ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PROSPEK PETERNAKAN DI ...
Transcript of ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PROSPEK PETERNAKAN DI ...
ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PROSPEK PETERNAKAN DI
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
PROPOSAL TESIS
Oleh
HERU PRANATA
117003067/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PROSPEK PETERNAKAN DI
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
PROPOSAL TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HERU PRANATA
117003067/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PROSPEK
PETERNAKAN DI KABUPATEN PADANG LAWAS
UTARA
Nama Mahasiswa : Heru Pranata
Nomor Pokok : 117003067
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Erlina, SE, M.Si) (Ir. Supriadi, MS)
Pembimbing I Pembimbing II
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PROSPEK PETERNAKAN DI
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
ABSTRAK
Padang Lawas Utara (Paluta) yang dahulunya lebih dikenal dengan nama
Padang Bolak (Padang yang luas = bolak) terkenal sebagai padang penggembalaan
yang luas sangat terkenal pula penghasil ternak kerbau, lembu, dan kambing,
sehingga hal ini menjadi ikon Padang Lawas Utara. Tujuan Penelitian adalah : 1)
Menganalisis potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap
pembangunan ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara , 2) Menganalisis strategi
pengembangan peternakan dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan
di Kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian ini menggunakan Analisis Location
Quotient (LQ), analisis Shift Share, Interpretative Structural Modelling (ISM) dan
analisis Strategi Pengembangan menggunakan SWOT dan QSPM. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa : 1) potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan
terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara, adalah : nilai LQ
subsektor peternakan pada tahun 2012 adalah 2,36, pertumbuhan sektor peternakan
di Kabupaten Padang Lawas Utara berada pada Kuadran III dengan nilai pergeseran
bersihnya mengalami pertumbuhan negatif sebesar 51,89 persen, Hasil analisis
interpretative structural modelling diperoleh bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan,
Badan Perencanaan Pembangunan, Dinas Koperasi dan UMKM, Peternak, dan
Lembaga Pendidikan, adalah termasuk peubah bebas, yang berarti lembaga-lembaga
ini memiliki kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun punya sedikit
ketergantungan terhadap lembaga lain, 2) Beberapa strategi pengembangan
peternakan dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan di Kabupaten
Padang Lawas Utara, secara berurut sebagai berikut : Peningkatan dan
pengembangan SDM Peternak; Peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana
peternakan; Fasilitasi kerjasama kelompok peternak dengan stakeholder (pendidikan,
LSM, lembaga keuangan); Penguatan pemanfaatan dan produktifitas produk lokal;
Peningkatan peran penyuluh peternakan ke masyarakat peternak; Pengembangan
integrasi peternakan dengan perkebunan; Penguatan aturan pemanfaatan lahan.
Kata kunci : peternakan, Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, Interpretative
Structural Modelling (ISM), analisis Strategi Pengembangan
menggunakan SWOT dan QSPM.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
Pembahasan utama dalam tesis ini adalah latar belakang, lokasi penelitian
serta metodologi yang digunakan dalam menganalisa strategi meningkatkan potensi
peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara, dan diharapkan hasilnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan sektor pertanian khususnya pada sub sektor peternakan di Kabupaten
Padang Lawas Utara, untuk menciptakan dan meningkatkan tingkat kesejateraan
masyarakat.
Tulisan ini ini merupakan usaha maksimal yang dapat dilakukan oleh penulis.
Untuk itu sangat diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang.
Medan, Agustus 2014
Heru Pranata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama melakukan penyusunan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan
moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp,A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan proposal tesis ini.
5. Bapak Ir. Supriadi, MS, selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penyusunan proposal tesis ini.
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan
memberikan dukungan moral ataupun materil kepada penulis.
7. Bapak dan ibu mertua saya, yang telah meluangkan waktu memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis.
8. Istri saya tercinta Dini Sungkono, serta kakak saya Pepy dan abanganda Wiwin,
juga adik saya Shinta yang selalu memberikan dorongan semangat kepada
penulis dalam mengikuti studi selama ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh
pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.
Medan, Agustus 2014
Heru Pranata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Heru Pranata, lahir di Natal pada tanggal 03 November 1981
dari pasangan Chairuddin dan Masyulida. Saat ini penulis
bertempat tinggal di Jl. SM Raja, Linkungan I Pasar
Gunungtua, Kecamatan Padang Bolak – Kabupaten Padang
Lawas Utara, Sumatera Utara.
Penulis memulai pendidikan tahun 1987 di SDN 1 Muarasoma Kecamatan
Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (d/h Kabupaten Tapanuli Selatan),
hingga kelas 4, untuk selanjutnya pindah dan tamat di SDN 7 Gunungtua, Kecamatan
Padang Bolak pada tahun 1993. Pada tahun 1997 menyelesaikan pendidikan tingkat
menengah pertama di SMPN 3 Padang Bolak, dan pendidikan tingkat menengah
umum di SMU 1 Padang Bolak pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan ke Universitas Sumatera Utara Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik, dan berhasil mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada tahun 2006.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 2006 – 2008 di PT. BAT
Indonesia, Tbk.; 2008 – 2009 di PT. Unilever Indonesia, Tbk. ; dan pada tahun 2009
– sekarang sebagai PNS di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Padang Lawas Utara.
Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan
S2 di Program Studi Perencanaan Wilayah Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, hingga saat penulisan tesis ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................i
ABSTRACRT .....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................iii
UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................iv
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................vi
DAFTAR ISI .....................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2.Perumusan Masalah ................................................................................. 6
1.3.Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
1.4.Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
1.5.Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Perencanaan Pembangunan Wilayah ...................................................... 9
2.2. Keterkaitan Sub Sektor Peternakan dan Pembangunan Wilayah ........... 11
2.3. Pembangunan Sub Sektor Peternakan ................................................... 12
2.4. Teori ekonomi basis ................................................................................ 13
2.5. Analisis Shift Share ................................................................................ 16
2.6. Analisis Kelembagaan ............................................................................ 19
2.7. Konsep Manajemen Strategi .................................................................. 20
2.7.1. Formulasi Strategi ........................................................................ 22
2.7.1.1. Analisis Lingkungan Eksternal ........................................ 22
2.7.1.2. Analisis Lingkungan Internal .......................................... 23
2.7.1.3. Matriks I-E ....................................................................... 23
2.7.1.4. Matriks SWOT ................................................................ 24
2.7.2. Matrik QSPM ............................................................................... 25
2.8. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 25
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 30
3.2. Pendekatan studi ..................................................................................... 31
3.3. Tahapan Penelitian .................................................................................. 32
3.4. Teknik pengumpulan data ....................................................................... 33
3.5. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 35
3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 36
3.6.1. Location Quotient (LQ) ............................................................... 37
3.6.1.1. Surplus Pendapatan ......................................................... 38
3.6.1.2. Kousien Lokalisasi (Loi) ................................................. 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.6.2. Analisis Shift Share ...................................................................... 40
3.6.2.1 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ..................... 40
3.6.3. Interpretative Structural Modelling (ISM) .................................. 43
3.6.4. Perumusan Strategi ...................................................................... 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas Utara ............................. 52
4.1.1. Geografi dan Wilayah Pemerintahan .......................................... 52
4.1.2. Kondisi Fisik Wilayah ................................................................ 53
4.1.2.1. Kondisi Topografi ......................................................... 53
4.1.2.2. Hidrologis Kawasan ...................................................... 53
4.1.2.3. Iklim .............................................................................. 54
4.1.2.4. Kondisi Geologi ............................................................ 55
4.1.3. Kependudukan ........................................................................... 56
4.1.3.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ............................. 56
4.1.3.2. Persebaran (Distribusi) dan Kepadatan Penduduk ....... 57
4.1.3.3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian ......................... 59
4.1.4. Potensi Sumber Daya Alam ....................................................... 60
4.1.4.1. Kesesuaian Lahan ........................................................ 60
4.1.5. Kondisi Perekonomian Daerah .................................................. 62
4.1.5.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) .................. 62
4.1.5.2. Pendapatan Perkapita Daerah ....................................... 65
4.1.6. Visi Misi Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2013-2018 ... 65
4.2. Peran Subsektor Peternakan ................................................................... 67
4.2.1. Potensi Subsektor Peternakan .................................................... 67
4.2.2. Perkembangan Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara . 67
4.2.3. Kondisi Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara ............ 68
4.3. Analisis Peran Subsektor Peternakan. ..................................................... 70
4.3.1. Analisis LQ subsektor peternakan ............................................. 72
4.3.2. Surplus Pendapatan Subsektor Peternakan ................................ 73
4.3.3. Kuosien Lokalisasi (Loi) Subsektor Peternakan ........................ 74
4.3.4. Analisis Shift Share ..................................................................... 74
4.3.4.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah .................. 75
4.3.5. Analisis Kelembagaan ............................................................... 78
4.4. Analisis Faktor–Faktor Strategi Pengembangan Subsektor
Peternakan. ............................................................................................. 86
4.4.1. Analisis Faktor Strategi Internal .............................................. 86
4.4.1.1. Faktor Kekuatan ........................................................... 86
4.4.1.2. Faktor Kelemahan ........................................................ 88
4.4.2. Faktor Strategis Eksternal ......................................................... 91
4.4.2.1. Peluang ......................................................................... 91
4.4.2.2. Ancaman ...................................................................... 94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.5. Evaluasi Faktor – Faktor Strategis ......................................................... 96
4.5.1. Evaluasi Faktor Internal ............................................................. 96
4.5.2. Evaluasi Faktor Eksternal .......................................................... 97
4.5.3. Analisis SWOT .......................................................................... 99
4.5.4. Rekomendasi Prioritas Strategi ................................................102
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..........................................................................................105
5.2. Saran ...................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 108
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2008 – 2012 Atas
Dasar Harga Berlaku menurut lapangan usaha ................................. 4
Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Kab. Padang Lawas Utara dan Sumatera
Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2008 – 2012 ......................... 5
Tabel 1.3. PDRB Perkapita Penduduk Kab. Padang Lawas Utara, Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012 atas dasar harga berlaku .................................... 5
Tabel 1.4. Peranan Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kab. Padang Lawas Utara
(Persen) .............................................................................................. 6
Tabel 3.1. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal .......................................... 46
Tabel 3.2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal ....................................... 47
Tabel 3.3. Matriks IFE ........................................................................................ 48
Tabel 3.4. Matriks EFE ....................................................................................... 48
Tabel 3.5. Matriks SWOT ................................................................................... 49
Tabel 3.6. Format Dasar QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) ....... 51
Tabel 4.1. Jumlah Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Padang
Lawas Utara Tahun 2012 ................................................................... 55
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2008 – 2012
............................................................................................................ 57
Tabel 4.3. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara
2012 .................................................................................................... 58
Tabel 4.4. Penduduk Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Padang Lawas
Utara Tahun 2012 ............................................................................... 60
Tabel 4.5. PDRB Menurut Harga Konstan Dan Harga Berlaku Kabupaten
Padang Lawas Utara Tahun 2012....................................................... 62
Tabel 4.6. Populasi Ternak Besar di Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2008
– 2012 ................................................................................................. 69
Tabel 4.7. Data Jumlah Kelompok Petani Peternak di Kabupaten Padang Lawas
Utara Tahun 2012 ............................................................................... 70
Tabel 4.8. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara
Tahun 2012 ......................................................................................... 72
Tabel 4.9. Nilai LQ Sektor Pertanian Tahun 2012 Atas Dasar Harga Berlaku .. 73
Tabel 4.10. Matrik Evaluasi Faktor Internal ......................................................... 97
Tabel 4.11. Matrik Evaluasi Faktor Eksternal ...................................................... 98
Tabel 4.12. Matriks SWOT
............................................................................................................ 10
2
Tabel 4.13. Alternatif strategis pengembangan potensi peternakan di Kabupaten
Padang Lawas Utara
............................................................................................................ 10
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Analisis Shift Share
............................................................................................................ 1
7
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional........................................................ 29
Gambar 3. Matrik Profil Pertumbuhan ................................................................. 42
Gambar 4. Profil Pertumbuhan Peternakan Tahun 2008-2012 ............................ 77
Gambar 5. Diagram Struktural Lebaga Pengembangan Peternakan ..................... 84
Gambar 6. Matriks Driver Power-Dependence untuk Kelembagaan ................... 85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada tahun 1999 konsep otonomi daerah disahkan melalui UU No. 22/1999,
yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004. Otonomi daerah yang
tertuang pada pasal 1 (6) UU No. 32/2004 adalah daerah otonom memiliki
kewenangan mengatur dan mengorganisir kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Otonomi daerah ini menitik beratkan pada wilyah kabupaten dan
kota dengan memberi kewenangan secara penuh dan luas mengenai sosial ekonomi
daerah bersangkutan.
Kewenangan yang diberikan kepada kabupaten dan kota salah satunya adalah
menurut pasal 14 ayat 2 UU No. 32/2004 dimana urusan pemerintahan
kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata
ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Terkait dengan pemanfaatan sumber daya dan potensi daerah tersebut
memiliki akar pada sumber daya domestik, salah satunya sektor pertanian. Sekarang
mulai timbul kesadaran bahwa pertanian dalam suatu sistem agribisnis merupakan
sektor tangguh yang mampu bertahan dalam kondisi krisis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk,
sehingga dapat dijadikan penggerak dalam meningkatkan pendapatan masyarakat,
menciptakan kesempatan bekerja dan berusaha. Pertumbuhan subsektor peternakan
masih dijumpai beberapa permasalahan. Pada industri unggas penyediaan bibit dan
pakan masih tergantung impor. Pada industri ruminansia besar, sumber bibit yang
menghandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang
terus meningkat, dan industri pakannya belum diusahakan dengan baik, serta
tuntutan perubahan manajemen pembangunan sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah dan partisipasi masyarakat. Terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak
hidup tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas
dan keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan
permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor (Ilham,
2007).
Pembangunan pertanian secara keseluruhan termasuk didalamnya pembangunan
peternakan yang berperan sebagai penyedia protein hewani penyedia bahan baku
industri, penyerapan tenaga kerja dan investasi serta memperbaiki kondisi kehidupan
masyarakat desa dengan cara meningkatkan output dan pendapatan (Usman, 2006).
Dengan melihat peranan yang cukup potensial ini, selayaknya peternakan dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peranan
peternakan dapat ditingkatkan melalui pengembangan dengan memanfaatkan peluang
dan sumberdaya yang dimiliki setiap daerah.
Pengembangan subsektor peternakan diharapkan dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Selain itu
pembangunan peternakan juga diharapkan dapat menarik dan mendorong perkembangan
sektor-sektor lain yang berkaitan, sehingga memungkinkan terjadinya gerakan dan
dinamika dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mencapai sasaran tersebut,
pemerintah berupaya melaksanakan serangkaian kebijakan dan program, namun
demikian kendala yang dihadapi cukup besar sehingga beberapa target belum tercapai
seperti yang diharapkan.
Kabupaten Padang Lawas Utara dalam mengimplementasikan otonomi
daerah berusaha untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Salah satu potensi
yang akan dikembangkan salah satunya adalah sektor peternakan, mengingat
sebelum sektor perkebunan berkembang pesat, sebagian besar penduduk di wilayah
Kabupaten Padang Lawas Utara selain sebagai peternak yang menjadikan Kabupaten
Padang Lawas Utara yang dulunya masih merupakan bagian dari Kabupaten
Tapanuli Selatan dikenal sebagai penghasil ternak untuk beberapa wilayah di
Sumatera Utara bahkan hingga ke Provinsi Sumatera Barat.
Padang Lawas Utara (Paluta) yang dahulunya lebih dikenal dengan nama
Padang Bolak (Padang yang luas = bolak) terkenal sebagai padang penggembalaan
yang luas sangat terkenal pula penghasil ternak kerbau, lembu, dan kambing,
sehingga hal ini menjadi ikon Padang Lawas Utara. Hasil ternak biasanya digunakan
untuk keperluan kegiatan adat/budaya, peringatan hari-hari besar, dan lain-lain
hingga ekspor dalam negeri. Sampai pertengahan 1980-an, jika setiap kepala
keluarga memiliki ternak kerbau 60 ekor saja dikali lebih kurang 35.000 kepala
keluarga berarti sama dengan 1.920.000 ekor kerbau yang dimiliki masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Paluta. Belum dihitung Lembu dan Kambing/Domba (Drs. H. Syamsul Bahri
Ritonga, M.Si).
Untuk itu, potensi yang dimiliki Kabupaten Padang Lawas Utara pada
subsektor peternakan ini diharapkan dapat dikembalikan dan mampu meningkatkan
Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) yang menjadi salah satu indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Nilai PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara dari tahun 2008 – 2012 dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2008 – 2012 Atas
Dasar Harga Berlaku menurut lapangan usaha
Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 868.250,54 990.722,99 1.219.007,83 1.386.885,74 1.544.018,41
Pertambangan dan
Penggalian
9.030,49 9.856,55 11.494,94 12.992,46 15.068,54
Industri 47.615,89 49.939,78 55.227,33 62.185,02 68.957,16
Listrik, Gas & Air
Minum
1.549,78 1.653,45 1.818,05 2.116,23 2.445,88
Bangunan 75.439,05 81.140,67 93.708,85 111.536,78 128.044,43
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
117.250,77 127.626,49 149.502,11 166.692,08 194.106,32
Pengangkutan dan
Komunikasi
17.129,81 18.315,98 19.833,16 23.026,89 25.403,63
Keuangan, Real
Estate&Jasa Perusahaan
6.525,04 7.037,89 7.931,06 8.854,56 9.988,07
Jasa-jasa 128.866,83 138.175,31 166.724,11 183.608,82 201.589,11
Laju Pertumbuhan 7,05 5,70 6,74 6,81 6,38
Sumber : PDRB Kab. Padang Lawas Utara Menurut Lapangan Usaha 2008 - 2012
Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara pada tahun 2012
menunjukkan angka sebesar 6,38 persen, menunjukkan adanya perlambatan
pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan laju pertumbuhan PDRB pada tahun 2011
yang mencapai 6,81. Akan tetapi angka laju pertumbuhan ini masih lebih baik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan Propinsi Sumatera Utara seperti
terlihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Kab. Padang Lawas Utara dan Sumatera
Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2008 – 2012
Laju Pertumbuhan 2008 2009 2010 2011 2012
Kab. Padang Lawas Utara 7,05 5,70 6,74 6,81 6,38
Sumatera Utara 6,39 5,07 6,42 6,63 6,22
Sumber : PDRB Kab. Padang Lawas Utara Menurut Lapangan Usaha 2008 – 2012
Selain PDRB, indikator kesejahteraan masyarakat lainnya adalah PDRB
Perkapita Penduduk, yang dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut :
Tabel 1.3 PDRB Perkapita Penduduk Kab. Padang Lawas Utara, Sumatera
Utara Tahun 2008 – 2012 atas dasar harga berlaku
Pendapatan Perkapitan 2008 2009 2010 2011 2012
Kab. Padang Lawas Utara 5.918.103 6.487.097 7.718.157 8.677.821 9.558.990
Sumatera Utara 16.813.290 18.381.013 21.236.780 23.974.864 26.568.860
Sumber : PDRB Kab. Padang Lawas Utara Menurut Lapangan Usaha 2008 – 2012 ; Sumatera Utara
Dalam Angka 2013.
PDRB perkapita Kabupaten Padang Lawas Utara sejak terbentuk mengalami
peningkatan setiap tahunnya yakni pada tahun 2008 sebesar Rp.5.918.103 menjadi
Rp.9.558.990 pada tahun 2012. Meskipun demikian PDRB perkapita Kabupaten
Padang Lawas Utara masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan PDRB per
kapita Provinsi Sumatera Utara. PDRB per kapita hanya 36,19 persen dari PDRB
perkapita Propinsi Sumatera Utara.
Sektor pertanian yang merupakan unggulan Kabupaten Padang Lawas Utara
menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara
menurut lapangan usaha yaitu mencapai 70,52 persen pada tahun 2012 terhadap total
PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara. Dimana subsektor tanaman perkebunan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 43,41 persen pada tahun
2012 disusul oleh subsektor tanaman bahan makanan sebesar 21,22 persen, subsektor
peternakan 4,75 persen, subsektor kehutanan sebesar 0,89 persen, dan subsektor
perikanan 0,24 persen.
Secara umum sektor pertanian mengalami peningkatan seperti terlihat pada
Tabel 1.4, sedangkan sub sektor peternakan cenderung mengalami penurunan.
Tabel 1.4 Peranan Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kab. Padang Lawas
Utara (Persen)
No. Sektor 2008 2009 2010 2011 2012
1. Tanaman Bahan Makanan 21,88 22,65 22,22 21,84 21,22
2. Tanaman Perkebunan 39,42 40,05 42,19 43,20 43,41
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 5,61 5,52 5,03 4,86 4,75
4. Kehutanan 1,1 1,07 0,98 0,94 0,89
5. Perikanan 0,28 0,27 0,25 0,25 0,24
Sumber : PDRB Kab. Padang Lawas Utara Menurut Lapangan Usaha 2008 – 2012
Dari tabel 1.4 di atas dapat dilihat penurunan peranan sub sektor peternakan
dan hasil-hasilnya terhadap PDRB Kabupaten Padan Lawas Utara mulai dari tahun
2008 sampai 2012, dari 5,61 persen menjadi 4,75 persen.
I.2. Perumusan Masalah
Dari penjelasan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan
diteliti, yaitu :
1. Bagaimana potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap
pembangunan dan pengembangan ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Bagaimana strategi pengembangan peternakan dalam rangka meningkatkan
peran subsektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah seperti telah diuraikan di
atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap
pembangunan ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Menganalisis strategi pengembangan peternakan dalam rangka meningkatkan
peran subsektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Pemerintah daerah Kabupaten Padang Lawas Utara khususnya Dinas Peternakan
dan Perikanan untuk dijadikan acuan awal dalam membuat kebijakan
pembangunan pertanian terutama pengembangan komoditi peternakan.
2. Pihak-pihak lain atau instansi lain yang akan melakukan penelitian mengenai
potensi dan pengembangan peternakan atau pemerhati keadaan peternakan di
Kabupaten Padang Lawas Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Bagi penulis menambah wawasan berpikir dalam menganalisis permasalahan
pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah di daerah khususnya di
bidang peternakan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam ruang lingkup kajian peran subsektor
peternakan terhadap pembangunan Kabupaten Padang Lawas Utara. Agar bahasan
tidak terlalu meluas, maka penelitian ini hanya menggunakan indikator pendapatan.
Penelitian ini dibatasi sampai tahap rekomendasi strategi, implementasi dapat
diserahkan kepada pihak Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Padang
Lawas Utara selaku badan yang berperan dalam perencanan dan Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai dinas teknis bidang
peternakan. Peternakan merupakan suatu sektor ekonomi bukan sebagai komoditi,
tapi peternakan merupakan penjumlahan keseluruhan dari berbagai komoditi hasil
peternakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Pembangunan Wilayah
Menurut Rustiadi at al. (2009), perencanaan pengembangan wilayah
merupakan bidang kajian yang mengintegrasikan berbagai cabang ilmu untuk
memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek politik, manajemen,
dan administrasi perencanaan pembangunan yang berdimensi ruang atau wilayah.
Proses kajian perencanaan dan pembangunan wilayah memerlukan pendekatan
pendekatan yang mencakup: (1) aspek pemahaman, yaitu aspek yang menekankan
pada upaya memahami fenomena fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan
antar wilayah. Oleh karena itu diperlukan pemahaman pengetahuan mengenai teknik-
teknik analisis dan model-model sistem sebagai alat (tools) untuk mengenal potensi
dan memahami permasalahan pembangunan wilayah. Selanjutnya (2) aspek
perencanaan, mencakup proses formulasi masalah, teknik teknik desain dan
pemetaan hingga teknis perencanaan, dan (3) aspek kebijakan, mencakup pendekatan
evaluasi, perumusan tujuan pembangunan dan proses pelaksanaan pembangunan
seperti proses politik, administrasi, dan manajerial pembangunan. Dengan demikian
bidang kajian ini ingin menjawab tidak saja pertanyaan “mengapa keadaan wilayah
demikian adanya”, tetapi juga menjawab “bagaimana wilayah dibangun”. Oleh
karenanya akan mencakup aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial (spatial
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
planning), tata guna lahan (land use planning), hingga perencanaan kelembagaan
(structural planning) dan proses perencanaan itu sendiri (Rustiadi at al. 2009).
Adanya kesadaran kritis tentang semakin terbatasnya sumber daya alam yang
tersedia dan kebutuhan manusia yang terus meningkat mengharuskan pendekatan
pemanfaatan sumber daya alam yang efisien. Lebih dari itu, pemanfaatan sumber
daya tidak boleh mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan
datang. Dalam konteks perencanaan dan pengembangan wilayah, konsep ini dikenal
sebagai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni suatu konsep
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan generasi yang akan datang (Rustiadi at al. 2009).
Pembangunan adalah kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di
segala bidang. Pada terminologi ilmu ekonomi pembangunan sering kali dibahas
dalam pengertian pertumbuhan material yang dapat memberi kesejahteraan bagi
masyarakat. Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat berhasil bila angka
pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan sekaligus membawa perubahan yang ada
di masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik (Soekartawi, 1994).
Sampai saat ini indikator keberhasilan pembangunan yang dilakukan suatu
negara adalah daerah ataupun wilayah adalah besarnya pendapatan perkapita.
Berdasarkan kenyataan inilah maka pembangunan dikatakan berhasil apabila
terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab dengan
kenaikan tersebut akan menimbulkan efek berantai pada kegiatan ekonomi lainnya.
Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan ekonomi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan sosial bagi masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah mengatasi
tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
meciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut).
2.2. Keterkaitan Sub Sektor Peternakan dan Pembangunan Wilayah
Sektor peternakan yang merupakan sub sektor dari pertanian, merupakan
usaha, sebagaimana usaha lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Akan
tetapi selain tujuan tersebut, dalam proses kegiatan usaha sub sektor peternakan juga
diharapkan dapat memiliki kegunaan yang optimal baik dalam bentuk daging, susu,
telor, tenaga kerja dan pupuk. Proses kegiatan usaha peternakan juga diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan
perdagangan, dan mempertinggi daya guna tanah.
Pertumbuhan pendudukan yang tidak dapat dihambat, di satu sisi merupakan
sebuah peluang bagi berbagai sektor usaha, termasuk peternakan. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk, akan bertambah pula permintaan terhadap produk
hasil usaha peternakan. Selain pertumbuhan penduduk, sektor lain seperti industri
dan jasa juga dapat menjadi pasar potensial untuk produk hasil peternakan yaitu
salah satunya produk hasil olahan daging, susu dan telor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keberhasilan pembangunan suatu daerah secara otomatis akan meningkatkan
pendapatan per kapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita, biasanya akan
diikuti dengan peningkatan konsumsi masyarakat. Sebagai produk yang memiliki
nilai income elasticity of demand, produk-produk peternakan akan mendapatkan
keuntungan dari peningkatan nilai pendapatan per kapita masyarakat tersebut.
Permintaan terhadap produk hasil peternakan akan meningkat seiring meningkatnya
pendapatan perkapita masyarakat dan kebutuhan akan protein. Oleh sebab itu,
pengembangan peternakan dan pengembangan wilayah memiliki keterkaitan yang
saling membutuhkan.
2.3. Pembangunan Sub Sektor Peternakan
Pembangunan agribisnis peternakan berbasis peternakan yang bersifat makro
ini harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu sendiri.
Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu memanfaatkan
sumberdaya secara optimal, menangkal gejolak teknis maupun ekonomis,
mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan berperan dalam
pembangunan nasional, daerah dan kawasan (Soehadji 1994). Pengembangan
agribisnis peternakan ini bukan saja pengembangan komoditas peternakan saja tetapi
lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi (wilayah) yang berbasis pertanian yang
didalamnya termasuk peternakan (Saragih 1998). Konsep kawasan dalam
pembangunan peternakan adalah :
a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternak lahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga
ternak lebih berbasis lahan daripada sebagai bagian dari suatu sistem produksi
suatu wilayah.
c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik,
pelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.
Kawasan peternakan terdiri dari atas kawasan khusus peternakan, merupakan
daerah prioritas dengan komoditas unggulan, dengan memperhatikan kesesuaian
agroekosistem dan agriclimate serta tata ruang wilayah. Kawasan terpadu merupakan
sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan hortikulutura, perkebunan dan
perikanan (program lintas subsektor). Kawasan agropolitan merupakan kota
pertanian yang dihela oleh desa-desa hinterland. Pembangunan sistem agropolitan
meliputi industri pengolahan makanan dan pakan, industri pengolahan pertanian lain,
industri peralatan dan input-input pertanian, serta barang konsumsi lain.
2.4 Teori ekonomi basis
Inti dari model ekonomi basis adalah arah dan pertumbuhan suatu wilayah
ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut dapat berupa barang-barang
dan jasa, termasuk tenaga kerja. Pendapatan pada sektor basis adalah fungsi dari
permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan
terjadinya ekspor dari wilayah tersebut (Budiharsono, 2001).
Teori ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout (1962) dan Pfouts (1960)
dalam Budiharsono (2001). Berdasarkan teori ini ekonomi perkotaan memiliki dua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bagian utama yaitu (1) aktifitas basis yang menghasilkan barang dan jasa untuk
diekspor dan (2) aktifitas basis yang menghasilkan barang dan jasa untuk di
konsumsi lokal. Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berkaitan langsung dengan permintaan
barang dan jasa dari luar daerah.
Model ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout tahun 1962 dalam
Budiharsono (2001). Dalam model ekonomi basis Tiebout ini alat ukur yang
digunakan adalah pendapatan bukan tenaga kerja. Penggunaan alat ukur tenaga kerja
mempunyai banyak kelemahan seperti konversi pekerja paruh waktu, dan pekerja
musiman menjadi pekerja penuh tahunan. Sehingga penggunaan tenaga kerja relatif
kurang peka untuk mengukur perubahan terutama dalam jangka pendek.
Kelebihan pendapatan sebagai alat ukur terutama apabila model digunakan
untuk mengukur dampak potensial sebagai pasar dan mengetahui peran suatu
perekonomian. Kelemahan dengan menggunakan pendapatan adalah masalah
ketersediaan dan kepercayaan data.
Sektor ekonomi basis atau non basis dapat diketahui dengan menggunakan
beberapa metode yaitu pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung.
metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk
mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat
digunakan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan
biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Metode kedua adalah metode pengukuran tidak langsung yaitu (1) metode
melalui pendekatan asumsi, (2) metode location quotient, (3) kombinasi metode (1)
dan (2), dan metode kebutuhan menimum. Dari keempat metode diatas Glason
(2004) menyarankan menggunakan metode location quotient (LQ) dalam penentuan
sektor basis. Model ekonomi basis akan sangat baik digunakan untuk daerah yang
belum berkembang, kecil dan tertutup.
location quotient merupakan teknil analisis yang tergolong sederhana dalam
menentukan kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan dalam suatu wilayah.
Asumsi yang dipakai adalah adanya persamaan permintaan pada wilayah yang kecil
dengan wilayah yang lebih luas. Kebutuhan lokal masyarakat akan dipenuhi terlebih
dahulu dari hasil daerah namun jika berlebih maka dapat diekspor/dijual ke daerah
lain (Kadariah, 1985 dalam Budiharsono 2001).
Penyebab mundurnya sektor basis adalah transportasi dan komunikasi yang
terus berkembang, pendapatan dan penerimaan daerah terus meningkat, teknologi
yang berkembang serta prasarana ekonomi sosial yang memadai. Kemunduran sektor
basis disebabkan oleh permintaan yang berubah di luar daerah, cadangan sumber
daya alam habis, kemajuan teknologi yang merubah komposisi input.
2.5. Analisis Shift Share
Bagi suatu negara yang mempunyai wilayah dan sektor ekonomi yang
beragam, adalah wajar apabila ada beberapa yang maju dan beberapa lainnya
pertumbuhannya lamban. Walaupun negara yang bersangkutan telah berusaha untuk
menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adanya keragaman dalam struktur industri atau sektor ekonomi menimbulkan
perbedaan pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja.
Untuk mengidentifikasikan sumber atau komponen pertumbuhan, lazim
digunakan analisis shift share. Analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et
al pada tahun 1960. Analisis shift share ini digunakan dalam menganalisis perubahan
berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi, kesempatan kerja dan
pendapatan pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari hasil ini dapat diketahui
bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah relatif dengan sektor-sektor
lainnya apakah bertumbuh cepat atau lamban. Analisis ini merupakan metode untuk
melihat aktifitas ekonomi di suatu wilayah dengan menggunakan berbagai data.
Perubahan indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu
tahun akhir analisis dan tahun dasar analisis. Secara skematik analisis shift share
disajikan pada Gambar 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1. Model Analisis Shift Share
Pertumbuhan sektor perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi beberapa
komponen, yaitu : komponen pertumbuhan regional (regional growth component)
disingkat PN. Komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix
growht component) disingkat PP dan komponen pangsa wilayah (regional share
growth component) disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut didentifikasi
pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah pertumbuhan cepat atau lambat.
Apabila PP +PPW ≥ 0, maka pertumbuhan sektor perekonomian termasuk ke dalam
kelompok progresif (maju). Tetapi apabila PP +PPW ≤ 0 berarti sektor
perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.
1. Komponen Pertumbuhan Regional
Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi suatu wilayah
yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional, atau perubahan dalam halhal
yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan
bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah,
maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama terhadap semua sektor
Komponen
Pertumbuhan
Wilayah
Komponen
pertumbuhan
pangsa pasar
Wilayah ke j
(sektor ke i)
Wilayah ke
j (sektor ke)
Komponen
Pertumbuhan
Proporsional
Maju
Pp + ppw ≥ 0
Mundur
Pp + ppw ≤ 0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh
lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional
Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam
permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedan
dalam kebijakan industri dan perbedaan dan struktur dan keragaman pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Pasar
Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam
suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan
ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan,
prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah
tersebut.
Walaupun dapat melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu
wilayah, baik itu laju pertumbuhan maupun daya saing sektor tersebut, akan tetapi
analisis shift share juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan terdiri
dari:
1. Analisis shift share merupakan suatu teknik pengukuran yang mencerminkan
suatu teknik sistem akunting atau analitik. Oleh karena itu, analisis ini tidak
dapat menjelaskan mengapa. Misalnya pengaruh daya saing adalah positif di
beberapa wilayah, tetapi negatif di wilayah-wilayah lainnya.
2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa
pertumbuhan sektor perekonomian di suatu wilayah ekuivalen dengan laju
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pertumbuhan nasional. Gagasan tersebut terlalu sederhana, karena mengabaikan
sebab-sebab pertumbuhan ekonomi.
3. Arti ekonomi dari kedua pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) tidak
dikembangkan dengan baik. Keduanya berkaitan dengan prinsip-prinsip
ekonomi yang sama, seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan
teknologi dan perubahan lokasi.
4. Analisis shift share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang
dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah
bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah lain yang
menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan
agregat.
2.6. Analisis Kelembagaan
Keberhasilan pengembangan peternakan yang berorientasi agribisnisnis tidak
saja ditentukan oleh dinas peternakan semata, tetapi juga didukung oleh lembaga
yang berpengaruh atau stakeholder (Eriyatno, 2007). Lembaga tersebut terdiri dari
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang berfungsi dalam hal penyusunan
perencanaan pembangunan; Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai dinas teknis
yang melakukan pengelolaan terhadap sektor peternakan, mulai dari penyediaan bibit
ternak, pembinaan peternak, hingga pengembangan teknologi pasca panen; Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam hal penyediaan pakan ternak;
Dinas Perdagangan dan Perindustrian dalam hal kemudahan pemasaran, Dinas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Koperasi UMKM dalam hal pengelolaan koperasi-koperasi peternak; Dinas
Kehutanan dan Perkebunan dalam hal upaya pengintegrasian lahan perkebunan
sebagai lahan penggembalaan; Lembaga keuangan dalam penyediaan modal; serta
lembaga-lembaga lain yang terlibat. Interpretative Structural Modelling (ISM) dapat
membantu dalam mengukur tingkat keterlibatan masing-masing lembaga tersebut.
2.7. Konsep Manajemen Strategi
Strategi adalah penempatan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi
dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi
tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat,
sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai. Menurut Umar (2003)
suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang
dituju. Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Menurut David (2004) strategi merupakan cara untuk mencapai sasaran
jangka panjang. Strategi bisnis dapat termasuk perluasan geografis, diversifikasi,
akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan bisnis, divestasi,
likuidasi dan usaha patungan. Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan
keputusan manajemen tingkat atas dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang
besar. Selain itu, strategi mempengaruhi kemakmuran perusahaan dalam jangka
panjang dan berorientasi ke masa depan. Strategi memiliki konsekuensi yang
multifungsi dan multidimensi serta perlu mempertimbangkan faktor-faktor eksternal
dan internal yang dihadapi perusahaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial
yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis
meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi, implementasi strategi dan
evaluasi serta pengendalian manajemen strategi merupakan serangkaian keputusan
dan tindakan menejerial yang menentukan keragaan perusahaan dalam jangka
panjang. Proses manajemen strategi adalah menentukan cara dan jalan yang mana
yang dapat diambil para perencana strategi dalam menentukan sasaran-sasaran,
kebijakan dan kegiatan pengambilan keputusan perusahaan.
Manajemen strategis merupakan metode untuk mendapatkan dan
mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan
kompetitif dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat
baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Ketika sebuah
perusahaan dapat melakukan sesuatu dan perusahaan lainnya tidak dapat atau
memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya, hal tersebut menggambarkan
keunggulan kompetitif. Memiliki dan menjaga keunggulan kompetitif sangat penting
untuk keberhasilan jangka panjang dari suatu organisasi. Mengejar keunggulan
kompetitif akan mengarah kepada kesuksesan atau kegagalan organisasi.
Proses manajemen strategi adalah alur dimana penyusun strategi menentukan
sasaran dan menyusun keputusan strategi. Menurut David (2004), proses manajemen
strategis terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perumusan strategi, implementasi strategi
dan evaluasi strategi. Proses manajemen strategi dapat dipelajari dan diterapkan
dengan menggunakan sebuah model, dimana setiap model menggambarkan semacam
proses. Proses manajemen strategi bersifat dinamis dan berkelanjutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.7.1. Formulasi Strategi
Formula strategi adalah menentukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan. Tahap formulasi strategi terdiri dari (1) pernyataan visi,
misi dan tujuan; (2) analisa lingkungan eksternal; (3) analisa lingkungan internal; (4)
menetapkan alternatif strategi.
2.7.1.1. Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang dan
ancaman) yang berada di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam
pengendalian jangka pendek dalam manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut
membentuk keadaan dimana organisasi ini hidup.
Analisis lingkungan eksternal menekankan pada pengenalan dan
mengevaluasi kecenderungan pada peristiwa yang di luar kendali sebuah perusahaan.
Analisis lingkungan eksternal mengungkapkan peluang kunci dan ancaman yang
dihadapi suatu organisasi, sehingga manajer dapat merumuskan strategi untuk
memanfaatkan peluang dan menghindari/mengurangi dampak ancaman. Tujuan
analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang
yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari.
2.7.1.2. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan
kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian
jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut membentuk
suasana dimana pekerjaan dilakukan (David, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lingkungan internal terdiri dari komponen-komponen atau variabel
lingkungan yang berasal atau berada di dalam organisasi/perusahaan atau berada di
dalam jangkauan intervensi mereka. Karena sifatnya yang berasal dari dalam
organisasi, maka organisasi/perusahaan lebih memiliki bargain value untuk
berkompromi atau menyiasati komponen-komponen yang berada di dalam
lingkungan internal.
Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang
fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam
semua bidang.
2.7.1.3.Matriks I-E
Matriks I-E (Internal-Eksternal) merupakan salah satu parameter yang
meliputi matrik parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang
masing-masing akan diidentifikasi ke dalam elemen eksternal dan internal melalui
matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). Tujuan
penggunaan matriks I-E adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat
perusahaan yang lebih detail.
Matriks I-E merupakan penggabungan matrik EFE dan IFE yang
menghasilkan sembilan macam sel dengan memperlihatkan kombinasi total nilai
terbobot dari matriks-matriks IFE dan EFE. Pada prinsipnya kesembilan sel dapat
dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yang memiliki implikasi strategi yang
berbeda, yaitu pertumbuhan (growth strategy), strategi pertahanan dan pemeliharaan
(stability strategy), serta strategi panen/divestasi (retrenchment strategy).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.7.1.4. SWOT
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts)
dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats).
Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting membantu manajer
mengembangkan empat tipe strategi, yaitu (1) strategi SO (Strenghts- Opportunity)
yaitu menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan
memanfaatkan peluang yang ada; (2) strategi WO (Weakness-Opportunity) bertujuan
untuk pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada;
(3) strategi ST (Strenghts-threats) yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi dampak ancaman yang ada; (4) strategi WT (Weaknessthreats) merupakan
taktik defensif yang diarahkan untuk meminimalkan kelemahan yang ada dan
menghindari ancaman eksternal.
2.7.2. Matrik QSPM
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) merupakan alat yang
memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif
berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang
dikenali sebelumnya, serta memerlukan penilaian intuitif yang baik. Kegunaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
QSPM adalah untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak
dan memutuskan strategi mana yang terbaik.
Dalam beberapa hal, QSPM memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
yaitu: (1) strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan; (2) tidak ada
batas jumlah strategi yang dapat diperiksa atau dievaluasi; (3) membutuhkan
ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dalam
proses keputusan.
2.8. Kerangka Pemikiran Operasional
Dengan diterbitkannya Undang-undang otonomi daerah yang telah
memberikan kesepatan kepada daerah untuk dapat lebih merencanakan pebangunan
daerahnya sesai dengan potensi wilayah masing-masing merupakan peluang bagus
bagi daerah untuk dapat berkembang. Daerah dapat terus berusaha untuk
meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan potensi yang ada. Otonomi
daerah sifatnya adalah sebuah kebijakan yang ditentukan oleh pusat untuk melihat
sejauh mana daerah siap dalam melaksanakan semua yang ada di undang-undang
otonomi daerah.
Lima tahun ke depan terdapat lima unggulan bisnis yang diperkirakan mampu
memacu pertumbuhan pembangunan perekonomian wilayah Kabupaten Padang
Lawas Utara lima unggulan bisnis tersebut adalah: Pertanian, Pariwisata, Indstri
Kecil dan menengah, Industri manufaktur, perdagangan dan jasa. Dari kelima
unggulan perekonomian tersebut, sektor pertanian termasuk didalamnya subsektor
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peternakan diharapkan akan berperan besar dalam perekonomian Kabupaten Padang
Lawas Utara.
Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara melalui Dinas Peternakan dan
Perikanan memiliki program dan kebijakan untuk menjadikan peternakan menjadi
salah satu penggerak ekonomi terutama bagi pertanian, menjadi lumbung ternak bagi
provinsi Sumatera Utara dan menyediakan pangan asal ternak dengan jumlah
memadai dan berkualitas serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun
untuk mencapai hal itu terkendala oleh pertumbuhan sektor ekonomi yang rendah
dan laju pertumbuhan Pendapatan Daerah Regional Bruto subsektor peternakan yang
mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Pembangunan subsektor peternakan dapat menjadi sektor yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari penyerapan tenaga kerja dan
peningkatan pendapatan. Melihat fenomena ini, diperlukan suatu rencana yang
strategis untuk pengembangan peternakan sehingga dapat memberikan peranan nyata
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian untuk penentuan strategi
pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan peran dalam
pembangunan Kabupaten Padang Lawas Utara.
Perumusan strategi pengembangan peternakan dilakukan melalui identifikasi
potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan. Identifikasi potensi dapat
dilihat dari keadaan geografi, demografi, perkembangan perekonomian dan
perkembangan peternakan Kabupaten Padang Lawas Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peran subsektor peternakan dilakukan dengan menelaah data PDRB
Kabupaten Padang Lawas Utara dan PDRB Propinsi Sumatera Utara dan menilai
pertumbuhan subsektor peternakan. Analisis Location Quotient dilakukan untuk
menilai apakah peternakan berperan menjadi sektor basis di suatu wilayah dalam
periode tertentu dengan mengukur konsentrasi sektor tersebut di wilayah yang
bersangkutan dan membandingkan pada wilayah pembanding yang lebih luas
indikator. Surplus peternakan dilakukan untuk mengetahui besaran pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang disumbangkan subsektor peternakan. Kuosien Lokalisasi
untuk mengetahui penyebaran peternakan. Analisis Identifikasi sektor basis dan
nonbasis akan menggambarkan ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara secara
sektoral dan regional yang bermanfaat bagi perencanaan pembangunan selanjutnya.
Analisis shift share digunakan untuk menganalisis pertumbuhan subsektor
peternakan sehingga dapat diketahui apakah sektor peternakan memiliki petumbuhan
yang cepat atau lambat diantara sektor lainnya. Pengembangan peternakan tidak
hanya ditentukan oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan saja. Banyak
lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang atau mendukung percepatan
pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Metode
interpretative structural modelling dapat membantu menganalisis kelembagaan baik
struktur dan keterkaitan dalam pengembangan peternakan.
Perumusan strategi dilakukan dengan analisis faktor-faktor internal dan
eksternal, analisis SWOT dan dilanjutkan dengan analisis Quantitative Strategic
Planning Matriks (QSPM) untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif.
Strategi ini dapat menjadi acuan awal kebijakan pengembangan peternakan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diimplementasikan. Kerangka Pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Pembangunan
Kabupaten Padang Lawas Utara
Perdagangan
dan Jasa-jasa
Industri dan
ManufakturPertanian Pariwisata IKM
Peternakan
Permasalahan :
1. Menjadi penggerak ekonomi.
2. Menjadi lumbung ternak di Sumatera Utara
3. Penyedia pangan asal ternak dan tenaga kerja
4. Peningkatan pendapatan dan investasi
5. Pertumbuhan ekonomi yang lemah
6. Laju pertumbuhan peternakan yang lemah.
Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam
Pembangunan Kabupaten Padang Lawas Utara
Analisis Potensi
Subsektor Peternakan :
1. Geografi
2. Demografi
3. Perkembangan
Perekonomian
4. Perkembangan
Peternakan
Analisis Peranan
Subsektor Peternakan :
1. Analisis Location
Quotient
2. Kuosien Lokalisasi
3. Surplus Pendapatan
4. Analisis Shift Share
Analisis Kelembagaan
Subsektor Peternakan :
1. Struktur kelembagaan
2. Keterkaitan Lembaga
Perumusan Strategi Pengembangan
Subsektor Peternakan
Rekomendasi Strategi Pengembangan
Subsektor Peternakan di Kabupaten
Padang Lawas Utara
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Operasional
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi
Sumatera Utara. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa Padang Lawas Utara sebagai daerah otonomi baru yang
terbentuk berdasarkan UU nomor 37 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten
Padang Lawas Utara di Provinsi Sumatera Utara, sedang dalam proses penentuan
wilayah sentra pengembangan sektor peternakan dalam penyusunan dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah dan juga merupakan daerah yang dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah memiliki rencana pengembangan sektor
peternakan.
Guna melakukan Analisis Strategi Pengembangan Potensi Peternakan
Kabupaten Padang Lawas Utara, maka diperlukan suatu metode penelitian.
Metodologi penelitian adalah ilmu yang membicarakan tata cara atau jalan
sehubungan dengan pelaksanaan penelitian (Hasan, 2002:30). Metode penelitian
akan menjelaskan mengenai pendekatan penelitian, kerangka analisis, kebutuhan
data, teknik sampling dan teknik analisis yang akan digunakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Pendekatan studi
Pendekatan studi yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif yang ditetapkan sebagai dasar acuan dalam melakukan suatu proses
penelitian. Menurut Whitney (dalam Nazir 1988:63), metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interprestasi terhadap data atau informasi. Metode ini
meneliti masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, tata cara yang berlaku
dalam situasi tertentu, termasuk hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap, pandangan serta
proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.
Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan berbagai fakta dan
menemukan gejala yang ada dan menganalisis berdasarkan berbagai pilihan yang
telah diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan yang sesuai dengan tujuan dan
permasalahan penelitian ini adalah pendekatan survei, baik survei primer maupun
sekunder yaitu melalui upaya pencarian dan pengumpulan data atau informasi
langsung di lapangan atas suatu fenomena yang terjadi maupun data-data sekunder
yang diperoleh dari instansi-instansi pemerintah terkait dengan penelitian yang
dilakukan.
Pencarian dan pengumpulan data serta informasi yang akan dilakukan
sehubungan dengan penelitian ini adalah data-data dan informasi mengenai kegiatan
peternakan di masyarakat dan strategi yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam
upaya mengembangkan potensi sektor peternakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari beberapa tahap, antara lain: Tahapan
persiapan, kajian literatur, pengumpulan data, analisis serta kesimpulan dan
rekomendasi.
Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan:
Dalam tahapan ini dilakukan persipan penelitian mengenai tujuan dan sasaran
penelitian, metode yang akan digunakan, kebutuhan data dan rancangan kegiatan
penelitian
2. Kajian literatur:
Pada tahapan ini, mempelajari dan memilih teori-teori atau konsep-konsep
yang berhubungan dengan penelitian, berupa metode-metode yang digunakan dalam
analisis data.
3. Pengumpulan data:
Setelah tahapan persiapan selesai, dilakukan pengumpulan data sesuai dengan
rencana yang telah dibuat pada tahapan persiapan.
4. Analisis:
Data-data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan
hasil sesuai dengan tujuan dan sasaran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Kesimpulan dan rekomendasi:
Berdasarkan hasil analisis, tahap selanjutnya menetukan suatu kesimpulan
penelitian dan merumuskan suatu rekomendasi untuk memperbaiki keadaan keadaan
yang dianggap kurang baik pada saat penelitian.
3.4 Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan langkah yang terpenting dalam metode ilmiah.
Menurut Nazir (2003:174) pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode
mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Data yang
dikumpulkan harus relevan dan dapat digunakan sebagai bahan analisis, hal tersebut
merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan studi ini.
Data yang telah dihasilkan dalam pengumpulan umumnya belum dapat
langsung dipergunakan dalam tahap analisis. Menurut Riduwan (2002:5) data adalah
bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan,
baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan fakta.
Data menurut jenisnya terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data
kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik yang
berwujud berupa kata-kata. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berwujud
angka-angka yang diperoleh dari pengukuran langsung maupun angka angka yang
diperoleh dengan mengubah data kualitatif menjadi kuantitatif (Riduwan, 2002:5).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Informasi yang merupakan data dan dikumpulkan langsung dari sumbernya disebut
sebagai data primer, sedangkan informasi yang dikumpulkan pihak lain untuk
dimanfaatkan dalam penelitian disebut data sekunder. Data primer dan sekunder
dibedakan dari cara memperolehnya.
Kebutuhan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh wawancara langsung dengan pihak-pihak atau dinas yang terkait
langsung dengan kebijakan pembangunan peternakan. Pengambilan responde untuk
penentuan kekuatan eksternal dan internal, analisis SWOT, dan analisis QSPM
dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Responden adalah orang yang
mengenal betul dinamika perkembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas
Utara.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti Bappeda,
BPS, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura, serta instansi lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder
terdiri dari data yang berkaitan dengan jumlah populasi dan sebaran ternak, jumlah
produksi hasil peternakan; data jumlah sarana dan prasarana pendukung peternakan;
kebijakan yang dilaksanakan pemerintah serta rencana pengembangan potensi
peternakan; peta rencana tata guna lahan; peta administrasi Kabupaten Padang Lawas
Utara; data geologi; data Geohidrologi; dan data Klimatologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak-pihak atau
dinas yang terkait langsung dengan kebijakan pembangunan peternakan.
Pengambilan responde untuk penentuan kekuatan eksternal dan internal, analisis
SWOT, dan analisis QSPM dilakukan dengan metode Purposive Sampling,
responden dengan metode purposive sampling, responden dengan sengaja dipilih
sebanyak 5 orang. Responden adalah orang yang mengenal betul dinamika
perkembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara.
Responden tersebut adalah :
1. Kabid Produksi dan Pengembangan Dinas Peternakan dan Perikanan;
2. Kasi Penyuluhan dan Pengembangan SDM Dinas Peternakan dan Perikanan;
3. Kasubbag Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura;
4. Kasubbag Program Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
5. Kasubbid. Ekonomi Bidang Perencanaan Makro Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
Responden untuk analisis kelembagaan juga dilakukan dengan purposive
sampling. Analisis kelembagaan menggunakan 6 responden yang berasal dari
Bappeda, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikltura , Dinas Koperasi UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan. Responden tersebut adalah orang mengetahui hubungan
kerjasama antar lembaga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden tersebut adalah
1. Kasubbag. Program Dinas UMKM dan Koperasi;
2. Kasubbag. Program Dinas Perindustrian dan Perdagangan;
3. Kasubbag. Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura;
4. Kasubbid. Ekonomi Bidang Perencanaan Makro Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah;
5. Kasubbag. Program Dinas Perkebunan dan Kehutanan;
6. Kasubbag. Program Dinas Peternakan dan Perikanan.
Data sekunder diperoleh dari hasil penelitian terdahulu dan berbagai literatur.
Data sekunder yang utama berasal dari BPS yakni data series antara tahun 2008
sampai 2012. Sumber-sumber lain diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti
Dinas Perikanan dan Peternakan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan
Dinas Pertanian atau instansi dan lembaga lainnya terkait dengan tujuan penelitian.
3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Pemakaian metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan
pembangunan khususnya sektor peternakan yaitu keadaan umum wilayah potensi
wilayah keadaan sosial ekonomi dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan
penelitian. Analisis interpretative structural modelling untuk analisis kelembagaan
dalam pengembangan peternakan. Analisis LQ untuk mengetahui basis peternakan di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten
Padang Lawas Utara. Analisis shift share untuk mengetahui pertumbuhan subsektor
peternakan.
3.6.1 Location Quotient (LQ)
Metode LQ adalah perbandingan antar pangsa relatif pendapatan sektor
tertentu pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa
relatif pendapatan sektor tertentu terhadap pada tingkat nasional terhadap pendapatan
nasional (Budiharsono, 2001). Diperlukan beberapa asumsi yang berkaitan dengan
pengembangan sektor peternakan yaitu:
a. Kegiatan perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara adalah homogen
b. Terdapat pola permintaan yang sama antara kabupaten dan provinsi
c. Sistem perekonomian yang masih berkembang atau tertutup dalam Kabupaten
Padang Lawas Utara, artinya seluruh kebutuhan akan terlebih dahulu oleh
diproduksi dalam wilayah itu dan apabila terjadi kekurangan maka akan diambil
dari wilayah lain
d. Penjualan hasil peternakan sesuai dengan spesialisasinya
Dalam mengidentifikasi komoditi basis dan bukan komoditi basis pertanian,
penggunaan LQ adalah sebagai berikut:
LQ =
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dimana:
LQ = Besarnya kuosien lokasi subsektor peternakan di Kabupaten Padang
Lawas Utara termasuk kecamatan di wilayah Kab. Padang Lawas Utara.
Si = Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kecamatan/kabupaten
Sj = Jumlah total PDRB disetiap kecamatan/kabupaten
Ni = Jumlah PDRB Subsektor peternakan pada tingkat kabupaten/propinsi
Nj = Jumlah total PDRB pada tingkat kabupaten/propinsi
Jika LQ > = 1, maka sektor tersebut termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut
lebih berperan bagi perekonomian di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah
diatasnya.
3.6.1.1. Surplus Pendapatan
Setelah diketahui sektor basis atau non basis, maka perlu dihitung nilai
mutlak (rupiah) yang diperoleh dari sektor peternakan. Surplus pendapatan bertujuan
mengetahui besaran yang disumbangkan subsektor peternakan pada wilayah tertentu.
Jika suatu sektor menjadi positif maka sektor memiliki surplus pendapatan positif.
SP = ((Si/Sj)-(Ni-Nj)) * Si
Si = Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kecamatan/Kabupaten
Padang Lawas Utara
Sj = Jumlah total PDRB disetiap kecamatan/kabupaten
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ni = Jumlah PDRB Subsektor peternakan pada tingkat Kabupaten Padang Lawas
Utara atau Propinsi Sumatera Utara
Nj = Jumlah total PDRB pada tingkat Kabupaten Padang Lawas Utara atau
Propinsi Sumatera Utara
Jika surplus subsektor peternakan bernilai positif maka komoditi ini dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebaliknya jika surplus komoditi ini negatif maka
tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
3.6.1.2 Kousien Lokalisasi (Loi)
Digunakan untuk mengetahui penyebaran kegiatan peternakan di suatu
daerah sehingga diketahui tingkat aglomerasinya
Loi = (Si/Sj)- (S/Nj)
Si = Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kecamatan/Kabupaten
Padang Lawas Utara
Sj = Jumlah total PDRB disetiap kecamatan/kabupaten
Ni = Jumlah PDRB Subsektor peternakan pada tingkat Kabupaten Padang Lawas
Utara atau Propinsi Sumatera Utara
Nj = Jumlah total PDRB pada tingkat Kabupaten Padang Lawas Utara atau
Propinsi Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bila nilai kousien lokalisasi lebih dari satu maka produksi suatu komoditi lebih
memusat dan beraglomerasi pada satu wilayah. Sedangkan nilai kuosien lokalisasi
kurang dari satu maka komoditi tersebut lebih bersifat menyebar.
3.6.2. Analisis Shift Share
Analisis shift share adalah metode yang digunakan untuk melihat perubahan
PDRB yang terjadi pada dua titik waktu. Tahun analisis yang digunakan adalah tahun
2008 sampai tahun 2012. Perubahan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut :
Δ Yij = Y’ij – Yij....................................................................................(3.1)
3.6.2.1 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh
tiga komponen yaitu Pertumbuhan Nasional (PN), Pertumbuhan Proporsional (PP),
dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Ketiga Komponen tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
PNij = (Ra) Yij...................................................................................(3.2)
PPij = (Ri-Ra) Yij..............................................................................(3.3)
PPWij = (ri – Ri) Yij.............................................................................(3.4)
Dimana :
Ra = (Y’..-Y..)/Y..
Ri = (Y’i.-Yi)/Yi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ri = (Y’ij-Yij)/Yij
Dimana :
Y’.. = PDRB Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2012
Y.. = PDRB Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2008
Y’i = PDRB Propinsi Sumatera Utara dari sektor i pada tahun 2012
Yi. = PDRB Propinsi Sumatera Utara dari sektor i pada tahun 2008
Y’ij = PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara sektor i pada wilayah ke j 2012
Yij = PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara sektor i pada wilayah ke j 2008
Δ Yij = PNij + PPij + PPWij...............................................................(3.5)
Apabila persamaan (3.1), (3.2),(3.3), dan (3.4) disubtitusikan ke persamaan (3.6)
maka didapat :
Y’ij-Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij.......................................(3.7)
Apabila Ppij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju
pertumbuhannya melambat, sedangkan apabila Ppij > 0 menunjukkan bahwa sektor i
pada wilayah laju ke laju pertumbuhannya cepat. Apabila PPW < 0, sektor i tidak
dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, sedangkan
apabila PPW > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk
perkembangan sektor i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Cara Efektif untuk mengevaluasi pertumbuhan produksi (PDRB) subsektor
Peternakan ataupun sektor lain pada kurun waktu 2008-2012 adalah dengan cara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengekspresikan persen perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Sumbu PP sebagai absis dan PPW sebagai
ordinat (Gambar 3).
Gambar 3. Matrik Profil Pertumbuhan Sumber: Budiharsono 2001
Profil pertumbuhan hasil analisis shift share dibagi menjadi 4 kuadran yaitu:
1. Kuadran I menunjukkan bahwa PP dan PPW bernilai positif. Hal ini berarti
sektor-sektor di wilayah tersebut pertumbuhannya cepat demikian juga daya
saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik apabila dibandingkan dengan
wilayah-wilayah lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa pergesaran bersih
bernilai positif yang berarti sektor-sektor tersebut merupakan wilayah progresif.
2. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang berada di wilayah
yang pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing daya sektor tersebut tidak baik
dibandingkan sektor lain.
Sektor IV Sektor I
Sektor II Sektor III
PPW
PP
PB
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah tertentu
mengalami pertumbuhan lambat dan daya saing yang rendah. Hal ini juga
menunjukkan bahwa semua sektor yang berada di kuadran III nilai pergesesaran
bersihnya negatif yang berarti sektor-sektor tersebut merupakan wilayah lamban.
4. Kuadran IV menunjukkan sektor-sektor yang berada pada wilayah tertentu
mengalami pertumbuhan negatif, tetapi memiliki daya saing yang baik
dibandingkan dengan sektor-sektor lain.
5. Garis yang memotong kuadran II dan IV melalui sumbu yang membentuk sudut
450. garis tersebut merupakan nilai PB = 0, sehingga bagian atas tersebut
merupakan PB positif (Pbij ≥ 0) sehingga menunjukkan sektor-sektor yang
progresif. Sebaliknya di bawah garis tersebut berarti menunjukkan sektor-sektor
yang lambat (PB ≤ 0).
3.6.3. Interpretative Structural Modelling (ISM)
Teknik ISM adalah suatu alat dalam pemodelan strukturalisasi hubungan
langsung yang diproses melalui pengkajian kelompok guna memotret masalah yang
komplek dari suatu sistem oleh suatu tim atau seorang peneliti (Eriyatno, 2007).
Teknik ini kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat digunakan untuk
membuat pembandingan dari masing-masing lembaga yang merupakan stakeholder
dalam pengembangan peternakan yang berorientasi agribisnis. Dengan demikian
dapat diketahui lembaga mana yang paling berpengaruh dalam menunjang
keberhasilan program pengembangan ternak. Model ini dibagi menjadi 2 bagian
yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen yang dapat memberikan manfaat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan guna meramu sistem secara efektif untuk pengambilan keputusan yang lebih
baik.
Langkah analisa teknik ISM adalah sebagai berikut :
a. Menyusun Struktural Self Interaction Matrix (SSIM) dengan menggunakan
simbol V, A, X, O yaitu:
Nilai V bila eij bernilai 1 dan eji bernilai 0
Nilai A bila eij bernilai 0 dan eji bernilai 1
Nilai X bila eij bernilai 1 dan eji bernilai 1
Nilai O bila eij bernilai 0 dan eji bernilai 0
Pengertian nilai satu adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual,
sedangkan nilai nol memiliki pengertian tidak terdapat adanya hubungan
kontekstual antara elemen i (horizontal) dan j (vertikal) dan sebaliknya.
b. Membuat tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V, A, X, O
menjadi nilai riil 1 dan 0
c. Lakukan perhitungan menurut aturan transitivity kemudian dilakukan koreksi
terhadap SSIM sampai terjadi model yang terhubung.
Pengolahan lebih lanjut adalah penetapan pilihan jenjang (level partition).
Pengolahan bersifat tabulatif dengan pengisian format dan bisa dibantu dengan
komputer. Klasifikasi subelemen berdasarkan tabel RM dengan menyusun
’Drive- Power-Dependence’ dalam 4 sektor yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a) Sektor 1, yaitu weak driver - weak dependent variables (autonomous).
Peubah disektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mempunyai
hubungan tetapi kecil walaupun hubungan tersebut bisa saja kuat.
b) Sektor 2, yaitu weak driver – strongly dependent variables (dependents)
umumnya peubah disini tidak bebas
c) Sektor 3, yaitu strong driver – strongly dependent variables (linkage). Pada
sektor ini peubah harus dikaji secara lebih hati-hati karena hubungan antar
peubah tidak stabil.
d) Sektor 4, strong driver – weak dependent variables (independent). Pada
sektor ini peubah merupakan bagian sisa dari sistem yang disebut peubah
bebas.
3.6.4. Perumusan Strategi
Evaluasi faktor eksternal (External Factor Evaluation-EFE) digunakan untuk
mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Pada matriks analisis EFE
dikembangkan daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus
dihindari. Sedangkan matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal
perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.
Tahapan-tahapan dalam menyusun matriks EFE dan IFE adalah sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal dan Internal
Langkah awal yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasi faktor internal baik
itu kekuatan dan kelemahan serta identifikasi eksternal organisasi dengan
mendaftarkan peluang dan ancaman yang dimiliki organisasi.
2. Teknik Pembobotan
Penentuan bobot pada analisis faktor eksternal dan internal perusahaan
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan pada pihak manajemen atau ahli
strategi dengan menggunakan metode paired comparison (Tabel 6-7). Metode
tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap variabel
penentu eksternal dan internal dengan membandingkan setiap variabel pada baris
(horizontal) dengan variabel pada kolom (vertikal). Skala yang digunakan untuk
pengisian kolom adalah:
1 = Jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal
2 = Jika faktor horizontal sama penting dengan faktor vertikal
3 = Jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
Tabel 3.1 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal
Faktor Strategi
Internal A B C … Total Bobot
A
B
C
...
Total
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 3.2 Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal
Faktor Strategi
Eksternal A B C D … Total Bobot
A
B
C
...
Total
Bobot setiap faktor diperole dengan menentukan nilai setiap faktor terhadap
jumlah nilai keseluruhan faktor. Bobot yang diberikan pada setiap faktor berada pada
kisaran 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Faktor-faktor yang dianggap
mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi perusahaan diberi bobot tertinggi, tanpa
mempedulikan apakah faktor tersebut kunci kekuatan dan kelemahan serta peluang
dan ancaman. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada setiap faktor harus sama
dengan 1,0. Bobot dari setiap faktor diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Ai =
3. Penentuan Rating
Menurut David (2004), rating (peringkat) menggambarkan seberapa besar
efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor strategis yang ada.
Keterangan :
ai = Bobot faktor ke-i
Xi = Nilai faktor ke-i
i = 1, 2,..., n
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Perkalian Bobot dan Peringkat
Langkah selanjutnya, nilai dari pembobotan disusun dengan rating
(peringkat) pada tiap faktor dan nilai tertimbang dari setiap faktor kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh total nilai tertimbang organisasi (Tabel 3.1 – 3.2).
Tabel 3.3 Matriks IFE
Faktor-Faktor Internal Kunci Bobot Rating Nilai Tertimbang
(b) (a) (c) =(a) x (b)
Kekuatan
1. .............
2. .............
3. .............
Kelemahan
1. .............
2. .............
3. .............
Jumlah 1,0
Sumber: David, 2004
Tabel 3.4 Matriks EFE
Faktor-Faktor Internal Kunci Bobot Rating Nilai Tertimbang
(b) (a) (c) =(a) x (b)
Peluang
1. .............
2. .............
3. .............
Ancaman
1. .............
2. .............
3. .............
Jumlah 1,0
Sumber: David, 2004
Total nilai tertimbang pada matriks IFE dan EFE akan berada pada kisaran
1,0 (terendah) hingga 4,0 (tertinggi), dengan nilai rata-rata 2,5. Semakin tinggi total
nilai tertimbang perusahaan pada matriks IFE dan EFE mengindikasikan perusahaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merespon kekuatan dan kelemahan (faktor internal) atau peluang dan ancaman
(faktor eksternal) dengan sangat baik, begitu pula sebaliknya.
5. Tahap Pencocokan (Matching Stage)
Tahap pencocokan merupakan tahapan untuk menghasilkan alternatif strategi
yang layak dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah
dihasilkan pada tahap input.
6. Matriks Strenght-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT)
Matriks SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif akan
memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Kombinasi faktor-faktor eksternal dan intenal dalam matriks SWOT, yaitu stategi
kekuatan-peluang (S-O), strategi kelemahan-peluang (W-O), strategi kelemahan-
ancaman (W-T) dan stategi kekuatan-ancaman (S-T). Analisis matriks SWOT akan
menghasilkan beberapa alternatif strategi yang dapat dipilih perusahan dalam
mengembangkan usahanya (Tabel 10).
Tabel 3.5 Matriks SWOT
Kekuatan
(Strengths – S)
Kekuatan-kekuatan
internal perusahaan.
Kelemahan
(Weaknesses – W)
Kelemahan-kelemahan
internal perusahaan. Peluang
(Opportunities – O)
Peluang-peluang eksternal
perusahaan.
Strategi SO
Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang.
Strategi WO
Atasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang.
Ancaman
(Threats – T)
Ancaman-ancaman
eksternal perusahaan.
Strategi ST
Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman.
Strategi WT
Minimalkan kelemahan
dan hindari ancaman.
Sumber: David, 2004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Tahap Keputusan (Decision Stage)
Tahap terakhir dari formulasi strategi yaitu tahap pengambilan keputusan.
Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah matriks QSPM (Quantitative
Strategic Planning Matrix). David (2004) menyatakan bahwa QSPM adalah alat
yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi
secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang
telah diidentifikasi sebelumnya.
Langkah-langkah penyusunan strategi terpilih melalui QSPM adalah sebagai
berikut:
a. Mendaftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Input datanya diperoleh
dari matriks IFE dan EFE yang telah dibuat.
b. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan ekstertal. Bobot
ini identik dengan yang digunakan pada matriks IFE dan EFE.
c. Mengidentifikasi strategi alternatif yang diperoleh dari matriks SWOT yang
layak untuk diimplementasikan.
d. Menetapkan skor kemenarikan relatif (Attractiveness Score/AS) untuk masing-
masing strategi alternatif yang terpilih.
Nilai 1 = tidak menarik,
Nilai 2 = agak menarik,
Nilai 3 = menarik, dan
Nilai 4 = sangat menarik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nilai Attractiveness Score adalah seberapa besar daya tarik relatif
alternatif strategi dalam mengatasi faktor-faktor eksternal dan internal.
e. Menghitung Total Attractiveness Score (TAS) yang diperoleh dari perkalian
bobot dengan AS pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative
attractiveness dari masing-masing altematif strategi.
f. Menghitung jumlah Total Attractiveness Score, dengan cara menjumlahkan
semua Total Attractiveness Score pada setiap kolom QSPM. Nilai TAS yang
tertinggi menunjukkan bahwa strategi tersebut yang paling baik untuk
diimplementasikan. Tabel 3.6 merupakan contoh dari QSPM.
Tabel 3.6 Format Dasar QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
Faktor-faktor Bobot
Alternatif Strategi
Strategi I Strategi II Strategi III
AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor Internal
-
-
Faktor Eksternal
-
-
Total
Sumber: David, 2004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas Utara
4.1.1 Geografi dan Wilayah Pemerintahan
Kabupaten Padang Lawas Utara berada di bagian Selatan Provinsi Sumatera
Utara terletak pada garis 1°13'50"-2°2'32" Lintang Utara dan 99°20'44"-100°19'10
Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Provinsi Riau,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.
Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2007, wilayah administrasi Kabupaten
Padang Lawas Utara, yang meliputi 9 kecamatan yaitu : Kecamatan Batang Onang,
Kecamatan Dolok, Kecamatan Dolok Sigumpulon, Kecamatan Halongonan,
Kecamatan Hulu Sihapas, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kecamatan Padang Bolak,
Kecamatan Portibi, Kecamatan Simangambat serta memiliki 386 desa dan 2
kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara adalah 3.918,05 km2.
Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Padang Lawas Utara, luas
daerah terbesar adalah Kecamatan Simangambat dengan luas 1.036,68 Km2, atau
sekitar 26,46 persen dari total luas Padang Lawas Utara, diikuti Kecamatan Padang
Bolak dengan luas 792,14 Km2 atau 20,22 persen. Sedangkan luas daerah terkecil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adalah Kecamatan Portibi dengan luas 142,35 Km2 atau 3,63 persen dari total luas
Padang Lawas Utara.
4.1.2. Kondisi Fisik Wilayah
Fisik lingkungan Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari kondisi
topografi, hidrologis wilayah, iklim, dan geologi.
4.1.2.1 Kondisi Topografi
Secara topografis wilayah Padang Lawas Utara didominasi oleh kemiringan
lahan bergunung yaitu 174.719 Ha atau 44,59 % dari luas daerah dan diikuti dengan
topografi berbukit yaitu seluas 137.640 Ha atau 35,13 % serta topografi datar dan
landai seluas 79.446 Ha atau 20,28 % dari luas daerah.
Dengan demikian kondisi faktual topografi daerah Kabupaten Padang Lawas
Utara 20,28 % dengan topografi datar dan landai secara garis besar sesuai untuk
pengembangan budi daya pertanian tanaman pangan dan holtikultura dan 35,13 %
dengan topografi berbukit secara ideal sesuai untuk pengembangan budi daya
perkebunan tanaman keras dan 44,59 % lainnya dengan topografi bergunung secara
ideal pengembangannya berfungsi sebagai hutan lindung.
4.1.2.2 Hidrologis Kawasan
Kondisi hidrologi di Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari air
permukaan yaitu sungai, danau dan air bawah tanah. Sungai yang ada dimanfaatkan
untuk kebutuhan sehari-hari, sumber air minum dan untuk irigasi, sebagian wilayah
di Kab Padang Lawas Utara yang dilalui Satuan Wilayah Sungai lintas Provinsi dan
lintas Kab/Kota, yaitu desa Sipiongot di Kecamatan Dolok yang dilalui oleh WS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Barumun-Kualuh lintas Kab/Kota dan Satuan Wilayah Sungai Rokan lintas
Provinsi.Terdapat Danau kecil di wilayah Kab Padang Lawas Utara yaitu Danau Tao
dengan luas ± 25 Ha yang terdapat di Kecamatan Batang Onang yang potensinya
belum dimanfaatkan dengan optimal bagi lahan pertanian dan pertambakan.
4.1.2.3 Iklim
Karena Kabupaten Padang Lawas Utara terletak dekat garis khatulistiwa,
sehingga tergolong kedalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan
Kabupaten Padang Lawas Utara berada pada 0-1.915 Meter diatas permukaan laut,
sebagian daerahnya datar, beriklim cukup panas bisa mencapai 34,20⁰C, sebagian
daerah berbukit dengan kemiringan curam, berbukit dan bergunung, beriklim sedang
yang suhu minimalnya mencapai 17,6⁰C. Sebagaimana musim di Indonesia pada
umumnya, Kabupaten Padang Lawas Utara mempunyai musim kemarau dan musim
penghujan.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Padang Lawas Utara dalam angka Tahun
2012, curah hujan bervariasi antar kecamatan, curah hujan tertinggi rata-rata
mencapai 323 mm yang terjadi pada bulan Februari, sementara curah hujan terendah
rata-rata mencapai 13,6 mm yang terjadi pada bulan Juni. Musim kemarau biasanya
terjadi sekitar bulan Mei hingga September dan musim hujan terjadi pada bulan
Oktober hingga bulan April. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan curah hujan
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Jumlah Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan Di Kabupaten
Padang Lawas Utara Tahun 2012
NO BULAN CURAH HUJAN HARI HUJAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(mm)
1 Januari 57,70 12
2 Februari 393,70 16
3 Maret 92,70 13
4 April 330,90 18
5 Mei 66,90 10
6 Juni 102,50 12
7 July 120,00 11
8 Agustus 47,80 10
9 September 74,80 15
10 Oktober 259,90 24
11 November 277,40 20
12 Desember 449,30 26
Rata-rata 189,47 15,58
Sumber : BPS Kabupaten Padang Lawas Utara dalam angka tahun 2013 (data
diolah)
4.1.2.4 Kondisi Geologi
Secara geologis, wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki struktur
tanah dan batuan yang kompleks dicirikan oleh bentuk bentang alam perbukitan.
Tetapi sebagian wilayah potensial menimbulkan tanah longsor terhadap 40-50 %
dari luas daerah Kabupaten Padang Lawas Utara yang mencakup 5 wilayah
kecamatan merupakan kawasan yang rentan gerakan tanah longsor.
4.1.3 Kependudukan
4.1.3.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari data penduduk Kabupaten Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012
menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Kabupaten Padang Lawas Utara
sebanyak 225,621 jiwa dengan cakupan wilayah seluas 3.918,05 Km2. Jumlah
penduduk suatu daerah merupakan Man Power daerah itu dalam melaksanakan
aktivitas pembangunan di segala bidang. Namun demikian jumlah penduduk harus
seimbang dengan sumber-sumber ekonominya agar dapat memperoleh kenaikan
pendapatan yang setara dengan perkembangan penduduknya.
Analisis jumlah penduduk ini dimaksud untuk mengetahui jumlah penduduk
dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang tersedia, distribusi dan proyeksi penduduk.
Dari data penduduk BPS Tahun 2013 dapat dilihat sebaran dan perkembangan
penduduk di Kabupaten Kabupaten Padang Lawas Utara boleh dikatakan merata
disemua kecamatan dengan tingkat kepadatan masih jarang (< 100 Org/ Km²).
Kecamatan terbesar laju pertumbuhan penduduknya adalah Kecamatan Simangambat
sebesar 10,32 % per tahun, kemudian laju pertumbuhan penduduk terkecil adalah
Kecamatan Padang Bolak Julu hanya sebesar 0,51 % per tahun. Secara rinci jumlah
dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kabupaten Padang Lawas Utara selama 5
(lima) tahun terakhir dari Tahun 2008 sampai Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel
4.2
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara
Tahun 2008 – 2012
No KEC/DESA 2008 2009 2010 2011 2012
Pertum
buhan
(%)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
No KEC/DESA 2008 2009 2010 2011 2012
Pertum
buhan
(%)
1 Batang Onang 12.369 12.434 12.790 12.867 13.065 1,03
2 Padang Bolak Julu 9.254 9.308 9.972 9.993 10.165 0,92
3 Portibi 20.996 21.122 23.228 23.440 23.732 1,04
4 Padang Bolak 51.911 52.215 58.560 59.183 60.058 1,22
5 Simangambat 35.389 35.963 46.769 47.278 48.043 1,30
6 Halongonan 23.355 23.663 29.058 29.343 29.807 1,23
7 Dolok 21.990 22.023 22.573 22. 755 23.093 1,10
8 Dolok Sigumpolon 13.785 13.807 15.898 16.045 16.294 1,19
9 Hulu Sihapas 4.229 4.239 4.638 4.717 4.807 1,26
Jumlah 193.278 194.774 223.531 225.621 229.064 1,18
Sumber: Padang Lawas Utara Dalam Angka 2013
4.1.3.2 Persebaran (Distribusi) dan Kepadatan Penduduk
Pemusatan penduduk pada suatu wilayah (kabupaten/ kecamatan/ desa) dapat
ditunjukkan oleh kepadatan penduduk yang diperoleh dengan membagi jumlah
penduduk dengan luas wilayah administrasi atau luas wilayah daerah terbangun
(lahan pekarangan). Analisis kepadatan penduduk ini dimaksud untuk mengetahui
jumlah dan tingkat kepadatan penduduk dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang
tersedia.
Luas Kabupaten Kabupaten Padang Lawas Utara secara keseluruhan 3.918,05
Km2 dengan kepadatan rata-rata 58.46 jiwa/ Km2. Daerah terluas terdapat di
Kecamatan Simangambat seluas 1.036,68 Km2 dan Padang Bolak, 792,14 Km2
kemudian Kecamatan Halongonan seluas 569,26 Km2dan Kecamatan Dolok dengan
luas 492,45 Km2selanjutnya terkecil di Kecamatan Hulu Siapas 82,98 Km2 dan
Kecamatan Portibi 142,35 Km2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan kepadatan penduduk, kecamatan yang terpadat penduduknya
terdapat di Kecamatan Portibi (166,72 jiwa/Km2) kemudian menyusul Kecamatan
Padang Bolak (75,82 jiwa/Km2 ), sedangkan Kecamatan Dolok Sigompulon (59,87
jiwa/Km2) dan Kecamatan Hulu Sihapas (57,93 jiwa/ Km2) merupakan kecamatan
dengan kepadatan terendah..
Secara umum kepadatan penduduk di Kabupaten Kabupaten Padang Lawas
Utara ini masih relatif rendah, oleh sebab itu daerah ini masih sangat potensial untuk
dikembangkan dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang tersedia, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara
Tahun 2012
No KEC/DESA Penduduk
Luas
Wilayah
(Km2)
Kepadatan
(Jiwa/Km2)
Distribusi
(%)
1 Batang Onang 13.065 286,69 45,57 5,70
2 Padang Bolak Julu 10.165 243,33 41,77 4,44
3 Portibi 23.732 142,35 166,72 10,36
4 Padang Bolak 60.058 792,14 75,82 26,22
5 Simangambat 48.043 1.036,68 46,34 20,97
6 Halongonan 29.807 569,26 52,36 13,01
7 Dolok 23.093 492,45 46,89 10,08
8 Dolok Sigumpolon 16.294 272,17 59,87 7,11
9 Hulu Sihapas 4.807 82,98 57,93 2,10
Jumlah 229.064 3.918,05 58,46 100
Sumber: Kabupaten Padang Lawas Utara dala angka 2013
Meskipun terjadi peningkatan kepadatan penduduk di Kabupaten Padang
Lawas Utara selama 5 tahun terakhir namun secara nasional kepadatan penduduk di
Kabupaten Padang Lawas Utara masih termasuk jarang, apabila dibandingkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan beberapa daerah di Pulau Jawa bahkan ada yang mencapai ratusan jiwa per
ha.
Sedangkan persebaran/distribusi penduduk seperti yang ditampilkan tabel di
atas, sebagian besar penduduk terkonsentrasi di pusat-pusat tersediannya sarana dan
prasarana pelayanan, seperti di Kecamatan Padang Bolak (26.22 %) penduduk dan
Simangambat (20.97%), sedangkan konsentrasi penduduk terkecil terdapat di
wilayah Kecamatan Hulu Sihapas (2.10%).
4.1.3.3 Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama penduduk berusia diatas 15 tahun yang diusahakan
di Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dikelompokkan menjadi; pertanian
(perkebunan, kehutanan, perikanan), industri dan Perdagangan, dan Jasa-jasa. Dari
semua jenis mata pencaharian ini, kegiatan usaha yang paling dominan dilakukan di
kabupaten ini adalah pertanian (76%) termasuk didalamnya perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan kemudian disusul oleh Industri dan Perdagangan (1%),
dan Jasa-jasa (23%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penduduk Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Padang
Lawas Utara Tahun 2012
No Jenis Lapangan Usaha Jumlah Persentase
1 Pertanian 72.096 76
2 Industri dan Perdagangan 602 1
3 Jasa 22.072 23
Jumlah 94.770 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber: Kabupaten Padang Lawas Utara dala angka 2013
4.1.4 Potensi Sumber Daya Alam
4.1.4.1 Kesesuaian Lahan
Penilaian kesesuaian lahan dilakukan untuk penentuan alokasi pemanfaatan
lahan terutama bagi kawasan lindung yang ada dan lahan budidaya pertanian dan
perkebunan dalam upaya ketahanan pangan dan penyiapan lahan pertanian abadi.
Selanjutnya dilakukan penilaian bagi kesesuaian bagi pemanfaatan pariwisata,
pertambangan, peternakan, industri, perikanan terhadap kawasan permukiman bagi
pemanfaatan ruang yang optimal dan meminimalkan konflik antar kegiatan
pemanfaatan ruang.
Secara umum kesesuaian lahan di Kabupaten Padang Lawas Utara dibagi
dalam 4 (empat) kategori, yaitu :
1. Kesesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan basah
Lahan yang sesuai untuk budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah
tersebar secara mengelompok dengan luasan yang kecil-kecil hampir di seluruh
wilayah kabupaten Padang Lawas Utara yang tersebar di sebagian besar wilayah
kecamatan, sebagian kecil pada kecamatan Dolok dan Hulu Siapas. Kecamatan
yang bertindak basis ketahanan pangan adalah Kecamatan Portibi, Kecamatan
Padang Bolak, Kecamatan Batang Konang. Kecamatan Portibi dan Kecamatan
Padang Bolak dilayani oleh irigasi teknis Batang Ilung seluas 4.300 Ha.
2. Kesesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lahan yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan lahan kering tersebar hampir
di seluruh kabupaten Padang Lawas Utara yang terletak di sebagian wilayah
Kecamatan Batang Onang, Hulu Sihapas, Padang Bolak, Padang Bolak Julu,
Portibi, Halongonan dan Simangambat.
3. Kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan atau Perkebunan
Lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman tahunan atau perkebunan meliputi
hampir dua per tiga wilayah Padang Lawas Utara, terutama di kecamatan
Padang Bolak, Padang Bolak Julu, Portibi, Simangambat,Dolok, Dolok
Sigompulan, Batang Onang, Halongonan. Sedangkan kawasan yang tidak sesuai
untuk perkebunan berada di bagian Tengah kecamatan Hulu Siapas dan Portibi.
4. Kesesuaian lahan untuk peternakan
Lahan yang sesuai untuk budidaya peternakan mengikuti kawasan perkebunan,
kawasan tanaman pangan lahan kering, dan kawasan tanaman pangan lahan
basah yang tidak berada pada ketinggian > 1000 m dpl. Kawasan yang sesuai
untuk peternakan tersebut di Kecamatan Batang Onang, Hulu Sihapas, Padang
Bolak, Portibi, Halangonan dan Simangambat.
4.1.5 Kondisi Perekonomian Daerah
4.1.5.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto adalah salah satu indikator yang dapat
dijadikan sebagai ukuran perkembangan ekonomi suatu daerah, kendatipun Produk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Domestik Regional Bruto tersebut tidak dapat dijadikan sebagai jaminan ukuran
pemerataan kesejahteraan penduduk suatu daerah.
Berdasarkan perhitungan BPS Padang Lawas Utara bahwa Produk Domestik
Regional Bruto Kabupaten Padang Lawas Utara pada tahun 2012 adalah Rp.
656.656,19 juta berdasarkan harga konstan dan Rp. 2.189.621,54 juta berdasarkan
harga berlaku. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut.
Tabel 4.5 PDRB Menurut Harga Konstan Dan Harga Berlaku Kabupaten
Padang Lawas Utara Tahun 2012 (Dalam Juta Rupiah)
NO. LAPANGAN USAHA HARGA KONSTAN HARGA BERLAKU
JUMLAH % JUMLAH %
1. PERTANIAN 551.686,67 61,95% 1.544.018,74 70,52%
a. Tanaman Bahan Makanan 162.361,84 18,23% 464.605,95 21,22%
b. Tanaman Perkebunan 331.421,84 37,12% 950.580,29 43,41%
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 46.040,33 5,17% 103.930,39 4,75%
d. Kehutanan 9.478,63 1,06% 19.576,44 0,89%
e. Perikanan 2.384,04 0,27% 5.325,35 0,24%
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 4.281,44 0,48% 15.068,54 0,69%
a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00
b. Pertambangan Tanpa Migas 0,00 0,00 0,00
c. Penggalian 4.281,44 100,00% 15.068,54 0,69%
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 35.858,80 4,03% 68.957,16 3,15%
a. Industri Migas 0,00 0,00
1) Pengilangan Minyak Bumi 0,00 0,00
2) Gas Alam Cair 0,00 0,00
b. Industri Tanpa Migas 35.858,80 4,03% 68.957,16 3,15%
4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 896,60 0,10% 2.445,88 0,11%
a. Listrik 870,13 0,10% 2.353,02 0,10%
b. Gas Kota 0,00 0,00 0,00
c. Air Bersih 26,47 0,00% 92,86 4,17%
5. BANGUNAN 85.025,44 9,55% 128.044,43 5,85%
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 89.359,57 10,03% 194.106,32 8,86%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NO. LAPANGAN USAHA HARGA KONSTAN HARGA BERLAKU
JUMLAH % JUMLAH %
a. Perdagangan Besar dan Eceran 88.753,58 9,97% 192.743,30 8,80%
b. Hotel 5,74 0,00% 14,50 0,00%
c. Restoran 600,26 0,07% 1.348,52 0,06%
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 11.060,00 1,24% 25.403,63 1,16%
a. Pengangkutan 3.130,08 0,35% 8.317,86 0,38%
1) Angkutan Rel 0,00 0,00% 0,00
2) Angkutan Jalan Raya 2.600,72 0,29% 7.043,17 0,32%
3) Angkutan Laut 0,00 0,00% 0,00
4) Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan 0,00 0,00% 0,00
5) Angkutan Udara 256,55 0,03% 540,38 0,02%
6) Jasa Penunjang Angkutan 272,82 0,03% 734,31 0,03%
b. Komunikasi 7.929,92 0,89% 17.085,77 0,78%
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 4. 717,72 0,53% 9.988,07 0,46%
a. Bank 490,85 0,06% 928,27 0,04%
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank 89,60 0,01% 197,04 0,01%
c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00% 0,00
d. Sewa Bangunan 3.980,06 89,83% 8.633,83 0,39%
e. Jasa Perusahaan 157,21 0,45% 228,92 0,01%
9. JASA-JASA 107.707,21 12,09% 201.589,11 9,21%
a. Pemerintahan 102.070,68 11,46% 192.082,43 8,77%
1) Adm. Pemerintahan dan Pertahanan 64.054,56 7,19% 126.734,80 5,79%
2) Jasa Pemerintahan Lainnya 38.016,12 4,27% 65.347,63 2,98%
b. Swasta 5.636,53 0,63% 9.506,68 0,43%
1) Sosial Kemasyarakatan 1.468,23 0,17% 2.861,13 0,13%
2) Hiburan dan Rekreasi 114,26 0,01% 167,46 0,01%
3) Perorangan dan Rumah Tangga 3.990,50 0,45% 6.478,09 0,30%
JUMLAH 656.656,19 2.189.621,54
PDRB per Kapita penduduk tahun 2012 adalah Rp.3.261.639,97 menurut HK dan Rp.5.733.549,39 menurut HB
Sumber : BPS, Padang Lawas Utara dalam angka tahun 2013
Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa struktur ekonomi daerah
Kabupaten Padang Lawas Utara pada tahun 2012 masih didominasi oleh bidang
pertanian. Konstribusi bidang pertanian terhadap PDRB menurut harga konstan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012 adalah sebesar 61,95% dan diikuti oleh
jasa-jasa sebesar 12,09%, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 10,03%, bangunan
9,55%, industri pengolahan 4,03%, pengangkutan dan komunikasi 1,24%, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan 0,53%, pertambangan dan penggalian 0,48% serta
listrik, gas dan air bersih 0,10%.
Sedangkan konstribusi bidang pertanian terhadap PDRB menurut harga
berlaku Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012 adalah sebesar 70,52% dan
diikuti oleh jasa-jasa sebesar 9,21%, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,86%,
bangunan 5,85%, industri pengolahan 3,15%, pengangkutan dan komunikasi 1,16%,
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,46%, pertambangan dan penggalian
0,69% serta listrik, gas dan air bersih 0,11%.
Dari kondisi PDRB tersebut dapat digambarkan bahwa kondisi
perkembangan ekonomi daerah Kabupaten Padang Lawas Utara masih tergolong
pada kategori daerah sedang berkembang. Karena berdasarkan teori ekonomi
disebutkan bahwa ciri-ciri suatu negara ataupun daerah sedang berkembang
(developing countries/region) ditandai bahwa konstribusi PDRBnya didominasi oleh
bidang pertanian, sedangkan ciri-ciri suatu negara ataupun daerah maju (developed
countries/region) ditandai bahwa konstribusi PDRBnya didominasi oleh bidang
industri dan jasa-jasa.
4.1.5.2 Pendapatan Perkapita Daerah
Secara keseluruhan perekonomian Padang Lawas Utara pada tahun 2012
meningkat sebesar 6,81 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perkapita Padang Lawas Utara tahun 2012 sebesar Rp.8.677.821 meningkat dari
Rp.7.718.157 pada tahun 2011. Sementara itu berdasarkan harga konstan 2000,
PDRB perkapita tahun 2012 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011,
yaitu sebesar Rp.3.506.278 pada tahun 2011 menjadi Rp.3.710.435 pada tahun 2012.
4.1.6 Visi Misi Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2013 – 2018
Visi Kabupaten Padang Lawas Utara sebagaimana tercantum pada
Rancangan Awal RPJMD Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2013 – 2018 adalah
: “ Bersama Membangun Padang Lawas Utara Beriman, Cerdas, Maju Dan
Beradat”. Visi ini merupakan lanjutan visi kepala daerah yang kembali terpilih
untuk memimpin Kabupaten Padang Lawas Utara untuk periode 2013 – 2018.
Sebagai visi lanjutan, misi yang diusung merupakan penguatan dan penyempurnaan
terhadap misi yang telah dicapai pada periode pemerintahan 2008 – 2013.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, pada
Rancangan Awal RPJMD Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2013 – 2018, misi
yang dicanangkan terdapat dalam beberapa butir yang akan mendukung pencapaian
target tersebut, antara lain :
1. Melanjutkan pembangunan infrastruktur pedesaan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pemenuhan kebutuhan dasar;
2. Meningkatkan kualitas dan kompetensi para tenaga kerja dengan
meningkatkan keahlian dan keterampilan tenaga kerja melalui pelatihan
secara intensif dan berkesinambungan;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Menjaga iklim yang dinamis dan kondusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan usaha-usaha kecil dan menengah serta penguatan pertumbuhan
ekonomi daerah;
4. Menerapkan prinsip ekonomi kerakyatan yang berbasis pada sumber daya
alam;
5. Optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur menjadi lahan produktif melalui
regulasi dan kebijakan perangsangan berproduksi.
Misi – misi tersebut di atas juga akan didukung dengan peningkatan kapasitas
aparatur pemerintah yang profesional, disiplin, dan berorientasi terhadap kinerja
untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan akuntabel.
4.2 Peran Subsektor Peternakan
4.2.1 Potensi Subsektor Peternakan
Posisi Kabupaten Padang Lawas Utara yang cukup strategis di Provinsi
Sumatera Utara yang menghubungkan jalur lintas pantai barat dan pantai timur,
memberikan potensi bagi daerah ini sebagai pemasok ternak bagi daerah tetangga
seperti Kabupaten/Kota dalam wilayah Sumatera Utara hingga ke wilayah Provinsi
Riau dan Sumatera Barat.
Kesesuaian lahan untuk peternakan di beberapa kecamatan dan perkebunan
yang nantinya dapat diitegrasikan dengan peternakan, timbulan kelapa sawit, serta
ketersediaan hijauan, biji-bijian dan produksi hasil pertanian lainnya menjadi
keunggulan dalam pengembangan peternakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2 Perkembangan Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara
Hingga tahun 2012, secara umum sektor peternakan mengalami
perkembangan setiap tahunnya baik jumlah populasi ternak maupun produksi daging.
Akan tetapi sarana fisik peternakan, seperti pasar hewan, tidak mengalami
perkembangan bahkan cenderung tidak berubah.
4.2.3 Kondisi Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara
Hingga awal tahun 1990-an, di Kabupaten Padang Lawas Utara, yang pada
saat itu masih merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan, masih banyak
terdapat lahan-lahan yang dijadikan sebagai lahan-lahan penggembalaan ternak sapi,
kerbau dan kambing. Dengan sistem pengelolaan tradisional, pada siang hari hewan-
hewan ternak digembala dengan sistem lepas bebas pada lahan-lahan penggembalaan
tersebut.
Seiring dengan mulai berkembangnya industri perkebunan, masyarakat di
Kabupaten Padang Lawas Utara juga mulai meminati industri ini, ditandai dengan
mulai banyaknya lahan-lahan yang ditanami dengan tanaman-tanaman perkebunan
yang memiliki pangsa pasar eksport seperti sawit, karet, kakau, dan lain-lain
sehingga secara berangsur-angsur lahan-lahan yang dulunya difungsikan sebagai
lahan penggembalaan ternak, beralih fungsi menjadi lahan perkebunan. Hal ini
berdampak langsung terhadap penurunan jumlah populasi ternak dan jumlah
masyarakat yang menjalankan usaha peternakan. Hewan-hewan ternak yang
sebelumnya banyak terlihat berkeliaran di lahan-lahan terbuka, sudah mulai
menghilang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kondisi ini tentu saja membutuhkan penanganan pemerintah untuk dapat
membuat kebijakan pengelolaan usaha peternakan dari cara konvensional yang
membutuhkan lahan yang luas ke cara yang lebih baik dengan mengintegrasikan
lahan-lahan perkebunan sebagai lahan penggembalaan dan pemanfaatan timbulan
tanaman perkebunan seperti sawit untuk dijadikan pakan ternak, serta meningkatkan
kembali minat masayarakat untuk beternak.
Berdasarkan data, sejak tahun 2008, populasi ternak besar mulai mengalami
peningkatan. Pada tahun 2012 tercatat populasi ternak sapi sebanyak 13.983 ekor,
kerbau 6.777 ekor, kambing 15.255 ekor, domba 5.645 ekor. Perkembangan populasi
ternak besar dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6 Populasi Ternak Besar di Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun
2008 – 2012
Jenis Ternak Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Sapi Perah - - - - -
Sapi Potong 7.754 7.879 7.423 12.262 13.983
Kerbau 7.035 7.053 6.866 5.565 6.777
Domba 2.898 3.845 1.322 3.822 5.645
Kambing 9.459 10.468 10.041 10.782 15.255
Jumlah 17.687 18.777 15.611 21.649 26.405
Sumber : BPS, Padang Lawas Utara dalam Angka Tahun 2013, Database Profil
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Laws Utara, Tahun 2011, data diolah
Dalam hal pemeliharaan, masyarakat lebih dominan memelihara hewan
ternak secara perseorangan. Namun demikian, di beberapa kecamatan yang menjadi
basis peternakan juga terdapat beberapa peternak yang tergabung dalam kelompok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
petani ternak. Berikut data jumlah kelompok petani peternak yang terdapat di
Kabupaten Padang Lawas Utara :
Tabel 4.7 Data Jumlah Kelompok Petani Peternak di Kabupaten Padang
Lawas Utara Tahun 2012
Nama Kecamatan Jumlah Kelompok Jumlah Anggota (orang)
Portibi 8 152
Padang Bolak 10 169
Halongonan 7 127
Batang Onang 5 99
Padang Bolak Julu 4 67
Hulu Sihapas 2 43
Sumber : Data Base Profil Pembangunan Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Padang Lawas Utara tahun 2011.
Sedangkan untuk sarana dan prasarana, hingga tahun 2012, tercatat hanya
terdapat 4 (empat) Rumah Potong Hewan dan 1 (satu) Pasar Hewan yaitu Pasar
Hewan Aek Godang, Kecamatan Hulu Sihapas. Disamping keterbatasan jumlah
sarana dan prasanara, akses jalan menuju lokasi sentra-sentra peternakan juga masih
tergolong minim, yang mengakibatkan distribusi hewan ternak jadi kurang efisien.
4.3 Analisis Peran Subsektor Peternakan
Sebelum melakukan analisis LQ untuk sektor pertanian khususnya
subsektor peternakan, terlebih dahulu dilakukan analisis LQ untuk masing-masing
sektor ekonomi di Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai gambaran umum dengan
pembanding Propinsi Sumatera Utara. Penjabaran secara makro tentang nilai LQ
seluruh sektor perekonomian akan membantu menentukan sektor dan subsektor
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
unggulan yang layak diprioritaskan dalam pembangunan daerah selanjutnya.
Tahun 2012 menunjukkan bahwa hanya 1 (satu) sektor perekonomian yang
menjadi basis yaitu sektor pertanian. Pada tahun 2012 itu sektor pertanian memiliki
kedudukan sangat kuat dalam basis Kabupaten Padang Lawas Utara dengan nilai
LQ 3,15. Ini berarti sektor pertanian memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam
perbandingan antar wilayah di tingkat Provinsi Sumatera Utara. Hal ini selaras
dengan kontribusi sektor pertanian yang mencapai 70,52 persen.
Hal ini didukung bahwa mata pencaharian utama penduduk Kabupaten
Padang Lawas Utara adalah pada sektor pertanian. Berdasarkan data BPS tahun
2013, sebanyak 76,07 persen penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara adalah
petani.
Tabel 4.8 Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara
Tahun 2012
No. Lapangan Usaha LQ
1 Pertanian 3.15
2 Pertambangan dan Penggalian 0.52
3 Industri 0.14
4 Listrik, Gas & Air Minum 0.12
5 Bangunan 0.87
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.46
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.12
8 Keuangan, Real Estate&Jasa Perusahaan 0.06
9 Jasa-jasa 0.83
Sumber : Hasil olahan data
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.1 Analisis LQ subsektor peternakan
Analisis LQ digunakan untuk menentukan basis subsektor peternakan
diantara subsektor pertanian lainnya. Selain itu digunakan untuk menganalisis
peranan sumber penerimaan subsektor peternakan dari wilayah kabupaten terhadap
wilayah Propinsi sehingga diketahui potensi peternakan di wilayah tersebut.
Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa beberapa subsektor pertanian
merupakan basis ekonomi bagi perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara. Pada
tahun 2012 subsektor peternakan menempati urutan ketiga setelah subsektor tanaman
bahan makanan dan sektor perikanan. Nilai LQ subsektor peternakan adalah 2,36.
Dengan demikian subsektor peternakan termasuk subsektor yang sangat penting
peranannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara dan layak
untuk dikembangkan.
Tabel 4.9 Nilai LQ Sektor Pertanian Tahun 2012 Atas Dasar Harga Berlaku
No. Lapangan Usaha LQ
1 Tanaman Bahan Makanan 2,83
2 Tanaman Perkebunan 4,50
3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,36
4 Kehutanan 0,96
5 Perikanan 0,11
Sumber : Hasil olahan data
Subsektor Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan basis
namun ekonomi basis bukan menjadi jaminan bagi peningkatan kesejahteraan penduduk
di wilayah tersebut. Sektor basis disini hanya menjadi penerimaan potensial dan
merupakan aset bagi wilayah. Sehingga peternakan perlu dipertahankan dan
dikembangkan lagi guna membayar pembangunan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.2 Surplus Pendapatan Subsektor Peternakan
Besarnya surplus pendapatan subsektor peternakan dipengaruhi oleh pola
permintaan nilai semua wilayah provinsi dan sistem perekonomian tertutup. Dengan
asumsi ini kegiatan peternakan akan memberikan surplus pendapatan pada kabupaten
Padang Lawas Utara. Nilai surplus pendapatan ini merupakan indikator apakah suatu
wilayah dapat mencukupi kebutuhannya dan mengekspor atau mengimpor dari luar
wilayah. Surplus peternakan adalah melihat besaran nilai (rupiah) yang diperoleh
dari kegiatan peternakan. Bila positif berarti daerah mampu menjual produk-produk
peternakan ke daerah lain.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor basis menghasilkan surplus
pendapatan yang positif sedangkan untuk komoditi non basis menghasilkan surplus
pendapatan yang negatif. Subsektor peternakan Kabupaten Padang Lawas Utara
mengalami surplus pendapatan yaitu pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.898.987,04
(juta). Dengan adanya surplus pendapatan yang cukup tinggi maka Kabupaten
Padang Lawas Utara dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat juga
masyarakat di kabupaten lainnya, sehingga memberikan keuntungan bagi kabupaten
untuk membeli komoditi non basis guna memenuhi kebutuhan masyarakat di
wilayahnya.
4.3.4 Kuosien Lokalisasi (Loi) Subsektor Peternakan
Kousien lokalisasi digunakan untuk mengidentifikasikan tingkat
pemusatan dan penyebaran suatu kegiatan. Kousien lokalisasi yang mendekati nilai
satu maka produksi peternakan lebih memusat dan beraglomerasi pada satu wilayah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sedangkan nilai kuosien lokalisasi bila mendekati nol maka komoditi tersebut
menyebar disetiap wilayah. Nilai Kuosien lokalisasi subsektor peternakan Kabupaten
Padang Lawas Utara ditingkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,01
(Lampiran 4), yang artinya kegiatan sub sektor peternakan di Kabupaten Padang
Lawas Utara menyebar di beberapa wilayah/kecamatan.
4.3.5 Analisis Shift Share
Shift Share adalah salah satu alat analisis untuk mengidentifikasi sumber
ekonomi dari sisi tenaga kerja atau pendapatan suatu wilayah tertentu. Anlisis Shift
Share ini menggunakan dua titik periode data, yang dala hal ini dianalisis dari segi
pendapatan daerah yait mengambil PDRB pada tahun 2008 dan 2012 pada sub sektor
peternakan. Shift Share ini berguna untuk melihat perkembangan wilayah terhadap
wilayah yang lebih luas misal perkembangan kabupaten terhadap propinsi atau
propinsi terhadap nasional. Dengan Shift Share dapat diketahui perkembangan sektor
- sektor dibanding sektor lainnya serta dapat membandingkan laju perekonomian
disuatu wilayah.
Dari hasil analisis menggunakan data PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara
tahun 2008 – 2012, perubahan indikator kegiatan ekonomi sub sektor peternakan
adalah sebesar Rp. 505.000 juta, dengan rasio sebesar 0,13. Dari hasil ini, dapat
dilihat gambaran pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Padang Lawas Utara
mengalami peningkatan yang positif dari sejak pemekaran hingga tahun 2012. Hasil
analisis Shift Share selanjutnya adalah menganalisis komponen pertumbuhan wilayah
sub sektor peternakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.5.1 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Kontribusi sektor perekonomian di Kabupaten Padang Lawas Utara maupun
Propinsi Sumatera Utara telah mengalami peningkatan pada era otonomi daerah
tahun 2008-2012, maka tiap sektor ekonomi akan memiliki rasio yang berbeda-beda.
Rasio sektor perekonomian di Kabupaten Padang Lawas Utara dan Propinsi
Sumatera Utara disajikan dalam bentuk nilai Ra (Rasio perekonomian tingkat
propinsi), Ri (Rasio perekonomian tingkat propinsi pada sektor i), dan ri (Rasio
perekonomian tingkat kabupaten pada sektor i ). (Lampiran 3).
Nilai Ra didasarkan pada perhitungan selisih antara PDRB total propinsi
Sumatera Utara tahun 2012 dengan total Propinsi Sumatera Utara tahun 2008,
sehingga nilai Ra adalah yang didapat tiap sektor di seluruh kabupaten/kota yang ada
di Propinsi Sumatera Utara memiliki nilai yang sama. Nilai Ra adalah sebesar 65,2
persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008-2012 rasio perekonomian
Propinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan sebesar 65,2 persen.
Nilai Ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB Propinsi Sumatera Utara
subsektor Peternakan pada tahun 2012 dengan PDRB Propinsi Sumatera Utara
subsektor peternakan pada tahun 2008 dibagi dengan PDRB Propinsi Sumatera Utara
subsektor peternakan pada tahun 2008. Sehingga nilai Ri pada subsektor peternakan
di seluruh kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara memiliki nilai yang sama
besar. Nilai Ri subsektor peternakan adalah sebesar 13 persen. Hal ini berarti ada
peningkatan rasio kontribusi sub sektor peternakan sebesar 13 persen terhadap PDRB
Sumatera Utara.
Nilai ri memiliki perhitungan yang berbeda dengan nilai Ra dan Ri. Adapun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perhitungan nilai ri didasarkan pada selisih antara PDRB sub sektor peternakan
Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012 dibagi dengan PDRB subsektor
peternakan tahun 2008 dibagi dengan PDRB subsektor peternakan tahun 2008. Nilai
ri PDRB subsektor peternakan adalah sebesar 18 persen, yang artinya rasio subsektor
peternakan mengalami peningkatan sebesar 18 persen.
Pertumbuhan subsektor peternakan termasuk sektor lainnya dipengaruhi oleh
tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen tersebut adalah
pertumbuhan regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan
pangsa wilayah (PPW). Pengaruh pertumbuhan regional menjelaskan seberapa besar
PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara meningkat bila jumlah PDRB Propinsi
Sumatera Utara persektor bertambah dengan laju yang sama dengan pertumbuhan
regional, sehingga persentase komponen regional sama dengan persentase laju
pertumbuhan, yaitu sebesar 65,2 persen.
Komponen pertumbuhan proporsional sebagai pengaruh kedua,
menjelaskan perbedaan kenaikan PDRB tingkat propinsi dengan kenaikan PDRB
sektor perekonomian untuk semua sektor di seluruh kabupaten/kota yang ada di
Propinsi Sumatera Utara sama besar. Sektor peternakan memiliki persentase yang
negatif (PP>0), berarti pertumbuhan subsektor termasuk peternakan lamban.
Subsektor peternakan mengalami penurunan kontribusi terhadap sektor
perekonomian sebesar 49,02 persen atau sebesar 19.563,84 juta.
Subsektor peternakan memiliki daya saing yang rendah dibandingkan
dengan sektor-sektor lain. Hal ini ditunjukkan dengan persentase pertumbuhan
pangsa wilayah mengalami penurunan sebesar 2,87. Profil pertumbuhan sektor
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor peternakan
dengan cara mengekspresikan persen perubahan PP dan PPW. Persentase PP pada
sumbu absis dan PPW pada sumbu sebagai ordinat (Gambar 4).
Gambar 4. Profil Pertumbuhan Peternakan Tahun 2008-2012
Gambar diatas menunjukkan posisi peternakan berada pada Kuadran III yang
berarti pertumbuhan sektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara termasuk
lambat. Sehingga nilai pergeseran bersihnya mengalami pertumbuhan negatif sebesar
51,89 persen.
Besarnya nilai pergeseran pertumbuhan ini juga menunjukkan pengelolaan
sub sektor peternakan selama ini belum mendapatkan perhatian yang besar dari para
pelaku peternakan seperti pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya serta
peternak itu sendiri. Namun demikian, kondisi ini dapat dijadikan sebagai peluang
besar untuk ditingkatkan, karena pangsa pasar pada sub sektor ini masih terbuka.
4.3.6 Analisis Kelembagaan
Untuk mendapatkan lembaga yang memiliki pengaruh yang paling tinggi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam upaya pengembangan sub sektor peternakan ini, dilakukan analisa
kelembagaan dengan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling
(ISM). Metode ini merupakan metode yang dapat menggambarkan pengaturan dari
lembaga-lembaga dan hubungan antar lembaga tersebut dalam membentuk suatu
sistem. Dalam sistem, struktur adalah dasar dari setiap sistem yang kompleks. Oleh
karena itu, kajian terhadap struktur menjadi sangat penting, sebab manajemen yang
efektif salah satunya bisa dilakukan melalui penelusuran dari struktur sistem itu
sendiri.
Lembaga-lembaga yang menunjang dan mendukung untuk pengembangan
peternakan adalah Dinas Peternakan dan Perikanan, Badan Perencanaan Daerah,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Bank Pembangunan Daerah atau
lembaga keuangan lain, Lembaga Pendidikan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan,
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Kantor Lingkungan Hidup dan Peternak itu Sendiri. Setiap lembaga
memliki masing-masing peran dan keterkaitan dalam pembangunan Kabupaten
Padang Lawas Utara. Setiap lembaga bisa langsung maupun tidak mempengaruhi
pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Peran tersebut
masing-masing lembaga tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dinas Peternakan dan Perikanan
Dinas peternakan merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab dalam
pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Lembaga ini
merupakan yang melaksanakan teknis dan operasional peternakan. Baik
pelaksanaan, pembinaan dan peningkatan, hingga ke pengawasan produksi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peternakan.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan pelaksanan koordinasi
antar lembaga di Kabupaten Padang Lawas Utara. Lembaga ini berperan untuk
merencanakan, merancang, mengkoordinasikan, mengalokasikan dana, dan
monitoring serta mengevaluasi suatu program pembangunan peternakan. Selain
itu menyusun kebijakan tentang peternakan bersama Dinas Peternakan dan
Perikanan dan beberapa lembaga lain yang berkepentingan.
3. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak merupakan salah satu pendukung
usaha peternakan. Oleh sebab itu, keberadaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura dapat berperan sebagai lembaga yang membantu pengelolaan
dan penyedia bahan makanan ternak seperti hijauan, biji-bijian, dan berbagai
limbah pertanian lainnya.
4. Peternak (produsen)
Peternak merupakan pelaksana dalam mengusahakan usaha peternakan.
Peternaklah yang terjun langsung dalam teknis pemeliharaan, pembibitan,
penggemukan, dan perawatan termasuk penjualan ternak. Baik buruknya
produksi peternakan tergantung dari pengelolaan pelaksanaan usaha peternakan
dari para peternak.
5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas ini berperan dalam pencarian wilayah pemasaran dan distribusi hasil-hasil
peternakan serta pengembangan teknologi yang tepat guna terutama pengolahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hasil-hasil peternakan agar memiliki nilai tambah. Selain itu mengatur masalah
perijinan pendirian usaha peternakan dan pengawasan keamanan produk hasil-
hasil peternakan.
6. Dinas Koperasi dan UMKM
Dinas ini berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia usaha peternakan
terutama di dalam manajemen usaha agar lebih efisien dan efektif, dengan
mendorong para peternak untuk membentuk kelompok maupun koperasi-
koperasi peternak. Hal ini juga akan mempermudah penanganan permasalahan
dan upaya pengembangan peternakan oleh pemerintah maupun lembaga-
lembaga yang memiliki perhatian terhadap pengembangan peternakan.
7. Lembaga Keuangan
Lembaga ini berperan sebagai penyedia kredit bagi peternak atau lembaga lain
untuk mengusahakan peternakan. Peranan lembaga ini begitu penting terutama
bagi peternak yang kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya atau
bagi orang/perusahaan yang ingin membuka usaha peternakan.
8. Lembaga Pendidikan
Lembaga Pendidikan berperan sebagai pusat riset pengembangan peternakan
terutama dibidang pengembangan teknologi peternakan seperti pakan, bibit,
teknologi pascapanen serta pembinaan dan pelatihan sumber daya peternak.
9. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Seiring perkembangan teknologi, sumber hijauan untuk pakan ternak juga
mengalami perkembangan. Selain berasal dari produk-produk hasil pertanian,
limbah perkebunan juga dapat dijadikan sebagai sumber hijauan untuk pakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ternak. Lahan perkebunan juga dapat dijadikan sebagai lahan penggembalaan
dengan tetap memperhatikan keselamatan tanaman perkebunan itu sendiri.
Untuk itu, Dinas Kehutanana dan Perkebunan juga dapat mengambil peran
dalam upaya pengembangan potensi peternakan dengan memfasilitasi peternak
untuk mendapatkan akses kerjasama dengan pihak perkebunan.
10. Kantor Lingkungan Hidup
Setiap aktifitas makhluk hidup termasuk hewan, akan selalu menimbulkan
limbah. Di samping limbah ternak itu sendiri, kegiatan peternakan juga dapat
menimbulkan dampak negatif (polusi) terhadap lingkungan sekitar lokasi.
Pengendalian dampak lingkungan ini adalah menjadi salah satu tanggungjawab
Kantor Lingkungan Hidup agar tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan
serta membantu dalam mengubah limbah peternakan itu menjadi sesuatu yang
bermanfaat.
Sesuai dengan tahapan teknik analisa Interpretative Structural Modelling
(ISM), kesepuluh lembaga ini dilakukan penilaian hubungan kontekstual pada
matriks perbandingan berpasangan/Structural Self Interaction Matrix (SSIM) dengan
melakukan survey kepada para pakar yang telah ditentukan (lampiran ). SSIM dibuat
dalam bentuk tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V, A, X dan O
menjadi bilangan 1 dan 0. Matriks tersebut dikoreksi lebih lanjut sampai menjadi
matriks tertutup yang memenuhi aturan transitivity (lampiran 13). Klasifikasi sub
elemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matrix (RM) yang telah
memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan tersebut didapatkan nilai Driver-Power
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(DP) dan nilai Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi sub elemen (lampiran
13).
Dari Interpretasi Output teknik Interpretative Structural Modelling (ISM)
didapatkan nilai Driver-Power (DP) dan nilai Dependence (D) yang selanjutnya
sebagai dasar penentuan rangking dan level masing-masing elemen, sehingga dapat
dibuat hirarki setiap sub elemen secara manual dimana sub elemen dengan ranking
yang lebih tinggi akan berada pada hirarki yang lebih rendah. Hasil analisa ini
didapat bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai elemen dengan ranking yang
paling tinggi sehingga selanjutnya berada pada level 6 pada struktur dalam
pengembangan peternakan. Secara berurut, hierarki 10 lembaga tersebut adalah :
- Level 1 (Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian dan Perdagangan,
Lembaga Keuangan/Bank);
- Level 2 (Dinas Pertanian TPH, Dinas Kehutanan dan Perkebunan);
- Level 3 (Lembaga Pendidikan);
- Level 4 (Dinas Koperasi dan UMKM,);
- Level 5 (Badan Perencanaan Pembangunan dan Peternak).
- Level 6 (Dinas Peternakan dan Perikanan)
Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5. Diagram Struktural Lembaga Pengembangan Peternakan
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan
merupakan elemen kunci pada struktur ini, yang artinya lembaga inilah yang
memegang peranan penting dalam upaya peningkatan dan pengembangan potensi
sektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Hal ini memang sesuai dengan
tupoksi lembaga ini yaitu merencanakan, mengelola dan mengevaluasi program-
program pemerintah pada bidang peternakan dan perikanan.
Sedangkan untuk penentuan posisi kesepuluh lembaga ini dalam Matriks
Driver Power-Dependence, dapat dilihat lembaga-lembaga ini berada pada dua
sektor yaitu :
I. Sektor IV (independent), menyatakan bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan,
Badan Perencanaan Pembangunan, Dinas Koperasi dan UMKM, Peternak, dan
Lembaga Pendidikan, adalah termasuk peubah bebas, yang berarti lembaga-
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5
Dinas Peternakan dan
Perikanan
Dinas Koperasi UMKM
Bappeda
Lembaga Pendidikan
Peternak
Dinas Pertanian TPH
Lembaga Keuangan
/Bank
Dinas Kehutanan dan
Perkebunan
Dinas Perindustrian dan
Perdagangan
Kantor Lingkungan
Hidup
Level 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lembaga ini memiliki kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun
punya sedikit ketergantungan terhadap lembaga lain, kecuali Peternak yang
posisinya mendekati sektor III yang berarti memiliki sedikit ketergantungan
terhadap lembaga lain.
II. Sektor II (dependent) yang terdiri dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan,
Lembaga Keuangan/Bank, Dinas Pertanian TPH, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan, dan Kantor Lingkungan Hidup termasuk kategori peubah
(dependent), yang diartikan bahwa ke lima lembaga ini memiliki peranan
sebagai pendukung keberhasilan upaya pengembangan potensi sektor peternakan
ini.
Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :
Ga
mb
ar
6.
Ma
trik
s
Dri
ver
Power-Dependence untuk Kelembagaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4. Analisis Faktor–Faktor Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan
4.4.1 Analisis Faktor Strategi Internal
Dari hasil diskusi dengan beberapa narasumber/responden, diperoleh beberapa
beberapa faktor strategi yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan
peternakan dalam Kabupaten Padang Lawas Utara.
4.4.1.2 Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan adalah bagian dari faktor strategis internal. Dianggap sebagai
kekuatan karena dapat mendukung terhadap pengembangan Kabupaten Padang
Lawas Utara, oleh karena itu faktor kekuatan harus dimanfaatkan secara maksimal.
Faktor kekuatan yang dimiliki Kabupaten Padang Lawas Utara dalam pengembangan
peternakan adalah sebagai berikut:
1. Basis Ekonomi Peternakan
Dengan menggunakan indikator pendapatan, subsektor peternakan merupakan
basis dengan nilai LQ ditingkat kabupaten sebesar 2,41 yang berarti peranan
peternakan cukup penting bagi perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara.
Dengan nilai LQ sebesar itu Kabupaten Padang Lawas Utara mampu memenuhi
kebutuhan hasil-hasil peternakan dan mengirimkan ke daerah lain.
2. Potensi sumber daya alam
Menurut Direktorat Penyebaran dan Pengembangan Peternakan (1995),
pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada proporsi bahwa lahan
merupakan sumber pakan ternak; semunya jenis lahan cocok sebagai sumber
pakan; pemanfatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian
antara peruntukan lahan dengan sistem produksi pertanian; hubungan antara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lahan dan ternak bersifat dinamis. Keempat faktor inilah yang harus dapat
dikelola sebaik mungkin agar potensi sumber daya alam ini dapat dimanfaatan
secara maksimal.
Dilihat dari aspek sumber daya alam seperti luas lahan serta potensi bahan pakan
wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki keunggulan tersendiri bagi
pengembangan peternakan. Sebagian besar lahan di Kabupaten Padang Lawas
Utara merupakan lahan perkebunan, dengan luas lahan sawit yaitu seluas 26.525
Ha, yang dapat diintegrasikan dengan peternakan. Di samping itu, timbulan
sawit ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Sungai-sungai besar
dan kecil terdapat cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pengairan bagi pertanian dan peternakan.
3. Budaya beternak
Seperti telah disampaikan pada bagian terdahulu, masyarakat di Kabupaten
Padang Lawas Utara telah memiliki budaya beternak dari sejak zaman dahulu.
Berdasarkan catatan beberapa tokoh Padang Lawas Utara, pada masa kejayaan
peternakan di Padang Lawas Utara, kepemilikan terhadap ternak, terutama sapi
dan kerbau, dapat dijadikan sebagai ukuran strata ekonomi dan martabat sebuah
keluarga.
4. Posisi Strategis Kewilayahan
Secara geografis, posisi Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dikatakan cukup
strategis. Berada di tengah-tengah beberapa kabupaten dengan jarak tempuh
yang relatif singkat, seperti Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota
Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Di samping itu, Kabupaten Padang Lawas Utara berada memiliki akses langsung
ke ibu kota Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Riau, dan Propinsi Sumatera
Barat. Dengan posisinya tersebut, peternak Kabupaten Padang Lawas Utara
dapat menjadikan kota-kota tersebut menjadi peluang target pasar, dan didukung
dengan sarana transportasi yang cukup memadai, upaya pemasaran produk hasil
peternakan akan lebih mudah dan lebih murah
5. Otonomi daerah
Berlakunya otonomi daerah sejak tahun 1999 dengan lahirnya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, memberikan kesempatan kepada
masyarakat di daerah untuk mengatur diri sendiri melalui local self government
dan melaksanakan pembangunan sesuai prakarsa dan karakteristik daerah
masing-masing. Dengan terbukanya kesempatan tersebut, diharapkan
masyarakat dan pemerintahan kabupaten dapat berpacu untuk lebih kreatif dalam
membangun daerahnya masing-masing.
4.4.1.2 Faktor Kelemahan
Beberapa faktor dianggap sebagai kelemahan dalam sebuah strategi
disebabkan adanya kemungkinan faktor-faktor tersebut akan menjadi kendala dalam
pengembangan usaha peternakan. Faktor kelemahan yang dapat dimimalisir dalam
upaya pengembangan peternakan antara lain:
1. Sumber Daya Manusia Peternak
Salah satu inefisiensi dalam pengusahaan pengembangan peternakan adalah
ketidak harmonisan antara pelaku dan pembina. Faktor ketidak harmonisan ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia peternakan. Masih rendah dan
terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia akan menjadi hambatan dalam
percepatan proses transfer teknologi dan pengetahuan kepada peternak dalam
memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya yang tersedia.
2. Penyebaran peternakan
Bila nilai kousien lokalisasi kurang dari satu maka sektor tersebut menyebar
merata. Berdasarkan hasil perhitungan, kousien lokalisasi subsektor peternakan
di Kabupaten Padang Lawas Utara bernilai 0,01, yang artinya peternakan sangat
menyebar diseluruh Kabupaten Padang Lawas Utara.. Lokasi peternakan yang
menyebar ini juga dapat menggambarkan kemungkinan sebagian besar usaha
peternakan masih merupakan usaha sampingan.
Dengan penyebaran peternakan ini akan membuat pengembangan peternakan
menjadi lebih sulit karena membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang lebih
besar untuk menjangkau lokasi usaha peternakan. Kebijakan pembangunan
peternakan menjadi kurang efektif dan efisien karena informasi, bantuan teknis,
pembimbingan dan lain-lain terhadap peternakan tidak sampai kepada peternak
secara merata. Sebagai akibatnya usaha pengembangan peternakan berjalan
lambat.
3. Adopsi Teknologi
Perkembangan informasi dan teknologi merupakan pendorong nilai tambah
ekonomi yang juga dapat mendorong peningkatan daya saing bangsa.
Kemampuan dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek di
Indonesia mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rekayasa teknologi telah banyak dimanfaatkan baik oleh pihak industri maupun
masyarakat umum. Meskipun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan
pemanfaatan teknologi masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing.
Adopsi Teknologi yang rendah terjadi karena peternak secara umum kekurangan
informasi dan atau masih berkaitan erat dengan terbatasnya kemampuan sumber
daya peternak atau lembaga pembina.
4. Ketersediaan Sarana Prasarana
Sarana Prasarana Peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara belum tersedia
secara memadai. Sarana peternakan pun tidak terdistribusi secara merata. Pasar
Hewan yang masih tradisional dan belum terjaga kebersihannya, serta jumlah
dan lokasinya yang hanya terdapat satu pasar, akses jalan ke sentra peternakan
banyak yang rusak sehingga menyebabkan tambahan biaya bagi produsen.
5. Kemampuan Modal Usaha
Salah satu faktor penyebab menurunnya minat masyarakat untuk beternak adalah
keterbatasan modal usaha, padahal usaha peternakan memerlukan modal yang
cukup besar. Ketidakmampuan menyediakan modal ini terjadi karena masih
rendahnya pendapatan penduduk. Selain itu akses modal petani terhadap fasilitas
kredit cukup sulit karena persyaratan cukup banyak dan tingkat kepercayaan
lembaga keuangan masih rendah terhadap sektor pertanian pada umumnya.
6. Laju pertumbuhan peternakan
Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa subsektor peternakan merupakan
sektor yang pertumbuhannya lambat dan memiliki daya saing yang rendah
dibandingkan sektor-sektor lain. Laju pertumbuhan proporsional peternakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tahun 2008-2012 mengalami penurunan sebesar 49,02 persen dan pertumbuhan
pangsa wilayah tahun 2012 menurun sebesar 2,87 persen.
4.4.2 Faktor Strategis Eksternal
Faktor strategis internal terdiri dari peluang yang dapat dimanfaatkan dan
ancaman yang harus dihindari untuk mencapai keberhasilan dalam upaya
pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara.
4.4.2.1 Peluang
Faktor yang dianggap sebagai peluang adalah faktor yang bisa dimanfaatkan
dalam upaya mencapai tujuan. Faktor-faktor yang merupakan peluang yang dapat
dimanfaatkan dalam upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas
Utara Antara lain:
1. Potensi pasar
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara yang cukup tinggi yaitu
sebesar 1,18 persen, dan rata-rata Sumatera Utara sebesar 1,22 persen pertahun
sehingga menjadi peluang pasar baru. Berdasarkan data Bank Indonesia Medan,
pada tahun 2011, permintaan terhadap daging sapi di Sumatera Utara adalah
sebesar 25.155,35 Ton pertahun, sedangkan produksi baru mencapai 16.243,9
Ton. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemenuhan gizi terutama protein
yang semakin tinggi akan berpotensi menaikkan konsumsi hasil-hasil
peternakan.
2. Ketersediaan kredit
Sejak tahun 2011, pemerintah melalui BI dan beberapa bank baik nasional
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maupun bank-bank swasta, telah mengucurkan program kredit khusus kepada
peternak seperti Kredit Usaha Pebibitan Sapi (KPS) dan Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KPPE). Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pada tahun
2012, realisasi kredit peternakan di Sumatera Utara adalah sebesar Rp. 671.092
miliar atau naik sebesar 55.79% dibandingkan periode yang sama pada tahun
2011. Pada tahun 2013, berdasarkan data Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan, realisasi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) untuk sub sektor
peternakan adalah sebesar Rp.948,851 miliar, yang merupakan realisasi terbesar
dibandingkan sub sektor lain (tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan
penge pangan). Hal ini dapat menjadi peluang untuk menyediakan modal bagi
pengembangan peternakan.
3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan adalah suatu keputusan yang memberikan arahan untuk memberi
solusi terhadap permasalahan khusus yang berkembang dikalangan masyarakat.
Kebijakan yang tepat akan memberikan dampak positif yang sesuai dengan yang
diharapkan. Keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan peternakan akan
terlihat dari seberapa besar dukungan pemerintah melalui kebijakan dalam
bentuk program kegiatan ataupun peraturan-peraturan yang dikeluarkan.
4. Pertumbuhan ekonomi
Besarnya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat berdasarkan kenaikan PDRB
setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS pada Kabupaten Padang Lawas Utara
tahun 2013 menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Padang Lawas
Utara pada tahun 2012 meningkat menjadi 6,38 dari tahun 2011 dan. Sedangkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara hanya mengalami peningkatan sebesar
yaitu dari 6,22 persen tahun 2012. Dengan semakin baiknya pertumbuhan
ekonomi tersebut maka akan meningkatkan daya beli masyarakat, dengan
demikian permintaan komoditi peternakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
protein hewani masyarakat akan semakin baik.
5. Tuntutan keamanan produk (ASUH)
Selain tuntutan kuantitas terhadap kebutuhan pokok produk peternakan, saat ini
masyarakat luas telah mulai sadar akan pentingnya keamanan pangan yaitu
produk hasil ternak yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pada saat ini
standar kualitas ditentukan oleh konsumen. Konsumen mempunyai kekuatan
penuh untuk memilih produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Tuntutan keamanan produk dapat menjadi peluang yang menambah nilai bagi
produsen
4.4.2.2 Ancaman
Faktor ancaman adalah faktor yang dianggap bisa menghambat
pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Ancaman yang dapat
mengganggu kelangsungan upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Padang
Lawas Utara adalah sebagai berikut:
1. Kejadian penyakit ternak
Kejadian penyakit ternak akan mempengaruhi tingkat keamanan dan produksi
ternak. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang
Lawas Utara, terdapat beberapa penyakit yang tercatat pernah menyerang ternak
antara lain cacingan, diare/mencret, kembung, scabies, demam, dan lumpuh.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Kejadian Pencurian Ternak
Pengelolaan peternakan yang masih sangat tradisional, yang ditandai dengan
kondisi kandang yang tidak dilengkapi dengan sarana pengamanan yang
memadai bahkan tidak jarang hewan ternak tidak dikandangkan pada malam
hari, dan metode penggembalaan pada lahan terbuka yang masih banyak
dilakukan para peternak menyebabkan ancaman kehilangan hewan ternak sangat
mungkin terjadi.
3. Impor Produk Peternakan
Berdasarkan data Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian,
realisasi impor daging sapi pada tahun 2013 mencapai 55.840,6 ton, atau
meningkat dibanding tahun 2012 yang sebesar 41.027,2 ton. Untuk sapi bakalan,
realisasinya mencapai 312.687 ekor, dan impor sapi potong mencapai 94.949
ekor, dimana pada tahun sebelumnya tidak ada. Impor daging sapi ini dilakukan
pemerintah untuk memenuhi kekurangan kebutuhan akan daging sapi sebesar
549.670 ton. Walaupun dari data tersebut, jumlah impor daging hanya berkisar
10 % dari kebutuhan daging nasional, akan tetapi dengan adanya impor ini dapat
mengancam keberadaan peternak-peternak lokal yang disebabkan kualitas
daging impor lebih baik dengan harga yang lebih murah.
4. Alih Fungsi Lahan
Seiring dengan perkembangan industri perkebunan, wilayah Kabupaten Padang
Lawas Utara yang selama ini dikenal luas sebagai lahan penggembalaan ternak,
mulai mengalami perubahan fungsi lahan. Lahan yang sebelumnya merupakan
lahan penggembalaan ternak, saat ini banyak berubah menjadi lahan perkebunan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
karet dan sawit. Pembukaan lahan perkebunan ini bukan hanya oleh masyarakat
setempat, akan tetapi lebih banyak oleh para pemilik modal baik perseorangan
maupun perusahaan nasional.
Permasalahan alih fungsi lahan ini juga secara tidak langsung membuat banyak
masyarakat yang dulunya beternak, juga mulai beralih menjadi petani kebun,
dengan mengalihkan modalnya dari ternak ke komoditi perkebunan seperti karet
dan sawit, atau menjadi buruh di perkebunan perseorangan maupun perusahaan.
Kedaan ini juga dapat mengancam ketahanan pangan yang diakibatkan semakin
berkurangnya lahan pertanian seperti sawah, ladang, dan lainnya.
5. Pengaruh Ekonomi Global
Kondisi ekonomi global tidak dapat dipungkiri memliki pengaruh langsung
maupun tidak langsung bagi usaha peternakan. Menurunnya harga
bahan/komoditi perkebunan di pasar global, cukup mempengaruhi daya beli
masyarakat termasuk terhadap hasil produksi ternak seperti daging.
4.5. Evaluasi Faktor – Faktor Strategis
Metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor
strategis yang dapat mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabupaten Padang
Lawas Utara matriks evaluasi faktor internal untuk faktor internal, dan evaluasi
faktor eksternal untuk faktor strategis eksternal. Tujuan dari matriks IFE/EFE adalah
untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor strategi internal/eksternal
mempengaruhi keberhasilan pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas
Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.5.1 Evaluasi Faktor Internal
Hasil perhitungan bobot dan rating dari faktor-faktor strategis internal yang
mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara terlihat
pada Tabel 4.10. Elemen kekuatan terdiri dari lima faktor yaitu basis ekonomi,
potensi sumber daya alam, posisi strategis kewilayahan, budaya beternak dan
otonomi daerah. Nilai bobot masing-masing faktor tersebut adalah 0,09; 0,09; 0,10;
0,09; dan 0,11. Setelah dikombinasikan dengan ranking masing-masing faktor,
kekuatan utama dalam pengembangan peternakan adalah posisi strategis
kewilayahan, otonomi daerah, dan potensi sumber daya alam.
Sedangkan untuk elemen kelemahan, terdiri dari enam faktor kelemahan,
yaitu penyebaran peternakan, sumber daya manusia peternak, adopsi teknologi,
ketersediaan sarana prasarana, kemampuan modal usaha, dan laju pertumbuhan
peternakan. Dari keenam tersebut, faktor yang menjadi kelemahan utama adalah
penyebaran peternakan, sumber daya manusia peternak, dan laju pertumbuhan
peternakan dengan nilai 0,08; 0,08;0,09.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.10 Matrik Evaluasi Faktor Internal
Faktor internal Bobot Rata-rata Skor total rata-rata
Basis Peternakan 0.09 2.80 0.25
Potensi sumberdaya alam 0.09 3.20 0.29
Posisi Strategis kewilayahan 0.10 2.40 0.25
Budaya beternak 0.09 1.80 0.17
Otonomi Daerah 0.11 2.60 0.28
0.49 12.80 1.24
Penyebaran peternakan 0.08 2.60 0.21
Sumber daya manusia peternak 0.08 3.00 0.24
Adopsi teknologi 0.09 1.40 0.13
Ketersediaan sarana prasarana 0.09 1.80 0.16
Kemampuan modal usaha 0.09 2.20 0.19
Laju Pertumbuhan Peternakan 0.09 2.80 0.25 0.51 13.80 1.17
2.41
Sumber : Hasil olahan data kuisioner
Berdasarkan hasil olahan data kuisioner di atas, dapat dilihat respon kekuatan
sebesar 1.24 dan respon kelemahan sebesar 1,17 (lampiran 5). Jumlah skor total
elemen kekuatan dan kelemahan sebesar 2.41 yang berada di bawah rata 2.5, berarti
bahwa para pelaku peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara selama ini kurang
merespon faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan internal untuk
pengembangan peternakan. Hal ini dapat dianggap sebagai salah satu faktor
penyebab kurang berkembangnya sub sektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas
Utara bahkan cenderung mengalami penurunan.
4.5.2 Evaluasi Faktor Eksternal
Elemen peluang terdiri dari lima faktor yaitu potensi pasar, ketersediaan
kredit, Kebijakan Pemerintah, dan tuntutan keamanan produk, masing-masing bobot
faktor peluang tersebut adalah 0.09, 0,09, 0,13, 0,10 dan 0,12. Peluang yang dapat
direspon dengan baik dalam pengembangan peternakan adalah kebijakan pemerintah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan tuntutan keamanan produk. Hal ini berarti kebijakan pemerintah selama ini
dipandang telah berpengaruh dalam meningkatkan produksi peternakan. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut :
Tabel 4.11 Matrik Evaluasi Faktor Eksternal
Faktor eksternal Bobot Rata-rata Skor total rata-rata
Potensi Pasar 0.09 3.40 0.31
Ketersediaan Kredit 0.09 3.20 0.30
Kebijakan Pemerintah 0.13 3.00 0.39
Pertumbuhan Ekonomi 0.10 2.80 0.27
Tuntutan Keamanan produk 0.12 3.60 0.43
0.53 16.00 1.71
Kejadian penyakit ternak 0.09 2.20 0.20
Kejadian pencurian ternak 0.09 2.40 0.22
Impor produk peternakan 0.10 1.60 0.15
Alih fungsi lahan 0.09 2.40 0.23
Pengaruh ekonomi global 0.09 2.20 0.21
0.47 10.80 1.01
2.71
Sumber : Hasil olahan data kuisioner
Tabel ini juga menunjukkan ancaman yang mempengaruhi pengembangan
peternakan adalah kejadian pencurian ternak dan kejadian penyakit ternak dengan
bobot masing-masing adalah 0,090 dan 0,093. Sedangkan tiga faktor ancaman
kurang kuat pengaruhnya terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Padang
Lawas Utara.
Dilihat dari skor total sebesar 2, 71 berarti nilai tersebut berada di atas 2,50
hal ini berarti Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara telah cukup bagus dalam
usahanya memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Respon terhadap
elemen peluang (total skor 1,71), lebih tinggi dibandingkan respon terhadap ancaman
(total skor 1,01). Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Padang Lawas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Utara telah lebih memanfaatkan peluang yang ada.
4.5.3 Analisis SWOT
Hasil Analisis SWOT menghasilkan beberapa alternatif strategi seperti
ditampilkan pada Tabel
1. Strategi Strength-Opportunities (S-O)
Merujuk kepada hasil kuisioner swot pada bagian terdahulu, Potensi
sumberdaya alam menjadi salah satu faktor yang memiliki bobot yang tinggi.
Oleh sebab itu, faktor ini dapat diadikan sebagai penunjang dalam menjawab
peluang besarnya potensi pasar produk hasil peternakan.
Keberadaan beberapa perkebunan baik yang dimiliki perusahaan maupun
milik masyarakat dapat diintegrasikan dengan usaha peternakan dengan
menjadikan lahan-lahan perkebunan tersebut (dengan kondisi tertentu)
sebagai lahan penggembalaan ternak. Pemanfaatan pelepah daun sawit
(dengan terlebih dahulu melalui proses pengolahan menggunakan mesin
pencacah) dan limbah lumpur sawit (solid) sebagai sumber pakan ternak juga
dapat dijadikan sebagai potensi untuk meningkatkan ketersediaan pakan
ternak yang merupakan faktor biaya terbesar dalam usaha peternakan.
Dengan pengintegrasian ini, diharapkan dapat menciptakan kondisi yang
saling menguntungkan bagi perkebunan dan bagi peternak.
2. Strategi Strength-Treaths (S-T)
Dengan berlakunya otonomi daerah, setiap pemerintah daerah diberikan
kewenangan dalam mengelola wilayahnya sesuai dengan potensi daerah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masing-masing, termasuk kewenangan dalam mengelola pemanfaatan lahan.
Untuk itu, agar ancaman alih fungsi lahan ini tidak terjadi, diharapkan
pemerintah daerah Kabupaten Padang Lawas Utara dapat lebih menegaskan
pemberlakuan aturan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah daerah yang telah disesuaikan dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Nasional.
Di samping mempertegas aturan tentang alih fungsi lahan, dengan
kewenangan sebagai daerah otonom, pemerintah daerah Kabupaten Padang
Lawas Utara juga dapat melakukan pengawasan terhadap masuknya ternak
dari luar daerah dengan terus berupaya meningkatkan pemanfaatan dan
produktifitas produk lokal.
3. Strategi Weakness-Opportunities (W-O)
Keterbatasan pengetahuan peternak dala mengelola usaha peternakan, telah
menjadi salah satu faktor menurunnya pertumbuhan sub sektor peternakan.
Pengelolaan konvensional yang selama ini dijalankan peternak, telah
membuat usaha peternakan ini kurang produktif baik dari segi kuantitas,
kualitas serta nilai keekonomisan hasil-hasil peternakan. Untuk itu, upaya
peningkatan kapasitas SDM peternak dalam hal pengelolaan dan penggunaan
teknologi peternakan, dapat dilakukan secara bertahap dengan melibatkan
lembaga-lembaga diluar pemerintahan seperti dunia pendidikan, LSM, serta
perbankan yang juga dapat sekaligus menjawab keterbatasan kemampuan
modal peternak dalam upaya pengembangan usaha peternakannya.
4. Strategi Weaknesses- Treaths (W-T)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tersebarnya usaha-usaha peternakan di berbagai wilayah Kabupaten Padang
Lawas Utara cukup mempersulit pengumpulan data dan informasi
permasalahan peternakan. Hal ini menyebabkan para peternak seperti berjalan
sendiri-sendiri dalam menjalankan usaha peternakannya. Peningkatan
infrastruktur jalan diharapkan dapat mengurangi permasalahan tersebarnya
usaha peternakan tersebut, karena akan meningkatkan aksesibilitas keluar
masuk orang ke wilayah peternakan, serta arus barang/jasa lainnya.
Ketersediaan sarana dan prasarana sektor peternakan seperti pos pemantau
lalu lintas produk ternak, rumah potong hewan, pasar hewan, serta balai-balai
kesehatan dan penyuluhan hewan. Dengan ketersediaan sarana dan prasarana
sektor peternakan ini, diharapkan dapat mengendalikan arus keluar masuk
hewan ternak, mengurangi kejadian penyakit ternak, meningkatkat nilai jual
hewan ternak, serta mendekatkan peran pemerintah dalam memberikan
bantuan penyuluhan melalui tenaga-tenaga penyuluh peternakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.12 Matriks SWOT
Faktor Kekuatan (S) Faktor Kelemahan (W)
S1 Basis Peternakan W1 Penyebaran peternakan
S2 Potensi sumberdaya alam W2 Sumber daya manusia peternak
S3 Posisi Strategis kewilayahan W3 Adopsi teknologi
S4 Budaya beternak W4 Ketersediaan sarana prasarana
S5 Otonomi Daerah W5 Kemampuan modal usaha
W6 Laju Pertumbuhan Peternakan
Faktor Peluang (O) S-O W-O
O1 Potensi Pasar 1 Pengembangan integrasi
peternakan dengan perkebunan
(S2,S3,O1,O3)
4 Peningkatan dan
pengembangan SDM Peternak
(W2, W3, O3, O5) O2 Ketersediaan Kredit
O3 Kebijakan Pemerintah 5 Fasilitasi kerjasama kelompok
peternak dengan stakeholder
(pendidikan, LSM,lebaga
keuangan) (W3,W4, O3, O5)
O4 Pertumbuhan Ekonomi
O5 Tuntutan Keamanan
produk
Faktor Ancaman (T) S-T W-T
T1 Kejadian penyakit ternak 2 Penguatan aturan pemanfaatan
lahan
6 Peningkatan peran penyuluh
peternakan ke masyarakat
peternak T2 Kejadian pencurian ternak
T3 Impor produk peternakan 3 penguatan pemanfaatan dan
produktifitas produk lokal T4 Alih fungsi lahan 7 Peningkatan infrastruktur jalan
dan sarana prasarana
peternakan T5 Pengaruh ekonomi global
Sumber: Tanggapan Responden (data diolah)
4.5.4 Rekomendasi Prioritas Strategi
Beberapa alternatif srategi yang didapatkan dari matrik SWOT
selanjutnya dianalisis menggunakan metode QSPM untuk menetapkan strategi
prioritas yang akan digunakan. Hal ini dilakukan dengan penentuan peringkat
pedoman pada total daya tarik (TAS) masing-masing alternatif strategi yang ada.
Jumlah nilai tertinggi berarti menunjukkan bahwa strategi tersebut lebih menarik
dilaksanakan dibanding strategi lain. Alternatif-alternatif strategi yang didapatkan
dari matrik SWOT tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan integrasi peternakan dengan perkebunan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Penguatan aturan pemanfaatan lahan
3. Penguatan pemanfaatan dan produktifitas produk lokal
4. Peningkatan dan pengembangan SDM Peternak
5. Fasilitasi kerjasama kelompok peternak dengan stakeholder (lembaga pendidikan,
LSM, lembaga keuangan)
6. Peningkatan peran penyuluh peternakan ke masyarakat peternak
7. Peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana peternakan
Berdasarkan hasil penilaian dari matriks QSPM, maka diperoleh urutan
strategi dari yang nilai TAS paling tinggi hingga paling rendah. Dari urutan tersebut
dapat dihasilkan strategi yang paling menarik untuk diimplementasikan dalam
pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara (Tabel 4.13).
Tabel 4.13 Alternatif strategis pengembangan potensi peternakan di Kabupaten
Padang Lawas Utara
No. Alternatif Strategi TAS Rangking
1. Pengembangan integrasi peternakan dengan perkebunan
6.351 VI
2. Penguatan aturan pemanfaatan lahan 5.616 VII
3. Penguatan pemanfaatan dan produktifitas produk lokal
6.565 IV
4. Peningkatan dan pengembangan SDM Peternak 7.141 I
5.
Fasilitasi kerjasama kelompok peternak dengan
stakeholder (pendidikan, LSM, lembaga
keuangan)
6.576 III
6. Peningkatan peran penyuluh peternakan ke masyarakat peternak
6,440 V
7. Peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana peternakan
6,662 II
Sumber: Tanggapan Responden (data diolah)
Dari hasil analisis di atas, dapat dilihat bahwa strategi prioritas dalam upaya
pengembangan potensi peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia peternak, dilanjutkan dengan
peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana peternakan serta dengan
memfasilitasi peternak dengan lembaga-lembaga yang memiliki perhatian dan
keterkaitan dengan sektor peternakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dengan menggunakan beberapa metode, dapat disimpulkan
beberapa hal berkaitan dengan tujuan penelitian ini, yaitu :
1. Analisis potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap
pembangunan ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara, sebagai berikut :
- Sub sektor peternakan merupakan sektor basis di Kabupaten Padang
Lawas Utara dengan nilai LQ sebesar 2,36. Hal ini juga menunjukkan
bahwa sub sektor peternakan mengalami surplus pendapatan sebesar
Rp.898.987,04 (juta), dengan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten
Padang Lawas Utara sebesar 4,75%.
- Nilai Kuosien lokalisasi subsektor peternakan Kabupaten Padang Lawas
Utara ditingkat Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,01, yang berarti
sub sektor peternakan ini memiliki algoritma yang menyebar di berbagai
wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara.
- Dengan menggunakan metode Analisis Shift Share, dapat diketahui
bahwa tingkat perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara pada tahun
2008-2012 mengalami pertumbuhan Kabupaten Padang Lawas Utara
meningkat sebesar 65,2 persen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Daya saing sub sektor peternakan Kabupaten Padang Lawas Utara masih
tergolong rendah dengan persentase pertumbuhan pangsa wilayah
mengalami penurunan sebesar 2,87.
- Dari hasil analisa kelembagaan menggunakan metode ISM, dapat dilihat
lembaga yang memiliki peranan kunci dalam pengembangan peternakan
di Kabupaten Padang Lawas Utara dipegang oleh Dinas Peternakan dan
Perikanan yang berada pada level 6 pada diagram struktur kelembagaan
pengembangan peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Beberapa strategi pengembangan peternakan dalam rangka meningkatkan
peran subsektor peternakan di Kabupaten Padang Lawas Utara, secara berurut
sebagai berikut (1) Peningkatan dan pengembangan SDM Peternak; (2)
Peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana peternakan; (3) Fasilitasi
kerjasama kelompok peternak dengan stakeholder (pendidikan, LSM,
lembaga keuangan); (4) Penguatan pemanfaatan dan produktifitas produk
lokal; (5) Peningkatan peran penyuluh peternakan ke masyarakat peternak;
(6) Pengembangan integrasi peternakan dengan perkebunan; (7) Penguatan
aturan pemanfaatan lahan.
5.2. Saran
Dari beberapa kesimpulan yang telah diambil, selanjutnya dapat diberikan
saran, sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas SDM peternak dalam beberapa hal seperti
peningkatan pengetahuan pengelolaan peternakan dan penggunaan teknologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peternakan. Hal ini dapat dilakukan bekerjasama dengan lembaga-lembaga
yang memiliki keterkaitan dengan peternakan seperti lembaga pendidikan,
LSM, perusahaan, dan lembaga- lembaga lainnya, membuka akses dengan
pihak keuangan/perbankan untuk membantu permodalan, serta membuka
akses pasar ke berbagai wilayah yang berdekatan dengan Kabupaten Padang
Lawas Utara, dan dapat juga dengan mengikuti berbagai kegiatan promosi
untuk memperkenalkan produk hasil peternak lokal dan meningkatkan
pangsa pasar prodk hasil peternakan.
2. Dari beberapa strategi alternatif yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa akan
sangat dibutuhkan koordinasi dari berbagai instansi/SKPD baik yang
berkaitn langsung dengan sektor peternakan, maupun SKPD lain yang dapat
berperan dalam upaya pengembangan potensi peternakan ini seperti Dinas
Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi, Badan Penyuluh Pertnian dan
Ketahanan Pangan, Dinas Pendidikan, BPMD/K, dan Dinas Sosial Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.
Dengan beberapa saran tersebut, diharapkan dapat menjawab beberapa
permasalahan sub sektor peternakan seperti pemenuhan kebutuhan produk hasil
peternakan yang sesuai dengan potensi pasar dan tuntutan kualitas konsumen yang
ada, yang pada akhirnya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat Kabupaten
Padang Lawas Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Arfa`i dan Erison, Dirgahayu. 2005. Analisis Potensi Pengembangan Ternak Sapi
Potong Melalui Pendekatan Lahan Dan Sumberdaya Peternak Di Kabupaten
Padang Pariaman, Sumatera Barat. Laporan Penelitian Dosen Muda.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.
Agustinus N. Kairupan dan Derek Polakitan. 2011. Kajian Perkembangan Dan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Peternakan Sapi Potong Di Sulawesi Utara.
Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program
Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Balai Pengkajian dan
Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara.
B. Sandjaja dan Albertus Heriyanto. 2006. Panduan Penelitian. Prestasi
Pustakakarya. Cetakan Keenam, Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara. 2013.
Draft Awal RPJMD 2013 – 2018 Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah. Kabupaten Padang Lawas Utara. Gunungtua.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara. 2013.
RTRW 2013 – 2033. Rencana Tata Ruang Wilayah. Kabupaten Padang Lawas
Utara. Gunungtua.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Lawas Utara. 2013. Produk Domestik
Regional Bruto Kabupaten Padang Lawas Utara 2008-2012.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2013. Sumatera Utara Dalam Angka
2013.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Lawas Utara. 2013. Padang Lawas Utara
Dalam Angka 2013.
Bambang Maulana Hermansyah. 2006. Kajian Pengembangan Peternakan Sapi
Potong Di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur. Skripsi Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Budiharsono, S. 2001. Teknik Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya
Paramita. Jakarta.
David, Fred R. 2004. Manajemen Strategis dan Konsep. New Jersey: Prentice Hall
Inc.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara. 2013. Data Base
Profil Pembangunan Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas
Utara. Gunungtua.
Fadhilah Prasetyaningtyassakti Nardiyah. 2013. Perumusan Strategi Pada Giant
Supermarket Pulosari Malang Berdasarkan Quantitative Strategic Planning
Matrix. Abstrak. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Malang.
Heri Apriyanto, Dadang Subarna dan Prima Jiwa Osly. 2011. Penerapan
Teknikinterpretive Structural Modeling (ISM) Dan Analytical Hierarchy
Process (AHP). Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan
Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Cetakan Kedua. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi
2014.
Kholil, Eriatno, Surono Hadi S., Sudarsono Hardjo S. 2008. Pengembangan Model
Kelembagaan Pengelolaan Sampah Kota dengan metode ISM (Interpretative
Structural Modelling), Studi Kasus Jakarta Selatan. Sodality : Jurnal
Trasndisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Vol. 02, No. 01.
Kodri Yanto dan Dewi Febrina. 2008. Potensi Lumpur Sawit (SOLID) Sebagai Pakan
Ruminansia di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Agripet : Vol (8) No. 2:
35-41.
Kuncoro, M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan,Strategi dan Peluang. Erlangga, Jakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Penerbit Grasindo, Jakarta.
Purnomo, Arbi. 2009. Analisa Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Sapi
Potong. Studi Kasus : Desa Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten
Deli Serdang. Skripsi. Program Studi Agribisnis Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rachman Jaya, Machfud, Muhammad Ismail. 2008. Aplikasi Teknik ISM Dan ME-
MCDM Untuk Identifikasi Posisi Pemangku Kepentingan Dan Alternatif
Kegiatan Untuk Perbaikan Mutu Kopi Gayo. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian Vol. 21 (1), 1-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rajesh, Attri. Nikhil, Dev. and Vivek, Sharma. 2013. Interpretive Structural
Modelling (ISM) approach: An Overview. Research Journal of Management
Sciences. Vol. 2(2), 3-8 (www.isca.in).
Rangkuti, F. 2001. Analisa Swot : Teknik Membedah Kasus Bisnis – Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategi Untuk Menghadapi Abad 21. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Ropingi. 2003. Aplikasi Analisis Shift Share Esteban-Marquillas Pada Sektor
Pertanian Di Kabupaten Boyolali. Skripsi. Jurusan/Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian, Universitas Negeri
Sebelas Maret. Surakarta.
Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan, Kumpulan Pemikiran.
Bogor: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor.
Soehadji. 1994. Membangun Peternakan yang Tangguh. Bandung: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Padjadjaran. Orasi Ilmiah
Slamet, Widodo. 2010. Pengembangan Potensi Agribisnis dalam Upaya
Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren (Kajian Ekonomi dan
Sosiokultural). Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo.
Embryo. Vol. 7 No. 2.
Sutrisno, Badri. Penguatan Pola Partnership Inti-Plasma Dengan Teknik
Intrepretative Structural Modelling (ISM). Abstrak. Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten.
Todaro, Michael, P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit
Erlangga. Edisi Keenam, Jakarta.
Tarigan, 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara. Cetakan
Keempat, Jakarta.
Winwork, Sinaga. 2009. Analisis Peran Dan Strategi Pengembangan Subsektor
Peternakan Dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur. Skripsi. Departemen
Agribisnis Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1.
Peta Administrasi Kabupaten Padang Lawas Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2.
Logo Kabupaten Padang Lawas Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 3
Analisis LQ Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012
No. Lapangan Usaha Y’ij Yij Y’i Yi Ra Ri ri Pert.
Regional % Ri-Ra
Pert.
Proporsional % ri-Ri
Pert.
Pangsa
Pasar
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 Tanaman Bahan Makanan 162.361,84 132.941,15 9.599.000 8.398.000 0,65 0,13 0,18 86.672,32 65,20 (0,53) (70.039,09) (52,68) 0,06 7.456,31 5,61
2 Tanaman Perkebunan 331.421,84 242.746,85 13.187.000 10.236.000 0,65 0,22 0,27 158.261,25 65,20 (0,43) (103.939,12) (42,82) 0,04 10.627,04 4,38
3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 46.040,33 39.913,74 3.121.000 2.616.000 0,65 0,16 0,13 26.022,16 65,20 (0,49) (19.563,84) (49,02) (0,03) (1.147,00) (2,87)
4 Kehutanan 9.478,63 9.279,42 1.504.000 1.415.000 0,65 0,06 0,02 6.049,81 65,20 (0,59) (5.500,70) (59,28) (0,04) (354,09) (3,82)
5 Perikanan 2.384,04 2.058,01 3.368.000 2.636.000 0,65 0,22 0,14 1.341,74 65,20 (0,43) (894,45) (43,46) (0,08) (165,84) (8,06)
6 Pertambangan dan Penggalian 4.281,44 3.098,05 4.635.320 1.304.350 0,65 0,72 0,28 2.019,80 65,20 0,07 206,47 6,66 (0,44) (1.369,98) (44,22)
7 Industri 35.858,80 30.585,34 77.484.960 24.305.230 0,65 0,69 0,15 19.940,42 65,20 0,03 1.051,01 3,44 (0,54) (16.493,49) (53,93)
8 Listrik, Gas & Air Minum 896,60 678,45 3.178.780 772.940 0,65 0,76 0,24 442,32 65,20 0,10 71,16 10,49 (0,51) (348,41) (51,35)
9 Bangunan 85.025,44 64.021,46 23.595.940 7.090.650 0,65 0,70 0,25 41.739,43 65,20 0,05 3.043,39 4,75 (0,45) (28.967,49) (45,25)
10 Perdagangan, Hotel dan Restoran 89.359,57 69.469,09 67.027.280 19.515.520 0,65 0,71 0,22 45.291,07 65,20 0,06 3.951,55 5,69 (0,49) (33.779,54) (48,63)
11 Pengangkutan dan Komunikasi 11.060,00 8.636,52 32.854.360 9.883.240 0,65 0,70 0,22 5.630,67 65,20 0,05 407,82 4,72 (0,48) (4.146,04) (48,01)
12 Keuangan, Real Estate&Jasa
Perusahaan 4.717,72 3.674,55 26.442.210 7.479.840 0,65 0,72 0,22 2.395,66 65,20 0,07 239,45 6,52 (0,50) (1.822,60) (49,60)
13 Jasa-jasa 107.707,21 87.582,73 39.061.180 10.519.960 0,65 0,73 0,19 57.100,44 65,20 0,08 6.894,50 7,87 (0,54) (47.630,61) (54,38)
Total 890.593,46 694.685,36 305.059.030 106.172.730 8,48 6,50 2,50 452.907,10 (1,97) (184.071,85) (197,12) (4,00) (118.141,76) (400,12)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4
Kuosien Lokalisasi (Loi) Subsektor Peternakan
No. Lapangan Usaha Kab. Padang
Lawas Utara Prov. Sumatera Utara Si/Ni Sj/Nj LQ si/sj ni/nj xi-xj S. Pend kuo
1 Tanaman Bahan
Makanan
464.605.950 25.742.000.000 0,23 0,08 2,83
0,02 0,00637112
0,01
5.425.407,84 0,15
0,01
2 Tanaman
Perkebunan
950.580.290 33.186.000.000 0,48 0,11 4,50
0,03 0,00637112
0,02
21.172.177,70 0,37
0,02
3 Peternakan dan
Hasil-hasilnya
103.930.390 6.919.000.000 0,05 0,02 2,36
0,02 0,00637112
0,01
898.987,04 0,03
0,01
4 Kehutanan
19.576.440 3.196.000.000 0,01 0,01 0,96
0,01 0,00637112
(0,00)
(4.812,34) 0,00
(0,00)
5 Perikanan
5.325.350 7.769.000.000 0,00 0,02 0,11
0,00 0,00637112
(0,01)
(30.278,11)
-
0,02
(0,01)
6 Pertambangan dan
Penggalian
15.068.540 4.635.320.000 0,01 0,01 0,51
0,00 0,00637112
(0,00)
(47.018,49)
-
0,01
(0,00)
7 Industri
68.957.160 77.484.960.000 0,03 0,25 0,14
0,00 0,00637112
(0,01)
(377.966,25)
-
0,21
(0,01)
8 Listrik, Gas & Air
Minum
2.445.880 3.178.780.000 0,00 0,01 0,12
0,00 0,00637112
(0,01)
(13.701,03)
-
0,01
(0,01)
9 Bangunan
128.044.430 23.595.940.000 0,06 0,08 0,85
0,01 0,00637112
(0,00)
(120.947,23)
-
0,01
(0,00)
10
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
194.106.320 67.027.280.000 0,10 0,21 0,45
0,00 0,00637112
(0,00)
(674.555,81)
-
0,12
(0,00)
11 Pengangkutan dan
Komunikasi
25.403.630 32.854.360.000 0,01 0,11 0,12
0,00 0,00637112
(0,01)
(142.206,93)
-
0,09
(0,01)
12
Keuangan, Real
Estate&Jasa
Perusahaan
9.988.070 26.442.210.000 0,01 0,08 0,06
0,00 0,00637112
(0,01)
(59.862,35)
-
0,08
(0,01)
13 Jasa-jasa
201.589 39.061.180,000 0,00 0,00 0,81
0,01 0,00637112
(0,00)
(243,98) 0,00
(0,00)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5
Faktor Penentu Internal
Faktor Penentu A B C D E F G H I J K ∑ Bobot Rank
A Basis Peternakan 2 2 2 2 1 2 3 3 3 1 21 0,09 2
B Potensi sumberdaya alam 2 2 1 2 2 2 1 3 3 2 20 0,09 1
C Posisi Strategis kewilayahan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 0,09 1
D Budaya beternak 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 20 0,09 2
E Otonomi Daerah 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 25 0,11 1
F Penyebaran peternakan 1 2 2 2 3 2 2 2 1 2 19 0,08 2
G Sumber daya manusia
peternak 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 18 0,08 1
H Adopsi teknologi 3 1 2 2 3 2 2 2 2 2 21 0,09 1
I Ketersediaan sarana prasarana 3 3 2 2 2 2 1 2 3 2 22 0,10 1
J Kemampuan modal usaha 3 3 2 2 3 1 1 2 3 2 22 0,10 1
K Laju Pertumbuhan Peternakan 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 20 0,09 3
228 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor Penentu A B C D E F G H I J K ∑ Bobot Rank
A Basis Peternakan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 0,09 4
B Potensi sumberdaya alam 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 18 0,08 4
C Posisi Strategis kewilayahan 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 28 0,13 3
D Budaya beternak 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 19 0,09 1
E Otonomi Daerah 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 27 0,12 4
F Penyebaran peternakan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 2
G Sumber daya manusia
peternak 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 17 0,08 3
H Adopsi teknologi 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 19 0,09 1
I Ketersediaan sarana prasarana 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 1
J Kemampuan modal usaha 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 2
K Laju Pertumbuhan Peternakan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 2
220 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor Penentu A B C D E F G H I J K ∑ Bobot Rank
A Basis Peternakan 1 3 1 3 2 1 1 1 1 1 15 0,08 2
B Potensi sumberdaya alam 1 3 2 3 1 1 3 1 2 1 18 0,09 4
C Posisi Strategis kewilayahan 3 3 2 1 2 1 3 2 1 1 19 0,10 4
D Budaya beternak 1 2 2 3 1 1 3 2 1 2 18 0,09 4
E Otonomi Daerah 3 3 1 3 1 1 3 2 2 2 21 0,11 2
F Penyebaran peternakan 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2 15 0,08 4
G Sumber daya manusia
peternak 1 1 1 1 1 1 3 2 2 3 16 0,08 4
H Adopsi teknologi 1 3 3 3 3 1 3 2 1 2 22 0,11 2
I Ketersediaan sarana prasarana 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 18 0,09 3
J Kemampuan modal usaha 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 16 0,08 3
K Laju Pertumbuhan Peternakan 1 1 1 2 2 2 3 2 2 2 18 0,09 4
196 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor Penentu A B C D E F G H I J K ∑ Bobot Rank
A Basis Peternakan 2 3 2 3 2 1 1 1 1 3 19 0,09 2
B Potensi sumberdaya alam 2 3 3 3 3 2 2 2 2 3 25 0,12 3
C Posisi Strategis kewilayahan 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 17 0,08 1
D Budaya beternak 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 26 0,12 1
E Otonomi Daerah 3 3 2 3 1 1 1 1 1 1 17 0,08 2
F Penyebaran peternakan 2 3 2 3 1 1 1 1 1 1 16 0,07 3
G Sumber daya manusia
peternak 1 2 1 2 1 1 3 3 2 3 19 0,09 4
H Adopsi teknologi 1 2 1 3 1 1 3 2 2 2 18 0,08 2
I Ketersediaan sarana prasarana 1 2 1 3 1 1 3 2 2 2 18 0,08 3
J Kemampuan modal usaha 1 2 1 3 1 1 2 2 2 3 18 0,08 3
K Laju Pertumbuhan Peternakan 3 3 1 2 1 1 3 2 2 3 21 0,10 3
214 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor Penentu A B C D E F G H I J K ∑ Bobot Rank
A Basis Peternakan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 0,09 4
B Potensi sumberdaya alam 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 18 0,08 4
C Posisi Strategis kewilayahan 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 28 0,13 3
D Budaya beternak 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 19 0,09 1
E Otonomi Daerah 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 27 0,12 4
F Penyebaran peternakan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 2
G Sumber daya manusia
peternak 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 17 0,08 3
H Adopsi teknologi 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 19 0,09 1
I Ketersediaan sarana prasarana 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 1
J Kemampuan modal usaha 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 2
K Laju Pertumbuhan Peternakan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 18 0,08 2
220 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6
Rekapitulasi Faktor Penentu Internal
Faktor
Internal
Bobot Rata-
rata
Rating Rata-
rata total
R1 R2 R3 R4 R5 R1 R2 R3 R4 R5
Kekuatan
A 0,09 0,09 0,08 0,09 0,09 0,09 2 4 2 2 4 2,8 0,246
B 0,09 0,08 0,09 0,12 0,08 0,09 1 4 4 3 4 3,2 0,294
C 0,09 0,13 0,10 0,08 0,13 0,10 1 3 4 1 3 2,4 0,249
D 0,09 0,09 0,09 0,12 0,09 0,09 2 1 4 1 1 1,8 0,171
E 0,11 0,12 0,11 0,08 0,12 0,11 1 4 2 2 4 2,6 0,282
0,49 1,242
Kelemahan
F 0,08 0,08 0,08 0,07 0,08 0,08 2 2 4 3 2 2,6 0,207
G 0,08 0,08 0,08 0,09 0,08 0,08 1 3 4 4 3 3,0 0,242
H 0,09 0,09 0,11 0,08 0,09 0,09 1 1 2 2 1 1,4 0,129
I 0,10 0,08 0,09 0,08 0,08 0,09 1 1 3 3 1 1,8 0,157
J 0,10 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 1 2 3 3 2 2,2 0,187
K 0,09 0,08 0,09 0,10 0,08 0,09 3 2 4 3 2 2,8 0,247
0,51 1,170
2,412
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7
Faktor Penentu Eksternal
Responden 1
Responden 2
Faktor Penentu A B C D E F G H I J ∑ Bobot Rank
A Potensi Pasar 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 0,10 4
B Ketersediaan Kredit 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16 0,09 4
C Kebijakan Pemerintah 2 3 3 2 3 3 3 3 3 25 0,14 3
D Pertumbuhan Ekonomi 2 2 1 2 2 2 2 2 2 17 0,09 1
E Tuntutan Keamanan produk 2 3 2 2 3 3 3 3 3 24 0,13 4
F Kejadian penyakit ternak 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 2
G Kejadian pencurian ternak 2 2 1 2 1 2 1 2 2 15 0,08 3
H impor produk peternakan 2 2 1 2 1 2 3 2 2 17 0,09 1
I alih fungsi lahan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 1
J pengaruh ekonomi global 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 2
180 1,00
Faktor Penentu A B C D E F G H I J ∑ Bobot Rank
A Potensi Pasar 2 3 2 2 2 1 1 1 1 15 0,08 3
B Ketersediaan Kredit 2 1 3 2 2 2 2 2 2 18 0,09 1
C Kebijakan Pemerintah 3 1 3 3 3 3 3 3 3 25 0,13 2
D Pertumbuhan Ekonomi 2 3 3 2 2 2 2 2 2 20 0,11 4
E Tuntutan Keamanan produk 2 2 3 2 2 3 2 2 2 20 0,11 3
F Kejadian penyakit ternak 2 2 3 2 2 1 2 3 2 19 0,10 4
G Kejadian pencurian ternak 1 2 3 2 3 1 2 2 2 18 0,09 2
H impor produk peternakan 1 2 3 2 2 2 2 2 2 18 0,09 3
I alih fungsi lahan 1 2 3 2 2 3 2 2 2 19 0,10 4
J pengaruh ekonomi global 1 2 3 2 2 2 2 2 2 18 0,09 2
190 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden 3
Faktor Penentu A B C D E F G H I J ∑ Bobot Rank
A Potensi Pasar 2 3 1 1 1 3 3 3 2 19 0,08 4
B Ketersediaan Kredit 2 3 3 3 3 3 3 3 3 26 0,11 4
C Kebijakan Pemerintah 3 3 2 3 3 3 3 3 3 26 0,11 4
D Pertumbuhan Ekonomi 1 3 2 1 3 3 3 3 3 22 0,09 4
E Tuntutan Keamanan produk 1 3 3 1 3 3 3 3 3 23 0,10 4
F Kejadian penyakit ternak 1 3 3 3 3 1 3 3 3 23 0,10 2
G Kejadian pencurian ternak 3 3 3 3 3 1 3 3 3 25 0,10 3
H impor produk peternakan 3 3 3 3 3 3 3 1 3 25 0,10 2
I alih fungsi lahan 3 3 3 3 3 3 3 1 3 25 0,10 4
J pengaruh ekonomi global 2 3 3 3 3 3 3 3 3 26 0,11 3
240 1,00
Responden 4
Faktor Penentu A B C D E F G H I J ∑ Bobot Rank
A Potensi Pasar 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 0,10 2
B Ketersediaan Kredit 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16 0,09 3
C Kebijakan Pemerintah 2 3 3 2 3 3 3 3 3 25 0,14 3
D Pertumbuhan Ekonomi 2 2 1 2 2 2 2 2 2 17 0,09 4
E Tuntutan Keamanan produk 2 3 2 2 3 3 3 3 3 24 0,13 3
F Kejadian penyakit ternak 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 1
G Kejadian pencurian ternak 2 2 1 2 1 2 1 2 2 15 0,08 1
H impor produk peternakan 2 2 1 2 1 2 3 2 2 17 0,09 1
I alih fungsi lahan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 2
J pengaruh ekonomi global 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 2
180 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden 5
Faktor Penentu A B C D E F G H I J ∑ Bobot Rank
A Potensi Pasar 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 0,10 4
B Ketersediaan Kredit 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16 0,09 4
C Kebijakan Pemerintah 2 3 3 2 3 3 3 3 3 25 0,14 3
D Pertumbuhan Ekonomi 2 2 1 2 2 2 2 2 2 17 0,09 1
E Tuntutan Keamanan produk 2 3 2 2 3 3 3 3 3 24 0,13 4
F Kejadian penyakit ternak 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 2
G Kejadian pencurian ternak 2 2 1 2 1 2 1 2 2 15 0,08 3
H impor produk peternakan 2 2 1 2 1 2 3 2 2 17 0,09 1
I alih fungsi lahan 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 1
J pengaruh ekonomi global 2 2 1 2 1 2 2 2 2 16 0,09 2
180 1,00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 8
Rekapitulasi Faktor Penentu Eksternal
Faktor
Eksternal
Bobot
Rata-
rata
Rating
Rata-
rata total
R1 R2 R3 R4 R5 R1 R2 R3 R4 R5
Kekuatan
A 0,08 0,10 0,08 0,10 0,10 0,09 3 4 4 2 4 3,40 0,31
B 0,09 0,09 0,11 0,09 0,09 0,09 1 4 4 3 4 3,20 0,30
C 0,13 0,14 0,11 0,14 0,14 0,13 2 3 4 3 3 3,00 0,39
D 0,11 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10 4 1 4 4 1 2,80 0,27
E 0,11 0,13 0,10 0,13 0,13 0,12 3 4 4 3 4 3,60 0,43
0,53 1,71
Kelemahan
F 0,10 0,09 0,10 0,09 0,09 0,09 4 2 2 1 2 2,20 0,20
G 0,09 0,08 0,10 0,08 0,08 0,09 2 3 3 1 3 2,40 0,22
H 0,09 0,09 0,10 0,09 0,09 0,10 3 1 2 1 1 1,60 0,15
I 0,10 0,09 0,10 0,09 0,09 0,09 4 1 4 2 1 2,40 0,23
J 0,09 0,09 0,11 0,09 0,09 0,09 2 2 3 2 2 2,20 0,21
0,47 1,01
1,72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9
Responden 1
Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Srategi 4 Srategi 5 Srategi 6 Srategi 7
Faktor Kekuatan AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Basis Peternakan 0,09 4 0,351 3 0,264 4 0,351 4 0,351 3 0,264 3 0,264 4 0,351
Potensi sumberdaya alam 0,09 4 0,368 4 0,368 3 0,276 3 0,276 2 0,184 3 0,276 3 0,276
Posisi Strategis kewilayahan 0,10 3 0,311 3 0,311 3 0,311 4 0,415 3 0,311 4 0,415 4 0,415
Budaya beternak 0,09 3 0,284 3 0,284 3 0,284 4 0,379 4 0,379 3 0,284 3 0,284
Otonomi Daerah 0,11 4 0,433 4 0,433 4 0,433 4 0,433 3 0,325 3 0,325 4 0,433
Faktor Kelemahan
Penyebaran peternakan 0,08 3 0,239 2 0,159 3 0,239 3 0,239 3 0,239 3 0,239 4 0,319
Sumber daya manusia peternak 0,08 4 0,323 3 0,242 4 0,323 4 0,323 4 0,323 4 0,323 3 0,242
Adopsi teknologi 0,09 4 0,369 3 0,277 4 0,369 4 0,369 3 0,277 4 0,369 3 0,277
Ketersediaan sarana prasarana 0,09 4 0,349 2 0,174 4 0,349 4 0,349 3 0,262 3 0,262 4 0,349
Kemampuan modal usaha 0,09 2 0,170 2 0,170 3 0,256 3 0,256 4 0,341 2 0,170 3 0,256
Laju Pertumbuhan Peternakan 0,09 3 0,265 3 0,265 3 0,265 4 0,353 3 0,265 3 0,265 3 0,265
Faktor Peluang
Potensi Pasar 0,09 4 0,366 3 0,275 3 0,275 4 0,366 4 0,366 3 0,275 3 0,275
Ketersediaan Kredit 0,09 3 0,282 2 0,188 3 0,282 3 0,282 4 0,376 3 0,282 3 0,282
Kebijakan Pemerintah 0,13 4 0,525 3 0,394 3 0,394 4 0,525 4 0,525 3 0,394 4 0,525
Pertumbuhan Ekonomi 0,10 4 0,384 4 0,384 4 0,384 4 0,384 3 0,288 3 0,288 4 0,384
Tuntutan Keamanan produk 0,12 3 0,361 2 0,240 4 0,481 4 0,481 3 0,361 2 0,240 3 0,361
Faktor Ancaman
Kejadian penyakit ternak 0,09 2 0,185 2 0,185 3 0,278 4 0,370 3 0,278 4 0,370 3 0,278
Kejadian pencurian ternak 0,09 2 0,180 2 0,180 2 0,180 4 0,359 3 0,269 3 0,269 3 0,269
Impor produk peternakan 0,10 3 0,289 3 0,289 4 0,386 4 0,386 2 0,193 4 0,386 2 0,193
Alih fungsi lahan 0,09 4 0,377 4 0,377 3 0,283 3 0,283 3 0,283 3 0,283 3 0,283
Pengaruh ekonomi global 0,09 4 0,376 4 0,376 4 0,376 4 0,376 4 0,376 3 0,282 3 0,282
6,788 5,836 6,773 7,555 6,483 6,26 6,598
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden 2
Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Srategi 4 Srategi 5 Srategi 6 Srategi 7
Faktor Kekuatan AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Basis Peternakan 0,09 3 0,264 2 0,176 4 0,351 4 0,351 3 0,264 3 0,264 3 0,264
Potensi sumberdaya alam 0,09 4 0,368 4 0,368 3 0,276 2 0,184 2 0,184 4 0,368 4 0,368
Posisi Strategis kewilayahan 0,10 2 0,207 2 0,207 3 0,311 3 0,311 3 0,311 2 0,207 4 0,415
Budaya beternak 0,09 3 0,284 2 0,190 3 0,284 4 0,379 4 0,379 3 0,284 3 0,284
Otonomi Daerah 0,11 3 0,325 3 0,325 3 0,325 3 0,325 3 0,325 3 0,325 3 0,325
Faktor Kelemahan
Penyebaran peternakan 0,08 2 0,159 2 0,159 3 0,239 3 0,239 3 0,239 3 0,239 4 0,319
Sumber daya manusia peternak 0,08 2 0,162 2 0,162 3 0,242 4 0,323 4 0,323 4 0,323 4 0,323
Adopsi teknologi 0,09 3 0,277 2 0,184 3 0,277 4 0,369 3 0,277 4 0,369 4 0,369
Ketersediaan sarana prasarana 0,09 3 0,262 2 0,174 3 0,262 3 0,262 3 0,262 3 0,262 4 0,349
Kemampuan modal usaha 0,09 2 0,170 2 0,170 3 0,256 3 0,256 4 0,341 3 0,256 3 0,256
Laju Pertumbuhan Peternakan 0,09 3 0,265 3 0,265 3 0,265 3 0,265 3 0,265 3 0,265 3 0,265
Faktor Peluang
Potensi Pasar 0,09 4 0,366 3 0,275 3 0,275 4 0,366 4 0,366 3 0,275 4 0,366
Ketersediaan Kredit 0,09 3 0,282 2 0,188 3 0,282 3 0,282 4 0,376 2 0,188 3 0,282
Kebijakan Pemerintah 0,13 4 0,525 4 0,525 3 0,394 3 0,394 4 0,525 3 0,394 3 0,394
Pertumbuhan Ekonomi 0,10 3 0,288 2 0,192 2 0,192 3 0,288 3 0,288 2 0,192 4 0,384
Tuntutan Keamanan produk 0,12 2 0,240 2 0,240 4 0,481 3 0,361 3 0,361 4 0,481 2 0,240
Faktor Ancaman
Kejadian penyakit ternak 0,09 2 0,185 2 0,185 2 0,185 4 0,370 3 0,278 4 0,370 3 0,278
Kejadian pencurian ternak 0,09 2 0,180 2 0,180 2 0,180 4 0,359 3 0,269 3 0,269 2 0,180
impor produk peternakan 0,10 2 0,193 2 0,193 4 0,386 3 0,289 2 0,193 3 0,289 3 0,289
alih fungsi lahan 0,09 4 0,377 4 0,377 3 0,283 3 0,283 3 0,283 3 0,283 4 0,377
pengaruh ekonomi global 0,09 3 0,282 2 0,188 2 0,188 3 0,282 4 0,376 3 0,282 4 0,376
5,661 4,923 5,932 6,538 6,483 6,184 6,701
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden 3
Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Srategi 4 Srategi 5 Srategi 6 Srategi 7
Faktor Kekuatan AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Basis Peternakan 0,09 3 0,264 3 0,264 3 0,264 4 0,351 3 0,264 3 0,264 3 0,264
Potensi sumberdaya alam 0,09 4 0,368 4 0,368 3 0,276 3 0,276 3 0,276 3 0,276 3 0,276
Posisi Strategis kewilayahan 0,10 3 0,311 3 0,311 3 0,311 3 0,311 3 0,311 3 0,311 3 0,311
Budaya beternak 0,09 3 0,284 3 0,284 4 0,379 4 0,379 4 0,379 3 0,284 3 0,284
Otonomi Daerah 0,11 4 0,433 4 0,433 3 0,325 3 0,325 3 0,325 3 0,325 4 0,433
Faktor Kelemahan
Penyebaran peternakan 0,08 3 0,239 2 0,159 3 0,239 4 0,319 3 0,239 3 0,239 3 0,239
Sumber daya manusia peternak 0,08 4 0,323 2 0,162 3 0,242 4 0,323 4 0,323 4 0,323 4 0,323
Adopsi teknologi 0,09 4 0,369 3 0,277 4 0,369 4 0,369 3 0,277 4 0,369 3 0,277
Ketersediaan sarana prasarana 0,09 3 0,262 3 0,262 4 0,349 4 0,349 3 0,262 4 0,349 4 0,349
Kemampuan modal usaha 0,09 2 0,170 2 0,170 3 0,256 3 0,256 4 0,341 3 0,256 3 0,256
Laju Pertumbuhan Peternakan 0,09 3 0,265 3 0,265 4 0,353 4 0,353 4 0,353 4 0,353 3 0,265
Faktor Peluang
Potensi Pasar 0,09 4 0,366 3 0,275 4 0,366 4 0,366 4 0,366 3 0,275 4 0,366
Ketersediaan Kredit 0,09 3 0,282 2 0,188 2 0,188 4 0,376 4 0,376 3 0,282 3 0,282
Kebijakan Pemerintah 0,13 4 0,525 4 0,525 4 0,525 4 0,525 4 0,525 4 0,525 4 0,525
Pertumbuhan Ekonomi 0,10 3 0,288 3 0,288 4 0,384 3 0,288 4 0,384 3 0,288 3 0,288
Tuntutan Keamanan produk 0,12 3 0,361 3 0,361 4 0,481 4 0,481 3 0,361 4 0,481 3 0,361
Faktor Ancaman
Kejadian penyakit ternak 0,09 3 0,278 2 0,185 4 0,370 4 0,370 3 0,278 4 0,370 3 0,278
Kejadian pencurian ternak 0,09 3 0,269 3 0,269 3 0,269 3 0,269 3 0,269 4 0,359 3 0,269
impor produk peternakan 0,10 3 0,289 3 0,289 4 0,386 4 0,386 3 0,289 3 0,289 3 0,289
alih fungsi lahan 0,09 4 0,377 4 0,377 3 0,283 3 0,283 3 0,283 4 0,377 4 0,377
pengaruh ekonomi global 0,09 3 0,282 4 0,376 4 0,376 4 0,376 3 0,282 3 0,282 4 0,376
6,605 6,088 6,991 7,331 6,762 6,876 6,687
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 10 (jawaban Quisioner)
Responden 1
SI S2 S3 S4 S5 S6 S7
Faktor Kekuatan AS AS AS AS AS AS AS
Basis Peternakan 4 3 4 4 3 3 4
Potensi Sumberdaya Alam 4 4 3 3 3 3 3
Posisi Strategis Kewilayahan 3 3 3 4 4 4 4
Budaya beternak 3 3 3 4 4 3 3
Otonomi Daerah 4 4 4 4 4 3 4
Faktor Kelemahan
Penyebaran Peternakan 3 2 3 3 3 3 4
Sumberdaya Manusia Peternak 4 3 4 4 4 4 3
Adopsi Tekonologi 4 3 4 4 3 4 3
Ketersediaan Sarana dan Prasarana 4 2 4 4 4 3 4
Kemampuan Modal Usaha 2 2 3 3 4 2 3
Laju Pertumbuhan Peternakan 3 3 3 4 4 3 3
Faktor Peluang
Potensi Pasar 4 3 3 4 3 3 3
Ketersediaan kredit 3 2 3 3 4 3 3
Kebijakan Pemerintah 4 3 3 4 4 3 4
Pertumbuhan ekonomi 4 4 4 4 4 3 4
Tuntutan Keamanan Produk 3 2 4 4 3 2 3
Faktor Ancaman
Kejadian penyakit ternak 2 2 3 4 3 4 3
Kejadian pencurian ternak 2 2 2 4 3 3 3
Impor produk peternakan 3 3 4 4 3 4 2
Alih Fungsi Lahan 4 4 3 3 3 3 3
Pengaruh Ekonomi Global 4 4 4 4 3 3 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden 2
SI S2 S3 S4 S5 S6 S7
Faktor Kekuatan AS AS AS AS AS AS AS
Basis Peternakan 3 2 4 4 3 3 3
Potensi Sumberdaya Alam 4 4 3 2 2 4 4
Posisi Strategis Kewilayahan 2 2 3 3 3 2 4
Budaya beternak 3 2 3 4 4 3 3
Otonomi Daerah 3 3 3 3 3 3 3
Faktor Kelemahan
Penyebaran Peternakan 2 2 3 3 3 3 4
Sumberdaya Manusia Peternak 2 2 3 4 4 4 4
Adopsi Tekonologi 3 2 3 4 3 4 4
Ketersediaan Sarana dan Prasarana 3 2 3 3 3 3 4
Kemampuan Modal Usaha 2 2 3 3 4 3 3
Laju Pertumbuhan Peternakan 3 3 3 3 3 3 3
Faktor Peluang
Potensi Pasar 4 3 3 4 4 3 4
Ketersediaan kredit 3 2 3 3 4 2 3
Kebijakan Pemerintah 4 4 3 3 4 3 3
Pertumbuhan ekonomi 3 2 2 3 3 2 4
Tuntutan Keamanan Produk 2 2 4 3 3 4 2
Faktor Ancaman
Kejadian penyakit ternak 2 2 2 4 3 4 3
Kejadian pencurian ternak 2 2 2 4 3 3 2
Impor produk peternakan 2 2 4 3 2 3 3
Alih Fungsi Lahan 4 4 3 3 3 3 4
Pengaruh Ekonomi Global 3 2 2 3 4 3 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Responden 3
SI S2 S3 S4 S5 S6 S7
Faktor Kekuatan AS AS AS AS AS AS AS
Basis Peternakan 3 3 3 4 3 3 3
Potensi Sumberdaya Alam 4 4 3 3 3 3 3
Posisi Strategis Kewilayahan 3 3 3 3 3 3 3
Budaya beternak 3 3 4 4 4 3 3
Otonomi Daerah 4 4 3 3 3 3 4
Faktor Kelemahan
Penyebaran Peternakan 3 2 3 4 3 3 3
Sumberdaya Manusia Peternak 4 2 3 4 4 4 4
Adopsi Tekonologi 4 3 4 4 3 4 3
Ketersediaan Sarana dan Prasarana 3 3 4 4 3 4 4
Kemampuan Modal Usaha 2 2 3 3 4 3 3
Laju Pertumbuhan Peternakan 3 3 4 4 4 4 3
Faktor Peluang
Potensi Pasar 4 3 4 4 4 3 4
Ketersediaan kredit 3 2 2 4 4 3 3
Kebijakan Pemerintah 4 4 4 4 4 4 4
Pertumbuhan ekonomi 3 3 4 3 4 3 3
Tuntutan Keamanan Produk 3 3 4 4 3 4 3
Faktor Ancaman
Kejadian penyakit ternak 3 2 4 4 3 4 3
Kejadian pencurian ternak 3 3 3 3 3 4 3
Impor produk peternakan 3 3 4 4 3 3 3
Alih Fungsi Lahan 4 4 3 3 3 4 4
Pengaruh Ekonomi Global 3 4 4 4 3 3 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 11
Rekapitulasi hasil Quisioner penentuan strategi.
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Srategi 7
Pakar 1 6,788 5,836 6,773 7,555 6,483 6,260 6,598
Pakar 2 5,661 4,923 5,932 6,538 6,483 6,184 6,701
Pakar 3 6,605 6,088 6,991 7,331 6,762 6,876 6,687
6,351 5,616 6,565 7,141 6,576 6,440 6,662
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12
Pengolahan hasil Interpretative Structural Modelling
R1
P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1
p1 V V V X O O V V X
p2 X X X O O X X X
p3 O V X X V V V
p4 O O O X V O
p5 A A A X V
p6 O O O A
p7 V V V
p8 O X
p9 V
p10
R2
P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1
p1 X X X X V V X X X
p2 V V V O V V V V
p3 V V V X V V X
p4 O O O O O O
p5 O O O A O
p6 O O O A
p7 V V V
p8 O V
p9 V
p10
R3
P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1
p1 X X X X V V X X X
p2 X X X O V X X X
p3 V V V V O V V
p4 O V V V O V
p5 O A A V O
p6 O O O A
p7 V X X
p8 V X
p9 V
p10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 13
Rekapitulasi hasil kuisoner
P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1
P1 V V V X O O V V X
P2 V V V O O V V V
P3 O O V V O V V
P4 O O O O O O
P5 O O O V O
P6 O O O A
P7 V V V
P8 O V
P9 V
P10
Pembuatan Reachibilty Matrik (mengubah lambang V,X, O, A pada Matrik
SSIM)
Tabel Reachibility Matrik
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
P1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
P2 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1
P3 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0
P4 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
P5 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0
P6 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
P7 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1
P8 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
P9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
P10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 13 (lanjutan)
Tabel RM
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 DP Rank
P1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
P2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 2
P3 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2
P4 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5
P5 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 6 3
P6 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 5
P7 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2
P8 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 4
P9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4
P10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5
Tabel RM setelah transformasi matrik
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 DP Rank
P1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
P2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 2
P3 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3
P4 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 6
P5 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 4
P6 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 6
P7 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2
P8 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 5
P9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 5
P10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 6
D 3 3 4 5 4 5 5 6 7 7
L 1 1 2 3 2 3 3 4 5 5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA