Dokumen Andal Pt Bigslim Kapur

53
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.........................................................1 BAB I..............................................................3 PENDAHULUAN........................................................3 1.1 Deskripsi Kegiatan Pertambangan Kapur........................3 1.1.1 Lokasi Kegiatan dan Bahan Galian Pertambangan Kapur......3 1.1.2 Tahapan Kegiatan Pembangunan Pertambangan Kapur..........4 1.2 Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah/Diuji.................6 1.3 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian...................8 BAB II............................................................12 RONA LINGKUNGAN AWAL..............................................12 2.1 Komponen Geo-Fisik Kimia....................................12 2.1.1 Kebisingan.............................................. 12 2.1.2 Pencemaran Air Tanah....................................13 2.1.3 Kualitas Udara.......................................... 14 2.1.4 Hidrologi............................................... 14 BAB III...........................................................16 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING..........................................16 3.1 Komponen Geo-Fisik Kimia....................................16 3.1.1 Kebisingan.............................................. 16 3.1.2 Pencemaran Air Tanah....................................21 3.1.3 Kualitas Udara.......................................... 26 3.1.4 Hidrologi............................................... 30 1

description

Contoh Dokumen ANDAL

Transcript of Dokumen Andal Pt Bigslim Kapur

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1BAB I3PENDAHULUAN31.1 Deskripsi Kegiatan Pertambangan Kapur31.1.1Lokasi Kegiatan dan Bahan Galian Pertambangan Kapur31.1.2Tahapan Kegiatan Pembangunan Pertambangan Kapur41.2 Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah/Diuji61.3 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian8BAB II12RONA LINGKUNGAN AWAL122.1 Komponen Geo-Fisik Kimia122.1.1 Kebisingan122.1.2 Pencemaran Air Tanah132.1.3 Kualitas Udara142.1.4 Hidrologi14BAB III16PRAKIRAAN DAMPAK PENTING163.1 Komponen Geo-Fisik Kimia163.1.1 Kebisingan163.1.2 Pencemaran Air Tanah213.1.3 Kualitas Udara263.1.4 Hidrologi30BAB IV33EVALUASI HOLISTIK334.1 Hubungan Sebab Akibat antara Rencana Kegiatan dan Rona Lingkungan Hidup33DAFTAR PUSTAKA41

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Kegiatan Pertambangan Kapur1.1.1Lokasi Kegiatan dan Bahan Galian Pertambangan Kapur Lokasi rencana kegiatan pertambangan kapur ini secara administratif berada di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Secara persis kegiatan pertambangan ini akan dilaksanakan pada 5 desa, yaitu Desa Tagogapu, Desa Cempakamekar, Desa Cirawamekar, Desa Sumur Bandung, dan Desa Nyalindung. Luas kegiatan pertambangan kapur yang direncanakan adalah sebanyak 40 ha dengan produksi batu kapur yang direncanakan adalah sebanyak 500 ton/jam yang ditunjukkan oleh Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Peta Rencana Lokasi Pertambangan PT BIGSLIM Kapur

Bahan galian yang akan diperoleh berupa batu kapur yang terdiri dari mineral kalsium karbonat CaCO3 tercampur dengan lempung, pasir, atau jenis mineral lainnya. Dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2. Dolomit secara teoritis mengandung 45,6 % MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3 % CaCO3 atau 30,4% CaO. Pasir kuarsa adalah gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O. Bahan galian diperoleh dengan cara meledakkan pegunungan batu kapur menggunakan bahan peledak. Bahan peledak yang digunakan untuk meledakan gunung kapur agar menjadi bongkahan batu kapur yaitu berbentuk dinamit yang dirakit dari campuran belerang dan katul/ serbuk kayu. 1.1.2Tahapan Kegiatan Pembangunan Pertambangan Kapur Tahap Pra KonstruksiKegiatan pra konstruksi kegiatan pertambangan pada umumnya adalah mengenai berbagai survey dan studi kelayakan yang tercakupi ke dalam eksplorasi. Kegiatan ini meliputi : Pengamatan melalui udara Survey geofisika Studi sedimen di aliran sungai & studi geokimia yang lain Pembebasan lahan Pembangunan jalan, pembukaan lahan. (biasanya juga termasuk tahap konstruksi)

Tahap KonstruksiKegiatan konstruksi meliputi mobilisasi alat dan bahan, pembangunan akses jalan dan perataan tanah, pembukaan lahan untuk lokasi quarry. Selain itu juga diperlukan proses konstruksi infrastruktur utama dengan pengoperasian alat berat dalam pembukaan lahan untuk lokasi quarry, pembuatan landasan dan anjungan quarry, sistem pengangkutan, dan pembangkit energi untuk kegiatan konstruksi dan operasi. Selain itu juga perlu diadakan konstruksi infrastruktur penunjang seperti sistem akomodasi/transportasi untuk tenaga kerja dan pembangunan pemukiman karyawan.Tahap konstruksi infrastruktur menghasilkan dampak lingkungan, sosial, dan kesehatan yang sangat perlu dijadikan pertimbangan dalam proses mengidentifikasi dampak yang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber energi.2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta tingkat migrasi pendatang.3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh masyarakat adat.4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja.

Tahap OperasiJenis mineral yang ditambang dari industri pertambangan ini berupa baru kapur. Adapun proses penambangannya menggunakan sistem quarry, yang merupakan cabang dari sistem tambang terbuka (surface mining) yang diterapkan untuk endapan mineral industri. Proses penambangan dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu :1.ClearingClearing merupakan pekerjaan awal yang dilakukan sebelum dimulai proses penambangan berikutnya. Kegiatan ini berupa pembersihan lahan dari semak-semak, pohon-pohon besar, sisa pohon yang ditebang, dan membuang semua bagian yang dapat menghalangi pekerjaan selanjutnya. Selanjutnya kegiatan ini meratakan lahan dan membuat jalan darurat sebagai jalur keluar masuknya alat mekanis, dan membuat saluran air untuk mengeringkan lokasi kerja.2.Stripping overburdenKegiatan ini dilakukan untuk mengeluarkan lapisan tanah yang menutupi cadangan batu kapur di bawahnya.3.DrillingPengeboran pada operasi penambangan sistem quarry merupakan pembuatan lubang ledak di font atau lokasi. Kegiatan pengeboran bertujuan untuk membuat lubang-lubang ledak yang disiapkan untuk proses peledakan guna membongkar batu kapur. Pola pengeboran yang ada pada tambang terbuka sangat terbatas dibandingkan dengan yang ada pada tambang bawah tanah.4. BlastingUntuk mendapatkan ukuran fragmentasi yang diinginkan, maka perlu perencanaan peledakan yang sebaik-baiknya karena perencanaan peledakan yang tidak baik akan mengakibatkan hasil yang diharapkan menjadi tak terpenuhi serta juga dapat mengakibatkan bahaya serta biaya operasional yang akan meningkat. Tahap-tahap pekerjaan peledakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Mempersiapkan bahan peledak, detonator listrik serta peralatan lain yang diperlukan Pengecekan kedaan lubang tembak Mengecek detonator dengan blasting machine Memasukkan detonator listrik kedalam dinamit Memasukkan primer yang dilanjutkan dengan bahan peledak ANFO ke dalam lubang ledak Melakukan pekerjaan streaming Menghubungkan detonator lisrik, sehingga rangkaian tersusun dengan baik Menguji rangkaian dengan blasting ohm meter untuk mengetahui apakah susunan tersebut telah sempurna Memberikan aba-aba dengan sirine sebagai tanda bahwa peledakan dapat dimulai jika daerah penambangan dianggap aman5.Loading dan HaulingPemuatan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengambil dan memuat material kedalam alat angkut atau ketempat penampungan material.

Tahap Pasca OperasiTahapan ini terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya : penutupan dan perapihan lokasi kegiatan, rehabilitasi lahan, pengerahan tenaga kerja untuk melaksanakan kegiatan tersebut, dan pelepasan tenaga kerja. Kegiatan di tahap ini menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan sosial yang juga menjadi fokus pada analisa dampak lingkungan kegiatan pertambangan kapur.

1.2 Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah/DiujiDampak potensial kegiatan pertambangan kapur dilakukan melalui proses pelingkupan, yang meliputi identifikasi dampak potensial dengan metode Scaling Checklist kemudian dievaluasi dengan studi pustaka, survei lapangan, professional judgement dan hasil konsultansi publik. Penentuan dampak penting hipotetik berdasarkan 5 kriteria yaitu: Pandangan penduduk Pengaruh terhadap ekonomi Terganggunya ekologi Kemungkinan berbenturan dengan peraturan pemerintah Informasi rencana kegiatan dan rona lingkungan belum jelas

Dampak potensial ditelaah/diuji dari tahapan kegiatan pertambangan kapur dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut

26

Tabel 1.1 Telaahan Dampak Pentik Hipotetik Masing-masing Tahapan Kegiatan Tahapan KegiatanDampak Penting Hipotetik

Pra KonstruksiPenurunan nilai-nilai yang ada di masyarakat

Berkurangnya lahan sebagai mata pencarian oleh msyarakat

KonstruksiPeningkatan kemacetan lalu lintas

Gangguan kesehatan masyarakat

Penurunan keanekaragaman flora

Peningkatan air larian/limpasan air hujan (hidrologi)

Perubahan topografi lahan

Erosi

Keanekaragaman fauna

Populasi hewan langka/dilindungi

Aktivitas ekonomi/pendapatan penduduk

Peningkatan kebisingan

Pencemaran air tanah

OperasiPerubahan topografi lahan

Pencemaran air tanah

Keanekaragaman fauna

Keresahan masyarakat

Gangguan kenyamanan masyarakat

Kerusakan infrastruktur jalan

Penurunan Kualitas Udara (Debu dan Gas buang)

Gangguan kesehatan masyarakat

Pencemaran air tanah

Pasca OperasiPeningkatan kebisingan

Peningkatan kemacetan lalu lintas

Aktivitas ekonomi/ pendapatan penduduk

1.3 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian Batas wilayah studi mencakup batas-batas oleh rencana kegiatan pertambangan kapur dan batas-batas lain yang terkait seperti batas proyek, batas administrasi wilayah, batas sosial, dan batas ekologis (udara dan perairan). Batas wilayah studi merupakan batas terluar yang merupakan overlay (irisan/tumpang) dari batas-batas tersebut. Berikut keterangan dalam Gambar 1.2 yang menunjukkan batas wilayah studi. Batas proyek: garis warna merah Batas administrasi: garis warna ungu Batas ekologi : garis warna biru (perairan), warna oranye (udara), Batas sosial: garis warna hitam Batas wilayah studi: garis warna hijau

Gambar 1.2 Batas Wilayah Studi Rencana Kegiatan Pertambangan Kapur PT. BIGSLIM KAPURBatas waktu kajian Pertambangan Batu Kapur ditunjukkan pada Tabel 1.2 hingga Tabel 1.5 di bawah ini.

Tabel 1.2 Batas Waktu Kajian Pra KonstruksiNoDampak Penting HipotetikPra Konstruksi

5 bulan

1Penurunan nilai-nilai yang ada di masyarakatKonsultasi Publik

2Berkurangnya lahan sebagai mata pencarian oleh msyarakatPembebasan lahan dan ganti rugi

Tabel 1.3 Batas Waktu Kajian Operasi NoDampak Penting HipotetikOperasi (20 tahun)

1Perubahan Topografi LahanMelakukan pembukaan lahan sesuai dengan kaidah pertambangan; salah satunya adalah menyimpan top soil untuk keperluan reklamasi untuk meningkatkan nilai tata guna lahan pasca operasi. Dilakukan selama dilakukan pembukaan lahan

2Peningkatan kebisingan

Proses operasi yang melibatkan alat berat akan menimbulkan kebisingan yang cukup signifikan; diasumsikan setelah 4 bulan pertama masa operasi, penduduk setempat telah dapat beradaptasi dengan tingkat kebisingan yang ada dikarenakan adanya usaha dari perusahaan untuk membangun barrier yang dapat mengurangi tingkat kebisingan.

3Keanekaragaman faunaDengan mengaplikasikan rehabilitasi secara kontinu, diharapkan ketersediaan habitat bagi keanekaragaman fauna yang tersedia menjadi minim terancam.

4Keresahan masyarakatMelakukan sosialisai mengenai kegiatan operasi dan menjelaskan proses yang dilakukan telah sesuai prosedur. Diasusmsikan 4 bulan setelah operasi telah teratasi

5Gangguan Kenyamanan MasyarakatMembuat penghalang untuk meredam suara dan getaran. Diasusmsikan 1 bulan setelah operasi telah teratasi

6Kerusakan Infrastruktur JalanMemperbaiki jalan yang rusak. Perbaikan dilakukan berkala setiap 1 tahun sekali

7Penurunan Kualitas Udara (Debu dan Gas buang)Direncanakan membuat alat pengendali pencemaran. Diasumsikan saat operasi dimulai telah teratasi

9Gangguan kesehatan MasyarakatMemberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis. Dilakukan berkala setiap 1 tahun sekali, dimuali setelah 1 tahun operasi

10Pencemaran Air TanahDirencanakan dibuat pengolahan air limbah. Diasumsikan pada saat operasi telah terbangun

Tabel 1.4 Batas Waktu Kajian KonstruksiNoDampak Penting HipotetikKonstruksi

20 Tahun

1Peningkatan Kemacetan Lalu LintasMobilisasi alatdan bahan malam hari, asumsi selesai selama 1 minggu

2Gangguan Kesehatan MasyarakatGangguan kesehatan masyarakat yang dialami pada masa kostruksi antara lain ISPA, alergi debu, jarak pandang dll. Ganguan masyarakat ini diharapkan hilang berangsur-angsur dengan teknik pengendalian pencemaran udara

3Penurunan Keanekaragaman FloraRehabilitasi diharapkan secara kontinu dilakukan dimulai saat 4 bulan pertama

4Peningkatan Air Larian/Limpasan Air Hujan (Hidrologi)Membuat sistem pengelolaan air limpasan secara terpadu selama 4 bulan pertama masa konstruksi dengan asumsi dampak yang dihasilkan pada bulan selanjutnya dianggap serupa sehingga dapat ditanggulangi.

5Perubahan Topografi LahanMelakukan pembukaan lahan sesuai dengan kaidah pertambangan; salah satunya adalah menyimpan top soil untuk keperluan reklamasi untuk meningkatkan nilai tata guna lahan pasca operasi. Dilakukan selama dilakukan pembukaan lahan

6ErosiPencegahan erosi dilakukan dengan melakukan perubahan topografi lahan sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik, misalkan dengan membuat sistem terasering.

7Keanekaragaman FaunaDengan mengaplikasikan rehabilitasi secara kontinu, diharapkan ketersediaan habitat bagi keanekaragaman fauna yang tersedia menjadi minim terancam.

8Populasi hewan langka/dilindungiDengan mengaplikasikan rehabilitasi secara kontinu, diharapkan ketersediaan habitat bagi keanekaragaman fauna yang tersedia menjadi minim terancam.

9Aktivitas Ekonomi/Pendapatan PendudukPembukaan lahan yang mengakibatkan ketertarikan penduduk diluar kawasan untuk ikut bekerja dapat menimbulkan ketegangan sosial; hal ini dapat diatasi dengan dibuatnya perjanjian antara penduduk setempat dan penduduk luar mengenai porsi lahan pekerjaan yang diperlukan oleh perusahaan dari bulan ke 0 dan diperkirakan perselisihan akan selesai selambat-lambatnya pada 4 bulan pertama.

10Peningkatan KebisinganProses konstruksi yang melibatkan alat berat akan menimbulkan kebisingan yang cukup signifikan; diasumsikan setelah 4 bulan pertama masa konstruksi, penduduk setempat telah dapat beradaptasi dengan tingkat kebisingan yang ada dikarenakan adanya usaha dari perusahaan untuk membangun barrier yang dapat mengurangi tingkat kebisingan.

11Pencemaran Air TanahDirencanakan dibuat suatu sistem lining pada kawasan pertambangan untuk menghindari terjadinya pencemaran air tanah

Tabel 1.4 Batas Waktu Kajian Pasca Operasi NoDampak Penting HipotetikPasca Operasi (2 tahun)

1Peningkatan kebisinganKebisingan yang berasal dari penutupan lahan diasumsikan dapat diatasi oleh masyarakat setempat karena dampaknya yang serupa dengan masa konstruksi dan operasional. Tingkat kebisingan diasumsikan akan berada pada kondisi normal pada akhir masa pasca operasi.

2Peningkatan kemacetan lalu lintasKemacetan berasal dari mobilisasi alat tambang dari dalam ke luar site. Kemacetan diasumsikan tidak lagi terjadi setelah kurang lebih 4 bulan terakhir masa pasca operasi.

3Aktivitas ekonomi/ pendapatan pendudukKetegangan sosial kemungkinan dapat kembali terjadi akibat hilangnya lahan pekerjaan penduduk setempat dan penduduk pindahan. Hal ini diasumsikan dapat diatasi dengan dilakukannya pengembangan/pembinaan masyarakat dan pemanfaatan fasilitas hasil kegiatan pertambangan yang dilakukan secara kontinu sejak tahap awal perencanaan.

BAB IIRONA LINGKUNGAN AWAL

2.1 Komponen Geo-Fisik Kimia2.1.1 Kebisingan Kondisi lingkungan atmosfer di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur, terutama mengenai kebisingan saat ini belum ada aktivitas yang berlebihan. Aktivitas yang terjadi di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan berupa tambang kapur lain, yaitu Tambang kapur PT Damwoo, perkebunan masyarakat, stasiun kereta api, mesjid, sekolah, dan rumah makan. Berdasarkan hasil survey, kondisi di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur tampak sunyi dan sepi, seperti terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Kondisi di Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Kapur

Tambang kapur PT Damwoo sudah beberapa tahun sebelumnya tidak melakukan kegiatan pertambangan kapur (non aktif) sehingga menurut penduduk sekitar area di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak terlalu bising. Sumber bising yang paling dekat dengan lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur adalah jalan raya, yaitu Jalan Raya Cikampek-Padalarang. Jalan tersebut berjarak 2 km dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur yang merupakan jalan utama untuk dilalui oleh kendaraan, termasuk kendaraan berat yang akan digunakan dalam kegiatan pertambangan kapur ini. Di sepanjang Jalan Raya Cikampek-Padalarang juga terdapat aktivitas pendidikan, perniagaan, dan agama. Di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur terdapat rel kereta api yang merupakan perlintasan kereta api. Jarak rel kereta api dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur sekitar 1 km. Pengukuran rona lingkungan awal kebisingan dilakukan menggunaan Sound Level Meter dengan mengukur Leq (Equivalent Continous Noise Level) untuk menghitung Lsm (bising siang malam). Namun, dalam hal ini pengukuran hanya dilakukan untuk bising siang (Ls) saja. Pengukuran dilakukan 10 menit pada setiap selang waktu dengan pembacaan 5 detik. Perhitungan Leq mendapatkan hasil Ls sebesar 55,7 dBA. Angka ini termasuk dalam bising untuk kategori quite urban neighborhood dan bersesuaian dengan kondisi saat pengukuran rona lingkungan awal dimana tidak terdapat aktivitas berlebihan di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur.

2.1.2 Pencemaran Air TanahPada Tabel 2.1 ditunjukkan keadaan awal dari air sumur yang akan digunakan sebagai air baku utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pekerja yang berada di daerah proyek. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa semua parameter telah memenuhi baku mutu yang berlaku untuk air baku air minum.Tabel 2.1 Rona Lingkungan Awal Air SumurNoParameterSatuanAir SumurBaku Mutu

Fisik dan Kimia

1pH8,026,5-8,5

2Temperatur0C27,03Suhu Udara 3

3Daya Hantar ListrikS/cm146,27

4KekeruhanNTU2,185

5WarnaTCU1515

6Besi (Fe)mg/l0,2650,3

7Mangan (Mn)mg/l0,30,4

8Zat Padat Terlarut (TDS)mg/l241,33500

9Nitrat (sebagai NO3)mg/l3,4850

10Nitrit (sebagai NO2)mg/l0,0323

11Kesadahan (CaCO3)mg/l142,98500

12Klorida (Cl-)mg/l13,54250

13Asiditas-alkalinitas

CO2

mg/l9,87-

HCO3-

mg/l73,58-

Kimia Organik

1Zat Organik (KMnO2)mg/l2,1810

Bakteriologis

1Total Coliform/100 ml280

Keterangan:Lokasi sampling: Sumur air Sabuga (Sumber: Astari, 2010) Baku Mutu: mutu air minum PERMENKES NO 492/MENKES/PER/IV/2010

2.1.3 Kualitas UdaraKualitas udara merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan dalam kajian lingkungan proyek tambang kapur. Kualitas udara perlu dipantau baik sebelum proyek, saat proyek berlangsung, dan saat tambang kapur telah beroperasi. Berikut adalah data kualitas udara di area sekitar lokasi pertambangan batu kapur.Berdasarkan Tabel 2.2, dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pembukaan lahan untuk lokasi pertambangan baru, kualitas udara di Kecamatan Padalarang belum melebihi baku mutu yang ditentukan.

Tabel 2.2 Kualitas Udara dan KebisinganSumber : KLH Kabupaten Bandung Barat

2.1.4 HidrologiDiketahui data trendline curah hujan rata-rata perbulan daerah lokasi pertambangan di tunjukkan oleh Gambar 2.2 (BMKG Kota Bandung, 2015)Dengan diketahuinya persamaan matematis dari Gambar 2.2, dapat diperkirakan curah hujan rata-rata untuk tahun 2015 adalah sebagai berikut:y = -14.005x + 28395y = -14.005 (2015) + 28395y = 174.925 mm/bulan = 6.75 x 10-8 m/s Diasumsikan karena pada awalnya daerah pertambangan merupakan pegunungan kapur, maka nilai koefisien limpasan awal adalah 0.2. Diketahui luas area pertambangan adalah 40 ha atau sebesar 400,000 m2

Gambar 2.2 Grafik Curah Hujan Rata-rata

BAB IIIPRAKIRAAN DAMPAK PENTING

3.1 Komponen Geo-Fisik Kimia3.1.1 Kebisingan Peningkatan kebisingan dalam rencana usaha dan/atau kegiatan pertambangan kapur berasal dari tahapan kegiatan konstruksi, operasi, dan pasca operasi. Sumber bising yang timbul berasal dari kegiatan pengoperasian alat berat, peledakan (blasting), pencacahan batu kapur (crushing), dan penutupan dan perapihan lahan. Tabel 3.1 menunjukkan jumlah dan tingkat kebisingan dari masing-masing sumber bising beserta alat yang digunakan.

Tabel 3.1 Tingkat Kebisingan Sumber Bising Kegiatan PertambanganKegiatanNama AlatJumlah AlatTingkat Kebisingan(dBA)Tingkat Kebisingan Kumulatif (dBA)

Pengoperasian Alat BeratTruck3 unit59,2063,97

Eksavator1 unit58,3458,34

Whelldozer1 unit6969

BlastingAir Blast1 unit51,2086,13

CrushingPemecah batu1 unit76,0876,08

Main Crusher Hopper1 unit84,7484,74

Grytory crusher1 unit69,6069,60

Penutupan dan Perapihan LahanTruck3 unit59,2063,97

Eksavator1 unit58,3458,34

Whelldozer1 unit6969

Sumber : Hidayat, Syarif et al, 2012 http://www.cat.com/id_ID/products/new/equipment/wheel-dozers/large-wheel-dozers/18580971.html

Prakiraan dampak penting peningkatan kebisingan dihitung dengan menggunakan metode matematis menggunakan persamaan perambatan bunyi. Perhitungan dilakukan untuk masing-masing kegiatan dan dampaknya terhadap masyarakat disajikan dalam bentuk tabel kriteria dampak penting dan peta isobel untuk setiap jarak tertentu.

Pengoperasian alat berat dan Penutupan/perapihan lahanTingkat bising untuk beberapa sumber bising :

Lp = 10 log (106,397 + 105,834 + 106,9) = 70,46 dBAPerambatan bising untuk sumber bergerak (r2 = 250 m):TB1 TB2 = 10 log r2/r1 TB2 = TB1 - 10 log r2/r1 = 70,46 10 log 100/75TB2 = 65,23 dBA

Perambatan bising untuk sumber bergerak (r2 = 500 m):TB1 TB2 = 10 log r2/r1 TB2 = TB1 - 10 log r2/r1 = 70,46 - log 150/25TB2 = 62,22 dBA

Perambatan bising untuk sumber bergerak (r2 = 1000 m):TB1 TB2 = 10 log r2/r1 TB2 = TB1 - 10 log r2/r1 = 70,46 - log 200/25TB2 = 59,21 dBA

r2 = 1500 m TB2 = 57,44 dBA r2 = 2000 m TB2 = 56,2 dBA r2 = 2500 m TB2 = 55,23 dBA r2 = 2650 m TB2 = 54,97 dBA r2 = 3000 m TB2 = 54,43 dBA

54,34 dBA54,97 dBA55,23 dBA56,2 dBA57,44 dBA59,21dBA70,46 dBAGambar 3.1 Peta Isobel Pengoperasian Alat Berat dan Penutupan/Perapihan Lahan

Crushing Tingkat bising untuk beberapa sumber bising :

Lp = 10 log (105,12 + 107,608 + 108,474 + 106,960) = 85,41 dBA

Perambatan bising untuk sumber diam (r2 = 250 m):TB1 TB2 = 20 log r2/r1 TB2 = TB1 - 20 log r2/r1 = 85,41 20 log 250/75TB2 = 74,95 dBA Perambatan bising untuk sumber diam (r2 = 500 m):TB1 TB2 = 20 log r2/r1 TB2 = TB1 - 20 log r2/r1 = 85,41 20 log 500/75TB2 = 68,93 dBA

Perambatan bising untuk sumber diam (r2 = 1000 m):TB1 TB2 = 20 log r2/r1 TB2 = TB1 - 20 log r2/r1 = 85,41 20 log 1000/75 TB2 = 62,91 dBA r2 = 1500 m TB2 = 59,38 dBA r2 = 2000 m TB2 = 56,89 dBA r2 = 2500 m TB2 = 54,95 dBA r2 = 3000 m TB2 = 53,36 dBA

53,36 dBA54,95 dBA56,89 dBA59,38 dBA62,91 dBA68,93dBA85,41 dBAGambar 3.2 Peta Isobel Kegiatan Crushing

BlastingPerambatan bising untuk sumber diam (r2 = 250 m):TB1 TB2 = 20 log r2/r1 TB2 = TB1 - 20 log r2/r1 = 86,13 20 log 250/75TB2 = 75,67 dBA

Perambatan bising untuk sumber diam (r2 = 500 m):TB1 TB2 = 20 log r2/r1 TB2 = TB1 - 20 log r2/r1 = 86,13 20 log 500/75TB2 = 69,65 dBA

Perambatan bising untuk sumber diam (r2 = 1000 m):TB1 TB2 = 20 log r2/r1 TB2 = TB1 - 20 log r2/r1 = 86,13 20 log 1000/75 TB2 = 63,63 dBAr2 = 1500 m TB2 = 60,1 dBA r2 = 2700 m TB2 = 55 dBAr2 = 2000 m TB2 = 57,61 dBA r2 = 3000 m TB2 = 54,08 dBAr2 = 2500 m TB2 = 55,67 dBA

54,08 dBA55 dBA55,67 dBA57,61 dBA60,1 dBA63,63 dBA86,13 dBAGambar 3.3 Peta Isobel Kegiatan Blasting

Tabel 3.2 Kriteria Dampak Penting Peningkatan Kebisingan dari Kegiatan Pertambangan (BTB < 55 dBA)Kriteria Dampak PentingBesaran Dampak

Jumlah penduduk yang terkena dampak2184 jiwa

Luas wilayah yang terkena dampak19,625 km2

Intensitas dan lamanya dampak berlangsung10 jam/hari selama 20 tahun

Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang terkena dampakMasyarakat

Sifat kumulatih dampakTidak kumulatif

Balik atau tidak baliknya dampakTidak balik

Kriteria lain sesuai perkembangan IPTEKTidak ada

3.1.2 Pencemaran Air TanahPerkiraan Lokasi SamplingSetelah 20 tahun mendatang, kegiatan pertambangan ini akan berakhir. Pada waktu tersebut akan dicek keadaan akhir dari air sumur, berikut perkiraan lokasi samplimg yang akan dilakukan:Lokasi pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas (tidak tertekan) dan air tanah tertekan dengan penjelasan sebagai berikut: Air tanah bebas (tidak tertekan): Di sebelah hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan septic tank Air tanah tertekan: Di sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan, pedesaan, pertanian dan industri Di sumur produksi air tanah PAM maupun sarana umum Di sumur-sumur pemantauan kualitas air tanah Di lokasi kawasan industri Di sumur observasi untuk pengawasan imbuhan Pada sumur observasi air tanah di suatu cekungan air tanah artesis (misalnya: cekungan artesis Bandung) Pada sumur observasi di wilayah pesisir dirnana terjadi penyusupan air asin Pada sumur observasi penimbunan/pengolahan limbah industri bahan berbahayaSumber: http://lifepatch.org/Metode_Pengambilan_Sampel_Air

Prediksi Jenis PencemarJenis pencemar yang akan mencemari air sumur tersebut adalah air limpasan septic tank dari kegiatan domestik para pekerja yang tinggal di daerah pertambangan. Diprediksikan bahwa jenis pencemar tersebut mengandung beberapa parameter seperti yang disebutkan pada Tabel 3.3 dengan konsentrasi rata-rata.Tabel 3.3 Prediksi Jenis PencemarParameterKonsentrasi (mg/l)

KisaranRata-rata

Padatan:

TSS250-850500

TDS100-350220

BOD110-400220

COD250-1000500

TOC80-290160

Nitrogen Organik8-3515

NH312-5025

Phospor Organik1-53

Phospor Anorganik3-105

Cl30-10050

Minyak dan Lemak50-150100

ALkalinitas50-200100

Sumber: Metcalf and Eddy, 1979Metode Prediksi Besarnya DampakPrediksi besarnya dampak yang digunakan adalah metode matematis dengan menggunakan persamaan Hydrodynamic Dispersion. Persamaan tersebut dapat menjelaskan pengaruh adveksi, difusi, dispersi dan retardasi. Berikut persamaan Hydrodynamic Dispersion:

Data-data yan tersedia: Jumlah pekerja 250 orang Kebutuhan air minum berdasarkan Ditjen CK, Dept. PU,1998 = 150 l/o/hari Jumlah limbah cair domestik = 0,8 x Kebutuhan air minum x jumlah pekerja Jumlah limbah cair domestik = 0,8 x 150 l/o/hari x 250 orang = 30000 l/hari Jarak dari septic tank ke sumber air 15 m Asumsi untuk Hydrodinamic dispersionHydraulic conductivity : 3 x 10-3cm/sdh/dx= 0,0020Effective porosity =0,23D= 1 x 10-9 m2/s

Perhitungan: Kecepatan linear rata2

Longitudinal koefisien

20 tahun = 63072 x 104 detik Substitusi kedalam persamaan. Contoh menghitung parameter KloridaC0=500 mg/LL = 15 mt = 63072 x 104 detikDL= 3,2 x 10-7 m2/svx=2,6 x 10-7 m/s

Pada Tabel 3.4 ditunjukkan hasil akhir perhitungan untuk semua parameter dan perbandingannya dengan kondisi awal maupun baku mutu untuk air minum.Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Akhir Prediksi Dampak ParameterSatuanKondisi AwalKondisi AkhirBaku MutuKeterangan

15 m50 m200 m1 km4 km

TSSmg/l-250250000-Diperlukan penanganan

TDSmg/l-110110000500Tidak melebihi baku mutu

BODmg/l-110110000-Diperlukan penanganan

CODmg/l-250250000-Diperlukan penanganan

TOCmg/l-8080000-Diperlukan penanganan

Nitrogen Organikmg/l3,4810,9810,980003Diperlukan penanganan

NH3mg/l-12,512,5000-Diperlukan penanganan

Phospor Organikmg/l-1,51,5000-Diperlukan penanganan

Phospor Anorganikmg/l-2,52,5000-Diperlukan penanganan

Clmg/l250275275000250Diperlukan penanganan

Minyak dan Lemakmg/l-5050000-Diperlukan penanganan

Alkalinitasmg/l82132132000500Tidak melebihi baku mutu

Peta Sebaran Dampak

Ket:Terkena DampakTidak Terkena DampakHasil prediksi besaran dampak yang telah diperkirakan, kemudian dibuatkan isopleth pada peta untuk melihat sebaran dampak yang terjadi. Peta sebaran dampak tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.4.

>200 m konsentrasi semua parameter 0800 mdpl700 mdplSumber airSeptic tankMess PekerjaGambar 3.4. Isopleth sebaran dampak pencemaran air tanahEvaluasiMeskipun tidak ada pengaruh dari pencemaran air tanah terhadap kesehatan penduduk sekitar tetapi mempertimbangkan dari prediksi besaran dampak dan melihat sebaran dampak yang telah diprediksi sebelumnya, maka diperlukan penanganan limpasan air dari tangki septik agar kesehatan pekerja tetap terjaga dari timbulnya penyakit akibat pencemaran air tanah.

3.1.3 Kualitas UdaraKualitas udara pada kegiatan pertambangan batu kapur akan dipengaruhi oleh berbagai komponen kegiatan, terutama pada tahapan operasi. Pada tahap operasi terdapat kegiatan crushing atau penggilingan material batu kapur, dimana pada proses ini memungkinkan pembentukan partikel-partikel halus dari material tersebut dan menyebabkan partikel tersebut mudah terbawa angin. Partikel tersebut dapat mempengaruhi kualitas udara di sekitar lokasi proyek. Kegiatan yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan konsentrasi partikulat atau debu kapur di udara ambien melebihi baku mutu. Baku mutu kualitas udara ambien diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999, yang dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.Tabel 3.5 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien

Sumber : PP 41/1999

Untuk memperkirakan besaran dampak turunnya kualitas udara, digunakan perhitungan dengan Metode Gaussian Ganda dengan persamaan umum sebagai berikut :

Rumus di atas merupakan rumus untuk partikulat tanpa refleksi. Dengan adanya efek gravitasi, maka tinggi efektif H perlu dikoreksi dengan faktor pengendapan partikel Vt. Jarak yang ditempuh partikel adalah Vt . t = Vt . (X/u) sehingga didapat persamaan :

Sumber dampak berupa crusher yang berada di permukaan tanah dengan asumsi y=0 dan z=0 sehingga :

dimana :C = konsentrasi partikulat (g/m3)Q = laju emisi partikulat (g/s)u = kecepatan angin (m/s)y, z = standar deviasi (m)H = tinggi efektif (m)dp = diameter partikulat (m)p = massa jenis partikel (kg/m3)g = viskositas gas = 0,067 kg/m.jam

Perhitungan Konsentrasi TSP (debu kapur) Data yang ada :Tinggi efektif crusher = 10 mKecepatan angin = 0,5 m/sStabilitas atmosfer netral (D)

Asumsi debu kapur:Diameter partikulat = 50mMassa jenis = 1121 kg/m3Laju emisi = 150 g/s

Perhitungan konsentrasi TSP di jarak x =200 m

melebihi baku mutu

Perhitungan konsentrasi TSP di jarak x =250 m

memenuhi baku mutu

Perhitungan konsentrasi TSP di jarak x = 500 m

memenuhi baku mutu

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa untuk parameter TSP, pada jarak antara titik sumber pencemar hingga x=200 m masih melebihi baku mutu yang diizinkan (604,8 g/m3), sehingga parameter ini perlu pengelolaan lebih lanjut, seperti pemasangan air pollution control. Sedangkan konsentrasi TSP yang dihasilkan pada jarak x= 250 m sudah memenuhi baku mutu yang tercantum dalam PP 41/1999, yaitu di bawah 230 g/m3. Dapat dikatakan bahwa pada jarak ini kualitas udara tidak membahayakan pekerja maupun masyarakat. Gambar pemodelan pencemaran udara dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut.

Gambar 3.5. Isoplet dampak kualitas udara di sekitar lokasi proyek

3.1.4 HidrologiAspek hidrologi dikategorikan sebagai dampak penting pada tahap konstruksi . Lebih tepatnya berasal dari kegiatan pematangan lahan pertambangan berupa pengupasan dan perataan tanah (cleaning overburden). Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan limpasan air hujan sehingga diperkiraan adanya drainase alamiah yang terdapat di lokasi pertambangan sudah tidak dapat menampung air limpasan yang ada dengan baik.Mengetahui besarnya peningkatan debit limpasan air sebelum dan sesudah dilakukannya perataan lahan:

Diasumsikan setelah dilakukannya perataan lahan, nilai koefisien limpasan naik menjadi 0.6. sehingga, nilai peningkatan debit di daerah pertambangan adalah:

Sehingga, nilai total debit limpasan yang terjadi di area pertambangan adalah:

Mengetahui besarnya dimensi saluran drainase yang diperlukan berdasarkan data besaran debit yang diperoleh:

Asumsi saluran yang akan digunakan adalah persegi, panjang sisi = b, sehingga:

Berdasarkan data rona lingkungan awal, diketahui nilai kemiringan sekitar 0.08 dan saluran akan dibuat dari beton sehinga n= 0.013

Pada akhir saluran akan dibuat kolam pengendapan untuk menyisihkan TSS sebelum air dari saluran dibuang ke badan air.

BAB IVEVALUASI HOLISTIK

4.1 Hubungan Sebab Akibat antara Rencana Kegiatan dan Rona Lingkungan HidupTidak ada dampak yang berdiri sendiri. Masing-masing dampak satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, seperti: Tahap pra konstruksiBerdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa tahap pra konstruksi dapat menyebabkan dampak penurunan nilai-nilai yang ada di masyarakat (dampak 1), dan berkurangnya lahan sebagai mata pencaharian masyarakat (dampak 2). Dampak-dampak tersebut merupakan dampak kumulatif yang terjadi pada waktu dan ruang yang sama. Kegiatan yang menyebabkan dampak 1 dan dampak 2 dilakukan hampir bersamaan, sehingga besar kemungkinan berkurangnya lahan sebagai mata pencaharian masyarakat mempengaruhi nilai-nilai yang ada di masyarakat tersebut. Berkurangnya lahan sebagai mata pencaharian masyarakat dan penurunan nilai-nilai yang ada di masyarakat setempat dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti keresahan akan pembebasan lahan yang dilakukan untuk kegiatan operasional pertambangan kapur yang kemungkinan dapat menyebabkan adanya degradasi nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat setempat. Dari analisis ini, maka dampak 1 dan dampak 2 merupakan dampak penting.

Gambar 4.1 Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Pra Konstruksi

Tahap konstruksiBagan alir identifikasi dampak tahap konstruksi dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 4.2. Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Konstruksi

Berdasarkan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa tahap konstruksi dapat menyebabkan berbagai dampak kumulatif yang terjadi pada waktu dan ruang yang sama, diantaranya perubahan topografi lahan, erosi, penurunan keanekaragaman flora dan fauna, aktivitas ekonomi/pendapatan penduduk, pencemaran air tanah, peningkatan limpasan air hujan, peningkatan kemacetan lalu lintas serta gangguan pada kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Keberadaan alat berat di lokasi proyek meningkatkan intensitas bising. Proses mobilisasi alat berat dari luar ke dalam site dapat berakibat pada menumpuknya kendaraan bermotor di sekitar lokasi yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan emisi buang sehingga mengganggu kesehatan masyarakat. Kegiatan pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur utama dapat menyebabkan hilangnya flora yang berdampak pada terjadinya erosi dan penurunan fauna di sekitar lokasi proyek. Walaupun kegiatan penyebab dampak-dampak tersebut tidak berlangsung secara serentak, tetapi dampak yang dihasilkan dari setiap kegiatan tersebut hampir sama. Atas dasar ini maka dampak-dampak tersebut merupakan dampak penting yang harus dikelola dengan baik.

Tahap operasionalBerdasarkan Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa tahap operasi dapat menyebabkan berbagai dampak kumulatif yang terjadi pada waktu dan ruang yang sama. Beberapa dampak seperti perubahan topografi lahan, peningkatan kebisingan, penurunan keanekaragaman flora dan fauna serta keresahan dan gangguan kenyamanan terjadi baik pada kegiatan peledakan setelah pemberian aba-aba dan crushing. Sementara itu, kegiatan loading-hauling seperti pengambilan dan pemuatan material ke dalam alat/truk angkut serta pengangkutan material menuju tempat penampungan dapat berdampak pada kerusakan infrastruktur jalan. Walaupun kegiatan penyebab dampak-dampak tersebut tidak berlangsung secara serentak, tetapi dampak yang dihasilkan dari setiap kegiatan tersebut hampir sama. Atas dasar ini maka dampak-dampak tersebut merupakan dampak penting yang harus dikelola dengan baik.

Gambar 4.3 Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Operasi

Tahap pasca operasiBerdasarkan Gambar 4.4, dapat dilihat bahwa tahap pasca operasi dapat menyebabkan berbagai dampak kumulatif yang terjadi pada waktu dan ruang yang sama. Dampak yang terjadi meliputi peningkatan kebisingan dan kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh kegiatan penutupan/perapihan lokasi kegiatan seperti pekerjaan sipil dan mekanikal yang dilakukan dan mobilisasi alat. Selain itu, kegiatan pelepasan tenaga kerja dapat menyebabkan isu aktivitas ekonomi/pendapatan penduduk. Kegiatan penyebab dampak-dampak tersebut berlangsung secara serentak, sehingga dampak-dampak tersebut merupakan dampak penting yang harus dikelola dengan baik.

Gambar 4.4 Bagan Alir Identifikasi Dampak Tahap Pasca Operasi

Berdasarkan hasil telaahan keterkaitan dan interaksi dampak penting hipotetik (DPH) tersebut dapat diperoleh informasi sebagai berikut: Keresahan masyarakat mengenai pembebasan lahan dan aktivitas penduduk merupakan proses sosial yang perlu untuk dikaji, baik antar pemrakarsa kegiatan dengan masyarkat ataupun antar masyarakat itu sendiri. Dampak ini memiliki intensitas tinggi karena hampir terjadi di setiap tahapan kegiatan, untuk itu perlu perhatian khusus terkait metode pendekatan dan sosialisasi yang baik dan tepat kepada masyarakat. Dampak penurunan kualitas udara, kebisingan, masalah transportasi, perubahan topografi, penurunan kualitas air limpasan, penurunan jumlah flora dan fauna serta erosi merupakan dampak penting yang harus dikelola dengan baik, terutama ketika tahap konstruksi dan tahap operasional. Perlu dilakukan pula pemantauan terkait dampak-dampak tersebut, terutama di area sekitar site pertambangan.Adapun pertimbangan terkait keputusan kelayakan lingkungan dibahas pada tabel berikut:Tabel 4.5 Pertimbangan terkait keputusan kelayakan lingkunganKriteriaPenilaian

Kesesuaian Rencana Tata Ruang WilayahSesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029.

Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam yang diatur dalam peraturan perundang-undanganSesuai

Kepentingan pertahanan dan keamananTidak berhubungan

Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari berbagai aspekBeberapa dampak penting seperti kualitas udara, kebisingan, dan getaran masih tergolong mengganggu karena berada di atas baku mutu pada radius tertentu

Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhiBeberapa dampak tidak penting ternyata masih memiliki pengaruh terhadap dampak penting yang lain karena berasal dari kegiatan yang sama

Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam menanggulanggi dampak penting negatifPemrakarsa dan pihak terkait yang bertanggung jawa memiliki kemampuan yang baik.

Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakatPandangan masyarakat pasti akan terkena dampak dari rencana proyek, tetapi dapat di handle dengan sosialisasi dan pembagian lapangan pekerjaan yang baik.

Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologisTidak ada spesies kunci ataupun entitas yang memiliki nilai penting secara ilmiah di lokasi proyek. Entitas ekologis seperti flora dan fauna akan diberdayakan kembali dengan cara rehabilitasi yang dilakukan secara kontinu semenjak tahap prakonstruksi hingga ke tahap pasca operasional.

Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau kegiatanAda beberapa usaha/kegiatan dan rumah yang harus direlokasi, tetapi dapat teratasi dengan sosialisasi dan pembagian lapangan pekerjaan yang baik.

Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatanSesuai. Daya dukung lingkungan disini dinilai dari tiap-tiap aspek lingkungan, sesuai metode evaluasi dampak.

Untuk itu pemrakarsa/penyusun Amdal menyimpulkan bahwa rencana kegiatan pertambangan kapur BIGSLIM ini telah memenuhi persyaratan kelayakan lingkungan hidup. Kesimpulan kelayakan lingkungan hidup yang diuraikan oleh penyusun dokumen amdal ini kemudian akan ditelaah atau dinilai oleh Komisi Penilai Amdal, dan kemudian akan diproses sesuai peraturan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

_____. 2006. Daftar Isian Potensi dan Tingkat Perkembangan Desa Tagog Apu Tahun 2006. Kabupaten Bandung._____. 2007. Daftar Isian Potensi Tingkat Perkembangan Desa Tagog Apu Tahun 2007. Kabupaten Bandung._____.2012.Status Kualitas Badan Air. Puslitbang Sumber Daya Air, Kementrian PU._____.2014.Hasil Analisis LPKL-BINALAB. KLH Kabupaten Bamdung Barat.Prawirowardoyo, Susilo.1996. Meteorologi. Penerbit ITB: Bandung.Soedarto P. Hadi. 1995. Aspek Sosial AMDAL, Sejarah, Teori, dan Metode. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.UNEP, WHO. 1996. Water Quality Monitoring First Edition. E & FN Spoon: London. Wark, Kenneth and Warner, Cecil F. 1981. Air Pollution : Its Origin and Control Second Edition. Harper and Row Publisher: New York. www.bandungbaratkab.go.id