Anatomi Dan Histologi Sendi
-
Upload
alfa-zamzami -
Category
Documents
-
view
378 -
download
6
Transcript of Anatomi Dan Histologi Sendi
A. Anatomi dan histologi sendi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu : • Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastis• Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikanDisamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim.
B. MEKANISME NYERI
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula
spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan
didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi
sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan
nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan
ke system saraf pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
( neliola, et at, 2000 ).
3. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
4. Nyeri spikologik
Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri
osteoneuromuskuler, yaitu :
1. Nociceptor mechanism.
2. Nerve or root compression.
3. Trauma ( deafferentation pain ).
4. Inappropiate function in the control of muscle contraction.
5. Psychosomatic mechanism.
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik
pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya
dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.
Nociceptor:
Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal–hal yang berpotensial
membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:
1. A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.
2. C fibres, serabut saraf tanpa myelin.
Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi
terhadap rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai
pada serabut-serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-
serabut sensor besar ini berfungsi pada “propioception” dan “motor control”.
Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita
terdapat “algesic chemical” substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin,
prostaglandin dan lain-lain.
Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C,
mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini
disebut sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan
noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit. Deregulasi Sistem Motorik
yang Menyebabkan Rasa Sakit
Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot
yang terlibat adalah “postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut
afferent ke spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat “spinal motor
reflexes”. Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral
organ, bahkan otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita,
misalnya “withdrawal reflex” merupakan mekanisme survival dari organisme.
Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat
meningkatkan rasa sakit, melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan
kuat nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot
tersebut. Hal ini akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan “vicious
circle”, kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat
dari kontrksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat
sebagai akibat dari disregulasi system simpatik.
Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons,
otot-otot atau impuls dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan
(exitability) dan alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle
stiffness), misalnya meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan
meningkatkan tonus otot-otot abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat
meningkatkan “reflex excitability” dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan
dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut
juga sebagai “neurogenic block”. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan
emosi dapat mengakibatkan “descending excitatory pathways”, sehingga merangsang
peningkatan reflek dari otot-otot postural.
Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi
reseptor nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis
dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di
kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan
persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri
yang berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis
medulla spinalis berperan pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus
ascenden. Sel-sel saraf dari traktus spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan
nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada pengaktifan system kontrol
desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri
dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-
penelitian lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi
nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus,
amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif
dari nyeri.
Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan emosional
yang tidan menyenangkan. Nyeri dapat dibagi 2. Pertama, nyeri nosiseptf yang terjadi
akibat aktifasi nosi reseptor A-d dan C sebagai respon terhadap rangsangan noxius
(termal , mekanik , kimia). Kedua, neyri neuropatik merupakan nyeri yang timbul akibat
kerusakan/perubahan patologis pada system saraf perifer atau sentral. Pada kasus
reumatik nyeri yang ditimbulkan adalah mixed pain, yaitu kombinasi antara nyeri
nosiseptif dan neuropatik.
5. patomekanisme terjadinya bercak kemerahanMekanisme kemerahan pada kulit, adalah melalui proses Ig E pada permukaan sel mastterpapar oleh antigen, sehingga akan mengeluarkan mediator-mediator, sitokin, factorkemotaktik sehingga akan terjadi reaksi fase lambat yang ditandai dengan timbulnya molekuladhesi pada endotel pembuluh darah. Proses ini menyebabkan infiltrasi sel eosinofil, netrofil,
mononuclear ke jaringan setempat. Infiltrasi sel eosinofil, netrofil menimbulkan mediator reaksiradang IL- 1 dan TNF . Mediator radang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatanpermeabilitas kapiler, sehingga menimbulkan kemerahan,dan dalam beberapa menit kemudianakan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas