PENGAJIAN TAFSĪR DI MASYARAKAT (STUDI KASUS MASJID...
Transcript of PENGAJIAN TAFSĪR DI MASYARAKAT (STUDI KASUS MASJID...
PENGAJIAN TAFSĪR DI MASYARAKAT
(STUDI KASUS MASJID JĀMI‘ AL-MUḤTAROM
JAKARTA UTARA)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
MEGA NUR FADHILAH
NIM: 11140340000192
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku pedoman skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik Program
Strata 1 2017-2018 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
A Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ث
Ts te dan es ث
J Je ج
Ḥ h dengan titik di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
sy es dan ye ش
Ṣ es dengan titik di bawah ص
Ḍ de dengan titik di bawah ض
ṭ te dengan titik di bawah ط
ẓ zet dengan titik di bawah ظ
vi
‘ عkoma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
A Fatḥah ــ
I Kasrah ــ
U Ḍammah ـــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
vii
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
Ai a dan i ي
Au a dan u و
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih vokal panjang (mad), yang dalam Bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
ىا Ā a dengan garis di atas
Ī i dengan garis di atas ى ي
Ū u dengan garis di atas ى و
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf
dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik itu diikuti huruf syamsiyyah maupun ,ال
huruf qamariyyah. Contoh: al-rijāl, bukan ar-rijāl, al-diwān bukan ad-diwān.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambang dengan
sebuah tanda ( ـــ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huuf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis
ad-Ḍarūrah melainkan al-Ḍarūrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbuṭah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbuṭah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi /h/ (lihat contoh
1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbuṭah tersebut diikuti oleh
viii
kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbuṭah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
ṭarīqah طريقة 1
al-jāmi‘ah al-islāmiyyah السالمي ةاالجامعة 2
waḥdat al-wujūd الوجودوحدة 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama
diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abū Ḥamīd al-Ghazalī
bukan Abū Ḥamīd Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetang miring (italic)
atau cetal tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari Bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Ṣamad al-Palimbānī; Nuruddin al-raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
ix
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata , baik kata kerja (fi‘il), kata benda (ism), maupun huruf (ḥarf) ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat
dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
ستاد هب الا
dzahaba al-ustādzu ذ
جر بت الا
tsabata al-ajru ج
ت ت العصري
al-ḥarakah al-‘aṣriyyah الحرك
هد
ش هللا ا
اله الا
ن ال
asyhadu an lā ilāha illā Allāh ا
ا ملك الصالحه Maulānā Malik al-Ṣāliḥ مىال
م هللا
رك ج
yu’atstsirukum Allāh يؤ
ت اهرالعقليظ
al-maẓāhir al-‘aqliyyah امل
ت ىهيياث الك
al-āyāt al-kauniyyah الا
رورة ىراث الضحظ
بيح امل
al-ḍarūrat tubīhu al-maḥẓūrāt ج
x
ABSTRAK
Mega Nur Fadhilah, “Pengajian Tafsīr di Masyarakat (Studi Kasus Masjid
Jāmi„ Al-Muḥtarom Jakarta Utara)”
Pengajian merupakan suatu wadah atau lembaga tempat mengkaji dan
mendalami agama Islām. Bermacam-macam bentuk pengajian di Indonesia yang
diikuti oleh setiap masyarakat muslim di tiap daerah dikarenakan setiap masyarakat
muslim masih memerlukan tempat untuk pengkajian agama Islām dan al-Qur’ān
untuk menghayati dan mendalami agama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi jalannya proses pengajian
tafsīr Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom dan respon jamā‘ah atas pengajian, serta dampak
yang dialami jamā‘ah dari mengikuti pengajian tafsīr di Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom
yang terletak di Jalan Fort Timur Nomor 75-77 RT. 002 RW. 010, Kelurahan Koja,
Kecamatan Koja, Jakarta Utara 14220.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
pendekatan lapangan. Sumber data penelitian ini diperoleh dari wawancara,
observasi, dan dokumentasi, dan ditinjau dari beberapa kepustakaan.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pengajian tafsīr Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom
dilaksanakan setiap Ahad pekan kedua dan keempat setelah salat Subuh berjamā‘ah,
yang dipimpin oleh Ustad Ashif Munawar selaku ustad yang menyampaikan materi
pengajian. Kitab yang digunakan ustad dalam menyampaikan materi adalah kitāb
Tafsīr Jalālayn dan Aysārut Tafāsir. Jamā‘ah secara keseluruhan merespon baik
adanya pengajian tafsīr, mereka merasa terbantu dengan adanya pengajian tafsīr
tersebut karena pengetahuan dan keimanan mereka menjadi bertambah bahkan bisa
mengamalkan sebagian isi materi dari pengajian tersebut sekalipun mereka datang ke
pengajian tersebut dengan motivasi yang beragam.
Kata kunci: Proses, Pengajian, Respon.
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillāhirabbil‘ālamīn. Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah Ta‘ālā yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengajian Tafsīr di Masyarakat
(Studi Kasus Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom Jakarta Utara” dengan baik. Skripsi ini
disusun guna melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.A selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Masri Mansoer, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur‟ān
dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Al-Qur‟ān dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak M. Najib Tsauri, S.Th.I selaku Asisten Ketua Program Studi Ilmu
Al-Qur‟ān dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ka Muhammad Hanif, S.Th.I selaku Asisten Sekretaris Program Studi Ilmu
Al-Qur‟ān dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Dr. Masykur Hakim, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan ilmu, bimbingan, masukan, serta nasehatnya kepada penulis
yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, masukan dan saran kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff/karyawan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya
xii
selama menempuh perkuliahan di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
10. Pengurus Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom yang telah memberikan ijin serta
membantu memberi kemudahan memperoleh informasi dalam penyusunan
skripsi ini
11. Ustad Ashif Munawar dan para jamā„ah yang telah membantu dan berkenan
untuk diwawancarai serta teah memberikan banyak informasi mengenai
pengajian tafsīr.
12. Ayah, Ibu, Abang dan Kakak yang senantiasa memberikan doa dan motivasi
serta selalu sabar memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi
ini.
13. Silma Laatansa Haqqi, Fawa Idul Makiyah, Khulaimah Musyfiqoh, Saibatul
Aslamiah Lubis, Fradhita Sholikha, Siti Aisyah, Eti Asyaroh, Chusnul Yunita
yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dukungan dan masukannya dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan mengharapkan segala
kritik serta saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
kepada penulis dan pembaca.
Jakarta, 25 Januari 2019
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv
LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................................. x
KATA PENGANTAR ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah .................................................. 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 4
E. Metodologi Penelitian ..................................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan...................................................................................... 12
BAB II PRAKTIK SOSIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGAJIAN
TAFSĪR AL-QUR’ĀN .............................................................................................. 15
A. Praktik Sosial .................................................................................................. 15
B. Praktik Pengajian Tafsīr Al-Qur’ān ................................................................ 15
C. Pengajian ......................................................................................................... 16
D. Tafsīr Al-Qur’ān.............................................................................................. 17
BAB III MASJID JĀMI‘ AL-MUḤTAROM: PROFIL DAN PROGRAM
KEGIATAN ............................................................................................................... 21
A. Profil ............................................................................................................... 21
1. Gambaran Umum Masjid Jāmi‘ Al-Mūhtarom........................................... 21
2. Struktur Kepengurusan Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom .................................. 24
3. Jumlah Jamā‘ah Pengajian Tafsīr dan Salat ................................................ 26
B. Program Kegiatan ........................................................................................... 28
1. Imam Rawatib, Muadzin dan Pengajar ....................................................... 28
2. Program Kegiatan Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom .......................................... 29
3. Sejarah Singkat Pengajian Tafsīr ................................................................ 30
4. Materi Pengajian Tafsīr............................................................................... 31
5. Pelaksanaan Pengajian Tafsīr ..................................................................... 31
6. Gambaran Umum Jama’ah Pengajian Tafsīr .............................................. 31
BAB IV PRAKTIK PENGAJIAN TAFSĪR DI MASJID JĀMI‘
AL-MUḤTAROM .................................................................................................... 34
A. Pengajian Tafsīr sebagai Praktik Sosial .......................................................... 34
1. Agensi ......................................................................................................... 34
2. Proses dan Materi Pengajian ....................................................................... 34
B. Respon Jama’ah .............................................................................................. 44
1. Rutinitas Jama’ah Mengikuti Pengajian Tafsir ........................................... 44
2. Tujuan Jama’ah Mengikuti Pengajian Tafsir .............................................. 45
xiv
3. Manfaat Jama’ah Mengikuti Pengajian Tafsir ............................................ 46
4. Pendapat Jama’ah Mengenai Pengajian Tafsir ........................................... 48
5. Penilaian Jama’ah terhadap Cara Penyampaian Ustad ............................... 50
6. Hal-hal mengenai Materi Pengajian Tafsir ................................................. 52
7. Pemahaman Jama’ah terhadap Materi Pengajian Tafsir ............................ 53
8. Pengamalan Jama’ah atas Pemahamannya ................................................. 55
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 56
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 56
B. Saran ................................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 58
LAMPIRAN-LAMPIRAN
15
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. Jumlah Jama’ah Pengajian Tafsir .................................................. 26
Tabel 2. Jumlah Jama’ah Shalat Subuh ....................................................... 26
Tabel 3. Jumlah Jama’ah Shalat Dzuhur ..................................................... 26
Tabel 4. Jumlah Jama’ah Shalat Ashar ....................................................... 27
Tabel 5. Jumlah Jama’ah Shalat Maghrib ................................................... 27
Tabel 6. Jumlah Jama’ah Shalat Isya .......................................................... 27
Tabel 7. Petugas Imam Rawatib .................................................................. 28
Tabel 8. Petugas Muadzin ........................................................................... 28
Tabel 9. Profil Jama’ah Pengajian Tafsir .................................................. 32
Tabel 10. Rutinitas Jama’ah Mengikuti Pengajian Tafsir ............................. 45
Tabel 11. Tujuan Jama’ah Mengikuti Pengajian Tafsir ................................ 45
Tabel 12. Manfaat Jama’ah Mengikuti Pengajian Tafsir .............................. 46
Tabel 13. Pendapat Jama’ah Mengenai Pengajian Tafsir.............................. 48
Tabel 14. Penilaian Jama’ah terhadap Cara Penyampaian Ustad ................. 50
Tabel 15. Hal-hal Mengenai Materi Pengajian Tafsir ................................... 52
Tabel 16. Pemahaman Jama’ah terhadap Materi Pengajian Tafsir .............. 54
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengajian merupakan suatu wadah atau lembaga tempat mengkaji dan
mendalami agama Islām. Bermacam-macam bentuk pengajian di Indonesia yang
diikuti oleh setiap masyarakat muslim di tiap daerah dikarenakan setiap masyarakat
muslim masih memerlukan tempat untuk pengkajian agama Islām dan al-Qur‟ān
untuk menghayati dan mendalami agama.1 Ibn Khaldūn dalam kitabnya Muqaddimah
Ibn al-Khaldūn yang dikutip dari Jurnal Usuluddin telah menyarankan supaya
diadakan pengajian mengenai al-Qur‟ān dan sunnah dan beliau mengatakan bahwa,
“Dasar dari kesemua ilmu-ilmu naqlī adalah dari sumber yang sah yaitu al-Qur‟ān
dan sunnah, yakni hukum yang telah disyariatkan kepada manusia oleh Allah
S.W.T.”2 Kegiatan pengajian dapat disajikan dalam beberapa bentuk, diantaranya
tabligh akbar, dakwah, malam tausiyah dan malam dakwah. Adapun kegiatan yang
biasanya dilakukan dalam pengajian, meliputi: tadarus al-Qur‟ān, mendengarkan
ceramah, mengkaji tafsīr al-Qur‟ān, mengkaji al-Sunnah, dan belajar tajwīd.3
Umumnya, pengajian biasa dilakukan di masjid, tetapi ada juga beberapa kelompok
masyarakat yang melakukan pengajian di mushala, langgar, atau tempat lainnya.4
Masa awal perkembangan Islām, yaitu pada zaman Rasūlullāh, masjid
merupakan pusat pemerintah, kegiatan pendidikan, pengajian, kegiatan sosial dan
ekonomi. Rasūlullāh sebagai Kepala Pemerintah dan Kepala Negara pada saat itu
1 Afnani Jayadina, “Fungsi Sosial Pengajian Bergilir di Rumah Warga (Studi tentang Tradisi
Pengajian Bergilir dan Upaya Memakmurkan Masjid di Dusun Pugeran, Jambidan, Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), h. 1. 2 Fakhrul Adabi Abdul Kadir, “Persepsi Pendengar Kelas Agama terhadap Pengajian Agama
di Masjid-masjid Daerah Hulu Langat,” Jurnal Usuluddin, Bil 29 (27 September 2009): h. 189. 3 Santi Sulandari, dkk, “Keterlibatan Lansia dalam Pengajian: Manfaat Spiritual, Sosial, dan
Psikologis,” Jurnal Ilmiah Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta: h. 44-45. 4 Afnani Jayadina, “Fungsi Sosial Pengajian Bergilir di Rumah Warga (Studi tentang Tradisi
Pengajian Bergilir dan Upaya Memakmurkan Masjid di Dusun Pugeran, Jambidan, Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), h. 4.
1
2
menjalankan roda pemerintahan dan mengatur Umat Islām di dalam Masjid. Hal
itulah yang menjadikan masjid terlihat makmur dengan adanya beragam aktivitas.5
Peran dan fungsi masjid pada masa Rasūlullāh memberikan contoh kepada kita
bagaimana memakmurkan masjid sebagai tempat aktivitas umat. Masa sekarang,
apabila masjid hanya difungsikan sebagai tempat “ritual” saja, maka kemakmuran
dari sebuah masjid akan hilang. Masjid yang merupakan pusat ibadah sekaligus
sentral kegiatan umat Islām harus tetap dikembangkan melalui beragam kegiatan,
salah satunya yaitu pengajian.6
Salah satu masjid yang mengadakan kegiatan pengajian sebagai bentuk upaya
dalam memakmurkan masjid yaitu Masjid Jāmi„ al-Muḥtarom yang berlokasi di
wilayah Kelurahan Koja Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Penelitian di Masjid Jāmi„
Al-Muḥtarom Kelurahan Koja Kecamatan Koja ini dipilih secara purposive,
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.7 Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom
merupakan salah satu anggota Badan Pembina Khutoba Jakarta Utara.8 Masjid ini
merupakan salah satu masjid yang aktif mengadakan berbagai macam kegiatan, tidak
hanya kegiatan pengajian tafsīr saja namun ada juga kegiatan pengajian taḥsīn,
pengajian fiqh dan pengajian ḥadīts. Penelitian penulis hanya fokus pada pengajian
tafsīr. Pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom sudah berjalan selama kurang
lebih 4-5 tahun yang lalu.9 Telah banyak proses yang dilalui dalam kurun waktu
tersebut dan selama itu juga timbul berbagai macam respon yang telah diberikan oleh
jamā„ah saat pelaksanaan pengajian berlangsung. Oleh karena itu, penelitian ini akan
5 Afnani Jayadina, “Fungsi Sosial Pengajian Bergilir di Rumah Warga (Studi tentang Tradisi
Pengajian Bergilir dan Upaya Memakmurkan Masjid di Dusun Pugeran, Jambidan, Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), h. 4-5. 6 Arsyi Makin, “Respon Jamaah terhadap Pengajian Tafsīr Tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islâm Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islām Negeri Jakarta, 2008), h. 48. 7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), h.
122. 8 Badan Pembina Khutoba Jakarta Utara (BP. Khutoba), Sejarah dan Urgensi BP. Khutoba
Jakarta Utara (Jakarta: BP. Khutoba Jakarta Utara, 2009). 9 Wawancara dengan Ashif Munawar selaku ustad pengajian tafsīr, Jakarta, 02 September
2018.
3
menekankan pada praktek pengajian tafsīr dan respon jamā„ah atas pengajian tafsīr di
Masjid Jāmi„ Al-Mūhtarom.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui jalannya proses
pelaksanaan pengajian tafsir dan respon jamā„ah atas pengajian tafsīr tersebut serta
dampak yang dialami oleh jamā„ah dari mengikuti pengajian tafsīr tersebut, dengan
melalui beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom yang terletak
di RT/RW 002/010 Koja, Jakarta Utara?
2. Apa respon jamā„ah terhadap pengajian tafsīr Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Tujuan penelitian ini secara teoritis adalah untuk mengeksplorasi jalannya
praktik pengajian tafsīr Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom dan beberapa respon
jamā„ah atas pengajian tafsīr yang mungkin dapat berpengaruh pada
perkembangan pengajian tafsīr tersebut.
b. Tujuan akademik penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan tugas
akhir perkuliahan di jurusan Ilmu Al-Qur‟ān dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa kegunaan sebagai berikut:
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi dan
bahan pertimbangan bagi alumni tafsīr al-Qur‟ān yang kelak menjadi
seorang dā‟i atau ustad.
a. Bagi ustad dan pengurus Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom, diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan
kegiatan pengajian tafsīr sehingga materi yang disampaikan dapat diterima
oleh jamā„ah dengan baik dan tepat.
4
D. Tinjaun Pustaka
Menurut penulis, sampai saat ini belum ada karya tulis yang membahas tentang
proses dan respon jamā„ah pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom. Demikian
penulis menemukan beberapa karya tulis yang mempunyai tema kajian yang sejalan,
yaitu pada IAIN Walisongo pada tahun 2012 karya Muniya Syaroh dengan judul
Persepsi Jama’ah terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh dalam
Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari
Pedurungan Semarang.10
Muniya Syaroh11
mendeskripsikan tentang bagaimana persepsi jama‟ah
terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh dalam Pengajian Ahad Pagi di Pondok
Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari Pedurungan Semarang dengan menggunakan
metode campuran yaitu metode yang memadukan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif.12
Beberapa poin analisis persepsi jamā„ah terhaadap materi dakwah KH.
Haris Shodaqoh yang dibahasa dalam penelitian Muniya yaitu analisis tentang
penilaian terhadap minat mengikuti pengajian, analisis tentang tingkat pemahaman
materi yang disampaikan, analisis keadaan mental (sikap) setelah menerima materi
pada pengajian, analisis penilaian tentang adanya pengajian Ahad pagi. Kesimpulan
dari analisisnya adalah penilaian jamā„ah terhadap materi dakwah yang disampaikan
dalam pengajian Ahad pagi bagus. Kitab yang digunakan adalah kitab al-Ibrīz.
Banyak jamā„ah yang paham dan dapat mengikuti setiap materi yang disampaikan.
Pengajian Ahad pagi mulai dari memaknai sampai menjelaskan menggunakan bahasa
Jawa yang menjadi bahasa asli orang Jawa sehingga hal tersebut menjadikan jamā„ah
lebih mudah memahami setiap penjelasan yang diberikan dai.13
10
Muniya Syaroh, “Persepsi Jama‟ah terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh dalam
Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari Pedurungan Semarang,” (Skripsi
S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakults Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam
Negeri Walisongo, 2012). 11
Muniya Syaroh, “Persepsi Jama‟ah terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh dalam
Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari Pedurungan Semarang.” 12
Muniya Syaroh, “Persepsi Jama‟ah terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh dalam
Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari Pedurungan Semarang,” h. 30. 13
Muniya Syaroh, “Persepsi Jama‟ah terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh dalam
Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari Pedurungan Semarang,” (Skripsi
5
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Muniya Syaroh adalah
pengajian tafsīrnya sama-sama dilaksanakan pada Ahad pagi, sama-sama
menjelaskan pelaksanaan pengajian tafsīr dan materi pengajian tafsīr, dan poin-poin
mengenai analisis penelitian Muniya Syaroh memiliki maksud yang sama.
Perbedaannya adalah penelitian penulis dilakukan di Masjid, sedangkan penelitian
Muniya di pondok pesantren; Pendekatan penelitian penulis yaitu kualitatif deskriptif,
sedangkan pendekatan penelitian Muniya yaitu campuran, memadukan kualitatif dan
kuantitatif; Kitab yang digunakan dalam penelitian penulis adalah kitab tafsīr
Jalālayn dan Aysārut Tafāsir, sedangkan penelitian Muniya adalah kitab al-Ibrīz;
Penelitian penulis menganalisis 8 poin, sedangkan penelitiannya hanya 4 poin;
Penelitian penulis menambahkan analisis kesesuaian materi pengajin dengan kitab
tafsirnya, sedangkan penelitian Muniya tidak menyebutkan hal tersebut.
Tidak hanya skripsi Muniya Syaroh, skripsi Lucky Isnaeni dengan judul
Respon Jama’ah terhadap Pengajian Hadis di Masjid Assalam Bintaro Jaya 3A
Tangerang14
menjadi salah satu tinjauan pustaka penelitian ini juga.
Lucky Isnaeni15
mendeskripsikan bagaimana respon jamā„ah terhadap
pengajian ḥadīts di Masjid Assalam dan mendeskripsikan dampak pengajian ḥadīts
bagi para jamā„ah secara kognitif dan efektif. Ia menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan kajian Stimulus Response Theory atau S-R theory dalam landasan teorinya.
Teori tersebut beranggapan bahwa sikap dapat berubah karena adanya rangsangan
atau daya tarik yang disebut stimulus dari subjek yang diterima oleh objek. Kuat
lemahnya rangsangan akan menemukan mutu atau kualitas responden baik reaksi,
tanggapan, ataupun balasan dari objek yang menerima stimulus. Seorang dai harus
mampu memberikan stimulus dan penguatan atau reinforcement objek dakwah
sehingga dakwahnya dapat diterima objek dakwah secara positif. Respon jamā„ah
S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakults Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam
Negeri Walisongo, 2012), h. 87. 14
Lucky Isnaeni, “Respon Jama‟ah terhadap Pengajian Hadis di Masjid Assalam Bintaro Jaya
3A Tangerang,” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011). 15
Lucky Isnaeni, “Respon Jama‟ah terhadap Pengajian Hadis di Masjid Assalam Bintaro Jaya
3A Tangerang.”
6
terhadap pengajian ḥadīts yang diselenggarakan di Masjid Assalam Bintaro Jaya 3A
Tangerang adalah positif. Sebagian besar jamā„ah antusias dan mendukung terhadap
kegiatan pengajian tersebut, karena mereka merasa senang dan nyaman ketika
mengikuti pengajian.16
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Lucky Isnaeni adalah sama-
sama mengkaji respon jamā„ah pengajian di masjid. Perbedaannya adalah predikat
pengajiannya dan objek pengajiannya serta pendekatan penelitiannya. Ia membahas
tentang pengajian ḥadīts di Masjid Assalam Bintaro Jaya 3A Tangerang dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitiannya, sedangkan penulis
membahas tentang pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom Jakarta Utara
dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian penulis.
Tidak hanya skripsi Lucky Isnaeni,17
skripsi Arsyi Makin yang berjudul
Respon Jamaah terhadap Pengajian Tafsīr Tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta18
menjadi salah satu tinjauan pustaka penelitian ini juga.
Arsyi Makin19
menjelaskan tentang respon jamā„ah pengajian tafsīr tematik
Masjid Islamic Centre Jakarta dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Respon
jamā„ah yang diambil dari beberapa unsur pengajian yaitu dai, materi dan metode
yang digunakan dalam pengajian tafsīr tematik Masjid Islamic Centre Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitiannya, pengajian tafsīr tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta mendapatkan respon yang cukup baik dari jamā„ah. Dai yang mengajar sangat
berkompoten di bidang tafsīr, penyampaian dā‟i dengan menggunakan ayat-ayat
al-Qur‟ān sesuai dengan materi yang dibahas dan metode yang digunakan sudah
16
Lucky Isnaeni, “Respon Jama‟ah terhadap Pengajian Hadis di Masjid Assalam Bintaro Jaya
3A Tangerang,” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. i. 17
Lucky Isnaeni, “Respon Jama‟ah terhadap Pengajian Hadis di Masjid Assalam Bintaro Jaya
3A Tangerang.” 18
Arsyi Makin, “Respon Jamaah terhadap Pengajian Tafsīr Tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islām Negeri Jakarta, 2008). 19
Arsyi Makin, “Respon Jamaah terhadap Pengajian Tafsīr Tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta.”
7
sesuai dengan yang diinginkan oleh jamā„ah yaitu perpaduan metode seperti ceramah,
diskusi dan tanya jawab.20
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Arsyi Makin adalah sama-sama
mengkaji respon jamā„ah pengajian tafsīr di masjid Jakarta Utara. Perbedaannya
adalah predikat pengajian tafsīrnya, objek pengajian tafsīr serta pendekatan
penelitiannya. Ia membahas tentang pengajian tafsīr tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitiannya, sedangkan
penulis membahas tentang pengajian tafsīr yang bukan tematik di Masjid Jāmi„
Al-Muḥtarom Jakarta Utara dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam
penelitian penulis.
Skripsi Sukri Gzozali yang berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Tafsīr
Al-Ibriz dalam Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Semarang21
menjadi salah satu tinjauan pustaka penelitian ini juga.
Sukri Gzozali22
mendeskripsikan tentang faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat menghadiri pengajian tersebut, kontribusi pengajian tafsīr al-Ibriz dalam
pengajian Ahad pagi di pondok pesantren tersebut kepada masyarakat, dan persepsi
masyarakat terhadap tafsir al-Ibriz dalam pengajian Ahad pagi di pondok pesantren
tersebut. Penelitian Sukri tersebut menggunakan pendekatan kualitatif. Penulis
menemukan adanya kesamaan lokasi penelitian Sukri Gzozali dengan lokasi
penelitian Muniya Syaroh.
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Sukri Gzozali adalah sama-
sama menjadikan masyarakat sebagai jamā„ah pengajian, sama-sama menggunakan
pendekatan kualitatif dalam penelitiannya, pengajian tafsīrnya sama-sama
dilaksanakan pada Ahad pagi. Perbedaannya adalah penelitian penulis dilakukan di
Masjid, sedangkan penelitian Sukri di pondok pesantren; Kitab yang digunakan
20
Arsyi Makin, “Respon Jamaah terhadap Pengajian Tafsīr Tematik di Masjid Islamic Centre
Jakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islām Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 39. 21
Sukri Gzozali, “Persepsi Masyarakat terhadap Tafsīr Al-Ibriz dalam Pengajian Ahad Pagi
di Pondok Pesantren Al-Itqon Semarang,” (Skripsi S1 Jurusan Tafsīr dan Hadīts Fakultas Ushuluddin
Studi Agama dan Pemikiran Islam, Univeristas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013). 22
Sukri Gzozali, “Persepsi Masyarakat terhadap Tafsīr Al-Ibriz dalam Pengajian Ahad Pagi
di Pondok Pesantren Al-Itqon Semarang.”
8
dalam penelitian penulis adalah kitab tafsīr Jalālayn dan Aysārut Tafāsir, sedangkan
penelitian Sukri Gzozali adalah kitab al-Ibrīz.
Skripsi Devira Aprilianty yang berjudul Respon Jama’ah terhadap Pengajian
Rutin Tafsīr Tematik (Studi Deskriptif di Masjid An-Nabati Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Barat)23
menjadi salah satu tinjauan pustaka penelitian ini juga.
Devira Aprilianty24
mendeskripsikan respon jamā„ah mengacu pada kerangka
teori psikologi behavioristic S-O-R, yaitu Stimulus, Organisme, dan Respon.
Penelitiannya menggunakan metode deskriptif. Persamaan penelitian penulis dengan
penelitian Devira adalah sama-sama membahas tentang respon jamā„ah, sama-sama
melakukan penelitian di masjid dan metode penelitian yang digunakan sama-sama
deskriptif, sedangkan perbedaan penelitian penulis dengan penelitian Devira adalah
lokasi penelitian yang berbeda dan penelitian penulis yang tidak mengacu pada
kerangka teori psikologi sebagaimana penelitian Devira.
Skripsi Muhamad Bahrodin yang berjudul Perilaku Jama’ah Pengajian
Tafsir Al-Jalalain di Pondok Pesantren Terpadu Al-Kamal Desa Kunir
Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar25
menjadi salah satu tinjauan pustaka
penelitian ini juga.
Muhamad Bahrodin26
mendeskripsikan proses pengajian tafsīr al-Jalālayn di
pondok pesantren tersebut, mengeksplorasi motivasi para jamā„ah pengajian tafsīr
tersebut dan mendeskripsikan bentuk perilaku jamā„ah pengajian tafsīr tersebut.
Penelitiannya menggunakan metode penelitian kualitatif dan untuk mengetahui
perilaku jamā„ah tersebut ia menggunakan pendekatan Living Qur‟ān.
23
Devira Aprilianty, “Respon Jama‟ah terhadap Pengajian Rutin Tafsīr Tematik (Studi
Deskriptif di Masjid An-Nabati Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat),” (Skripsi S1 Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Univeristas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati, 2018). 24
Devira Aprilianty, “Respon Jama‟ah terhadap Pengajian Rutin Tafsīr Tematik (Studi
Deskriptif di Masjid An-Nabati Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat).” 25
Muhamad Bahrodin, “Perilaku Jama‟ah Pengajian Tafsir Al-Jalalain di Pondok Pesantren
Terpadu Al-Kamal Desa Kunir Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar,” (Skripsi S1 Jurusan Ilmu
Al-Qur‟ān dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung, 2016). 26
Muhamad Bahrodin, “Perilaku Jama‟ah Pengajian Tafsir Al-Jalalain di Pondok Pesantren
Terpadu Al-Kamal Desa Kunir Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar.”
9
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Muhamad Bahrodin adalah
sama-sama membahas proses pengajian tafsīr, sama-sama membahas tafsīr Jalālayn,
dan sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif. Perbedaannya adalah
lokasi penelitian yang berbeda yaitu penulis melakukan penelitian di masjid,
sedangkan ia melakukan penelitian di pondok pesantren; penulis tidak membahas
perilaku jamā„ah dan motivasi, tetapi penulis membahas tentang kesesuaian materi
pengajian dengan kitab tafsīrnya langsung dan respon jamā„ah atas pengajian tafsīr
yang telah mereka ikuti dan dampak yang dialami jamā„ah dari mengikuti pengajian
tafsīr.
E. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara
penelitian ilmu tentang alat-alat dalam suatu penelitian.27
Metode penelitian
membahas tentang konsep teoritis berbagai metode, kelebihan dan kelemahan dalam
suatu karya ilmiah serta pemilihan metode yang akan digunakan dalam penelitian
nantinya.28
Penulis menggunakan metode library research (literatur buku) dan field
research (lapangan). Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus-Oktober 2018.
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan dengan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena sosial dari
sudut atau perspektif partisipan. Penelitian ini ditunjang pula dengan library
research.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan
data sekunder, menurut Lexy J Moleong, sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lainnya.29
27 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Saasin, 2000), h. 6.
28 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 3.
29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), h. 157.
10
a. Data Primer
Data secara tertulis atau lisan yang diperoleh secara langsung dari
responden dengan menggunakan teknik wawancara. Teknik wawancara adalah
teknik utama dalam mengumpulkan data. Data yang diperoleh dalam penelitian
ini berupa data dari responden dalam bentuk catatan lapangan yang berupa
transkip wawancara.
b. Data Sekunder
Data yang tidak langsung dari sumbernya. Sumber data sekundernya
adalah buku-buku, artikel, jurnal dan bahan-bahan kepustakaan lain yang ada
relevannya dengan penelitian ini.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah ± 30 orang, sedangkan penulis mengambil
sampel dari penelitian ini berjumlah 17 orang.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dalam arti umum diartikan dengan pengamatan atau penglihatan.
Adapun secara khusus diartikan dengan mengamati dalam rangka memahami,
mencari jawaban, serta mencari bukti terhadap fenomena sosial tanpa
mempengaruhi fenomena yang diobservasi.30
Observasi adalah salah satu cara
untuk memperoleh data yang akurat dengan cara mengumpulkan data langsung
dari lapangan. Observasi dilakukan dengan cara penulis mengikuti kegiatan
pengajian tafsir secara langsung serta melihat dan mengamati proses pelaksanaan
pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom sehingga dapat diketahui respon
jamā„ah atas mengikuti pengajian tafsīr.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab dengan
pihak terkait yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan
30
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 167.
11
penulis.31
Wawancara ini dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan
secara langsung. Responden yang akan diwawancarai yaitu 17 jamā„ah, empat
diantaranya merupakan pengurus masjid.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar
maupun elektronik.32
Data yang bersumber pada tulisan-tulisan, data tentang
berdiri dan berkembangnya masjid, keadaan pengurus, jama‟ah serta sarana dan
prasarana kegiatan masjid, arsip-arsip atau sumber data lainnya yang diperoleh
dari pengurus Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom.
5. Metode Analisis Data
Bogdan dan Biklen seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam
bukunya mengatakan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milihnya menjadi
satuan yang yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.33
Adapun langkah-langkah dalam metode analisis data dalam penelitian ini
adalah:
a) Reduksi Data
Reduksi data diawali dengan menerangkan, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting terhadap isi dari suatu data yang
berasal dari lapangan, sehingga data yang telah direduksi dapat memberikan
gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan.34
Penulis dapat
melakukan pilihan-pilihan terhadap data yang hendak dikode, mana yang
31
Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 62. 32
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 221.
33 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006), h. 248.
34 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif (Surabaya:
UNESA University Press, 2007), h. 32.
12
dibuang, mana yang merupakan ringkasan, dan cerita-cerita apa yang sedang
bekembang.
b) Display Data
Display data merupakan proses menampilkan data secara sederhana
dalam bentuk kata-kata, kalimat naratif, tabel, matrik dan grafik dengan maksud
agar data yang telah dikumpulkan dikuasai oleh penulis sebagai dasar untuk
mengambil kesimpulan yang tepat.35
c) Verifikasi dan Simpulan
Sejak awal pengumpulan data penulis harus membuat simpulan-simpulan
sementara. Simpulan-simpulan tersebut harus dicek kembali (diverifikasi) pada
catatan yang telah dibuat oleh penulis dan selanjutnya kearah simpulan yang
tepat. Setelah data masuk terus menerus dianalisis dan diverifikasi tentang
kebenarannya, akhirnya didapat simpulan akhir yang lebih bermakna dan lebih
jelas.
Simpulan adalah intisari dari temuan penelitian yang menggambarkan
pendapat-pendapat terakhir yang berdasarkan pada uraian-uraian sebelumnya.
Simpulan akhir yang dibuat harus relevan dengan fokus penelitian yang sudah
dilakukan pembahasan.36
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan hal yang penting karena mempunyai
fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling
berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam
penyusunannya. Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I merupakan langkah awal dalam penelitian ini, yang mana penulis
memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan penulis lakukan. Bab ini
menjelaskan tentang latar belakang penelitian penulis kemudian rumusan masalah
35 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif (Surabaya:
UNESA University Press, 2007), h. 33.
36 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif (Surabaya:
UNESA University Press, 2007), h. 34.
13
berdasarkan latar belakang tersebut serta tujuan dan kegunaan penelitian ini.
Penelitian ini didukung oleh beberapa pustaka dengan beberapa metode penelitian.
Adapun sistematika pembahasan guna menjadikan penelitian ini tersusun rapi.
Lanjut ke BAB II, penulis mulai memberikan landasan teori dalam penelitian
ini yang mendeskripsikan tentang praktik sosial dan hubungannya dengan pengajian
tafsīr al-Qur‟ān, kemudian mendeskripsikan tentang pengajian tafsīr meliputi
pengertian pengajian, tujuan pengajian, unsur pengajian hingga mengenai tafsīr dan
masyarakat. Pengertian praktik sosial dimasukkan dalam bab ini sebagai bentuk
bahwa pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom merupakan salah satu praktik
yang ada di masyarakat.
Lanjut ke BAB III, penulis menguraikan tentang profil Masjid Jāmi„
Al-Muḥtarom dan program kegiatan masjid. Profil Masjid Jāmi„ Al-Muhtarom
dibahas guna mengetahui gambaran umum atau sejarah masjid, struktur
kepengurusan masjid, dan jumlah jamā„ah. Masjid Jāmi„ Al-Muhtarom merupakan
salah satu lembaga yang ada di masyarakat yang mengadakan praktik sosial,
kemudian penulis menguraikan profil jamā„ah sebagai bentuk perwakilan dari
masyarakat. Terakhir penulis menjelaskan tentang program kegiatan masjid yang
salah satunya yaitu kegiatan pelaksanaan pengajian tafsīr Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom,
hal tersebut dibahas untuk melihat sejauh mana pelaksanaan tersebut sehingga dapat
memunculkan respon dari jamā„ah.
Lanjut ke BAB IV, bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah
penelitian penulis, yang mana disini penulis menguraikan tentang praktik pengajian
tafsīr dan respon jamā„ah atas pengajian tafsīr. Berdasarkan praktik tersebut penulis
menguraikan tentang proses dan materi pengajian tafsīr karena setiap praktik suatu
kegiatan pasti di dalamnya terdapat sebuah proses, dan dari proses itulah timbul
sebuah respon jamā„ah. Respon jamā„ah menjadi penting untuk mengetahui sejauh
mana jamā„ah merespon atas pengajian tafsīr yang telah mereka ikuti dan. Alasan
penulis memasukkan materi pengajian tafsīr dalam bab ini guna melihat improvisasi
ustad dalam menyampaikan materi.
14
BAB V merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dari BAB IV yaitu
analisis praktik pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom dan respon jamā„ah
atas pengajian, dan meliputi saran sebagai pendukung penelitian penulis.
15
BAB II
PRAKTIK SOSIAL DAN
HUBUNGANNYA DENGAN PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR’ĀN
A. Praktik Sosial
Praktik sosial atau teori praktik adalah teori tentang bagaimana manusia sebagai
makhluk sosial dengan motif dan niat yang berbeda-beda membuat dan
mentransformasikan dunia yang mereka tempati ke dalam praktik-praktik tertentu
yang bersifat rutin yang di dalam prosesnya ada hubungan antara pelaku (agensi) satu
dengan agensi yang lain dan dengan struktur dimana agensi itu melakukan aktivitas.
Struktur disini dapat dipahami sebagai unsur-unsur yang membentuk pola interaksi
dan relasi dimana aktivitas agensi didalamnya dapat dilakukan. Hubungan antara
agensi dengan struktur dalam perspektif Giddens bersifat dualistik dan saling
mempengaruhi. Terkadang agensi mempengaruhi struktur dan sebaliknya struktur
mempengaruhi agensi. Implementasi dari praktik sosial bersifat rutin dan otomatis
karena agensi melakukan serangkaian tindakan tertentu berulang-ulang dalam kurun
waktu tertentu sehingga ia menjadi tindakan otomatis.
B. Praktik Pengajian Tafsīr Al-Qur’ān
Pengajian tafsir al-Qur‟ān di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom merupakan bentuk
dari praktik sosial, karena dilakukan secara rutin setiap hari Ahad pekan kedua dan
keempat setelah salat Subuh, yang sudah berjalan selama kurang lebih 4 tahun. Hal
tersebut dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang, sehingga otomatis tidak
perlu diumumkan terlebih dahulu. Agensi pengajian tafsir al-Qur‟ān di Masjid Jāmi„
Al-Muḥtarom adalah ustad Ashif Munawar, bapak-bapak, remaja, dan anak-anak.
Adanya interaksi antar agensi tersebut dikarenakan adanya struktur (alasan) yang
membentuk pola interaksi yang bersifat tidak mengikat atau mengekang. Struktur
atau alasan agensi mengikuti pengajian tafsīr adalah mereka ingin belajar tentang
ilmu al-Qur‟ān dan tafsīr, mereka ingin menambah pengetahuannya, dan mereka
ingin memperoleh pahala dan keberkahan dari mengikuti pengajian. Alasan-alasan
16
tersebut tidak mengikat agensi untuk mengikuti pengajian, namun dapat
mempengaruhi agensi apabila mengikuti pengajian.
C. Pengajian
Poin-poin dari sub bab pengajian ini meliputi pengertian pengajian, tujuan
pengajian, dan unsur pengajian. Berikut penjelasan setiap poin tersebut:
1. Pengertian Pengajian
Pengajian adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut berbagai
kegiatan belajar dan mengajar agama.1 Kata pengajian berasal dari kata kaji.
Pengajian memiliki arti pengajaran (agama Islām) dan menanamkan norma agama
melalui mengaji dan dakwah.2 Hal tersebut serupa dengan istilah ta„līm, yang
memiliki arti pengajaran, pendidikan dan pemberian tanda.3 Kata ta„līm merupakan
isim maṣdar dari fi„il māḍi „allama yang berarti mengajarkan, melatih, memberi
tanda.4 Istilah ta„līm merupakan salah satu istilah yang semakna dengan pengertian
dakwah.5
2. Tujuan Pengajian
Tujuan pengajian merupakan tujuan dakwah juga, karena di dalam pengajian
antara lain berisi muatan-muatan ajaran Islām. Oleh karena itu, usaha untuk
merealisir ajaran di tengah-tengah kehidupan umat manusia adalah usaha dakwah
yang dalam keadaan bagaimanapun harus dilaksanakan oleh umat Islām. Adapun
tujuannya yakni menjadikan umat Islām konsisten dalam memurnikan tawhīdullāh
1 Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa
(Yogyakarta: LKIS, 1999), h. 3. 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 604. 3 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), Cet. ke-5,
h. 35. 4 Mahmud Yunus, Kamus „Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h. 277.
5 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), Cet. ke-5,
h. 20.
17
(mengesakan Allāh dari segala apapun yang ada di dunia ini), mengingatkan akhirat dan
kematian serta menegakkan risalah Nabi Muḥammad SAW atau berdakwah.6
3. Unsur Pengajian
Pengajian merupakan salah satu pokok dalam syiar dan pengembangan agama
Islām. Pengajian sering dinamakan dakwah islāmiyyah.7 Sebagaimana dikatakan
bahwa pengajian merupakan dakwah islāmiyyah, maka unsur pengajian sama dengan
unsur dakwah.8 Beberapa unsur yang perlu diperhatikan oleh para pelaksana
pengajian dalam proses pelaksanaan pengajian agar dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, yaitu subjek pengajian, objek pengajian, materi pengajian, metode
pengajian, dan media pengajian.9
D. Tafsīr Al-Qur’ān
Tafsīr secara bahasa mengikuti wazan “taf„īl,” artinya menjelaskan,
menyingkap, dan menerangkan makna-makna rasional. Kata kerjanya mengikuti
wazan “ḍaraba-yaḍribu” dan “naṣara-yanṣuru.” Kata “al-tafsīr” dalam Lisānul
„Arab memiliki arti menyingkapkan maksud suatu lafaẓ yang musykil.
Beberapa ulama berpendapat bahwa istilah tafsīr berasal dari kata al-fasru,
yang sepadan dengan al-iḍhar (melahirkan), al-bayān (menerangkan), al-kasfu
(mengungkapkan), al-ibānah (menjelaskan), al-iḍāh (menjelaskan), dan al-tafṣīl
(memerinci).
Istilah tafsīr yang berasal dari kata al-fasru atau fassara dapat dilihat pada
hadīts Nabi Muḥammad SAW. berikut10
:
6 Maslihatul Nurul Khusniyah, “Pengaruh Pengajian Pagi terhadap Penurunan Tingkat Stres
Karyawan di Rumah Sakit Islām Sunan Kudus,” (Skripsi S1 Jurusan Bimbingan Konseling Islām
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, 2016), h. 11. 7 Parukhi, “Problematika Pengajian Tafsīr Al-Qur‟ān dan Upaya Pemecahannya di Desa
Jatimulya Kec. Suradadi Kab. Tegal,” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islām Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012), h. 29. 8 Maslihatul Nurul Khusniyah, “Pengaruh Pengajian Pagi terhadap Penurunan Tingkat Stres
Karyawan di Rumah Sakit Islām Sunan Kudus,” (Skripsi S1 Jurusan Bimbingan Konseling Islām
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, 2016), h. 11. 9 Acep Aripudin, Pengembangan Metode Dakwah Respons Da‟I terhadap Dinamika
Kehidupan Beragama di Kaki Ciremai (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), h. 3. 10
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 14.
18
ار مقعده من النأ بى
يتليه ف
قران برأ
ر ال س
من ف
“Barangsiapa menfasirkan al-Qur‟ān dengan akalnya semata, maka
bersiaplah tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Tirmīdzi dari Anas)
Kata tafsīr yang memiliki arti penjelasan terdapat dalam al-Qur‟ān Surat
Al-Furqān/25:3311
ل ك بمث
ىنت يأ
حس ول
حق وأ
ك بٱل
جئن
فسيراإل
ن ت
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqān/25:33)
Menurut Al-Ḍaḥḥak, yang dikutip oleh beberapa ulama tafsīr dalam karya
Manna Al-Qaṭṭan, seperti Al-Qurṭubī, Al-Baghāwī, Abū Ḥafṣīn, dan Al-Suyūṭī,
mengatakan bahwa kata tafsīran pada ayat tersebut artinya tafṣīlan.12
Al-Alūsi berpendapat, yang dikutip dari Ilmu Tafsīr bahwa,
“Kata tafsīr merupakan maqlūb (kata kerja terbalik) dari kata safara
(berpergian). Al-Raghīb menjelaskan bahwa kata al-fasr dan al-safr adalah dua
kata yang berdekatan makna dan lafaẓnya. Kata al-fasr digunakan untuk
(menunjukkan arti), menampakkan (menẓahirkan) makna yang abstrak dengan
penalaran. Adapun kata al-safr digunakan untuk menampakkan sesuatu yang
konkret, tetapi tersembunyi melalui penglihatan secara kasat mata (indrawi).”13
Abū Ḥayyān mendefinisikan tafsīr, dikutip dari Manna Al-Qaṭṭan, yaitu “Ilmu
yang membahas tentang cara pengucapan lafaẓ-lafaẓ al-Qur‟ān, indikator-
indikatornya, masalah hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang
berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna-maknanya yang berkaitan dengan
kondisi struktur lafaẓ yang melengkapinya.” Abū Ḥayyān menjelaskan unsur-unsur
definisi tersebut sebagai berikut:
- Ilmu: kata jenis yang meliputi segala macam ilmu.
11
Manna Al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`ān (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
408. 12
Manna Al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`ān, h. 408. 13
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsīr (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 15.
19
- Membahas cara mengucapkan lafaẓ-lafaẓ al-Qur‟an: mengacu pada ilmu
qirā‟at.
- Indikator-indikatornya: pengertian-pengertian yang ditunjukkan oleh lafaẓ-lafaẓ
itu. Mengacu pada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu (tafsīr).
- Hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang berkaitan dengan yang
lain: meliputi ilmu ṣaraf, ilmu i„rāb, ilmu bayān, dan ilmu bādi‟.
- Makna-maknanya yang berkaitan dengan kondisi struktur lafaẓ yang
melengkapinya: meliputi pengertiannya yang hakiki dan majaz (Suatu struktur
kalimat terkadang menurut lahirnya menghendaki suatu makna tertentu tetapi
terdapat penghalang, sehingga susunan kalimat tersebut mesti dibawa ke makna
yang bukan lahir).
- Hal-hal yang melengkapinya: mencakup pengetahuan tentang nasakh, asbāb
al-nuzul, kisah-kisah dan lain sebagainya.14
Menurut Al-Zarkasyī, yang dikutip dari Manna Al-Qaṭṭan, “Tafsīr adalah ilmu
untuk memahami Kitābullah (al-Qur‟ān) yang diturunkan kepada Nabi Muḥammad,
menerangkan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmah-
hikmahnya.”15
Menurut Al-Jazāiri dalam Kitāb Aysār Al-Tafāsir, yang dikutip dari Manna
Al-Qaṭṭan, “Tafsīr adalah uraian yang menjelaskan firman Allah SWT agar dipahami
maksudnya sehingga segala perintah dan larangannya dipatuhi, hidayah dan
petunjuk-Nya diambil serta informasinya dari kisah-kisah yang dapat dijadikan
pelajaran.”16
Pengertian tafsīr pada dasarnya tidak terlepas dari kandungan makna
menjelaskan, menerangkan, memerinci suatu kata yang masih dianggap sulit. Tafsīr
juga berarti melahirkan, mengungkapkan serta menampakkan makna sesuatu yang
masih belum terungkap dengan jelas.17
Kesimpulannya adalah tafsīr merupakan
14
Manna Al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`ān (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
407. 15
Manna Al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`ān, h. 407. 16
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsīr (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 16. 17
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsīr, h. 15.
20
respon manusia dengan menggunakan daya nalarnya untuk menyingkapkan nilai-nilai
samawi atau pesan-pesan ilāhi yang terdapat dalam al-Qur‟ān.18
18
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsīr, h. 16.
21
BAB III
MASJID JĀMIʻ AL-MUḤTAROM:
PROFIL DAN PROGRAM KEGIATAN
Penulis menguraikan tentang profil Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom dan
program kegiatan masjid. Profil Masjid Jāmi„ Al-Muhtarom dibahas guna
mengetahui gambaran umum atau sejarah masjid, struktur kepengurusan masjid,
dan jumlah jamā„ah. Masjid Jāmi„ Al-Muhtarom merupakan salah satu lembaga
yang ada di masyarakat yang mengadakan praktik sosial, kemudian penulis
menguraikan profil jamā„ah sebagai bentuk perwakilan dari masyarakat. Terakhir
penulis menjelaskan tentang program kegiatan masjid yang salah satunya yaitu
kegiatan pelaksanaan pengajian tafsīr Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom, hal tersebut
dibahas untuk melihat sejauh mana pelaksanaan tersebut sehingga dapat
memunculkan respon dari jamā„ah.
A. Profil Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom
Poin-poin dalam sub bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Masjid
Jāmi„ Al-Muḥtarom, program kegiatan Masjid, struktur kepengurusan Masjid,
Susunan petugas imam rawatib dan azan, dan jumlah jamā„ah yang mengikuti
pengajian dan salat berjamaah. Berikut penjelasan setiap poinnya:
1. Gambaran Umum Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom
Berawal dari bangunan madrasah diniyyah sekaligus musholla yang
merupakan tanah wakaf seluas ½ bagian rumah dari Alm. Bapak Sulaymān yang
berukuran ± 110 m2, terletak di Lorong Fort Timur No. 75 RT 002 RW 010, pada
tahun 1950. Penggagas pertama berdirinya musholla saat itu adalah Alm. Bapak
Sulaymān, Alm. Bapak Sana (saksi Alm. Bapak Maddasan, dan Alm. Bapak
Sobari (saksi Alm. Bapak Ḥ. Sidik). Seiring dengan jumlah jamāʻah yang
bertambah, pengurus musholla membeli rumah Alm. Bapak Sulaymān seluas
± 130 m2. Luas musholla tersebut menjadi ± 240 m
2. Mushola tersebut diberi
nama Mushola Al-Muḥtarom. Seiring dengan jumlah jamāʻah yang semakin
meningkat, pengurus musholla ingin mendirikan sebuah masjid dengan membeli
rumah Alm. Bapak Sahid seluas ± 240 m2 yang terletak di Lorong Fort Timur No.
22
77 RT 002 RW 010 sebelah kanan Mushola Al-Muḥtarom yang kemudian diberi
nama Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom. Masjid tersebut berdiri pada tahun 1958, yang
digagas oleh Alm. Bapak Sobari, Alm. Dt. Husen, Alm. KH. Ḥanān (Muʻallim
ʻAbdul Ḥanān), Alm. KḤ. ʻAbdul Ghoffār (Muʻallim Ghoffār), Alm. Engkon
Kaiin.1 Berikut gambar denah musholla dan denah musholla menjadi masjid:
Gambar 3.1 Denah Awal Mushola Al-Muḥtarom
Gambar 3.2 Mushola menjadi Masjid
1 Dokumen Pribadi RM. Djauhari, selaku pengurus Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom.
Rumah Alm.
Bapak Sahid No.
77 seluas ± 240
m2
MASJID JĀMI„ AL-MUḤTAROM
Lorong Fort Timur No. 75, RT 002 RW 010,
Koja Jakarta Utara
Seluas ± 480 m2
Mushola
Al-Muḥtarom No.
75 seluas ± 240
m2
Mushola
Al-Muḥtarom No.
75 seluas ± 240
m2
Mushola No. 75
seluas ± 110 m2
Rumah Alm.
Bapak Sulaymān
No. 75 seluas ±
130 m2
23
Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom mengalami regenerasi Taʼmîr (pengurus)
Masjid yaitu Alm. Bapak Sobari, Alm. Bapak Sahid, Alm. Muʻallim ʻAbdul
Ghoffār, Alm. Bapak Ḥ. Mattali, Alm. Bapak Ḥ. M. Entong Usman, Alm. Bapak
Ḥ. Sulaimana, Bapak Ḥ. Asmali, dan Bapak Ḥ. Eddy Bunyamin. Masjid Jāmi„
Al-Muḥtarom mengalami renovasi total pada tahun 1985, yang pada saat itu
dipimpin oleh Alm. Bapak Ḥ. M. Entong dan digagas oleh Alm. Bapak Ḥ. M.
Chaeruddin, Alm. Bapak Ḥ. M. Ḥattā, Alm. Bapak Ḥ. Muchlar, Alm. Bapak Ḥ.
Munir, Alm. KḤ. Māhin (Chaerul Chitam), dan KḤ. Maʻrūf Āmīn.2
Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom telah memiliki sertifikat tanah wakaf tahun
1991 dengan luas tanah 497 m2, atas nama wākif dan nāẓir Alm. Bapak Ḥ.
Sulaymān, yang beralamat Jalan Lorong Fort Timur Nomor 75-77 RT. 002 RW.
010, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.3 Lingkungan RW. 010
hanya memiliki satu masjid yaitu Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom dan satu mushola
yaitu Mushola Al-Maghfirah.4
Masjid Jāmi„ Al-Muhtarom masjid tertua kedua di Kecamatan Koja, Jakarta
Utara,5 mampu menampung 400 jamā„ah.
6 Masjid ini telah meraih tiga
penghargaan yaitu Juara II Lomba Kebersihan dan Keindahan Lingkungan Masjid
dalam Rangka HUT Kota Jakarta Tahun 1993 Tingkat Kecamatan Koja, Juara III
Lomba Kebersihan dan Keindahan Lingkungan antar Masjid se-Kecamatan Koja
Tahun 1994 dan Juara IV Lomba Bināul Masjid Tingkat Kota Administrasi
Jakarta Utara Tahun 2014.7
2 Wawancara dan Data Pribadi dengan RM. Djauhari, Jakarta, 09 Oktober 2018.
3 Dokumen Pribadi Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom, Jakarta Utara.
4 Wawancara dengan Rachmat, Jakarta, 09 Oktober 2018.
5 Wawancara dan Data Pribadi dengan RM. Djauhari, Jakarta, 09 Oktober 2018.
6 Wawancara dengan M. Ridwan Nawawi, Jakarta, 09 Oktober 2018.
7 Dokumen Pribadi Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom, Jakarta Utara.
24
2. Struktur Kepengurusan Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom8
Pembina : Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jakarta Utara
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Utara
Penasihat : 1. KH. Rikza Maulana Lc, M. Ag
2. KH. Achmad Makmuri
3. KH. Hasan Kusnadi
4. KH. Achmad Rāfiʻi
5. KH. Ṭāhir ʻArifin Lc, M. Ag
6. KH. Achmad Rojali
7. H. M. Zainullah
8. H. Abdul Azis Sangka
9. H. Armaizal
10. H. Rohli
8 Dokumen Pribadi Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom, Jakarta Utara.
25
Gambar 3.2 Bagan Struktur Organisasi Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom
Ketua
H. Edy Bunyamin
Ketua I
Sekretaris
Nanung Yani, S.Pdi
unyamin
Wakil Sekretaris
Firdaus Amirullah
Bendahara Wakil Bendahara
H. Sunardi
Bidang-bidang Peribadatan
H. Sahid
Ketua II
H. Encep Bunyamin
H. Alimuddin Baso
Kepemudaan
1. M. Ridwan Nawawi
2. Mulyadi Assaini BA
3. M. Hidayat
4. Aon Nasihin
5. Taufik
Pembangunan
Humas
Perlengkapan
1. Syaiful Rahman
2. Ali Mumdin
3. Syamsul Rijal
4. Mardi
1. RM Djauhari
2. H. Murdif
1. Ahmad
2. Saeri
3. Sidik Firdaus
4. Wahid Hasyim
5. Nur Hasyim
6. Subur
7. Machmud
8. Achmad Sofyan
9. Oman Kohar
1. H. Ahmad Ansori
2. H. Japardi
3. Suherman
26
3. Jamā‘ah
Berdasarkan hasil data wawancara dengan Bapak M. Ridwan Nawawi selaku
pengurus Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom bahwa diketahui jumlah jamā„ah yang salat dan
mengikuti pengajian tafsīr tidaklah menentu.9 Berikut penulis akan melampirkan
tabel jumlah jamā„ah pengajian tafsīr dan jumlah jamā„ah shalat fardhu:
Tabel 3.3 Jumlah Jamā„ah Pengajian Tafsīr Pengajian
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak-anak 10 orang - 10 orang
Dewasa 5 orang - 5 orang
Ibu-ibu - - -
Bapak-bapak 15 orang - 15 orang
Berdasarkan tabel 3.3 di atas, dapat diketahui bahwa tidak adanya jamā„ah
perempuan baik itu kategori anak-anak, dewasa maupun ibu-ibu hanyalah jamā„ah
laki-laki dari kategori anak-anak, dewasa maupun bapak-bapak, yang mengikuti
pengajian tafsīr dan mayoritas jamā„ah yang mengikuti pengajian tafsīr adalah
kategori bapak-bapak.
Tabel 3.4 Jumlah Jamā„ah Ṣalat Ṣubḥ Ṣalat Ṣubḥ
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak-anak 18 orang 2 orang 20 orang
Dewasa 10 orang - 10 orang
Ibu-ibu - 5 orang 5 orang
Bapak-bapak 50 orang - 50 0rang
Berdasarkan tabel 3.4 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat jamā„ah
perempuan baik itu kategori anak-anak, dewasa maupun ibu-ibu yang mengikuti
ṣalat Ṣubh berjamā„ah dan terdapat jamā„ah laki-laki baik itu kategori anak-anak,
dewasa maupun bapak-bapak. Mayoritas jamā„ah yang mengikuti ṣalat subuh
pengajian tafsīr adalah jamā„ah laki-laki, dan kategori bapak-bapak.
Tabel 3.5 Jumlah Jamā„ah Ṣalat Ẓuhr Ṣalat Ẓuhr
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak-anak 25 orang 15 orang 40 orang
Dewasa 5 orang - 5 orang
Ibu-ibu - 2 orang 2 orang
Bapak-bapak 25 orang - 25 orang
9 Wawancara dengan M. Ridwan Nawawi, Jakarta, 09 Oktober 2018.
27
Tabel 3.5 di atas menunjukkan adanya peningkatan jumlah jamā„ah salat
Ẓuhr dengan jamā„ah salat Ṣubh. Adanya peningkatan tersebut dikarenakan siswa
dan siswi sekolah dasar yang ikut salat berjamā„ah di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom.
Berdasarkan observasi dan wawancara penulis dengan Dapat diketahui jika hari
sekolah jumlah jamā„ah Ṣalat Ẓuhr lebih banyak dibanding salat „Asr dikarenakan
anak-anak sekolah dasar ikut salat berjamaah di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom. Jika
bukan hari sekolah, jumlah jamā„ah Ṣalat Ẓuhr tidak jauh berbeda dengan jumlah
jamā„ah salat „Aṣr.
Tabel 3.6 Jumlah Jamā„ah Ṣalat „Aṣr Ṣalat ‘Aṣr
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak-anak 10 orang - 10 orang
Dewasa 5 orang - 5 orang
Ibu-ibu - - -
Bapak-bapak 25 orang - 25 orang
Berdasarkan tabel 3.6 di atas, dapat diketahui bahwa tidak adanya jamā„ah
perempuan baik itu kategori anak-anak, dewasa maupun ibu-ibu yang mengikuti
ṣalat „Aṣr berjamā„ah hanyalah jamā„ah laki-laki dari kategori anak-anak, dewasa
maupun bapak-bapak dan mayoritas jamā„ah merupakan kategori bapak-bapak.
Tabel 3.7 Jumlah Jamā„ah Ṣalat Maghrib Ṣalat Maghrib
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak-anak 15 orang 10 orang 25 orang
Dewasa 7 orang 3 orang 10 orang
Ibu-ibu - 5 orang 5 orang
Bapak-bapak 55 orang - 55 orang
Berdasarkan tabel 3.7 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat jamā„ah
perempuan baik itu kategori anak-anak, dewasa maupun ibu-ibu yang mengikuti
ṣalat Maghrib berjamā„ah dan terdapat jamā„ah laki-laki dari kategori anak-anak,
dewasa maupun bapak-bapak yang mengikuti ṣalat Maghrib berjamā„ah.
Mayoritas jamā„ah yang mengikuti ṣalat Maghrib berjamā„ah merupakan kategori
bapak-bapak.
Tabel 3.8 Jumlah Jamā„ah Ṣalat „Isyā‟ Ṣalat ‘Isyā’
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak-anak 13 orang 7 orang 20 orang
Dewasa 8 orang 2 orang 10 orang
Ibu-ibu - 5 orang 5 orang
Bapak-bapak 50 orang - 50 orang
28
Berdasarkan tabel 3.7 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat jamā„ah
perempuan baik itu kategori anak-anak, dewasa maupun ibu-ibu yang mengikuti
ṣalat Maghrib berjamā„ah dan terdapat jamā„ah laki-laki dari kategori anak-anak,
dewasa maupun bapak-bapak yang mengikuti ṣalat Maghrib berjamā„ah.
Mayoritas jamā„ah yang mengikuti ṣalat Maghrib berjamā„ah merupakan kategori
bapak-bapak.
Kesimpulan dari tabel-tabel di atas adalah bahwa jamā„ah laki-laki dari
kategori anak-anak, dewasa maupun bapak-bapak lebih dominan mengikuti
pengajian tafsīr dan ṣalat berjamā„ah lima waktu dibandingkan jamā„ah
perempuan dari kategori anak-anak, dewasa maupun ibu-ibu.
B. Program Kegiatan
1. Susunan Petugas Imām Rawātib dan Muadzin
Berdasarkan hasil observasi penulis, penulis mendapatkan data berupa
susunan petugas imam salat rawātib dan muadzin Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom.
Berikut ini merupakan tabel petugas imam salat rawātib dan muadzin Masjid
Jāmi„ Al-Muḥtarom.
Tabel 3.1 Petugas Imām Rawātib Subuh Zuhur Ashar Maghrib Isya
M. Hidayat Saeri Mulyadi Assaini M. Ridwan Nawawi Nanung Yani S.Pdi
Berdasarkan tabel 3.1 di atas, diketahui bahwa yang memimpin ṣalat Ṣubh
berjamā„ah adalah Bapak M. Hidayat; Memimpin ṣalat Ẓuhr berjamā„ah adalah
Bapak Saeri; Memimpin ṣalat„Āṣr berjamā„ah adalah Bapak Mulyadi Assaini;
Memimpin ṣalat Maghrib berjamā„ah adalah Bapak M. Ridwan Nawawi; dan
yang mempimpin ṣalat „Isyā‟ berjamā„ah adalah Bapak Nanung Yani.
Tabel 3.2 Petugas Muadzin Subuh Zuhur Ashar Maghrib Isya
- Aon Nasihin
- M. Hidayat
- M. Hidayat
- Saeri
- Saeri
- M. Hidayat
- Achmad Sofyan
- M. Hidayat
- Taufik
- M. Hidayat
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, diketahui bahwa yang mengumandangkan
azan Ṣubh adalah Bapak Aon Nasihin dan M. Hidayat; Mengumandangkan azan
Ẓuhr adalah Bapak M. Hidayat dan Bapak Saeri; Mengumandangkan azan „Āṣr
adalah Bapak Saeri dan Bapak M. Hidayat; Mengumandangkan azan Maghrib
29
adalah Bapak Achmad Sofyan dan Bapak M. Hidayat; dan yang
mengumandangkan azan „Isyā‟ adalah Bapak Taufik dan M. Hidayat. Dapat
diketahui juga bahwa muadzin yang lebih dominan mengumandangkan azan
adalah Bapak M. Hidayat.
2. Program Kegiatan Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom10
Berdasarkan hasil data yang penulis peroleh, penulis mendapat informasi
mengenai program kegiatan masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom yang meliputi
pelaksanaan ibadah maḥḍoh, kegiatan berbagai pengajian, kegiatan di Bulan
Ramadhan, dan kegiatan peringatan Hari Besar. Berikut ini merupakan penjelasan
program kegiatan tersebut:
1. Pelaksanaan Ibadah Maḥḍoh adalah aktivitas atau perbuatan yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya yang meliputi Ṣalat lima waktu berjamāʻah
yang dipimpin oleh petugas imām rawātib Masjid Jāmiʻ Al-Muḥtarom dan
Ṣalat Jumʻat yang diikuti oleh masyarakat sekitar wilayah Masjid Jāmiʻ
Al-Muḥtarom dengan persentase kehadiran jamâʻah sekitar 400 orang.
2. Kajian Tafsīr setiap Aḥad baʻda Ṣalat Ṣubuḥ pekan kedua dan keempat oleh
Ustad Ashif Munawar.
3. Kajian Fiqḥ setiap Aḥad baʻda Ṣalat Ṣubuḥ pekan pertama dan ketiga oleh
Ustad Syaiful Raḥmân.
4. Kajian Ḥadīts setiap Sabtu baʻda Ṣalat Ṣubuḥ pekan kedua dan keempat
oleh Ustad Suryana.
5. Kajian Ḥadīts setiap Sabtu baʻda Ṣalat Ṣubuḥ pekan pertama dan ketiga oleh
ustad yang berbeda-beda.
6. Pengajian malam Selasa pekan pertama oleh Ustad Kusnadi, pekan kedua
oleh Ustad Rāfiʻi, pekan ketiga oleh KḤ. Ibnu Abidin, pekan keempat oleh
Ustad Jaelani, Pekan kelima oleh Drs. Rojali.
7. Menghidupkan Bulan Ramadhan dengan berbagai ʻamaliyyah diantaranya:
Salat Tarāwīḥ berjamaah dengan membaca Surat Al-Ḍuḥā hingga Surat
Al-Nās, ceramah Tarāwīḥ, dan mengadakan Zakat Fiṭrah.
10
Wawancara dan Data Pribadi dengan M. Ridwan Nawawi, Jakarta, 09 Oktober 2018.
30
8. Peringatan Hari Besar; Mawlīd Nabi Muḥammad ṣallallāhu ʻalayhi
wasallam, Tahun Baru Ḥijriyyah, Israʼ Miʻrāj, Hari Raya Idul Fitri dan Idul
Adha.
3. Sejarah Singkat Pengajian Tafsīr
Berikut ini merupakan beberapa orang yang mengetahui sejarah singkat
pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom, yaitu:
1) Ustad Ashif Munawar selaku ustad pemateri mengatakan bahwa “Pengajian
ini dulu pada dasarnya bertujuan ingin memakmurkan masjid. Pengajian ini
telah ada sejak kurang lebih 4-5 tahun yang lalu diawali pada Bulan Syawal.
Khusus untuk pengajian tafsir diadakan atas inisiatif dari Bapak Rachmat
dan Ustad Ridwan yang ingin mengadakan pengajian tafsīr di pagi hari.”11
2) Bapak Rachmat selaku jamā„ah masjid mengatakan bahwa,
“Pengajian tafsīr ini awalnya bersifat umum kemudian beberapa jamā„ah
mengusulkan ada semacam pembagiannya. Minggu yang pertama untuk
pembahasan fiqḥ dan minggu yang kedua untuk pembahasan tafsīr
al-Qur‟ān dengan penjabarannya, selang-seling kegiatannya sehingga
masyarakat mendapatkan ilmu yang berbeda setiap minggunya. Pengajian
ini telah dimulai kalau tidak salah sejak 3 atau 4 tahun yang lalu.”12
3) Bapak M. Ridwan Nawawi selaku pengurus masjid mengatakan bahwa,
“Pengajian tafsīr telah diadakan sepanjang kepengurusan Pak Ḥ. Edy selaku
ketua masjid. Pengajian tafsīr ini diadakan agar para jamā„ah mengerti
tentang kandungan surat dalam al-Qur‟ān. Adanya pengajian ini atas dasar
usulan para jamā„ah dan pengurus. Salah satunya saya sendiri yang
mengusulkan pengajian tersebut.”13
Kesimpulannya adalah pengajian tafsīr dilaksanakan setiap Aḥad pagi pekan
kedua dan keempat, telah diadakan sepanjang kepengurusan Bapak H. Edy
Bunyamin (Ketua Masjid), diawali pada bulan Syawal 4-5 tahun yang lalu.
Pengajian ini awalnya bersifat umum kemudian Bapak Rachmat dan Ustad
Ridwan mengusulkan untuk adanya macam-macam pengajian, salah satunya
pengajian mengenai tafsīr agar jamā„ah mendapatkan ilmu yang berbeda-beda
setiap minggunya. Pengajian ini pada dasarnya bertujuan ingin memakmurkan
11
Wawancara dengan Ustad Ashif Munawwar, Jakarta, 26 Agustus 2018. 12
Wawancara dengan Bapak Rachmat, Jakarta, 04 September 2018. 13
Wawancara dengan Bapak M. Ridwan Nawawi, Jakarta, 01 September 2018.
31
masjid, sekaligus ditujukan kepada jamaah agar mengerti tentang kandungan atau
makna pada tiap surat dalam al Qur‟ān.
4. Materi Pengajian Tafsīr
Ustad Ashif Munawar menjelaskan materi pengajian tafsir berdasarkan
urutan mushaf al-Qur‟ān. Adapun sumber yang digunakan dalam menyampaikan
materi adalah Kitāb Jalālayn sebagai bahan utama untuk dikaji. Adapun kitab lain
yang menjadi tambahan materi pengajian tafsīr adalah Kitāb Aysārut Tafsīr dan
Kitāb Ṣofwatut Tafāsir.14
5. Pelaksanaan Pengajian Tafsīr
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pengajian tafsīr Aḥad pagi pekan
kedua dan keempat ini diawali dengan pembukaan pengajian oleh pengurus
masjid kemudian diserahkan kepada pemateri yaitu Ustad Ashif Munawar.
Berikut adalah urutan acara pengajian setiap aḥad pagi pekan kedua dan keempat,
yaitu:
- Pembukaan
- Pembacaan ayat suci al-Qur‟ān oleh ustad yang diikuti oleh jamaah
- Pengajian Kitāb Jalālayn
- Kesimpulan Pengajian Kitāb Jalālayn
- Doa
- Penutup
Proses pelaksanaan pengajian tafsir dimulai setelah salat subuh berjamaah
sekitar 30-45 menitan dengan menjelaskan 2-3 ayat setiap pertemuannya. Proses
pengajian tafsīr dilakukan dengan sang ustad duduk menghadap meja kecil dan
para jamā„ah duduk secara menyebar. Ustad Ashif membaca kitāb terlebih dahulu
kemudian mengartikannya serta menjabarkannya.
6. Gambaran Umum Jamaah Pengajian Tafsīr
Berdasarkan tabel 3.3, jumlah jamā„ah yang mengikuti pengajian tafsīr rata-
rata 25-30 orang. Jumlah tersebut berbeda jauh dengan jumlah jamā„ah ṣalat
14
Wawancara dengan Ustad Ashif Munawwar, Jakarta, 26 Agustus 2018.
32
ṣubuḥ yaitu kurang lebih 90 orang. Penulis hanya memilih 17 orang yang menjadi
responden karena penulis mengambil dari jamaah yang dewasa dan bapak-bapak.
Tabel 3.9 Profil Jamā„ah Pengajian Tafsīr
No In15
JK16
Usia Latar. Pendidikan Pekerjaan
1 AH L 55 STM DKM
2 AR L 26 SMA Karyawan
3 EN L 27 SMA Buruh
4 ER L 29 SMA Pedagang
5 H. AB L 68 D4 Pensiun
6 H. EB L 60 STM DKM
7 H. MH L 60 STM Pensiun
8 H. SD L 58 SMP Pedagang
9 JF L 59 SD Pedagang
10 KH L 24 SMA Pedagang
11 MD L 58 STM Pedagang
12 MF L 25 SMA Karyawan
13 M. RD L 63 SMA DKM
14 NN L 52 S1 DKM
15 RC L 53 S1 Pedagang
16 ST L 58 S1 Karyawan
17 SO L 74 SMP Wiraswasta
Berdasarkan tabel 3.9 di atas dapat diketahui jenis kelamin, rata-rata usia,
latar belakang pendidikan, rata-rata pekerjaan 17 jamā„ah yang menjadi responden
penulis. Berikut penjelasanya:
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan data jamā„ah yang penulis dapat 17 jamaah berjenis kelamin
laki-laki.
b. Rata-rata Usia
Data rata-rata usia jamā„ah, penulis kategorikan menjadi tiga kategori yaitu
usia dewasa 23-29 tahun, usia bapak-bapak 52-58 tahun, dan usia sudah tua 59
tahun keatas. Berdasarkan tabel data tersebut, usia dewasa sejumlah 5 jamaah,
usia bapak-bapak sejumlah 6 jamaah dan usia sudah tua sejumlah 6 jamaah.
c. Latar belakang Pendidikan
Berdasarkan data jamaah yang penulis dapat, penulis mengkategorikan dari
17 jamaah dengan 4 kategori yaitu SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Sarjana.
SD sejumlah 1 jamaah, SMP/sederajat sejumlah 2 orang, SMA/sederajat sejumlah
15
IN adalah inisial. 16
JK adalah Jenis Kelamin.
33
10 jamaah dan Sarjana sejumlah 4 jamaah. Rata-rata pendidikan jamaah yaitu
SMA/sederajat.
d. Rata-rata Pekerjaan
Berdasarkan data profil jamaah yang penulis dapat, rata-rata jamaah
memiliki pekerjaan sebagai pedagang.
34
BAB IV
PRAKTIK PENGAJIAN TAFSĪR
Penulis menguraikan tentang praktik pengajian tafsīr dan respon jamā„ah atas
pengajian tafsīr. Berdasarkan praktik tersebut penulis menguraikan tentang proses
dan materi pengajian tafsīr karena setiap praktik suatu kegiatan pasti di dalamnya
terdapat sebuah proses, dan dari proses itulah timbul sebuah respon jamā„ah. Respon
jamā„ah menjadi penting untuk mengetahui sejauh mana jamā„ah merespon atas
pengajian tafsīr yang telah mereka ikuti dan.
A. Pengajian Tafsīr sebagai Praktik Sosial
1. Agensi
Sebagaimana pembahasan pada praktik pengajian tafsīr al-Qur‟ān di bab 2, bahwa
agensi dari pengajian tafsīr al-Qur‟ān di Masjid Jāmi„ Al-Muhtarom adalah ustad
Ashif Munawar, bapak-bapak, remaja, dan anak-anak. Adanya interaksi antar agensi
tersebut dikarenakan adanya struktur (alasan) yang membentuk pola interaksi yang
bersifat tidak mengikat atau mengekang. Hubungan agensi dan struktur adalah
dualitas. Dualitas itu terjadi dalam praktik sosial yang terpola dalam lintas ruang dan
waktu. Agen memiliki kemampuan menciptakan perbedaan di dunia sosial.1
2. Proses dan Materi Pengajian
Penulis melakukan penelitian selama tiga kali pengajian. Materi pengajian
Ahad pagi pekan kedua dan keempat tersebut menggunakan Kitāb Tafsīr Jalālayn
dan Kitāb Aysārut Tafāsir. Materi-materi yang dibahas saat penulis meneliti yaitu
surat al-Baqarah ayat 285-286 pada tanggal 26 Agustus 2018, surat Āli „Imrān ayat 1-
2 pada tanggal 9 September 2018, dan surat Āli „Imrān ayat 3-4 pada tanggal 23
September 2018. Surat al-Baqarah ayat 285-286 menjelaskan tentang keimanan
Rasūlullāh dan orang mukmin terhadap al-Qur‟ān dan tentang doa memohon
keselamatan. Surat Āli „Imrān ayat 1-2 menjelaskan tentang penegasan bahwa tidak
1 Mohammad Adib, “Agen dan Struktur dalam Pandangan Pierre Bourdieu,” Biokultur, vol 1,
no. 2 (Juli-Desember 2012): h. 107.
35
ada tuhan yang berhak disembah selain Allah Ta„ālā. Surat Āli „Imrān ayat 3-4
menjelaskan tentang turunnya al-Qur‟ān untuk membenarkan kitab Taurat dan Injil
dan sebagai pembeda antara yang haq dan yang bathil. Berikut penulis akan
melampirkan tiga kali proses pengajian yang telah penulis ikuti.
1. Pengajian Pertama yang dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2018. Berikut ini
merupakan penjelasan mengenai proses pengajian dan materi pengajian pada
tanggal tersebut:
a. Proses Pengajian
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pengajian dimulai sekitar pukul
05.02 dengan diawali pembukaan oleh pengurus masjid setelah salat subuh
berjamā„ah. Tanda akan mulainya pengajian yaitu tidak adanya doa setelah salat
subuh berjamā„ah hanya zikir saja. Berikut tahap-tahap yang dilakukan dalam
pengajian yaitu Tahap pertama, melakukan pembukaan dengan mengucapkan
salam yang dipimpin oleh pengurus masjid; Tahap kedua, pembukaan oleh ustad
yang berisi salam ta„ẓim (penghormatan) kepada para pengurus masjid, para
sesepuh dan lain-lain kemudian ucapan syukur kepada Allah Ta„ālā; Tahap ketiga,
ustad mulai membacakan potongan ayat perayat sambil jamā„ah mengikuti; Tahap
keempat, ustad mulai membahas dan mengartikan ayat-ayat tersebut serta
memberikan beberapa contoh; Tahap kelima, ustad memberikan kesimpulan dari
penjelasannya; Tahap keenam, penutupan pengajian dengan diiringi doa yang
dipimpin oleh ustad; Tahap terakhir, penutupan dari pengurus masjid kemudian
saling bersalaman antara ustad dan para jamā„ah. Pengajian berlangsung selama
± 40 menit dan kitab yang digunakan adalah kitāb Tafsīr Jalālayn dan Aysārut
Tafāsir.
Pengajian dipimpin oleh Ustad Ashif Munawar. Pengajian dihadiri oleh 34
jamā„ah yang terbagi menjadi anak-anak (laki-laki) 8 orang, remaja (laki-laki) 4
orang, bapak-bapak 22 orang. Jamā„ah duduk secara menyebar sesuai
keinginannya masing-masing. Penulis melihat beberapa dari jamā„ah anak-anak
dan bapak-bapak mengantuk di tengah-tengah waktu pengajian berlangsung.
Beberapa jamā„ah yang lain memberikan respon yang cukup baik dengan fokus
36
memerhatikan ustad dalam menjelaskan materi. Penulis tidak menemukan adanya
jamā„ah yang bertanya selama pengajian berlangsung.2
b. Materi Pengajian QS. Al-Baqarah/2: 285-286 yang meliputi teks ayat dan
terjemahan serta pembahasan ayat tersebut.
- Teks Ayat dan Terjemahan
تهۦئك
ومل
ل ءامن بٱلل
كؤمىىن
هۦ وٱل ب
يه من زهزل إل
أشىل بما تبهۦ ءامن ٱلس
وك
يك وزشل ىا وإل ك زب
فساه
غعىا
ط شمعىا وأ
ىاالشلهۦ وك ن ز حد م
فسق بين أ
ه
هۦ ل
صير ٢٨٥ٱل
ىا ل زب
صبت
تيها ما ٱك
صبت وعل
ها ما ك
ل وشعها
فصا إل
ه
ٱلل
ف
ل يك
ل
إناهاخر
ؤرين ت
ى ٱل
تهۥ عل
ما حمل
إصسا ك
يىا
حمل عل
ت
ىا ول زب
اهأطخو أ
أصيىا
و
هت أىا وٱزحمىا
فس ل
ا وٱغ عى
ىا بهۦ وٱعف
لةاك ط
ىا ما ل
ل حم
ت
ىا ول زب
بلىا
من ك
ا ع ٱهصسه
ىا ف ى
فسين مىل
كلىم ٱل
ى ٱل
٢٨٦ل
(285) “Rasūl telah beriman kepada al-Qur‟ān yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): „Kami tidak membeda-
bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,‟
dan mereka mengatakan: „Kami dengar dan kami taat.‟ (Mereka berdoa):
„Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat
kembali.” (286) “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): „Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS.
Al-Baqarah/2: 285-286)
- Pembahasan
Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Ḥāfiẓ bahwa Rasūlullāh membaca dua
ayat ini dengan diakhiri āmīn. Kata āmīn memang populer dibaca setelah surat
al-Fatiḥah, namun dalam surat ini dianjurkan pula membaca āmīn. “Orang yang
2 Observasi dan wawancara dengan Ustad Ashif Munawar pada tanggal 26 Agustus 2018.
37
pada malam hari sehabis salat membaca surat al-Baqarah, ayat kursi dan dua
ayat terakhir surat al-Baqarah diakhiri dengan āmīn, maka Allah akan
mengampuni mereka pada malam itu dan dijauhkan dari godaan setan dan
marabahaya.” Seandainya ada orang yang mau meninggal lalu ditalbiyahkan
ayat tersebut, in sya Allah orang yang membaca itu akan diampuni dosanya.
Dua ayat terakhir tersebut dianjurkan untuk membiasakan membacanya.
“Āmanarrasūlu bimā unzila ilayhi mirrabbihī wal mu‟minūn” “Kullun
āmana billahi wa malāikatihī wa kutubihī wa rusulih” artinya Rasūlullāh dan
orang mukmin beriman terhadap apa yang telah diperintahkan kepadanya
berupa diturunkannya al-Qur‟ān. Mereka beriman dengan hal-hal yang gaib
contohnya siksa kubur, nikmat kubur dan lain-lain, Mereka meyakini dengan
seyakin-yakinnya sesuai dengan rukun īman. Kenapa tidak ada hari akhir pada
kalimat ayat tersebut? Karena akan diperkuat dengan hadīts yang berbunyi:
“Mankāna yu‟minu billāhi wal yawmil ākhir fal yukrim jārahu,” artinya
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka dia memuliakan
tetangganya.”
“Wa qālū sami„nā wa aṭa„nā” artinya kami beriman, kami meyakini dan
kami mengikuti setiap perintah dari Allah seperti salat, zakat, dan puasa.
Berkata “Iya-iya saja” tetapi tidak melaksanakannya yaitu “Sami„nā wa
„aṣaynā.” “Ghufrānaka rabbanā wa ilaykal maṣīr.” Ghufrānaka Rabbanā:
ampunan-MU lebih luas. Memohon ampunlah kepada Allah karena ampunan
Allah lebih luas. Wa Ilaykal Maṣīr: dan hanya kepada Allah kami kembali.
Kata al-Maṣīr sama dengan al-Marja„, al-Ma`wā yang artinya kembali. Bukan
berarti “Innā lillāhi wa innā ilayhi ṣāirūn,” tetapi “Innā lillāhi wa innā ilayhi
rāji„ūn” karena kata “Rāji„ūn” yang lebih populer.
“Lā yukallifullāhu nafsan illā wus„ahā,” artinya Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai kemampuan mereka. Contohnya adalah sakit yang
Allah berikan sesuai dengan keadaan kita. Contoh lain yang lebih memudahkan
kita adalah zaman dulu ketika pakaian terkena terkena najis, maka harus
dipotong. Berbeda dengan zaman sekarang, yang apabila pakaian terkena najis,
cukup disucikan dengan cara dibersihkan tidak harus dipotong.
38
“Lahā mā kasabat wa „alayhā maktasabat,” artinya ia akan mendapat
kenikmatan, kemanfaatan sesuai dengan ketaatannya. Apabila mengerjakan
kebaikan, maka akan mendapatkan kebaikan berupa pahala. Apabila
mengerjakan kejelekan, maka akan mendapatkan kejelekan berupa dosa. Apa
yang dikerjakan maka akan mendapatkan balasan sesuai amalannya.
Balasannya tidak akan dirasakan sekarang, namun akan dirasakan di akhirat
kelak.
“Rabbanā lā tuāḳidznā innasīnā aw aḳṭa‟nā,” artinya Ya Tuhan kami,
janganlah kau siksa kami ketika kami lupa dengan apa yang dilarang oleh-MU
dan kami salah. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa kita dan kita tidak
akan di siksa.
“Rabbanā wa lā taḥmil „alaynā isran kamā ḥamaltahū „alalladzīna
minqablinā,” artinya Ya Tuhan kami janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum
kami. Sebagaimana hadīts yang berbunyi, “Takwalah kamu sesuai
kemampuanmu.” Jika kita mengerjakan maksiat, jangan kasih tau orang lain,
langsung saja bertaubat, maka Allah akan mengampuni dosa kita. Oleh karena
itu, “Wa„fu „annā, waghfirlanā” artinya ampunilah kami. Kata “Wa„fu„annā”
dan “Waghfirlanā” memiliki arti yang sama, tetapi “Wa„fu„annā” lebih halus
katanya. “Warḥamnā,” artinya sayangilah kami. “Anta mawlānā,” artinya
Engkaulah Tuhan kami. “Fanṣurnā „alal qawmil kāfirīn,” artinya tolonglah
kami (Umat Islām) dari orang-orang kafir.
Rasūlullāh SAW mewanti-mewanti kepada kita jangan sampai tidak
membaca ayat kursi disertai dua ayat terakhir surat al-Baqarah. Dianjurkan
untuk membacanya malam-malam, sehabis salat dan ketika mau tidur dengan di
awali dengan bismillāh, in syā Allah tidurnya nyenyak tanpa di ganggu oleh
godaan setan.
Kesimpulan dari pengajian ini adalah 1. Beriman kepada al-Qur‟ān,
2. Wajibnya beriman kepada Rasūlullāh, 3. Wajibnya memohon ampunan
kepada Allah dari kelupaan dan kesalahan, tidak adanya siksaan bagi orang
39
muslim, 4. Niat jelek tidak mendapat dosa, sedangkan niat baik akan mendapat
pahala.
2. Pengajian Kedua yang dilaksanakan pada tanggal 9 September 2018 dengan materi
QS. Āli „Imrān/3: 1-2. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai proses
pengajian, materi pengajian dan suasana pengajian pada tanggal tersebut:
a. Proses Pengajian
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pengajian dimulai sekitar pukul
05.04 dengan diawali pembukaan oleh pengurus masjid setelah salat subuh
berjamā„ah. Tanda akan mulainya pengajian yaitu tidak adanya doa setelah salat
subuh berjamā„ah hanya zikir saja. Tanda akan mulainya pengajian yaitu tidak
adanya doa setelah salat subuh berjamā„ah hanya zikir saja. Berikut tahap-tahap
yang dilakukan dalam pengajian yaitu Tahap pertama, melakukan pembukaan
dengan mengucapkan salam yang dipimpin oleh pengurus masjid; Tahap kedua,
pembukaan oleh ustad yang berisi salam ta„ẓim (penghormatan) kepada para
pengurus masjid, para sesepuh dan lain-lain kemudian ucapan syukur kepada
Allah Ta„ālā; Tahap ketiga, ustad mulai membacakan potongan ayat perayat
sambil jamā„ah mengikuti; Tahap keempat, ustad mulai membahas dan
mengartikan ayat-ayat tersebut serta memberikan beberapa contoh; Tahap kelima,
ustad memberikan kesimpulan dari penjelasannya; Tahap keenam, penutupan
pengajian dengan diiringi doa yang dipimpin oleh ustad; Tahap terakhir,
penutupan dari pengurus masjid kemudian saling bersalaman antara ustad dan para
jamā„ah. Pengajian berlangsung selama ± 30 menit dan kitab yang digunakan
adalah Kitāb Aysārut Tafāsir.
Pengajian dipimpin oleh Ustad Ashif Munawar. Pengajian dihadiri oleh 32
jamā„ah yang terbagi menjadi anak-anak (laki-laki) 6 orang, remaja (laki-laki) 5
orang, bapak-bapak 21 orang. Jamā„ah duduk secara menyebar sesuai
keinginannya masing-masing. Penulis melihat beberapa dari jamā„ah anak-anak
dan bapak-bapak mengantuk di tengah-tengah waktu pengajian berlangsung.
Beberapa jamā„ah yang lain memberikan respon yang cukup baik dengan fokus
40
memerhatikan ustad dalam menjelaskan materi. Penulis tidak menemukan adanya
jamā„ah yang bertanya selama pengajian berlangsung.3
b. Materi Pengajian QS. Āli „Imrān/3: 1-2 yang meliputi teks ayat dan terjemahan
serta pembahasan ayat tersebut.
- Teks Ayat dan Terjemahan
م ىم ١ال لي
حي ٱل
هى ٱل
ه إل
إل ل
٢ ٱلل
(1)“Alif lām mīm” (2) “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-
Nya.” (QS. Āli „Imrān/3: 1-2)
- Pembahasan
“Alif Lām Mīm,” yang dijelaskan di awal-awal Surat Al-Baqarah.
Termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang harus diimani oleh setiap makhluk yang
beriman. Surat-surat dalam al-Qur‟ān yang diawali dengan huruf-huruf model
seperti itu ada 29 surat, yang pertama surat al-Baqarah dan yang terakhir surat
nūn (al-Qalam). Mengenai makna ayat ini, umumnya jumhur ulama
mengatakan hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui tentang makna tersebut.
Tujuannya untuk menantang orang-orang yang sedang membaca atau
mendengar, kenapa Allah sampai membuka dengan “Alif Lām Mīm.”
“Allāhu lā ilāha illā huwal hayyul qoyyūm,” Dia-lah Allah, tidak ada
Tuhan selain Dia yang hidup dan berdiri dengan zatnya sendiri. Membuktikan
atau sebagai bukti bahwa ayat ini menunjukkan Allah SWT adalah satu-satunya
ilāh (Tuhan) yang harus disembah yang Maha Hidup dan Zat Yang Maha
Berdiri Sendiri. Demikian bisa dikatakan “Lā ilāha illā huwa,” yakni tidak ada
sesembahan yang wajib untuk diikuti kecuali Allah SWT. Makna “al-Hayyu”
sendiri yaitu yang memiliki kehidupan yang tetap tanpa perantara siapapun,
tanpa ketergantungan siapapun. Makna “al-Qayyūm,” yaitu yang senantiasa
terus tegap dengan zat-Nya sendiri dengan merawat atau menjaga setiap
makhluk-makhluk-Nya. Demikian, ayat ini memberikan pengertian bahwa
Allah-lah Zat Yang Maha Hidup, Allah-lah Zat Yang Maha Qayyūm, yang
3 Observasi dan wawancara dengan Ustad Ashif Munawar pada tanggal 9 September 2018.
41
kehidupan Allah atau adanya Allah tanpa perantara siapa-siapa. Boleh dikata
kalimat “Allāhu lā ilāha illā huwal hayyul qoyyūm” hampir mirip dengan
kalimat “Wa ilāhukum ilāhu wāhīd,” dimana didalamnya itu sama-sama ada
ismul Allahul a„ẓom (nama Allah Yang Maha Besar). Kaitannya dengan kenapa
Allah harus memulai dengan asma Allah yang Agung ini? Yaitu memberikan
pengertian bahwa Allah akan menunjukkan makhluk-Nya khususnya umat
manusia sesungguhnya yang harus disembah itu Allah SWT. Kesimpulan dari
dua ayat tersebut adalah ketetapan sifat ketuhanan Allah SWT dengan berbagai
ayat pertanda dan meniadakan sifat ketuhanan selain Allah.
3. Pengajian Ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 23 September 2018. Berikut ini
merupakan penjelasan mengenai proses pengajian, materi pengajian dan suasana
pengajian pada tanggal tersebut:
a. Proses Pengajian
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pengajian dimulai pukul 05.03
dengan diawali pembukaan oleh pengurus masjid setelah salat subuh berjamā„ah.
Tanda akan mulainya pengajian yaitu tidak adanya doa setelah salat subuh
berjamā„ah hanya zikir saja. Pengajian dipimpin oleh Ustad Ashif Munawar.
Pengajian dihadiri oleh 35 jamā„ah yang terbagi menjadi anak-anak (laki-laki) 9
orang, remaja (laki-laki) 4 orang, bapak-bapak 22 orang. Jamā„ah duduk secara
menyebar sesuai keinginannya masing-masing. Penulis melihat beberapa dari
jamā„ah anak-anak dan bapak-bapak mengantuk di tengah-tengah waktu pengajian
berlangsung. Beberapa jamā„ah yang lain memberikan respon yang cukup baik
dengan fokus memerhatikan ustad dalam menjelaskan materi. Penulis menemukan
adanya jamā„ah yang bertanya. Pertanyaan tersebut disampaikan oleh RC yaitu
“Siapa nabi yang menerima Kitab Taurat dan Injil?.” Ustad menjawab, “Kitab
Taurat diturunkan kepada Nabi Musa, sedangkan Kitab Injil diturunkan kepada
Nabi Isa. Ada salah satu kitab lagi yang belum disebutkan pada ayat tersebut yaitu
Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud.” Pengajian berlangsung selama
42
± 35 menit. Kitab yang digunakan adalah Kitāb Aysārut Tafāsir. Selama 35 menit
tersebut, ada beberapa tahap yang dilakukan oleh ustad. Tahap pertama,
melakukan pembukaan dengan mengucapkan salam. Tahap kedua, ustad
membacakan potongan ayat perayat sambil jamā„ah mengikuti. Tahap ketiga,
melakukan pembahasan dengan mengartikan ayat-ayat tersebut dan memberikan
contoh. Tahap keempat, ustad memberikan kesimpulan. Tahap kelima, sesi tanya
jawab. Tahap keenam, pengajian ditutup dengan doa yang berakhir pada pukul
05.40, kemudian saling bersalaman antara ustad dan para jamā„ah.4
b. Materi Pengajian QS. Āli „Imrān/3: 3-4 yang meliputi teks ayat dan terjemahan
serta pembahasan ayat tersebut.
- Teks Ayat dan Terjemahan
هجيل
وٱلة ىز هزل ٱلت
ا بين يديه وأ
ا ل
ك حم مصد
ب بٱل
كت
يك ٱل
ل عل ز
من ٣ ه
ب فسوا
رين ك
إن ٱل
ان
فسك
هزل ٱل
اس وأ لى
بل هدي ل
ك
ديدشا ش د
هم عر
ل
ت ٱلل اي
عزيزش ذ
٤و ٱهتلام وٱلل
(3) “Dia menurunkan al-Kitāb (al-Qur‟ān) kepadamu dengan
sebenarnya; membenarkan kitāb yang telah diturunkan sebelumnya dan
menurunkan Taurat dan Injil.” (4) “Sebelum (al-Qur‟ān), menjadi
petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqān. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa
yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).”
(QS. Āli „Imrān/3: 3-4)
- Pembahasan
“Nazzala „alaykal kitāba bil ḥaq muṣoddiqollimā bayna yadayhi,”
artinya yang telah menurunkan kepadamu kitab atau al-Qur‟ān. “Bil Ḥaq,”
dengan kebenaran. “Muṣoddiqon,” yang membenarkan apa yang ada pada diri
Rasūl SAW. “Wa anzalattawrāta wal injīl,” dan menurunkan juga Kitab
Taurat dan Injil. Artinya al-Qur‟ān diturunkan untuk membenarkan kitab-kitab
yang ada sebelumnya yaitu Kitab Taurat dan Injil.
Ayat ketiga ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menurunkan al-
Qur‟an kepada Rasūlullāh SAW yang tujuannya yaitu Muṣoddiqon
4 Observasi dan wawancara dengan Ustad Ashif Munawar pada tanggal 23 September 2018.
43
(membenarkan) apa yang ada di dalam al-Qur‟ān itu sendiri dan sekaligus
membenarkan apa yang dibawa Baginda Rasūl SAW. Mempunyai pengertian
bahwa Allah mempunyai kitāb yang diturunkan kepada para nabi-nabi-Nya
antara lain yaitu Rasūlullāh SAW. Kitab Taurat dan Injil diturunkan sebelum
Nabi Muḥammad SAW dan kenapa al-Qur‟ān diturunkan belakangan bukan
diawal? Karena al-Qur‟ān adalah penutup dari segala firman Allah SWT. Tidak
ada lagi kitab-kitab Allah yang diturunkan, maka fungsinya al-Qur‟ān adalah
membenarkan apa yang ada pada dua kitab yang ada pada nabi-nabi sebelum
Rasūl SAW yaitu Kitab Taurat dan Injil. Kitab Taurat diturunkan kepada Kaum
Yahudi dan Kitab Injil diturunkan kepada Kaum Nasrani. Jama„ dari Taurat
yaitu Tawārin dan disebut Injil maknanya al-Aṣl yaitu pokok daripada ilmu-
ilmu dan hikmah. Injil terbagi menjadi empat yaitu Injil Yohana, Marqus, Luqo
dan Barnaba.
Kesimpulan ayat ketiga adalah bahwa Allah SWT benar-benar telah
menurunkan al-Kitāb atau al-Qur‟ān kepada Rasūlullāh SAW tujuannya
sebagai pembenaran terhadap kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-
nabi sebelumnya dan membenarkan apa yang telah dibawa oleh Baginda
Rasūlullāh SAW.
“Minqoblu Hudallinnāsi wa anzalal furqān.” Minqoblu Hudallinnās:
Kitab Taurat dan Injil yang telah diturunkan sebelum al-Qur‟an bertujuan
Hudallinnās: memberikan petunjuk kepada manusia. Bisa kembali untuk
ketiganya yaitu al-Qur‟ān, Taurat dan Injil yang tujuannya sama-sama
Hudallinnās. Apa bedanya Hudallinnās dan Hudallilmuttaqqīn? Hudallinnās
itu sekedar menginsafkan dia mengakui Islām sebagai suatu agama.
Hudallilmuttaqqīn itu menyadarkan bahwa manusia yang sudah beragama tadi
mau menjalankan konsekuensi dengan sebaik mungkin. Kalau bagi kita-kita ini
“Ihdinaṣṣirāṭalmustaqīm” yaitu “Wawāfiqnī,” yakni berilah pertolongan untuk
menjalankan agama, tetapi bagi yang kafir (non muslim) mendapatkan hidayah
artinya mendapatkan pertolongan untuk melaksanakan segala ajaran-ajaran
Islām.
44
“Minqoblu Hudallinnās” hanya sekedar menginsafkan mereka agar
menyembah Allah SWT, selain Allah itu batal (bathil). “Ḥaq,” yaitu yang
didalamnya tidak ada unsur kebathilan. “Wa anzalal Furqān” dan telah
menurunkan al-Qur‟ān sebagai pembeda. Pembeda antara yang ḥaq dan yang
bathil. Wal hudā wa ḍalal: hal yang sebagai petunjuk dan menyesatkan. Wal
ghayyi wal rasyad: kegelapan dan petunjuk yang mengarahkan kepada
kebaikan. Mukjizat al-Qur‟ān yang paling besar adalah bisa membedakan
antara yang benar dan yang salah.
“Innalladzīna kafarū biāyātillāh lahum „adzābun syadīdun,” artinya
sesungguhnya orang-orang kafir atau orang-orang yang mengingkari ayat-ayat
Allah, mereka mendapatkan azab yang pedih. “Wallāhu „azīzun dzuntiqām,”
artinya Allah Maha Perkasa, menguasai segala sesuatu dan mempunyai balasan
siksaan yang berat terhadap orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah.
Ayat yang keempat ini menyimpulkan penjelasan bahwa Taurat dan Injil
diturunkan sebelum al-Qur‟ān, berfungsi Hudallinnās (memberikan petunjuk
kepada manusia) menguatkan bahwa al-Qur‟ān sebagai al-Furqān yaitu
membedakan yang ḥaq dan bathil.
B. Respon Jamā‘ah
Sub ini menjadi penting untuk mengetahui sejauh mana para jamā„ah merespon
atas pengajian yang telah mereka ikuti. Berikut respon jamā„ah berdasarkan hasil
wawancara langsung dengan beberapa poin sebagai berikut:
1. Rutinitas Jamā‘ah Mengikuti Pengajian Tafsīr
Berikut penulis sajikan tabel rutinitas jamā„ah dalam mengikuti pengajian tafsīr
berdasarkan Tabel 3.4 Profil Jamā„ah Pengajian Tafsīr, penulis mengkategorikan
rutinitas tersebut menjadi dua yaitu mereka yang rajin mengikut pengajian, dan
mereka yang tidak rajin mengikuti pengajian. Berikut tabel rutinitas mengikuti
pengajian tafsīr:
45
Tabel 4.9 Rutinitas Mengikuti Pengajian Tafsīr
No Kategori Jumlah (orang)
1 Rajin Mengikuti Pengajian 12
2 Tidak Rajin Mengikuti Pengajian 5
Berdasarkan tabel di atas, dari tujuh belas jamā„ah yang penulis wawancarai,
dua belas jamā„ah mengatakan bahwa mereka sering mengikuti pengajian tafsīr dan
lima jamā„ah mengatakan jarang atau kadang-kadang mengikuti pengajian tafsīr. Dua
belas jamā„ah tersebut adalah AH, H.AB, H.ED, H.MH, KH, M.RD, MD, MF, NN,
RC, SO, dan ST, sedangkan lima jamā„ah tersebut adalah AR, EN, ER, H. SD, dan
JF. Jadi, dapat diketahui bahwa lebih banyak jamā„ah yang rajin mengikuti pengajian
tafsīr dibandingkan jamā„ah yang tidak rajin mengikuti pengajian tafsīr.
2. Tujuan Jamā‘ah Mengikuti Pengajian Tafsīr
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat di telusuri lebih lanjut mengenai latar
belakang apa yang membuat jamā„ah sering mengikuti pengajian dan jarang
mengikuti pengajian. Berikut penulis sajikan tabel tujuan para jamā„ah mengikuti
pengajian dengan penulis mengkategorikan tujuan tersebut menjadi tiga yaitu mereka
yang ingin belajar mengenai ilmu al-Qur‟ān dan tafsīr, mereka yang hanya ingin
menambah ilmu pengetahuannya saja, dan mereka yang ingin memperoleh pahala
serta keberkahan dari mengikuti pengajian. Berikut tabel tujuan mengikuti pengajian
tafsīr:
Tabel 4.10 Tujuan Mengikuti Pengajian Tafsīr
No Kategori Jumlah (orang)
1 Belajar tentang Ilmu al-Qur‟ān dan Tafsīr 8
2 Menambah Ilmu Pengetahuan 6
3 Memperoleh Pahala dan Keberkahan serta
Meningkatkan Keimanan 3
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa delapan jamā„ah mengikuti
pengajian tafsīr untuk belajar tentang ilmu al-Qur‟ān dan tafsīr berdasarkan
memahami dan mengetahui makna atau arti setiap kata dalam al-Qur‟ān, enam
46
jamā„ah bertujuan menambah ilmu pengetahuan, dan tiga jamā„ah bertujuan
memperoleh pahala dan keberkahan serta meningkatkan keimanan.
Delapan jamā„ah yang ingin belajar tentang ilmu al-Qur‟ān dan tafsīr
berdasarkan memahami dan mengetahui makna atau arti setiap kata dalam al-Qur‟ān
adalah EN, ER, H. EB, KH, M. RD, MF, NN, SO. Enam jamā„ah yang ingin
menambah ilmu pengetahuannya adalah AR, JF, H. AB, H. MH, H. SD, dan MD.
Tiga jamā„ah yang ingin memperoleh pahala dan keberkahan serta meningkatkan
keimanan adalah AH, RC, dan ST.
AH mengatakan bahwa ia mengikuti pengajian untuk “Mendapatkan pahala dan
memperoleh pengetahuan.”5 RC mengatakan bahwa ia mengikuti pengajian untuk
“Menanam keimanan pada diri saya pribadi dan memperkuat iman serta saya dapat
menerapkan pada keluarga dan kehidupan saya sehari-hari.”6 ST mengatakan bahwa
ia mengikuti pengajian untuk “Mengikuti sunah Rasul dan meminta keberkahan.”7
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap jamā„ah pengajian
tafsīr Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom, diketahui bahwa urutan paling banyak jamā„ah
yang mengikuti pengajian bertujuan ingin belajar tentang ilmu al-Qur‟ān dan tafsīr,
menambah ilmu pengetahuan, dan yang terakhir memperoleh pahala dan keberkahan
serta meningkatkan keimanan.
3. Manfaat Jamā‘ah Mengikuti Pengajian Tafsīr
Berdasarkan tabel 4.10 tentang tujuan jamā„ah mengikuti pengajian, berikut
penulis sajikan tabel manfaat yang jamā„ah peroleh setelah mengikuti pengajian
tafsīr. Berdasarkan data yang penulis peroleh ada tiga kategori manfaat yang jamā„ah
peroleh yaitu bertambah keimanan, bertambah pengetahuan, dan berperilaku dengan
benar.
Tabel 4.11 Manfaat Mengikuti Pengajian Tafsīr
No Manfaat Jumlah (orang)
1 Bertambah Keimanan 3
2 Bertambah Pengetahuan 10
5 Wawancara dengan AH, Jakarta, 01 September 2018.
6 Wawancara dengan RC, Jakarta, 01 September 2018.
7 Wawancara dengan ST, Jakarta, 04 September 2018.
47
3 Berperilaku dengan Benar 4
Berdasarkan tabel di atas, tiga jamā„ah yang bertambah keimanannya adalah
H.MH, RC, ST. Sepuluh jamā„ah yang bertambah pengetahuannya AH, EN, ER,
H.AB, H.SD, JF, KH, MD, MF, dan NN. Empat jamā„ah yang berperilaku dengan
benar adalah AR, H.EB, M. RD, dan SO.
Tiga jamā„ah yang bertambah keimanannya merupakan kategori jamā„ah yang
rajin mengikuti pengajian tafsīr. H.MH mengatakan bahwa manfaat yang ia dapat
adalah “Ilmu saya bertambah setelah mengikuti pengajian. Wujud bertambah ilmu
adalah takwa kita kepada Allah, istilahnya bertambah ilmu bertambah takwa.”8 ST
mengatakan bahwa manfaat yang ia dapat adalah “Sangat bermanfaat untuk
memperkuat akidah dan iman kita dan meningkatkan ketakwaan.”9 RC mengatakan,
“Bermanfaat untuk diri saya dan keluarga saya dan untuk meningkatkan ibadah
kepada Allah. Saya dapat meningkatkan takwa saya kepada Allah dengan saya
memahami al-Qur'an karena saya pengen sekali mendalami isi al-Qur'an. Apa
yang telah saya dapat, saya terapkan kepada keluarga dengan menjelaskannya
kepada keluarga saya dan saya berusaha rajin membaca al-qur‟an.”10
Sepuluh jamā„ah yang bertambah pengetahuannya yang merupakan kategori
jamā„ah yang rajin berjumlah enam jamā„ah dan yang tidak rajin mengikuti pengajian
berjumlah empat jamā„ah. Salah satu jamā„ah yang rajin mengikuti pengajian yaitu
NN mengatakan bahwa manfaat yang ia dapat adalah “Alhamdulillah bertambah ilmu
dan pengetahuan saya mengenai al-Qur‟ān dan penafsirannya.”11
Salah satu jamā„ah
yang tidak rajin mengikuti pengajian yaitu EN mengatakan bahwa manfaat yang ia
dapat adalah “Kita bisa mengetahui makna qur‟ān seperti yang ada di dalam kitab.”12
Empat jamā„ah yang berperilaku dengan benar merupakan kategori jamā„ah
yang rajin mengikuti pengajian. AR mengatakan bahwa manfaat yang ia dapat adalah
“Jadi buat diri lebih baik, yang sebelumnya tidak saya kerjakan sekarang saya
8 Wawancara dengan H.MH, Jakarta, 04 September 2018.
9 Wawancara dengan ST, Jakarta, 04 September 2018.
10 Wawancara dengan RC, Jakarta, 01 September 2018. 11
Wawancara dengan NN, Jakarta, 01 September 2018. 12
Wawancara dengan EN, Jakarta, 04 September 2018.
48
kerjakan.”13
H.EB mengatakan bahwa manfaat yang ia dapat adalah “Paham tentang
al-Qur‟ān dan semangat dalam beribadah.”14
M.RD mengatakan bahwa manfaat yang
ia dapat adalah “Lebih paham tentang al-Qur‟ān dan lebih mantap dalam
beribadah.”15
SO mengatakan bahwa manfaat yang ia dapat adalah “Manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari dapat mengendalikan gerakan hidup dan kehidupan
sesuai dengan ajaran Islam, menuju jalan yang lurus, selamet di dunia dan selamet di
akhirat.”16
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap jamā„ah pengajian
tafsīr Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom, diketahui bahwa urutan manfaat yang dirasakan
oleh banyak jamā„ah adalah bertambah pengetahuan, berperilaku dengan benar, dan
bertambah keimanan.
4. Pendapat Jamā‘ah Mengenai Pengajian Tafsīr
Poin ini menjadi penting untuk melihat sejauh mana respon atau pendapat
jamā„ah atas pengajian tafsīr di Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom yang telah mereka ikuti.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, penulis mendapatkan 3 klasifikasi pendapat
jamā„ah yaitu mereka yang mendapatkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam al-Qur‟ān
dari pengajian tafsīr, mereka yang merasa bahwa pengajian ini bagus dan
memberikan manfaat untuk mereka, mereka yang merasa bahwa apa yang disajikan
oleh ustad belum maksimal. Berikut tabel pendapat mengenai pengajian tafsīr:
Tabel 4.12 Pendapat Mengenai Pengajian Tafsīr
NO Klasifikasi Jumlah (orang)
1 Mendapatkan ilmu-ilmu yang terkandung
dalam al-Qur‟ān 3
2 Bagus dan memberikan manfaat 13
3 Merasa bahwa apa yang disajikan oleh ustad
belum maksimal 1
Berdasarkan tabel di atas, jamā„ah yang mendapatkan ilmu-ilmu yang
terkandung dalam al-Qur‟ān dan mengatakan bagus serta memberikan manfaat
13
Wawancara dengan AR, Jakarta, 04 September 2018. 14
Wawancara dengan H.EB, Jakarta, 01 September 2018. 15
Wawancara dengan M.RD, Jakarta, 01 September 2018. 16 Wawancara dengan SO, Jakarta, 04 September 2018.
49
merupakan pendapat jamā„ah yang baik mengenai pengajian tafsīr, sedangkan
jamā„ah yang merasa bahwa apa yang disajikan oleh ustad belum maksimal
merupakan pendapat jamā„ah yang kurang baik mengenai pengajian tafsīr. Tiga
jamā„ah yang mendapatkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam al-Qur‟ān, mereka
adalah NN, RC, dan SO. Tiga belas jamā„ah yang merasa bahwa pengajian ini bagus
dan memberikan manfaat untuk mereka adalah AH, AR, EN, ER, H. EB, H. MH, H.
SD, JF, KH, M. RD, MD, MF, dan ST. Satu jamā„ah yang merasa bahwa apa yang
disajikan oleh ustad belum maksimal adalah H. AB.
Tiga jamā„ah yang mendapatkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam al-Qur‟ān.
NN berpendapat bahwa pengajian tafsīr “Cukup bagus dan bermanfaat membantu
jamaah memahami al-Qur‟ān melalui penafsiran dan bisa mentransfer nilai-nilai
moral yang terkandung dalam al-Qur‟ān.”17
RC mengatakan, “Pengajian tafsir yang
dilaksanakan di Masjid Jami‟ Al-Muhtarom membantu jamaah menambah wawasan
secara pemahaman dari segi al-Qur'an dan in sya Allah menambah ilmu untuk
memahami al-Qur'an dengan melaksanakannya dan juga menerapkannya.”18
SO
berpendapat bahwa pengajian tafsīr “Cukup bagus dan bermanfaat membantu jamaah
memahami al-Qur‟ān melalui penafsiran dan bisa mentransfer nilai-nilai moral yang
terkandung dalam al-Qur'an.”19
Tiga belas jamā„ah yang merasa bahwa pengajian ini bagus dan memberikan
manfaat untuk mereka. Salah satu jamā„ah yang berpendapat demikian yaitu ST, ia
mengatakan bahwa pengajian ini “Cukup bermanfaat karena dari saya sendiri kurang
ilmunya, jadi memang harus selalu ta'lim.”20
Satu jamā„ah yang merasa bahwa apa yang disajikan oleh ustad belum
maksimal ialah H.AB. Ia mengatakan,
“Gurunya mengajarkannya tidak komprehensif, pengertiannya tidak mendalam
karena hanya dibaca kita ikut membaca trus dia menerangkan jadi masuk
telinga kanan keluar telinga kiri. Semestinya untuk mendalami gitu mestinya
17
Wawancara dengan NN, Jakarta, 01 September 2018. 18
Wawancara dengan RC, Jakarta, 01 September 2018. 19
Wawancara dengan SO, Jakarta, 04 September 2018. 20
Wawancara dengan ST, Jakarta, 04 September 2018.
50
diterangkan di papan tulis atau dimana, jadi kita bisa mendalami. kalo cuma
dibacain pada saat itu, maklum subuh masih ngantuk juga.”21
Berdasarkan penjelasan di atas, Qur‟ān, dapat diketahui bahwa pengajian tafsīr
yang diadakan Masjid Jāmi„ Al-Muḥtarom bagi enam belas jamā„ah sudah bagus dan
bermanfaat membantu jamā„ah dalam memahami ilmu al-Qur‟ān dan tafsīr,
sedangkan satu jamā„ah lainnya yang merasa bahwa apa yang disajikan oleh ustad
belum maksimal bukan berarti pengajian itu kurang bagus, hanya saja ia
menginginkan agar sang ustad dapat mengoptimalkan penyampaiannya menggunakan
beberapa media pembelajaran.
5. Penilaian Jamā‘ah terhadap Cara Penyampaian Materi
Poin ini menjadi penting untuk melihat sejauh mana respon jamā„ah terhadap
cara ustad menyampaikan materi. Berdasarkan data yang penulis peroleh, penulis
mengkategorikan penilaian jamā„ah menjadi tiga, yaitu bagus, cukup bagus, dan
kurang efektif. Berikut tabel penilaian terhadap cara penyampaian materi:
Tabel 4.13 Penilaian terhadap Cara Penyampaian Materi
No Kategori Jumlah (orang)
1 Bagus 7
2 Cukup Bagus 5
3 Kurang Efektif 5
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui tujuh jamā„ah menilai bagus, lima
jamā„ah menilai cukup bagus, dan lima jamā„ah menilai kurang efektif. Tujuh
jamā„ah yang menilai bagus adalah AH, H.EB, H.MH, H.SD, JF, MD, dan MF. Lima
jamā„ah yang mengatakan cukup bagus adalah AR, EN, KH, SO, dan ST. Lima
jamā„ah yang menilai kurang efektif adalah ER, H.AB, M.RD, NN, dan RC.
Tujuh jamā„ah yang menilai bagus cara penyampaian ustad yaitu lima di
antaranya merupakan jamā„ah yang rajin mengikuti pengajian, sedangkan dua lainnya
merupakan jamā„ah yang tidak rajin mengikuti pengajian. Salah satu penilaian dari
jamā„ah yang rajin adalah “Penyampaiannya bagus, sudah efektif dan bisa di
21
Wawancara dengan H.AB, Jakarta, 04 September 2018.
51
mengerti.”22
Penilaian dari dua jamā„ah yang tidak rajin yaitu sama-sama mengatakan
bahwa cara penyampaian ustad bagus-bagus.23
Lima jamā„ah yang menilai cukup bagus cara penyampaian ustad yaitu tiga di
antaranya merupakan jamā„ah yang rajin mengikuti pengajian, sedangkan dua lainnya
merupakan jamā„ah yang tidak rajin mengikuti pengajian. KH mengatakan, “Cara
penyampaian ustad cukup baik dan efektif.” SO mengatakan, “Cara ustad
menyampaikan materi sudah cukup maksimal dalam ukuran standar karena
keterbatasan waktu.” ST mengatakan penyampaiannya “Cukup bagus, cukup
manfaat, dan cukup efektif karena rutin.” AR dan EN hanya mengatakan
penyampaian ustad lumayan jelas dan efektif-efektif saja.24
Lima jamā„ah yang menilai kurang efektif yaitu empat di antaranya merupakan
jamā„ah yang rajin mengikuti pengajian, sedangkan satu lainnya merupakan jamā„ah
yang tidak rajin mengikuti pengajian. H.AB mengatakan, “Kurang efektif untuk
mengajarkan. Kalo perlu pake slide lebih mendalam pemahamannya, artinya bisa di
tangkap. Kalo cuma cerita gitu-gitu aja masuk telinga kanan keluar telinga kiri.”25
M.RD mengatakan, “Bagus dan jelas tapi memang kurang efektif karena waktunya
yang terbatas dan tidak ada buku pegangan buat jamā„ah.”26
NN mengatakan,
“Menurut saya caranya penyampaiannya sudah bagus namun metode yang
digunakannya bisa dibilang belum efektif.”27
RC mengatakan, “Caranya sudah bagus
namun kurang efektif, perlu adanya cara baru yang bisa menarik perhatian jamaah
agar tidak ngantuk.”28
ER mengatakan, “Cukup jelas penyampaiannya tapi belum
efektif karena ibaratnya ngaji kuping. kalau yang bagus itukan biasanya dikasih
selembaran.”29
Berdasarkan penilaian-penilaian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa cara
penyampaian ustad sudah cukup baik, namun alangkah lebih baik lagi jika ustad
22
Wawancara dengan H.MH, Jakarta, 04 September 2018. 23
Wawancara dengan H.SD dan JF, Jakarta, 04 September 2018. 24
Wawancara dengan AR dan EN, Jakarta, 04 September 2018. 25
Wawancara dengan H.AB, Jakarta, 04 September 2018. 26
Wawancara dengan M.RD, Jakarta, 04 September 2018. 27
Wawancara dengan NN, Jakarta, 01 September 2018. 28
Wawancara dengan RC, Jakarta, 01 September 2018. 29
Wawancara dengan ER, Jakarta, 04 September 2018.
52
dapat menggunakan media pembelajaran berupa papan tulis ataupun slide dalam
penyampaian materi agar jamā„ah tidak hanya mendengarkan saja tetapi juga masih
dapat melihat bentuk materi tersebut kalau tidak ada pedoman materi buat pegangan
jamā„ah, dan media pembelajaran tersebut juga dapat membantu jamā„ah yang
apabila mengantuk saat pengajian berlangsung tetap dapat mengikuti materi yang
terlewat karena masih adanya catatan yang tertulis.
6. Hal-hal Mengenai Materi Pengajian Tafsīr
Poin ini berkenaan dengan ada atau tidaknya kekurangan dalam materi yang
disampaikan oleh ustad. Berdasarkan data yang penulis peroleh, penulis
mengkategorinya menjadi dua yaitu adanya kekurangan dan tidak adanya
kekurangan. Berikut tabelnya:
Tabel 4.14 Hal-hal Mengenai Materi Pengajian Tafsīr
No Kategori Jumlah (orang)
1 Ada Kekurangan 8
2 Tidak Ada Kekurangan 9
Berdasarkan tabel di atas, delapan jamā„ah yang mengatakan adanya
kekurangan mengenai materi yang disampaikan, dan sembilan jamā„ah mengatakan
tidak ada kekurang mengenai materi yang disampaikan. Delapan jamā„ah tersebut
adalah AR, ER, H.AB, H.MH, JF, RC, SO, dan ST. Sembilan jamā„ah tersebut adalah
AH, EN, H.EB, H.SD, KH, M.RD, MD, MF, dan NN.
Delapan jamā„ah yang mengatakan adanya kekurangan mengenai materi yang
disampaikan yaitu enam diantaranya berusia di atas 50 tahun dan dua lainnya berusia
di bawah 30 tahun. Enam jamā„ah tersebut adalah H.AB, H.MH, JF, RC, SO, dan ST.
Dua jamā„ah tersebut adalah AR dan ER.
H.AB mengatakan, “Kurang jelas mengikuti bacaan ayat-ayatnya.”30
H.MH
mengatakan, “Pasti ada, tapi kita ya iya aja. Terlalu cepat penyampaiannya, waktunya
subuh orang matanya ngantuk.”31
JF mengatakan, “Agak kesusahan mengikuti
30
Wawancara dengan H.AB, Jakarta, 04 September 2018. 31
Wawancara dengan H.MH, Jakarta, 04 September 2018.
53
pembacaan ayatnya.”32
RC mengatakan, “Kurang jelas dalam pembacaan ayat-
ayatnya karena kita hanya mendengarkan lalu mengikuti, tidak adanya teks.”33
SO
mengatakan, “Tentu saja ada hal yang kurang jelas karena waktunya ta„līm (mengaji)
yang amat singkat dan terbatas.”34
ST mengatakan “Kurang jelas dalam hal
pembacaan ayat-ayatnya, jadi kadang-kadang kita ngikutinnya agak susah karena
pagi-pagi masih ngantuk.”35
ER mengatakan “Ada yang kurang jelas masalah tentang
tafsirnya dan pengajiannya terlalu cepat karena tafsir ga bisa se-jam dua jam.”36
AR
mengatakan, “Kesulitan dalam mengikuti pembacaan ayatnya.”37
Sembilan jamā„ah yang mengatakan tidak adanya kekurangan yaitu enam
diantaranya berusia di atas 50 tahun dan dua lainnya berusia di bawah 30 tahun.
Enam jamā„ah tersebut adalah AH, H.EB, H.SD, M.RD, MD, dan NN. Tiga jamā„ah
tersebut adalah EN, MF, dan KH. Berdasarkan hasil wawancara dengan sembilan
jamā„ah tersebut, secara keseluruhan mereka mengatakan materinya cukup jelas dan
tidak ada yang kurang.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
sebenarnya bukan materinya yang kurang jelas, akan tetapi kembali lagi kepada cara
penyampaian ustad dalam menjelaskan materi terutama dalam pembacaan ayat yang
diikuti oleh jamā„ah. Menurut penulis, jamā„ah sedikit kesulitan mengikuti
pembacaan ayat yang dibacakan oleh ustad dikarenakan faktor yang mungkin
jamā„ah belum hafal atau belum mengetahui ayat tersebut dan efek mengantuk saat
pengajian, sehingga mereka mengatakan kurang jelas dalam pembacaan ayat-ayatnya.
7. Pemahaman Jamā‘ah terhadap Materi Pengajian Tafsīr
Sub ini menjadi penting untuk melihat sejauh mana jamā„ah memahami materi
pengajian. Materi yang dibahas pada sub bab ini adalah materi QS. Al-Baqarah/2:
285-286. Hasil data yang penulis peroleh mengenai pemahaman jamā„ah terhadap
materi QS. Al-Baqarah/2: 285-286 berdasarkan tabel 4.11 manfaat mengikuti
32
Wawancara dengan JF, Jakarta, 04 September 2018. 33
Wawancara dengan RC, Jakarta, 01 September 2018. 34
Wawancara dengan SO, Jakarta, 04 September 2018. 35
Wawancara dengan ST, Jakarta, 04 September 2018. 36
Wawancara dengan ER, Jakarta, 04 September 2018. 37
Wawancara dengan AR, Jakarta, 04 September 2018.
54
pengajian tafsīr, diketahui bahwa dua belas jamā„ah tidak bisa menjelaskan kembali
materi yang disampaikan padahal mereka mengatakan bahwa mereka memperoleh
manfaat dari mengikuti pengajian. Mereka adalah AH, AR, EN, ER, H.AB, H.MH,
H.SD, JF, KH, MD, SO, dan ST. Jamā„ah yang mampu memahami materi QS. Al-
Baqarah/2: 285-286 berjumlah lima jamā„ah, mereka adalah H.EB, M.RD, MF, NN,
dan RC. Mereka merupakan katergori jamā„ah yang rajin mengikuti pengajian dan
mendapatkan manfaat yang diperoleh dari mengikuti pengajian.
Berikut ini merupakan tabel hasil pemahaman jamā„ah terhadap QS.
Al-Baqarah/2: 285-286 yang penulis telah mengkategorikan pemahaman tersebut
menjadi dua, yaitu mereka yang mampu menjelaskan, dan mereka yang tidak mampu
menjelaskan.
Tabel 4.15 Pemahaman Jamā„ah terhadap QS. Al-Baqarah/2: 285-286
No Kategori Argumen Jumlah (orang)
1 Mampu Menjelaskan
- Allah tidak akan
membebani seseorang
melainkan sesuai dengan
kemampuan seseorang itu
- Ayat tersebut mengenai doa
memohon dan meminta
ampunan, rahmat, dan
keselamatan.
5
2 Tidak Mampu
Menjelaskan Faktor lupa dan usia. 12
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa argumen jamā„ah yang
mampu memahami materi QS. Al-Baqarah/2: 285-286 adalah dengan mereka
mengatakan ayat bahwa tersebut merupakan ayat tentang Allah tidak akan
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuan seseorang itu, dan ayat
tersebut merupakan doa memohon dan meminta ampunan, rahmat dan keselamatan.
Argumen jamā„ah yang tidak mampu memahami materi QS. Al-Baqarah/2: 285-286
adalah dengan mereka mengatakan tidak menjelaskan karena faktor lupa dan usia.
Dapat diketahui bahwa jumlah jamā„ah yang mampu menjelaskan lebih sedikit
daripada jumlah jamaah yang tidak mampu menjelaskan. Penulis menyimpulkan
bahwa mayoritas dari tujuh belas jamā„ah yang penulis wawancarai dikategorikan
55
tidak mampu menjelaskan materi QS. Al-Baqarah/2: 285-286 yang telah ustad
sampaikan.
8. Pengamalan Jamā‘ah atas Pemahamannya
Berdasarkan tabel 4.15 pemahaman jamā„ah terhadap QS. Al-Baqarah/2: 285-
286, jamā„ah yang mampu menjelaskan QS. Al-Baqarah/2: 285-286 turut juga
mengamalkan pemahaman tersebut ke dalam perilaku mereka sehari-hari. Mengenai
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuan
seseorang itu, NN mengatakan hal itu “Menjadikannya intropeksi diri ketika
menghadapi masalah.”38
Mengenai doa, RC mengatakan, “Doa tersebut saya amalkan
setelah saya membaca ayat kursi.”39
H.EB, M.RD dan MF mengamalkan doa tersebut
dengan membacanya sehabis salat.40
Jamā„ah yang tidak mampu menjelaskan QS. Al-Baqarah/2: 285-286 tetap turut
mengamalkan ayat tersebut ke dalam perilaku mereka sehari-hari. Salah satu jamā„ah
yaitu ST mengatakan, “Sedikit demi sedikit yang kita bisa, kita coba amalkan supaya
memang meningkatkan pemahaman kita terhadap ayat masalah doa dan diajarkan
kembali kepada anak-anak panti.”
38
Wawancara dengan NN, Jakarta, 01 September 2018. 39
Wawancara dengan RC, Jakarta, 01 September 2018. 40
Wawancara dengan H.EB, M.RD dan MF, Jakarta, 04 September 2018.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dari bab sebelumnya dan rumusan masalah di bab 1,
maka kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah
1. Praktik Pengajian Tafsīr di Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom
Pengajian tafsīr dilaksanakan setiap Ahad pekan kedua dan keempat setelah
salat Subuh berjamā‘ah. Tanda akan mulainya pengajian yaitu tidak adanya doa
setelah salat subuh berjamā‘ah hanya zikir saja. Pembukaan pengajian diawali oleh
pengurus masjid setelah salat subuh berjamā‘ah yang kemudian diserahkan kepada
Ustad Ashif Munawar selaku ustad yang menyampaikan materi pengajian. Kitab yang
digunakan ustad dalam menyampaikan materi adalah kitāb Tafsīr Jalālayn dan
Aysārut Tafāsir. Alur jalannya pengajian yang dilakukan oleh ustad dalam
menyampaikan materi adalah pembukaan, pembacaan ayat perayat yang diikuti oleh
jamā‘ah kemudian mulai membahas dan mengartikan ayat-ayat tersebut serta
memberikan beberapa contoh, akhir pengajian ditutup dengan kesimpulan dan doa.
Pengajian berlangsung selama ± 40 menit dan selama waktu tersebut jarang terjadi
adanya interaksi jamā‘ah dengan ustad yaitu tanya jawab. Jumlah jamā‘ah yang hadir
± 30 jamā‘ah yang mayoritas dari mereka adalah bapak-bapak.
2. Respon Jamā‘ah
Mengenai respon jamā‘ah atas pengajian tafsīr Masjid Jāmi‘ Al-Muhtarom,
secara keseluruhan jamā‘ah merespon positif karena mereka merasa terbantu dengan
adanya pengajian tersebut untuk mempelajari ilmu al-Qur’ān dan tafsīr. Mereka
menyarankan agar tersedianya pedoman materi pengajian baik itu melalui papan tulis
ataupun slide dalam penyampaian materi. Manfaat yang mereka peroleh dari
mengikuti pengajian tafsīr secara pengetahuan bertambah, keimanannya juga
bertambah bahkan bisa mengamalkan sebagian isi dari pengajian tersebut sekalipun
mereka datang ke pengajian tersebut dengan motivasi yang beragam, namun
demikian sebagian jamā‘ah yang mengikuti pengajian tersebut mereka mendapatkan
57
manfaat dan kebaikan dari interaksi dengan al-Qur’ān sebagai pendengar pengajian
tersebut
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan, diantaranya yaitu proses pengajian yang tidak terlalu lama, lokasi
penelitian yang tidak begitu besar sehingga tidak melibatkan sekian jumlah orang dan
memungkinkan kesimpulannya berbeda, keakuratan dari respon jamā‘ah yang masih
kurang. Ada baiknya untuk penelitian selanjutnya dikaitkan dengan dampak dari
interaksi orang dengan al-Qur’ān baik secara langsung membaca ataupun mengikuti
pengajian.
58
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. “Agen dan Struktur dalam Pandangan Pierre Bourdieu.”
Biokultur, vol 1, no. 2 (Juli-Desember 2012): h. 107.
Anwar, Rosihon. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Aprilianty, Devira. “Respon Jama’ah terhadap Pengajian Rutin Tafsīr Tematik (Studi
Deskriptif di Masjid An-Nabati Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat).”
Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Univeristas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 2018.
Aripudin, Acep. Pengembangan Metode Dakwah Respons Da’I terhadap Dinamika
Kehidupan Beragama di Kaki Ciremai. Jakarta: Rajawali Pres, 2011.
Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Badan Pembina Khutoba Jakarta Utara (BP. Khutoba). Sejarah dan Urgensi BP.
Khutoba Jakarta Utara. Jakarta: BP. Khutoba Jakarta Utara, 2009.
Bahrodin, Muhamad. “Perilaku Jama’ah Pengajian Tafsir Al-Jalalain di Pondok
Pesantren Terpadu Al-Kamal Desa Kunir Kecamatan Wonodadi Kabupaten
Blitar.” Skripsi S1 Jurusan Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsīr Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2016.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1996.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Dirdjosanjoto, Pradjarta. Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa.
Yogyakarta: LKIS, 1999.
Gzozali, Sukri. “Persepsi Masyarakat terhadap Tafsīr Al-Ibriz dalam Pengajian Ahad
Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Semarang” Skripsi S1 Jurusan Tafsīr dan
Hadīts Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, Univeristas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013.
Isnaeni, Lucky. “Respon Jama’ah terhadap Pengajian Hadis di Masjid Assalam
Bintaro Jaya 3A Tangerang.” Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.
Jayadina, Afnani. “Fungsi Sosial Pengajian Bergilir di Rumah Warga (Studi tentang
Tradisi Pengajian Bergilir dan Upaya Memakmurkan Masjid di Dusun Pugeran,
Jambidan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.” Skripsi S1 Jurusan Sosiologi
Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.
Al-Jazāirī, Abu Bakr Jābir. Tafsīr Al-Qur’ān Al-Aysār Jilid 1. Jakarta: Dārus Sunnah
Press, 2010.
59
....... Tafsīr Al-Qur’ān Al-Aysār Jilid 2. Jakarta: Dārus Sunnah Press, 2011.
Kadir, Fakhrul Adabi Abdul. “Persepsi Pendengar Kelas Agama terhadap Pengajian
Agama di Masjid-masjid Daerah Hulu Langat.” Jurnal Usuluddin, Bil 29, 27
September 2009: h. 189.
Khusniyah, Maslihatul Nurul. “Pengaruh Pengajian Pagi terhadap Penurunan Tingkat
Stres Karyawan di Rumah Sakit Islām Sunan Kudus.” Skripsi S1 Jurusan
Bimbingan Konseling Islām Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Kudus, 2016.
Al-Mahallī, Jalāluddīn dan al-Suyūṭī, Jalāluddīn. Terjemahan Tafsīr Jalālayn Berikut
Asbābun Nuzul Jilid 1. Penerjemah Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2009.
Makin, Arsyi. “Respon Jamaah terhadap Pengajian Tafsīr Tematik di Masjid Islamic
Centre Jakarta.” Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islâm Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islām Negeri Jakarta, 2008.
Marzuki, Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE, 1998.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: Rake Saasin, 2000.
Parukhi. “Problematika Pengajian Tafsīr Al-Qur’ān dan Upaya Pemecahannya di
Desa Jatimulya Kec. Suradadi Kab. Tegal.” Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islām Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam
Negeri Walisongo, 2012.
Al-Qaṭṭan, Manna. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`ān. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005.
Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif.
Surabaya: UNESA University Press, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2014.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Sulandari, Santi dkk. “Keterlibatan Lansia dalam Pengajian: Manfaat Spiritual,
Sosial, dan Psikologis.” Jurnal Ilmiah Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta: h. 44-45.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2003.
Syaroh, Muniya. “Persepsi Jama’ah terhadap Materi Dakwah KH Haris Shodaqoh
dalam Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen Tlogosari
Pedurungan Semarang.” Skripsi S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
60
Fakults Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam Negeri Walisongo,
2012.
Yunus, Mahmud. Kamus ‘Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989.
Lampiran I
Daftar Arsip
Arsip Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom Jakarta Utara berupa profil masjid, struktur
kepengerusan, susunan imam rawātib dan muadzin.
Arsip RM. Djauhari berupa sejarah Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom.
Dokumentasi pengajian tafsīr di Masjid Jāmi‘ Al-Muḥtarom Jakarta Utara.
Lampiran II
Daftar Observasi dan Wawancara
Observasi di Masjid Al-Muhṭarom, bulan Agustus-September 2018.
Wawancara Pribadi dengan AH. Jakarta, 01 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan AR. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan Ashif Munawar. Jakarta, 26 Agustus 2018.
....... Jakarta, 02 September 2018.
....... Jakarta, 09 September 2018.
....... Jakarta, 23 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan EN. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan ER. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan H.AB. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan H.EB. Jakarta, 01 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan H.MH. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan H.SD. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan JF. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan M. Ridwan Nawawi. Jakarta, 01 September 2018.
....... Jakarta, 04 September 2018.
....... Jakarta, 09 Oktober 2018.
Wawancara Pribadi dengan NN. Jakarta, 01 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan Rachmat. Jakarta, 01 September 2018.
....... Jakarta, 04 September 2018.
....... Jakarta, 09 Oktober 2018.
Wawancara Pribadi dengan RM. Djauhari. Jakarta, 09 Oktober 2018.
Wawancara Pribadi dengan SO. Jakarta, 04 September 2018.
Wawancara Pribadi dengan ST. Jakarta, 04 September 2018.
Lampiran IV: Dokumentasi Penelitian
Keterangan Tanah Wakaf
Masjid Al-Muhtarom
Salah Satu Kegiatan Aktif di
Masjid Al-Muhtarom
Wawancara dengan Responden Pengajian
di Masjid Al-Muhtarom
Kegiatan Pengajian Tafsir di
Masjid Al-Muhtarom