(ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA RĀWĪ KARYA...
Transcript of (ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA RĀWĪ KARYA...
-
QURRAH A‘YUN DALAM AL-QUR‘AN
(ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA‘RĀWĪ KARYA
MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA‘RĀWĪ)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Izzah Umniyyati
NIM 11150340000153
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‘AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1442 H
-
i
QURRAH A‘YUN DALAM AL-QUR‘AN
(ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA‘RĀWĪ KARYA
MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA‘RĀWĪ)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Izzah Umniyyati
NIM 11150340000153
Pembimbing
Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
19820221 200901 1024
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‘AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1442 H
-
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Qurrah A’yun dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap
Tafsir Al-Sya’rawi Karya Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi) telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 10 Maret 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) pada program
studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Ciputat, 10 Maret 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Eva Nugraha, M. Ag Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH
NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Penguji I Penguji II
Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A Hasanuddin Sinaga, M.A
NIP. 19550725 200012 2001 NIP. 19701115 199703 1 002
Pembimbing
Dr. Hasani Ahmad Said, M.A
NIP. 19820221 200901 1024
-
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Izzah Umniyyati
NIM : 11150340000153
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul QURRAH
A′YUN DALAM AL-QUR′AN (ANALISIS TERHADAP TAFSIR AL-
SYA′RĀWĪ KARYA MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-
SYA’RĀWĪ) adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan
tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam
penyusunan karya ini telah cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan
peundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian besar atau
keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Tangerang, 21 Januari 2020
Izzah Umniyyati
-
iv
ABSTRAK
Izzah Umniyyati
Qurrah A′yun dalam Al-Qur′an (Analisis Terhadap Tafsir
Al-Sya′rāwī Karya Muḥammad Mutawallī Al-Sya’rāwī)
Penelitian ini mengkaji beberapa makna dari kata taqarra aynuhā dan
qarriy aynā yang sama-sama berasal dari kata qurrah a′yun. Dalam Qs. Al-
Qaṣaṣ ayat 9 dan Al-Furqān ayat 74 kata qurrah a’yun tertuju pada keluarga
yaitu berbicara tentang pasangan dan anak keturunan. Sedangkan pada Qs.
Al-Sajdah ayat 17 kata qurrah a′yun tidak lagi berbicara tentang pasangan
dan keturunan, dalam kajian terdahulu sebuah Jurnal Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir Vol.03, No.2, (2 Oktober 2018) karya Ipah Hatipah dkk yang
berjudul “Anak sebagai Qurratu A’yun dalam Prespektif al-Qur’an” belum
secara menyeluruh mengkaji tentang qurrah a’yun dalam al-Qur’an,
kemudian penelitian tersebut juga tidak menggunakan penafsiran al-
Sya’rāwῑ. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, bagaimana penafsiran
al-Sya’rāwῑ tentang qurrah a’yun dalam al-Qur’an?
Penelitian ini menggunakan deskriptif-analisis. Dengan tujuan agar
penelitian ini mendapatkan pemahaman secara utuh mengenai qurrah a’yun
dalam al-Qur’an. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
utama, yaitu ayat-ayat tentang qurrah a’yun dan term tersebut derivasinya
berasal dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras Lialfazhi al-Qur’an al-Karim.
Kemudian data-data tersebut akan dianalisis menggunakan penafsiran al-
Sya’rāwῑ yang berfokus pada corak adabi ijtima’i.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan tiga
klasifikasi yang berasal dari kata qurrah a′yun ; qurrah a′yun sebagai anak
yang menurut al-Sya′rāwī anak bisa dikatakan sebagai qurrah a′yun adalah
anak yang menjadi penyenang hati bagi orangtua nya dan perjalanan
hidupnya dilalui sesuai dengan manhaj Allah. Kemudian qurrah a′yun
sebagai pasangan menurut al-Sya’rāwī dalam kitab tafsirnya adalah
pasangan yang membahagiakan suaminya ketika di pandang, pandai
menjaga diri dan harta suami. Yang terakhir adalah qurrah a′yun sebagai
kenikmatan di surga yang terdapat pada Qs. Al-Sajdah ayat 17, dalam hal
ini menurut al-Sya’rāwī, qurrah a’yun Allah berikan sebagai hadiah dan
cinderamata yaitu surga dan gambaran kesempurnaan di dalamnya untuk
orang-orang yang taat beribadah kepada Allah.
Kata Kunci : Qurrah a′yun, Taqarra Aynuha, Qarriy Ayna, Al-
Sya′rāwī
-
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan
izin dan rahmat sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian skripsi pada
program Ilmu al-Qur′an dan Tafsir yang berjudul “Qurrah A′yun dalam Al-
Qur′an (Analisis Terhadap Tafsīr Al-Sya′rāwī Karya Muḥammad Mutawallī
Al-Sya′Rāwī)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam memperoleh gelar akademik Sarjana Agama (S. Ag).
Pada bagian ini penulis ingin berterimakasih banyak kepada semua
pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penelitian skripsi ini
hingga selesai.
Pihak pertama terimakasih banyak kepada civitas akademik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj.
Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, M.A, selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A selaku
Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Selanjutnya kepada Bapak Dr. Eva Nugraha M.A, selaku Ketua
Program Studi Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi Lc,
MIRKH selaku sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir. Dosen
pembimbing skripsi penulis, Bapak Dr. Hasani Ahmad Said M.A yang
senantiasa meluangkan waktu, memberikan arahan, dukungan serta
semangat kepada penulis agar cepat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Semoga kebahagiaan dan keberkahan selalu menyertai beliau, āmīn. Dosen
penasihat akademik penulis, Bapak Dr. H. Masykur Hakim M. Ag yang
senantiasa memberikan arahan kepada penulis. Tak lupa pula penulis
ucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar
M.A. yang telah menjadi teman diskusi penulis tanpa bosan, semoga
kebahagiaan dan keberkahan selalu menyertai kehidupan beliau. āmῑn.
-
vi
Terimakasih juga kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri atas ilmu dan pelajaran hidup yang telah diberikan kepada
penulis.
Terimakasih tak terhingga teruntuk kedua orangtua penulis, Bapak H.
Ahmad Subki S. Pdi dan Ibu Hj. Mintihamah yang senantiasa menjadi
tempat keluh kesah, motivator ulung untuk penulis yang tak pernah lelah
berdoa dan selalu sabar menanti penulis menyelesaikan penelitian skripsi
ini. Semoga keberkahan, kebahagiaan, perlindungan serta cinta kasih Allah
selalu menyertai kalian berdua, āmīn. Kedua adik penulis Ahmad Wafi
Mamduh dan Muhammad Hanif Farhan, terimakasih karena selalu
mendukung dan menghibur kakak.
Terimakasih kepada guru-guru penulis, pamanda Ustad. Muhammad
Khudori Syarwani Lc, Ustazah. Rumsiyah Asnawi semoga Allah berikan
tempat terbaik untuk beliau di sisi-Nya, āmīn. ustazah. Citra Ningsih,
ayahanda H. Anshori. Terimakasih untuk bekal yang telah diberikan
sehingga penulis bisa sampai pada titik ini.
Terimakasih kepada petugas Perpustakaan Umum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, petugas Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin, petugas Perpustakaan Islam Iman Jama‘, juga PSQ.
Terimakasih karena berkat referensi yang ada di dalam perpustakaan
penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.
Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2015
Jurusan Ilmu al-Qur‘an dan Tafsir terkhusus untuk Ahidatun Nikma, Diah
Hasanah, Hilmi Mutmainnah, Nunuk Rima Aini, Isnaeni Raedah, Siti
Jaronah, Siti Aisyah, Muhlis Syaroh. Terimakasih untuk ketersediaannya
membantu penulis, menjadi tempat keluh kesah sekaligus penghibur.
Teman tidur satu atap PONDOKAN ASSALAM, Sundari Aryanti dan Popi
Sugiarti. Juga terimakasih kepada teman seperjuangan dari awal menempuh
-
vii
perjuangan masuk ke Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fitria Damayanti, Wihdatul Ummah, M. Fakhri Sirojuddin, Abdul Rifqi.
Teman bertumbuh sedari kecil Madada Nur Kholida S.E, Ismawati S.Pd,
Dwi Vina Fauziah S.Kom.
Terimakasih juga untuk semua orang yang tak pernah bosan
menanyakan kapan tugas akhir ini selesai, terimakasih untuk kalian yang
telah meberikan semangat dan perhatian yang tak terhingga untuk penulis,
mohon maaf penulis tidak bisa menyebutkannya satu-persatu.
Demikian, penulis memohon kepada Allah Swt semoga kita semua di
tetapkan ketaqwaan dalam iman dan islam. Semoga tulisan ini membawa
manfaat untuk pembaca dan terkhusus untuk penulis sendiri.
Jakarta, Januari 2020
Izzah Umniyyati
-
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543
b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Keterangan
alif tidak dilambangkan ا
ba’ b Be ب ta’ t Te ت (sa’ ṡ es (dengan titik di atas ث jim j Je ج (ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح kha’ kh ka dan ha خ dal d De د (zal ż zet (dengan titik di atas ذ ra’ r Er ر zai z Zet ز sin s Es س syin sy es dan ye ش (sad ṣ es (dengan titik di bawah ص (dad ḍ de (dengan titik di bawah ض
(ta’ ṭ te (dengan titik di bawah ط
(za’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ
ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع
gain g Ge غ
fa f Ef ف
qaf q Qi ق
kaf k Ka ك
lam l El ل
mim m Em م
nun n En ن
wawu w We و
ha’ h Ha ه
hamzah ’ Apostrof ء
ya y Ye ي
-
ix
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis muta‘aqqidin متعقدين Ditulis ‘iddah عدة
C. Ta’ Marbutah
1. Bila dimatikan ditulis h
ditulis hibbah هبة ditulis jizyah جزية
(Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang
sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat,
dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu
terpisah, maka ditulis dengan h.
ditulis karāmah al-auliyā كرامة األولياء
2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah, ditulis t
ditulis zakātul fitri زكاة الفطر
D. Vokal Pendek
kasrah ditulis i
___̷__ fathah ditulis a
ḍammah ditulis u __ۥ___
E. Vokal Panjang
fathah + alif ditulis ā
ditulis jāhiliyah جا هليةfathah + ya’ mati ditulis ā
ditulis yas` ā يسعى
kasrah + ya’ mati ditulis ī
ditulis karīm كريم
ḍammah + wawu mati ditulis ū
-
x
F. Vokal Rangkap
fathah + ya’ mati ditulis ai
ditulis bainakum بينكمfathah + wawu mati ditulis au
ditulis qaulun قول
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan
dengan Apostrof
ditulis a’antum أأنتم ditulis u‘iddat أعد ت
ditulis la’in syakartum لئن شكرتم
H. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti huruf Qamariyyah
ditulis al-Qur’ān القرأن ditulis al-qiyās القياس
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-
nya
’ditulis as-samā السماء ditulis asy-syams الشمس
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya
ditulis żawī al-furūd ذوي الفوض ditulis ahl as-sunnah أهل السنة
-
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................... ... i
LEMBAR PENGESAHAN PANTIA UJIAN .................................. ... ii
SURAT PERNYATAAN ………….…………………………………. iii
ABSTRAK .......................................................................................... ... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................... ... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................... .. viii
DAFTAR ISI ...................................................................................... ... xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………...……. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Permasalahan ............................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .......................................................... 7
E. Metode Penelitian ........................................................ 12
F. Langkah-langkah Penelitian ......................................... 14
G. Sistematika Penulisan .................................................. 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG QURRAH A’YUN
A. Pemaknaan Qurrah A’yun ............................................ 16
B. Karakteristik Qurrah A’yun ......................................... 17
C. Ayat-ayat al-Quran tentang Qurrah A’yun .................. 24
BAB III MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA′RĀWĪ DAN
TAFSIRNYA
A. Biografi Muḥammad Mutawallī Al-Sya′rāwī .............. 29
B. Karya-karya Muḥammad Mutawallī Al-Sya′rāwī ....... 32
C. Karakteristik Muḥammad Mutawallī Al-Sya′rāwī ...... 34
-
xii
BAB IV TINJAUAN AL-SYA′RĀWĪ TENTANG QURRAH A’YUN
DALAM AL-QURAN
A. Qurrah A’yun Sebagai Anak ........................................ 40
B. Qurrah A’yun Sebagai Pasangan ................................. 53
C. Qurran A’yun Sebagai Kenikmatan di Surga .............. 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................. 66
B. Saran dan Kritik ........................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 68
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Tabel Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Term Qurrah A’yun ..… 25
Tabel 3.1 : Tabel Sistematika Penulisan Kitab Tafsir al-Sya’rāwῑ .……. 41
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan kelompok kecil dalam masyarakat.1 Secara
etimologi keluarga berarti baju besi yang kuat yang dapat melindungi
manusia dan menjadi penguat saat dibutuhkan. Adapun secara terminologis,
keluarga berarti sekelompok orang yang pertama berinteraksi dengan bayi
dan bersama merekalah pada tahun-tahun pertama pembentukan hidup dan
usianya. Bayi itu tumbuh dan berkembang mengikuti kebiasaan dan tingkah
laku orang tuanya dan orang-orang disekitarnya. Bayi tunduk mengikuti
bentuk pendidikan dan pertumbuhan pada tahun-tahun pertama.2
Keluarga dalam Islam merupakan rumah tangga yang dibangun dari
suatu pernikahan antara seorang pria dan wanita yang dilaksanakan sesuai
syariat agama Islam yang memenuhi syarat pernikahan dan rukun nikah
yang ada. Dalam keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Jika salah satu tidak ada maka akan terjadi ketidak sempurnaan.
Karena anggota dari keluarga mempunyai peranannya masing-masing
untuk mewujudkan fungsi keluarga itu sendiri. Fungsi utama keluarga yaitu
menjaga fitrah anak yang lurus dan suci. Meluruskan fitrahnya dan
membangkitkan serta mengembangkan bakat serta kemampuan positifnya.3
1 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun
dalam prespektif al-Qur’an”, Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol.03, No.2, (2 Oktober
2018): 2. 2 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedia Pendidikan Anak Muslim (Kairo: Fikr
Rabbani Group, 2006), 72. 3 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun
dalam prespektif al-Qur’an”, 2.
-
2
Menurut Reiss “keluarga adalah suatu kelompok kecil yang
terstruktur dalam pertalian keluarga dan memiliki fungsi utama berupa
sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru”.4
Dapat disimpulkan bahwa fungsi keluarga adalah pemeliharaan
terhadap generasi baru. Oleh karena itu keberadaan anak menjadi bukti fisik
untuk mewujudkan fungsi keluarga dalam pemeliharaan terhadap generasi
baru. Salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan, yaitu
anak yang shalih dan shalihah. Meskipun mendapatkan keturunan bukan
tujuan utama dari pernikahan, karena tujuan utama dari pernikahan adalah
beribadah kepada Allah Swt, kemudian “litaskunū ilaihā”, yaitu sakinah,
ketenangan, keramahan, saling cinta, dan kasih sayang. Supaya suami
tenang dan tentram, kewajiban istri berusaha menenangkan dan
menentramkan suami.5
Anak merupakan anugerah bagi kedua orang tuanya, tanpa kehadiran
anak rumah tangga akan terasa hampa. Tidak ada penerus untuk generasi
yang akan datang, padalah bangsa ini membutuhkan generasi penerus yang
diharapkan bisa memajukan bangsa yang beradab. Semua orang tua
menginginkan anak yang baik, yang bisa menjadi penolong di akhirat kelak.
Namun nyatanya banyak anak yang tidak sesuai dengan keinginan orang
tuanya, meskipun orang tua telah memberikan pendidikan yang terbaik.
Terdapat tiga kali redaksi kata qurrah a′yun dalam tiga surah yang
berbeda6, yaitu dalam surat al-Furqān [25] : 74, surat al-Qaṣaṣ [28] : 9, dan
surat al-Sajdah [32] : 17. Selain itu ada kata yang sejenis dengan qurrah
a’yun yaitu kata taqarra aynuhā yang terdapat pada surat al-Qaṣaṣ [28] :
4 Sri Lestari, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014),
4. 5 H. Abdul Aziz Salim Basyari, Anakku Inilah Nasihatku : Shalat dan Pernikahan
(Depo : Gema Insani, 2010), 353. 6 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun
dalam prespektif al-Qur’an”, 144.
-
3
13, dan pada surat Ṭāhā [20] : 40. Kemudian kata qarriy aynā yang terdapat
pada surat Maryam [19] : 26 .
Makna qurrah a’yun menurut Hamka “adalah anak kecil
sebagai obat jerih, buah mata dan biji mata”.7 Menurut Sayyid Quṭb dalam kitab Tafsir Fi-Zilālil Qur′ān surah al-Qaṣaṣ ayat 9, “qurrah a′yun diartikan sebagai penyejuk hati. Dimana kehadiran seorang
anak menjadi penyejuk hati, pelipur lara dan kebahagiaan bagi orang
tua. Semua kekhawatiran, kemurkaan dan kemarahan seseorang akan
sirna dengan adanya kehadiran seorang anak”.8
Qurrah a′yun di luar makna kenikmatan pada anak dan pasangan yang
taat, juga dimaknai sebagai kenikmatan di surga. Sesuai dengan firman
Allah SWT dalam surat al-Sajdah ayat 17 :
اُنْواًَۢ ِبَما ك ْعُين ٍۚ َجَزاۤء
َِة ا ْن ُقرَّ ُهْم م ِ
َْخِفَي ل
ُآ ا ُم َنْفٌس مَّ
َا َتْعل
َْوَن َفل
ُ ١٧ َيْعَمل
“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti,
yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang
mereka kerjakan.”
Hal ini sangat berbeda dari makna sebelumnya. Karena dari dua surat
yang terdapat term qurrah a′yun di dalamnya yaitu surat al-Qaṣaṣ ayat 9
dan surat al-Furqān ayat 74, objek yang tuju adalah keluarga yaitu
keturunan dan pasangan, sedangkan pada surat al-Sajdah ayat 17 qurrah
a′yun yang dimaksud adalah kenikmatan yang akan Allah Swt berikan
diakhirat untuk orang yang telah melakukan kebaikan dan amal saleh ketika
hidup didunia. Kenikmatan tersebut dapat dikatakan surga.
Qurrah a′yun dalam surat al-Sajdah ayat 17 menurut Buya
Hamka maknanya adalah “cendera mata yang berarti hadiah, kejutan
dan imbalan yang membahagiakan dari Allah Swt”.9 Ayat ini adalah
untuk orang-orang yang telah menyempurnakan imannya itu dengan
7 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 54. 8 Sayyid Quṭb, Tafsir Fi Zilālil Qur’ān (Beirut: Dār al-Syurūq, 1992), 30. 9 Hamka, Tafsir al-Azhar, 172-173.
-
4
ibadah, memperdalam rasa cinta kepada kepada Allah Swt, diantara
makna yang sama menurut Sayyid Quṭb dalam tafsir Fi Zilālil Qur′ān pada surat al-Sajdah ayat 17 adalah “rahmat Allah SWT yang sangat
menakjubkan yang telah Allah SWT siapkan untuk orang yang
mendekatkan diri kepada-Nya selama hidup di dunia. Suatu ungkapan
yang menakjubkan tentang keluasan rahmat Allah Swt bagi orang-
orang yang demikian”.10
Dari istilah-istilah yang menerangkan tentang penyejuk hati tersebut,
ada beberapa istilah yang menarik perhatian penulis yakni term tentang
qurrah a′yun. Ada beberapa alasan mengapa qurrah a′yun menjadi menarik
untuk dibahas. Pertama, qurrah a′yun tidak hanya dimaknai sebagai
keturunan dan pasangan tetapi juga dimaknai sebagai kenikmatan di surga
yang Allah berikan kepada hamba-Nya sebagai imbalan atas perbuatan baik
yang dilakukan di dunia. Kedua, ada term lain yang sejenis dengan qurrah
a′yun yang menarik untuk diteliti yaitu term taqarra aynuhā, dan qarriy
aynā. Hal lain yang menarik perhatian penulis selain term-term yang
dijelaskan di atas, adalah penelitian tentang qurrah a′yun ini belum banyak
ditemukan. Itu sebabnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi jendela
pembuka untuk melanjutkan penelitian dari berbagai prespektif yang lain.
Adapun alasan penulis memilih kitab tafsir al-Sya′rāwī yaitu :
Pertama : Muhammad Mutawallī al-Sya′rāwī dalam tafsirnya dengan
nama kitab tafsir al-Sya′rāwī bercorak sastra budaya kemasyarakatan atau
Adabi ijtimā′ī, yaitu suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat
al-Qur′an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat.
Kedua : Muhammad Mutawallī al-Sya′rāwī dalam kitab tafsirnya juga
lebih banyak menjelaskan dari segi tinjauan bahasa, akar kata, sharaf dan
nahwu. Sehingga dinilai mempunyai kesesuaian dengan penelitian yang
penulis akan lakukan.
10 Sayyid Quṭb, Tafsir Fi Zilālil Qur’ān, 202.
-
5
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di
atas, maka penulis memberikan identifikasi masalah yang akan
dijadikan bahan penelitian sebagai berikut :
a. Tinjauan umum tentang qurrah a′yun. Masyarakat pada
umumnya sudah terbiasa menggunakan kata qurrah a’yun
namun kebanyakan masyarakat hanya menyandingkannya
dengan anak keturunan. Kemudian dari sini muncul pertanyaan,
apakah term qurrah a’yun hanya memberikan penjelasan
tentang anak keturunan?
b. Ayat-ayat al-Qur’an tentang qurrah a′yun belum banyak dikaji
maka dari itu perlu dikaji lebih dalam dari segi penafsiran al-
Qur’an.
c. Jika qurrah a’yun diartikan sebagai penyejuk hati untuk anak
dan pasangan, maka bagaimanakah karakteristik untuk menjadi
anak dan pasangan yang bisa masuk ke dalam kategori penyejuk
hati?
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna
dan mendalam, maka penulis memandang permasalahan penelitian
yang diangkat harus dibatasi. Penulis membatasi penelitian ini
hanya berkaitan dengan penafsiran al-Sya′rāwī terhadap frase
qurrah a′yun dalam al-Qur′an. Dan frase ini dalam al-Qur′an
terulang sebanyak 3 kali yang tersebut pada 3 surat dan 3 ayat.
-
6
Adapun ayat-ayat tersebut adalah Qs. al-Furqān [25] : 74, Qs. al-
Qaṣaṣ [28] : 9 dan 13, al-Sajdah [32] : 17.11
Kajian ini tidak hanya difokuskan pada penyebutan qurrah
a′yun saja, akan tetapi ada juga pada penyebutan yang lainnya.
Dimana selain qurrah a′yun, frase ini juga disebutkan dengan
taqarra aynuhā, qarrī aynā.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas,
maka pokok permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut : Bagaimanakah penafsiran al-Sya’rāwī terhadap
frase qurrah a′yun dalam al-Qur′an?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian dengan judul qurrah a′yun
dalam al-Qur′an : Analisis Terhadap Tafsīr al-Sya′rāwī karya al-Sya′rāwī
ini adalah untuk mengetahui makna qurrah a′yun dalam al-Qur′an menurut
penafsiran Muḥammad Mutawallī al-Sya′rāwī, serta kontekstualisasi
makna qurrah a′yun terhadap anak, pasangan dan imbalan kenikmatan di
surga.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan tambahan wawasan mengenai tokoh Islam yaitu
Mutawalli al-Sya’rāwῑ dengan kitab tafsirnya yang bercorak
adabi ijtimā’i.
11 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun
dalam prespektif al-Qur’an”, 144.
-
7
b. Memberikan pengetahuan tambahan tentang qurrah a’yun
menurut pandangan al-Sya’rāwῑ.
c. Membantu masyarakat awam untuk mengetahui apa saja yang
termasuk ke dalam kategori qurrah a’yun dalam al-Qur’an.
2. Manfaat Praktis
a. Karya ilmiah ini berguna untuk mahasiswa yang hendak
menambah keilmuannya dan mejadikan penelitian ini sebagai
referensi untuk mengajar di masing-masing fokus pengajaran,
penelitian ini mempunyai sedikit pemahaman tentang qurrah
a’yun menurut pandangan al-Sya’rāwῑ.
b. Sebagai karya ilmiah, tulisan ini diharapkan menambah
wawasan pengetahuan di bidang pendidikan al-Qur′an dan
Tafsir khususnya yang berkaitan dengan konsep qurrah a′yun
di dalam al-Qur′an. Sehingga mahasiswa dan kaula muda dapat
mengimplementasikannya dalam mendidik anak dan pasangan
pada kehidupan berumah tangga.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian-kajian tentang anak sebagai qurrah a′yun sudah banyak
dilakukan oleh sarjanawan muslim. Berbagai aspek pembahasan tentang
qurrah a′yun telah banyak dilakukan. Dari mulai pendekatan tematik, ciri-
ciri qurrah a′yun, serta pendidikan karakter dan pendidikan akhlak dalam
al-Qur′an tentang anak sebagai qurrah a′yun merupakan topik-topik yang
digunakan peneliti terdahulu. Seperti kajian yang dilakukan oleh Ipah
Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokhim dalam Jurnal Ilmu al-Qur′an dan
Tafsir yang berjudul Anak Sebagai Qurrah A’yun Prespektif al-Quran.12
Fokus kajian jurnal STAI Al-Hidayah ini adalah tentang hakikat dari qurrah
12 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun
dalam prespektif al-Qur’an”, Jurnal Ilmu alQuran dan Tafsir, Vol.03, No.2, 2 Oktober
2018.
-
8
a′yun berdasarkan ayat-ayat al-Quran, serta penjelasan para ulama
mengenai hakikat dari qurrah a′yun. Kajian ini menggunakan metode
tematik dengan cara menghimpun ayat-ayat dengan mengacu pada tema
tertentu, dalam metode ini ayat-ayat al-Qur′an yang mempunyai maksud
yang sama kemudian dihimpun dan diberi keterangan dan penjelasan.
Selanjutnya kajian yang dilakukan Abdul Adzim Irsad dalam
artikelnya yang berjudul Anak Qurrah A’yun.13 Kajiannya ini didasari atas
keinginan orang tua yang ingin mempunyai anak sebagai qurratu a’yun,
artikel ini juga menjelaskan sedikit cara agar orang tua bisa mewujudkan
cita-citanya mempunyai anak yang menjadi penyejuk mata dan jiwa,
misalnya dengan memberikan makan dan minum dari proses yang halal dan
baik.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ilham Paehoh-Ele dengan
judul Ciri-ciri Anak Saleh dalam al-Quran.14 Cangkupan pembahasan
dalam penelitian ini cukup luas dengan menampilan penafsiran-penafsiran
bagaimana menjadi orang tua yang baik, seta bagaimana cara mewujudkan
anak-anak yang saleh. Penelitian ini menggunakan metode maudhu’i,
dalam metode ini semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji
secara mendalam dan tuntas dari semua aspek yang berkaitan. Kemudian
dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, anak saleh
berarti anak yang berpribadi baik dalam menjalin hubungan dengan
Allah swt dan baik pula dalam berhubungan dengan sesama makhluk
ciptaannya.
13 Lihat Abdul Adzim Irsad, “Anak Qurratu A’yun”, Artikel Kompasiana.Com,
12 Desember 2015. 14 Ilham Paehoh-Ele, “Ciri-ciri Anak Saleh Dalam al-Quran”, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry, 2016).
-
9
Kajian selanjutnya dilakukan oleh Abu Hudzaifah, dalam artikelnya
yang berjudul Agar Istri dan Anak Kita menjadi Qurroh A’yun.15 Kajian ini
menjelaskan dua makna tentang qurrah a’yun, yang pertama bermakna
ketenangan. Artinya istri atau anak yang memiliki sifat qurrah a’yun berarti
memberikan ketenangan dan keteguhan. Kedua, bermakna dingin atau sejuk
yang berarti sebagai pendingin pandangan mata/hati. Artikel ini juga
membahas tentang bagaimana cara mendidik istri dan anak agar menjadi
qurrah a’yun, yaitu dengan cara memenuhi hak-hak mereka dan
memberikan pendidikan Islami.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Adeksi Pranoto dalam Skripsi
yang berjudul Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam al-Quran Surah
al-Furqān ayat 63-77.16 Panelitian ini dilatar belakangi oleh realitas
kehidupan kekinian, manusia sudah banyak yang keluar dari ajaran al-
Quran banyak akhlak manusia yang jauh dari akhlak yang digambarkan
dalam al-Quran. Penelitian ini menjelaskan tentang beberapa pendidikan
akhlak yang ada dalam Alquran, diantarnya akhlak kepada Allah Swt,
akhlak kepada sesama manusia, akhlak kepada diri sendiri maupun akhlak
kepada lingkungan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library
research dengan metode mauḍu’i.
Selain itu, kajian-kajian tentang tokoh Mutawallī al-Sya’rāwī pun
telah banyak dilakukan oleh pata sarjanawan. Namun kajian yang berkaitan
dengan penelitian yang akan penulis kaji adalah penelitian yang dilakukan
oleh Yovik Iryana dalam skripsinya, Perlindungan Anak dalam Tafsir al-
15 Lihat Abu Hudzaifah, “Agar Istri dan Anak Kita Jadi Qurrata A’yun”, Artikel
Hidayatullah.com, 7 Juni 2012. 16 Adeksi Pranoto, “Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam al-Quran Surah
al-Furqān Ayat 63-77”, (Skripsi S1, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Imam Bonjol
Padang, 2018).
-
10
Sya’rāwī (Studi Analisis Atas Perlindungan Anak).17 Pembahasannya
berkisar pada kajian tematik tentang hak atas perlindungan anak menurut
Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī, penelitian ini juga menjelaskan bahwa
perlindungan anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu :
perlindungan fisik dan perlindungan psikis. Perlindungan fisik dijelaskan
pada QS. Al-Isrā [17]: 31 kemudian perlindungan psikis dijelaskan pada
QS. Ṭāhā [20]: 132.
Kajian selanjutnya tentang Syeikh Mutawallī al-Sya’rāwī dilakukan
oleh Nur Istikomah dalam skripsinya yang berjudul, Taskhīr dalam
Penafsiran Mutawallī al-Sya’rāwī.18 Penelitian ini menjelaskan taskhīr
(penundukkan) yang berkaitan dengan keseimbangan hidup alam semesta.
Adanya taskhir menunjukkan bahwa Allah menciptakan alam semesta
sebagai sarana untuk lebih mudah menjalankan tugas manusia sebagai
seorang khalifah di muka bumi. Penelitian ini menggunakan metode tematik
dengan menggunakan cara baca pemikiran al-Sya’rāwī.
Penelitian yang dilakukan oleh Aniesa Maqbullah dalam skripsinya
yang berjudul, Pemaknaan Amanah dalam Surah al-Ahzab ayat 72
(Prespektif Penafsiran al-Sya’rāwī).19 Penelitian ini menjelaskan tentang
pemaknaan amanah dalam al-Qur′an menurut Mutawallī al-Sya’rāwī,
amanah merupakan tuntunan wajib atas perjanjian manusia sebagai hamba
kepada Tuhan, dalam konteks ini amanah berbicara tentang kesedian
manusia melaksanakan amanah yang ditawarkan oleh Allah. Penelitian ini
17 Yovik Iryana, “Perlindungan Anak Dalam Tafsir al-Sya’rāwī (Studi Analisis
Atas Perlindungan Anak)”, (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 2017). 18 Nur Istikomah, “Konsep Taskhir Menurut Mutawallī al-Sya’rāwī (Analisa
Ayat-ayat Penundukkan Alam)”, (Skripsi S1, Fakultas Ushuliddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018). 19 Aniesa Maqbullah, “Pemaknaan amanah dalam Surah al-Ahzab ayat 72
(Prespektif Penafsiran al-Sya’rāwī)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018).
-
11
menggunakan metode tematik dengan cara memilih tema tertentu untuk
diteliti kemudian dicarikan penjelasannya.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Alvi Luthfiyah Destari
dalam skripsinya yang berjudul, Dayq dalam Prespektif al-Quran (Kajian
Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Sya’rāwī tentang Ayat-ayat
Dayq).20 Penelitian ini menjelaskan tentang dayq, yaitu sebuah kalimat
yang menunjukkan antonim dari kata kelapangan yakni kesempitan, dalam
penelitian ini dijelaskan kesempitan merupakan suatu keadaan sempitnya
dada yang menyebabkan manusia menjadi galau, gelisah, takut. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif, kemudian dalam metode
analisis data penulis menggunakan metode tematik dan komparatif.
Penelitian selanjutnya yang menggunakan pemikiran al-Sya’rāwī
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Aidah Fathaturrohmah yang berjudul,
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Prespektif al-Quran (Studi Komparatif
dalam Penafsiran Sayyid Qut{b dan al-Sya’rāwī).21 Penelitian ini
menjelaskan bahwa Sayyid Quṭb dan al-Sya’rāwī sepakat bahwa amar
ma’ruf nahi munkar sebaik-baiknya umat adalah umat yang menyeru
kebaikan dengan menegah kemunkaran dan menjaga masyarakat dari
unsur-unsur kerusakan, kemudian keduanya juga sepakat mengatakan
bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah menghalalkan untuk mereka yang
baik-baik dan mengharamkan atas mereka segala yang buruk. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, kemudian dalam metode analisis data
penulis menggunakan metode tematik dan komparatif.
20 Alvi Luthfiyah Destari, “Dayq dalam Prespektif Alquran (Kajian Komparatif
Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Sya’rāwī tentang Ayat-ayat Dayq)”, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018). 21 Aidah Fathaturrohmah, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Prespektif Alquran
( Studi Komparatif dalam Penafsiran Sayyid Quṭb dan al-Sya’rāwī), (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018).
-
12
Sejauh ini, dalam pengetahuan penulis masih sedikit sekali kajian
yang membahas tentang pemaknaan qurrah a’yun dalam al-Quran. Kajian
yang ada pada saat ini masih berputar pada pendidikan karakter untuk anak,
dan kajian tentang kedudukan anak dalam al-Quran. Sedangkan, kajian
yang penulis lakukan adalah mengenai pemaknaan qurrah a’yun dalam al-
Quran dari prespektif Mutawallī al-Sya’rāwī.
Kemudiah penulis juga mencantumkan beberapa kajian yang
menggunakan Tafasir al-Sya’rāwῑ, hal ini membuktikan bahwa al-Sya’rāwῑ
menjadi tokoh yang pendapatnya selalu dijadikan rujukan oleh para penkaji
selain karena bahasa dan corak tafsirnya yang sesuai dengan permasalahan
yang ada di masyarakat. Pendapat al-Sya’rāwῑ juga sesuai untuk menjawab
tantangan zaman.
E. Metode Penelitian
Sebagaimana karya-karya ilmiah pada sebuah disiplin ilmu, setiap
pembahasan masalah tentunya mesti menggunakan metodologi untuk
menganalisa permasalahan. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan
berpijak dalam mengerjakan suatu penelitian sehingga dapat dijelaskan
secara mendetail dan dapat dipahami.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini merupakan jenis penelitian
kualitatif. Yang menggunakan data-data kepustakaan (library
research).22 Data-data yang diperoleh pada skripsi ini merupakan
hasil riset pustaka. Metode penelitian kualitatif adalah metode
yang menggunakan natural setting (kondisi alami)23. Kemudian
metode kualitatif juga diartikan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, atau biasa dikenal dengan proses
22 Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 37. 23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R dan D (Bandung:
Alfabeta, 2007), 9.
-
13
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi
yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah manusia.24
2. Sumber Data
Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini bersumber
dari hasil kepustakaan primer dan sekunder. Sumber primer yang
merupakan rujukan utama penulis gunakan adalah Tafsir al-
Sya’rāwī karya Muhammad Mutawallî al-Sya’rāwī. Kemudian
untuk term qurrah a’yun penulis menggunaakan kitab al-Mu’jam
al-Mufahras Lialfazhi al-Qur’an al-Karim. Penulis juga
mengambil data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur
pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini. Literatur sekunder itu berupa Kitab tafsir selain
kitab Tafsir al-Sya’rāwῑ, buku-buku tentang qurrah a’yun, artikel
dan jurnal.
3. Analisis data
Setalah data terkumpul, maka selanjutnya adalah analisis data-
data tersebut. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan deskriptif-analisis, dalam penelitian ini dimaksudkan
sebagai metode penelitian yang sumber-sumbernya didata,
dikumpulkan, dianalisis dan kemudian diinterpretasikan secara
kritis sebelum dituangkan dan diimplementasikan dalam sebuah
gagasan.25 Penelitian desktiptif adalah penelitian yang berusaha
memberikan gambaran secara sistematis dan fakta-fakta aktual,
mengenai masalah yang akan diteliti.26 Dengan tujuan agar
24 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya
Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 33-34. 25 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, Metode, Teknik, Cet
ke-7 (Bandung: Tarsito, 1982), 139. 26 Nuzul Zuriah, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), 14.
-
14
mendapatkan analisis yang tajam mengenai Qurrah A’yun dalam
al-Qur’an (Analisis Terhadap Tafsir al-Sya’rāwῑ Karya
Muhammad Mutawalli al-Sya’rāwῑ).
F. Langkah-langkah Penelitian
1. Mengumpulkan ayat-ayat yang terdapat kata qurrah a′yun dan
mencarinya menggunakan kitab al-Mu′jam al-Mufahrass li Alfaz
al-Qurān al-Karīm karya Muhammad Fu′ad ′Abdul Bāqi.
2. Mengungkap keterkaitan makna diantara istilah-istilah qurrah
a′yun dalam al-Quran.
3. Memaparkan penafsiran pemaknaan qurrah a′yun pada ayat-ayat
tersebut berdasarkan kitab Tafsir al-Sya′rāwī karya Muhammad
Mutawallī al-Sya′rāwī.
4. Kemudian guna mengungkap pendefinisian dan penafsiran tentang
pemaknaan qurrah a′yun dalam al-Qur′an penulis menggunakan
referensi dari buku-buku yang lain.
G. Sistematika Penulisan
Demi mendapatkan gambaran yang sistematis akan isi penelitian ini,
pembahasan dalam skripsi ini akan disusun dalam sebuah sistematika
penulisan sebagai berikut :
Bab pertama, berupa pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab
yaitu : latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian pustaka dan metode penelitian, langkah-langkah penelitian, teknik
penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab kedua, gambaran umum tentang qurrah a′yun. Berupa
pemaknaan tentang qurrah a′yun, karakteristik qurrah a′yun, serta
prespektif al-Qur′an tentang qurrah a′yun. Pembahasan ini sengaja penulis
letakkan dibab dua agar pembaca dapat memahami dan mengenal terlebih
dahulu tentang qurrah a′yun.
-
15
Bab ketiga, berisi tentang biografi dari Muhammad Mutawallī al-
Sya′rāwī dan informasi mengenai Tafsir al-Sya′rāwī. Kajian ini ditunjukan
untuk mengungkap latar belakang kehidupan Muhammad Mutawallī al-
Sya′rāwī dan juga metode penulisan kitab tafsirnya tersebut.
Bab keempat, berisikan keterkaitan makna istilah-istilah qurrah a′yun
dan pemaparan serta analisis terhadap penafsiran Mu′ammad Mutawallī al-
Sya′rāwī terhadap pemaknaan qurrah a′yun dalam kitab tafsirnya.
Bab kelima, penelitian ini diakhiri dengan bab kelima yang
merupakan penutup, yaitu berisi kesimpulan dari penelitian ini serta akan
mengungkapkan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penelitian
ini dan memberikan saran-saran agar para peneliti selanjutnya bisa dengan
mudah mencari kekurangan dalam kajian ini.
-
16
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG QURRAH A`YUN
A. Pengertian Qurrah A`yun
Kata qurrah a`yun berasal dari bahasa arab, terdiri dari dua suku kata
yaitu ٌقُ رَّة dan ْعُيٌْا . Kata ٌ قُ رَّةberasal dari kata ٌَّقُ رًَّةٌ-يَِقرٌ -قَ ر yang berarti sejuk, tinggal, diam di tempat.1 Dalam kamus komtemporer Arab-Indonesia kata
ٌ ٌ memiliki sinonim kataقَ رَّ َعْيٌ yang berarti dingin.2 Kemudian kataبَ َرد adalah bentuk tunggal yang memiliki jamak ٌُعيُ ْون ٌَواَْعَيان artinya mata.3 Jika kedua kata tersebut disatukan menjadi kata ٌ ٌاَْعُيِ maka memiliki artiقُ رََّةsenang melihat sesuatu yang menggembirakan, mata yang sejuk dan segar.4
Bisa juga diartikan sebagai kekasih dan penyejuk hati.5
Qurrah a’yun diartikan sebagai anak/keturunan sesuai dengan firman
Allah dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 9, kemudian diartikan sebagai kenikmatan
pada pasangan sesuai Qs. al-Furqān [25]: 74. Diluar makna kenikmatan
pada anak dan pasangan yang taat, qurrah a`yun juga diartikan sebagai
kenikmatan di surga. Sesuai Qs. al-Sajdah [32]: 17
Menurut Hamka “qurrah a’yun disini adalah cinderamata yang
berarti hadiah, kejutan dari Allah untuk orang-orang yang melakukan
amal perbuatan dengan tulus dan ikhlas hanya karena Allah semata”. 6
Jadi makna qurrah a`yun adalah penyejuk mata, penyejuk hati,
kekasih hati yang indah dipandang membuat yang memandang enggan
1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1989),
330. 2 Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta :
Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), 1441. 3 Ahmad Bisri dan Munawwir A. Fatah, Kamus al-Bisri (Surabaya : Penerbit
Pustaka Progressif, 1999), 591. 4 Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa (Surabaya :
Gitamedia Press, 2006), 517. 5 Kaserun AS. Rahman dan Nur Mufid, Kamus Modern Arab-Indonesia AL-
KAMAL (Surabaya : Pustaka Progressif, 2010), 678. 6 Hamka, Tafsir al-Azhar, 172-173.
-
17
beranjak. Dalam hal ini diartikan sebagai anak, pasangan dan juga
kenikmatan di surga. Anak menjadi penyejuk hati untuk orang tuanya ketika
bisa menjadi sumber kebahagiaan di dunia dan di akhirat, begitu pula
dengan pasangan. Menjadi penyejuk mata untuk yang memandangnya,
menjadi peredam amarah, menjadi teman beriringan dalam berjalan di dunia
maupun di akhirat hingga mendapatkan kenikmatan hakiki yang Allah
janjikan di akhirat nanti. Qurrah a’yun juga diartikan sebagai hadiah atau
balasan dari Allah Swt untuk orang-orang yang melakukan amal baik,
melakukan semua yang Allah perintahkan dan menjauhkan larangannya
dengan niat tulus dan ikhlas hanya mengaharap ridho Allah Swt.
B. Karakteristik Qurrah A`yun
Setiap orang tua pasti ingin mempunyai buah hati. Orangtua selalu
berharap agar putra-putrinya menjadi anak yang cerdas dan berperilaku
baik. Begitu juga dengan suami pasti mendambakan pasangan yang sesuai
dengan norma dan moral yang baik.
Karakter menurut filosof kontemporer Michel Novak adalah
“perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam
ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak, dan
orang-orang berilmu, sejak zaman dulu hingga sekarang.”
“Karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling
berkaitan, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku
moral. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui kebaikan,
menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan.” 7
Jadi ketiga macam bagian di atas sangat penting untuk pembentukan
kematangan moral dan pembentukan karakter. Ketika orangtua berfikir
tentang jenis karakter yang diinginkan untuk anak, jelas orangtua ingin anak
mampu menilai hal yang baik dan yang buruk, sangat perduli pada hal yang
benar juga melakukan apa yang menurut mereka benar bahkan jika mereka
7 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter “Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik” (Bandung : Penerbit Nusa Media, 2013), 72.
-
18
berada di dalam tekanan dari luar atau godaan dari dalam. Contoh lain dari
karakter yang baik untuk anak sebagai qurrah a’yun yaitu:
Pertama, berbakti kepada kedua orang tua. Memiliki dampak
yang besar dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
Hukumnya fardu ‘ain untuk setiap muslim berbakti kepada kedua
orangtua. Imam al-Ghazali berkata “mayoritas ulama berpendapat
bahwa ketaatan kepada kedua orang tua wajib ketika ada syubhat”.8
Apabila anak tidak mampu setelah berusaha sekuat tenaga untuk
melaksanakan semua kewajiban di atas, maka harus mendahulukan
kewajiban berbakti kepada kedua orang tua.9 Kedua, anak-anak yang
salih dan salihah. Menjadikan diri sebagai anak yang salih dan salihah
yang tentunya diharapkan oleh orang tua akan menjadi ladang pahala
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Ketiga, anak yang taat
beribadah. Mengimani dan melaksakan rukun Islam yang lima akan
membantu menjadi hamba yang taat dalam beribadah. Dalam hal
beribadah shalat menjadi amalan utama yang akan di hisab oleh Allah.
Melalui shalat seorang hamba dapat mencegah perbuatan yang
munkar, melalui shalat juga kualitas seorang hamba dapat terlihat.
Karena shalat adalah interaksi langsung hamba kepada Tuhannya.
Keempat, mencintai Allah dan Rasulullah. Keimanan tanpa didasari
rasa cinta tidak akan kuat. Cara mencintai Allah dan Rasul-Nya
adalah beribadah dengan baik, mengajarkan anak untuk senantiasa
bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Meneladani akhlak
Rasulullah dapat dilakukan melalui cerita tentang perjalanan hidup
yang Rasulullah lalui, senantiasa mengajak anak bershalawat dengan
nada yang riang gembira.10
Dijelaskan dalam kitab Tafsir al-Sya’rāwī Qs. al-Furqān [25]: 74
bahwa “qurrah a’yun adalah bagian dari sifat Ibād ar-raḥmān”.
Dalam konsep al-Qur`an tentang ibād ar-raḥmān disebutkan berbagai
macam perilaku, perbuatan, sifat dan sikap yang sangat mulia, yang
keseluruhannya dapat menjadi teladan dan panduan cerminan dari hamba-
8 Muhammad Nur Abdul Hafiz Suwaid, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik
Anak (Yogyakarta : Pro-U Media, 2010), 219. 9 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak Sebagai Qurratu A’yun
dalam Prespektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol.3, No.2, (2Oktober
2018): 153. 10 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak Sebagai Qurratu A’yun
dalam Prespektif Al-Quran”, 151.
-
19
hamba Allah Swt, yang salih. Allah Swt telah menjadikan gambaran yang
menakjubkan berupa hamba-hamba yang akan mendapatkan kasih sayang
serta cinta-Nya baik di dunia maupun di akhirat kepada seluruh manusia
agar mereka menuiru dan menjadi seperti apa yang telah Allah Swt
cerminkan dalam al-Qur`an.11
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, terdapat sebelas
sifat ibādu ar-rahmān yang tercantum dalam Qs. al-Furqān [25]: 63-74.
Pertama, orang-orang yang senantiasa berjalan di atas bumi dengan lemah
lembut, rendah hati, serta penuh wibawa. Salah satu dari kelemahlembutan
dan kerendahan hati mereka adalah sikap mereka terhadap orang jahil,
apabila orang jahil menyapa mereka dengan sapaan yang tidak wajar atau
mengundang amarah, maka mereka dianjurkan membiarkan dan
meninggalkannya atau berdoa untuk keselamatan semua pihak.12 Kedua,
beribadah secara tulus tanpa pamrih hanya mengharapkan ridho Allah Swt.
Ketiga, senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari siksa api
neraka.13 Keempat, tidak berlebihan dalam membelanjakan harta. Allah Swt
dan Rasulullah mengantar manusia untuk dapat memelihara hartanya, tidak
memboroskan tetapi tidak juga menahannya sama sekali sehingga
mengorbankan kepentingan pribadi, dan keluarga.14 Kelima, memurnikan
Tauhid. Dalam kamus bahasa Indonesia tauhid diartikan sebagai keesaaan
Allah, kuat kepercayaannya bahwa Allah hanya satu.15 Dalam Islam, tauhid
11 Muhammad Iqram, Eksistensi Ibādurrahmān dalam al-Quran (Suatu Kajian
Tafsir Tahlili terhadap Qs.al-Furqon [25] : 63-77), (Skripsi Jurusan Ilmu al-Quran dan
Tafsir, Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, UIN Alauddin Makassar 2016), 77. 12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Quran”, Vol 9 (Jakarta : Penerbit Lentera Hati, 2002), 144. 13M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran”,
150. 14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Quran”, 152. 15 Departemen Pendidikan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-4 (Jakarta
: Balai Pustaka, 2007), 1149.
-
20
merupakan mendasar dan sangat penting. Allah Swt mengutus para Nabi
dan Rasul untuk mengajarkan dan menanamkan kepada manusia ketauhidan
yang murni dan mantap serta membuang dari jiwa mereka segala bentuk
kemusyrikan.16
Keenam, tidak melakukan penganiayaan yang berupa pembunuhan
dengan mencabut jiwa manusia. Unsur-unsur pembunuhan baik sengaja
dengan perencanaan atau tidak, pembunuh adalah orang yang berakal,
menggunakan alat yang pada dasarnya dapat mematikan. Terdapat sanksi
yang berat dalam Islam, para fuqaha telah sepakat bahwa hukuman pokok
pada pembunuhan sengaja pelakunya dijatuhi hukuman qiyas atau balasan
setimpal. Karena pembunuhan ini mengakibatkan kematian, maka
balasannya yang setimpal juga adalah kematian, atau hukuman mati dengan
cara yang dilakukan terhadapnya.17 Ketujuh, tidak juga membunuh moral
sesama manusia. Misalnya dengan berbuat zina atau pelecehan seksual,
orang yang memiliki karakteristik ibâd ar-rahmân mereka mencukupkan
diri dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya melalui pernikahan yang
sah.18
Kedepalan, selalu menjaga identitas diri serta kehormatan
lingkungannya dengan tidak melakukan sumpah palsu. Sumpah palsu
merupakan dosa besar yang sangat bertentangan dengan Islam, karena Islam
mengajarkan memberikan kesaksian yang benar, melarang
menyembunyikan kenbenaran.19 Kesembilan, tidak menaggapi perkataan
atau perbuatan yang tidak wajar. Dalam hal ini apabila ibād ar-rahmān
melewati atau bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan al-laghā’,
16 H. Ahmad Yani, 170 Materi Dakwah Pilihan, Cet. 1 (Jakarta : al-Qalam, 2014),
174. 17 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih (Jakarta : PRENADAMEDIA
GROUP, 2003), 262. 18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, 153. 19 H. Ahmad Yani, 170 Materi Dakwah Pilihan, 175.
-
21
yakni perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka diharuskan
melewatinya saja tanpa menaggapinya demi menjaga kehormatan diri dan
pihak lainnya.
Kesepuluh, hati mereka selalu terbuka untuk siap menerima
peringatan dari ayat-ayat dan kebesaran Allah serta menerima dengan
lapang dada kritik yang membangun.20 Kesebelas, uraian tentang
karakteristik ibadurrahman diakhiri dengan sifat perhatian kepada keluarga
dan pasangan serta masyarakat dengan harapan agar mereka dihiasi dengan
sifat-sifat terpuji sehingga dapat diteladani. Dalam hal ini sifat-sifat terpuji
ibadurrahmah tidak hanya terbatas pada upaya menghiasi diri dengan amal-
amal terpuji, tetapi juga memberi perhatian kepada keluarga dan anak
keturunan, dan bahkan kepada masyarakat umum.21
Karakteristik pasangan dalam hal ini adalah seorang istri sebagai
qurrah a’yun tentunya termasuk juga ke dalam karakteristik wanita salehah
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Pertama, selalu berpenampilan rapi dan indah di hadapan
suami. Kedua, taat dan patuh kepada suami tetapi bukan dalam hal
kemaksiatan kepada Allah. Ketiga, mengurusi rumah tangga dengan
baik dan membelanjakan uang pada tempat yang benar, sasaran yang
baik dan hal-hal yang diperlukan saja. Keempat, mampu bergaul
dengan keluarga suami dengan baik, terutama ibu mertua. Kelima,
pandai bersyukur terhadap kebaikan suami.22
Kewajiban taat kepada Allah dan suami diperintahkan dalam
hadis Rasulullah Saw
ثَ َنا ِحبَّانح ْبنح َعِلي ٍّ َعْن َصاِلِح ْبِن َحيَّاَن َعنْ َأْخبَ َرََن ُمحَمَّدح ْبنح يَزِيَد اْلَِْزاِميُّ َحدَّاَل ََي اْبِن ب حَرْيَدَة َعْن َأبِيِه قَاَل َجاَء َأْعَراِبٌّ ِإََل النَِّبِ َصلَّى اَّللَّح َعَلْيِه َوَسلََّم فَ قَ
20 Muhammad Iqram, Eksistensi Ibādurrahmān dalam al-Quran (Suatu Kajian
Tafsir Tahlili terhadap Qs.al-Furqān [25] : 63-77), 112. 21 M. Quraish Ṣihab, Tafsir al-Mishbah, 165. 22 Abdul Azis Salim Basyarahil, Anakku Inilah Nasihatku Shalat dan Penikaha
(Depok : Gema Insani, 2010), 364.
-
22
ِل َفِِلَْسجحَد َلَك قَاَل َلْو كحْنتح آِمًرا َأَحًدا َأْن َيْسجحَد ِِلََحدٍّ َرسحوَل اَّللَِّ اْئَذْن َِلََمْرتح اْلَمْرَأَة َتْسجحدح ِلَزْوِجَها
“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yazid Al
Hizami telah menceritakan kepada kami Hibban bin Ali dari Shalih
bin Hayyan dari Ibnu Buraidah dari Ayahnya ia berkata, "Seorang
badui datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata,
"Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk sujud kepadamu!"Beliau
berkata:"Seandainya aku di perbolehkan untuk memerintahkan
seseorang sujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan
seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya.”23 (HR. Ad-
Darimi)
Islam mengajarkan kepada istri untuk mentaati suami karena ia
adalah pemimpin keluarga. Namun ketaatan yang diwajibkan Islam
bukanlah ketaatan yang buta, melainkan ketaatan yang didasarkan atas
perinsip kemaslahatan untuk kebaikan bersama dan kerukunan dalam
rumah tangga.
Dalam hal menjaga diri yang termasuk ke dalam karakteristik
pasangan sebagai qurrah a’yun seorang istri harus menjaga kehormatan
diri. Seperti tidak keluar rumah tanpa izin suami, tidak menerima tamu
laki-laki ketika suami sedang tidak ada dirumah, berhias diri hanya untuk
suami, menutup aurat dan menundukkan pandangan.24
Kemudian dalam riwayat lain, Rasulullah Saw menjelaskan tentang
ciri-ciri wanita yang baik yaitu :
ٌر قَاَل الَِِّت َتسحرُّهح ِإذَ ا َنَظَر ِقيَل ِلَرسحوِل اَّللَِّ َصلَّى اَّللَّح َعَلْيِه َوَسلََّم َأيُّ النِ َساِء َخي َْالِ فحهح ِف نَ ْفِسَها َوَماِِلَا ِبَا َيْكَرهح َوتحِطيعحهح ِإَذا َأَمَر َوََل ُتح
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya; siapakah
wanita yang paling baik? Beliau menjawab: “Yang paling
23 Imam ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), 821. 24 M. Anṣori, M. Zaenal Arifin, Fiqih Munakahat (Jawa Timur : Cv. Jaya Star
Nine, 2019), 145.
-
23
menyenangkan jika dilihat suaminya, taat jika diperintah suaminya
dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa
yang dibenci suaminya.”25 (HR. An-Nasa’i : Ḥasan Shahih)
Berdasarkan pada uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
berbakti kepada kedua orang tua, menjadi anak yang salih dan salihah, taat
akan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta mencintai
Allah dan Rasul-Nya semua perilaku dan sifat-sifat di atas dapat
memudahkan kita untuk masuk dalam kategori penyejuk hati yang indah
ketika di pandang. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam
keluarga tentunya menginginkan anaknya untuk dapat membedakan mana
yang hak dan mana yang bathil.
Kemudian menjadikan diri sebagai ibād ar-raḥmān dengan berusaha
menerapkan karakteristik yang ada, seperti membelanjakan harta dengan
sederhana, menjaga kualitas diri, menerima dengan lapang dada segala
peringatan dan kritik, senantiasa beristiqomah dalam beribadah dan
beristiqomah pada satu pasangan juga niat beribadah dengan tulus dan
ikhlas, serta sikap perhatian kepada anak keturunan dan pasangan juga
masyarakat sekitar, tentunya akan membantu diri untuk masuk dalam
kategori pasangan yang menjadi peredam amarah. Selain itu karakteristik
sebagai istri shalihah yang Rasulullah jelaskan dalam beberapa riwayat
dapat menjadi pedoman bagi para istri yang ingin menjadi penyejuk hati
bagi para suami, menjaga kutuhan rumah tangga. Allah telah berjanji
memberikan kenikmatan di surga yang kekal untuk hambanya yang
menjalankan apa yang diperintahkanNya.
25 Muhammad Nashirudin al-Albāni, Shahih Sunan An-Nasa’i (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2006), 662.
-
24
C. Ayat-ayat al-Qur`an Tentang Qurrah A`yun
Al-Qur`an menjelaskan term qurrah a’yun ada pada tiga surah yaitu
surah al-Furqān [25] : 74, surah al-Qaṣaṣ [28] : 9, dan surah al-Sajdah [32]
: 17. Selain itu ada term lain yang serupa dengan term qurrah a`yun yaitu
kata taqarra `aynuhā yang ada pada Qs. al-Qaṣaṣ [28] : 13. Kemudian kata
qarriy ‘aynā yang terdapat pada Qs. Maryam [19] : 26, berikut adalah
penjabaran tabelnya :
Tabel 2.1 : Tabel Ayat-ayat al-Qur’an tentang Qurrah A’yun
Keterangan Surah Ayat Terjemah Ayat
Qs. al-Furqān [25] :
74
َوالَِّذيَن يَقُولُوَن َربَّنَا
َهْب لَنَا ِمْن أَْزوَ اِجنَا
ةَ أَْعيُن يَّاِتنَا قُرَّ َوذُر ِ
َواْجعَْلنَا ِلْلُمتَِّقيَن إَِماًما
“Dan orang-orang yang
berkata “Ya Tuhan
kami, anugrahkan
kepada kami isteri-
isteri kami dan
keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang
yang bertakwa.”
Qs. al-Qaṣaṣ [28] :
9
َوقَالَِت اْمَرأَُت فِْرَعْوَن
ُت َعْين ِلي َولََك ۖ ََل قُرَّ
تَْقتُلُوهُ َعَسٰى أَْن
يَْنفَعَنَا أَْو نَتَِّخذَهُ َولَدًا
َوُهْم ََل يَْشعُُرونَ
“Dan berkatalah isteri
Fir'aun: "(Ia) adalah
penyejuk mata hati
bagiku dan bagimu.
Janganlah kamu
membunuhnya, mudah-
mudahan ia bermanfaat
kepada kita atau kita
-
25
ambil ia menjadi anak",
sedang mereka tiada
menyadari.”
Qs. al-Sajdah [32] :
17
َنْفٌس َما فَََل تَْعلَمُ
ِة أُْخِفَي لَُهْم ِمْن قُرَّ
أَْعيُن َجَزاًء بَِما َكانُوا
يَْعَملُونَ
“Tak seorangpun
mengetahui berbagai
nikmat yang menanti,
yang indah dipandang
sebagai balasan bagi
mereka, atas apa yang
mereka kerjakan.”
Qs. al-Qaṣaṣ [28] :
ِه َكْي 13 فََردَْدنَ اهُ إَِلٰى أُم ِ
تَقَرَّ َعْينَُها َوََل تَْحَزَن
ِ َوِلتَْعلََم أَنَّ َوْعدَ اَّللَّ
ِكنَّ أَْكثََرُهْم ََل َحقٌّ َولَٰ
يَْعلَُمونَ
“Maka kami
kembalikan Musa
kepada ibunya, supaya
senang hatinya dan
tidak berduka cita dan
supaya ia mengetahui
bahwa janji Allah itu
adalah benar, tetapi
kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya.”
Qs. Ṭāhā[20] : 40
إِْذ تَْمِشي أُْختَُك فَتَقُوُل
َهْل أَدُلُُّكْم َعلَٰى َمْن
يَْكفُلُهُ ۖ فََرَجْعنَاَك ِإلَٰى
َك َكْي تَقَرَّ َعْينَُها أُم ِ
َوََل تَْحَزَن ۚ َوقَتَْلَت
ْيَناَك ِمَن نَْفًسا فََنجَّ
اْلغَم ِ َوفَتَنَّاَك فُتُونًا ۚ
فَلَبِثَْت ِسنِيَن فِي أَْهِل
“(yaitu) ketika
saudaramu yang
perempuan berjalan,
lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun):
"Bolehkah saya
menunjukkan
kepadamu orang yang
-
26
َمْديََن ثُمَّ ِجئَْت َعَلٰى
قَدَر َيا ُموَسٰى
akan memeliharanya?"
Maka Kami
mengembalikanmu
kepada ibumu, agar
senang hatinya dan
tidak berduka cita. Dan
kamu pernah
membunuh seorang
manusia, lalu Kami
selamatkan kamu dari
kesusahan dan Kami
telah mencobamu
dengan beberapa
cobaan; maka kamu
tinggal beberapa tahun
diantara penduduk
Madyan, kemudian
kamu datang menurut
waktu yang ditetapkan
hai Musa,”
Qs. Maryam [19] :
26
ي فَُكِلي َواْشَربِي َوقَر ِ
ا تََريِنَّ ِمَن ِِمَّ َعْينًا ۖ َف
فَقُوِلي اْلبََشِر أََحدًا
ِن ْحَمٰ إِن ِي نَذَْرُت ِللرَّ
َصْوًما فَلَْن أَُكل َِم اْليَْوَم
إِْنِسيًّا
“Maka makan, minum
dan bersenang hatilah
kamu. Jika kamu
melihat seorang
manusia, maka
katakanlah:
"Sesungguhnya aku
telah bernazar berpuasa
-
27
untuk Tuhan Yang
Maha Pemurah, maka
aku tidak akan
berbicara dengan
seorang manusiapun
pada hari ini.”
Dari beberapa ayat di atas, dapat dipahami bahwa ada tiga lafazh yang
gunakan al-Qur`an untuk menunjukkan makna qurrah a`yun. qurrata,
taqarra `aynuhā, qarriy `aynā. Pada lafazh-lafazh tersebut terdapat
perbedaan dalam hal penggunaan dan sifat lafazh dalam satu ayat.
Pada dasarnya ketiga lafazh yang menunjukkan makna qurrah a’yun
memiliki asal kata yang sama yaitu ٌَّقُ رًَّةٌٌ-يَِقرٌ ٌ-قَ ر .
Dalam al-Quran lafazh qurrah a`yun terulang sebanyak tiga kali,
pertama dalam Qs. Al-Furqān [25] : 74 dalam ayat ini qurrata a`yun
mempunyai kedudukan sebagai mafulun bih dari kata hablanā, kata qurrah
a’yun nya sendiri merupakan bentuk idhafah yang memiliki arti penyenang
hati.26 Dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28] : 9 kata qurrata `ayni memiliki kedudukan
yang sama seperti ayat sebelumnya. Yaitu sebagai mafulun bih dengan
bentuk kata yang juga sama seperti ayat di atas yaitu bentuk idhafah. Hanya
saja pada ayat ini kata qurrata ‘ayni diartikan sebagai penyejuk mata hati.
Kemudian dalam Qs. al-Sajdah [32]: 17 pada ayat ini kata qurrati a’yun
memiliki kedudukan dan bentuk yang sama dengan kedua ayat sebelumnya
yang telah dijelaskan di atas. hanya saja pada ayat ini memiliki arti yang
berbeda dari kedua ayat sebelumnya yaitu nikmat yang menanti.
26 Louis Ma’luf, Al-Munjid Mu’jam Mudarris Li Al-Lughoh Al-Arabiyyah (Beirut
: al- Maṭba’a al-Katsulīkiyyah, 1952), 650.
-
28
Kata taqarra aynuhā dalam al-Qur`an terulang sebanyak dua kali.
Pertama terletak di Qs. al- Qaṣaṣ [28] : 13 kata taqarra sebagai fi’il
mudhari’ kemudian kata ‘aynuhā menjadi fail (pelaku).27 Dalam ayat ini
taqarra ‘aynuhā memiliki arti senang hatinya. Kemudian yang kedua
terletak pada Qs. Ṭāhā [20] : 40 dalam surah ini kata taqarra ‘aynuha
memiliki kedudukan yang sama, yaitu sebagai fi’il mudhari’ dan fail. Selain
itu kata ini juga memiliki pengertian yang sama yaitu senang hatinya.
Kemudian kata qarriy ‘aynā hanya ada satu dalam al-Qur’an terletak
pada Qs. Maryam [19] : 26 lafazh qarriy memiliki kedudukan sebagai fi’il
amr (perintah) sedangkan kata ‘aynā memiliki kedudukan sebagai mafulun
bih.28 Kata tersebut memiliki arti hampir sama dengan dua ayat sebelumnya
di atas, yaitu bersenang hatilah kamu.
27 Louis Ma’luf dan Bernard Tottel, Al-Munjid fī Al-Lughoti wa Al-A’lāmi, 616. 28 Louis Ma’luf dan Bernard Tottel, Al-Munjid fī Al-Lughoti wa Al-A’lāmi, 616.
-
29
BAB III
MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA`RĀWĪ DAN TAFSIRNYA
A. Biografi Mutawallī al-Sya`rāwī
Muḥammad bin Mutawallī al-Sya`rāwī al-Husainia.1 Atau yang lebih
angkrab di sapa Al-Sya`rāwī, sejak kecil al-Sya’rāwī sudah mendapat gelar
al-Amin (dapat dipercaya) dari ayahnya dan gelar ini dikenal masyarakat di
daerahnya. Al-Sya`rāwī lahir pada hari Ahad, tanggal 17 Rabi` al-Tsāni
1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M, di Desa Daqadus, Kecamatan
Midghamar, Kabupaten Daqhaliyah, Mesir.2 Desa Daqadus ini terkenal
dengan desa agraris, penghasilan utama penduduk ini berasal dari sektor
pertanian, sebagian penduduknya memproduksi kerajinan tangan, desa ini
terkenal juga sebagai tempat pengobatan patah tulang.3
Al-Sya`rāwī berasal dari keluarga yang sederhana, ayahnya bernama
Syeikh Mutawallī al-Sya’rāwī. Ayahnya merupakan seorang petani yang
tekun dalam menggarap lahan dan ‘alim dalam beribadah. Pada lingkungan
yang demikian itu, tumbuhlah pengaruh yang sangat besar terhadap
keilmuan ke-Islaman beliau, sebab ayahnya memiliki peran yang sangat
penting dalam membentuk karakter al-Sya’rāwī.4 Al-Sya’rāwī sudah gemar
menuntut ilmu sejak kecil. Hal ini tidak terlepas dari dorongan orang tuanya
yang sangat mencintai ilmu. al-Sya’rāwī mengatakan : “ayahku sangat
bergairah dalam menuntut ilmu dan senantiasa berteman dengan para
ulama, beliau juga suka menolong orang-orang yang sedang menuntut ilmu,
1 Sa’id Abu Al-‘Ainain, Al-Sya’rāwī Ana Min Sulālat Ahli Al-Bait (Al-Qahirah :
Akhbar al-Yaum, 1995), 6. 2 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, Cet. Ke-2 (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah 2012), 143. 3 Hendro Kusuma, “Penafsiran at-Thabarī dan al-Sya’rāwī Tentang Makanan”,
(Skripsi S1., Universiras Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), 21. 4 Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya’rāwī”, Jurnal Studia
Quranika, Vol.1, No.2 (Januari 2017): 147.
-
30
ayahku sangat antusias memasukkanku ke Lembaga Pendidikan al-Azhar
karena mimpi yang pernah dilihat oleh pamannya ketika aku dilahirkan ke
dunia”.5
Awal mula pendidikan agama di usianya yang masih sangat muda
yaitu 11 tahun, al-Sya’rāwī mampu menyelesaikan hafalan al-Qur`an
melalui bimbingan seorang ulama yang bernama Syeikh ‘Abd al-Majid
Baṣa di daerahnya.6 Pendidikan formalnya diawali dengan menuntut ilmu
di sekolah dasar al-Azhar Zaqaziq pada tahun 1926 M, kemudian
melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di daerah yang sama dan meraih
ijazah pada tahun 1936 M. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke
tingkat perguruan tinggi di Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar pada
tahun 1937-1941 M meraih gelar Lc. Selanjutnya ia juga menyelesaikan
pendidikan pada jenjang Doktoral dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab
kemudian meraih gelar A’lamiyyah (setara dengan MA) dan mendapatkan
lisensi mengajar pada tahun 1943.7
Saat menjadi pelajar, al-Sya’rāwī sangat gemar dengan sasatra,
khususnya syair yang bercorak ke-Islaman. Syair-syairnya memiliki
keunggulan. Diantaranya, penyusunan kalimatnya mudah dipahami dan
memiliki keindahan, terdengar tegas namun tetap lembut, terlebih banyak
mengutip dari ayat-ayat al-Qur`an. Hal ini yang menjadikannya bagian dari
tenaga ahli di Fakultas Bahasa Arab di al-Azhar. Fakultas ini tidak hanya
mempelajari sastra Arab, tetapi juga ilmu lainnya seperti Tafsir, Hadis,
Fiqih dan sebagainya. Hal ini juga yang membentuknya menjadi seorang
5 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 144. 6 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 145. 7 Nasrul Hidayat, “Konsep Wasaṭiyyah dalam Tafsri Al-Sya’rāwī”, (Tesis S2.,
Universitas Islam Negeri Alauddin Massar, 2016), 24.
-
31
tokoh yang kaya akan khazanah keilmuan pada bidangnya khususnya
tafsir.8
Karir al-Sya’rāwī sangat cemerlang dikarenakan banyak memangku
jabatan semasa hidupnya. Berawal dari mengajar di sekolah al-Azhar di
Ṭanta, kemudian berpindah ke sekolah al-Azhar Iskandariah, selanjutnya di
Zaqaziq. Karirnya semakin hari semakin melejit, ia diangkat menjadi dosen
dijurusan Tafsir Hadis di Fakultas Syariah Universitas Malik Abdul Aziz di
Makkah pada tahun 1951 M, ia mengajar di universitas tersebut selama
sembilan tahun.9 Jabatan pemerintah juga banyak dipegang oleh al-
Sya’rāwī, berawal dari menjabat sebagai Mentri Wakaf, Mentri Negara,
Majelis Syuro dan dilantik pula sebagai tenaga ahli di Pusat Bahasa Arab
(Majma’ al-Khālidīn), namun ada pula jabatan yang ia tolak seperti saat ia
akan dilantik sebagai anggota MPR pada tahun 1980.10
Al-Sya’rāwī wafat pada Rabu pagi 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H
saat usianya 87 tahun. Saat pemakamannya ratusan ribu orang memadati
kuburnya di Kampung Daqadus sebagai tanda penghormatan terakhir.11
Sebelum ia wafat, Kerajaan Saudi telah menawarkan kepada beliau tanah
untuk pemakamannya di Baqi, tetapi beliau menolak dan berkata “Tanah
kelahiranku lebih layak menerima jasadku hingga dia dapat memelukku
ketika aku mati sebagaimana aku memeluknya dan memeliharanya ketika
8 Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya’rāwī”, 149. 9 Husain Abd al-Hamid Nil, Imam al-Du’ah Qissah al-Hayah al-Syaikh
Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī (Beirut : Dar al-Qalam, 1989), 28. 10 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 147. 11 Imroatus Sholihah, “Konsep Kebahagiaan dalam al-Quran (Prespektif
Mutawallī al-Sya’rāwī dan Psikologi Positif)”, (Tesis S2., Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, 2016), 67.
-
32
aku hidup.” Dua hari sebelum meninggal dunia, beliau berwasiat untuk
mempersiapkan pemakamannya di kampung halamannya.12
B. Karya-karya Mutawallī al-Sya`rāwī
Sebelum membahas karya-karya al-Sya’rāwī perlu dijelaskan terlebih
dahulu bahwa banyak diantara karya tulisnya, bahkan hampir seluruh karya
tulisnya bukan beliau sendiri yang menulis melainkan ditulis oleh
muridnya. Al-sya’rāwī tidak menulis buku-bukunya karena menurut beliau
kalimat yang disampaikan secara langsung akan lebih mengena daripada
kalimat yang disebarluaskan dengan perantara tulisan.13 Namun ceramah-
ceramahnya yang dicetak dalam bentuk buku mendapatkan sambutan luas
di kalangan umat Islam.14 Diantara karya al-Sya’rāwī yang populer dan
yang paling fenomenal adalah Tafsir al-Sya’rāwī. Selain itu karya-karya
beliau antara lain :
Pertama, Ala’ al-Maidāt al-Fikr al-Islami (Dibawah Hamparan
Pemikiran Islam). Kitab ini terdiri atas 203 halaman dan mencangkup tema
yang beragam, seperti “polemik tentang Islam”, “Pembicaraan seputar
pemikiran Islam” dan “Islam dan globalisasi, Islam antara kapitalisme dan
komunisme, Islam kanan dan Islam kiri, jaminan dan Islam”. Tema-tema
ini disusun dalam bentuk tanya jawab yang disampaikan oleh Majdi al-
Khafinawi dan dijawab oleh al-Sya’rāwī.
Kedua, Al-Fatawa al-Kubro (Fatwa-fatwa Besar). Kitab ini dicetak
oleh Maktabah al-Turas al-Islami dalam dua bagian. Bagian pertama terdiri
atas 411 halaman dan bagian kedua terdiri atas 483 halaman. Kedua bagian
12 Riska Puspita Sari, “Nilai-nilai Tauhid Dalam Surah al-Fātihah Menurut
Penafsiran al-Sya’rawi”, (Skripsi S1., Universiras Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2018), 32. 13 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 148. 14 Herry Muḥammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta :
Gema Insani Press, 2006), 277.
-
33
tersebut berisi pemikiran al-Sya’rāwī tentang tafsir dan juga pertanyaan
yang memiliki benang merah dengan tema sekaligus jawabannya. Bagian
pertama membahas iman kepada Allah, makna amanah dan kapan iman
menjadi aqidah dan seterusnya.15
Ketiga, Nubu’āt al-Syaikh al-Sya’rāwī (Al-Syuyu’iyyah al-Sanam
alladzi Hawā). Kitab ini dicetak oleh Maktabah al-Turas al-Islami, disusun
oleh Muḥammad Ismail. Kitab ini memuat sekelumit pemikiran al-
Sya’rāwī, berisi 162 halaman.
Keempat, al-Islam al-Hadatsah wa Haḍarah. Kitab ini terdiri atas
241 halaman, diterbitkan oleh Dār al-Audah Beirut. Kitab ini memuat
pembahasan-pembahasan yang krusial. Pembahasan pertama tentang
pergerakan, tujuan dan asal dari pergerakan, dan pembahasan kedua tentang
karakteristik kaidah-kaidah pergerakan. Pembahasan ketiga tentang ajakan
bagi kaum pemuda dan perempuan muslimah, kunci yang membukakan
pintu kepada Allah serta pembahasan lainnya.
Kelima, Tarbiyat al-Insān al-Muslīm. Kitab ini diterbitkan oleh Dār
al-Audah Beirut, terdiri atas 200 halaman. Bab pertama tidak berjudul,
sedangkan bab kedua berjudul mengarungi bahtera kehidupan tanpa
perasaan bersalah, bab ketiga berjudul mulailah dengan memilih prinsip
hidup guna memahami jalan hidupmu. Bab keempat berjudul kenikmatan
tanpa landasan sama halnya dengan merasakan sakit tanpa batasan, dan ini
merupakan sebab-sebab hancurnya kehidupan serta pemabahasan lainnya.16
Keenam, kitab Hadis-hadis Qudsi. Kitab ini memuat hadis-hadis
qudsi dan penafsirannya, bagian pertama dari kitab ini terdiri atas 80
15 Resti Yuni Mentari, “Penafsiran Al-Sya’rāwī Terhadap al-Quran Tentang
Wanita Karir”, 32. 16 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, Cet. 1
(Jakarta Selatan : TERAJU 2004), 38.
-
34
halaman dan disusun oleh ‘Adil Abu al-Ma’ati selanjutnya diterbitkan oleh
Dār al-Rauḍah.
Ketujuh, Mausu’ah Islamiyyah li al-Athfāl adalah kitab seri untuk
anak-anak. Buku ini merupakan hasil wawancara oleh Muḥammad Rasyad
al-Arabi, dicetak oleh Dār al-Ra’īd li al-Nasyr. Buku ini terdiri atas 48
halaman, menghimpun tema yang berkenaan dengan rahmat Allah kepada
hambaNya dan dirangkum dengan bahasa lugas dan deskriptif sesuai
dengan daya tangkap anak-anak.17
Kedelapan, Mu’jizāt al-Qurān. Kitab ini dicetak dan disebarkan oleh
koran “al-Akhbar” Kairo dengan beberapa perampingan di berbagai sisi.
Kitab ini diterbitkan oleh Wizarah al-Tarbiyyah wa al-Ta’līm pada tahun
1997-1998 H yang merupakan pegangan bagi siswa SD kelas 3. Kitab ini
terdiri atas sebelas bagian, kitab ini berisi analisis mendetail terhadap
permasalahan yang di perdebatkan oleh para orientalis karena kesimpulan
yang mereka ambil bertentangan dengan al-Qur`an.18
C. Karakteristik Tafsir al-Sya`rāwī
Dalam muqaddimahnya al-Sya`rāwī mengatakan bahwa kitab ini
bukan hasil penafasiarannya. Melainkan lebih kepada hasil pemikiran yang
jernih, terlintas di hati seorang mukmin tentang makna beberapa ayat al-
Quran. Menurut al-Sya’rāwī seandainya al-Quran dapat ditafsirkan, tentu
Rasulullahlah yang lebih berhak menafsirkannya. Sebab, al-Qur`an
diturunkan langsung kepadanya dan langsung berinteraksi dalam
kehidupannya.19
Penamaan kitab ini diambil dari nama penulisnya yaitu Muḥammad
Mutawallī al-Sya’rāwī. Awalnya karya ini merupakan hasil dokumentasi
17 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, 39. 18 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, 40. 19 Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī, Tafsir al-Sya’rāwī; Renungan Seputar
Kitab Suci al-Quran, Jilid 1 (Medan : Duta Azhar, 2011), 1.
-
35
yang ditulis dari hasil ceramah yang disampaikan oleh Syekh Muḥammad
Mutawallī al-Sya’rāwī. Sebelum di cetak menjadi sebuah karya tulis, hasil
rekapan ceramah al-Sya’rāwī ini terbit di majalah al-Liwā’ al-Islāmy No.
251-332. Selanjutnya dijadikan bentuk buku seri yang berjudul Khāwatir
hawl al-Qurān al-Karīm yang diterbitkan oleh dār Mayu al-Waṭaniyyah
mulai tahun 1982.20
Kitab ini di tulis oleh suatu lajnah yang beranggotakan Muhammad
al-Sinrawi dan ‘Abdul Waris al-Dasuqi. Kitab tafsir ini diterbitkan oleh
Akhbar al-Yawm pada tahun 1991, dan dimuat pada Majallah al-Liwā al-
Islāmy dari tahun 1986-1989 no.251-332. Pentakhrij hadis di dalam kitab
ini adalah Aḥmad ‘Umar Hasyim.21
Latar belakang penafsiran al-Sya’rāwī adalah Ia ingin menjelaskan isi
al-Qur`an yang dipahaminya kepada orang lain, oleh sebab itu ia
mengatakan bahwa penafsirannya ini mungkin salah mungkin benar. Selain
itu al-Sya’rāwī juga menanamkan keyakinan kepada umat Islam akan
keagungan mukjizat al-Qur`an dari sisi bahasa, kandungan, serta rahasia-
rahasia lain yang harus diungkap dari al-Qur`an.22 Ketika menafsirkan al-
Qur`an al-Sya’rāwī berpegang pada dua aspek. Pertama, komitmen kepada
Islam yang dianggapnya sebagai metode atau landasan memperbaiki
kerusakan yang ada pada saat ini terutama dalam hal pemikiran dan
keyakinan. Kedua, Modernisasi. Al-Sya’rāwī adalah penafsir yang
mengikuti perkembangan zaman saat ini sehingga bisa dikatakan tafsirnya
bercirikan modern.23 Motivasi al-Sya’rāwī dalam menulis kitab tafsirnya
20 Imroatus Sholihah, “Konsep Kebahagiaan dalam al-Quran (Prespektif
Mutawallī al-Sya’rāwī dan Psikologi Positif)”, 71. 21 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, 49. 22 Muhammad Mutawallī al-Sya’rāwī, Tafsir al-Sya’rawiī; Renungan Seputar
Kitab Suci al-Quran, 3. 23 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 152.
-
36
adalah ingin menjelaskan hukum-hukum Allah dengan lebih jelas, ingin
menjelaskan bahwa al-Qur`an selalu relevan dengan perkembangan zaman,
dan juga ingin menjelaskan kemukjizatan ilmiah al-Qur`an.24
Jika dilihat dari metodenya, Tafsir al-Sya’rāwī ini sulit untuk
dipetakan. Sebab, awalnya tafsir ini merupakan tafsir bi al-lisān atau tafsir
sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian dibukukan). Namun, secara
umum tafsir ini menggunakan metode gabungan antara metode tahlili dan
metode tematik25. Dengan kata lain al-Sya’rāwī menggunakan metode
tahlili untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan memaparkan segala
aspek kemudian menerangkan makna-makna yang tercangkup didalamnya
sesuai keahlian dan kecendrungan penafsir. Selanjutnya al-Sya’rāwī juga
menjelaskan dengan pendekatan tematik (mauḍu’i) untuk membahas ayat-
ayat al-Qur`an dalam sebuah tema yang teratur.26
Tafsir ini termasuk dalam kategori tafsir adabi ijtimā’i, yang
dipelopori oleh Muḥammad Abduh. Corak tafsir ini berorientasi pada
sastra, budaya dan sosial kemasyarakatan. Melalui penafsirannya al-
Sya’rāwī berusaha mengemukakan pemikirannya tentang pendidikan,
perhatiannya yang sangat besar ditujukan untuk memberikan solusi
terhadap permasalahan di masyarakat dan pemerintah.
Contoh penafsirannya yang berusaha meyelesaikan masalah
masyarakat Islam adalah bagaimana ia menjelaskan kepada kepala
pemerintahan untuk menjauhkan paksaan dan intimidasi kepada rakyat
24 Malkan, “Tafsir al-Sya’rāwī : Tijauan Biografis dan Metodologis”, Jurnal al-
Qalam, Vol.29, No.2 (Mei- Agustus 2012): 196. 25 Metode tematik ialah membahas ayat-ayat al-Quran sesuai dengan tema atau
judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan topik tersebut dihimpun.
Kemudian dijelaskan secara mendalam dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil dan fakta
secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Lihat Nasaruddin Baidan, “Metode
Penafsiran al-Quran”, 72. 26 Resti Yuni Mentari, “Penafsiran Al-Sya’rāwī Terhadap al-Quran Tentang
Wanita Karir”, 39.
-
37
ketika pemerintah berusaha memperpanjang masa kekuasannya. Ia juga
komitmen menjelaskan akidah dan akhlak, mengaitkan penafsiran dengan
kehidupan manusia dan aktifitasnya. Memberi mereka petunjuk dengan
metode pendidikan. Hal ini yang menyebabkan Ali Iyazi mengatakan
bahwa kitab Tafsir al-Sya’rāwī bercorak tarbawi dan islah (reformasi).27