CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ:...

88
CORAK ADĀB AL-IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL- IBRĪZ: MENGUNGKAP KEARIFAN LOKAL DALAM PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTHOFA Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag.) Oleh: Mohamad Fuad Mursidi NIM: 11150340000225 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Transcript of CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ:...

Page 1: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

CORAK ADĀB AL-IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL-

IBRĪZ: MENGUNGKAP KEARIFAN LOKAL DALAM

PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTHOFA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag.)

Oleh:

Mohamad Fuad Mursidi

NIM: 11150340000225

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

CORAK ADĀB AL-IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL-

IBRĪZ: MENGUNGKAP KEARIFAN LOKAL DALAM

PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTHOFA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Mohamad Fuad Mursidi

Nim: 11150340000225

Pembimbing,

Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.

NIP: 19820221 200901 1 024

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 3: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM
Page 4: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM
Page 5: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

i

ABSTRAK

Mohamad Fuad Mursidi

CORAK ADAB AL-IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL-IBRĪZ:

MENGUNGKAP KEARIFAN LOKAL DALAM PENAFSIRAN KH.

BISRI MUSTHOFA

Khazanah penelitian tafsir Indonesia memang sangat menarik

untuk terus dikaji, salah satunya Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa

(w. 1977 M). Tafsir tersebut masih menggunakan aksara Arab-Pegon Jawi

dalam menjelaskan pesan ayat-ayat al-Qur’an dan seringkali dikaitkan

dengan kondisi masyarakat di mana KH. Bisri Musthofa hidup (corak

adab al- al-ijtimā‘ī). Penelitian ini akan mengungkap kearifan lokal

sebagai bagian dari corak adab al-ijtimā‘ī, termasuk simbol-simbol

tertentu, dalam Tafsīr Al-Ibrīz. Fokus objek penelitian pada Qs. Al-

Māidah [5] ayat 3, Al-Kahfi [18] ayat 22, An-Naḥl [16] ayat 69 dan surah

Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās.

Penelitian ini menggunakan perspektif analisis penelitian kualitatif

dengan teknik pengumpulan data penelitian kepustakaan (library

research). Sumber utama skripsi ini adalah Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati

Tafsīr Al-Qur’ān Al-‘Azīz karya KH. Bisri Musthofa. Pola uraian dan

analisisnya, penulis menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu penulis

akan menguraikan data dari sumber utama dan data lain yang sangat

terkait dengan kearifan lokal, termasuk simbol-simbol tertentu, dalam

Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa. Kemudian, penulis akan

menganalisisnya dengan teknik analisis isi (content analysis), yaitu

menghubungkan menghubungkan isi ayat al-Qur’an dengan kearifan lokal

di mana KH. Bisri Musthofa hidup sebagai bagian dari kontekstualisasi

pesan ayat-ayat al-Qur’an.

Simpulan skripsi ini menunjukkan Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri

Musthofa sarat dengan kearifan lokal yang identik dengan unsur

kedaerahannya (Jawa) sebagai bagian dari kontekstualisasi terhadap pesan

ayat al-Qur’an, khususnya di Indonesia. KH. Bisri Musthofa juga

menggunakan simbol-simbol tertentu dalam menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’an dalam Tafsīr Al-Ibrīz. Hal ini bertujuan agar santri-santri dan

Masyarakat pada umumnya dapat memahami al-Qur’an lebih dalam.

Page 6: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

ii

Kearifan lokal yang terdapat dalam Tafsīr Al-Ibrīz menjadikan tafsir

tersebut memiliki keunikan tersendiri bahkan tidak ditemukan pada karya

tafsir Nusantara/Indonesia lainnya.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, KH. Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz

Page 7: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan

limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap

terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sosok yang selalu kita harapkan

syafaat dan juga barokahnya.

Alhamdulillah, berkat rahmat dan inayah Allah Swt, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini melalui usaha dan upaya yang melelahkan. Penulis

mengakui bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, tapi paling tidak inilah

wujud dan komitmen akademis yang bisa penulis usahakan. Dengans egala

bantuan, kerjasama dan pengorbanan, penulis harus menyampaikan rasa

terimakasih kepada semua pihak atas semua dukungan dan do’anya. Dalam

kesempatan ini penulis ingin sampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, MA, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu

Al-Qur’an dan Tafsir dan kepada bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH., selaku

Sekertaris Jurusan Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

4. Kepada dosen terkhusus Bapak Jauhar Azizy, M.A selaku penguji skripsi

sekaligus pembimbing kedua penulis yang selalu bersabar memberikan

ilmu dan bimbingannya selama penulis merevisi skripsi ini.

5. Kepada juga Bapak Dr. Hasani Ahmad Said, MA selaku dosen

pembimbing penulis selama dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. selaku penasihat akademik

yang telah membantu penulis, dan juga kepada seluruh dosen Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

iv

7. Terimakasih terkhusus kepada kedua orang tua penulis, bapak Mursyid,

Ibu Siti Hidayah yang selalu memberikan dukungan penuh baik materil

dan semangat. Motivasi kesabaran dan ketulusan doa untuk penulis selama

mengerjakan skripsi ini.

8. Kepada Ibu Nyai Hj. Lu’lu’atul Fuad, Kiai Jauharul Ma’arif, Kiai Jauharul

Mawahib, Kiai Jauharul Manasik dan seluruh pengasuh dan pengurus

pondok Pesantren Abu Darrin Al-Ridlwan Bojonegoro Jawa Timur, yang

selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis untuk mencari ilmu

dimanapun dan kapanpun.

9. Terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir, Masyarakat Relawan Indonesia, Aksi Cepat Tanggap,

kawan-kawan Pondok Pesantren Abu Darrin Al-Ridlwan dan juga kawan-

kawan kos-an yang selalu memberi semangat dan memotivasi untuk

penulis segera menyelesaikan skripsi dan segera lulus.

10. Kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dalam penyusunan

skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah Swt membalas dengan sebaik-baiknya balasan. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan

segala kerendahan hati dan keterbatasan penulis mengharapkan saran dan kritik

konstruktif demi kesempurnaan karya ini . Akhir kata, penulis berharap semoga

karya kecil ini dapat bermanfaat dan dapat berkontribusi bagi penelitian

selanjutnya.

Jakarta, 17 Maret 2020

Mohamad Fuad Mursidi

Page 9: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………...………………………...................... i

KATA PENGANTAR……………...………………………...................iii

DAFTAR ISI…………………................………………………..............v

PEDOMAN LITERASI..........................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………........................1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………......5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………….........................5

D. Tinjauan Pustaka……………………………………...................6

E. Metodologi Penelitian………………………………...................8

F. Sistematika Pembahasan……………………………..................10

BAB II CORAK PENAFSIRAN DAN KEARIFAN LOKAL DALAM

TAFSIR AL-QUR’AN

A. Pengertian Corak Tafsir.......…………………………................12

B. Kemunculan dan Keberagaman Corak

dalam Penafsiran Al-Qur’an……………....................................14

C. Kearifan Lokal dalam Tafsir……………………………………19

BAB III PROFIL KH. BISRI MUSTHOFA, GAMBARAN TAFSĪR

AL-IBRĪZ SERTA SIMBOL-SIMBOL DALAM TAFSĪR AL-IBRĪZ

A. Profil KH. Bisri Musthofa…………….....................…..............27

B. Pendidikan KH. Bisri Musthofa…..............................................29

C. Pengabdian dan Karir..................................................................32

D. Gambaran Tafsīr Al-Ibrīz …………….......................................34

Page 10: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

vi

E. Simbol-Simbol dalam Tafsīr Al-Ibrīz ………………………….38

BAB IV KEARIFAN LOKAL PENAFSIRAN KH. BISRI

MUSTHOFA DALAM TAFSIR AL IBRIZ

A. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Maidah [5] ayat

3………………………………………………………………...44

B. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Kahfi [18] ayat

21………….................................................................................52

C. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. An-Nahl [16] ayat

69.................................................................................................57

D. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Ikhlas, Al-Falaq

dan An-Nas.…………….............................................................62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………..................66

B. Saran…………………………………………………................67

DAFTAR PUSTAKA…………………………………..........................69

Page 11: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543

b/U/1987, Tanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan Tunggal

Huruf

Arab Nama

Huruf

Latin Keterangan

alif tidak dilambangkan ا

ba’ b be ب

ta’ t te ت

sa’ ṡ es (dengan titik di atas) ث

jim j je ج

ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah) ح

kha’ kh ka dan ha خ

dal d de د

zal ż zet (dengan titik di atas) ذ

ra’ r er ر

zai z zet ز

sin سs

es

syin sy es dan ye ش

sad ṣ es (dengan titik di bawah) ص

dad ḍ de (dengan titik di bawah) ض

ta’ ṭ te (dengan titik di bawah) ط

za’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ

ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع

gain g ge غ

fa f ef ف

qaf q qi ق

kaf k ka ك

Page 12: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

viii

lam l el ل

mim m em م

nun n en ن

wawu w we و

ha’ h ha ه

hamzah ’ apostrof ء

ya y ye ي

B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap

ن ي د ق ع ت م ditulis muta‘aqqidin

ة د ع ditulis ‘iddah

C. Ta’ Marbutah

1. Bila dimatikan ditulis h

ة ب ه ditulis hibbah

ة ي ز ج ditulis jizyah

(Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah

terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan

sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,

maka ditulis dengan h.

اء ي ل و ل ا ة ام ر ك ditulis karāmah al-auliyā

2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan

ḍammah, ditulis t

ر ط لف ا اة ك ز ditulis zakātul fitri

Page 13: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

ix

D. Vokal Pendek

kasrah ditulis i

_____ fathah ditulis a

ḍammah ditulis u ___ۥ__

E. Vokal Panjang

fathah + alif ditulis ā

ة ي ل اه ج ditulis jāhiliyah

fathah + ya’ mati ditulis ā

ىع س ي ditulis yas` ā

kasrah + ya’ mati ditulis ī

م ي ر ك ditulis karīm

ḍammah + wawu mati ditulis ū

د و ج ditulis wujūd و

F. Vokal Rangkap

fathah + ya’ mati ditulis Ai

م ك ن ي ب ditulis Bainakum

fathah + wawu mati ditulis Au

ل و ق ditulis qaulun

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan

dengan Apostrof

ditulis م ت ن أ أ a’antum

Page 14: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

x

ditulis u‘iddat ت د ع أ

ditulis la’in syakartum م ت ر ك ش ن ئ ل

H. Kata Sandang Alif + Lam

a. Bila diikuti huruf Qamariyyah

ن أ ر لق ا ditulis al-Qur’ān

اس ي لق ا ditulis al-qiyās

b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf

Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-

nya

اءم الس ditulis as-samā’

س م الش ditulis asy-syams

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya

ض و ر لف ا يو ذ ditulis żawī al-furūd

ة ن الس ل ه أ ditulis ahl as-sunnah

Page 15: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak masa-masa awal Islam, Al-Qur’an telah memperoleh

perhatian yang begitu besar dari kaum muslimin. Para sahabat sejak

turunnya wahyu telah berupaya memahami isi Al-Qur’an dimana

rasulullah SAW berperan menjadi penjelas atau penafsir bagi mereka,

terutama ayat-ayat yang tidak meraka fahami. Tugas penafsiran Al-Qur’an

selanjutnya beralih secara estafet ke tangan para sahabat, tabiin, tabi’

tabi’in dan para ulama’ sampai saat ini. Hal ini terjadi dan terus

berlangsung karena Al-Qur’an sejak awal turun telah memberi stimulasi

kepada pembacanya agar seluruh pesan-pesan Al-Qur’an di eksplorasi dan

dipahami.

Kebutuhan tersebut tidak lain adalah untuk menggali petunjuk dan

hidayah Al-Qur’an, guna di aplikasikan dalam kehidupan. Dari hal

tersebut juga telah mendorong umat Islam di Indonesia untuk turut andil

bagian dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an dalam rangka

mengamalkannya dalam kehidupan. Bagi umat Islam memahami Al-

Qur’an merupakan bagian dari dimensi keagamaan terpenting karena

tujuan Al-Qur’an dihadirkan di bumi adalah sebagai petunjuk bagi

manusia, dan ini akan terwujud jika Al-Qur’an dapat di fahami dan di

realisasikan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. 1

Al-Qur’an kita yakini sebagai kitab suci yang ṣālih li kulli zamān

wa makān, maka Al-Qur’an harus kita fahami sesuai dengan konteks yang

1 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2012), vii-viii.

Page 16: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

2

terjadi sehingga bisa menyentuh kualitas kehidupan dan dinamis dalam

menjawab problematika umat. Al-Qur’an di yakini berdialog dengan

setiap generasi, dari waktu ke waktu. Ini memerintahkan kita semua

bahwa harus mempelajari dan memikirkannya terus menerus.

Membaca berbagai macam kitab tafsir, niscaya akan ditemukan

tafsir al-Qur’an yang berjenis-jenis. Keberagaman dalam tafsir tersebut di

sebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:2

Pertama, faktor kebahasaan, dari sudut struktur kebahasaan, Al-

Qur’an telah memunculkan adanya pluralitas tafsir. Yakni sesuai dengan

disiplin keilmuan masing-masing mufassir. Seperti dalam Al-Qur’an di

temukan makna (lafadz) yang bermakna ganda, makna umum, makna

khusus, makna sulit (musykil) dan sebagainya. Model lafadz tersebut

bukan hanya memunculkan tetapi menjadi “picu utama” untuk tumbuhnya

keberagaman tafsir. Tatkala teks tersebut di baca oleh banyak orang

dengan latar belakang keilmuan, kemampuan dan keperluan yang berbeda,

maka keragaman tafsir dengan sendirinya akan muncul.

Kedua, faktor ideologi politik, faktor ini juga erat mewarnai jenis-

jenis tafsir. Seperti kelompok Mu’tazilah yang banyak melansir tafsir-

tafsir rasional. kemunculannya untuk mendukung Abbasiyah melawan

Umayyah. Maka dalam perkembangannya bisa di cermati, tafsir yang

diproduksi Muktazilah terlihat lebih rasional dibanding dengan tafsir yang

diproduksi pendukung Umayyah.

Ketiga, faktor mazhab pemikiran. Ada dua arus khazanah

pemikiran Islam utama yang mewarnai dalam penafsiran Al-Qur’an, yaitu

sunni dan Muktazilah. Pemikiran sunni memiliki karakter ortodoksi,

2 Abu Rokhmad, Telaah karakteristik Tafsir Arab Pegon. Jurnal Analisa, Vol.

XVIII, No.1 (Januari-Juni 2011): 28-29.

Page 17: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

3

sedangkan Muktazilah cenderung rasional dan dekonstruktif. Sunni

memahami bahwa tidak seluruh teks-teks Al-Qur’an dapat dijejak dengan

logika tubuh manusia, sedangkan kaum Muktazilah sebaliknya.

Keempat, Subjektivisme penafsir, yakni adanya pra-anggapan, pra-

asumsi jenis, kelamin, lingkar spesial penafsir turut memberikan andil

warna tersendiri bagi langgam tafsir yang di gagas. Subjektivisme ini

merupakan anasir yang terus menerus menggelayut dan mengeram dalam

alam bawah sadar sang penafsir. Faktor ini merupakan yang tidak bisa di

ingkari dari seorang mufassir.

Dari hal diatas menegaskan, bahwa tafsir merupakan dialog terus

menerus antara teks suci, penafsir dan lingkungan sosial-politik-budaya

yang ada di sekitarnya. Tafsir tercipta pada ruang dan waktu yang

berbeda-beda yang mengakibatkan munculnya pemaknaan atas suatu teks

berbeda dengan yang lainnya.3

Seiring dengan itu, pemahaman tentang elemen kebudayaan dan

kearifan lokal menjadi tidak terlepas dari karya tafsir. Manusia menurut

Koentjaningrat adalah makhluk yang berbudaya. Dengan daya cipta, rasa

dan karsa, manusia memproduksi kebudayaan.4

Tafsīr Al-Ibrīz merupakan tafsir yang lahir dari rahim tanah Jawa.

Tafsir ini adalah salah satu kitab tafsir yang menggunakan aksara Jawi

(pegon) sebagai media penulisnya. Penafsiran KH. Bisri dituliskan

menggunakan jawi atau pegon sebagai upaya untuk membuka gerbang

pemahaman tafsir yang kontekstual dan bersifat kedaerahan. Sebagaimana

diungkapkan dalam Muqaddimah Tafsīr Al-Ibrīz bahwa Al-Qur’an sudah

3 Abu Rokhmad, “Telaah karakteristik Tafsir Arab Pegon”, 28-29. 4 Konjoningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan pembangunan (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2004), 5-6.

Page 18: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

4

banyak diterjemahkan dalam bahasa-bahasa asing, untuk menambah

khidmat dan usaha yang baik, ia menghadirkan tafsir yang berbahasa jawa

dengan cara yang sederhana, ringan dan mudah dalam pemahamannya.

“Kangge nambah khidmat lan usaha ingkang sae lan mulio puniko,

dumateng ngersanipun poro mitro muslimin ingkang mangertos tembang

daerah jawi, kawulo segahaken terjemah tafsir al-Qur’an mawi coro

ingkang persojo, enteng serto gampil pemahamanipun.”5

KH. Bisri seringkali mencantumkan tradisi-tradisi masyarakat

sekitar, khususnya masyarakat Jawa, dalam memperkuat penjelasan

tafsiran terhadap al-Qur’an dalam Tafsīr Al-Ibrīz. Tambahan penjelasan

itu seperti keterangan tradisi sebagian masyarakat Jawa menggunakan

ayat-ayat al-Qur’an tertentu yang ditulis kemudian ditaruh di atas pintu

yang diyakini akan memberikan keamanan bagi penghuninya, dan

beberapa tradisi semisalnya yang cukup sering diungkapkan dalam Tafsīr

Al-Ibrīz.

Kearifan lokal seperti ini yang memberikan keunikan tersendiri

Tafsīr Al-Ibrīz hingga membuat penulis penting untuk menelitinya lebih

lanjut dalam mengungkap beberapa kearifan lokal dalam karya tafsir

tersebut. Maka penulis mewujudkan pentingnya meneliti kearifan lokal

dalam Tafsīr Al-Ibrīz dalam bentuk penelitian dengan judul “Corak Adāb

Al-Ijtimā’i Dalam Tafsīr Al-Ibrīz: Mengungkap Kearifan Lokal

dalam Penafsiran KH. Bisri Musthofa”

5 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsir Al-Qur’an Al- ‘Aziz (Kudus:

Menara Kudus, 1960), Muqoddimah. Untuk menambah khidmat dan usaha yang baik dan

mulia ini, kepada para saudara muslimin yang mengerti bahasa jawa, saya persembahkan

terjemah tafsir Al-Qur’an Al-Aziz dengan cara yang sederhana, ringan dan mudah untuk

di fahami.

Page 19: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

5

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Ada beberapa corak tafsir dalam penafsiran al-Qur’an, seperti corak

sastra-bahasa (lugawī), corak filsafat dan teologi (kalām), corak

pendidikan (tarbawī), corak tasawuf, corak adāb al-ijtimā`i. Dalam hal ini,

penulis membatasi hanya membahas corak adāb al-ijtimā`i dan

memfokuskan pada muatan kearifan lokal yang merupakan bagian dari

adāb al-ijtimā`i dan Tafsīr Al-Ibrīz.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana

kearifan lokal yang terdapat dalam Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri

Musthofa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kearifan lokal yang terdapat dalam Tafsīr Al-Ibrīz

karya KH. Bisri Musthofa

Adapun manfaat dari penelitian ini dalam bidang studi Al-Qur’an dan

Tafsir agar:

1. Dalam konteks keilmuan Islam, pembaca dapat mengetahui bentuk

kearifan lokal yang terdapat dalam karya tafsir, khususnya karya

tafsir Indonesia;

2. Memberikan informasi tentang dinamika karya tafsir Indonesia,

khususnya karya tafsir dalam bentuk Arab-Pegon;

3. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini bisa menjadi bahan

rujukan di bidang studi perkembangan Tafsir Al-Qur’an Indonesia

yang kini masih sedikit sumber rujukannya.

Page 20: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

6

D. Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan di atas, penulis menemukan

beberapa literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas,

antara lain:

1. Penelitian Abu Rokhmad dalam karyanya yang berjudul “Telaah

Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz” yang dipublikasikan dalam

Jurnal Analisa, Volume XVIII tahun 2011. Dalam karya ini dibahas

mengenai karakteristik yang khas dari Tafsīr Al-Ibrīz. Yaitu

menggunakan bahasa Jawa Pegon. Dalam Karya ini disebutkan bahwa

Al-Ibrīz cenderung memiliki corak kombinasi antara fiqhi, sosial-

kemasyarakatan dan shufi.

2. Mafri Amir dalam buku “Literatur Tafsir Indonesia”. Buku ini

merupakan kumpulan informasi mengenai karya-karya tafsir

Indonesia, salah satunya adalah Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri

Musthofa. Di dalamnya dibahas beberapa hal, mulai biografi penulis

tafsir hingga dengan hal-hal yang berkaitan dengan tafsir tersebut.

3. Skripsi Luqman Chakim yang berjudul “Tafsir Ayat-ayat

Nasionalisme Dalam Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa”. IAIN

Walisongo Semarang 2014. Sesuai namanya dalam skripsi ini dibahas

mengenai penafsiran ayat-ayat nasionalisme dalam Tafsīr Al-Ibrīz.

Tafsīr Al-Ibrīz menurut Luqman Chakim memiliki peran dalam

membangun nasionalisme bangsa. Dan hal ini ditunjukan ketika KH.

Bisri Musthofa menafsirkan ayat-ayat nasionalisme.

4. Jurnal Ferjian Yazdajird Iwanebel yang berjudul “Corak Mistis dalam

Penafsiran KH. Bisri Musthofa (Telaah Analitis Tafsīr Al-Ibrīz)”,

Jurnal Rasail Vol.1, No. 1, 2014. Tulisan ini membahas tentang corak

penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam tafsirnya Al-Ibrīz. Menurutnya

Page 21: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

7

secara analitis tafsir ini dapat digolongkan tafsir adabi ijtima’i karena

menekankan aspek kebahasaan dan sosial, tergolong juga corak ilmi

karena menekankan pada aspek ilmiah tapi selain itu juga

menekankan pada aspek mistis.

5. Skripsi Muffid Muwaffaq yang berjudul “Orientasi Ilmi Dalam Tafsīr

Al-Ibrīz Karya Bisri Musthofa”, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2015, dalam karya ini ditemukan bahwa Tafsīr Al-Ibrīz lebih

cenderung berorientasi ke Tafsir bercorak Ilmi. Hal ini ditunjukan

dengan pembacaan KH. Bisri Musthofa terhadap kitab-kitab modern,

yang sedikit banyak tentu dapat mempengaruhi pola pikir beliau

dalam melakukan penafsiran.

6. Skripsi Abdur Rahman, yang berjudul “Konsep Jihad menurut KH.

Bisri Musthofa dalam Tafsīr Al-Ibrīz”, Skripsi STAIN Kudus 2016.

Dalam skripsi di jelaskan mengenai pandangan KH. Bisri Musthofa

tentang ayat-ayat Jihad dan bagaimana implementasi dari ayat-ayat

Jihad tersebut dalam kehidupan.

7. Jurnal Lilik Faiqoh dan M Khoirul Hadi yang berjudul “Tafsir Surat

Luqman Perspektif KH Bisri Musthofa dalam Tafsīr Al-Ibrīz”, Jurnal

Maghza, Vol 2, No 1, Januari-Juni 2017. Penelitian ini menjelaskan

penafsiran KH. Bisri Musthoda dalam Qs. Luqman. KH. Bisri

memahami bahwa pengajaran Luqman sesuai dengan tata kehidupan

orang Jawa yang membentuk kehidupan harmonis. Hal ini tertuang

dalam cara menjelaskan yang mudah di pahami dan mampuu

mengaitkan isi Al-Qur’an dengan alam berfikir orang Jawa.

8. Skripsi Muh. Audi Yuni Mabruri yang berjudul “Kearifan lokal dalam

kitab Al-Ibriz lima’rifah Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz karya KH. Bisri

Musthofa”, IAIN Tulungagung 2018. Skripsi ini menerangkan

kearifan lokal yang ada dalam Tafsīr Al-Ibrīz yaitu dari sisi

Page 22: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

8

kebahasaan yang menggunakan arab pegon dan tanda-tanda kearifan

lokalnya.

9. Jurnal yang berjudul “As-Shifa’ Perspektif Tafsīr Al-Ibrīz Karya Bisri

Musthofa”, Jurnal Tribakti: Pemikiran KeIslaman, Volume 20, No 1,

Januari 2019. Dalam tulisan ini dijelaskan, bahwa Al-Qur’an

merupakan obat, bukan hanya untuk kesehatan rohani/batin saja.

Akan tetapi KH. Bisri Musthofa juga menunjukan bahwa Al-Qur’an

dapat dijadikan obat bagi kesehatan jasmani. Menurut KH. Bisri Al-

Qur’an adalah obat untuk penyakit hati yang berlarut-larut sehingga

menimbulkan penyakit jasmani, yang dikenal dengan penyakit

psikomatik.

10. Skripsi Ali Imron yang berjudul “Simbol dalam Tafsīr Al-Ibrīz

Lima’rifah Al-Qur’an Al-Aziz (Analisis Semiotika Roland Barthes)”

IAIN Tulungagung tahun 2019. Skripsi ini mengungkapkan simbol-

simbol yang ada dalam Tafsīr Al-Ibrīz dan bagaimana pemaknaan

simbol tersebut.

Dari sebagian kajian pustaka yang membahas mengenai Tafsīr Al-

Ibrīz yang dipaparkan di atas, sudah banyak telaah pustaka yang tersaji,

namun pembahasan dalam Tafsīr Al-Ibrīz tersebut terfokus pada sisi

tematis. Fokus pada penelitian ini adalah kearifan lokal dalam penafsiran

KH. Bisri Musthofa dalam Tafsīr Al-Ibrīz, mengingat tafsir ini adalah tafsr

Indonesia, sehingga nuansa kearifan lokal akan terungkap dalam tafsir ini.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, penulis menggunakan perspektif

analisis penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data penelitian

kepustakaan (library research). yaitu penelitian yang berbasiskan pada

Page 23: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

9

data-data kepustakaan baik dari berupa buku jurnal, artikel maupun bacaan

lainnya yang terkait dengan objek penelitian ini. Adapun sifat penelitian

ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang berasas pada kualitas dari data-

data yang telah di uraikan dan di analisis secara sistematis.

2. Sumber Data

Dalam penulisan ini, penulis akan berusaha semaksimal mungkin

untuk mencari sumber-sumber yang mempunyai relevansi dengan

penelitian yang akan penulis lakukan. Adapun sumber data yang penulis

akan gunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Adapun sumber data primer yang akan penulis gunakan adalah

kitab Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsīr Al-Qur’ān Al- ‘Azīz karya KH.

Bisri Musthofa.

Adapun sumber data sekunder yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi, tesis dan disertasi

terdahulu yang menyinggung tema penelitian yang hendak penulis buat

ini.

3. Teknik Analisis Data

Pola uraian dan analisisnya, penulis menggunakan metode deskriptif-

analisis, yaitu penulis akan menguraikan data dari sumber utama dan data

lain yang sangat terkait dengan kearifan lokal, termasuk simbol-simbol

tertentu, dalam Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa. Kemudian,

penulis akan menganalisisnya dengan teknik analisis isi (content analysis),

yaitu menghubungkan menghubungkan isi ayat al-Qur’an dengan kearifan

lokal di mana KH. Bisri Musthofa hidup sebagai bagian dari

kontekstualisasi pesan ayat-ayat al-Qur’an.

Page 24: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

10

F. Sistematika Pembahasan

Supaya dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul yang telah

diajukan agar tidak rancu dalam pembahasannya, maka penulisan dalam

skripsi ini akan dituangkan terlebih dahulu dalam sistematika pembahasan,

yang dalam hal ini dibagi menjadi lima bab. Di mana masing-masing bab

mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-topik tertentu,

sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi: latar belakang

masalah yang diangkatnya tema ini, identifikasi, pembatasan masalah dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat yang akan diperoleh dari penelitian

ini, kemudian telaah pustaka atau bahan-bahan yang digunakan, serta

metode penelitian yang meliputi metode pengumpulan data, metode

pembahasan dan teknik penulisan. Serta memaparkan sistematika dalam

penulisan penelitian ini.

Bab kedua, merupakan penjelasan mengenai corak penafsiran al-

Qur’an. Mulai dari pengertian corak tafsir, kemunculan dan keragaman

corak dalam penafsiran al-Qur’an, dan mengulas mengenai kearifan lokal.

Bab ketiga, merupakan pembahasan tentang biografi KH. Bisri

Musthofa dan Tafsīr Al-Ibrīz, dalam hal ini meliputi riwayat hidup,

perjalanan intelektual, karya-karya KH. Bisri Musthofa, latar belakang

penulisan, corak dan metode penafsiran, khazanah isi tafsir dan

karakteristik dan simbol-simbol di dalam Tafsīr Al-Ibrīz.

Bab keempat, dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai

aplikasi kata kunci kearifan lokal dalam Tafsīr Al-Ibrīz terhadap ayat-ayat

Al-Qur’an.

Page 25: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

11

Bab kelima, bab terakhir yakni bab penutup, merupakan

kesimpulan dari hasil penelitian yang mencakup atas keseluruhan dari isi

karya ilmiah ini. Kemudian disertai dengan saran-saran membangun,

supaya dapat dijadikan bahan referensi dan pelajaran pada penelitian

selanjutnya.

Page 26: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

12

BAB II

CORAK PENAFSIRAN DALAM TAFSĪR AL-IBRĪZ

A. Pengertian Corak Tafsir

Dalam Kamus Bahasa Indonesia di sebutkan bahwa kata corak

memiliki beberapa arti: Pertama, bunga atau gambar (ada yang berwarna-

warna) pada kain (tenunan, anyaman, dan sebagainya). misalnya kalimat

“Corak kain sarung itu kurang bagus”, “Besar-besar corak kain batik itu”.

Kedua, berarti berjenis-jenis warna pada warna dasar (tentang kain,

bendera, dan sebagainya) misalnya kalimat “Dasarnya putih, coraknya

merah. Ketiga berarti sifat (paham, macam, bentuk) tertentu, contohnya

kalimat “Perkumpulan itu tidak tentu coraknya.1

Jika kata corak di sambungkan dengan kata lain, maka akan memiliki

arti tersendiri, misalnya “corak bangunan” maksudnya adalah desai

bangunan, demikian juga dengan kalimat “corak kasual” maka berarti

corak yang sederhana, hal ini terlihat pada kalimat “untuk memunculkan

corak kasual, di pilih kerah yang berkancing dan berwarna”.

Kata corak dalam literatur sejarah tafsir, biasanya di gunakan sebagai

terjemahan dari kata al-laun, bahasa arab yang berarti warna. Istilah

inipula yang di gunakan Muhammad Ḥusain Aẓ-Ẓahabi dalam kitabnya

al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, berikut potongan ulasan beliau:

....الحديثوعنألوانالتفسيرفيهذاالعصر()

“Tentang corak-corak penafsiran di abad modern ini”

Corak Tafsir di artikan sebagai kecenderungan keahlian atau

spesifikasi yang dimiliki oleh seorang mufassir. Hal ini bisa di

1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 294-295.

Page 27: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

13

latarbelakangi oleh pendidikan, lingkungan maupun akidahnya.2 Oleh

sebab itu, bila mufassir adalah seorang ahli bahasa, maka dia menafsirkan

ayat-ayat al-Qur’an menggunakan pendekatan analisa kebahasaan, atau

biasa dikenal dengan corak lugawi. Bila mufassir merupakan pakar di

bidang ilmu pengetahuan (sains), maka kecenderungan penafsirannya

adalah lebih menggunakan pendekatan ilmiah, atau biasa di kenal dengan

istilah corak ilmi, dan begitu seterusnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak

menyimpulkan bahwa seorang mufassir hanya memiliki satu keahlian

dalam satu cabang ilmu saja, karena dalam menafsirkan al-Qur’an di

butuhkan berbagai perangkat dan persyaratan akademis maupun

metodologis.

Sedangkan kata tafsir merupakan masdar dari kata fassara-yufassiru-

tafsiran, yang dalam kamus al-munawwir bermakna tafsiran, interpretasi,

penjelasan, komentar dan keterangan.3 Arti tafsir itu sendiri menurut

bahasa arab adalah التبيين dan الإضاح (menjelaskan atau menerangkan).4

Dalam kitab lisān al-‘arab, di jelaskan bahwa kata tafsir diambil dari

kata al-fasru berarti menjelaskan atau menyingkap sesuatu yang tertutup.

Kata tafsir juga bermakna menyikap maksud sesuatu yang sulit.5

Sedangkan tafsir secara terminologi menurut al-Zarkasyī adalah:

كت اباللهال م م ف ه به ي ع ر ف العل م ع ل ن ز الت ف سير م مدص لىالله ىن بي هل ع ل ي هو س لمو ب ي ان م ه ر اجأ ح ك ام ه و حح تخ م ع ان يه و اس

2 Anshori LAL, Tafsir bi al-Ra’yi, Menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad

(Jakarta, Gaung Persada Press, 2010), 88. 3 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Yogyakarta: Pustaka

Progressif, 1997) 106. 4 Muhammad Ḥusain Aẓ-Ẓahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (Maktabah Mus’ab

ibn Umar al-Islamiyah, 2004), Vol.I, 12. 5 Muhammad bin Makram bin ManẒur Al-Ifriki Al-Masri, Lisān al- ‘Arab

(Kairo: Dār al-Ma‘ārif, t.th.), Jil. 5, 3412-3413.

Page 28: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

14

“Tafsir adalah ilmu untuk memahami, menjelaskan makna, dan

mengkaji hukum-hukum serta hikmah hukum tersebut dalam kitab yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw”.6

Dari penjelasan dua kata tersebut, yakni corak dan tafsir maka bisa di

tarik pemahaman bahwa corak tafsir adalah bentuk kecenderungan dalam

menafsirkan al-qur’an yang di latari oleh kapasitas yang di miliki

mufassir.

B. Kemunculan dan Keberagaman Corak Penafsiran Al-Qur’an

Al-Qur’an memang sangat terbuka untuk di tafsirkan (multi

interpretable) dan masing-masing mufassir ketika menafsirkan Al-Qur’an

biasanya juga di pengaruhi oleh kondisi sosio-kultural di mana ia tinggal.

Bahkan situasi politik yang melingkupinya juga berpengaruh baginya.

Disamping itu, ada kecenderungan dalam diri seorang mufassir untuk

memahami Al-Qur’an sesuai dengan disiplin ilmu yang ia tekuni, sehingga

meskipun objek kajiannya tunggal (yaitu teks al-Qur’an) namun hasil

penafsirannya tidaklah tunggal, melainkan plural.7

Keberagaman corak tersebut merupakan hal yang positif yakni

menunjukan kekayaan khazanah pemikiran umat islam yang digali dari

Al-Qur’an. Keragaman tersebut dapat dikatakan sebagai corak yang

mewarnai penafsiran Al-Qur’an

Dalam menanggapi keberagaman corak yang hadir dalam penafsiran

Al-Qur’an, menurut Abdul Mustaqim, setidaknya ada dua sikap yang bisa

dan mesti diambil. Pertama, kritis dalam melihat produk-produk tafsir

tersebut, apakah ada hidden interest dibalik penafsirannya. Apakah ada

penyimpangan dan apakah penafsirannya didukung dengan argumentasi

6Muhammad bin Bahadir bin Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burhān fī ‘Ulum Al-

Qur’ān (Bairut: Dar al-Makrifah, 1391 H), 13. 7 Kusroni, ”Menelisik Sejarah dan Keberagaman Corak Penafsiran Al-Qur’an”.

Jurnal El-Furqania, vol.5, no.2 (Agustus 2017): 135.

Page 29: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

15

yang kuat. Kedua, Jika argumentasi tersebut kuat, maka kita harus

menghormati pendapat tersebut, meskipun kita tidak harus mengikuti.8

Pembagian corak tafsir sangat beragam, karena dihasilkan dari usaha

penafsiran Al-Qur’an yang terus berkembang, seiring perkembangan yang

terjadi dalam kehidupan masyarakat.9 Ditambah perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, sehingga memungkinkan

untuk digunakan memahami ayat-ayat Al-Qur’an.

Macam-macam corak tafsir pada dasarnya dapat dikatakan muncul

dari bentuk-bentuk tafsir taḥlilī. Meskipun begitu, metode tafsir tematik

saat ini juga telah berkembang dan lebih terfokus pada satu pendekatan

yang dinilai lebih jelas mengungkapkan corak tafsir tertentu. M. Quraish

Shihab menyebutkan beberapa corak penafsiran Al-Qur’an diantaranya

sebagai berikut:10

a. Corak/Nuansa Sastra-Bahasa

M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa corak ini muncul karena

banyaknya orang non-arab yang masuk islam pada waktu itu. Oleh karena

itu dirasa penting oleh masyarakat arab untuk menjelaskan kandungan Al-

Qur’an dari aspek sastra. Tafsir dengan corak bahasa (tafsir al-lugawī)

yang menonjol atau mendominasi biasanya adalah pembahasan tentang

naḥwu, Ṣaraf, qiraat, argumen-argumen dari bahasa arab (seperti syair)

dan uslub-uslub bahasa Arab.

Contoh karya tafsir yang tergolong dalam kategori ini adalah al-

Taḥrīr Wa al-Tanwīr karya Ibn ‘Āsyūr. Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm karya

8 Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistemologi Tafsir (Jakarta: Pustaka Pelajar,

2008), 59-60. 9 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan), 72. 10 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, 73.

Page 30: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

16

M. Quraish Shihab dan memahami isi kandungan Al-Qur’an karya Ahmad

Wasil.11

b. Corak/Nuansa Filsafat dan Teologi

Corak ini disebutkan murupakan pengaruh dari adanya penerjemahan

literatur-literatur tentang filsafat, maupun adanya mufassir yang

sebelumnya datang dari non muslim lalu mencoba membandingkan isi

ajarannya. Contoh yang sering dikategorikan dalam corak ini adalah Tafsīr

Mafatiḥ al-Gayb karya Fakhruddin al-Razī.

Tafsir ini di tandai dengan adanya penjelasan-penjelasan filosofis

yang cenderung bersandar pada akal, maupun pandangan-pandangan para

filosof. Karya tafsir dalam kategori teologis ini lebih memusatkan

penjelasannya pada konteks akhlak, akidah, ketuhanan, agama dan

sebagainya.

c. Corak/Nuansa Penafsiran Ilmiah

Pendekatan melalui ilmu-ilmu eksak dalam penafsiran dikaitkan

dengan adanya ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an. Pandangan ini

memperkuat bahwa Al-Qur’an telah memberitakan tentang pengetahuan

yang baru didapat dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern saat

ini. Ilmu-ilmu tersebut seperti ilmu astronomi, kosmologi, kimia, fisika,

ilmu kedokteran, botani, geografi, dan bahkan zoologi.

Salah satu tafsir yang terkenal dengan corak ini adalah milik tantawi

Jauhari. Di Indonesia, terdapat tafsir semacam ini, seperti “Ayat-ayat

Semesta” karya Agus Puwanto dan “Metode Ayat-ayat Sains dan Sosial”

karya Andi Rosadisastra.12

d. Corak/Nuansa Fikih

11Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia (Yogyakarta: Lkis 2013), 254. 12Islah Gusmian, Khazanah Tafsir, 272-273, Lihat Juga M. Nurdin Zuhdi,

Pasarraya Tafsir Indonesia, 158-159.

Page 31: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

17

Tafsir corak ini condong menjelaskan ayat-ayat hukum, yakni

mencoba mengeluarkan istinbat dari Al-Qur’an. Pada perkembangannya

tafsir ini juga menjelaskan tentang syariat islam dengan dasar penjelasan

madzhab fikih. Seperti Tafsīr Jami’ li Aḥkam al-Qur’ān karya al-Qurṭubi,

Tafsīr Aḥkam al-Qur’ān, Karya al-Jaṣaṣ.

Di Indonesia disebutkan beberapa karya Tafsir yang cenderung

dengan penjelasan hukum, diantaranya “Tafsir Ayat-ayat Ahkam” karya

Syibli Syarjaya dan Tafsir ayat-ayat Ahkam karya Lilik Ummi Kaltsum

dan Abd. Moqsith al-Ghazali.13

e. Corak/Nuansa Tasawuf

Penjelasan yang digunakan dalam tafsir corak ini adalah menuju

kepada makna esoterik dari ayat Al-Qur’an, sehingga banyak pendapat

yang mengatakan bahwa tafsir Isyari ini cenderung Takwil.

Salah satu ayat yang dinilai memiliki isyarat adalah QS. Al-Baqarāh

[2] ayat 45, yang berisi tentang makna shalat khusyu’ dan hubungannya

dengan tajalli dalam tradisi tasawuf. Kitab tafsir yang digolongkan corak

ini diantaranya adalah: Tafsīr al-Qur’ān al-Aẓīm karya Al-Tustarī, Ḥāqaiq

al-Tafsīr karya Al-Sulamī, dan ‘Arāis al-Bayān fi Ḥāqaiq al-Qur’ān karya

al-Syirāzi.14

f. Corak/Nuansa Sosial-Kemasyarakatan

Dari beberapa pendapat yang ada, corak sosial kemasyarakatan atau

yang dikenal sebagai corak Adāb Al-Ijtimā’i, terbagi menjadi tiga

pengertian, yaitu Adābi al-Ijtima’i, Adābi dan Ijtimā’i. Menurut pendapat

Aẓ-Ẓahabi, tafsir dengan corak Adāb Al-Ijtimā’i adalah penafsiran dengan

menganalisis dan meengkritisi ayat-ayat Al-Qur’an dengan menunjukkan

13 M. Nurdin Zuhdi, Pasarraya Tafsir Indonesia dari kontestasi metodologi

hingga kontektualisasi (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), 150-152. 14 Ali Hasan al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Arkom

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 56-59.

Page 32: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

18

ketelitian kepada redaksi ayat, untuk selanjutnya dikemas dengan tutur

bahasa yang indah serta dipaadukan dengan kejadian atau permasalahan

yang ada dimasyarakat.15

Pendapat lain ada yang menggolongkan corak adabi menjadi corak

tersendiri. Corak adabi atau kesusastraan merupakan bentuk penafsiran

dengan menggunakan analisis ilmu-ilmu kebahasaan seperti menerangkan

uslub/salinan kata dalam bahasa arab, naḥwu, ṣaraf, balagah, badī’,

bayān, kinayāh untuk menunjukan keindahan sastra lainnya. Corak ini

pada hakikatnya mencakup corak lugawī, balaghī, dan bayānī. Akan tetapi

terkadang ada mufassir yang mengambil satu sisi saja, sehingga hanya

disebutkan pada bentuk lugawī, balaghī atau bayānī saja.16

Sedangkan terarkhir adalah pendapat yang menggolongkan corak

tafsir sosial atau corak ijtimā’i terlepas dari corak Adābi. Pemahaman

terhadap Al-Qur’an terbuka untuk konteks umum, baik dikaitkan dengan

problematika pada masa sekarang dan seterusnya. Hal ini al-Qur’an

memiliki kandungan ajaran yang berubah/elastis (murūnah), selain juga

memiliki sifat tetap (ṡabāt).

Corak tafsir ijtimā’i adalah pemahaman terhadap teks Al-Qur’an yang

terbuka untuk ditarik ruang lingkup permasalahan sosial, baik dari sisi

hukum maupun aspek-aspek yang langsung bersentuhan dengan

permaslahan sosial kemasyarakatan.17

Beberapa pengkaji tafsir juga menyebutkan ada beberapa corak lain

yang belum berkembang namun juga belum diterima sepenuhnya oleh

tafsir ulama’ umumnya. Seperti Tafsir Ḥarakī (pergerakan) yakni

penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan menyerukan perubahan sosial yang

15 Muhammad Ḥusain Aẓ-Ẓahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (Maktabah

Mus’ab ibn Umar al-Islamiyah, 2004), 552-553. 16 Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman-firman Tuhan,

ed. Ulinnuha (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 220. 17 Anshori, Ulumul Qur’an, 220.

Page 33: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

19

harus dilakukan oleh seorang muslim. Kemudian corak tafsir Siyāsah yang

menunjukan kecenderungan golongan tertentu. Hal ini tidak menutup

kemungkinan, bahwa corak-corak tersebut akan terus berkembang seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, politik dan

budaya.

C. Kearifan Lokal dalam Tafsīr Al-Ibrīz

1. Pengertian Kearifan Lokal

Tak bisa dipungkiri, manusia adalah makluk berbudaya, yang

memiliki daya cipta, rasa dan karsa, dan dengan hal itu manusia

memproduksi budaya. Manusia lahir dan hidup dalam pluralitas ruang

budaya dan diproduksi agar saling mengenal serta saling menghargai

kehadiran masing-masing. Hal tersebut seperti yang sudah termaktub

dalam Qs. Al-Hujurat [49]: 13.

Kearifan memiliki kata dasar arif, yang artinya bijaksana, pandai dan

berilmu. Ketika mendapat imbuan “ke” dan “an”, kearifan dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia memiliki makna kebijaksanaan dan

kecendekiaan.18 Dalam tradisi filsafat, kebijaksanaan merupakan puncak

dari filsafat itu sendiri.

Sedangkan lokal, dapat diartikan sebagai kedaerahan. Kearifan lokal

dalam pengertian ini merupakan sebuah kebijaksanaan atau paham

keilmuan yang berada pada suatu daerah tertentu. Kearifan lokal dalam

arti yang luas, tidak hanya pada norma-norma dan nilai-nilai budaya,

namun juga dalam gagasan, termasuk juga berpengaruh dalam

pengembangan teknologi, pemenuhan kesehatan dan nilai keindahan.

Bisa dikatakan bahwa kearifan lokal itu tersebar keseluruh warisan

budaya, entah itu nyata atau tidak nyata (masih dalam tataran peemikiran).

18 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 89.

Page 34: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

20

Kearifan tersebut bisa jadi masih berlangsung hingga saat ini atau menjadi

khazanah cerita dari suatu daerah.

Kearifan lokal juga bisa diartikan tata nilai kehidupan masyarakat

yang hadir dalam bentuk religi, adat istiadat maupun budaya adat istiadat

warisan nenek moyang. Kearifan lokal dalam pengertian ini selalu

berkembang agar dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan menghasilkan

sebuah pengetahuan berciri khas kedaerahan. Dengan demikian, hasil

perpaduan dengan adat istiadat menjadi berguna bagi kehidupan suatu

masyarakat. 19

Dapat penulis simpulkan bahwa apa yang disebut dengan kearifan

lokal merupakan suatu tatanan dalam suatu kelompok masyarakat, dimana

masyarakat turut ikut serta dalam melanggengkan ritus kesehariannya.

Budaya dan tradisi yang berkembang merupakan bentuk akulturasi,

pertalian dan keselarasan antara masyarakat suatu daerah dalam

pembentukan tata aturan/norma, budaya, kepercayaan, bahasa, praktek

ibadah serta kebiasaan dalam menjalankan hidup sehari-hari.

Dalam kehidupam masyarakat adat, kearifan lokal dapat kita jumpai

pada, syair, puisi, lagu daerah, larangan, serta kitab-kitab yang digunakan

dalam menjalankan kehidupannya. Seperti contoh syair kidung rumekso

ing wengi karya Sunan Kalijaga. Dalam syair jawa ini Sunan Kalijaga

berdakwah dan mengajak masyarakat dengan mengiringi suatu tradisi

yang berkembang pada waktu itu. Esensi yang hendak disampaikan dapat

tersampaikan, tanpa mengubah budaya yang telah ada dalam masyarakat

adat.

19 Muh Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal dalam Tafsīr Al-Ibrīz Li Ma’rifah

Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz Karya KH. Bisri Musthofa” (Skripsi S1., Institut Agama Islam

Negeri Tulungagung, 2018, 42.

Page 35: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

21

Edy Sedywati mengatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai cara

tersendiri dalam mewarisakan nilai-nilai budaya mereka.20 Seperti dalam

tradisi arab dulu, kita dapat melihat praktek kearifan lokal dengan melihat

sistem patrilinial (garis bapak). Pada anak laki-laki mendapat imbuhan

ibnu atau bin, sedangkan anak perempuan akan mendapatkan imbuhan

binti. Imbuhan penamaan tersebut bagi orang arab menjadi suatu

kebanggaan identitas, selain itu juga merupakan rasa penghormatan

terhadap nenek moyang mereka.

1. Kearifan dalam Al-Qur’an dan Hadist

Perjumpaan Islam dan budaya lokal tak bisa lepas dengan proses

akulturasi budaya. Hal ini menimbulkan adanya pemahaman ekspresi

Islam yang tampil dengan beragam, bervariasi dan menyebabkan adanya

kreatifitas kultural-religius. Realitas ini merupakan resiko dan akulturasi

budaya yang tidak bisa dibendung ketika Islam memasuki wilayah baru,

termasuk dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Penyebaran agama Islam selalu menimbulkan kontak dengan budaya.

Bahkan sejak masa pewahyuan, Al-Qur’an sudah melakukan dialektika

dengan kebudayaan masyarakat penerimanya. Pada awalnya, ajaran AL-

Qur’an dibumikan di masyarakat Arab tanpa mengganti atau membuang

semua sistem sosial maupun sistem hukum yang ada, justru Al-Qur’an

menghadirkan hasil asimilasi yang menjadi model ideal bagi masyarakat

Arab.21

Al-Qur’an sendiri semasa turunnya berlangsung secara bertahap

(tadrījī) dan merespon melalui serangkaian ayat yang mengandung sebab

terhadap konteks spesifik yang melatarbelakangi turunya (sabāb an-nuzūl)

20Edy Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah

(Jakarta Raja Grafindo Persada: 2006), 412. 21 Muizzatus Saadah, “Kearifan lokal dalam Tafsir Al-Azhar (Studi dalam Surat

Al Baqarah)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo, 2019), 26.

Page 36: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

22

atau melalui seluruh ayatnya terhadap konteks sosio-historis umum

masyarakat Arab. Al-Qur’an memiliki daya “adaptabilitas”, daya ini hadir

karena adanya nilai-nilai permanen yang dimiliki Al-Qur’an, seperti nilai

kemanusiaan dan keadilan.

Qs. An-Nūr [24] ayat 31 ان و اي ع م ل و ن ك ا ل سن ت ه م و ا ي دي هم و ا ر ج ل ه م ب ا ه د ع ل ي هم ي و م ت ش

“Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas

mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”.

Qs. Aḥzāb [33] ayat 5 و ان ك م ف ء ه م ف اخ

ت ع ل م و ااب ل الل ف ان ا ق س ط عن د هم ه و ى ي نا د ع و ه م لب الد

ا خ ط أ ت به ع ل ي ك م ج ن اح في م ا غ ف و راق ل و ب ت ع مد ت ماو لكن و م و الي ك م و ل ي س الل ك م و ك ان

رحي ما

“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama

bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak

mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-

saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika

kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh

hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Ayat di atas merupakan ayat al-Qur’an yang penulis anggap

bersingungan dengan kearifan lokal. Dimana aplikasi atau prakteknya

disesuaikan dengan setting latar dan setting waktu suatu daerah tertentu.

Sepertihalnya memakai jilbab, beberapa ulama berbeda pendapat dalam

memberi hukum wajib untuk menutup aurat (dalam arti memakai

jilbab/kerudung).

Berjilbab/kerudung adalah keharusan dan wajib dilakukan oleh umat

muslim. Namun, tafsir tersebut akan terbantahkan ketika berada di

Indonesia, dimana walaupun seorang muslim, perempuan masih ada yang

Page 37: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

23

tidak berjilbab/berkerudung. Bahkan ada sebagian perempuan yang masih

menggunakan sanggul dalam menjalani aktifitas sehari-hari.

Dari Abu Ishaq, dari Amir Ibn Saad, ia berkata: “Aku masuk pada

Quradah Ibn Ka’ab dan Abu Mas’ud al-Anshari di acara pernikahan, dan

di situ para budak perempuan bernyanyi, maka aku berkata; engkau

berdua sahabat Rasulullah dan orang yang ikut perang Badar, ini

dilakukan di hadapanmu? Salah satu di antara merka berdua berkata:

duduklah kalau kamu mau dan dengarkan bersama kami, dan kalau ingin

pulang pulanglah! Sesungguhnya permainan ini dimurahkan (dibolehkan)

pada acara pernikahan” (HR. Imam An-Nasa’i: 3330)22

Dari hadis diatas menegaskan dalam tradisi Nabi, terdapat kompromi

atau bahkan seruan unuk melestarikan budaya lokal. Sebagai contoh dalam

merumuskan hukum fikih. Hukum fikih merupakan hasil istimbat dari

para ulama untuk kebutuhan umat dalam masa dan tempat tertentu.

2. Bentuk dan Posisi Kearifan Lokal dalam Tafsir

Menurut koentjoningrat, unsur universal pada kebudayaan yang ada di

dunia ini, ada 7 macam. Pertama, bentuk sistem realigi dan upacara

keagamaan. Kedua, sistem dan organisasi dalam masyarakat. Ketiga,

sistem pengetahuan. Keempat, perkembangan bahasa. Kelima, kesenian

yang ada disebuah daerah. Keenam, sistem mata pencaharian hidup dan

yang Ketujuh, sistem teknologi dan peralatan.23

Kearifan lokal juga dapat ditemui dalam cerita rakyat, nyayian,

pepatah, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno. Kearifan lokal tersebut

kemudian mewujud menjadi tradisi. Tercermin dalam nilai-nilai yang

berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.24

22 Adib Masruhan, Hadis-Hadis Kebudayan (Jakarta Selatan: Desantara Utama,

2004), 6. 23 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2004), 2. 24 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra

Strukturalis Hingga Poststrukturalis Prespektif Wacana Naratif (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2011), 95.

Page 38: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

24

Kearifan lokal juga dapat berwujud menjadi benda-benda nyata,

contohya adalah wayang. Wayang diakui sebagai kekayaan budaya dunia

karena memiliki nilai keindahan dan nilai etis yang melahirkan pola

keadaan suatu masyarakat, terutama masyarakat Jawa.

Bahkan cerita wayang merupakan cermin kehidupan masyarakat

Jawa itu sendiri, sehingga tidak aneh bila wayang disebut sebagai

agamanya orang Jawa. Dengan wayang, orang Jawa mencari jawaban atas

permasalahan kehidupan mereka. Dalam pertunjukan wayang juga

terdapat keindahan seni sastra, seni musik, seni suara, seni sungging dan

ajaran mistik Jawa yang bersumber dari agama-agama besar yang ada dan

hidup dalam masyarakat Jawa.

Kearifan lokal yang bisa kita lihat dari kesenian wayang adalah

seni yang dibawa sunan Kalijaga dalam berdakwah. Bagi penganut

kepercayaan agama pra islam di tanah Jawa, mereka gemar melihat

wayang. Untuk itu, melihat potensi tersebut Sunan Kalijaga menyamar

menjadi dalang dan bahkan mendapat julukan yaitu Ki Dalang Sida

Brangti.25

Membahas kearifan lokal sangat erat kaitannya dengan disiplin

keilmuan lain, seperti kebudayaan, antropologi dan juga etnografi

kebudayan adalah sebuah kategori yang aneh dan begitu luas cakupannya.

Kearifan lokal, tradisi, dan budaya sangat tipis untuk dibedakan, dan

semuanya saling berkaitan.

Berbicara mengenai kearifan lokal, seorang pasti akan mendalami

tentang budaya dan tradisi di suatu daerah, dan ketika berbicara budaya,

seorang pasti akan mencari tradisi serta kearifan lokal seperti apa yang ada

di suatu daerah tersebut.

25 Agus Sunyoto, Atlas Walisongo: (Depok: Pustaka Imam, 2016), 267-268.

Page 39: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

25

Tafsir al-Qur’an sebagai fenomena kebudayan melahir berbagai

macam bentuk dan corak. Salah satu faktor penyebab keragaman tafsir

yaitu latar belakang sosial-budaya penafsir. Hal ini dapat dipahami

mengingat bahwa Tafsir al-Qur’an merupakan hasil karya dari pemikiran

manusia dalam menjelaskan pesan dan wahyu Tuhan yang terkandung

dalam Al-Qur’an. Tafsir tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan

lingkungan sosial dan budaya. Dengan seluruh kompleksitas nilai-nilai

dan ajaran yang tafsir tersebut.26

Tafsir Al-Qur’an yang lahir dari proses dialog anatara pesan

wahyu suci Tuhan dengan kebudayaan lokal diantaranya adalah Tafsir

karya KH. Bisri Mustafa yaitu Tafsīr Al-Ibrīz li Ma’rifah Tafsīr al-Qur’ān

al-‘Azīz.

Tafsīr Al-Ibrīz adalah salah satu kitab tafsir yang dalam

penulisannya menggunakan bahasa Jawa atau lebih tepatnya pegon (Arab-

Jawa). Penulisan dalam tafsir ini menggunakan aksara pegon, di dalamnya

terdapat tiga bahasa. Mulai dari bahasa Jawa ngoko, Jawa kromo dan

dipadu dengan kosa kata Arab. Dimana dalam bahasa Jawa tersebut juga

terdapat makna simbolik dan ide-ide abstrak kebudayaan Jawa.

Tafsir al-Qur’an dalam bahasa Jawa merupakan bentuk cerminan

adanya dialektika budaya dengan karakteristik komunitas serta tujuan dan

fungsi yang dimaksudkan oleh para penafsir. Dari penjelasan tersebut

semakin gamblang nilai-nilai budaya jawa tercermin dalam penafsiran

pemaknaan Al-Qur’an melalui media bahasa jawa.

Bahasa mempunyai andil besar dalam unsur kebudayaan. Bahasa

menyimpan makna-makna suatu kearifan lokal dan sebagai medium

pembentuk pengetahuan tentang manusia dan tatanan sosial. Maka dari

26 Muh Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal dalam Tafsīr Al-Ibrīz Li Ma’rifah

Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz Karya KH. Bisri Musthofa” (Skripsi S1., Institut Agama Islam

Negeri Tulungagung, 2018, 52-53.

Page 40: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

26

itu, untuk memahami suatu kebudayaan, salah satu caranya adalah dengan

meneliti bagaimana makna simbolik yang dihasilkan dari praktek-praktek

pemaknaan bahasa.27

Kearifan lokal dapat dibedakan menjadi dua yakni: Pertama,

verbal, yakni yang tercermin dalam kata-kata, frasa, klausa dan kalimat

yang bersifat metaforis. Kedua, non-verbal, yakni yang tercermin dalam

bahasa tubuh, berbagai simbol, lambang, gambar dan lainnya.28

Jika melihat kearifan lokal dalam Tafsīr Al-Ibrīz karya KH. Bisri

Musthofa, terlihat dua kearifan lokal, baik yang berbentk verbal maupun

non verbal. KH. Bisri dalam menafsirkan memasukkan kearifan lokal

yang berbentuk verbal dengan menggunakan unsur bahasa Jawa yang

menggunakan bahasa dan istilah lokal. Sedangkan non verbal juga

terdapat dalam tafsirannya dengan ditandai masuknya penjelasan yang

berkenaan dengan tradisi Jawa.

27 Muh Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal dalam Tafsīr Al-Ibrīz Li Ma’rifah

Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz Karya KH. Bisri Musthofa” (Skripsi S1., Institut Agama Islam

Negeri Tulungagung, 2018, 53. 28 Muizzatus Saadah, “Kearifan lokal dalam Tafsir Al-Azhar (Studi dalam Surat

Al Baqarah)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo, 2019), 25.

Page 41: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

27

BAB III

PROFIL KH. BISRI MUSTHOFA, GAMBARAN TAFSĪR AL-

IBRĪZ SERTA SIMBOL-SIMBOL DALAM TAFSĪR AL-IBRĪZ

A. Profil KH. Bisri Musthofa

Proses awal masuknya ajaran Islam peran para ulama atau kyai (dalam

istilah jawa) sangatlah penting. Kapabilitas para ulama atau kyai dalam

mendialogkan kebudayaan dan peradaban yang berbeda menjadi penting

untung ditelaah lebih dalam. Islam di tanah Nusantara lahir tidak melalui

perang seperti pada masa Islam awal yang dibawa Nabi Muhammad,

namun melalu semangat penyatuan antarkebudayaan dan yang beragam.

Dalam kaitan ini salah satu ulama atau kyai yang berperan penting dalam

mensyiarkan ajaran Islam dengan ramah ialah KH. Bisri Musthofa.

KH. Bisri Musthofa adalah seorang kiai kharismatik pendiri pondok

pesantren Raudhatut Thalibin, Rembang-Jawa Tengah. KH. Bisri

Musthofa dilahirkan di kampung Sawahan, Gang Palen, Rembang pada

tahun 1915 M. Sewaktu kecil ia diberi nama Mashadi oleh kedua orang

tuanya yaitu Haji Zainal Musthafa dan Hajah Khatijah. Nama Bisri ia

peroleh setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1923 M.1

KH. Bisri Musthofa mempunyai dua saudara laki-laki seayah dan seibu

yang bernama Maksum dan Isbah serta saudara perempuan bernama

Salamah. Ayahnya sebelum menunaikan haji bernama Jayaratiban,

merupakan seorang saudagar besar yang sukses, sehingga ia sempat

menunaikan ibadah haji ke tanah suci sebanyak empat kali. Ketika ia

menunaikan ibadah haji yang ke empat kalinya seluruh anggota

1 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), 134.

Page 42: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

28

keluarganya dibawanya, walaupun anaknya ada yang masih berumur satu

tahun.

Dalam ibadah haji yang keempat inilah, yaitu pada tahun 1923, Haji

Zainal Musthafa jatuh sakit dan kemudian meninggal. Haji Zainal

Musthafa dimakamkan di Jeddah, sedangkan istri dan anak-anaknya

kembali ke Indonesia. Ketika sampai Indonesia KH. Bisri dan adik-adik

beliau yang belia diasuh oleh kakak tirinya KH. Zuhdi. 2

Sepak terjang KH. Bisri Musthofa lain yang juga menjadi sorotan

adalah keberhasilannya dalam bidang politik, dakwah, pendidikan, seni

budaya, ekonomi, dan perdagangan. Beliau juga dikenal sebagai ulama

atau kyai yang memperjuangkan umat dan bangsa Indonesia. KH. Bisri

Musthofa merupakan ulama atau kyai yang unik pada zamannya. Beliau

mempunyai kemampuan yang jarang dimiliki ulama atau kyai pada

umumnya.

Dari pengakuan anak sulung KH. M. Cholil Bisri, sebagai seorang

ayah, KH. Bisri Musthofa mempunyai kemampuan dalam melihat dan

mengarahkan putra-putrinya. Mbah Cholil juga menjelaskan bahwa

ayahnya tidak pernah menuntut anaknya kelak jadi apa nantinya.

Pesan yang diberikan ayahnya pada Mbah Cholil adalah “Orang tidak

perlu jenius tetapi cukup cerdas, kecerdasan itu sudah cukup. Kamu harus

yakin bahwa dengan ilmu segala sesuatu bisa dicapai”. Begitupun dalam

2Muhadi Zainuddin dan Miqdam Makfi “Semangat Kebangsaan Kiai Pesantren:

Analisa Gagasan Dan Spirit Kemerdekaan Kh. Bisri Mustofa Dalam Tafsir Al-Ibriz,”

Prosiding Seminar Nasional seri 8 “Mewujudkan Masyarakat Madani dan Lestari” Seri

8, e-ISBN: 978-602-450-321-5 (September, 2018), 170.

Page 43: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

29

memilih pasangan, putra-putrinya hanya diberi pesan agar mencari

pasangan yang bisa diajak berjuang.3

B. Pendidikan KH. Bisri Musthofa

Sejak kecil Mashadi atau lebih akrab dikenal Mbah Bisri, telah

memperlihatkan kecerdasan yang sangat luar biasa. Di masa kecilnya,

Mbah Bisri dibimbing oleh kedua orang tuanya mengenai dasar-dasar

pendidikan Islam. Setelah ayahnya wafat Mbah Bisri mengembara untuk

mencari ilmu dari pesantren satu ke pesantren lain. Sebelum mengenal

pesantren, pasca sepeninggal ayahnya, tanggung jawab keluaga Mbah

Bisri, berganti kepada kakak tirinya yaitu, H. Zuhdi.4

KH. Bisri Musthofa memulai pergumulan intelektualnya disekolah

Ongko Loro, kemudian nyantri di pesantren Kajen, Pesantren Kasingan

Rembang dan puncaknya di Mekkah al-Munawwarah. Ia belajar membaca

kitab suci Al-Qur’an dan menulis arab kepada KH. Khalil sawangan dan

H. Zuhdi. Setelah lulus dari sekolah jawa, ia melanjutkan belajar ilmu

agama Islam di Pondok Pesantren Kasingan Rembang yang diasuh KH.

Khalil. Ia pulang seminggu sekali kerumahnya setiap seminggu sekali

untuk mengambil bekal. Hal ini berjalan selama beberapa tahun namun

hasilnya kurang memuaskan.

Pada tahun 1930, ia balik ke Pondok Pesantren Kasingan. Pada kali

kedua ini ia di bimbing oleh Kiai Suja’i mengkaji kitab Alfiyah ibn al-

Malik. Satu tahun kemudian ia belajar kitab Fath al-Mu’in (berisi fiqih

atau hukum islam). Setelah ia faham betul terhadap dua kitab tersebut, ia

belajar kitab-kitab lainnya, diantaranya : Tafsir Jalalain, Tafsir Baidhlawi,

Tafsir Munir, Tafsir Al-Mannar, Tafsir Al-Maraghi, Fath al Wahab,

3Muh. Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal Dalam Kitab Al-Ibriz Li Ma’rifah

Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aziz Karya Kh. Bisri Mustofa” (Skripsi S1., Institut Agama Islam

Negeri Tulungagung, 2018), 13. 4Muh. Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal Dalam Kitab Al-Ibriz,”, 16.

Page 44: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

30

Iqna’, Jam’ul Jawami’, Uqud al-Juman, Kitab Hadist Shahih Muslm,

Shahih Bukhari, Lathaiful Irsyad, Sullam al-Muawanah, Nuhbah al-Fikr

dan lain sebagainya.5 Setelah itu KH. Bisri Musthofa mulai mengajar dan

mendidik para santri-santri, terlebih ketika ia ditinggal wafat oleh

mertuanya (KH. Khalil) pada tahun 1939 M.

KH. Bisri Musthofa juga dikenal sebagai pribadi yang produktif dalam

menulis, karya-karyanya masih langgeng dipakai hingga saat ini

dibeberapa pesantren, khususnya dipesisir utara jawa tengah. Karya-karya

KH. Bisri pada umumnya erat kaitannya dengan problem keagamaan yang

meliputi: Ilmu tafsir dan tafsir, Ilmu hadis dan hadis, Ilmu Nahwu, Ilmu

Ṣaraf, Syariah atau fikih, Akhlak dan masih banyak lain.

Diantara karya-karyanya, KH. Bisri tidak hanya menggunakan bahasa

Arab Pegon dalam penulisan, namun juga menggunakan bahasa latin dan

juga bahasa Arab. Sepanjang perjalanannya KH Bisri menulis kurang

lebih 176 Karya.6 Tafsīr Al-Ibrīz merupakan karya yang paling

monumental diantara karya-karya KH. Bisri Musthofa.

Berikut Karya-karya KH. Bisri Musthofa yang menarik antara lain:7

1. Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsīr Al-Qur’ān Al- ‘Azīz, Menara

Kudus, t.t.

2. Al-Ikṡar/ilmu tafsir, Menara Kudus, t.t.

3. Tarjamah kitab Bulug al-Maram, al-Munawwar, Semarang, t.t.

4. Tarjamah Hadis Arba’in an-Nawawī, Menara Kudus, t.t

5. Islam dan Salat, Menara Kudus, t.t.

6. Islam dan Tauhid al-Munawwar, Semarang, t.t.

5 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 137. 6Muh. Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal Dalam Kitab Al-Ibriz,”, 28. 7 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 142-143.

Page 45: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

31

7. Akidah Ahl Sunnah Wa al-Jamā’ah, al-Munawwar, Semarang,

t.t.

8. Al-Baiquniyāh/ ilmu hadis, Menara Kudus, t.t

9.Tarjamahan Syarah alfiyah Ibn al-Malik, al-Munawwar,

Semarang, t.t.

10. Tarjamahan Syarah al-Jurumiyah, Menara Kudus, t.t.

11. Terjemahan Syarah ‘Imriti, Menara Kudus, t.t.

12. Terjemahan Sullam al-Munawwarah, Menara Kudus, t.t.

13. Safinat as-salat, al-Munawwar, Semarang, t.t.

14. Terjemah Kitab Faraid al-Bahiyah, al-Nasyr, Surabaya, t.t.

15. Munyatu az-Zham’an, Menara Kudus, t.t.

16. Lathaif al-Irsyad, al-Munawwar, Semarang, t.t.

17. Al-Nabras, al-Nasyr, Surabaya, t.t.

18. Manasik Haji, Menara Kudus, t.t.

19. Kasykul, al-Nasyr, Surabaya, t.t.

20. Risalah al-Khashah, Menara Kudus, t.t.

21. al-Washaya li al-Aba’ wa al-Bana’, Menara Kudus, t.t.

22. Islam dan Keluarga Berencana, BKKBN Jawa Tengah, 1970.

23. Khutbah Jum’ah, Menara Kudus, t.t.

24. Cara-caranipun Ziyaroh lan Sinten Kemawon Walisongo

Puniko, Menara Kudus, t.t.

25. Al-Ta’liqot al-Mufidah li al-Qasidah al-Munfarijah, Menara

Kudus, t.t.

26. Syair-syair Rajabiyah, Menara Kudus, t.t.

27. Al-Muhahadah wa al-Riyadah, al-Munawwar, Semarang, t.t.

28. Risalah al-ijtihad wa al-Tauhid, al-Munawwar, Semarang, t.t.

Page 46: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

32

29. al-Khabibah, Menara Kudus, t.t.

29. Al-Qawaid al-Fiqhiyah, al-Munawwar, Semarang, t.t.

30. Rawihat al-Aqwam fi Azhmi Aqidah al-Awam, Menara Kudus,

t.t.

31. Durar al-Bayan fi Tarjamati Syu’bah al-Imam. Menara Kudus,

t.t.

Koleksi hasil karya KH. Bisri Musthofa yang lengkap terdapat

pada KH. Abdullah Faqih, pengasuh pondok pesantren langitan, Babat-

Tuban, Jawa Timur.

Jika di kelompokkan karya-karya KH. Bisri Musthofa pada umumya di

tujukan pada dua sasaran. Pertama, bagi kalangan santri, yang meliputi

ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu mantiq, dan ilmu balaghah. Kedua, untuk

masyarakat pada umumnya dimana mereka giat mengikuti pengajian di

surau atau langgar.8

Sebagai ulama atau kyai karismatik, pendiri pondok pesantren

Raudhatut Tholibin di Rembang Jawa Tengah. Beliau di masa akhirnya,

ketika satu minggu hendak naik panggung dan berkampanye. Allah

ternyata berkehendak lain. KH. Bisri Musthofa meninggal hari Rabu, 17

Februari 1977 waktu ashar di Rumah Sakit Dr. Karyadi Semarang, beliau

meninggal akibat serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan paru-paru.9

C. Pengabdian dan Karir

KH. Bisri Musthofa merupakan sosok yang multi disiplin, orator

ulung, politikus, kiai pesantren sekaligus pengarang yang sangat produktif.

8 Achmad Zaenal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri

Mustofa (Yogyakarta: LKiS, 2003), 73-74. 9 Muh. Audi Yuni Mabruri “Kearifan Lokal Dalam Kitab Al-Ibriz,” 29-30.

Page 47: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

33

Beliau juga seorang muballigh yang mampu berbicara tentang berbagai

persoalan: agama, sosial, politik dan sebagainya.

a. Dari Zaman Pra Kemerdekaan sampai Orde Lama (1965 M)

Pada zaman pergerakan kemerdekaan republik indonesia, beliau

bersama-sama dengan para ulama’ lainnya turut serta dalam rangka

memperjuangkan indonesia merdeka. Ia ikut bergabung pada organisasi

Nahdhatul Ulama’ (NU) yang didirikan KH. Hasyim Asy’ari pada tahun

1926 M. Beliau juga turut aktif dalam organisasi ini.

KH. Bisri Musthofa mulai mengajar dan mendidik para santrinya,

terlebih ketika mertuanya (KH. Khalil Kasingan) wafat. Ketika Masyumi

(Majlis Syura Muslimin) berdiri, Ia diangkat juga menjadi ketua Masyumi

daerah Rembang.

Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, beliau juga turut

ikut dalam tentara Hizbullah untuk mempertahankan kemerdekaan dan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan ketika terjadi pemberontakan

PKI (Partai Komunis Indonesia) di Madiun pada tahun 1948 M, beliau

ikut menumpas dan mengusirnya dari kota rembang. Dan ketika terjadi

agresi yang kedua belanda pada tahun 1949 ia mengungsi ke Sarang,

selama pengungsian itu ia sempat membuat jamu makjun (jamu kuat) dan

dijual kepada masyarakat untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.10

b. Dari Zaman Orde Baru sampai Wafat (1966-1977 M)

Pada zaman orde baru, KH. Bisri Musthofa berperan aktif dalam

mengisi pembangunan di berbagai bidang, khususnya yang berkaitan erat

dengan bidang pembangunan mental spiritual keagamaan. Diantaranya

adalah mengajar dan mendidik para santrinya, memberikan pengajian dan

10 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 139.

Page 48: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

34

ceramah keagamaan di berbagai tempat dan menjadi khatib di berbagai

masjid di sekitar kota Rembang.

Pada tahun 1996 M, ia diangkat menjadi anggota MPRS dari unsur

Nahdhatul Ulama’ dan ketika tahun 1971 M, dari hasil pemilihan umum

yang kedua, beliau diangkat menjadi anggota DPR Republik Indonesia

dari Fraksi Nahdhatul Ulama’. Demikian juga dari hasil pemilihan pada

tahun 1971 M, beliau diangkat menjadi anggota DPR Fraksi Partai

Persatuan Pembangunan (PPP), akan tetapi untuk yang kedua kali nya ini,

beliau menjalaninya hanya beberapa bulan saja. Karena beliau akhirnya

berpulang ke rahmatullah atau wafat pada usia 63 tahun.11

KH. Bisri Musthofa dikenal ‘alim di bidang tafsir Al-Qur’an, karena

beliau berhasil menyusun sebuah karya tafsir sebanyak 30 Juz, yang diberi

nama Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsīr Al-Qur’ān Al- ‘Azīz.

D. Gambaran Tafsīr Al-Ibrīz

Tafsīr Al-Ibrīz merupakan karya yang sudah diaminkan oleh banyak

ulama jawa. Sebelum disebar luaskan karya tafsir ini terlebih dahulu di

taftisy (dikoreksi secara mendalam) oleh beberapa ulama’ terkenal, seperti

Al-‘Allamah Al-Hafidz KH. Arwani Amin, Al-Mukarram KH. Abu

‘Umar, Al-Mukarram Al-Hafidz KH. Hisyam, dan Al-Adib Al-Hafidz

KH. Sya’roni Ahmadi. Semuanya nya merupakan ulama kenamaan asal

Jawa Tengah sehingga kitab Tafsīr Al-Ibrīz ini, kandungannya dapat

dipertanggung jawabkan baik secara moral maupun ilmiah.12

KH. Bisri Musthofa tidak menyebutkan mengapa ia memberi nama

kitab tafsirnya dengan Al-Ibrīz, Kata tersebut, jika kita lihat dalam kamus

Al-Munjid berarti emas murni. Mungkinkah KH. Bisri berharap kitab

11 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 141. 12 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 145.

Page 49: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

35

Tafsīr Al-Ibrīz ini menjadi emas murni yang tak lekang oleh waktu? Yang

jelas kitab al-ibriz ini sejak dikarangnya masih akrab dengan masyarakat

pesisir jawa hingga saat kini.13

Tidak disebutkan secara eksplisit mengenai alasan penulisan karya

tafsir ini. Melihat kondisi sosial keagamaan pada saat itu memeng

menunjukan bahwa umat muslim khususnya di Jawa masih kesulitan

dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Oleh karena itu KH. Bisri

Musthofa mencoba berkhidmat dan berjuang untuk memahamkan al-

Qur’an kepada masyarakat.

Maka di tuliskanlah terjemahan sekaligus tafsir al-Qur’an dengan

menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan pun bahasa yang

menjadi khas pesantren, yaitu dengan menggunakan Jawa Pegon.

Karya Tafsir 30 Juz ini oleh Howard Federspiel tidak disebutkan dalam

bukunya Kajian al-Qur’an di Indonesia, yang mengulas sejarah

perkembangan tafsir dan Ilmu Tafsir di Indonesia. Ada asumsi bahwa

Howard tidak menyebutkannya, dikarenakan yang menjadi fokus

kajiannya adalah hanya tafsir yang berbahasa Indonesia. Mau tidak mau

karya KH Bisri tersebut harus tereliminasi dari analisisnya.

Semua karya KH. Bisri yang diterbitkan Menara kudus tidak memakai

sistem royalty. Kata Yahya Staquf Naskah Tafsīr Al-Ibrīz dibayar dengan

biaya haji untuk enam orang, yakni KH. Bisri dan keluarganya. Keluarga

tidak pernah mempersoalkan royalty. Yang penting Tafsīr Al-Ibrīz bisa

menjadi sumbangsih bagi umat islam.14

13 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 146. 14 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 146-147.

Page 50: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

36

Hal ini sesuai dengan keinginan dan tekat KH. Bisri Musthofa, bahwa

KH. Bisri Musthofa berniat teguh kitab Tafsīr Al-Ibrīz bisa bermanfaat

untuk seluruh kalangan, khususnya masyarakat jawa untuk memahami

kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini dikatakan dalam Mukaddimah

Tafsīr Al-Ibrīz:

“Dumateng ngersanipun poro mitro muslimin ingkang sami mangertos

tembung daerah jawi, kawulo segahaken terjemah tafsir al-qu’an al-aziz

mawi coro ingkang persojo, enteng serto gampil pemahamnipun”.

KH. Bisri mencoba untuk memberikan alternatif kepada masyarakat

khususnya masyarakat jawa dalam memahami maksud ayat-ayat Al-

Qur’an, beliau ingin menghadirkan penjelasan tafsir yang bahasanya

ringan dan mudah dipahami. Hal ini juga bertujuan agar masyarakat awam

yang belum mengerti bahasa arab agar mudah untuk memahami Al-

Qur’an.

KH. Bisri Musthofa dan sikap kepeduliannya terhadap masyrakat ini

juga terbukti dengan aktifnya beliau dalam pendidikan. Beliau merupakan

pendiri pondok pesantren Raudhatut Thalibin yang sampai saat ini pondok

pesantren tersebut santrinya ribuan dan diasuh oleh penerusnya salah

satunya adalah KH Musthofa Bisri.

1. Metode Penafsiran Tafsīr Al-Ibrīz

Kata metode diambil dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang artinya

cara atau jalan. Dalam bahasa Arab, metode dikenal dengan thariqȃh.

metode dalam bahasa Indonesia berarti cara yang teratur dan terfikir baik

untuk mencapai maksud.

Metode yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah metode yang

dikaitkan dengan tafsir yang berarti pengetahuan mengenai cara yang

ditempuh dalam menelaah, membahas dan merefleksikan kesan-kesan Al-

Page 51: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

37

Qur’an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu

sehingga menghasilkan sebuah karya.15

Dalam hal metode tafsir yang cukup familier adalah Abdul Hay Al-

Farmawi, ia menyebutkan ada empat bentuk tafsir, yaitu metode tahlīlī,

ijmālī, muqāran dan maudhu’ī.16

Metode Tafsir yang digunakan oleh KH. Bisri Musthofa dalam Tafsīr

Al-Ibrīz dapat di golongkan dalam kategori metode tahlili. Hal ini dapat

dilihat ketika beliau mengungkapkan keseluruhan ayat al-Qur’an sesuai

dengan mushaf ustmani. Penafsiran ini menggunakan kalimat yang praktis

dan mudah dipahami. Bahasanya yang tanpa berbelit-belit, membuat

pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an akan segera diserap oleh

pembaca. Maka penafsiran model demikian adalah metode tahlili ijmali.17

2. Sumber Penafsiran Tafsīr Al-Ibrīz

Dalam penulisan Tafsīr Al-Ibrīz ini, KH. Bisri Musthofa mengambil

dari sumber-sumber tafsir terdahulu. Baik klasik maupun kontemporer.

Sebagaimana yang telah ia kemukakan dalam mukaddimahnya:

“Dene bahan-bahanipun terjemah tafsir ingkang kaula segahaken

punika, amboten sanes inggih naming metik saking kitab-kitab tafsir

(tafsir mu’tabarah) kados tafsir jalalain, Tafsir Baidhlowi, Tafsir Khazin

lan sapanunggalipun”.18

Selain dari itu, KH Bisri juga sebelumnya telah banyak membaca dan

menelaah banyak kitab tafsir dan seringkali mendiskusikannya dengan

murid-muridnya. Diantara kitab tersebut adalah kitab-kitab tafsir modern

15 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an: dalam Tafsir Al-

Misbah (Jakarta: Amzah, 2015), 121. 16 Abu Hayy Al-Farmawi, Al-Bidāyah fī Al-Tafsīr Al-Maudhu’ī (Kairo: Dirasah

Manhajiyyah Maudhu’iyyah,1977), 23. 17 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 148. 18 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsir Al-Qur’ān Al- ‘Azīz (Kudus:

Menara Kudus, 1960), Mukaddimah.

Page 52: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

38

seperti Tafsir Al-Manār karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha,

Tafsīr fī Ẓilāl al-Qur’ān karya Sayyid Quṭb, Tafsir Al-Jawāhir karya

Jauhar Tanthawi, Mahasin At-Ta’wil karya Al-Qasimi, Mazaya Al-Qur’an

karya Abu Su’ud.19

KH. Bisri Musthofa terkadang menampilkan Hadist nabi apa adanya,

dengan artian tidak menyebutkan rangkaian sanadnya. Status hadisnya pun

tidak beliau sebutkan. Jelas hal ini akan menimbukan berbagai pertanyaan

dan sorotan, utamanya terkait hadist-hadist yang disebutkan dalam Tafsīr

Al-Ibrīz ini.

Dalam tafsir ini juga tidak disebutkan secara langsung, penafsiran siapa

yang dinukil. Ada asumsi bahwa KH. Bisri menukil interpretasi ala Ibn

Abbas. Oleh karena itu patut jika dikatakan tafsir ini dalam kategori Tafsir

Bi al-Ma’ṡur.

Tetapi dalam menafsirkan ayat-ayat secara dominan, KH. Bisri

Musthofa banyak menggunakan hasil olah pemikirannya, sehingga dapat

disimpulkan juga bahwa Tafsīr Al-Ibrīz masuk dalam kategori Tafsir bi

al-Ra’yī.20

E. Simbol-Simbol dalam Tafsīr Al-Ibrīz

Tafsīr Al-Ibrīz merupakan tafsir yang unik, di dalamnya menyimpan

nuansa kekhususan tersendiri, salah satunya adalah dengan adanya simbol-

simbol yang dihadirkan oleh KH. Bisri Musthofa dalam Tafsīr Al-Ibrīz.

Ada setidaknya lima simbol yang akan ditemukan ketika membaca Tafsīr

Al-Ibrīz ini, yaitu: Fāidah, Muhimmah, Tanbīh, Qiṣah Dan Ḥikayah. Ada

satu simbol yang jarang yaitu mujarrab.

19 Fejrian Yazdajird Iwanebel, Corak Mistis Dalam Penafsiran KH. Bisri

Musthofa, 30-31. 20 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, 151.

Page 53: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

39

Menurut Ali Imron, simbol yang terdapat dalam Tafsīr Al-Ibrīz ini

memiliki makna yang mendalam, ada tiga aspek yaitu makna denotasi,

makna konotasi dan mitos. Makna denotasi merupakan makna asal yang

digambarkan oleh suatu objek, makna konotasi adalah bagaimana

menggambarkan yang menghasilkan sebuah isi. Sedangkan mitos adalah

bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek

tentang realitas atau gejala alam21.

1. Fāidah

Makna denotasi, Kata Fāidah berasal dari bahasa arab dari akar kata

fada-yafidu-faidatan yang mempunyai arti faidah, kegunaan, manfaat,

keuntungan, mengambil, memperoleh. Jika ditarik kedalam bahasa jawa

mempunyai beragam kata, misalnya adhigama; artha; pakena; pahala;

sesuatu yang berfaidah.

Jadi faidah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan

kegunaan, manfaat, sesuatu itu menjadi bernilai dan berharga yang

digunakan oleh manusia dalam rangka menjalankan kehidupan.22

Dari makna konotasi, kata Fāidah mengandung dua kemungkinan arti,

yaitu makna positif dan makna negatif. Makna positif dari kata faidatun

adalah memberikan gambaran pada sesuatu bahwa objek baik berupa

materi maupun harta benda yang mempunyai nilai guna, manfaat adanya

hal yang bisa diambil manfaat darinya sehingga membawa seseorang

mendapatkan suatu kebaikan dalam hidupnya. Sedangkan makna

21Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah Al-Qur’an Al-‘Aziz

(Analisis Semiotika Roland Barthes)” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri

Tulungagung, 2019), 40. 22 Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 40-41.

Page 54: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

40

negatifnya mengandung makna mencegah dari hal-hal yang dapat

menganggu dan merugikan dalam segala aspek kehidupan.23

Sedangkan, Fāidah dari sisi mitos ada dua kemungkinan, pertama

adalah sebagai simbol kemuliaan, kedua jika dilihat dari sisi negatifnya

mitos faidatun ialah menvegah tindakan yang tidak baik yang dapat

menyebabkan kerugian dalam tatanan kehidupan.

Fāidah disini lebih kepada nilai etis atau norma yang harus dilakukan

manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup. Baik dalam hal pendidikan,

sosial ataupun ibadah ketika bisa melaksanakan akan mendapatkan

keuntungan dalam menjalani kehidupan.24

2. Muhimmah

Makna denotasi, kata Muhimmah berasal dari kata ahamma-yuhimmu-

muhimmatun yang berarti mempunyai arti sesuatu yang penting, yang

perlu diperhatikan. Kata muhimmatun masih berkaitan dengan kata

ihtimam yang mempunyai arti tertarik peduli, memelihara, mengurus,

memperhatikan, dan mementingkan.25

Sedangkan makna konotasi dari Muhimmah adalah gambaran sebuah

kekuatan besar yang dimiliki seseorang, simbol bagi orang yang dalam

dirinya tertanam kemauan yang keras, sikap tegar, dan mempunyai jiwa

untuk memelihara serta melindungi. Oleh sebab itu, arah dari Muhimmah

membuat orang seperti singa yang memiliki kedudukan tertinggi dalam

tatanan kehidupan di hutan. Dia memiliki kemuliaan, pandangan

23 Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 41. 24Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 42. 25Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), 1520.

Page 55: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

41

terhormat, disegani orang lain, dan dikenal sebagai orang yang selalu

berkemauan keras untuk mencapai tujuan.26

Dalam hal ini simbol Muhimmah itu sesuatu yang penting baik dalam

dari sosial atau dalam hal keilmuan ketika orang dapat menjalankan nilai

muhimmatun orang akan dipandangan bahwa dia memiliki kualitas yang

kuat seperti seekor singa

3. Tanbīh

Makna denotasi, kata tanbihun berasal dari kata nabbaha-yunabbihu-

tanbihun mempunyai arti peringatan, pemberitahuan, sesuatu yang perlu

diperhatian, yang membangkitkan27 Selain itu, nabbaha mempunyai arti

mengingatkan, memberi peringatan, memberi tahu dan menasehati

seseorang dari lupa akan sesuatu.28

Sedangkan makna konotasinya, kata Tanbīh ialah rambu-rambu

peringatan yang berisi pemberitahuan terhadap sesuatu yang dianggap

penting dan diharapkan bisa membangkitkan rasa orang untuk

bersemangat, membuat orang menjadi optimis, dan memiliki pandangan

ke arah masa depan. Simbol Tanbīh merupakan apresiasi nilai-nilai

sebagai dasar, tolak ukur, petunjuk jalan hidup manusia.29

4. Qiṣah

Makna denotasi, kata Qiṣah berasal dari kata Qaṣa yang terdiri dari

huruf qaf dan sad yang mempunyai makna asli sebagai mengikuti sesuatu.

Kata ini meluas, sehingga diartikan sebagai cerita, hikayat. Sedangkan

26Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 46. 27 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, 1381.

28 Muhammad bin Makram bin ManẒur Al-Ifriki Al-Masri, Lisān al- ‘Arab, Jilid

13 (Bairut: Dar Ṣadir), 546. 29Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 50.

Page 56: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

42

dalam KBBI arti dari kisah adalah cerita, kejadian dalam kehidupan

seseorang.30

Kata Qiṣah memiliki makna konotasi sebagai sebuah riwayat atau

pemberitahuan. Jika benar isi dari sebuah riwayat dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka disebut sebagai cerita atau

kabar yang sesuai realita (dapat diterima kebenarannya).

Kata Qiṣah membawa misi dalam cerita agar pendengar dapat

mengikuti runtutan peristiwa dari setiap cerita, seperti halnya cerita nabi

yang masih tertulis dalam hadits yaitu sanad yang bearti sandaran untuk

menyapaikan suatu kabar.31

Sedangkan makna mitos, Qiṣah dapat dikatakan alat yang baik dalam

memberikan arah mengajarkan atau memberi petunjuk atas gagasan yang

memang harus dikomunikasikan dan dibagikan pada manusia yang lain.

Dengan begitu cerita bisa menjadi media dalam sebuah pemikiran baru.

5. Ḥikayah

Makna denotasi, kata Ḥikayah berasal dari kata haka-yahki-hikayatan

yang berarti berbicara, menceritakan, mengikat, mengencangkan, menjadi

kokoh. Sedangkan Ḥikayah sendiri diartikan sebagai hikayat atau cerita32

Sedangkan hikayat dalam KBBI mempunyai arti cerita kuno (roman

klasik) yang berisi hal-hal yang bersifat khayal, sering dihiasi dengan

peperangan yang hebat, dahsyat, serta kesaktian pelakunya; riwayat;

sejarah; kisah.33

30Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2008), 729. 31Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 54. 32Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, 287. 33Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, 523.

Page 57: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

43

Hampir sama dengan Qiṣah, Ḥikayah menjelaskan mengenai cerita

atau kisah. Akan tetapi, konotasi dari hikayatun lebih mengarah pada

cerita fiksi atau hanya sebuah kisah yang tidak diketahui kejelasan akan

kebenarannya (dongen, legenda, fabel).

Dalam cerita fiksi ada kebenaran yang relatif dan tidak mutlak dan

cerita fiksi umumnya menyasar pada emosi dan perasaan dari pembaca,

dan mengajak pembaca untuk meyakini suatu cerita.34

Adapun makna mitos dari Ḥikayah agar dapat mengambil pesan atau

nilai-nilai dari cerita masa lampau untuk dapat diambil sisi positifnya,

nilai- nilai yang ada yaitu nilai moral, nilai agama, nilai budaya, nilai

sosial, dan nilai pendidikan atau edukasi.

Selain itu dapat dijadikan cerita tersebut sebagai acuan dalam

menjalani kehidupan yang lebih baik dan dapat merangsang pembaca atau

pendengar dalam mengenali, menghayati, menganalisis, dan merumuskan

nilai- nilai kemanusiaan.35

34Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 58. 35Ali Imron, “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz”, 59.

Page 58: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

44

BAB IV

KEARIFAN LOKAL PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTHOFA

DALAM TAFSĪR AL-IBRĪZ

A. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Māidah [5] ayat 3

به الل لغ ير ا هل و م ا ن زي ر ال و لح م و الدم ي ت ة ال م ع ل ي ك م نق ة ح ر م ت و ال م و ق و ذ ة و ال م ن خ ت ق سم و او ا ن النص بع ل ىذ بح و م اذ كي ت م م االالسب ع ا ك ل و م او النطي ح ة و ال م ت د ي ة ت س

ا و اخ ش و ن ت ش و ه م ف ل دي نك م ك ف ر و امن الذي ن س ي ى ا ل ي و م فس ق ذلك م م ل ي و م بل ز ل دي ن ك م ل ك م م ل ت في ا ك دي ناف م ناض ط ر م ل ك م ال س ل و ر ضي ت نع م ت ع ل ي ك م و ا ت م ت

غ ف و ر رحي م ف انالل م م ص ةغ ير م ت ج انفل ث “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan

(daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik,

yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang

buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang

disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan

azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini

orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab

itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada

hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku

cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai

agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin

berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”

Ayat ini merupakan penjelasan mengenai adanya larangan-larangan

Allah Swt, yakni larangan memakan bangkai, darah, daging babi, daging

hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah Swt, binatang yang

tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang

buas, hewan yang disembelih untuk berhala dan mengundi nasib dengan

anak panah. KH. Bisri Musthofa memulai penafsiran ayat ini dengan

penjelasan sebagai berikut:

“Siro kabeh diharamake mangan batang lan getih, lan daging babi,

lan hayawan kang disembelih ora kerono Allah, lan hayawan kang mati

kateken, lan hayawan kang mati di pentung, lan hayawan kang mati sebab

Page 59: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

45

tibo soko duwur, lan hayawan kang mati sebab gondongan, lan haywan

kang kafangan satwo galak, kejobo hayawan kang kacokot satwo galak,

durung mati nuli katututan siro sembelih, lan hayawan kang siro sembelih

kerono beraholo (iyo harom), lan siro kabeh diharomake amrih putusan

kelawan jemparing, koyo mengkono iku fasik. Ingdalem dino iki, wong-

wong kafir podo putus harapan saking agomo siro kabeh, mulo siro kabeh

ojo podo wedi wong-wong kafir, lan wediyo siro kabeh marang insun

(Allah). Dino iki Allah Ta’ala, wus nyempurnaake agomo iro kabeh, lan

nyempurnaake nikmat iro kabeh. Lan Allah Ta’ala ridho agomo Islam

dadi agomo kang podo siro rungkepi. Sing sopo wonge tandang dhorurot,

sahinggo upomo ora inggal mangan, biso ugo mati, deweke diparingake

mangan perkoro kang diharomake mahu, nanging sakedar kanggo nahan

metune nyowo, saktemene Allah Ta’ala iku, agung pangapurane lan agung

welase”1

Dalam ayat ini KH. Bisri Musthofa secara global menjelaskan

tentang adanya larangan-larangan, akan tetapi yang menjadi fokus KH.

Bisri Musthofa dan dituliskannya dalam simbol atau tanda “Faidatun” 2

dalam ayat ini adalah perhatiannya mengenai lafadz“ م ل ب ال ز ا و م ت ق س ت س ا ن ”و

yang artinya “dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan (anak

panah)”.

“(Faidah) Nuprih putusan kelawan jemparing iku katerangane

mengkene: wong arab ing zaman kuno iku podo nyilih jemparing akehe

pitung iji ono ing sandinge beraholo Hubal, atos kekuasaane juru kunci

1 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsȋr Al-Qur’ān Al- ‘Azīz (Kudus:

Menara Kudus, 1960), 281. Artinya: Diharamkan untukmu memakan bangkai, darah,

hewan babi, hewan yang disembelih bukan karena Allah SWT, hewan yang mati karena

terinjak, terpukul serta hewan yang mati sebab jatuh dari atas. Hewan yang mati

segolongannya sendiri, kecuali hewan yang tergigit segolongannya belum mati dan masih

sempat untuk disembelih, hewan yang disembelih karena berahala. Dan kalian semua

diharamkan mengambil keputusan dengan jemparing (anak panah). Demikian itu fasik.

Hari ini banyak, orang-orang kafir yang putus harapan, dari agama islam. Maka dari itu

jangan takut. Takutlah kalian kepada Allah Swt. Hari ini telah Allah ta’ala sempurnakan

agama kalian, dan telah disempurnakan nikmat kalian, dan Allah Ta’ala ridho agama

islam, menjadi agama kalian. Barangsiapa yang darurat, sehingga jika tidak memakan

sesuatu, bisa meninggal. Seperti itu diperbolehkan makan perkara yang diharamkan tadi,

akan tetapi, hanya sekedarnya saja, untuk menahan keluarnya nyawa. Sesungguhnya

Allah Swt, maha pengampun dan maha pengasih. 2 Dalam Tafsīr Al-Ibrīz terdapat beberapa keterangan tambahan dengan

menggunakan tanda atau simbol. KH. Bisri Musthofa menggunakan tanda atau simbol

tersebut untuk menjelaskan lebih jauh suatu ayat al-Qur’an tertentu.

Page 60: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

46

Ka’bah. Zaman iku beraholo Hubal mengkene ono ing jerune Ka’bah, yen

ono womh kang arep lungo, dagang utowo liyane, atowo arep kawin oleh

si anu, wong mau nuli sowan juru kunci nuli ngaturaken hajate, kanti

bayar miturut katentuan kang di tentuake kala iku. Jemparing pitu mau

nuli ditulis, izin, ora izin sak teruse nuli jemparing pitu mau di gepeyok.

Banjur uwong sing kapentingan mau di purih anjupuk siji (mesti iyo

nganggo mantra2). Yen kabeneran yen dijupuk mau, ono tulisan (izin)

tondone yen diizini lungo, utowo nikah, yen kabeneran kang diunus mau

ono tulisan (ora izin), tondone yen ora diizini lungo utowo nikah, koyo

mengkono sakbanjure”.

Artinya: Mengambil keputusan dengan anak panah (jemparing) itu

keterangannya demikian: orang arab zaman kuno itu meminjam 7

jemparing yang berada di samping berhala Hubal, dengan kekuasaan juru

kunci Ka’bah. Zaman itu berhala Hubal bertempat didalam Ka’bah. Ketika

ada orang yang ingin bepergian, berdagang atau kegiatan lainnya, seperti

ingin kawin dengan si fulan, orang tadi akan berkunjung kepada juru kunci

dan menghturkan hajatnya, dengan membayar sesuai dengan ketentuan

yang ditentukan waktu itu.

Jemparing yang tujuh tersebut kemudian ditulis izin, dan tidak izin,

setelah itu jemparing tadi di campur. Langkah selanjutnya orang yang

memiliki kepentingan tadi di minta untuk memilih salah satu (tentu

dengan mantra-mantra yang sudah ditentukan) kalau yang di ambil tadi

bertuliskan (izin) maka pertanda bahwa berpergian, nikah itu diizinkan.

Akan tetapi jika yang diambil bertuliskan (tidak izin), maka itu pertanda

bahwa berpergiannya atau nikahnya tidak diizinkan, begitu juga dengan

kegiatan yang lainnya.

KH. Bisri memaparkan ayat ini dengan penjelasan mengenai anak

panah perjudian yang dilakukan oleh orang arab zaman kuno pada masa

dulu. Anak panah tersebut disebutnya dengan istilah yang khas yaitu

jemparing. Ritual ini merupakan bagian dari meminta petunjuk, semisal

ketika ingin melakukan perjalanan, menikah, berdagang dan aktifitas-

aktifitas lain. Ritual ini seperti ini dilakukan ketika terjadi bimbang dalam

Page 61: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

47

mengambil keputusan. Bangsa arab zaman kuno mengenal jemparing

(anak panah) setidaknya ada tiga jenis3:

Pertama, Ada tiga anak panah yang diambil setiap orang untuk

dirinya. Pada anak panah yang pertama tertulis: Kerjakan, pada anak

panah yang kedua tertulis: Jangan Kerjakan, dan pada anak panah yang

ketiga dibiarkan (kosong) tidak ditulis apapun. Setelah itu, orang yang

memiliki hajat meletakkan ketiga anak panah tersebut dalam sebuah

kantung. Lalu memasukkan tangannya ke kantung tersebut untuk

mengambil salah satu anak panah itu. Apabila salah satu dari ketiga anak

panah tersebut keluar, maka dia akan tunduk dan menjatuhkan putusannya

sesuai dengan tulisan yang tertera pada anak panah yang keluar tadi. Tapi

jika yang keluar anak panah yang tidak ada tulisannya, maka

pengundianpun diulangi lagi.

Inilah pengundian yang dilakukan oleh Suraqah bin Malik bin

Ju’tsum, ketika dia mengikuti nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar ketika

melakukan hijrah. Perbuatan ini juga dinamakan istiqsām (mengundi

nasib) karena meminta bagian terkait rizki dan hal-hal yang diinginkan,

sebagaimana meminta siraman hujan disebut dengan istisqā.

Kedua, tujuh anak panah yang diletakkan didekat berhala Hubal di

dalam Ka’bah. Setiap tujuh anak panah tersebut dituliskan berbagai

malapetaka yang silih berganti menimpa manusia. Misalnya, ada anak

panah yang berisi tulisan tentang penyerahan harta dalam urusan diyat,

3 Imam Al-Qurṭubi, Tafsīr Al-Jāmi’ li aḥkām Al-Qur’ān, Jilid 6, terj. Ahmad

Rijali Kadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 143.

Page 62: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

48

ada anak panah yang bertujuan untuk menyangsikan (menaruh keraguan)4

nasab seseorang.

Undian inilah yang dilakukan oleh Abdul Muthalib terhadap anak-

anaknya, ketika dia bernadzar untuk menyembelih salah seorang dari

mereka jika mereka telah genap berjumlah sepuluh orang. Anak panah ini

dimiliki oleh setiap dukun dan penguasa Arab, seperti yang ada di dalam

Ka’bah di dekat berhala Hubal.

Ketiga, Anak panah perjudian. Jumlahnya ada sepuluh. Tujuh

diantaranya berisi keberuntungan/nasib baik, sedang tiga lainnya tidak

berisi apapun (kosong). Orang arab kuno menggunakan kesepuluh anak

panah ini sebagai sarana perjudian demi bersenang-senang dan bermain-

main. Pada awalnya kalangan cendikiawan Arab menggunakan cara ini

untuk memberikan makanan kepada orang-orang miskin dan tidak punya

pada musim dingin dan sulit untuk bekerja.

KH. Bisri memahami perilaku yang dilakukan oleh orang-orang arab

dengan jemparing (anak panah) dalam mengambil keputusan atau

penentuan nasib tersebut hampir sama dengan yang dilakukan masyarakat

di Indonesia. Hal ini dijelaskan KH. Bisri seperti yang dilakukan

kebanyakan masyarakat indonesia dengan beragam keperluan, seperti

untuk menjaga diri, mencegah adanya maling, melihat keuntungan diri,

4 Bahwa dahulu jika orang-orang Arab menyangsikan nasab seorang di antara

mereka, maka mereka membawanya ke berhala hubal sambil membawa seratus dirham

dan beberapa ekor unta. Mereka kemudian memberikan semua itu kepada penjaga anak

panah yang akan melakukan pengundian terhadapnya. Setelah itu mereka mendekatkan

teman mereka yang hendak diketahui garis keturunannya itu. Mereka berkata “Wahai

tuhan kami, ini adalah fulan bin fulan. Kami menghendaki anu dan anu padanya. Maka

keluarlah kebenaran untuknya, setelah itu penjaga anak panah tadi melakukan

pengundian. Jika yang keluar adalah anak panah yang berisi tujuan “dari kalian” maka

orang itu adalah sekutu, dan jika yang keluar tulisan “dari selain kalian” maka ia adalah

sekutu, dan jika yang keluar adalah “tempelan” maka kedudukannya adalah tidak ada

nasab dan sekutu.

Page 63: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

49

dan lain sebagainya. Media yang digunakan pun bisa bervariasi ada yang

menggunakan akik atau keris.

Masyarakat jawa dikenal memiliki jiwa dan karakteristik tersendiri

dalam kehidupannya. Hal ini didasarkan pada pola dan tata aturan

masyarakat jawa dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Adab dan tata

krama yang luhur, kesantunan dalam berkomunikasi, ramah dan tepo sliro

menjadi sesuatu yang melekat pada diri masyarakat jawa. Yang terkenal,

kehidupan orang jawa sangat kental akan tradisi dan budaya leluhur.

Tidak dipungkiri bahwasanya sebagian dari masyarakat jawa masih

kental dengan adat dan tradisi. Seperti ramalan jodoh Jawa, ada salah satu

pasangan hari yang dianggap tabu buat berjodoh. Pasangan hari tersebut

ialah Wage dan Pahing. Sehingga pasangan yang memiliki hari kelahiran

pada kedua hari tersebut, dilarang buat berjodoh dan membina rumah

tangga. Hal ini berdasar karena adanya kepercayaan bahwa manusia yang

lahir pada kedua hari Jawa tersebut memiliki dasar yang saling

berlawanan. Dengan kata lain tidak ada interaksi posistif pada aura yang

terpancar dari orang yang lahir pada hari Wage dan Pahing, oleh karena

itu pasangan tersebut dinamakan pasangan gayeng.5

Ada juga persepsi atau pandangan masyarakat terhadap adanya

primbon6 dan kalender jawa dalam menentukan hari baik untuk berbagai

aktifitas. Seperti untuk mendirikan rumah, masyarakat percaya adanya

penentuan hari baik, mempertimbangkan segala sesuatu yang dianggap

5 Adini Uyun Hikmah, “Larangan perkawinan Adat Gayeng perspektif Hukum

Islam (Studi Kasus di Desa Ngadi Kec. Mojo Kab. Kediri)” (Skripsi S1., Institut Agama

Islam Negeri Tulungagung, 2016), 22. 6 Primbon merupakan sebuah catatan yang dibukukan oleh nenek moyang berisi

tentang ramalan-ramalan tindakan manusia. Dalam primbon terdapat pemaknaan dari

simbol-simbol tradisional yang berkaitan dengan tingkah laku, angan-angan dan mimpi.

Nenek moyang jaman dahulu sangat memperhatikan segala sesuatu dengan teliti. Hal ini

bertujuan agar tidak terjadi hal buruk dikemudian hari. Lihat, 174.

Page 64: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

50

baik bahkan sampai memberikan sesaji agar nantinya rumah yang

dibangun tersebut menjadi aman dan sejahtera bagi para penghuninya.

Hari baik didapatkan dari hitungan berdasarkan weton dari orang yang

punya hajad untuk membangun rumah. Didalam buku primbon terdapat

ramalan agar rumah kelak menjadi aman sebagai petanda untuk meminta

pertolongan dengan perhitungan neptu yaitu jumlah hari ditambah dengan

jumlah pasaran dalam kalender jawa, seperti yang dilakukan oleh

masyarakat Jiwan .7

Hal semacam inilah yang menjadi perhatian KH. Bisri Musthofa

dalam tafsirnya:

“Saiki kang dadi perhatiane al-faqir, tindakan2 kang ditindakake

deneng sakwene konco2 dewe, ngepal awak, utowo kauntungan, utowo

ngepal maling, nganggo keris utowo akik. Keris ditumpangake kuku

jempolan kiwo tengen, nuli dijapani, nuli diuneni mengkene: he sang keris

wesi aji, ingsun anjaluk pituduh saking katiyasan iro. Anggon ingsun arep

kawin iki, bagus diterusake opo ora? Yen bagus siro mubengo! Banjur

keris mubeng, srett.. Srettt.. srett...

Lamun akik yo akik e ditaleni nganggo bolah, nuli digantung di

cekeli tangan tengen, nuli dijapani lan nuli diuneni: he sang akik watu aji,

aku anjaluk fituduh saking khasiat iro, opo anggonku nyambut gawe

bakulan iki perayugo dakterusake opo ora? Yen perayoga, siro obaho!

Sang akik kang dijapani mau banjur obah: gandul gandul, gandul giweng,

lan liya2ne pertingkel maneh.”8

Artinya: “Yang menjadi perhatian al-faqir adalah tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh saudara-saudara kita, menjaga diri atau mencari

keuntungan, menggunakan keris atau akik. Keris diletakkan di kuku

jempol kanan, kemudian diberi mantra kurang lebih demikian: he sang

keris aji, saya meminta arahan dengan perantara kamu, dengan hajat saya

ingin kawin ini, apakah bagus diteruskan atau tidak? Ketika bagus

diteruskan berputarlah kamu, kemudian keris berputar, srett.. srett.. sret..

7 Berti Fitri dan Novi Triana “Persepsi Masyarakat Desa Jiwan Terhadap

Kalender Jawa Dalam Membangun Rumah,” Jurnal Agastya, Vol 5, No.1 (Januari 2015),

178. 8 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz, 281.

Page 65: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

51

Ketika perantaranya menggunakan akik, bisa di ikat dengan tali

benang, kemudan digantung dan di pegang, di berikan mantra dan di

katakan: wahai sang akik batu aji, saya meminta arahan dengan khasiat

mu, apakah dengan pekerjaan berdagang ini bagus untuk diteruskan atau

tidak? Jika bagus, maka bergerkalah, kemudian sang akik yang sudah di

kasih mantra tadi bergerak, gandul-gandul dan berputar, dan begitu juga

dengan perkara lain”.

Mengingat semasa hidup KH. Bisri Musthofa, masih kental dengan

nuansa kejawen, Perilaku dan kegiatan seperti ini tentu seringkali

dilakukan. Mayoritas masyarakat masih mempercayai hal yang bersifat

primbon/ramalan, hal tersebut sebab sudah turun menurun dari nenek

moyang, dan merupakan pengalaman orang tua yang tidak ada salahnya

dilaksanakan. Hal ini diturunkan kepada penerusnya agar tidak terjadi lagi

halangan buruk yang menimpa. Oleh karena itu, KH. Bisri membuat

catatan panjang dalam pembahasan ini. Hal ini juga KH. Bisri Musthofa

jelaskan mengenai hukum dalam penggunaan keris dan akik dalam

menentukan nasib.

“Perhatiane al-faqir, opo koyo mengkono iku haram opo ora? al-

faqir ora wani ngarani, jalaran biso dadi haram otowo dadi sebabe murtad.

Iyo iku gumantung marang i’tiqod (kapercayaan). Nanging kang terang,

aturan kang mengkono iku, ono ing agomo Islam ora ono, mulane kito

umat Islam kudu ngati-ngati, ojo nganti kabodan deneng uwong2 kang

maksud e namung golek duwit utowo arto utowo fulus”.9

Artinya: “Perhatian al-faqir, apakah yang demikian itu haram atau

tidak? Al-faqir tidak berani untuk mengatakan, bisa jadi haram bahkan

bisa jadi sebab murtadnya seseorang. Akan tetapi hal tersebut tergantung

dengan kepercayaan masing-masing, yang jelas yang demikian didalam

agama Islam tidak ada. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus

waspada, jangan sampai terlena dengan orang-orang yang bermaksud

hanya mencari materi.”

9 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz, 281.

Page 66: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

52

KH. Bisri tidak berani menentukan hukum dari beberapa tradisi

yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat jawa tersebut, akan tetapi ia

mengatakan bahwa hal tersebut bisa menjadikan seseorang menjadi

murtad. Dan hal semacam ini sangat bergantung kepada kepercayaan diri

masing-masing.

B. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Kahfi [18] ayat 22

و ي ق و بل غ ي ب ا ر ج ل ب ه م ك س ادس ه م خ س ة و ي ق و ل و ن ل ب ه م ك رابع ه م ث لث ة ي ق و ل و ن س ل و ن

ق لي ل ال ماي ع ل م ه م تم ا ع ل م بعد رب ق ل ل ب ه م ك من ه م ب ع ة وث ت ارەس مر اءف ل ال في هم دا ن ه م ا ح ت ف تفي هم م ت س ظ اهراول

Artinya: Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, ”(Jumlah

mereka) tiga (orang), yang ke empat adalah anjingnya,” dan (yang lain)

mengatakan, “(Jumlah mereka) lima (orang), yang ke enam adalah

anjingnya,” sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi)

mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh (orang), yang ke delapan adalah

anjingnya.” Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku lebih mengetahui jumlah

mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.”

Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka,

kecuali perbantahan lahir saja dan jangan engkau menanyakan tentang

mereka (pemuda-pemuda itu) kepada siapa pun”

Ayat ini merupakan cerita dari kisah Ashabul kahfi dalam Al-

Qur’an, yaitu mengenai perbedaan pendapat mengenai jumlah ashabul

kahfi, ada yang mengatakan tiga (empat bersama anjingnya), ada yang

mengatakan lima (enam dengan anjingnya) dan tujuh (delapan dengan

anjingnya). KH. Bisri menafsirkan ayat ini sebagai berikut:

“Wong-wong kang podo ngerembuk kisahe ashabul kahfi podo

suloyo bakal ono golongan kang ngucap yen ashabul kahfi iku wong telu

nomer papate asune (dadi papat karo asune), lan ono golongan kang

ngucap limo, nenem karo asune. Karo-karone iku penyono, nyono-nyono

barang samar, lan ono golongan kang ngucap (yoiku golongan wong-wong

mukmin) pitu, wolu karo asune. Dawuho muhammad, pengeran insun

dewe kang luwih pirso itungane ashabul kahfi, ora ono kang weruh

ashabul kahfi kejobo sitik. Mulo siro ojo ambantah perkoro ashabul kahfi,

kejobo ambantah perkoro kang ora jero-jero. Lan siro ojo anjaluk fatwa

Page 67: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

53

bab perkorone ashabul kahfi marang sopo bae sangking ahli kitab

(yahudi)”.10

Masyarakat jawa merupakan masyarakat yang religius dan penuh

simbol. Religiusitas tampak dalam perilaku dan adat istiadat yang ada

pada masyarakat jawa. Berbagai ajaran dan pesan moral sering dinyatakan

dalam bentuk simbol-simbol.11 Dalam perilaku keseharian, masyarakat

jawa masih mempercayai hal-hal yang mistis. Salah satu kepercayaan

masyarakat jawa adalah adanya kepercayaan terhadap ilmu hikmah.

Dalam berbagai faidah dan fungsinya, ilmu hikmah terbagi menjadi

tiga bentuk. Pertama, bentuk tulisan yang lazim disebut wifiq (wafaq) atau

isim, yang seringkali juga disebut azimat, yang berarti keteguhan, karena

diyakini dapat membantu mendapatkan keteguhan setelah berdoa. Isi

azimat bermacam-macam, ada yang berupa ayat Al-Qur’an, asma Allah

Swt, nama nabi, nama malaikat atau nama orang-orang sholeh, termasuk

nama tujuh pemuda yang bersembunyi di Goa Kahfi. Ada pula yang berisi

huruf atau angka-angka Arab dalam rangkaian tertentu.

Kedua, berupa bacaan. Ilmu hikmah berupa bacaan ini banyak

ragamnya, seperti ratib, yaitu rangkaian doan susunan para habib yang

masyhur sebagai waliyullah. Biasanya terdiri dari ayat-ayat Al-Qur’an dan

zikir ma’tsurat, yaitu zikir dari Rasulullah Saw yang di ijazahkan secara

umum kepada umat. Ada pula yang berupa hizib, yaitu doa perlindungan

10 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz, 890. Artinya: orang-orang yang

membicarakan cerita ashabul kahfi mereka bertikai, ada yang mengatakan kalau ashabul

kahfi itu ada 3, (empat bersama dengan anjingnya), ada yang mengatakan kalau ashabul

kahfi itu ada lima, enam bersama dengan anjingnya. Keduanya adalah meraba, meraba

hal yang samar. Dan ada yang mengatakan (yaitu orang-orang mukmin) bahwa ashabul

kahfi itu tujuh, delapan dengan anjingnya. Katakanlah! Muhammad! Allah yang

mengetahui hitungan ashabul kahfi, tidak ada yang mengetahui kecuali hanya sedikit.

Maka jangan kalian membantah perkara ashabul kahfi, kecuali membantah perkara yang

tidak mendalam. Dan kalian jangan meminta fatwa perihal ashabul kahfi kepada ahli

kitab yaitu orang yahudi. 11 Syamsul Bakri “Kebudayaan Islam Bercorak Jawa (Adaptasi Islam dalam

Kebudayaan Jawa)”, Jurnal Dinika. Vol 12, No.2 (Juli-Desember 2014): 37.

Page 68: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

54

yang berupa hizib yang disusun oleh para auliya’, seperti Hizib milik

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili dan yang sebagainya, yang diijazahkan

secara khusus.

Adapula yang berupa asma’, yaitu zikir tawasul dengan

menyebutkan asma Allah, para nabi, orang-orang sholeh, seperti jaljalut

sayyidina Ali bin Abi Thalib, atau kutipan bait-bait burdah dan

sebagainya. Adapula ilmu hikmah yang berupa bacaan sholawat.

Ilmu hikmah yang berupa bacaan, ada yang tersusun dalam bahasa

Arab, ada yang berbahasa suryani, yaitu bahasa malaikat. Doa-doa atau

bacaan dalam ilmu hikmah tersebut sering juga disebut ruqyah, yang

secara bahasa berarti mantra atau jampi-jampi.

Bentuk ilmu hikmah yang ketiga, adalah berupa amalan. Yang

biasanya berupa puasa atau shalat sunnah, menyertai pengamalan bacaan

ilmu hikmah ata penulisan wifiq. Puasa sunnah sering diijazahkan adalah

puasa sunnah mutlak. Sedangkan sholat sunnahnya adalah sholat hajat.

Kedua macam ibadah itu diniatkan untuk taqarrub ilallah (mendekatkan

diri kepada Allah) agar hajatnya lekas terkabul.

Dalam penafsiran Qs. Al-Kahfi [18] ayat 22 ini, KH. Bisri Musthofa

mengatakan bahwa nama-nama Ashabul Kahfi mempunyai kekuatan

karomah. Menurutnya nama-nama Ashabul Kahfi jika ditulis dengan

lembaran-lembaran dan kemudian ditempelkan di pintu rumah tersebut

akan memberi kekuatan sehingga bisa terhindar dari kebakaran. Jika nama

tersebut ditulis di harta seperti uang atau pun bentuk harta benda lainnya,

maka kepercayaan yang timbul bahwa harta tersebut tidak akan hilang,

dan jika ditulis di perahu, maka perahu (kapal) tersebut tidak akan bisa

tenggelam.

“Faidatun: ashabul kahfi pitu mau, asma-asmane koyo kang kasebut

ngisor iki: (1) Maksalmina (2) Talmikha (3) Martunus (4) Nainus (5)

Sarayulus (6) Dzutuanus (7) Palyastatyunus, nuli asune aran (8) Qitmir.

Page 69: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

55

Sakweneh ulama’ ono kang ngendika: (embuh dasare) anak-anak iro

wulangen ashabul kahfi, jalaran setengah saking khasiate, yen asma-asma

ashabul kahfi iku ditulis ono ing lawange omah, aman saking kobong,

ditulis ono ing bondo, aman soko kemalingan. Ditulis ono ing perahu,

aman soko kerem, kabeh mau bi idznillah ta’ala karomatan li ashabil

kahfi. Sedulur kang kapingin pirso jembare dak aturi mirsani ono ing

jamal tafsir ala al-jalalain juz 3 shahifah nomer 17”.12

Artinya: Ashabul kahfi tujuh tersebut, yang nama-namanya sebagai

berikut (1) Maksalmina (2) Talmikha (3) Martunus (4) Nainus (5)

Sarayulus (6) Dzutuanus (7) Palyastatyunus, kemudian anjingnya yang

bernama (8) Qitmir. Sebagian ulama’ ada yang berfatwa: (belum difahami

dasarnya) bahwa anak-anak kalian ajarkan tentang ashabul kahfi ini,

karena dengan wasilah ini ada khasiat yang bisa dihasilkan, yaitu: ketika

nama-nama ashabul kahfi ditulis dipintu rumah niscaya akan terhindar dari

kebakaran, jika ditulis di harta niscaya akan aman dari kemalingan. Jika

ditulis diperahu, niscaya akan aman dari karam tenggelam. Semua itu bi

idznillah ta’ala karomah dari ashabul kahfi.

Penafsiran KH. Bisri Musthofa tersebut tentu mempunyai fungsi

implikatif yang terkait langsung dengan masyarakat atau audiens yang

pernah dialami oleh KH. Bisri Musthofa. Dalam penafsiran beliau, bisa

digambarkan bagaimana tradisi orang Jawa yang biasa dilakukan seperti

adanya jimat, hizib, dan lain sebagainya. Sebab seperti, lembaran-

lembaran yang ditulisi nama-nama Asahabul Kahfi yang mempunyai

perumpamaan benda yang bisa mempunyai kekuatan lantaran diberi do’a

sehingga mampu menyembuhkan penyakit, atau lembaran-lembaran yang

ditulisi namanama Ashabul Kahfi bisa menjadi kekuatan yang

menghadirkan karomah sehingga mampu terhindar dari bala’ (bencana).

Ilmu-ilmu semacam ini bagi sebagian orang memang terasa asing.

Namun bagi orang-orang yang sudah mengenalnya bukan asing lagi tetapi

justru merupakan suatu ilmu tersendiri yang sangat penting dan berguna

sekali untuk kelengkapan hidup. Ilmu hikmah (rajah) merupakan ilmu

yang sangat populer di negeri Arab. Memang ilmu-ilmu ini bersumber dari

12 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz, 281.

Page 70: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

56

negeri sana, yang diciptakan oleh para ulama yang ahli dalam ilmu

hikmah.

Ilmu ini digarap dari sumber utamanya, yaitu Al Quran yang

kemudian diolah sedemikian rupa setelah disana-sini diubah, ditambah,

dikurangi atau dilengkapi menurut kepentingan masing-masing yang

bersangkutan. Tentu saja pengolahan itu bukan berarti mengubah Al

Quran, melainkan dia hanya sebagai sumber pengambilan saja yang

diambil intisarinya.13

Rajah sebagian besar terdiri dari sandi-sandi yang berupa huruf

hijaiyah, angka-angka Arab atau cuma berupa garis-garis saja. Meskipun

begitu ilmu ini mengandung kekuatan gaib yang tak kalah hebatnya bila

dibanding dengan ilmu-ilmu yang mengandalkan kekuatan jasmani dan

akal. Sebab cara pembuatannya bukan sekedar ditulis begitu saja, akan

tetapi bersamaan dengan itu para ulama yang membuatnya melakukan

berbagai tirakat seperti berpuasa, shalat malam, berdzikir, mutih

(mencegah makan makanan tertentu) dan lain sebagainya yang

kesemuanya dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta

memohon pertolongan kepada-Nya.

Setelah berbagai ritual itu dikerjakan, lalu diadakan tajribah atau uji

coba untuk membuktikan kemujaraban atau keampuhan wifiq, rajah,

azimat yang dibuat itu. Bila benar-benar telah berhasil memiliki

keampuhan menurut kepentingan yang bersangkutan, maka baru dapat

digunakan.

Penggunaan jimat atau rajah banyak ditemui di berbagai

kebudayaan. Khususnya masyarakat Jawa. Dalam dunia ilmu hikmah atau

13 Ahmad Khoiri, “Kepercayaan Terhadap Benda-benda Mistis Masyarakat”

(Studi Terhadap Rajah Jimat Desa Bulusari Kedungwaru Tungangung Kajian

Fenomologi Edmund Husserl” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Tulungagung,

2019), 19.

Page 71: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

57

ilmu kebatinan banyak sekali ilmu-ilmu yang dapat kita jumpai, dari ilmu

yang ringan sampai ilmu yang kelas berat. Demikian yang sering terjadi di

Jawa, terkadang ada yang menggunakan objek tertentu seperti, air, batu,

kain, cincin akik, benda-benda pusaka (keris), dan lain sebagainya untuk

menghadirkan kekuatan atau karomah baik menyembuhkan orang sakit

maupun terhindar dari bala’ (bencana), dan lain sebagainya.

C. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. An-Naḥl [16] ayat 69

ر ب س ب ل ل كي ف اس الثم رت ك ل من ك لي ش ي ر ج ذ ل لكث ب ط و ن امن م ت لف ر اب

ر و ن ي ت ف كق و مل ي ةل ذلك في انل لناسشف اء في ها ل و ان ه“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu

tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut

lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di

dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh,

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi

orang yang berpikir”.

KH. Bisri dalam ayat ini, membicarakan tentang bagaimana

kekuasaan Allah Swt, dalam menciptakan kehidupan ini, Allah Swt

menciptakan lebah lalu memerintahkannya untuk memakan berbagai

macam buah, sehingga dari perut lebah-lebah tersebut keluar ramuan

(omben-omben) yaitu madu. Yang hal ini dapat dijadikan ramuan obat

untuk berbagai macam penyakit. KH menafsirkan ayat ini sebagai berikut:

“Banjur tawon didawuhi supoyo mangan saking sekabehane

wernane woh-wohan, lan supoyo nyembah dalane Allah Swt sarono

lapang. (papan kang ambal-ambal kang ora biso ditekani menungso, biso

diombah dining tawon tanpo ngerusak kiiwo tengene. Lan senajan adoh

koyo opo, tawon biso bali marang sarange) saking wetenge tawon-tawon

iku, biso metu omben-omben (yoiku madu) kang bedo-bedo wernane, ono

kang putih, kuning lan abang. Madu mau ngandung obat kanggo tambane

Page 72: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

58

menungso, saktemene mengkunu iku cukup kanggo tando ayat kekuasaane

Allah ta’ala tumerap kaum kang gelem mikir”.14

Sebagaimana yang telah diketahui madu " م ت لف ب ط و ن اش ر اب من ي ر ج

"ا ل و ان ه adalah suatu cairan yang keluar dari perut lebah yang mempunyai

warnanya bermacam-macam. Adapun penyebutan istilah madu pada setiap

negara berbeda-beda karena bahasa yang berbeda, seperti dalam bahasa

Arab madu dikenal dengan istilah العسل dan pada penyebutan bahasa

Inggris dikenal dengan istilah honey, walau penyebutannya berbeda

maksudnya tetap sama yakni madu yang dikenal selama ini.

Kemukjizatan Al-Qur’an muncul silih berganti seiring berjalannya

waktu. Setiap hari, ilmu pengetahuan dan berbagai penelitian

memperlihatkan serangkaian fakta mencenangkan dan mukjizat-mukjizat

luar biasa di alam raya nan luas terbentang ini. Demikian pula dengan

lebah, ia adalah makluk yang lemah dan telah ditundukkan Allah Swt

untuk manusia dan hanya mengeluarkan sesuatu yang baik untuk manusia.

Perut lebah bisa menghasilkan sesuatu yang manis, yang manusia

tidak mampu menghasilkan, kecuali hanya didapatkan dengan perantara

lebah. Hal ini menunjukan bahwa manusia tidak mampu menciptakan

madu, jika sekiranya manusia itu melakukan hal yang sama dengan lebah?

Tentu tidak akan bisa. Disinilah kelebihan lebah sebagai penghasil madu

melalui jalan Allah Swt.

14 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz, 805. Artinya: Lebah itu diperintahkan supaya

memakan dari berbagai macam buah-buahan, dan supaya menyembah Allah Swt dengan

lapang. Kayu yang tidak bisa didatangi manusia, diubah oleh lebah tanpa merusak kiri

dan kanannya, dan walaupun hal itu jauh, lebah masih bisa kembali kepada sarangnya.

Dan dari perut lebah tersebut akan mengeluarkan ramuan berupa madu, yang bermacam-

macam warnanya. Madu tersebut dapat menjadi obat bagi penyakit manusia,

sesungguhnya hal tersebut merupakan tanda dari kekuasaan Allah bagi orang-orang yang

mau berfikir.

Page 73: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

59

Ayat tersebut dalam pandangan KH. Bisri Musthofa dapat kita

saksikan, merupakan konsep pengobatan tradisional. KH. Bisri Musthofa

dalam menafsirkan ayat ini, memahami bahwa ada khasiat khusus yang

telah Allah tetapkan, yaitu yang dihasilkan oleh lebah berupa madu, madu

tersebut bisa menjadi ramuan mujarab, jika dicampur dengan rempah-

rempah atau buah tertentu, bisa menjadi ramuan yang bisa dimanfaatkan

untuk kesembuhan dari berbagai macam penyakit yang diderita manusia.

KH. Bisri Musthofa mengatakan:

Faidatun: Catu anyar yen ditambani madu inshaallah enggal waras.

(Mujarrob) Madu yen dicampur karo peresan jahe keno kanggo tombo

loro weteng. Madu, samin lan endhok pitik, taker podo di adeng karo

srikoyo, biso nambah tenogo muda. Lan liya-liyane maneh.

Artinya: luka baru ketika di obati dengan madu inshaallah akan

sembuh. (Mujarrob) Madu jika di campur dengan perasan jahe bisa di

manfaatkan untuk obat sakit perut. Madu samin dan telur ayam ditakar

sama dan di campur dengan buah srikaya, bisa menjadi ramuan penambah

tenaga. Dan manfaat-manfaat lain.

Kearifan lokal bidang kesehatan merupakan suatu keunggulan dari

bangsa Indonesia yang setiap etnis yang ada memiliki kebudayaan yang

berbeda-beda dan kearifan lokal yang berbeda pula, hal ini disebabkan

oleh sumber daya alam, hewani dan nabati yang tumbuh di setiap daerah

berbeda. Kebudayaan Jawa mempunyai sistem pengetahuan pengobatan

yang sudah ratusan tahun digunakan masyarakat Jawa, yakni sebelum

masuknya teknik-teknik kedokteran modern. Sistem pengobatan

tradisional dalam kenyataannya masih tetap hidup, meskipun banyak

praktik-praktik biomedik kedokteran makin berkembang pesat. Ini

menunjukan bahwa Health Care merupakan fenomena sosial budaya yang

kompleks.15

15Bani Sudardi, “Konsep pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa”

Jurnal Humaniora, Vol. XIV, No.1 (2002): 14.

Page 74: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

60

Sebelum maraknya obat-obatan kimia seperti saat ini, ramuan seperti

yang dikatakan KH. Bisri Musthofa di tanah Indonesia dulu sangat

familiar. Masyarakat banyak menggunakan rempah atau dedaunan dalam

membuat obat untuk segala macam penyakit. Banyak hasil penelitian yang

secara klinis membuktikan bahwa memang ada manfaat positif dari

kandungan yang terdapat di dalam obat-obatan tradisional (obat herbal)

yang dipakai masyarakat.

Dalam konteks penemuan sains madu diketahui sebagai minuman

yang sangat baik bagi kesehatan manusia. Minuman yang manis dan

berbau sedap itu adalah merupakan sumbangan yang tak ternilai dari

sebangsa serangga lebah yang lemah, tetapi sangat besar jiwanya. Lebah

adalah serangga yang hidupnya berkelompok dibawah pimpinan seekor

ratu lebah yang sangat ditaati oleh rakyatnya.

Madu lebah memang diakui berkhasiat dari pandangan Islam sendiri.

Para ilmuwan akhir-akhir ini juga bergerak hatinya secara mendalam akan

khasiat madu secara ilmiah, mereka membuktikan bahwa ternyata madu

memang memiliki efek yang meguntungkan pada kondisi tertentu. Khasiat

madu semakin baik jika bunga yang diisap lebah lebih beragam, karena

kandungan-kandungan yang ada dalam madu mempunyai fungsi yang

berbeda semakin banyak jenis kandungannya makan akan semakin banyak

khasiatnya.16

Beberapa khasiat yang disebutkan oleh KH. Bisri Musthofa adalah

untuk penyembuhan luka. Madu juga bisa untuk obat sakit perut, yaitu

dengan cara mencampurnya dengan perasan jahe. Khasiat lainnya adalah

ketika madu samin dan telur ayam ditakar sama dan di campur dengan

16 Hamid Dayyat, Fenomena Temuan Medis Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Qafah

Gemilang, 2006) 232.

Page 75: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

61

buah srikaya, menurut KH. Bisri Musthofa dapat menjadi ramuan

penambah tenaga.

Tanaman obat tradisional tidak saja menyembuhkan tetapi juga

berkhasiat dalam mempertahankan kebugaran tubuh dan juga perawatan

tubuh. Tanaman obat tradisional atau biasa disebut “Jamu”, sudah dikenal

di Indonesia khususnya di Jawa sebagai perawatan kesehatan sehari-hari,

maupun sarana pemulihan kesehatan. Penduduk di Indonesia, dengan

kekayaan alam yang melimpah ruah, tanah yang subur, dan aneka

tumbuhan, yang dalam bahasa pewayangan disebut “Gemah Ripah Loh

Jinawi”, menggunakan ramuan (jamu) tidak hanya untuk melengkapi

makan sehat sehari-hari, namun juga digunakan sebagai sarana perawatan

kesehatan, kebugaran dan keawetan tubuh dan penampilan.

Hal ini yang juga ditunjukan oleh KH. Bisri Musthofa didalam

penjelasan tafsirnya, bahwa tanaman lokal seperti madu, jahe, madu

samin, buah srikaya dapat dijadikan obat untuk beberapa penyakit dan

juga selain itu juga dapat digunakan sebagai perawatan tubuh. KH. Bisri

semasa hidupnya juga merupakan seorang pembuat obat, diceritakan

ketika terjadi agresi yang kedua belanda pada tahun 1949 ia mengungsi ke

Sarang, selama pengungsian itu ia sempat membuat jamu makjun (jamu

kuat) dan dijual kepada masyarakat untuk memenuhi kehidupan sehari-

hari.17

17 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), 139.

Page 76: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

62

D. Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Ikḥlāṣ, Qs. Al-

Falaq, dan Qs. An-Nās ي لد ل

الصم د ا لل

ا ح د الل و ل ي و ل و ق ل ه و

له ل د ا ح د ك ف واي ك ن

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.

Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula

diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”

KH. Bisri Musthofa dalam Tafsīr Al-Ibrīz menuliskan satu kisah

yang berisi anjuran dari Nabi Muhammad Saw, untuk membaca surat Al-

Ikḥlāṣ yang bermanfaat untuk melancarkan rizki atau menjadi penglaris.

Menurut KH. Bisri Musthofa hadist-hadist yang menerangkan keutamaan

surat Al-Ikḥlāṣ sangat banyak, diantaranya adalah yang menceritakan soal

kesulitan mendapatkan rizki dan kesempitan kehidupan.

“Faidatun: Hadist-hadist kang nerangaken fadhilahe surat Al-Ikḥlāṣ

iku akeh banget. Ing antarane hadist-hadist kang akeh iku, ono kang

surasane mengkene: ono siji wong kang matur, madulake rupeke pengupo

jiwo ono marang kanjeng nabi, nuli kanjeng nabi dawuh kang surasane:

seliramu yen melebu omah, menowo ing jero omah ono wong, ulukono

salam, yen ora ono yo uluksalam marang insun, nuli mocoho surat qul

huwa Allah ahad sapisan, wong mau nuli nindaake opo dawuhe kanjeng

nabi, nuli temenan, Allah Ta’ala paring luber marang rizkine, iki hadist

diceritaake saking Sahal bin Sa’ad al-Sa’idi”18

Keagungan suatu surat atau ayat Al-Qur’an sebagaimana

diungkapkan para mufassir, merupakan informasi mengenai Al-Qur’an

yang hidup (living qur’an) yang dipraktekkan semenjak masa nabi.

Praktek tersebut menunjukkan, bahwa Al-Qur’an tidak hanya ditulis,

diperdengarkan, dikaji dan diamalkan ajarannya. Namun juga telah meluas

18 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz Jilid 3, 71. Artinya: Hadist-hadist yang

menerangkan fadhilah dari surat Al-Ikḥlāṣ itu banyak, diantaranya adalah cerita seperti

ini: ono siji wong kang matur, mengkonsultasikan kesusahan hidupnya kepada nabi

muhammad saw, kemudian nabi bersabda: “kalian jika masuk rumah, ketika didalam

rumah ada orannya maka hendaknya mengucap salam. Jika tidak ada, tetap salam

kepadaku”. Kemudian baca surat Al-Ikḥlāṣ satu kali. Orang tadi kemudian melakukan

apa yang diperintah nabi, kemudian terkabul, Allah Ta’ala memberikan rizki yang

berlimpah.

Page 77: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

63

sebagai media pengobatan, terapi sampai dengan perlindungan diri dari

makhluk halus.

Penafsiran KH. Bisri dalam ayat ini menunjukan khasiat dari

membaca ayat-ayat Al-Qur’an untuk menghindari kesengsaraan hidup,

yaitu dengan membiasakan untuk mengucapkan salam jika hendak masuk

rumah baik ketika ada orang maupun tidak. Jika didalam rumah tersebut

ada orangnya, hendaknya mengucapkan salam kepadanya. Jika didalam

rumah tersebut tidak ada orang, maka tetaplah mengucapkan salam dan

ditujukkan kepada nabi, kemudian dianjurkan untuk membaca surat Al-

Ikḥlāṣ sekali.

Hal ini dilakukan oleh sahabat nabi untuk menghilangkan

kesengsaraan kehidupan (rupeke pengupo jiwo), Para sahabat

mengerjakan apa yang diperintahkan nabi dengan sungguh-sungguh,

sehingga Allah Ta’ala memberikan rizki yang berlebih. ال ف ل ق م اخ ل ق ,ق ل ا ع و ذ بر ب ش ر غ اسقاذ او ق ب و ,من ش ر ش ,من و من الن ف ثتر

ح اسد,فال ع ق د ش ر اذ اح س د و من

Artinya: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang

menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan

dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan

(perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul

(talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

Sejalan dengan itu, praktek pengobatan dan ritual dengan

menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya dengan menggunakan surat

Al-Ikḥlāṣ, Al-Falaq dan An-Nās banyak digunakan oleh masyarakat. Hal

ini seperti yang dilakukan masyarakat ponorogo19, yakni untuk

menghilangkan atau menghindari dari gangguan jin atau makhluk halus,

19 Anwar Mujahidin, “Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an

sebagai Jimat dalam Kehidupan Masyarakat Ponorogo”, Jurnal Studi Agama dan

Pemikiran Islam, vol 10, no 1 (Juni 2016): 50.

Page 78: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

64

dengan menggunakan media air dan dibacakan dengan bilangan tertentu

lalu diusapkan pada anak atau orang yang terkena gangguan.

Hal ini juga yang dijelaskan oleh KH. Bisri dalam menafsirkan Qs.

Surat Al-Falaq, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya surat Al-Ikḥlāṣ,

Al-Falaq dan An-Nās dapat dijadikan wasilah untuk hal-hal yang bersifat

ghaib, seperti untuk menolak adanya kiriman sihir. Seperti penjelasan

dalam surat Al-Nas:

الهالناس م لكالناس الناس و اسق ل ا ع و ذ بر ب ال و س ش ر من وس ي و س الذي ال ناس

نةو الناسفي ص د و رالن ال من اس

Artinya: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,

Raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang

bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari

(golongan) jin dan manusia.”

Faidatun: Kanjeng nabi nate kedadeyan di sihir wong, sihire pancen

mandi banget, nuli kanjeng nabi kedawuhan maos ta’awud kang kasebut

lan ugo ta’awud ta’awud kang ono ing surat An-Nās.20

Artinya: Nabi Muhammad Saw pada suatu waktu pernah di sihir

seseorang, sihirnya sangat manjur, kemudian nabi difirmankan untuk

membaca ta’awud seperti yang sudah disebutkan, juga ta’awud yang

disebut dalam surat An-Nās.

Ayat-ayat dari surat tertentu Al-Qur’an dipercaya oleh KH. Bisri

memiliki khasiat, termasuk juga adalah ketiga surat terakhir ini, Al-Ikḥlāṣ,

Al-Falaq dan An-Nās. Ketiga surat ini juga biasanya dibacakan pada acara

tahlilan, selametan, yasinan dan berbagai kesempatan lainnya. Surat

tersebut merupakan doa untuk terhindar dari hal-hal negatif.

Di akhir penjelasan ayat KH. Bisri menambahkan, bahwa manusia

harus tegas untuk melawan segala bentuk tipu daya syaithon yaitu dengan

melakukan dzikir dan doa kepada Allah Swt, KH. Bisri menegaskan

20 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz Jilid 3, 72.

Page 79: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

65

bahwa ketika kita berhenti melakukan dzikir, syaithon akan mendekat dan

ketika kita melakukan dzikir syaithon akan lari:

“Mulo Syaithon iku disifati khonnas, kang ateges maju mundur,

jalaran syaithon iku tansah anggubel atine menungso, nanging yen

menungso dzikir marang pengeran, syaithon nuli melayu, mongko yen

leren dzikire, syaithon nuli angggubel maneh, mongko sakbanjure”21

Artinya: “Maka dari itu syaithon itu disifati khonnas, yang berarti

maju mundur, karena syaithon itu senantiasa menggelut hati manusia,

akan tetapi jika manusia senantiasa dzikir kepada Allah Swt, syaithon

akan lari, akan tetapi jika berhenti dzikirnya, syaiton akan menggelut

kembali, begitulah sebaliknya”

21 Bisri Musthofa, Tafsīr Al-Ibrīz Jilid 3, 73.

Page 80: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Simpulan skripsi ini menunjukkan bahwa Tafsīr Al-Ibrīz karya KH.

Bisri Musthofa banyak mengandung kearifan lokal yang identik dengan

unsur kedaerahannya (Jawa) sebagai bagian dari kontekstualisasi terhadap

pesan ayat al-Qur’an. KH. Bisri Musthofa juga menggunakan simbol-

simbol tertentu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dalam Tafsīr Al-

Ibrīz. Hal ini bertujuan agar santri-santri dan Masyarakat pada umumnya

dapat memahami al-Qur’an lebih dalam.

Adapun penafsiran ayat-ayat yang menunjukkan adanya kearifan

lokal dalam Kitab al-Ibriz antara lain:

Pertama, Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Māidah [5]

ayat 3, KH. Bisri memahami perilaku yang dilakukan oleh orang-orang

arab dengan jemparing (anak panah) dalam tersebut hampir sama dengan

yang dilakukan masyarakat di Indonesia, baik dalam mengambil

keputusan, penentuan nasib, atau dalam perjudian. Hal ini dijelaskan KH.

Bisri seperti yang dilakukan kebanyakan masyarakat indonesia dengan

beragam keperluan, seperti untuk menjaga diri, mencegah adanya maling,

melihat keuntungan diri, dan lain sebagainya. Media yang digunakan pun

bisa bervariasi ada yang menggunakan akik atau keris.

Kedua, Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Kahfi [18] ayat

22, KH. Bisri Musthofa mengatakan bahwa nama-nama Ashabul Kahfi

mempunyai kekuatan karomah. Nama-nama Ashabul Kahfi―(1)

Maksalmina (2) Talmikha (3) Martunus (4) Nainus (5) Sarayulus (6)

Dzutuanus (7) Palyastatyunus, kemudian anjingnya yang bernama (8)

Qitmir―jika ditulis dengan lembaran-lembaran dan kemudian

ditempelkan di pintu rumah tersebut akan memberi kekuatan sehingga bisa

Page 81: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

67

terhindar dari kebakaran. Jika nama tersebut ditulis di harta seperti uang

atau pun bentuk harta benda lainnya, maka kepercayaan yang timbul

bahwa harta tersebut tidak akan hilang, dan jika ditulis di perahu, maka

perahu (kapal) tersebut tidak akan bisa tenggelam

Ketiga, Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. An-Naḥl [16] ayat

69, KH. Bisri Musthofa memaparkan konsep pengobatan tradisional,

sebelum mengenal/masuknya teknik-teknik kedokteran modern. Kearifan

lokal bidang kesehatan merupakan suatu keunggulan dari bangsa

Indonesia yang setiap etnis memiliki cara/kebudayaan yang berbeda-beda

dalam meracik obat. Masyarakat Jawa misalnya, mencampurkan madu

dengan perasan jahe untuk mengobati sakit perut, aneka jamu, dan lain

sebagainya. Setiap racikan ramuan senantiasa ada unsur madu.

Keempat, Penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Qs. Al-Ikḥlāṣ, Al-

Falaq, dan An-Nās, dapat mengindari kesengsaraan hidup, menolak

adanya kiriman sihir dan gangguan jin. Misalnya masyarakat Jawa

seringkali mengobati orang yang terkena sihir atau gangguan jin dengan

menggunakan media air dan membaca ketiga surat tersebut pada bilangan

tertentu, kemudian diusapkan pada anak atau orang yang terkena

gangguan sihir atau jin.

B. Saran

Skripsi ini hanya fokus meneliti penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam

Tafsir Al-Ibrīz yang mengandung kearifan lokal pada beberapa ayat dan

surah, yaitu Al-Māidah [5] ayat 3, Al-Kahfi [18] ayat 22, An-Naḥl [16]

ayat 69, dan surat Al-Ikḥlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. Masih banyak

penafsiran KH. Bisri Musthofa dalam Tafsir Al-Ibrīz yang mengandung

kearifan lokal maupun aspek yang lain yang luput dari penelitian penulis

dan dapat memberikan ruang kosong bagi penelitian berikutnya, baik dari

Page 82: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

68

segi penafsiran, sejarah, bahasa, aksara, bahkan budaya yang berkembang

pada masa itu yang mempengaruhi lahirnya Kitab Tafsīr Al-Ibrīz.

Penulis sadar penelitian ini memiliki keterbatasan, maka penelitian

lebih lanjut terhadap Tafsir Al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa maupun

tafsir Nusantara/Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Penulis berharap

skripsi ini dapat menambah khazanah keilmuan kajian al-Qur’an,

khususnya literatur tafsir Nusantara/Indonesia.

Page 83: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

69

DAFTAR PUSTAKA

Aniq, Muhammad. “Building A Contemporary Tafsir Framework: From

Tafsir Haraki (Movement Tafsir) Towards Tafsir Mujtamai

(Community Tafsir)”. Jurnal International Conference on

University-Community Enggagement, Vol. 3, No.1 (2018).

Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan.

Editor M Ulinnuha Khusnan, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Anshori LAL, Tafsir bi al-Ra’yi, Menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad

(Jakarta, Gaung Persada Press, 2010).

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013.

‘Aridl (al), Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad

Arkom (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994).

Baidan, Nasruddin. Perkembangan Tafsir di Indonesia. Solo: Tiga

Serangkai, 2003. Bakri, Syamsul. “Kebudayaan Islam Bercorak Jawa (Adaptasi Islam

dalam Kebudayaan Jawa)”, Jurnal Dinika. Vol 12, No.2 (Juli-

Desember 2014).

Chakim, Luqman. “Tafsir-Tafsir Ayat Nasionalisme Dalam Tafsir Al-Ibriz

Karya KH Bisri Musthofa.” Skripsi S1., IAIN Walisongo Semarang,

2014.

Dayyat, Hamid. Fenomena Temuan Medis Menurut Al-Qur’an (Jakarta:

Qafah Gemilang, 2006).

Faizin, Hamam. “Corak-Corak Penafsiran Al-Qur’an”. Makalah Program

Doktoral Pengkajian Islam Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta (2016): 2-23.

Farmawi (Al), Abu Hayy. Al-Bidāyah fȋ Al-Tafsīr Al-Maudhu’ī. Kairo:

Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah, 1977.

Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin.

Bandung: Mizan, 1994.

Page 84: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

70

Fitri, Berti & Novi Triana “Persepsi Masyarakat Desa Jiwan Terhadap

Kalender Jawa Dalam Membangun Rumah,” Jurnal Agastya, Vol 5,

No.1 (Januari 2015).

Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga

Ideologi. Yogyakarta: LkiS, 2013.

Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga

Ideologi. Jakarta Selatan: Taruju, 2003.

Hakim, Muhammad Baqir. Ulumul Qur’an, Terj. Nashirul Haq dkk.

Jakarta: Al-Huda, 2012.

Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an: Ilmu Untuk Memahami Wahyu,

Bandung: Remaja Posdakarya, 2011.

Hikmah, Adini Uyun. “Larangan perkawinan Adat Gayeng perspektif

Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Ngadi Kec. Mojo Kab. Kediri)”

(Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2016).

Huda, Achmad Zaenal. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri

Musthofa. Yogyakarta: LKiS, 2003.

Imron, Ali. “Simbol dalam Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah Al-Qur’an Al-‘Aziz

(Analisis Semiotika Roland Barthes)” (Skripsi S1., Institut Agama

Islam Negeri Tulungagung, 2019.

Iwanebel, Fejrian Yazdajird. “Corak Mistis Dalam Penafsiran KH Bisri

Musthofa (Telaah Analitis Tafsir Al-Ibriz).”, Jurnal Rasail. Vol 1,

No.1 (2014): 23-40.

Iyāzi, Muhamad Ali. Al-Mufassirūn Ḥayātuhum wa Manhajuhum,

Taheran: Muassasah al-Thaba’ah wa al-Nasyr Wizarah al-Tsaqafah

wa al-Irsyad al-Islami, 1373H.

Kaltsum, Lilik Ummu & Abd Muqsith Ghazali. Tafsir Ahkam. Ciputat:

UIN Press, 2015.

Khalidi (al), Shalah Abdul Fatah. Pengantar Memahami Tafsir Fi Zilalil

Qur’an Sayyid Qutub. Terj. Salafuddin Abu Sayyid (Surakarta: Era

Intermedia, 2001.

Page 85: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

71

Khoiri, Ahmad. “Kepercayaan Terhadap Benda-benda Mistis Masyarakat”

(Studi Terhadap Rajah Jimat Desa Bulusari Kedungwaru

Tungangung Kajian Fenomologi Edmund Husserl” (Skripsi S1.,

Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2019).

Konjoningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan pembangunan (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2004).

Kusroni. ”Menelisik Sejarah dan Keberagaman Corak Penafsiran Al-

Qur’an”. Jurnal El-Furqania, vol.5, no.2 (Agustus 2017).

Lexy, Moleong J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya,

2014.

Lopa, Baharuddin. Al-Qur’an dan Hak-hak Asasi Manusia. Yogyakarta:

Dana Bhakti Prima Yasa, 1996.

Mabruri, Muh. Audi Yuni. “Kearifan Lokal Dalam Kitab Al-Ibriz Li

Ma’rifah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aziz Karya KH. Bisri Musthofa.”

Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2018.

Mujahidin, Anwar. “Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an

sebagai Jimat dalam Kehidupan Masyarakat Ponorogo”, Jurnal

Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol 10, no 1 (Juni 2016).

Masri (Al), Muhammad bin Makram bin Manẓur Al-Ifriki. Lisān al-

‘Arab, Bairut: Dar Ṣadir.

Masruhan, Adib. Hadis-Hadis Kebudayan (Jakarta Selatan: Desantara

Utama, 2004).

Munawwar (al), Said Agil Husin, Masykur Hakim. I’jaz Al-Qur’an dan

Metodologi Tafsir. Semarang: Dina Utama Semarang, 1994.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia,

Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an: Studi Aliran-

aliran Tafsir Dari Periode Klasik, Pertengahan Hingga Modern-

Kontemporer. Yoyakarta: Idea Press, 2016.

Page 86: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

72

Mustaqim, Abdul. Mazahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran al-

Qur’an Periode Klasik hingga Kontemporer. Yogyakarta: Nun

Pustaka, 2003.

Mustaqim, Abdul. Pergeseran Epistemologi Tafsir, Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2008.

Musthofa, Bisri. Tafsīr Al-Ibrīz Lima’rifati Tafsīr Al-Qur’ān Al- ‘Azīz.

Kudus: Menara Kudus, 1960.

, Sejarah Singkat KH. Bisyri Mushtafa. Rembang, Kudus:

Menara Kudus, 1977.

, Misbah Zainul, al-Iklīl fi Ma’ani at-Tanzīl. Surabaya: Toko

Kitab al Ihsan, t.th.

Muwaffaq, Muffid “Orientasi Ilmi Dalam Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri

Musthofa.”, Skripsi S1., UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,

Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Qattan (al), Manna Khalil. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Auunur

Rafiq. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005.

Qurṭubi (al), Imam. Tafsīr Al-Jāmi’ li aḥkām Al-Qur’ān, Jilid 6, terj. Ahmad

Rijali Kadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013).

Rahman, Abdur. “Konsep Jihad Menurut KH. Bisri Musthofa Dalam

Tafsȋr Al-Ibrȋz.” Skripsi S1., Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Kudus, 2016.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra

Strukturalis Hingga Poststrukturalis Prespektif Wacana Naratif

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).

Roifa, Rifa, Rosihon Anwar & Dadang Darmawan “Perkembangan Tafsir

Di Indonesia (Pra Kemerdekaan 1900-1945).” Al-Bayan: Jurnal

Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 2, 1 (Juni 2017): 21-36.

Page 87: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

73

Rokhmad, Abu “Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz.” Jurnal

Analisa, vol XVIII, no 1 (Januari-Juni 2011): 27-38.

Saadah, Muizzatus. “Kearifan lokal dalam Tafsir Al-Azhar (Studi dalam

Surat Al Baqarah)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri

Walisongo, 2019).

Said, Hasani Ahmad, Studi Islam I: Kajian Islam Kontemporer. Jakarta:

Rajawali Pers, 2016.

Said, Hasani Ahmad, Diskursus Munasabah Al-Qur’an Dalam Tafsir Al-

Misbah. Jakarta: Amzah, 2015.

Sedyawati, Edy. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah

(Jakarta Raja Grafindo Persada: 2006).

Shalih (as), Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terj. Tim Pustaka

Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.

Shihab, M Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang

Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur’an. Tangerang:

Lentera Hati, 2013.

Shihab, M Quraish. Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 2004.

Sudardi, Bani. “Konsep pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa”

Jurnal Humaniora, Vol. XIV, No.1 (2002).

Sufyan, Abu. “Deradikalisasi Penafsiran Mufassir Manhaj Haraki

Terhadap Ayat-Ayat Qital (Analisis Penafsiran Sayyid Qutb

dengan Teori Naskh Mahmud Muhammad Taha).” Skripsi 1.,

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018.

Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo: (Depok: Pustaka Imam, 2016).

Suyuthi, Jalaluddin. Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Mesir: Maktabah

Taufiqiyah, 2008.

Syarifah, Habibah. “Metodologi Tafsir Pergerakan Al-Qur’an (Analisis

Perbandingan Penafsiran Manhaj Haraki Sayyid Quthb dan Hamka

Page 88: CORAK ADĀB AL IJTIMĀ’I DALAM TAFSĪR AL IBRĪZ: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52030/1/Baru Sk… · Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās. ... MUSTHOFA DALAM

74

terhadap Surah Al-Baqarah Ayat 1-29).” Tesis., Universitas Islam

Negeri Walisongo 2016.

Syazwana, Filzah “Corak Penafsiran Kalam Muhammad Yunus dalam

Tafsir Al-Qur’an Al-Karim.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

Syibromalisi, Faizah Ali & Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengembangan UIN

Syarif Hidayatullah, 2012.

Yahya, Muhammad Arif. “Al-Manhaj Al-Haraki dalam penulisan Sayyid

Muhammad Nuh menurut perspektif hadith: Aplikasi dalam isu-isu

semasa gerakan dakwah di Malaysia,” Thesis., University of

Malaya, 2015.

Yahya, Muhammad Arif. “Al-Manhaj Al-Haraki Dalam Penulisan Sayyid

Muhammad Nuh Menurut Perspektif Hadist: Aplikasi Dalam Isu-

Isu Semasa Gerakan Dakwan Di Malaysia”. International Journal

of Islamic Tought, Vol 5 (Juni 2014): 35-44.

ZA, Tabrani. “Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an dengan

Pendekatan Tafsir Maudhu’i” Serambi Tarbawi, Vol.2, No.1

(2014): 22-23.

Zahabi (az), Muhammad Husain. At-Tafsīr wa Al-Mufassirūn. Kairo:

Wahbah, 1995.

Zahabi (az) Muhammad Husain. Ensiklopedia Tafsir, Terj. Nabbani Idris.

Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Zainuddin, Muhadi dan Miqdam Makfi. “Semangat Kebangsaan Kiai

Pesantren: Analisa Gagasan Dan Spirit Kemerdekaan KH. Bisri

Musthofa Dalam Tafsir Al-Ibriz,” Prosiding Seminar Nasional seri

8 “Mewujudkan Masyarakat Madani dan Lestari” Seri 8, e-ISBN:

978-602-450-321-5 (September, 2018), 169-183.

Zarkasyi (az), Muhammad bin Bahadir bin Abdullah. Al-Burhān fī ‘Ulum

Al-Qur’ān, Bairut: Dar al-Makrifah, 1391 H.

Zuhdi, M. Nurdin. Pasarraya Tafsir Indonesia dari kontestasi metodologi

hingga kontektualisasi (Yogyakarta: Kaukaba, 2014).