ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA NASIONALISME DALAM FILM...
Transcript of ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA NASIONALISME DALAM FILM...
ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA NASIONALISME DALAM
FILM CAHAYA DARI TIMUR: BETA MALUKU
KARYA ANGGA DWIMAS SASONGKO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Sos )
Oleh:
TRI SAPUTRA SM
NIM: 1110051000044
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 / 1438 H
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
Jakarta, 16 juni 2017 Tri Saputra SM
i
ABSTRAK Analisis Semiotika Makna Nasionalisme Dalam Film Cahaya Dari Timur:
Beta Maluku Karya Angga Dwimas Sasongko
Oleh: Tri Saputra SM
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku merupakan film yang bertemakan
tentang sepakbola, namun di dalamnya kental dengan pesan nasionalisme
dan persatuan. Film ini merupakan kisah nyata tentang perjuangan Sani
Tawainella melatih sepakbola anak-anak Desa Tulehu di tengah konflik antar
agama hingga menjadi Juara Nasional U-15. Di satu sisi film ini banyak
mengajarkan tentang nasionalisme antar umat beragama. Namun, di sisi lain
film ini menggambarkan bagaimana kacaunya situasi di Ambon saat konflik
berkecamuk di sana.
Berdasarkan konteks di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
menemukan makna nasionalisme yang terdapat dalam film Cahaya Dari Timur:
Beta Maluku.
Untuk itu, peneliti menggunakan teori semiotik, dalam penelitian ini dengan
model Roland Barthes. Barthes mengembangkan semiotik menjadi dua tingkatan
pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna eksplisit untuk
memahami makna yang terkandung dalam film ini. Dalam kerangka Barthes,
konotasi identik dengan operasi ideologi, yang di sebutnya sebagai „mitos‟ dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
Penelitian ini digali melalui pendekatan kualitatif jenis deskriptif yaitu
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-
fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Sedangkan metode yang
digunakan adalah observasi nonpartisipan yaitu metode dimana periset mengamati
langsung objek yang di teliti dan tidak memposisikan dirinya sebagai anggota
kelompok yang di teliti mengamati langsung film yang di teliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, makna utama nasionalisme pada film
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ini disampaikan dengan mensiratkan beberapa
simbol. Sikap rela berkorban, ingin melindungi, faham kebangsaan, identitas
kebangsaan, rasa persatuan dan kesatuan, serta jiwa patriotism muncul dengan
kuat membangun cita-cita bangsa dengan keragaman agama, ras, dan karakter
budaya yang menunjukkan sikap serta sifat nasionalisme dan persatuan
kebangsaan di tengah perbedaan yang sedang berkecamuk konflik.
Kata kunci : Teori Semiotika Roland Barthes dan Makna Nasionalisme
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamualikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah atas segala nikmat dan rahmat, serta atas segala
kemurahan, cinta dan kasih sayangNya skripsi ini yang berjudul “Analisis
Semiotika Makna Nasionalisme Dalam Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Karya Angga Dwimas Sasongko” dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam
senantiasa selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini telah
mendapat bantuan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan dengan baik. Untuk itu dengan kerendahan hati,
perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya
kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, beserta Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang
Administrasi, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan.
iii
2. Drs. Masran, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
serta Ibu Fita Faturokhmah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Bintan Humeira, M.Si, selaku Dosen pembimbing yang sangat membantu
dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih atas segala ilmu, dan kasih sayang
serta perhatian yang secara tulus dan ikhlas kepada penulis.
4. Drs. H. S. Hamdani, MA selaku Penasihat Akademik Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Jurusan KPI B 2010. Terima kasih telah mengajar dan
membagikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
5. Terima kasih kepada Perpustakaan utama dan Perpustakaan fakultas UIN
Syarif HidayatullahJakarta yang telah membagikan berbagai informasi dan
sumber sehingga skripsi ini rampung .
6. Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya, kakak, teman-
teman kampus yang telah mendukung dan membantu saya dan memberikan
support yang tidak ada habis-habisnya.
7. Sutradara dan Penulis Skenario film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Angga
Dwimas Sasongko dan Visinema Pictures yang telah mengizinkan film
karyanya untuk diteliti penulis, serta banyak membantu penulis dalam
mengumpulkan data-data penting yang dibutuhkan dalam skripsi ini.
Terimakasih banyak atas ilmu dan masukan yang sangat bermanfaat seputar
perfilman kepada penulis.
8. Sahabat KPI B 2010 yang selalu kompak, selalu menyemangati dan banyak
membantu penulis semasa perkuliahan.
iv
9. Shofa Mayonia Jeric, S.Kom.I, dan Urnia Yumalita, S.Sos, yang sedikit
banyak memberikan keceriaan dan masukannya di sela-sela waktu yang
lenggang.
10. MATA Entertainment atas partisipasi waktu yang mengajari tentang sebuah
pengalaman.
11. Teman-teman Klise Fotografi, terutama Angkatan pertama yang telah
memberikan semangat juga berbagi ilmu, dan support nya.
12. Kawan-kawan KKN AKSARA Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Atas pembelajaran dan
kebersamaannya.
13. Aggota DPR dan DPP yang berkontribusi dan membantu melihat sesuatu dari
berbagai sisi melalui sudut pandangnya menjadikan segala sesuatunya lancar
dan terorganisir.
14. Warbel Famiglia atas masukan kebersamaan dalam membangun semangat
15. Arul, Dwi, Fajrin, Dinda, Icha, Ismi, Iting, Ndo, Opy, Teta, Ule. Selaku
Penggagas hiburan Epic Team yang selama ini masih saling memberikan
warna dalam keunikannya masing masing.
16. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi
dalam penyelesaian tugas skripsi saya ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat kepada semua pihak.
Jakarta, 16 Juni 2017
Tri Saputra SM
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar belakang masalah .......................................................... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ........................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 4
1. Tujuan penilitian ............................................................... 4
2. Manfaat Penelitian ............................................................. 4
D. Metodologi Penelitian ........................................................... 4
1. Metode Penelitian ............................................................. 4
2. Jenis Data ......................................................................... 5
3. Subjek dan Objek Penelitian ............................................ 5
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 5
5. Teknik Analisis Data ........................................................ 7
6. Pedoman Penelitian ........................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................... 8
F. Sistematika Penelitian ........................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 11
A. Tinjauan Teoritis Semiotik ..................................................... 11
1. Konsep Semiotik ............................................................... 11
2. Konsep Semiotik Roland Barthes ..................................... 14
B. Tinjauan Teoritis Tentang Film ............................................ 20
1. Pengertian Film ................................................................. 20
2. Sejarah Perkembangan Film Dunia ................................... 24
3. Sejarah Perkembangan Film Indonesia ............................ 26
4. Jenis dan kualifikasi film .................................................. 28
a. Jenis Film ...................................................................... 28
b. Klasifikasi Film ........................................................... 29
5. Unsur-unsur Pembentuk Film ........................................... 30
6. Struktur Film .................................................................... 32
C. Film Suatu Medium Ekspresi dan Komunikasi ..................... 34
D. Nasionalisme .......................................................................... 37
1. Pengertian Nasionalisme ................................................... 37
2. Nasionalisme di Indonesia ................................................ 41
vi
BAB III GAMBARAN UMUM FILM CAHAYA DARI TIMUR:
BETA MALUKU ......................................................................... 45
A. Latar Belakang Pembuatan Film Cahaya Dari Timur: Beta
Maluku ................................................................................... 45
B. Profil Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ....................... 46
1. Profil Visinema Pictures .................................................... 46
2. Profil Sutradara: Angga Dwimas Sasongko ...................... 47
3. Pemeran dan Kru Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku 48
4. Prestasi Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ............... 53
C. Sinopsis Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ................... 54
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ........................................... 57
Analisis dan Temuan Data Film Cahaya dari Timur : Beta Maluku .......... 57
1. Scene 03............................................................................. 58
2. Scene 05 ............................................................................ 63
3. Scene 18 ............................................................................ 68
4. Scene 20 ............................................................................ 73
5. Scene 108........................................................................... 78
6. Scene 109........................................................................... 81
7. Interpretasi Gambar Scene 03, 05, 18, 20, 108, 109 ......... 85
BAB V PENUTUP .................................................................................... 93
A. Kesimpulan.............................................................................. 93
B. Saran ........................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95
LAMPIRAN .................................................................................................... 98
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Peta Tanda Roland Barthes ........................................................... 7
Tabel 3.1 Pemeran Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ......................... 48
Tabel 3.2 Kru Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ................................. 49
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Screenshot Scene 03 ................................................................. 58
Gambar 4.2 Screenshot Scene 05 ................................................................. 63
Gambar 4.3 Screenshot Scene 18 ................................................................. 68
Gambar 4.4 Screenshot Scene 20 ................................................................. 73
Gambar 4.5 Screenshot Scene 108 ............................................................... 78
Gambar 4.6 Screenshot Scene 109 ............................................................... 81
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi ............................. 99
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Skripsi ..................................................... 100
Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Riset / Wawancara ..... 102
Lampiran 4 Hasil Wawancara ...................................................................... 103
Lampiran 5 Naskah Wawancara .................................................................. 107
Lampiran 6 Dokumentasi ............................................................................. 108
Lampiran 7 Poster Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ......................... 109
Lampiran 8 foto siding ................................................................................. 110
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Kehadiran media massa di kehidupan sehari hari telah menjadi proses
komunikasi massa yang sangat membantu manusia berkembang dengan pesat saat
ini. Pada dasarnya manusia sangat membutuhkan komunikasi untuk mendapatkan
informasi dan menerima sebuah pesan, media massa dan segala kemajuan
teknologi komunikasi yang lainnya sudah bertransformasi sebagai alat komunikasi
massa yang efektif.
Saluran dalam komunikasi massa adalah televisi, radio, surat kabar, buku,
film dan sebagainya. Ini adalah faktor penentu manusia sebagai ajang atau wadah
untuk mendapatkan sebuah informasi dengan mudah. Film termasuk dalam
komunikasi massa karena film adalah teknik audio visual yang sangat efektif
dalam mempengaruhi penonton-penontonnya. Menjadi sebuah karya estetika
sekaligus sebagai alat informasi yang bisa menjadi alat penghibur, alat
propaganda, alat politik, juga alat pemersatu.
Film di keseharian sekarang ini telah menjadi cerminan realitas simbolik
dalam sebuah layar yang kadang kadang ceritanya bisa juga hadir dalam realitas
kehidupan sehari hari, didalamnya dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi, di
sisi lain dapat pula berperan sebagai penyebarluasan nilai nilai budaya baru dan
mengenali budaya tersebut.
2
Sebuah film adalah sebagai karya seni lahir dari proses kreatifitas yang
menuntut kebebasan berkreativitas merupakan hasil karya yang sangat unik dan
menarik, karena menuangkan gagasan dalam bentuk gambar hidup, dan disajikan
sebagai hiburan yang layak dinikmati oleh masyarakat. Tetapi dalam pembuatan
film penting memiliki daya tarik tersendiri, sehingga pesan moral yang akan
disampaikan bisa ditangkap oleh penonton. Pada dasarnya film memang mudah
dipengaruhi oleh tujuan manipulatif, karena film memerlukan penanganan yang
lebih sungguh-sungguh dan konstruksi yang lebih artifisial (melalui manipulasi)
daripada media lain yang dituangkan dari sebuah alur cerita.
Proses pemikiran dalam konstruksi pembuatan film diperlukan tekhnik
pemikiran berupa ide, gagasan, dan cerita yang akan di garap karena pada
hakikatnya media film telah mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan
bertingkah laku manusia itu sendiri. Pencarian sebuah ide atau gagasan ini dapat
berasal dari mana saja, seperti novel, cerpen, puisi, dongeng, bahkan dari sejarah
ataupun cerita nyata.
Sejumlah pakar komunikasi beranggapan bahwa abad ini merupakan abadnya
komunikasi massa. Komunikasi telah sampai pada suatu tingkatan dimana orang
mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak, film merupakan sesuatu
yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak
secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual
dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai
subyek yang tidak terbatas ragamnya.1 Berkat unsur inilah, film merupakan salah
satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati masyarakat, karena dapat
1 Joseph M Boggs The Art of Watching Film, (Terj) A srul Sani (Jakarta: Yayasan Citra Pusat
perfilman Haji Usmar Ismail, 1986), h. 5.
3
mengamati secara seksama apa yang memungkinkan di tawarkan sebuah film
melalui peristiwa yang ada di balik ceritanya.2
Untuk sebuah karya filmnya kali ini, Angga sutradara “Cahaya dari Timur
(Beta Maluku)” memberikan sebuah judul satu titik simbol yang menandakan
semangat nasionalisme yang tinggi berasal dari maluku yaitu “Cahaya dari Timur
(Beta Maluku)”ini meninggalkan kesan yang meluas dalam menyimpulkan, yang
berkesan positif dari keseluruhan cerita dalam apa yang ingin di sampaikan.
Berawal dari timbulnya rasa bahwa telah terjadi degradasi atau pengikisan jiwa
yang berakibat mulai lunturnya semangat jiwa nasionalisme di antara sesama
bangsa Indonesia, maka dari situlah kisah ini berawal.
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis melakukan penelitian lebih
mendalam kepada aspek cerita film ini, bertujuan untuk menemukan semangat
nasionalisme yang terdapat dalam film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Judul
yang diambil dalam penelitian adalah: “Analisis Semiotik Makna Nasionalisme
Dalam Film ‘Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)’ Karya Angga Dwimas
Sasongko”.
B. Batasan dan Perumusan Masalah
Untuk membatasi semakin melebar dan luas nya maka pembatasan penelitian
ini berfokus pada pesan tanda atau simbol yang mengandung makna nasionalisme
yang ada pada film “Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)”. Menggunakan analisis
semiotik model Roland Barthes dengan membatasi pada makna denotasi,
2 Joseph M Boggs, The Art Of Watching Film, h. 7
4
konotasi, dan mitos, pesannya keberagaman melalui media film. Penelitian ini
tidak menyebar angket kepada yang pernah menyaksikan film.
Sedangkan perumusan masalah yang di angkat “Bagaimana makna denotasi,
konotasi dan mitos nasionalisme dalam film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penilitian
Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan
untuk menumbuhkan semangat nasionalisme yang digali berdasarkan makna
nasionalisme dalam film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku).
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat akademis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi dalam
perkembangan kajian komunikasi dakwah melalui film, serta
memberikan perspektif semiotik baru dalam sebuah film.
b. Manfaat praktis
Semoga dapat menjadi informasi bagi ilmuwan dan praktisi
komunikasi dan dakwah serupa di masa mendatang dalam melakukan
telaah film terutama dilihat dari analisis semiotik.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini digali melalui pendekatan kualitatif jenis deskriptif yaitu
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang
5
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu3. Sedangkan metode
yang digunakan adalah observasi nonpartisipan yaitu metode dimana periset
mengamati langsung objek yang di teliti dan tidak memposisikan dirinya
sebagai anggota kelompok yang di teliti.4
2. Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang di peroleh berupa dokumen elektronik, yaitu berupa
DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku).
b. Data Sekunder
Yaitu data yang di peroleh melalui sumber-sumber lain seperti buku,
film, media internet, dan terbitan lain yang ada relevansinya dengan
masalah penelitian.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Angga Dwimas Sasongko yang berperan
sebagai sutradara dari film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku) dan Objek
penelitian ini adalah film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku) yang berkaitan
dengan rumusan masalah penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data peneliti menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Observasi atau pengamatan yaitu metode pertama yang digunakan dalam
penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan dalam
3 Rachmat Kriyanto, Tekhnik Praktis Riset: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2010),
h. 69. 4 Rachmat Kriyanto, Tekhnik Praktis Riset: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, h. 64.
6
fenomena-fenomena yang diselidiki. Disini peneliti membaca dan
memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol yang ada pada
film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku) ini. Setelah itu peneliti mengutip
kemudian membaca dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau
simbol yang ada pada film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku) ini. Setelah
itu peneliti mengutip kemudian mencatat dialog ataupun paragraf yang
mengandung pesan pada film ini untuk dijadikan codingsheet, yakni
rangkaian pencatatan lambang atau pesan secara sistematika untuk
kemudian diberi interpretasi.5
b. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal ata variabel yang
berupa catatan, buku-buku yang menunjang penelitian skripsi ini, internet
dan lain sebagainya.
c. Wawancara adalah percakapan antara periset atau seorang yang berharap
mendapatkan informasi yang akurat yaitu orang yang diasumsikan
mempunyai informasi penting tentang suatu objek.
Adapun narasumber yang diwawancarai adalah sutradara Film “Cahaya
Dari Timur (Beta Maluku)” yaitu Angga Dwimas Sasongko. Wawancara
dalam penelitian kualitatif yang disebut wawancara mendalam (depth
interview) atau wawancara secara intensif (intensive interview) dan
kebanyakan tidak berstruktur. Tujuannya untuk mendapatkan data kualitatif
yang mendalam.6
5 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press: 2006), h.23.
6 Rachmat Kriyanto, Tekhnik Praktis Riset: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, h. 96.
7
5. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotik dengan model Roland Barthes. Menurut Roland Barthes peta
bagaimana tanda bekerja sebagai berikut:7
1. Signifer (penanda) 2. Signified (petanda)
Tabel 1.1
Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta di atas dapat dijelaskan bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan
unsur material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi
seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.
Jadi, dalam konsep barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang
sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada
penandaan dalam tataran denotatif.
7 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),h. 69.
3. denotative signifier (tanda denotatif)
4. Connotative
Signifier (penanda
konotatif)
5. Connotative
Signified (Petanda
Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda konotatif)
8
6. Pedoman Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku “Pedoman
Penelitian Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh
CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan
pustaka baik pustaka primer maupun penelitian-penelitian terdahulu. Adapun
pustaka primer yang peneliti gunakan yaitu Semiotika Komunikasi Cetakan
keempat, Drs. Alex Sobur, M.Si, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Sedangkan tinjauan tentang penelitian-penelitian terdahulu ternyata peneliti
belum menemukan skripsi mahasiwa/i yang meneliti tentang judul ini. Hanya saja
ada beberapa skripsi mahasiwa/i yang hampir serupa, diantaranya yaitu:
1. “Semiotika Kepimimpinan Sallahuddin Al Ayyubi dalam Film Kingdom of
Heaven” yang di tulis oleh Muhammad Zidni Rizky dengan NIM :
109051000140 mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. “Analisis Semiotik Film In The Name Of God”, yang di tulis oleh Hanni
Taqiyya dengan NIM : 107051002739 mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi lulusan tahun 2011 Universitas
Syarif Hidayatulah Jakarta.
3. “Semiotika Makna Arti Kasih Ibu Dalam Film Semesta Mendukung”, oleh
Ania Febriani Fasya, Tahun 2013, NIM :: 10805100014 jurusan Ilmu
9
Komunikasi, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Syarif
Hidayatulah Jakarta.
Ketiga skripsi di atas memiliki objek yang sama yakni film. Dan ada
beberapa yang menggunakan teknik analisis model Roland Barthes. Akan tetapi,
tidak ada satupun yang menganalisa film dengan judul Analisis Semiotik Makna
Nasionalisme Dalam Film „Cahaya Dari Timur(Beta Maluku)‟ Karya Angga
Dwimas Sasongko. Peneliti memilih film ini menarik diteliti karena relevansi nya
terhadap nasionalisme dan harapan peneliti untuk menambah referensi penelitian
sebuah makna yang terkandung dalam sebuah film.
F. Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ini menguraikan secara singkat mengenai alasan
pemilihan judul, perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi penilitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, sistematika penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menerangkan tentang tinjauan umum tentang semiotika, yang
berisi seputar pengertian semiotika, semiotika komunikasi dan konsep
semiotika Roland Barthes, makna toleransi agama dalam pandangan
Islam yang meliputi pengertian toleransi beragama, landasan dan
keutamaan toleransi agama, tinjauan umum tentang film yang meliputi
pengertian, sejarah dan perkembangan, unsur-unsur, jenis-jenis, struktur
film. Serta sinematografi
10
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG FILM CAHAYA DARI TIMUR
(BETA MALUKU)
Pada bab ini berisikan sekilas tentang film Cahaya Dari Timur (Beta
Maluku), sinopsis film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku), profil
sutradara film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku) dan karakteristik
tokoh utama dalam film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku).
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Dalam bab ini menjelaskan tentang makna denotasi, konotasi dan mitos
Nasionalisme dalam film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku).
BAB V PENUTUP
Dalam bab akhir ini, peneliti memberikan kesimpulan terhadap apa
yang telah di teliti oleh peneliti dalam karya ini, serta memberikan
saran-saran yang dapat mendukung perbaikan penelitian selanjutnya.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teoritis Semiotik
1. Konsep Semiotik
Istilah semeototics (dilafalkan demikian) diperkenalkan oleh Hippocrates
(460-337 SM), penemu ilmu medis barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala,
menurut Hippocrates, merupakan semeion, bahasa Yunani penunjuk (mark)
atau tanda (sign) fisik.1
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami
dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan
“tanda”. Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan
suatu tanda.2
Didalam bukunya, Alex Sobur menjelaskan tentang semiotika.
“Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha
mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama
manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya
hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-
hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam
hal mana objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi
sistem terstruktur dari tanda.3
1 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogykarta: Jalasutra, 2010) h. 7.
2 Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006), cet.. 6, h.87 3 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 15.
12
Secara sederhana semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda, semiotika
mempelajari sitem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.4
Studi sistematis tentang tanda–tanda dikenal sebagai semiologi. Arti
harfiahnya adalah “kata-kata mengenai tanda-tanda”. Kata semi dalam
semiologi berasal dari semion (bahasa latin), yang artinya „tanda‟. Semiologi
telah dikembangkan untuk menganalisis tanda-tanda.5
Menurut Ferdinand de Saussure di dalam bukunya Course in General
Linguistik. Bahasa adalah suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide
(gagasan-gagasan) dan karena itu dapat dibandingkan dengan sistem tulisan,
huruf-huruf untuk orang bisu-tuli, simbol-simbol keagamaan, aturan-aturan
sopan santun, tanda-tanda kemiliteran, dan sebagainya.
Semua itu merupakan hal yang sangat penting dari keseluruhan sitem
tersebut. Semua ilmu yang mempelajari tanda-tanda kehidupan dalam
masyarakat bersifat dapat dipahami.6 Hal itu merupakan bagian dari psikologi
sosial atau berkaitan dengan psikologi umum. Saussure menyebutnya sebagai
semiologi (dari bahasa Latin semion: tanda). Semiologi akan menjelaskan
unsur yang menyusun suatu tanda dan bagaimana hukum-hukum itu
mengaturnya
Untuk menyederhanakannya kemudian Umberto Eco dalam bukunya A
Theory of Semiotics menjelaskan dan mempertimbangkan, bahwa semiotika
4 Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grop, 2006), ed. 1, h.261 5 Ferdinand de Saussure dikutip oleh Arthut Asa Berger dalam buku Pengantar Semiotika:
Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), cet.1, h. 4 6 Ferdinand de Saussure dikutip oleh Athut Asa Berger dalam buku Pengantar Semiotika:
Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer , cet. 1, h. 5
13
berkaitan dengan segala hal yang dapat dimaknai tanda-tanda. Suatu tanda
adalah segala sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagai pengganti yang
signifikan untuk sesuatu lainnya. Segala sesuatu ini tidak terlalu
mengharuskan perihal adanya atau mengaktualisasikan perihal dimana dan
kapan suatu tanda memaknainya.
Jadi semiotika ada dalam semua kerangka (prinsip), semua disiplin studi,
termasuk dapat pula digunakan untuk menipu apabila segala sesuatu tidak
dapat dipakai untuk menceritakan (mengatakan) segala sesuatu (semuanya).7
Umberto Eco menyebut tanda tersebut sebagai “kebohongan”, dalam tanda
ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu
sendiri. Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas,
dikonstruksi oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam
konteks sosial.8
Semiotika seperti yang kita kenal dapat dikatakan baru karena
berkembang sejak awal 20. Memang pada awal abad 18 dan ke-19 banyak ahli
teks (khususnya Jerman) berusaha mengurai berbagai masalah yang berkaitan
dengan tanda, namun mereka tidak menggunakan pengertian semiotis.9
Semiotika oleh Ferdinand de Saussure di dalam Course in General
Linguistik. Sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagian bagian tanda
dari kehidupan sosial10
. Sedangkan semiotika menurut Roland Barthes adalah
7 Ferdinand de Saussure dikutip oleh Athut Asa Berger dalam buku Pengantar Semiotika:
Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer , cet. 1, h. 6 8 Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006), cet.. 6, h.87 9 Tommy Cristomy, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004), cet. 1, h. 81
10 Ferdinand de Saussure dikutip oleh Yaraf Amir Pailiang dalam buku Hipersemiotik: Tafsir
Cultural Studies Atas Matinya Makna, (yogyakarta; Jalasutra, 2003) h. 256
14
ilmu mengenai bentuk (form). Studi ini mengkaji signifikasi yang terpisah dari
sisinya (content). Semiotika tidak hanya meneliti mengenai signifier dan
signified, tetapi juga hubungan yang mengikat mereka. Tanda yang
berhubungan secara keseluruhan.11
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Pierce (1839-1914). Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal
satu sama lain, Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Latar
belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Pierce adalah
filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya dengan semiologi
(Semiology).12
2. Konsep Semiotik Roland Barthes
Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga menengah Protestan di
Cherbourg dan di besarkan di Bayonne, sebuah kota kecil dekat pantai
Atlantik di sebelah barat daya Perancis. Dia dikenal sebagai salah satu pemikir
struktualisasi yang rajin mempraktikan model linguistik semiologi Saussure.13
Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara
bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada
kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan kalimat yang
11
Roland Barthes dikutip oleh Alex Sobur dalam buku Analisis teks Media: Suatu pengantar
untuk analisis wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006, cet. 6, h.122 12
Ferdinand de Saussure dikutip oleh Sambo Tinurbuko dalam Semiotika Komunikasi
Visual: Metode Analisis Tanda dan Makna pada Karya Design Komunikasi Visual. (Yogyakarta:
Jalansutra, 2008), cet. 2, h. 11 13
Roland Barthes dikutip oleh Alex Sobur dalam buku Analisis teks Media: Suatu pengantar
untuk analisis wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, cet. 6, h.115
15
berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut yang
dikenal dengan istilah “Order of Signification”.14
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik
pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat
menetukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang
sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda situasinya. Roland
Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara
teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunaannya, interaksi
antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan
oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of
signification”.15
Barthes yang juga mengikuti Saussure, maka “secara prospektif objek
semiologi adalah semua sistem tanda, apapun substansinya, apapun
batasannya (limit): gambar, gerak tubuh, bunyi melodis, benda-benda, dan
berbagai kompleks yang tersusun oleh substansi yang bisa di temukan dalam
ritus, protokol, dan tontonan sekurangnya merupakan sistem signifikasi
(petanda), kalau bukan merupakan “bahasa” (languange).16
Pada mulanya Mounin dan Barthes membatasi medan riset semiologi
dengan menetapkan: medan semiologi berisi “sitem-sistem tanda”. Tetapi
14
Roland Barthes dikutip oleh Rahmat Kriyantono dalam Teknik Praktis Riset Komunikasi,
(Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2006), ed. 1, h. 268 15
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta:
Kencana, 2010), h. 272. 16
Jeanne Martinet, Semiologi: kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi Komunikasi
dan Seemiologi Signifikasi (Yogyakarta: jalasutra, 2010), cet. 1, h. 3
16
mereka melihat sistem-sistem tersebut dengan cara yang sangat berbeda. Bagi
Mounin, sistem-sistem tanda terdefinisikan oleh fungsinya: sistem itu
digunakan untuk komunikasi manusia.17
Bagi Barthes, sistem itu dicirikan
oleh fakta bahwa sistem tersebut memiliki signifikasi atau beberapa
signifikasi; tetapi kita bisa mempertanyakan apakah pendapat itu tidak
membuat kita juga mengurusi sitem-sistem yang didalamnya perkara yang
sudah di identifikasi hanyalah berbagai kumpulan yang berisi fakta-fakta
signifikatif.
Two orders signification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan
pertandaan) Barthes terdiri dari First order of signification yaitu denotasi; dan
second order of signification yaitu konotasi. Tatanan pertama mencakup
penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna
denotasi.18
Denotasi adalah tingkat perbedaan yang menjelaskan hubungan antara
tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit,
langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya
beroprasi makna yang bersifat implisit dan tersembunyi.19
17
Roland Barthes dikutip oleh Jeanne Martinet, Semiologi: kajian Teori Tanda Saussuran;
Antara Semiologi Komunikasi dan Seemiologi Signifikasi (Yogyakarta: jalasutra, 2010), cet. 1, h. 5 18
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Denotasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004), h. 56 19
Tommy Cristony, Semiotika Budaya, cet. 1, h. 94
17
1. Signifer M (penanda) 2. Signified (petanda)
Tabel 2.1
Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta di atas dapat dijelaskan bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4).
1. Denotasi adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan
antara sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.
2. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu perasaan atau
emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi
subjektif atau inter subjektif. Tanda lebih terbuka penafsirannya pada
konotasi daripada denotasi.
Secara sederhana, denotasi dijelaskan sebagai kata yang tidak
mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan. Makna nya disebut
makna denotatif. Maka denotatif memiliki istilah lain seperti makna
denotasional, makna referensial, makna konseptual atau makna ideasional.
Sedangkan konotasi adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan
tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna yang mengandung arti
tambahan, perasaan, tertentu, atau nilai rasa tertentu, disamping makna dasar
3. denotative signifier (tanda detonotatif)
4. Connotstive
Signifier (penanda
konotatif)
5. Connotative
Signified (Petanda
Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda konotatif)
18
yang umum. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional,
makna emotif atau makna evaluatif.20
Denotasi dan konotasi tidak bisa dilihat secara terpisah atau berdiri
sendiri. Sebuah tanda yang kita lihat pasti suatu denotasi. Makna denotasi
adalah apa yang terlihat pada gambar, dengan kata lain gambar dengan
sendirinya memunculkan denotasi, denotasi dengan sendirinya akan menjadi
konotasi dan untuk selanjutnya konotasi dan untuk selanjutnya konotasi justru
menjadi denotasi ketika konotasi tersebut sudah umum digunakan dan
dipahami bersama sebagai makna yang kaku.21
Dalam terminologi Barthes, jenis budaya populer apapun dapat
diurai kodenya dengan membaca tanda-tanda di dalam teks. Tanda-tanda
tersebut adalah hak otonom pembacanya atau penonton. Saat sebuah
karya selesai dibuat, makna yang dikandung karya itu bukan lagi
miliknya, melainkan milik pembaca atau penontonnya untuk
menginterpretasikannya begitu rupa.22
Dalam kerangka Barthes, konotasi
identik dengan operasi ideologi, yang disebutkannya sebagai „mitos‟, dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.23
Dalam pandangan
Barthes mitos adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu
yang dianggap alamiah.24
Mitos juga dapat diartikan sebagai sesuatu hasil dari
tahap konotasi yang telah sangat dipercayai dan menyebar dalam masyarakat
20
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, cet. 2, h. 69 21
AS. Haris Sumandria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), cet. 1, h. 27 22
Ade Irwansyah, Seandainya Saya Kritikus Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2009),
h.42 23
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71. 24
Tommy Christomy, Semiotika Budaya (Depok: Universitas Indonesia), h. 94.
19
hingga mejadi sebuah ideologi.25
Mitos juga merupakan hasil dari kelas sosial
yang sudah memiliki dominasi dan hal ini berkaitan dengan realitas atau
gejala alam.26
Sehingga dapat dikatakan mitos adalah tahapan pencarian
makna berdasarkan ideologi atau pemikiran yang sedang berkembang di
masyarakat.
Pada zaman dahulu contoh mitos yang berkembang dalam masyarakat
tentang kehidupan atau kematian, tentang dewa-dewa, atau kepercayaan, hal
ini jelas berbeda dengan mitos yang berkembang dalam masyarakat zaman ini
yaitu tentang ilmu pengetehuan, kesuksesan, gender, dan hal semacan itu.27
Mitos bukanlah seperti apa yang kita pahami selama ini. Mitos bukanlah
sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, ahistoris, dan irasional. Anggapan
seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita kubur. Tetapi menurut Barthes
mitos adalah type of speech (tipe wicara atau gaya bicara) seseorang. Mitos
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya.
Orang mungkin tidak sadar ketika segala kebiasaan dan tindakannya ternyata
dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan analisis mitos, kita dapat
mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda
(gambar).28
25
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Universitas
Indonesia, 2008), h. 5. 26
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,
2011), h. 17. 27
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22. 28
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 127.
20
B. Tinjauan Teoritis Tentang Film
1. Pengertian Film
Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film secara kolektif
sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau
gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa atau
gerak, biasa dikenal di dunia para sineas sebagai seloloid. Pengertian secara
harfiah, film (sinema) adalah Cinemathographic yang berasal dari Cinema dan
tho artinya phytos (cahaya), graphie atau graph (tulisan atau gambar atau
citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya, kita harus
menggunakan alat khusus, yang biasa disebut dengan kamera.29
Film merupakan salah satu media massa yang berbetuk audio visual. Film
menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi yang bisa
menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Ia juga dapat
menadi sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain dapat pula berperan sebagai
penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. Film bisa disebut sebagai sinema atau
gambar hidup yang diartikan sebagai karya seni, bentuk populer dari hiburan,
juga produksi industri atau barang bisnis. Film sebagai karya seni lahir dari
proses kreativitas yang menurut kebebasan berkreativitas.30
Definisi film menurut UU 8/1992 adalah karya cipta seni dan budaya
yang merupakan media komunikasi massa pandang – dengar yang dibuat
berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video,
piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
29
Heru Effendy, Mari Membuat Film, (Yogyakarta: Panduan, 2006), h. 20. 30
Akhlis Suriyapati, Hari-hari Film Nasional Tinjauan dan Restropeksi, (Jakarta: Panitia
hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010) h. 26
21
bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau
proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau
ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.31
Secara material film terdiri atau dibangun oleh gambar-gambar dan bukan
oleh seluloid. Gambar-gambar ini menimbulkan ilusi yang kuat sekali pada
kita bahwa apa yang diproyeksikan pada layar sungguh-sungguh kenyataan.
Ini disebabkan karena gambar-gambar itu berbeda dengan gambar-gambar
seni lukis misalnya; tapi merupakan gambar-gambar mekanis (dibuat oleh dan
dengan suatu mekanik; foto tustel, kamera film).32
Sebuah definisi film dari Angga Dwimas Sasongko yang menarik untuk
dikutip.
“Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik
dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak
secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-
gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk
menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya”33
Menurut UUD Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perfilman Nasional
dijelaskan bahwa film merupakan:
“Karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan
dan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan”.34
Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk
mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari
31
Heru Effendy, Mari Membuat Film, h. 22. 32
D.A. Peransi, Film / Media / Seni, (Jakarta: FFTV IKJ Press, 2005), cet. 1, h. 146. 33
Andi Pranajaya, Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar (Jakarta, BPSDM Citra Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail,2000), h. 6. 34
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 105.
22
– hari, Film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang
realitas masyarakat. Film merupakan gambar yang bergerak (Muving Picture).
Menurut Effendi, film diartikan sebagai hasil budaya dan alat ekspresi
kesenian. Film sebagai komunikasi massa merupakan gabungan dari berbagai
tekhnologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan
seni teater sastra dan arsitektur serta seni musik.35
Film lahir di kurun waktu seni, terutama seni lukis meninggalkan
naturalisme dan realisme. Impresinalisme dibidang seni rupa telah memulai
perjalanan pasti ke arah pemberian bentuk abstrak pada seni rakyat.36
Fotografi dan film mengambil jurus yang bertentangan. Kenyataan malah
di reproduksi dengan mirip sekali, termasuk gerak yang oleh seni rupa tidak
dapat ditiru. Film mengambil tontonan massa, tempatnya bukan di galeri atau
museum, tetapi di lapangan, di bawah sebuah tenda (sekarang bioskop).37
Media film memiliki keampuhan yang besar untuk mempengaruhi publik.
Medium ini dapat menyajikan gambar-gambar atau peragaan gerak, termasuk
suara. Teknologi baru yang sejenis dengan film adalah kaset video dengan
piringan laser (compac disk atau CD). Teknologi baru memiliki sifat praktis
karena dengan alat pemutar (player) dapat menghubungkannya melalui
monitor televisi di rumah-rumah, kemudian muncul gambarbeserta suaranya.
Film merupakan karya seni yang diproduksi secara kreatif dan
mengandung suatu nilai baik positif ataupun negatif, sehingga mengandung
35
Effendy, Onong Uchjana. 1986. Televisi Siaran, Teori dan Praktek. (Bandung : Alumni,
1986). hal. 239. 36
Effendy, Onong Uchjana. 1986. Televisi Siaran, Teori dan Praktek, h. 28 37
Effendy, Onong Uchjana. 1986. Televisi Siaran, Teori dan Praktek, h. 29
23
suatu makna yang sempurna. Namun, terkadang makna yang terkandung
dalam film tersebut itu kurang disadari oleh para penonton pada umumnya.
Makna yang terkandung dalam suatu film, kita dapat melihat dari
sistem-sistem pembentuk film itu sendiri. Seperti apa yang digambarkan oleh
Thompson dan Bordwell38
sebagai berikut:
Bagan 1.1
Sistem-sistem dalam Film
Sumber : (Thompson and Bordwell, 2006:118)
Bagan 1.1 di atas merupakan unsur-unsur pembentuk film yang pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sistem formal dan
sistem gaya (stylistic). Sistem formal mencakup film dalam sistem naratif
(cerita) dan non naratif (non cerita). Film naratif merupakan kategori
film yang memiliki rangkaian suatu sebab-akibat yang terjadi dalam
38
Bordwell, David and Thompson Kristin. Film Art an Introduction, Fourth Edition
(Singapore: McGraw-Hill Companies Inc, 2006), h. 118.
Film form
Interacts with
Formal System Stylistic system
Non-Narrative Narrative Patterned and significant use of
techniques:
Catagorial mise en scene
Rhetorical Cinematoghrapy
Abstract Editing
Associational Sound
24
sewaktu-waktu. Kemudian, film non naratif, sebaliknya merupakan
kategori film yang tidak memiliki susunan cerita tertentu, seperti film
dokumentasi, film experimental, dan sebagainya. Namun, peneliti tidak
menggunakan unsur sistem non-naratif ini, karena film yang diteliti ini
adalah masuk kategori naratif. Suatu film, baik formal atau gaya
biasanya memiliki cerita dramatik, yaitu memiliki problem-problem yang
kuat dan menarik.39
2. Sejarah Perkembangan Film Dunia
Dilihat dari sejarah, penemuan film sebenarnya berlangsung cukup
panjang. Ini disebabkan karena film melibatkan masalah-masalah teknis yang
cukup rumit, seperti masalah optik, lensa, kimia, proyektor, kamera, roll film
bahkan sampai pada masalah psikologi. Usaha untuk mempelajari bagaimana
gambar dipantulkan lewat cahaya, konon telah dilakukan sekitar 600 tahun
sebelum masehi.
Teknologi film atau motion picture bekerja berdasarkan proses kimiawi
seperti fotografi. Medium ini dikembangkan pada 1880-an dan 1890-an. Pada
1930-an bioskop sudah ada dimana-mana menayangkan talkies.40
Pada
dasarnya tontonan bergerak sudah ada sejak lama. Tanggal 24 april 1894, The
New York Times memberitakan dahsyatnya sambutan publik terhadap film
layar lebar pertama yang ditayangkan yakni tentang dua gadis pirang yang
39
Sumarno, Marseli. Dasar-Dasar Apresiasi Film (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2005), h. 48-49 40
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), ed. 8, h. 161
25
memperagakan tari payung. Film pertama ditayangkan di Amerika Serikat
pada tanggal 23 April 1896 di kota New York.41
Sejarah film pertama terjadi di perancis, tepatnya pada tnggal 28
Desember 1985, ketika Lumiere bersaudara telah membuat dunia “terkejut”.
Mereka telah melakukan pemutaran film pertama kalinya di depan publik,
yakni di Cafe de Paris. Film-film buatan Lumiere yang diputar pada
pertunjukan pertama itu adalah tentang para laki-laki dan wanita pekerja di
Pabrik Lumiere, kedatangan kereta api di stasiun La Ciotat, bayi yang sedang
makan siang dan kapal-kapal yang meninggalkan pelabuhan.
Salah satu kejadian unik, yaitu saat pertunjukkan lokomotif yang
kelihatannya menuju ke arah penonton, banyak yang lari ke bawah bangku.
Teknologi temuan Lumiere ini kemudian mendunia dengan cepat karena juga
didukung oleh teknologi proyektor berfilm 2
inchi yang lebih unggul
keluaran The American Biograph, yang telah diciptakan Herman Casler pada
1896. Maka sejak pertunjukkan di Cafe de Paris itulah, kata Louis Lumiere,
lahirlah ekspresi “I have been to a movie”.42
Joseph Plateau adalah seorang ilmuan yang telah banyak memberikan
perhatian untuk mempelajari rahasia gambar hidup dengan seksama, terutama
dalam hal kecepatan, waktu dan pewarna. Penyempurnaan baru dicapai lewat
kamera oleh asisten ahli listrik terkenal Thomas Alva Edison yang bernama
Wiliam Dickson pada tahun 1895. Setelah itu barulah orang amerika berhasil
41 William L. Rivers, Jay W. Jensen, dan Thedore Peterson, Media Massa dan Masyarakat
Modern, edisi kedua, (terj) oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna, (Jakarta: Prenada Media,
2004), cet. 2, h. 198 42
Misbach Yusran Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, (Jakarta: Komunitas
Bambu, 2009), h. 15
26
membuat film bisu yang berdurasi 25 menit, diantaranya film The Great Train
Robbery (1903).
Kemudian perusahaan film Warner Brothers dengan bekerjasama dengan
Amerika Telephone dan Telegraph berusaha mempelajari bagaimana cara
memindahkan suara yang ada dalam telepon ke dalam film. Usaha ini berhasil
pada tahun 1928 melalui film The Jazz Singer. Masa keemasan film
berlangsung cukup lama, barulah televisi muncul sebagai media hiburan.43
Perubahan dalam industri perfilman, jelas nampak pada teknologi yang
digunakan. Jika pada awalnya, film berupa gambar hitam putih, bisu dan
sangat cepat, kemudian berkembang hingga sesuai dengan sistem penglihatan
mata kita, berwarna dengan segala macam efek yang membuat film dramatis
dan terlihat lebih nyata.
3. Sejarah Perkembangan Film Indonesia
Penghujung abad ke 19, teknologi pembuatan film, gambar yang bisa
bergerak ditemukan di perancis, inggris, dan Amerika. Pada waktu itu,
Indonesia masih merupakan jajahan Belanda dengan nama Nederlands Indie
atau dalam bahasa pribumi disebut Hindia Belanda. Sejak Tahun 1900,
tontonan film mulai bisa di saksikan oleh masyarakat di kota-kota besar
Hindia-Belanda.44
Hari film nasional yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia adalah
tanggal 30 Maret 1950, sebagaimana yang telah menjadi aspirasi masyarakat
perfilman dan telah menjadi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
43
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafido Persada, 2008), h.
137-138. 44
Misbach Yusran Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, h. 1
27
25 Tahun 1999, semasa pemerintah BJ Habibie yang berbunyi: “Bahwa
tanggal 30 Maret 1950 merupakan hari bersejarah bagi perfilman Indonesia
karena pada tanggal tersebut pertama kalinya film cerita dibuat oleh orang dan
perusahaan Indonesia.45
Dalam beberapa buku dan artikel ada yang menyatakan di Indonesia,
sejarah „gambar idoep‟ muncul tahun 1900, dilihat dari sejumlah iklan di surat
kabar masa itu. De Nederlandshe Bioscope Maatshappij memasang iklan di
surat kabar Bintang Betawi mengabarkan dalam beberapa hari lagi akan
diadakan pertunjukkan gamabar idoep. Di surat kabar terbitan yang sama pada
Selasa 4 Desember 1900 itu, ada iklan berbunyi “besok Rebo 5 Desember
Pertunjukkan Besar yang Pertama di dalam satu rumah di Tanah Abang
Kebondjae moelain pukul 7 malam”.
Tahun 1926 merupakan tonggak bersejarah bagi perfilman Indonesia.
Dengan dibuatnya film cerita pertama dongeng Sunda Loetoeng Kasaroeng,
kemudian (1927) Java Film menggarap film kedua Eulis Atjih. Sebuah drama
rumah tangga modern, bukan lagi cerita dongeng, kemudian gadis desa
(1949), film berjudul harta karoen (1949) dan film yang berjudul Tjitra
(1949). Namun semua film tersebut tidak diakui alasannya, film-film tersebut
bukan oleh orang dan perusahaan pribumi melainkan oleh perusahaan asing
meskipun sutradaranya orang Indonesia.46
45
Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional tinjauan dan Restropeksi, (Jakarta: Panitia hari Film
Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010), h. 5-7. 46
Artikel, di akses Senin 19 Oktober 2015 pukul 11.40 WIB dari, Sejarah Film 1900-1950:
Bikin Film di Jawa, HTTP://indonesiabuku.com/?p=2537
28
Sejarah mencatat bahwasanya film indonesia yang dibuat oleh orang
pribumi dan perusahaan Indonesia adalah film yang berjudul The Long March
atau Darah dan Doa, di produksi oleh perusahaan bernama PERFINI
(Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang merupakan perusahaan film
nasional pertama, dengan produser Djamaluddin Malik dan Sutradara Usmar
Ismail. Sedangkan tanggal 30 maret 1950 merupakan hari pertama
pengambilan gambar atau syuting film Darah dan Doa. Usmar ismail adalah
tokoh yang paling bersemangat untuk mewujudkan adanya film nasional
untuk itu ia di nobatkan sebagai bapak perfilman Indonesia.47
4. Jenis dan kualifikasi film
a. Jenis Film
Jika dilihat dari segi isi, film dibedakan menjadi jenis film fiksi dan
non fiksi. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah film dokumenter
yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah kejadian alam, flora, fauna,
maupun manusia. Adapun penjelasan dari jenis-jenis film tersebut sebagai
berikut:
1) Film Dokumenter adalah film yang menyajikan fakta berhubungan
dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film
dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan
tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan,
sosial, politik (propaganda), dan lain sebagainya.
47
Akhlis Suryapati, Hari Film Nasinal tinjauan dan Restropeksi, h. 7-9
29
2) Film Fiksi adalah film yang menggunakan cerita rekaan di luar
kejadian nyata, terkait oleh plot, dan memiliki konsep pengadegaan
yang telah dirancang sejak awal. Film fiksi juga seringkali diangkat
dari kejadian nyata dengan menggunakan beberapa cuplikan rekaman
dari peristiwa aslinya (fiksi-dokumenter).
3) Film Eksperimental merupakan film yang berstruktur namun tidak
berplot. Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti naratif) dan
semua adegannya menentang logika sebab-akibat (anti-rasionalitas).48
b. Klasifikasi Film
Menurut Himawan Pratista dalam buku Memahami Film-nya metode
yang paling mudah dan sering digunakan untuk mengklasifikasi film
adalah berdasarkan genre, yaitu klasifikasi dari sekelompok film yang
memiliki karakter atau pola sama (khas), sebagai berikut:49
1) Aksi (Action), yaitu film yang berhubungan dengan adegan-adegan
aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, dan non-stop dengan tempo
cerita yang cepat.
2) Drama, yaitu film yang kisahnya seringkali menggugah emosi,
dramatik, dan mampu menguras air mata penontonnya. Tema
umumnya mengangkat isu sosial, seperti kekerasan, ketidakadilan,
masalah kejiwaan, penyakit, dan sebagainya,
3) Epik Sejarah, yaitu film dengan tema periode masa silam (sejarah)
dengan latar sebuah kerajaan, peristiwa, atau tokoh besar yang
menjadi mitos, legenda, atau kisah biblical.
48
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), cet. 1, h. 4 49
Himawan Pratista, Memahami Film, cet. 1, h. 13
30
4) Fantasi, yaitu film yang berhubungan dengan tempat, peristiwa yang
tidak nyata, dengan menggunakan unsur magis, mitos, imaginasi,
halusional, serta alam mimpi.
5) Fiksi Ilmiah, yaitu film yang berhbungan dengan teknologi dan
kekuatan di luar jangkauan teknologi masa kini yang artificial.
6) Horror, yaitu film yang berhubungan dengan dimensi spiritual atau
sisi gelap manusia.
7) Komedi, yaitu film yang bertujuan menghibur dan memancing tawa
penonton.
8) Kriminal dan Gangster, yaitu film yang berhubungan dengan aksi-
aksi kriminal dengan mengambil kisah kehidupan tokoh kriminal
besar yang diinspirasi dari kisah nyata.
9) Musikal, yaitu film yang mengkombinasikan unsur musik, lagu, tari,
(dansa), serta gerak (koreografi).
10) Petualangan, yaitu film yang berkisah tentang perjalanan, eksplorasi,
atau ekspedisi ke suatu wilayah asing yang belum pernah tersentuh.
11) Perang, yaitu film yang mengangkat tema ketakutan serta teror yang
ditimbulkan oleh aksi perang dengan memperlihatkan kegigihan, dan
perjuangan.
12) Western, yaitu film dengan tema seputar konflik antara pihak baik
dan jahat berisikan aksi tembak-menembak, aksi berkuda, dan aksi
duel.
5. Unsur-unsur Pembentuk Film
Film secara umum dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif
dan unsur sinematik. Kedua unsur tesebut saling berinteraksi dan
31
berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Unsur naratif adalah bahan
(materi) yang akan diolah, berhubungan dengan aspek cerita tema film; terdiri
dari unsur-unsur seperti: tokoh, masalah, lokasi, dan waktu. Sedangkan unsur
sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Sementara unsur sinematik
atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembuatan film.50
Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:
a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera;
b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta
hubungan kamera dengan obyek yang diambil;
c. Editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya;
d. Suara, yaitu segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengaran.
Film juga mengandung unsur-unsur dramatik. Unsur dramatik dalam
istilah lain disebut dramaturgi, yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
melahirkan gerak dramatiki pada cerita atau pada pikiran penontonnya.
Dramaturgi ini antara lain: konflik, suspence, curiosity, dan surprise.51
Konflik merupakan suatu pertentangan yang terjadi dalam sebuah film,
misalnya antar tokoh. Suspence merupakan ketegangan yang dapat mengiringi
penonton ikut berdebar menantikan adegan selanjutnya. Curiosity merupakan
rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap jalannya cerita sehingga
penonton terus mengikutii alur film sampai selesai. Surprise adalah kejutan,
biasanya digunakan pada alur film yang sulit ditebak.
50
Himawan Pratista, Memahami Film, cet. 1, h. 2 51
Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, (Jakarta: Grasindo, 2004), cet. 3, h. 100
32
6. Struktur Film
Esensi dari struktur film terletak pada pengaturan berbagai unit cerita atau
ide sedemikian rupa sehingga mudah dipahami. Struktur adalah blueprint
kerangka desain yang menyatukan berbagai unsur film dan merepresentasikan
jalan pikiran dari pembuat film.52
Struktur terdapat dalam semua bentuk karya
seni. Pada film mengikat aksi (action) dan ide menjadi satu kesatuan yang
utuh.
Struktur yang baik adalah struktur yang sederhana tapi penuh relief.
Struktur yang sederhana berhubungan dengan kontunuitas fisik, yaitu: anak
dilahirkan, hidup sebagai seorang dewasa, kemudian mati. Ini mengandaikan
adanya permulaan, pengembangan dan akhir. Variasi dari urutan ini banyak
sekali, misalnya suatu akhir dapat dijadikan permulaan, dalam hal kilas balik
flashback permisalannya.
Penyusun pikiran dan perasaan sineas film ditentukan oleh faktor-faktor
berikut ini:
a. Keutuhan: semua unsur dalam film mesti berkaitan dengan subjek
utamanya, harus menjaga bagian dari keseluruhan. Arti dan maknanya
ditentukan hubungan dengan keseluruhan karya.
b. Ketergabungan: unsur atau unit yang satu harus memiliki hubungan
dengan unit atau unsur berikutnya sedemikian rupa. Sehingga hubungan
ini bukan saja logis akan tetapi juga hubungan yang membangun. Ini
berarti bahwa urutan unsur ini harus menunjukkan perkembangan yang
52
D.A. Peransi, Film / Media / Seni, cet. 1, h. 8
33
menuju suatu kesimpulan. Faktor ketergabungan ini tergantung lagi pada
sebab, akibat dan kemungkinan.
c. Tekanan: berhubungan dengan atau menentukan posisi dari unit-unit
pertama dan sampingan, hubungan terhadap yang lain. Tekanan
menentukan juga proporsi dari unit-unit itu, sehingga menjadi jelas nilai
dari berbagai unit tersebut.
d. Interes: berhubungan dengan “isi” dari setiap unit. Pilihan ini yang tepat
untuk menjadikan unit-unit itu saling berhubungan dengan jalinan
subordinat dan menjadi suatu kesatuan karya yang utuh.
Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah. Dalam
struktur lahiriah terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang membangun, yaitu:
a. Shot; dapat dirumuskan sebagai peristiwa yang direkam oleh film tanpa
interupsi.
b. Scene; terbentuk apabila beberapa shot disusun secara berarti dan
menimbulkan suatu pengertian yang lebih luas tapi utuh. Adegan dapat
kita sebut juga premis minor. Banyaknya shot, panjang pendeknya shot
dalam sebuah adegan akan menentukan ritme dari adegan itu. Selain shot
dan scene.
c. Sequence atau babak; babak terbentuk apabila beberapa adegan disusun
secara berarti dan logis. Babak memiliki ritme permulaan,
pengembangan dan akhir.
d. Totalitas; dalam hubungan ini sudah jelas merupakan nilai yang muncul
dari seluruh urutan shot, adegan dan sekuens, yaitu tema.
34
Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah faktor utama, antara lain
yaitu:
a. Ekspoisisi: keterangan tempat, waktu dan perwatakan.
b. Point of attack atau serangan awal: menggambarkan tentang konfrontasi
awal dari kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan.
c. Komplikasi: segi-segi yang menarik dari watak tokoh-tokohnya.
d. Discovery atau penemuan: memberikan informasi-informasi baru tentang
tokoh-tkohnya, semetara cerita berlangsung terus, munculnya kejadian-
kejadian.
e. Reversal atau pembalikan: terjadi komplikasi-komplikasi baru.
f. Konflik: pertentangan-pertentangan batin yang menguasai tokoh-tokoh.
g. Rising action atau tanjakan aksi: bagian cerita yang mengungkapkan
pengembangan plot utama, mulai dari point of attack sampai klimaks.
h. Krisis: meramalkan suatu perkembangan terbaru.
i. Klimaks: puncak paling tinggi dari semua ketegangan dan intensitas.
j. Falling action atau surutnya aksi: klimaks menurun dan menuju
kesimpulan.
k. Kesimpulan: dalam tahap ini semua pertanyaan dijawab, masalah-
masalah utama dan sampingan dipecahkan dan diatasi.
C. Film Suatu Medium Ekspresi dan Komunikasi Massa
Ernest Cassier (an Essay on Man dan Die Philosophie der Syimnlischen
Formen) merumuskan manusia sebagai “animal syimbolicum”, yang berbeda
dengan binatang, berkomunikasi dengan lambang-lambang dan pelambangan.
35
Bahasa adalah salah satu lambang bunyi yang arbitrer yang diciptakannya. Itu
sebabnya orang indonesia dan inggris mempunyai bunyi yang berbeda untuk
melambangkan fakta yang sama.
Makna, jika dipahami sebagai sesuatu yang tertanam dalam sesuatu yang lain
berarti memiliki peran sendiri dalam proses komunikasi. Komunikasi, yang kita
pahami sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan,
memiliki ragam yang bermacam-macam. Dan makna sebagai pesan dalam proses
komunikasi, merupakan salah satu bagian yang sulit dipisahkan dari proses
komunikasi. Komunikasi antara dua orang yang lahir dari masyarakat bahasa yang
berbeda akan sulit dilakukan apabila yang satu tidak mengenal bahasa lainnya.
Sejak fotografi ditemukan beberapa abad yang lalu, dan didasarkan atas
fotografi film dikembangkan, maka bertambah lagi medium ekspresi dan
komunikasi antar manusia. Film, sebagai salah satu media komunikasi massa yang
juga menyimpan makna sebagai bagian dari pesan, juga menjadi salah satu ragam
proses komunikasi. Makna-makna simbolik yang ditampilkan film, membawa
penonton sebagai komunikan merasakan sebuah atmosfer yang lain. Makna-
makna inilah yang akhirnya menjadi salah satu bagian dari unsur komunikasi,
yaitu message.
Tetapi berbeda dengan bahasa yang mempergunakan unsur bunyi untuk
mengekspresikan arti dan bersifat lebih abstrak, film mempergunakan rekaman
optik dari kenyataan. Film merekam secara persis sekali kenyataan yang pernah
ada di depan kamera dan kenyataan itu (melalui film) tampil di depan kita yang
melihatnya sebagai kenyataan optik.
36
Dengan menganggap bahwa apa yang ada di layar sungguh-sungguh
kenyataan maka pada penonton sebenarnya terjadi ilusi. Ilusi bahwa yang
dilihatnya benar-benar sebuah kenyataan.
Di dalam kondisi sedemikian itu terjadi beberapa proses identifikasi pada
penonton. Pertama adalah identifikasi optik. Penonton melihat kenyataan
sebagaimana kenyataan itu dilihat oleh lensa (optik) kamera. Kedua, adalah
identifikasi emosional. Disini penonton secara emosional mempertautkan dirinya
dengan bayangan-bayangan dari kenyataan yang ia lihat di layar. Ketiga, adalah
identifikasi imajiner. Disini penonton mengidentifikasi dirinya dengan salah satu
tokoh atau beberapa tokoh di dalam film yang ditontonnya.
Film adalah salah satu medium yang memungkinkan manusia terlibat secara
eksternal dengan kenyataan-kenyataan imajiner, terlibat secara eksistensial berarti
bahwa terajadi suatu hubungan yang dialektis antara dirinya dan kenyataan
memang imajiner itu.
Film pada dasarnya menceritakan suatu perkembangan psikologis dari tokoh-
tokohnya, bukan seperti film dokumenter yang bertolak dari konsep dan ide.
Perkembangan psikologis itu dituang ke dalam suatu plot cerita yang mengenal
permulaan, pengembangan cerita dan klimaks.
Konflik antara protogonis dan antagonis tentunya merupakan konflik antara
nilai-nilai yang menjadi dasar masing-masing. Nilai itu bisa bersumber pada
pribadi atau pada kelompok dimana pribadi itu berada. Itu sebabnya konflik-
konflik di dalam cerita film bisa juga merupakan konflik antara berbagai
kelompok dan kepentingan, latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan sejarah.
37
Adapun pesan di dalam Film, sebagaimana dipahami sebagai bentuk
komunikasi massa, umumnya sudah direncanakan. Hal ini berbeda dengan bentuk
komunikasi personal yang cenderung terjadi secara alami tanpa perlu
direncanakan.53
Dari sinilah dapat dipahami, bahwa film sebagai media yang memproduksi
makna dalam serangkaian gambar dan suara yang disajikan, tak dapat dipisahkan
perannya sebagai bagian dari proses komunikasi, khususnya komunikasi massa.
D. Nasionalisme
1. Pengertian Nasionalisme
Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, nasionalisme diartikan sebagai
(1) paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan Negara sendiri; politik untuk
membela pemerintahan sendiri; sifat kenasionalan; (2) kesadaran keanggotaan
dalam suatu bangsa yang potensial atau actual bersama-sama mencapai,
mempertahankan, dan mengabadikan identitas ,integritas, kemakmuran, dan
kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.54
Rasa kebangsaan menumbuhkan faham kebangsaan atau nasionalisme
yaitu cita-cita atau pemikiran-pemikiran bangsa dengan karakteristik yang
berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Rasa kebangsaan dan faham
kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat untuk
mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjunjung tinggi
martabat bangsa.. pada era menjelang kemerdekaan, semangat kebangsaan
53
Kustadi Suhandang, Retorika: (Strategi, Teknik dan Taktik Pidato) (Bandung: Nuansa,
2009), h. 18. 54
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi II, (Jakara: Balai Pustaka,1995), h.610.
38
bangsa Indonesia terfokus pada semangat anti kolonial. Tantangan baru dalam
mengisi kemerdekaan jauh berbeda dengan tantangan pada waktu merebut
kemerdekaan. Tantangan baru dalam mengisi kemerdekaan jauh berbeda
dengan tantangan waktu merebut kemerdekaan. Tantangan yang kita hadapi
dewasa ini adalah mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa yang telah
maju.55
Rasa kebangsaan merupakan suatu rasa, hasrat atau kesadaran yang
tertanam secara alami didalam diri seseorang dalam berkehidupan berbangsa
dan bernegara. Rasa ini sangat diperlukan dalam berkehidupan. Rasa ini dapat
membawa kesatuan dan persatuan terhadap kedaulatan Republik Indonesia.
Rasa kebangsaan sangat tercemin dalam sumpah pemuda yang dideklarasikan
pada 28 Oktober 1928 silam, dimana para pemuda memiliki nilai juang dan
cinta terhadap Indonesia yang tinggi.56
Ilmu sosiologi merumuskan nasionalisme sebagai suatu gerakan politik
untuk mencapai suatu masyarakat sosial, dalam waktu pencapaian ini
pengertian bangsa punya arti sentral sebagai penggerak dan pemberi pedoman
dan kekuatan politik.57
Kebangunan bangsa jajahan dan perlawanan terhadap sistem kolonial itu
disebut dengan istilah sosiologisnya nasionalisme. Adapun nasionalisme itu
mempunyai bermacam-macam bentuk dan unsur-unsur tetapi yang pokok
ialah unsur kebangsaan. Unsur ini adalah unsur yang terpenting, disamping itu
55
Zainul Ittihad, Materi Pokok Pendidikan Kewiraan 1-6, (Jakarta: Universitas Terbuka
,1998), h.110 56
“Rasa Kebangsaan Terhadap Negara” diakses pada tanggal 13 April 2017 dari http://ayu-
septiningrum.blogspot.co.id/2013/07/rasa-kebangsaan-terhadap-negara.html diakses 57
A.C. Manullang, Pilar-Pilar Pancasila, (jakarta; penerbit setia sakti,1986), h. 56
39
maka gerakan menuju ke perubahan masyarakat dan perekonomian
merupakan unsur kedua.58
Nasionalisme adalah satu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada kebangsaan.59
Perasaan sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan
tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada
di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.
Kita harus meninggalkan cara pandang Ernest Renan bahwa nasionalisme
bukan lagi sekedar kehendak untuk bersatu (le desir d‟etre ensemble) sebagai
sebuah Negara bangsa. Sejatinya, nasionalisme yang utuh adalah ide dan cita-
cita tentang sebuah masa depan; bagaimana karakter sebuah bangsa yang
merdeka kukuh di tengah arus globalisasi. Karena itu, nasionalisme lama
harus di rekonstruksi menjadi nasionalisme baru yang berpijak pada
tantangan-tantangan kebangsaan yang makin kompleks.60
Menurut Profesor W. F. Wertheim, nasionalisme dapat dipertimbangkan
sebagai suatu bagian integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan
pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional.
Lagi pula Wertheim juga menegaskan bahwa faktor-faktor seperti perubahan
ekonomi, perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi agama Islam,
dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah
memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada
58
C.S.T Kansil dan Julianto, Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia,
(jakarta;Erlangga,1993), h.17 59
Hans Kohn, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, (Jakarta; PT. Pembangunan,1984), h.11. 60
“Rekonstruksi nasionalisme Kaum Muda” (http://www.tempo.co/read/
news/2007/11/16/055111731/Rekonstruksi-Nasionalisme-Kaum-Muda diakses pada tanggal 3
November 2015)
40
reaksi aktif nasionalisme Indonesia. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan
secara panjang lebar dalam bab-bab buku karangannya yang berjudul :
Indonesian Society in Transision: A Study of Social Change (1956).
Pertumbuhan nasionalisme Indonesia ternyata tidak sederhana seperti
yang diduga sebelumnya. Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan
identitasnya pada derajat integrasi tertentu. Nasionalisme sekarang harus
dapat mengisi dan menjawab tantangan masa transisi. Tentunya nilai-nilai
baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama
pendukungnya yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging,
artinya memiliki nilai-nilai baru yang disepakati bersama. Nasionalisme pada
hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena
nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik
itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu
bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun
ras.
Hal – hal yang mendorong munculnya faham nasionalisme , antara lain:
a. Adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam
wilayahnya.
b. Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari
belenggu kekuasaan absolut, agar manusia mendapatkan hak – haknya
secara wajar sebagai warga negara.
c. Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
d. Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.
41
Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari
pengaruh perang kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis
dan meletusnya revolusi industri di Inggris. Melalui revolusi perancis, paham
nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia.
Prinsip – prinsip nasionalisme, menurut Hertz dalam bukunya Nationality
in History and Policy, antara lain :
a. Hasrat untuk mencapai kesatuan.
b. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
c. Hasrat untuk mencapai keaslian.
Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.61
2. Nasionalisme di Indonesia
Penyelidikan terhadap nasionalisme dalam sejarah Indonesia
menunjukkan bahwa momentum nasional mempunyai makna yang amat
penting. Nasionalisme Indonesia bukan hanya pernyataan dari patriotisme,
akan tetapi juga pernyataan dari suatu pemikiran nasional yang menggebu-
gebu.62
Tentang nasionalisme Indonesia sendiri telah banyak di temukan pendapat
oleh peneliti-peneliti kenamaan, antara lain Verdoom yang di kutip oleh
Kansil, mengatakan bahwa nasionalisme di Indonesia tujuannya ialah
melenyapka tiap-tiap bentuk kekuasaannya penjajahan dan mencapai suatu
61
Artikel, di akses Senin 19 Oktober 2015 pukul 11.40 WIB dari,
https://sosiologibudaya.wordpress.com/tag/nasionalisme 62
A.C. Manullang, Pilar-Pilar Pancasila, (jakarta; penerbit setia sakti,1986), h. 56-57
42
keadaan yang memberi tempat untuk perkembangan merdeka bangsa
Indonesia.63
Sedangkan menurut Boumann yang juga dikutip Kansil menjelaskan
bahwa nasionalisme Indonesia itu lebih luas sifatnya ialah perasaan menjadi
anggota masyarakat besar yaitu bangsa Indonesia, tetapi syarat mutlak untuk
mencapai maksud itu ialah melenyapkan sistem kolonialisme yang menekan
bangsa Indonesia dalam keadaan nya yang buruk.64
Nasionalisme Indonesia sejatinya tidak bisa dilepaskan dari pernyataan
Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural dengan
keanekaragaman dan kompleksitas budayanya. Bagaikan satu kesatuan mata
uang dengan dua sisinya yang saling berkaitan dan melengkapinya,
nasionalisme Indonesia juga bisa dilihat sebagai suatu “ikatan budaya” yang
menyatukan dan mengikat masyarakat plural Indonesia menjadi suatu bangsa.
Karena itu, konsep nasionalisme Indonesia bisa dikatakan bukan semata-mata
konsep politik. Melainkan konsep budaya.65
Nasionalisme pada akhirnya
dilandasi oleh motivasi budaya, khususnya saat terjadi krisis identitas
kebudayaan. Pada sudut pandang ini, gerakan politik nasionalisme adalah
sarana mendapatkan kembali harga diri etnik sebagai modal dasar membangun
sebuah negara berdasarkan kesamaan budaya. Semangat kebangsaan akan
mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat
menumbuhkan jiwa patriotisme.
63
C.S.T Kansil dan Julianto, Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, h.19. 64
C.S.T Kansil dan Julianto, Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, h.20. 65
Thung Ju Lan dan M. „Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya Indonesia;
Sebuah Tantangan, (Jakarta: LIPI Press, 2011), h. 4.
43
Dengan berpegang pada semua itu, lantas lahirlah suatu yang dinamakan
nasionalisme kebudayaannya. Semboyan negara “Bhinneka Tunggal Ika”
sebenarnya telah menunjukkan hal itu. Peradaban bangsa dengan nilai-nilai
luhur tetap terpelihara dengan baik oleh masyarakat lokal dan menjadi pilar-
pilar antar budaya bangsa Indonesia dalam kerukunan di lingkungan masing-
masing. Maka bukanlah suatu hal yang berlebihan jika dikatakan nasionalisme
sebagai inti kebudayaan akan selalu mengakar dalam setiap diri individu.
Membangun karakter bangsa untuk menyongsong masa depan yang gemilang.
Merupakan upaya mendesak agar setiap warga negara memiliki nilai-nilai
peradaban bangsa yang tetap mengakar pada budaya bangsa yang majemuk.
Nasionalisme pada akhirnya beranjak pada sebuah fenomena budaya
daripada fenomena politik. Racikan lugas para intelektual menjadi kekuatan
yang mampu menopang kelanggengan proses politik yang dicita-citakan.
Nasionalisme menjadi tameng serta “penanda” akan lahirnya budaya yang
kompleks. Budaya yang kompleks bukan berarti ancaman melainkan realitas
sosial yang harus dihadapi sebgai bagian dari sunatullah kehidupan. Sekali
lagi di tekankan bahwa nasionalisme telah menjadi inti kebudayaan bangsa
yang tidak mudah hilang begitu saja. Di sinilah nasionalisme mulai
memainkan perannya sebagai landasan dalam menghadapi arus globalisasi
serta sebagai suatu potensi besar bagi negara yang multikultural untuk tetap
mempertahankan persatuan bangsanya. Hingga pada akhirnya bukanlah hal
yang mustahil untuk mencapai Indonesia yang lebih bersinar.
44
Nasionalisme yang berlaku di Indonesia saat ini adalah nasionalisme
kebudayaan setelah masa kemerdekaan. Nasionalisme dalam film Cahaya dari
Timur “Beta Maluku” berisi tentang tantangan untuk mensejajarkan dengan
perbedaan warna agama dalam asal usul budaya satu Indonesia. Dengan cara
berkarya semampu yang kita bisa agar indonesia mampu mempertahankan
“Bhinneka Tunggal Ika”. Salah satu karya yang ditampilkan adalah melalui
budaya Maluku yakni semangat persatuan dalam memperjuangkan tim
sepakbola. Meskipun identik dengan kaum minoritas, tim sepakbola ini
mampu mengharumkan nama Maluku di Indonesia.
45
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM CAHAYA DARI TIMUR: BETA MALUKU
A. Latar Belakang Pembuatan Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Pembuatan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku bermula pada tahun 2007.
Ketika itu sang Sutradara yaitu Angga Dwimas Sasongko secara tidak sengaja
bertemu dengan Sani Tawainella. Pada saat itu Angga Dwimas Sasongko sedang
membuat film dokumenter salah satu brand apparel olahraga tentang sepakbola
Indonesia yang berjudul “Garuda Muda” untuk menyambut Turnamen Piala Asia
2007 yang berlangsung di Jakarta. Saat pembuatan film dokumenter, Sani
Tawainella merupakan tukang ojek Angga Dwimas Sasongko, bermula dari situ
lah Sani banyak cerita kepada Angga tentang dirinya dan sepakbola di Maluku
khususnya Desa Tulehu, Ambon.1
Proses pembuatan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku dimulai tahun 2010.
Pra produksi, riset, dan penelitian cerita film ini memakan waktu hingga tahun
2013. Proses produksi seperti proses pengambilan gambar, editing, dan lain- lain
dimulai akhir 2013 sampai Februari 2014. Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
yang berdurasi 151 Menit tayang perdana 19 Juni 2014.2
Film yang berbiaya sekitar 8,5 M rupiah ini pada awalnya berjudul “Cahaya
Dari Timur” saja. Seiring berjalannya waktu Angga merasa harus ada identitas
lokal yang di tonjolkan dalam film tersebut. Akhirnya, “Beta Maluku” yang
merupakan identitas dan ungkapan yang sangat power full bagi orang Maluku
1 Wawancara Pribadi dengan Angga Dwimas Sasongko, Visinema Pictures, Senin 27 April
2016. 2 Wawancara Pribadi dengan Angga Dwimas Sasongko, Visinema Pictures, Senin 27 April
2016.
46
ditambahkan dalam judul film tersebut. Maka, jadilah “Cahaya Dari Timur: Beta
Maluku”.3
B. Profil Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
1. Profil Visinema Pictures
Visinema Pictures merupakan rumah produksi yang berbasis di Jakarta,
tepatnya di Jalan Kramat No. 3C, Cilandak, Jakarta Selatan. Rumah produksi
ini didirikan pada tahun 2008 oleh Angga Dwimas Sasongko, Anggia
Kharisma, Adi Nagara, Handoko Hendroyono, dan Chicco Jerikho. Visinema
Pictures telah memproduksi Film, Program Televisi, Video Klip Musik, dan
Video Profil Perusahaan. Berikut ini karya-karya yang dihasilkan Visinema
Pictures:4
a. Film
Hari Untuk Amanda ( 2010 )
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ( 2014 )
Filosofi Kopi ( 2015 )
b. Film Televisi (FTV)
Bu Sum
Cuma Semalam
c. Video Klip Musik
Budi Doremi ( 123456 )
RAN ( Ratu Lebah )
Sandhy Sandoro ( Malam Biru )
Netral ( Garuda Di Dadaku )
3 Wawancara Pribadi dengan Angga Dwimas Sasongko, Visinema Pictures, Senin 27 April
2016. 4 http://www.visinemapictures.com/ diakses Minggu, 10 Mei 2015, Jam 14:30.
47
Cokelat ( Drama )
d. Video Profil Perusahaan
SKK Migas
Dari sekian banyak karya yang dihasilkan oleh Visinema Pictures,
beberapa di antaranya memperoleh penghargaan. Yaitu film Hari
Untuk Amanda dan Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Film Hari
Untuk Amanda memperoleh penghargaan Pemeran Pria Utama
Terfavorit pada ajang Indonesia Movie Awards 2010 di Jakarta dan
pada ajang Festival Film Bandung 2010 memperoleh penghargaan
Pemeran Utama Wanita Terpuji.5
2. Profil Sutradara: Angga Dwimas Sasongko
Sutradara yang lahir di Jakarta, 11 Januari 1985 ini mengawali karirnya
di dunia perfilman ketika ditarik oleh Erwin Arnada untuk menggarap film
“Catatan Akhir Sekolah”. Tepatnya di tahun 2004, saat umurnya masih 19
tahun.6
Setelah syuting Catatan Akhir Sekolah, Angga sempat membuat berbagai
macam iklan, video klip musik, serta film pertamanya sebagai sutradara yaitu
film Foto, Kotak dan Jendela pada tahun 2006 saat usianya baru 21 tahun.
Kemudian Angga ditawari kembali oleh Erwin Arnada untuk menggarap film
Jelangkung 3 tahun 2007. Di film inilah namanya tambah bersinar, sosoknya
semakin dikenal sebagai sutradara muda yang berbakat. Merasa telah mandiri,
Angga memutuskan untuk membuat PH (Production House) yang bernama
5 http://www.indonesianfilmcenter.com/ diakses Minggu, 10 Mei 2015, Jam 15:00.
6 Wawancara Pribadi dengan Angga Dwimas Sasongko, Visinema Pictures, Senin 27 April
2016.
48
Visinema Pictures, dan telah menghasilkan beberapa FTV, iklan dan video
klip.7 Mulai dari sini Angga Dwimas Sasongko mulai produktif menghasilkan
karya-karya yang mengagumkan. Garuda Muda - Dokumenter (2007), Hari
Untuk Amanda (2010), Cahaya Dari Timur: Beta Maluku (2014), Nada
Nusantara - Dokumenter (2014), Revolusi Pemuda – Rengasdengklok (2014),
dan Filosofi Kopi (2015) inilah deretan film-film lain yang disutradarai
olehnya.8
Dari sekian banyak film yang di sutradarainya, film Hari Untuk Amanda
dan Cahaya Dari Timur: Beta Maluku membawa namanya sebagai sutradara
muda yang cukup berprestasi. Lewat film Hari Untuk Amanda dia
dinominasikan sebagai sutradara terbaik pada ajang Festival Film Indonesia
(FFI) 2010 di Jakarta. Puncaknya terjadi di Tahun 2014 ketika film Cahaya
Dari Timur: Beta Maluku ditetapkan sebagai Film Terbaik di Festival Film
Indonesia (FFI) 2014 di Palembang.
3. Pemeran dan Kru Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Tabel 3.1
Pemeran Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Tokoh dalam Film Nama Pemeran
Sani Tawainella Chicco Jerikho
Haspa Umarella Shafira Umm
Josef Matulessy Abdurrahman Arif
Mama Alvin Jajang C. Noer
Alvin Tuasalamony Burhanuddin Ohorella
7 http://www.21cineplex.com/star/angga-d-sasongko,667.html diakses Minggu, 10 Mei 2015,
Jam 19:00. 8 http://www.indonesianfilmcenter.com/cc/angga-dwimas-sasongko.html diakses Minggu, 10
Mei 2015, Jam 19:00.
49
Hari Jamhari Lestaluhu (Jago) Aufa Assegaf
Salim Ohorella (Salembe) Bebeto Leutually
Bapak Jago Ridho “Slank” Hafiedz
Sofyan Lestaluhu Glenn Fredly
Pangana Norman Akyuwen
Rafi Lestaluhu Frans Nendissa
Tabel 3.2
Kru Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Tim Produksi Nama Kru
Produser Glenn Fredly, Angga D. Sasongko
Produser Eksekutif Gita Wiryawan, Arifin Panigoro
Sutradara Angga Dwimas Sasongko
Asisten Sutradara Albert Fahmi
Casting Director Meirina Alwi
Pelatih Akting Adjie Ahmad, Mogmog, Norman A
Penata Kamera Roby Taswin
Penata Suara Joko Setiadi
Penata Artistik Yusuf Kainiku
Penata Kostum Anggia Kharisma
Penata Rias Notje Tatipata
Penyunting Adegan Yoga Krispratama
Penata Musik Nikita Dompas
Penata Suara Satrio Budiono
Rumah Produksi PT. Visinema Picture
a. Profil dan biografi Sutradara Angga Dwimas Sasongko9
Angga Dwimas Sasonggko adalah seorang
sutradara asal Indonesia. Film sinetron kelima
arahannya, Cahaya dari Timur (Beta Maluku),
berhasil meraih duapuluh satu penghargaan dalam
beberapa nominasi yang diadakan, termasuk
penyutradaraan terpilih.
Lahir: 1976, Kabupaten Temanggung
Penghargaan: Piala Vidia untuk Sutradara
Terbaik
Nominasi: FFI 2014 di Palembang, Piala Maya
2014 di Jakarta, Tempo 2014,
Indonesia Movie Award (IMA) 2015
9 https://id.wikipedia.org/wiki/Chicco_Jerikho
50
b. Profil dan biografi Chicco Jerikho10
Chicco Jerikho, aktor kelahiran Jakarta, 3 Juli
1984, umur 32 tahun ini merupakan pemain
sinetron indonesia yang memiliki darah Thailand
dari sang ayah dan darah Batak dari sang ibu
yang bermarga Panggabean. Namanya mulai
dikenal publik ketika bermain dalam sinetron
stripping “cinta bunga”.
c. Profil dan biografi Shafira Umm11
Shafira Umm, Aktris sekaligus presenter (lahir
di Jakarta, 2 Desember 1984; umur 32 tahun)
adalah seorang presenter asal Indonesia. Ia
mengawali kariernya sebagai finalis MTV VJ
Hunt pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, ia
juga membintangi video klip milik Sheila on 7
berjudul Radio yang terdapat dalam album 507.
Namanya semakin dikenal luas sejak
membawakan acara Showbiz di stasiun televisi
MetroTV pada tahun 2008.
d. Profil dan biografi Abdurrahman Arif12
Abdurrahman Arif, Aktor kelahiran Jakarta, 24
Mei 1987; umur 29 tahun) adalah pemeran
berkebangsaan Indonesia. Ia memulai karier di
dunia seni peran dengan bermain dalam film layar
lebar Cewe Matrepolis pada tahun 2005.
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Chicco_Jerikho 11
https://id.wikipedia.org/wiki/Shafira_Umm 12
https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Arif
51
e. Profil dan biografi Jajang C. Noer13
Shafira Umm, Aktris (lahir dengan nama Lidia
Djunita Pamoentjak, juga dikenal dengan nama
Jajang Pamuntjak; lahir di Paris, Perancis, 28 Juni
1952; umur 64 tahun) adalah seorang sutradara dan
aktris film asal Indonesia. Ia juga adalah putri tunggal
dari tokoh nasional pergerakan kemerdekaan
Indonesia Nazir Datuk Pamoentjak.
Jajang C. Noer adalah pemenang Festival Film
Indonesia tahun 1992 dalam kategori Aktris
Pendukung Terbaik melalui film Bibir Mer. Suaminya
adalah Arifin C. Noer, sutradara film asal Indonesia
yang meninggal dunia pada Mei 1995.
f. Profil dan biografi Glenn Fredly 14
Glenn Fredly mengawali kariernya saat dia menjadi
vokalis “Funk Section”. Pada tahun 1995 (setahun
setelah ia lulus SMA pada tahun 1994) Funk Section
meluncurkan sebuah album eksklusif yang dikemas
secara apik. Tiga tahun kemudian, Glenn bernyanyi
solo dan meluncurkan sebuah album yang bertajuk
GLENN dengan bermodalkan 8 buah lagu. Dalam
album ini terdapat 3 buah lagu yang sering
dinyanyikan Glenn yaitu “Kau” dan “Cukup Sudah”
serta “MOBIL MAMA” yang menjadi hits di Malaysia.
g. Profil dan biografi Aufa Assegaf15
Aufa Assegaf, sebagai Hari Zamhari Lestaluhu,
Ia selalu menyahut dengan “Jago” bila diabsen
Sani. Ia menjadi kapten tim karena dianggap
paling dewasa. Lepas dari sikap tenang di antara
teman-temannya, ia juga memendam persoalan;
ayahnya, satu-satu orang tua yang dimilikinya
tidak merestui cita-citanya untuk jadi pemain
sepak bola professional.
13
https://id.wikipedia.org/wiki/Jajang_C._Noer 14
https://id.wikipedia.org/wiki/Glenn_Fredly 15
https://id.wikipedia.org/wiki/Cahaya_Dari_Timur:_Beta_Maluku
52
h. Profil dan biografi Bebeto Leutually16
Bebeto Leutually, sebagai Salim Ohorella, Bakat
sepak bola Salim Ohorela atau yang akrab disapa
“Salembe” memang paling menonjol di antara
teman-temannya, tetapi sikapnya yang tidak
disiplin sering membuatnya terganjal persoalan.
Salembe adalah anak yang keras hati, ia menaruh
pandangan bahwa tidak ada hubungan antara
sepak bola dan perbedaan agama; sesuatu yang
pada akhirnya didustainya karena berhubungan
dengan sebab kematian ayahnya.
i. Profil dan biografi Ridho “Slank” Hafiedz17
Mohammad Ridwan Hafiedz atau Ridho (lahir
di Ambon, Indonesia, 3 September 1973; umur 43
tahun) adalah gitaris, vokal pendukung, dan
peneliti lagu Indonesia. Ia adalah gitaris Slank
dan vokal pendukung dengan gitaris lainnya,
Abdee Negara. Dengan Slank, Ridho telah
membuat 9 album studio dan 3 album live, dan
satu album kompilasi yang dirilis Mei 2006.
j. Profil dan biografi Burhanuddin Ohorella 18
Burhanuddin Ohorella,
sebagai Alfin
Tuasalamony, Di antara teman-temannya, Alvin
adalah penyeimbang. Sejak awal ia didukung
ibunya untuk bermain bola. Suatu hari ia berjanji
akan mengubah nasib ibunya dengan membawa
uang 1 milyar lewat sepak bola. Di kehidupan
nyata, karakter Alvin menjadi satu dari beberapa
anak didik Sani yang berhasil menjadi pesepak
bola profesional.
16
https://id.wikipedia.org/wiki/Cahaya_Dari_Timur:_Beta_Maluku 17
https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Ridwan_Hafiedz 18
https://id.wikipedia.org/wiki/Cahaya_Dari_Timur:_Beta_Maluku
53
k. Profil dan biografi Norman Akyuwen19
Norman Akyuwen, lahir dari pasangan Lamberth
Akyuwen (ayah) Susana Que (ibu) adalah seorang
aktor dan pelatih akting berkebangsaan Indonesia.
Yang telah ikut berperan dalam 18 film di Indonesia.
4. Prestasi Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
a. Festival Film Indonesia (FFI) 2014 di Palembang20
Film Terbaik
Pemeran Utama Pria Terbaik (Chicco Jerikho)
Nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (Jajang C. Noer)
Nominasi Peneliti Skenario Adaptasi Terbaik (Irfan Ramly dan
Swastika Nohara)
Nominasi Sinematografi Terbaik (Roby Taswin)
Nominasi Penyunting Gambar Terbaik (Yoga Krispratama)
Nominasi Penata Suara Terbaik (Satrio Budiono)
Nominasi Pengarah Artistik Terbaik (Yusuf Kainiku)
b. Piala Maya 2014 di Jakarta21
Film Panjang/Bioskop Terpilih
19
https://id.wikipedia.org/wiki/Norman_Akyuwen 20
http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/filminfo/movie/ diakses Minggu, 10 Mei
2015, Jam 20:00. 21
http://showbiz.liputan6.com/ ini-daftar-pemenang-piala-maya-2014 diakses Minggu, 10
Mei 2015, Jam 20:00.
54
Penyutradaraan Terpilih (Angga Dwimas Sasongko)
Aktor Pemeran Utama Terpilih (Chicco Jerikho)
Aktor/Aktris Cilik Terpilih (Bebeto Leutually)
Skenario Asli Terpilih (Irfan Ramly dan Swastika Nohara)
Tata Musik Terpilih (Nikita Dompas)
Piala Arifin C. Noer atau Penampilan Singkat Paling Berkesan
(Norman Akyuwen)
c. Film Terbaik Pilihan TEMPO 201422
d. Indonesia Movie Award (IMA) 201523
Pemeran Utama Pria Terbaik (Chicco Jerikho)
Pemeran Utama Pria Terfavorit (Chicco Jerikho)
Pendatang Baru Pria Terbaik (Bebeto Leutually)
Nominasi Film Terfavorit
Nominasi Pendatang Baru Pria Terfavorit (Bebeto Leutually)
Nominasi Soundtrack Film Terfavorit (Glenn Fredly – Tinggikan)
C. Sinopsis Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Cahaya dari Timur: Beta Maluku, adalah sebuah kisah inspiratif yang
diangkat dari kisah nyata Sani Tawainella yang diperankan oleh Chicco Jerikho.
Sani Tawainella adalah seorang mantan pemain Timnas Junior Indonesia yang
membela Indonesia di Piala Pelajar Asia yang berlangsung di Brunei Darussalam
pada Tahun 1996. Kisahnya berawal pada tahun 2000, dimana pada saat itu
22
http://www.tempo.co/read/news/2014/12/30/111631871/Film-Pilihan-Tempo-2014-
Cahaya-dari-Timur diakses Minggu, 10 Mei, Jam 20:00. 23
http://lifestyle.sindonews.com/read/1002579/158/daftar-pemenang-indonesia-movie-
awards-20151431973784 diakses Selasa, 19 Mei 2015, Jam 07.00.
55
Maluku tengah diselimuti konflik saudara. Sani yang saat itu sedang di Ambon
untuk membeli barang, mendapati perang di depan matanya. Hatinya pedih dan
teriris, apalagi ketika Sani mengetahui kalau seorang anak yang ia jumpai di
lokasi peperangan harus tewas.
Sani lalu mengadakan latihan sepak bola untuk mengalihkan perhatian anak-
anak atas konflik di Maluku. Anak-anak Desa Tulehu sering datang ke perbatasan
antara Desa Tulehu yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam dengan Desa
Passo yang mayoritas masyarakatnya beragama Kristen, untuk menonton
kerusuhan di sana. Sani mengajak Rafi Lestaluhu, seorang mantan pemain
sepakbola professional yang pulang kampung akibat cedera. Sani mengajak Rafi
untuk melatih anak-anak Desa Tulehu bermain sepakbola.
Di tengah situasi konflik yang kacau dan dengan segala keterbatasan
ekonomi, Sani bertahan melatih anak-anak selama bertahun-tahun. Di tahun 2006
kondisi Ambon mulai kondusif. Sekolah sepakbola yang dirintis Sani dan Rafi
masih berjalan. Anak-anak yang mereka latih tumbuh menjadi pemain-pemain
sepak bola muda berbakat. Tapi, Sani dan Rafi mengalami pecah kongsi, Rafi
mengakui sekolah sepak bola itu adalah miliknya dan keluarganya, Sani marah
besar lalu mengundurkan diri.
Selepas dari tim sepakbola Tulehu Putra, ada seorang guru dari SMK Passo
bernama Josef Matulessy yang di perankan oleh Abdurrahman Arif datang ke
Tulehu. Maksud kedatanganya untuk mengajak Sani untuk melatih sepak bola di
SMK Passo. Kepala Sekolah SMK Passo mempermasalahkan Sani yang beragama
Islam, tetapi Josef berhasil meyakinkan Kepala Sekolah bahwa Sani pelatih sepak
56
bola yang bagus. Seiring berjalannya waktu dua anak didik Sani semasa melatih
di Tulehu yaitu Alvin Tuasalamony dan Salim Ohorella (Salembe) datang ke
Passo untuk bergabung dengan tim sepak bola SMK Passo (Sekolah Kristen).
Dalam sebuah turnamen, SMK Passo yang dilatih Sani berhadapan dengan
Tulehu Putra yang dilatih Rafi di babak final. Tim Rafi berhasil keluar sebagai
juara, namun Sani yang ditunjuk untuk melatih kesebelasan Maluku mengikuti
Kejuaraan Junior Nasional U-15 di Jakarta, karena para tokoh masyarakat disana
menganggap Sani mampu untuk menyatukan pemain Islam dengan Kristen dalam
satu tim. Namun, tim ini terkendala masalah pendanaan. Banyak masyarakat yang
membantu dengan menyumbang sebagian harta bendanya, termasuk seorang
Pendeta dari Passo (Desa Kristen) datang ke rumah Sani di Tulehu (Desa Islam)
untuk menyampaikan amanat berupa uang patungan dari jemaat gereja untuk
membantu keberangkatan tim sepakbola Maluku ke Jakarta.
Setelah melewati sekelumit persoalan, tim akhirnya bisa diberangkatkan
mengikuti kompetisi nasional di Jakarta. Namun, keputusan Sani untuk
membaurkan anak-anak yang berbeda agama dalam satu tim justru menyebabkan
perpecahan pada saat turnamen berlangsung. Setelah melewati pertandingan awal
yang mengecewakan, Sani berhasil meredakan konflik itu dengan semangat “Beta
Maluku”. Sejak saat itu tim mulai terlihat solid, para pemain dalam tim tersebut
yang mayoritas beragama Islam mulai menerima keberadaan dua anak Desa Passo
yang beragama Kristen yaitu Fingky dan Fangky. Kekompakan serta semangat
kedaerahan (nasionalisme) “Beta Maluku” berhasil mengantarkan mereka menjadi
Juara Nasional U-15.
57
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Analisis dan Temuan Data Film Cahaya dari Timur : Beta Maluku
Dalam film Cahaya dari Timur: Beta Maluku, alur cerita secara
keseluruhan terbagi menjadi tahap permulaan, pertengahan, dan penutupan.
Pada tahap permulaan, adalah pertemuan Sani Tawainella dengan beberapa
anak yang sedang bermain bola di pantai Tulehu yang terkagum-kagum
dengan cara Sani Tawainella memainkan bola dengan kakinya ketika bola
anak-anak itu menghampirinya secara tidak sengaja.
Klimaks yang begitu banyak dan beragam dikemas secara apik dalam
film ini, menjadikannya sangat menarik. Apalagi ketika film ini ditutup
dengan adegan yang mempertunjukkan kemenangan Tim U-15 Maluku yang
berhasil memenangkan pertandingan nasional di Indonesia Cup dengan
mengalahkan juara bertahan Tim U-15 Jakarta yang selama ini tidak
terkalahkan dan ini merupakan buah atau pun menifestasi keberhasilan
mereka dalam mempersatukan identitas diri mereka menjadi satu Tim Sepak
Bola yang mengedepankan sikap persatuan dan kesatuan dengan rasa
Nasionalisme yang tinggi.
Dalam esensi cerita secara keseluruhan, peneliti akhirnya dapat
mengidentifikasi 8 (delapan) scene yang berkaitan dengan rumusan masalah
yang ingin diteliti. Tidak dimasukkannya semua scene dalam film ini, semata-
mata agar analisis yang ada, sesuai dengan fokus penelitian.
58
Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos yang merepresentasikan Makna
Nasionalisme dalam film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku). Untuk
menjelaskan identifikasi scene harus dianalisis sesuai dengan semiotik yang
dipakai, yaitu semiotik Roland Barthes, sebagai berikut :
1. Scene 03
Sumber: DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)
Gambar 4.1
Screenshot Scene 03
Caption:
Gambar ini mengambil karakter seorang pemuda bernama Sani
Tawainella, seorang pemuda Maluku mantan pemain Timnas Junior
Indonesia yang membela Indonesia di Piala Pelajar Asia yang berlangsung
di Brunei Darussalam pada tahun 1996. Dengan semangat sportifitas,
dunia olah raga dipandang sebagai duta bangsa dalam membela dan
mengharumkan nama bangsa lewat olah raga. Predikat “pahlawan”
olahraga biasanya di sandang oleh mereka di dunia olahraga.
59
a. Makna Denotasi
Makna denotasi ialah makna sebenarnya. Dengan kata lain, makna
yang paling nyata dari tanda. Makna denotasi lazimnya diberikan
penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan apa yang kita lihat,
cium, dengar rasakan dan pengalaman lainnya.
Dari gambar yang diambil dari scene 03 di atas, pengambilan
adegan tersebut menggunakan type of shot Medium Close Up yang
memperlihatkan wajah seseorang dengan ukuran penuh, seluruh badan.
Gambar di atas diambil di sebuah lokasi yang mendeksripsikan sebuah
pantai yang indah, pantai Maluku.
Maluku adalah bagian dari wilayah Negara Indonesia. Sebagai
Negara kepulauan, gugusan pulaunya terbentang dari barat hingga ke
timur, dari Sabang hingga Merauke. Maluku terletak di sebelah timur
wilayah Indonesia. Maluku adalah negeri dari timur yang sangat kaya,
merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa cengkeh, emas dan
mutiara. Kepulauan Maluku membentuk suatu gugus-gugus kepulauan
yang terbesar di Indonesia dengan lebih dari 4.000 pulau baik pulau
besar maupun kecil.
Penduduk asli umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal,
kerangka tulang besar dan kuat, serta profil tubuh yang lebih atletis
dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka
adalah suku kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan
berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria.
60
Pada gambar tersebut memperlihatkan pemuda yang sedang berdiri
di pinggir pantai. Pemuda tersebut berdiri kemudian dia memainkan
bola dengan penuh konsentrasi. Pemuda tersebut sangat menikmati
permainan bolanya, hingga ia tidak sadar beberapa anak sedang
mengamati dan memandang dengan kagum cara pemuda itu
memainkan bola.
Kepulauan Maluku memang terkenal dengan keindahan pantainya,
masyarakat yang pluralisme, membaur antara etnis, agama
mencerminkan kesatuan nasionalisme Indonesia. Selain itu Maluku
juga di kenal sebagai daerah pecetak generasi muda sepak bola
Indonesia.
b. Makna Konotasi
Makna konotasi merupakan makna yang didasarkan atas perasaan
atau pikiran yang ditimbulkan oleh peneliti atau pembaca. Dapat
dikatakan bahwa konotasi itu ialah makna dari hasil pemikiran atau
ideologi seseorang dalam memahami pesan yang disampaikan.
Dalam gambar tersebut, seorang pemuda yang berdiri di pinggir
pantai sedang menikmati suasana pantai yang indah dan hembusan
angin pantai. Pemuda tersebut sedang berpikir tentang keadaan yang
tidak terkendali yang sedang terjadi di kampungnya. Ia ingin keluar
dari masalah ini, namun apa daya tidak memiliki kemampuan untuk
merubah keadaan. Akhirnya ia melupakan kesedihannya dengan
bermain bola di pantai. Kepiawaian pemuda itu dalam memainkan “si
61
kulit bundar” memang beralasan. Sani Tawainella, adalah seorang
pemuda Maluku mantan pemain Timnas Junior Indonesia yang
membela Indonesia di Piala Pelajar Asia yang berlangsung di Brunei
Darussalam pada tahun 1996.
Dahulu tanah Maluku adalah tanah kelahirannya yang indah,
damai, aman dan tenteram. Namun hati Sani sedang berduka karena
saat ini tanah kelahirannya telah terjadi konflik yang ia sendiri tidak
tahu pangkal kejadiannya. Menjadi bagian dari tanah Maluku yang
sangat heterogen adalah tidak mudah bagi Sani. Sosok Sani yang
sangat idealisme dan berjiwa nasionalisme tinggi, sangat ingin
mewujudkan perdamaian yang kokoh di tanah kelahirannya.
Menyatukan semua kemajemukkan yang ada membuat Sani tertantang
dan berjuang keras.
Sebagai seorang olahragawan yang menjadi duta bangsa dalam
membela nama negara Indonesia, Sani Tawainella merasakan
kepedihan yang sangat mendalam. Situasi di daerah tempat ia tinggal
telah terjadi pertikaian antar agama. Jiwa nasionalismenya
memberontak dan tidak menerima keadaan ini. Berbagai pertanyaan
berkecamuk dalam jiwanya. Sani Tawainella menginginkan tanah
kelahirannya seperti dulu lagi, aman tentram, saling menghormati
antara etnis, antara agama., tidak ada lagi kecurigaan dan mau menang
sendiri. Karena untuk membangun negeri ini diperlukan kedamaian,
ketentraman dan situasi keamanan yang kondusif.
62
c. Makna Mitos
Berdasarkan hasil analisa peneliti pada gambar di Scene 03 ini,
gambar ini mengandung makna mitos sikap rela berkorban merupakan
sikap yang bisa menumbuhkembangkan rasa kebangsaan seseorang
dalam dirinya. Rela Berkorban terdiri dari dua kata yaitu kata rela dan
kata berkorban. Rela berarti bersedia dengan ikhlas hati, tidak
mengharapkan imbalan atau dengan kemaun sendiri. Sedangkan
berkorban adalah berkorban berarti memiliki sesuatu yang dimiliki
sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri.
Jadi rela berkorban dalam kehidupan berarti bersedia dengan ikhlas
memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau pemikiran) untuk kepentingan
orang lain atau masyarakat. walaupun dengan berkorban akan
menimbulkan cobaan penderitaan bagi dirinya sendiri artinya bahwa
sikap rela berkorban ini adalah sikap nya seorang pahlawan yang
ikhlas memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau pemikiran) untuk
kepentingan orang lain atau masyarakat.
Ada dalam satu riwayat disebutkan bahwa:
Abu Jahm bin Hudzaifah RA meriwayatkan, “Ketika peperangan
Yarmuk terjadi, saya pergi untuk mencari sepupu saya yang ketika
itu berada di garis terdepan pertempuran. Saya membawakan
sedikit air untuknya. Akhirnya saya dapati sepupuku itu dalam
keadaan terluka parah, sayapun menghampirinya dan mencoba
memberi pertolongan dengan sedikit air yang saya bawa. Tiba-tiba
saya mendengar rintihan tentara Islam yang terluka parah di
dekatnya. Sepupuku itu memandangnya lalu memberi isyarat
kepadaku agar air itu diberikan kepadanya. “
Abu Jahm pun melanjutkan, “Sayapun pergi mendekati tentara
itu, dia adalah Hisyam bin Abil „Ash. Sebelum saya sampai ke
tempatnya terdengan pula teriakan dari arah yang tidak jauh dari
63
tempat dia terbaring. Hisyam pun memberi isyarat kepada saya
agar memberikan air tersebut kepada orang itu, tetapi sebelum
saya sampai kepadanya, orang itu telah menghembuskan nafasnya
yang terakhir. Kemudian saya bergegas untuk kembali kepada
Hisyam tetapi diapun telah wafat. Cepat–cepat saya menuju ke
tempat sepupu saya, tapi diapun telah pergi syahid.” Inna lillaahi
wainna ilaihi raajiuun1
Semboyan para pejuang bangsa yaitu “merdeka atau mati” yang
dibuktikan dengan semangat pantang menyerah, dewasa ini di jaman
kemerdekaan dapat diterjemahkan sebagai mengisi kemerdekaan
dengan bekerja keras serta rela berkorban untuk kemajuan bangsa dan
Negara Indonesia. Pemuda Indonesia, generasi penerus bangsa, siap
berkompetisi dengan negara lain dalam mengharumkan dan menjadi
kebanggaan Indonesia.
2. Scene 05
Sumber: DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)
Gambar 4.2
Screenshot Scene 05
1“Sifat Rela Berkorban”. Artikel diakses pada tanggal 02 Maret 2017 dari
https://ilowirawan.wordpress.com/2007/09/22/sifat-rela-berkorban/
64
Caption:
Sekelompok anak-anak yang sedang berlatih sepakbola dengan pelatihnya
seorang pemuda yang penuh semangat dan berjiwa nasionalisme yang
tinggi. Pemuda itu sangat mengharapkan akan lahir generasi-generasi
muda baru dari tanah kelahirannya yang akan menjadi penerus
pesepakbolaan Nasional Indonesia.
a. Makna Denotasi
Dari gambar yang diambil dari scene 05 di atas, pengambilan
gambar pada adegan masih tersebut menggunakan type of shot Medium
Close Up yang memperlihatkan posisi dengan ukuran penuh. Dari
kepala ke kaki. Gambar di atas diambil di sebuah pantai di daerah
Maluku. Terlihat di kejauhan gugusan pulau membentang dari kiri
hingga kanan. Memperlihatkan latar belakang yang menggambarkan
bahwa tanah Maluku terdiri dari gugusan pulau-pulau. Dikejauhan
terlihat deburan ombak yang memperlihatkan garis putih di atas
permukaan air. Sangat indah pengambilan gambar ini.
Gambar dalam adegan pada film Cahaya dari Timur (Beta Maluku)
ini terlihat tidak mempergunakan tambahan cahaya apapun dalam
pengambilannya. Dalam gambar tersebut terlihat sekelompok anak
kecil sedang berlatih sepak bola bersama sang pelatih, seorang pemuda
yang idealis dalam memegang prinsip. Pemuda tersebut tidak ingin
anak-anak asuhannya harus menjadi penonton kekacauan yang terjadi
di tanah kelahirannya, ia ingin anak asuhannya menjadi manusia yang
65
berguna, sukses pendidikannya dan sukses menjadi pemain sepak bola
yang ternama. Demikianlah masa depan anak-anak tersebut sebagai
calon penerus bangsa Indonesia.
Dalam gambar adegan tersebut, sekelompok anak tersebut yang
memakai pakaian tim nasional Indonesia yang sedang bermain bola
menandakan rasa kebanggaan anak-anak perkampungan yang tumbuh
dan besar di sana. Mereka sangat senang bermain bola dan cinta tanah
air. Itu terlihat dari ekspresi wajahnya yang ringan dan tersenyum
menikmati permainan dan memakai kaos bola tim nasional
kesayangannya. Kelompok anak-anak tersebut adalah generasi muda
penentu masa depan Indonesia. Mereka harus diarahkan pada hal-hal
positif dan ditumbuhkan rasa nasionalismenya sejak dini.
Di dalam gambar adegan tersebut terlihat anak-anak dan pelatihnya
bermain bola dipinggir pantai. Pantai Maluku yang indah dengan
lambaian pohon kelapanya, disertai suara deburan ombak. Indonesia
memang memiliki wilayah yang indah dan menjadikan peluang wisata
bagi daerah tersebut. Khususnya bagi anak-anak kampung pantai
Tulehu, pantai adalah tempat yang menyenangkan untuk bermain bola.
Dalam gambar juga terlihat gawang kecil yang terbuat dari kayu
diletakkan di sudut tempat pada bagian dari permainan. Gawang dari
kayu terlihat unik dan menyatu dengan alam.
66
b. Makna Konotasi
Dalam gambar adegan, sekelompok anak tersebut mengerahkan
segenap kemampuannya serta berupaya menjadi yang terbaik. Anak-
anak merupakan anak asuhan Sani Tawainella dalam bermain sepak
bola. Mereka bersemangat dan memiliki obsesi yang besar untuk
menjadi pemain sepak bola terkenal nasional bahkan manca negara.
Keseriusan ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh Sani Tawainella
ketika melatih anak asuhannya tersebut menandakan bahwa Sani
Tawainella benar-benar bermaksud membimbing dan melatih anak-
anak tersebut pemain sepak bola nasional. Gerakan tubuh anak-anak
asuhan Sani Tawainella yang piawai bermain bola, memperlihatkan
bahwa anak-anak tersebut sangat berbakat. Tubuh dari anak-anak
Maluku terlihat sangat kokoh dan kuat. Mereka diberi kelebihan
memiliki fisik yang tegap dan kokoh. Dengan kemampuan fisik ini,
serta skill yang mereka miliki diharapkan lahir generasi muda
persepakbolaan Indonesia yang akan bertanding di laga Internasional
yang membawa Indonesia pada suatu kebanggaan sebagai juara sepak
bola dunia.
Bermain sepokbola memang sangat dibutuhkan ketrampilan atau
skill dalam mempergunakan kelihaian kaki untuk membuat trik-trik
gerakan tertentu. Skill ini sangat memerlukan latihan yang disiplin dan
kerja keras. Hal ini dapat dimaknai bahwa suatu keberhasilan dalam
olah raga sepakbola dapat diibaratkan suatu perjuangan. Perjuangan
menggapai kesuksesan, perjuangan meraih mimpi, perjuangan
67
mengharumkan nama Indonesia di mata dunia dalam bidang olaraga
sepakbola.
c. Makna Mitos
Berdasarkan hasil analisa peneliti pada gambar di Scene 05 ini,
gambar ini mengandung makna mitos tentang jiwa patriotisme. Sikap
patriotisme merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap warga
Negara Indonesia dengan tujuan untuk mempertebal sikap cinta
terhadap tanah air.
Para pahlawan pendahulu berjuang mengusir penjajah tentunya
didasari oleh rasa cinta tanah air. Sikap tidak rela bangsanya diinjak-
injak oleh para penjajah. Seperti yang sudah dicontohkan oleh. Sikap
patriotisme tidak hanya dimiliki oleh para pahlawan bangsa. Sebagai
warga negara yang baik pun harus memiliki sikap patriotisme. Siapa
lagi yang mencintai bangsa ini kalau bukan warga negaranya sendiri.
Perjuangan yang dilakukan saat ini sudah bukanlah perjuangan
melawan para penjajah. Setelah merdeka, justru tantangan semakin
besar. Saat ini perjuangan melawan kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan. Sikap patriotisme dapat diwujudkan dalam banyak
hal. Wujud sikap patriotisme antara lain sebagai berikut:
1. Mencintai produk buatan dalam negeri
2. Ikut serta dalam pembangunan bangsa
3. Ikut serta memelihara fasilitas umum
4. Tidak merusak lingkungan hidup
5. Mentaati peraturan yang ada
68
Prestasi yang diraih dapat dilakukan dalam bidang apa saja.
Prestasi tentu akan membawa dampak pada kebanggan. Membawa
kebanggaan Indonesia dapat dilakukan dalam bidang olahraga. Jiwa
nasionalisme yang dipupuk karena membela negara, akan memberi
dorongan dan motivasi dalam berprestasi.
Jiwa nasionalisme dan patriotiem harus dikembangkan sejak kecil
dan itu harus dimulai dengan kebiasaan. Mengenalkan pada tokoh-
tokoh nasionalis jaman perjuangan dan sepak terjang sejarah
kehidupannya dalam mempertahankan dan membangun negeri ini,
atau tokoh-tokoh nasionalis jaman modern dan sepak terjang sejarah
kehidupannya dalam mengharumkan Indonesia di mata Internasional
dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi Jiwa dan semangat
nasionalisme generasi muda.
3. Scene 18
Sumber: DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)
Gambar 4.3
Screenshot Scene 18
69
Caption:
Seorang anak sekolah terlihat dengan penuh semangat sedang berteriak
lantang di depan kelas. Sambil mengepalkan tangannya anak itu berusaha
untuk memberi semangat kepada teman-temannya untuk menjadi generasi
muda Indonesia, yang selalu berjuang dan bekerja keras untuk memajukan
daerah mereka.
a. Makna Denotasi
Pada gambar tersebut di atas diambil darei scene 18. Pengambilan
gambar menggunakan pencahayaan alami seadanya di area plot
tersebut. Type of shot masih menggunakan Medium Close Up dimana
hanya setengah bagian tubuh para pemain yang diambil, yaitu bagian
pinggang ke kepala. Gambar di atas diambil pada sebuah ruangan kelas
di sekolah menengah atas, hal ini terlihat dari pakaian sekolah yang
dikenakan anak tersebut. Papan tulis berwarna hitam terlihat hanya
sepertiga bagian. Tembok kelas berwarna putih bersih, tidak ada
kotoran atau coret-cortan di dinding. Bendera merah putih yang berdiri
tegak di pojok kanan ruangan, menambah semangat nasionalisme yang
dikobarkan anak laki-laki itu.
Terlihat anak laki-laki itu berdiri di atas bangku sambil berkata
lantang. Anak itu mengharapkan teman-temannya memperhatikan
tingkahlakunya dan fokus terhadapnya. Sedangkan raut wajah / mimik
(ekspresi) yang terlihat dari pemuda tersebut adalah sikap seorang
pemimpin, bersemangat dan mengobarkan jiwa nasionalisme. Anak
laki-laki itu memandang dengan tegas ke seluruh ruang kelas. Ekspresi
70
dan gerak tubuhnya yang agak condong kedepan menandakan ia begitu
bersemangat dan siap berjuang. Wajahnya serta mulutnya yang sedang
terbuka menandakan dia sedang berbicara dengan suara keras
dihadapan teman-temannya.
Ekspresi anak-anak murid lainnya turut berdiri dan bersemangat,
salah seorang murid perempuan bahkan ikut mengepalkan tangan
sambil menggerak-gerakkan tanggannya ke atas. Terlihat ia sangat
bersemangat. Suasana di ruangan kelas terlihat bergairah dan hidup.
b. Makna Konotasi
Makna konotasi dari adegan gambar di atas: seorang anak pelajar,
generasi muda calon penerus bangsa, memiliki keberanian untuk
memberi semangat teman-temannya. Situasi di tanah kelahiran mereka
yang sedang terjadi kekacauan, jangan sampai menjadikan mereka
trauma dan berputus asa. Sebagai seorang pelajar mereka harus giat
belajar dan berjuang agar lulus sekolah dengan nilai yang memuaskan.
Ekspresi yang ditunjukkan anak tersebut merupakan ekspresi
bersemangat dan menjadi petarung. Anak tersebut adalah salah satu
anak asuhan dari Sani Tawainella. Anak yang bernama Salambe, telah
menjadi anak yang giat belajar dan rajin bersekolah karena nasehat-
nasehat yang diberikan oleh Sani Tawainella. Sani Tawainella telah
menasehati Salambe, bahwa untuk mencapai kesuksesan seorang anak
harus menjadi orang yang bekerja keras dan bertanggung jawab. Selain
71
konsentrasi bermain bola, yang utama adalah sukses dalam sekolah,
rajin belajar dan lulus dengan nilai memuaskan
Pemuda Sani Tawainella, telah melakukan perbuatan yang benar.
Anak-anak memang harus beri pemahaman, bahwa sekolah itu sangat
penting untuk pendidikan mereka, untuk membentuk watak manusia
menjadi lebih baik, dapat membedakan benar dan salah dan menjadi
manusia yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri, orang tua,
bangsa dan negara.
Sudah menjadi sifat seorang anak yaitu semangat yang besar dalam
bermain bola, sehingga mereka kadang lupa pada tugas utama sebagai
anak yaitu belajar. Sangat bijak sekali hal yang dilakukan oleh pelatih
Sani Tawainella, yang merasa bertanggung jawab besar terhadap anak
asuhannya sehingga ia merasa bertanggung jawab juga terhadap
pendidikan mereka.
Bersekolah adalah sarana untuk mencari ilmu pengetahuan, tugas
seorang anak adalah belajar dan menuntut ilmu. Dengan memiliki ilmu
seorang anak manusia akan dinaikkan derajatnya oleh Allah swt.
Manusia yang berilmu dia akan menjadi rujukan oleh manusia lainnya,
dia dapat menjadi seorang yang dipercaya oleh manusia lainnya karena
berilmu, dan dia akan diserahkan tugas dan tanggung jawab memimpin
umat karena kemampuannya. Seorang yang berilmu dapat mengatasi
konflik yang terjadi karena dia arif dan bijaksana. Persatuan dan
kesatuan dapat terjuwud pada seorang pemimpin yang berjiwa besar.
72
c. Makna Mitos
Berdasarkan hasil analisa peneliti pada gambar di scene 18 ini,
makna patriotisme terutama rasa ingin menjadi pemimpin sangat
kental terasa. Sikap ingin mengobarkan semangat merupakan sikap
mulia dan sangat dianjurkan oleh ajaran-ajaran agama yang ada di
Indonesia. Jiwa seorang pemimpin, akan selalu mengajak kepada
kebaikan dan kebenaran.
Lebih jauh lagi dalam konteks kenasionalismean, rasa ingin
memberi semangat kepada orang lain, agar orang lain tersebut menjadi
termotivasi menjadi seperti dirinya untuk melakukan hal-hal yang
benar. Menjadi generasi penerus bangsa dan negara sudah sepantasnya
melakukan hal-hal yang benar dan bermanfaat. Hal ini merupakan
kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia untuk mengharumkan
negara Indonesia di mata dunia.
Jadi berdasarkan hasil analisa peneliti terhadap karakter Salambe
dari gambar tersebut, Salambe telah benar-benar menerapkan sikap
ingin membuat bangga negara Indonesia ini dengan belajar dan
berprestasi. Sikap lain yang ditampilkan adalah memperjuangkan
terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa yang menghormati nilai-
nilai kemajemukan masyarakat (BHINEKA TUNGGAL IKA) dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
73
4. Scene 20
Sumber: DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)
Gambar 4.5
Screenshot Scene 20
Caption:
Gambar ini mengambil karakter kegigihan dan kerja keras dalam meraih
tujuan. Dengan semangat juang yang tinggi anak-anak asuhan Sani
Tawainella berlatih dengan disiplin dan tekun. Sifat disiplin, tekun dan
pantang menyerah adalah juga merupakan sifat dari para pahlawan dalam
merebut kemerdekaan Indonesia. Di alam kemerdekaan saat ini sifat
disiplin, tekun dan pantang menyerah di buktikan salah satunya yaitu
dengan berlatih olah raga sepakbola, sehingga kemenangan sudah di depan
mata.
74
a. Makna Denotasi
Gambar yang diambil pada scene 20 di atas memperlihatkan
beberapa orang remaja memakai kaos olah raga berwarna putuh
dengan celana pendek warna hijau muda sedang melakukan latihan
sepak bola. Latar belakang gambar adalah pemandangan yang hijau,
pohon-pohon yang ada disekitar terlihat tumbuh menghijau
menandakan daerah tersebut sangat sangat subur sebagai daerah
pertanian. Wilayah Maluku memang di kenal sebagai daerah
pertanian. Sejak dahulu kala, Maluku sebagai penghasil rempah-
rempah seperti pala, lada, cengkeh dan hasil perkebunan lainnya. Oleh
karena itu daerah Maluku menjadi incaran para pendatang asing
seperti Portugis, Spanyol, Belanda untuk mengambil hasil buminya.
Di dekat mereka ada beberapa bola kaki. Pelatih sepak bola juga
ada di antara anak-anak remaja itu. Latar peristiwa/ plot/ lokasi yang
diambil untuk adegan gambar Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ini
berada pada lapangan sepek bola yang berada di sekitar lokasi tempat
tinggal mereka. Terlihat sang pelatih dengan disiplin mengarahkan
anak-anak asuhannya agar melakukan pemanasan dengan benar seprti
yang dicontohkan olehnya. Raut wajah/mimik muka (ekspresi) yang
diperlihatkan dan postur tubuh terlihat sedang serius menjalani olah
raga pemanasan.
Remaja adalah dimana masa kehidupan seseorang harus di latih
dengan disiplin dan kerja keras. Tidak mudah dalam membentuk
75
karakter dan semangat juang remaja. Sebagai generasi penerus bangsa,
seorang remaja harus sudah memiliki tanggung jawab sebagai warga
negara yang baik, disiplin dan bekerja keras demi mencapai tujuan
adalah semangat yang harus di tumbuhkan di dada sang pemuda, selalu
mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi
dan menumbuhkan semangat nasionalisme sebagai bukti nyata bela
bangsa.
b. Makna Konotasi
Dalam gambar tersebut, para remaja yang sedang giat berlatih
serius tersebut merupakan orang anak asuhan tim sepak bola putra
Maluku asuhan Sani Tawainella. Semangat berlatih dan disiplin adalah
kunci utama kesuksesan. Seperti yang selalu di tanamkan oleh Sani
Tawainella pada anak-anak asuhannya, bahwa mereka pasti akan
berhasil dan sukses membawa tim “Maluku” menjadi juara. Nasehat
sang pelatih tersebutlah yang menjadi cambuk semangat mereka dan
motivasi dalam diri untuk menjadi pesepak bola yang sukses.
Impian menjadi pemain sepak bola yang professional inilah yang
menjadi motivasi dan kemauan keras yang ingin dibuktikan oleh Jago,
salah satu anak asuhan Sani Tawainella kepada orang tuanya terutama
sang ayah yang dibuktikan dengan kemampuannya membeli sepak
bola dengan uang tabungannya sendiri sebagai jerih payahnya dengan
mencari uang sendiri. Jago ingin ayahnya tidak kecewa dan menjadi
76
bangga pada dirinya apabila ayahnya telah melihat dia sukses sebagai
pemain nasional.
Sosok Jago yang memiliki jiwa besar untuk berjuang, gigih dalam
memperjuangkan keyakinan dengan jerih payahnya sendiri. Berlatih
sepak bola menanamkan sifat pejuang dalam diri jago, pantang
menyerah, disiplin dan tekun, dalam meraih impian yang dicita-
citakannya.
Selain Jago juga ada sosok Salembe yang selalu bangga pada
dirinya sendiri. Sosok Salembe adalah pemuda yang penuh semangat
dan mengobarkan jiwa nasionalisme. Juga ada pemuda yang bernama
Alvin yang akan membanggakan ibunya dengan membawa uang satu
milyar lewat sepak bola. Anak-anak muda itu adalah generasi penerus
yang penuh optimis, keyakinan mereka akan membawa pada kejayaan
Indonesia.
c. Makna Mitos
Berdasarkan hasil analisa peneliti pada pada gambar di atas, makna
persatuan muncul dengan kentara walaupun masih dalam lingkup
kedaerahan. Sikap persatuan yang tercantum dalam sila ketiga pada
Pancasila ini merupakan dasar negara kita yang dapat mempersatukan
suku-suku bangsa yang begitu banyaknya di Indonesia. Sikap yang
sangat krusial yang harus dan wajib dimiliki oleh setiap warga negara
Indonesia sikap yang memahami karakter bangsanya ini, inilah yang
disebut dengan faham kebangsaan. Permainan sepak bola mengajarkan
77
persatuan, kerja sama, dan kekompakan serta menerapkan strategi
yang cemerlang dalam memenangkan pertandingan.
Sila ketiga “persatuan Indonesia” juga memaknai kehidupan bahwa
Indonesia adalah negara yang terdiri dari keaneka ragaman suku,
bangsa dan agama. Hal ini di buktikan oleh para pemuda saat
mengikrarkan “sumpah pemuda”, mereka sadar bahwa Indonesia ini
sangat banyak perbedaan. Sedikit saja ada gesekan dan benturan dapat
menggoyahkan pilar-pilar negara yaitu Pancasila. Oleh karena itu jiwa
nasionalisme Pancasila harus dibuktikan bukan hanya slogan semata.
Dan jiwa persatuan harus terus dikuatkan agar negara Indonesia tetap
berdiri kokoh.
Sikap ataupun faham kebangsaan yang ditunjukkan Jago pada
adegan ini merupakan sebuah sikap yang sangat langka. Sikap ini
apabila dimiliki oleh setiap warga Negara Indonesia akan memiliki
rasa kenasionalismean dan patriotisme yang tinggi pula.
Perwujudan semangat kebangsaan dan patriotisme yang berupa
sikap rela berkorban untuk kepentingan tanah air, bangsa dan negara
sebagai tempat hidup dan kehidupan dengan segala apa yang dimiliki,
akan memperkuat pertahanan dan keamanan nasional, proklamasi
kemerdekan yang dicita-citakan telah terwujud, berkas perjuangan dan
pengorbanan para pahlawan. Maka kita harus dapat mengisi
78
kemerdekaan ini dengan membangun berbagai macam bidang agar
dapat mempercepat tercapainya tujuan bangsa Indonesia.
5. Scene 108
Sumber: DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)
Gambar 4.5
Screenshot Scene 108
Caption:
Gambar ini mengambil karakter seorang pemuda yang memakai jaket
olahraga sedang menunjuk papan tulis yang bertuliskan kata “Maluku”.
Mencintai tanah kelahiran dan bangga terhadapnya adalah wujud nyata
nasionalisme.
a. Makna Denotasi
Dari gambar yang diambil pada adegan di atas, terlihat seorang
pemuda dengan jaket merah dan peluit yang dikalungkannya sedang
mengarahkan telunjuk kannnya ke arah papan tulis dimana pada papan
79
tulis itu tertera kata “Maluku”. Lokasi pengambilan gambar berada
dalam sebuah ruangan yang berdinding beton bercat putih dengan
lemari pakaian berderet di depan disampingnya. Pemuda itu
menekannya keyakinannya pada telunjuk yang ia arahkan ke papan
tulis, sambil berbicara dia lakukan dengan ekspresi yang tegas dan
mulut yang menggambarkan kejelasan vokal dan mimik wajah.
Jiwa nasionalisme bisa diwujudkan salah satunya dengan
menggunakan simbol. Semangat nasionalisme yang ditimbulkan lewat
simbol seperti bendera negara, lagu nasional, maupun simbol- simbol
lainnya, memberi pengertian bahwa sifat manusia mambutuhkan
sesuatu yang bisa memberi dorongan untuk memberikan kekuatan
dalam meningkatkan semangatnya.
Dalam dunia oleh raga simbol bisa dimunculkan lewat penggunaan
tanda-tanda kedaerahan, salah satunya lewat gambar atau tulisan pada
baju kaos oleh raga atau yel-yel kekompakkan. Seperti pada adegan
gambar di atas dengan menuliskan kata “Maluku” untuk menunjukkan
identitas daerahnya.
b. Makna Konotasi
Makna konotasi yang ada pada gambar di atas, Sani Tawainella
sedang memberikan sebuah pengertian akan arti kata Maluku yang
telah dituliskannya pada sebuah papan tulis di dalam ruangan ganti
pemain. Perilaku yang dilakukan oleh Sani Tawainella ini ditujukan
80
kepada anak asuhannya dengan tujuan untuk meningkatkan
kekompakan anak asuhannya dalam bermain bola dalam sebuah
perlombaan sepak bola U-15 Indonesia Cup yang dilaksanakan di
Jakarta. Hal ini diakibatkan karena kekalahan yang terus menerus di
alami oleh Tim Sepakbola tersebut sepanjang musim perlombaan
tersebut.
Penggunaan simbol juga dapat meningkatkan kebersamaan,
kekompakkan karena hal tersebut dapat menjadi jalan untuk memori
atau kenangan kepada tanah kelahiran. Hal tersebut kemudian yang
ingin diwujudkan oleh Sani Tawainella kepada anak didiknya.
Pemaknaan simbol yaitu sebagai sesuatu yang diagungkan atau
dihormati. Simbol juga dapat mempersatukan kebersamaan, bila dia
berada di tempat atau di daerah asing.
c. Makna Mitos
Berdasarkan hasil analisa peneliti terhadap gambar tersebut di atas
yaitu Sani Tawainella berusaha untuk menumbuhkan sikap persatuan
dan kesatuan yang ada dalam tubuh tim asuhannya. Sikap persatuan
yang peneliti anggap memang sangat ampuh untuk mengalahkan
musuh yang bagaimana kuat sekali pun. Rasa persatuan diwujudkan
dalam ideologi negara Indonesia yaitu “Pancasila” dalam sila ketiga
yaitu persatuan Indonesia, yang mengandung makna bahwa Indonesia
ini dibangun berdasarkan rasa persatuan. Ada semboyan “bersatu kita
81
teguh, bercerai kita runtuh”, semboyan ini akan lebih diyakinkan lagi
bahwa perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah karena rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Nasionalisme tanpa adanya rasa persatuan dan kesatuan tidak akan
bisa tumbuh berkembang seutuhnya apabila tidak ditunjang dengan
persamaan rasa, kesadaran, pemahaman kesatuan pribadi sebagai
warga negara dengan darah yang satu, bahasa yang satu dan bangsa
satu. Hal ini tercantum, tersirat dan tersurat dalam Sumpah Pemuda
yang telah dikumandangkan pada beberapa dekade lalu di tanah air
tercinta ini.
6. Scene 109
Sumber: DVD Film Cahaya Dari Timur (Beta Maluku)
Gambar 4.6
Screenshot Scene 109
Caption:
Gambar yang tersaji menampilkan kelompok remaja laki-laki dengan
seorang pemuda yang memakai baju sedang bersorak sambil mengepalkan
tangan ke atas. Mereka bersorak sambil meneriakkan yel-yel kemenangan
82
untuk daerah mereka yaitu “Beta Maluku”. Suatu kebangkitan untuk
menuju kemenangan.
a. Makna Denotasi
Kelompok remaja tersebut di atas merupakan tim asuhan sepak
bola Sani Tawainella SSH Tulehu Maluku yang ikut bertanding di
Indonesia Cup U-15. Kelompok SSH Tulehu Maluku berkelompok
mengelilingi Sani Tawainella sambil mengepalkan tangan yang
ditujukkan ke arah atas bersama-sama dan Sani Tawainella
memperhatikan keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh anak
asuhannya tersebut.
Ekspresi wajah yang menunjukkan semangat tinggi terlihat di
wajah anak-anak asuhan Sani Tawainella ketika melakukan gerakan
tinju ke atas tersebut. Hal ini bisa terlihat secara jelas pada posisi mulut
dan rahang mereka yang terbuka bersama-sama mirip seperti orang
yang sedang meriakkan yel-yel.
Suara teriakan atau yel-yel memang dapat menjadi penyemangat,
dan menciptakan kekompakan. Sani Tawainella sang pelatih sangat
berharap yel-yel itu dapat menjadi simbol persatuan dan kesatuan regu
Maluku.
Posisi tangan mengepal yang diacungkan ke atas, karena diberi
hentakkan yang kuat terlihat pada otot-otot lengan yang menegang
83
menggambarkan bagaimana kekuatan batin dan kekayinan bahwa regu
sepakbola mereka harus menang.
b. Makna Konotasi
Pada gambar di atas, Sani Tawainella bersama dengan anak
asuhannya sedang bersama-sama menyatukan tekad, niat, pemahaman
serta kesadaran di antara mereka bahwa mereka merupakan tim sepak
bola yang membawa semangat, jiwa dan identitas Maluku, mereka
bukan lagi individu yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kelompok
yang meleburkan identitas mereka masing-masing menjadi satu nama
yaitu “Beta Maluku”. Hal ini ditegaskan oleh mereka dengan posisi
yang saling mendekat menjadi sebuah lingkaran dengan Sani
Tawainella di tengah-tengahnya disertai dengan teriakan “Beta
Maluku” .
Kesadaran akan pentingnya kemenangan bagi regu sepak bola
Maluku, dimana semangat cinta tanah kelahiran menjadikan rasa
kekompakan yang kuat diantara mereka. Menjadi pemenang adalah
kebanggaan bagi putra-putra Maluku yang sangat mencintai olah raga
sepak bola, kebanggaan orang tua, keluarga, teman-teman adalah
harapan regu “Beta Maluku” agar mereka bertekad untuk bermain
hingga kekuatan maksimal dan sampai titik darah penghabisan, dalam
arti walau keadaan apa pu mereka harus mencapai kemenangan karena
dengan kemenangan ini mereka bisa membuktikan kerja keras mereka
selama ini tidak sia-sia.
84
c. Mitos
Persatuan dan kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau
tidak terpecah-belah. Persatuan dan kesatuan mengandung arti
“bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan yang utuh dan serasi. Sebuah negara akan berdiri kokoh
apabila masyarakatnya memiliki semangat persatuan dan kesatuan.
Bagi bangsa Indonesia semangat persatuan dan kesatuan ditegaskan
dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengaturan semangat persatuan dan kesatuan dalam Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
semangat persatuan dan kesatuan sangat penting bagi bangsa
Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan “negara
persatuan” dalam arti sebagai negara yang warga negaranya erat
bersatu, yang mengatasi segala paham perseorangan ataupun golongan
yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di
hadapan hukum dan pemerintahan dengan tanpa kecuali. Dalam negara
persatuan itu, otonomi individu diakui kepentingannya secara
seimbang dengan kepentingan kolektivitas rakyat. Kehidupan orang
perorang ataupun golongan-golongan dalam masyarakat diakui sebagai
individu dan kolektivitas warga negara, terlepas dari ciri-ciri khusus
yang dimiliki seseorang atau segolongan orang atas dasar kesukuan
85
dan keagamaan dan lain-lain, yang membuat seseorang atau
segolongan orang berbeda dari orang atau golongan lain dalam
masyarakat.
7. Interpretasi Gambar Scene 03, 05, 18, 20, 108, 109
a. Interpretasi gambar scene 03
Hasil interpretasi gambar scene 03 peneliti menyimpulkan bahwa ada
korelasi yang kuat mengenai makna nasionalisme dari gambar
tersebut. Sebagai mantan pemain Timnas Junior Indonesia yang
membela Indonesia di Piala Pelajar Asia yang berlangsung di Brunei
Darussalam pada tahun 1996, Sosok Sani yang sangat idealisme dan
berjiwa nasionalisme tinggi, sangat ingin mewujudkan perdamaian
yang kokoh di tanah kelahirannya. Perdamaian itu ingin ia wujudkan
dengan menemukan lagi semangat nasionalisme dengan persatuan dan
kesatuan lewat dunia sepak bola.
Sepak bola dapat mempersatukan kembali puing-puing nasionalisme
yang telah carut marut. Dengan semangat sportifitas dapat menepis
segala perbedaan yang ada. Sebagai seorang olahragawan yang
menjadi duta bangsa dalam membela nama negara Indonesia, Sani
berhasil menyatukan kembali “Maluku” nya dan berhasil
mengobarkan jiwa nasionalisme di hati anak asuhannya. Sani
memiliki jiwa rela berkorban. Sikap rela berkorban merupakan sikap
yang bisa menumbuhkembangkan rasa kebangsaan seseorang dalam
dirinya.
86
b. Interpretasi gambar scene 05
Hasil interpretasi gambar scene 05 peneliti menyimpulkan bahwa ada
korelasi yang kuat mengenai makna nasionalisme dari gambar
tersebut. Dalam gambar adegan tersebut, sekelompok anak tersebut
yang memakai pakaian tim nasional Indonesia yang sedang bermain
bola menandakan rasa kebanggaan anak-anak perkampungan yang
tumbuh dan besar di sana. Mereka sangat senang bermain bola dan
cinta tanah air. Itu terlihat dari ekspresi wajahnya yang ringan dan
tersenyum menikmati permainan dan memakai kaos bola tim nasional
kesayangannya. Tubuh dari anak-anak Maluku terlihat sangat kokoh
dan kuat. Mereka diberi kelebihan memiliki fisik yang tegap dan
kokoh. Dengan kemampuan fisik ini, serta skill yang mereka miliki
diharapkan lahir generasi muda persepakbolaan Indonesia yang akan
bertanding di laga Internasional yang membawa Indonesia pada suatu
kebanggaan sebagai juara sepak bola dunia.
Scene 05 ini mengandung makna mitos tentang jiwa patriotisme.
Sikap patriotism merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap
warga Negara Indonesia dengan tujuan untuk mempertebal sikap cinta
terhadap tanah air. Prestasi yang diraih dapat dilakukan dalam bidang
apa saja. Prestasi tentu akan membawa dampak pada kebanggan.
Membawa kebanggaan Indonesia dapat dilakukan dalam bidang
olahraga. Jiwa nasionalisme yang dipupuk karena membela negara,
akan memberi dorongan dan motivasi dalam berprestasi.
87
3. Interpretasi gambar scene 18
Hasil interpretasi gambar scene 18 peneliti menyimpulkan bahwa ada
korelasi yang kuat mengenai makna nasionalisme dari gambar
tersebut. Dalam gambar adegan tersebut, terlihat seorang anak laki-
laki berdiri di atas bangku sambil berkata lantang. Anak itu
mengharapkan teman-temannya memperhatikan tingkahlakunya dan
fokus terhadapnya. Sedangkan raut wajah / mimik (ekspresi) yang
terlihat dari pemuda tersebut adalah sikap seorang pemimpin,
bersemangat dan mengobarkan jiwa nasionalisme.
Seorang anak pelajar, generasi muda calon penerus bangsa, memiliki
keberanian untuk memberi semangat teman-temannya. Situasi di tanah
kelahiran mereka yang sedang terjadi kekacauan, jangan sampai
menjadikan mereka trauma dan berputus asa. Sebagai seorang pelajar
mereka harus giat belajar dan berjuang agar lulus sekolah dengan nilai
yang memuaskan.
Makna patriotisme terutama rasa ingin menjadi pemimpin sangat
kental terasa. Sikap ingin mengobarkan semangat merupakan sikap
mulia dan sangat dianjurkan oleh ajaran-ajaran agama yang ada di
Indonesia. Jiwa seorang pemimpin, akan selalu mengajak kepada
kebaikan dan kebenaran.
4. Interpretasi gambar scene 20
Hasil interpretasi gambar scene 20 peneliti menyimpulkan bahwa ada
korelasi yang kuat mengenai makna nasionalisme dari gambar
88
tersebut. Dalam gambar adegan tersebut, adalah para remaja anak
asuh Sani di klub sepak bola. Remaja adalah dimana masa kehidupan
seseorang harus di latih dengan disiplin dan kerja keras. Tidak mudah
dalam membentuk karakter dan semangat juang remaja. Sebagai
generasi penerus bangsa, seorang remaja harus sudah memiliki
tanggung jawab sebagai warga negara yang baik, disiplin dan bekerja
keras demi mencapai tujuan adalah semangat yang harus di
tumbuhkan di dada sang pemuda, selalu mengutamakan kepentingan
orang banyak di atas kepentingan pribadi dan menumbuhkan
semangat nasionalisme sebagai bukti nyata bela bangsa.
Sikap persatuan yang tercantum dalam sila ketiga pada Pancasila ini
merupakan dasar negara kita yang dapat mempersatukan suku-suku
bangsa yang begitu banyaknya di Indonesia. Sikap yang sangat krusial
yang harus dan wajib dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia
sikap yang memahami karakter bangsanya ini, inilah yang disebut
dengan faham kebangsaan. Permainan sepak bola mengajarkan
persatuan, kerja sama, dan kekompakan serta menerapkan strategi
yang cemerlang dalam memenangkan pertandingan.
Sila ketiga “persatuan Indonesia” juga memaknai kehidupan bahwa
Indonesia adalah negara yang terdiri dari keaneka ragaman suku,
bangsa dan agama. Hal ini di buktikan oleh para pemuda saat
mengikrarkan “sumpah pemuda”, mereka sadar bahwa Indonesia ini
sangat banyak perbedaan. Sedikit saja ada gesekan dan benturan dapat
89
menggoyahkan pilar-pilar negara yaitu Pancasila. Oleh karena itu jiwa
nasionalisme Pancasila harus dibuktikan bukan hanya slogan semata.
Dan jiwa persatuan harus terus dikuatkan agar negara Indonesia tetap
berdiri kokoh.
Perwujudan semangat kebangsaan dan patriotisme yang berupa sikap
rela berkorban untuk kepentingan tanah air, bangsa dan negara sebagai
tempat hidup dan kehidupan dengan segala apa yang dimiliki, akan
memperkuat pertahanan dan keamanan nasional, proklamasi
kemerdekan yang dicita-citakan telah terwujud, berkas perjuangan dan
pengorbanan para pahlawan. Maka kita harus dapat mengisi
kemerdekaan ini dengan membangun berbagai macam bidang agar
dapat mempercepat tercapainya tujuan bangsa Indonesia.
5. Interpretasi gambar scene 108
Hasil interpretasi gambar scene 108, peneliti menyimpulkan bahwa
ada korelasi yang kuat mengenai makna nasionalisme dari gambar
tersebut. Jiwa nasionalisme bisa diwujudkan salah satunya dengan
menggunakan simbol. Semangat nasionalisme yang ditimbulkan lewat
simbol seperti bendera negara, lagu nasional, maupun simbol- simbol
lainnya, memberi pengertian bahwa sifat manusia mambutuhkan
sesuatu yang bisa memberi dorongan untuk memberikan kekuatan
dalam meningkatkan semangatnya.
90
Dalam dunia oleh raga simbol bisa dimunculkan lewat penggunaan
tanda-tanda kedaerahan, salah satunya lewat gambar atau tulisan pada
baju kaos oleh raga atau yel-yel kekompakkan. Seperti pada adegan
gambar di atas dengan menuliskan kata “Maluku” untuk menunjukkan
identitas daerahnya.
Penggunaan simbol juga dapat meningkatkan kebersamaan,
kekompakkan karena hal tersebut dapat menjadi jalan untuk memori
atau kenangan kepada tanah kelahiran. Hal tersebut kemudian yang
ingin diwujudkan oleh Sani Tawainella kepada anak didiknya.
Pemaknaan simbol yaitu sebagai sesuatu yang diagungkan atau
dihormati. Simbol juga dapat mempersatukan kebersamaan, bila dia
berada di tempat atau di daerah asing.
Sikap persatuan yang peneliti anggap memang sangat ampuh untuk
mengalahkan musuh yang bagaimana kuat sekali pun. Rasa persatuan
diwujudkan dalam ideologi negara Indonesia yaitu “Pancasila” dalam
sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, yang mengandung makna bahwa
Indonesia ini dibangun berdasarkan rasa persatuan. Ada semboyan
“bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, semboyan ini akan lebih
diyakinkan lagi bahwa perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut
kemerdekaan dari tangan penjajah karena rasa persatuan dan kesatuan
bangsa.
Nasionalisme tanpa adanya rasa persatuan dan kesatuan tidak akan
bisa tumbuh berkembang seutuhnya apabila tidak ditunjang dengan
91
persamaan rasa, kesadaran, pemahaman kesatuan pribadi sebagai
warga negara dengan darah yang satu, bahasa yang satu dan bangsa
satu. Hal ini tercantum, tersirat dan tersurat dalam Sumpah Pemuda
yang telah dikumandangkan pada beberapa dekade lalu di tanah air
tercinta ini.
6. Interpretasi gambar scene 109
Hasil interpretasi gambar scene 108, peneliti menyimpulkan bahwa
ada korelasi yang kuat mengenai makna nasionalisme dari gambar
tersebut. Dari adegan gambar, ekspresi wajah yang menunjukkan
semangat tinggi terlihat di wajah anak-anak asuhan Sani Tawainella
ketika melakukan gerakan tinju ke atas tersebut. Posisi tangan
mengepal yang diacungkan ke atas, karena diberi hentakkan yang kuat
terlihat pada otot-otot lengan yang menegang menggambarkan
bagaimana kekuatan batin dan kekayinan bahwa regu sepakbola
mereka harus menang.
pemahaman serta kesadaran di antara mereka bahwa mereka
merupakan tim sepak bola yang membawa semangat, jiwa dan
identitas Maluku, mereka bukan lagi individu yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan kelompok yang meleburkan identitas mereka
masing-masing menjadi satu nama yaitu “Beta Maluku”. Hal ini
ditegaskan oleh mereka dengan posisi yang saling mendekat menjadi
sebuah lingkaran dengan Sani Tawainella di tengah-tengahnya disertai
dengan teriakan “Beta Maluku” .
92
Kesadaran akan pentingnya kemenangan bagi regu sepak bola
Maluku, dimana semangat cinta tanah kelahiran menjadikan rasa
kekompakan yang kuat diantara mereka. Menjadi pemenang adalah
kebanggaan bagi putra-putra Maluku yang sangat mencintai olah raga
sepak bola, kebanggaan orang tua, keluarga, teman-teman adalah
harapan regu “Beta Maluku” agar mereka bertekad untuk bermain
hingga kekuatan maksimal dan sampai titik darah penghabisan, dalam
arti walau keadaan apa pu mereka harus mencapai kemenangan karena
dengan kemenangan ini mereka bisa membuktikan kerja keras mereka
selama ini tidak sia-sia.
Persatuan dan kesatuan mengandung arti “bersatunya macam-macam
corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan
serasi. Sebuah negara akan berdiri kokoh apabila masyarakatnya
memiliki semangat persatuan dan kesatuan. Bagi bangsa Indonesia
semangat persatuan dan kesatuan ditegaskan dalam Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan semangat
persatuan dan kesatuan dalam Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa semangat persatuan dan
kesatuan sangat penting bagi bangsa Indonesia.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Film sebagai salah satu sarana hiburan favorit masyarakat selalu menarik
dan banyak amanat yang dapat diambil. Salah satunya adalah film “Cahaya dari
Timur : (Beta Maluku)” merupakan film bertema yang terinspirasi dari kisah
perjuangan seorang anak manusia bernama Sani Tawainella yang ingin berusaha
lebih baik dalam hidupnya. Dimana yang bisa dilakukannya adalah dalam
menggunakan keterampilan yang dia miliki. Cerita dalam film “Cahaya dari
Timur : (Beta Maluku)” tersebut terinspirasi oleh kisah nyata yang diangkat oleh
sang Sutradara Angga Dwimas Sasongko. Perjuangan menyatukan perbedaan
yang ada di daerah Maluku ke dalam sebuah wadah olahraga.
Dari paparan bab yang telah peneliti susun di atas, dapat disimpulkan
bahwa film “Cahaya dari Timur: (Beta Maluku)” memungkinkan kita bicara
mengenai makna nasionalisme dalam film ini.
Untuk menyimpulkan hasil penelitian pada Skripsi ini, peneliti mengacu
pada fokus permasalahan yang ada. Dengan melihat melalui berbagai pendekatan
teori dan implementasinya terhadap objek penelitian, maka kesimpulan peneliti
terhadap masalah tersebut sebagai berikut:
1. Sign dan Code (tanda-tanda dan kode) yang terdapat pada makna pesan
nasionalisme adalah pada tanda-tanda verbal maupun non verbal di dalam
adegan latar belakang budaya Maluku yang tervisualisasi dalam sekuen
atau pada pertengahan cerita. Pemilihan sign dan code berfokus pada
adegan Sani Tawainella yang kembali terjun ke dunia Sepakbola yang
mana awalnya hanya untuk melindungi anak-anak di daerahnya supaya
tidak ikut serta dalam kerusuhan yang sering kali terjadi di daerah Tulehu.
Melalui kajian semiotika, peneliti setidaknya menemukan tanda dan kode
yang signifikan terhadap tujuan penelitian dalam adegan motivasi yang
94
diberikan pada saat berlatih dan scene yang berbeda yaitu scene 20, dan
108
2. Film ini telah memberikan pemahaman tentang pentingnya rasa
nasionalisme dan persatuan kebangsaan di tengah keberagaman suku,
agama, ras, dan budaya di Indonesia serta kepentingan pribadi yang
mendasar sekali pun, sign dan code yang memperlihatkan hal ini ada pada
scene 03, 05, 18, 20, 108, dan 109
B. Saran
Adapun saran terhadap film ini adalah, Pertama: dinamika adegan dan
dinamika narasi seharusnya divisualisasikan lebih dinamis dan lebih hidup lagi.
Aspek mise en adegan dan sinematografi yang baik juga mampu menghasilkan
sistem tanda yang komprehensif. Pada dasarnya film merupakan jenis
multimedia yang pembangunan pesannya melalui unsur audio visual yang
dikemas dengan baik. Kedua, Film ini bisa lebih diarahkan secara
komprehensif menjadi sebuah Film yang benar-benar menyampaikan pesan
nasionalisme apabila penekanan konflik pada awal dan pertengahan film ini
lebih menekankan mengenai konflik-konflik yang lebih besar sifatnya di
Maluku, yang bisa menimbulkan perpecahan secara signifikan.
95
DAFTAR PUSTAKA
A.C. Manullang, Pilar-Pilar Pancasila, (jakarta; penerbit setia sakti,1986)
Ade Irwansyah, Seandainya Saya Kritikus Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka,
2009), h.42
Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional tinjauan dan Restropeksi, (Jakarta: Panitia
hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010)
Aksurifai, Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006)
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 127.
Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2006)
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, cet. 2, h. 69
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71.
Andi Pranajaya, Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar (Jakarta, BPSDM Citra
Pusat Perfilman H. Usmar Ismail,2000)
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h. 105.
AS. Haris Sumandria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Peneliti dan
Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006)
AS. Haris Sumandria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan
Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), cet. 1, h. 27
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Universitas
Indonesia, 2008), h. 5.
C.S.T Kansil dan Julianto, Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia, (jakarta;Erlangga,1993)
D.A. Peransi, Film / Media / Seni, (Jakarta: FFTV IKJ Press, 2005)
Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, (Jakarta: Grasindo, 2004)
Ferdinand de Saussure dikutip oleh Athut Asa Berger dalam buku Pengantar
Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2010)
96
Ferdinand de Saussure dikutip oleh Sambo Tinurbuko dalam Semiotika
Komunikasi Visual: Metode Analisis Tanda dan Makna pada Karya
Design Komunikasi Visual. (Yogyakarta: Jalansutra, 2008)
Ferdinand de Saussure dikutip oleh Yaraf Amir Pailiang dalam buku
Hipersemiotik: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,
(yogyakarta; Jalasutra, 2003)
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafido Persada,
2008)
Hans Kohn, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, (Jakarta; PT.
Pembangunan,1984)
Heru Effendy, Mari Membuat Film, (Yogyakarta: Panduan, 2006)
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008)
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2011), h. 17.
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.
Jeanne Martinet, Semiologi: kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi
Komunikasi dan Seemiologi Signifikasi (Yogyakarta: jalasutra, 2010)
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008)
Joseph M Boggs The Art of Watching Film, (Terj) A srul Sani (Jakarta: Yayasan
Citra Pusat perfilman Haji Usmar Ismail, 1986)
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press:
2006)
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Denotasi: Teori dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Gitanyali, 2004)
Misbach Yusran Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2009)
Rachmat Kriyanto, Tekhnik Praktis Riset: Disertai Contoh Praktis Riset Media,
Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2010)
Roland Barthes dikutip oleh Alex Sobur dalam buku Analisis teks Media: Suatu
pengantar untuk analisis wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis
Framing. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 6, h.122
97
Roland Barthes dikutip oleh Jeanne Martinet, Semiologi: kajian Teori Tanda
Saussuran; Antara Semiologi Komunikasi dan Seemiologi Signifikasi
(Yogyakarta: jalasutra, 2010), cet. 1
Roland Barthes dikutip oleh Rahmat Kriyantono dalam Teknik Praktis Riset
Komunikasi, (Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2006), ed. 1, h.
268
Thung Ju Lan dan M. „Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya
Indonesia; Sebuah Tantangan, (Jakarta: LIPI Press, 2011)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Edisi II, (Jakara: Balai Pustaka,1995)
Tommy Christomy, Semiotika Budaya (Depok: Universitas Indonesia), h. 94.
Tommy Cristony, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004)
Wawancara Pribadi dengan Angga Dwimas Sasongko, Visinema Pictures, Senin
27 April 2015.
William L. Rivers, Jay W. Jensen, dan Thedore Peterson, Media Massa dan
Masyarakat Modern, edisi kedua, (terj) oleh Haris Munandar dan Dudy
Priatna, (Jakarta: Prenada Media, 2004)
Zainul Ittihad, Materi Pokok Pendidikan Kewiraan 1-6, (Jakarta: Universitas
Terbuka ,1998)
Internet:
http://lifestyle.sindonews.com
http://showbiz.liputan6.com
http://www.21cineplex.com/star
http://www.indonesianfilmcenter.com
http://www.tempo.co
http://www.visinemapictures.com
http://www.thinktep.wordpress.com
https://sosiologibudaya.wordpress.com
http://indonesiabuku.com
98
LAMPIRAN
99
99
Lampiran 1: Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi
100
Lampiran 2: Surat Izin Penelitian Skripsi
101
102
Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Riset
103
Lampiran 4: Hasil Wawancara
Hasil Wawancara Pribadi dengan Angga Dwimas Sasongko
Sutradara Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Kantor Visinema Pictures, Cilandak, Rabu 03 Mei 2017
T : Bagaimana awal mula Mas Angga masuk ke dunia perfilman?
J : Kalo mau di ceritain ya panjang banget ceritanya, singkat aja ya.
Mulanya pas SMA ikut-ikut festival film, terus film gua menang. Lalu
ditarik sama Erwin Arnada masuk ke dunia film. Waktu itu di ajak ikut
produksi film Catatan Akhir Sekolah. Sebenernya sih banyak banget
ceritanya, tapi itulah awal mulanya.
T : Bagaimana latar belakang pembuatan film Cahaya Dari Timur: Beta
Maluku?
J : Kalau Cahaya Dari Timur sebenarnya, mulainya gua ketemu sama Sani
ga sengaja. Kebetulan waktu itu gua lagi bikin film dokumenter,
documenter Nike buat Piala Asia 2007 di Jakarta. Film dokumenternya
tentang sepakbola Indonesia judulnya itu “Garuda Muda” jadi kata-kata
Garuda Muda itu di awali dari film itu. Gua pergi ke Maluku, waktu itu
Sani jadi tukang ojek gua dan dia mulai ceritalah tentang hidupnya dia.
Disitu gua ngerasa bahwa cerita Sani nih, cerita yang bukan cuma
inspiratif tapi cerita yang nonjok gua sebagai anak kota. Disaat kita
ngerasa nilai-nilai terbaik tuh datang dari kita, anak kota. Kota yang
modern, punya berbagai macam jaringan informasi, tapi ternyata kita ga
pernah punya solusi. Bahkan untuk soal macet pun kita ga bisa ngasih
solusi buat diri kita sendiri. Sementara orang-orang Maluku kaya Sani,
104
untuk masalah yang lebih besar dari macet, konflik antar agama mereka
punya solusi untuk masyarakatnya. Itu bisa kita sebut resiliensi sosial,
nah menurut gua pesan sani tentang resiliensi membuat cerita film
Cahaya Dari Timur itu menjadi penting untuk di filmkan. Karena ketika
cerita ini bisa di filmkan, ada satu tontonan dimana kita bisa
memperlihatkan resiliensi dan bisa di tonton banyak orang. Sebenernya
itu sih, menurut gua latar belakang yang paling menarik selain kecintaan
gua sama Indonesia timur terus pertemuan gua sama Sani yang berkesan,
bahwa di dalam situ ada cerita resiliensi yang hebat.
T : Berapa lama proses pembuatan fim Cahaya Dari Timur: Beta Maluku?
Mulai dari Pra Produksi, Produksi, sampai Paska Produksi?
J : Kan gua mulai tau cerita Sani tahun 2007, tapi gua mulai nulis itu tahun
2010. Pra Produksi sama riset sampai tahun 2013, akhir 2013 kita syuting
sampai Februari 2014 dan tayang di Juni 2014.
T : Filosofi dari judul film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku?
J : Sebenarnya kata-kata Cahaya Dari Timur itu working tittle awalnya.
Working tittle dari salah satu teman yang di awal ikutan tapi di ga
ngelanjutin produksi film ini. Tapi seiring berjalannya waktu gua ngerasa
bahwa film ini akhirnya juga becerita tentang identitas lokal. Jadi perlu
ada satu statement yang lebih besar dibanding sekedar Cahaya Dari
Timur, akhirnya kita bikin Cahaya Dari Timur kita tambahin “Beta
Maluku”. Karena Beta Maluku itu powefull sekali sebagai sebuah
105
ungkapan identitas bagi orang-orang Maluku. Karena Beta Maluku itu
disana kuat banget.
T : Dari proses menentukan pemeran ada kriteria-kriteria terntentu ga sih?
J : Yang paling utama sih ya mereka nyaman di depan kamera sih. Kan 90%
pemeranya adalah pemain lokal. Jadi kenapa mereka kita pilih ya karena
mereka nyaman di depan kamera. Dan pastinya harus ada dasar
sepakbola.
T : Pandangan Mas Angga tentang Sani itu bagaimana?
J : Ya apa yan ada di film, bahwa Sani adalah seorang manusia biasa. Dia
bukan superhero. Saya berusaha menggambarkan Sani seperti Sani apa
adanya. Kaya dia punya masalah sama keluarganya, persoalan tentang
mengatur prioritas. Dia kadang juga merasa labil, waktu dia tau Istrinya
pergi ninggalin rumah. Ya Sani seperti orang biasa lah, dengan seperti itu
saya rasa orang akan melihat yang lebih nyata, bukan tokoh yang selalu
benar. Ya menurut saya itulah Sani, orang biasa yang punya niat dan
keteguhan untuk melakukan sesuatu untuk masyarakat.
T : Hambatan-hambatan dalam proses pembuatan film Cahaya Dari Timur:
Beta Maluku?
J : Dana, karena film ini kan ga murah. Film ini berbiaya hampir 9 Milyar.
Film Cahaya Dari Timur ini kan bukan film komersil, bukan film yang
bisa meraup banyak penonton. Bukan film yang ngomongin cinta kaya
Habibie Ainun atau Ayat-ayat Cinta ataupun dari novel best seller kaya
Laskar Pelangi. Orang baru pertama kali dengar cerita film ini. Menurut
106
saya banyak orang yang sulit bisa percaya bahwa film ini bisa selesai.
Kemudian kita ketemu pak Arifin Panigoro sama pak Gita Wirjawan,
mereka orang-orang yang percaya sama film ini, percaya sama
konsepnya. Ketika mereka masuk baru hambatan itu teratasi. Satu lagi ya
mengemas cerita yang panjan itu menjadi dua jam setengah saja. Lu
harusnya ngobrol sama penulis skenarionya kalo tentang naskahnya
karena lebih pas. Ipang itu menarik, menarik banget. Dia itu lahir dan
besar di Maluku. Coba dengerin deh cerita langsungnya, menarik banget.
T : Segmen Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku yang mana menurut Mas
Angga memiliki makna Nasionalisme paling menonjol?
J : Oh, itu ya, menurut gw segmen di bagian terakhir ketika saat Sani sedang
mengadakan pengarahan motivasi kepada anak asuhannya itu menurut
guwa yang paling ingin gw tonjolkan mengenai rasa persatuan dan
kesatuan bangsa, ya, walaupun tahapannya dalam skala wilayah
kedaerahan, tapi menurut gw kalo hal itu bisa dibawa mengarah skala
yang besar (nasional) gwa rasa itu yang paling menonjol.
Narasumber
Angga Dwimas Sasongko
( Sutradara )
107
Lampiran 5: Naskah Wawancara
108
Lampiran 6 : Dokumentasi
109
Lampiran 7. Poster Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
110
Lampiran 8 : Foto Sidang