analisis pigmen
-
Upload
julvina-lia-anderista -
Category
Documents
-
view
125 -
download
2
Transcript of analisis pigmen
V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini dilakukan pemisahan pigmen dari sampel daun miana
menggunakan kromatografi kolom dengan beberapa pelarut yaitu petroleum benzena,
kloroform, etanol dan metanol. Setelah itu menguji ekstrak pelarut dari sampel daun
dengan metode KLT untuk menentukan jenis pigmen yang terkandung dalam daun
tersebut.
A. Ekstraksi Sampel Daun
Pertama-tama membersihkan daun, tujuannya agar sampel yang digunakan
bebas dari pengotor seperti debu dan lainnya yang nantinya dapat membuat hasil
ekstraksi tidak murni. Kemudian memotong daun menjadi potongan kecil agar
mudah saat dilumatkan, pelumatan sampel daun dengan menggunakan lumpang dan
alu. Sampel daun miana yang digunakan adalah sebanyak 10 lembar.
Hasil lumatan diekstraksi dengan menggunakan 20 mL pelarut etanol.
Pelumatan ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel dari sampel yang sifatnya
kaku sehingga senyawa target (klorofil, karoten dan xantofil) yang berada dalam
vakoula mudah larut dalam pelarut etanol sehingga mudah untuk mengambil
senyawa tersebut. Semakin halus daun maka semakin luas permukaan untuk terjadi
kontak dengan pelarut maka semakin banyak zat yang dapat terekstrak. Etanol efektif
untuk mengekstrak pigmen tumbuhan karena sebagian besar pigmen tumbuhan
seperti klorofil, karoten dan xantofil memiliki sifat diantara polar dan non polar
sehingga dapat larut dalam etanol yang merupakan pelarut semipolar. Namun proses
ekstrasi ini harus dilakukan dengan cepat karena enzim klorofilasi yang terkandung
dalam daun segar akan mengkatalisis reaksi antara klorofil dengan etanol sehingga
jumlah klorofil dalam daun akan berkurang. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Etanol + klorofil → fitol + etil klorofilida
Setelah itu dilakukan penyaringan agar diperoleh filtrat yang mengandung
pigmen tanaman, sedangkan residunya dibuang. Filtat yang dihasilkan berupa larutan
yang berwarna kuning kecoklatan, selanjutnya hasil ekstraksi (filtrat) diuapkan
dengan alat rotavapor tujuannya untuk memekatkan larutan dengan cara mengurangi
jumlah atau menghilangkan pelarut dalam ekstrak daun, sehingga tidak mengganggu
proses pemisahan dengan kolom, karena dikhawatirkan etanol nantinya akan bereaksi
dengan pelarut-pelarut yang digunakan. Kemudian ekstrak daun yang sudah pekat
disaring agar filtrat yang didapat bebas dari pengotor. Filtrat inilah yang akan
dipisahkan dengan menggunakan kolom konvensional.
B. Penyiapan Kolom Kromatografi
Selanjutnya membuat kolom kromatografi, dimana langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat adonan Al2O3 dengan pelarut etanol sehingga terbentuk
bubur alumina. Penggunaan etanol ini dikarenakan alumina mengandung titik aktif
Al-OH sehingga etanol yang juga mengandung gugus OH akan dapat terikat kuat
dengan alumina jadi bubur alumina yang merupakan fase diam akan lebih homogen.
Bubur alumina dimasukkan ke dalam kolom sambil mengetuk-ngetuk kolomnya agar
tidak terbentuk gelembung udara, kolom harus bebas dari gelembung gas karena bila
ada gelembung udara maka proses pemisahan yang terjadi tidak akan sempurna
sehingga akan terjadi penyebaran noda ketika hasil kromatografi kolom di uji KLT.
Dalam hal ini alumina Al2O3 yang digunakan sebagai adsorben atau fase
diamnya, karena Al2O3 lazim digunakan untuk senyawa organik stabil. Selain itu,
sebelum dimasukkan alumina, bagian bawah kolom ditutupi dengan glass wool, hal
ini bertujuan untuk menahan fase diam (adsorben) alumina agar tidak turun dari
kolom karena glass wool merupakan gelas yang masih berpori sehingga dapat
menahan alumina, tetapi ekstrak daun masih bisa mengalir.
Saat mengisi kolom, kran dibuka agar pelarut etanol dapat keluar sehingga
diperoleh fase diam (alumina) yang padat. Setelah itu bagian atas kolom juga diberi
glass wool agar ekstrak daun yang akan dimasukkan ke dalam kolom dapat tersaring.
Selanjutnya memasukkan kembali etanol untuk mengelusi kolom dan setelah selesai,
kran kolom ditutup.
C. Pemisahan Pigmen Tanaman dari Daun Miana dengan Kromatografi
Kolom
Tahap selanjutnya yaitu memisahkan pigmen tanaman. Sampel daun yang
dipisahkan adalah daun miana. Setelah kolom kromatografi siap dipakai, ekstrak
sampel daun di masukkan ke dalam kolom. Lalu memasukkan pelarut ke dalam
kolom dan membuka krannya. Di sini terlihat bahwa pigmen dari sampel daun mulai
bergerak turun dan pelarut mulai berkurang karena bergerak ke bawah dan menetes.
Tetesan yang keluar dari kolom ini ditampung dalam tabung reaksi. Adapun pelarut
yang digunakan adalah berdasarkan kepolaran yang paling kecil yaitu petroleum
benzene, kloroform, etanol dan metanol. Pelarut ini digunakan pada kromatografi
kolom secara berurutan.
Menurut literatur, ketika petroleum benzene dimasukkan ke dalam kolom,
klorofil dalam ekstrak daun akan larut di dalamnya dengan kecepatan yang sama
dengan fase geraknya (petroleum benzene) dan keluar paling pertama, berarti klorofil
tidak teradsorpsi dengan kuat pada alumina. Ini dapat terjadi karena alumina adalah
senyawa polar sedangkan klorofil adalah senyawa yang tergolong non polar. Karoten
yang merupakan senyawa yang lebih polar daripada klorofil, akan keluar dari kolom
lebih lambat dibandingkan klorofil karena karoten akan teradsorbsi lebih kuat dari
pada klorofil. Untuk itulah digunakan pelarut berikutnya yang lebih polar
dibandingkan petroleum benzene yaitu kloroform agar karoten dapat keluar dari
kolom dengan lebih cepat namun dengan catatan klorofil sudah keluar seluruhnya.
Begitu pula seterusnya digunakan pelarut etanol dan metanol untuk mengeluarkan
pigmen yang lebih polar seperti xantofil.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa urutan keluarnya pigmen dari
kolom sesuai dengan urutan kepolaran dari pigmen yang paling non polar yaitu
klorofil, karoten, baru kemudian xantofil.
Berdasarkan percobaan, dari proses kromatografi kolom dihasilkan empat
fraksi. Pada tabung 1 (pelarut petroleum benzene), tabung 2 (pelarut kloroform), dan
tabung 3 (pelarut etanol) didapatkan larutan bening. Sedangkan pada tabung 4
dengan pelarut metanol menghasilkan 2 macam larutan, yaitu larutan berbias hijau
dan berbias merah. Warna hijau yang dihasilkan menunjukkan bahwa sampel daun
miana mengandung klorofil karena klorofil merupakan senyawa yang berwarna hijau
dengan semua pelarut. Klorofil yang terkandung adalah klorofil b karena warna
hijaunya sangat muda, warna klorofil b adalah hijau-kuning. Sedangkan warna merah
menunjukkan adanya antosianin karena ciri khas antosianin yang terkandung dalam
daun ditunjukkan dengan pigmen berwarna merah, biru atau ungu tergantung derajat
keasamannya.
Gambar. Struktur klorofil b
Gambar . Struktur umum antosianin (Beatrice, 2008)
Klorofil mengandung sifat nonpolar sehingga dapat larut dalam petroleum
benzena dan kloroform yang juga bersifat nonpolar. Tetapi dari percobaan yang
dilakukan untuk pelarut petroleum benzena dan kloroform ternyata hanya
menghasilkan larutan bening dari ekstrak daun miana, hal ini terjadi dikarenakan
oleh pelarut benzena yang mungkin tidak cocok untuk dijadikan sebagai pelarut
pemisah pigmen klorofil dari ekstrak sampel, walaupun juga bersifat non polar.
Selain itu sifat dari potreleum benzene ini tidak begitu reaktif sehingga tidak dapat
bereaksi dengan senyawa yang terdapat dalam ekstrak daun. Selain itu mungkin
karena pelarut yang digunakan terlalu sedikit.
Berkenaan dengan kenonpolaran klorofil dapat dilihat dari strukturnya di
mana walaupun klorofil mengandung bagian yang polar namun secara keseluruhan
strukturnya adalah nonpolar. Karena masih ada bagian yang bersifat polar maka
klorofil juga dapat ditemukan dalam pelarut etanol dan metanol.
D. Analisis Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis dengan KLT ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh pigmen apa
saja yang terkandung dalam daun sampel karena dengan kromatografi kolom hanya
terdeteksi mengandung klorofil saja yang dapat dilihat dari warna larutan yang
dipisahkan berwarna hijau. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, sebaiknya
dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel dengan menyiapkan kertas kromatografi,
chamber dan sampel yang akan ditotolkan. Dalam penyiapan kertas untuk
kromatografi, kertas KLT harus dibuat garis atas dan garis bawah dengan ukuran 5 x
10 cm untuk mempermudah menghitung jarak noda yang terelusi sehingga R f noda
dapat dihitung dan komponen senyawa dari noda sampel daun dapat di analisis.
Garis-garis ini harus dibuat dengan menggunakan pensil, tidak boleh menggunakan
pulpen/alat tulis lain yang menggunakan tinta karena tinta dari alat tulis akan ikut
terelusi pada saat kromatografi berlangsung sehingga dapat mempengaruhi proses
kromatografi. Sedangkan apabila menggunakan pensil, karbon dari pensil tidak akan
ikut terelusi karena karbon bersifat inert sehingga tidak mempengaruhi proses
kromatografi. Pada percobaan jarak pelarut di kertas KLT adalah 7,9 cm dan jarak
dari ujung kertas KLT ke garis untuk menotolkan pelarut ± 1 cm.
Tujuan dilakukannya kromatografi kertas atau lapis tipis ini untuk
memisahkan pigmen warna pada daun sampel daun. Plat KLT dapat digunakan untuk
memisahkan pigmen warna, karena plat KLT yang digunakan sebagai fase diam
mengandung serat selulosa yang dapat menyerap pigmen-pigmen warna dari
campuran dalam sampel daun dengan gaya kapilaritas. Pigmen-pigmen warna akan
berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda sesuai dengan
tingkat kepolaran senyawa/pigmen dari pelarut yang digunakan, untuk membentuk
sederet noda-noda yang terpisah.
Sebelum plat KLT dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi eluen yang
telah dibuat, sebaiknya gelas beaker berisi eluen itu dijenuhkan terlebih dahulu.
Penjenuhan ini bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan atmosfer di dalam dan di
luar chamber agar noda berjalan lurus (tidak berkelok-kelok). Tekanan atmosfer di
luar dan di dalam chamber dikatakan seimbang apabila perembesan pelarut ke kertas
saring sudah mencapai ke luar chamber. Maka dari itu untuk melihat kejenuhan
chamber, kertas saring harus mencapai luar chamber sehingga dapat menghubungkan
antara luar dan dalam chamber.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memasukkan kertas saring dalam
beaker glass adalah pelarut harus berada di bawah garis batas bawah, agar pelarut
tidak mencapai garis. Pelarut tidak boleh mencapai garis untuk menghindari senyawa
yang terdapat pada garis melarut dalam pelarut. Pada saat elusi berlangsung, beaker
glass harus dalam keadaan tertutup supaya kejenuhan beaker glass tidak terganggu
sehingga tidak berdampak pada proses elusi. Selain itu peletakan plat KLT juga
harus lurus di dalam beaker glass/chamber dan tidak boleh miring karena hal itu
dapat berakibat pada pembelokan noda dan akhirnya perhitungan Rf masing-masing
noda menjadi kurang tepat. Elusi dapat terjadi karena pengaruh dari dorongan pelarut
pengembang (eluen) dan gaya kapilaritas. Eluen yang digunakan pada percobaan ini
merupakan campuran pelarut potreleum benzene 2 mL : kloroform 2 mL : etanol 2
mL : metanol 2 mL.
Setelah proses elusi selesai, maka plat KLT tadi dikeringkan biasa di udara
terbuka, kemudian baru dikeringkan menggunakan hairdryer. Hal ini dimaksudkan
agar plat KLT benar-benar kering, sehingga noda yang dihasilkan akan tampak jelas
terlihat. Setelah kering, plat KLT disemprotkan dengan ninhidrin, tujuannya untuk
memunculkan warna noda yang ada pada KLT, lalu dikeringkan kembali ternyata
tetap tidak muncul warna (noda) pada plat KLT, sehingga perlu diuji dengan
menggunakan sinar UV.
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji KLT sampel daun miana, ketika
pengujian dengan sinar tampak (sinar UV), pada saat panjang gelombang 255 nm
(sinar tampak berwarna hijau) tidak terdapat adanya noda, namun pada panjang
gelombang 366 nm yang berwarna biru dan terlihat adanya noda-noda yang berwarna
kuning muda.
Pada pelarut petroleum benzene dan kloroform dengan sinar tampak terdapat
noda berwarna kuning muda. Noda yang berwarna kuning muda kemungkinan adalah
senyawa karoten atau xantofil. Dugaan ini berdasarkan literatur bahwa karoten
berwarna kuning-jingga dan xantofil berwarna kuning. Namun noda-noda ini belum
pasti senyawa karoten atau xantofil, karena banyak senyawa yang memiliki warna
yang sama. Untuk mengetahui dengan pasti jenis noda-noda ini maka harus dihitung
harga Rf nya karena harga Rf merupakan identitas dari suatu senyawa. Kemungkinan
harga Rf dari literatur menggunakan kertas yang berbeda dengan kertas yang
digunakan saat praktikum sehingga nilai Rf yang diperoleh juga berbeda.
Berdasarkan percobaan uji KLT pada daun miana, untuk masing-masing
komponen sebagai berikut :
- Fraksi 1 (pelarut petroleum benzene) ; Rf = 0, 8
- Fraksi 2 (pelarut kloroform) ; Rf = 0, 85
Menurut Stahl (1964) harga Rf standar untuk pigmen α-karoten dengan
menggunakan plat KLT selulosa yaitu sebesar 0,98 berwarna kuning-jingga.
Sedangkan untuk pigmen xantofil menurut Leenawaty, L dkk (2006) harga Rf
standarnya sebesar 0,10-0,30 dengan warna kuning. Jadi dapat disimpulkan bahwa
noda kuning muda pada plat KLT merupakan pigmen α-karoten karena nilai Rf nya
mendekati 0,98.
Selanjutnya membandingkan Rf percobaan dengan Rf literatur atau pustaka
untuk mendeteksi pigmen pada daun miana tersebut :
Fraksi Noda Rf Jenis Pigmen Pustaka
1 0,8 α-karoten 0,98 (kuning-jingga) (Stahl, 1964)
2 0,85 α-karoten 0,98 (kuning-jingga) (Stahl, 1964)
Adapun struktur α-karoten adalah :
Gambar. Struktur α-karoten
Menurut Istiqomah dkk (2010) bahwa daun miana dengan warna daun
keunguan ini mengandung pigmen antosianin, namun pada uji KLT ini tidak
terdeteksi bahwa daun tersebut mengandung pigmen antosianin. Hal ini terjadi
karena sinar UV yang digunakan hanya dengan spektrum 255 nm dan 366 nm,
sedangkan pada hasil penelitian Hendry (1996) yang dikutip oleh Elfi (2004), yaitu
antosianin ditampakkan oleh adanya spektrum maksimal suatu senyawa pada panjang
gelombang antara 490 – 525 nm. Selain itu juga, antosianin tidak terdeteksi dengan
KLT dan kromatografi kolom mungkin karena pHnya sangat basa sebab warna yang
ditimbulkan oleh antosianin tergantung dari tingkat keasaman (pH) lingkungan
sekitar sehingga pigmen ini dapat dijadikan sebagai indikator pH. Warna yang
ditimbulkan adalah merah (pH 1), biru kemerahan (pH 4), ungu (pH 6), biru (pH 8),
hijau (pH 12), dan kuning (pH 13). Untuk mendapatkan warna yang diinginkan,
antosianin harus disimpan menggunakan larutan buffer dengan pH yang sesuai.
Selain itu juga disebabkan karena antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau
basa dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar perlahan-lahan akibat
terkena cahaya, sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat gelap dan suhu dingin
(Harborne, 1996).
Klorofil juga tidak terdeteksi saat digunakan KLT, padahal sebelumnya
terbentuk larutan berbias hijau yang menunjukkan adanya pigmen klorofil yaitu
klorofil b. Tidak terdeteksinya klorofil b pada KLT ini mungkin karena penggunaan
larutan pengembang yang tidak sesuai.
D. Analisis Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis dengan KLT ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh pigmen apa
saja yang terkandung dalam daun miana karena dengan kromatografi kolom hanya
terdeteksi mengandung antosianin saja yang dapat dilihat dari warna larutan yang
dipisahkan berbias hijau kemerahan. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis,
sebaiknya dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel dengan menyiapkan kertas
kromatografi, chamber dan sampel yang akan ditotolkan. Dalam penyiapan kertas
untuk kromatografi, kertas KLT harus dibuat garis atas dan garis bawah dengan
ukuran 5 x 10 cm untuk mempermudah menghitung jarak noda yang terelusi
sehingga Rf noda dapat dihitung dan komponen senyawa dari noda sampel daun
dapat di analisis. Garis-garis ini harus dibuat dengan menggunakan pensil, tidak
boleh menggunakan pulpen/alat tulis lain yang menggunakan tinta karena tinta dari
alat tulis akan ikut terelusi pada saat kromatografi berlangsung sehingga dapat
mempengaruhi proses kromatografi. Sedangkan apabila menggunakan pensil, karbon
dari pensil tidak akan ikut terelusi karena karbon bersifat inert sehingga tidak
mempengaruhi proses kromatografi. Pada percobaan jarak pelarut di kertas KLT
adalah 8 cm dan jarak dari ujung kertas KLT ke garis untuk menotolkan pelarut ± 1
cm.
Tujuan dilakukannya kromatografi kertas atau lapis tipis ini untuk
memisahkan pigmen warna pada daun miana. Plat KLT dapat digunakan untuk
memisahkan pigmen warna, karena plat KLT yang digunakan sebagai fase diam
mengandung serat selulosa yang dapat menyerap pigmen-pigmen warna dari
campuran dalam sampel daun miana dengan gaya kapilaritas. Pigmen-pigmen warna
akan berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda sesuai
dengan tingkat kepolaran senyawa/pigmen dari pelarut yang digunakan, untuk
membentuk sederet noda-noda yang terpisah.
Sebelum plat KLT dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi eluen yang
telah dibuat, sebaiknya gelas beaker berisi eluen itu dijenuhkan terlebih dahulu.
Penjenuhan ini bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan atmosfer di dalam dan di
luar chamber agar noda berjalan lurus (tidak berkelok-kelok). Tekanan atmosfer di
luar dan di dalam chamber dikatakan seimbang apabila perembesan pelarut ke kertas
saring sudah mencapai ke luar chamber. Maka dari itu untuk melihat kejenuhan
chamber, kertas saring harus mencapai luar chamber sehingga dapat menghubungkan
antara luar dan dalam chamber.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memasukkan kertas saring dalam
beaker glass adalah pelarut harus berada di bawah garis batas bawah, agar pelarut
tidak mencapai garis. Pelarut tidak boleh mencapai garis untuk menghindari senyawa
yang terdapat pada garis melarut dalam pelarut. Pada saat elusi berlangsung, beaker
glass harus dalam keadaan tertutup supaya kejenuhan beaker glass tidak terganggu
sehingga tidak berdampak pada proses elusi. Selain itu peletakan plat KLT juga
harus lurus di dalam beaker glass/chamber dan tidak boleh miring karena hal itu
dapat berakibat pada pembelokan noda dan akhirnya perhitungan Rf masing-masing
noda menjadi kurang tepat. Elusi dapat terjadi karena pengaruh dari dorongan pelarut
pengembang (eluen) dan gaya kapilaritas.
Setelah proses elusi selesai, maka plat KLT tadi dikeringkan biasa di udara
terbuka, kemudian baru dikeringkan menggunakan hairdryer. Hal ini dimaksudkan
agar plat KLT benar-benar kering, sehingga noda yang dihasilkan akan tampak jelas
terlihat. Setelah itu baru diuji dengan menggunakan sinar UV. Eluen yang digunakan
pada percobaan ini merupakan campuran pelarutan potreleum benzene 2 mL :
kloroform 2 mL : etanol 2 mL : metanol 2 mL.
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji KLT sampel daun miana, ketika
pengujian dengan sinar tampak, pada saat panjang gelombang 255 nm tidak terdapat
berkas sinar tampak berwarna hijau, namun pada panjang gelombang 366 nm yang
berwarna biru dan terlihat adanya 2 noda yang berwarna kuning muda dari hasil
proses elusi setelah dilihat pada sinar UV. Pengamatan secara visual menunjukkan
tidak ada bercak. Menurut Harborne (1984) menyebutkan bahwa jenis bercak klorofil
yang mungkin terdeteksi di bawah sinar UV 366 nm adalah berwarna hijau biru. Jadi
pada proses KLT ini tidak terdeteksi kandungan klorofil pada daun miana, karena
pada saat penyaringan ekstrak daun miana yang telah dipekatkkan, klorofil daun
miana tersaring oleh kertas saring.
Pada pelarut petroleum benzene terdapat berkas sinar tampak yang berwarna
kuning muda. Sedangkan pada kloroform juga terdapat noda berwarna kuning muda.
Warna noda ini menunjukkan senyawa tertentu yang memiliki warna yang tertentu
pula. Noda yang berwarna kuning muda kemungkinan adalah senyawa karoten, atau
xantofil. Dugaan ini berdasarkan literatur bahwa karoten berwarna kuning-jingga dan
xantofil berwarna kuning. Sedangkan Namun noda-noda ini belum pasti senyawa
karoten atau xantofil, karena banyak senyawa yang memiliki warna yang sama.
Untuk mengetahui dengan pasti jenis noda-noda ini maka harus dihitung harga Rf
nya karena harga Rf merupakan identitas dari suatu senyawa. Kemungkinan harga Rf
dari literatur menggunakan kertas yang berbeda dengan kertas yang digunakan saat
praktikum sehingga nilai Rf yang diperoleh juga berbeda. Maka dari itu, harus
dilakukan pengujian panjang gelombang pada masing-masing noda menggunakan
lampu UV.
Berdasarkan percobaan uji KLT pada daun miana, untuk masing-masing
komponen sebagai berikut :
- Fraksi 1; Rf = 0,81
- Fraksi 2; Rf = 0,85
Namun pada fraksi 3 dan 4 (etanol dan metanol) tidak terdeteksi dengan uji
KLT. Untuk fraksi 3 kemungkinan disebabkan oleh ketidakcocokan pelarut yang
digunakan yang tidak sesuai dengan prosedur percobaan. Sedangkan pada fraksi 4
diduga mengandung antosianin, karena sampel berbias hijau-merah. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Hendry (1996) yang dikutip oleh Elfi (2004), yaitu antosianin
ditampakkan oleh adanya spektrum maksimal suatu senyawa pada panjang
gelombang antara 490 – 525 nm. Selain itu juga, antosianin tidak terdeteksi dengan
KLT dan kromatografi kolom mungkin karena pHnya sangat basa sebab warna yang
ditimbulkan oleh antosianin tergantung dari tingkat keasaman (pH) lingkungan
sekitar sehingga pigmen ini dapat dijadikan sebagai indikator pH. Warna yang
ditimbulkan adalah merah (pH 1), biru kemerahan (pH 4), ungu (pH 6), biru (pH 8),
hijau (pH 12), dan kuning (pH 13). Untuk mendapatkan warna yang diinginkan,
antosianin harus disimpan menggunakan larutan buffer dengan pH yang sesuai
(Anonim, 2013). Selain itu juga disebabkan karena antosianin tidak stabil dalam
larutan netral atau basa dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar
perlahan-lahan akibat terkena cahaya, sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat
gelap dan suhu dingin (Harborne, 1996).
Menurut Harborne (1984), nilai Rf standar untuk beberapa pigmen diantaranya
:
Macam pigmen Rf Warna dibawah
cahaya biasa
Bentuk senyawa
jadian
Feofitin a 0,93 Kelabu Klorofil bebas Mg
Feofitin b 0,80 Coklat kekuningan
Klorofil a 0,60 Hijau biru
Klorofil b 0,35 Hijau kuning
Feoforbida a 0,18 Kelabu Klorofilida bebas
MgFeoforbida b 0,07 Coklat kuning
Klorofilida a 0,03 Hijau biru Klorofil tanpa
rantai samping
fitilKlorofilida b 0,02 Hijau kuning
Sedangkan menurut Stahl (1964) harga Rf standar untuk pigmen α-karoten
dengan menggunakan plat KLT selulosa yaitu sebesar 0,98 berwarna kuning-jingga.
Berdasarkan literatur diatas dapat dibandingkan nilai Rf percobaan untuk mendeteksi
pigmen pada daun miana tersebut :
Fraksi Noda Rf Jenis Pigmen
1 0,81 Feofitin b
2 0,85 α-karoten
Pada fraksi 1 merupakan fenofitin b karena nilai Rf pada percobaan hampir
mendekati nilai Rf pada literatur. Dan noda yang nampak pun hampir mirip yaitu
coklat kekuningan pada literatur dan pada percobaan berwarna kuning. Sedangkan
pada fraksi 2 merupakan α-karoten karena nilai Rf pada percobaan hampir mendekati
nilai Rf dari α-karoten literatur. Warna noda yang tampak pada percobaan pun
berwarna kuning, sehingga kemungkinan noda yang terdapat pada fraksi 2 ini adalah
α-karoten.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan dari analisis data, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pigmen yang telah dipisahkan selanjutnya didentifikasi melalui Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) yang menggunakan plat aluminium silika gel sebagai fasa
diam dan etanol sebagai fasa gerak. Identitas noda yang diperoleh dinyatakan
dengan harga Rf (retardation factor).
2. Harga Rf daun miana yaitu pada fraksi 1 mengandung Feofitin b Rf = 0,81 dan
pada fraksi 2 yang mengandung α-karoten Rf = 0,85.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan dari analisis data, dapat
disimpulkan bahwa :
3. Pemisahan pigmen ekstrak daun miana menggunakan kromatografi kolom yang
fase diam berupa alumina dan fase gerak yaitu petroleum benzene, kloroform,
metanol, dan etanol.
4. Pemisahan dengan kromatografi kolom dilakukan untuk memisahkan pigmen
berdasarkan urutan keluarnya pigmen dari kolom sesuai urutan kepolarannya.
5. Berdasarkan, warna yang dihasilkan pada pemisahan menggunakan kolom daun
miana mengandung pigmen klorofil b dan antosianin.
6. Pigmen yang telah dipisahkan selanjutnya didentifikasi melalui Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) yang menggunakan plat aluminium silika gel sebagai fasa
diam dan etanol sebagai fasa gerak. Identitas noda yang diperoleh dinyatakan
dengan harga Rf (retardation factor).
7. Harga Rf masing-masing sampel, adalah Rf daun melati yaitu fraksi 1 yang
mengandung α-karoten Rf = 0,8 ; Fraksi 2 yang mengandung α-karoten Rf =
0,85