupun dampak langsung dari peningkatan pendapatan keluarga yang bekerja langsung di PT. Arutmin Indonesia hanya berpengaruh pada sebagian kecil keluarga penduduk di dalam daerah studi (kurang dari 1%), tetapi mengingat dampak dari berkembangnya aktivitas perekonomian lainnya dan dampak berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka dampak dari kegiatan PT. Arutmin Indonesia tergolong penting.

Tingkat pendapatan rata-rata penduduk di daerah studi saat ini sebesar Rp 519.727 per bulan dengan pengeluaran rumah tangga terbesar untuk makanan adalah Rp 311.835 per bulan atau Rp10.395 per hari, dengan demikian sekitar Rp374 juta (diasumsikan 1.200 orang bekerja) uang akan beredar untuk mengkonsumsi makanan per bulan yang diberikan oleh para yang bekerja untuk kegiatan penambangan batubara PT. Arutmin Indonesia. Dengan demikian dampak dari perekrutan tenaga kerja pada tahap operasional bagi pendapatan penduduk di daerah studi adalah positif.

5.3.3.3 Tahap Paska Operasi

Pemutusan hubungan kerja pada tahap penutupan tambang PT. Arutmin Indonesia berpengaruh langsung terhadap hilangnya mata pencaharian karyawan. Jumlah tenaga kerja yang akan kehilangan mata pencaharian diprakirakan sekitar14,50% dari total angkatan kerja produktif di dalam daerah studi. Walaupun dampak ini relatif kecil akan tetapi akan berpotensial penting terutama bagi penduduk yang telah terbiasa sebagai pekerja tambang dan hilangnya peluang bekerja di sektor lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas pertambangan PT. Arutmin Indonesia.

5.3.4 Ekonomi Lokal

5.3.4.1 Tahap Persiapan

Dampak positif dari adanya peningkatan peluang kerja dan berusaha dan peningkatan pendapatan keluarga pada tahap persiapan kegiatan penambangan batubara PT. Arutmin Indonesia diperkirakan relatif kecil terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah studi. Karena jumlah tenaga kerja yang akan terlibat pada tahap ini relatif kecil yaitu kurang dari 1% dari tenaga produktif yang ada dan dampak terhadap terbukanya peluang kerja dan usaha lain diprakirakan tidak besar dan

berlangsung dalam waktu yang singkat maka dampak kegiatan persiapan diperkirakan tidak penting terhadap pertumbuhan ekonomi setempat.

5.3.4.2 Tahap Operasi

Sejak dilakukannya penambangan batubara di daerah Satui dimulai sampai saat ini terlihat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan aktivitas perekonomian di daerah studi. Dampak ini terlihat jelas terutama di Desa Sungai Danau yang merupakan daerah pusat pertumbuhan ekonomi sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Satui. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk di Desa Sungai Danau sekitar Rp. 704.450/bulan tertinggi dibandingkan desa-desa lain yang ada di dalam daerah studi (lihat Tabel4.44). Walupun secara statistik sangat sulit diidentifikasikan bahwa keberadaan PT. Arutmin Indonesia mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah studi tetapi diprakirakan dengan adanya efek ganda (multiflier effect) ekonomi dari keberadaan perusahaan memberikan dampak positif penting terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah studi.

Melihat besarnya pembelanjaan rumah tangga untuk konsumsi makanan, pakaian, hiburan dan lain-lain yang berkisar 80-95% dari pendapatan, maka diprakirakan uang yang beredar dalam daerah studi mencapai 1,2 sampai 1,4 milyar rupiah perbulan.

Indikator-indikator yang mendukung terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah studi terutama di Desa Sungai Danau antara lain berkembangnya aktivitas sewa menyewa rumah sebagai tempat tinggal sebagian pekerja tambang, tumbuh pesatnya sarana dan prasarana ekonomi seperti pasar, toko pakaian dan barang kelontong, warung, warung telekomunikasi, penginapan dan restoran, penyediaan jasa transportasi dan sebaginya. Dengan sifat dampak dari efek ganda ini dan berlangsung selama beroperasinya PT. Arutmin Indonesia di daerah studi.

Selain aktivitas-aktivitas perekonomian yang telah disebutkan sebelumnya, di daerah studipun berkembang aktivitas Penambangan Liar (PETI) secara tidak langsung juga mempengaruhi aktivitas perekonomian di daerah studi. Namun kontribusi keberadaan PETI diprakirakan tidak penting terhadap pertumbuhan ekonomi daerah studi.

Keberadaan PT. Arutmin Indonesia selain membuka kesempatan kerja dan usaha, pendapatan keluarga dan daya beli masyarakat, di tingkat regional secara langsung memberikan kontribusi terhadap peningkatan penerimaan daerah seperti Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Kabupaten Kotabaru (termasuk didalamnya Kecamatan Satui) meningkat berdasarkan harga yang berlaku sebesar 34,77 % dan Kabupaten Tanah Laut (termasuk di dalamnya Kecamatan Kintap) sebesar 31.38%, sedangkan berdasarkan harga konstan masing-masing sebesar 16,97 % dan sebesar 9,44%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sektoral di Kabupaten Tanah Laut dari sektor pertambangan dan galian sebesar 267.15% dan di Kabupaten Kotabaru 28.04% pada tahun 1998, lihat Tabel 4.46

Dengan berpedoman pada penjelasan-penjelasan tersebut di atas maka dampak positif dari keberadaan PT. Arutmin Indonesia terhadap pertumbuhan daerah studi tergolong penting.

5.3.4.3 Tahap Paska Operasi

Dampak dari penutupan tambang pada tahap paska operasi seperti telah dibahas sebelumnya berpengaruh langsung pada kehilangan mata pencaharian karyawan dan penduduk yang berkaitan dengan aktivitas PT. Arutmin Indonesia sehari-hari seperti pemilik rumah kontrakan, penyedia bahan makanan, jasa, penyedia material operasional adminstarsi kantor, penyedia material untuk pengoperasional dan pemeliharaan fasilitas dan infrastruktur tambang dan sebagainya. Karena sifat dampak akan berpengaruh tidak hanya terhadap kehilangan mata pencaharian karyawan tetapi karena sifat multiflier effect dari keberadaan perusahaan maka dampak negatif yang terjadi tergolong penting.

5.3.5 Norma dan Nilai/Gaya Hidup

5.3.5.1 Tahap Persiapan

Kegiatan penyiapan lahan dan pembanguan fasilitas dan infrastruktur tambang untuk pengembangan penambangan ke daerah yang belum dibuka seperti Bukit Baru, Kintap dan Karuh akan meyebabkan terjadinya interaksi sosial antara pendatang dan penduduk lokal. Diantara penduduk lokal ini terdapat suku asli Dayak yang bermukim di Log Padi, Desa Bukit Baru dan di Desa Riam Andungan. Interaksi ini akan berdampak pada penambahan pengetahuan akan norma dan nilai yang dijalankan oleh kedua belah pihak dan terhadap pemahaman norma dan nilai baru dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat Suku Dayak ini yang berpengaruh pada perubahan pola mata pencaharian dan peningkatan pendapatan yang akan berpengaruh pula pada pola konsumsi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari.

Namun perubahan ini akan sangat sukar terlihat dalam waktu yang singkat dan dengan jumlah pekerja pendatang yang akan bekerja sangat kecil, maka dampak dari kegiatan penyiapan lahan dan pembangunan fasilitas dan infrastrukur tambang terhadap norma/nilai dan gaya hidup pada tahap ini tergolong tidak penting.

5.3.5.2 Tahap Operasi

Masuknya pekerja tambahan untuk kegiatan penambangan di daerah Bukit Baru diprakirakan tidak menimbulkan dampak yang berarti karena daerah dalam daerah studi sudah berkembang baik, dan telah mengalami perubahan dalam hal norma, nilai, dan gaya hidup yang telah berkembang sebelumnya. Kegiatan hiburan diduga akan berubah dengan masuknya pekerja dan berkembangnya Desa Sungai Danau seperti prostitusi, judi, dan sebagainya. Dengan masuknya pekerja baru, penyediaan jasa dan hiburan semakin berkembang, terutama jika jenis hiburan ini tidak disediakan oleh perusahaan kontraktor. Berkembangnya berbagai aktivitas perekonomian lain sebagai multiflier effect dari keberadaan PT. Arutmin Indonesia termasuk didalamnya kegiatan Peti yang mempekerjakan antara 700 orang yang merupakan 80-90% pendatang, yang umumnya laki-laki. Dengan mengasumsikan setengah pekerja PT. Arutmin Indoensia tidak

membawa keluarga, maka akan ada sekitar 600-700 orang pekerja laki-laki bujangan yang akan mencari hiburan dan rekreasi.

Meskipun perekrutan tenaga kerja diduga tidak berpengaruh pada keselarasan dan toleransi yang ada di antara agama, namun berkembangnya kegiatan sosial tertentu (terutama prostitusi) akan menimbulkan dampak dengan terciptanya konflik langsung dengan norma-norma moral agama yang ada di daerah tersebut. Dampak ini yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan permintaan hiburan dan tersedianya prasarana. Dengan demikian, tahap operasional tambang ini akan memberikan dampak negatif penting terhadap norma/nilai dan gaya hidup masyarakat setempat.

5.3.5.3 Tahap Paska Operasi

Dengan berhentinya operasional tambang secara otomatis PT. Arutmin Indonesia akan melakukan pemutusan hubungan kerja, selain itu akan terjadi juga kehilangan mata pencaharian penduduk yang berhubungan dengan penyediaan material atau jasa untuk menunjang keberadaan perusahaan. Dampak ini secara langsung akan berpengaruh pada penurunan pendapatan penduduk yang diikuti dengan penurunan daya beli masyarakat. Dampak negatif ini berpengaruh besar terutama bagi penduduk yang mempunyai pola hidup konsumtif. Walaupun jumlah penduduk yang terkena dampak ini tergolong kecil yaitu berkisar antara 1-2 %, tetapi dengan tidak tersedianya alternatif pekerjaan lain dampak ini berpotensi menjadi dampak penting.

5.3.6 Asimilasi dan Akulturasi Budaya

5.3.6.1 Tahap Persiapan

Akibat adanya interaksi sosial antara pekerja pendatang dengan penduduk lokal akan terjadi penyesuaian pandangan dan persepsi terhadap norma, nilai, dan gaya hidup antar kelompok masyarakat di dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Potensi perubahan nilai-nilai yang mempengaruhi sistem budaya dan terjadinya pelapisan sosial akibat dari perubahan struktur dan komposisi penduduk pada tahap ini sangat sukar diidentifikasikan dan diperkirakan sangat kecil maka dampak kegiatan pada tahap persiapan terhadap akulturasi budaya dan pelapisan sosial masyarakat tergolong tidak penting.

5.3.6.2 Tahap Operasi

Penerimaan karyawan pendatang pada tahap operasional akan memberikan dampak pada perubahan struktur dan komposisi penduduk baik struktur jenis kelamin, tingkat pendidikan dan keterampilan, umur, pendapatan dan suku. Perubahan struktur dan komposisi penduduk terutama menyangkut suku dan asal akan memberikan dampak langsung pada proses asimilasi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selama berlangsungnya kegiatan operasional tambang diperkirakan akan terjadi perubahan sistem nilai sosial budaya akibat adanya proses asimilasi dan

kohesi sosial antar penduduk yang bermukim (permanen atau sementara) di daerah studi. Perubahan ini didasari terutama oleh komposisi suku dan asal penduduk (termasuk tenaga kerja) yang sangat beragam Suku Dayak yang bermukim di Kampung Log Padi Desa Bukit Baru dan Desa Riam Andungan (2,6% dari total penduduk daerah studi), Suku Banjar yang umumnya bermukim di Desa Sungai Danau, Satui Timur, Satui Barat, Sungai Cuka (38%), Suku Jawa 42% bermukim di Desa Bukit Mulia, Kebun Raya, Mekar Sari dan Sebamban Baru yang merupakan daerah pemukiman transmigrasi, Suku Bugis umumnya menetap di Satui Muara dan Sungai Cuka. Terdapat pula sekelompok kecil suku-suku lain yaitu Suku Madura, Bali yang menetap di Satui Muara.

Sementara itu komposisi suku dari karyawan yang bekerja di PT. Arutmin Indonesia untuk kegiatan pertambangan Satui-Kintap dan Karuh saat ini sangat beragam dengan yaitu Suku Jawa 59 %, Banjar 23%, Toraja 6 %, Sunda 4%, Batak 3%, Melayu 2%, Minahasa 1% dan 1 % merupakan suku-suku lain di Indonesia bagian Timur. Sebagian kecil yaitu sekitar 7% karyawan ini di tampung di dalam Kamp dan sebagian lainnya 93% serta karyawan yang bekerja sebagai kontraktor menetap di desa-desa terdekat terutama Desa Sungai Danau.

Melihat kenyataan kondisi lingkungan tersebut diprakirakan akulturasi budaya dari penduduk ini sangat potensial terjadi di dalam daerah studi. Dampak ini dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif terjadi apabila proses akulturasi budaya dapat membangun saling pengertian dan meningkatkan kerjasama dengan menghargai sistem nilai yang dijalankan, sedangkan dampak negatif dapat berupa berubahnya sistim nilai tradisional yang telah ada dan kemungkinan terbentuknya sistim nilai yang baru. Di Desa Sungai Danau diprakirakan interaksi sosial antara berbagai suku tersebut di atas sangat tinggi, namun keadaan ini sudah berlangsung lama sehingga dampaknya tergolong tidak penting. Namun tidak demikian halnya dengan suku asli Dayak yang mendiami kampung Km 29 dan Dusun Log Padi di Desa Bukit Baru dan Desa Riam Andungan, dengan adanya interaksi sosial yang intensif akan memberikan pengaruh terhadap perubahan sistem nilai dan budaya setempat sehingga dampak tergolong potensial penting.

5.3.6.3 Tahap Paska Operasi

Proses sosial yang terjadi pada tahap ini diprakirakan tidak memberikan dampak penting dengan dasar bahwa proses perubahan sistim budaya telah dimulai pada tahap sebelumnya. Adanya pemutusan atau perindahan tenaga kerja dari dalam daerah studi tidak berpengaruh nyata terhadap akulturasi budaya dan pelapisan sosial seperti yang telah terjadi sebelumnya.

5.3.7 Ketertiban dan Keamanan

5.3.7.1 Tahap Persiapan

Kegiatan pembersihan dan penyiapan lahan untuk kegiatan tambang di daerah Bukit Baru, Kintap dan Karuh akan menghilangkan sebagian sumber mata pencaharian tardisional penduduk setempat.

Luasnya hutan yang hilang dan relatif kecil dengan tersedianya alternatif sumber mata pencaharian baru bagi penduduk akan menekan dampak negatif terhadap gangguan keamanan dan ketertiban sehingga dampak yang terjadi tergolong tidak penting.

5.3.7.2 Tahap Operasi

Potensi gangguan terhadap keamanan dan ketertiban pada tahap operasional tambang diprakirakan penting dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Penerimaan Tenaga Kerja.

Penerimaan tenaga kerja dari luar dengan alasan ketersedian tenaga kerja lokal dengan tingkat pendidikan dan keterampilan tenaga yang dibutuhkan tidak memadai akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi tenaga kerja lokal. Selain itu kehilangan sumber mata pencaharian penduduk setempat yang tergolong permanen dapat memacu timbulnya konflik sosial antar penduduk di dalam daerah studi.

2. Interaksi Sosial

Melihat berbagai latar belakang struktur dan komposisi penduduk seperti yang dijelaskan pada sub item 5.3 terutama dengan terdapatnya berbagai suku yang akan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Kurang pemahaman terhadap keberadaan sistem nilai dari suku lain dan kurangnya saling pengertian antara penduduk termasuk karyawan PT. Arutmin Indonesia dapat memacu terjadinya konflik sosial yang akan mengganggu ketertiban dan keamanan di daerah studi

3. Informasi Kegiatan PT. Arutmin Indonesia

Dalam banyak kasus terjadi seringkali masyarakat setempat tidak banyak mendapatkan informasi tentang keberadaan suatu kegiatan terutama menyangkut resiko-resiko lingkungan yang akan terjadi, disamping manfaat dari keberadaan kegiatan tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan (lihat Tabel 4.51) didapatkan bahwa rata-rata persentase responden yang tidak berkomentar tentang kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia terhadap peningkatan pendapatan sebesar 56,33%, penanganan terhadap lingkungan sebesar 42 % dan penyerapan tenaga kerja lokal sebesar 73,05%

5.3.7.3 Tahap Paska Operasi

Kegiatan pemutusan hubungan kerja pada tahap paska operasi mengakibatkan hilangnya mata pencaharian penduduk, walaupun karyawan yang langsung akan kehilangan mata pencahariannya relatif kecil namun karena dampak dari kegiatan keseluruhan penambangan yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia bersifat multiflier effect maka dampak dari kehilangan mata pencaharian dan berkurangnya kesempatan usaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang menggangur sehingga dapat memacu terjadinya tindak kriminal di daerah studi. Dengan demikian kegiatan

paska operasi akan memberikan dampak negatif terhadap gangguan keamanan dan ketertiban penduduk, tergolong penting.

5.3.8 Persepsi dan Sikap Masyarakat

5.3.8.1 Tahap Persiapan

Pembukaan vegetasi pada skala luas dapat menimbulkan perubahan ciri lansekap karena berubahnya unsur visual tapak. Hilangnya daerah hutan dan sumber mata pencaharian penduduk akan menimbulkan persepsi negatif terhadap PT. Arutmin Indonesia, yang dianggap sebagai sumber penyebab perubahan tersebut.

Hilangnya daerah penebangan hutan yang potensial, terutama mereka yang mengandalkan hutan sebagai sumber mata pencaharian, hilangnya species langka dan dilindungi menciptakan persepsi negatif masyarakat terhadap proyek. Namun, sebagian besar dari kayu berharga yang tersedia secara sah sudah diambil sewaktu kegiatan penambangan berlangsung. Yang lainnya telah di ambil secara ilegal sebelum daerah tersebut ditambang. Dampak kegiatan ini tergolong kecil dan tidak penting karena lahan yang akan dibuka untuk penambangan merupakan hutan sekunder yang telah dieksploitasi hasil hutannya oleh perusahaan HTI dan eksploitasi lahan oleh kegiatan PETI seperti ditemukan di daerah tambang Kintap, Karuh dan Bukit Baru.

5.3.8.2 Tahap Operasi

Hilangnya hutan sebagai salah satu sumber mata pencaharian yang tidak diikuti dengan adanya peluang mata pencaharian baru dalam jangka panjang akan memberikan persepsi negatif terhadap keberadaan PT. Arutmin Indonesia, sebaliknya terbukanya kesempatan kerja dan usaha akan memberikan persepsi positif dari penduduk lokal. Persepsi positif ini akan semakin besar apabila perusahaan membuka kesempatan usaha lain dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat melalui program-program pengembangan masyarakat yang terencana.

Sikap dapat terbentuk selama terjadi interaksi antara penduduk yang berada di sekitar operasi tambang dengan PT. Arutmin Indonesia yang menjalankan operasi tersebut. Pada umumnya sikap baik yang terbentuk jika terdapat hubungan yang harmonis antara keduanya. Hasil survei menunjukkan bahwa keberadaan PT. Arutmin Indonesia (lihat Tabel 4-48) memberikan tambahan pendapatan diungkapkan oleh 24 % responden dan masyarakat percaya bahwa perusahaan akan memperhatikan masalah lingkungan diungkapkan oleh 52,33% responden.

Pada saat studi sosial dilakukan, di Kampung Log Padi terdapat desa binaan yang masih dalam tahap percobaan. Keberhasilan kegiatan ini sangat membantu pemberdayaan masyarakat sehingga akan meningkatkan persepsi positif masyarakat setempat terhadap perusahaan.

Perekrutan terhadap tenaga kerja untuk kegiatan penambangan di daerah Bukit Baru maupun di daerah Kintap dan Karuh akan mempengaruhi sikap penduduk terhadap PT. Arutmin Indonesia

jika tidak memberikan manfaat kepada penduduk setempat. Dari aspirasi penduduk yang didapat dari penelitian terlihat adanya animo penduduk untuk bekerja di PT. Arutmin Indonesia, semetara tingkat pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja yang ada sangat rendah. Sangat diharapkan oleh penduduk sekitar daerah Bukit Baru, Kintap dan Karuh, agar PT. Arutmin Indonesia dapat membantu dalam pembinaan keterampilan tenaga kerja sehingga dapat bekerja di kegiatan penambangan batubara atau kegiatan bisnis lainnya.

Pembukaan vegetasi memberi dampak visual yang penting, karena daerah yang terpengaruh cukup luas. Bisa saja hal ini menimbulkan persepsi negatif terhadap proyek dari masyarakat sekitar, yang telah memiliki hubungan dekat dengan hutan untuk beberapa generasi.

Reklamasi lahan yang telah ditambang akan meningkatkan segi estetika dan kualitas visual daerah sehubungan dengan tumbuhnya kembali vegetasi. Kualitas visual yang meningkat dan penyerapan tenaga kerja lokal diharapkan menimbulkan persepsi positif masyarakat terhadap proyek. Selain itu juga di dukung dengan dilibatkannya tenaga kerja lokal sebagai penanam maupun pengelola kebun pembibitan.

5.3.8.3 Tahap Paska Operasi

Membaiknya kondisi lingkungan yang ditandai oleh pemandangan dan fungsi ekosistem yang meningkat, sebagai akibat kegiatan reklamasi, diharapkan akan memperbaiki pandangan masyarakat terhadap proyek penambangan.

Pandangan masyarakat terhadap PT. Arutmin Indonesia dapat ditingkatkan jika perusahaan turut berperan dalam proses perencanaan penggunaan lahan sumber mata pencaharian dan proses penciptaan kesempatan kerja untuk masa paska operasi.

Dengan berakhirnya kegiatan tambang penduduk juga akan merasakan berkurangnya keuntungan dan kemudahan yang selama ini dinikmati dengan beroperasinya PT. Arutmin Indonesia. Pandangan masyarakat akan sangat ditentukan oleh seberapa jauh PT. Arutmin Indonesia akan menunjang infrastruktur dan industri sektor baru.

5.3.9 Potensi Penyebaran Penyakit

5.3.9.1 Tahap Persiapan

Pembukaan dan pembersihan lahan untuk pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang yang akan merubah ekosistem hutan menjadi lahan terbuka, menurunnya kualitas udara dengan meningkatnya debu dan konsentrasi gas buangan dari alat berat, adanya tenaga kerja pendatang yang berpotensi menularkan penyakit akan menimbulkan dampak negatif terhadap penyebaran penyakit di dalam daerah studi. Dari volume pekerjaan pembukaan lahan yang relatif kecil menggunakan alat berat dan tenaga kerja pendatang relatif sedikit, serta kegiatan dilakukan

bertahap dalam waktu singkat, maka dampak kegiatan terhadap penyebaran penyakit tergolong tidak penting.

5.3.9.2 Tahap Operasi

Penerimaan dan penempatan tenaga kerja baru selalu berkorelasi dengan adanya migrasi penduduk. Migrasi tersebut mencakup masuknya penduduk baru ke lokasi tambang, baik migrasi yang berskala lokal (masyarakat Kalimantan) maupun non-lokal (dari luar Kalimantan). Para migran tersebut selanjutnya akan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan setempat. Adanya interaksi antara pendatang dengan penduduk setempat berpeluang terjadinya peningkatan penyebaran penyakit baik yang tertular maupun akibat dari beradaptasi secara ekologi. Jenis penyakit dominan yang ditemukan di daerah studi saat ini adalah Malaria (48.3%), dan Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas/ISPA (43.0%). Kegiatan penambangan tidak dapat dipungkiri akan mengeluarkan debu ke udara yang akan berdampak negatif terhadap peningkatan gangguan saluran pernafasan baik para pekerja tambang atau penduduk yang berdekatan denga lokasi kegiatan. Potensi penyebaran penyakit yang diperkirakan juga akan terjadi adalah penyakit kulit dan kelamin. Hal ini biasanya akan muncul pada daerah tambang terutama dipacu oleh ketidaksembagnan rasio jenis kelamin usia produktif yang bekerja di lingkungan tambang. Dengan adanya kebutuhan hiburan dari pekerja bujangan akan memacu tumbuhnya penyedia jasa hiburan dan gejala ini telah terlihat di Desa Sungai Danau. Melihat kondisi rona awal lingkungan dan pemicu penyebaran penyakit terutama pada Penyakit ISPA maka dampak negatif yang terjadi diprakirakan penting.

5.3.10 Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan

5.3.10.1 Tahap Persiapan

Kegiatan penyiapan lahan, pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang pada tahap persiapan akan menyerap tenaga kerja seitar 50 - 100 orang. Berkorelasi positif dengan kegiatan penyiapan lahan, pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang termasuk penyerapan tenaga kerja di dalamnya adalah penyediaan layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Diprakirakan dampak kegiatan persiapan terhadap terhadap permintaan/penyediaan sarana kesehatan maupun perubahan sanitasi lingkungan relatif kecil sehingga dampak negatif yang ditimbulkan tergolong tidak penting.

5.3.10.2 Tahap Operasi

Kegiatan tambang PT. Arutmin Indonesia berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap penyebaran penyakit baik yang ditularkan langsung oleh pekerja maupun karena pencemaran lingkungan dengan adanya penurunan kualitas udara, air dan tanah. Dampak negatif ini secara langsung akan meningkatkan permintaan layanan kesehatan dan sanitas lingkungan.

Potensi penyebaran penyakit kulit dan kelamin akibat adanya pekerja pendatang dan meningkatnya penduduk usia produktif bujangan, meningkatnya penyakit malaria, diare akibat penurunan kualitas air, peningkatan penyakit ISPA akibat menurunnya kualitas udara akan meningkatkan permintaan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan termasuk penyediaan dokter spesialis. Dengan berlangsungnya tahap operasi ini dalam jangka waktu panjang dan mempertimbangkan kondisi penyakit dominan yang ditemukan di sekitar lokasi kegiatan pertambangan maka dampak negatif yang terjadi tergolong penting.

Dari data rona awal menunjukkan sebagian besar (55.9%) penduduk belum memiliki sumber air bersih yang memadai. Sumber air yang digunakan penduduk sebagian besar berasal dari sumur gali (79.1%), mata air (3.4%) dan sisanya (17.6%) memanfaatkan air sungai atau saluran irigasi. Di samping itu sumur-sumur penduduk hanya 27% yang terlindung dengan baik sehingga secara keseluruhan sumber air pendudk sangat rentan terhadap pencemaran.

Selain hal tersebut diatas, pengelolaan limbah domesitk di dalam daerah studi sangat sederhana. Air limah rumah tangga biasanya dialirkan ke lahan pekarangan atau ke saluran drainasi alam atau ke badan air sekitar pemukiman. Demikian pula halnya dengan limah padat rumah tangga umumnya ditimbun dan atau dibakar dipekarangan rumah. Indikator-indikator tersebut mengungkapkan kondisi sanitasi lingkungan dalam daerah studi relatif rendah, dengan peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat termasuk bermukimnya sekitar 1100 karyawan PT. Arutmin Indonesia di desa Sungai Danau akan menambah beban terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan, sehingga dampak kegiatan PT. Arutmin Indonesia terhadap sanitasi lingkungan tergolong dampak negatif penting.

Dampak langsung dari kegiatan PT. Arutmin Indonesia terhadap menurunnya kualitas dan sanitasi lingkungan yang berakibat terhadap peningkatan layanan kesehatan masyarakat adalah terjadinya pencemaran udara, air dan tanah di dalam daerah studi. Pencemaran ini berpotensi terjadi selama kegiatan penambangan batubara berlangsung. Berdasarkan prakiraan penyebaran penyakit yang signifikan dalam daerah studi maka dampak kegiatan terhadap layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan tergolong penting.

Pengelolaan limbah rumah tangga yang dilakukan penduduk di dalam daerah studi masih sangat sederhana. Sampah rumah tangga umumnya ditimbuni dan atau dibakar di sekitar pekarangan rumah. Belum adanya tempat pembuangan akhir sampah rumah tangga ataupun kegiatan ekonomi lainnya menyebabkan sanitasi lingkungan sangat perlu diperhatikan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan jumlah limbah dari tahun ke tahun. Dengan demikian penyediaan sarana pengelolaan limbah ini akan berdampak penting pada peningkatan sanitasi lingkungan.

Dari kondisi rona awal terlihat bahwa pelayanan kesehatan masyarakat sebagian besar merupakan pelayanan kesehatan ibu dan anak (54,2 %). Potensi penyebaran penyakit baik karena rendahnya sanitasi lingkungan maupun akibat dari kegiatan pengangkutan batubara, perubahan gaya hidup dan potensi meningkatnya penyakit kelamin maka akan meningkatkan permintaan pelayanan

kesehatan termasuk sarana dan prasarana kesehatan di daerah studi. Dengan demikian dampak ini tergolong dampak negatif penting.

5.3.10.3 Tahap Paska Operasi

Berakhirnya kegiatan penambangan PT. Arutmin Indonesia di dalam daerah studi secara langsung akan menekan pencemaran udara, air dan tanah. Perbaikan ekosistem dengan adanya kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan seterusnya akan memberikan pengaruh positif terhadap sanitasi lingkungan. Karena dampak permanen maka dampak positif yang ditimbulkan tergolong penting.