analisis pigmen

21
V. ANALISIS DATA Pada percobaan ini dilakukan pemisahan pigmen dari sampel daun miana menggunakan kromatografi kolom dengan beberapa pelarut yaitu petroleum benzena, kloroform, etanol dan metanol. Setelah itu menguji ekstrak pelarut dari sampel daun dengan metode KLT untuk menentukan jenis pigmen yang terkandung dalam daun tersebut. A. Ekstraksi Sampel Daun Pertama-tama membersihkan daun, tujuannya agar sampel yang digunakan bebas dari pengotor seperti debu dan lainnya yang nantinya dapat membuat hasil ekstraksi tidak murni. Kemudian memotong daun menjadi potongan kecil agar mudah saat dilumatkan, pelumatan sampel daun dengan menggunakan lumpang dan alu. Sampel daun miana yang digunakan adalah sebanyak 10 lembar. Hasil lumatan diekstraksi dengan menggunakan 20 mL pelarut etanol. Pelumatan ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel dari sampel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (klorofil, karoten dan xantofil) yang berada dalam vakoula mudah larut dalam pelarut etanol sehingga mudah untuk mengambil senyawa tersebut. Semakin halus daun maka semakin luas permukaan untuk terjadi kontak dengan pelarut maka semakin banyak zat yang dapat terekstrak. Etanol efektif untuk mengekstrak pigmen tumbuhan karena sebagian besar pigmen tumbuhan

Transcript of analisis pigmen

Page 1: analisis pigmen

V. ANALISIS DATA

Pada percobaan ini dilakukan pemisahan pigmen dari sampel daun miana

menggunakan kromatografi kolom dengan beberapa pelarut yaitu petroleum benzena,

kloroform, etanol dan metanol. Setelah itu menguji ekstrak pelarut dari sampel daun

dengan metode KLT untuk menentukan jenis pigmen yang terkandung dalam daun

tersebut.

A. Ekstraksi Sampel Daun

Pertama-tama membersihkan daun, tujuannya agar sampel yang digunakan

bebas dari pengotor seperti debu dan lainnya yang nantinya dapat membuat hasil

ekstraksi tidak murni. Kemudian memotong daun menjadi potongan kecil agar

mudah saat dilumatkan, pelumatan sampel daun dengan menggunakan lumpang dan

alu. Sampel daun miana yang digunakan adalah sebanyak 10 lembar.

Hasil lumatan diekstraksi dengan menggunakan 20 mL pelarut etanol.

Pelumatan ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel dari sampel yang sifatnya

kaku sehingga senyawa target (klorofil, karoten dan xantofil) yang berada dalam

vakoula mudah larut dalam pelarut etanol sehingga mudah untuk mengambil

senyawa tersebut. Semakin halus daun maka semakin luas permukaan untuk terjadi

kontak dengan pelarut maka semakin banyak zat yang dapat terekstrak. Etanol efektif

untuk mengekstrak pigmen tumbuhan karena sebagian besar pigmen tumbuhan

seperti klorofil, karoten dan xantofil memiliki sifat diantara polar dan non polar

sehingga dapat larut dalam etanol yang merupakan pelarut semipolar. Namun proses

ekstrasi ini harus dilakukan dengan cepat karena enzim klorofilasi yang terkandung

dalam daun segar akan mengkatalisis reaksi antara klorofil dengan etanol sehingga

jumlah klorofil dalam daun akan berkurang. Reaksinya adalah sebagai berikut :

Etanol + klorofil → fitol + etil klorofilida

Setelah itu dilakukan penyaringan agar diperoleh filtrat yang mengandung

pigmen tanaman, sedangkan residunya dibuang. Filtat yang dihasilkan berupa larutan

yang berwarna kuning kecoklatan, selanjutnya hasil ekstraksi (filtrat) diuapkan

dengan alat rotavapor tujuannya untuk memekatkan larutan dengan cara mengurangi

jumlah atau menghilangkan pelarut dalam ekstrak daun, sehingga tidak mengganggu

Page 2: analisis pigmen

proses pemisahan dengan kolom, karena dikhawatirkan etanol nantinya akan bereaksi

dengan pelarut-pelarut yang digunakan. Kemudian ekstrak daun yang sudah pekat

disaring agar filtrat yang didapat bebas dari pengotor. Filtrat inilah yang akan

dipisahkan dengan menggunakan kolom konvensional.

B. Penyiapan Kolom Kromatografi

Selanjutnya membuat kolom kromatografi, dimana langkah pertama yang

dilakukan adalah membuat adonan Al2O3 dengan pelarut etanol sehingga terbentuk

bubur alumina. Penggunaan etanol ini dikarenakan alumina mengandung titik aktif

Al-OH sehingga etanol yang juga mengandung gugus OH akan dapat terikat kuat

dengan alumina jadi bubur alumina yang merupakan fase diam akan lebih homogen.

Bubur alumina dimasukkan ke dalam kolom sambil mengetuk-ngetuk kolomnya agar

tidak terbentuk gelembung udara, kolom harus bebas dari gelembung gas karena bila

ada gelembung udara maka proses pemisahan yang terjadi tidak akan sempurna

sehingga akan terjadi penyebaran noda ketika hasil kromatografi kolom di uji KLT.

Dalam hal ini alumina Al2O3 yang digunakan sebagai adsorben atau fase

diamnya, karena Al2O3 lazim digunakan untuk senyawa organik stabil. Selain itu,

sebelum dimasukkan alumina, bagian bawah kolom ditutupi dengan glass wool, hal

ini bertujuan untuk menahan fase diam (adsorben) alumina agar tidak turun dari

kolom karena glass wool merupakan gelas yang masih berpori sehingga dapat

menahan alumina, tetapi ekstrak daun masih bisa mengalir.

Saat mengisi kolom, kran dibuka agar pelarut etanol dapat keluar sehingga

diperoleh fase diam (alumina) yang padat. Setelah itu bagian atas kolom juga diberi

glass wool agar ekstrak daun yang akan dimasukkan ke dalam kolom dapat tersaring.

Selanjutnya memasukkan kembali etanol untuk mengelusi kolom dan setelah selesai,

kran kolom ditutup.

C. Pemisahan Pigmen Tanaman dari Daun Miana dengan Kromatografi

Kolom

Tahap selanjutnya yaitu memisahkan pigmen tanaman. Sampel daun yang

dipisahkan adalah daun miana. Setelah kolom kromatografi siap dipakai, ekstrak

Page 3: analisis pigmen

sampel daun di masukkan ke dalam kolom. Lalu memasukkan pelarut ke dalam

kolom dan membuka krannya. Di sini terlihat bahwa pigmen dari sampel daun mulai

bergerak turun dan pelarut mulai berkurang karena bergerak ke bawah dan menetes.

Tetesan yang keluar dari kolom ini ditampung dalam tabung reaksi. Adapun pelarut

yang digunakan adalah berdasarkan kepolaran yang paling kecil yaitu petroleum

benzene, kloroform, etanol dan metanol. Pelarut ini digunakan pada kromatografi

kolom secara berurutan.

Menurut literatur, ketika petroleum benzene dimasukkan ke dalam kolom,

klorofil dalam ekstrak daun akan larut di dalamnya dengan kecepatan yang sama

dengan fase geraknya (petroleum benzene) dan keluar paling pertama, berarti klorofil

tidak teradsorpsi dengan kuat pada alumina. Ini dapat terjadi karena alumina adalah

senyawa polar sedangkan klorofil adalah senyawa yang tergolong non polar. Karoten

yang merupakan senyawa yang lebih polar daripada klorofil, akan keluar dari kolom

lebih lambat dibandingkan klorofil karena karoten akan teradsorbsi lebih kuat dari

pada klorofil. Untuk itulah digunakan pelarut berikutnya yang lebih polar

dibandingkan petroleum benzene yaitu kloroform agar karoten dapat keluar dari

kolom dengan lebih cepat namun dengan catatan klorofil sudah keluar seluruhnya.

Begitu pula seterusnya digunakan pelarut etanol dan metanol untuk mengeluarkan

pigmen yang lebih polar seperti xantofil.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa urutan keluarnya pigmen dari

kolom sesuai dengan urutan kepolaran dari pigmen yang paling non polar yaitu

klorofil, karoten, baru kemudian xantofil.

Berdasarkan percobaan, dari proses kromatografi kolom dihasilkan empat

fraksi. Pada tabung 1 (pelarut petroleum benzene), tabung 2 (pelarut kloroform), dan

tabung 3 (pelarut etanol) didapatkan larutan bening. Sedangkan pada tabung 4

dengan pelarut metanol menghasilkan 2 macam larutan, yaitu larutan berbias hijau

dan berbias merah. Warna hijau yang dihasilkan menunjukkan bahwa sampel daun

miana mengandung klorofil karena klorofil merupakan senyawa yang berwarna hijau

dengan semua pelarut. Klorofil yang terkandung adalah klorofil b karena warna

hijaunya sangat muda, warna klorofil b adalah hijau-kuning. Sedangkan warna merah

menunjukkan adanya antosianin karena ciri khas antosianin yang terkandung dalam

Page 4: analisis pigmen

daun ditunjukkan dengan pigmen berwarna merah, biru atau ungu tergantung derajat

keasamannya.

Gambar. Struktur klorofil b

Gambar . Struktur umum antosianin (Beatrice, 2008)

Klorofil mengandung sifat nonpolar sehingga dapat larut dalam petroleum

benzena dan kloroform yang juga bersifat nonpolar. Tetapi dari percobaan yang

dilakukan untuk pelarut petroleum benzena dan kloroform ternyata hanya

menghasilkan larutan bening dari ekstrak daun miana, hal ini terjadi dikarenakan

oleh pelarut benzena yang mungkin tidak cocok untuk dijadikan sebagai pelarut

pemisah pigmen klorofil dari ekstrak sampel, walaupun juga bersifat non polar.

Selain itu sifat dari potreleum benzene ini tidak begitu reaktif sehingga tidak dapat

bereaksi dengan senyawa yang terdapat dalam ekstrak daun. Selain itu mungkin

karena pelarut yang digunakan terlalu sedikit.

Berkenaan dengan kenonpolaran klorofil dapat dilihat dari strukturnya di

mana walaupun klorofil mengandung bagian yang polar namun secara keseluruhan

strukturnya adalah nonpolar. Karena masih ada bagian yang bersifat polar maka

klorofil juga dapat ditemukan dalam pelarut etanol dan metanol.

Page 5: analisis pigmen

D. Analisis Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis dengan KLT ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh pigmen apa

saja yang terkandung dalam daun sampel karena dengan kromatografi kolom hanya

terdeteksi mengandung klorofil saja yang dapat dilihat dari warna larutan yang

dipisahkan berwarna hijau. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis, sebaiknya

dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel dengan menyiapkan kertas kromatografi,

chamber dan sampel yang akan ditotolkan. Dalam penyiapan kertas untuk

kromatografi, kertas KLT harus dibuat garis atas dan garis bawah dengan ukuran 5 x

10 cm untuk mempermudah menghitung jarak noda yang terelusi sehingga R f noda

dapat dihitung dan komponen senyawa dari noda sampel daun dapat di analisis.

Garis-garis ini harus dibuat dengan menggunakan pensil, tidak boleh menggunakan

pulpen/alat tulis lain yang menggunakan tinta karena tinta dari alat tulis akan ikut

terelusi pada saat kromatografi berlangsung sehingga dapat mempengaruhi proses

kromatografi. Sedangkan apabila menggunakan pensil, karbon dari pensil tidak akan

ikut terelusi karena karbon bersifat inert sehingga tidak mempengaruhi proses

kromatografi. Pada percobaan jarak pelarut di kertas KLT adalah 7,9 cm dan jarak

dari ujung kertas KLT ke garis untuk menotolkan pelarut ± 1 cm.

Tujuan dilakukannya kromatografi kertas atau lapis tipis ini untuk

memisahkan pigmen warna pada daun sampel daun. Plat KLT dapat digunakan untuk

memisahkan pigmen warna, karena plat KLT yang digunakan sebagai fase diam

mengandung serat selulosa yang dapat menyerap pigmen-pigmen warna dari

campuran dalam sampel daun dengan gaya kapilaritas. Pigmen-pigmen warna akan

berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda sesuai dengan

tingkat kepolaran senyawa/pigmen dari pelarut yang digunakan, untuk membentuk

sederet noda-noda yang terpisah.

Sebelum plat KLT dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi eluen yang

telah dibuat, sebaiknya gelas beaker berisi eluen itu dijenuhkan terlebih dahulu.

Penjenuhan ini bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan atmosfer di dalam dan di

luar chamber agar noda berjalan lurus (tidak berkelok-kelok). Tekanan atmosfer di

luar dan di dalam chamber dikatakan seimbang apabila perembesan pelarut ke kertas

saring sudah mencapai ke luar chamber. Maka dari itu untuk melihat kejenuhan

Page 6: analisis pigmen

chamber, kertas saring harus mencapai luar chamber sehingga dapat menghubungkan

antara luar dan dalam chamber.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memasukkan kertas saring dalam

beaker glass adalah pelarut harus berada di bawah garis batas bawah, agar pelarut

tidak mencapai garis. Pelarut tidak boleh mencapai garis untuk menghindari senyawa

yang terdapat pada garis melarut dalam pelarut. Pada saat elusi berlangsung, beaker

glass harus dalam keadaan tertutup supaya kejenuhan beaker glass tidak terganggu

sehingga tidak berdampak pada proses elusi. Selain itu peletakan plat KLT juga

harus lurus di dalam beaker glass/chamber dan tidak boleh miring karena hal itu

dapat berakibat pada pembelokan noda dan akhirnya perhitungan Rf masing-masing

noda menjadi kurang tepat. Elusi dapat terjadi karena pengaruh dari dorongan pelarut

pengembang (eluen) dan gaya kapilaritas. Eluen yang digunakan pada percobaan ini

merupakan campuran pelarut potreleum benzene 2 mL : kloroform 2 mL : etanol 2

mL : metanol 2 mL.

Setelah proses elusi selesai, maka plat KLT tadi dikeringkan biasa di udara

terbuka, kemudian baru dikeringkan menggunakan hairdryer. Hal ini dimaksudkan

agar plat KLT benar-benar kering, sehingga noda yang dihasilkan akan tampak jelas

terlihat. Setelah kering, plat KLT disemprotkan dengan ninhidrin, tujuannya untuk

memunculkan warna noda yang ada pada KLT, lalu dikeringkan kembali ternyata

tetap tidak muncul warna (noda) pada plat KLT, sehingga perlu diuji dengan

menggunakan sinar UV.

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji KLT sampel daun miana, ketika

pengujian dengan sinar tampak (sinar UV), pada saat panjang gelombang 255 nm

(sinar tampak berwarna hijau) tidak terdapat adanya noda, namun pada panjang

gelombang 366 nm yang berwarna biru dan terlihat adanya noda-noda yang berwarna

kuning muda.

Pada pelarut petroleum benzene dan kloroform dengan sinar tampak terdapat

noda berwarna kuning muda. Noda yang berwarna kuning muda kemungkinan adalah

senyawa karoten atau xantofil. Dugaan ini berdasarkan literatur bahwa karoten

berwarna kuning-jingga dan xantofil berwarna kuning. Namun noda-noda ini belum

pasti senyawa karoten atau xantofil, karena banyak senyawa yang memiliki warna

Page 7: analisis pigmen

yang sama. Untuk mengetahui dengan pasti jenis noda-noda ini maka harus dihitung

harga Rf nya karena harga Rf merupakan identitas dari suatu senyawa. Kemungkinan

harga Rf dari literatur menggunakan kertas yang berbeda dengan kertas yang

digunakan saat praktikum sehingga nilai Rf yang diperoleh juga berbeda.

Berdasarkan percobaan uji KLT pada daun miana, untuk masing-masing

komponen sebagai berikut :

- Fraksi 1 (pelarut petroleum benzene) ; Rf = 0, 8

- Fraksi 2 (pelarut kloroform) ; Rf = 0, 85

Menurut Stahl (1964) harga Rf standar untuk pigmen α-karoten dengan

menggunakan plat KLT selulosa yaitu sebesar 0,98 berwarna kuning-jingga.

Sedangkan untuk pigmen xantofil menurut Leenawaty, L dkk (2006) harga Rf

standarnya sebesar 0,10-0,30 dengan warna kuning. Jadi dapat disimpulkan bahwa

noda kuning muda pada plat KLT merupakan pigmen α-karoten karena nilai Rf nya

mendekati 0,98.

Selanjutnya membandingkan Rf percobaan dengan Rf literatur atau pustaka

untuk mendeteksi pigmen pada daun miana tersebut :

Fraksi Noda Rf Jenis Pigmen Pustaka

1 0,8 α-karoten 0,98 (kuning-jingga) (Stahl, 1964)

2 0,85 α-karoten 0,98 (kuning-jingga) (Stahl, 1964)

Adapun struktur α-karoten adalah :

Gambar. Struktur α-karoten

Page 8: analisis pigmen

Menurut Istiqomah dkk (2010) bahwa daun miana dengan warna daun

keunguan ini mengandung pigmen antosianin, namun pada uji KLT ini tidak

terdeteksi bahwa daun tersebut mengandung pigmen antosianin. Hal ini terjadi

karena sinar UV yang digunakan hanya dengan spektrum 255 nm dan 366 nm,

sedangkan pada hasil penelitian Hendry (1996) yang dikutip oleh Elfi (2004), yaitu

antosianin ditampakkan oleh adanya spektrum maksimal suatu senyawa pada panjang

gelombang antara 490 – 525 nm. Selain itu juga, antosianin tidak terdeteksi dengan

KLT dan kromatografi kolom mungkin karena pHnya sangat basa sebab warna yang

ditimbulkan oleh antosianin tergantung dari tingkat keasaman (pH) lingkungan

sekitar sehingga pigmen ini dapat dijadikan sebagai indikator pH. Warna yang

ditimbulkan adalah merah (pH 1), biru kemerahan (pH 4), ungu (pH 6), biru (pH 8),

hijau (pH 12), dan kuning (pH 13). Untuk mendapatkan warna yang diinginkan,

antosianin harus disimpan menggunakan larutan buffer dengan pH yang sesuai.

Selain itu juga disebabkan karena antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau

basa dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar perlahan-lahan akibat

terkena cahaya, sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat gelap dan suhu dingin

(Harborne, 1996).

Klorofil juga tidak terdeteksi saat digunakan KLT, padahal sebelumnya

terbentuk larutan berbias hijau yang menunjukkan adanya pigmen klorofil yaitu

klorofil b. Tidak terdeteksinya klorofil b pada KLT ini mungkin karena penggunaan

larutan pengembang yang tidak sesuai.

D. Analisis Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis dengan KLT ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh pigmen apa

saja yang terkandung dalam daun miana karena dengan kromatografi kolom hanya

terdeteksi mengandung antosianin saja yang dapat dilihat dari warna larutan yang

dipisahkan berbias hijau kemerahan. Sebelum melakukan kromatografi lapis tipis,

sebaiknya dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel dengan menyiapkan kertas

kromatografi, chamber dan sampel yang akan ditotolkan. Dalam penyiapan kertas

untuk kromatografi, kertas KLT harus dibuat garis atas dan garis bawah dengan

ukuran 5 x 10 cm untuk mempermudah menghitung jarak noda yang terelusi

Page 9: analisis pigmen

sehingga Rf noda dapat dihitung dan komponen senyawa dari noda sampel daun

dapat di analisis. Garis-garis ini harus dibuat dengan menggunakan pensil, tidak

boleh menggunakan pulpen/alat tulis lain yang menggunakan tinta karena tinta dari

alat tulis akan ikut terelusi pada saat kromatografi berlangsung sehingga dapat

mempengaruhi proses kromatografi. Sedangkan apabila menggunakan pensil, karbon

dari pensil tidak akan ikut terelusi karena karbon bersifat inert sehingga tidak

mempengaruhi proses kromatografi. Pada percobaan jarak pelarut di kertas KLT

adalah 8 cm dan jarak dari ujung kertas KLT ke garis untuk menotolkan pelarut ± 1

cm.

Tujuan dilakukannya kromatografi kertas atau lapis tipis ini untuk

memisahkan pigmen warna pada daun miana. Plat KLT dapat digunakan untuk

memisahkan pigmen warna, karena plat KLT yang digunakan sebagai fase diam

mengandung serat selulosa yang dapat menyerap pigmen-pigmen warna dari

campuran dalam sampel daun miana dengan gaya kapilaritas. Pigmen-pigmen warna

akan berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda sesuai

dengan tingkat kepolaran senyawa/pigmen dari pelarut yang digunakan, untuk

membentuk sederet noda-noda yang terpisah.

Sebelum plat KLT dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi eluen yang

telah dibuat, sebaiknya gelas beaker berisi eluen itu dijenuhkan terlebih dahulu.

Penjenuhan ini bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan atmosfer di dalam dan di

luar chamber agar noda berjalan lurus (tidak berkelok-kelok). Tekanan atmosfer di

luar dan di dalam chamber dikatakan seimbang apabila perembesan pelarut ke kertas

saring sudah mencapai ke luar chamber. Maka dari itu untuk melihat kejenuhan

chamber, kertas saring harus mencapai luar chamber sehingga dapat menghubungkan

antara luar dan dalam chamber.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memasukkan kertas saring dalam

beaker glass adalah pelarut harus berada di bawah garis batas bawah, agar pelarut

tidak mencapai garis. Pelarut tidak boleh mencapai garis untuk menghindari senyawa

yang terdapat pada garis melarut dalam pelarut. Pada saat elusi berlangsung, beaker

glass harus dalam keadaan tertutup supaya kejenuhan beaker glass tidak terganggu

sehingga tidak berdampak pada proses elusi. Selain itu peletakan plat KLT juga

Page 10: analisis pigmen

harus lurus di dalam beaker glass/chamber dan tidak boleh miring karena hal itu

dapat berakibat pada pembelokan noda dan akhirnya perhitungan Rf masing-masing

noda menjadi kurang tepat. Elusi dapat terjadi karena pengaruh dari dorongan pelarut

pengembang (eluen) dan gaya kapilaritas.

Setelah proses elusi selesai, maka plat KLT tadi dikeringkan biasa di udara

terbuka, kemudian baru dikeringkan menggunakan hairdryer. Hal ini dimaksudkan

agar plat KLT benar-benar kering, sehingga noda yang dihasilkan akan tampak jelas

terlihat. Setelah itu baru diuji dengan menggunakan sinar UV. Eluen yang digunakan

pada percobaan ini merupakan campuran pelarutan potreleum benzene 2 mL :

kloroform 2 mL : etanol 2 mL : metanol 2 mL.

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji KLT sampel daun miana, ketika

pengujian dengan sinar tampak, pada saat panjang gelombang 255 nm tidak terdapat

berkas sinar tampak berwarna hijau, namun pada panjang gelombang 366 nm yang

berwarna biru dan terlihat adanya 2 noda yang berwarna kuning muda dari hasil

proses elusi setelah dilihat pada sinar UV. Pengamatan secara visual menunjukkan

tidak ada bercak. Menurut Harborne (1984) menyebutkan bahwa jenis bercak klorofil

yang mungkin terdeteksi di bawah sinar UV 366 nm adalah berwarna hijau biru. Jadi

pada proses KLT ini tidak terdeteksi kandungan klorofil pada daun miana, karena

pada saat penyaringan ekstrak daun miana yang telah dipekatkkan, klorofil daun

miana tersaring oleh kertas saring.

Pada pelarut petroleum benzene terdapat berkas sinar tampak yang berwarna

kuning muda. Sedangkan pada kloroform juga terdapat noda berwarna kuning muda.

Warna noda ini menunjukkan senyawa tertentu yang memiliki warna yang tertentu

pula. Noda yang berwarna kuning muda kemungkinan adalah senyawa karoten, atau

xantofil. Dugaan ini berdasarkan literatur bahwa karoten berwarna kuning-jingga dan

xantofil berwarna kuning. Sedangkan Namun noda-noda ini belum pasti senyawa

karoten atau xantofil, karena banyak senyawa yang memiliki warna yang sama.

Untuk mengetahui dengan pasti jenis noda-noda ini maka harus dihitung harga Rf

nya karena harga Rf merupakan identitas dari suatu senyawa. Kemungkinan harga Rf

dari literatur menggunakan kertas yang berbeda dengan kertas yang digunakan saat

praktikum sehingga nilai Rf yang diperoleh juga berbeda. Maka dari itu, harus

Page 11: analisis pigmen

dilakukan pengujian panjang gelombang pada masing-masing noda menggunakan

lampu UV.

Berdasarkan percobaan uji KLT pada daun miana, untuk masing-masing

komponen sebagai berikut :

- Fraksi 1; Rf = 0,81

- Fraksi 2; Rf = 0,85

Namun pada fraksi 3 dan 4 (etanol dan metanol) tidak terdeteksi dengan uji

KLT. Untuk fraksi 3 kemungkinan disebabkan oleh ketidakcocokan pelarut yang

digunakan yang tidak sesuai dengan prosedur percobaan. Sedangkan pada fraksi 4

diduga mengandung antosianin, karena sampel berbias hijau-merah. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Hendry (1996) yang dikutip oleh Elfi (2004), yaitu antosianin

ditampakkan oleh adanya spektrum maksimal suatu senyawa pada panjang

gelombang antara 490 – 525 nm. Selain itu juga, antosianin tidak terdeteksi dengan

KLT dan kromatografi kolom mungkin karena pHnya sangat basa sebab warna yang

ditimbulkan oleh antosianin tergantung dari tingkat keasaman (pH) lingkungan

sekitar sehingga pigmen ini dapat dijadikan sebagai indikator pH. Warna yang

ditimbulkan adalah merah (pH 1), biru kemerahan (pH 4), ungu (pH 6), biru (pH 8),

hijau (pH 12), dan kuning (pH 13). Untuk mendapatkan warna yang diinginkan,

antosianin harus disimpan menggunakan larutan buffer dengan pH yang sesuai

(Anonim, 2013). Selain itu juga disebabkan karena antosianin tidak stabil dalam

larutan netral atau basa dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar

perlahan-lahan akibat terkena cahaya, sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat

gelap dan suhu dingin (Harborne, 1996).

Menurut Harborne (1984), nilai Rf standar untuk beberapa pigmen diantaranya

:

Macam pigmen Rf Warna dibawah

cahaya biasa

Bentuk senyawa

jadian

Feofitin a 0,93 Kelabu Klorofil bebas Mg

Feofitin b 0,80 Coklat kekuningan

Page 12: analisis pigmen

Klorofil a 0,60 Hijau biru

Klorofil b 0,35 Hijau kuning

Feoforbida a 0,18 Kelabu Klorofilida bebas

MgFeoforbida b 0,07 Coklat kuning

Klorofilida a 0,03 Hijau biru Klorofil tanpa

rantai samping

fitilKlorofilida b 0,02 Hijau kuning

Sedangkan menurut Stahl (1964) harga Rf standar untuk pigmen α-karoten

dengan menggunakan plat KLT selulosa yaitu sebesar 0,98 berwarna kuning-jingga.

Berdasarkan literatur diatas dapat dibandingkan nilai Rf percobaan untuk mendeteksi

pigmen pada daun miana tersebut :

Fraksi Noda Rf Jenis Pigmen

1 0,81 Feofitin b

2 0,85 α-karoten

Pada fraksi 1 merupakan fenofitin b karena nilai Rf pada percobaan hampir

mendekati nilai Rf pada literatur. Dan noda yang nampak pun hampir mirip yaitu

coklat kekuningan pada literatur dan pada percobaan berwarna kuning. Sedangkan

pada fraksi 2 merupakan α-karoten karena nilai Rf pada percobaan hampir mendekati

nilai Rf dari α-karoten literatur. Warna noda yang tampak pada percobaan pun

berwarna kuning, sehingga kemungkinan noda yang terdapat pada fraksi 2 ini adalah

α-karoten.

VI. KESIMPULAN

Page 13: analisis pigmen

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan dari analisis data, dapat

disimpulkan bahwa :

1. Pigmen yang telah dipisahkan selanjutnya didentifikasi melalui Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) yang menggunakan plat aluminium silika gel sebagai fasa

diam dan etanol sebagai fasa gerak. Identitas noda yang diperoleh dinyatakan

dengan harga Rf (retardation factor).

2. Harga Rf daun miana yaitu pada fraksi 1 mengandung Feofitin b Rf = 0,81 dan

pada fraksi 2 yang mengandung α-karoten Rf = 0,85.

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan dari analisis data, dapat

disimpulkan bahwa :

3. Pemisahan pigmen ekstrak daun miana menggunakan kromatografi kolom yang

fase diam berupa alumina dan fase gerak yaitu petroleum benzene, kloroform,

metanol, dan etanol.

4. Pemisahan dengan kromatografi kolom dilakukan untuk memisahkan pigmen

berdasarkan urutan keluarnya pigmen dari kolom sesuai urutan kepolarannya.

5. Berdasarkan, warna yang dihasilkan pada pemisahan menggunakan kolom daun

miana mengandung pigmen klorofil b dan antosianin.

6. Pigmen yang telah dipisahkan selanjutnya didentifikasi melalui Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) yang menggunakan plat aluminium silika gel sebagai fasa

diam dan etanol sebagai fasa gerak. Identitas noda yang diperoleh dinyatakan

dengan harga Rf (retardation factor).

7. Harga Rf masing-masing sampel, adalah Rf daun melati yaitu fraksi 1 yang

mengandung α-karoten Rf = 0,8 ; Fraksi 2 yang mengandung α-karoten Rf =

0,85