Analisis Pro Kontra Pembangunan Bandara di Kulon Progo

9
 PERMASALAHAN SOSIAL TERHADAP PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL DI KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Sosial (TKP 343) Dosen Pengampu: Ir. Fitri Yusman, MSP Disusun oleh: Kelompok VA Emmilia Sandy 21040113140089 Eza Rizky Arshandi 21040113120017 Izzah Khusna 21040113140123 Putri Septia Hayuning Harmoko 21040113120055 Zakia Wiadayanti 210401131 20043 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014 

description

Untuk menutupi kekurangan pelayanan di Bandara Adisucipto, Pemerintah pun mencanangkan pembangunan bandara di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Seperti pembangunan lainnya, diwarnai baik dengan dukungan maupun penolakan dari beberapa pihak.

Transcript of Analisis Pro Kontra Pembangunan Bandara di Kulon Progo

PERMASALAHAN SOSIAL TERHADAP PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL DI KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTADisusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Sosial (TKP 343)Dosen Pengampu: Ir. Fitri Yusman, MSP

Disusun oleh:Kelompok VAEmmilia Sandy21040113140089Eza Rizky Arshandi21040113120017Izzah Khusna21040113140123Putri Septia Hayuning Harmoko21040113120055Zakia Wiadayanti21040113120043

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO2014

PENDAHULUANPembangunan merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan perekonomian suatu daerah. Dengan adanya pembangunan maka akses dan fasilitas akan mempermudah keberlangsungan kegiatan ekonomi. Salah satu daerah yang saat ini sedang menjalankan rencana pembangunan adalah Kabupaten Kulon Progo. Hal ini dibuktikan dengan adanya kebijakan ekonomi nasional berupa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) koridor 8 yang melintasi wilayah Kabupaten Kulon Progo dimana adanya perkembangan daerah yang notabene masih termasuk daerah tertinggal.Pembangunan mega proyek di wilayah Kabupaten Kulonprogo meliputi Pelabuhan Perikanan Tanjung Adikarto di Karangwuni, Kecamatan Wates; Penambangan Pasir Besi; Kawasan Industri Baja di Kecamatan Galur, Panjatan, dan Lendah; Bandara Internasional di Kecamatan Temon; dan Kawasan Industri Sentolo. Berbagai persiapan telah dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Pemerintah Pusat. Dalam penulisan ini, penulis mencoba untuk melakukan analisis permasalahan atas rencana pembangunan bandara internasional di Kecamatan Temon pada tahun 2015 mendatang.Melalui kebijakan pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan dapat meningkatan pertumbuhan ekonomi lokal di wilayah kabupaten Kulon Progo maupun Provinsi DIY dan secara nasional secara signifikan. Seperti dua mata pisau, di satu sisi pembangunan tersebut memunculkan dampak positif namun di sisi lain pula harus di antisipasi dampak negatifnya.Dampak positifnya yakni pertumbuhan ekonomi di kawasan selatan Jawa khususnya di Kabupaten Kulon progo dan sekitarnya menjadi pesat. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kulon Progo dan sekitarnya. Sayangnya, pembangunan bukan hal yang mudah dilakukan karena didalamnya pasti selalu ada pro dan kontra antara pemerintah dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat setempat untuk menemukan titik temu dari kedua pihak yang bersangkutan. Untuk mempertajam dan memfokuskan pembahasan dalam tulisan ini, penulis mengajukan rumusan masalah: Apa yang menjadi landasan terbentuknya rencana pembangunan bandara internasional di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo? Siapa saja pihak yang manyatakan pro dan pihak yang menyatakan kontra atas pembangunan tersebut? Apa saja alasannya? Bagaimana solusi dari pro-kontra dalam pembangunan di Kulonprogo?Metodologi yang digunakan adalah analisis bertipe deskriptif. Menggunakan bahan dokumenter seperti buku, berita, dan jurnal penelitian yang diperoleh secara online menjadi rujukan utama dalam pembahasan. Sumber bahan dokumenter tersebut digunakan untuk membantu menganalisis sekaligus sebagai sumber informasi mengenai pokok bahasan dalam tulisan ini.

TINJAUAN PUSTAKAPembangunan adalah seperangkat usaha yang terencana dan tearah untuk menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan hidup manusia (Sri Hayati, tanpa tahun). Teori pembangunan meningkat pada teori pemerataan yaitu untuk meningkatkan pemerataan pendapatan antara kelompok masyarakat. Indonesia menyambut perkembangan teori ini dengan mencantumkan pemerataan sebagai bagian dari trilogi pembangunan yaitu mencakup pembangunan, pemerataan, dan stabilisasi. Teori pembangunan dengan kualitas adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas manusia yang terlebur dalam arus besar pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup.

PEMBAHASAN DAN ANALISISBandara Adisucipto sudah melebihi kapasitasRencana pembangunan bandara internasional di Kabupaten Kulonprogo merupakan rencana yang dicanangkan oleh pemerintah daerah dan pusat mengingat kondisi Bandara Adisucipto yang sudah melebihi kapasitas. Ukuran Bandara Adisucipto terlalu kecil dibandingkan tingkat kunjungannya. Kapasitasnya hanya 1,2 juta pertahun, padahal jumlah pengunjung melebihi angka enam juta pertahun. Hal ini membuat para pengunjung harus berdesak-desakan dan menjadi tidak nyaman. Dengan melihat kondisi inilah, pemerintah pusat berupaya untuk membangun bandara baru di Kabupaten Kulonprogo. Rencananya bangunan selesai dibangun dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang dan tahun 2017 sudah mulai operasional. Melalui Dengan demikian, pemerintah bisa menyediakan layanan transportasi udara yang lebih nyaman. Terlebih, Yogyakarta merupakan destinasi wisata keempat di Indonesia.Sesuai masterplan yang telah dipresentasikan P.T. Angkasa Pura I, selaku pihak pembangun bandara, beberapa waktu lalu, rencananya bandara internasional Kulonprogo memanfaatkan lahan seluas 637 hektar dengan panjang landasan lebih dari tiga kilometer dan lebar landasan 45 meter. Bandara ini diproyeksikan mampu menampung 20 juta hingga 22 juta penumpang dalam satu tahun atau tiga kali lebih besar dari bandara Adisucipto di Maguwoharjo, Sleman. Melalui survei yang dilakukan oleh berbagai pihak, terpilihlah Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo sebagai lokasi bagi bandar udara baru di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan studi kelayakan, Desa Palihan yang berada di pesisir pantai selatan mempunyai peluang paling besar dibandingkan lokasi lain yang ada di Sleman, Bantul, dan Gunungkidul.

Sumber : http://jogja.tribunnews.comGambar 1Masterplan Bandara Internasional di Kabupaten Kulonprogo

Bandara Baru adalah Upaya Meningkatkan Kegiatan EkonomiPemerintah yakin bahwa bakal bandara ini dapat meningkatkan kegiatan ekonomi yang ada di Provinsi DIY. Melihat kondisi lapangan Bandara Adisucipto, diperlukan tambahan bandara yang bisa menunjang kenyamanan baik bagi para penumpang maupun pengunjung. Oleh karena itulah pemerintah merencanakan pembangunan bandara dengan melibatkan pemerintah pusat dan pihak-pihak swasta. Terlepas dengan adanya kontra atas pembangunan bandara, tim percepatan pembangunan Bandara Kulonprogo akan menggelar sosialisasi yang memaparkan tentang lokasi mana saja yang akan terdampak dan pemetaan warga yang harus direlokasi. Tim percepatan pembangunan Bandara Kulonprogo telah membentuk tim sosialisasi yang melibatkan Pemda DIY, Pemkab, PT Angkasa Pura I, dan berbagai pihak lain yang terkait. Setelah sosialisasi, akan langsung dilanjutkan konsultasi publik public hearing bersama warga. Dari situlah akan dijaring masukan dari warga, termasuk diskusi soal alternatif ganti rugi yang dikehendaki warga.Rencana relokasi bandara tidak semata-mata mencarikan tempat tinggal baru saja. Pemkab juga mengupayakan penyediaan lahan pertanian baru bagi petani yang lahannya ikut tergusur bandara. Terlebih, sebagian besar warga yang menolak bandara ini mengatasnamakan dirinya dari kalangan petani yang khawatir jika mata pencahariannya hilang. Bagaimanapun juga, suara kalangan petani ini tidak bisa diabaikan meskipun presentasenya kecil jika dibandingkan total warga yang terdampak.Lokasi yang digunakan merupakan lahan permukimanRencana pembangunan Bandara Kulonprogo menuai kontra dari beberapa pihak masyarakat. Sebab lokasi di Desa Palihan yang direncanakan untuk bandara tersebut adalah permukiman dan beberapa lahan pertanian. Warga dari desa yang terdampak, yakni Glagah, Palihan, Jangkaran, dan Sindutan menolak sekuat tenaga pembangunan bandara di wilayah itu. Meskipun terbentuk tim sosialisasi sebagai upaya pemerintah dalam menyatukan pemikiran, Wahana Tri Tunggal/WTT (kelompok warga kontra pembangunan) akan tetap menyampaikan tuntutan dibatalkannya pelaksanaan megaproyek tersebut di Kecamatan Temon.Salah satu aksi yang dilakukan oleh WTT adalah memberikan selebaran berisi permintaan dukungan menolak pembangunan bandara di Kulonprogo yang dibagikan kepada warga yang melintas di Jalan Daendels, wilayah Desa Palihan, Temon. Hal ini dilakukan WTT untuk memperluas dukungan terhadap aksi penolakan rencana pembangunan bandara yang dikhawatirkan menggusur warga dari tanahnya. Aksi sebar selebaran itu dilakukan warga WTT di tiga titik, yakni Pedukuhan Kragon, Sidorejo, dan Macanan. Para warga berdiri memenuhi separuh bidang jalan dan membentangkan spanduk penolakan bandara. Mereka menghentikan sejenak kendaraan yang melintas kemudian memberikan selebaran yang berisi kalimat Mohon Dukungan Penolakan Rencana Pembangunan Bandara, Tanah Leluhur Untuk Lapangan Kerja Warga Setempat Maupun Luar Daerah (WTT).

Sumber : http://jogja.tribunnews.comGambar 2Paguyuban Wahana Tri Tunggal melakukan aksi longmarch

Saat ini WTT telah mendapat dukungan dari beberapa pihak, seperti Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo dan juga kalangan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Sekolah Bersama (Sekber) Yogyakarta. WTT akan terus konsisten menolak rencana pembangunan bandara dan akan terus menggalang dukungan dari pihak-pihak lain yang berkompeten. Selebihnya, WTT beranggapan jika pihaknya tidak didengar dan cenderung diabaikan oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo maupun DIY sehingga pembangunan bandara tersebut terus berlanjut tanpa melihat kondisi mereka.

Pemerintah menjamin masyarakat tidak dirugikanPemerintah Kabupaten Kulonprogo menjamin masyarakat tidak dirugikan. Menurut Budi Wibowo, selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Kulonprogo mengatakan, masyarakat boleh menyampaikan aspirasi dan pendapat. Pihaknya akan menampung usulan dan aspirasi untuk mengambil kebijakan terbaik bagi masyarakat. Ia menjamin petani di daerah yang akan terkena dampak pembangunan bandar udara justru lebih mapan dari saat ini. Warga di empat dusun di Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo yang mayoritas petani akan diupayakan tetap bisa bertani dengan penggantian lahan di lokasi lain tetapi tetap di desa itu. Juga penyerapan tenaga kerja serta usaha yang menunjang bandar udara.Masyarakat di lahan yang akan dibangun bandar udara juga diminta aktif memberi masukan kepada pemerintah. Misalnya kelompok masyarakat dari Desa Palihan yang telah membentuk Paguyuban Wahana Tritunggal datang ke pemerintah. Meskipun mereka datang dengan penolakan, masukan-dari masyarakat yang kontra itu justru menjadi masukan aspirasi sebagai landasan pengambilan kebijakan. Masukan-masukan dari masyarakat akan disampaikan kepada yang menangani pembangunan bandar udara seperti PT Angkasa Pura I, Kementerian Perhubungan dan lembaga-lembaga yang terlibat pada rencana pembangunan bandar udara bertaraf internasional itu.Sedianya, proses konsultasi publik akan dilakukan selama tiga bulan. Selama itulah, tim akan menjaring aspirasi warga, termasuk soal keberatan warga yang acap mencuat ke media. Lantas, keberatan warga berikut aspirasinya akan dikaji oleh tim keberatan sebagai acuan untuk menerbitkan Izin Penggunaan Lahan (IPL) dari Gubernur D.I.Y. IPL inilah yang akan menjadi acuan untuk menaksir nilai ganti rugi lahannya. Besarannya akan berbeda untuk setiap warga tergantung lokasi dan kondisi tanahnya. P.T. Angkasa Pura I selaku pemrakarsa bandara sudah menyiapkan anggaran untuk pembebasan lahan.

P.T. ANGKASA PURA VS. P.T. JOGJA MAGASA IRONRencana pembangunan bandara baru yang diprakasai oleh P.T. Angkasa Pura I jika memiliki hambatan dengan pihak selain masyarakat, yaitu P.T. Jogja Magasa Iron (JMI). Pabrik pengolahan bijih besi (pig iron) yang terletak dekat dengan lokasi bandara baru diperkirakan membahayakan keselamatan penerbangan dan meminta lokasi pabrik dimundurkan. Ketinggian cerobong serta dampak panas yang mencapai 6.000 derajat Celcius dikhawatirkan bisa membakar pesawat yang melintas.Di lain pihak, JMI meminta P.T. Angkasa Pura I sama-sama mengalah, yaitu dengan masing-masing mengundurkan lokasi sehingga tercipta jarak aman antara dua megaproyek demi keselamatan penerbangan. Akan tetapi, setelah berulang kali pertemuan yang difasilitasi oleh Kementerian Perhubungan RI, titik temu antara keduanya belum juga tercapai. Oleh karena itu, Pemda DIY kemudian mengupayakan adanya kesepakatan antara P.T. Angkasa Pura I dengan P.T. JMI. Tapi, keputusan finalnya berupa dokumen Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan RI. Meski belum ada keputusan resmi dari Kemenhub RI, Gubernur sudah melihat adanya itikad baik dari P.T. Angkasa Pura I maupun P.T. JMI untuk saling menyesuaikan proyeknya. P.T. Angkasa Pura I selaku pemrakarsa pembangunan bandara siap menggeser landasan (runway) sejauh tiga derajat. Sedangkan P.T. JMI juga siap memundurkan pabriknya ke arah timur sehingga terpaut jarak tiga kilometer dari bandara.Heru Priyono, selaku Direktur SDM dan Community Development yang merangkap sebagai juru bicara P.T. JMI mengatakan, lokasi pabrik pengolaha bijih besi (pig iron) memang akan digeser dari perencanaan awalnya. Sebelumnya, lokasi pig iron itu berjarak kurang dari tiga kilometer dari runway bandara. Namun, saat ini telah muncul kesepakatan antara P.T. Angkasa Pura I dengan P.T. JMI agar jarak runway bandara dengan pig iron terpaut tiga kilometer sesuai rekomendasi jarak aman bandara yang disampaikan Kementerian Perhubungan. Meski telah siap mengalah, P.T. JMI mendesak agar keputusan resmi berupa dokumen Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dari Kemenhub RI bisa segera diterbitkan. Hal ini disebabkan P.T. JMI sudah mengulur rencana pembangunan pabriknya yang seharusnya dimulai pada Desember 2013. Namun, karena belum adanya keputusan itu, peletakan batu pertama terpaksa ditunda hingga sekarang.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASIRencana pembangunan bandara yang menuai pro dan kontra. Pihak yang menyatakan pro adalah Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Pusat, dan selaku pemrakarsa adalah P.T. Angkasa Pura I. Sedangkan pihak yang menyatakan kontra adalah sebagian masyarakat di Kecamatan Temon yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal. Ada tiga kepentingan yang dapat dibahas di penulisan ini. Pertama, Pemerintah yakin jika rencana bandara di Kabupaten Kulon Progo adalah upaya untuk mengatasi kelebihan kapasitas di Bandara Adisucipto, sehingga kegiatan ekonomi di Provinsi D.I.Y dapat berjalan lancar. Kedua, pihak kontra menganggap jika pembangunan bandara tersebut tidak mementingkan kehidupan mereka selanjutnya. Lahan yang digunakan untuk bandara merupakan permukiman dan lahan pertanian yang saat ini merupakan andalan bagi masyarakat petani setempat dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga mereka. Ketiga, adanya konflik yang terjadi antara PT Angkasa Pura I dengan PT JMI. Keduanya bersikukuh dalam menempatkan posisi perusahan mereka masing-masing.Berdasarkan ketiga kesimpulan yang disebutkan diatas, penulis berusaha memberikan rekomendasi sebagai berikut:1. Seperti yang telah dilakukan tim sosialisasi, sebagai pihak yang menginginkan pembangunan, pihak pro memang harus melakukan sosialisasi kepada pihak kontra. Setidaknya mereka diberikan pengertian dan tujuan atas rencana pembangunan bakal bandara diatas lahan mereka.2. Komunikasi antar pihak pro dan kontra harus selalu terjalin. Upayakan untuk tidak ada dominasi personal di dalam pihak kontra karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman/konflik yang berkepanjangan.3. Pemerintah harus bisa menjadi penengah antara masyrakat dengan pihak pengembang agar pembangunan bandara berjalan dengan lancar. Pemerintah diharapkan menjadi pihak netral yang tidak memihak pihak manapun.4. Untuk masalah ganti rugi, pihak pemrakarsa/pengembang bisa bertemu langsung dengan masyarakat dan petani untuk menentukan jalan keluar. Mengacu pada UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum, ada beberapa alternatif ganti rugi meliputi uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak. Bahkan Gubernur D.I.Y akan membentuk tim kajian keberatan jika ditemui pihak kontra yang masih keberatan. Mereka akan menganalisa keberatan warga. Jika keberatan ditolak, barulah diterbitkan Izin Penetapan Lokasi (IPL) dari Gubernur D.I.Y.5. Sedangkan untuk P.T. Angkasa Pura I dan P.T. JMI sebaiknya saling berunding demi kepentingan masing-masing. Jika dokumen Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dianggap paling baik, maka tidak rekomendasi yang penulis berikan. Tindakan P.T. Angkasa Pura I yang siap menggeser landasan (runway) sejauh tiga derajat dan P.T. JMI yang juga siap memundurkan pabriknya ke arah timur sehingga terpaut jarak tiga kilometer dari bandara tampaknya merupakan tindakan yang sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Esa. 2014. Sosialisasi Bandara Mulai Minggu Depan dalam jogja.tribunnews.com. Diunduh pada hari Minggu, 7 Desember 2014.Hayati, Sri. Tanpa Angka Tahun. Pembangunan Berkelanjutan dalam file.upi.edu (pdf). Diunduh pada hari Minggu, 7 Desember 2014.Nugraha, Singgih Wahyuni. 2014. WTT Sebar Selebaran Tolak Bandara di Kulonprogo dalam jogja.tribunnews.com. Diunduh pada hari Minggu, 7 Desember 2014.Syaifullah, Muh. 2012. Pro-Kontra Rencana Pembangunan Bandara Kulonprogo dalam www.tempo.co. Diunduh pada hari Minggu, 7 Desember 2014.Widiyanto, Danar. 2014. Tidak Memiskinkan, Warga Setuju Bandara di Temon dalam krjogja.com. Diunduh pada hari Minggu, 7 Desember 2014.