Analisis Rangkaian Listrik · PDF fileHak cipta pada penulis. SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis...
-
Upload
vuongkhuong -
Category
Documents
-
view
262 -
download
17
Embed Size (px)
Transcript of Analisis Rangkaian Listrik · PDF fileHak cipta pada penulis. SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis...

Sudaryatno Sudirham
Darpublic Edisi Oktober 2013
Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 (Analisis Transien, Transformasi Laplace, Transformasi Fourier,
Model Sistem)
2

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 (Analisis Transien, Transformasi Laplace, Trans-formasi Fourier, Model Sistem)
oleh Sudaryatno Sudirham

Hak cipta pada penulis.
SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 (Analisis Transien, Transformasi Laplace, Transformasi Fourier, Model Sistem) Darpublic, Kanayakan D-30, Bandung, 40135. www.darpublic.com

Darpublic Kanayakan D-30, Bandung, 40135

iii
Pengantar
Buku Analisis Rangkaian Listrik ini berisi materi lanjutan, ditujukan kepada pembaca yang telah mempelajari materi di buku Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan Waktu dan Kawasan Fasor. Materi bahasan disajikan dalam sebelas bab. Dua bab pertama berisi bahasan mengenai analisis transien, dengan sinyal dinyatakan sebagai fungsi waktu (analisis di kawasan waktu). Dua bab berikutnya membahas analisis rangkaian menggunakan transformasi Laplace, yang dapat digunakan untuk analisis keadaan mantap maupun transien; bahasan ini mencakup dasar-dasar transformasi Laplace sampai ke aplikasinya. Lima bab berikutnya membahas fungsi jaringan yang dilanjutkan dengan tanggapan frekuensi, serta pengenalan pada model sistem, termasuk persamaan ruang status. Dua bab terakhir membahas analisis rangkaian listrik menggunakan transformasi Fourier. Pengetahuan tentang aplikasi transformasi Fourier dalam analisis akan memperluas pemahaman mengenai tanggapan frekuensi, baik mengenai perilaku sinyal itu sendiri maupun rangkaiannya.
Tulisan ini dibuat untuk umum, dapat diunduh secara cuma-cuma di www.darpublic.com . Mudah-mudahan sajian ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis mengharap saran dan usulan para pembaca untuk perbaikan dalam publikasi selanjutnya.
Bandung, Oktober 2013 Wassalam,
Penulis.

iv
www.darpublic.com www.sudaryn.wordpress.com

v
Daftar Isi Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Bab 1: Analisis Transien Rangkaian Orde-1 1 Rangkaian Orde-1: Contoh Rangkaian Orde-1. Tanggapan Alami, Tanggapan Paksa, Tanggapan Lengkap. Tanggapan Terhadap Sinyal Anak Tangga, Sinyal Sinus, Sinyal Ekspo-nensial. Tanggapan Masukan Nol, Tanggapan Status Nol.
Bab 2: Analisis Transien Rangkaian Orde-2 31 Rangkaian Orde-2: Contoh Rangkaian Orde-2. Tiga Kemungkinan Bentuk Tanggapan. Tanggapan Terhadap Sinyal Anak Tangga, Sinyal Sinus, Sinyal Eksponensial.
Bab 3: Transformasi Laplace 55 Transformasi Laplace. Tabel Transformasi Laplace. Sifat-Sifat Transformasi Laplace. Transformasi Balik. Solusi Per-samaan Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace.
Bab 4: Analisis Menggunakan Transformasi Laplace 85 Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s. Konsep Impedansi di Kawasan s. Representasi Elemen di Kawasan s. Transformasi Rangkaian. Hukum Kirchhoff. Kaidah-Kaidah Rangkaian. Teorema Rangkaian. Metoda-Metoda Analisis.
Bab 5: Fungsi Jaringan 107 Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan. Peran Fungsi Alih. Hubungan Bertingkat dan Kaidah Rantai . Fungsi Alih dan Hubungan Masukan-Keluaran di Kawasan Waktu. Tinjauan Umum Mengenai Hubungan Masukan-Keluaran.
Bab 6: Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1 123 Tanggapan Rangkaian Terhadap Sinyal Sinus Keadaan Mantap. Pernyataan Tanggapan Frekuensi. Bode Plot.

vi
Bab 7: Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2 143 Rangkaian Orde-2 Dengan Pole Riil. Fungsi Alih Dengan Zero Riil Negatif . Tinjauan Umum Bode Plot dari Rangkaian Dengan Pole dan Zero Riil. Tinjauan Kualitatif Tanggapan Frekuensi di Bidang s. Rangkaian Orde-2 Yang Memiliki Pole Kompleks Konjugat.
Bab 8: Pengenalan Pada Sistem 165 Sinyal. Sistem. Model Sistem. Diagram Blok. Pembentukan Diagram Blok. Reduksi Diagram Blok. Sub-Sistem Statis dan Dinamis. Diagram Blok Integrator.
Bab 9: Sistem Dan Persamaan Ruang Status 187 Blok Integrator dan Blok Statis. Diagram Blok Integrator, Sinyal Sebagai Fungsi t. Membangun Persamaan Ruang Status. Membangun Diagram Blok dari Persamaan Ruang Status.
Bab 10: Transformasi Fourier 197 Deret Fourier. Transformasi Fourier. Transformasi Balik. Sifat-Sifat Transformasi Fourier. Ringkasan.
Bab 11: Analisis Menggunakan Transformasi Fourier 223 Transformasi Fourier dan Hukum Rangkaian. Konvolusi dan Fungsi Alih. Energi Sinyal.
Daftar Pustaka 237
Biodata Penulis 238
Indeks 239

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
1
BAB 1 Analisis Transien Rangkaian Orde-1
Yang dimaksud dengan analisis transien adalah analisis rangkaian yang sedang dalam keadaan peralihan atau keadaan transien. Gejala transien atau gejala peralihan merupakan salah satu peristiwa dalam rangkaian listrik yang perlu kita perhatikan. Peristiwa ini biasanya berlangsung hanya beberapa saat namun jika tidak ditangani secara baik dapat me-nyebabkan terjadinya hal-hal yang sangat merugikan berupa kerusakan peralatan.
Dalam sistem penyaluran energi, pemutusan dan penyambungan rangkaian merupakan hal yang sering terjadi. Operasi-operasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya lonjakan tegangan yang biasa disebut te-gangan lebih. Tegangan lebih pada sistem juga terjadi manakala ada sambaran petir yang mengimbaskan tegangan pada saluran transmisi. Tegangan lebih seperti ini akan merambat sepanjang saluran transmisi berbentuk gelombang berjalan dan akan sampai ke beban-beban yang terhubung pada sistem tersebut. Piranti-piranti elektronik akan menderita karenanya. Di samping melalui saluran transmisi, sambaran petir juga mengimbaskan tegangan secara induktif maupun kapasitif pada peralatan-peralatan. Semua kejadian itu merupakan peristiwa-peristiwa peralihan.
Kita mengetahui bahwa kapasitor dan induktor adalah piranti-piranti dinamis dan rangkaian yang mengandung piranti-piranti jenis ini kita sebut rangkaian dinamis. Piranti dinamis mempunyai kemampuan untuk menyimpan energi dan melepaskan energi yang telah disimpan sebe-lumnya. Hal demikian tidak terjadi pada resistor, yang hanya dapat menyerap energi. Oleh karena itu, pada waktu terjadi operasi penutupan ataupun pemutusan rangkaian, perilaku rangkaian yang mengandung kapasitor maupun induktor berbeda dengan rangkaian yang hanya mengandung resistor saja.
Karena hubungan antara arus dan tegangan pada induktor maupun kapasitor merupakan hubungan linier diferensial, maka persamaan rangkaian yang mengandung elemen-elemen ini juga merupakan persamaan diferensial. Persamaan diferensial ini dapat berupa persamaan diferensial orde-1 dan rangkaian yang demikian ini disebut rangkaian atau sistem orde-1. Jika persamaan rangkaian berbentuk persamaan

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
diferensial orde-2 maka rangkaian ini disebut rangkaian atau sistem orde-2. Perilaku kedua macam sistem tersebut akan kita pelajari berikut ini.
Dengan mempelajari analisis transien orde-1, kita akan
• mampu menurunkan persamaan rangkaian yang merupakan rangkaian orde-1.
• memahami bahwa tanggapan rangkaian terdiri dari tanggapan paksa dan tanggapan alami.
• mampu melakukan analisis transien pada rangkaian orde-1.
1.1. Contoh Rangkaian Orde-1
Rangkaian RC Seri. Salah satu contoh rangkaian orde-1 dalam keadaan peralihan adalah rangkaian RC seri seperti pada Gb.1.1. Pada awalnya saklar S pada rangkaian ini terbuka; kemudian pada saat t = 0 ia ditutup sehingga terbentuk rangkaian tertutup terdiri dari sumber vs dan hubungan seri resistor R dan kapasitor C. Jadi mulai pada t = 0 terjadilah perubahan status pada sistem tersebut dan gejala yang timbul selama terjadinya perubahan itulah yang kita sebut gejala perubahan atau gejala transien. Gejala transien ini merupakan tanggapan rangkaian seri RC ini setelah saklar ditutup, yaitu pada t > 0. Aplikasi HTK pada pada rangkaian untuk t > 0 memberikan
0 =++−=++− vdt
dvRCvviRv ss atau svv
dt
dvRC =+ (1.1)
Persamaan (1.1) adalah persamaan rangkaian seri RC dengan menggunakan tegangan kapasitor sebagai peubah. Alternatif lain untuk memperoleh persamaan rangkaian ini adalah menggunakan arus i sebagai peubah. Tetapi dalam analisis transien, kita memilih peubah yang merupakan peubah status dalam menyatakan persamaan rangkaian. Untuk rangkaian RC ini peubah statusnya adalah tegangan kapasitor, v.
C
R A
+ v −
Gb.1.1. Rangkaian RC.
B
i iC
+ −
+ vin −
S
vs

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
3
Pemilihan peubah status dalam melakukan analisis transien berkaitan dengan ada tidaknya simpanan energi dalam rangkaian yang sedang dianalisis, sesaat sebelum terjadinya perubahan. Hal ini akan kita lihat pada pembahasan selanjutnya.
Persamaan (1.1) merupakan persamaan diferensial orde-1 tak homogen dengan koefisien konstan. Tegangan masukan vs merupakan sinyal sembarang, yang dapat berbentuk fungsi-fungsi yang pernah kita pelajari di Bab-1. Tugas kita dalam analisis rangkaian ini adalah mencari tegangan kapasitor, v, untuk t > 0. Rangkaian RL Seri. Contoh lain rangkaian orde-1 adalah rangkaian RL seri seperti pada Gb.1.2. Saklar S ditutup pada t = 0 sehingga terbentuk rangkaian tertutup RL seri. Aplikasi HTK pada rangkaian ini untuk t > 0 memberikan :
0=−−=−−dt
diLRivvRiv sLs
atau
svRidt
diL =+ (1.2)
Persamaan (1.2) adalah persamaan rangkaian RL seri dengan arus i se-bagai peubah. Sebagaimana kita ketahui, arus merupakan peubah status untuk induktor dan kita pilih ia sebagai peubah dalam analisis rangkaian RL.
Rangkaian Orde-1 yang Lain. Persamaan rangkaian RC dan RL meru-pakan persamaan diferensial orde-1 dan oleh karena itu rangkaian itu disebut rangkaian orde-1 atau sistem orde-1. Sudah barang tentu sistem orde-1 bukan hanya rangkaian RC dan RL saja, akan tetapi setiap rangkaian yang persamaannya berupa persamaan diferensial orde-1 ada-lah rangkaian atau sistem orde-1.
L
R A
Gb.1.2. Rangkaian RL seri.
B
i iL +
− vs
S

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
1.2. Tinjauan Umum Tanggapan Rangkaian Orde-1
Secara umum, persamaan rangkaian orde-1 berbentuk
)(txbydt
dya =+ (1.3)
Peubah y adalah keluaran atau tanggapan dari rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi x(t) adalah ma-sukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan dise-but fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Kita mengetahui bahwa persamaan diferensial seperti (1.3) mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homo-gen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (1.3) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persa-maan homogen
0=+ bydt
dya (1.4)
Hal ini dapat difahami karena jika fungsi x1 memenuhi (1.3) dan fungsi x2 memenuhi (1.4), maka y = (x1+x2) akan memenuhi (1.3) sebab
( )
0
)(
11
22
11
2121
++=
+++=+++=+
bxdt
dxa
bxdt
dxabx
dt
dxaxxb
dt
xxdaby
dt
dya
Jadi y = (x1+x2) adalah solusi dari (1.3), dan kita sebut solusi total.
1.2.1. Tanggapan Alami, Tanggapan Paksa, Tanggapan Lengkap
Dalam rangkaian listrik, solusi total persamaan diferensial (1.3) merupa-kan tanggapan lengkap (complete response) rangkaian, yang tidak lain adalah keluaran (tanggapan) rangkaian dalam kurun waktu setelah terjadi perubahan, atau kita katakan untuk t > 0. Tanggapan lengkap ini terdiri dua komponen yaitu tanggapan alami dan tanggapan paksa, sesuai dengan adanya solusi homogen dan solusi khusus dari (1.3). Tanggapan alami adalah solusi homogen dari persamaan homogen (1.4); disebut demikian karena ia merupakan tanggapan yang tidak ditentukan oleh

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
5
fungsi pemaksa x(t) karena x(t) = 0. Komponen ini ditentukan oleh ele-men rangkaian dan keadaannya sesaat setelah terjadinya perubahan atau kita katakan ditentukan oleh keadaan pada t = 0+. Tanggapan paksa ada-lah solusi khusus dari persamaan rangkaian (1.3); disebut demikian kare-na tanggapan ini merupakan tanggapan rangkaian atas adanya fungsi pemaksa x(t).
Tanggapan Alami. Banyak cara untuk mencari solusi persamaan (1.4). Salah satu cara adalah memisahkan peubah dan kemudian melakukan integrasi. Di sini kita tidak menggunakan cara itu, tetapi kita akan menggunakan cara pendugaan. Persamaan (1.4) menyatakan bahwa y ditambah dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt ber-bentuk sama. Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari (1.4) mempunyai bentuk eksponensial y = K1e
st . Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke (1.4), kita peroleh
( ) 0 atau 0 111 =+=+ basyKebKseaK stst (1.5)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk se-luruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (1.5) terpenuhi adalah
0=+ bas (1.6)
Persamaan (1.6) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde-1. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi tanggapan alami yang kita cari adalah
tabsta eKeKy )/(
11−== (1.7)
Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+. Yang dimaksud dengan t = 0+ adalah sesaat setelah terjadinya perubahan keadaan; dalam kasus penutupan saklar S pada rangkaian Gb.1.1, t = 0+
adalah sesaat setelah saklar ditutup. Ada kemungkinan bahwa y telah mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi. Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada tanggapan alami karena tanggapan ini baru merupakan sebagian dari tanggapan rangkaian. Kondisi awal harus kita terapkan pada tanggapan lengkap dan

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
bukan hanya untuk tanggapan alami saja. Oleh karena itu kita harus mencari tanggapan paksa lebih dulu agar tanggapan lengkap dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal tersebut.
Tanggapan Paksa. Tanggapan paksa dari (1.3) tergantung dari bentuk fungsi pemaksa x(t). Seperti halnya dengan tanggapan alami, kita dapat melakukan pendugaan pada tanggapan paksa. Bentuk tanggapan paksa haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan rangkaian (1.3) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang sama. Jika tanggapan paksa kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai bentuk fungsi pemaksa x(t), tanggapan paksa dugaan yp adalah sebagai berikut.
. cosinusmaupun sinus fungsi
umumbentuk adalah sincos
sincos maka ,cos)( Jika
sincos maka , sin)( Jika
aleksponensi maka al,eksponensi)( Jika
konstan maka konstan,)( Jika
0 maka , 0)( Jika
tKtKy
tKtKytAtx
tKtKytAtx
KeyAetx
KyAtx
ytx
sc
scp
scp
tp
t
p
p
ω+ω=
ω+ω=ω=
ω+ω=ω=
====
====
==
αα
: Perhatikan
(1.8)
Tanggapan Lengkap. Jika tanggapan paksa kita sebut yp, maka tanggapan lengkap adalah
tspap eKyyyy
1+=+= (1.9)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K1.
Kondisi Awal. Peubah y adalah peubah status, bisa berupa tegangan kapasitor vC atau arus induktor iL. Kondisi awal adalah nilai y pada t = 0+. Sebagaimana telah kita pelajari di Bab-1, peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Jadi, sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan pada t = 0, y harus bernilai sama. Dengan singkat dituliskan
)0()0(ataupun )0()0( : awal Kondisi −+−+ == LLCC iivv (1.10)
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) dan kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (1.9) akan kita peroleh nilai K1.

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
7
)0()0( )0()0( 11++++ −=→+= pp yyKKyy (1.11)
Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah tertentu (yaitu nilai pada t=0+). Jika kita
sebut
0)0()0( Ayy p =− ++ (1.12)
maka tanggapan lengkap menjadi
tsp eAyy
0 += (1.13)
1.3. Komponen Mantap dan Komponen Transien
Tanggapan lengkap rangkaian seperti yang ditunjukkan oleh (1.13), terdiri dari dua komponen. Komponen yang pertama (ditunjukkan oleh suku pertama) kita sebut komponen mantap. Komponen yang kedua (ditunjukkan oleh suku kedua) kita sebut komponen transien atau komponen peralihan. Komponen transien ini berbentuk eksponensial dengan konstanta waktu yang besarnya ditentukan oleh parameter rangkaian, yaitu τ = a/b. Dengan pengertian konstanta waktu ini tanggapan rangkaian dapat kita tulis
τ−+= /0 t
p eAyy (1.14)
Sebagaimana kita ketahui, fungsi eksponensial dapat kita anggap hanya berlangsung selama 5 kali konstanta waktunya karena pada saat itu nilainya sudah tinggal kurang dari 1% dari amplitudo awalnya. Jadi komponen transien boleh kita anggap hanya berlangsung selama 5τ, sedangkan komponen mantap tetap berlangsung walau komponen transien telah hilang (oleh karena itulah disebut komponen mantap). Komponen transien tidak lain adalah tanggapan alami, yang merupakan reaksi alamiah dari rangkaian terhadap adanya perubahan. Berikut ini kita akan melihat beberapa contoh analisis transien sistem orde-1.

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
1.4. Tanggapan Rangkaian Tanpa Fungsi Pemaksa, x(t) = 0
Persamaan rangkaian tanpa fungsi pemaksa ini berasal dari rangkaian tanpa masukan. Perubahan tegangan dan arus dalam rangkaian bisa terjadi karena ada pelepasan energi yang semula tersimpan dalam rangkaian dan tanggapan rangkaian yang akan kita peroleh hanyalah tanggapan alami saja. Walaupun demikian, dalam melakukan analisis kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada, akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan pada tanggapan lengkap, sedangkan tanggapan lengkap harus terdiri dari tanggapan alami dan tanggapan paksa (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada tanggapan alami saja atau tanggapan paksa saja.
CONTOH-1.1: Saklar S pada rangkaian di samping ini telah lama berada pada posisi 1. Pada t = 0, saklar S dipindahkan ke posisi 2. Carilah tegangan kapasitor, v, untuk t > 0.
Solusi :
Karena S telah lama pada posisi 1, maka kapasitor telah terisi penuh, arus kapasitor tidak lagi mengalir, dan tegangan kapasitor sama dengan tegangan sumber, yaitu 12 V; jadi v(0−) = 12 V. Setelah saklar dipindahkan ke posisi 2, kita mempunyai rangkaian tanpa sumber (masukan) seperti di samping ini, yang akan memberikan persamaan rangkaian tanpa fungsi pemaksa. Aplikasi HTK pada rangkaian ini memberikan : 0=+− Riv R .
Karena dt
dvCii CR −=−= maka kita dapat menuliskan persamaan
rangkaian sebagai :
10kΩ
0.1µF
iR + v −
+ − 12V
10kΩ
0.1µF
S 1 2
+ v −

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
9
0=−−dt
dvRCv atau 0
1 =+ vRCdt
dv
Dengan nilai elemen seperti diperlihatkan pada gambar, maka persamaan rangkaian menjadi :
01000 =+ vdt
dv
Inilah persamaan rangkaian untuk t > 0. Pada rangkaian ini tidak ada fungsi pemaksa. Ini bisa dilihat dari gambar rangkaian ataupun dari persamaan rangkaian yang ruas kanannya bernilai nol.
V 12 : menjadi lengkap Tanggapan
12012 : memberikan
lengkapnggapan dugaan ta pada awal kondisi Penerapan
V. 12)0()0( : awal Kondisi
0 : lengkapggapan Dugaan tan
pemaksa) fungsi ada tidak ( 0 : paksaggpan Dugaan tan
: alamiggapan Dugaan tan
100001000 :tik karakteris Persamaan
1000
00
100000
10000
t
tstp
p
ta
ev
AA
vv
eAeAvv
v
eAv
ss
−
−+
−
−
=
=→+=
==
+=+=
==
−=→=+
Pemahaman :
Rangkaian tidak mengandung fungsi pemaksa. Jadi sesungguhnya yang ada hanyalah tanggapan alami. Tanggapan paksa dinyatakan sebagai vp = 0. Kondisi awal harus diterapkan pada tanggapan lengkap aap vvvv +=+= 0 walaupun kita tahu bahwa hanya ada
tanggapan alami dalam rangkaian ini.
CONTOH-1.2: Saklar S pada rangkaian berikut ini telah lama tertutup. Pada t = 0 saklar dibuka. Carilah arus dan tegangan induktor untuk t > 0.

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Solusi :
Saklar S telah lama tertutup, berarti keadaan mantap telah tercapai. Pada keadaan mantap ini tegangan induktor harus nol, karena sum-ber berupa sumber tegangan konstan. Jadi resistor 3 kΩ terhubung singkat melalui induktor. Arus pada induktor dalam keadaan mantap ini (sebelum saklar dibuka) sama dengan arus yang melalui resistor 1
kΩ yaitu mA 501000
50)0( ==−i . Setelah saklar dibuka, rangkaian
tinggal induktor yang terhubung seri dengan resistor 3 kΩ. Untuk
simpul A berlaku 03000
=+ ivA . Karena vA = vL = L di/dt, maka per-
samaan ini menjadi 06,03000
1 =+
i
dt
di atau
0 3000 0,6 =+ idt
di
mA 50 : menjadi lengkap Tanggapan
50 : memberikan
lengkapnggapan dugaan ta pada awal kondisi Penerapan
.mA 50)0()0( : awal Kondisi
0 : lengkapnggapan Dugaan ta
pemaksa) fungsi ada(tak 0 : paksanggapan Dugaan ta
: alamiggapan Dugaan tan
5000 030006,0 :tik karakteris Persamaan
5000
0
50000
50000
50000
t
ttp
p
ta
ei
A
ii
eAeAii
i
eAi
ss
−
−+
−−
−
=
=
==
+=+=
==
−=→=+
50 V 3 kΩ
1 kΩ i 0.6 H
+ −
S
A

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
11
CONTOH-1.3: Tentukanlah tegangan kapasitor, v , dan arus kapasitor i untuk t > 0 pada rangkaian di samping ini jika diketahui bahwa kondisi awalnya adalah v(0+) = 10 V.
Solusi :
Dalam soal ini tidak tergambar jelas mengenai terjadinya peru-bahan keadaan (penutupan saklar misalnya). Akan tetapi disebutkan bahwa kondisi awal v(0+) = 10 V. Jadi kita memahami bahwa rangkaian ini adalah rangkaian untuk keadaan pada t > 0 dengan kondisi awal sebagaimana disebutkan. Persamaan tegangan untuk simpul A adalah
010
4
5
1
10
1 =−+
+ iivA atau 063 =+ iv .
Karena i = C dv/dt = (1/6) dv/dt maka persamaan tersebut menjadi
03 =+ vdt
dv
A 5)3(106
1 : kapasitor Arus
V 10 : menjadi kapasitor) (tegangan lengkap Tanggapan
010 : memberikan awal kondisi Penerapan
V 10)0( : awal Kondisi
: lengkapnggapan Dugaan ta
0 : paksanggapan Dugaan ta
: alaminggapan Dugaan ta
303 :tik karakteris Persamaan
33
3
0
30
30
tt
t
tp
p
ta
eedt
dvCi
ev
A
v
eAvv
v
eAv
ss
−−
−
+
−
−
−=−××==
=
+==
+=
==
−=→=+
+ −
4 i
i + v −
A
10Ω
5Ω 1/6 F

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-1.4: Tentukanlah arus induktor i(t) untuk t > 0 pada rangkaian di samping ini jika diketahui bahwa i(0+) = 2 A.
Solusi :
Sumber tegangan tak-bebas berada di anta-ra dua simpul yang bukan simpul referensi A dan B, dan kita jadikan simpul super. Dengan mengambil i sebagai peubah sinyal, kita peroleh:
ABB
RBA
BB
vvv
ivv
vivi
5
4
25,0 5,0
05 6 02
1
3
1
: ABSuper Simpul
=→==−
=+→=
++
→ 02 3 =+ Avi
Karena vA = L di/dt = 0,5 di/dt maka persamaan di atas menjadi
0 3 =+ idt
di
A 2 : menjadi lengkap Tanggapan
02 : memberikan awal kondisiPenerapan
A 2)0( awal Kondisi
0 : lengkapnggapan Dugaan ta
0 : paksanggapan Dugaan ta
: alaminggapan Dugaan ta
303 :tik karakteris Persamaan
3
0
30
30
30
t
ttp
p
ta
ei
A
i
eAeAvi
i
eAi
ss
−
+
−−
−
=
+==
+=+=
==
−=→=+
1.5. Tanggapan Terhadap Sinyal Anak Tangga
Fungsi anak tangga, Au(t), adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan bernilai konstan A untuk t > 0. Masukan yang berupa tegangan dengan bentuk gelombang sinyal anak tangga dapat digambarkan dengan sebuah
+ −
0,5 H 3 Ω 2 Ω
0,5 iR i
A B
iR

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
13
sumber tegangan konstan A V seri dengan saklar S yang ditutup pada t =0 yang akan memberikan tegangan masukan vs=Au(t). Rangkaian sum-ber ini dapat juga kita nyatakan dengan sebuah sumber tegangan bebas vs=Au(t). Kedua cara ini sering digunakan dalam menyatakan persoalan-persoalan rangkaian.
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka masukan sinyal anak tangga vs = Au(t) dapat kita tuliskan sebagai vs = A (konstan) tanpa menuliskan faktor u(t) lagi.
CONTOH-1.5: Saklar S pada rangkaian di samping ini telah lama pada posisi 1. Pada t = 0, S dipindahkan ke posisi 2. Tentukan v (tegangan kapasi-tor) untuk t > 0.
Solusi : Saklar S telah lama pada posisi 1 dan hal ini berarti bahwa tegangan kapasitor sebelum saklar dipindahkan ke posisi 2 adalah v(0−) = 0. Setelah saklar pada posisi 2, aplikasi HTK memberikan persamaan rangkaian
01012 4 =++− vi .
Karena i = iC = C dv/dt, maka persamaan tersebut menjadi
0101,01012 64 =+××+− − vdt
dv atau
1210 3 =+− vdt
dv
ta eAv
ss 1000
0
33
: alaminggapan Dugaan ta
100010/10110 :tik karakteris Persamaan −
−−
=
−=−=→=+
Fungsi pemaksa bernilai konstan (=12). Kita dapat menduga bahwa tanggapan paksa akan bernilai konstan juga karena turunannya akan
A V + vs −
+ −
S + vs − Au(t)V
+ −
12V
10kΩ + v −
S
2 1
+ −
0,1µF
i

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
nol sehingga kedua ruas persamaan rangkaian tersebut di atas dapat berisi suatu nilai konstan.
V 1212 : menjadi lengkap Tanggapan
12120 : memberikan awal kondisi Penerapan
. 0)0()0( : awal Kondisi
V 12 : lengkapnggapan Dugaan ta
12 12 0 :rangkaian persamaan ke inidugaan Masukkan
: paksanggapan Dugaan ta
1000
00
10000
t
t
pp
p
ev
AA
vv
eAv
vKv
Kv
−
+
−
−=
−=→+==−=
+=
=⇒=+
=
Pemahaman : a). Persamaan tegangan kapasitor ini menunjuk-kan perubahan tegangan pada waktu ia diisi, se-bagaimana terlihat pada gambar di samping ini.
b). Pemasukan suatu te-gangan konstan ke suatu rangkaian dengan menutup saklar pada t = 0 sama dengan memberikan bentuk gelombang tegangan anak tang-ga pada rangkaian. Pernyataan persoalan diatas dapat dinyatakan dengan sumber sinyal anak tangga dengan tambahan keterangan bahwa vC(0−) = 0.
CONTOH-1.6: Tentukanlah tegan-gan kapasitor v untuk t > 0 pada rangkaian di samping ini jika v(0−) = 4 V. Solusi :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini memberikan
)(1210010)(12 34 tuvdt
dvvitu =+⇒=++− −
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi anak tangga dapat kita tuliskan sebagai suatu nilai konstan tanpa menulis-kan u(t) lagi. Jadi persamaan rangkaian di atas menjadi
12u(t) V
10kΩ + v − 0,1µF
i
+ −
v [V]
12−12e−1000t
t 0
12
0 0.002 0.004

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
15
1210 3 =+− vdt
dv
V 812 : menjadi lengkapTanggapan
8124 : memberikan awal kondisiPenerapan
V. 4)0()0( : awal Kondisi
12 : lengkapnggapan Dugaan ta
12120
konstan) pemaksa (fungsi : paksanggapan Dugaan ta
:alaminggapan Dugaan ta
100110 :tik karakteris Persamaan
1000
00
10000
10000
10000
33
t
ttp
p
p
ta
ev
AA
vv
eAeAvv
vK
Kv
eAv
ss
−
−+
−−
−
−
−=
−=→+===
+=+=
=→=+→
==
−=→=+
CONTOH-1.7: Semula, rangkaian berikut ini tidak mempunyai simpanan energi awal dan saklar S terbuka (tidak pada posisi 1 maupun 2). Kemudian saklar S ditutup pada posisi 1 selama beberapa milidetik sampai arus yang mengalir pada resistor 15 Ω mencapai 2,6 A. Segera setelah nilai arus ini dicapai, saklar dipindah ke posisi 2. Carilah tegangan kapasitor mulai saat saklar pada posisi 2.
Solusi :
Persoalan menutup saklar ke posisi 1 adalah persoalan pengisian kapasitor. Kita tidak membahasnya lagi, dan selain itu berapa lama saklar ada di posisi 1 juga tidak dipermasalahkan. Informasi bahwa saklar ditutup pada posisi 1 sampai arus mencapai 2,6 A menunjukkan bahwa sesaat sebelum saklar dipindahkan ke posisi 2,
iC
S 15Ω
1/30 F
50 V 10 Ω
1 2
+ v −
A
100 V
+ −
+ −

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
tegangan di simpul A (yang berarti pula tegangan pada kapasitor v), telah mencapai nilai tertentu yaitu
V 116,21550)0( =×−=−v .
Setelah saklar ada di posisi 2, yaitu pada t > 0, persamaan tegangan untuk simpul A adalah:
3
20
6
1atau 0
15
100
10
1
15
1 =+=−+
+ CCA iviv
Karena iC = C dv/dt , maka persamaan di atas menjadi
3
20
30
1
6
1 =+dt
dvv atau
2005 =+ vdt
dv
V. 2940 : menjadi lengkapTanggapan
294011 : memberikan awal kondisi Penerapan
V 11)0()0( awal Kondisi
40 : lengkapnggapan Dugaan ta
4020050 : paksanggapan Dugaan ta
:alaminggapan Dugaan ta
505 :tik karakteris Persamaan
5
00
50
50
50
t
ttp
pp
ta
ev
A A
vv
eAeAvv
vKKv
eAv
ss
−
−+
−−
−
−=
−=→+===
+=+=
=→=+→==
−=→=+
CONTOH-1.8: Semula, rangkaian berikut ini tidak mempunyai sim-panan energi awal. Pada t = 0 saklar S ditutup di posisi 1 selama sa-tu detik kemudian dipindah ke posisi 2. Carilah tegangan kapasitor untuk t > 0.
iC
S 150Ω
1/30 F
100Ω
2 1
+ v −
A
50 V + −

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
17
Solusi :
Pada waktu saklar di posisi 1, persamaan tegangan simpul A adalah
0300
100
30
1
300
5
0150
50
100
1
150
1
=−+
→
=−+
+
dt
dvv
iv CA
atau 202 =+dt
dvv
[ ][ ] V )1()( 2020 : sebagai dituliskandapat atau
1 0untuk V 2020 : menjadi lengkap Tanggapan
20200awal kondisi Penerapan
0)0( : awal Kondisi
20 : lengkapnggapan Dugaan ta
200 : paksanggapan Dugaan ta
: alaminggapan Dugaan ta
5,0021 :tik karakteris Persamaan
5.01
5.01
00
1
5,00
5,001
5,00
−−−=
≤<−=
−=→+=→=
+=+=
=+→==
−=→=+
−
−
+
−−
−
tutuev
tev
AA
v
eAeAvv
KKv
eAv
ss
t
t
ttp
p
ta
Tanggapan ini berlangsung selama 1 detik, yaitu sampai saat saklar S dipindahkan ke posisi 2. Pada saat t = 1, tegangan kapasitor adalah
V 9,71,1220 2020 5,01 =−=−= −ev
Untuk t > 1, persamaan tegangan simpul A adalah
030
1
300
50
100
1
150
1 =+
→=+
+dt
dvviv CA atau
02 =+dt
dvv

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
[ ][ ]
)1( 9,7 : menjadi lengkapTanggapan
9,709,7 :)1( awal kondisi Penerapan
V 7,9)1()1( : awal Kondisi
)1( 0
)1( : lengkap Tanggapan
0 : paksa Tanggapan
1( : sebagai dituliskandapat atau
1untuk , 0
1untuk , : alaminggapan Dugaan ta
5,0021 :tik karakteris Persamaan
)1( 5,02
0101
12
)1(5,001
)1(5,00112
1
)1( 5,001
5,001
−=
=→+==
==
−+=
−+=
=−=
<=≥=
−=→=+
−−
+
−+
−−
−−
−−
−
tuev
AAt
vv
tueA
tueAvv
v
tueAv
tv
teAv
ss
t
t
t p
p
ta
a
ta
Pernyataan tanggapan lengkap untuk seluruh selang waktu adalah
( )( ) )1( 9,7)1()( 2020 )1( 5,0 5,021 −+−−−=+= −−− tuetutuevvv tt
Pemahaman :
Gambar dari perubahan tegangan kapasitor adalah seperti di bawah ini.
v
t
(20−20e−0,5t)u(t)−u(t−1)
7,9e−0,5(t−1) u(t−1)
0
2
4
6
8
10
0 0.5 1 1.5 2 2.5

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
19
1.5.1. Prinsip Superposisi
Prinsip superposisi berlaku juga pada analisis transien. Jika rangkaian mengandung beberapa fungsi pemaksa, maka tanggapan total rangkaian adalah jumlah dari tanggapan lengkap dari masing-masing fungsi pemaksa yang ditinjau secara terpisah.
CONTOH-1.9: Masukan pada rangkaian contoh 1.8. dapat dinyatakan sebagai sebuah sinyal impuls yang muncul pada t = 0 dengan ampli-tudo 50 V dan durasinya 1 detik. Carilah v untuk t > 0.
Solusi : Sinyal impuls ini dapat dinyatakan dengan fungsi anak tangga se-bagai
V )1(50)(50 −−= tutuvs
Kita dapat memandang masukan ini sebagai terdiri dari dua sumber yaitu
V )1(50 dan V )(50 21 −−== tuvtuv ss
Rangkaian ekivalennya dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Untuk vs1 persamaan rangkaian adalah
0150
50
100
1
150
1 =−+
+ CA iv ⇒ )(202 tudt
dvv =+
Tanggapan lengkap dari persamaan ini telah diperoleh pada contoh 1.8. yaitu
( ) V )( 2020 5,0o1 tuev t−−=
Untuk vs2 dengan peninjauan hanya pada t > 1, persamaan rangkaian adalah
iC
150Ω
1/30 F
100Ω + v −
A
50u(t) V + −
− + 50u(t−1) V

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
0150
50
100
1
150
1 =++
+ CA iv atau
)1(202 −−=+ tudt
dvv
( )
( ) ( ) V )1( 2020)( 2020
: totalTanggapan
V )1( 2020
: menjadi lengkap Tanggapan
202000)1( : awal Kondisi
)1(20 : lengkapnggapan Dugaan ta
200 : paksanggapan Dugaan ta
)1( : alaminggapan Dugaan ta
5,0012 :tik karakteris Persamaan
)1( 5,0 5,0
o2o1
)1( 5,0o2
0101
)1( 5,001o2
222
)1( 5,001
−+−+−=
+=
−+−=
=→+−=→=
−+−=
−=+→=−=
−=→=+
−−−
−−
+
−−
−−
tuetue
vvv
tuev
AAv
tueAv
KKv
tueAv
ss
tt
t
t
p
ta
Hasil ini sama dengan yang telah diperoleh pada contoh-1.8.
1.6. Tanggapan Rangkaian Orde-1 Terhadap Sinyal Sinus
Berikut ini kita akan melihat tanggapan rangkaian terhadap sinyal sinus. Karena tanggapan alami tidak tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian tanggapan alami dari rangkaian ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh sebelumnya,. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada pencarian tanggapan paksa.
Bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 adalah
)()cos( tutAy θ+ω= (1.15.a)
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka u(t) pada (1.15.a) tidak perlu dituliskan lagi, sehingga pernyataan fungsi sinus menjadi
)cos( θ+ω= tAy (1.15.b)
Fungsi sinus umum ini dapat kita tuliskan sebagai berikut.

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
21
θω−θω=θ+ω= sinsincoscos)cos( ttAtAy
θ−=θ=ω+ω=
sindan cosdengan
sincos
AAAA
tAtAy
sc
sc (1.16)
Dengan pernyataan umum seperti (1.16), kita terhindar dari perhitungan sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As. Dalam analisis rangkaian yang melibatkan sinyal sinus, kita akan menggunakan bentuk umum sinyal sinus seperti (1.16). Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0 dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa dari fungsi sinus yang dinyatakan dengan persamaan umum (1.16), kita menggunakan hubungan
c
s
A
A=θtan (1.17)
Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga.
tAtAdt
yd
tAtAdt
dytAtAy
sc
scsc
ωω−ωω−=
ωω+ωω−=ω+ω=
sincos
cossin ; sincos
222
2 (1.18)
Oleh karena itu, penjumlahan y dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga dan hal inilah yang membawa kita pada persamaan (1.8).
CONTOH-1.10: Carilah tegangan dan arus kapasitor untuk t > 0 pada rangkaian di bawah ini, jika diketahui bahwa vs=50cos10t u(t) V dan v(0+) = 0.
Solusi :
Persamaan tegangan simpul untuk simpul A adalah
156
1 0
1510
1
15
1 sC
sC
viv
viv =+→=−+
+
Karena iC = C dv/dt , persamaan di atas dapat kita tulis
iC
A
15Ω
1/30 F vs 10Ω
+ v −
+ −

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
1530
1
6
1 sv
dt
dvv =+ atau tv
dt
dv10cos1005 =+
Faktor u(t) tak dituliskan lagi karena kita hanya melihat keadaan pada t > 0.
ta eAv
ss 5
0 : alaminggapan Dugaan ta
505 :tik karakteris Persamaan −=
−=→=+
Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Tanggapan paksa kita duga akan berbentuk Accosωt+Assinωt.
t
p
sccccs
cssc
scsc
scp
eAttv
ttv
AAAAAA
AAAA
ttAtAtAtA
tAtAv
5010sin810cos4 : lengkapnggapan Dugaan ta
10sin810cos4 : paksa Tanggapan
8dan 4100520 2
100510dan 0510
10cos10010sin510cos510cos1010sin10
: memberikanrangkaian persamaan ke inidugaan tanggapanSubstitusi
10sin10cos : paksanggapan Dugaan ta
−++=
+===⇒=+→=→
=+=+−→=+++−
+=
( )A 66,010cos66,210sin33,1
2010cos8010sin4030
1 : kapasitor Arus
V 410sin810cos4 : kapasitor tegangan Jadi
4 40 : awal kondisi Penerapan
0)0( awal Kondisi
5
5
5
00
t
tC
t
ett
ettdt
dvCi
ettv
AA
v
−
−
−
+
++−=
++−==
−+=
−=→+==
CONTOH-1.11: Carilah tegangan dan arus kapasitor pada contoh-1.10. jika kondisi awalnya adalah v(0+) = 10 V.
Solusi :
Tanggapan lengkap telah diperoleh pada contoh-1.10.

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
23
( )A 10cos33,210sin33,1
3010cos8010sin4030
1 : kapasitor Arus
V 610sin810cos4 : Jadi
6 41010)0( awal Kondisi
10sin810cos4 : lengkap Tanggapan
5
5
5
00
50
t
tC
t
t
ett
ettdt
dvCi
ettv
AAv
eAttv
−
−
−
+
−
−+−=
−+−==
++=
=→+=→=
++=
CONTOH-1.12: Carilah tegangan kapasitor pada contoh 1.10. jika vs = 50cos(10t + θ)u(t) V dan kondisi awalnya adalah v(0+) = 10 V.
Solusi :
tAtAv
eAv
tt
tvdt
dv
scp
ta
10sin10cos : paksanggapan Dugaan ta
4.10.)contoh seperti (sama : alami Tanggapan
10sinsin10010coscos100
)10cos(1005 : rangkaian Persamaan
50
+==
θ−θ=
θ+=+
−
t
t
sc
cccs
cssc
scsc
ettv
A
Av
eAttv
AA
AAAA
AAAA
tt
tAtAtAtA
5
0
0
50
)sin8cos410()10sin(8)10cos(4 : Jadi
)sin8cos4(10
sin8cos41010)0( awal Kondisi
)10sin(8)10cos(4 : lengkap Tanggapan
cos8sin4dan sin84cos
cos100520sin200dan 2sin20
cos100510dan sin100510
10sinsin10010coscos100
10sin510cos510cos1010sin10
: memberikan
rangkaian persamaan ke inidugaan paksa tanggapanSubstitusi
−
+
−
θ−θ−+θ++θ+=
θ+θ−=→+θ+θ=→=
+θ++θ+=
θ+θ−=θ+θ=⇒
θ=++θ−+θ−=→θ=+θ−=+−→
θ−θ=+++−

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
24 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
1.7. Tanggapan Masukan Nol dan Tanggapan Status Nol
Jika suatu rangkaian tidak mempunyai masukan, dan yang ada hanyalah simpanan energi dalam rangkaian, maka tanggapan rangkaian dalam peristiwa ini kita sebut tanggapan masukan nol. Bentuk tanggapan ini secara umum adalah
tabm eyy )/(
0 )0( −+= (1.19)
Sebagaimana kita ketahui y(0+) adalah kondisi awal, yang menyatakan adanya simpanan energi pada rangkaian pada t = 0−. Jadi tanggapan masukan nol merupakan pelepasan energi yang semula tersimpan dalam rangkaian.
Jika rangkaian tidak mempunyai simpanan energi awal, atau kita katakan ber-status-nol, maka tanggapan rangkaian dalam peristiwa ini kita sebut tanggapan status nol. Bentuk tanggapan ini ditunjukkan oleh (1.13) yang kita tuliskan lagi sebagai
tabffs eyyy )/(
0 )0( −+−= (1.20)
dengan yf adalah tanggapan keadaan mantap atau keadaan final, yang telah kita sebut pula sebagai tanggapan paksa. Suku kedua adalah negatif dari nilai tanggapan mantap pada t = 0 yang menurun secara eksponensial. Ini merupakan reaksi alamiah rangkaian yang mencoba mempertahankan status-nol-nya pada saat muncul fungsi pemaksa pada t = 0. Jadi suku kedua ini tidak lain adalah tanggapan alamiah dalam status nol.
Tanggapan lengkap rangkaian seperti ditunjukkan oleh (1.12) dapat kita tuliskan kembali sebagai
tabtabffms eyeytyyyy )/( )/(
00 )0( )0()( −+−+ +−=+=
Pengertian mengenai tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol tersebut di atas, mengingatkan kita pada prinsip superposisi. Rangkaian dapat kita pandang sebagai mengandung dua macam masukan; masukan yang pertama adalah sumber yang membangkitkan fungsi pemaksa x(t), dan masukan yang kedua adalah simpanan energi awal yang ada pada rangkaian. Dua macam masukan itu masing-masing dapat kita tinjau secara terpisah. Jika hanya ada fungsi pemaksa, kita akan mendapatkan tanggapan status nol ys0 , dan jika hanya ada simpanan energi awal saja

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
25
maka kita akan mendapatkan tanggapan masukan nol ym0. Tanggapan lengkap adalah jumlah dari tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol, y = ys0 + ym0 . Sebagai contoh kita akan melihat lagi persoalan pada contoh 1.11. yang akan kita selesaikan dengan menggunakan pengertian tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol.
CONTOH-1.13: Carilah tegangan dan arus kapasitor untuk t > 0 pada rangkaian di samping ini, jika diketahui bahwa v(0+) = 10 V dan vs=50cos10t u(t) V
Solusi :
Persamaan rangkaian ini telah kita dapatkan untuk peninjauan pada t > 0, yaitu
tvdt
dv10cos1005 =+
tms
t
stffs
ff
sc
cccs
cssc
scsc
scf
tmm
m
tmm
ettvvv
ett
evvv
vttv
AA
AAAA
AAAA
t
tAtAtAtA
tAtAv
evK
vv
eKv
ss
500
5
0
500
0
500
610sin810cos4 : lengkap Tanggapan
410sin810cos4
)0( : nol status Tanggapan
4)0(10sin810cos4 : mantap Tanggapan
84
100520100510
20510
10cos100
10sin510cos510cos1010sin10
10sin10cos : mantapnggapan Dugaan ta
10 10
10)0()0( : awal Kondisi
: nolmasukan Tanggapan
505 :tik karakteris Persamaan
−
−
+
+
−
++
−
++=+=
−+=
−=
=→+=
=⇒=⇒
=+→=+=→=+−→
=+++−→
+==⇒=⇒
==
=
−=→=+
iC 15Ω
1/30 F vs 10Ω
+ v −
+ −

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
26 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
1.8. Ringkasan Mengenai Tanggapan Rangkaian Orde-1
Tanggapan rangkaian terdiri dari tanggapan paksa dan tanggapan alami. Tanggapan alami merupakan komponen transien dengan konstanta waktu yang ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Tanggapan paksa merupakan tanggapan rangkaian terhadap fungsi pemaksa dari luar dan merupakan komponen mantap atau kondisi final.
Tanggapan rangkaian juga dapat dipandang sebgai terdiri dari tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol. Tanggapan status nol adalah tanggapan rangkaian tanpa simpanan energi awal. Tanggapan masukan nol adalah tanggapan rangkaian tanpa masukan atau dengan kata lain tanggapan rangkaian tanpa pengaruh fungsi pemaksa.
Tanggapan Paksa : ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen mantap; tetap ada untuk t →∞.
Tanggapan Alami : tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen transien; hilang pada t →∞. konstanta waktu τ = a/b
τ−+= / 0 )( t
p eAtyy
τ−+τ−+ +−= / / )0( )0()( ttpp eyeytyy
Tanggapan Status Nol : tanggapan rangkaian jika tidak ada simpanan energi awal.
Tanggapan Masukan Nol : tanggapan rangkaian jika tidak ada masukan. upaya rangkaian untuk melepaskan simpanan energinya.

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
27
Soal-Soal
1. Carilah bentuk gelombang tegangan / arus yang memenuhi persamaan diferensial berikut.
V 5)0( , 015 b).
V 10)0( , 010 .a)
==+
==+
+
+
vvdt
dv
vvdt
dv
mA 5)0( , 010 d).
A 2)0( , 08 .c)
4 −==+
==+
+
+
iidt
di
iidt
di
V 5)0( , )(1010 f).
0)0( , )(1010 .e)
==+
==+
+
+
vtuvdt
dv
vtuvdt
dv
mA 20)0( , )(10010 h).
0)0( , )(10010 .g)
4
4
−==+
==+
+
+
ituidt
di
ituidt
di
V 5)0( , )()5cos(1010 j).
0)0( , )()5cos(105 .i)
==+
==+
+
+
vtutvdt
dv
vtutvdt
dv
A 5,0)0( , )( ]100[sin 10010 l).
0)0( , )( ]100[sin 10010 .k)
4
4
==+
==+
+
+
itutidt
di
itutidt
di

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
28 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
2. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama berada pada posisi A. Pada t = 0, ia dipindahkan ke posisi B. Carilah vC untuk t > 0.
3. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama tertutup. Pada t = 0, ia dibuka. Carilah iL untuk t > 0.
4. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama tertutup. Pada t = 0, ia dibuka. Carilah vC untuk t > 0.
5. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama terbuka. Pada t = 0, ia ditutup. Carilah vC untuk t > 0.
0,6kΩ 0,5kΩ
20 V
S
2kΩ
+ vC −
0,1µF + −
2kΩ 1kΩ
18 V
S
2kΩ
+ vC −
+ −
1µF
2kΩ 1kΩ
20 V
S
2kΩ 1H
iL + −
+ vC −
1kΩ 1kΩ
10µF 20 V
+ −
S
A B

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
29
6. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama terbuka. Pada t = 0, ia ditutup. Carilah vo untuk t > 0.
7. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama terbuka. Pada t = 0, ia ditutup. Carilah vo untuk t > 0.
8. Rangkaian di bawah ini telah lama dalam keadaan mantap dengan saklar dalam keadaan terbuka. Pada t = 0 saklar S ditutup. Tentukan i dan v untuk t > 0.
9. Sebuah kumparan mempunyai induktansi 10 H dan resistansi 10 Ω. Pada t = 0, kumparan ini diberi tegangan 100 V. Berapa lama dibu-tuhkan waktu untuk mencapai arus setengah dari nilai akhirnya ?
10. Sebuah rele mempunyai kumparan dengan induktansi 1,2 H yang resis-tansinya 18 Ω. Jangkar rele akan terangkat jika arus di kumparannya mencapai 50 mA. Rele ini dioperasikan dari jauh melalui kabel yang resistansi totalnya 45 Ω dan dicatu oleh batere 12 V dengan resistansi internal 1 Ω. Hitunglah selang waktu antara saat ditutupnya rangkaian dengan saat mulai beroperasinya rele.
1Ω
i 12Ω
4Ω
+ v _
2 H
5A
5Ω
S
10kΩ 6kΩ 20 V
S
20kΩ
+ vo −
+ − 3H
3kΩ 8kΩ
20 V
S
2kΩ
+ vo − 0,1µF
+ −

Analisis Transien Rangkaian Orde-1
30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
11. Sebuah kapasitor 20 µF terhubung paralel dengan resistor R. Rangkaian ini diberi tegangan searah 500 V dan setelah cukup lama sumber tegangan dilepaskan. Tegangan kapasitor menurun mencapai 300 V dalam waktu setengah menit. Hitunglah berapa MΩ resistor yang terparalel dengan kapasitor ?
12. Pada kabel penyalur daya, konduktor dan pelindung metalnya membentuk suatu kapasitor. Suatu kabel penyalur daya searah sepanjang 10 km mempunyai kapasitansi 2,5 µF dan resistansi isolasinya 80 MΩ. Jika kabel ini dipakai untuk menyalurkan daya searah pada tegangan 20 kV, kemudian beban dilepaskan dan tegangan sumber juga dilepaskan, berapakah masih tersisa tegangan kabel 5 menit setelah dilepaskan dari sumber ?
13. Tegangan bolak-balik sinus dengan amplitudo 400 V dan frekuensi 50 Hz, diterapkan pada sebuah kumparan yang mempunyai induktansi 0,1 H dan resistansinya 10 Ω. Bagaimanakah persamaan arus yang melalui kumparan itu beberapa saat setelah tegangan diterapkan ? Dihitung dari saat tegangan diterapkan, berapa lamakah keadaan mantap tercapai ?

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
31
BAB 2 Analisis Transien Rangkaian Orde-2
Dengan mempelajari analisis transien sistem orde ke-dua kita akan
• mampu menurunkan persamaan rangkaian yang merupakan rangkaian orde-2.
• memahami bahwa tanggapan rangkaian terdiri dari tanggapan paksa dan tanggapan alami yang mungkin berosilasi.
• mampu melakukan analisis transien pada rangkaian orde-2.
2.1. Contoh Rangkaian Orde-2
Rangkaian RLC Seri. Kita lihat rangkaian seri RLC seperti pada Gb.2.1. Saklar S ditutup pada t = 0. Langkah pertama dalam mencari tanggapan rangkaian ini adalah mencari persamaan rangkaian. Karena rangkaian mengandung C dan L, maka ada dua peubah status, yaitu tegangan kapasitor dan arus induktor, yang dapat kita pilih untuk digunakan dalam mencari persamaan rangkaian,. Kita akan mencoba lebih dulu menggunakan tegangan kapasitor sebagai peubah rangkaian, kemudian melihat apa yang akan kita dapatkan jika arus induktor yang kita pilih.
Aplikasi HTK untuk t > 0 pada rangkaian ini memberikan :
invvdt
diLRi =++ (2.1)
Karena i = iC = C dv/dt, maka persamaan (2. 1) menjadi :
Gb.2.1. Rangkaian RLC seri.
R i C
+ v −
L
vs
+
−
S
+
vin
−

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
32 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
invvdt
dvRC
dt
vdLC =++
2
2
(2.2)
Persamaan (2.2) adalah persamaan diferensial orde-2, yang merupakan diskripsi lengkap rangkaian, dengan tegangan kapasitor sebagai peubah. Untuk memperoleh persamaan rangkaian dengan arus induktor i sebagai peubah, kita manfaatkan hubungan arus-tegangan kapasitor, yaitu
∫=→== idtC
vdt
dvCii C
1
sehingga (2.1) menjadi:
invvidtC
Ridt
diL =+++ ∫ )0(
1 atau
inin i
dt
dvCi
dt
diRC
dt
idLC ==++
2
2
(2.3)
Persamaan (2.2) dan (2.3) sama bentuknya, hanya peubah sinyalnya yang berbeda. Hal ini berarti bahwa tegangan kapasitor ataupun arus induktor sebagai peubah akan memberikan persamaan rangkaian yang setara. Kita cukup mempelajari salah satu di antaranya.
Rangkaian RLC Paralel. Perhatikan rangkaian RLC paralel seperti pada Gb.2.2. Aplikasi HAK pada simpul A mem-berikan
sCLR iiii =++
Hubungan ini dapat dinyatakan dengan arus induktor iL = i sebagai peubah, dengan me-manfaatkan hubungan v =vL =L di/dt, sehingga iR
= v/R dan iC = C dv/dt .
R iL = i
C
+ v −
L
iR iC
Gb.2.2. Rangkaian paralel RLC
A
B
is

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
33
s
s
iidt
di
R
L
dt
idLC
idt
dvCi
R
v
=++
=++
2
2
atau
(2.4)
Persamaan rangkaian paralel RLC juga merupakan persamaan diferensial orde-2.
2.2. Tinjauan Umum Tanggapan Rangkaian Orde-2
Secara umum rangkaian orde-2 mempunyai persamaan yang berbentuk
)(2
2txcy
dt
dyb
dt
yda =++ (2.5)
Pada sistem orde satu kita telah melihat bahwa tanggapan rangkaian terdiri dari dua komponen yaitu tanggapan alami dan tanggapan paksa. Hal yang sama juga terjadi pada sistem orde-2 yang dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada sistem orde-1. Perbe-daan dari kedua sistem ini terletak pada kondisi awalnya. Karena rangkaian orde-2 mengandung dua elemen yang mampu menyimpan energi yaitu L dan C, maka dalam sistem ini baik arus induktor maupun tegangan kapasitor harus merupakan fungsi kontinyu. Oleh karena itu ada dua kondisi awal yang harus dipenuhi, yaitu
)0()0(dan )0()0( −+−+ == LLCC iivv
Dalam penerapannya, kedua kondisi awal ini harus dijadikan satu, artinya vC dinyatakan dalam iL atau sebaliknya iL dinyatakan dalam vC , tergantung dari apakah peubah y pada (2.25) berupa tegangan kapasitor ataukah arus induktor.
Sebagai contoh, pada rangkaian RLC seri hubungan antara vC dan iL ada-lah
C
i
dt
dv
dt
dvCiii CC
CL)0(
)0(atau )0()0()0()0(+
+++++ ====
Dengan demikian jika peubah y adalah tegangan kapasitor, dua kondisi awal yang harus diterapkan, adalah:

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
34 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
C
i
dt
dvvv LC
CC)0(
)0(dan )0()0(+
+−+ == .
Contoh lain adalah rangkaian paralel RLC; hubungan antara vC dan iL adalah
L
v
dt
di
dt
diLvv CLL
LC)0(
)0(atau )0()0()0(+
++++ ===
Dengan demikian jika peubah y adalah arus induktor, dua kondisi awal yang harus diterapkan, adalah:
L
v
dt
diii CLLL
)0()0(dan )0()0(
++−+ == .
Secara umum, dua kondisi awal yang harus kita terapkan pada (2.5) ada-lah
rangkaianhubungan dari dicari )0('dengan
)0(')0(dan )0()0(
+
++−+ ==
y
ydt
dyyy
(2.6)
Tanggapan Alami. Tanggapan alami diperoleh dari persamaan rangkaian dengan memberikan nilai nol pada ruas kanan dari persamaan (2.5), se-hingga persamaan menjadi
02
2=++ cy
dt
dyb
dt
yda (2.7)
Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial ya = Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi ini dimasukkan ke (2.7) akan diperoleh :
( ) 0
atau 0 2
2
=++
=++
cbsasKe
cKebKseeaKsst
ststst
(2.8)
Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satu-satunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
35
02 =++ cbsas (2.9)
Persamaan ini adalah persamaan karakteristik rangkaian orde-2. Secara umum, persamaan karakteristik yang berbentuk persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu :
a
acbbss
2
4,
2
21−±−= (2.10)
Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat. Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap bentuk gelombang tanggapan rangkaian akan kita lihat lebih lanjut. Untuk sementara ini kita melihat secara umum bahwa persamaan karakteristik mempunyai dua akar.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua tanggapan alami, yaitu:
tsa
tsa eKyeKy 21
2211 dan ==
Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah keduanya juga merupakan solusi. Jadi tanggapan alami yang kita cari akan berbentuk
tstsa eKeKy 21
21 += (2.11)
Konstanta K1 dan K2 kita cari melalui penerapan kondisi awal pada tanggapan lengkap.
Tanggapan Paksa. Tanggapan paksa kita cari dari persamaan (2.5). Tanggapan paksa ini ditentukan oleh bentuk fungsi masukan. Cara menduga bentuk tanggapan paksa sama dengan apa yang kita pelajari pada rangkaian orde-1, yaitu relasi (2.8). Untuk keperluan pembahasan di sini, tanggapan paksa kita umpamakan sebagai ypaksa= yp.
Tanggapan Lengkap. Dengan pemisalan tanggapan paksa tersebut di atas maka tanggapan lengkap (tanggapan rangkaian) menjadi
tstspap eKeKyyyy 21
21 ++=+= (2.12)

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
36 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
2.3. Tiga Kemungkinan Bentuk Tanggapan
Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang bentuk umumnya adalah as2 + bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan nilai akar, yaitu:
a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika b2− 4ac > 0; b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika b2−4ac = 0; c). Dua akar kompleks konjugat s1 , s2 = α ± jβ jika b2−4ac < 0.
Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga kemungkinan bentuk tanggapan yang akan kita lihat berikut ini, dengan contoh tanggapan rangkaian tanpa fungsi pemaksa.
Dua Akar Riil Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita terapkan pada tanggapan lengkap (2.12), kita akan memperoleh dua persamaan yaitu
221121 )0()0('dan )0()0( KsKsyyKKyy pp ++′=++= ++++
yang akan menentukan nilai K1 dan K2. Jika kita sebut
)0()0(dan )0()0( 00++++ ′−′=−= pp yyByyA (2.13)
maka kita peroleh 02211021 dan BKsKsAKK =+=+ dan dari
sini kita memperoleh
21
0012
12
0021 dan
ss
BAsK
ss
BAsK
−−=
−−=
sehingga tanggapan lengkap menjadi
tstsp e
ss
BAse
ss
BAsyy 21
21
001
12
002
−−+
−−+= (2.14)
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada rangkaian orde-1, pada rangkaian orde-2 ini kita juga mengartikan tanggapan rangkaian sebagai tanggapan lengkap. Hal ini didasari oleh pengertian tentang kon-disi awal, yang hanya dapat diterapkan pada tanggapan lengkap. Rangkaian-rangkaian yang hanya mempunyai tanggapan alami kita fahami sebagai rangkaian dengan tanggapan paksa yang bernilai nol.

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
37
CONTOH-2.1: Saklar S pada rangkaian di samping ini telah lama berada pada posisi 1. Pada t = 0 saklar dipin-dahkan ke posisi 2. Ten-tukan tegangan kapasitor , v , untuk t > 0. Solusi :
Kondisi mantap yang telah tercapai pada waktu saklar di posisi 1 membuat kapasitor bertegangan sebesar tegangan sumber, sementara induktor tidak dialiri arus. Jadi
0)0( ; V 15)0( == −− iv
Setelah saklar di posisi 2, persamaan rangkaian adalah :
0=++− iRdt
diLv
Karena i =− iC = −C dv/dt , maka persamaan tersebut menjadi
0
0
2
2=++→
=
−+
−+−
vdt
dvRC
dt
vdLC
dt
dvCR
dt
dvC
dt
dLv
Jika nilai-nilai elemen dimasukkan dan dikalikan dengan 4×106
maka persamaan rangkaian menjadi
0104105,8 632
2=×+×+ v
dt
dv
dt
vd
+ v −
iC
0,25 µF 15 V
8,5 kΩ
+ −
i
1 H S 1 2

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
alami).n tanggapadari terdirihanya (
V 16 : menjadi lengkap Tanggapan
115 168000500
)8000(1515
)15(0
0)0()0( )0(0)0()0( b).
15 15 V 15)0()0( a).
: awal Kondisi
nol)) paksa (tanggapan
0 : lengkapnggapan Dugaan ta
berbeda). riilakar dua (
8000 ,5004)25,4(104250, :akar -akar
0104105,8 :ik karkterist Persamaan
8000 500
1221
21
21112211
1221
80002
5001
2321
632
tt
CLL
tt
eev
KKss
sK
sKsKsKsKdt
dv
dt
dvCiii
KKKKvv
eKeKv
ss
ss
−−
+++−+
−+
−−
−=
−=−=⇒=+−
−−=−
−=⇒
−+=+=→
=→−=−===
−=⇒+=→==
++=
−−=−±−=→
=×+×+
Dua Akar Riil Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut dapat kita tuliskan sebagai
0dengan ; dan 21 →δδ+== ssss (2.15)
Dengan demikian maka tanggapan lengkap dapat kita tulis sebagai
tsstp
tstsp eKeKyeKeKyy )(
212121 δ+++=++= (2.16)
Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh
02121 )0()0( )0()0( AyyKKKKyy pp =−=+→++= ++++
Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh
0221
21
)0()0()(
)()0()0(
ByyKsKK
sKsKyy
p
p
=′−′=δ++→
δ+++′=′++
++
Dari kedua persamaan ini kita dapatkan

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
39
δ−−=→
δ−=→=δ+
sABAK
sABKBKsA
0001
002020
(2.17)
Tanggapan lengkap menjadi
stt
p
sttp
tsstp
ee
sABAy
eesABsAB
Ay
esAB
esAB
Ayy
1
)(
000
00000
)(00000
δ+
δ−−++=
δ−
+
δ−
−+=
δ−
+
δ−
−+=
δ
δ
δ+
(2.18.a)
Karena 1
lim1
lim 0
0t
ee tt=
δ−=
δ+
δ−
δ
→δ
δ
→δmaka tanggapan lengkap
(2.18.a) dapat kita tulis
[ ] stp etsABAyy )( 000 −++= (2.18.b)
Tanggapan lengkap seperti dinyatakan oleh (2.18.b) merupakan bentuk khusus yang diperoleh jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar sama besar. A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal. Dengan demikian kita dapat menuliskan (2.18.b) sebagai
[ ] stbap etKKyy ++= (2.18.c)
dengan nilai Ka yang ditentukan oleh kondisi awal, dan nilai Kb ditentukan oleh kondisi awal dan s. Nilai s sendiri ditentukan oleh nilai elemen-elemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada kaitannya dengan kondisi awal. Dengan kata lain, jika kita mengetahui bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian akan seperti yang ditunjukkan oleh (2.18.c).

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
40 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-2.2: Persoalan sama dengan contoh-2.1. akan tetapi resistor 8,5 kΩ diganti dengan 4 kΩ.
Solusi :
( ) ( )
( )
( ) V 3000015 : Jadi 30000
0)0(
memberikan lengkap
n tanggapapada 0)0( kedua awal kondisi Aplikasi
.15)0( memberikan
ini lengkapn tanggapapada pertama awal kondisi Aplikasi
.0 karena , 0
:berbentuk akan lengkap tanggapan
itu karenaoleh besar samaakar dua terdapatsini Di
20001041042000, :akar -akar
01044000 :tik karakteris Persamaan
0104104 :adalah rangkaian Persamaan
2000
6621
62
632
2
tab
abst
bast
b
a
pst
bast
bap
etvsKK
sKKdt
dvestKKeK
dt
dv
dt
dv
Kv
vetKKetKKvv
sss
ss
vdt
dv
dt
vd
−
+
+
+
+=⇒=−=→
+==→++=
=
==
=++=++=
=−=×−×±−=
=×++
=×+×+
Akar-Akar Kompleks Konjugat. Dua akar kompleks konjugat dapat dituliskan sebagai
β−α=β+α= jsjs 21 dan
Tanggapan lengkap dari situasi ini, menurut (2.32) adalah
( ) ttjtjp
tjtjp
eeKeKy
eKeKyy
αβ−β+
β−αβ+α
++=
++=
2
1
)(2
)(1
(2.19)
Aplikasi kondisi awal yang pertama, y(0+), pada (2.19) memberikan
( )
021
21
)0()0(
)0()0(
AyyKK
KKyy
p
p
=−=+→
++=++
++

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
41
Aplikasi kondisi awal yang kedua, )0()0( ++ ′= ydt
dv, pada (2.19) mem-
berikan
( ) ( ) ttjtjttjtjpeeKeKeeKjeKj
dt
dy
dt
dy αβ−βαβ−β α++β−β+= 2121
( ) ( )
( ) ( ) 02121
2121
)0()0(
)0()0()0(
ByyKKKKj
KKKjKjyydt
dy
p
p
=′−′=+α+−β→
α++β−β+′=′=
++
+++
Dari sini kita peroleh
( ) ( )βα−
=−→=+α+−β
=+
j
ABKKBKKKKj
AKK
002102121
021
2
/)( ;
2
/)( 0002
0001
βα−−=
βα−+=
jABAK
jABAK
Tanggapan lengkap menjadi
tp
ttjtjtjtj
p
ttjtjp
etAB
tAy
ej
eeABeeAy
eejABA
ejABA
yy
α
αβ−β+β−β+
αβ−β+
β
βα−
+β+=
−β
α−+++=
βα−−+
βα−++=
sin)(
cos
2
)(
2
2
/)(
2
/)(
000
00
0
000 000
(2.20)
A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal sedangkan α dan β ditentukan oleh nilai elemen rangkaian. Dengan demikian tanggapan lengkap (2.53) dapat kita tuliskan sebagai
( ) tbap etKtKyy αβ+β+= sincos (2.21)
dengan Ka dan Kb yang masih harus ditentukan melalui penerapan kondi-si awal. Ini adalah bentuk tanggapan lengkap khusus untuk rangkaian dengan persamaan karakteristik yang mempunyai dua akar kompleks konjugat.

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
42 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-2.3: Persoalan sama dengan contoh 2.1. akan tetapi resistor 8,5 kΩ diganti dengan 1 kΩ.
Solusi :
Dengan penggantian ini persamaan rangkaian menjadi
010410 632
2=×++ v
dt
dv
dt
vd
( )( )
( )
( )
( ) V ) 15500sin(15) 15500cos(15
:adalah lengkapn tanggapaJadi
1515500
15500 0)0(
sincos
cossin
kedua awal kondisi Aplikasi
15)0( : memberikan pertama awal kondisi Aplikasi
sincos0
sincos
berbentukakan diduga lengkap Tanggapan
15500 ; 500dengan
:konjugat kompleksakar dua terdapatsini Di
15500500
104500500, :akar -akar
01041000 :tik karakteris Persamaan
500
6221
62
t
abab
tba
tba
a
tba
tbap
ettv
KKKK
dt
dv
etKtK
etKtKdt
dv
Kv
etKtK
etKtKvv
j
j
ss
dt
dvs
−
+
α
α
+
α
α
+=
=×=β
α−=→α+β==
αβ+β+
ββ+ββ−=
==
β+β+=
β+β+=
=β−=αβ±α
±−=
×−±−=
=×++

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
43
Contoh 2.1, 2.2, dan 2.3 menunjukkan tiga kemungkinan bentuk tangga-pan, yang ditentukan oleh akar-akar persamaan karakteristik.
a). Jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar yang berbeda, tanggapan alami akan merupakan jumlah dari dua suku yang masing-masing merupakan fungsi eksponenial. Dalam kasus seperti ini, tangga-pan rangkaian merupakan tanggapan amat teredam.
b). Jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar yang sama besar, maka tanggapan alami akan merupakan jumlah dari fungsi eksponensial dan ramp teredam. Tanggapan ini merupakan tanggapan teredam kritis.
c). Jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar kompleks konju-gat, maka tanggapan alami merupakan jumlah dari fungsi-fungsi sinus teredam. Jadi tanggapan rangkaian berosilasi terlebih dulu sebelum akhirnya mencapai nol, dan disebut tanggapan kurang teredam. Bagian riil dari akar persamaan karakteristik menentukan peredaman; sedangkan bagian imajinernya menentukan frekuensi osilasi. (Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan v pada contoh-contoh di atas.)
2.4. Tanggapan Rangkaian Orde-2 Terhadap Sinyal Anak Tangga
Bentuk umum sinyal anak tangga adalah Au(t). Jika kita hanya meninjau keadaan pada t > 0, maka faktor u(t) tidak perlu dituliskan lagi.
v [V]
sangat teredam (contoh 2.1)
teredam kritis (contoh 2.2)
kurang teredam (contoh 2.3)
t [s]
-10
-5
0
5
10
15
20
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
44 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-2.4: Jika vs=10u(t) V, bagaimana-kah keluaran vo rangkaian di samping ini pada t > 0 untuk berbagai nilai µ ? Solusi :
Karena vo = µvB maka kita mencari persamaan rangkaian dengan tegangan simpul B , yaitu vB , sebagai peubah. Persamaan tegangan simpul untuk simpul A dan B adalah
( )
dt
dvvv
vdt
dvv
viv
vvvvdt
dv
vviv
BBA
AB
BA
B
BsBAA
BsA
+=⇒
=−+⇒=−+
=−−µ−+⇒
=−−+
+
001010
1
0 2
0101010
1
10
1
626
66166
Dua persamaan diferensial orde satu ini jika digabungkan akan mem-berikan persamaan diferensial orde-2.
10222
2==−µ−+++ sB
BBBBB vv
dt
dv
dt
vd
dt
dv
dt
dvv atau
10)3(2
2=+µ−+ B
BB vdt
dv
dt
vd
10
1000 : paksanggapan Dugaan ta
: lengkapnggapan Dugaan ta
2
4)3()3(,
01)3( :tik karakteris Pers.
33
s2
s1
2
1
2
21
=⇒
=++→=
++=
−µ−±µ−−=→
=+µ−+
Bp
Bp
ttBpB
s
v
KKv
eKeKvv
ss
ss
1MΩ + −
1µF
µvB
B A
vs
i2
i1
+ vo 1MΩ
1µF
+ −

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
45
( )
kritis. teredam s14)3( Jika
teredam.kurang kompleks s,
14)3( Jika
redam.sangat te s14)3( Jika
10
10 : lengkap Tanggapan
o212
o21
2
o212
s2
s1o
s2
s1
21
21
vs
vs
vs
eKeKv
eKeKvtt
ttB
⇒=→=µ→=µ−
⇒
→>µ→<µ−
⇒≠→<µ→>µ−
++µ=⇒
++=
Pemahaman : Bentuk tegangan keluaran ditentukan oleh nilai µ dan nilai elemen-elemen rangkaian. Kita dapat memilih nilai-nilai yang sesuai untuk memperoleh tanggapan rangkaian yang kita inginkan. Untuk µ > 3 akan terjadi keadaan tak stabil karena akar-akar bernilai riil positif; peredaman tidak terjadi dan sinyal membesar tanpa batas.
CONTOH-2.5: Carilah vo pada contoh 2.4 jika µ = 2 dan tegangan awal kapasitor masing-masing adalah nol. Solusi : Persamaan rangkaian, dengan µ = 2, adalah
10)3(2
2=+µ−+ B
BB vdt
dv
dt
vd atau
102
2=++ B
BB vdt
dv
dt
vd
( )
( ) tbaB
BpBp
tbaBpB
s
etKtKv
vKKv
etKtKvv
j
jss
ss
α
α
β+β+=
=⇒=++→=
β+β+=
=β−=αβ±α
±−=−±−=→
=++
sincos10 : lengkap Tanggapan
101000 : paksaTanggapan
sincos
: berbentuk diduga lengkap Tanggapan
) 35,0 ; 5,0 ; :konjugat kompleksakar (dua
35,05,02
411,
01 :tik karakteris Pers.
1
2

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
46 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
( ) ( )
tB
abab
B
tba
tba
B
aaB
BB
BB
AB
ettv
KKKK
dt
dv
etKtKetKtKdt
dv
KK)(v
dt
dv
dt
dv
viv
vvv
5.0
5
25
o
) 35,0sin(3
10) 35,0cos(1010
3
10
35,0
10)(0,5 0)0(
sincos cossin
10 1000 :memberikan
lengkapn tanggapake ini awal kondisi dua Penerapan
0)0( 00)0(100
0)0(2)0(10)0(
0)0()0(dan 0)0(
nol.n berteganga kapasitor kedua :adalah awalnya Kondisi
−
+
αα
+
++
+++
+++
+−=⇒
−=−×=β
α−=→α+β==
αβ+β+ββ+ββ−=
−=⇒+==
=→=−+→
=−+→
=−=→
2.5. Tanggapan Rangkaian Orde-2 Terhadap Sinyal Sinus
Masukan sinyal sinus secara umum dapat kita nyatakan dengan x(t) = Acos(ωt+θ) u(t). Untuk peninjauan pada t > 0 faktor u(t) tak perlu ditulis lagi. Dengan demikian persamaan umum rangkaian orde-2 dengan ma-sukan sinyal sinus akan berbentuk
)cos(2
2θ+ω=++ tAcy
dt
dyb
dt
yda
Persamaan karakterisik serta akar-akarnya tidak berbeda dengan apa yang telah kita bahas untuk sumber tegangan konstan, dan memberikan tanggapan alami yang berbentuk
tstsa eKeKv 21
21 +=
Untuk masukan sinus, tanggapan paksa diduga akan berbentuk
vp = Accosωt + Assinωt

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
47
CONTOH-2.6: Carilah v dan i untuk t > 0 pada rangkaian di samping ini jika vs = 26cos3t u(t) V sedangkan i(0) = 2 A dan v(0) = 6 V. Solusi : Aplikasi HTK untuk rangkaian ini akan memberikan
3cos266
1
6
505
2
2tv
dt
vd
dt
dvv
dt
diivs =++→=+++− atau
tvdt
dv
dt
vd3cos15665
2
2=++
( ) ( )
A 23cos53sin6
1
V 263sin103cos2 : lengkap Tanggapan
2 6
323012 : kedua awal kondisi Aplikasi
8 26 : pertama awal kondisi Aplikasi
12)0()0(6
12)0(dan 6)0( : awal Kondisi
3sin103cos2 : lengkap Tanggapan
10375
01565 ; 2
753
0156
0315dan 156153
3cos1563sin61593cos6159
3sin3cos : paksanggapan Dugaan ta
: lengkapggapan Dugaan tan
3 ,2, :akar -akar
);3)(2(065 :tik karakteris Persamaan
32
3221
21
1221
32
21
32
21
21
2
tt
tt
tt
sc
scsc
scscsc
scp
ttp
eettdt
dvi
eettv
KK
KK
KKKKdt
dv
dt
dviv
eKeKttv
AA
AAAA
ttAAAtAAA
tAtAv
eKeKvv
ss
ssss
−−
−−
++++
−−
−−
−−+==⇒
+++−=
=⇒=⇒
−−=−=→++−=
=→===
+++−=
=+
−×=−=−−+=⇒
=−−=+−→=+−−+++−→
+=
++=
−−=++==++
+ −
5Ω 1H
F6
1
i
vs
+ v −

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
48 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-2.7: Pada rangkaian di samping ini, vs = 10cos5t u(t) V. Ten-tukanlah tegangan kapasi-tor v untuk t > 0, jika te-gangan awal kapasitor dan arusawal induktor adalah nol. Solusi:
sB
Bs
vdt
dvvv
vv
dt
dvv
5,15,15,2
0644
1
6
1
4
1 :A Simpul
−+=→
=−−+
+
05,15,15,26
5,15,15,2 06
0606
)0(1
6 : B Simpul
=−
−++
−+→=−+→
=−+→=−++ ∫∫
dt
dvv
dt
dvv
vdt
dvv
dt
d
dt
dvv
dt
dv
vdtvvv
idtvL
v
s
sBB
BBLBB
→dt
dvvv
dt
dv
dt
vd ss 5,19155,105,1
2
2+=++ atau
dt
dvvv
dt
dv
dt
vd ss +=++ 6107
2
2
Dengan tegangan masukan vs = 10cos5t maka persamaan rangkaian menjadi
-30
-20
-10
0
10
20
30
0 2 4 6 8 10
v [V] i [A]
t [s]
v
i
vs
4Ω + − B
A
vs + v −
6Ω
0,25F 1H

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
49
ttvdt
dv
dt
vd5sin505cos60107
2
2−=++
tt
sCL
tt
p
cs
cssc
scs
csc
scp
ttp
s
eettv
KK
KKKKdt
dv
KKKKv
dt
dvdt
dvvii
v
eKeKttv
ttv
AA
AAAA
tAAA
tAAA
tAtAv
eKeKvv
ss
ss
52
21
1121
1221
52
21
52
21
21
2
383,45sin93,05cos83,1 :lengkap Tanggapan
3 83,4
)83.1(5235,5 5265,410)0(
83,1 83,10)0(
: lengkapn tanggapapada ini awal kondisi kedua Aplikasi
10)0(
)0(4
15,2
4
10
4
)0()0( 0)0( (2)
0)0( (1)
: awal Kondisi
5sin93,05cos83,1 : lengkap Tanggapan
5sin93,05cos83,1
83,1 ; 0,93
503515dan 603515
50sin6t60cos6t6sin)103525(
6cos)103525(
5sin5cos : paksanggapan Dugaan ta
: lengkapnggapan Dugaan ta
.5 , 2105,35,3,
0107 :tik karakteris Persamaan
−−
+
+
+
++
++
+
−−
−−
−++−=
−=⇒=⇒
−−−=→−−==
−=→++−==
=⇒
====→=
=
+++−=
+−=⇒
−==⇒
−=−−=+−→
−=
+−−+++−
→
+=
++=
−−=−±−=→
=++

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
50 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Soal-Soal
1. Carilah bentuk gelombang tegangan yang memenuhi persamaan diferensial berikut.
V/s 5)0( V, 0)0(
, 054 c).
V/s 10)0( V, 0)0(
, 044 b).
V/s 15)0( ,0)0(
, 0107 .a)
2
2
2
2
2
2
========
====++++++++
========
====++++++++
========
====++++++++
++++++++
++++++++
++++++++
dt
dvv
vdt
dv
dt
vd
dt
dvv
vdt
dv
dt
vd
dt
dvv
vdt
dv
dt
vd
2. Ulangi soal 1 untuk persamaan berikut.
V/s 10)0(
V, 5)0(
, )(100258 c).
V/s 10)0(
V, 5)0(
, )(1002510 b).
V/s 25)0(
,5)0(
, )(1002410 .a)
2
2
2
2
2
2
========
====++++++++
========
====++++++++
========
====++++++++
++++
++++
++++
dt
dvv
tuvdt
dv
dt
vd
dt
dvv
tuvdt
dv
dt
vd
dt
dvv
tuvdt
dv
dt
vd

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
51
3. Ulangi soal 1 untuk persamaan berikut.
V/s 0)0( V, 0)0(
, )( ] 1000[cos100102 c).
V/s 0)0( V, 0)0(
, )( ] 1000[cos10096 b).
V/s 0)0( ,0)0(
, )( ] 1000[cos10086 .a)
2
2
2
2
2
2
========
====++++++++
========
====++++++++
========
====++++++++
++++++++
++++++++
++++++++
dt
dvv
tutvdt
dv
dt
vd
dt
dvv
tutvdt
dv
dt
vd
dt
dvv
tutvdt
dv
dt
vd
4. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah berada pada posisi A da-lam waktu yang lama. Pada t = 0, ia dipindahkan ke posisi B. Caril-ah vC untuk t > 0
5. Saklar S pada rangkaian di bawah ini telah berada di posisi A dalam
waktu yang lama. Pada t = 0 , saklar dipindahkan ke posisi B. Ten-tukan iL(t) untuk t > 0.
15V
10kΩ
2 H 2,5kΩ
iL
0,02 µF
A B
S
+ −
+ vc −
B 6kΩ 6kΩ
25pF 10 V
S A
0,4H + −

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
52 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
6. Saklar S pada rangkaian di bawah ini telah berada di posisi A dalam waktu yang lama. Pada t = 0 , saklar dipindahkan ke posisi B. Ten-tukan iL(t) untuk t > 0.
7. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama terbuka. Pada t = 0, ia ditutup. Carilah vC untuk t > 0
8. Saklar S pada rangkaian di bawah ini telah berada di posisi A dalam waktu yang lama. Pada t = 0 , saklar dipindahkan ke posisi B. Ten-tukan vC untuk t > 0.
9. Tegangan masukan vs pada rangkaian di bawah ini adalah vs = 100u(t) V. Tentukan tegangan kapasitor untuk t>0.
+ vc −
3kΩ 3kΩ
0,1µF 10 V S
0,4H + −
15 V
0,4kΩ
25kΩ
0,01µF
A B
S
+ −
− +
15 V 10mH
+ vC −
+ vC −
4kΩ vs 50pF
+ − 50mH
15 V
0,4kΩ 25kΩ
iL
0,01µF
A B
S
+ −
+ − 15 V 10mH

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
53
10. Setelah terbuka dalam waktu cukup lama, saklar S pada rangkaian di bawah ini ditutup pada t = 0. Tentukan v1 dan v2 untuk t > 0.
11. Rangkaian berikut tidak mempunyai simpanan energi awal. Saklar S pada rangkaian berikut ditutup pada t = 0. Carilah i untuk t > 0.
12. Rangkaian di bawah ini tidak memiliki simpanan energi awal. Ten-tukan v untuk t > 0 jika is = [2cos2t] u(t) A dan vs = [6cos2t] u(t) V.
13. Sebuah kapasitor 1 µF dimuati sampai mencapai tegangan 200 V. Muatan kapasitor ini kemudian dilepaskan melalui hubungan seri in-duktor 100 µH dan resistor 20 Ω. Berapa lama waktu diperlukan un-tuk menunrunkan jumlah muatan kapasitor hingga tinggal 10% dari jumlah muatan semula ?
+ − is vs
− v +
10Ω
5H
10Ω
0,05F
S + − 12V
0,25F
+ v1 −
+
− 2v1 8Ω
i
4Ω
0,25F
+ − 6V
0,05F
4Ω 12V + −
S 4Ω
0,05F
+ v2 −
+ v1 −

Analisis Transien Rangkaian Orde-2
54 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
14. Sebuah kumparan mempunyai induktansi 9 H dan resistansi 0,1 Ω, dihubungkan paralel dengan kapasitor 100 µF. Hubungan paralel ini diberi tegangan searah sehingga di kumparan mengalir arus sebesar 1 A. Jika sumber tegangan diputus secara tiba-tiba, berapakah tegangan maksimum yang akan timbul di kapasitor dan pada frekuensi berapa arus berosilasi ?
15. Kabel sepanjang 2 kM digunakan untuk mencatu sebuah beban pada tegangan searah 20 kV. Resistansi beban 200 Ω dan induktansinya 1 H (seri). Kabel penyalur daya ini mempunyai resistansi total 0,2 Ω sedangkan antara konduktor dan pelindung metalnya membentuk ka-pasitor dengan kapasitansi total 0,5 µF. Bagaimanakah perubahan te-gangan beban apabila tiba-tiba sumber terputus? (Kabel dimodelkan sebagai kapasitor; resistansi konduktor kabel diabaikan terhadap re-sistansi beban).

Transformasi Laplace
55
BAB 3 Transformasi Laplace
Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis ini terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan mantap. Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada analisis rangkaian dengan sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.
Dalam analisis di kawasan s ini, sinyal-sinyal fungsi waktu f(t), ditrans-formasikan ke kawasan s menjadi fungsi s, F(s). Sejalan dengan itu pernyataan elemen rangkaian juga mengalami penyesuaian yang mengantarkan kita pada konsep impedansi di kawasan s. Perubahan pernyataan suatu fungsi dari kawasan t ke kawasan s dilakukan melalui Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu integral
∫∞ −=0
)()( dtetfs stF
dengan s merupakan peubah kompleks, s = σ + jω. Batas bawah integrasi ini adalah nol yang berarti bahwa dalam analisis rangkaian di kawasan s kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal.
Dengan melakukan transformasi sinyal dari kawasan t ke kawasan s, karakteristik i-v elemenpun mengalami penyesuaian dan mengantarkan kita pada konsep impedansi dimana karakteristik tersebut menjadi fungsi s. Dengan sinyal dan karakteristik elemen dinyatakan di kawasan s, maka persamaan rangkaian tidak lagi berbentuk persamaan integrodiferensial melainkan berbentuk persamaan aljabar biasa sehingga penanganannya menjadi lebih mudah. Hasil yang diperoleh sudah barang tentu akan merupakan fungsi-fungsi s. Jika kita menghendaki suatu hasil di kawasan waktu, maka kita lakukan transformasi balik yaitu transformasi dari fungsi s ke fungsi t.
Di bab ini kita akan membahas mengenai transformasi Laplace, sifat transformasi Laplace, pole dan zero, transformasi balik, solusi persamaan diferensial, serta transformasi bentuk gelombang dasar.

Transformasi Laplace
56 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Setelah mempelajari analisis rangkaian menggunakan transformasi La-place bagian pertama ini, kita akan
• memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya; • mampu melakukan transformasi berbagai bentuk gelombang
sinyal dari kawasan t ke kawasan s. • mampu mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk ge-
lombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.
3.1. Transformasi Laplace Melalui transformasi Laplace kita menyatakan suatu fungsi yang semula dinyatakan sebagai fungsi waktu, t, menjadi suatu fungsi s di mana s ada-lah peubah kompleks. Kita ingat bahwa kita pernah mentransformasikan fungsi sinus di kawasan waktu menjadi fasor, dengan memanfaatkan bagian nyata dari bilangan kompleks. Dengan transformasi Laplace kita mentransformasikan tidak hanya fungsi sinus akan tetapi juga fungsi-fungsi yang bukan sinus.
Transformasi Laplace dari suatu fungsi f(t) didefinisikan sebagai
∫∞ −=0
)()( dtetfs stF (3.1)
dengan notasi : ∫∞ −==0
)()()]([ dtetfstf stFL (3.2)
Dengan mengikuti langsung definisi ini, kita dapat mencari transformasi Laplace dari suatu model sinyal, atau dengan kata lain mencari pern-yataan sinyal tersebut di kawasan s. Berikut ini kita akan mengaplikasi-kannya untuk bentuk-bentuk gelombang dasar.
3.1.1. Pernyataan Sinyal Anak Tangga di Kawasan s. Pernyataan sinyal anak tangga di kawasan t adalah )()( tAutv = .
Transformasi Laplace dari bentuk gelombang ini adalah ∞ω+σ−∞ −∞ −
ω+σ−=== ∫∫
0
)(
00 )(][
j
AedtAedtetAuAu(t)
tjststL
Batas atas, dengan σ > 0, memberikan nilai 0, sedangkan batas bawah memberikan nilai A/s.

Transformasi Laplace
57
Jadi s
AtAu = )]([L (3.3)
3.1.2. Pernyataan Sinyal Eksponensial di Kawasan s
Transformasi Laplace bentuk gelombang eksponensial beramplitudo A, yaitu v(t) = Ae−atu(t) , adalah
∞+−∞ +−∞ −−+
−=== ∫∫0
)(
0
)(
0)( )]([
as
AeAedtetueAtuAe
tastasst-atatL
Dengan a > 0, batas atas memberikan nilai 0 sedangkan batas bawah memberikan A/(s+a).
Jadi as
AtuAe at
+=− ])([L (3.4)
3.1.3. Sinyal Sinus di Kawasan s Transformasi Laplace bentuk gelombang sinus v(t) = (A cos ωt) u(t)
adalah :
[ ] dtetAdtetutAtutA stst∫∫
∞ −∞ − ω=ω=ω00
)cos( )()cos( )( )cos(L
Dengan memanfaatkan hubungan Euler 2/)(cos tjtj ee ω−ω +=ω , ruas
kanan persamaan di atas menjadi
22
)(
0
)(
00
22
2
ω+=
+=+ −ω−∞−ω∞−∞ ω−ω
∫∫∫
s
As
dteA
dteA
dteee
A tsjtsjsttjtj
Jadi [ ]22
)( )cos(ω+
=ωs
sAtutAL (3.5)
Dengan cara yang sama, diperoleh

Transformasi Laplace
58 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
[ ]22
)( )sin(ω+
ω=ωs
AtutAL (3.6)
3.2. Tabel Transformasi Laplace
Transformasi Laplace dari bentuk gelombang anak tangga, eksponensial, dan sinus di atas merupakan contoh bagaimana suatu transformasi dila-kukan. Kita lihat bahwa amplitudo sinyal, A, selalu muncul sebagai fak-tor pengali dalam pernyataan sinyal di kawasan s. Transformasi dari be-berapa bentuk gelombang yang lain termuat dalam Tabel-3.1. dengan mengambil amplitudo bernilai satu satuan. Tabel ini, walaupun hanya memuat beberapa bentuk gelombang saja, tetapi cukup untuk keperluan pembahasan analisis rangkaian di kawasan s yang akan kita pelajari di buku ini.
Untuk selanjutnya kita tidak selalu menggunakan notasi L[f(t)] sebagai pernyataan dari “transformasi Laplace dari f(t)”, tetapi kita langsung memahami bahwa pasangan fungsi t dan trans-formasi Laplace-nya adalah seperti : f(t) ↔ F(s) , v1(t) ↔ V1(s) , i4(t) ↔ I4(s) dan seterusnya. Dengan kata lain kita me-mahami bahwa V(s) adalah pernyataan di kawasan s dari v(t), I(s) adalah penyataan di kawasan s dari i(t) dan seterusnya.
CONTOH-3.1: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut:
)( 3)( c).
; )()10sin(5)( b). ; )()10cos(5)( a).2
3
21
tuetv
tuttvtuttvt−=
==
Solusi : Dengan mnggunakan Tabel-3.1 kita peroleh :
2
3)( )( 3)( c).
100s
50
)10(
105 )()()10sin(5)( b).
100
5
)10(
5)()()10cos(5)( a).
32
3
22222
22211
+=→=
+=
+×=→=
+=
+=→=
−s
stuetv
sstuttv
s
s
s
sstuttv
t V
V
V

Transformasi Laplace
59
Tabel 3.1. Pasangan Transformasi Laplace
Pernyataan Sinyal di Kawasan t : f(t)
Pernyataan Sinyal di Ka-wasan s : L[f(t)]=F(s)
impuls : δ(t) 1
anak tangga : u(t)
s
1
eksponensial : [e−at]u(t) as +
1
cosinus : [cos ωt] u(t) 22 ω+s
s
sinus : [sin ωt] u(t) 22 ω+
ωs
cosinus teredam : [e−atcos ωt] u(t) ( ) 22 ω++
+as
as
sinus teredam : [e−atsin ωt] u(t) ( ) 22 ω++
ωas
cosinus tergeser : [cos (ωt + θ)] u(t) 22
sincos
ω+θω−θ
s
s
sinus tergeser : [sin (ωt + θ)] u(t) 22
cossin
ω+θω+θ
s
s
ramp : [ t ] u(t) 2
1
s
ramp teredam : [ t e−at ] u(t) ( )2
1
as +

Transformasi Laplace
60 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
3.3. Sifat-Sifat Transformasi Laplace
3.3.1. Sifat Unik Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).
Dengan kata lain
Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk
gelombang V(s) adalah v(t).
Bukti dari pernyataan ini tidak kita bahas di sini. Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel transformasi Lapalace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s), dengan notasi L−1[F(s)] = f(t) . Hal terakhir ini akan kita bahas lebih lanjut setelah membahas sifat-sifat transformasi Laplace.
3.3.2. Sifat Linier
Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier.
Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.
Jika )()()( 2211 tfAtfAtf += maka transformasi Laplace-nya adalah
[ ])()(
)()( )()()(
2211
022
011
02211
sAsA
dttfAdttfAdtetfAtfAs st
FF
F
+=
+=+= ∫∫∫∞∞∞ −
(3.7)
dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).
CONTOH-3.2: a). Carilah transformasi Laplace dari :
)( )31()( 21 tuetv t−+=
b). Jika transformasi Laplace sinyal eksponensial Ae−atu(t) adalah 1/(s+a), carilah transformasi dari v2(t)=Acosωt u(t).

Transformasi Laplace
61
Solusi :
2
31)()( )31()( a). 1
21 +
+=→+= −ss
stuetv t V
( )
22222
2
2
2
11
2)(
)()(2
)(2
)()cos( b).
ω+=
ω+=
ω++
ω−=
+=
+=ω=
ω−ω
ω−ω
s
As
s
sA
jsjs
As
tuetueA
tuee
AtutA(t)v
tjtj
tjtj
V
3.3.3. Integrasi
Sebagaimana kita ketahui karakteristik i-v kapasitor dan induktor meli-batkan integrasi dan diferensiasi. Karena kita akan bekerja di kawasan s, kita perlu mengetahui bagaimana ekivalensi proses integrasi dan diferen-siasi di kawasan t tersebut. Transformasi Laplace dari integrasi suatu fungsi dapat kita lihat sebagai berikut.
Misalkan )()(0
1 dxxftft
∫= . Maka
dttfs
edxxf
s
edtedxxfs
sttststt
∫∫∫ ∫∞ −∞−∞
−−
−
−=
=0
1
00
1
00
1 )()( )()(F
Suku pertama ruas kanan persamaan di atas akan bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 pada t→∞ , dan juga akan bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol). Tinggallah suku kedua ruas kanan; jadi
s
sdtetf
sdttf
s
es st
st )( )(
1 )()( 1
0
1
0
1F
F ==−
−= ∫∫∞
−∞ −
(3.8)
Jadi secara singkat dapat kita katakan bahwa :

Transformasi Laplace
62 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
transformasi dari suatu integrasi bentuk gelombang f(t) di kawasan t dapat diperoleh dengan cara membagi F(s) dengan s.
CONTOH-3.3: Carilah transformasi Laplace dari fungsi ramp r(t)=tu(t).
Solusi :
Kita mengetahui bahwa fungsi ramp adalah integral dari fungsi anak tangga.
20 0
0
1 )()(
)()()(
sdtedxxus
dxxuttutr
stt
t
=
=→
==
−∞
∫ ∫
∫
R
Hasil ini sudah tercantum dalam Tabel.3.1.
3.3.4. Diferensiasi
Transformasi Laplace dari suatu diferensiasi dapat kita lihat sebagai berikut.
Misalkan dt
tdftf
)()( 1= maka
[ ] ∫∫∞ −∞−∞ − −−==0
1010
1 ))(()()(
)( dtestfetfdtedt
tdfs stststF
Suku pertama ruas kanan bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 untuk t→ ∞ , dan bernilai −f(0) untuk t = 0. Dengan demikian dapat kita tulis-kan
)0()()0()()(
110
1 fssfdtetfsdt
tdf st −=−=
∫
∞ − FL (3.9)
Transformasi dari suatu fungsi t yang diperoleh melalui diferen-siasi fungsi f(t) merupakan perkalian dari F(s) dengan s diku-rangi dengan nilai f(t) pada t = 0.

Transformasi Laplace
63
CONTOH-3.4: Carilah transformasi Laplace dari fungsi cos(ωt) dengan memandang fungsi ini sebagai turunan dari sin(ωt).
Solusi :
2222)0sin(
1)(
)sin(1)cos()(
ω+=
−ω+
ωω
=→
ωω
=ω=
s
s
sss
dt
tdttf
F
Penurunan di atas dapat kita kembangkan lebih lanjut sehingga kita mendapatkan transformasi dari fungsi-fungsi yang merupakan fungsi turunan yang lebih tinggi.
)0( )0( )0()()( )(
)( jika
)0( )0()()( )(
)( jika
1112
13
31
3
1112
21
2
ffsfssssdt
tfdtf
fsfsssdt
tfdtf
′′−′−−=→=
′−−=→=
FF
FF (3.10)
3.3.5. Translasi di Kawasan t
Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan translasi di kawasan t ini dapat dinyatakan sebagai berikut
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) untuk a > 0 adalah
e−asF(s).
Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut. Menurut definisi, transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) adalah
∫∞ −−−0
)()( dteatuatf st
Karena u(t−a) bernilai nol untuk t < a dan bernilai satu untuk t > a , ben-tuk integral ini dapat kita ubah batas bawahnya serta tidak lagi menulis-kan faktor u(t−a), menjadi
∫∫∞ −∞ − −=−−a
stst dteatfdteatuatf )()()(0

Transformasi Laplace
64 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Kita ganti peubah integrasinya dari t menjadi τ dengan suatu hubungan τ = (t−a). Dengan penggantian ini maka dt menjadi dτ dan τ = 0 ketika t = a dan τ = ∞ ketika t = ∞. Persamaan di atas menjadi
)()(
)()()(
0
0
)(
0
sedefe
defdteatuatf
assas
asst
F−∞ τ−−
∞ +τ−∞ −
=ττ=
ττ=−−
∫
∫∫ (3.11)
CONTOH-3.5: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang sinyal seperti yang tergambar di samping ini.
Solusi :
Model bentuk gelombang ini dapat kita tuliskan sebagai
)()()( atAutAutf −−= .
Transformasi Laplace-nya adalah :
s
eA
s
Ae
s
As
asas )1(
)(−
− −=−=F
3.3.6. Translasi di Kawasan s
Sifat mengenai translasi di kawasan s dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari e−αtf(t) adalah F(s + α).
Bukti dari pernyataan ini dapat langsung diperoleh dari definisi trans-formasi Laplace, yaitu
)()()(0
)(
0α+== ∫∫
∞ α+−∞ −α− sdtetfdtetfe tsstt F (3.19)
Sifat ini dapat digunakan untuk menentukan transformasi fungsi teredam jika diketahui bentuk transformasi fungsi tak teredamnya.
f(t)
A
0 a →t

Transformasi Laplace
65
CONTOH-3.6: Carilah transformasi Laplace dari fungsi-fungsi ramp teredam dan sinus teredam berikut ini :
)( cos b). ; )( a). 21 tutevettuv tt ω== α−α−
Solusi :
2222
22
211
2
)()( )( cos)( jika maka
, )()( cos)untuk Karena b).
)(
1)( )()( jika maka
, 1
)( )()(untuk Karena a).
ω+α+α+=⇒ω=
ω+=→ω=
α+=⇒=
=→=
α−
α−
s
sstutetv
s
sstuttv
ssettutv
ssttutv
t
t
V
V
V
F
(
3.3.7. Pen-skalaan (scaling)
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai :
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a
> 0 transformasi dari f(at) adalah
a
sF
a
1.
Bukti dari sifat ini dapat langsung diperoleh dari definisinya. Dengan mengganti peubah t menjadi τ = at maka transformasi Laplace dari f(at) adalah:
∫∫∞ τ−∞ −
=ττ=0
0
1)(
1)(
a
s
adef
adteatf a
sst F (3.12)
Jadi, jika skala waktu diperbesar (a > 1) maka skala frekuensi s mengecil dan sebaliknya apabila skala waktu diperkecil (a < 1) maka skala frekuensi menjadi besar.
3.3.8. Nilai Awal dan Nilai Akhir
Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan nilai awal dan nilai akhir dapat dinyatakan sebagai berikut.

Transformasi Laplace
66 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
0
0
)( lim)(lim :akhir Nilai
)( lim)(lim : awal Nilai
→∞→
∞→+→=
=
st
st
sstf
sstf
F
F
Jadi nilai f(t) pada t = 0+ di kawasan waktu (nilai awal) sama dengan nilai sF(s) pada tak hingga di kawasan s. Sedangkan nilai f(t) pada t = ∞ (nilai akhir) sama dengan nilai sF(s) pada titik asal di kawasan s. Sifat ini dapat diturunkan dari sifat diferensiasi.
CONTOH-3.7: Transformasi Laplace dari suatu sinyal adalah
)20)(5(
3100)(
+++=
sss
ssV
Carilah nilai awal dan nilai akhir dari v(t).
Solusi :
Nilai awal adalah :
0 )20)(5(
3100lim)( lim)( lim
0=
+++×==
∞→∞→+→ sss
sssstv
sstV
Nilai akhir adalah :
3)20)(5(
3100lim)( lim)( lim
0 0 =
+++×==
→→∞→ sss
sssstv
sstV
Tabel 3.2. memuat sifat-sifat transformasi Laplace yang dibahas di atas kecuali sifat yang terakhir yaitu konvolusi. Konvolusi akan dibahas di bagian akhir dari pembahasan mengenai transformasi balik.

Transformasi Laplace
67
Tabel 3.2. Sifat-sifat Transformasi Laplace
Pernyataan f(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)]
linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) A1F1(s) + A2 F2(s)
integrasi : ∫t
dxxf0
)( s
s)(F
diferensiasi : dt
tdf )( )0()( −− fssF
2
2 )(
dt
tfd
)0()0()(2 −− ′−− fsfss F
3
3 )(
dt
tfd
)0()0(
)0()( 23
−−
−
′′−−
−
fsf
fsss F
linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) A1F1(s) + A2 F2(s)
translasi di t: [ ] )()( atuatf −− )(se as F−
translasi di s : )(tfe at− )( as +F
penskalaan : )(atf
a
s
aF
1
nilai awal : 0
)(lim+→t
tf )( lim
∞→sssF
nilai akhir :
)(lim∞→t
tf 0)( lim
→sssF
konvolusi : dxxtfxft
)()(0
21 −∫ )()( 21 ss FF

Transformasi Laplace
68 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
3.4. Transformasi Balik
Berikut ini kita akan membahas mengenai transformasi balik, yaitu men-cari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui. Jika F(s) yang ingin dicari trans-formasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita cukup mudah. Akan tetapi dalam analisis rangkaian di kawasan s, pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari bentuk-bentuk gelombang sederhana. Dengan perkataan lain kita membuat F(s) menjadi transformasi dari suatu gelom-bang komposit dan kelinieran dari transformasi Laplace akan mem-berikan transformasi balik dari F(s) yang berupa jumlah dari bentuk-bentuk gelombang sederhana. Sebelum membahas mengenai transforma-si balik kita akan mengenal lebih dulu pengertian tentang pole dan zero.
3.4.1. Pole dan Zero
Pada umumnya, transformasi Laplace berbentuk rasio polinom
011
1
011
1)(asasasa
bsbsbsbs
nn
nn
mm
mm
++++++++= −
−
−−
L
LF (3.13)
yang masing-masing polinom dapat dinyatakan dalam bentuk faktor menjadi
)())((
)())(()(
21
21
n
m
pspsps
zszszsKs
−−−−−−=
L
LF (3.14)
dengan K = bm/an dan disebut faktor skala.
Akar-akar dari pembilang dari pernyataan F(s) di atas disebut zero karena F(s) bernilai nol untuk s = zk (k = 1, 2, …m). Akar-akar dari penyebut disebut pole karena pada nilai s = pk (k = 1, 2, …n) nilai penyebut menjadi nol dan nilai F(s) menjadi tak-hingga. Pole dan zero disebut frekuensi kritis karena pada nilai-nilai itu F(s) menjadi nol atau tak-hingga.
Peubah s merupakan peubah kompleks s = σ + jω. Dengan demikian kita dapat memetakan pole dan zero dari suatu F(s) pada bidang kompleks dan kita sebut diagram pole-zero. Titik pole diberi tanda ″× ″ dan titik zero diberi tanda ″o ″. Perhatikan contoh 3.8. berikut.

Transformasi Laplace
69
CONTOH-3.8: Gambarkan diagram pole-zero dari
ss
bas
asAs
ss
1)( c).
)(
)()( b).
1
1)( a).
22=
+++=
+= FFF
Solusi :
a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1 tanpa zero
tertentu.
b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −a. Pole dapat dicari dari
jbasbas ±−=→=++ di pole 0)( 22
c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.
3.4.2. Bentuk Umum F(s)
Bentuk umum F(s) adalah seperti (3.14) yaitu
)())((
)())(()(
21
21
n
m
pspsps
zszszsKs
−−−−−−=
L
LF
Jika jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, jadi n > m, kita katakan bahwa fungsi ini merupakan fungsi rasional patut. Jika fungsi ini mem-iliki pole yang semuanya berbeda, jadi pi ≠ pj untuk i ≠ j , maka dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai pole ganda.
σ
jω
× −1
σ
jω
σ
jω
+jb
−a −jb

Transformasi Laplace
70 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
3.4.3. Fungsi Dengan Pole Sederhana
Apabila fungsi rasional F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan menjadi berbentuk
)()()()(
2
2
1
1
n
n
ps
k
ps
k
ps
ks
−++
−+
−= LF (3.15)
Jadi F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana; konstanta k yang berkaitan dengan setiap fungsi pembangun F(s) itu kita sebut residu. Kita ingat bahwa transformasi balik dari masing-masing fungsi sederhana itu berbentuk ke−αt. Dengan demikian maka transformasi balik dari F(s) menjadi
tpn
tptp nekekektf +++= L2121)( (3.16)
Persoalan kita sekarang adalah bagaimana menentukan residu. Untuk mencari k1, kita kalikan kedua ruas (3.15) dengan (s − p1) sehingga faktor (s− p1) hilang dari ruas kiri sedangkan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s− p1). Kemudian kita substitusikan s = p1 sehingga semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1 dan dengan demikian diperoleh nilai k1. Untuk mencari k2, kita kalikan kedua ruas (3.15) dengan (s − p2) kemudian kita substitusikan s = p2; demikian seterusnya sampai semua nilai k diperoleh, dan transformasi balik dapat dicari.
CONTOH-3.9: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
)4)(1(
)2(6)( c).
;)3)(1(
)2(4)( b). ;
)3)(1(
4)( a).
+++=
+++=
++=
sss
ss
ss
ss
sss
F
FF
Solusi :
a). 31)3)(1(
4)( 21
++
+=
++=
s
k
s
k
sssF

Transformasi Laplace
71
231
41 substitusi
)1(3)3(
4 )1()(
11
21
=→=+−
→−=→
++
+=+
→+×→
kks
ss
kk
sssF
tt eetfss
s
kksss
3
22
22)( 3
2
1
2)(
213
43 substitusidan )3()(
−− −=⇒+
−++
=⇒
−=→=+−
→−=+×→
F
F
b). 31)3)(1(
)2(4)( 21
++
+=
+++=
s
k
s
k
ss
ssF
tt eetfss
s
kksss
kksss
3
22
11
22)( 3
2
1
2)(
213
)23(43 substitusidan )3()(
231
)21(41 substitusidan )1()(
−− +=⇒+
++
=⇒
=→=+−+−→−=+×→
=→=+−+−→−=+×→
F
F
F
c). 41)4)(1(
)2(6)( 321
++
++=
+++=
s
k
s
k
s
k
sss
ssF
Dengan cara seperti di a) dan b) kita peroleh
tt
s
ss
eetfsss
s
ss
sk
ss
sk
ss
sk
4
43
12
01
23)( 4
1
1
23)(
1)1(
)2(6
; 2)4(
)2(6 ; 3
)4)(1(
)2(6
−−
−=
−==
−−=→+−+
+−+=⇒
−=++=
−=++==
+++=→
F
3.4.4 Fungsi Dengan Pole Kompleks
Secara fisik, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = −α + jβ, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* = −α − jβ;

Transformasi Laplace
72 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil. Jadi untuk sinyal yang memang secara fisik kita temui, pole kompleks dari F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk
LL +β+α+
+β−α+
+=js
k
js
ks
*)(F (3.17)
Residu k dan k* pada pole konjugat juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana. Kita cukup mencari salah satu residu dari pole kompleks karena residu yang lain merupakan konjugatnya.
Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks akan berupa cosinus teredam. Tansformasi balik dari dua suku pada (3.17) adalah
)cos(2 2
2
*)(
)()(
))(())((
)()(
)()(
θ+β=+=
+=
+=
+=
α−θ+β−θ+β
α−
θ+β+α−θ+β−α−
β+α−θ−β−α−θ
β+α−β−α−
ttjtj
t
tjtj
tjjtjj
tjtjk
ekee
ek
ekek
eekeek
ekketf
(3.18)
Jadi f(t) dari (3.17) akan berbentuk :
LL +θ+β+= α− )cos(2)( tektf
CONTOH-3.10: Carilah transformasi balik dari
)84(
8)(
2 ++=
ssssF
Solusi :
Fungsi ini mempunyai pole sederhana di s = 0, dan pole kompleks yang dapat ditentukan dari faktor penyebut yang berbentuk kwadrat, yaitu
222
32164js ±−=−±−=

Transformasi Laplace
73
Uraian dari F(s) , penentuan residu, serta transformasi baliknya ada-lah sebagai berikut.
18
8
)84(
8
2222)84(
8)(
021
2212
==×++
=→
+++
−++=
++=
=
∗
s
ssss
k
js
k
js
k
s
k
ssssF
)4/3(2
)4/3(
22
2222
2
2
2
2
88
8
)22(
8
)22()84(
8
π−∗
π
+−=
+−=
=→
=−−
=++
=
−+×++
=→
j
j
js
js
ek
ejjss
jssss
k
[ ])4/32cos(2)(
2
2)(
2
2
2
2)(
2
)24/3()24/3(2
)22()4/3()22()4/3(
π++=
++=
++=⇒
−
+π−+π−
+−π−−−π
tetu
eeetu
eeeetuf(t)
t
tjtjt
tjjtjj
3.4.5. Fungsi Dengan Pole Ganda
Pada kondisi tertentu, fungsi F(s) dapat mempunyai pole ganda. Pen-guraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti biasanya. Un-tuk jelasnya kita ambil suatu fungsi yang mengandung pole ganda (dua pole sama) seperti pada (3.19) berikut ini.
221
1
))((
)()(
psps
zsKs
−−−=F (3.19)
Dengan mengeluarkan salah satu faktor yang mengandung pole ganda kita dapatkan

Transformasi Laplace
74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
−−−
−=
))((
)(1)(
21
1
2 psps
zsK
pssF (3.20)
Bagian yang didalam tanda kurung dari (3.20) mengandung pole sederhana sehingga kita dapat menguraikannya seperti biasa.
2
2
1
1
21
11 ))((
)()(
ps
k
ps
k
psps
zsKs
−+
−=
−−−=F (3.21)
Residu pada (3.21) dapat ditentukan, misalnya k1 = A dan k2 = B , dan faktor yang kita keluarkan kita masukkan kembali sehingga (3.20) menjadi
2212212 )())((
1)(
ps
B
psps
A
ps
B
ps
A
pss
−+
−−=
−+
−−=F
dan suku pertama ruas kanan diuraikan lebih lanjut menjadi
222
12
1
11
)()(
ps
B
ps
k
ps
ks
−+
−+
−=F (3.22)
Transformasi balik dari (3.22) adalah
tptptp Bteekektf 2211211)( ++= (3.23)
CONTOH-3.11: Tentukan transformasi balik dari fungsi:
2)2)(1()(
++=
ss
ssF
Solusi :
2)1(
1)2(
21)2(
1
)2)(1()2(
1
)2)(1()(
22
11
21
2
=+
=→−=+
=→
++
++=
+++=
++=
−=−= ss s
sk
s
sk
s
k
s
k
s
ss
s
sss
ssF

Transformasi Laplace
75
21211
2
)2(
2
21
)2(
2
)2)(1(
1
2
2
1
1
)2(
1)(
++
++
+=
++
++−=
++
+−
+=⇒
ss
k
s
k
sssssssF
ttt
ss
teeetfsss
s
sk
sk
222
212
111
2)( )2(
2
2
1
1
1)(
11
1 1
2
1
−−−
−=−=
++−=⇒+
++
++
−=⇒
=+
−=→−=+−=→
F
3.4.6. Konvolusi
Transformasi Laplace menyatakan secara timbal balik bahwa
)()((s) maka )()()( jika 2121 sstftftf FFF +=+=
)()((t) maka )()()( jika 2121 tftffsss +=+= FFF
Kelinieran dari transformasi Laplace ini tidak mencakup perkalian. Jadi
)()()( maka )()()( jika 2121 tftftfsss ≠= FFF
Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) yang merupakan hasil kali dua fungsi s yang berlainan, melibatkan sifat transformasi Laplace yang kita sebut konvolusi. Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
[ ] ∫∫ ττ−τ=ττ−τ=
=
=− ttdtffdtfftfs
sss
012
021
1
21
)()( )()()()(
maka )()()( jika
F
FFF
L (3.24)
Kita katakan bahwa transformasi balik dari perkalian dua F(s) diperoleh dengan melakukan konvolusi dari kedua bentuk gelombang yang ber-sangkutan. Kedua bentuk integral pada (3.24) disebut integral konvolusi.
Pandanglah dua fungsi waktu f1(τ) dan f2(t). Transformasi Laplace mas-ing-masing adalah
∫∞ τ− ττ=0
11 )()( defs sF dan ∫∞ −=0
22 )()( dtetfs stF .
Jika kedua ruas dari persamaan pertama kita kalikan dengan F2(s) akan kita peroleh

Transformasi Laplace
76 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
∫∞ τ− ττ=0
2121 )( )()()( dsefss s FFF .
Sifat translasi di kawasan waktu menyatakan bahwa e−sτ F2(s) adalah transformasi Laplace dari [ f2(t−τ) ] u(t−τ) sehingga persamaan tersebut dapat ditulis
∫ ∫∞ ∞ − τ
τ−τ−τ=0 0
2121 )()()()()( ddtetutffss stFF
Karena untuk τ > t nilai u(t−τ) = 0, maka integrasi yang berada di dalam kurung pada persamaan di atas cukup dilakukan dari 0 sampai t saja, se-hingga
∫ ∫
∫ ∫∞ −
∞ −
τ
τ−τ=
τ
τ−τ=
0 021
0 02121
)()(
)()()()(
ddtetff
ddtetffss
t st
t stFF
Dengan mempertukarkan urutan integrasi, kita peroleh
ττ−τ=
ττ−τ= ∫∫ ∫∞ − tstt
dtffdtedtffss0
210 0
2121 )()( )()()()( LFF
CONTOH-3.12: Carilah f(t) dari F(s) berikut.
)(
1)( c).
))((
1)( b).
)(
1)( a).
2
2
asss
bsass
ass
+=
++=
+=
F
FF
Solusi : a). Fungsi ini kita pandang sebagai perkalian dari dua fungsi.

Transformasi Laplace
77
attatt axatax
t xtaaxt
at
tedxedxe
dxeedxxtfxftf
etftf
assssss
−−+−−
−−−
−
===
=−=⇒
==→
+===
∫∫
∫∫
00
0
)(
021
21
2121
)()()(
)()(
)(
1)()(dengan )()()( FFFFF
b). Fungsi ini juga merupakan perkalian dari dua fungsi.
btat etfetf
bss
ass
sss
−− ==→
+=
+=
=
)(dan )(
)(
1)(dan
)(
1)(
dengan )()()(
21
21
21
FF
FFF
( )ba
ee
ba
ee
ba
eedxee
dxeedxxtfxftf
btattbabt
txbabtt xbabt
t xtbaxt
+−−=
+−−=
+−==
=−=⇒
−−+−−
+−−+−−
−−−
∫
∫∫
1
)()()(
)(
0
)(
0
)(
0
)(
021
c). Fungsi ketiga ini juga dapat dipandang sebagai perkalian dua fungsi.
22
020
0
00
)(
021
21
22121
1
10
0
)()()(
)(dan )(
1)(dan
1)(dengan )()()(
a
eat
a
e
a
tee
a
e
a
teedx
a
e
a
xee
dxxeedxxedxxtfxftf
etfttf
ass
sssss
atatatat
taxatatt axtax
at
t axatt xtat
at
−−
−−
−−−
−
+−=
−−−=
−−=
−=
==−=⇒
==→
+===
∫
∫∫∫
FFFFF

Transformasi Laplace
78 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
3.5. Solusi Persamaan Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
Dengan menggunakan transformasi Laplace kita dapat mencari solusi suatu persamaan rangkaian (yang sering berbentuk persamaan diferensial) dengan lebih mudah. Transformasi akan mengubah persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar biasa di kawasan s yang dengan mudah dicari solusinya. Dengan mentransformasi balik solusi di kawasan s tersebut, kita akan memperoleh solusi dari persamaan diferensialnya.
CONTOH-3.13: Gunakan transformasi Laplace untuk mencari solusi persamaan berikut.
5)0( , 010 ==+ +vvdt
dv
Solusi :
Transformasi Laplace persamaan diferensial ini adalah
10
5)( 0)(105)(
atau 0)(10)0()(
+=⇒=+−
=+− +
sssss
svss
VVV
VV
Transformasi balik memberikan tetv 105)( −=
Transformasi Laplace dapat kita manfaatkan untuk mencari solusi dari persamaan diferensial dalam analisis transien. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
1. Menentukan persamaan diferensial rangkaian di kawasan waktu.
2. Mentransformasikan persamaan diferensial yang diperoleh pada langkah 1 ke kawasan s dan mencari solusinya.
3. Transformasi balik solusi yang diperoleh pada langkah 2 untuk memperoleh tanggapan rangkaian.

Transformasi Laplace
79
CONTOH-3.14: Saklar S pada rangkaian di samping ini ditutup pada t = 0. Tentukan tegangan kapasitor untuk t > 0 jika sesaat sebelum S di-tutup tegangan kapasitor 2 V.
Solusi :
Langkah pertama adalah menentukan persamaan rangkaian untuk t > 0. Aplikasi HTK memberikan
026atau 01006 =++−=++− CC
C vdt
dvvi .
Langkah kedua adalah mentransformasikan persamaan ini ke kawa-san s, menjadi
0)(2)(26
atau 0)()0()(26
=+−+−
=+−+−
ssss
svsss
CC
CCC
VV
VV
Pemecahan persamaan ini dapat diperoleh dengan mudah.
5,0
56)(
53
dan 6)5,0(
3
5,0)5,0(
3)(
5,02
01
21
+−=⇒
−=+==++=→
++=
++
=
−==
sss
s
sk
s
sk
s
k
s
k
ss
ss
C
ss
C
V
V
Langkah terakhir adalah mentransformasi balik VC (s) :
V 56)( 5,0 tC etv −−=
+ −
100Ω S
12 V i +
vC −
0,02F

Transformasi Laplace
80 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-3.15: Pada rangkaian di samping ini, saklar S dipindahkan dari posisi 1 ke 2 pada t = 0. Tentukan i(t) untuk t > 0, jika sesaat sebelum saklar dipindah tegangan kapasitor 4 V dan arus induktor 2 A.
Solusi :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini setelah saklar ada di posisi 2 ( t > 0 ) memberikan
∫
∫=++++−
=++++−
041366
atau 0)0(1
66
idtdt
dii
vidtCdt
diLi C
Transformasi Laplace dari persamaan rangkaian ini menghasilkan
04)(
132)()(66
atau 04)(
13)0()()(66
=++−++−
=++−++−
ss
ssss
s
ss
sisss
sI
II
III
Pemecahan persamaan ini adalah :
2323
)23)(23(
22
136
22)(
11
2
js
k
js
k
jsjs
s
ss
ss
+++
−+=
++−++=
+++=→
∗
I
1/13 F
+
−
1 H 6 Ω
6 V
+ vC −
i S
1
2 Bagian
lain rangkaian

Transformasi Laplace
81
23
2
23
2)(
221123
22
oo
oo
4545
451
45
231
js
e
js
es
ekejjs
sk
jj
jj
js
+++
−+=⇒
=→=+=+++=→
−
−∗
+−=
I
Transformasi balik dari I(s) memberikan
A )2sin2(cos2
22)(3
)23(45)23(45 oo
tte
eeeetit
tjjtjj
−=
+=⇒
−
+−−−−

Transformasi Laplace
82 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Soal-Soal
1. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
)(]42[10)(
);(][10)(
)(]41[10)(
);(]1[10)(
424
423
2
21
tueetv
tueetv
tuttv
tuetv
tt
tt
t
−−
−−
−
−=
−=
+=−=
2. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
)(]10sin21[15)(
);(]10cos20[cos15)(
)(]20sin20[cos15)(
);()]3020[sin(15)(
4
3
2
o1
tuttv
tutttv
tutttv
tuttv
−=−=−=−=
3. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
)()]10sin21([20)(
);()]10cos20(cos[20)(
)()]20sin20(cos[20)(
);()]3020sin([20)(
24
23
22
o21
tutetv
tuttetv
tuttetv
tutetv
t
t
t
t
−=
−=
−=
−=
−
−
−
−
4. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
)(]10sin[20)(
);(20)(
)()]20)(sin20[(cos15)(
);()]10[cos15)(
24
23
2
21
tutetv
tutetv
tutttv
tuttv
t
t
−
−
=
=
==

Transformasi Laplace
83
5. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s. Carilah pern-yataannya di kawasan waktu t.
)4)(3)(2()(
;)3)(2(
)(
)3)(2()(
;)3)(2(
1)(
2
4
2
3
2
1
+++=
++=
++=
++=
sss
ss
ss
ss
ss
ss
sss
V
V
V
V
6. Carilah pernyataan di kawasan waktu dari sinyal yang dinyatakan di kawasan s berikut ini.
9)2()(
;9)2(
)(
;9)2(
1)(
2
2
3
22
21
++=
++=
++=
s
ss
s
ss
ss
V
V
V
7. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s; carilah pern-yataannya di kawasan waktu.
)3(
1)(
;)3(
1)(
;)3(
1)(
3
2
1
+=
+=
+=
sss
sss
ss
V
V
V

Transformasi Laplace
84 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
8. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s; carilah pern-yataannya di kawasan waktu.
256
10)(
;168
10)(
;1610
10)(
23
22
21
++=
++=
++=
sss
sss
sss
V
V
V
9. Carilah pernyataannya di kawasan waktu sinyal-sinyal berikut ini.
)4)(3)(2(
46346)(
;)4)(3)(2(
269)(
;)3)(2(
146)(
2
3
2
1
+++++
=
++++
=
+++=
sss
sss
sss
ss
ss
ss
V
V
V
10. Carilah pernyataannya di kawasan waktu sinyal-sinyal berikut ini.
)100)(20(
)200)(10()(
;)42(
)4)(1()(
; )3)(12(
2)(
3
222
21
++++=
++++
=
++++=
ss
sss
sss
sss
ssss
ss
V
V
V

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
85
BAB 4 Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
Setalah mempelajari bab ini kita akan
• memahami konsep impedansi di kawasan s.
• mampu melakukan transformasi rangkaian ke kawasan s.
• mampu melakukan analisis rangkaian di kawasan s.
Di bab sebelumnya kita menggunakan transformasi Laplace untuk me-mecahkan persamaan rangkaian. Kita harus mencari terlebih dahulu per-samaan rangkaian di kawasan t sebelum perhitungan-perhitungan di ka-wasan s kita lakukan. Berikut ini kita akan mempelajari konsep impedan-si dan dengan konsep ini kita akan dapat melakukan transformasi rangkaian ke kawasan s. Dengan transformasi rangkaian ini, kita lang-sung bekerja di kawasan s, artinya persamaan rangkaian langsung dicari di kawasan s tanpa mencari persamaan rangkaian di kawasan t lebih dulu.
Sebagaimana kita ketahui, elemen dalam analisis rangkaian listrik adalah model dari piranti yang dinyatakan dengan karakteristik i-v-nya. Jika analisis dilakukan di kawasan s dimana v(t) dan i(t) ditransformasikan menjadi V(s) dan I(s), maka pernyataan elemenpun harus dinyatakan di kawasan s.
4.1. Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s
4.1.1. Resistor
Hubungan arus dan tegangan resistor di kawasan t adalah
(t)Ritv RR =)(
Transformasi Laplace dari vR adalah
(s)RdtetRidtetvs Rst
Rst
RR IV ∫∫∞ −∞ − ===00
)( )()(
Jadi hubungan arus-tegangan resistor di kawasan s adalah
)( )( sRs RR IV = (4.1)
4.1.2. Induktor
Hubungan antara arus dan tegangan induktor di kawasan t adalah

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
86 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
dt
(t)diLtv L
L =)(
Transformasi Laplace dari vL adalah (ingat sifat diferensiasi dari trans-formasi Laplace) :
)0()( )(
)()(00
LLstLst
LL LissLdtedt
tdiLdtetvs −=
== −∞−∞
∫∫ IV
Jadi hubungan tegangan-arus induktor adalah
)0()()( LLL LissLs −= IV (4.2)
dengan iL (0) adalah arus induktor pada saat awal integrasi dilakukan atau dengan kata lain adalah arus pada t = 0. Kita ingat pada analisis transien di Bab-4, arus ini adalah kondisi awal dari induktor, yaitu i(0+) = i(0−).
4.1.3. Kapasitor
Hubungan antara tegangan dan arus kapasitor di kawasan t adalah
∫ +=t
cCC vdttiC
tv0
)0()(1
)(
Transformasi Laplace dari tegangan kapasitor adalah
s
v
sC
ss CC
C)0()(
)( += IV (4.3)
dengan vC(0) adalah tegangan kapasitor pada t =0. Inilah hubungan te-gangan dan arus kapasitor di kawasan s.
4.2. Konsep Impedansi di Kawasan s
Impedansi merupakan suatu konsep di kawasan s yang didefinisikan se-bagai berikut.
Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap arus di ka-wasan s dengan kondisi awal nol.
Sesuai dengan definisi ini, maka impedansi elemen dapat kita peroleh dari (4.1), (4.2), dan (4.3) dengan iL (0) = 0 maupun vC (0) = 0,

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
87
sCsC
sZsL
sL
sZR
s
sZ C
CL
LR
RR
1
)(
)( ;
)(
)( ;
)(
)( ======I
V
I
V
I
V (4.4)
Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resis-tor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana, mirip dengan relasi hukum Ohm.
)(1
; (s))( ; (s))( ssC
sLsRs CCLLRR IVIVIV === (4.5)
Sejalan dengan pengertian impedansi, dikembangkan pengertian ad-mitansi, yaitu Y = 1/Z sehingga untuk resistor, induktor, dan kapasitor kita mempunyai
sCYsL
YR
Y CLR === ; 1
; 1
(4.6)
4.3. Representasi Elemen di Kawasan s
Dengan pengertian impedansi seperti dikemukakan di atas, dan hubungan tegangan-arus elemen di kawasan s, maka elemen-elemen dapat direpre-sentasikan di kawasan s dengan impedansinya, sedangkan kondisi awal (untuk induktor dan kapasitor) dinyatakan dengan sumber tegangan yang terhubung seri dengan impedansi tersebut, seperti terlihat pada Gb. 4.1.
Resistor Induktor Kapasitor
Gb.4.1. Representasi elemen di kawasan s.
)( )( sRs RR IV = ; )0()()( LLL LissLs −= IV ; s
v
sC
ss CC
C)0()(
)( += IV
Representasi elemen di kawasan s dapat pula dilakukan dengan menggunakan sumber arus untuk menyatakan kondisi awal induktor dan kapasitor seperti terlihat pada Gb.4.2.
R
IR (s) +
VR(s)
−
− +
sL
LiL(0)
+
VL (s)
−
IL (s)
+ − s
vC )0(
+
VC (s)
−
IC (s)
sC
1

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
88 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gb.4.2. Representasi elemen di kawasan s.
)( )( sRs RR IV = ;
−=s
issLs L
LL)0(
)()( IV ;
( ))0()(1
)( CCC CvssC
s += IV
4.4. Transformasi Rangkaian
Representasi elemen ini dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s. Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan mengandung simpanan energi awal atau tidak. Jika tidak ada, maka sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi elemen tidak perlu kita gambarkan.
CONTOH 4.1: Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e−3t V. Transformasikan rangkaian ke kawasan untuk t > 0.
Solusi :
Pada t < 0, keadaan telah mantap. Arus induktor nol dan tegangan kapasitor sama dengan tegangan sumber 8 V.
Untuk t > 0, sumber tegangan adalah vs = 2e−3t yang transformasinya adalah
R
IR (s) +
VR(s)
−
sC
1
CvC(0)
IC (s)
+ VC (s)
−
IL (s)
+ VL (s)
−
sL
s
iL )0(
1/2 F
1 H 3 Ω
2e−3t V
+ vC −
S 1
2 + −
+ − 8 V

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
89
3
2)(
+=
sssV
Representasi kapasitor adalah impedansinya 1/sC = 2/s seri dengan sumber tegangan 8/s karena tegangan kapasitor pada t = 0 adalah 8 V. Representasi induktor impedansinya sL = s tanpa diserikan dengan sumber tegangan karena arus induktor pada t = 0 adalah nol.
Transformasi rangkaian ke kawasan s untuk t > 0 adalah
Perhatikan bahwa tegangan kapasitor VC (s) mencakup sumber te-gangan (8/s) dan bukan hanya tegangan pada impedansi (2/s) saja.
Setelah rangkaian ditransformasikan, kita mengharapkan dapat langsung mencari persamaan rangkaian di kawasan s. Apakah hukum-hukum, kai-dah, teorema rangkaian serta metoda analisis yang telah kita pelajari dapat kita terapkan? Hal tersebut kita bahas berikut ini.
4.5. Hukum Kirchhoff
Hukum arus Kirchhoff menyatakan bahwa untuk suatu simpul
∑=
=n
kk ti
1
0)(
Jika kita lakukan transformasi, akan kita peroleh
0)()()(11
001
==
=
∑∑ ∫∫ ∑==
∞ −∞ −
=
n
kk
n
k
stk
stn
kk sdtetidteti I (4.7)
Jadi hukum arus Kirchhoff (HAK) berlaku di kawasan s. Hal yang sama terjadi juga pada hukum tegangan Kirchhoff. Untuk suatu loop
s
2s 3
3
2
+s
+ − +
− s
8
+
VC(s)
−

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
90 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
0)( )()(
0)(
1100
1
1
==
=
⇒
=
∑∑ ∫∫ ∑
∑
==
∞ −∞ −
=
=n
kk
n
k
stk
stn
kk
n
kk
sdtetvdtetv
tv
V
(4.8)
4.6. Kaidah-Kaidah Rangkaian
Kaidah-kaidah rangkaian, seperti rangkaian ekivalen seri dan paralel, pembagi arus, pembagi tegangan, sesungguhnya merupakan konsekuensi hukum Kirchhoff. Karena hukum ini berlaku di kawasan s maka kaidah-kaidah rangkaian juga harus berlaku di kawasan s. Dengan mudah kita akan mendapatkan impedansi ekivalen maupun admitansi ekivalen
∑∑ == kparalelekivkseriekiv YYZZ ; (4.9)
Demikian pula dengan pembagi arus dan pembagi tegangan.
)()( ; )()(
sZ
Zss
Y
Ys total
seriekiv
kktotal
paralelekiv
kk VVII == (4.10)
CONTOH-4.2: Carilah VC (s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini.
Solusi :
Kaidah pembagi tegangan pada rangkaian ini memberikan
)()2)(1(
2 )(
23
2)(
23
/2)(
2s
sss
sss
ss
ss inininR VVVV
++=
++=
++=
Pemahaman :
Jika Vin(s) = 10/s maka
s
2s 3 +
−
+ VC (s) −
Vin (s)

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
91
ttC
C
s
ss
C
eetv
ssss
ssk
ssk
ssk
s
k
s
k
s
k
ssss
2
23
12
01
321
102010)(
2
10
1
2010)(
10)1(
20
; 20)2(
20 ; 10
)2)(1(
20
21)2)(1(
20)(
−−
−=
−==
+−=⇒
++
+−+=⇒
=+
=
−=+
==++
=→
++
++=
++=
V
V
Inilah tanggapan rangkaian rangkaian RLC seri (dengan R = 3Ω , L = 1H, C = 0,5 F) dengan masukan sinyal anak tangga yang amplitu-donya 10 V.
4.7. Teorema Rangkaian
4.7.1. Prinsip Proporsionalitas
Prinsip proporsionalitas merupakan pernyataan langsung dari sifat rangkaian linier. Di kawasan t, pada rangkaian dengan elemen-elemen resistor, sifat ini dinyatakan oleh hubungan
)()( tKxty =
dengan y(t) dan x(t) adalah keluaran dan masukan dan K adalah suatu konstanta yang ditentukan oleh nilai-nilai resistor yang terlibat. Trans-formasi Laplace dari kedua ruas hubungan diatas akan memberikan
)()( sKs XY =
dengan Y(s) dan X(s) adalah sinyal keluaran dan masukan di kawasan s. Untuk rangkaian impedansi,
)()( sKs s XY = (4.11)
Perbedaan antara prinsip proporsionalitas pada rangkaian-rangkaian re-sistor dengan rangkaian impedansi terletak pada faktor Ks. Dalam rangkaian impedansi nilai Ks, merupakan fungsi rasional dalam s. Se-bagai contoh kita lihat rangkaian seri RLC dengan masukan Vin(s). Jika tegangan keluaran adalah tegangan pada resistor VR (s), maka

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
92 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
)(1
)()/1(
)(2
sRCsLCs
RCss
sCsLR
Rs ininR VVV
++=
++=
Besaran yang berada dalam tanda kurung adalah faktor proporsionalitas. Faktor ini, yang merupakan fungsi rasional dalam s, memberikan hubungan antara masukan dan keluaran dan disebut fungsi jaringan.
4.7.2. Prinsip Superposisi
Prinsip superposisi menyatakan bahwa untuk rangkaian linier besarnya sinyal keluaran dapat dituliskan sebagai
⋅⋅⋅+++= )()()()( 332211o txKtxKtxKty
dengan x1, x2 , x3 … adalah sinyal masukan dan K1 , K2 , K3 … adalah konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung dari nilai-nilai ele-men dalam rangkaian. Sifat linier dari transformasi Laplace menjamin bahwa prinsip superposisi berlaku pula untuk rangkaian linier di kawasan s dengan perbedaan bahwa konstanta proporsionalitas berubah menjadi fungsi rasional dalam s dan sinyal-sinyal dinyatakan dalam kawasan s.
⋅⋅⋅+++= )()()()( 332211o sKsKsKs sss XXXY (4.12)
4.7.3. Teorema Thévenin dan Norton
Konsep mengenai teorema Thévenin dan Norton pada rangkaian-rangkaian impedansi, sama dengan apa yang kita pelajari untuk rangkaian dengan elemen-elemen resistor. Cara mencari rangkaian ekiva-len Thévenin dan Norton sama seperti dalam rangkaian resistor, hanya di sini kita mempunyai impedansi ekivalen Thévenin, ZT , dan admitansi ekivalen Norton, YN , dengan hubungan sbb:
)(
)(1
)(
)()( ;)()()(
s
s
YZ
Z
sssZsss
N
T
NT
T
ThsNTNhtT
I
V
VIIIVV
==
==== (4.13)

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
93
CONTOH-4.3: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian im-pedansi berikut ini.
Solusi :
))(/1(
/
)/1(
/1)()(
2222 ω++=
ω++==
sRCs
RCs
s
s
sCR
sCss htT VV
22
1)()(
ω+==
s
s
Rss hsN II
)/1(
1
/1
/)/1(||
RCsCsCR
sCRRCRZT +
=+
==
4.8. Metoda-Metoda Analisis
Metoda-metoda analisi, baik metoda dasar (metoda reduksi rangkaian, unit output, superposisi, rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton) mau-pun metoda umum (metoda tegangan simpul, arus mesh) dapat kita gunakan untuk analisis di kawasan s. Hal ini mudah dipahami mengingat hukum-hukum, kaidah-kaidah maupun teorema rangkaian yang berlaku di kawasan t berlaku pula di kawasan s. Berikut ini kita akan melihat contoh-contoh penggunaan metoda analisis tersebut di kawasan s.
+ −
B E B A N
22 ω+s
ssC
1R
+ −
B E B A N
TVZT

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
94 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
4.8.1. Metoda Unit Output
CONTOH-4.4: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini.
Solusi :
2
2
2
)( )()(
/1
1)( 1)()(
1)( :Misalkan
LCssCsLssCss
sCsC
sss
s
LCL
CC
=×=→==→
==→==→
=
VII
IVV
V
)(1
)()(
1)(
1
11)()()(
1)( 1)()()(
1212
2*1
22*1
22
sRCsLCs
RsKs
RCsLCs
R
sIK
R
RCsLCssC
R
LCssss
R
LCssLCssss
s
s
LR
RCLR
IIV
III
IVVV
++==⇒
++==⇒
++=++=+=⇒
+=→+=+=→
4.8.2. Metoda Superposisi
CONTOH-4.5: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah te-gangan induktor vo (t) pada rangkaian berikut ini.
Solusi :
Rangkaian kita trans-formasikan ke kawasan s menjadi
R 1/sC
sL
I1(s) + V2(s) −
IC (s) IR (s)
IL (s)
+ −
Bsinβt Au(t) R
L + vo −
R

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
95
Jika sumber arus dimatikan, maka rangkaian menjadi :
LRs
AA
sLR
L
s
A
sLR
RLsR
sLR
RLs
s
sLR
RLsZ RL
2/
2/
2)(
o1
//
+=
+=
++
+=⇒
+=→
V
Jika sumber tegangan dimatikan, rangkaian menjadi :
))(2/(22
111/1
)()(
2222
22o2
β++
β=
β+
β×
+=
β+
β×
++×=×=
sLRs
sRB
s
B
RsL
sRL
s
B
sLRR
sLsLsIsLs LV
+ − 22 β+
βs
B
s
AR
sL + Vo −
R
+ − s
A R sL
+ Vo1 −
R
22 β+β
s
BR sL
+ Vo2 −
R

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
96 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
θ−
−
θ
β−=
−=
β+=→
β+=θ
β+=
β−=
β−+=→
β+−=
β+=→
β−+
β++
+β
++
=
+=⇒
j
j
js
LRs
eLR
k
LR
eLRjLRjsLRs
sk
LR
LR
s
sk
js
k
js
k
LRs
kRB
LRs
A
sss
223
1
222
222/
221
321
o2o1o
4)/(
1
/
2tan
, 4)/(
1
2/
1
))(2/(
)2/(
)2/(
)(
2/22/
2/
)()()( VVV
( )
+β+
+
β+−
β+=⇒
θ−βθ−β−
−
−
)()(
22
222
2o
4)/(
1
)2/(
)2/(
22)(
tjtj
tL
R
tL
R
eeLR
eLR
LR
RBe
Atv
)cos(4)/(42
)(22
222
2
o θ−ββ+
β+
β+β
−=⇒−
tLR
RBe
LR
BRAtv
tL
R
4.8.3. Metoda Reduksi Rangkaian
CONTOH-4.6: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian selesaikanlah persoalan pada contoh 4.5.
Solusi :
Rangkaian yang ditransformasikan ke kawasan s kita gambar lagi seperti di samping ini.
+ − 22 β+
βs
B
s
AR
sL + Vo −
R

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
97
Jika sumber tegangan ditransformasikan menjadi sumber arus, kita mendapatkan rangkaian dengan dua sumber arus dan dua resistor diparalel.
Rangkaian tersebut dapat disederhanakan menjadi rangkaian dengan satu sumber arus, dan kemudian menjadi rangkaian dengan sumber tegangan.
Dari rangkaian terakhir ini kita diperoleh :
+
β+β×
+=
sR
A
s
BR
RsL
sLs
22o 22/)(V
))(2/(
)2/(
2/
2/)(
22oβ++
β++
=sLRs
sRB
LRs
AsV
Hasil ini sama dengan apa yang telah kita peroleh dengan metoda super-posisi pada contoh 4.20. Selanjutnya transformasi balik ke kawasan t dilakukan sebagaimana telah dilakukan pada contoh 4.20.
+
β+β
sR
A
s
BR222
R/2 sL
+ Vo −
+ −
22 β+β
s
B
sR
A R sL + Vo −
R
sR
A
s
B +β+
β22
R/2 sL + Vo −

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
98 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
4.8.4. Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin
CONTOH-4.7: Dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin selesaikanlah persoalan pa-da contoh 4.5.
Solusi :
Kita akan menggunakan gabungan metoda superpo-sisi dengan rangkaian ekivalen Thévenin.
Tegangan hubungan ter-buka pada waktu induktor dilepas, adalah jumlah te-gangan yang diberikan oleh sumber tegangan dan sumber arus secara terpisah, yaitu
22
22
2/2/
2
1)()(
β+β+=
β+β××+×
+==
s
RB
s
A
s
BR
s
A
RR
Rss htT VV
Dilihat dari terminal induktor, imped-ansi ZT hanyalah berupa dua resistor paralel, yaitu
2
RZT =
Dengan demikian maka tegangan induktor menjadi
))(2/(
)2/(
2/
2/
2/2/
2/)()(
22
22o
β++β+
+=
β+β+
+=
+=
sLRs
sRB
LRs
A
s
RB
s
A
RsL
sLs
ZsL
sLs T
TVV
Persamaan ini telah kita peroleh sebelumnya, baik dengan metoda superposisi maupun metoda reduksi rangkaian.
+ −
ZT
sL + Vo −
VT
+ − 22 β+
βs
B
s
AR
sL + Vo −
R
+ − 22 β+
βs
B
s
AR +
Vht −
R

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
99
4.8.5. Metoda Tegangan Simpul
CONTOH 4.8: Selesaikan persoalan pada contoh 4.5. dengan menggunakan metoda tegangan simpul.
Solusi :
Dengan referensi te-gangan seperti terlihat pada gambar di atas, persamaan tegangan simpul untuk simpul A adalah:
01111
)(22o =
β+β−−
++s
B
s
A
RsLRRsV
Dari persamaan tersebut di atas kita peroleh
))(2/(
)2/(
2/
2/
2
)(
atau 2
)(
22
22o
22o
β++β+
+=
β+β
++
=
β+β+=
+
sLRs
sRB
LRs
A
s
B
Rs
A
RLs
RLss
s
B
Rs
A
RLs
RLss
V
V
Hasil yang kita peroleh sama seperti sebelumnya.
Pemahaman :
Dalam analisis di kawasan s, metoda tegangan simpul untuk rangkaian dengan beberapa sumber yang mempunyai frekuensi ber-beda, dapat langsung digunakan. Hal ini sangat berbeda dari analisis di kawasan fasor, dimana kita tidak dapat melakukan superposisi fa-sor dari sumber-sumber yang mempunyai frekuensi berbeda.
+ − 22 β+
βs
B
s
AR
sL + Vo −
R
A
B

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
100 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
4.8.6. Metoda Arus Mesh
CONTOH-4.9: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan ener-gi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t).
Solusi :
Transformasi rangkaian ke kawasan s adalah seperti gambar berikut ini. Kita tetapkan referensi arus mesh IA dan IB. Persamaan arus mesh dari kedua mesh adalah
( ) 010)(
101010)(
010)(1001.0)(10
46
44
44
=×−
++
=×−++−
ss
s
ssss
AB
BA
II
II
Dari persamaan kedua kita peroleh:
( ))(
102)(
2s
s
ss BA II
+=→
Sehingga:
(((( )))) (((( ))))
))((
10
101002,0
10
101010202,0
10)()(
010)()(102
1001.010
642
4642
42
4
βα −−−−−−−−====
++++++++====
−−−−++++++++××××++++========⇒⇒⇒⇒
====××××−−−−++++++++++++−−−−⇒⇒⇒⇒
ssss
ssssss
sss
ss
s
B
BB
II
II
+ − 10kΩ
10mH
1µF 10 u(t)
i(t) 10kΩ
ss
10)(1 =V +
− 104
104 0.01s
s
610
I(s)
IA IB

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
101
50000004,0
1081010
; 10004,0
1081010dengan
484
484
−−−−≈≈≈≈××××−−−−−−−−−−−−====
−−−−≈≈≈≈××××−−−−++++−−−−====
β
α
[ ] mA 02,0)(
102100
10 ; 102
500000
10
50000100)500000)(100(
10)(
500000100
5
5000002
5
1001
21
tt
ss
eeti
sk
sk
s
k
s
k
sss
−−
−
−=
−
−=
−=⇒
×−=+
=×=+
=
++
+=
++=⇒ I

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
102 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Soal-Soal
1. Sebuah resistor 2 kΩ dihubungkan seri dengan sebuah induktor 2 H; kemudian pada rangkaian ini diterapkan sinyal tegangan v(t)=10u(t) V. Bagaimanakah bentuk tegangan pada induktor dan pada resistor ? Bagaimanakah tegangannya setelah keadaan mantap tercapai?
2. Ulangi soal 1 jika tegangan yang diterapkan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
3. Ulangi soal 1 jika tegangan yang diterapkan v(t) = [20cos300t] u(t) V.
4. Rangkaian seri resistor dan induktor soal 1 diparalelkan kapasitor 0.5 µF. Jika kemudian pada rangkaian ini diterapkan tegangan v(s)=10u(t) V bagaimanakah bentuk arus induktor ? Bagaimanakah arus tersebut setelah keadaan mantap tercapai?
5. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v(t)=[20sin300t]u(t) V.
6. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v(t)=[20cos300t]u(t) V.
7. Sebuah kapasitor 2 pF diserikan dengan induktor 0,5 H dan pada hubungan seri ini diparalelkan resistor 5 kΩ. Jika kemudian pada hubungan seri-paralel ini diterapkan sinyal tegangan v(t)=10u(t) V, bagaimanakah bentuk tegangan kapasitor ?
8. Ulangi soal 7 dengan tegangan masukan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
9. Sebuah resistor 100 Ω diparalelkan dengan induktor 10 mH dan pada hubungan paralel ini diserikan kapasitor 0,25 µF. Jika kemudian pada hubungan seri-paralel ini diterapkan tegangan v(t) = 10u(t) V, carilah bentuk tegangan kapasitor.
10. Ulangi soal 9 dengan tegangan masukan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
11. Carilah tanggapan status nol (tidak ada simpanan energi awal pada rangkaian) dari iL pada rangkaian berikut jika vs=10u(t) V.
+ − vs
1kΩ
1kΩ 0.1H
iL

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
103
12. Carilah tanggapan status nol dari vC dan iL pada rangkaian berikut jika vs=100u(t) V.
13. Carilah tanggapan status nol dari vC dan iL pada rangkaian berikut jika vs=[10cos20000t]u(t) V.
14. Carilah i pada rangkaian berikut, jika is=100u(t) mA dan tegangan awal kapasitor adalah vC (0) = 10 V.
15. Ulangi soal 14 untuk is=[100cos400t] u(t) mA.
16. Carilah vo pada rangkaian berikut, jika is=100u(t) mA dan arus awal induktor adalah iL (0) = 10 mA.
17. Ulangi soal 16 untuk is = [100cos400t] u(t) mA.
18. Carilah tanggapan status nol dari vL pada rangkaian berikut, jika vs= 10u(t) V , is = [10sin400t]u(t) mA.
is
0,1H 0,5kΩ
+ vL −
0,5kΩ + − vs
is + vo −
0,1H 5kΩ
5kΩ
is 0,05µF i
5kΩ 5kΩ
+ −
vs 500Ω
50mH 0,05µF
iL + vC −
+ − vs
5kΩ 50mH
0,05µF
iL + vC −

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
104 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
19. Carilah tanggapan status nol dari v2 pada rangkaian berikut jika vs = [10cos(900t+30o)] u(t) V.
20. Ulangi soal 17 jika tegangan awal kapasitor 5 V sedangkan arus awal induktor nol.
21. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan keluaran vo(t) jika tegangan masukan vs(t)=10u(t) mV.
22. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan keluaran vo(t) jika tegangan masukan vs(t)=10u(t) mV.
23. Untuk rangkaian berikut, tentukanlah vo dinyatakan dalam vin.
a).
+ −
10kΩ
1kΩ 100i
10kΩ
100kΩ
0,1µF + vo
− vs
i
+ −
+ vo
+ vin
R2 R1
C1
C2
+ −
10kΩ
1kΩ 50i
10kΩ
20pF
+ vo
− vs
i 2pF
+ −
v1 10kΩ
10mH
1µF+ v2 −
10kΩ

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
105
b).
c).
26. Untuk rangkaian transformator linier berikut ini tentukanlah i1 dan i2 .
27. Pada hubungan beban dengan transformator berikut ini, nyatakanlah impedansi masukan Zin sebagai fungsi dari M.
M
L1 L2 50Ω Zin
L1=20mH L2=2mH
i1 i2
M
L1 L2 + −
50Ω
80Ω 50u(t) V
L1=0,75H L2=1H
M = 0,5H
− + +
vo
+ vin R2
R1
C1
C2
R2
− +
+ vo
+ vin
10kΩ
1µF
10kΩ

Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace
106 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
28. Berapakah M agar Zin pada soal 27 menjadi
( )25000
250002,002,0
++=
s
ssZ in
29. Jika tegangan masukan pada transformator soal 28 adalah V 300cos10 tvin = , tentukan arus pada beban 50 Ω.

Fungsi Jaringan
107
BAB 5 Fungsi Jaringan
Pembahasan fungsi jaringan akan membuat kita
• memahami makna fungsi jaringan, fungsi masukan, dan fungsi alih;
• mampu mencari fungsi alih dari suatu rangkaian melalui analisis rangkaian;
• memahami peran pole dan zero dalam tanggapan rangkaian;
• mampu mencari fungsi alih rangkaian jika tanggapan terhadap sinyal impuls ataupun terhadap sinyal anak tangga diketahui.
5.1. Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan
Sebagaimana kita ketahui, prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s. Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan masukan berupa fungsi rasional dalam s yang disebut fungsi jaringan (network function). Secara formal, fungsi jaringan di kawasan s didefinisikan sebagai perbandingan antara tanggapan status nol dan sinyal masukan.
)(Masukan Sinyal
)( Nol Status Tanggapan Jaringan Fungsi
s
s= (5.1)
Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu a) kondisi awal harus nol dan b) sistem hanya mempunyai satu masukan.
Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu fungsi masukan (driving-point function) dan fungsi alih (transfer function). Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.
5.1.1. Fungsi Masukan Contoh fungsi masukan adalah impedansi masukan dan admitansi masukan, yang merupakan perbandingan antara tegangan dan arus di terminal masukan.
)(
)()( ;
)(
)()(
s
ssY
s
ssZ
V
I
I
V == (5.2)

Fungsi Jaringan
108 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
5.1.2. Fungsi Alih
Dalam rangkaian pemroses sinyal, pengetahuan mengenai fungsi alih sangat penting karena fungsi ini menentukan bagaimana suatu sinyal masukan akan mengalami modifikasi dalam pemrosesan. Karena sinyal masukan maupun sinyal keluaran dapat berupa tegangan ataupun arus, maka kita mengenal empat macam fungsi alih, yaitu
)(
)()( :Alih Impedansi
;)(
)()( :Alih Admitansi
)(
)()( : ArusAlih Fungsi
; )(
)()( :Tegangan Alih Fungsi
o
o
o
o
s
ssT
s
ssT
s
ssT
s
ssT
inZ
inY
inI
inV
I
V
V
I
I
I
V
V
=
=
=
=
(5.3)
TV (s) dan TI (s) tidak berdimensi. TY (s) mempunyai satuan siemens dan TZ (s) mempunyai satuan ohm. Fungsi alih suatu rangkaian dapat diperoleh melalui penerapan kaidah-kaidah rangkaian serta analisis rangkaian di kawasan s. Fungsi alih memberikan hubungan antara sinyal masukan dan sinyal keluaran di kawasan s. Berikut ini kita akan melihat beberapa contoh pencarian fungsi alih.
CONTOH-5.1: Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini.
Solusi :
RCs
RZ
R
RCsCs
RY
Cs
RCs
CsRZ
in
inin
+=⇒
+=+=+=+=
1
11 b). ;
11 a).
a).
R + − Cs
1Vs(s)
R
Cs
1Is(s)
b).

Fungsi Jaringan
109
CONTOH-5.2: Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut.
Solusi :
Kaidah pembagi tegangan untuk rangkaian a) dan kaidah pembagi arus untuk rangkaian b) akan memberikan :
sRCsCR
R
s
ssT
RCsCsR
Cs
s
ssT
inI
inV
+=
+==
+=
+==
1
1
/1
/1
)(
)()( b).
; 1
1
/1
/1
)(
)()( a).
o
o
I
I
V
V
CONTOH-5.3: Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini.
Solusi :
Transformasi rangkaian ke kawa-san s memberikan
( ) ( )
1)(
))(1(
/1
))(/1(
||/1
212
21
21
21
21
+++++=
+++++=
++=
CsRRLCs
RLsCsR
LsRCsR
RLsCsR
RLsCsRZin
2
2o
)(
)()(
RLs
R
s
ssT
inV +
==V
V
R1 R2
Ls
1/Cs
+ Vin(s)
−
+ Vo (s) −
a).
R
Cs
1+ Vin(s)
−
+ Vo(s) −
R Cs
1Iin(s)
b).
Io(s)
R1 R2
L
C
+ vin
−
+ vo
−

Fungsi Jaringan
110 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-5.4: Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini.
Solusi :
Transformasi rangkaian ke ka-wasan s memberikan rangkaian berikut ini :
( )1/1
//1||
11
1
11
1111 +
=+
==sCR
R
sCR
sCRsCRZin
1
1
1
1
)/1(||
)/1(||
)(
)()(
22
11
1
2
1
11
22
2
11
22
1
2o
++
−=
+×
+−=
−=−==
sCR
sCR
R
R
R
sCR
sCR
R
sCR
sCR
Z
Z
s
ssT
inV V
V
CONTOH-5.5: Tentukan fungsi alih rangkaian di samping ini.
Solusi :
Transformasi rangkaian ke kawasan s memberikan rangkaian dan persamaan beri-kut ini
−
+
R2
+ Vin(s)
−
+ Vo(s) −
R1
1/C1s 1/C2s
−
+
R2
+ vin
−
+ vo
−
R1
C1 C2
1MΩ
1µF
µvx
A
+ vs −
+ vx −
+ vo 1MΩ
1µF
+ −

Fungsi Jaringan
111
Persamaan tegangan untuk simpul A :
( )0
10
1010
101010
6
66
666
=
µ−
−−
++
−
−−
−−−
x
xin
A
s
s
V
VV
V
1)3(
1
)122(
atau 0)2)(1(
)1(1
1
/1010
/10 : sedangkan
2
2
66
6
+µ−+=⇒
=µ−−+++
=µ−−−++⇒
+=→+
=
+=
ss
ssss
sss
ss
s
s
in
x
inx
xxinx
xAA
Ax
V
V
VV
VVVV
VVV
VV
Fungsi alih : sss
s
s
ssT
s
x
sV
1)3()(
)(
)(
)()(
2o
+µ−+
µ=µ
==V
V
V
V
5.2. Peran Fungsi Alih
Dengan pengertian fungsi alih sebagaimana telah didefinisikan, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai
.kawasan di nol) status (tanggapankeluaran : )(
kawasan dimasukan sinyal pernyataan : )(
alih fungsiadalah )(dengan ; )()()(
ss
ss
sTssTs
Y
X
XY = (5.4)
Fungsi alih T(s) berupa fungsi rasional yang dapat dituliskan dalam ben-tuk rasio dari dua polinom a(s) dan b(s) :
106
106/s
µVx
A + Vx −
+ Vo(s) 106
106/s + −
+ Vs(s)
−

Fungsi Jaringan
112 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
011
1
011
1
)(
)()(
asasasa
bsbsbsb
sa
sbsT
nn
nn
mm
mm
++⋅⋅⋅⋅⋅+
++⋅⋅⋅⋅⋅+==
−−
−− (5.5)
Nilai koefisien polinom-polinom ini berupa bilangan riil, karena diten-tukan oleh parameter rangkaian yang riil yaitu R, L, dan C. Fungsi alih dapat dituliskan dalam bentuk
)())((
)())(()(
21
21
n
m
pspsps
zszszsKsT
−⋅⋅⋅⋅⋅−−−⋅⋅⋅⋅⋅−−= (5.6)
Dengan bentuk ini jelas terlihat bahwa fungsi alih akan memberikan zero di z1 …. zm dan pole di p1 …. pn . Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil. Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu, sesuai dengan persamaan (5.6), sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat berasal dari T(s) ataupun X(s). Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan; sedangkan yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).
CONTOH-5.6: Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-5.5 adalah vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk µ = 0,5.
Solusi :
Pernyataan sinyal masukan di kawasan s adalah : 4
)(2 +
=s
ssinV
Fungsi alih rangkaian telah diperoleh pada contoh 5.5; dengan µ = 0,5 maka
ss sssTV
15,2
5,0
1)3()(
22 ++=
+µ−+µ=
Dengan demikian sinyal keluaran menjadi
)2)(2()5,0)(2(
5,0
415,2
5,0)()()(
22o
jsjs
s
ss
s
s
ssssTs inV
−+++=
+++== VV
Pole dan zero adalah :

Fungsi Jaringan
113
5.2.1. Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Impuls
Sinyal masukan yang berbentuk gelombang impuls dinyatakan dengan x(t) = δ(t). Pernyataan sinyal ini di kawasan s adalah X(s) = 1. Dengan masukan ini maka bentuk sinyal keluaran Vo(s) akan sama dengan bentuk fungsi alih T(s).
)(1)()()()(o ssTssTs HXV =×== (5.7)
Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini kita sebut H(s) agar tidak rancu dengan T(s). Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s) hanya akan mengandung pole alami.
Kembali ke kawasan t, keluaran vo(t) = h(t) diperoleh dengan transforma-si balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial pada h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan memberikan komponen sinus teredam pada h(t) dan pole-pole yang lain akan mem-berikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat melalui contoh berikut.
CONTOH-5.7: Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-5.5 adalah vin = δ(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran untuk nilai µ = 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4, 5.
Solusi :
Fungsi alih rangkaian ini adalah : 1)3(
)(2 +µ−+
µ=ss
sTV
Dengan masukan vin = δ(t) yang berarti Vin(s) = 1, maka keluaran rangkaian adalah :
1)3()(
2 +µ−+µ=
sssH
5,0dan 2 di riil dua
)5,0)(2(
5,0
15,2
5,0)(5,0
2
−=−=⇒
++=
++=⇒=µ
sspole
sssssH
riil alami : 5.0
riil alami : 2
poles
poles
−=−=
imajiner paksa : 2
imaginer paksa : 2
riil paksa satu : 0
polejs
polejs
zeros
+=−=
=

Fungsi Jaringan
114 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
1 di riil dua )1(
5,0
12
1)(1
22−=⇒
+=
++=⇒=µ spole
ssssH
2/35,0 dikonjugat kompleks dua
)2/35,0)(2/35,0(
2
1
2)(2
2
jspole
jsjssss
±−=⇒
++−+=
++=⇒=µ H
1 di imajiner dua
)1)(1(
3
1
3)(3
2
jspole
jsjsss
±=⇒
−+=
+=⇒=µ H
2/35,0 dikonjugat kompleks dua
)2/35,0)(2/35,0(
4
1
4)(4
2
jspole
jsjssss
±=⇒
+−−−=
+−=⇒=µ H
1 di riil dua )1(
5
12
5)(5
22=⇒
−=
+−=⇒=µ spole
ssssH
Contoh-5.7 ini memperlihatkan bagaimana fungsi alih menentukan ben-tuk gelombang sinyal keluaran melalui pole-pole yang dikandungnya. Berbagai macam pole tersebut akan memberikan h(t) dengan perilaku sebagai berikut.
µ = 0,5 : dua pole riil negatif tidak sama besar; sinyal keluaran sangat teredam.
µ = 1 : dua pole riil negatif sama besar ; sinyal keluaran teredam kritis.
µ =2 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil negatif ; sinyal keluaran kurang teredam, berbentuk sinus teredam.
µ = 3 : dua pole imaginer; sinyal keluaran berupa sinus tidak te-redam.
µ = 4 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil positif ; sinyal keluaran tidak teredam, berbentuk sinus dengan amplitudo makin besar.
µ = 5 : dua pole riil posistif sama besar; sinyal keluaran ekspo-nensial dengan eksponen positif; sinyal makin besar dengan berjalannya t.

Fungsi Jaringan
115
Gambar berikut menjelaskan posisi pole dan bentuk tanggapan rangkaian di kawasan t yang berkaitan.
Gb.5.3. Posisi pole dan bentuk gelombang keluaran.
5.2.2. Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Anak Tangga
Transformasi sinyal masukan yang berbentuk gelombang anak tangga x(t) = u(t) adalah X(s) = 1/s. Jika fungsi alih adalah T(s) maka sinyal keluaran adalah
s
sTssTs
)()()()( == XY (5.8)
Jika kita bandingkan (5.8) ini dengan (5.7) dimana tanggapan terhadap sinyal impuls dinyatakan sebagai H(s), maka tanggapan terhadap sinyal anak tangga ini dapat kita sebut
s
s
s
sTs
)()()(
HG == (5.9)
Karena H(s) hanya mengandung pole alami, maka dengan melihat bentuk ini kita segera mengetahui bahwa tanggapan terhadap sinyal anak tangga di kawasan s akan mengandung satu pole paksa disamping pole-pole
-1 .2
0
1 .2
0 20
σ
jω
××××
××××
×××× ××××
××××
××××
××××
×××× ××××
pole di 0+j0 (lihat pembahasan berikut)
pole riil positif
pole di + α ± jβ
pole riil negatif
pole di − α ± jβ
pole di ± jβ

Fungsi Jaringan
116 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
alami. Pole paksa ini terletak di s = 0 + j0; pole inilah yang ditambahkan pada Gb. 5.3.
Mengingat sifat integrasi pada transformasi Laplace, maka g(t) dapat diperoleh jika h(t) diketahui, yaitu
∫=t
dxxhtg0
)()( (5.10)
Secara timbal balik, maka
kontinyu. tidak )( dimana
di kecuali titik semua diberlaku , )(
)(
tg
tdt
tdgth =
(5.11)
CONTOH-5.8: Dalam contoh-5.7, jika µ = 2 dan sinyal masukan berupa sinyal anak tangga, carilah pole dan zero sinyal keluaran.
Solusi :
Dengan µ = 2 fungsi alihnya adalah 1
2)(
2 ++=
sssTV
Dengan sinyal masukan X(s) = 1/s , tanggapan rangkaian adalah
sjsjsssss
)2/35,0)(2/35,0(
21
)1(
2)(
2 ++−+=
++=G
Dari sini kita peroleh :
00 di paksa satu : 0
negatif riilbagian dengan
konjugat kompleks dua : 2/35,0
jpole s
polejs
+=
±−=
5.3. Hubungan Bertingkat dan Kaidah Rantai Hubungan masukan-keluaran melalui suatu fungsi alih dapat kita gam-barkan dengan suatu diagam blok seperti Gb.5.4.a.
Gb.5.4. Diagram blok
Suatu rangkaian pemroses sinyal seringkali merupakan hubungan bertingkat dari beberapa tahap pemrosesan. Dalam hubungan bertingkat
T(s) X(s) Y(s)
a).
T1(s) Y1 (s)
b).
T2(s) Y(s) X(s)

Fungsi Jaringan
117
ini, tegangan keluaran dari suatu tahap menjadi tegangan masukan dari tahap berikutnya. Diagram blok dari hubungan bertingkat ini ditunjukkan oleh Gb.5.4.b. Untuk hubungan bertingkat ini berlaku kaidah rantai yaitu apabila suatu rangkaian merupakan hubungan bertingkat dari tahapan-tahapan yang masing-masing mempunyai fungsi alih tegangan TV1(s), TV2(s) ….dst. maka fungsi alih tegangan total rangkaian menjadi
)()()()( 11 sTsTsTsT VkVVV ⋅⋅⋅⋅= (5.12)
Kaidah rantai ini mempermudah kita dalam melakukan analisis dari suatu rangkaian yang merupakan hubungan bertingkat dari beberapa tahapan. Namun dalam hubungan bertingkat ini perlu kita perhatikan agar suatu tahap tidak membebani tahap sebelumnya. Jika pembebanan ini terjadi maka fungsi alih total tidak sepenuhnya menuruti kaidah rantai. Untuk menekan efek pembebanan tersebut maka harus diusahakan agar imped-ansi masukan dari setiap tahap sangat besar, yang secara ideal adalah tak hingga besarnya. Jika impedansi masukan dari suatu tahap terlalu rendah, kita perlu menambahkan rangkaian penyangga antara rangkaian ini dengan tahap sebelumnya agar efek pembebanan tidak terjadi. Kita akan melihat hal ini pada contoh berikut.
CONTOH-5.9: Carilah fungsi alih kedua rangkaian berikut; sesudah itu hubungkan kedua rangkaian secara bertingkat dan carilah fungsi alih total.
Solusi : Fungsi alih kedua rangkaian berturut-turut adalah
1
1
/1
/1)(
111 +
=+
=CsRCsR
CssTV dan
LsR
RsTV +
=2
22 )(
Jika kedua rangkaian dihubungkan maka rangkaian menjadi seperti di bawah ini.
Fungsi alih rangkaian gabungan ini adalah:
R1 + Vin −
1/Cs R2
Ls + Vo −
R1 + Vin −
1/Cs
+ Vo −
R2
Ls + Vo −
+ Vin −

Fungsi Jaringan
118 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
++++
++
=
+
+++
+++
+=
+++
+=
)()(
/1
)(/1
/1
)(/1
)(||/1
)(||/1)(
2122
2
2
2
12
2
2
2
2
2
12
2
2
2
RRsCRLLCs
LsR
LsR
R
RLsRCs
LsRCs
LsRCs
LsRCs
LsR
R
RLsRCs
LsRCs
LsR
RsTV
Pemahaman : Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan kedua rangkaian secara bertingkat tidak merupakan perkalian fungsi alih masing-masing. Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka dihub-ungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menambahkan rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian menjadi seperti di bawah ini.
Diagram blok rangkaian ini menjadi :
Contoh-5.9. di atas menunjukkan bahwa kaidah rantai berlaku jika suatu tahap tidak membebani tahap sebelumnya. Oleh karena itu agar kaidah rantai dapat digunakan, impedansi masukan harus diusahakan sebesar mungkin, yang dalam contoh diatas dicapai dengan menambahkan rangkaian penyangga. Dengan cara demikian maka hubungan masukan-keluaran total dari seluruh rangkaian dapat dengan mudah diperoleh jika hubungan masukan-keluaran masing-masing bagian diketahui. Pengembangan dari konsep ini akan kita lihat dalam analisis sistem.
5.4. Fungsi Alih dan Hubungan Masukan-Keluaran di Kawasan Waktu
Dalam pembahasan di atas dapat kita lihat bahwa jika kita bekerja di kawasan s, hubungan masukan-keluaran diberikan oleh persamaan
Vo(s) Vin(s) TV1 TV1 1
Vo1 Vo1
R1 + Vin −
1/Cs R2
Ls + Vo −
+ −

Fungsi Jaringan
119
)()()( ssTs XY =
Bagaimanakah bentuk hubungan masukan-keluaran di kawasan waktu? Menurut (5.9) T(s) = H(s), sehingga kita dapat menggunakan konvolusi untuk melakukan transformasi balik dari hubungan di atas dan kita dapatkan hubungan masukan-keluaran di kawasan waktu, yaitu
∫∫ ττ−τ=ττ−τ=tt
dthxdtxhty00
)()()()()( (5.13)
dengan h(t) adalah tanggapan impuls dari rangkaian.
Persamaan (5.13) ini memberikan hubungan di kawasan waktu, antara besaran keluaran y(t), besaran masukan x(t), dan tanggapan impuls rangkaian h(t). Hubungan ini dapat digunakan langsung tanpa melalui transformasi Laplace. Hubungan ini sangat bermanfaat untuk mencari keluaran y(t) jika h(t) ataupun x(t) diperoleh secara experimental dan sulit dicari transformasi Laplace-nya. Konvolusi berlaku untuk rangkaian linier invarian waktu. Jika batas bawah adalah nol (seperti pada 5.13), maka sinyal masukan adalah sinyal kausal, yaitu x(t) = 0 untuk t < 0.
5.5. Tinjauan Umum Mengenai Hubungan Masukan-Keluaran
Dari pembahasan mengenai fungsi alih diatas dan pembahasan mengenai hubungan masukan-keluaran pada bab-bab sebelumnya, kita dapat mengetahui bahwa hubungan antara sinyal keluaran dan sinyal masukan di suatu rangkaian dapat kita peroleh dalam beberapa bentuk. Di kawasan s, hubungan tersebut diperoleh melalui transformasi Laplace. Hubungan tersebut juga dapat kita peroleh di kawasan t melalui konvolusi. Di samping itu kita ingat pula bahwa hubungan antara sinyal keluaran dan sinyal masukan dapat pula diperoleh dalam bentuk persamaan diferensial, seperti yang kita temui pada waktu kita membahas analisis transien. Jadi kita telah mempelajari tiga macam bentuk hubungan antara sinyal keluaran dan sinyal masukan, yaitu
• transformasi Laplace, • konvolusi, • persamaan diferensial.
Kita masih akan menjumpai satu lagi bentuk hubungan sinyal keluaran dan sinyal masukan yaitu melalui transformasi Fourier. Akan tetapi sebe-lum membahas transformasi Fourier kita akan melihat lebih dulu tangga-pan frekuensi dalam bab berikut ini.

Fungsi Jaringan
120 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Soal-Soal
1. Terminal AB rangkaian berikut adalah terminal masukan, dan terminal keluarannya adalah CD. Tentukanlah admitansi masukannya (arus / tegangan masukan di kawasan s) jika terminal keluaran terbuka.
2. Jika tegangan masukan v1(t)=10u(t) V, gambarkan diagram pole-zero dari arus masukan dan sebutkan jenis pole dan zero yang ada
3. Tegangan keluaran v2(t) rangkaian soal 1 diperoleh di terminal CD. Tentukan fungsi alih tegangannya (tegangan keluaran / tegangan ma-sukan di kawasan s).
4. Jika tegangan masukan v1(t) = 10 u(t) V Gambarkan diagram pole-zero tegangan keluaran.
5. Ulangi soal 2 dengan tegangan masukan v1(t) = 10[sin100t]u(t) V.
6. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v1(t) = 10[sin100t]u(t) V.
7. Tentukan fungsi alih pada rangkaian berikut dan gambarkan digram pole-zero dari tegangan keluaran Vo(s)dan sebutkan jenis pole dan zeronya.
a). b).
c). d).
1kΩ 1kΩ
1H
0,5µF
D
A
B
C
+ −
R1 C
u(t)
+ vo
−
− +
R2
+ − L
R C u(t)
+ vo
−
+ −
R2 R1
C cos1000t
+ vo
−
+ − L
R1
R2 u(t)
+ vo
−
C

Fungsi Jaringan
121
e). f).
g). h),
8. Carilah fungsi alih, g(t), dan h(t) dari rangkaian berikut.
a). b).
c), d).
9. Carilah fungsi alih dari rangkaian hubungan bertingkat yang merupakan gabungan rangkaian-rangkaian pada soal nomer 8. Pilihlah sendiri mana yang menjadi tahap pertama dan mana yang menjadi tahap ke-dua.
+ −
R1 C
u(t)
+ vo
−
+ −
R2
L
100kΩ 1µF
+ vo
−
− +
10kΩ
+ vin
− 10kΩ
1µF +
vo
−
+ −
10kΩ
+
vin
−
1kΩ 1kΩ
1H
0,5µF
+
vin
−
+
vo
−
10kΩ
1kΩ
0,5H +
vin
−
+
vo
−
+ −
R1
C
u(t)
+ vo
−
+ −
R2
L
+ −
R1 C
u(t)
+ vo
−
+ −
R2
+ −
R1
C
u(t)
+ vo
−
+ −
R2

Fungsi Jaringan
122 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
13. Carilah fungsi alih dari suatu rangkaian jika diketahui bahwa tanggapannya terhadap sinyal anak tangga adalah :
( )( )( ) );( )( d).
);( 51)( c).
);( 1 )( b).
);()( a).
2000 1000
5000
5000
5000
tueetg
tuetg
tuetg
tuetg
tt
t
t
t
−−
−
−
−
−=
+−=
−=
−=
( )( ) )( 2000sin )( f).
);( )( e). 1000
2000 1000
tutetg
tueetgt
tt
−
−−
=
−=
( )
)( 2000)()( j).
; )( 1000)()( i).
);( 1000)( h).
; )( 2000sin )( g).
1000
1000
1000
1000
tuetth
tuetth
tueth
tutetg
t
t
t
t
−
−
−
−
−δ=
−δ=
−=
=
( )( ) )( 2000cos )( l).
);( 2000sin )( k). 1000
1000
tuteth
tutetht
t
−
−
=
=
14. Dengan menggunakan integral konvolusi carilah tegangan kapasitor pada rangkaian seri RC jika tegangan masukannya: (a) v1(t) = tu(t) ; (b) v1(t) = A e−α t u(t).

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
123
BAB 6 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi normal rangkaian pada umumnya adalah kondisi mantap dan dalam operasi tersebut banyak digunakan sinyal sinus baik pada pemrosesan energi maupun pemrosesan sinyal listrik. Dalam teknik energi listrik, tenaga listrik dibangkitkan, ditransmisikan, serta dimanfaatkan dalam bentuk sinyal sinus dengan frekuensi yang dijaga konstan yaitu 50 atau 60 Hz. Dalam teknik tele-komunikasi, sinyal sinus dimanfaatkan dalam selang frekuensi yang lebih lebar, mulai dari beberapa Hz sampai jutaan Hz. Untuk hal yang kedua ini, walaupun rangkaian beroperasi pada keadaan mantap, tetapi frekuen-si sinyal yang diproses dapat bervariasi ataupun mengandung banyak frekuensi (gelombang komposit), misalnya suara manusia ataupun suara musik. Karena impedansi satu macam rangkaian mempunyai nilai yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda, maka timbullah persoalan bagaimanakah tanggapan rangkaian terhadap perubahan nilai frekuensi atau bagaimanakah tanggapan rangkaian terhadap sinyal yang tersusun dari banyak frekuensi. Dalam bab inilah persoalan tersebut akan kita ba-has.
6.1. Tanggapan Rangkaian Terhadap Sinyal Sinus Keadaan Mantap
Pernyataan di kawasan s dari sinyal masukan berbentuk sinus x(t) = Acos(ωt+θ) adalah (lihat Tabel-3.1.) :
22
sincos)(
ω+θω−θ=
s
sAsX (6.1)
Jika T(s) adalah fungsi alih, maka tanggapan rangkaian adalah
)())((
sincos
)(sincos
)()()(22
sTjsjs
sA
sTs
sAssTs
ω+ω−θω−θ=
ω+θω−θ== XY
(6.2)
Sebagaimana telah kita bahas di bab sebelumnya, T(s) akan memberikan pole-pole alami sedangkan X(s) akan memberikan pole paksa dan pern-yataan (6.2) dapat kita uraikan menjadi berbentuk

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
124 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
n
n
ps
k
ps
k
ps
k
js
k
js
ks
−+⋅⋅⋅+
−+
−+
ω++
ω−=
2
2
1
1*
)(Y (6.3)
yang transformasi baliknya akan berbentuk
tpn
tptptjtj nekekeKekkety +⋅⋅⋅++++= ω−ω 2121
*)( (6.4)
Di kawasan t, pole-pole alami akan memberikan komponen transien yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik (dalam kebanyakan rangkaian praktis) dan tidak termanfaatkan dalam operasi normal. Komponen mantaplah yang kita manfaatkan untuk berbagai keperluan dan komponen ini kita sebut tanggapan mantap yang dapat kita peroleh dengan menghilangkan komponen transien dari (6.4), yaitu :
tjtjtm ekkety ω−ω += *)( (6.5)
Nilai k dapat kita cari dari (6.2) yaitu
)(2
sincos
)()(
sincos)()(
ωθ+θ=
ω+θω−θ=ω−=
ω=ω=
jTj
A
sTjs
sAsjsk
jsjs
Y
(6.6)
Faktor T(jω) dalam (6.6) adalah suatu pernyataan kompleks yang dapat kita tuliskan dalam bentuk polar sebagai |T(jω)|ejϕ dimana |T(jω)| adalah nilai mutlaknya dan ϕ adalah sudutnya. Sementara itu menurut Euler (cosθ + jsinθ) = ejθ. Dengan demikian (6.6) dapat kita tuliskan
ϕθ
ω= jj
ejTe
Ak )(2
(6.7)
Dengan (6.7) ini maka tanggapan mantap (6.5) menjadi
)cos( )(
2
)(
)(2
)(2
)(
)()(
ϕ+θ+ωω=
+ω=
ω+ω=
ϕ+θ+ω−ϕ+θ+ω
ω−ϕ−θ−
ωϕθ
tjTA
eejTA
eejTe
AeejTe
Aty
tjtj
tjjj
tjjj
tm
(6.8)

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
125
Persamaan (6.8) ini menunjukkan bahwa tanggapan keadaan mantap dari suatu rangkaian yang mempunyai fungsi alih T(s) dengan masukan sinyal sinus, akan :
• berbentuk sinus juga, tanpa perubahan frekuensi
• amplitudo berubah dengan faktor |T(jω)|
• sudut fasa berubah sebesar sudut dari T(jω), yaitu ϕ.
Jadi, walaupun frekuensi sinyal keluaran sama dengan frekuensi sinyal masukan tetapi amplitudo maupun sudut fasanya berubah dan perubahan ini tergantung dari frekuensi. Kita akan melihat kejadian ini dengan suatu contoh.
CONTOH-6.1: Carilah sinyal keluaran keadaan mantap dari rangkaian di samping ini jika masukannya adalah vs = 10√2cos(50t + 60o) V.
Solusi :
Transformasi rangkaian ke kawasan s memberikan rangkaian impedansi seperti di samping ini.
Fungsi alih rangkaian ini adalah
50
50
1002
100)(
+=
+=
sssTV .
Karena frekuensi sinyal ω = 50 , maka
o
1
45
)50/50(tan22 2
1
5050
50
5050
50)50( j
jV e
ejjT −=
+=
+=
−
Keluaran keadaan mantap adalah :
)1550cos(10)456050cos(2
210)( ooo
o +=−+= tttv
Pemahaman :
Frekuensi sinyal keluaran sama dengan sinyal masukan, yaitu ω = 50 rad/sec.
Amplitudo sinyal masukan V 210=maksv , sedangkan
+ vo −
+ −
2H 100Ω
vs
+ Vo −
+ −
2s 100
Vs

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
126 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
2
1)50()( ==ω jj VV TT .
Amplitudo sinyal keluaran
V 102
1210)(o =×=ω= jTvv smaksmaks
Sudut fasa sinyal masukan θ = 60o, sedang sudut |T(jω)| = −45o.
Sudut fasa sinyal keluaran : θ + ϕ = 60o − 45o = 15o.
6.2. Pernyataan Tanggapan Frekuensi
6.2.1. Fungsi Gain dan Fungsi Fasa
Faktor pengubah amplitudo, yaitu |T(jω)| yang merupakan fungsi frekuensi, disebut fungsi gain yang akan menentukan bagaimana gain (perubahan amplitudo sinyal) bervariasi terhadap perubahan frekuensi. Pengubah fasa ϕ yang juga merupakan fungsi frekuensi disebut fungsi fasa dan kita tuliskan sebagai ϕ(ω); ia menunjukkan bagaimana sudut fasa sinyal berubah dengan berubahnya frekuensi. Jadi kedua fungsi tersebut dapat menunjukkan bagaimana amplitudo dan sudut fasa sinyal sinus berubah terhadap perubahan frekuensi atau dengan singkat disebut sebagai tanggapan frekuensi dari rangkaian. Pernyataan tanggapan ini bisa dalam bentuk formulasi matematis ataupun dalam bentuk grafik.
CONTOH-6.2: Selidikilah perubahan gain dan sudut fasa terhadap perubahan frekuensi dari rangkaian orde-1 di bawah ini.
Solusi :
Setelah di transformasikan ke kawasan s, diperoleh
+ vo −
+ −
1 H
500Ωvs 500Ω

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
127
1000tan)( : fasa fungsi
1000
500)( : fungsi
1000
500)(
1000
500)( : rangkaian alih fungsi
1
22
ω−=ωϕ⇒
ω+=ω⇒
+ω=ω⇒
+=
−
jTgain
jjT
ssT
V
V
V
Untuk melihat dengan lebih jelas bagaimana gain dan fasa berubah terhadap frekuensi, fungsi gain dan fungsi fasa di plot terhadap ω. Absis ω dibuat dalam skala logaritmik karena rentang nilai ω sangat besar. Hasilnya terlihat seperti gambar di bawah ini.
Kurva gain menunjukkan bahwa pada frekuensi rendah terdapat gain tinggi yang relatif konstan, sedangkan pada frekuensi tinggi gain menurun dengan cepat. Kurva fungsi fasa menujukkan bahwa pada frek-uensi rendah sudut fasa tidak terlalu berubah tetapi kemudian cepat menurun mulai suatu frekuensi tertentu.
Gain tinggi di daerah frekuensi rendah pada contoh di atas menunjuk-kan bahwa sinyal yang berfrekuensi rendah mengalami perubahan am-
-90
-45
01 10 100 1000 10000 1E+05
ϕ [o]
Gain passband stopband
0
0.5
1 10 100 1000 10000 1E+05
0.5/√2
ω
ωC

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
128 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
plitudo dengan faktor tinggi, sedangkan gain rendah di frekuensi tinggi menunjukkan bahwa sinyal yang berfrekuensi tinggi mengalami peru-bahan amplitudo dengan faktor rendah. Daerah frekuensi dimana terjadi gain tinggi disebut passband sedangkan daerah frekuensi dimana terjadi gain rendah disebut stopband. Nilai frekuensi yang menjadi batas antara passband dan stopband disebut frekuensi cutoff , ωC . Nilai frekuensi cutoff biasanya diambil nilai frekuensi dimana gain menurun dengan faktor 1/√2 dari gain maksimum pada passband.
Dalam contoh-6.2 di atas, rangkaian mempunyai satu passband yang terentang dari frekuensi ω = 0 (tegangan searah) sampai frekuensi cut-toff ωC , dan satu stopband mulai dari frekuensi cutoff ke atas. Dengan kata lain rangkaian ini mempunyai passband di daerah frekuensi rendah saja sehingga disebut low-pass gain. Inilah tanggapan frekuensi rangkaian pada contoh-6.2.
Kebalikan dari low-pass gain adalah high-pass gain, yaitu jika passband berada hanya di daerah frekuensi tinggi saja seperti pada contoh 6.3. berikut ini.
CONTOH-6.3: Selidikilah tanggapan frekuensi rangkaian di bawah ini.
Solusi :
Fungsi alih rangkaian adalah
21o
42
225
10tan90)( ;
10
5,0)(
10
5,0)(
10
5,0
1000/10
500)(
ω−=ωϕ⇒+ω
ω=ω⇒
+ω
ω×=ω→+
=+
=
−jT
j
jjT
s
s
ssT
V
VV
+ vo −
+ − 500
vs 500105/s

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
129
Kurva gain dan fasa terlihat seperti pada gambar di bawah ini. Stopband ada di daerah frekuensi rendah sedangkan passband ada di daerah frekuensi tinggi. Inilah karakteristik high-pass gain
6.2.2. Decibel
Dalam meninjau tanggapan frekuensi, gain biasanya dinyatakan dalam decibel (disingkat dB) yang didefinisikan sebagai
)(log20 dB dalamGain ω= jT (6.9)
Gain dalam dB dapat bernilai nol, positif atau negatif. Gain dalam dB akan nol jika |T(jω)| bernilai satu, yang berarti sinyal tidak diperkuat ataupun diperlemah; jadi gain 0 dB berarti amplitudo sinyal keluaran sama dengan sinyal masukan. Gain dalam dB akan positif jika |T(jω)| >1, yang berarti sinyal diperkuat, dan akan bernilai negatif jika |T(jω)| < 1, yang berarti sinyal diperlemah.
Frekuensi cutoff adalah frekuensi dimana gain telah turun 1/√2 = 0.707 kali nilai gain maksimum dalam passband. Jadi pada frekuensi cutoff, nilai gain adalah
dB 3)(
2log)(log20)(2
1log20
dB −ω=
−ω=
ω
maks
maksmaks
jT
jTjT (6.10)
0
45
901 10 100 1000 10000 100000
ϕ [o]
0.5/√2
ωC
0
0.5
1 10 100 1000 10000 1E+05ω
Gain stopband passband

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
130 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa frekuensi cutoff adalah frek-uensi di mana gain telah turun sebanyak 3 dB.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, mengenai satuan decibel terse-but, berikut ini contoh numerik gain dalam dB yang sebaiknya kita ingat.
CONTOH-6.4: Berapa dB-kah nilai gain sinyal yang diperkuat K kali , jika K = 1; √2 ; 2 ; 10; 30; 100; 1000 ?
Solusi : Untuk sinyal yang diperkuat K kali,
( ) ( ) ( )KjTjTKgain log20)(log20)(log20 +ω=ω=
Jadi pertambahan gain sebesar 20log(K) berarti penguatan sinyal K kali.
dB 601000log20 : 1000
dB 40 100log20 : 100
dB 30 30log20 : 30
dB 20 10log20 : 10
dB 6 2log20 : 2
dB 3 2log20 : 2
dB 0 1log20 : 1
=⇒==⇒=≈⇒==⇒=≈⇒=≈⇒=
=⇒=
gainK
gainK
gainK
gainK
gainK
gainK
gainK
Jika faktor K tersebut di atas bukan penguatan akan tetapi perlema-han sinyal maka gain menjadi negatif.
dB 60 : 1000/1
dB 40 : 100/1
dB 30 : 30/1
dB 20 : 10/1
dB 6 : 2/1
dB 3 : 2/1
−⇒=−⇒=−⇒=−⇒=−⇒=−⇒=
gainK
gainK
gainK
gainK
gainK
gainK

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
131
6.2.3. Kurva Gain Dalam Decibel
Kurva gain dibuat dengan absis (frekuensi) dalam skala logaritmik (ka-rena rentang frekuensi yang sangat lebar); jika gain dinyatakan dalam dB yang juga merupakan bilangan logaritmik sebagaimana didefinisikan pada (6.9), maka kurva gain akan berbentuk garis-garis lurus.
Low-pass gain. Dengan menggunakan satuan dB, kurva low-pass gain pada contoh-6.2 adalah seperti terlihat pada ganbar di bawah ini. Gain hampir konstan −6 dB di daerah frekuensi rendah, sedangkan di daerah frekuensi tinggi gain menurun dengan kemiringan yang hampir konstan pula.
High-pass gain. Dalam skala dB, high-pass gain pada contoh-6.3 adalah seperti terlihat pada ganbar di bawah ini. Gain hampir konstan −6 dB di daerah frekuensi tinggi sedangkan di daerah frekuensi rendah gain meningkat dengan kemiringan yang hampir konstan pula
Band-pass gain. Apabila gain meningkat di daerah frekuensi rendah dengan kemiringan yang hampir konstan, dan menurun di daerah frek-uensi tinggi dengan kemiringan yang hampir konstan pula, sedangkan gain tinggi berada di antara dua frekuensi cutoff kita memiliki karakteris-tik band-pass gain.
Gain [dB]
-40
-20
0
1 10 100 1000 10000 1E+05ω
−6
ωC
−9
-40
-20
0
1 10 100 1000 10000 1E+05
Gain [dB]
ω
−6
ωC
−9

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
132 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Band-pass gain kita peroleh pada rangkaian orde-2 yang akan kita pela-jari lebih lanjut di bab selanjutnya. Walaupun demikian kita akan melihat rangkaian orde-2 tersebut sebagai contoh di bawah ini.
CONTOH-6.5: Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde-2 di samping ini. Gain belum dinyatakan dalam dB.
Solusi :
Fungsi alih rangkaian ini adalah
)1000)(100(
1100
101100
1100
/101100
1100)(
525 ++=
++=
++=
ss
s
ss
s
sssTV
2222 1000100
1000)(
)1000)(100(
1100)(
+ω×+ω
ω=ω⇒
+ω+ωω=ω
jT
jj
jjT
V
V
Kurva gain terlihat seperti gambar di bawah ini. Di sini terdapat satu passband , yaitu pada ω antara 100 ÷ 1000 dan dua stopband di daerah frekuensi rendah dan tinggi.
+ −
+ Vo(s) − Vin(s) 1100
s 105/s
-40
-20
0
1 10 100 1000 10000 1E+05
Gain [dB]
ω
−3
ωC

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
133
Apabila kurva gain dibuat dalam dB, kurva yang akan diperoleh adalah seperti diperlihatkan di atas.
CONTOH-6.6: Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde-2 di samping ini. Gain belum dinya-takan dalam dB.
Solusi :
Fungsi alih rangkaian ini adalah
28226
62
642
62
642
62
5
5
10)10(
10)(
1010
10)(
1010
10
/101,0
/101,010
10)(
ωω
ωω
ωω
ωω
++++−−−−
++++−−−−====⇒⇒⇒⇒
++++++++−−−−
++++−−−−====
++++++++
++++====
++++
××××++++
====
jT
jjT
ss
s
ss
sssT
V
V
V
Kurva gain adalah seperti gambar di bawah ini.
passband stopband passband
ω 0
0.7
1.4
1 100 10000 1000000
1
1/√2
Gain
0
0.7
1.4
1 10 100 1000 10000
Gain
1
1/√2
ω
passband stopband stopband
+ Vo(s) −
Vin(s)
10
0,1s 105/s +
−

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
134 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Kurva ini menunjukkan bahwa ada satu stopband pada ω antara 100 ÷ 10000 dan dua passband masing-masing di daerah frekuensi ren-dah dan tinggi.
Karakteristik gain seperti pada contoh-6.5. disebut band-pass gain se-dangkan pada contoh-6.6 disebut band-stop gain. Frekuensi cutoff pada band-pass gain ada dua; selang antara kedua frekuensi cutoff disebut bandwidth (lebar pita).
6.3. Bode Plot
Bode plots adalah grafik gain dalam dB ( |T(jω|dB ) serta fasa (ϕ(ω) ) sebagai fungsi dari frekuensi dalam skala logaritmik. Kurva-kurva ini berbentuk garis-garis lengkung. Walaupun demikian kurva ini mendekati nilai-nilai tertentu secara asimtotis, yang memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan dengan garis lurus dengan patahan di titik-titik belok. Melalui pendekatan ini, penggambaran akan lebih mudah dil-akukan. Bila kita ingin mendapatkan nilai yang lebih tepat, terutama di sekitar titik belok, kita dapat melakukan koreksi-koreksi pada kurva pen-dekatan ini.
Manfaat Bode plots dapat kita lihat misalnya dalam proses perancangan rangkaian; kurva-kurva pendekatan garis lurus tersebut merupakan cara sederhana tetapi jelas untuk menyatakan karakteristik rangkaian yang diinginkan. Dari sini kita dapat menetapkan maupun mengembangkan persyaratan-persyaratan perancangan. Selain dari pada itu, tanggapan frekuensi dari berbagai piranti, perangkat maupun sistem, sering dinyatakan dengan menggunakan Bode plots. Pole dan zero dari fungsi alih peralatan-peralatan tersebut dapat kita perkirakan dari bentuk Bode plots yang diberikan. Berikut ini kita akan mempelajari tahap demi tahap penggambaran Bode plots dengan pendekatan garis lurus. Kita akan mulai dari rangkaian orde-1 disusul dengan rangkaian orde-2.
6.3.1. Low-Pass Gain
Bentuk fungsi alih rangkaian orde-1 dengan karakteristik low-pass gain adalah
α+=
s
KsTV )( (6.11)
K dapat bernilai riil positif ataupun negatif. Jika K positif berarti K mempunyai sudut θK = 0o dan jika negatif mempunyai sudut θK = ±180o.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
135
Pole fungsi alih ini haruslah riil negatif karena hanya pole negatif (di sebelah kiri sumbu imajiner dalam bidang s) yang dapat membuat rangkaian stabil; komponen transiennya menuju nol untuk t →∞. Hanya rangkaian yang stabil sajalah yang kita tinjau dalam analisis mengenai tanggapan frekuensi.
Dari (6.11) kita dapatkan :
( )αω+α=
α+ω=ω
/1)(
j
K
j
KjT (6.12)
Fungsi gain dan fungsi fasa dapat kita tuliskan
)/(tan)(dan )/(1
/)( 1
2αω−θ=ωϕ
αω+
α=ω −
KVK
jT (6.13)
Fungsi gain dalam satuan dB, menjadi
( )
αω+−α=ω 2dB
)/(1log20/log20)( KjTV (6.14)
Fungsi gain ini terdiri dari dua komponen, yang ditunjukkan oleh suku pertama dan suku kedua ruas kanan (6.14). Komponen pertama bernilai konstan untuk seluruh frekuensi. Komponen kedua tergantung dari frekuensi dan komponen inilah yang menyebabkan gain berkurang dengan naiknya frekuensi. Komponen ini pula yang menentukan frekuensi cutoff, yaitu saat (ω/α) =1 dimana komponen ini mencapai nilai −20log√2 ≈ −3 dB. Jadi dapat kita katakan bahwa frekuensi cutofff ditentukan oleh komponen yang berasal dari pole fungsi alih, yaitu
α=ωC (6.15)
Gb.6.1. memperlihatkan perubahan nilai komponen kedua tersebut sebagai fungsi frekuensi, yang dibuat dengan α = 1000. Dengan pola perubahan komponen kedua seperti ini maka gain total akan tinggi di daerah frekuensi rendah dan menurun di daerah frekuensi tinggi, yang menunjukkan karakteristik low-pass gain. Kurva ini mendekati nilai tertentu secara asimtotis yang memungkinkan dilakukannya pendekatan garis lurus sebagai berikut.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
136 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gb.6.1. Pola perubahan−log√((ω/α)2+1); α=1000 ; dan pendekatan garis
lurusnya.
Untuk frekuensi rendah, (ω/α) << 1 atau ω << α , komponen kedua dapat didekati dengan.
( ) 01log20)/(1log20 2 =−≈
αω+− (6.17)
yang akan memberikan kurva garis lurus horisontal di 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi, (ω/α)>>1 atau ω>>α, komponen kedua tersebut didekati dengan
( )αω−≈
αω+− /log20)/(1log20 2 (6.18)
sehingga kurvanya berupa garis lurus menurun terhadap log(ω). Untuk setiap kenaikan frekuensi 10 kali, yang kita sebut satu dekade, penurunan itu adalah
( ) ( ) dB 2010log20/log20/10log20 −=−=αω−αω−
Jadi pendekatan garis lurus untuk komponen kedua ini adalah garis nol untuk 1<ω<α dan garis lurus −20 dB per dekade untuk ω>α. Titik belok terletak pada perpotongan kedua garis ini, yaitu pada (ω/α) =1, yang be-rarti terletak di frekuensi cutoff, seperti terlihat pada Gb.6.1.
Tanggapan fasa kita peroleh dari fungsi fasa (6.13) yaitu
)/(tan)( 1 αω−θ=ωϕ −K (6.16)
Komponen pertama fungsi ini bernilai konstan. Komponen kedua mem-beri pengurangan fasa yang juga menjadi penentu pola perubahan tang-gapan fasa. Lengkung komponen kedua ini terlihat pada Gb.6.2.
dB
ω [rad/s]
-60
-40
-20
0
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
1E
+0
6
−log√((ω/α)2+1)
pendekatan garis lurus
ωC

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
137
Gb.6.2. Pola perubahan−tan−1(ω/α); α=1000 ; dan pendekatan garis lu-rusnya.
Seperti halnya kurva pada Gb.6.1. kurva inipun mendekati nilai-nilai tertentu secara asimtotik yang juga memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan garis lurus. Pendekatan garis lurus untuk kom-ponen kedua fungsi fasa ini kita lakukan dengan memperhatikan bahwa pada (ω/α)=1, yaitu pada frekuensi cutoff, nilai −tan−1(ω/α) adalah −45o. Pada ω=0.1ωC , nilai −tan−1(ω/α) kecil dan dianggap 0o ; pada ω=10ωC , nilai −tan−1(ω/α) mendekati −90o dan dianggap −90o; untuk ω>10ωC , nilai −tan−1(ω/α) adalah −90o . Jadi untuk daerah frekuensi 0.1ωC < ω < 10ωC perubahan fasa dapat dianggap linier −45o per deka-de, seperti terlihat pada Gb.6.2.
Dengan pendekatan garis lurus seperti di atas, baik untuk fungsi gain maupun untuk fungsi fasa, maka tanggapan gain dan tanggapan fasa dapat digambarkan dengan nilai seperti tercantum dalam dua tabel di bawah ini. Perhatikanlah bahwa nilai komponen pertama konstan untuk seluruh frekuensi sedangkan komponen ke-dua mempunyai nilai hanya pada selang frekuensi tertentu.
ω [rad/s]
-90
-45
0
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
1E
+0
6
ωC
ϕ [o]
−tan−1(ω/
pendekatan garis lurus

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
138 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gain Frekuensi
ωC = α
ω=1 1<ω<α ω>α
Komponen 1 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) 20log(|K|/α)
Komponen 2 0 0 −20dB/dek
Total 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) −20dB/dek
ϕ Frekuensi
ωC = α
ω=1 0,1α<ω<10α ω>10α
Komponen 1 θK θK θK
Komponen 2 0 −45o/dek 0
Total θK θK −45o/dek θK
Kurva pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa ini, dengan mengambil α = 1000, diperlihatkan pada Gb.6.3.a. dan Gb.6.3.b.
Gb.6.3. Pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa − lowpass gain. ωC = α = 1000 rad/s.
Karena kurva garis lurus adalah kurva pendekatan, maka untuk menge-tahui gain sebenarnya, diperlukan koreksi-koreksi. Sebagai contoh, pada
ω [rad/s] a).
-40
-20
0
20
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
1E
+0
6
Gain [dB]
20log(|K|/α
−20dB/dek
ωC = α
ω [rad/s]
b).
-135
-90
-45
0
45
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
1E
+0
6ϕ [o]
−45o/dek
0.1ωC 10ωC
θK

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
139
Gb.6.3.a. gain pada frekuensi cutoff sama dengan gain maksimum dalam pass-band; seharusnya gain pada frekuensi cutoff adalah gain maksimum dalam pass-band dikurangi 3 dB.
6.3.2. High-Pass Gain
Fungsi alih rangkaian orde-1 dengan karakteristik high-pass gain ini ber-bentuk
(((( ))))αωαω
ωα /1
)( sehingga )(j
KjjT
s
KssT
++++====
++++==== (6.19)
Berbeda dengan fungsi alih low-pass gain, fungsi alih ini mempunyai zero pada s = 0. Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah
( ))/(tan90)(dan
)/(1
/)( 1o
2αω−+θ=ωϕ
αω+
ωα=ω −
KK
jT (6.20)
( ) )/(1log20log20/log20)( 2dB
αω+−ω+α=ω⇒ KjT (6.21)
Dengan hanya menggunakan pendekatan garis lurus, nilai fungsi gain dan fungsi fasa adalah seperti dalam tabel berikut.
Gain Frekuensi
ωC = α
ω=1 1<ω<α ω>α
Komponen 1 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) 20log(|K|/α)
Komponen 2 0 +20dB/dek 20log(α/1)+20dB/dek
Komponen 3 0 0 −20dB/dek
Total 20log(|K|/α) 20log(|K|/α)
+20dB/dek
20log(|K|/α)
+20log(α/1)

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
140 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
ϕ(ω) Frekuensi
ωC = α
ω=1 0,1α<ω<10α ω>10α
Komponen 1 θK θK θK
Komponen 2 90o 90o 90o
Komponen 3 0o −45o/dek −90o
Total θK +90o θK +90o −45o/dek θK
Pendekatan garis lurus dari tanggapan gain dan tanggapan fasa dengan α=100, diperlihatkan pada Gb.6.4.a.dan Gb.6.4.b.
Gb.6.4. Pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa – highpass gain. ωC = α = 100 rad/s.
CONTOH-6.7: Gambarkan pendekatan garis lurus tanggapan gain dari dua rangkaian yang masing-masing mempunyai fungsi alih
100
20dan
100
20)( 21 +
=+
=s
s(s)T
ssT
Solusi:
Fungsi gain rangkaian pertama adalah
20log(|K|/α)
+20dB/dek
ωC = α -40
-20
0
20
40
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
1E
+0
6
Gain [dB]
ω [rad/s]
a).
-45
0
45
90
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
1E
+0
6
ϕ [o]
ω [rad/s]
−45o/dek
0.1ωC 10ωC
θK
b).
θK+90o

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
141
( ) 21dB1
211
)100/(1log20)2.0log(20)(log20)(
)100/(1
2.0)(
100/1
2.0
100
20)(
ω+−=ω=ω⇒
ω+=ω⇒
ω+=
+ω=ω
jTjT
jTjj
jT
Frekuensi dan nilai tanggapan gain rangkaian pertama terlihat pada tabel berikut ini.
Gain Frekuensi
ωC = 100 rad/s
ω=1 1<ω<100 ω>100
Komponen 1 −14 dB −14 dB −14 dB
Komponen 2 0 0 −20dB/dek
Total −14 dB −14 dB −14 dB −20dB/dek
Fungsi gain rangkaian kedua adalah:
2dB2
222
)100/(1log20)log(20)2.0log(20)(
)100/(1
2.0)(
100/1
2,0
100
20)(
ω+−ω+=ω⇒
ω+
ω=ω⇒ω+
ω=+ω
ω=ω
jT
jTj
j
j
jjT
Frekuensi dan nilai tanggapan gain rangkaian kedua terlihat pada tabel berikut ini.
Gain Frekuensi
ωC = 100 rad/s
ω=1 1<ω<100 ω>100
Komponen 1 −14 dB −14 dB −14 dB
Komponen 2 0 20 dB/dek 40+20 dB/dek
Komponen 3 0 0 −20 dB/dek
Total −14 dB −14 dB +20 dB/dek 26 dB
Gambar tanggapan gain ke-dua rangkaian adalah sebagai berikut.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
142 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
6.3.3. Band-Pass Gain Rangkaian dengan karakteristik band-pass gain dapat diperoleh dengan menghubungkan secara bertingkat dua rangkaian orde-1 dengan menjaga agar rangkaian yang di belakang (rangkaian kedua) tidak membebani rangkaian di depannya (rangkaian pertama). Rangkaian pertama mempu-nyai karakteristik high-pass gain sedangkan rangkaian kedua mempunyai karakteristik low-pass gain. Hubungan kaskade demikian ini akan mempunyai fungsi alih sesuai kaidah rantai dan akan berbentuk
β+×
α+=×=
s
K
s
sKTTT 21
21 (6.22)
( ) ( )
( ) ( )22
21
2121
/1 /1
/)(
/1/1
)()()(
βω+×αω+
ωαβ=ω⇒
βω+β×
αω+αω
=β+ω
×α+ωω
=ω
KKjT
j
K
j
jK
j
K
j
jKjT
( ) )/(1log20)/(1log20
log20/log20)(
22
21dB
βω+−αω+−
ω+αβ=ω⇒ KKjT
Dengan membuat β >> α maka akan diperoleh karakteristik band-pass gain dengan frekuensi cutoff ωC1 = α dan ωC2 = β. Sesungguhnya fungsi alih (6.22) berbentuk fungsi alih rangkaian orde-2. Kita akan melihat karakteristik band-pass gain rangkaian orde-2 di bab berikut.
-60
-40
-20
0
20
401
10
10
0
10
00
10
00
0ω [rad/s]
Gain [dB]
(Rangkaian 1)
ωC
Komp-1 Komp-2
Gain
ω [rad/s]
-60
-40
-20
0
20
40
1
10
10
0
10
00
10
00
0
Gain [dB]
(Rangkaian 2)
Komp-2
Komp-1 Komp-3
Gain

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
143
BAB 7 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
7.1. Rangkaian Orde-2 Dengan Pole Riil
Pole dari fungsi tansfer rangkaian orde-2 bisa riil ataupun kompleks konjugat. Pembahasan berikut ini akan dikhususkan untuk fungsi alih dengan pole riil
7.1.1. Band-Pass Gain
Fungsi alih rangkaian orde-2 dengan satu zero dan dua pole riil dapat ditulis sebagai
( ))/1)(/1(
/
))(()(
sehingga ))((
)(
βω+αω+ω×αβ
=β+ωα+ω
ω×=ω
β+α+=
jj
jK
jj
jKjT
ss
KssT
(7.1)
Fungsi gain adalah ( )
)/(1)/(1
/)(
22 βω+×αω+
ωαβ=ω
KjT (7.2)
yang dalam satuan dB menjadi
( )2
2dB
)/(1log20
)/(1log20 log20/log20)(
βω+−
αω+−ω+αβ=ω KjT (7.3)
Fungsi gain ini terdiri dari komponen-komponen yang bentuknya telah kita kenal pada pembahasan rangkaian orde-1. Komponen pertama (suku pertama ruas kanan (7.3)) bernilai konstan. Komponen kedua berbanding lurus dengan logω dengan perubahan gain +20 dB per dekade; komponen ketiga pengurangan gain −20 dB per dekade; komponen ke-empat juga pengurangan gain −20 dB / dekade. Frekuensi cutoff ωC1 = α diberikan oleh komponen ke-tiga sedangkan komponen ke-empat memberikan frekuensi cutoff ωC2 = β.
Nilai fungsi gain dengan pendekatan garis lurus untuk β > α adalah seperti dalam tabel di bawah ini. Mengenai fungsi fasa-nya akan kita lihat pada contoh-contoh.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
144 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gain Frekuensi
ωC1 = α rad/s ωC2 = β rad/s
ω=1 1<ω<α α<ω<β ω>β
Komp.1 20log(|K|/αβ) 20log(|K|/αβ) 20log(|K|/αβ) 20log(|K|/αβ)
Komp.2 0 +20 dB/dek +20log(α/1)
+20 dB/dek
+20log(β/1)
+20 dB/dek
Komp.3 0 0 −20 dB/dek −20log(β/α)−20 dB/dek
Komp.4 0 0 0 −20 dB/dek
Total 20log(|K|/αβ) 20log(|K|/αβ)
+20 dB/dek
20log(|K|/αβ)
+20log(α/1)
20log(|K|/αβ)
+20log(α)
−20 dB/dek
CONTOH-7.1: Gambarkan Bode plots pendekatan garis lurus (tanggapan gain dan tanggapan fasa) rangkaian yang diketahui fungsi alihnya adalah :
)10000)(10(
50000)(
++=
ss
ssT
Solusi :
22 )10000/(1)10/(1
5,0)(
)10000/1)(10/1(
0,5
)10000)(10(
50000)(
ω+×ω+
ω=ω→
ω+ω+ω
=+ω+ω
ω×=ω
jT
jjjj
jjT
)10000/(tan)10/(tan900)(
)10000/(1log20
)10/(1log20log205,0log20)(
11o
2
2dB
ω−ω−+=ωϕ⇒
ω+−
ω+−ω+=ω⇒
−−
jT
Nilai frekuensi dan kurva fungsi gain adalah sebagai berikut.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
145
Gain Frekuensi
ωC1 = 10 rad/s ωC2 = 10000 rad/s
ω=1 1<ω<10 10<ω<104 ω>104
Komponen 1 −6 dB −6 dB −6 dB −6 dB
Komponen 2 0 +20 dB/dek 20+20 dB/dek 80+20 dB/dek
Komponen 3 0 0 −20 dB/dek −60−20 dB/dek
Komponen 4 0 0 0 −20 dB/dek
Total −6 dB −6 dB
+20 dB/dek
14 dB 14 dB
−20 dB/dek
Untuk menggambarkan tanggapan fasa, kita perhatikan fungsi fasa
)10000/(tan)10/(tan900)( 11o ω−ω−+=ωϕ −−
Untuk ω = 1 maka ϕ(ω)≈(0+90o−0−0)=90o . Mulai dari 0,1ωC1 sam-pai 10ωC1 (atau dari 1sampai 100) terjadi perubahan fasa −45o per dekade. Mulai dari 0,1ωC2 sampai 10ωC2 (atau 1000 sampai 100000) terjadi perubahan fasa −45o per dekade. Perhatikan bahwa dalam contoh ini 10ωC1 < 0,1ωC2 , sehingga ada selang frekuensi di mana tanggapan fasa konstan yaitu antara 100 sampai 1000 rad/s.
Tabel berikut ini memuat nilai-nilai ϕ(ω) dan dari tabel ini kita gam-barkan kurva pendekatan garis lurus tanggapan fasa.
ω [rad/s]
Gain [dB]
Gain
ωC1 ωC2
−6
14
-40
-20
0
20
40
1 10 100 1000 10000 100000

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
146 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
ϕ(ω) Frekuensi
ωC1 = 10 rad/s ωC2 = 104 rad/s
ω=1 1<ω<100 103<ω<105 ω>105
Komponen 1 0o 0o 0o 0o
Komponen 2 90o 90o 90o 90o
Komponen 3 0o −45o/dek −90o −90o
Komponen 4 0o 0o 0o−45o/dek −90o
Total 90o 90o−45o/dek 0o−45o/dek −90o
Pemahaman :
Karena frekuensi cutoff pertama ωC1 =10, maka perubahan fasa −45o/dekade terjadi pada selang frekuensi 1<ω<100. Karena frek-uensi cutoff kedua ωC2 = 10000, maka perubahan fasa −45o/dekade yang kedua terjadi pada selang frekuensi 1000<ω<100000. Di luar ke-dua selang frekuensi ini fasa tidak berubah, sehingga terlihat adanya kurva mendatar pada selang frekuensi 100<ω<1000.
7.1.2. High-Pass Gain
Karakteristik high-pass gain dapat diperoleh dari rangkaian orde-2 yang fungsi alihnya mengandung dua zero di s = 0.
CONTOH-7.2: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa jika diketahui fungsi alihnya adalah
-90
-45
0
45
90
1 10 100 1000 10000 1E+05
ϕ [o]
ω [rad/s] ωC1 ωC2

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
147
)200)(40(
10)(
2
++=
ss
ssT
Solusi : Gain dari sistem ini adalah
( )( )200/140/1800
1
)200)(40(
)(10)(
22
ω+ω+ω−
×=+ω+ω
ω=ω
jjjj
jjT
( )
1)200/(log20
1)40/(log20log202800/1log20)(
)200/(1)40/(1800
1)(
2
2dB
22
2
+ω−
+ω−ω×+=ω
ω+×ω+
ω×=ω
jT
jT
Komponen pertama tanggapan gain adalah konstan 20log(1/800) = −58 dB. Komponen kedua berbanding lurus dengan log(ω) dengan kenaikan 2×20 dB per dekade. Pengurangan gain oleh komponen ke-tiga mulai pada ωC1 = 40 dengan −20 dB per dekade. Pengurangan gain oleh komponen ke-empat mulai pada ωC2 = 200 dengan −20 dB per dekade. Kurva tanggapan gain adalah sebagai berikut.
Fungsi fasa adalah :
)200/(tan)40/(tan9020)( 11o ω−ω−×+=ωϕ −−
Pada ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0o + 2× 90o =180o. Pada ω=(ωC1/10)=4, kompo-nen ke-tiga mulai memberikan perubahan fasa −45o per dekade dan
-60
-40
-20
0
20
1 10 100 1000 10000 100000ω [rad/s]
Gain [dB]
+40dB/dek
+20dB/dek
−58

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
148 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
akan berlangsung sampai ω=10ωC1=400. Pada ω = 0.1ωC2=20, kom-ponen ke-empat mulai memberikan perubahan fasa −45o per dekade dan akan berlangsung sampai ω=10ωC2=2000.
Pemahaman :
Penggambaran tanggapan gain dan tanggapan fasa di sini tidak lagi melalui langkah antara yang berupa pembuatan tabel peran tiap komponen dalam berbagai daerah frekuensi. Kita dapat melakukan hal ini setelah kita memahami peran tiap-tiap komponen tersebut da-lam membentuk tanggapan gain dan tanggapan fasa. Melalui latihan yang cukup, penggambaran tanggapan gain dan tanggapan fasa dapat dilakukan langsung dari pengamatan formulasi kedua macam tanggapan tersebut.
Kita perhatikan penggambaran tanggapan fasa. Dalam contoh ini 0,1ωC2 < 10ωC1 dan bahkan 0,1ωC2 < ωC1. Oleh karena itu, penurunan fasa −45o per dekade oleh pole pertama, yang akan ber-langsung sampai ω=10ωC1, telah ditambah penurunan oleh pole kedua pada ω=0,1ωC2 sebesar −45o per dekade. Hal ini menyebab-kan terjadinya penurunan fasa −2×45o mulai dari ω=0,1ωC2 sampai dengan ω=10ωC1 karena dalam selang frekuensi tersebut dua pole berperan menurunkan fasa secara bersamaan. Pada ω=10ωC1 peran pole pertama berakhir dan mulai dari sini penurunan fasa hanya disebabkan oleh pole kedua, yaitu −45o per dekade.
0
45
90
135
180
225
1 10 100 1000 10000 100000ω [rad/s]
ϕ [o]
0,1ωC2 0,1ωC1 10ωC1 10ωC2

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
149
7.1.3. Low-pass Gain
Karakteristik low-pass gain dapat diperoleh dari rangkaian orde-2 yang fungsi alihnya tidak mengandung zero.
CONTOH-7.3: Gambarkan Bode plots pendekatan garis lurus rangkaian yang fungsi alihnya adalah :
)1000)(100(
105)(
4
++×=
sssT
Solusi :
)1000/(tan)100/(tan0)(
)1000/(1log20)100/(1log205,0log20)(
)1000/(1)100/(1
5,0)(
)1000/1)(100/1(
5,0
)1000)(100(
105)(
11
22dB
22
4
ω−ω−=ωϕ
ω+−ω+−=ω
ω+×ω+=ω
ω+ω+=
+ω+ω×=ω
−−
jT
jT
jjjjjT
Komponen pertama tanggapan gain adalah 20log(0,8) ≈ −6 dB. Komponen kedua memberikan perubahan gain −20 dB per dekade mulai pada ω = ωC1 = 100. Komponen ke-tiga memberikan per-ubahan gain −20 dB per dekade mulai pada ω = ωC2 = 1000, sehingga mulai ω = 1000 perubahan gain adalah −40 dB per dekade.
Fungsi fasa adalah
-60
-40
-20
0
1 10 100 1000 10000 100000
Gain [dB]
ω [rad/s]

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
150 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
)1000/(tan)100/(tan0)( 11 ω−ω−=ωϕ −−
Pada ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0. Mulai pada ω = 10 , komponen kedua memberikan perubahan fasa −45o per dekade sampai ω = 1000. Mulai pada ω = 100 , komponen ke-tiga memberikan perubahan fasa −45o per dekade sampai ω = 10000. Jadi pada selang 100<ω<1000 perubahan fasa adalah −90o per dekade.
7.2. Fungsi Alih Dengan Zero Riil Negatif
Dalam contoh-contoh sebelumnya, fungsi alih mempunyai zero di s = 0. Fungsi alih dalam contoh berikut ini mempunyai zero di s ≠ 0.
CONTOH-7.4: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa jika diketahui fungsi alihnya adalah
)1000)(100(
)20(104)(
4
+++×=
ss
ssT
Solusi :
22
2
4
)1000/(1)100/(1
1)20/(8)(
)1000/1)(100/1(
)20/1(8
)1000)(100(
)20(104)(
ω+×ω+
+ω=ω
ω+ω+ω+=
+ω+ω+ω×=ω
jT
jj
j
jj
jjT
ϕ [o]
ω [rad/s]
-180
-135
-90
-45
0
45
1 10 100 1000 10000 100000

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
151
)1000/(tan)100/(tan)20/(tan0)(
)1000/(1log20 )100/(1log20
)20/(1log208log20)(
111
22
2dB
ω−ω−ω+=ωϕ
ω+−ω+−
ω++=ω
−−−
jT
Komponen pertama dari tanggapan gain adalah 20log8 = 18 dB. Komponen kedua memberikan perubahan gain +20 dB per dekade, mulai pada ω = 20. Komponen ke-tiga memberikan perubahan −20 dB per dekade mulai pada ω = 100. Komponen ke-empat memberikan perubahan −20 dB per dekade mulai pada ω = 1000.
Fungsi fasa adalah:
)1000/(tan)100/(tan)20/(tan0)( 111 ω−ω−ω+=ωϕ −−−
Pada ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0. Komponen kedua memberikan perubahan fasa +45o per dekade mulai dari ω = 2 sampai ω = 200. Komponen ketiga memberikan perubahan fasa −45o per dekade mulai dari ω = 10 sampai ω = 1000. Komponen keempat memberi-kan perubahan fasa −45o per dekade mulai dari ω = 100 sampai ω = 10000. Kurva tanggapan fasa adalah seperti di bawah ini.
0
10
20
30
40
1 10 100 1000 10000 100000ω [rad/s]
Gain [dB]
18
+20dB/dek −20dB/dek

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
152 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Pemahaman :
Zero tetap berperan sebagai peningkat gain dan fasa. Zero riil negatif meningkatkan gain dan fasa mulai pada frekuensi yang sama dengan nilai zero.
7.3. Tinjauan Umum Bode Plot dari Rangkaian Yang Memiliki Pole dan Zero Riil
Bode plots terutama bermanfaat jika pole dan zero bernilai riil, yaitu pole dan zero yang dalam diagram pole-zero di bidang s terletak di sumbu riil negatif. Dari contoh-contoh fungsi alih yang mengandung zero dan pole riil yang telah kita bahas di atas, kita dapat membuat suatu ringkasan mengenai kaitan antara pole dan zero yang dimiliki oleh suatu fungsi alih dengan bentuk kurva gain dan kurva fasa pada Bode plots dengan pendekatan garis lurus. Untuk itu kita lihat fungsi alih yang berbentuk
( )( )( )32
1)(α+α+
α+=ss
sKssT (7.4)
yang akan memberikan
( )( ) ( )32
1
32
1
/1 /1
/1)(
αω+αω+αω+ω
ααα
=ωjj
jjKjT
(7.5)
Dari (7.5) terlihat ada tiga macam faktor yang akan menentukan bentuk kurva gain maupun kurva fasa. Ke-tiga faktor tersebut adalah:
ω [rad/s]
-135
-90
-45
0
45
1 10 100 1000 10000 100000
ϕ [o]

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
153
1. Faktor 32
10 αα
α= KK yang disebut faktor skala. Kontribusi faktor
skala ini pada gain dan fasa berupa suatu nilai konstan, tidak tergantung pada frekuensi. Kontribusinya pada gain sebesar 20log |K0| akan bernilai positif jika |K0| > 1 dan bernilai negatif jika |K0| < 1. Kontribusinya pada sudut fasa adalah 0o jika K0 > 0 dan 180o jika K0 < 0.
2. Faktor jω. Faktor ini berasal dari pole atau zero yang terletak di titik (0,0) dalam diagram pole-zero di bidang s. Kontribusinya pada gain adalah sebesar ± 20log(ω) dan kontribusinya untuk sudut fasa adalah ± 90o; tanda plus untuk zero dan tanda minus untuk pole. Jika fungsi alih mengandung pole ataupun zero ganda (lebih dari satu) maka kontribusinya pada gain adalah sebesar ± 20nlog(ω) dan pada sudut fasa adalah ±n90o dengan n adalah jumlah pole atau zero. Dalam pendekatan garis lurus, faktor ini memberikan perubahan gain sebesar ±20n dB per dekade mulai pada ω = 1; tanda plus untuk zero dan tanda minus untuk pole.
3. Faktor 1 + jω/α. Faktor ini berasal dari pole ataupun zero yang terletak di sumbu riil negatif dalam diagram pole-zero di bidang s. Faktor ini berkontribusi pada gain sebesar
αω+± 2)/(1log20 dan berkontribusi pada sudut fasa sebesar
)/(tan 1 αω± − ; tanda plus untuk zero dan tanda minus untuk pole. Dalam pendekatan garis lurus, faktor ini memberikan perubahan gain sebesar ±20dB per dekade mulai pada ω = α; untuk frekuensi di bawahnya kontribusinya nol. Perubahan fasa yang dikontribusikan adalah sebesar ±45o per dekade dalam selang frekuensi 0,1α < ω < 10α; di luar selang itu kontribusinya nol.
Koreksi-koreksi untuk memperoleh nilai yang lebih tepat, terutama di sekitar titik belok, dapat kita lakukan dengan kembali pada formulasi kontribusi pole ataupun zero pada gain yaitu sebesar
αω+± 2)/(1log20 . Nilai perubahan gain yang lebih tepat
diperoleh dengan memasukkan nilai ω yang kita maksudkan pada formulasi tersebut sehingga kita akan memperoleh:

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
154 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
• perubahan gain di ω = α adalahsebesar
dB 3)/(1log20 2 ≈
αα+± .
• perubahan gain di ω = 2α adalah sebesar
dB 7)/2(1log20 2 ≈
αα+± .
• perubahan gain di ω = 0.5α adalah sebesar
dB 1)/5.0(1log20 2 ≈
αα+± .
7.4. Tinjauan Kualitatif Tanggapan Frekuensi di Bidang s
Pembahasan kuantitatif mengenai tanggapan frekuensi dari rangkaian dengan fungsi alih yang mengandung pole riil di atas, telah cukup lanjut. Berikut ini kita akan sedikit mundur dengan melakukan tinjauan secara kualitatif mengenai tanggapan frekuensi ini, untuk kemudian melanjutkan pembahasan tanggapan frekuensi rangkaian dari rangkaian dengan fungsi alih yang mengandung pole kompleks konjugat.
Tinjaulah sistem orde-1 dengan fungsi alih yang mengandung pole riil
α+=
s
KsT )(
Diagram pole-zero dari fungsi alih ini adalah seperti terlihat pada Gb.7.5.a. Dari gambar ini kita dapatkan bahwa fungsi gain :
)(
||||)(
22 ω=
ω+α=
α+ω=ω
A
KK
j
KjT (7.6)
dengan A(ω) adalah jarak antara pole dengan suatu nilai ω di sumbu tegak. Makin besar ω akan makin besar nilai A(ω) sehingga |T(jω)| akan semakin kecil.
Jika kita gambarkan kurva |T(jω)| terhadap ω dengan skala linier, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.5.b. Akan tetapi jika dalam penggambaran itu kita menggunakan skala logaritmis, baik untuk absis maupun ordinatnya, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.5.c. Inilah bentuk karakteristik low-pass gain dari rangkaian orde satu yang telah kita kenal.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
155
Gb.7.5. Diagram pole-zero sistem orde-1 dan kurva |T(jω)| terhadap ω
Kita lihat rangkaian orde-1 dengan fungsi alih yang mengandung zero di (0,0)
α+=
s
KssT )(
Fungsi gain adalah
)(
||||)(
22 ωω=
ω+α
ω=α+ω
ω=ωA
KK
j
KjjT (7.7)
Jika kita plot |T(jω)| terhadap ω dengan skala linier, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.6.a. Akan tetapi jika kita plot |T(jω)| terhadap ω dengan skala logaritmis, baik untuk absis maupun ordinatnya, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.6.b. Inilah bentuk karakteristik high-pass gain dari rangkaian orde satu yang telah kita kenal.
σ
jω
× α
A(ω) ω
(a) 0
low-pass gain|
0
12
0 500 1000
|T(jω)|
(b) ω 0 500 103
(c) ω
|T(jω)|
1
10
1 10 100 10001 10 102 103

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
156 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gb.7.6. Diagram pole-zero sistem orde-1 dan kurva |T(jω)| terhadap ω.
Fungsi alih rangkaian orde-2 dengan fungsi transfer yang mengandung dua pole riil, berbentuk
)( )()(
21 α+α+=
ss
KsT
Diagram pole-zero dari fungsi alih ini adalah seperti terlihat pada Gb.7.6.a. Dari diagram ini terlihat bahwa fungsi gain dapat dituliskan sebagai
)()(
||
||
)( )(
||)(
21
2221
221
ω×ω=
α+ωα+ω=
α+ωα+ω=ω
AA
K
K
jj
KjT
(7.8)
dengan A1(ω)dan A2(ω) adalah jarak masing-masing pole ke suatu nilai ω. Dengan bertambahnya ω, A1(ω)dan A2(ω) bertambah secara bersamaan. Situasi ini mirip dengan apa yang dibahas di atas, yaitu bahwa |T(jω)| akan menurun dengan naiknya frekuensi; perbedaannya adalah bahwa penurunan pada rangkaian orde-2 ini ditentukan oleh dua faktor yang berasal dari dua pole. Dalam skala linier bentuk kurva |T(jω)| adalah seperti Gb.7.7.b. Dalam skala logaritmik kita memperoleh karakteristik low-pass gain seperti terlihat pada Gb.7.7.c. yang sudah kita kenal.
high-pass gain|
1
10
100
1000
1 10 100 1000 10000
|T(jω)|
(b) ω
1 102 10 103 104 0122436486072849610812013214415616818019220421622824025226427628830031232433634836037238439640842043244445646848049250451652854055256457658860061262463664866067268469670872073274475676878079280481682884085286487688890091292493694896097298499610081020103210441056
0 500 1000ω 0 500 103
|T(jω)|
(a)

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
157
Gb.7.7. Diagram pole-zero sistem orde-2 dan kurva |T(jω)| terhadap ω
Jika fungsi alih mengandung satu zero di (0,0) kurva |T(jω)| dengan skala linier akan terlihat seperti Gb.7.8.a. dan jika dibuat dengan skala logaritmik akan seperti Gb.7.8.b. yang telah kita kenal sebagai karakteristik band-pass gain. Jika fungsi alih mengandung dua zero di (0,0) kita memperoleh kurva |T(jω)| dalam skala linier seperti pada Gb.7.9.a. dan jika digunakan skala logaritmik akan kita peroleh karakteristik high-pass gain seperti Gb.7.9.b.
Gb.7.8. Diagram pole-zero sistem orde-2 dan kurva |T(jω)| terhadap ω
1
10
100
1 10 100 1000 10000(b)
ω
|T(jω)|
1 10 102 103 104
band-pass gain|
01224364860728496
0 2000 4000 6000 8000
|T(jω)|
ω 0 4000 8000 (a)
low-pass gain|
0
2
4
6
8
10
12
0 2000 4000 6000 80008000 4000 0
|T(jω)|
ω (b) 1
10
1 10 100 1000 10000
|T(jω)|
1 102 10 103 104 (c)
× × α1 α2
A1(ω)
A2(ω)
ω
jω
σ 0
(a)

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
158 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gb.7.9. Diagram pole-zero sistem orde-2 dan kurva |T(jω)| terhadap ω
Keadaan yang sangat berbeda terjadi pada rangkaian orde dua dengan fungsi alih yang mengandung pole kompleks konjugat yang akan kita lihat berikut ini.
7.5. Rangkaian Orde-2 Yang Memiliki Pole Kompleks Konjugat
Rangkaian orde ke-dua yang memiliki pole kompleks konjugat dinyatakan oleh fungsi alih yang berbentuk
)( )()(
β−α+β+α+=
jsjs
KsT (7.9)
yang memberikan fungsi gain
)()(
)()(
)( )()(
212222 ω×ω=
α+β−ω×α+β+ω=
β−α+ωβ+α+ω=ω
AA
KK
jjjj
KjT
Gb.7.10. memperlihatkan diagram pole-zero rangkaian orde-2 dengan fungsi alih yang mengandung pole kompleks konjugat dalam tiga keadaan yaitu frekuensi ω1 < ω2 < ω3.
high-pass gain|
1
1000000
1 10 100 1000 10000
|T(jω)|
(b) ω 1 102 10 103 104
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
0 2000 4000 6000 8000ω 0 4000
|T(jω)|
(a) 8000

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
159
Gb.7.10. Diagram pole-zero sistem orde-2 dengan pole kompleks konju-gat.
Dari Gb.7.10. terlihat bahwa peningkatan ω akan selalu diikuti oleh bertambahnya nilai A1(ω). Akan tetapi tidak demikian halnya dengan A2(ω). Pada awalnya peningkatan ω diikuti oleh turunnya nilai A2(ω) sampai mencapai nilai minimum yaitu pada saat ω = ω2 = β seperti pada Gb.7.10.b. Setelah itu A2(ω) meningkat dengan meningkatnya ω. Hasilnya adalah fungsi gain |T(jω)| meningkat pada awal peningkatan ω sampai mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun lagi. Puncak tanggapan gain disebut resonansi.
Untuk mempelajari tanggapan frekuensi di sekitar frekuensi resonansi, kita tuliskan fungsi alih rangkaian orde-2 dalam bentuk
cbss
KssT
++=
2)( (7.10)
yang dapat kita tuliskan
c
bc
ss
KssT
2dan
dengan
2
)(
20
200
2
=ζ=ω
ω+ζω+=
(7.11)
Bentuk penulisan penyebut seperti pada (7.11) ini disebut bentuk normal. ζ disebut rasio redaman dan ω0 adalah frekuensi alami tanpa redaman atau dengan singkat disebut frekuensi alami. Frekuensi alami adalah frekuensi di mana rasio redaman ζ = 0. Fungsi alih (7.11) dapat kita tuliskan
σ
jω
×
A1(ω)
ω2
0
×
A2(ω)
(b) σ
jω
×
A1(ω)
ω3
0
×
A2(ω)
(c) (a) σ
jω
×
A1(ω)
ω1
0
×
A2(ω)
α
β

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
160 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
( ) ( ) 1/2/
2)(
02
02
0
200
2
+ωζ+ω×
ω=
ω+ζω+=
ss
sK
ss
KssT
(7.12)
dan dari sini kita peroleh
( ) ( )
( )( ) ( )( )
( )20
01o
20
220
20
02
02
0
/1
/2tan90)(
/2/1
)(
1/2/)(
ωω−ωζω−+θ=ωϕ⇒
ωζω+ωω−
ω×ω
=ω⇒
+ωζω+ωω−ω×
ω=ω
−K
KjT
j
jKjT
(7.13)
Fungsi gain dalam dB adalah
( )( ) ( )2022
0
20
dB
/2/1log20
log20log20)(
ωζω+ωω−−
ω+ω
=ωK
jT (7.14)
Rasio redaman akan mempengaruhi perubahan nilai gain oleh pole seperti ditunjukkan oleh komponen ketiga dari fungsi gain ini. Untuk frekuensi rendah komponen ketiga ini mendekati nilai
( )( ) ( ) 001log20/2/1log20 20
220 =+−≈ωζω+ωω−− (7.15)
Untuk frekuensi tinggi komponen ketiga mendekati
( )( ) ( )( ) ( ) 2
022
00
20
220
)/log(20 2/)/log(20
/2/1log20
ωω−≈ζ+ωωωω−≈
ωζω+ωω−− (7.16)
Pendekatan garis lurus untuk menggambarkan tanggapan gain mengambil garis horizontal 0 dB untuk frekuensi rendah dan garis lurus −20log(ω/ω0)
2 untuk frekuensi tinggi yang memberikan kemiringan −40 dB per dekade. Kedua garis ini berpotongan di ω = ω0 yang merupakan titik beloknya. Gb.7.11. memperlihatkan pengaruh nilai rasio redaman pada tanggapan gain ini di sekitar titik belok.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
161
Gb.7.11. Pengaruh rasio redamaan pada perubahan gain oleh pole.
Fungsi fasa adalah ( )
( )20
01o
/1
/2tan90)(
ωω−ωζω−+θ=ωϕ −
K (7.17)
Untuk frekuensi rendah pengurangan fasa oleh pole mendekati nilai ( )
( )( )
01
/2tan
/1
/2tan 01
20
01 ≈ωζω−≈ωω−ωζω− −− (7.18)
dan untuk frekuensi tinggi mendekati ( )
( )( )
( )o
20
012
0
01 180/
/2tan
/1
/2tan −≈
ωω−ωζω
−≈ωω−ωζω
− −− (7.19)
Gb.7.12. memperlihatkan pengaruh rasio redaman terhadap perubahan fasa yang disebabkan oleh pole.
Gb.7.12. Pengaruh rasio redaman pada perubahan fasa oleh pole.
-180
-135
-90
-45
0
10 100 1000 10000 100000
ϕ(ω) [o]
ω[rad/s]
ζ=0,05 ζ=0,1 ζ=0,5 ζ=1
pendekatan linier ω0
-40
-20
0
20
100 1000 10000
dB
ω[rad/s]
ζ=1
ζ=0,1 ζ=0,5
ζ=0,05
pendekatan linier ω0

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
162 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-7.5: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa untuk fungsi alih berikut ini dan selidiki pengaruh rasio redaman terhadap tanggapan gain.
42 104100
80000)(
×++=
ss
ssT
Solusi : Kita tuliskan fungsi alih dengan penyebutnya dalam bentuk normal
menjadi 22 20020025,02
80000)(
+××+=
ss
ssT . Dari sini kita peroleh
ω0 = 200, dan ζ = 0,25.
( )
( )
)200/2()200/(1
2)(
1200/2)200/(
2)(
1)200/2(200/
2)(
222
2
2
ζω+ω−
ω=ω⇒
+ζω+ω−
ω=ω⇒
+ζ+=
jT
j
jjT
ss
ssT
( ) )200/2()200/(1log20log202log20)( 222dB
ζω+ω−−ω+=ωjT
Komponen pertama konstan 20log2 = −6 dB. Komponen kedua memberikan penambahan gain 20 dB per dekade, mulai frekuensi rendah. Pengurangan gain oleh komponen ketiga −40 dB per dekade mulai pada ω = ω0.
Fungsi fasa adalah : 200020ooo |dek/90900)( <ω<−+=ωϕ
-135
-90
-45
0
45
90
135
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
ϕ [o]
rad/s
-40
-20
0
20
40
60
1
10
10
0
10
00
10
00
0
1E
+0
5
rad/s
dB

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
163
Soal-Soal
1. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan frekuensi cutoff dari rangkaian di bawah ini.
2. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan frekuensi cutoff dari rangkaian di bawah ini.
3. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan frek-uensi cutoff dari rangkaian-rangkaian di bawah ini.
4. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan frek-uensi cutoff dari hubungan bertingkat dengan tahap pertama rangkaian ke-dua dan tahap kedua rangkaian pertama.
9kΩ
1kΩ
0,5H +
vin
−
+
vo
−
1µF
10kΩ
10kΩ
+
vin
−
+
vo
−
100kΩ 1µF
+ vo
−
− +
10kΩ
+ vin
−
10kΩ
1µF + vo
−
+ −
10kΩ
+ vin
− 1kΩ
1kΩ
1H
0,5µF
+
vin
−
+
vo
−

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
164 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
5. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan frek-uensi cutoff dari hubungan bertingkat dengan tahap pertama rangkaian ke-tiga dan tahap ke-dua rangkaian pertama.
6. Tentukanlah tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian jika diketahui tanggapannya terhadap sinyal anak tangga adalah sebagai seperti di bawah ini. Tentukan gain tertinggi dan frekuensi cutoff.
( ) )( 51 )( b).
);()( a). 5000
5000
tuetg
tuetgt
t
−
−
−=
−=
7. Ulangi soal 6 jika diketahui :
( )( ) )( 2000sin )( b).
)( )( a). 1000
2000 1000
tutetg
tueetgt
tt
−
−−
=
−=
8. Tentukanlah tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian jika diketahui tanggapannya terhadap sinyal impuls adalah seperti di bawah ini. Tentukan gain tertinggi dan frekuensi cutoff.
)( 2000)()( b).
)( 1000)( a). 1000
1000
tuetth
tuetht
t
−
−
−δ=
−=
9. Gambarkan Bode plot (pendekatan garis lurus) jika diketahui fungsi alihnya
)15.0)(105.0(
)1005.0)(15(10)(
++++
=ss
sssT
10. Gambarkan Bode plots (pendekatan garis lurus) jika diketahui fungsi alihnya
)14.0)(1001.0(
)102.0(50)(
+++=
ss
sssT

Pengenalan Pada Sistem
165
BAB 8 Pengenalan Pada Sistem
Pengenalan pada sistem ini bertujuan agar kita
• memahami sinyal dalam pengertian yang lebih luas;
• memahami pengertian tentang sistem;
• mampu membangun diagram blok suatu sistem;
• mampu mereduksi diagram blok suatu sistem.
8.1. Sinyal
Di awal buku ini kita telah mempelajari bentuk gelombang sinyal yang merupakan suatu persamaan yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari waktu. Dalam analisis rangkaian listrik, sinyal-sinyal yang kita tangani biasanya berupa tegangan ataupun arus listrik. Pengertian ini dapat kita perluas menjadi suatu pengertian yang tidak hanya mencakup sinyal listrik saja tetapi juga mencakup sinyal-sinyal non-listrik yang juga merupakan fungsi waktu. Dengan perluasan pengertian ini maka kita mempunyai definisi untuk sinyal sebagai,
Sinyal adalah suatu fungsi yang menyatakan variasi terhadap waktu dari suatu peubah fisik.
Fungsi yang kita tetapkan untuk menyatakan suatu sinyal kita sebut rep-resentasi dari sinyal atau model sinyal dan proses penentuan representasi sinyal itu kita sebut pemodelan sinyal. Suatu sinyal yang tergantung dari peubah riil t dan yang memodelkan peubah fisik yang berevolusi dalam waktu nyata disebut sinyal waktu kontinyu. Sinyal waktu kontinyu ditulis sebagai suatu fungsi dengan peubah riil t seperti misalnya x(t). Se-bagaimana telah disebutkan di awal buku ini, sinyal jenis inilah yang se-dang kita pelajari.
Untuk memberi contoh dari sinyal non-listrik, kita bayangkan suatu ben-da yang mendapat gaya. Benda ini akan bergerak sesuai dengan arah gaya., posisinya akan berubah dari waktu ke waktu. Dengan mengambil suatu kooordinat referensi, perubahan posisi benda akan merupakan fungsi waktu dan akan menjadi salah satu peubah fisik dari benda terse-but dan merupakan suatu sinyal. Selain perubahan posisi, benda juga

Pengenalan Pada Sistem
166 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
mempunyai kecepatan yang juga merupakan fungsi dari waktu; ke-cepatan juga merupakan suatu sinyal.
Jika posisi benda dalam contoh di atas merupakan suatu sinyal, apakah ia dapat dijadikan suatu masukan (input) pada sebuah “rangkaian” ? Ba-yangkanlah benda yang bergerak itu adalah sebuah pesawat terbang. Kita ingin mengamatinya dengan menggunakan sebuah teropong, dan untuk itu teropong kita arahkan pada pesawat. Setiap saat pesawat berubah po-sisi, kedudukan teropong kita sesuaikan sedemikian rupa sehingga ba-yangan pesawat selalu terlihat oleh kita melalui teropong. Kita katakan bahwa posisi pesawat merupakan masukan pada kita untuk mengubah arah teropong; dalam hal ini kita dan teropong menjadi sebuah “rangkaian”. Apakah dari “rangkaian” ini ada suatu keluaran (output)? Keluaran dari “rangkaian” ini adalah berupa perubahan arah teropong. Jelaslah bahwa ada hubungan tertentu antara arah teropong sebagai keluaran dengan posisi pesawat sebagai masukan, dan hubungan keluaran-masukan demikian ini sudah biasa kita lihat pada rangkaian listrik. Kalau kita yang meneropong pesawat tersebut digantikan oleh sebuah mesin penggerak otomatis dan teropong diganti dengan sebuah meriam, maka jadilah sebuah “rangkaian” mesin penembak pesawat. Mesin penembak ini dapat kita sebut sebagai suatu perangkat yang mampu menetapkan arah meriam jika mendapatkan masukan mengenai posisi pesawat (istilah “perangkat” di sini kita beri pengertian sebagai gabungan dari banyak piranti untuk menjalankan fungsi tertentu). Dengan kata lain antara sinyal keluaran dengan sinyal masukan terdapat hubungan yang sepenuhnya ditentukan oleh perilaku perangkat; hal ini berarti bahwa perangkat “memiliki aturan” yang menetapkan bagaimana bentuk keluaran untuk sesuatu masukan yang ia terima.
8.2. Sistem
Dengan contoh di atas, kita sampai pada pengertian mengenai sistem yai-tu :
sistem merupakan aturan yang menetapkan sinyal keluaran dari adanya sinyal masukan.
atau
sistem membangkitkan sinyal keluaran tertentu dari adanya sinyal masukan tertentu.
Jika kita ingat mengenai pengertian elemen sebagai model piranti dalam rangkaian listrik, maka sistem dapat dipandang sebagai model dari

Pengenalan Pada Sistem
167
perangkat. Dengan demikian rangkaian-rangkaian listrik yang sudah pernah kita pelajari, yang juga menetapkan hubungan antara keluaran dan masukan, dapat kita pandang sebagai suatu sistem. Kalau rangkaian ter-sebut merupakan bagian lain dari rangkaian (dalam hubungan kaskade misalnya) kita dapat memandangnya sebagai sub-sistem. Hubungan keluaran-masukan dari suatu sistem dapat kita nyatakan sebagai
[ ])()( txHty = (8.1)
dengan y(t) sinyal keluaran dan x(t) sinyal masukan. Hubungan ini dapat kita gambarkan dengan diagram berikut.
Perhatikanlah bahwa sistem didefinisikan menurut sinyal keluaran dan masukannya. Jadi kita memandang sistem dari sudut pandang sinyal ma-sukan dan keluaran. Selain dari pada itu, Gb.8.1. mempelihatkan bahwa arah propagasi sinyal adalah sesuai dengan arah anak panah. Jadi sinyal berasal dari masukan menuju ke keluaran. Penggambaran ini sesuai dengan definisi kita yaitu bahwa suatu sistem membangkitkan sinyal keluaran dari sinyal masukan.
Suatu sistem dapat mempunyai satu masukan atau lebih; demikian juga keluarannya bisa hanya satu atau lebih. Sistem dengan satu masukan dan satu keluaran disebut single-input-single-output (SISO) system atau kita terjemahkan dengan sistem masukan-tunggal-keluaran-tunggal (MTKT). Jika masukan dan keluarannya lebih dari satu disebut multi-input-multi-output (MIMO) system atau kita terjemahkan sistem masukan-ganda-keluaran-ganda (MGKG).
8.3. Model Sistem Pernyataan matematis secara eksplisit dari suatu sistem seperti pada (8.1) disebut representasi sistem atau model sistem. Proses untuk memperoleh model sistem kita sebut pemodelan sistem. Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk membangun model sistem. Cara pertama adalah menurunkan langsung dari hukum-hukum fisika dan cara kedua adalah melalui observasi empiris. Cara pertama dapat digunakan apabila proses-proses fisiknya terdefinisi dengan jelas dan difahami. Model sistem yang
H sinyal
masukan sinyal
keluaran x(t) y(t)
Gb.8.1. Diagram suatu sistem.

Pengenalan Pada Sistem
168 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
diturunkan haruslah cukup sederhana untuk keperluan analisis dan simulasi.
Cara kedua digunakan untuk sistem yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk dianalisis langsung, dan perilaku dinamiknya tidak difahami secara baik. Untuk melakukan observasi empiris diperlukan sinyal masukan yang harus dipilih secara cermat, dan sinyal keluarannya diamati. Model sistem diperoleh dengan melakukan perhitungan balik dari kedua sinyal tersebut. Pembangunan model sistem melalui cara observasi sinyal masukan dan keluaran ini disebut identifikasi sistem.
Kita telah melihat bahwa ada empat macam cara untuk menyatakan hubungan antara sinyal keluaran dan sinyal masukan, yaitu persamaan diferensial, transformasi Laplace, konvolusi, dan transformasi Fourier. Sejalan dengan itu, kita mengenal empat macam representasi sistem atau model sistem sebagai berikut.
1. Persamaan Diferensial. Bentuk ini kita kenal misalnya sistem orde-2
)()()()(
2
2tftby
dt
tdya
dt
tyd =++
Bentuk umum dari model ini dinyatakan dalam persamaan diferensial :
)()()(
)()()()(
0)1(
1)(
01)1(
1)(
txbtxbtxb
tyatyatyaty
mm
mm
nn
n
+++
=+++−
−
−−
L
&L
.)0( ,)0(
, ,)0( ,)0(
01
2)2(
1)1(
yyyy
yyyy nn
nn
==== −
−−
−
&
L (8.2)
Dalam (8.2) kita menganggap bahwa koefisien ak dan bk adalah bilangan riil (konstan tidak tergantung waktu). Kita juga menganggap m ≤ n. Masukan sistem adalah x(t) dan keluarannya adalah y(t). Orde dari persamaan diferensial ini adalah n.

Pengenalan Pada Sistem
169
2. Fungsi Alih Laplace
)()()(
)(
011
1
01
1 sHsTasasas
bsbsb
s
sn
nn
mm
mm ==
+++++++
= −−
−−
L
L
XY
(8.3)
Di sini sinyal keluaran dan masukan dinyatakan di kawasan s, yaitu Y(s) dan X(s). T(s) adalah fungsi alih Laplace, yang untuk selanjutnya akan kita gunakan sebagai representasi sistem di bab ini dan kita tuliskan sebagai H(s).
3. Integral Konvolusi
∫∞
− λλλ−=0
)()()( dxthty (8.4)
dengan )()( 1 sth H−= L .
4. Fungsi Alih Fourier
)()()( ωω=ω XY H (8.5)
dengan )()( thH F=ω adalah fungsi alih Fourier.
Untuk selanjutanya, kita akan menggunakan cara representasi sistem yang ke-dua, yaitu menggunakan fungsi alih Laplace.
8.4. Diagram Blok
8.4.1. Penggambaran Sistem Dengan Diagram Blok
Diagram blok adalah representasi dari fungsi alih dengan menggunakan gambar. Diagram blok sangat bermanfaat untuk menggambarkan struktur sistem, terutama jika sistem tersusun dari banyak sub-sistem (penjelasan pengertian sub-sistem akan diberikan kemudian).
Diagram ini juga bermanfaat untuk melakukan analisis sistem. Di sub-bab ini kita mengambil model sistem dengan transformasi Laplace (di kawasan s). Hubungan masukan- keluaran sistem akan berbentuk :
)()()(atau )()(
)(ssHssH
s
sXY
X
Y == (8.6)

Pengenalan Pada Sistem
170 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Diagram blok dari sistem ini adalah seperti terlihat pada Gb.8.2. Diagram blok seperti ini telah kita kenal dalam analisis rangkaian listrik. Hanya di sini kita mempunyai pengertian H(s) sebagai representasi dari sistem. Diagram blok ini ekivalen dengan persamaan aljabar (8.6). Jadi susunan diagram blok merupakan pernyataan operasi-operasi matematis. Hal ini berbeda dengan Gb.8.1. yang hanya merupakan diagram untuk memperjelas definisi tentang sistem.
Suatu sistem yang kompleks tersusun dari sistem-sistem yang lebih sederhana. Diagram blok dapat kita gunakan untuk menyatakan hubungan dari sistem-sistem yang lebih sederhana tersebut untuk membentuk sistem yang kompleks. Diagram blok akan mempelihatkan struktur dari sistem yang kompleks yaitu interkoneksi dari komponen-komponen sistem. Lebih dari itu, diagram blok juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk melakukan perhitungan-perhitungan; fungsi alih sistem diturunkan dari diagram blok yang tersusun dari banyak komponen tersebut.
8.4.2. Hubungan-Hubungan Sistem
Berikut ini kita akan melihat hubungan-hubungan sederhana dari sistem yang akan menjadi dasar bagi kita untuk memandang sistem yang lebih kompleks. Kita akan meninjau dua sistem yaitu H1(s) dan H2(s). Untuk menghubungkan dua sistem, atau dua blok, harus ada titik-titik hubung.
Titik Hubung. Ada dua macam titik hubung yang perlu kita perhatikan yaitu titik pencabangan (pickoff point) dan titik penjumlahan. Titik pencabangan adalah titik tempat terjadinya duplikasi sinyal; sinyal-sinyal yang meninggalkan titik pencabangan sama dengan sinyal yang memasuki titik pencabangan. Hal ini digambarkan pada Gb.8.3.a. Pada titik penjumlahan, beberapa sinyal dijumlahkan. Sinyal yang keluar dari titik penjumlahan adalah jumlah dari sinyal yang masuk ke titik penjumlahan. Jika sinyal yang masuk bertanda “+” maka ia dijumlahkan dan jika bertanda “−” ia dikurangkan. Untuk titik penjumlahan ini ada konvensi, yaitu bahwa hanya ada satu sinyal saja yang meninggalkan titik penjumlahan. Hal ini digambarkan pada Gb.8.3.b.
H(s) X(s) Y(s)
Gb.8.2. Diagram blok.

Pengenalan Pada Sistem
171
a). titik pencabangan b). titik penjumlahan
Gb.8.3. Titik-titik hubung.
Hubungan Kaskade atau Hubungan Seri. Hubungan seri antara dua sistem terjadi jika keluaran dari sistem yang satu merupakan masukan pada sistem berikutnya seperti terlihat pada Gb.8.4. Fungsi alih dari hubungan kaskade, yang merupakan fungsi alih total, adalah hasil kali dari fungsi alih sistem yang menyusunnya. Jadi hubungan kaskade sistem H1(s) dan H2(s) dapat digantikan oleh satu sistem H1(s)H2(s). Hal ini sesuai dengan kaidah rantai yang telah kita pelajari dalam analisis rangkaian di kawasan s.
Gb.8.4. Hubungan seri
Hubungan Paralel. Hubungan paralel antara dua sistem terjadi jika kedua sistem mendapat masukan yang sama sedangkan keluarannya merupakan jumlah dari keluaran kedua sistem tersebut, seperti terlihat pada Gb.8.4.b. Jadi hubungan paralel antara dua sistem H1(s) dan H2(s) dapat digantikan oleh satu sistem dengan fungsi alih H1(s)+H2(s).
Gb. 8.5. Hubungan paralel.
Hubungan Umpan Balik. Pada hubungan umpan balik, keluaran dari sistem pertama menjadi masukan pada sistem kedua dan keluaran sistem kedua menjadi pengurang pada sinyal dari luar R(s); sinyal hasil
H1(s)
H2(s)
X(s)
Y(s) +
+
H1(s)+H2(s) Y(s) X(s)
H1(s) H2(s) X(s) Y(s)
H1(s)H2(s) Y(s) X(s)
X(s) X(s)
X(s)
titik pencabangan
X1(s)−X2(s)+ X3(s)
X1(s)
X2(s)
X3(s)
+
+
−

Pengenalan Pada Sistem
172 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
pengurangan ini menjadi masukan pada sistem pertama. Hubungan ini diperlihatkan pada Gb.8.6.
Gb.8.6. Hubungan umpan balik .
Dari diagram blok pada Gb.8.6. diperoleh persamaan berikut.
[ ]
[ ])()()()()(
)()()()(
)()()()()()(
211
211
2111
ssHsHssH
ssHssH
sssHssHs
YR
YR
YRXY
−=−=
−==
[ ]
)()(1
)(
)(
)(
)()()()()()(
21
1
121
sHsH
sH
s
s
ssHssHsHs
+=⇒
=+⇒
R
Y
RYY
Dengan hubungan umpan balik seperti pada Gb.8.6. fungsi alih sistem keseluruhan menjadi
)()(1
)(
21
1
sHsH
sH
+
Fungsi alih H1(s) adalah fungsi alih dari suatu sistem yang disebut sistem
loop terbuka sedangkan )()(1
)(
21
1
sHsH
sH
+ adalah fungsi alih dari sistem
yang disebut sistem loop tertutup. Jika pada titik penjumlahan terdapat tanda negatif pada jalur umpan balik maka sistem ini disebut sistem dengan umpan balik negatif. Jika fungsi alih H2(s) = − 1 maka sistem menjadi sistem dengan umpan balik negatif satu satuan.
Sub-Sistem. Jika kita memisahkan salah satu bagian dari diagram blok suatu sistem yang tersusun dari banyak bagian dan bagian yang kita pisahkan ini merupakan suatu sistem juga maka bagian ini kita sebut sub-sistem. H2(s) dalam contoh hubungan paralel di atas merupakan salah satu sub-sistem.
H1(s)
H2(s)
R(s) Y(s) −−−− +
X1(s)
X2(s) Y2(s)
Y(s) R(s) )()(1
)(
21
1
sHsH
sH
+

Pengenalan Pada Sistem
173
8.5. Pembentukan Diagram Blok
Berikut ini kita akan melihat contoh penggambaran diagram blok dan penyederhanaan diagram blok. Sebagaimana telah disebutkan, walaupun kita telah mengembangkan pengertian sistem akan tetapi dalam contoh-contoh yang akan kita lihat di sini kita membatasi diri pada sistem listrik.
8.5.1. Diagram Blok Elemen Rangkaian
Definisi sistem menyatakan bahwa dari sinyal masukan tertentu suatu sistem akan memberikan sinyal keluaran tertentu. Definisi ini dipenuhi oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika diberi sinyal masukan (arus atau tegangan) tertentu yang kita kenal sebagai karakteristik i-v dalam analisis rangkaian listrik. Jika sistem dapat divisualisasikan menggunakan diagram blok, maka elemen-elemen rangkaian listrik dapat pula digambarkan dengan diagram blok.
Resistor. Gb.8.7. memperlihatkan diagram blok dari resistor. Hubungan tegangan-arus resistor adalah )()( sRs IV = atau )()/1()( sRs VI = .
Kedua relasi memberikan diagram blok seperti ditunjukkan pada gambar.
Gb.8.7 Diagram blok resistor.
Kapasitor. Gb.8.8. memperlihatkan diagram blok dari kapasitor. Hubungan tegangan-arus kapasitor adalah )()/1()( ssCs IV = atau
)()()( ssCs VI = . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti
ditunjukkan pada gambar.
R
I(s)
+ V(s)
− R
1 I(s) V(s)
I(s) V(s) R

Pengenalan Pada Sistem
174 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Gb.8.8. Diagram blok kapasitor.
Berbeda dengan resistor, kapasitor adalah elemen dinamik. Hubungan yang pertama mengambil peubah status, yaitu tegangan kapasitor, sebagai keluaran dan dapat ditulis sebagai )()/1)(/1()( ssCs IV = dan
diagram bloknya menjadi :
I(s)→→→→C
1 →→→→s
1 →→→→V(s)
Di kawasan t hubungan tersebut adalah ∫= idtCtv )/1()( . Oleh karena
itu blok s
1 disebut sebagai blok integrator.
Induktor. Gb.8.9. memperlihatkan diagram blok dari induktor. Hubungan tegangan-arus induktor adalah )()()( ssLs IV = atau
)()/1()( ssLs VI = . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti
ditunjukkan pada gambar.
Gb.8.9. Diagram blok induktor.
Seperti halnya kapasitor, induktor adalah elemen dinamik. Hubungan yang kedua mengambil peubah status, yaitu arus induktor, sebagai keluaran dan dapat ditulis sebagai )()/1)(/1()( ssLs VI = . Dengan blok
integrator diagram bloknya menjadi :
I(s)
+ V(s)
− sC
1
I(s) V(s) sC
1
I(s) V(s) sC
I(s)
+ V(s)
−
sL
I(s) V(s) sL
I(s) V(s) sL
1

Pengenalan Pada Sistem
175
V(s)→→→→L
1 →→→→s
1 →→→→I(s).
8.5.2. Pembentukan Diagram Blok
Dalam contoh-contoh berikut ini kita akan melihat bagaimana diagram blok dibentuk. Kita menggabungkan pemahaman mengenai rangkaian listrik dengan pemahaman hubungan-hubungan sistem.
CONTOH-8.1: Gambarkan diagram blok rangkaian-rangkaian berikut.
Solusi :
a). [ ]
−=−==
121222
)()()()()()(
R
ssRssRsRs
VIIIIV
Diagram blok rangkaian ini adalah:
b). [ ]
−=−==
112
)()()()()()(
R
sssLsssLssLs
VIIIIV
Diagram blok rangkaian ini adalah:
R2
I(s)
+ V(s)
− R1
I2(s)
I1(s)
(a)
I(s)
+ V(s)
− R1
I2(s)
I1(s)
sL
(b)
sC
1
I(s)
+ V(s)
− R1
I2(s)
I1(s)
(c)
sL I(s) V(s) +
1
1
R
−
R2 I(s) V(s) +
1
1
R
−

Pengenalan Pada Sistem
176 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
c). [ ]
−=−==
112
)()(
1)()(
1)(
1)(
R
ss
sCss
sCs
sCs
VIIIIV
Diagram blok rangkaian ini adalah:
CONTOH-8.2: Gambarkan diagram blok rangkaian-rangkaian berikut.
Solusi :
a). [ ]
−=−==sL
ssRssRsRs
)()()()()()( 11121
VIIIIV
Diagram blok:
b). [ ] [ ])( )()()()()( 11121 ssCsRssRsRs VIIIIV −=−==
Diagram blok:
I(s) V(s) +
− R1
sC
I(s)
+ V(s)
− R1
I2(s)
I1(s)
sL
(a)
+ V(s)
− sC
1
I(s)
R1
I2(s)
I1(s)
(b)
sC
1I(s) V(s) +
−
1
1
R
sL
1
I(s) V(s) + − R1

Pengenalan Pada Sistem
177
Tegangan V(s) pada contoh 8.1.b. dan 8.1.c. haruslah identik dengan tegangan pada contoh 8.2. karena tegangan ini adalah tegangan pada hubungan paralel dari dua elemen. Walaupun demikian kita mendapatkan diagram blok yang berbeda pada kedua contoh tersebut. Kita akan menguji apakah kedua diagram blok tersebut identik dengan mencari fungsi alih masing-masing. Untuk itu kita akan memanfaatkan formulasi hubungan blok paralel.
Untuk rangkaian R-L paralel di kedua contoh tersebut di atas kita peroleh :
Untuk rangkaian R-C paralel kita peroleh :
sC
1I(s) V(s) +
1
1
R
−
)(
)(
)/1(
/
)/1)(/1(1
/1)(
1
1
13 s
s
sCR
sCR
RsC
sCsH
I
V=+
=+
=
sL I(s) V(s) +
1
1
R
−
)(
)(
)/1)((1)(
1
1
11 s
s
sLR
sLR
RsL
sLsH
I
V=+
=+
=
I(s) V(s) + − R1
sL
1
)(
)(
)/1)((1)(
1
1
1
12 s
s
RsL
sLR
sLR
RsH
I
V=+
=+
=

Pengenalan Pada Sistem
178 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Fungsi alih dari kedua hubungan paralel terserbut ternyata sama yang tidak lain adalah impedansi total rangkaian R-L dan R-C paralel. Jadi diagram blok yang diperoleh pada kedua contoh di atas adalah identik.
CONTOH-8.3: Bangunlah diagram blok dari rangkaian listrik yang telah ditransformasikan ke kawasan s di bawah ini.
Solusi :
Dalam membangun diagram blok rangkaian ini, kita akan menempuh langkah-langkah yang kita mulai dari tegangan keluaran dan mencari formulasinya secara berurut menuju ke arah masukan.
Tegangan Vo(s) dapat dinyatakan sebagai )(52 sR I ataupun
(1/sC2) I4(s). Kita ambil yang kedua.
1. )(1
)( 42
o ssC
s IV =
2. )(1
)()()( o2
3534 sR
sss VIIII −=−=
2
1
sC1
1
sCR2
+ Vo(s) −
R1 sL
I2(s)
I3(s) I1(s)
+Vi (s)
−I4(s)
I5(s) V1(s)
2
1
sC I4(s) Vo(s)
I(s) V(s) + − R1
sC
)(
)(
)/1(
/
))((1)(
1
1
1
14 s
s
RsC
sCR
sCR
RsH
I
V=+
=+
=

Pengenalan Pada Sistem
179
3. [ ])()(1
)( o13 sssL
s VVI −=
4. [ ])()(1
)(1
)( 311
21
1 ssIsC
ssC
s IIV −==
5. [ ])()(1
)( 11
1 ssR
s i VVI −=
Pada langkah ke-5 ini terbentuklah diagram blok yang kita cari. Walaupun diagram ini terlihat cukup rumit, tetapi sesungguhnya setiap blok menggambarkan peran dari setiap elemen. Perhatikan pula bahwa dalam diagram blok ini digunakan blok-blok integrator.
2
1
sC Vo(s)
2
1
R
I3(s) −−−− +
I4(s)
2
1
sC Vo(s)
2
1
R
V1(s) −−−−
+ sL
1−−−−
I4(s) I3(s)
2
1
sC
Vo(s)
2
1
R
I1(s) −−−−
+ sL
1−−−−
I4(s) I3(s) 1
1
sC+
−−−− V1(s)
2
1
sCVo
2
1
R
I1(s)
−−−− + sL
1−−−−
I4(s) I3(s) 1
1
sC+
−−−− V1(s) 1
1
RVi(s)
+ −−−−

Pengenalan Pada Sistem
180 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
8.6. Reduksi Diagram Blok
Dalam Contoh-8.3 kita melihat bagaimana diagram blok dibentuk. Diagram blok ini cukup panjang. Dengan menggunakan relasi-relasi ekivalensi sistem terhubung seri dan paralel kita dapat menyederhanakan diagram blok tersebut. Penyederhanaan diagram blok ini disebut reduksi diagram blok. Karena diagram blok ekivalen dengan persamaan rangkaian, maka penyederhanaan diagram blok akan menuju pada diperolehnya fungsi alih.
Selain ekivalensi seri dan paralel, dalam melakukan reduksi diagram blok kita memanfaatkan juga kaidah-kaidah pemindahan titik pencabangan sebagai berikut.
Keluaran Y2(s) tidak akan berubah jika pemindahan titik pencabangannya ke depan melampaui blok H(s) diikuti dengan penambahan satu blok seri yang ekivalen dengan blok H(s).
Keluaran Y3(s) tidak akan berubah jika pemindahan titik pencabangannya ke belakang melampauai blok H(s) diikuti dengan penambahan satu blok seri 1/H(s).
Perhatikanlah Gb.8.10. Gambar b) diperoleh dengan jalan memindahkan titik pencabangan di gambar a). Pencabangan keluaran Y2(s) di pindah ke depan melewati blok H(s) dan pencabangan keluaran Y3(s) ke belakang melewati blok H(s).
Gb.8.10. Pemindahan titik pencabangan.
X(s) H(s)
Y2(s)
Y1(s)
Y3(s)
X(s)
Y2(s)
Y1(s)
Y3(s) )(
1
sH
H(s)
H(s)
a).
b).

Pengenalan Pada Sistem
181
CONTOH-8.4: Lakukanlah reduksi pada diagram blok berikut ini.
Solusi :
1. Hubungan paralel dari blok 1 dan 1
s
dapat digantikan
dengan )/1)(1(1
/1)(1 s
ssH
+= =
1
1
+s sehingga diagram blok
menjadi:
2. Titik pencabangan A dapat dipindahkan ke belakang dan terjadi
hubungan seri 1
s
dan 1
1
+s yang dapat diganti dengan
)1(
1
+ss .
Diagram blok menjadi :
3. Umpan balik langsung dari Vo(s) pada blok )1(
1
+ss sama
dengan memparalel blok ini dengan blok 1 walaupun tidak tergambarkan dalam diagram. Hubungan paralel ini dapat diganti
Vo(s)
−−−− +
−−−− Vi(s)
+ −−−−
)1(
1
+ss
s
1
2
s+1
Vo(s) −−−− + −−−−
+
−−−− Vi(s)
+ −−−−
1
s
1
s
1
s
12
Vo(s−−−−
+
−−−− Vi(s
+ −−−−
1
1
+s s
1
s
12
A

Pengenalan Pada Sistem
182 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
dengan =++
+=)1(/1)1(1
)1(/1)(2 ss
sssH
1)1(
1
++ss .
Diagram blok menjadi
4. Titik pencabangan B dapat dipindahkan ke belakang yang akan menyebabkan terjadinya hubungan seri antara blok
1
s
dan 1)1(
1
++ss yang dapat diganti dengan
sss ++ )1(
12
Diagram blok menjadi :
5. Selanjutnya 1+s paralel dengan sss ++ )1(
12
=++++
++=))1(()1(1
))1((1)(
2
2
3ssss
ssssH
)1())1((
12 ++++ ssss
=
12
123 +++ sss
Vo(s)+
−−−− Vi(s)
+ −−−−
1)1(
1
++ss
s
1
2
s+1
B
Vo(s) +
−−−− Vi(s)
+ −−−− sss ++ )1(
12
2
s+1
1)1( ++ss

Pengenalan Pada Sistem
183
dan H3(s) seri dengan 2 sehingga diagram blok menjadi :
6. Diagram blok paralel terakhir ini memberikan
343
2
)12/()1(21
)12/(2)(
23232
23
4+++
=++++++
+++=ssssssss
ssssH
dan diagram blok menjadi
Reduksi diagram blok pada akhirnya akan memberikan fungsi alih dari sistem yaitu H4(s).
8.7. Sub-Sistem Statis dan Dinamis
Perhatikanlah bahwa dalam diagram blok yang diperoleh pada contoh 8.3. terdapat blok-blok yang berisi nilai konstan dan ada yang berisi fungsi s atau lebih tepat blok yang menggambarkan fungsi alih bernilai konstan dan blok yang menggambarkan fungsi alih yang merupakan fungsi dari peubah Laplace s. Blok yang berisi nilai konstan berasal dari elemen statis resistor, dan yang berisi fungsi s berasal dari elemen dinamik C ataupun L. Suatu sub-sistem disebut dinamis jika fungsi transfernya merupakan fungsi peubah Laplace s. Jika fungsi alihnya bernilai konstan (gain kontan) maka sub-sistem itu disebut statis.
8.8. Diagram Blok Integrator
Suatu diagram blok yang seluruh blok-blok dinamisnya berupa blok integrator disebut diagram blok integrator. Sebagaimana telah dibahas, blok integrator berasal dari elemen dinamik apabila kita mengambil peubah status sebagai keluaran. Untuk kapasitor )()/1)(/1()( ssCs IV =
dan untuk induktor )()/1)(/1()( ssLs VI = .
Vo(s) Vi(s) 343
223 +++ sss
Vo(s) Vi(s) + −−−−
12
223 +++ sss
1)1( ++ss

Pengenalan Pada Sistem
184 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Pembentukan diagram blok integrator dari suatu fungsi alih dapat dilakukan karena fungsi alih H(s) yang berbentuk rasio polinomial dapat kita uraikan menjadi suku-suku :
)()()(
)())((
)())(()(
2
2
1
1
21
21
n
n
n
m
ps
k
ps
k
ps
k
pspsps
zszszsKsH
−++
−+
−=
−−−−−−
=
L
L
L
Hal ini telah kita lihat pada waktu kita membahas transformasi Laplace.
Selanjutnya, setiap suku dari fungsi alih H(s) yang berbentuk bs
a
+
dapat ditulis sebagai )/1(1
)/1(
sb
sb
b
a
+
yang diagram bloknya merupakan
hubungan seri antara blok statis b
a dengan blok berumpan balik
s
1
yang jalur umpan-balik-nya berisi blok statis b . Dengan demikian maka diagram blok dari H(s) dapat dibuat hanya terdiri dari blok statis dan blok integrator saja.

Pengenalan Pada Sistem
185
Soal-Soal
1. Susunlah diagram blok dari rangkaian-rangkaian berikut, lakukan reduksi diagram blok, tentukan fungsi alihnya.
a). b).
c). e).
f).
g).
2. Lakukan reduksi diagram blok dan carilah fungsi alih dari diagram blok berikut.
a).
b).
1
s
1
s
+ X(s) Y(s)
ω2
10 1
s
X (s) Y(s) + −−−−
k
+
+
+ vo −
iin 2µF 1kΩ 5mH
+ vo −
iin 1µF 1kΩ
1kΩ 0.1H
vin
+ vo −
+ −
1kΩ 1kΩ
1µF
1kΩ
100m
+ vin
−
10Ω
10Ω 1H
+ vo
−
+ −
1µF
10µF
5kΩ 10kΩ
1kΩ
1kΩ
+ vo −
vin
vin + vo −
+ −
1µF
1kΩ 1kΩ 1µF

Pengenalan Pada Sistem
186 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
c).
c).
d).
e).
1
s
+ X(s)
Y(s)
4
−−−−
1
s
+ + −−−−
+
+ −−−−
5
1
s
1
s
1
s
+ X(s) Y(s)
3
−−−− + + −−−−
+
1
s
+
4
−−−−
1
s
1
s
+ X(s) Y(s)
3
−−−−
4
1
s
+ + −−−−
+
+ X(s)
Y(s)
2 +s
−−−−
1
1
+s

Sistem dan Persamaan Ruang Status
187
BAB 9 Sistem Dan Persamaan Ruang Status
Persamaan ruang status (state space equations) atau representasi ruang keadaan (state space reprentation) merupakan satu alternatif untuk menyatakan sistem dalam bentuk persamaan diferensial. Persamaan ini dapat diturunkan dari diagram blok integrator.
9.1. Blok Integrator dan Blok Statis
Kita lihat lebih dulu blok integrator X(s)→ 1
s
→Y(s) yang
menunjukkan hubungan )(1
)( ss
s XY = . Hubungan ini di kawasan t
adalah
∫= )()( txty yang dapat kita tuliskan sebagai )()( tytx &=
Hubungan terakhir di kawasan t ini dapat kita baca sebagai : sinyal masukan adalah turunan dari sinyal keluaran.
Sekarang blok 1
s
kita pandang sebagai integrator dan bukan sebagai
gambaran dari fungsi alih 1/s. Dengan pandangan ini maka jika keluaran integrator adalah q(t) masukannya adalah )(tq& . Kita dapat menggambarkan hubungan keluaran dan masukan di kawasan t dari integrator sebagai
)(tq& → 1
s
→ )(tq
Perhatikan: Secara teknis penggambaran di atas tidak benar. Akan tetapi kita harus mengartikan gambar tersebut sebagai diagram sub-sistem yang mempunyai sinyal masukan )(tq& dan sinyal keluarannya q(t) dan bukan q(t) sama dengan (1/s) kali
)(tq& .

Sistem dan Persamaan Ruang Status
188 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Berbeda dengan blok integrator, blok statis X(s)→ a →Y(s) memberikan hubungan )()( sas XY = yang di kawasan t memberikan
hubungan
)()( taxty =
Jadi kita dapat menggambarkan hubungan )()( taxty = dengan menggunakan blok statis, yaitu
x(t)→ a →y(t).
9.2. Diagram Blok Integrator, Sinyal Sebagai Fungsi t
Berikut ini kita akan melihat contoh suatu diagram blok integrator yang sinyal masukan dan keluaran dari setiap integrator dinyatakan sebagai fungsi t.
CONTOH-9.1: Dalam diagram blok di bawah ini nyatakanlah sinyal masukan dan keluaran pada setiap blok integrator sebagai fungsi t.
Solusi :
Dalam diagram blok ini terdapat dua blok integrator. Jika sinyal masukan setiap blok integrator adalah )(tqi& dan sinyal keluarannya
adalah qi(t) maka diagram blok di atas dapat kita gambarkan seperti di bawah ini, di mana masukan dua blok integrator adalah
)(1 tq& dan )(2 tq&
sedangkan keluarannya adalah q1(t) dan q2(t).
Y(s) −−−−
+ −−−−
a
s
1
s
1
b
c X(s)
d
+

Sistem dan Persamaan Ruang Status
189
Dengan diagram ini keluaran sistem adalah )()()( 2 tdxtqty += .
9.3. Membangun Persamaan Ruang Status
Dari diagram blok di atas, kita dapat memperoleh satu set persamaan di kawasan t yang akan memberikan hubungan antara sinyal masukan dan sinyal keluaran sistem, yaitu x(t) dan y(t). Dengan perkataan lain kita dapat memperoleh persamaan sistem di kawasan t. Set persamaan tersebut kita peroleh dengan memperhatikan masukan blok-blok integrator, dan keluaran sistem. Dalam contoh ini set persamaan tersebut adalah :
)()()(
)()()(
)()()(
2
212
21
tdxtqty
taqtqtq
tcxtbqtq
+=−=
+−=&
&
(9.1)
Dengan cara ini set persamaan yang kita peroleh, yaitu persamaan (9.1), akan terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama adalah persamaan yang ruas kirinya berisi )(tq& , yang merupakan masukan blok integrator, dan kelompok kedua adalah yang ruas kirinya berisi y(t), yaitu keluaran sistem. Kelompok pertama dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks
)(0
1
)(
)(
1
0
)(
)(
2
1
2
1 txtq
tq
a
b
tq
tq
+
−−
=
&
&
(9.2)
)()()( 2 tdxtqty +=
)(1 tq& )(1 tq
−−−− + −−−−
a
s
1
s
1
)(2 tq& )(2 tq
+ +
b
c )(tx
d
+ +
)(ty

Sistem dan Persamaan Ruang Status
190 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Dengan mendefinisikan vektor
=
)(
)(
2
1
tq
tqq
&
&&r dan
=
)(
)(
2
1
tq
tqqr
maka
(9.2) dapat kita tuliskan
[ ] [ ] )(0
1)(
1
0)( txtq
a
btq
+
−−
=r&r (9.3)
Kelompok kedua dari (9.1) adalah )()()( 2 tdxtqty += dan dengan
definisi untuk vektor q(t) maka ia dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks
[ ][ ] [ ] )()( 10)( txdtqty +=r
(9.4)
Dengan demikian maka set persamaan (9.1) dapat kita tuliskan sebagai
[ ] [ ]
[ ][ ] [ ] )()( 10)(
)(0
1)(
1
0)(
txdtqty
txtqa
btq
+=
+
−−
=
r
r&r
(9.5)
Secara umum bentuk persamaan (9.5) dapat kita tulis sebagai
[ ] [ ][ ] [ ][ ][ ] [ ] )()( )(
)()( )(
txDtqCty
txBtqAtq
+=+=
r
r&r
(9.6)
Set persamaan (9.6) ini disebut representasi ruang status dari sistem. Sebutan lain dari representasi ini adalah model ruang status atau juga persamaan peubah status atau persamaan ruang status.
CONTOH-9.2: Carilah representasi ruang status dari sistem berikut.
2q& 2q
1q&
−−−−
3q3q&1q
+
−−−− c3 s
1
s
1
)(ty
+
+ a1
)(tx
b
+ +
ω2
a2 +
s
1
c2
d

Sistem dan Persamaan Ruang Status
191
Solusi:
Dari diagram blok di atas, masukan blok-blok integrator dan keluaran sistem memberi kita persamaan berikut.
)()(
)(
)(
2233
13
222
32
11
tdxqcqcty
bqtxaq
qtxaq
++==
−=ω−=
&
&
&
Persamaan ini kita tuliskan dalam bentuk matriks, menjadi
[ ] [ ] )(
)(
)(
)(
0)(
)(
0)(
)(
)(
001
00
00
)(
)(
)(
)(
3
2
1
32
2
1
3
2
12
3
2
1
txd
tq
tq
tq
ccty
txa
a
tq
tq
tq
b
tq
tq
tq
tq
+
=
+
−ω−
=
=&
&
&
&r
Inilah representasi ruang status dari sistem yang kita cari
9.4. Membangun Diagram Blok dari Persamaan Ruang Status
Melalui contoh berikut ini kita akan melihat bagaimana diagram blok dari suatu sistem dapat dibangun jika persamaan ruang statusnya diketahui.
CONTOH 9.3: Bangunlah diagram blok sistem yang persamaan ruang statusnya adalah sebagai berikut.
[ ] )( )(
1
0
0
)(
)(
)(
100
010
)(
321
3
2
1
321
tqbbbty
x(t)
tq
tq
tq
aaa
tq
r
&r
=
+
−−−=
Solusi :
Langkah pertama adalah melakukan pengembangan dari persamaan yang diketahui sehingga diperoleh set persamaan berikut.

Sistem dan Persamaan Ruang Status
192 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
)()()()(
)()()()()(
)()(
)()(
332211
3322113
32
21
tqbtqbtqbty
txtqatqatqatq
tqtq
tqtq
++=+−−−=
==
&
&
&
Langkah berikutnya adalah menggambarkan blok-blok integrator dengan masukan dan keluaran masing-masing. Langkah ini memberikan diagram blok integrator sebagai berikut
Langkah berikutnya adalah melakukan penghubungan blok-blok ini sesuai dengan persamaan yang diketahui, yaitu
persamaan )()( 21 tqtq =& berarti bahwa masukan blok
integrator nomer-1 adalah keluaran dari blok integrator nomer-2.
persamaan )()( 32 tqtq =& berarti masukan blok
integrator nomer-2 adalah keluaran blok integratir nomer-3. Kita mendapatkan hubungan:
Selanjutnya kita membuat pencabangan-pencabangan dan penjumlahan dengan blok-blok statis, sesuai dengan persamaan yang diketahui, yaitu
)()()()()( 3322113 txtqatqatqatq +−−−=&
Hasil yang kita peroleh adalah:
3q& 2q 1q& 1q
s
1
2q&
s
1
3q
s
1
2q2q&
s
1
3q3q&
s
1
1q& 1q
s
1

Sistem dan Persamaan Ruang Status
193
Satu persamaan lagi yang harus kita penuhi, yaitu persamaan keluaran
)()()()( 332211 tqbtqbtqbty ++=
Dengan pencabangan dan penjumlahan persamaan ini kita penuhi.
−−−−
a2
)(tx
a3
3q& 2q 1q& 1q
s
1 2q&
s
1 3q
s
1
a1
−−−− −−−−
+
−−−−
a2
)(tx
a3
3q& 2q 1q& 1q
s
1 2q&
s
1 3q
s
1
a1
−−−− −−−−
+ b1
b2
b3
+
+ +
)(ty

Sistem dan Persamaan Ruang Status
194 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Soal-Soal
1. Carilah persamaan ruang status dari sistem-sistem dengan diagram blok di bawah ini.
a).
b).
c).
d).
10 1
s
X (s) Y(s) + −−−−
k
+
+
1
s
1
s
+ X(s) Y(s)
ω2
+ X(s)
Y(s)
2 +s
−−−−
1
1
+s
1
s
1
s
+ X(s) Y(s)
3
−−−−
4
1
s
+ + −−−−
+

Sistem dan Persamaan Ruang Status
195
e).
f).
2. Gambarkan diagram blok dari sistem dengan persamaan status berikut ini.
a).
[ ] )(10)( 009)(
)(5
3)(
460
537
012
)(
txtqty
txtqtq
+=
+
=
r
r&r
b).
[ ] )(5)( 005)(
)(
0
1
0
)(
002
104
200
)(
txtqty
txtqtq
+=
+
−=
r
r&r
1
s
+ X(s) Y(s)
3
−−−− + + −−−−
+
1
s
+
4
−−−−
X(s)
1 s
+
Y(s)
4
−−−−
1
s
+ + −−−−
+
+ −−−−
5
1
s
1
s

Sistem dan Persamaan Ruang Status
196 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
c).
[ ] )( 11)(
)(1
1)()(
tqty
txtqtq
r
r&r
=
+
σ−ω−ωσ−
=
d).
[ ] )( 01)(
)(1
0)(
2
10)( 2
tqty
txtqtq
r
r&r
=
+
ζω−ω−=
e).
[ ] )( 10)(
)(1
0)(
2
10)( 2
tqty
txtqtq
r
r&r
=
+
ζω−ω−=

Transformasi Fourier
197
BAB 10 Transformasi Fourier
Kita telah mempelajari tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian. Analisis dengan menggunakan transformasi Fourier yang akan kita pelajari berikut ini akan memperluas pemahaman kita mengenai tanggapan frekuensi, baik mengenai perilaku sinyal itu sendiri mau-puan rangkaiannya. Selain dari pada itu, pada rangkaian-rangkaian tertentu dijumpai keadaan dimana model sinyal dan piranti tidak dapat dinyatakan melalui transformasi Laplace akan tetapi dapat dilakukan melalui transformasi Fourier. Topik-topik yang akan kita bahas meliputi: deret Fourier, transformasi Fourier, sifat-sifat trans-formasi Fourier, dan analisis rangkaian menggunakan transformasi Fourier. Dalam bab ini kita mempelajari tiga hal yang pertama, se-dangkan hal yang terakhir akan kita pelajari di bab berikutnya.
Dengan mempelajari deret dan transformasi Fourier kita akan • memahami deret Fourier. • mampu menguraikan bentuk gelombang periodik men-
jadi deret Fourier. • mampu menentukan spektrum bentuk gelombang peri-
odik. • memahami transformasi Fourier. • mampu mencari transformasi Fourier dari suatu
fungsi t. • mampu mencari transformasi balik dari suatu trans-
formasi Fourier.
10.1. Deret Fourier
10.1.1. Koefisien Fourier
Kita telah melihat bahwa sinyal periodik dapat diuraikan menjadi spektrum sinyal. Penguraian suatu sinyal periodik menjadi suatu spektrum sinyal tidak lain adalah pernyataan fungsi periodik kedalam deret Fourier. Jika f(t) adalah fungsi periodik yang memen-uhi persyaratan Dirichlet, maka f(t) dapat dinyatakan sebagai deret Fourier :

Transformasi Fourier
198 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
[ ]∑∞
=ω+ω+=
1000 )sin()cos()(
nnn tnbtnaatf (10.1)
yang dapat kita tuliskan sebagai (lihat sub-bab 3.2)
( )∑∞
=
θ−ω++=
10
220 )cos()(
nnnn tnbaatf (10.2)
Koefisien Fourier a0, an, dan bn ditentukan dengan hubungan berikut.
∫
∫
∫
−
−
−
>ω=
>ω=
=
2/
2/0
0
2/
2/0
0
2/
2/00
0
0
0
0
0
0
0 ; )sin()(2
0 ; )cos()(2
)(1
T
Tn
T
Tn
T
T
ndttntfT
b
ndttntfT
a
dttfT
a
(10.3)
Hubungan (10.3) dapat diperoleh dari (10.1). Misalkan kita mencari an: kita kalikan (10.1) dengan cos(kωot) kemudian kita integrasikan antara −To/2 sampai To/2 dan kita akan memperoleh
∑∫
∫
∫∫
∞
=−
−
−−
ωω+
ωω+
ω=ω
12/
2/o0
2/
2/o0
2/
2/o0
2/
2/o
o
o
o
o
o
o
o
o
)cos()sin(
)cos()cos(
)cos()cos()(
nT
Tn
T
Tn
T
T
T
T
dttktnb
dttktna
dttkadttktf
Dengan menggunakan kesamaan tigonometri
)sin(2
1)sin(
2
1sincos
)cos(2
1)cos(
2
1coscos
β+α+β−α=βα
β+α+β−α=βα
maka persamaan di atas menjadi

Transformasi Fourier
199
( )
( )∑
∫
∫
∫∫
∞
=−
−
−−
ω++ω−+
ω++ω−+
ω=ω
12/
2/o0
2/
2/o0
2/
2/o0
2/
2/o
o
o
o
o
o
o
o
o
))sin(())sin((2
))cos(())cos((2
)cos()cos()(
nT
T
n
T
T
n
T
T
T
T
dtdttkntknb
dttkntkna
dttkadttktf
Karena integral untuk satu perioda dari fungsi sinus adalah nol, maka semua integral di ruas kanan persamaan ini bernilai nol kecuali satu yaitu
( ) kna
dttkna nT
T
n ==ω−∫− jika terjadiyang 2
))cos((2
2/
2/0
o
o
oleh karena itu ∫− ω=2/
2/0
o
o
o
)cos()(2 T
Tn dttntf
Ta
Pada bentuk-bentuk gelombang yang sering kita temui, banyak dian-tara koefisien-koefisien Fourier yang bernilai nol. Keadaan ini diten-tukan oleh kesimetrisan fungsi f(t) yang pernah kita pelajari di Bab-3; kita akan melihatnya sekali lagi dalam urain berikut ini.
10.1.2. Kesimetrisan Fungsi Simetri Genap. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri genap jika f(t) = f(−t). Salah satu contoh fungsi yang memiliki simetri ge-nap adalah fungsi cosinus, cos(ωt) = cos(−ωt). Untuk fungsi sema-cam ini, dari (10.1) kita dapatkan
[ ]
[ ]∑
∑∞
=
∞
=
ω−ω+=−
ω+ω+=
1000
1000
)sin()cos()(
dan )sin()cos()(
nnn
nnn
tnbtnaatf
tnbtnaatf
Kalau kedua fungsi ini harus sama, maka haruslah bn = 0, dan f(t) menjadi
[ ]∑∞
=ω+=
10o )cos()(
nn tnaatf (10.4)

Transformasi Fourier
200 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-10.1: Tentukan deret Fourier dari bentuk gelombang deretan pulsa berikut ini.
Solusi : Bentuk gelombang ini memiliki simetri genap, amplitudo A, pe-rioda To , lebar pulsa T.
ππ
=
ππ
=
ωω
=ω=
====
−−
−−
∫
∫
oo
2/2/o
oo
2/
2/o
o
o
2/
2o
2/
2/oo
sin2
sin2
sin2
)cos(2
; 0 ; 1
T
Tn
n
A
T
Tn
n
A
tnnT
AdttnA
Ta
bT
AT
T
AtAdt
Ta
TT
T
Tn
n
T
T/
T
T
Untuk n = 2, 4, 6, …. (genap), an = 0; an hanya mempunyai nilai untuk n = 1, 3, 5, …. (ganjil).
( ) )cos(12
)cos(sin2
)(
o,1
2/)1(
o
o,1 oo
tnn
A
T
AT
tnT
Tn
n
A
T
ATtf
ganjiln
n
ganjiln
ω−π
+=
ω
ππ
+=
∑
∑∞
=
−
∞
=
Pemahaman : Pada bentuk gelombang yang memiliki simetri genap, bn = 0. Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tanθn = bn/an = 0 yang be-rarti θn = 0o.
Simetri Ganjil. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri ganjil jika f(t) = −f(−t). Contoh fungsi yang memiliki simetri ganjil adalah fungsi sinus, sin(ωt) = −sin(−ωt). Untuk fungsi semacam ini, dari (10.1) kita dapatkan
[ ]∑∞
=ω+ω−+−=−−
1000 )sin()cos()(
nnn tnbtnaatf
−T/2 0 T/2
v(t)
A
T
To

Transformasi Fourier
201
Kalau fungsi ini harus sama dengan
[ ]∑∞
=ω+ω+=
1000 )sin()cos()(
nnn tnbtnaatf
maka haruslah
[ ] )sin()( 0dan 01
00 ∑∞
=ω=⇒==
nnn tnbtfaa (10.5)
CONTOH-10.2: Carilah deret Fou-rier dari bentuk gelombang persegi di samping ini.
Solusi:
Bentuk gelombang ini memiliki simetri ganjil, amplitudo A, perioda To = T.
; 0 ; 0o == naa
( ))cos(2)(cos1
)cos()cos(2
)sin()sin( 2
2
2/o2/
0oo
2/o
2/
0o
π−π+π
=
ω+ω−
ω=
ω−+ω= ∫∫
nnn
A
tntnTn
A
dttnAdttnAT
b
TT
T
T
T
Tn
Untuk n ganjil cos(nπ) = −1 sedangkan untuk n genap cos(nπ) = 1. Dengan demikian maka
( )
( ) genap untuk 0211
ganjil untuk 4
211
nn
Ab
nn
A
n
Ab
n
n
=−+π
=
π=++
π=
∑∞
=ω
π=⇒
ganjiln
tnn
Atv
,1o )sin(
4)(
Pemahaman: Pada bentuk gelombang dengan semetri ganjil, an = 0. Oleh ka-rena itu sudut fasa harmonisa tanθn = bn/an = ∞ atau θn = 90o.
v(t)
t
T A
−A

Transformasi Fourier
202 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Simetri Setengah Gelombang. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri setengah gelombang jika f(t) = −f(t−To/2). Fungsi dengan sifat ini tidak berubah bentuk dan nilainya jika diinversi kemudian digeser setengah perioda. Fungsi sinus(ωt) misalnya, jika kita kita inversikan kemudian kita geser sebesar π akan kembali menjadi si-nus(ωt). Demikain pula halnya dengan fungsi-fungsi cosinus, ge-lombang persegi, dan gelombang segitiga.
[ ]
[ ]∑
∑∞
=
∞
=
ω−−ω−−+−=
π−ω−π−ω−+−=−−
1000
1000o
)sin()1()cos()1(
))(sin())(cos()2/(
nn
nn
n
nnn
tnbtnaa
tnbtnaaTtf
Kalau fungsi ini harus sama dengan
[ ]∑∞
=ω+ω+=
1000 )sin()cos()(
nnn tnbtnaatf
maka haruslah ao = 0 dan n harus ganjil. Hal ini berarti bahwa fungsi ini hanya mempunyai harmonisa ganjil saja.
10.1.3. Deret Fourier Bentuk Eksponensial
Deret Fourier dalam bentuk seperti (10.1) sering disebut sebagai bentuk sinus-cosinus. Bentuk ini dapat kita ubah kedalam cosinus (bentuk sinyal standar) seperti (10.2). Sekarang bentuk (10.2) akan kita ubah ke dalam bentuk eksponensial dengan menggunakan hub-ungan
2cos
α−α +=αjj ee
.
Dengan menggunakan relasi ini maka (10.2) akan menjadi

Transformasi Fourier
203
( )
∑∑
∑
∑
∞
=
θ−ω−∞
=
θ−ω
∞
=
θ−ω−θ−ω
∞
=
++
++=
+++=
θ−ω++=
1
)(22
1
)(22
0
1
)()(22
0
10
220
00
00
22
2
)cos()(
n
tnjnn
n
tnjnn
n
tnjtnj
nn
nnnn
nn
nn
eba
eba
a
eebaa
tnbaatf
(10.6)
Suku ketiga (10.6) adalah penjumlahan dari n = 1 sampai n =∞. Jika penjumlahan ini kita ubah mulai dari n = −1 sampai n = −∞, dengan penyesuaian an menjadi a−n , bn menjadi b−n , dan θn menjadi θ−n, maka menurut (10.3) perubahan ini berakibat
tan
)sin()(2
)sin()(2
)cos()(2
)cos()(2
2/
2/0
0
2/
2/0
0
2/
2/0
0
2/
2/0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
nnn
n
n
nn
T
T
T
Tn
nT
T
T
Tn
a
b
a
b
bdttntfT
dttntfT
b
adttntfT
dttntfT
a
θ−=θ⇒−==θ
−=ω−=ω−=
=ω=ω−=
−−
−−
−−−
−−−
∫∫
∫∫
(10.7) Dengan (10.7) ini maka (10.6) menjadi
∑∑∞−
−=
θ−ω∞
=
θ−ω
++
+=
1
)(22
0
)(22
00
22)(
n
tnjnn
n
tnjnn nn eba
eba
tf
(10.8)
Suku pertama dari (10.8) merupakan penjumlahan yang kita mulai dari n = 0 untuk memasukkan a0 sebagai salah satu suku penjumla-han ini. Dengan cara ini maka (10.8) dapat ditulis menjadi
∑∑∞+
−∞=
ω∞+
−∞=
ωθ− =
+=
n
tnj
n
tnjjnn eceeba
tf n )(n
)(22
00 2
)( (10.9)
Inilah bentuk eksponensial deret Fourier, dengan cn adalah koefisien Fourier yang mungkin berupa besaran kompleks.

Transformasi Fourier
204 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
22
22nnjnn
njba
eba
c−
=+
= θ− (10.10)
0 jika tan ;0 jika tan
dengan dan 2
1n
1n
22
>
=θ<
−=θ
θ=∠+
=
−−n
n
nn
n
n
nnnn
n
aa
ba
a
b
cba
c (10.11)
Jika an dan bn pada (10.3) kita masukkan ke (10.10) akan kita dapat-kan
∫−ω−=−=
2/
2/0
0
0
)(1
2
T
T
tjnnnn dtetf
T
jbac n (10.12)
dan dengan (10.12) ini maka (10.9) menjadi
∑ ∫∑+∞
−∞=
ω−
ω−+∞
−∞=
ω
==
n
tnjT
T
tjn
n
tnj edtetfT
ectf )(2/
2/0
)(n
00
0
o0 )(1
)( (10.13)
Persamaan (10.11) menunjukkan bahwa 2|cn| adalah amplitudo dari harmonisa ke-n dan sudut fasa harmonisa ke-n ini adalah ∠cn. Per-samaan (10.10) ataupun (10.12) dapat kita pandang sebagai pengu-bahan sinyal periodik f(t) menjadi suatu spektrum yang terdiri dari spektrum amplitudo dan spektrum sudut fasa seperti telah kita kenal di Bab-1. Persamaan (10.9) ataupun (10.13) memberikan f(t) apabila komposisi harmonisanya cn diketahui. Persamaan (10.12) menjadi cikal bakal transformasi Fourier, sedangkan persamaan (10.13) ada-lah transformasi baliknya.
CONTOH-10.3: Carilah koefisien Fourier cn dari fungsi pada con-toh-10.1.
Solusi :
( )2/sin2
1
ooo
2/2/
oo
2/
2/oo
2/
2/o
oo
oo
TnTn
A
j
ee
Tn
A
jn
e
T
AdteA
Tc
TjnTjn
T
T
tjnT
T
tjnn
ωω
=
−ω
=
ω−==
ω−ω−
ω−
−ω−
∫

Transformasi Fourier
205
10.2. Transformasi Fourier
10.2.1. Spektrum Kontinyu
Deret Fourier, yang koefisiennya diberikan oleh (10.12) hanya berla-ku untuk sinyal periodik. Sinyal-sinyal aperiodik seperti sinyal ek-sponensial dan sinyal anak tangga tidak dapat direpresentasikan dengan deret Fourier. Untuk menangani sinyal-sinyal demikian ini kita memerlukan transformasi Fourier dan konsep spektrum kontinyu. Sinyal aperiodik dipandang sebagai sinyal periodik dengan perioda tak-hingga.
Jika diingat bahwa ω0 = 2π/T0 , maka (10.13) menjadi
∑ ∫
∑ ∫∞
−∞=
ω−
ω−
∞
−∞=
ω−
ω−
ω
π=
=
n
tjnT
T
tjn
n
tjnT
T
tjn
edtetf
edtetfT
tf
00
0
0
00
0
0
)(2
1
)(1
)(
02/
2/
2/
2/0 (10.14)
Kita lihat sekarang apa yang terjadi jika perioda T0 diperbesar. Ka-rena ω0 = 2π/T0 maka jika T0 makin besar, ω0 akan makin kecil. Be-da frekuensi antara dua harmonisa yang berturutan, yaitu
0000
2)1(
Tnn
π=ω=ω−ω+=ω∆
juga akan makin kecil yang berarti untuk suatu selang frekuensi ter-tentu jumlah harmonisa semakin banyak. Oleh karena itu jika perio-da sinyal T0 diperbesar menuju ∞ maka spektrum sinyal menjadi spektrum kontinyu, ∆ω menjadi dω (pertambahan frekuensi infi-nitisimal), dan nω0 menjadi peubah kontinyu ω. Penjumlahan pada (10.14) menjadi integral. Jadi dengan membuat T0 → ∞ maka (10.14) menjadi
∫∫ ∫∞
∞−ω∞
∞−ω∞
∞−ω− ωω
π=ω
π= deFdedtetftf tjtjtj )(
2
1 )(
2
1)(
(10.15)
dengan F(ω) merupakan sebuah fungsi frekuensi yang baru, sedemikian rupa sehingga

Transformasi Fourier
206 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
∫∞
∞−ω−=ω dtetf tj )()( F (10.16)
dan F(ω) inilah transformasi Fourier dari f(t), yang ditulis dengan notasi
[ ] )()( ω= FtfF
Proses transformasi balik dapat kita lakukan melalui persamaan (10.15).
)()( 1 ω= −Ftf
CONTOH-10.4: Carilah transformasi Fourier dari bentuk gelombang pulsa di samping ini.
Solusi :
Bentuk gelombang ini adalah aperi-odik yang hanya mempunyai nilai antara −T/2 dan +T/2, se-dangkan untuk t yang lain nilainya nol. Oleh karena itu integrasi yang diminta oleh (10.16) cukup dilakukan antara −T/2 dan +T/2 saja.
2/
)2/sin(
22/ )(
2/2/2/
2/
2/
2/
T
TAT
j
eeAe
j
AdteA
TjTjT
T
tjT
T
tj
ωω=
−ω
=ω
−==ωω−ω
−
ω−−
ω−∫F
Kita bandingkan transformasi Fourier (10.16)
∫∞
∞−ω−=ω dtetf tj )()( F
dengan koefisien Fourier
∫−ω−=
−=
2/
2/0
0
0
)(1
2
T
T
tjnnnn dtetf
T
jbac n
(10.17)
Koefisien Fourier cn merupakan spektrum sinyal periodik dengan
perioda T0 yang terdiri dari spektrum amplitudo |cn| dan spektrum
−T/2 0 T/2
v(t)
A

Transformasi Fourier
207
sudut fasa ∠cn, dan keduanya merupakan spektrum garis (tidak
kontinyu, memiliki nilai pada frekuensi-frekuensi tertentu yang dis-
krit). Sementara itu transformasi Fourier F(ω) diperoleh dengan
mengembangkan perioda sinyal menjadi tak-hingga guna mencakup
sinyal aperiodik yang kita anggap sebagai sinyal periodik yang peri-
odenya tak-hingga. Faktor 1/T0 pada cn dikeluarkan untuk mem-
peroleh F(ω) yang merupakan spektrum kontinyu, baik spektrum
amplitudo |F(jω)| maupun spektrum sudut fasa ∠ F(ω).
CONTOH-10.5: Gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal pada
contoh 10.4.
Solusi :
Spektrum amplitudo
sinyal aperiodik ini
merupakan spektrum
kontinyu |F(jω)|.
2/
)2/sin()(
T
TAT
ωω=ωF
Pemahaman:
Sinyal ini mempunyai simetri genap. Sudut fasa harmonisa ada-
lah nol sehingga spektrum sudut fasa tidak digambarkan. Per-
hatikan pula bahwa |F(ω)| mempunyai spektrum di dua sisi, ω
positif maupun negatif; nilai nol terjadi jika sin(ωT/2)=0 yaitu
pada ω = ±2kπ/T (k = 1,2,3,…); nilai maksimum terjadi pada ω
= 0, yaitu pada waktu nilai sin(ωT/2)/(ωT/2) = 1.
CONTOH-10.6: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = [A e−αt ] u(t)
dan gambarkan spektrum amplitudo dan fasanya.
Solusi :
-50
|F(ω)|
T
π−2
T
π−4
T
π−6
T
π2
T
π4
T
π60 ω

Transformasi Fourier
208 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
0untuk
)()(
0
)(
0
)(
>αω+α
=ω+α
−=
==ω
∞ω+α−
∞ ω+α−∞
∞−ω−α−
∫∫
j
A
j
eA
dtAedtetuAe
tj
tjtjtF
αω−=ω∠=ωθ⇒
ω+α=ω⇒
−1
22
tan)()(
||)(
jF
AF
Pemahaman:
Untuk α < 0, tidak ada transformasi Fourier-nya karena inte-
grasi menjadi tidak konvergen.
10.3. Transformasi Balik
Pada transformasi Fourier transformasi balik sering dilakukan
dengan mengaplikasikan relasi formalnya yaitu persamaan (10.15).
Hal ini dapat dimengerti karena aplikasi formula tersebut relatif mu-
dah dilakukan
CONTOH-10.7: Carilah f(t) dari
)(2)( ωπδ=ωF
Solusi
1 )1)((
)(22
1 )(2
2
1)(
0
0
=ωωδ=
ωωπδπ
=ωωπδπ
=
∫
∫∫+
−
+
−
α
α
ω∞
∞−ω
d
dedetf tjtj
+90o
−90o
θ(ω) 90|F(ω)
|
ω
A/α 25

Transformasi Fourier
209
Pemahaman :
Fungsi 2πδ(ω) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya
mempunyai nilai di ω=0 sebesar 2π. Oleh karena itu e jωt juga
hanya mempunyai nilai di ω=0 sebesar e j0t =1. Karena fungsi
hanya mempunyai nilai di ω=0 maka integral dari −∞ sampai
+∞ cukup dilakukan dari 0− sampai 0+, yaitu sedikit di bawah
dan di atas ω=0. Contoh ini menunjukkan bahwa transformasi
Fourier dari sinyal searah beramplitudo 1 adalah 2πδ(ω).
CONTOH-10.8: Carilah f(t) dari
)(2)( α−ωπδ=ωjF
Solusi :
tjtj
tjtj
ede
dedetf
αα
αα
α
αω∞
∞−ω
=ωα−ωδ=
ωα−ωπδπ
=ωα−ωπδπ
=
∫
∫∫+
−
+
−
)(
)(22
1 )(2
2
1)(
Pemahaman :
Fungsi 2πδ(ω−α) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang han-
ya mempunyai nilai di ω=α sebesar 2π. Oleh karena itu e jωt juga
hanya mempunyai nilai di ω=α sebesar ejαt. Karena fungsi hanya
mempunyai nilai di ω=α maka integral dari −∞ sampai +∞
cukup dilakukan dari α− sampai α+, yaitu sedikit di bawah dan
di atas ω=α.
CONTOH-10.9: Carilah f(t) dari
[ ])()()( α−ω−α+ωαπ=ω uu
AF
Solusi :

Transformasi Fourier
210 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
[ ]
[ ]
t
tA
j
ee
t
A
jt
eeA
jt
eAde
A
deuuA
tf
tjtjtjtj
tjtj
tj
αα=−
α=−
α=
α=ω
απ
π=
ωα−ω−α+ωαπ
π=
α−αα−α
α
α−
ω∞
∞−ω
∞
∞−ω
∫
∫
)sin(
22
2 1
2
1
)()(2
1)(
Pemahaman: Dalam soal ini F(ω) mempunyai nilai pada selang −α<ω<+α
oleh karena itu e jωt juga mempunyai nilai pada selang frekuensi
ini juga; dengan demikian integrasi cukup dilakukan antara −α
dan +α.
Hasil transformasi balik f(t) dinyatakan dalam bentuk sin(x)/x
yang bernilai 1 jika x→0 dan bernilai 0 jika x→∞. Jadi f(t) men-
capai nilai maksimum pada t = 0 dan menuju nol jika t menuju
∞ baik ke arah positif maupun negatif. Kurva F(ω) dan f(t)
digambarkan di bawah ini.
10.2.3. Dari Transformasi Laplace ke Transformasi Fourier
Untuk beberapa sinyal, terdapat hubungan sederhana antara trans-formasi Fourier dan transformasi Laplace. Sebagaimana kita ketahui, transformasi Laplace didefinisikan melalui (6.1) sebagai
∫∞ −=0
)()( dtetfs stF (10.18)
F(ω)
ω +β −β 0
f(t)
A
t

Transformasi Fourier
211
dengan s = σ + jω adalah peubah frekuensi kompleks. Batas bawah integrasi adalah nol, artinya fungsi f(t) haruslah kausal. Jika f(t) me-menuhi persyaratan Dirichlet maka integrasi tersebut di atas akan tetap konvergen jika σ = 0, dan formulasi transformasi Laplace ini menjadi
∫∞ ω−=0
)()( dtetfs tjF (10.19)
Sementara itu untuk sinyal kausal integrasi transformasi Fourier cukup dilakukan dari nol, sehingga transformasi Fourier untuk sinyal kausal menjadi
∫∞ ω−=ω0
)()( dtetf tjF (10.20)
Bentuk (10.20) sama benar dengan (10.19), sehingga kita dapat sim-pulkan bahwa
0)()(
berlaku integrasi-didapat dan kausal )( sinyaluntuk
=σ=ω s
tf
FF (10.21)
Persyaratan “dapat di-integrasi” pada hubungan (10.21) dapat di-penuhi jika f(t) mempunyai durasi yang terbatas atau cepat menurun menuju nol sehingga integrasi |f(t)| dari t=0 ke t=∞ konvergen. Ini berarti bahwa pole-pole dari F(s) harus berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Jika persyaratan-persyaratan tersebut di atas dipenuhi, pen-carian transformasi balik dari F(ω) dapat pula dilakukan dengan metoda transformasi balik Laplace.
CONTOH-10.10: Dengan menggunakan metoda transformasi La-place carilah transformasi Fourier dari fungsi-fungsi berikut (anggap α, β > 0).
[ ] )( sin)( c)
)()( b).
)( )( a).
3
2
1
tuteAtf
ttf
tueAtf
t
t
β=
δ==
α−
α−
Solusi:

Transformasi Fourier
212 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
α+ω=ω→
α−=→α+
=→
→= α−
j
ps
AsF
tuAetf t
1)(
imag)sumbu kiri (di pole)(
integrasi-didapat dan kausal fungsi)()( a).
1
1
F
1)(1)(
integrasi-didapat dan kausal fungsi)()( b). 2
=ω→=→→δ=
FsF
ttf
[ ]
αω+ω−β+α=
β+α+ω=ω→
β±α−=→β+α+
=→
→β= α−
2)()(
im)sumbu kiri (di pole )(
)(
integrasi-didapat kausal, fungsi)( sin)( c).
22222
22
3
j
a
j
A
jps
As
tuteAtf t
F
F
CONTOH-10.11: Carilah f(t) dari )4)(3(
10)(
+ω+ω=ω
jjF
Solusi :
Jika kita ganti jω dengan s kita dapatkan
)4)(3(
10)(
++=
sssF
Pole dari fungsi ini adalah p1 = −3 dan p2 = −4, keduanya di sebelah kiri sumbu imajiner.
4
10
3
10)(
103
10 ; 10
4
10
43)4)(3(
10)(
42
31
21
+−
+=⇒
−=+
==+
=→
++
+=
++=
−=−=
sss
sk
sk
s
k
s
k
sss
ss
F
F
Transformasi balik dari F(ω) adalah :
[ ] )( 10 10)( 43 tueetf tt −− −=

Transformasi Fourier
213
10.4. Sifat-Sifat Transformasi Fourier
10.4.1. Kelinieran
Seperti halnya transformasi Laplace, sifat utama transformasi Fourier adalah kelinieran.
[ ] [ ][ ] )()( )(2)(1: maka
)()(dan )()( : Jika
21
21
ω+ω=+
ω=ω=
FF
FF
BAtBftAf
tftf
F
FF 21 (10.22)
CONTOH-10.12: Carilah transformasi Fourier dari v(t) = cosβt.
Solusi:
Fungsi ini adalah non-kausal; oleh karena itu metoda transfor-masi Laplace tidak dapat di terapkan. Fungsi cosinus ini kita tuliskan dalam bentuk eksponensial.
[ ] [ ] [ ]tjtjtjtj
eeee β−β
β−β+=
+=β FFFF tcos2
1
2
1
2
Dari contoh 10.8. kita ketahui bahwa )(2 β−ωπδ=
ωtjeF
Jadi [ ] )()( β+ωπδ+β−ωπδ=βtcosF
10.4.2. Diferensiasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut
)()( ωω=
Fj
dt
tdfF (10.23)
Persamaan (10.15) menyatakan
( )
)()(
)(2
1
)(2
1 )(
2
1)(
)(2
1)(
ωω=
→
ωωωπ
=
ωωπ
=
ωωπ
=→
ωωπ
=
∫
∫∫
∫
∞
∞−ω
∞
∞−ω∞
∞−ω
∞
∞−ω
Fjdt
tdf
deFj
deFdt
ddeF
dt
d
dt
tdf
deFtf
tj
tjtj
tj
F

Transformasi Fourier
214 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
10.4.3. Integrasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
)()0()(
)( ωδπ+ωω
=
∫ ∞−
FF
jdxxf
tF (10.24)
Suku kedua ruas kanan (10.24) merupakan komponen searah jika sekiranya ada. Faktor F(0) terkait dengan f(t); jika ω diganti dengan nol akan kita dapatkan
∫∞
∞−= dttf )()0(F
CONTOH-10.13: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = Au(t).
Solusi:
Metoda transformasi Laplace tidak dapat diterapkan untuk fungsi anak tangga. Dari contoh (10.10.b) kita dapatkan bahwa
[ ] 1)( =δ tF . Karena fungsi anak tangga adalah integral dari fungsi impuls, kita dapat menerapkan hbungan (10.24) tersebut di atas.
[ ] )(1
)()( ωπδ+ω
=δ= ∫ ∞− jdxxtu
tFF
10.4.4. Pembalikan
Pembalikan suatu fungsi f(t) adalah mengganti t dengan −t. Jika kita membalikkan suatu fungsi, maka urutan kejadian dalam fungsi yang baru berlawanan dengan urutan kejadian pada fungsi semula. Trans-formsi Fourier dari fungsi yang dibalikkan sama dengan kebalikan dari transformasi Fourier fungsi semula. Secara formal hal ini dapat dituliskan sebagai
[ ] [ ] )()( maka )()( Jika ω−=−ω= FF tftf FF (10.25)
Menurut (10.16)

Transformasi Fourier
215
[ ]
[ ] [ ]
)( )(
)()()(
Misalkan ; )()(
ω−=ττ=
ττ−=τ=−→
τ=−−=−
∫
∫
∫
∞
∞−ωτ−
∞−
∞ωτ
∞
∞−ω−
Fdef
defftf
tdtetftf
j
j
tj
FF
F
Sifat pembalikan ini dapat kita manfaatkan untuk mencari transfor-masi Fourier dari fungsi signum dan fungsi eksponensial dua sisi.
CONTOH-10.14: Carilah transformasi Fourier dari fungsi signum dan eksponensial dua sisi breikut ini.
Solusi :
Contoh 10.13. memberikan [ ] )(1
)( ωπδ+ω
=j
tuF maka
[ ] [ ]ω
=−−=j
tutut2
)()()sgn( FF
Contoh 10.10.a memberikan [ ]ω+α
=α−j
tue t 1)(F maka
[ ] [ ]22
)(||
2
)(
11
)()(
ω+α
α=ω−+α
+ω+α
=
−+= −α−α−α−
jj
tuetuee ttt FF
10.4.5. Komponen Nyata dan Imajiner dari F(ωωωω)
Pada umumnya transformasi Fourier dari f(t), F(ω), berupa fungsi kompleks yang dapat kita tuliskan sebagai
t 0
v(t)
1
−1−u(−t)
u(t)
signum : sgn(t) = u(t) − u(−t)
0 t 0 eksponensial dua sisi :
e−α| t | = e−αt u(t) + e−α(−t) u(−t)
e−αt u(t)
v(t)1
e−α(−t)

Transformasi Fourier
216 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
ωθ
∞
∞−
∞
∞−
∞
∞−ω−
ω=ω+ω=
ω−ω==ω ∫∫∫j
tj
ejBA
dttstfjdttctfdtetf
)()()(
in )( os )( )()(
F
F
dengan
∫∫∞
∞−
∞
∞−ω−=ωω=ω dtttfBdtttfA sin)()( ; cos)()( (10.26)
ωω=ωθω+ω=ω −
)(
)(tan)( ; )()()( 122
A
BBAF (10.27)
Jika f(t) fungsi nyata, maka dari (10.26) dan (10.27) dapat kita sim-pulkan bahwa
1. Komponen riil dari F(ω) merupakan fungsi genap, karena A(−ω) = A(ω).
2. Komponen imajiner F(ω) merupakan fungsi ganjil, karena B(−ω) =− B(ω).
3. |F(ω)| merupakan fungsi genap, karena |F(−ω)| = |F(ω)|.
4. Sudut fasa θ(ω) merupakan fungsi ganjil, karena θ(−ω) =− θ(ω).
5. Kesimpulan (1) dan (2) mengakibatkan : kebalikan F(ω) adalah konjugat-nya, F(−ω) = A(ω) − jB(ω) = F*(ω) .
6. Kesimpulan (5) mengakibatkan : F(ω) × F(−ω) = F(ω) × F*(ω) = |F(ω)|2.
7. Jika f(t) fungsi genap, maka B(ω) = 0, yang berarti F(ω) riil.
8. Jika f(t) fungsi ganjil, maka A(ω) = 0, yang berarti F(ω) imajiner.
10.4.6. Kesimetrisan
Sifat ini dinyatakan secara umum sebagai berikut.
[ ] [ ] )( 2)( maka )()( Jika ω−π=ω= ftFtf FF F (10.28)
Sifat ini dapat diturunkan dari formulasi transformasi balik.

Transformasi Fourier
217
∫
∫∫∞
∞−ω−
∞
∞−ω−∞
∞−ω
ω=ω−πω
ωω=−π→ωω=π
detft
detfdetf
tj
tjtj
)()( 2 : makakan dipertukar dan Jika
)()( 2 )()( 2
F
FF
10.4.7. Pergeseran Waktu Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
[ ] [ ] )()( maka )()( Jika ω=−ω= ω− FF TjeTtftf FF (10.29)
Sifat ini mudah diturunkan dari definisinya.
10.4.8. Pergeseran Frekuensi Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
[ ] [ ] )()(1 maka )()(1 Jika tfetf tjβ=β−ω−=ω− FF FF (10.30)
Sifat ini juga mudah diturunkan dari definisinya.
10.4.9. Penskalaan
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
[ ] [ ]
ω=ω=aa
atftf FF||
1)( maka )()( Jika FF (10.31)
10.5. Ringkasan
Tabel-10.1 berikut ini memuat pasangan transformasi Fourier se-dangkan sifat-sifat transformasi Fourier termuat dalam Tabel-10.2.

Transformasi Fourier
218 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Tabel 10.1. Pasangan transformasi Fourier.
Sinyal f(t) F(ω)
Impuls δ(t) 1
Sinyal searah (konstan) 1 2π δ(ω)
Fungsi anak tangga u(t) )(1 ωπδ+ωj
Signum sgn(t) ωj2
Exponensial (kausal) ( ) )( tue tα− ω+α j
1
Eksponensial (dua sisi) || te α− 22
2
ω+αα
Eksponensial kompleks tje β )( 2 β−ωδπ
Kosinus cosβt [ ])()( β+ωδ+β−ωδπ
Sinus sinβt [ ])()( β+ωδ−β−ωδπ− j
Tabel 10.2. Sifat-sifat transformasi Fourier.
Sifat Kawasan Waktu Kawasan Frekuensi
Sinyal f(t) F(ω)
Kelinieran A f1(t) + B f2(t) AF1(ω) + BF2(ω)
Diferensiasi dt
tdf )( jωF(ω)
Integrasi ∫ ∞−
tdxxf )( )( )0(
)( ωδπ+ωω
FF
j
Kebalikan f (−t) F(−ω)
Simetri F (t) 2π f (−ω)
Pergeseran waktu f (t − T) )(ωω− FTje
Pergeseran frekuensi e j β t f (t) F(ω − β)
Penskalaan |a| f (at)
ωa
F

Transformasi Fourier
219
Soal-Soal
Deret Fourier Bentuk Sinus-Cosinus.
1. Tentukan deret Fourier dari gelombang segitiga berikut ini.
a).
b).
c).
d).
e).
2. Siklus pertama dari deretan pulsa dinyatakan sebagai
)3()2()1(2)(2)( −−−+−−= tututututv
Gambarkan siklus pertama tersebut dan carilah koefisien Fourier-nya serta gambarkan spektrum amplitudo dan sudut fasanya.
v 1ms
t
10V
−5V
v
t 20ms
150V
v
t
20ms 150V
t
v 10V
1ms
t
v 5V
−5V
1ms

Transformasi Fourier
220 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
3. Suatu gelombang komposit dibentuk dengan menjumlahkan te-gangan searah 10V dengan gelombang persegi yang amplitudo puncak ke puncak-nya 10 V. Carilah deret Fouriernya dan gam-barkan spektrum amplitudonya.
Deret Fourier Bentuk Eksponensial.
4. Carilah koefisien kompleks deret Fourier bentuk gelombang beri-kut.
a).
b).
c).
d).
e).
v 1ms
t
10V
−5V
v
20ms
t
150V
v
10V
−5V
1ms
2ms
t
t
v 10V
1ms
t
v 5V
−5V
1ms

Transformasi Fourier
221
Transformasi Fourier
5. Carilah transformasi Fourier dari bentuk-bentuk gelombang beri-kut:
a). [ ])()()( TtutuT
Attv −−= ;
b).
−−
+
π=44
2cos)(
Ttu
Ttu
T
tAtv
c).
−−
+
π+=22
2
cos12
)(T
tuT
tuT
tAtv
d). )(22)( tutv += ;
e). )(6)sgn(2)( tuttv +−=
f). [ ] )2( )sgn(2)(2)( 2 +δ+= − tttuetv t
g). )2(2)2(2)( )2(2)2(2 ++−= +−−− tuetuetv tt
6. Tentukan transformasi balik dari fungsi-fungsi berikut:
a). || )( ωα−απ=ω eF ;
b). [ ])()()( β−ω−β+ωβ
π=ω uuA
F
c). )50( )20(
1000)(
+ω+ω=ω
jjF ;
d). )50( )20(
)(+ω+ω
ω=ωjj
jF
e). )50( )20(
)(2
+ω+ωω−=ω
jjF ;
f). )50( )20(
1000)(
+ω+ωω=ω
jjjF

Transformasi Fourier
222 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
g). )50( )50(
500)(
+ω+ω−ω=ωjj
jF ;
h). )50( )50(
5)(
+ω+ωω=ωjj
jF
i). )50( )50(
5000)(
+ω+ω−ω=ω
jjjF ;
j). 2500200
)(5000)(
2 +ω+ω−ωδ=ω
jF
k). ω−+ωδπ=ω 2)( 4)( eF ;
l). ω
−ωδπ=ωω−
j
e j2)4( 4)(F
m). )2(
)1(4)( 4)(
ω+ω+ω+ωδπ=ω
jj
jF ;
n). ω−+ωδπ=ω 2)( 4)( eF
o). )2( 4)2( 4)( 4)( +ωδπ+−ωδπ+ωδπ=ωF

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
223
BAB 11 Analisis Rangkaian Menggunakan Transformasi Fourier
Dengan pembahasan analisis rangkaian dengan menggunakan transfor-masi Fourier, kita akan
• mampu melakukan analisis rangkaian menggunakan trans-formasi Fourier.
• mampu mencari tanggapan frekuensi.
11.1. Transformasi Fourier dan Hukum Rangkaian
Kelinieran dari transformasi Fourier menjamin berlakunya relasi hukum Kirchhoff di kawasan frekuensi. Relasi HTK misalnya, jika ditransfor-masikan akan langsung memberikan hubungan di kawasan frekuensi yang sama bentuknya dengan relasinya di kawasan waktu.
0)()()( : masikan ditransfor jika
0)()()( :HTK relasiMisalkan
331
321
=ω−ω+ω=−+
VVV
tvtvtv
Hal inipun berlaku untuk KCL. Dengan demikian maka transformasi Fourier dari suatu sinyal akan mengubah pernyataan sinyal di kawasan waktu menjadi spektrum sinyal di kawasan frekuensi tanpa mengubah bentuk relasi hukum Kirchhoff, yang merupakan salah satu persyaratan rangkaian yang harus dipenuhi dalam analisis rangkaian listrik.
Persyaratan rangkaian yang lain adalah persyaratan elemen, yang dapat kita peroleh melalui transformasi hubungan tegangan-arus (karakteristik i-v elemen). Dengan memanfaatkan sifat diferensiasi dari transformasi Fourier, kita akan memperoleh relasi di kawasan frekuensi untuk resistor, induktor, dan kapasitor sebagai berikut.
)()( : Kapasitor
)()( : Induktor
)()( : Resistor
ωω=ωωω=ω
ω=ω
CC
LL
RR
Cj
Lj
R
VI
IV
IV
Relasi diatas mirip dengan relasi hukum Ohm. Dari relasi di atas kita dapatkan impedansi elemen, yaitu perbandingan antara tegangan dan arus di kawasan frekuensi

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
224 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CjZLjZRZ CLR ω
=ω== 1 ; ; (11.1)
Bentuk-bentuk (11.1) telah kita kenal sebagai impedansi arus bolak-balik.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa transformasi Fourier sua-tu sinyal akan tetap memberikan relasi hukum Kirchhoff di kawasan frekuensi dan hubungan tegangan-arus elemen menjadi mirip dengan relasi hukum Ohm jika elemen dinyatakan dalam impedansinya. Dengan dasar ini maka kita dapat melakukan transformasi rangkaian, yaitu menyatakan elemen-elemen rangkaian dalam impedansinya dan menya-takan sinyal dalam transformasi Fouriernya. Pada rangkaian yang ditransformasikan ini kita dapat menerapkan kaidah-kaidah rangkaian dan metoda-metoda analisis rangkaian. Tanggapan rangkaian di kawasan waktu dapat diperoleh dengan melakukan transformasi balik.
Uraian di atas paralel dengan uraian mengenai transformasi Laplace, kecuali satu hal yaitu bahwa kita tidak menyebut-nyebut tentang kondisi-awal. Hal ini dapat difahami karena batas integrasi dalam mencari trans-formasi Fourier adalah dari −∞ sampai +∞. Hal ini berbeda dengan trans-formasi Laplace yang batas integrasinya dari 0 ke +∞. Jadi analisis rangkaian dengan menggunakan transformasi Fourier mengikut sertakan seluruh kejadian termasuk kejadian untuk t < 0. Oleh karena itu cara ana-lisis dengan transformasi Fourier tidak dapat digunakan jika kejadian pada t < 0 dinyatakan dalam bentuk kondisi awal. Pada dasarnya trans-formasi Fourier diaplikasikan untuk sinyal-sinyal non-kausal sehingga metoda Fourier memberikan tanggapan rangkaian yang berlaku untuk t = −∞ sampai t = +∞.
CONTOH-11.1: Pada rangkaian seri antara resistor R dan kapasitor C diterapkan tegangan v1. Tentukan tanggapan rangkaian vC.
Solusi:
Persoalan rangkaian orde-1 ini telah pernah kita tangani pada ana-lisis transien di kawasan waktu maupun kawasan s (menggunakan transformasi Laplace). Di sini kita akan menggunakan transformasi Fourier.
R + v1 −
C
+ vC −

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
225
Transformasi Fourier dari rangkaian ini adalah : tegangan masukan V1(ω), im-pedansi resistor R terhubung seri
dengan impedansi kapasitor Cjω
1.
Dengan kaidah pembagi tegangan kita dapatkan tegangan pada ka-pasitor adalah
)()/1(
/1)(
)/1(
/1)()( 111 ω
+ω=ω
ω+ω=ω
+=ω VVVV
RCj
RC
CjR
Cj
ZR
Z
C
CC
Tegangan kapasitor tergantung dari V1(ω). Misalkan tegangan ma-sukan v1(t) berupa sinyal anak tangga dengan amplitudo 1. Dari tabel
10.1. tegangan ini di kawasan frekuensi adalah )( 1
)(1 ωδπ+ω
=ωj
V .
Dengan demikian maka
( ) ( )RCj
RC
RCjj
RC
jRCj
RCC /1
/)(
/1
/1)(
1
)/1(
/1)(
+ωωδπ+
+ωω=
ωδπ+
ω+ω=ωV
Fungsi impuls δ(ω) hanya mempunyai nilai untuk ω = 0, sehingga pada umumnya F(ω)δ(ω) = F(0)δ(ω). Dengan demikian suku kedua
ruas kanan persamaan di atas ( ) )( /1
/)( ωδπ=+ωωδπ
RCj
RC. Suku pertama
dapat diuraikan, dan persamaan menjadi
)( /1
11)( ωδπ+
+ω−
ω=ω
RCjjCV
Dengan menggunakan Tabel 11.1. kita dapat mencari transformasi balik
[ ] [ ] )( 1 2
1)( )sgn(
2
1)( )/1( )/1( tuetuettv tRCtRC
C−− −=+−=
Pemahaman : Hasil yang kita peroleh menunjukkan keadaan transien tegangan ka-pasitor, sama dengan hasil yang kita peroleh dalam analisis transien di kawasan waktu di Bab-4 contoh 4.5. Dalam menyelesaikan perso-alan ini kita tidak menyinggung sama sekali mengenai kondisi awal pada kapasitor karena transformasi Fourier telah mencakup keadaan untuk t < 0.
R + V1 −
1/jωC
+ VC −

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
226 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-11.2: Bagaimanakah vC pada contoh 11.1. jika tegangan yang diterapkan adalah v1(t) = sgn(t) ?
Solusi:
Dari Tabel 10.1. kita peroleh [ ]ω
=j
t2
)sgn( F . Dengan demikian
maka VC(ω) dan uraiannya adalah
RCjjjRCj
RCC /1
222
/1
/1)(
+ω−
ω=
ω
+ω=ωV
Transformasi baliknya memberikan
)( 2)sgn()( )/1( tuettv tRCC
−−=
Pemahaman:
Persoalan ini melibatkan sinyal non-kausal yang memerlukan solusi dengan transformasi Fourier. Suku pertama dari vC(t) memberikan informasi tentang keadaan pada t < 0, yaitu bahwa tegangan kapasi-tor bernilai −1 karena suku kedua bernilai nol untuk t < 0. Untuk t > 0, vC(t) bernilai 1 − 2e−(1/RC) tu(t) yang merupakan tegangan transien yang nilai akhirnya adalah +1. Di sini terlihat jelas bahwa analisis dengan menggunakan transformasi Fourier memberikan tanggapan rangkaian yang mencakup seluruh sejarah rangkaian mulai dari −∞ sampai +∞. Gambar vC(t) adalah seperti di bawah ini.
-2
-1
0
1
2
-40 -20 0 20 40
−2e−(1/RC) tu(t) −1
−2
+1
sgn(t)
sgn(t)−2e−(1/RC) tu(t)
vC
t

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
227
11.2. Konvolusi dan Fungsi Alih
Jika h(t) adalah tanggapan rangkaian terhadap sinyal impuls dan x(t) ada-lah sinyal masukan, maka sinyal keluaran y(t) dapat diperoleh melalui integral konvolusi yaitu
)()()(0∫ ττ−τ=t
dtxhty (11.2)
Dalam integral konvolusi ini batas integrasi adalah τ = 0 sampai τ = t karena dalam penurunan formulasi ini h(t) dan x(t) merupakan bentuk gelombang kausal. Jika batas integrasi tersebut diperlebar mulai dari τ = −∞ sampai τ = +∞, (11.2) menjadi
∫+∞
−∞=τττ−τ= dtxhty )()( )( (11.3)
Persamaan (11.3) ini merupakan bentuk umum dari integral konvolusi yang berlaku untuk bentuk gelombang kausal maupun non-kausal.
Transformasi Fourier untuk kedua ruas (11.3) adalah
[ ]
∫ ∫
∫∞
−∞=ω−∞+
−∞=τ
+∞
−∞=τ
ττ−τ=
ττ−τ=ω=
t
tj dtedtxh
dtxhty
)()(
)()( )()( FF Y
(11.4)
Pertukaran urutan integrasi pada (11.4) memberikan
∫ ∫
∫ ∫∞
−∞=τ
∞+
−∞=ω−
∞
−∞=τ
+∞
−∞=ω−
τ
τ−τ=
τ
τ−τ=ω
)()(
)()( )(
ddtetxh
ddtetxh
t
tj
t
tjY
(11.5)
Mengingat sifat pergeseran waktu pada transformasi Fourier, maka (11.5) dapat ditulis
)()( )( )(
)()()(
ωω=ω
ττ=
τωτ=ω
∫
∫∞
−∞=τωτ−
∞
−∞=τωτ−
XHX
XY
deh
deh
j
j
(11.6)

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
228 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Persamaan (11.6) menunjukkan hubungan antara transformasi Fourier sinyal keluaran dan masukan. Hubungan ini mirip bentuknya dengan persamaan yang memberikan hubungan masukan-keluaran melalui fungsi alih T(s) di kawasan s yaitu Y(s) = T(s) X(s). Oleh karena itu H(ω) disebut fungsi alih bentuk Fourier.
CONTOH-11.3: Tanggapan impuls suatau sistem adalah
||
2)( teth α−α= . Jika sistem ini diberi masukan sinyal signum,
sgn(t), tentukanlah tanggapan transiennya.
Solusi:
Dengan Tabel 10.1. didapatkan H(ω) untuk sistem ini
22
2
22|| 2
22 )(
ω+αα=
ω+ααα=
α=ω α− teFH
Sinyal masukan, menurut Tabel 10.1. adalah
[ ]ω
==ωj
FX2
sgn(t) )(
Sinyal keluaran adalah
))((
22)()()(
2
22
2
ω−αω+αωα=
ωω+α
α=ωω=ωjjjj
XHY
yang dapat diuraikan menjadi
ω−α+
ω+α+
ω=ω
j
k
j
k
j
k 321)(Y
1)(
2
)(
2)()(
1)(
2
)(
2)()(
2))((
2)(
22
3
22
2
0
2
01
+=α+αα
α=ω+αω
α=ωω−α=
−=α+αα−
α=ω−αω
α=ωω+α=
=ω−αω+α
α=ωω=
α=ωα=ω
α−=ωα−=ω
=ω=ω
jj
jj
jj
jjjk
jjjk
jjjk
Y
Y
Y

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
229
Jadi )(
112)(
ω−+α+
ω+α−+
ω=ω
jjjY sehingga
)]( ] 1[)( ] 1 [
)()()sgn()(
)(
tuetue
tuetuettytt
tt
−+−+−=
−+−=αα−
−α−α−
Gambar dari hasil yang kita peroleh adalah seperti di bawah ini.
CONTOH-11.4: Tentukan tanggapan frekuensi dari sistem pada contoh-11.3.
Solusi :
Fungsi alih sistem tersebut adalah 22
2)(
ω+α
α=ωH .
Kurva |H(ω)| kita gambarkan dengan ω sebagai absis dan hasilnya adalah seperti gambar di bawah ini.
0
1
-20 -10 0 10 20
|H(ω)|
ω 0
1
-1
0
1
-40 0 40
y(t) +1
−1
[−1+eα t ] u(t)
[1−e−α t ] u(t)
t

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
230 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Pada ω =0, yaitu frekuensi sinyal searah, |H(ω)| bernilai 1 sedangkan untuk ω tinggi |H(ω)| menuju nol. Sistem ini bekerja seperti low-
pass filter. Frekuensi cutoff terjadi jika 2
|)0(||)(|
HH =ω
α=α−α=ω⇒=ω+α
α644.02
2
1 2222
2
cc
11.3. Energi Sinyal
Energi total yang dibawa oleh suatu bentuk gelombang sinyal didefinisi-kan sebagai
∫+∞
∞−= dttpWtotal )(
dengan p(t) adalah daya yang diberikan oleh sinyal kepada suatu beban.
Jika beban berupa resistor maka R
tvRtitp
)()()(
22 == ; dan jika
bebannya adalah resistor 1 Ω maka
eganganataupun t arus berupa )(dengan
)(21
tf
dttfW ∫+∞
∞−Ω = (11.7)
Persamaan (11.7) digunakan sebagai definisi untuk menyatakan energi yang dibawa oleh suatu bentuk gelombang sinyal. Dengan kata lain, en-ergi yang diberikan oleh suatu gelombang sinyal pada resistor 1 Ω men-jadi pernyataan kandungan energi gelombang tersebut.
Teorema Parseval menyatakan bahwa energi total yang dibawa oleh sua-tu bentuk gelombang dapat dihitung baik di kawasan waktu maupun ka-wasan frekuensi. Pernyataan ini dituliskan sebagai
∫∫+∞
∞−
+∞
∞−Ω ωωπ
== ddttfW 221 | )(|
2
1)( F (11.8)
Karena |F(ω)|2 merupakan fungsi genap, maka (11.8) dapat dituliskan
∫+∞
Ω ωωπ
=0
21 | )(|
1dW F (11.9)

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
231
Jadi di kawasan waktu energi gelombang adalah integral untuk seluruh waktu dari kuadrat bentuk gelombang, dan di kawasan frekuensi ener-ginya adalah (1/2π) kali integrasi untuk seluruh frekuensi dari kuadrat besarnya (nilai mutlak) transformasi Fourier dari sinyal.
Penurunan teorema ini dimulai dari (11.7).
∫ ∫∫+∞
∞−
∞
∞−ω+∞
∞−Ω
ωωπ
== dtdetfdttfW tj )(2
1)()(2
1 F
Integrasi yang berada di dalam tanda kurung adalah integrasi terhadap ω dan bukan terhadap t. Oleh karena itu f(t) dapat dimasukkan ke dalam integrasi tersebut menjadi
∫ ∫+∞
∞−
∞
∞−ω
Ω
ωωπ
= dtdetfW tj )()(2
11 F
Dengan mempertukarkan urutan integrasi, akan diperoleh
∫∫
∫ ∫
∫ ∫
∞+
∞−
∞+
∞−
∞+
∞−
∞
∞−ω−−
+∞
∞−
∞
∞−ω
Ω
ωωπ
=ωω−ωπ
=
ω
ωπ
=
ω
ωπ
=
dd
ddtetf
ddtetfW
tj
tj
2
)(
1
|)(|2
1)()(
2
1
)()(2
1
)()(2
1
FFF
F
F
Teorema Parseval menganggap bahwa integrasi pada persamaan (11.8) ataupun (11.9) adalah konvergen, mempunyai nilai berhingga. Sinyal yang bersifat demikian disebut sinyal energi; sebagai contoh: sinyal kausal eksponensial, eksponensial dua sisi, pulsa persegi, sinus teredam. Jadi tidak semua sinyal merupakan sinyal energi. Contoh sinyal yang mempunyai transformasi Fourier tetapi bukan sinyal energi adalah sinyal impuls, sinyal anak tangga, signum, dan sinus (tanpa henti). Hal ini bukan berarti bahwa sinyal ini, anak tangga dan sinyal sinus misalnya, tidak dapat digunakan untuk menyalurkan energi bahkan penyaluran en-ergi akan berlangsung sampai tak hingga; justru karena itu ia tidak dise-but sinyal energi melainkan disebut sinyal daya.

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
232 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
CONTOH-11.5: Hitunglah energi yang dibawa oleh gelombang
[ ] )( 10)( 1000 tuetv t−= V
Solusi:
Kita dapat menghitung di kawasan waktu
[ ] [ ]J
20
1
2000
100
100 10
0
2000
0
2000
0
210001
=−=
==
∞−
∞ −∞ −Ω ∫∫
t
tt
e
dtedteW
Untuk menghitung di kawasan frekuensi, kita cari lebih dulu V(ω)=10/(jω+1000).
J 20
1
2220
1
1000tan
)1000(2
100
10
100
2
1 12
621
=
π−−ππ
=
ωπ
=ω
+ωπ=
∞
∞−
−∞
∞−Ω ∫ dW
Pemahaman: Kedua cara perhitungan memberikan hasil yang sama.
Fungsi |F(ω)|2 menunjukkan kerapatan energi dalam spektrum sinyal. Persamaan (11.9) adalah energi total yang dikandung oleh seluruh spek-trum sinyal. Jika batas integrasi adalah ω1 dan ω2 maka kita memperoleh persamaan
∫ω
ωωω
π= 2
1
212 |)(|
1dW F (11.10)
yang menunjukkan energi yang dikandung oleh gelombang dalam selang frekuensi ω1dan ω2.
Jika hubungan antara sinyal keluaran dan masukan suatu pemroses sinyal adalah )()()( ωω=ω XHY maka energi sinyal keluaran adalah
∫∞
Ω ωωωπ
=0
221 |)(| |)(|
1dW XH (11.11)
Dengan hubungan-hubungan yang kita peroleh ini, kita dapat menghi-tung energi sinyal langsung menggunakan transformasi Fouriernya tanpa harus mengetahui bentuk gelombang sinyalnya.

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
233
CONTOH-11.6: Tentukan lebar pita yang diperlukan agar 90% dari
total energi gelombang exponensial [ ] )( 10)( 1000 tuetv t−= V dapat
diperoleh.
Solusi: Bentuk gelombang
[ ] )( 10)( 1000 tuetv t−= →1000
10)(
+ω=ω
jV
Energi total :
J 20
1 0
210
1
1000
tan)1000(
100
10
1001
0
1
0
2
621
=
−ππ
=
ωπ
=ω
+ωπ=
∞−∞
Ω ∫ dW
Misalkan lebar pita yang diperlukan untuk memperoleh 90% energi adalah β, maka
1000tan
10
1
1000tan
)1000(
100
10
1001
1
0
1
0
2
62%90
βπ
=
ωπ
=ω
+ωπ=
−
β−β
∫ dW
Jadi
rad/s 6310
20
9tan
100020
19.0
1000tan
10
1 1
=β⇒
π=β⇒×=β
π⇒ −

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
234 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Soal-Soal
1. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t = −∞. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2 sampai t = + ∞. Jika v1 = −10 V, v2 = 10 V, tentukan vin , Vin(ω) , Vo(ω) , vo.
2. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t = −∞. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2 sampai t = + ∞. Tentukan vin , Vin(ω) , Vo(ω) , vo, jika v1 = −10 V, v2 = 5 V.
3. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t = −∞. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2 sampai t = + ∞. Tentukan vin , Vin(ω) , Vo(ω) , vo, jika v1 = 10e100t V, v2 = 10e−100t V.
4. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t = −∞. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2 sampai t = + ∞. Tentukan vin , Vin(ω) , Vo(ω) , vo, jika v1 = 10e100t V, v2 = −10e−100t V.
− +
− +
1 µf
10 kΩ + vin
−
+ vo
−
v1
v2
1
2
S
− +
− + 1 µf
10 kΩ + vin
−
+ vo
−
v1
v2
1
2
S
− +
− + 1 H + vin
−
+ vo
−
v1
v2
1
2
S
0,5 kΩ

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
235
5. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t = −∞. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2 sampai t = + ∞. Tentukan vin , Vin(ω) , Vo(ω) , vo, jika v1 = 10 V, v2 = 10e−100t V.
6. Pada sebuah rangkaian seri L = 1 H, C = 1µF, dan R = 1 kΩ, dit-erapkan tegangan vs = 10sgn(t) V. Tentukan tegangan pada resis-tor.
7. Tanggapan impuls sebuah rangkaian linier adalah h(t) = sgn(t). Jika tagangan masukan adalah vs(t) = δ(t)−10e−10tu(t) V, tentukan tegangan keluarannya.
8. Tentukan tanggapan frekuensi rangkaian yang mempunyai tang-gapan impuls
h(t) = δ(t)−20e−10tu(t).
9. Tentukan tegangan keluaran rangkaian soal 8, jika diberi masukan
vs(t) = sgn(t).
10. Jika tegangan masukan pada rangkaian berikut adalah tv 100cos101 = V, tentukan tegangan keluaran vo.
− +
1µF
10kΩ
10kΩ
+ v1
+ vo
− +
− + + vin
−
+ vo
−
v1
v2
1
2
S 0,5 kΩ
1 H
− +
− + + vin
−
+ vo
−
v1
v2
1
2
S
100 Ω 1 H

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
236 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
11. Ulangi soal 10 untuk sinyal yang transformasinya
400
200)(
21+ω
=ωV
12. Tentukan enegi yang dibawa oleh sinyal
V )( 500)( 100 tuettv t−= . Tentukan pula berapa persen energi
yang dikandung dalam selang frekuensi −100 ≤ ω ≤ +100 rad/s .
13. Pada rangkaian filter RC berikut ini, tegangan masukan adalah
V )(20 51 tuev t−= .
Tentukan energi total masukan, persentase energi sinyal keluaran vo terhadap energi sinyal masukan, persentase energi sinyal keluaran dalam selang passband-nya.
14. Pada rangkaian berikut ini, tegangan masukan adalah
V )(20 51 tuev t−= .
Tentukan energi total masukan, persentase energi sinyal keluaran vo terhadap energi sinyal masukan, persentase energi sinyal keluaran dalam selang passband-nya.
− +
1µF
10kΩ
10kΩ
+ v1
+ vo
+ vo −
+ −
100kΩ
1µF v1 100kΩ

237
Daftar Pustaka
1. Ralph J. Smith & Richard C. Dorf : “Circuits, Devices and Systems” ; John Wiley & Son Inc, 5th ed, 1992.
2. David E. Johnson, Johnny R. Johnson, John L. Hilburn : “Electric Circuit Analysis” ; Prentice-Hall Inc, 2nd ed, 1992.
3. Vincent Del Toro : “Electric Power Systems”, Prentice-Hall International, Inc., 1992.
4. Roland E. Thomas, Albert J. Rosa : “The Analysis And Design of Linier Circuits”, . Prentice-Hall Inc, 1994.
5. Douglas K Lindner : “Introduction to Signals and Systems”, McGraw-Hill, 1999.
6. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik”, Penerbit ITB 2002.
7. Sudaryatno Sudirham, “Pengembangan Metoda Unit Output Untuk Perhitungan Susut Energi Pada Penyulang Tegangan Menengah”, Monograf, 2005, limited publication.
8. Sudaryatno Sudirham, “Pengantar Rangkaian Listrik”, Catatan Kuliah El 1001, Penerbit ITB, 2007.
9. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Harmonisa Dalam Permasalahan Kualitas Daya”, Catatan Kuliah El 6004, 2008.

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
238 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2
Biodata Penulis
Nama: Sudaryatno Sudirham Lahir: 26 Juli 1943, di Blora. Istri: Ning Utari Anak: Arga Aridarma, Aria Ajidarma.
Pendidikan & Pekerjaan: 1971 : Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung. 1982 : DEA, l’ENSEIHT, INPT, Perancis. 1985 : Doktor, l’ENSEIHT, INPT, Perancis. 1972−2008 : Dosen Teknik Elektro, ITB.
Training & Pengalaman lain: 1974 : TERC, UNSW, Australia; 1975 − 1978 : Berca Indonesia PT, Jakarta; 1979 : Electricité de France, Perancis; 1981 : Cour d”Ete, Grenoble, Perancis; 1991 : Tokyo Intitute of Technology, Tokyo, Jepang; 2005 : Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand; 2005 − 2009 : Tenaga Ahli, Dewan Komisaris PT PLN (Persero); 2006 − 2011 : Komisaris PT EU – ITB.

239
Indeks
a akar kompleks konjugat 40 akar riil berbeda 36 akar riil sama besar 38 anak tangga 12, 43, 56, 115 arus mesh 100
b band-pass gain 133, 144, 145 blok integrator 189 blok statis 189 Bode plot 136
d decibel 131, 133 deret Fourier 199, 204 diagram blok 171, 175, 177, 182, 190, 193
e eksponensial 57 energi sinyal 232
f fungsi alih 108, 111, 118, 229 fungsi fasa 128 fungsi gain 128 fungsi jaringan 107 fungsi masukan 107
h high-pass gain 133, 141, 148 hubungan bertingkat 116 hukum Kirchhoff 89
i impedansi 86 impuls 113 induktor 85, 176 integrator 185
k kaidah rangkaian 90 kaidah rantai 116 kapasitor 86, 175 koefisien Fourier 199 komponen imajiner F(ω) 217 komponen mantap 7 komponen nyata F(ω) 217 komponen transien 7 kondisi awal 6 konvolusi 75, 229
l low-pass gain 133, 136, 151
m masukan nol 24, 26 model sistem 169
o orde-1 2, 20 orde-2 31
p penskalaan 219 pergeseran frekuensi 219 pergeseran waktu 219 persamaan ruang status 189,
191, 193 pole 68, 70, 71, 73, pole kompleks konjugat 160 proporsionalitas 91
r rangkaian ekivalen Thévenin
98 reduksi rangkaian 96 resistor 85, 175

Analisis Menggunakan Transformasi Fourier
240
s sifat transformasi Fourier 215,
220 sifat transformasi Laplace 60,
67 sinus 20, 46, 57, 125 sinyal 167 sistem 168 spektrum kontinyu 207 status nol 24, 26 sub-sistem dinamis 185 sub-sistem statis 185 superposisi 19, 92, 94
t tanggapan alami 5, 34 tanggapan frekuensi 125 tanggapan lengkap 6, 35 tanggapan paksa 6, 35 tegangan simpul 99 teorema Thévenin 92 transformasi balik 68, 210 transformasi Fourier 207, 212,
220, 225 transformasi Laplace 56, 58,
59, 78, 85 transformasi rangkaian 88
u unit output 94
z zero 68, 152