Makalah Pigmen Pada Fungi
-
Upload
disa-dillo-luph-eracho -
Category
Documents
-
view
746 -
download
35
Transcript of Makalah Pigmen Pada Fungi
MAKALAH MIKOLOGI
“PIGMEN WARNA YANG DIHASILKAN FUNGI”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
ARI NIDHI ASTUTI (09308141020)
DESIANA NUR KHOLIDA (09308141022)
APRILIA MEGA SARI (09308141031)
AYU NARKAYATUN (09308141032)
ADRIYANTO TRILAKSANA (09308141040)
PROGRAM STUDI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
Pigmen Warna yang Dihasilkan Fungi
A. Latar Belakang
Di alam fungi dapat dilihat dan dikenal dengan meudah apabila kita memperhatikan
tempat-tempat yang lembab misalnya pada substrat seresah, buah-buahan yang mulai
membusuk, atau pada batang tumbuhan. Umumnya bentuk yang terlihat tersebut adalah
bagian dari koloni suatu fungi, yaitu berupa benang- benang putih halus sekali yang
membentuk suatu jala, atau berupa bercak-bercak dengan warna indah yang cerah (hijau,
jingga, biru dan sebagainya). Pigmen warna fungi berasal dari metabolit sekunder.
Warna merupakan faktor yang pertama kali menjadi pertimbangan utama manusia
dalam menilai suatu produk makanan dan minuman. Warna yang beredar di pasaran atau
yang dipakai pada industri tradisional dan modern umumnya lebih banyak menggunakan
warna sintesis daripada warna alami sehingga tidak heran bila warna sintesis tersebut
jumlahnya lebih banyak daripada warna alami. Sebagai imbasnya, pemakaian warna
sintesis ini akan merugikan bagi manusia sendiri (kanker,tumor,dll).
Salah satu jenis mikroorganisme yang mampu menghasilkan pigmen alami adalah
Monascuc purpureus. di Asia, mikroorganisme ini telah digunakan sebagai pewarna
makanan dan minuman. Di Jepang dan Cina, salah satu pewarna makanan yang sering
digunakan adalah angkak (beras merah) yang diperoleh dari hasil pertumbuhan jamur
Monascus pada butiran beras (Juzlova et al.,1996). Namun, di Indonesia belum
dikomersialkan dalam skala produksi. Oleh karena itu, kami membuat makalah ini yang
bertujuan untuk mempelajari tentang zat warna yang dihasilkan fungi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja zat warna yang terdapat pada fungi?
2. Apa sajakah contoh jenis fungi yang menghasilkan zat warna?
3. Bagaimana mekanisme pembentukan pigmen pada M.purpureus?
C. Tujuan
1. Untuk mengatahui macam- macam zat warna pada fungi
2. Untuk mengetahui contoh jenis fungi yang menghasilkan zat warna.
3. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan pigmen pada M.purpureus.
D. Pembahasan
1. Zat Warna pada Fungi
Salah satu hasil metabolit sekunder kapang adalah pigmen (zat warna). Warna koloni
kapang dapat berasal dari pigmentasi hifa, contohnya: melanin. Melanin adalah senyawa
hasil oksidasi dan polimerisasi senyawa-senyawa fenol. Senyawa tersebut termasuk
dalam lapisan-lapisan dinding sel yang sudah ada, seperti halnya lignin pada tumbuhan
tingi. Melanin dapat juga ditemukan pada lapisan permukaan dinding sel. Dalam hal ini
fungsinya untuk melindungi sitoplasma dari radiasi ultraviolet atau dapat juga terhadap
enzim-enzim lisis dari organisme lain. Selain itu, secara umum warna fungi dihasilkan
dari produksi spora. Warna eksudat yang indah dan cerah banyak dapat ditemukan pada
koloni- koloni kapang. Warna tersebut juga terdapat pada konidia, spora, tubuh buah, dan
miselium. Lagi pula warna tersebut bisa bersifat racun bisa tidak. Secara tradisional
manusia sudah memanfaatkan zat warna asal fungi pada bahan pangan atau bahan lain
agar lebih menarik agar dan dinilai tambahannya naik.
Karotenoid adalah pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah seperti warna merah
pada tomat dan orange pada wortel. Karotenoid termasuk kelompok senyawa terpenoid
dimana warna yang ditimbulkan oleh senyawa ini sangat bervariasi tergantung dari
panjangnya kromofor dan jenis ikatan oksigennya yang terkandung di dalamnya
(Frengova et al.,1997).
Selain dari tanaman, pigmen karotenoid dapat juga dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme antara lain bakteri dan khamir. Kedua jenis mikroorganisme ini dapat
memproduksi pigmen menyerupai pigmen yang terdapat di dalam tanaman. Karena
belum banyak penelitian mengenai pigmen organisme tersebut, maka produksi
karoteniod dari mikroorganisme belum dilakukan secara komersial dalam skala industri.
Karotenoid adalah golongan senyawa kimia organik bernutrisi yang terdapat pada
pigmen alami tumbuhan dan hewan. Berdasarkan struktur kimianya, karotenoid masuk
ke dalam golongan terpenoid. Karotenoid merupakan zat yang menyebabkan warna
merah, kuning, oranye, dan hijau tua pada buah dan sayuran. Peran penting karotenoid
adalah sebagai agen antioksidan dan dalam sistem fotosintesis. Selain itu, karotenoid
juga dapat diubah menjadi vitamin esensial. Karotenoid tidak hanya ditemukan pada
buah dan sayuran (tumbuhan), tetapi juga pada organisme lain seperti ganggang dan
beberapa jenis bakteri fotosintetik, serta pada beberapa jenis fungi dan bakteri non-
fotosintetik.
Pembentukan pigmen oleh jamur pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor:
misalnya cahaya, suhu, dan komposisi medium. Kandungan nutrien organik, logam dan
mineral di dalam medium sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan
pigmen oleh Monascus. Menurut Lin dan Demain (1993) kandungan fosfat yang tinggi
(>70 mM) dapat menghambat pertumbuhan Monascus dan pembentukan pigmennya,
sedangkan konsentrasi yang tinggi dari MgSO4 (16 mM) akan memacu pertumbuhan
Monascus tetapi akan menghambat pertumbuhan pigmennya. Pembentukan pigmen ini
dapat meningkat dengan penambahan logam-logam berat, khususnya Zn.
Ion Zn2+ merupakan salah satu nutrien yang palaing penting bagi kehidupan
organisme karena berperan dalam aktivitas beberapa enzim, antara lain sebagai kofaktor
enzim karbonat anhidrase. Kofaktor adalah zat non protein tambahan pada enzim yang
berupa ion logam/metal. Ion logam ini berfungsi untuk mengikat substrat, dan sebagai
stabilisator supaya enzim tetap aktif (Timotius, 1982). Disamping berperan dalam
aktivetas enzim, Zn2+ dalam jumlah yang cukup akan mendukung perumbuahan
organisme. Karena dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah yang relatif rendah, maka
Zn2+ dikelompokkan dalam mikronutrien (Gottschalk, 1986).
2. Contoh Fungi yang Menghasilkan Zat Warna
Koloni- koloni kapang dengan permukaan seperti beludru atau tepung halus, atau
seperti butiran yang kasar menunjukkan keindahan warna, dan di bawah mikroskop
stereo dapat dilihat aneka bentuk kepala konidia. Warna-warni yang dapat dilihat antara
lain, warna hijau pupus kekuningan (Aspergillus oryzae), warna kuning cerah seperti
belerang (Aspergillus sulphureus), warna hitam kelam atau hitam kecoklatan
(Aspergillus niger), warna coklat tua (Aspergillus tamarii), warna hijau muda (Rhizopus
sp., Syncephalastrum racemosum), putih kekuningan (Mucor sp., Amylomyces rouxii),
warna biru kehijauan (Penicillium italicum, P. citrinum), hijau dengan eksudat merah
darah diantara miselium (Penicilium purpurogenum), cokelat oker muda (Paecilomyces
varioti), mungkin pula terlihat bentuk- bentuk bulat besar yang hitam atau ungu
tua(tubuh buah seksual dari Chaetomium globosum, misalnya) dan lain sebagainya.
a. Pigmen kehijauan
Di Eropa misalnya, Chorosplenium aeroginascens sengaja diinokulasi
kedalam kayu karena warna hijau yang khas akan timbul dalam kayu yang
terinfeksi dan menghasilkan guratan sangat indah sehingga diminati oleh para
kolektor barang seni. Penicillium roqueforti khusus diinokulasi kedalam keju
agar diperoleh garis- garis biru dan aroma khas pada keju tersebut (Alexopoulos et
al., 1996)
b. Pigmen merah
Di Cina, Monascus purpureus khusus digunakan untuk memperoleh warna
merah khas pada bahan makanan, misalnya, untuk menghias kue-kue khas Cina,
mewarnai sosis, daging babi, daging bebek, tofu dan anggur beras (Fabre et al.,
1993; Leistner, 1998). Cara tradisional adalah menumbuk kapang tersebut pada
beras sehingga beras tersebut berwarna merah dan mereka menamakannya
angkak. Pigmen alami berwarna merah tersebut adalah hasil metabolisme
sekunder Monascus purpureus yang sejauh ini diketahui tidak bersifat racun.
Warna merah yang dihasilkan Monascus purpureus merupakan gabungan pigmen
dari 6 senyawa yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu rubropunctatin dan
monascorubrin yang menghasilkan warna orange, monacin dan ankaflavin
menghasilkan warna kuning, serta rubropunctamine dan monascorubria-mine
menghasikan warna merah (Lin & Demain, 1993); Chen & Johns, 1994; Juzlova
et al., 1994: Martinkova et al., 1995). Angkak sebenarnya telah digunkan oleh
penduduk China. Indonesia hingga kini masih mengimpor angkak dari Cina,
Taiwan, Korea, mengingat banyak zat warna merah lain untuk pewarnaan bahan
pangan (berupa senyawa kimia) tidak memenuhi persyaratan dari segi kesehatan.
Zat warna merah tersebut juga terbukti bersifat antibiotik bakteri Escherecia coli
dan Bacillus subtilis, serta juga mengandung senyawa statin dengan beras sebagai
substrat (Rahayu, 2001). Statin adalah senyawa yang terbukti menurunkan kadar
kolesterol dalam darah (Hai, 1998; Sun, 2000).
c. Pigmen fungi yang lain
Fungi juga menghasilkan pigmen yang belum dikembangkan secara industrial.
Fungi juga sering menghasilkan pigmen penting bagi dirinya, antara lain terpene
yang tediri atas melanin dan karoten. Melanin terdapat di dinding hifa, spora,
sklerotium, dan stromata, sedangakan warna kuning hingga jingga terdapat di
vesikel dalam sitoplasma. Peran karoten dalam fungi belum diketahui dengan
pasti, tetapi ada dugaan kuat bahwa karoten merupakan precursor hormon seksual
yang dibentuk dalam hifa strain-strain Mocorales yang heterotalik.
3. Mekanisme Pembentukan Pigmen Angkak
Angkak merupakan produk fermentasi kapang Monascus purpureus yang
umumnya ditumbuhkan pada substrat beras. Monascus purpureus tidak banyak
ditemukan di alam, sebagian besar ditemukan pada produk makanan. Mikrobia ini
menghasilkan warna yang khas. Propagulnya tipis, tumbuh menyebar dengan
miselium yang berwarna merah atau ungu, namun menjadi keabu-abuan jika
konidia sedang tumbuh. Setelah fase pertumbuhan miselium berubah menjadi
berwarna merah keunguan dan tumbuh dengan baik pada suhu 27-320C (INPR,
2006).
Angkak mengandung pigmen alami yang telah lama digunakan sebagai
pewarna makanan di Cina, Taiwan, dan Filipina untuk mewarnai produk-produk
seperti ikan, daging , acar, anggur, pasta ikan, keju, dan sebagainya (Hesseltine,
1965). Angkak juga populer dengan berbagai nama seperti Beni-koju, Hong-Qu
(Cina), Monascus, bheni-koji Red Koji dan aga-koji (Jepang), red fermented rice
atau red yeast rice (beberapa negara yang berbahasa Inggris) Red Leaven, Red
Rice, Red Rice Yeast, Red Yeast Rice, Went, Xue Zhi Kang, Zhi Tai., ang-quac,
dan anka (Manjasari 2005). Profil produk fermentasi ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Produk fermentasi kapang Monascus purpureus pada media beras
(Angkak) (Anonim, 2001)
Pertumbuhan jamur Monascus menjadi indikator kunci dalam sintesis
metabolit pigmen dan lainnya. Yongsmith (1999) menjelaskan bahwa selama
tahap pertama periode fermentasi, jamur memanfaatkan sumber karbon dan
nitrogen dari substrat untuk metabolit primer, biokonversi, energi, karbon
dioksida, dan air. Pada tahap terakhir, jamur menggunakan produk yang
dihasilkan pada tahap pertama untuk memproduksi metabolit sekunder. Oleh
karena itu, metabolit sekunder, seperti pigmen, citrinin dan mevinolin dapat
dideteksi setelah tahap pertama dari pertumbuhan jamur berakhir.
Pigmen angkak merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
kapang berfilamen Monascus sp. Proses pembentukan metabolit pigmen tersebut
melalui suatu jalur yang cukup panjang. Dimulai dengan tahap katabolisme
substrat oleh mikroba dengan cara memecah senyawa-senyawa makromolekul
yang terkandung dalam substrat. Karbohidrat sebagai salah satu makromolekul
merupakan sumber energi dominan bagi mikroba. Karbohidrat dalam bentuk
polisakarida dipecah menjadi heksosa atau pentosa. Sumber energi kedua setelah
karbohidrat adalah protein. Protein dipecah menjadi asam-asam amino. Tahap
berikutnya merupakan pemecahan menjadi senyawa dengan dua atau tiga atom
karbon.
Pemecahan glukosa menjadi asam piruvat terjadi melalui lintasan heksosa di
fosfat (HDP). Tahap pertama dari lintasan HDP adalah fosforilasi glukosa menjadi
glukosa-6-fosfat yang dikatalisis oleh enzim heksokinase dan memerlukan satu
molekul ATP dan ion magnesium. Tahap selanjutnya dikatalisis oleh enzim
fosfoglukoisomerase. Fosforilasi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa 1,6-difosfat
dikatalisis oleh enzim fosfofruktokinase dan memerlukan satu molekul ATP dan
ion magnesium.
Pemecahan fruktosa 1,6-difosfat menjadi senyawa triosa fosfat yaitu
gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat. Jalur yang umum dipakai oleh
mikroorganisme untuk menghasilkan energi adalah jalur HDP (Fardiaz, 1989).
Pada tahap selanjutnya terjadi oksidasi dan fosforilasi gliseraldehida-3-fosfat
menjadi asam 1,3 difosfogliserat. Selanjutnya terjadi pemindahan ikatan fosfat ke
molekul ADP sehingga terbentuk 1 molekul ATP dan asam 3-fosfogliserat.
Isomerasi dan pelepasan satu molekul air menghasilkan asam fosfoenol piruvat
yang memiliki ikatan fosfat berenergi tinggi dalam molekulnya. Tahap terakhir
dari proses ini adalah pemindahan ikatan fosfat berenergi tinggi dari fosfoenol
piruvat ke molekul ADP sehingga terbentuk satu molekul ATP dan asam piruvat
(Rachman, 1989).
Bila nitrogen yang terdapat dalam substrat habis, maka hasil dari glikolisis
dialihkan untuk membentuk metabolit sekunder. Asam piruvat dari lintasan HDP
mengalami dekarboksilasi oksidatif dengan bantuan enzim piruvat dehidrogenase
dan koenzim A membentuk asetil koA dan malonil koA, kemudian membentuk
gugus poliketida yang dapat digunakan untuk pembentukan pigmen. Skema
pembentukan pigmen dapat dilihat pada gambar 2.2.
Glukosa Pentosa
Glukosa-6-fosfat tetrosa
Triosa
Piruvat
CO2
Asetaldehida
Asetil KoA
Koenzim A Poliketida
Malonil KoA Pembentukan pigmen
Gambar 2.2 Pembentukan metabolit sekunder pigmen (Turner, 2000)
Hajjaj et al., (2000) juga memberikan ilustrasi skema pembentukan pigmen
seperti tersaji pada Gambar 2.3. Pada skema ini pembentukan pigmen terkait
dengan lintasan sintesis asam lemak. Satu molekul asetat dan 3 molekul malonat
oleh adanya enzim asam lemak sintetase akan dibentuk asam oktanoat. Satu
molekul asetat dan 5 molekul malonat yang lain oleh adanya enzim poliketida
sintetase akan dibentuk heksaketida. Dengan adanya asetil koA, asam lemak yang
terbentuk akan membentuk β-ketoacid, sedangkan heksaketida selanjutnya akan
membentuk poliketida kromofor. Melalui proses esterifikasi poliketida kemudian
akan membentuk monaskorubrin dan oleh adanya asam glutamat akan terbentuk
N-glutarilmonaskorubramin. Seperti untuk pertumbuhan suatu makluk hidup,
proses fermentasi pada produksi pigmen angkak juga memerlukan karbon dan
nitrogen. Sumber C berasal dari pati dan sumber N berasal dari nitrat, ammonia,
atau N organik seperti protein dan urea, sedangkan sumber N dari udara tidak
dapat dipakai.
Pada jenis kapang Monascus terjadi proses ekstrusi cairan melalui ujung hifa
dan membentuk cairan seperti getah yang tidak beraturan. Cairan ini lalu pecah
dan menyebarkan partikel-partikel bulat kecil ke ujung hifa. Ketika kultur masih
muda, cairan ekstrusinya tidak berwarna, lama-kelamaan akan berubah menjadi
merah, kuning, atau jingga jika kultur ditambahkan pada media PDA. Skema
pembentukan pigmen pada kapang Monascus tersaji pada Gambar 2.3.
Komponen utama pigmen angkak terdiri dari pigmen orange yaitu
rubropunktatin (C21 H22 O5) dan monaskorubrin (C23 H26 O5), kuning yaitu
monaskin (C21 H26 O5) dan ankaflavin (C23 H30 O5), serta merah yaitu
rubropunktamin (C21H29NO4) dan monaskorubramin (C23 H29NO4). Struktur
dari komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4
Perubahan warna pada pigmen angkak dari warna jingga (monaskorubrin dan
rubropunktatin) ke warna merah (monaskobramin dan rubropunktamin), terjadi
kerena pergantian atom oksigen piranoid pada pigmen jingga oleh gugus -NH
pada keadaan basa sehinggga membentuk pigmen merah. Pigmen kuning
(monaskin dan ankaflavin) merupakan turunan dari pigmen jingga, bila bereaksi
dengan molekul grup amino maka warnanya akan berubah menjadi merah.
Pigmen yang dihasilkan M. purpureus mempunyai kestabilan yang lebih baik
bila disimpan pada pH netral atau alkali. Pigmen ini juga mempunyai kemampuan
membentuk komplek dengan arginin, MSG, glisin atau BSA yang mempunyai
struktur kristal dan warnanya sangat merah. Kestabilan mutu pigmen ini oleh
pengaruh fisik dan kimia selama penyimpanan dapat dipertahankan sampai dua
bulan, dengan mengemas menggunakan kemasan gelas atau plastik berlapis
alumunium foil, serta dengan mengolah pigmen cair menjadi pigmen bubuk
(Mitrajanty, 1994).
Gambar 2.3 Skema pembentukan pigmen pada Monascus ruber (Hajjaj et al,
2000)
Gambar 2.4 Komponen utama pigmen angkak (Yuan, 2001)
Di alam terdapat berbagai spesies kapang penghasil angkak seperti Monascus
bakeri, M. rubropunctatus Sato, M. purpureus Wentii, M. anka Sato, M.
Rugriguosus Sato, dan M. ankanakazawa. Spesies yang paling umum digunakan
sebagai penghasil angkak adalah M. purpureus West (Hesseltine, 1965). Monascus
purpureus adalah kapang sempurna karena dapat bereproduksi secara seksual
dengan askospora maupun aseksual. Menurut Pallo et al. (1960) reproduksi secara
aseksual ditandai dengan pembentukan konidiofora yang muncul dari miselium
yang terendam dalam medium. Pada media PDA panjang miselium bervariasi
antara 18-396 mikron dan lebarnya 3-5,4 mikron. Konidiofora yang pendek hanya
mempunyai satu septat, sedangkan yang lebih panjang mempunyai 2-6 septat.
Konidiofora dapat dibedakan dari filamen yang lain dengan bentuk apeks yang
berstruktur vesikuler. Vesikel yang membesar dipisahkan oleh septat yang berada
dibawahnya dan membentuk rantai. Pada kelembaban dan suhu yang mendukung
pertumbuhannya, konidia dapat bergerminasi setelah 4-5 jam pada medium agar.
Profil kapang Monascus sp dapat dilihat pada Gambar 2.5. Fenomena tidak umum
yang terjadi pada kapang jenis Monascus adalah keluarnya cairan granular melalui
ujung hifa. Menurut Yuan (1980), cairan yang keluar tersebut bersatu pada ujung
hifa dan membentuk cairan seperti getah yang tidak beraturan bentuknya. Cairan
ini kemudian pecah dan menyebarkan partikel-partikel bulat kecil ke ujung hifa.
Ketika kultur masih muda, cairan tidak berwarna, tetapi lama kelamaan berubah
menjadi kemerahan, kuning, merah atau jingga jika kultur ditumbuhkan pada PDA
(Potato Dextrose Agar) atau agar Sabouraud. Pigmen ini paling cepat tampak
setelah pertumbuhan 40-48 jam. Pigmen merah yang dihasilkan tidak hanya dapat
diamati pada kandungan bagian dalam hifa tetapi dapat berdifusi menembus
bagian dalam substrat (Hesseltine, 1965).
Gambar 2.5 Penampang kapang Monascus sp (Anonim, 2001)
Media fermentasi yang umum digunakan untuk pertumbuhan Monascus
adalah beras. Dalam proses fermentasi beras yang diinokulasi dengan Monascus
sp mengalami proses sakarifikasi dan pemecahan proteolitik sejalan dengan
pengeluaran enzim amilolitik dan protease. Enzim-enzim lain yang ditemukan
dalam angkak adalah maltase, invertase, lipase, alfa-glukosidase, oksidase, dan
ribonuklease (Steinkraus, 1983).
E. Kesimpulan
1. Pigmen (zat warna) merupakan salah satu hasil dari metabolit sekunder.
Pigmentasi pada fungi dihasilkan oleh pigmentasi hifa dan karatenoid. Macam-
macam zat warna pada fungi antara lain hijau pupus kekuningan, kuning cerah,
hitam kelam, coklat tua, hijau muda, putih kekuningan, biru kehijauan, hijau
eksudat merah muda, ungu tua dan lain sebagainya.
2. Contoh jenis fungi yang menghasilkan zat warna antara lain, warna hijau pupus
kekuningan (Aspergillus oryzae), warna kuning cerah seperti belerang
(Aspergillus sulphureus), warna hitam kelam atau hitam kecoklatan (Aspergillus
niger), warna coklat tua (Aspergillus tamarii), warna hijau muda (Rhizopus sp.,
Syncephalastrum racemosum), putih kekuningan (Mucor sp., Amylomyces
rouxii), warna biru kehijauan (Penicillium italicum, P. citrinum), hijau dengan
eksudat merah darah diantara miselium (Penicilium purpurogenum), cokelat oker
muda (Paecilomyces varioti), mungkin pula terlihat bentuk- bentuk bulat besar
yang hitam atau ungu tua(tubuh buah seksual dari Chaetomium globosum,
misalnya) dan lain sebagainya.
3. Mekanisme pembentukan pigmen pada M. Purpureus yaitu melalui pemecahan
glukosa menjadi asam piruvat terjadi melalui lintasan heksosa di fosfat (HDP).
Selanjutnya dibentuk poliketida yang digunakan pembentukan pigmen.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, C. J., C.W. Mima & M. Blackwell. 1996. Introductory mycology. 4th ed
JohnWiley& Sons, Inc. New York, pp 868.
Gandjar, Indrawati dkk.2006. Mikologi Dasar dan Terapan.Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gottschalk, G. 1986. Bacterial Metabolism. New York: Springer-Verlag.
Hai, Z. 1998. Production Of Monacolin by Monascus purpureus on Rice Solid State
Fermentation. The Symposium on Monacus Culture and Aplication. July 8-10,
1998. Toulouse, France.
Juslova,P.,L. Martinkova dan V.Kren.1996. Secondary Metabolites of the Fungus Monascus:
a review. J. Industri.. Microbiol.16:163-167
Lin,T.F. dan A.L.Demain.1991. Effect of Nutrition of Monascus sp on The Formation of Red
Pigments. Appl. Microbiol. Biotechnol.36:70-75
Rahayu, L.K. 2001. Produksi Pigmen dari Senyawa Statin Melalui Fermentasi Substrat cair
dan Substrat Padat oleh Monascus purpureus Went, M 3090. Tesis Magister Sains
Biologi, FMIPA Universitas Indonesia, Depok, pp 74.
Timotius, K. H. 1982. Mikrobio Dasar. Semarang: Satya Wacana.
Lampiran
Aspergillus oryzae
Aspergillus nigerAspergillus
tamarii
Aspergillus sulphureus
Aspergillus sydowii
Aspergillus ochraceus
Aspergillus wentii
Aspergillus candidus Rhizopus sp.
Syncephalastrum racemosum
Mucor sp. Amylomyces rouxii
Penicillium italicum Penicillium citrinum
Penicillium purporogenum Paecilomyces variotii