Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

26
ANASTESI REGIONAL PADA PENANGANAN TRAUMA Janice J. Wu, Loreto Lollo, dan Andreas Grabinsky Departemen Anastesiologi Dan Penanganan Nyeri Pusat Kesehatan Harborview Universitas Washinton, #359724, 325 Avenue 9 th , Seattle, WA 98104, USA Abstrak Anastesi regionl mrupakan metode untuk memberikan efek analgesik pada pasien pada saat di ruang operasi dan juga pada fase setelah operasi. Meskipun anastesia regional memberikan manfaat yang unik seperti yang digambarkan dalam pengalaman militer, namun teknik ini tidak digunakan secara umum pada fase pra rumah sakit maupun saat di instalasi gawat darurat (IGD). Paling sering, teknik anestesi regional pada pasien trauma pertama kali digunakan di dalam ruang operasi sebagai prosedur anastesi untuk kontrol nyeri setelah operasi. Bila teknik infiltrasi maupun blok nervus sering digunakan oleh ahli bedah maupun dokter jaga IGD pada fase sebelum operasi, maka teknik yang lebih kompleks seperti blok pleksus ataupun pemasangan kateter regional lebih sering dilakukan oleh ahli anastesi baik untuk keperluan operasi maupun untuk kontrol nyeri setelah operasi. Teknik anastesi regional ini memiliki Halaman 1 dari 26

description

anastesi regional pada penanganan trauma

Transcript of Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

Page 1: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

ANASTESI REGIONAL PADA PENANGANAN TRAUMA

Janice J. Wu, Loreto Lollo, dan Andreas Grabinsky

Departemen Anastesiologi Dan Penanganan Nyeri

Pusat Kesehatan Harborview

Universitas Washinton, #359724, 325 Avenue 9th, Seattle, WA 98104, USA

Abstrak

Anastesi regionl mrupakan metode untuk memberikan efek analgesik pada

pasien pada saat di ruang operasi dan juga pada fase setelah operasi. Meskipun

anastesia regional memberikan manfaat yang unik seperti yang digambarkan

dalam pengalaman militer, namun teknik ini tidak digunakan secara umum pada

fase pra rumah sakit maupun saat di instalasi gawat darurat (IGD). Paling sering,

teknik anestesi regional pada pasien trauma pertama kali digunakan di dalam

ruang operasi sebagai prosedur anastesi untuk kontrol nyeri setelah operasi. Bila

teknik infiltrasi maupun blok nervus sering digunakan oleh ahli bedah maupun

dokter jaga IGD pada fase sebelum operasi, maka teknik yang lebih kompleks

seperti blok pleksus ataupun pemasangan kateter regional lebih sering dilakukan

oleh ahli anastesi baik untuk keperluan operasi maupun untuk kontrol nyeri

setelah operasi. Teknik anastesi regional ini memiliki kelebihan dibandingkan

anastesi intravena, bukan hanya pada fase sebelum operasi tapi juga pada fase

akut pasien trauma dan juga pada saat transport pasien. Ahli anastesi memiliki

pengalaman yang luas dengan teknik regional dan dapat melakukannya di luar

ruang operasi dan sebagai terapi awal bagi pasien trauma.

1. Pendahuluan

Menekan saraf perifer dalam kurun waktu yang lama unuk menyebabkan

analgesia pada bagian distal dari bagian yang ditekan merupakan metode anasesia

regional yang digambarkan oleh ahli bedah militer Prancis Ambroise Pare (1510-

150) pada abad ke 16. Dominique Jean Larrey (1766-1842), kepala ahli bedah

prajurit Napolleon juga menggambarkan pengamatannya pada suatu kasus

Halaman 1 dari 16

Page 2: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

gangguan saraf akibat dingin dan efek analgesiknya pada prajurit selama proses

amputasi.

Kandungan anastesi dari kokain diketahui dan dipublikasikan pada abad ke

19. Pada tahun 1984, Carl Koller (162-1944) menyadari pentingnya penemuan ini

dan melakukan penelitian dengan meneteskan cairan kokain ke korneo kodok.

Koller kemudian mempresentasikan eksperimennya pada pertemuan Perhimpunan

Ophtalmologi Jerman di Heidelberg pada tahun itu juga. Dalam tahun-tahun

berikutnya, kebanyakan teknik anastesi regional kemudian dikembangkan dan

tetap digunakan saat ini sama seperti dulu. Blok pleksus brakhialis melalui operasi

menggunakan kokain pertama kali dilakukan oleh Crile pada tahun 1884. 1 Blok

perkutaneus pertama kali dilaporkan pada tahun 1911 oleh Hirschel dan juga

Kuflenkampf pada tahun yang sama. 2,3 Pada tahun 1884, tahun yang sama Koller

mempresentasikan penemuannya, Corning melakukan anastesia epidural pertama

dan mempublikasikannya dalam Jurnal Kesehatan New York (New York Medical

Jornal) pada tahun 1885. 4 Di tahun 1898, Bier (1861-1949) dan residennya

Hildebrand (1868-1954) melakukan anastesi spinal pertama dan kemudian

mempublikasikan pengalaman mereka masing-masing setelah melakukan anastesi

spinal kepada satu sama lain. Hildebrand sendiri mengalami efek analgesia yang

baik dari anastesi spinal tersebut, dan keduanya mengaku merasakan sakit kepala

yang hebat dan Bier menjadi ragu akan kegunaan anastesi spinal ini dan butuh

beberapa tahun lagi sebelum akhirnya anastesi spinal menjadi teknik anastesi

regional yang dditerima secara luas. 5 Di tahun 1908, Bier menggambarkan injeksi

anastesi lokal secara intravena yang dikenal sebagai Blok Bier. 6 Kebanyakan

teknik-teknik anastesi yang lama masih digunakan higga saat ini dan biasanya

hanya ditambahkan dengan teknik maupun obat baru.

Teknik anastesi regional yang lebih baru memungkingkan penggunaan

obat-obatan kerja panjang maupun pendek bergantung pada keinginan lamanya

kondisi bebas nyeri. Pengenalan terhadap jarum dan kateter khusus untuk blok

nervus regional pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, dan juga teknik

terbaru dengan stimulasi saraf dan penggunaan panduan ultrasound, telah banyak

membantu dalam praktik anastesi regional dan meningkatkan ketepatan dan

Halaman 2 dari 16

Page 3: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

keselamatan dari blok nervus perifer dan prosedur neuraxial pada pasien dengan

nyeri akut. 7

Teknik anastesi regional memungkinkan kontrol nyeri yang sangat baik

dan umunya digunakan selama operasi berlangsung dan untuk fase setelah

operasi, sehingga dapat mengurangi jumlah anastesi dan analgesik intravena yang

dibutuhkan untuk kontrol nyeri. Sebagai tambahan, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa teknik anastesi regional dapat mempercepat penyembuhan,

mengurangi lamanya rawat inap maupun rawat ICU, meningkatkan fungsi jantung

dan paru-paru, mengurangi angka infeksi dan respon neuroendokrin, dan

memungkingkan pengembalian fungsi usus yang lebih cepat. 8

Teknik regional bukan hanya memberikan efek analgesia yang sangat baik,

tapi juga karena tidak adanya sedasi sistemik sehingga menjadi lebih mudah untuk

memonitor status mental dari pasien-pasien dengan trauma kapitis. Meskipun

diketahui memiliki banyak manfaat, namun anastesi regional ini masih jarang

digunakan pada pasien trauma, utamanya pada fase akut. 9 Sebuah studi

menunjukkan bahwa di IGD, hingga 36% pasien dengan fraktur panggul akut

tidak mendapatkan analgesik dan bahkan lebih sedikit lagi yang dipertimbangkan

untuk diberikan blok nervus regional. 10,11 Bila dibandingkan dengan pasien bedah

elektif dimana kebutuhan analgesianya diberikan pada masa perioperatif, pasien

trauma pada fase akut membutuhan penilaian dan penanganan nyeri yang terus-

menerus mulai dari saat sebelum rumah sakit atau tempat kejadian, selama

transport ke instalasi gawat darurat, dan selama perawatan di ruang operasi dan

ruang rawat intensif (ICU). Stress dan respon inflamasi setelah trauma bahkan

lebih besar bila dibandingkan dengan pasien yang menjalani operasi elektif. 8

Sebagai tambahan juga, pasien trauma berbeda-beda dalam jumlah dan luasnya

trauma yang dialami dan efek terhadap status mental, respirasi, dan stabilitas

hemodinamik pasien juga bervariasi dan kesemuanya itu dapat diperburuk dengan

pemberian analgesik parenteral. Pengalaman dalam menangani prajurit yang

terluka selama konflik militer baru-baru ini telah mengarahkan pada pendekatan

unik dengan memanfaatkan anastesi regional untuk analgesia lapangan dan

anastesi operasi. 7,12,13 Ahli anastesi memiliki peran penting dalam penanganan

Halaman 3 dari 16

Page 4: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

pasien dan, bersama dengan ahli bedah dan dokter (IGD), memperkenalkan

metode untuk menyediakan penanganan dan transport prajurit yang terluka

dengan aman dan tepat waktu. Pengalaman ini bersama dengan berbagai

penelitian lain, melihat penggunaan awal blok nervus di (IGD) 10,11,14 menjelaskan

manfaat penggunaan anastesi regional dibandingkan dengan cara tradisional

menggunakan regimen opioid intravena pada pasien trauma akut dan selama

transpor.

2. Anastesi regional pada fase awal trauma

Salah satu manfaat penggunaan anastesi regional secara awal adalah

mengurangi penggunaan opioid intravena dalam rangka mengurangi nyeri secara

adekuat. Blok nervus perifer menggunakan anastesi lokal kerja panjang dengan

onset yang cepat dapat mengurangi respon stress terhadap trauma, dan juga

mengurangi insiden efek samping opiod (bergantung dosis) seperti depresi

pernapasan, peningkatan sedasi, kebingungan, pruritus, dan mual. 8 Manfaat

lainnya dapat dilihat pada pasien yang mendapatkan blok nervus perifer pada fase

sebelum rumah sakit yaitu transport yang lebih aman, berkurangnya kebutuhan

untuk mendapatkan pengawasan medis, dan pada kejadian dengan korban massal,

pasien yang stabil, nyaman, dan sadar dapat memungkingkan pengurangan staf. 11

Literatur terbaru dari medan perang mengungkapkan bahwa penggunaan

anastesi regional sebagai intervensi awal dapat meningkatkan keselamatan dan

mengurangi nyeri dan komplikasi akibat trauma. Selain manfaat jangka pendek

dalam mengontrol nyeri, penanganan awal pada trauma ekstremitas juga dapat

memberikan efek jangka panjang di antaranya mengurangi insiden dan tingkat

keparahan nyeri kronik seperti kausalgia dan gangguan stress post trauma. 13

Dalam mewujudkan penggunaan teknik regional untuk kontrol nyeri sebelum

operasi bagi petugas sebelum rumah sakit (pre hospital) atau ruang gawat darurat,

sangat penting juga untuk menilai ketersediaan peralatan dan staf.

Tidak semua teknik regional cocok untuk keadaan pra rumah sakit atau

ruang gawat darurat dan tidak semua petugas terlatih dan berpengalaman dalam

penggunaan teknik regional. Terutama teknik neuraxial seperti kateter epidural

Halaman 4 dari 16

Page 5: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

thorakal, yang umum digunakan pada prosedur di daerah abdomen atau pun frakur

kosta, dapat mengakibatkan komplikasi seperti hipertensi dan trauma medulla

spinalis. Penggunaan teknik sangat bergantung pada keahlian dan model staf di

(IGD).

Di sisi lain, blok ekstremitas biasanya mudah dilakukan meski tanpa

ultrasound ataupun stimulasi nervus, dan risiko hipotensi dan komplikasi lain juga

lebih rendah.

Fraktur kosta dan ekstremitas bawah biasanya ditemukan di (IGD). Pola

trauma ini juga biasanya mudah untuk dilakukan teknik regional. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk membandingkan teknik anastesi regional dengan

pemberian opioid dengan cara yang lebih tradisional di instaasi gawat darurat dan

pada fase-fase awal masuk rumah sakit. Kemungkinan penggunan kateter blok

nervus kontinus untuk penggunaan infus jangka panjang juga telah diteliti.

2.1. Trauma pnggul dan ekstremitas bawah

Buckenmaier dkk mengilustrasikan nilai dari blok nervus perifer untuk

penanganan nyeri jangka panjang dan intervensi bedah berulang pada sebuah

laporan pemasangan kateter nervus sciatika dan pleksus lumbalis pada prajurit

segera setelah mengalami trauma ekstremitas bawah pada medan perang.

Kemampuan unuk memberikan dosis anastesi dan analgesik dari anastesi lokal

yang diberikan via kateter sciatik dan lumbal selama proses evakuasi dan masa

perawatan selama 16 hari tepat pada tempatnya, dapat diandalkan untuk kontrol

nyeri, dan mengurangi risiko mendapatkan opioid dosis tinggi, anastesi general,

dan blok nervus berulang. 12 Meskipun perlu dilakukan amputasi, pasien tidak

mengalami nyeri ekstremitas (phantom limb pain) ataupun sindrom nyeri kronik

lainnya.

Sebelum pengalaman militer yang lebih baru tadi, seorang penulis Eropa

pernah menggambarkan prosedur blok satu nervus yang dilakukan di lapangan

oleh dokter gawat darurat dan ahli anastesi pada tempat kejadian dan selama

transport. Satu suntikan untuk blok nervus femoral yang diberikan di tempat

kejadian pada pasien orang tua yang mengalami nyeri lutut akibat trauma

Halaman 5 dari 16

Page 6: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

memberikan efek analgesia yang baik dan memungkinkan transport. Barker dkk

membandingkan efek pemberian satu suntikan untuk blok nervus femoral dengan

pemberian analgesia intravena berupa metamizole sebelum masuk rumah sakit.

Studi acak ini menunjukkan bahwa blok nervs femoral mengurangi nyeri lebih

awal dan mengurangi respon stress simpatis. Selanjutnya lagi, pada tangan yang

berpengalaman, blok nervus femoral merupakan tenik yang aman dan mudah

dilakukan dan mengurangi keterlambatan transport. 11 Oleh karena keamanan dan

kemudahan dalam mengidentifikasi struktur anatomi di sekitar nervus femoral,

maka beberapa studi telah dilakukan untuk penggunaan blok nervus femoral atau

kompartemen fascia iliaka di (IGD). Kedua tipe blok ini mudah dilakukan dan

efektif dalam menghilangkan nyeri pada kasus fraktur leher femur dan fraktur

panggul.

Nyeri akut akibat fraktur femur digambarkan sangat menyiksa dan

merupakan salah satu fraktur paling nyeri. 15 Penggunaan blok nervus perifer pada

pasien-pasien ini menunjukkan efek analgesia yang lebih cepat dan meningkatnya

kepuasan pasien bila dibandingkan dengan pemberian opioid parenteral dan

intramuskular. 14,16 Mutty dkk menunjukkan bahwa blok nervus femoral dapat

mengurangi nyeri akut akibat fraktur distal femur secara signifikan bila

dibandingkan dengan pemberian opioid intravena. 54 pasien diikutsertakan dalam

studi random. Pasien yang mendapatkan blok nervus femoral rata-rata berkurang

nilai nyerinya sebanyak 3,6 poin bila dibandingkan dengan penanganan

tradisional dengan hidromorfin intrvena. Hasil diamati dalam 5 menit setelah

intervensi. 16 Studi yang sama yang dilakukan oleh Wathen dkk membandingkan

efek blok nervus kompartemen fascia iliaka (FICB) dengan morfin intravena pada

pasien anak-anak yang masuk ke instalasi gawat darurat dengan fraktur femur

akut. Di studi terkontrol ini, 55 pasien diacak untuk mendapatkan FICB atau

monfin IV. Pasien dari grup FICB berkurang intensitas nyerinya pada saat 30

menit dan 6 jam setelah intervensi dan lebih sedikit kejadian depresi respirasi dan

penurunan insiden spasme otot. 14 Selain itu, nilai kepuasan dokter, perawat,

orangtua, dan pasien juga lebih tinggi pada grup FICB.

Halaman 6 dari 16

Page 7: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

Studi-studi ini mengonfirmasi penemuan pada studi-studi lain yang dalam

skala lebih kecil dan laporan-laporan lain mengenai efektivitas blok nervus

femoral. Pada kedua studi, residen ortopedi dan dokter IGD melakukan prosedur

ini berturut-turut setelah mendapat pelatihan dari ahli anastesi. Hasil injeksi

tunggal yang menjanjikan telah menyebabkan banyak studi dilakukan untuk

membandingkan injeksi tunggal dengan pemasangan kateter awal untuk kontrol

nyeri kontinu selama perawatan. Stewart dkk menggambarkan blok nervus

femoral dilakukan oleh dokter IGD, termasuk kateter kontinu pada 40 pasien yang

mengalami fraktur femur.17

Satu keterbatasan dari studi non-blinded ini adalah adanya kemungkinan

terjadi bias subjektif dari pasien dan petugas. Untuk meneliti lebih jauh, Foss dkk

mendesain studi acak double-blind-placebo-controlled untuk membandingkan

efek FICB dengan morfin IM terstandardisasi pada pasien fraktur panggul akut.

Ke 48 pasien menerima injeksi intragluteal dan blok fascia iliaka. Grup FICB

mendapatkan mepivacaine 1 % dan efineprin via FICB dan injeksi saline IM.

Sedangkan grup morfin mendapatkn injeksi morfin 0,1 mg/kg IM dan saline via

FICB. Hasil dari studi ini mengindikasikan bahwa FICB mengurangi nyeri lebih

baik saat istirahat maupun pergerakan dinamis mengangkat kaki 15 derajat.

Sebagai tambahan, FICB yang dilakukan oleh ahli anastesi membutuhkan waktu

rata-rata 4 menit. Tidak ada efek samping yang dilaporkan pada grup FICB,

sedangkan pada grup morfin terdapat tendensi untuk mengalami penurunan

saturasi pada menit 60 dan 180 meskipun telah diberikan oksigen tambahan.

2.2. Trauma ekstremitas atas dan bahu

Blok regional pleksus brakhialis untuk operasi ekstremitas atas baik untuk

mengurangi nyeri sebelum operasi. Pleksus brakhialis dapat diblok dengan

menggunakan beberapa cara, yaitu melalui axial, infraklavikula, dan interskalene.

Utamanya anastesi regional dosis rendah memiliki potensi untuk mengurangi

toksisitas anastesi lokal dan dapat bermanfaat dalam prosedur yang tidak

memakan waktu lama atau intensitas nyeri yang lebih rendah, misalnya prosedur

di IGD. Dalam sebuah studi, O’Donell dkk membandingkan blok axillary dengan

Halaman 7 dari 16

Page 8: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

panduan ultrasound dosis rendah dengan anastesi umum pada pasien yang

menjalani operasi estremitas atas. Bila dibandingkan dengan anastesi umum,

pasien yang menjalani blok axilla merasakan anastesi yang sangat baik, analgesia

yang lebih baik, penurunan konsumsi opiate, waktu perawatan di ruang pemulihan

yang lebih singkat, dan masa perawatan yang lebih singkat. 18

Trauma lain yang sering dijumpai di IGD adalah dislokasi sendi

ekstremitas atas, yaitu disokasi siku dan bahu. Terutama dislokasi bahu kadang

membutuhkan sedasi yang dalam untuk reduksi karena sedasi yang ringan tidak

memungkingkan reduksi karena ketegangan otot ataupun karena masalah nyeri.

Sedasi sedang ataupun dalam mengharuskan pasien untuk berpuasa dan karena itu

dapat membuat pasien menginap lebih lama di IGD. Pada prosedur semacam ini,

blok intarskalen mengurangi nyeri dengan sangat baik dan menyebabkan relaksasi

otot karena bahu diinervasi oleh cabang superior dan media yang dekat dengan

kulit pada area interskalen. Kegagalan yang biasanya terjadi pada blok nervus

interskalene (tidak memberikan anastesi lengkap pada cabang inferior yang

dibentuk oleh nervus C7 dan T1) tidak penting dalam reduksi dislokasi bahu.

Blaivas dkk menggambarkan 42 orang pasien yang mendapat sedasi dengan

etomidate atau blok interskalene dengan panduan ultrasound yang dilakukan oleh

dokter IGD. Lama perawatan (Length of stay LOS) di IGD pada grup sedasi secara

signifikan lebih tinggi (177.3 ± 37,9 menit) dibandingkan grup regional (100.3 ±

28.2 menit). Mean (±SD) waktu petugas untuk pengawasan adalah 47.1 (±9,8)

menit untuk grup sedasi dan 5 (±0,7) menit untuk grup regional. Tidak ada yang

menerima blok interskalene membutuhkan analgesia tambahan atau sedasi pada

saat dilakukan reduksi bahu. 19

2.3. Fraktur kosta

Fraktur kosta biasanya dihubungkan dengan trauma tumpul. Fraktur jenis

ini biasanya dihubungkan dengan intensitas nyeri yang cukup signifikan, dan

pasien yang mengalami fraktur 3 atau lebih kosta memiliki risiko yang lebih

tinggi untuk mengalami komplikasi pulmoner. Nyeri dapat mengganggu ventilasi

dan kemampuan membersihkan sekret, yang nantinya dapat berakibat pada

Halaman 8 dari 16

Page 9: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

atelektasis dan hipoksia. Hampir 1/3 pasien kemudian menderita pneumonia

nosokomial, dan mortalitas dari flail chest dilaporkan mencapai 16%. Oleh

karena itu, tujuan terapi pada pasien-pasien ini mencakup kontrol nyeri, fisioterapi

dada dan mobilisasi. Pedoman penatalaksanaan nyeri pada kasus trauma tumpul

thorax merekomendasikan pemberian analgesia epidural untuk menangani nyeri

kecuali bila ada kontraindikasi. Pemberian anastesi epidural thorakal pada situasi

ini dapat menggandakan kapasitas vital pada pasien yang dapat bernapas spontan,

mengurangi pergerakan paradoksiikal pada daerah yang fraktur, dan menghindari

efek samping opioid narkotik diantaranya somnolen, depresi pernapasan, dan

gejala gastrointestinal. 20 Bulger dkk mendemonstrasikan bahwa penggunaan

analgesik epidural thorakal berhubungan dengan penurunan angka kejadian

pneumonia nosokomial dan lebih singkatnya waktu peggunaan ventilator. Studi

acak ini melibatkan 458 pasien dengan trauma tumpul thoraks. Pasien dengan

lebih dari 3 fraktur, grup analgesik epidural rata-rata memakai ventilator selama

7,6 hari. Sedangkan grup opioid sistemik selama 9,1 hari. Bila dilihat dari masalah

pulmoner, risiko pneumonia pada grup opioid sistemik 6 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan grup epidural. Meskipun terdapat keuntungan-keuntungan

ini, hanya 22% pasien yang ditawarkan analgesik epidural, dengan alasan ekslusi

paling umum adalah infeksi, koagulopati, fraktur spinal, dan instabilitas

hemodinamik. 21 Terapi alternatif selain anastesi epidural thorakal adalah blok

nervus paravertebral, injeksi nervus interkostal, dan kateter interpleural. Dari

pilihan-pilihan ini, blok nervus paravertebral sepertinya adalah yang paling

menjanjikan, meskipun kemanjurannya belum banyak diteliti.

3. Keterbatasan teknik regional

Kekurangan dari analgesik regional adalah kompleksnya prosedur dan

latihan dan pengulangan dibutuhkan untuk dapat mencapai dan mempertahankan

kecakapan dalam menggunakan teknik regional ini. Anastesi regional merupakan

prosedur invasif dengan risiko infeksi, trauma saraf, dan risiko lain seperti trauma

vaskular, pneumothoraks, toksisitas anastesi lokal, infeksi, dan kemungkinan

menutupi suatu sindrom kompartemen pada trauma ekstremitas. Pada beberapa

Halaman 9 dari 16

Page 10: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

pasien dengan trauma ekstremitas yang luas, teknik kateter dapat digunakan,

namun terkadang pasien-pasien ini tetap membutuhkan analgesik sistemik dan

sedasi sehingga menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan teknik regional.

Meskipun terdapat banyak manfaat dari analgesik regional, penggunaan

teknik ini kadang tidak dipertimbangkan atau dianggap tidak cocok dengan

kemungkinan risiko dan efek samping. Namun, yang paling sering adalah akibat

kurangnya latihan ataupun karena kurangnya pengetahuan staf yang menangani

pasien pada fase sebelum rumah sakit mengenai teknik regional ini.

3.1. Sindrom kompartemen

Trauma pada ekstremitas dapat menyebabkan sindrom kompartemen di

mana bengkak dan peningkatan tekanan jaringan pada kompartemen otot dapat

mengurangi sirkulasi yang dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis otot yang

luas. Salah satu gejala sindrom komartemen adalah nyeri yang bertambah. Gejala

nyeri yang bertambah merupakan gejala yang tidak dapat dipercaya, diyakini

bahwa kontrol nyeri setelah operasi utamanya anastesi regional dapat menutupi

gejala ini dan menyebabkan keterlambatan diagnosis. Keterlambatan diagnosis

dan penanganan sindrom kompartemen akibat trauma ortopedi pada tulang

panjang dapat mengakibatkan amputasi, gagal ginjal akibat rhabdomiolisis dan

aritmia. Pasien yang memiliki risiko tinggi di antaranya yang mengalami fraktur

plateau tibia, trauma hancur, dan pelepasan yang lama. 15 Fraktur leher femur dan

fraktur ankle lebih jarang dihubungkan dengan komplikasi ini. Nyeri saat

peregangan pasif dari kompartemen yang terlibat diduga sebagai tanda awal.

Terdapat beberapa laporan keterlambatan diagnosis pada pasien yang menerima

analgesik regional, terutama via jalur subarakhnoid dan epidural, demikian juga

halnya pada pasien yang mengontrol analgesik opioidnya sendiri. Di tahun 2009,

Mar dkk mempublikasikan tinjauan sistemik dimana mereka menganalisa 20

laporan kasus dan 8 serial kasus yang menggambarkan tentang sindrom

kompartemen dan efek analgesik terhadap diagnosis. Mayoritas pasien ini

mendapatkan anastesi epidural (n=23), sedangkan kateter blok nervus perifer

(n=2) dan pasien yang mengontrol analgesik intravenanya sendiri (n=3) lebih

Halaman 10 dari 16

Page 11: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

jarang. Tidak ada studi acak lain atau studi pembanding lain yang ditemukan oleh

peulis. Dalam 8 laporan kasus yang ditinjau oleh penulis, nyeri ada meskipun

telah diberi analgesik setelah operasi, tetapi gejala tidak dirasakan dalam waktu

lama yang menyebabkan keterlambatan diagnosis. Dari analisanya, penulis

menyimpulkan bahwa laporan-laporan itu cenderung lebih fokus melihat efek

analgesia sebagai penyebab ketimbang melihat hubungannya dengan

keterlambatan diagnosis sindrom kompartemen. Dari laporan-laporan itu juga

menunjukkan bahwa semua modalitas analgesik selalu dihubungkan dengan

keterlambatan diagnosis. Terlepas dari jenis analgesia, kecurigaan yang tinggi,

pengawasan yang ketat, dan pengukuran tekanan kompartemen sangat penting

dalam diagnosis sindrom kompartemen yang cepat.

Dari pengalaman militer terbaru tidak ditemukankan adanya kasus sindrom

kompartemen yang tertutupi karena penggunaan analgesik regional. Sebuah studi

serial kasus terhadap sindrom kompartemen pada pasien yang mendapatkan blok

nervus perifer atau anastesi neuraxial menunjukkan adanya gejala peringatan dari

komplikasi ini. 23 Penulis menyimpulkan bahwa nyeri tiba-tiba meski sebelumnya

telah diberikan analgesik yang adekuat dan nyeri pada area yang tidak sesuai

dengan tempat cedera ataupun operasi harus dicurigai dan diawasi ketat akan

kemungkinan sindrom kompartemen. Bentuk pengawasan diantaranya dengan

mengawasi tekanan kompartemen. Temuan yang sama juga diungkapkan oleh

Cometa dkk yang menggambarkan sebuah kasus sindrom kompartemen pada

pasien yang juga menerima anastesi regional kontinus. Nyeri pasien tersebut

berkurang setelah diberikan blok nervus perifer namum kemudian muncul nyeri

hebat pada hari kedua setelah operasi meski telah diberikan terapi blok nervus dan

analgesik opioid oral yang adekuat. Pasien ini kemudian didiagnosis dan diterapi

sebagai sindrom kompartemen. Dari sini, penulis dapat menyimpulkan bahwa

sindrom kompartemen tetap dapat didiagnosis meskipun pasien mendapatkan

anastesi regional yang efektif, dan evaluasi klinis dan kecurigaan yang tinggi

sangat penting dalam mendiagnosis sindrom ini tepat waktu. Selain sangat penting

untuk mengenali risiko sindrom kompartemen pada keadaan seperti ini dan untuk

selanjutnya menangani pasien dengan hati-hati, penting juga untuk berkolaborasi

Halaman 11 dari 16

Page 12: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

dengan ahli ortopedi dalam menentukan cara terbaik untuk memonitor sindrom

kompartemen, tanpa mengabaikan manfaat anastesi regional bagi pasien.

3.2. Cedera saraf dan komplikasi teknik regional

Praktisi yang terlibat dalam penanganan pasien trauma akut harus sadar

akan kemungkinan-kemungkinan komplikasi dan efek samping akibat analgesik

regional. Kejadian yang jarang ini di antaranya infeksi, cedera nervus, dan injeksi

intravaskular.

Cedera saraf perifer merupakan komplikasi anastesi regional yang jarang

terjadi dan Auroy dkk melaporkan 2 kasus cedera saraf dan satu kejang di antara

11.024 prosedur blok pleksus axillary. Di antara 3459 prosedur blok interskalene,

pernah dilaporkan satu kasus cedera saraf permanen. Tidak ada serangan jantung,

kegagalan respirasi, atau kematian yang dilaporkan dari 23.784 pasien yang

menerima prosedur blok nervus regional ekstremitas atas. 25 Studi prospektif pada

257 pasien yang menjalani blok nervus interskalene dan supraklavikula dengan

panduan ultrasound tidak memperihatkan komplikasi neurologis, kecuali 42

pasien yang menerima injeksi intraneural didiagnosis oleh dua ahli anastesi yang

meninjau gambar ultrasound dan video secara offline.26

Toksisitas anastesi lokal merupakan kekhawatiran dalam semua teknik

anastesi regional, terutama bila digunakan anastesi lokal dalam jumlah besar.

Insiden komplikasi ini jarang dan dapat semakin dikurangi menggunakan teknik

anastesi lokal dengan jumlah sedikit. O’Donell dkk dapat menggambarkan

berkurangnya nyeri pada pasien yang menjalani operasi ekstremitas atas dengan

penggunaan anastesi lokal dalam jumlah sedikit yang diberikan melalui blok

pleksus brakhial axillary. 18

Banyak praktisi yang segan untuk melakukan anastesi regional di fase

sebelum rumah sakit karena kekhawatiran akan tingginya infeksi. Meskipun

banyak prosedur steril seperti chest tube, dan pemasangan central line dilakukan

di lapangan, namun banyak yang beranggapan bahwa tidak sebanding untuk

melakukan pemasangan blok nervus perifer dimana risiko infeksinya sangat

tinggi, sementara untuk penanganan nyeri masih dapat dipilih alternatif terapi

Halaman 12 dari 16

Page 13: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

yang lain. Meskipun demikian, peningkatan penggunaan opioid juga memiliki

risiko tersendiri, di antaranya depresi pernapasan, sedasi dalam, dan kebutuhan

akan proteksi jalan napas dan ventilasi selama transport.

Keragu-raguan untuk melakukan anastesi regional sebagai terapi awal

kasus trauma juga dipengaruhi oleh kekhawatiran praktisi akan cedera nervus.

Cedera saraf yang sudah ada merupakan kontraindikasi relative untuk teknik

neuraxial dan blok nervus perifer menurut pedoman ASRA (American Society of

Regional Anesthesia). Penilaian akan luasnya cedera dan kompromi neurovaskular

pada pasien trauma akut kadang-kadang sulit dan menantang akibat perubahan

status mental pasien akibat trauma kapitis, intoksikasi, atau sedasi. Risiko cedera

langsung pada nervus akibat jarum sudah dapat dikurangi dengan menggunakan

ultrasonografi dan teknik-teknik seperti FICB. Bila anastesi lokal dosis tinggi

dapat bersifat toksik bagi nervus, konsentrasi klinis dianggap aman. 8 Implikasi

medikolegal juga harus diperhatikan. Simpatektomi akibat pemasangan blok

nervus perifer dapat meningkatkan aliran darah pada ekstremitas yang teranastesi

dan hal ini dapat terbukti bermanfaat pada kasus adanya gangguan vaskular pada

ekstremitas yang cedera. Pernah dilaporkan blok nervus perifer yang berhasil

dilakukan pada pasien dengan gangguan neurovaskular, risiko dan manfaat harus

selalu dipertimbangkan dengan berbasis pada kasus-kasus yang telah dilaporkan

sebelumnya.

Orebaugh dkk melakukan penelitian retrospektif terhadap komplikasi

anastesi regional. Analisis mencakup 5436 kasus blok perifer non kateter

(interskalene, axillay, femoral, sciatik, dan popliteal). Semua prosedur dilakukan

oleh staf anastesi dengan atau tanpa panduan ultrasound sebagai tambahan

terhadap stimulasi nervus. 3290 prosedur dilakukan dengan stimulasi nervus, tapi

tanpa panduan ultrasound. 2146 prosedur dipandu dengan ultrasound dan

stimulasi nervus. 8 kasus dengan komplikasi yang buruk (5 kejang dan 3 cedera

saraf) ditemukan pada grup yang tanpa panduan ultrasound dan tidak ada

komplikasi buruk pada grup yang mengguakan panduan ultrasound. 27

Di antara kedua grup tidak ada perbedaan jumlah kejadian kejang yang

terjadi pada blok ekstremitas bawah, atau pada frekuensi cedera neurologis.

Halaman 13 dari 16

Page 14: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

Meskipn keamanan blok nervus perifer sudah meningkat dengan adanya

penggunaan panduan ultrasound, potensi risiko toksisitas anastesi lokal sebaiknya

tidak diminimalkan. ASRA dan ASA merekomendasikan pengawasan yang

adekuat menggunakan oksimetri, pengawasan tekanan darah, dan EKG serta

ketersediaan peralatan resusitasi dan obat-obatan sangat penting demi keamanan

pelaksanaan teknik anastesi regional.

3.3. Pasien usia tua

Literature mengenai anastesi regional pada pasien usia tua sangat sedikit,

utamanya di IGD. Beaudoin dkk menggambarkan studi prospektif terhadap 13

pasien dengan usia median 82 tahun yang diberikan blok nervus femoral dengan

panduan ultrasound oleh dokter IGD. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan prosedur adalah 8 menit dan tidak ada komplikasi yang dilaporkan.

Terdapat penurunan 44% skor nyeri pada menit ke 15 dan 67% pada menit ke 30

setelah blok nervus. Penulis menyimpulkan bahwa blok nervs femoral dengan

panduan ultrasound dapat dilakukan di IGD dan hasilnya berupa berkurangnya

intensitas nyeri. 28

3.4. Koagulopati dan anti koagulasi

Anti koagulasi setelah operasi adalah terapi standar dan beberapa pasien

bahkan mendapatkan anti koagulasi atau trombolitik sebelum operasi. Hal ini

meningkatkan risiko perdarahan saat prosedur anastesi regional atau saat

pelepasan kateter pada fase setelah operasi. Bicker dkk menggambarkan adanya

ekimosis setelah pelepasan kateter blok nervus femoral dan sciatik pada tiga

pasien yang mendapatkan enoxaparin, sebuah heparin berberat molekul rendah. 29

Konferensi konsensus ASRA ke 3 untuk anastesi regional dan anti

koagulasi merekomendasikan penggunaan pedoman yang sama untuk anastesia

regional perifer seperti yang digunakan pada prosedur regional neuraxial. 30

Tinjauan pada semua kasus perdarahan atau memar setelah teknik pleksus

atau perifer yang terlihat pada semua pasien dengan neurodefisit, mengalami

penyembuhan neurologik lengkap dalam 6 sampai 12 bulan. Perdarahan pada

Halaman 14 dari 16

Page 15: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

pasien yang menerima terapi anti koagulasi yang juga mendapat anastesi regional

dapat mengakibatkan penurunan hematokrit, tapi tidak menyebabkan iskemia

neural yang ireversible.

Untuk mengurangi risiko komplikasi pada pasien yang mendapat terapi

anti koagulasi, sangat penting untuk menjalin komunikasi yang efektif antara

dokter yang merawat dan mengkordinasikan prosedur blok nervus dan pelepasan

kateter blok nervus perifer dengan jadwal dosis antikoagulasi dengan menghindari

pelaksanaan prosedur pada masa puncak dosis antikoagulasi.

3.5. Ketersediaan petugas berpengalaman

IGD merupakan tempat di mana anastesi regional dapat dengan mudah dan

aman dilakukan akan tetapi teknik ini jarang digunakan karena kebanyakan dokter

IGD saat ini, tidak familiar dengan teknik anastesi regional bila diandingkan

dengan anastesi infiltrasi atau blok nervus perifer yang lebih kecil. Pemasangan

kateter kontinus untuk blok nervus perifer, blok pleksus, atau anastesi epidural

saat ini masih di luar jangkauan kebanyakan dokter IGD.

Beberapa petugas medis dan paramedis di fase sebelum rumh sakit

memiliki tingkat pelatihan dan pengalaman yang cukup untuk melakukan

tindakan ini dan boleh tidaknya petugas yang bukan dokter melakukan prosedur

ini masih menjadi kontroversi saat ini. Praktisi yang kurang ahli dalam anastesi

regional dapat menyebabkan penggunaan waktu yang terlalu banyak dalam

pelaksanaan prosedur ini yang dapat menyebabkan keterlambatan penanganan

untuk cedera lain yang lebih serius. Kebutuhan untuk meminta konsul dari praktisi

lain, misalnya ahli anastesi, untuk melakukan proedur ini juga dapat

memperlambat penanganan. Selain menambah pelatihan bagi dokter IGD,

keberadaan ahli anastesi di IGD mungkin dapat memecahkan masalah ini.

4. Kesimpulan

Terdapat laporan anekdot mengenai teknik anastesi regional yang berhasil

digunakan oleh dokter gawat darurat Eropa di lapangan. Di Eropa, dimana dokter

dan ahli anastesi biasanya dipekerjakan dalam sistem penanganan kasus gawat

Halaman 15 dari 16

Page 16: Anastesi Regional Pada Penanganan Trauma

darurat dan diikutsertakan ke tempat kejadian, dokter-dokter tersebut sering

menggunakan kemampuan dan pengalamannya menggunakan teknik regional

dalam penanganan kasus trauma akut. Sebagai tambahan juga, pengalaman militer

yang terbaru menunjukkan hasil yang menjanjikan dari penggunaan anastesi

regional lebih awal, utamanya teknik kateter kontinu, setelah trauma dan selama

transpor. Tampaknya, pengalaman ini akan ditransfer ke sektor masyarakat sipil

dalam beberapa tahun ke depan, termasuk keteter kontinu untuk analgesik jangka

panjang. Sangat penting bagi ahli anastesi untuk menjadi yang pertama

mengadaptasi teknik ini di luar dari lingkungan kamar operasi dan

memperkenalkannya di IGD dan penanganan pra rumah sakit

Halaman 16 dari 16