(ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA RĀWĪ KARYA...

86
QURRAH A‘YUN DALAM AL-QUR‘AN (ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA‘RĀWĪ KARYA MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA‘RĀWĪ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Izzah Umniyyati NIM 11150340000153 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‘AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1442 H

Transcript of (ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA RĀWĪ KARYA...

  • QURRAH A‘YUN DALAM AL-QUR‘AN

    (ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA‘RĀWĪ KARYA

    MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA‘RĀWĪ)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    Oleh:

    Izzah Umniyyati

    NIM 11150340000153

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‘AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2020 M/1442 H

  • i

    QURRAH A‘YUN DALAM AL-QUR‘AN

    (ANALISIS TERHADAP TAFSĪR AL-SYA‘RĀWĪ KARYA

    MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA‘RĀWĪ)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    Oleh:

    Izzah Umniyyati

    NIM 11150340000153

    Pembimbing

    Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.

    19820221 200901 1024

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‘AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2020 M/1442 H

  • ii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul Qurrah A’yun dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap

    Tafsir Al-Sya’rawi Karya Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi) telah

    diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta pada 10 Maret 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai

    salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) pada program

    studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    Ciputat, 10 Maret 2020

    Sidang Munaqasyah

    Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

    Dr. Eva Nugraha, M. Ag Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH

    NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

    Penguji I Penguji II

    Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A Hasanuddin Sinaga, M.A

    NIP. 19550725 200012 2001 NIP. 19701115 199703 1 002

    Pembimbing

    Dr. Hasani Ahmad Said, M.A

    NIP. 19820221 200901 1024

  • iii

    SURAT PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Izzah Umniyyati

    NIM : 11150340000153

    Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul QURRAH

    A′YUN DALAM AL-QUR′AN (ANALISIS TERHADAP TAFSIR AL-

    SYA′RĀWĪ KARYA MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-

    SYA’RĀWĪ) adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan

    tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam

    penyusunan karya ini telah cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.

    Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan

    peundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian besar atau

    keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

    Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

    Tangerang, 21 Januari 2020

    Izzah Umniyyati

  • iv

    ABSTRAK

    Izzah Umniyyati

    Qurrah A′yun dalam Al-Qur′an (Analisis Terhadap Tafsir

    Al-Sya′rāwī Karya Muḥammad Mutawallī Al-Sya’rāwī)

    Penelitian ini mengkaji beberapa makna dari kata taqarra aynuhā dan

    qarriy aynā yang sama-sama berasal dari kata qurrah a′yun. Dalam Qs. Al-

    Qaṣaṣ ayat 9 dan Al-Furqān ayat 74 kata qurrah a’yun tertuju pada keluarga

    yaitu berbicara tentang pasangan dan anak keturunan. Sedangkan pada Qs.

    Al-Sajdah ayat 17 kata qurrah a′yun tidak lagi berbicara tentang pasangan

    dan keturunan, dalam kajian terdahulu sebuah Jurnal Ilmu al-Qur’an dan

    Tafsir Vol.03, No.2, (2 Oktober 2018) karya Ipah Hatipah dkk yang

    berjudul “Anak sebagai Qurratu A’yun dalam Prespektif al-Qur’an” belum

    secara menyeluruh mengkaji tentang qurrah a’yun dalam al-Qur’an,

    kemudian penelitian tersebut juga tidak menggunakan penafsiran al-

    Sya’rāwῑ. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, bagaimana penafsiran

    al-Sya’rāwῑ tentang qurrah a’yun dalam al-Qur’an?

    Penelitian ini menggunakan deskriptif-analisis. Dengan tujuan agar

    penelitian ini mendapatkan pemahaman secara utuh mengenai qurrah a’yun

    dalam al-Qur’an. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data

    utama, yaitu ayat-ayat tentang qurrah a’yun dan term tersebut derivasinya

    berasal dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras Lialfazhi al-Qur’an al-Karim.

    Kemudian data-data tersebut akan dianalisis menggunakan penafsiran al-

    Sya’rāwῑ yang berfokus pada corak adabi ijtima’i.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan tiga

    klasifikasi yang berasal dari kata qurrah a′yun ; qurrah a′yun sebagai anak

    yang menurut al-Sya′rāwī anak bisa dikatakan sebagai qurrah a′yun adalah

    anak yang menjadi penyenang hati bagi orangtua nya dan perjalanan

    hidupnya dilalui sesuai dengan manhaj Allah. Kemudian qurrah a′yun

    sebagai pasangan menurut al-Sya’rāwī dalam kitab tafsirnya adalah

    pasangan yang membahagiakan suaminya ketika di pandang, pandai

    menjaga diri dan harta suami. Yang terakhir adalah qurrah a′yun sebagai

    kenikmatan di surga yang terdapat pada Qs. Al-Sajdah ayat 17, dalam hal

    ini menurut al-Sya’rāwī, qurrah a’yun Allah berikan sebagai hadiah dan

    cinderamata yaitu surga dan gambaran kesempurnaan di dalamnya untuk

    orang-orang yang taat beribadah kepada Allah.

    Kata Kunci : Qurrah a′yun, Taqarra Aynuha, Qarriy Ayna, Al-

    Sya′rāwī

  • v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan

    izin dan rahmat sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian skripsi pada

    program Ilmu al-Qur′an dan Tafsir yang berjudul “Qurrah A′yun dalam Al-

    Qur′an (Analisis Terhadap Tafsīr Al-Sya′rāwī Karya Muḥammad Mutawallī

    Al-Sya′Rāwī)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

    dalam memperoleh gelar akademik Sarjana Agama (S. Ag).

    Pada bagian ini penulis ingin berterimakasih banyak kepada semua

    pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penelitian skripsi ini

    hingga selesai.

    Pihak pertama terimakasih banyak kepada civitas akademik

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj.

    Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, M.A, selaku Rektor Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A selaku

    Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Selanjutnya kepada Bapak Dr. Eva Nugraha M.A, selaku Ketua

    Program Studi Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi Lc,

    MIRKH selaku sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir. Dosen

    pembimbing skripsi penulis, Bapak Dr. Hasani Ahmad Said M.A yang

    senantiasa meluangkan waktu, memberikan arahan, dukungan serta

    semangat kepada penulis agar cepat menyelesaikan penelitian skripsi ini.

    Semoga kebahagiaan dan keberkahan selalu menyertai beliau, āmīn. Dosen

    penasihat akademik penulis, Bapak Dr. H. Masykur Hakim M. Ag yang

    senantiasa memberikan arahan kepada penulis. Tak lupa pula penulis

    ucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar

    M.A. yang telah menjadi teman diskusi penulis tanpa bosan, semoga

    kebahagiaan dan keberkahan selalu menyertai kehidupan beliau. āmῑn.

  • vi

    Terimakasih juga kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Universitas

    Islam Negeri atas ilmu dan pelajaran hidup yang telah diberikan kepada

    penulis.

    Terimakasih tak terhingga teruntuk kedua orangtua penulis, Bapak H.

    Ahmad Subki S. Pdi dan Ibu Hj. Mintihamah yang senantiasa menjadi

    tempat keluh kesah, motivator ulung untuk penulis yang tak pernah lelah

    berdoa dan selalu sabar menanti penulis menyelesaikan penelitian skripsi

    ini. Semoga keberkahan, kebahagiaan, perlindungan serta cinta kasih Allah

    selalu menyertai kalian berdua, āmīn. Kedua adik penulis Ahmad Wafi

    Mamduh dan Muhammad Hanif Farhan, terimakasih karena selalu

    mendukung dan menghibur kakak.

    Terimakasih kepada guru-guru penulis, pamanda Ustad. Muhammad

    Khudori Syarwani Lc, Ustazah. Rumsiyah Asnawi semoga Allah berikan

    tempat terbaik untuk beliau di sisi-Nya, āmīn. ustazah. Citra Ningsih,

    ayahanda H. Anshori. Terimakasih untuk bekal yang telah diberikan

    sehingga penulis bisa sampai pada titik ini.

    Terimakasih kepada petugas Perpustakaan Umum Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, petugas Perpustakaan Fakultas

    Ushuluddin, petugas Perpustakaan Islam Iman Jama‘, juga PSQ.

    Terimakasih karena berkat referensi yang ada di dalam perpustakaan

    penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

    Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2015

    Jurusan Ilmu al-Qur‘an dan Tafsir terkhusus untuk Ahidatun Nikma, Diah

    Hasanah, Hilmi Mutmainnah, Nunuk Rima Aini, Isnaeni Raedah, Siti

    Jaronah, Siti Aisyah, Muhlis Syaroh. Terimakasih untuk ketersediaannya

    membantu penulis, menjadi tempat keluh kesah sekaligus penghibur.

    Teman tidur satu atap PONDOKAN ASSALAM, Sundari Aryanti dan Popi

    Sugiarti. Juga terimakasih kepada teman seperjuangan dari awal menempuh

  • vii

    perjuangan masuk ke Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

    Fitria Damayanti, Wihdatul Ummah, M. Fakhri Sirojuddin, Abdul Rifqi.

    Teman bertumbuh sedari kecil Madada Nur Kholida S.E, Ismawati S.Pd,

    Dwi Vina Fauziah S.Kom.

    Terimakasih juga untuk semua orang yang tak pernah bosan

    menanyakan kapan tugas akhir ini selesai, terimakasih untuk kalian yang

    telah meberikan semangat dan perhatian yang tak terhingga untuk penulis,

    mohon maaf penulis tidak bisa menyebutkannya satu-persatu.

    Demikian, penulis memohon kepada Allah Swt semoga kita semua di

    tetapkan ketaqwaan dalam iman dan islam. Semoga tulisan ini membawa

    manfaat untuk pembaca dan terkhusus untuk penulis sendiri.

    Jakarta, Januari 2020

    Izzah Umniyyati

  • viii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543

    b/U/1987.

    A. Konsonan Tunggal

    Huruf

    Arab Nama Huruf Latin Keterangan

    alif tidak dilambangkan ا

    ba’ b Be ب ta’ t Te ت (sa’ ṡ es (dengan titik di atas ث jim j Je ج (ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح kha’ kh ka dan ha خ dal d De د (zal ż zet (dengan titik di atas ذ ra’ r Er ر zai z Zet ز sin s Es س syin sy es dan ye ش (sad ṣ es (dengan titik di bawah ص (dad ḍ de (dengan titik di bawah ض

    (ta’ ṭ te (dengan titik di bawah ط

    (za’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ

    ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع

    gain g Ge غ

    fa f Ef ف

    qaf q Qi ق

    kaf k Ka ك

    lam l El ل

    mim m Em م

    nun n En ن

    wawu w We و

    ha’ h Ha ه

    hamzah ’ Apostrof ء

    ya y Ye ي

  • ix

    B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap

    Ditulis muta‘aqqidin متعقدين Ditulis ‘iddah عدة

    C. Ta’ Marbutah

    1. Bila dimatikan ditulis h

    ditulis hibbah هبة ditulis jizyah جزية

    (Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang

    sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat,

    dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

    Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu

    terpisah, maka ditulis dengan h.

    ditulis karāmah al-auliyā كرامة األولياء

    2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah, ditulis t

    ditulis zakātul fitri زكاة الفطر

    D. Vokal Pendek

    kasrah ditulis i

    ___̷__ fathah ditulis a

    ḍammah ditulis u __ۥ___

    E. Vokal Panjang

    fathah + alif ditulis ā

    ditulis jāhiliyah جا هليةfathah + ya’ mati ditulis ā

    ditulis yas` ā يسعى

    kasrah + ya’ mati ditulis ī

    ditulis karīm كريم

    ḍammah + wawu mati ditulis ū

  • x

    F. Vokal Rangkap

    fathah + ya’ mati ditulis ai

    ditulis bainakum بينكمfathah + wawu mati ditulis au

    ditulis qaulun قول

    G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan

    dengan Apostrof

    ditulis a’antum أأنتم ditulis u‘iddat أعد ت

    ditulis la’in syakartum لئن شكرتم

    H. Kata Sandang Alif + Lam

    1. Bila diikuti huruf Qamariyyah

    ditulis al-Qur’ān القرأن ditulis al-qiyās القياس

    2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf

    Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-

    nya

    ’ditulis as-samā السماء ditulis asy-syams الشمس

    I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

    Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya

    ditulis żawī al-furūd ذوي الفوض ditulis ahl as-sunnah أهل السنة

  • xi

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................... ... i

    LEMBAR PENGESAHAN PANTIA UJIAN .................................. ... ii

    SURAT PERNYATAAN ………….…………………………………. iii

    ABSTRAK .......................................................................................... ... iv

    KATA PENGANTAR ....................................................................... ... v

    PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................... .. viii

    DAFTAR ISI ...................................................................................... ... xi

    DAFTAR TABEL ……………………………………………...……. xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1

    B. Permasalahan ............................................................... 5

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................... 6

    D. Tinjauan Pustaka .......................................................... 7

    E. Metode Penelitian ........................................................ 12

    F. Langkah-langkah Penelitian ......................................... 14

    G. Sistematika Penulisan .................................................. 14

    BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG QURRAH A’YUN

    A. Pemaknaan Qurrah A’yun ............................................ 16

    B. Karakteristik Qurrah A’yun ......................................... 17

    C. Ayat-ayat al-Quran tentang Qurrah A’yun .................. 24

    BAB III MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA′RĀWĪ DAN

    TAFSIRNYA

    A. Biografi Muḥammad Mutawallī Al-Sya′rāwī .............. 29

    B. Karya-karya Muḥammad Mutawallī Al-Sya′rāwī ....... 32

    C. Karakteristik Muḥammad Mutawallī Al-Sya′rāwī ...... 34

  • xii

    BAB IV TINJAUAN AL-SYA′RĀWĪ TENTANG QURRAH A’YUN

    DALAM AL-QURAN

    A. Qurrah A’yun Sebagai Anak ........................................ 40

    B. Qurrah A’yun Sebagai Pasangan ................................. 53

    C. Qurran A’yun Sebagai Kenikmatan di Surga .............. 58

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .................................................................. 66

    B. Saran dan Kritik ........................................................... 67

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 68

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 : Tabel Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Term Qurrah A’yun ..… 25

    Tabel 3.1 : Tabel Sistematika Penulisan Kitab Tafsir al-Sya’rāwῑ .……. 41

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Keluarga merupakan kelompok kecil dalam masyarakat.1 Secara

    etimologi keluarga berarti baju besi yang kuat yang dapat melindungi

    manusia dan menjadi penguat saat dibutuhkan. Adapun secara terminologis,

    keluarga berarti sekelompok orang yang pertama berinteraksi dengan bayi

    dan bersama merekalah pada tahun-tahun pertama pembentukan hidup dan

    usianya. Bayi itu tumbuh dan berkembang mengikuti kebiasaan dan tingkah

    laku orang tuanya dan orang-orang disekitarnya. Bayi tunduk mengikuti

    bentuk pendidikan dan pertumbuhan pada tahun-tahun pertama.2

    Keluarga dalam Islam merupakan rumah tangga yang dibangun dari

    suatu pernikahan antara seorang pria dan wanita yang dilaksanakan sesuai

    syariat agama Islam yang memenuhi syarat pernikahan dan rukun nikah

    yang ada. Dalam keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.

    Jika salah satu tidak ada maka akan terjadi ketidak sempurnaan.

    Karena anggota dari keluarga mempunyai peranannya masing-masing

    untuk mewujudkan fungsi keluarga itu sendiri. Fungsi utama keluarga yaitu

    menjaga fitrah anak yang lurus dan suci. Meluruskan fitrahnya dan

    membangkitkan serta mengembangkan bakat serta kemampuan positifnya.3

    1 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun

    dalam prespektif al-Qur’an”, Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol.03, No.2, (2 Oktober

    2018): 2. 2 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedia Pendidikan Anak Muslim (Kairo: Fikr

    Rabbani Group, 2006), 72. 3 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun

    dalam prespektif al-Qur’an”, 2.

  • 2

    Menurut Reiss “keluarga adalah suatu kelompok kecil yang

    terstruktur dalam pertalian keluarga dan memiliki fungsi utama berupa

    sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru”.4

    Dapat disimpulkan bahwa fungsi keluarga adalah pemeliharaan

    terhadap generasi baru. Oleh karena itu keberadaan anak menjadi bukti fisik

    untuk mewujudkan fungsi keluarga dalam pemeliharaan terhadap generasi

    baru. Salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan, yaitu

    anak yang shalih dan shalihah. Meskipun mendapatkan keturunan bukan

    tujuan utama dari pernikahan, karena tujuan utama dari pernikahan adalah

    beribadah kepada Allah Swt, kemudian “litaskunū ilaihā”, yaitu sakinah,

    ketenangan, keramahan, saling cinta, dan kasih sayang. Supaya suami

    tenang dan tentram, kewajiban istri berusaha menenangkan dan

    menentramkan suami.5

    Anak merupakan anugerah bagi kedua orang tuanya, tanpa kehadiran

    anak rumah tangga akan terasa hampa. Tidak ada penerus untuk generasi

    yang akan datang, padalah bangsa ini membutuhkan generasi penerus yang

    diharapkan bisa memajukan bangsa yang beradab. Semua orang tua

    menginginkan anak yang baik, yang bisa menjadi penolong di akhirat kelak.

    Namun nyatanya banyak anak yang tidak sesuai dengan keinginan orang

    tuanya, meskipun orang tua telah memberikan pendidikan yang terbaik.

    Terdapat tiga kali redaksi kata qurrah a′yun dalam tiga surah yang

    berbeda6, yaitu dalam surat al-Furqān [25] : 74, surat al-Qaṣaṣ [28] : 9, dan

    surat al-Sajdah [32] : 17. Selain itu ada kata yang sejenis dengan qurrah

    a’yun yaitu kata taqarra aynuhā yang terdapat pada surat al-Qaṣaṣ [28] :

    4 Sri Lestari, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014),

    4. 5 H. Abdul Aziz Salim Basyari, Anakku Inilah Nasihatku : Shalat dan Pernikahan

    (Depo : Gema Insani, 2010), 353. 6 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun

    dalam prespektif al-Qur’an”, 144.

  • 3

    13, dan pada surat Ṭāhā [20] : 40. Kemudian kata qarriy aynā yang terdapat

    pada surat Maryam [19] : 26 .

    Makna qurrah a’yun menurut Hamka “adalah anak kecil

    sebagai obat jerih, buah mata dan biji mata”.7 Menurut Sayyid Quṭb dalam kitab Tafsir Fi-Zilālil Qur′ān surah al-Qaṣaṣ ayat 9, “qurrah a′yun diartikan sebagai penyejuk hati. Dimana kehadiran seorang

    anak menjadi penyejuk hati, pelipur lara dan kebahagiaan bagi orang

    tua. Semua kekhawatiran, kemurkaan dan kemarahan seseorang akan

    sirna dengan adanya kehadiran seorang anak”.8

    Qurrah a′yun di luar makna kenikmatan pada anak dan pasangan yang

    taat, juga dimaknai sebagai kenikmatan di surga. Sesuai dengan firman

    Allah SWT dalam surat al-Sajdah ayat 17 :

    اُنْواًَۢ ِبَما ك ْعُين ٍۚ َجَزاۤء

    َِة ا ْن ُقرَّ ُهْم م ِ

    َْخِفَي ل

    ُآ ا ُم َنْفٌس مَّ

    َا َتْعل

    َْوَن َفل

    ُ ١٧ َيْعَمل

    “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti,

    yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang

    mereka kerjakan.”

    Hal ini sangat berbeda dari makna sebelumnya. Karena dari dua surat

    yang terdapat term qurrah a′yun di dalamnya yaitu surat al-Qaṣaṣ ayat 9

    dan surat al-Furqān ayat 74, objek yang tuju adalah keluarga yaitu

    keturunan dan pasangan, sedangkan pada surat al-Sajdah ayat 17 qurrah

    a′yun yang dimaksud adalah kenikmatan yang akan Allah Swt berikan

    diakhirat untuk orang yang telah melakukan kebaikan dan amal saleh ketika

    hidup didunia. Kenikmatan tersebut dapat dikatakan surga.

    Qurrah a′yun dalam surat al-Sajdah ayat 17 menurut Buya

    Hamka maknanya adalah “cendera mata yang berarti hadiah, kejutan

    dan imbalan yang membahagiakan dari Allah Swt”.9 Ayat ini adalah

    untuk orang-orang yang telah menyempurnakan imannya itu dengan

    7 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 54. 8 Sayyid Quṭb, Tafsir Fi Zilālil Qur’ān (Beirut: Dār al-Syurūq, 1992), 30. 9 Hamka, Tafsir al-Azhar, 172-173.

  • 4

    ibadah, memperdalam rasa cinta kepada kepada Allah Swt, diantara

    makna yang sama menurut Sayyid Quṭb dalam tafsir Fi Zilālil Qur′ān pada surat al-Sajdah ayat 17 adalah “rahmat Allah SWT yang sangat

    menakjubkan yang telah Allah SWT siapkan untuk orang yang

    mendekatkan diri kepada-Nya selama hidup di dunia. Suatu ungkapan

    yang menakjubkan tentang keluasan rahmat Allah Swt bagi orang-

    orang yang demikian”.10

    Dari istilah-istilah yang menerangkan tentang penyejuk hati tersebut,

    ada beberapa istilah yang menarik perhatian penulis yakni term tentang

    qurrah a′yun. Ada beberapa alasan mengapa qurrah a′yun menjadi menarik

    untuk dibahas. Pertama, qurrah a′yun tidak hanya dimaknai sebagai

    keturunan dan pasangan tetapi juga dimaknai sebagai kenikmatan di surga

    yang Allah berikan kepada hamba-Nya sebagai imbalan atas perbuatan baik

    yang dilakukan di dunia. Kedua, ada term lain yang sejenis dengan qurrah

    a′yun yang menarik untuk diteliti yaitu term taqarra aynuhā, dan qarriy

    aynā. Hal lain yang menarik perhatian penulis selain term-term yang

    dijelaskan di atas, adalah penelitian tentang qurrah a′yun ini belum banyak

    ditemukan. Itu sebabnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi jendela

    pembuka untuk melanjutkan penelitian dari berbagai prespektif yang lain.

    Adapun alasan penulis memilih kitab tafsir al-Sya′rāwī yaitu :

    Pertama : Muhammad Mutawallī al-Sya′rāwī dalam tafsirnya dengan

    nama kitab tafsir al-Sya′rāwī bercorak sastra budaya kemasyarakatan atau

    Adabi ijtimā′ī, yaitu suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat

    al-Qur′an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat.

    Kedua : Muhammad Mutawallī al-Sya′rāwī dalam kitab tafsirnya juga

    lebih banyak menjelaskan dari segi tinjauan bahasa, akar kata, sharaf dan

    nahwu. Sehingga dinilai mempunyai kesesuaian dengan penelitian yang

    penulis akan lakukan.

    10 Sayyid Quṭb, Tafsir Fi Zilālil Qur’ān, 202.

  • 5

    B. Permasalahan

    1. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di

    atas, maka penulis memberikan identifikasi masalah yang akan

    dijadikan bahan penelitian sebagai berikut :

    a. Tinjauan umum tentang qurrah a′yun. Masyarakat pada

    umumnya sudah terbiasa menggunakan kata qurrah a’yun

    namun kebanyakan masyarakat hanya menyandingkannya

    dengan anak keturunan. Kemudian dari sini muncul pertanyaan,

    apakah term qurrah a’yun hanya memberikan penjelasan

    tentang anak keturunan?

    b. Ayat-ayat al-Qur’an tentang qurrah a′yun belum banyak dikaji

    maka dari itu perlu dikaji lebih dalam dari segi penafsiran al-

    Qur’an.

    c. Jika qurrah a’yun diartikan sebagai penyejuk hati untuk anak

    dan pasangan, maka bagaimanakah karakteristik untuk menjadi

    anak dan pasangan yang bisa masuk ke dalam kategori penyejuk

    hati?

    2. Pembatasan Masalah

    Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna

    dan mendalam, maka penulis memandang permasalahan penelitian

    yang diangkat harus dibatasi. Penulis membatasi penelitian ini

    hanya berkaitan dengan penafsiran al-Sya′rāwī terhadap frase

    qurrah a′yun dalam al-Qur′an. Dan frase ini dalam al-Qur′an

    terulang sebanyak 3 kali yang tersebut pada 3 surat dan 3 ayat.

  • 6

    Adapun ayat-ayat tersebut adalah Qs. al-Furqān [25] : 74, Qs. al-

    Qaṣaṣ [28] : 9 dan 13, al-Sajdah [32] : 17.11

    Kajian ini tidak hanya difokuskan pada penyebutan qurrah

    a′yun saja, akan tetapi ada juga pada penyebutan yang lainnya.

    Dimana selain qurrah a′yun, frase ini juga disebutkan dengan

    taqarra aynuhā, qarrī aynā.

    3. Perumusan Masalah

    Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas,

    maka pokok permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan

    sebagai berikut : Bagaimanakah penafsiran al-Sya’rāwī terhadap

    frase qurrah a′yun dalam al-Qur′an?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan penulis melakukan penelitian dengan judul qurrah a′yun

    dalam al-Qur′an : Analisis Terhadap Tafsīr al-Sya′rāwī karya al-Sya′rāwī

    ini adalah untuk mengetahui makna qurrah a′yun dalam al-Qur′an menurut

    penafsiran Muḥammad Mutawallī al-Sya′rāwī, serta kontekstualisasi

    makna qurrah a′yun terhadap anak, pasangan dan imbalan kenikmatan di

    surga.

    Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

    penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat

    praktis

    1. Manfaat teoritis

    a. Memberikan tambahan wawasan mengenai tokoh Islam yaitu

    Mutawalli al-Sya’rāwῑ dengan kitab tafsirnya yang bercorak

    adabi ijtimā’i.

    11 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun

    dalam prespektif al-Qur’an”, 144.

  • 7

    b. Memberikan pengetahuan tambahan tentang qurrah a’yun

    menurut pandangan al-Sya’rāwῑ.

    c. Membantu masyarakat awam untuk mengetahui apa saja yang

    termasuk ke dalam kategori qurrah a’yun dalam al-Qur’an.

    2. Manfaat Praktis

    a. Karya ilmiah ini berguna untuk mahasiswa yang hendak

    menambah keilmuannya dan mejadikan penelitian ini sebagai

    referensi untuk mengajar di masing-masing fokus pengajaran,

    penelitian ini mempunyai sedikit pemahaman tentang qurrah

    a’yun menurut pandangan al-Sya’rāwῑ.

    b. Sebagai karya ilmiah, tulisan ini diharapkan menambah

    wawasan pengetahuan di bidang pendidikan al-Qur′an dan

    Tafsir khususnya yang berkaitan dengan konsep qurrah a′yun

    di dalam al-Qur′an. Sehingga mahasiswa dan kaula muda dapat

    mengimplementasikannya dalam mendidik anak dan pasangan

    pada kehidupan berumah tangga.

    D. Tinjauan Pustaka

    Kajian-kajian tentang anak sebagai qurrah a′yun sudah banyak

    dilakukan oleh sarjanawan muslim. Berbagai aspek pembahasan tentang

    qurrah a′yun telah banyak dilakukan. Dari mulai pendekatan tematik, ciri-

    ciri qurrah a′yun, serta pendidikan karakter dan pendidikan akhlak dalam

    al-Qur′an tentang anak sebagai qurrah a′yun merupakan topik-topik yang

    digunakan peneliti terdahulu. Seperti kajian yang dilakukan oleh Ipah

    Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokhim dalam Jurnal Ilmu al-Qur′an dan

    Tafsir yang berjudul Anak Sebagai Qurrah A’yun Prespektif al-Quran.12

    Fokus kajian jurnal STAI Al-Hidayah ini adalah tentang hakikat dari qurrah

    12 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak sebagai Qurratu A’yun

    dalam prespektif al-Qur’an”, Jurnal Ilmu alQuran dan Tafsir, Vol.03, No.2, 2 Oktober

    2018.

  • 8

    a′yun berdasarkan ayat-ayat al-Quran, serta penjelasan para ulama

    mengenai hakikat dari qurrah a′yun. Kajian ini menggunakan metode

    tematik dengan cara menghimpun ayat-ayat dengan mengacu pada tema

    tertentu, dalam metode ini ayat-ayat al-Qur′an yang mempunyai maksud

    yang sama kemudian dihimpun dan diberi keterangan dan penjelasan.

    Selanjutnya kajian yang dilakukan Abdul Adzim Irsad dalam

    artikelnya yang berjudul Anak Qurrah A’yun.13 Kajiannya ini didasari atas

    keinginan orang tua yang ingin mempunyai anak sebagai qurratu a’yun,

    artikel ini juga menjelaskan sedikit cara agar orang tua bisa mewujudkan

    cita-citanya mempunyai anak yang menjadi penyejuk mata dan jiwa,

    misalnya dengan memberikan makan dan minum dari proses yang halal dan

    baik.

    Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ilham Paehoh-Ele dengan

    judul Ciri-ciri Anak Saleh dalam al-Quran.14 Cangkupan pembahasan

    dalam penelitian ini cukup luas dengan menampilan penafsiran-penafsiran

    bagaimana menjadi orang tua yang baik, seta bagaimana cara mewujudkan

    anak-anak yang saleh. Penelitian ini menggunakan metode maudhu’i,

    dalam metode ini semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji

    secara mendalam dan tuntas dari semua aspek yang berkaitan. Kemudian

    dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, anak saleh

    berarti anak yang berpribadi baik dalam menjalin hubungan dengan

    Allah swt dan baik pula dalam berhubungan dengan sesama makhluk

    ciptaannya.

    13 Lihat Abdul Adzim Irsad, “Anak Qurratu A’yun”, Artikel Kompasiana.Com,

    12 Desember 2015. 14 Ilham Paehoh-Ele, “Ciri-ciri Anak Saleh Dalam al-Quran”, (Skripsi S1 Fakultas

    Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry, 2016).

  • 9

    Kajian selanjutnya dilakukan oleh Abu Hudzaifah, dalam artikelnya

    yang berjudul Agar Istri dan Anak Kita menjadi Qurroh A’yun.15 Kajian ini

    menjelaskan dua makna tentang qurrah a’yun, yang pertama bermakna

    ketenangan. Artinya istri atau anak yang memiliki sifat qurrah a’yun berarti

    memberikan ketenangan dan keteguhan. Kedua, bermakna dingin atau sejuk

    yang berarti sebagai pendingin pandangan mata/hati. Artikel ini juga

    membahas tentang bagaimana cara mendidik istri dan anak agar menjadi

    qurrah a’yun, yaitu dengan cara memenuhi hak-hak mereka dan

    memberikan pendidikan Islami.

    Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Adeksi Pranoto dalam Skripsi

    yang berjudul Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam al-Quran Surah

    al-Furqān ayat 63-77.16 Panelitian ini dilatar belakangi oleh realitas

    kehidupan kekinian, manusia sudah banyak yang keluar dari ajaran al-

    Quran banyak akhlak manusia yang jauh dari akhlak yang digambarkan

    dalam al-Quran. Penelitian ini menjelaskan tentang beberapa pendidikan

    akhlak yang ada dalam Alquran, diantarnya akhlak kepada Allah Swt,

    akhlak kepada sesama manusia, akhlak kepada diri sendiri maupun akhlak

    kepada lingkungan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library

    research dengan metode mauḍu’i.

    Selain itu, kajian-kajian tentang tokoh Mutawallī al-Sya’rāwī pun

    telah banyak dilakukan oleh pata sarjanawan. Namun kajian yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan penulis kaji adalah penelitian yang dilakukan

    oleh Yovik Iryana dalam skripsinya, Perlindungan Anak dalam Tafsir al-

    15 Lihat Abu Hudzaifah, “Agar Istri dan Anak Kita Jadi Qurrata A’yun”, Artikel

    Hidayatullah.com, 7 Juni 2012. 16 Adeksi Pranoto, “Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam al-Quran Surah

    al-Furqān Ayat 63-77”, (Skripsi S1, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Imam Bonjol

    Padang, 2018).

  • 10

    Sya’rāwī (Studi Analisis Atas Perlindungan Anak).17 Pembahasannya

    berkisar pada kajian tematik tentang hak atas perlindungan anak menurut

    Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī, penelitian ini juga menjelaskan bahwa

    perlindungan anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu :

    perlindungan fisik dan perlindungan psikis. Perlindungan fisik dijelaskan

    pada QS. Al-Isrā [17]: 31 kemudian perlindungan psikis dijelaskan pada

    QS. Ṭāhā [20]: 132.

    Kajian selanjutnya tentang Syeikh Mutawallī al-Sya’rāwī dilakukan

    oleh Nur Istikomah dalam skripsinya yang berjudul, Taskhīr dalam

    Penafsiran Mutawallī al-Sya’rāwī.18 Penelitian ini menjelaskan taskhīr

    (penundukkan) yang berkaitan dengan keseimbangan hidup alam semesta.

    Adanya taskhir menunjukkan bahwa Allah menciptakan alam semesta

    sebagai sarana untuk lebih mudah menjalankan tugas manusia sebagai

    seorang khalifah di muka bumi. Penelitian ini menggunakan metode tematik

    dengan menggunakan cara baca pemikiran al-Sya’rāwī.

    Penelitian yang dilakukan oleh Aniesa Maqbullah dalam skripsinya

    yang berjudul, Pemaknaan Amanah dalam Surah al-Ahzab ayat 72

    (Prespektif Penafsiran al-Sya’rāwī).19 Penelitian ini menjelaskan tentang

    pemaknaan amanah dalam al-Qur′an menurut Mutawallī al-Sya’rāwī,

    amanah merupakan tuntunan wajib atas perjanjian manusia sebagai hamba

    kepada Tuhan, dalam konteks ini amanah berbicara tentang kesedian

    manusia melaksanakan amanah yang ditawarkan oleh Allah. Penelitian ini

    17 Yovik Iryana, “Perlindungan Anak Dalam Tafsir al-Sya’rāwī (Studi Analisis

    Atas Perlindungan Anak)”, (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati

    Bandung, 2017). 18 Nur Istikomah, “Konsep Taskhir Menurut Mutawallī al-Sya’rāwī (Analisa

    Ayat-ayat Penundukkan Alam)”, (Skripsi S1, Fakultas Ushuliddin, UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, 2018). 19 Aniesa Maqbullah, “Pemaknaan amanah dalam Surah al-Ahzab ayat 72

    (Prespektif Penafsiran al-Sya’rāwī)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, 2018).

  • 11

    menggunakan metode tematik dengan cara memilih tema tertentu untuk

    diteliti kemudian dicarikan penjelasannya.

    Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Alvi Luthfiyah Destari

    dalam skripsinya yang berjudul, Dayq dalam Prespektif al-Quran (Kajian

    Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Sya’rāwī tentang Ayat-ayat

    Dayq).20 Penelitian ini menjelaskan tentang dayq, yaitu sebuah kalimat

    yang menunjukkan antonim dari kata kelapangan yakni kesempitan, dalam

    penelitian ini dijelaskan kesempitan merupakan suatu keadaan sempitnya

    dada yang menyebabkan manusia menjadi galau, gelisah, takut. Penelitian

    ini menggunakan metode penelitian kualitatif, kemudian dalam metode

    analisis data penulis menggunakan metode tematik dan komparatif.

    Penelitian selanjutnya yang menggunakan pemikiran al-Sya’rāwī

    yaitu penelitian yang dilakukan oleh Aidah Fathaturrohmah yang berjudul,

    Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Prespektif al-Quran (Studi Komparatif

    dalam Penafsiran Sayyid Qut{b dan al-Sya’rāwī).21 Penelitian ini

    menjelaskan bahwa Sayyid Quṭb dan al-Sya’rāwī sepakat bahwa amar

    ma’ruf nahi munkar sebaik-baiknya umat adalah umat yang menyeru

    kebaikan dengan menegah kemunkaran dan menjaga masyarakat dari

    unsur-unsur kerusakan, kemudian keduanya juga sepakat mengatakan

    bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah menghalalkan untuk mereka yang

    baik-baik dan mengharamkan atas mereka segala yang buruk. Penelitian ini

    menggunakan metode kualitatif, kemudian dalam metode analisis data

    penulis menggunakan metode tematik dan komparatif.

    20 Alvi Luthfiyah Destari, “Dayq dalam Prespektif Alquran (Kajian Komparatif

    Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Sya’rāwī tentang Ayat-ayat Dayq)”, (Skripsi S1 Fakultas

    Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018). 21 Aidah Fathaturrohmah, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Prespektif Alquran

    ( Studi Komparatif dalam Penafsiran Sayyid Quṭb dan al-Sya’rāwī), (Skripsi S1 Fakultas

    Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018).

  • 12

    Sejauh ini, dalam pengetahuan penulis masih sedikit sekali kajian

    yang membahas tentang pemaknaan qurrah a’yun dalam al-Quran. Kajian

    yang ada pada saat ini masih berputar pada pendidikan karakter untuk anak,

    dan kajian tentang kedudukan anak dalam al-Quran. Sedangkan, kajian

    yang penulis lakukan adalah mengenai pemaknaan qurrah a’yun dalam al-

    Quran dari prespektif Mutawallī al-Sya’rāwī.

    Kemudiah penulis juga mencantumkan beberapa kajian yang

    menggunakan Tafasir al-Sya’rāwῑ, hal ini membuktikan bahwa al-Sya’rāwῑ

    menjadi tokoh yang pendapatnya selalu dijadikan rujukan oleh para penkaji

    selain karena bahasa dan corak tafsirnya yang sesuai dengan permasalahan

    yang ada di masyarakat. Pendapat al-Sya’rāwῑ juga sesuai untuk menjawab

    tantangan zaman.

    E. Metode Penelitian

    Sebagaimana karya-karya ilmiah pada sebuah disiplin ilmu, setiap

    pembahasan masalah tentunya mesti menggunakan metodologi untuk

    menganalisa permasalahan. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan

    berpijak dalam mengerjakan suatu penelitian sehingga dapat dijelaskan

    secara mendetail dan dapat dipahami.

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian dalam skripsi ini merupakan jenis penelitian

    kualitatif. Yang menggunakan data-data kepustakaan (library

    research).22 Data-data yang diperoleh pada skripsi ini merupakan

    hasil riset pustaka. Metode penelitian kualitatif adalah metode

    yang menggunakan natural setting (kondisi alami)23. Kemudian

    metode kualitatif juga diartikan sebagai prosedur penelitian yang

    menghasilkan data deskriptif, atau biasa dikenal dengan proses

    22 Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 37. 23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R dan D (Bandung:

    Alfabeta, 2007), 9.

  • 13

    penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi

    yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah manusia.24

    2. Sumber Data

    Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini bersumber

    dari hasil kepustakaan primer dan sekunder. Sumber primer yang

    merupakan rujukan utama penulis gunakan adalah Tafsir al-

    Sya’rāwī karya Muhammad Mutawallî al-Sya’rāwī. Kemudian

    untuk term qurrah a’yun penulis menggunaakan kitab al-Mu’jam

    al-Mufahras Lialfazhi al-Qur’an al-Karim. Penulis juga

    mengambil data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur

    pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas

    dalam skripsi ini. Literatur sekunder itu berupa Kitab tafsir selain

    kitab Tafsir al-Sya’rāwῑ, buku-buku tentang qurrah a’yun, artikel

    dan jurnal.

    3. Analisis data

    Setalah data terkumpul, maka selanjutnya adalah analisis data-

    data tersebut. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan

    pendekatan deskriptif-analisis, dalam penelitian ini dimaksudkan

    sebagai metode penelitian yang sumber-sumbernya didata,

    dikumpulkan, dianalisis dan kemudian diinterpretasikan secara

    kritis sebelum dituangkan dan diimplementasikan dalam sebuah

    gagasan.25 Penelitian desktiptif adalah penelitian yang berusaha

    memberikan gambaran secara sistematis dan fakta-fakta aktual,

    mengenai masalah yang akan diteliti.26 Dengan tujuan agar

    24 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya

    Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 33-34. 25 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, Metode, Teknik, Cet

    ke-7 (Bandung: Tarsito, 1982), 139. 26 Nuzul Zuriah, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), 14.

  • 14

    mendapatkan analisis yang tajam mengenai Qurrah A’yun dalam

    al-Qur’an (Analisis Terhadap Tafsir al-Sya’rāwῑ Karya

    Muhammad Mutawalli al-Sya’rāwῑ).

    F. Langkah-langkah Penelitian

    1. Mengumpulkan ayat-ayat yang terdapat kata qurrah a′yun dan

    mencarinya menggunakan kitab al-Mu′jam al-Mufahrass li Alfaz

    al-Qurān al-Karīm karya Muhammad Fu′ad ′Abdul Bāqi.

    2. Mengungkap keterkaitan makna diantara istilah-istilah qurrah

    a′yun dalam al-Quran.

    3. Memaparkan penafsiran pemaknaan qurrah a′yun pada ayat-ayat

    tersebut berdasarkan kitab Tafsir al-Sya′rāwī karya Muhammad

    Mutawallī al-Sya′rāwī.

    4. Kemudian guna mengungkap pendefinisian dan penafsiran tentang

    pemaknaan qurrah a′yun dalam al-Qur′an penulis menggunakan

    referensi dari buku-buku yang lain.

    G. Sistematika Penulisan

    Demi mendapatkan gambaran yang sistematis akan isi penelitian ini,

    pembahasan dalam skripsi ini akan disusun dalam sebuah sistematika

    penulisan sebagai berikut :

    Bab pertama, berupa pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab

    yaitu : latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian,

    kajian pustaka dan metode penelitian, langkah-langkah penelitian, teknik

    penulisan, serta sistematika penulisan.

    Bab kedua, gambaran umum tentang qurrah a′yun. Berupa

    pemaknaan tentang qurrah a′yun, karakteristik qurrah a′yun, serta

    prespektif al-Qur′an tentang qurrah a′yun. Pembahasan ini sengaja penulis

    letakkan dibab dua agar pembaca dapat memahami dan mengenal terlebih

    dahulu tentang qurrah a′yun.

  • 15

    Bab ketiga, berisi tentang biografi dari Muhammad Mutawallī al-

    Sya′rāwī dan informasi mengenai Tafsir al-Sya′rāwī. Kajian ini ditunjukan

    untuk mengungkap latar belakang kehidupan Muhammad Mutawallī al-

    Sya′rāwī dan juga metode penulisan kitab tafsirnya tersebut.

    Bab keempat, berisikan keterkaitan makna istilah-istilah qurrah a′yun

    dan pemaparan serta analisis terhadap penafsiran Mu′ammad Mutawallī al-

    Sya′rāwī terhadap pemaknaan qurrah a′yun dalam kitab tafsirnya.

    Bab kelima, penelitian ini diakhiri dengan bab kelima yang

    merupakan penutup, yaitu berisi kesimpulan dari penelitian ini serta akan

    mengungkapkan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penelitian

    ini dan memberikan saran-saran agar para peneliti selanjutnya bisa dengan

    mudah mencari kekurangan dalam kajian ini.

  • 16

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG QURRAH A`YUN

    A. Pengertian Qurrah A`yun

    Kata qurrah a`yun berasal dari bahasa arab, terdiri dari dua suku kata

    yaitu ٌقُ رَّة dan ْعُيٌْا . Kata ٌ قُ رَّةberasal dari kata ٌَّقُ رًَّةٌ-يَِقرٌ -قَ ر yang berarti sejuk, tinggal, diam di tempat.1 Dalam kamus komtemporer Arab-Indonesia kata

    ٌ ٌ memiliki sinonim kataقَ رَّ َعْيٌ yang berarti dingin.2 Kemudian kataبَ َرد adalah bentuk tunggal yang memiliki jamak ٌُعيُ ْون ٌَواَْعَيان artinya mata.3 Jika kedua kata tersebut disatukan menjadi kata ٌ ٌاَْعُيِ maka memiliki artiقُ رََّةsenang melihat sesuatu yang menggembirakan, mata yang sejuk dan segar.4

    Bisa juga diartikan sebagai kekasih dan penyejuk hati.5

    Qurrah a’yun diartikan sebagai anak/keturunan sesuai dengan firman

    Allah dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 9, kemudian diartikan sebagai kenikmatan

    pada pasangan sesuai Qs. al-Furqān [25]: 74. Diluar makna kenikmatan

    pada anak dan pasangan yang taat, qurrah a`yun juga diartikan sebagai

    kenikmatan di surga. Sesuai Qs. al-Sajdah [32]: 17

    Menurut Hamka “qurrah a’yun disini adalah cinderamata yang

    berarti hadiah, kejutan dari Allah untuk orang-orang yang melakukan

    amal perbuatan dengan tulus dan ikhlas hanya karena Allah semata”. 6

    Jadi makna qurrah a`yun adalah penyejuk mata, penyejuk hati,

    kekasih hati yang indah dipandang membuat yang memandang enggan

    1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1989),

    330. 2 Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta :

    Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), 1441. 3 Ahmad Bisri dan Munawwir A. Fatah, Kamus al-Bisri (Surabaya : Penerbit

    Pustaka Progressif, 1999), 591. 4 Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa (Surabaya :

    Gitamedia Press, 2006), 517. 5 Kaserun AS. Rahman dan Nur Mufid, Kamus Modern Arab-Indonesia AL-

    KAMAL (Surabaya : Pustaka Progressif, 2010), 678. 6 Hamka, Tafsir al-Azhar, 172-173.

  • 17

    beranjak. Dalam hal ini diartikan sebagai anak, pasangan dan juga

    kenikmatan di surga. Anak menjadi penyejuk hati untuk orang tuanya ketika

    bisa menjadi sumber kebahagiaan di dunia dan di akhirat, begitu pula

    dengan pasangan. Menjadi penyejuk mata untuk yang memandangnya,

    menjadi peredam amarah, menjadi teman beriringan dalam berjalan di dunia

    maupun di akhirat hingga mendapatkan kenikmatan hakiki yang Allah

    janjikan di akhirat nanti. Qurrah a’yun juga diartikan sebagai hadiah atau

    balasan dari Allah Swt untuk orang-orang yang melakukan amal baik,

    melakukan semua yang Allah perintahkan dan menjauhkan larangannya

    dengan niat tulus dan ikhlas hanya mengaharap ridho Allah Swt.

    B. Karakteristik Qurrah A`yun

    Setiap orang tua pasti ingin mempunyai buah hati. Orangtua selalu

    berharap agar putra-putrinya menjadi anak yang cerdas dan berperilaku

    baik. Begitu juga dengan suami pasti mendambakan pasangan yang sesuai

    dengan norma dan moral yang baik.

    Karakter menurut filosof kontemporer Michel Novak adalah

    “perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam

    ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak, dan

    orang-orang berilmu, sejak zaman dulu hingga sekarang.”

    “Karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling

    berkaitan, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku

    moral. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui kebaikan,

    menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan.” 7

    Jadi ketiga macam bagian di atas sangat penting untuk pembentukan

    kematangan moral dan pembentukan karakter. Ketika orangtua berfikir

    tentang jenis karakter yang diinginkan untuk anak, jelas orangtua ingin anak

    mampu menilai hal yang baik dan yang buruk, sangat perduli pada hal yang

    benar juga melakukan apa yang menurut mereka benar bahkan jika mereka

    7 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter “Panduan Lengkap Mendidik Siswa

    Menjadi Pintar dan Baik” (Bandung : Penerbit Nusa Media, 2013), 72.

  • 18

    berada di dalam tekanan dari luar atau godaan dari dalam. Contoh lain dari

    karakter yang baik untuk anak sebagai qurrah a’yun yaitu:

    Pertama, berbakti kepada kedua orang tua. Memiliki dampak

    yang besar dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.

    Hukumnya fardu ‘ain untuk setiap muslim berbakti kepada kedua

    orangtua. Imam al-Ghazali berkata “mayoritas ulama berpendapat

    bahwa ketaatan kepada kedua orang tua wajib ketika ada syubhat”.8

    Apabila anak tidak mampu setelah berusaha sekuat tenaga untuk

    melaksanakan semua kewajiban di atas, maka harus mendahulukan

    kewajiban berbakti kepada kedua orang tua.9 Kedua, anak-anak yang

    salih dan salihah. Menjadikan diri sebagai anak yang salih dan salihah

    yang tentunya diharapkan oleh orang tua akan menjadi ladang pahala

    baik di dunia maupun di akhirat kelak. Ketiga, anak yang taat

    beribadah. Mengimani dan melaksakan rukun Islam yang lima akan

    membantu menjadi hamba yang taat dalam beribadah. Dalam hal

    beribadah shalat menjadi amalan utama yang akan di hisab oleh Allah.

    Melalui shalat seorang hamba dapat mencegah perbuatan yang

    munkar, melalui shalat juga kualitas seorang hamba dapat terlihat.

    Karena shalat adalah interaksi langsung hamba kepada Tuhannya.

    Keempat, mencintai Allah dan Rasulullah. Keimanan tanpa didasari

    rasa cinta tidak akan kuat. Cara mencintai Allah dan Rasul-Nya

    adalah beribadah dengan baik, mengajarkan anak untuk senantiasa

    bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Meneladani akhlak

    Rasulullah dapat dilakukan melalui cerita tentang perjalanan hidup

    yang Rasulullah lalui, senantiasa mengajak anak bershalawat dengan

    nada yang riang gembira.10

    Dijelaskan dalam kitab Tafsir al-Sya’rāwī Qs. al-Furqān [25]: 74

    bahwa “qurrah a’yun adalah bagian dari sifat Ibād ar-raḥmān”.

    Dalam konsep al-Qur`an tentang ibād ar-raḥmān disebutkan berbagai

    macam perilaku, perbuatan, sifat dan sikap yang sangat mulia, yang

    keseluruhannya dapat menjadi teladan dan panduan cerminan dari hamba-

    8 Muhammad Nur Abdul Hafiz Suwaid, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik

    Anak (Yogyakarta : Pro-U Media, 2010), 219. 9 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak Sebagai Qurratu A’yun

    dalam Prespektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol.3, No.2, (2Oktober

    2018): 153. 10 Ipah Hatipah, Rumba Triana, Syaeful Rokim, “Anak Sebagai Qurratu A’yun

    dalam Prespektif Al-Quran”, 151.

  • 19

    hamba Allah Swt, yang salih. Allah Swt telah menjadikan gambaran yang

    menakjubkan berupa hamba-hamba yang akan mendapatkan kasih sayang

    serta cinta-Nya baik di dunia maupun di akhirat kepada seluruh manusia

    agar mereka menuiru dan menjadi seperti apa yang telah Allah Swt

    cerminkan dalam al-Qur`an.11

    Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, terdapat sebelas

    sifat ibādu ar-rahmān yang tercantum dalam Qs. al-Furqān [25]: 63-74.

    Pertama, orang-orang yang senantiasa berjalan di atas bumi dengan lemah

    lembut, rendah hati, serta penuh wibawa. Salah satu dari kelemahlembutan

    dan kerendahan hati mereka adalah sikap mereka terhadap orang jahil,

    apabila orang jahil menyapa mereka dengan sapaan yang tidak wajar atau

    mengundang amarah, maka mereka dianjurkan membiarkan dan

    meninggalkannya atau berdoa untuk keselamatan semua pihak.12 Kedua,

    beribadah secara tulus tanpa pamrih hanya mengharapkan ridho Allah Swt.

    Ketiga, senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari siksa api

    neraka.13 Keempat, tidak berlebihan dalam membelanjakan harta. Allah Swt

    dan Rasulullah mengantar manusia untuk dapat memelihara hartanya, tidak

    memboroskan tetapi tidak juga menahannya sama sekali sehingga

    mengorbankan kepentingan pribadi, dan keluarga.14 Kelima, memurnikan

    Tauhid. Dalam kamus bahasa Indonesia tauhid diartikan sebagai keesaaan

    Allah, kuat kepercayaannya bahwa Allah hanya satu.15 Dalam Islam, tauhid

    11 Muhammad Iqram, Eksistensi Ibādurrahmān dalam al-Quran (Suatu Kajian

    Tafsir Tahlili terhadap Qs.al-Furqon [25] : 63-77), (Skripsi Jurusan Ilmu al-Quran dan

    Tafsir, Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, UIN Alauddin Makassar 2016), 77. 12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian al-

    Quran”, Vol 9 (Jakarta : Penerbit Lentera Hati, 2002), 144. 13M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran”,

    150. 14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian al-

    Quran”, 152. 15 Departemen Pendidikan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-4 (Jakarta

    : Balai Pustaka, 2007), 1149.

  • 20

    merupakan mendasar dan sangat penting. Allah Swt mengutus para Nabi

    dan Rasul untuk mengajarkan dan menanamkan kepada manusia ketauhidan

    yang murni dan mantap serta membuang dari jiwa mereka segala bentuk

    kemusyrikan.16

    Keenam, tidak melakukan penganiayaan yang berupa pembunuhan

    dengan mencabut jiwa manusia. Unsur-unsur pembunuhan baik sengaja

    dengan perencanaan atau tidak, pembunuh adalah orang yang berakal,

    menggunakan alat yang pada dasarnya dapat mematikan. Terdapat sanksi

    yang berat dalam Islam, para fuqaha telah sepakat bahwa hukuman pokok

    pada pembunuhan sengaja pelakunya dijatuhi hukuman qiyas atau balasan

    setimpal. Karena pembunuhan ini mengakibatkan kematian, maka

    balasannya yang setimpal juga adalah kematian, atau hukuman mati dengan

    cara yang dilakukan terhadapnya.17 Ketujuh, tidak juga membunuh moral

    sesama manusia. Misalnya dengan berbuat zina atau pelecehan seksual,

    orang yang memiliki karakteristik ibâd ar-rahmân mereka mencukupkan

    diri dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya melalui pernikahan yang

    sah.18

    Kedepalan, selalu menjaga identitas diri serta kehormatan

    lingkungannya dengan tidak melakukan sumpah palsu. Sumpah palsu

    merupakan dosa besar yang sangat bertentangan dengan Islam, karena Islam

    mengajarkan memberikan kesaksian yang benar, melarang

    menyembunyikan kenbenaran.19 Kesembilan, tidak menaggapi perkataan

    atau perbuatan yang tidak wajar. Dalam hal ini apabila ibād ar-rahmān

    melewati atau bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan al-laghā’,

    16 H. Ahmad Yani, 170 Materi Dakwah Pilihan, Cet. 1 (Jakarta : al-Qalam, 2014),

    174. 17 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih (Jakarta : PRENADAMEDIA

    GROUP, 2003), 262. 18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, 153. 19 H. Ahmad Yani, 170 Materi Dakwah Pilihan, 175.

  • 21

    yakni perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka diharuskan

    melewatinya saja tanpa menaggapinya demi menjaga kehormatan diri dan

    pihak lainnya.

    Kesepuluh, hati mereka selalu terbuka untuk siap menerima

    peringatan dari ayat-ayat dan kebesaran Allah serta menerima dengan

    lapang dada kritik yang membangun.20 Kesebelas, uraian tentang

    karakteristik ibadurrahman diakhiri dengan sifat perhatian kepada keluarga

    dan pasangan serta masyarakat dengan harapan agar mereka dihiasi dengan

    sifat-sifat terpuji sehingga dapat diteladani. Dalam hal ini sifat-sifat terpuji

    ibadurrahmah tidak hanya terbatas pada upaya menghiasi diri dengan amal-

    amal terpuji, tetapi juga memberi perhatian kepada keluarga dan anak

    keturunan, dan bahkan kepada masyarakat umum.21

    Karakteristik pasangan dalam hal ini adalah seorang istri sebagai

    qurrah a’yun tentunya termasuk juga ke dalam karakteristik wanita salehah

    yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

    Pertama, selalu berpenampilan rapi dan indah di hadapan

    suami. Kedua, taat dan patuh kepada suami tetapi bukan dalam hal

    kemaksiatan kepada Allah. Ketiga, mengurusi rumah tangga dengan

    baik dan membelanjakan uang pada tempat yang benar, sasaran yang

    baik dan hal-hal yang diperlukan saja. Keempat, mampu bergaul

    dengan keluarga suami dengan baik, terutama ibu mertua. Kelima,

    pandai bersyukur terhadap kebaikan suami.22

    Kewajiban taat kepada Allah dan suami diperintahkan dalam

    hadis Rasulullah Saw

    ثَ َنا ِحبَّانح ْبنح َعِلي ٍّ َعْن َصاِلِح ْبِن َحيَّاَن َعنْ َأْخبَ َرََن ُمحَمَّدح ْبنح يَزِيَد اْلَِْزاِميُّ َحدَّاَل ََي اْبِن ب حَرْيَدَة َعْن َأبِيِه قَاَل َجاَء َأْعَراِبٌّ ِإََل النَِّبِ َصلَّى اَّللَّح َعَلْيِه َوَسلََّم فَ قَ

    20 Muhammad Iqram, Eksistensi Ibādurrahmān dalam al-Quran (Suatu Kajian

    Tafsir Tahlili terhadap Qs.al-Furqān [25] : 63-77), 112. 21 M. Quraish Ṣihab, Tafsir al-Mishbah, 165. 22 Abdul Azis Salim Basyarahil, Anakku Inilah Nasihatku Shalat dan Penikaha

    (Depok : Gema Insani, 2010), 364.

  • 22

    ِل َفِِلَْسجحَد َلَك قَاَل َلْو كحْنتح آِمًرا َأَحًدا َأْن َيْسجحَد ِِلََحدٍّ َرسحوَل اَّللَِّ اْئَذْن َِلََمْرتح اْلَمْرَأَة َتْسجحدح ِلَزْوِجَها

    “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yazid Al

    Hizami telah menceritakan kepada kami Hibban bin Ali dari Shalih

    bin Hayyan dari Ibnu Buraidah dari Ayahnya ia berkata, "Seorang

    badui datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata,

    "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk sujud kepadamu!"Beliau

    berkata:"Seandainya aku di perbolehkan untuk memerintahkan

    seseorang sujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan

    seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya.”23 (HR. Ad-

    Darimi)

    Islam mengajarkan kepada istri untuk mentaati suami karena ia

    adalah pemimpin keluarga. Namun ketaatan yang diwajibkan Islam

    bukanlah ketaatan yang buta, melainkan ketaatan yang didasarkan atas

    perinsip kemaslahatan untuk kebaikan bersama dan kerukunan dalam

    rumah tangga.

    Dalam hal menjaga diri yang termasuk ke dalam karakteristik

    pasangan sebagai qurrah a’yun seorang istri harus menjaga kehormatan

    diri. Seperti tidak keluar rumah tanpa izin suami, tidak menerima tamu

    laki-laki ketika suami sedang tidak ada dirumah, berhias diri hanya untuk

    suami, menutup aurat dan menundukkan pandangan.24

    Kemudian dalam riwayat lain, Rasulullah Saw menjelaskan tentang

    ciri-ciri wanita yang baik yaitu :

    ٌر قَاَل الَِِّت َتسحرُّهح ِإذَ ا َنَظَر ِقيَل ِلَرسحوِل اَّللَِّ َصلَّى اَّللَّح َعَلْيِه َوَسلََّم َأيُّ النِ َساِء َخي َْالِ فحهح ِف نَ ْفِسَها َوَماِِلَا ِبَا َيْكَرهح َوتحِطيعحهح ِإَذا َأَمَر َوََل ُتح

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya; siapakah

    wanita yang paling baik? Beliau menjawab: “Yang paling

    23 Imam ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), 821. 24 M. Anṣori, M. Zaenal Arifin, Fiqih Munakahat (Jawa Timur : Cv. Jaya Star

    Nine, 2019), 145.

  • 23

    menyenangkan jika dilihat suaminya, taat jika diperintah suaminya

    dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa

    yang dibenci suaminya.”25 (HR. An-Nasa’i : Ḥasan Shahih)

    Berdasarkan pada uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,

    berbakti kepada kedua orang tua, menjadi anak yang salih dan salihah, taat

    akan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta mencintai

    Allah dan Rasul-Nya semua perilaku dan sifat-sifat di atas dapat

    memudahkan kita untuk masuk dalam kategori penyejuk hati yang indah

    ketika di pandang. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam

    keluarga tentunya menginginkan anaknya untuk dapat membedakan mana

    yang hak dan mana yang bathil.

    Kemudian menjadikan diri sebagai ibād ar-raḥmān dengan berusaha

    menerapkan karakteristik yang ada, seperti membelanjakan harta dengan

    sederhana, menjaga kualitas diri, menerima dengan lapang dada segala

    peringatan dan kritik, senantiasa beristiqomah dalam beribadah dan

    beristiqomah pada satu pasangan juga niat beribadah dengan tulus dan

    ikhlas, serta sikap perhatian kepada anak keturunan dan pasangan juga

    masyarakat sekitar, tentunya akan membantu diri untuk masuk dalam

    kategori pasangan yang menjadi peredam amarah. Selain itu karakteristik

    sebagai istri shalihah yang Rasulullah jelaskan dalam beberapa riwayat

    dapat menjadi pedoman bagi para istri yang ingin menjadi penyejuk hati

    bagi para suami, menjaga kutuhan rumah tangga. Allah telah berjanji

    memberikan kenikmatan di surga yang kekal untuk hambanya yang

    menjalankan apa yang diperintahkanNya.

    25 Muhammad Nashirudin al-Albāni, Shahih Sunan An-Nasa’i (Jakarta : Pustaka

    Azzam, 2006), 662.

  • 24

    C. Ayat-ayat al-Qur`an Tentang Qurrah A`yun

    Al-Qur`an menjelaskan term qurrah a’yun ada pada tiga surah yaitu

    surah al-Furqān [25] : 74, surah al-Qaṣaṣ [28] : 9, dan surah al-Sajdah [32]

    : 17. Selain itu ada term lain yang serupa dengan term qurrah a`yun yaitu

    kata taqarra `aynuhā yang ada pada Qs. al-Qaṣaṣ [28] : 13. Kemudian kata

    qarriy ‘aynā yang terdapat pada Qs. Maryam [19] : 26, berikut adalah

    penjabaran tabelnya :

    Tabel 2.1 : Tabel Ayat-ayat al-Qur’an tentang Qurrah A’yun

    Keterangan Surah Ayat Terjemah Ayat

    Qs. al-Furqān [25] :

    74

    َوالَِّذيَن يَقُولُوَن َربَّنَا

    َهْب لَنَا ِمْن أَْزوَ اِجنَا

    ةَ أَْعيُن يَّاِتنَا قُرَّ َوذُر ِ

    َواْجعَْلنَا ِلْلُمتَِّقيَن إَِماًما

    “Dan orang-orang yang

    berkata “Ya Tuhan

    kami, anugrahkan

    kepada kami isteri-

    isteri kami dan

    keturunan kami sebagai

    penyenang hati (kami),

    dan jadikanlah kami

    imam bagi orang-orang

    yang bertakwa.”

    Qs. al-Qaṣaṣ [28] :

    9

    َوقَالَِت اْمَرأَُت فِْرَعْوَن

    ُت َعْين ِلي َولََك ۖ ََل قُرَّ

    تَْقتُلُوهُ َعَسٰى أَْن

    يَْنفَعَنَا أَْو نَتَِّخذَهُ َولَدًا

    َوُهْم ََل يَْشعُُرونَ

    “Dan berkatalah isteri

    Fir'aun: "(Ia) adalah

    penyejuk mata hati

    bagiku dan bagimu.

    Janganlah kamu

    membunuhnya, mudah-

    mudahan ia bermanfaat

    kepada kita atau kita

  • 25

    ambil ia menjadi anak",

    sedang mereka tiada

    menyadari.”

    Qs. al-Sajdah [32] :

    17

    َنْفٌس َما فَََل تَْعلَمُ

    ِة أُْخِفَي لَُهْم ِمْن قُرَّ

    أَْعيُن َجَزاًء بَِما َكانُوا

    يَْعَملُونَ

    “Tak seorangpun

    mengetahui berbagai

    nikmat yang menanti,

    yang indah dipandang

    sebagai balasan bagi

    mereka, atas apa yang

    mereka kerjakan.”

    Qs. al-Qaṣaṣ [28] :

    ِه َكْي 13 فََردَْدنَ اهُ إَِلٰى أُم ِ

    تَقَرَّ َعْينَُها َوََل تَْحَزَن

    ِ َوِلتَْعلََم أَنَّ َوْعدَ اَّللَّ

    ِكنَّ أَْكثََرُهْم ََل َحقٌّ َولَٰ

    يَْعلَُمونَ

    “Maka kami

    kembalikan Musa

    kepada ibunya, supaya

    senang hatinya dan

    tidak berduka cita dan

    supaya ia mengetahui

    bahwa janji Allah itu

    adalah benar, tetapi

    kebanyakan manusia

    tidak mengetahuinya.”

    Qs. Ṭāhā[20] : 40

    إِْذ تَْمِشي أُْختَُك فَتَقُوُل

    َهْل أَدُلُُّكْم َعلَٰى َمْن

    يَْكفُلُهُ ۖ فََرَجْعنَاَك ِإلَٰى

    َك َكْي تَقَرَّ َعْينَُها أُم ِ

    َوََل تَْحَزَن ۚ َوقَتَْلَت

    ْيَناَك ِمَن نَْفًسا فََنجَّ

    اْلغَم ِ َوفَتَنَّاَك فُتُونًا ۚ

    فَلَبِثَْت ِسنِيَن فِي أَْهِل

    “(yaitu) ketika

    saudaramu yang

    perempuan berjalan,

    lalu ia berkata kepada

    (keluarga Fir'aun):

    "Bolehkah saya

    menunjukkan

    kepadamu orang yang

  • 26

    َمْديََن ثُمَّ ِجئَْت َعَلٰى

    قَدَر َيا ُموَسٰى

    akan memeliharanya?"

    Maka Kami

    mengembalikanmu

    kepada ibumu, agar

    senang hatinya dan

    tidak berduka cita. Dan

    kamu pernah

    membunuh seorang

    manusia, lalu Kami

    selamatkan kamu dari

    kesusahan dan Kami

    telah mencobamu

    dengan beberapa

    cobaan; maka kamu

    tinggal beberapa tahun

    diantara penduduk

    Madyan, kemudian

    kamu datang menurut

    waktu yang ditetapkan

    hai Musa,”

    Qs. Maryam [19] :

    26

    ي فَُكِلي َواْشَربِي َوقَر ِ

    ا تََريِنَّ ِمَن ِِمَّ َعْينًا ۖ َف

    فَقُوِلي اْلبََشِر أََحدًا

    ِن ْحَمٰ إِن ِي نَذَْرُت ِللرَّ

    َصْوًما فَلَْن أَُكل َِم اْليَْوَم

    إِْنِسيًّا

    “Maka makan, minum

    dan bersenang hatilah

    kamu. Jika kamu

    melihat seorang

    manusia, maka

    katakanlah:

    "Sesungguhnya aku

    telah bernazar berpuasa

  • 27

    untuk Tuhan Yang

    Maha Pemurah, maka

    aku tidak akan

    berbicara dengan

    seorang manusiapun

    pada hari ini.”

    Dari beberapa ayat di atas, dapat dipahami bahwa ada tiga lafazh yang

    gunakan al-Qur`an untuk menunjukkan makna qurrah a`yun. qurrata,

    taqarra `aynuhā, qarriy `aynā. Pada lafazh-lafazh tersebut terdapat

    perbedaan dalam hal penggunaan dan sifat lafazh dalam satu ayat.

    Pada dasarnya ketiga lafazh yang menunjukkan makna qurrah a’yun

    memiliki asal kata yang sama yaitu ٌَّقُ رًَّةٌٌ-يَِقرٌ ٌ-قَ ر .

    Dalam al-Quran lafazh qurrah a`yun terulang sebanyak tiga kali,

    pertama dalam Qs. Al-Furqān [25] : 74 dalam ayat ini qurrata a`yun

    mempunyai kedudukan sebagai mafulun bih dari kata hablanā, kata qurrah

    a’yun nya sendiri merupakan bentuk idhafah yang memiliki arti penyenang

    hati.26 Dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28] : 9 kata qurrata `ayni memiliki kedudukan

    yang sama seperti ayat sebelumnya. Yaitu sebagai mafulun bih dengan

    bentuk kata yang juga sama seperti ayat di atas yaitu bentuk idhafah. Hanya

    saja pada ayat ini kata qurrata ‘ayni diartikan sebagai penyejuk mata hati.

    Kemudian dalam Qs. al-Sajdah [32]: 17 pada ayat ini kata qurrati a’yun

    memiliki kedudukan dan bentuk yang sama dengan kedua ayat sebelumnya

    yang telah dijelaskan di atas. hanya saja pada ayat ini memiliki arti yang

    berbeda dari kedua ayat sebelumnya yaitu nikmat yang menanti.

    26 Louis Ma’luf, Al-Munjid Mu’jam Mudarris Li Al-Lughoh Al-Arabiyyah (Beirut

    : al- Maṭba’a al-Katsulīkiyyah, 1952), 650.

  • 28

    Kata taqarra aynuhā dalam al-Qur`an terulang sebanyak dua kali.

    Pertama terletak di Qs. al- Qaṣaṣ [28] : 13 kata taqarra sebagai fi’il

    mudhari’ kemudian kata ‘aynuhā menjadi fail (pelaku).27 Dalam ayat ini

    taqarra ‘aynuhā memiliki arti senang hatinya. Kemudian yang kedua

    terletak pada Qs. Ṭāhā [20] : 40 dalam surah ini kata taqarra ‘aynuha

    memiliki kedudukan yang sama, yaitu sebagai fi’il mudhari’ dan fail. Selain

    itu kata ini juga memiliki pengertian yang sama yaitu senang hatinya.

    Kemudian kata qarriy ‘aynā hanya ada satu dalam al-Qur’an terletak

    pada Qs. Maryam [19] : 26 lafazh qarriy memiliki kedudukan sebagai fi’il

    amr (perintah) sedangkan kata ‘aynā memiliki kedudukan sebagai mafulun

    bih.28 Kata tersebut memiliki arti hampir sama dengan dua ayat sebelumnya

    di atas, yaitu bersenang hatilah kamu.

    27 Louis Ma’luf dan Bernard Tottel, Al-Munjid fī Al-Lughoti wa Al-A’lāmi, 616. 28 Louis Ma’luf dan Bernard Tottel, Al-Munjid fī Al-Lughoti wa Al-A’lāmi, 616.

  • 29

    BAB III

    MUḤAMMAD MUTAWALLĪ AL-SYA`RĀWĪ DAN TAFSIRNYA

    A. Biografi Mutawallī al-Sya`rāwī

    Muḥammad bin Mutawallī al-Sya`rāwī al-Husainia.1 Atau yang lebih

    angkrab di sapa Al-Sya`rāwī, sejak kecil al-Sya’rāwī sudah mendapat gelar

    al-Amin (dapat dipercaya) dari ayahnya dan gelar ini dikenal masyarakat di

    daerahnya. Al-Sya`rāwī lahir pada hari Ahad, tanggal 17 Rabi` al-Tsāni

    1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M, di Desa Daqadus, Kecamatan

    Midghamar, Kabupaten Daqhaliyah, Mesir.2 Desa Daqadus ini terkenal

    dengan desa agraris, penghasilan utama penduduk ini berasal dari sektor

    pertanian, sebagian penduduknya memproduksi kerajinan tangan, desa ini

    terkenal juga sebagai tempat pengobatan patah tulang.3

    Al-Sya`rāwī berasal dari keluarga yang sederhana, ayahnya bernama

    Syeikh Mutawallī al-Sya’rāwī. Ayahnya merupakan seorang petani yang

    tekun dalam menggarap lahan dan ‘alim dalam beribadah. Pada lingkungan

    yang demikian itu, tumbuhlah pengaruh yang sangat besar terhadap

    keilmuan ke-Islaman beliau, sebab ayahnya memiliki peran yang sangat

    penting dalam membentuk karakter al-Sya’rāwī.4 Al-Sya’rāwī sudah gemar

    menuntut ilmu sejak kecil. Hal ini tidak terlepas dari dorongan orang tuanya

    yang sangat mencintai ilmu. al-Sya’rāwī mengatakan : “ayahku sangat

    bergairah dalam menuntut ilmu dan senantiasa berteman dengan para

    ulama, beliau juga suka menolong orang-orang yang sedang menuntut ilmu,

    1 Sa’id Abu Al-‘Ainain, Al-Sya’rāwī Ana Min Sulālat Ahli Al-Bait (Al-Qahirah :

    Akhbar al-Yaum, 1995), 6. 2 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

    Modern, Cet. Ke-2 (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah 2012), 143. 3 Hendro Kusuma, “Penafsiran at-Thabarī dan al-Sya’rāwī Tentang Makanan”,

    (Skripsi S1., Universiras Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), 21. 4 Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya’rāwī”, Jurnal Studia

    Quranika, Vol.1, No.2 (Januari 2017): 147.

  • 30

    ayahku sangat antusias memasukkanku ke Lembaga Pendidikan al-Azhar

    karena mimpi yang pernah dilihat oleh pamannya ketika aku dilahirkan ke

    dunia”.5

    Awal mula pendidikan agama di usianya yang masih sangat muda

    yaitu 11 tahun, al-Sya’rāwī mampu menyelesaikan hafalan al-Qur`an

    melalui bimbingan seorang ulama yang bernama Syeikh ‘Abd al-Majid

    Baṣa di daerahnya.6 Pendidikan formalnya diawali dengan menuntut ilmu

    di sekolah dasar al-Azhar Zaqaziq pada tahun 1926 M, kemudian

    melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di daerah yang sama dan meraih

    ijazah pada tahun 1936 M. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke

    tingkat perguruan tinggi di Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar pada

    tahun 1937-1941 M meraih gelar Lc. Selanjutnya ia juga menyelesaikan

    pendidikan pada jenjang Doktoral dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab

    kemudian meraih gelar A’lamiyyah (setara dengan MA) dan mendapatkan

    lisensi mengajar pada tahun 1943.7

    Saat menjadi pelajar, al-Sya’rāwī sangat gemar dengan sasatra,

    khususnya syair yang bercorak ke-Islaman. Syair-syairnya memiliki

    keunggulan. Diantaranya, penyusunan kalimatnya mudah dipahami dan

    memiliki keindahan, terdengar tegas namun tetap lembut, terlebih banyak

    mengutip dari ayat-ayat al-Qur`an. Hal ini yang menjadikannya bagian dari

    tenaga ahli di Fakultas Bahasa Arab di al-Azhar. Fakultas ini tidak hanya

    mempelajari sastra Arab, tetapi juga ilmu lainnya seperti Tafsir, Hadis,

    Fiqih dan sebagainya. Hal ini juga yang membentuknya menjadi seorang

    5 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

    Modern, 144. 6 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

    Modern, 145. 7 Nasrul Hidayat, “Konsep Wasaṭiyyah dalam Tafsri Al-Sya’rāwī”, (Tesis S2.,

    Universitas Islam Negeri Alauddin Massar, 2016), 24.

  • 31

    tokoh yang kaya akan khazanah keilmuan pada bidangnya khususnya

    tafsir.8

    Karir al-Sya’rāwī sangat cemerlang dikarenakan banyak memangku

    jabatan semasa hidupnya. Berawal dari mengajar di sekolah al-Azhar di

    Ṭanta, kemudian berpindah ke sekolah al-Azhar Iskandariah, selanjutnya di

    Zaqaziq. Karirnya semakin hari semakin melejit, ia diangkat menjadi dosen

    dijurusan Tafsir Hadis di Fakultas Syariah Universitas Malik Abdul Aziz di

    Makkah pada tahun 1951 M, ia mengajar di universitas tersebut selama

    sembilan tahun.9 Jabatan pemerintah juga banyak dipegang oleh al-

    Sya’rāwī, berawal dari menjabat sebagai Mentri Wakaf, Mentri Negara,

    Majelis Syuro dan dilantik pula sebagai tenaga ahli di Pusat Bahasa Arab

    (Majma’ al-Khālidīn), namun ada pula jabatan yang ia tolak seperti saat ia

    akan dilantik sebagai anggota MPR pada tahun 1980.10

    Al-Sya’rāwī wafat pada Rabu pagi 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H

    saat usianya 87 tahun. Saat pemakamannya ratusan ribu orang memadati

    kuburnya di Kampung Daqadus sebagai tanda penghormatan terakhir.11

    Sebelum ia wafat, Kerajaan Saudi telah menawarkan kepada beliau tanah

    untuk pemakamannya di Baqi, tetapi beliau menolak dan berkata “Tanah

    kelahiranku lebih layak menerima jasadku hingga dia dapat memelukku

    ketika aku mati sebagaimana aku memeluknya dan memeliharanya ketika

    8 Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya’rāwī”, 149. 9 Husain Abd al-Hamid Nil, Imam al-Du’ah Qissah al-Hayah al-Syaikh

    Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī (Beirut : Dar al-Qalam, 1989), 28. 10 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

    Modern, 147. 11 Imroatus Sholihah, “Konsep Kebahagiaan dalam al-Quran (Prespektif

    Mutawallī al-Sya’rāwī dan Psikologi Positif)”, (Tesis S2., Universitas Islam Negeri

    Maulana Malik Ibrahim, 2016), 67.

  • 32

    aku hidup.” Dua hari sebelum meninggal dunia, beliau berwasiat untuk

    mempersiapkan pemakamannya di kampung halamannya.12

    B. Karya-karya Mutawallī al-Sya`rāwī

    Sebelum membahas karya-karya al-Sya’rāwī perlu dijelaskan terlebih

    dahulu bahwa banyak diantara karya tulisnya, bahkan hampir seluruh karya

    tulisnya bukan beliau sendiri yang menulis melainkan ditulis oleh

    muridnya. Al-sya’rāwī tidak menulis buku-bukunya karena menurut beliau

    kalimat yang disampaikan secara langsung akan lebih mengena daripada

    kalimat yang disebarluaskan dengan perantara tulisan.13 Namun ceramah-

    ceramahnya yang dicetak dalam bentuk buku mendapatkan sambutan luas

    di kalangan umat Islam.14 Diantara karya al-Sya’rāwī yang populer dan

    yang paling fenomenal adalah Tafsir al-Sya’rāwī. Selain itu karya-karya

    beliau antara lain :

    Pertama, Ala’ al-Maidāt al-Fikr al-Islami (Dibawah Hamparan

    Pemikiran Islam). Kitab ini terdiri atas 203 halaman dan mencangkup tema

    yang beragam, seperti “polemik tentang Islam”, “Pembicaraan seputar

    pemikiran Islam” dan “Islam dan globalisasi, Islam antara kapitalisme dan

    komunisme, Islam kanan dan Islam kiri, jaminan dan Islam”. Tema-tema

    ini disusun dalam bentuk tanya jawab yang disampaikan oleh Majdi al-

    Khafinawi dan dijawab oleh al-Sya’rāwī.

    Kedua, Al-Fatawa al-Kubro (Fatwa-fatwa Besar). Kitab ini dicetak

    oleh Maktabah al-Turas al-Islami dalam dua bagian. Bagian pertama terdiri

    atas 411 halaman dan bagian kedua terdiri atas 483 halaman. Kedua bagian

    12 Riska Puspita Sari, “Nilai-nilai Tauhid Dalam Surah al-Fātihah Menurut

    Penafsiran al-Sya’rawi”, (Skripsi S1., Universiras Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta, 2018), 32. 13 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

    Modern, 148. 14 Herry Muḥammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta :

    Gema Insani Press, 2006), 277.

  • 33

    tersebut berisi pemikiran al-Sya’rāwī tentang tafsir dan juga pertanyaan

    yang memiliki benang merah dengan tema sekaligus jawabannya. Bagian

    pertama membahas iman kepada Allah, makna amanah dan kapan iman

    menjadi aqidah dan seterusnya.15

    Ketiga, Nubu’āt al-Syaikh al-Sya’rāwī (Al-Syuyu’iyyah al-Sanam

    alladzi Hawā). Kitab ini dicetak oleh Maktabah al-Turas al-Islami, disusun

    oleh Muḥammad Ismail. Kitab ini memuat sekelumit pemikiran al-

    Sya’rāwī, berisi 162 halaman.

    Keempat, al-Islam al-Hadatsah wa Haḍarah. Kitab ini terdiri atas

    241 halaman, diterbitkan oleh Dār al-Audah Beirut. Kitab ini memuat

    pembahasan-pembahasan yang krusial. Pembahasan pertama tentang

    pergerakan, tujuan dan asal dari pergerakan, dan pembahasan kedua tentang

    karakteristik kaidah-kaidah pergerakan. Pembahasan ketiga tentang ajakan

    bagi kaum pemuda dan perempuan muslimah, kunci yang membukakan

    pintu kepada Allah serta pembahasan lainnya.

    Kelima, Tarbiyat al-Insān al-Muslīm. Kitab ini diterbitkan oleh Dār

    al-Audah Beirut, terdiri atas 200 halaman. Bab pertama tidak berjudul,

    sedangkan bab kedua berjudul mengarungi bahtera kehidupan tanpa

    perasaan bersalah, bab ketiga berjudul mulailah dengan memilih prinsip

    hidup guna memahami jalan hidupmu. Bab keempat berjudul kenikmatan

    tanpa landasan sama halnya dengan merasakan sakit tanpa batasan, dan ini

    merupakan sebab-sebab hancurnya kehidupan serta pemabahasan lainnya.16

    Keenam, kitab Hadis-hadis Qudsi. Kitab ini memuat hadis-hadis

    qudsi dan penafsirannya, bagian pertama dari kitab ini terdiri atas 80

    15 Resti Yuni Mentari, “Penafsiran Al-Sya’rāwī Terhadap al-Quran Tentang

    Wanita Karir”, 32. 16 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, Cet. 1

    (Jakarta Selatan : TERAJU 2004), 38.

  • 34

    halaman dan disusun oleh ‘Adil Abu al-Ma’ati selanjutnya diterbitkan oleh

    Dār al-Rauḍah.

    Ketujuh, Mausu’ah Islamiyyah li al-Athfāl adalah kitab seri untuk

    anak-anak. Buku ini merupakan hasil wawancara oleh Muḥammad Rasyad

    al-Arabi, dicetak oleh Dār al-Ra’īd li al-Nasyr. Buku ini terdiri atas 48

    halaman, menghimpun tema yang berkenaan dengan rahmat Allah kepada

    hambaNya dan dirangkum dengan bahasa lugas dan deskriptif sesuai

    dengan daya tangkap anak-anak.17

    Kedelapan, Mu’jizāt al-Qurān. Kitab ini dicetak dan disebarkan oleh

    koran “al-Akhbar” Kairo dengan beberapa perampingan di berbagai sisi.

    Kitab ini diterbitkan oleh Wizarah al-Tarbiyyah wa al-Ta’līm pada tahun

    1997-1998 H yang merupakan pegangan bagi siswa SD kelas 3. Kitab ini

    terdiri atas sebelas bagian, kitab ini berisi analisis mendetail terhadap

    permasalahan yang di perdebatkan oleh para orientalis karena kesimpulan

    yang mereka ambil bertentangan dengan al-Qur`an.18

    C. Karakteristik Tafsir al-Sya`rāwī

    Dalam muqaddimahnya al-Sya`rāwī mengatakan bahwa kitab ini

    bukan hasil penafasiarannya. Melainkan lebih kepada hasil pemikiran yang

    jernih, terlintas di hati seorang mukmin tentang makna beberapa ayat al-

    Quran. Menurut al-Sya’rāwī seandainya al-Quran dapat ditafsirkan, tentu

    Rasulullahlah yang lebih berhak menafsirkannya. Sebab, al-Qur`an

    diturunkan langsung kepadanya dan langsung berinteraksi dalam

    kehidupannya.19

    Penamaan kitab ini diambil dari nama penulisnya yaitu Muḥammad

    Mutawallī al-Sya’rāwī. Awalnya karya ini merupakan hasil dokumentasi

    17 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, 39. 18 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, 40. 19 Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī, Tafsir al-Sya’rāwī; Renungan Seputar

    Kitab Suci al-Quran, Jilid 1 (Medan : Duta Azhar, 2011), 1.

  • 35

    yang ditulis dari hasil ceramah yang disampaikan oleh Syekh Muḥammad

    Mutawallī al-Sya’rāwī. Sebelum di cetak menjadi sebuah karya tulis, hasil

    rekapan ceramah al-Sya’rāwī ini terbit di majalah al-Liwā’ al-Islāmy No.

    251-332. Selanjutnya dijadikan bentuk buku seri yang berjudul Khāwatir

    hawl al-Qurān al-Karīm yang diterbitkan oleh dār Mayu al-Waṭaniyyah

    mulai tahun 1982.20

    Kitab ini di tulis oleh suatu lajnah yang beranggotakan Muhammad

    al-Sinrawi dan ‘Abdul Waris al-Dasuqi. Kitab tafsir ini diterbitkan oleh

    Akhbar al-Yawm pada tahun 1991, dan dimuat pada Majallah al-Liwā al-

    Islāmy dari tahun 1986-1989 no.251-332. Pentakhrij hadis di dalam kitab

    ini adalah Aḥmad ‘Umar Hasyim.21

    Latar belakang penafsiran al-Sya’rāwī adalah Ia ingin menjelaskan isi

    al-Qur`an yang dipahaminya kepada orang lain, oleh sebab itu ia

    mengatakan bahwa penafsirannya ini mungkin salah mungkin benar. Selain

    itu al-Sya’rāwī juga menanamkan keyakinan kepada umat Islam akan

    keagungan mukjizat al-Qur`an dari sisi bahasa, kandungan, serta rahasia-

    rahasia lain yang harus diungkap dari al-Qur`an.22 Ketika menafsirkan al-

    Qur`an al-Sya’rāwī berpegang pada dua aspek. Pertama, komitmen kepada

    Islam yang dianggapnya sebagai metode atau landasan memperbaiki

    kerusakan yang ada pada saat ini terutama dalam hal pemikiran dan

    keyakinan. Kedua, Modernisasi. Al-Sya’rāwī adalah penafsir yang

    mengikuti perkembangan zaman saat ini sehingga bisa dikatakan tafsirnya

    bercirikan modern.23 Motivasi al-Sya’rāwī dalam menulis kitab tafsirnya

    20 Imroatus Sholihah, “Konsep Kebahagiaan dalam al-Quran (Prespektif

    Mutawallī al-Sya’rāwī dan Psikologi Positif)”, 71. 21 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut al-Sya’rāwī, 49. 22 Muhammad Mutawallī al-Sya’rāwī, Tafsir al-Sya’rawiī; Renungan Seputar

    Kitab Suci al-Quran, 3. 23 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

    Modern, 152.

  • 36

    adalah ingin menjelaskan hukum-hukum Allah dengan lebih jelas, ingin

    menjelaskan bahwa al-Qur`an selalu relevan dengan perkembangan zaman,

    dan juga ingin menjelaskan kemukjizatan ilmiah al-Qur`an.24

    Jika dilihat dari metodenya, Tafsir al-Sya’rāwī ini sulit untuk

    dipetakan. Sebab, awalnya tafsir ini merupakan tafsir bi al-lisān atau tafsir

    sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian dibukukan). Namun, secara

    umum tafsir ini menggunakan metode gabungan antara metode tahlili dan

    metode tematik25. Dengan kata lain al-Sya’rāwī menggunakan metode

    tahlili untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan memaparkan segala

    aspek kemudian menerangkan makna-makna yang tercangkup didalamnya

    sesuai keahlian dan kecendrungan penafsir. Selanjutnya al-Sya’rāwī juga

    menjelaskan dengan pendekatan tematik (mauḍu’i) untuk membahas ayat-

    ayat al-Qur`an dalam sebuah tema yang teratur.26

    Tafsir ini termasuk dalam kategori tafsir adabi ijtimā’i, yang

    dipelopori oleh Muḥammad Abduh. Corak tafsir ini berorientasi pada

    sastra, budaya dan sosial kemasyarakatan. Melalui penafsirannya al-

    Sya’rāwī berusaha mengemukakan pemikirannya tentang pendidikan,

    perhatiannya yang sangat besar ditujukan untuk memberikan solusi

    terhadap permasalahan di masyarakat dan pemerintah.

    Contoh penafsirannya yang berusaha meyelesaikan masalah

    masyarakat Islam adalah bagaimana ia menjelaskan kepada kepala

    pemerintahan untuk menjauhkan paksaan dan intimidasi kepada rakyat

    24 Malkan, “Tafsir al-Sya’rāwī : Tijauan Biografis dan Metodologis”, Jurnal al-

    Qalam, Vol.29, No.2 (Mei- Agustus 2012): 196. 25 Metode tematik ialah membahas ayat-ayat al-Quran sesuai dengan tema atau

    judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan topik tersebut dihimpun.

    Kemudian dijelaskan secara mendalam dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil dan fakta

    secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Lihat Nasaruddin Baidan, “Metode

    Penafsiran al-Quran”, 72. 26 Resti Yuni Mentari, “Penafsiran Al-Sya’rāwī Terhadap al-Quran Tentang

    Wanita Karir”, 39.

  • 37

    ketika pemerintah berusaha memperpanjang masa kekuasannya. Ia juga

    komitmen menjelaskan akidah dan akhlak, mengaitkan penafsiran dengan

    kehidupan manusia dan aktifitasnya. Memberi mereka petunjuk dengan

    metode pendidikan. Hal ini yang menyebabkan Ali Iyazi mengatakan

    bahwa kitab Tafsir al-Sya’rāwī bercorak tarbawi dan islah (reformasi).27