Sidkom Studi Karakterisasi Morfologi Dan Distribusi Pigmen Pada Anggrek Phalaenopsis Serta Analisis...

download Sidkom Studi Karakterisasi Morfologi Dan Distribusi Pigmen Pada Anggrek Phalaenopsis Serta Analisis Keragaman Genetik Dengan Marka SNAP

of 23

Transcript of Sidkom Studi Karakterisasi Morfologi Dan Distribusi Pigmen Pada Anggrek Phalaenopsis Serta Analisis...

14

STUDI MORFOLOGI DAN DISTRIBUSI PIGMEN BUNGA SERTA ANALISIS KERAGAMAN GENETIK DENGAN MARKA SNAP PADA ANGGREK PHALAENOPSIS

MEGA DEWI HARISTIANITA

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUTE PERTANIAN BOGORBOGOR 2015

STUDI MORFOLOGI DAN DISTRIBUSI PIGMEN BUNGA SERTA ANALISIS KERAGAMAN GENETIK DENGAN MARKA SNAP PADA ANGGREK PHALAENOPSIS

MEGA DEWI HARISTIANITA

Proposal Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains padaProgram Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUTE PERTANIAN BOGORBOGOR 2015

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anggrek merupakan salah satu kelompok tumbuhan Angiospermae terbesar. Habitat ekologi anggrek tersebar hampir diseluruh dunia, dapat ditemukan di daerah pesisir hingga daerah dataran tinggi sekalipun. Anggrek tergolong tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat menjadi komoditi ekspor utamanya karena keindahan dari morfologi bunga, seperti warna bunga, bentuk bunga, dan aroma bunga, serta salah satu jenis anggrek yang memiliki potensi bernilai ekonomi tinggi adalah anggrek Phalaenopsis. Morfologi dan warna bunga anggrek sangat beragam motif dan variasinya, hal tersebut berkorelasi dengan keragaman genetik yang dimiliki oleh tiap genotif khususnya pada bagian lokus atau gen yang berhubungan dengan perkembangan bunga dan biokimia penyusun pigmen bunga tanaman anggrek. Jalur biokimia dan basis genetik dari biosintesis pigmen bunga anggrek masih belum teridentifikasi secara utuh, karena bunga anggrek sendiri memiliki variasi pigmen dan pola novelty yang tidak terhingga, baik pada anggrek spesies maupun anggrek hibrida (Puspitaningtyas dkk., 2003). Flavonoid, karotenoid, dan betalain adalah tiga kelas utama senyawa pigmen pada tanaman tingkat tinggi yang bertanggungjawab dalam produksi pigmentasi pada bunga (Davies, 2004). Diantara ketiga senyawa pigmen tersebut, flavonoid adalah yang paling responsif untuk rentang warna bunga yang luas, termasuk kuning muda (Ono et al, 2006), ivori, pink, magenta, merah, biru, dan ungu (Handini, 2014), termasuk yang baru diketahui pigmen putih juga diturunkan dari jalur biosintesis flavonoid. Pada beberapa kasus, warna bunga berkorelasi dengan tipe dari antosianidin (seperti antosianin dengan senyawa gula atau bentuk konjugat yang lain) yang muncul. Walaupun faktor lingkungan (intensitas cahaya, suhu, dan stres air) juga dapat berpengaruh pada warna bunga. Faktor biotik seperti pH vakuola, kehadiran ion besi, keberadaan co-pigmentasi, dan bentuk sel juga dapat berefek pada warna bunga (Davies, 2004). Program pemuliaan tanaman anggrek memperkaya variasi pigmen dan pola warna bunga anggrek yang ditujukan untuk mendapatkan tanaman anggrek yang bernilai jual tinggi. Pola pewarisan ini bersifat acak namun dapat diarahkan, khususnya apabila telah diketahui genetik yang diduga akan mengendalikan sifat tertentu (Anserson, 2007), seperti halnya sifat pigmentasi bunga anggrek yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan. Karakter warna bunga adalah karakter-karakter yang komplek, melibatkan berbagai jalur biokimia, enzimatik serta gen-gen yang mengkode tiap protein atau enzim dalam tahap tersebut. Setiap tahapan katalisasi dalam jalur biosintesis pigmen dikode oleh gen, sehingga dalam satu rangkaian jalur biosintesis pigmen dikode oleh berbegai gen yang memiliki peran masing-masing. Karakter runutan DNA dari gen inilah yang secara langsung ataupun tidak langsung menjadi satuan molekular keragaman genetik tanaman anggrek khususnya. Karakter bunga, khususnya pada anggrek menjadi subjek utama dalam pengembangannya. Dibandingkan dengan tanaman jenis lain, anggrek merupakan salah satu yang pewarisan sifat warna bunganya sulit untuk dideteksi karena siklus vegetatif tanaman anggrek cukup memakan waktu lama dan sejak dini sulit untuk menentukan arah fenotipe bunga anakan. Seleksi dan deteksi dini perlu dikembangkan agar produksi anggrek lebih efisien dan efektif. Marka molekular adalah salah satu metode yang prospektif untuk cara deteksi dini orientasi fenotipe suatu anggrek (To & Wang, 2006). Pendekatan molekular memanfaatkan gen-gen yang berkorelasi dengan suatu sifat tertentu dan kemudian berdasarkan variasi sekuen masing-masing gen dapat ditarik suatu pola yang mengarah pada keragaman genetik. Oleh karena itu, data molekular dapat dijadikan data pendukung untuk data morfologi dan biokimia guna mempelajari dan membuat suatu perangkat analisis untuk karakterisasi pola pigmentasi bunga anggrek Phalaenopsis, yang nantinya bisa di aplikasikan baik untuk kepentingan pemuliaan, penentuan tetua, ataupun deteksi dini tanaman anggrek Phalaenopsis unggul.

Tujuan Penelitian1. Mengetahui keragaman morfologi dan pola pigmentasi senyawa pigmen pada anggrek Phalaenopsis.2. Mengisolasi dan mengkarakterisasi gen biosintesis flavonoid (F35H, F3H, F3H/DFR) dan karotenoid (PSY)3. Mengetahui adanya keragaman genetik dengan marka SNAP berbasis gen pigmen bunga atau co-pigmen karotenoid dan flavonoid pada tanaman anggrek Phalaenopsis.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Keragaman Anggrek PhalenopsisAnggrek secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam filum Spermatophyta, yaitu kelompok tumbuhan berbiji; kelas Angiospermae atau berbiji tertutup; subkelas Monokotiledonae atau berbiji berkeping satu; ordo Gynandrea karena alat reproduksi jantan dan betina bersatu sebagai tugu bunga; dan famili Orchidaceae atau kelompok tanaman anggrek. Anggrek Phalaenopsis merupakan salah satu jenis anggrek alam yang memiliki nilai komersil karena keindahan dan produk alam yang dihasilkannya, selain jenis anggrek lainnya seperti Vanda, Dendrobium, Rhynchostylis, Paphiopedilum, dan Vanilla. Phalaenopsis merupakan salah satu marga anggrek (Orchidaceae) yang dikenal karena memiliki bentuk dan warna bunga yang menarik. Bentuk bunga Phalaenopsis sangat khas menyerupai bentuk sayap kupu-kupu, sehingga anggrek ini diberi nama Phalaenopsis yang berasal dari kata Phalaina (= lebah atau kupu-kupu) dan opsis (= penampakan) yang mengandung arti jenis anggrek yang morfologinya menyerupai kupu-kupu atau lebah (Puspitanintyas & Mursidawati, 1999). Indonesia sebagai negara tropis memiliki banyak sekali jenis anggrek Phalaenopsis alam (kurang lebih 21 spesies) dengan segala variasi bentuk dan warna bunga yang menarik. Kurang lebih ada 45 spesies anggrek Phalaenopsis di dunia yang sudah teridentifikasi, yang sebagian besar berada di negara tropis. Daerah penyebarannya meliputi India, China, Vietnam, Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua Nugini sampai ke benua Australia bagian utara (Neil, 2007). Phalaenopsis merupakan anggrek monopodial yang dicirikan sebagai tanaman epifit atau litofit. Akarnya agak pipih, berdaging dan mengandung klorofil. Berbatang pendek yag seluruhnya terbungkus oleh pangkal pelepah daun. Daunnya berwarna hijau atau hijau muda mengkilat, agak lonjong yang biasanya semakin melebar pada ujungnya, tanpa tangkai daun. Bunga Phalaenopsis memiliki morfologi perhiasan bunga yang terdiri atas tiga sepal berselang seling dengan tiga petal, berjajar atau bertumpuk satu sama lain dalam susunan yang beragam. Petal yang tidak berpasangan yang berada di posisi tengah-depan disebut dengan lip atau labellum (bibir bunga). Column atau gynandrium berdaging, tegak atau berbentuk busur. Antera (stamen) berada mengarah di dalam column, umumnya berada di ujung terminal dengan pada bagian dasar dibawahnya terletak ovary.

Gambar 1. Bunga dan bagian-bagian bunga anggrek Phalaenopsis

Susunan bunga bermacam-macam bentuknya ada yang tunggal, tandan, hingga malai. Marga Phalaenopsis dapat berbunga serentak atau bergantian. Jumlah bunganya sedikit (1 kuntum) hingga banyak (30 kuntum). Kelopak mahkota tidak berlekatan, dan ukuran antara kelopak dan mahkota relatif sama atau ukuran mahkota lebih besar dan lebar. Marga Phalaenopsis memiliki keragaman yang tinggi dalam hal warna bunga, dengan ciri khas warna mencolok. Variasi warna bunga dasar anggrek ini juga mencakup jenis warna yang luas seperti putih, merah jambu, ungu, kuning dengan hiasan corak dan pola warna lain. Variasi motif seperti pola garis atau totol merah hati, coklat, dan merah jambu menimbulkan kesan warna kontras. Keberagaman warna dan corak bunga anggrek Phalaenopsis juga banyak dipengaruhi oleh faktor genetis. Program pemuliaan tanaman melalui persilangan baik melalui persilangan sendiri (selfing), perkawinan silang (crossing) serta perkawinan intergenerik antar genus, dapat menghasilkan keragaman konstitusi genetik dalam tanaman dan populasi sehingga mempengaruhi frekuensi atau macam fenotif yang terbentuk. Tanaman yang tumbuh dari biji hasil persilangan dua tetua yang berbeda dikenal dengan istilah tanaman hibrida. Persilangan dua tetua yang memiliki karakter yang berbeda jauh untuk karakter tertentu (seperti warna dan corak bunga) dapat menghasilkan variasi anakan sama seperti tetua dan juga bentuk kombinasi antara kedua tetua. Persilangan antar dua tanaman hibrida akan menghasilkan zuriat yang beragam dengan sifat genetis yang bervariasi di kedua sifat induknya (To & Wang, 2006).

Pigmen Tanaman dan BiosintesisnyaPigmen tanaman, termasuk warna dan pola warna bunga merupakan ekspresi dari akumulasi senyawa pigmen yang dihasilkan melalui suatu mekanisme jalur biosintesis tertentu. Pigmen pada tanaman tingkat tinggi secara umum dibagi menjadi 3 kelas besar yaitu kelompok flavonoid, karotenoid dan betalain, dan flavonoid merupakan kelompok penghasil pigmen yang paling responsif dan menghasilkan warna tanaman dalam cakupan gradasi yang luas. Berdasarkan karakteristik struktur pigmen alami dapat diklasifikan menjadi 5 kelompok yaitu turunan tetrapyrrole (klorofil dan warna heme), turunan isoprenoid (karotenoid dan iridoid), senyawa N-heterosiklik yang berbeda dengan tetrapyrrole (pterin, flavin, betalain), turunan benzopiran atau senyawa heterosiklik teroksigenasi (antosianin dan pigmen flavonoid lainnya, seta quinone (benzequinon, anthraquinone, serta melanin). Flavonoid dan betalain diakumulasikan pada organel vakuola tanaman namun karotenoid diakumulasikan di plastida ditempat yang sama dengan tempat akumulasi klorofil (Barb et al, 2008).Betalain merupakan senyawa turunan alkaloid (kromoalkaloid) yang terdiri atas pigmen ungu kemerahan betasianin dan pigmen kuning betaxantin (Davies et al, 2012). Pigmen betalain berkorelasi dengan tanaman genus Caryopyllales dan yang paling terkenal adalah pigmen ini penyusun warna merah pada tanaman bit gula (Beta vulgaris) dan penyusun pigmen pada Amaranthus tricolor. Jalur biosintesis betalain adalah melalui jalur sikimat menghasilkan senyawa antara arogenat dan senyawa biosintesis awal cyclodopa dan asam betalamik yang masing-masing akan menjadi betasianin dan betaxantin. Hingga saat ini, hanya sedikit enzim atau gen regulasi biosintesis betalain yang dapat diketahui, walaupun betalain merupakan bahan pewarna makanan yang penting. Dua klon yang mengkode polifenol oksidase telah berhasil diisolasi dari cDNA Phytolacca americana penghasil betalain. Transkripsi kedua gen tersebut hanya nampak pada tahap tertentu dalam fase pematangan buah yang mengandung betalain (Davies et al, 2012). Karotenoid memiliki struktur dasar gugus isoprenoid (jalur biosintesis isoprenoid) dengan struktur umum lycopene (C40H56), melalui jalur samping asetil Co-A menghasilkan senyawa antara mevalonat (Garcia et al, 2013). Karotenoid dapat diklasifikasikan menjadi karotenoid primer dan karotenoid sekunder. Karotenoid primer adalah senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman dalam fotosintesis seperti -karoten, violaxantin, dan neoxantin. Karotenoid sekunder adalah kelompok senyawa yang dilokalisasi di buah dan bunga meliputi -karoten, -kriptoxantin, zeaxantin, anteraxantin, capsantin, dan capsorubin (Feng et al, 2013). Bunga teridentifikasi mensintesis karotenoid yang teroksigenasi, umumnya dalam bentuk 5,8 epoxydes, -karoten serta karoten yang spesifik spesies seperti eschscholzxantin pada tanaman Papaver (Barb et al, 2008). Regulasi biosintesis karotenoid sangat rumit karena regulasinya terjadi di berbagai tingkat atau regulasinya spesifik untuk organ yang berbeda. Secara umum gen karotegenesis eukariot hanya diregulasi oleh satu gen tunggal namun untuk beberapa gen seperti gen phytoene synthase (PSY) dan geranil geranil phyrofosfat synthase (GGPP) memiliki variasi sekuen dalam genom tanaman yang tergabung ke dalam satu kelompok keluarga gen PSY dan GGPP (Yan et al, 2005). Kelompok pigmen penting dari kelompok flavonoid adalah antosianin, yang keberadaannya dapat dilihat jelas secara langsung dengan mata telanjang. Struktur dasar senyawa antosianin adalah kerangka atom C15 dengan cincin kroman yang membawa cincin aromatik kedua (cincin B) pada posisi C nomer 2 (C6-C3-C6) dan dengan tambahan satu atau lebih gugus gula dengan posisi terhidroksilasi atau OH pada stuktur dasar. Cincin aromatik dihasilkan melalui jalur sikimat. Biosintesis antosianin dibagi kedalam dua bagian yaitu 1) metabolisme prekursor fenilpropanoid dan 2) tahapan spesifik biosintesis flavonoid. Pada bagian pertama, fenilalanin diubah menjadi p-coumaril-CoA akibat katalisasi 3 enzim yaitu fenilalanin-amonia-liase (PAL), sinamat-4-hidroksilase (C4H), dan 4-coumaril-CoA ligase (4CL). Pada tahap kedua, kalkon sintase (CHS) yang merupakah enzim kunci biosintesis flavonoid, mengkatalisasi kondensasi tiga molekul malonil CoA dari senyawa antara kalkon (Barb et al, 2008).

Gambar 3. Bagan jalur percabangan (jalur samping metabolisme sekunder) metabolisme primer (glikolisis), biosintesis karotenoid melalui senyawa antara mevalonat (terpenoid), biosintesis flanonoid, dan biosintesis betalain melalui jalur sikimat

Regulasi Gen Kunci Biosintesis Pigmen Karotenoid Salah satu langkah penting pertama dalam biosintesis karotenoid adalah pembentukan phytoene dari dua molekul GGPP yang dikatalisasi oleh enzim PSY. Enzim PSY berfungsi sebagai titik pengaturan karena berfungsi untuk mengkontrol sumber aliran karbon ke dalam biosintesis karotenoid. Phytoene synthase (PSY) mengkatalisis kondensasi dua molekul GGPP menjadi phytoene, yang kemudian dijenuhkan oleh dua enzim, phytoene desaturase dan caroten desaturase, menjadi lycopene berwarna merah. Konfigurasi poly-cis phytoene diubah menjadi bentuk trans melalui katalisasi caroten isomerase (Z-ISO). Lycopene -siklase (LCYE) dan atau -siklase (LYCB) mengkatalisis siklisasi lycopene dan menjadi percabangan yang penting dalam jalur biosintesis karotenoid. Tahap akhir biosintesis karotenoid adalah pembentukan neoxantin oleh neoxantin sintase (NXS) (Silva, 2006). Pada beberapa jenis tanaman, gen PSY membentuk suatu kelopok kecil gen (family gene), terdiri atas 2-3 gen PSY. Sub-fungsionalisasi gen PSY menyebabkan ekspresi gen PSY spesifik pada organ, sehingga tidak salah jika ekspresi gen PSY tidak selamanya berefek pada akumulasi karotenoid pada suatu jaringan. Ekspresi gen PSY untuk akumulasi karoten pada jaringan fotosintetik juga dipengaruhi oleh proses fotosintesis, mengingat karoten dan klorofil dibutuhkan dan diakumulasi pada rasio yang sesuai pada kloroplas. Studi rekayasa genetika menggunakan pendekatan rekayasa sel kompeten dari kalus embriogenik jeruk dan dilakukan overekspresi protein CrtB (PSY Erwinia herbicola) setelahnya, menunjukkan bahwa selain protein ini berkorelasi dengan akumulasi karotenoid pada sel juga berhubungan dengan beberapa proses biologis seperti perubahan status redox, metabolisme amilum, serta penurunan akumulasi flavonoid/antosianin (Cao et al, 2015). Analisis sekuen cDNA PSY menunjukkan pada sebuah open reading frame yang mengkode sebuah protein dengan panjang 423 residu asam amino. Pensejajaran asam amino PSY Arabidopsis dengan PSY dari Erwinia uredovora (crtB) dan Rhodobacter capsulatus (crtB) menunjukkan bahwa protein PSY diduga terdiri atas peptida transit sepanjang 150 asam amino pada ujung N terminal dan sebuah peptida fungsional sepanjang 273 asam amino. PSY1 dan PSY2 pada Arabidopsis thaliana memiliki kesamaan sekuen hingga 92% dan 85% dengan sekuen gen phytoene desaturase tomat. Sekuen lengkap PSY pertama kali diisolasi menggunakan teknologi genome walking dan suppression PCR pada Dunaliella salina. Total panjang sekuen cDNA gen PSY adalah 1260 bp, yang mengkode 420 asam amino, sedangkan total sekuen gen PSY adalah 2982 bp yang terdiri atas lima ekson dan empat intron jika dibandingkan dengan sekuen cDNA PSY (Emparan et al, 2014). Sekuen gen PSY pada tanaman uniselular memiliki kemiripan yang tinggi (78-89%) dengan gen PSY tanaman tingkat tinggi serta sianobakteri, ditunjukkan dari hasil analisis pohon filogenetik (Yan et al, 2005). Karotenoid disintesis de novo di plastid, namun diakumulasikan di dalam kloroplas daun untuk fungsi fotosintesis dan diakumulasikan di kromoplas bunga dan buah. Karotenoid berintegrasi melalui ikatan Chl pada protein di dalam kloroplas. Sebaliknya, karotenoid berasosiasi dengan lipid polar dan protein karotenoid, seperti CHRC dan CHRD, untuk menciptakan stabilitas dan akumulasi yang sesuai pada permukaan kromoplas (Bortakhur et al, 2008). Chiou et al (2008) mengidentifikasikan bahwa OgCHRC dan promotornya (Pchrc) pada Oncidium terekspresi spesifik pada bagian bunga. Studi ekspresi Pchrc melalui partikel bombardment menunjukkan bahwa ekspresi OgCHRC nampak pada sel konika papila dari jaringan epidermis adaksial organ lidah bunga, dan juga berkorelasi dengan peningkatan akumulasi antosianin dan karoten yang lebih tinggi.

Gambar 4. Jalur biosintesis karotenoid, panah menunjukkan arah sintesis yang dikatalisasi oleh enzim-enzim

Regulasi Gen Kunci Biosintesis Pigmen FlavonoidEnzim dan faktor transkripsi yang terlibat dalam biosintesis flavonoid telah dikarakterisasi dengan baik pada berbagai spesies tanaman, seperti petunia (Brugliera et al, 1999), anggur (Castellarin et al, 2006), Arabidopsis, dan berry (Abeynayake et al, 2012). Kalkon merupakan senyawa antara untuk berbagai senyawa produk flavonoid yang dihasilkan melalui katalisasi enzim kalkon sintase (CHS), yang di kode oleh gen tunggal CHS. Pembentukan pigmen antosianin diawali dengan pembentukan senyawa naringenin yang dimodifikasi oleh keterlibatan enzim sitokrom monooksigenase seperti F3H, F3H, dan F35H. Gen putatif F35H telah berhasil diisolasi dari bunga Phalaenopsis. Gen ini terdiri atas motif conserve P450, Phe-X-X-Gly-X-Arg-X-Cys-X-Gly (dimana X adalah daerah non-conserve), dan memiliki homologi dengan P450 pada tabung polen anggrek lain. Gen F35H menghasilkan ekspresi pigmen warna pink hingga magenta pada petal Phalaenopsis. Pada Oncidium, empat gen yang berkorelasi dengan sintesis antosianin, OgCHS, OgCHI, OgANS, dan OgDFR telah berhasil teridentifikasi (Hsu et al, 2015). Gen CHS, CHI, F3H dan ANS yang diisolasi dari kuncup bunga Phalaenopsis equestris menunjukkan korelasi dengan pembentukan pigmen warna merah pada petal bunga, namun fungsi dan regulasi gen-gen ini masih perlu dikarakterisasi lebih lanjut. Akumulasi antosianin yang stabil di vakuola dipengaruhi oleh serangkaian reaksi oleh flavonoid glukosiltransferase (UFGT) yang ekspresi gen pengkodenya berkaitan pula dengan akumulasi pigm en warna merah (Hsiao et al, 2014). Faktor transkripsi MYB terlibat dalam regulasi biosintesis flavonoid dan antosianin. MYB dikategorikan menjadi 3 berdasarkan jumlah bagian berulangnya yaitu faktor MYB dengan satu bagain ulangan, RAR2 MYB dengan dua bagian berulang, dan MYB3R dengan tiga bagian berulang. Gen faktor transkripsi pertama yang berhasil diisolasi yaitu CI, R2R3 MYB Zea mays, berkaitan dengan biosintesis antosianin. Studi yang lebih mendalam mengindikasikan bahwa kebanyakan dari R2R3 MYB berinteraksi dengan faktor basic helix-loop-helix (bHLH) untuk mengkontrol akumulasi antosianin (Hsu et al, 2015). Berlawanan dengan pewarnaan petal bunga yang seragama seperti yang dibahas diatas, beberapa kultivar Phalaenopsis menunjukkan pola bintik atau garis pada bagian petal bunganya. Studi pola pewarnaan bunga Phalaenopsis menunjukkan bahwa faktor transkripsi R2R3 MYB, PeMYB2, PeMYB11, dan PeMYB12, ,masing-masing meregulasi pigmentasi merah seluruhnya, bintik merah dan pola venasi pada sepal atau petal bunga (Davies et al, 2012).

Gambar 5. Jalur biosintesis Flavonoid secara umum, beserta dengan enzim yang terlibat dalam setiap tahap biosintesis

Perkembangan Marka Molekular Pada TanamanMarka molekular atau dikenal dengan marka DNA adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk kepada suatu variansi sekuen DNA yang spesifik diantara individu (sekuen polimorfik) yang diketahui memiliki keterkaitan pada karakter tertentu (Mondini et al, 2009). Perbedaan sekuen DNA atau variasi dalam genetik tersebut dikenal sebagai alel. Pengujian marka DNA dilakukan untuk menentukan alel mana yang akan dijadikan sebagai marka DNA. Penentuan marka DNA sangat ditentukan olek kerumitan fisiologi dan biokimia yang mendukung karakter yang dijadikan subjek penelitian. Beberapa karakter adalah merupakan karakter sederhana yang hanya dikontrol oleh gen tunggal sehingga akan memudahkan penentuan marka DNA yang berkaitan dengan karakter tersebut. Namun kebanyakan dari karakter agronomis atau bernilai ekonomi merupakan karakter komplek yang dikontrol oleh banyak gen dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti produktifitas dan warna bunga. Umumnya, marker DNA bersifat tunggal yaitu berhubungan dengan hanya satu dari banyak gen yang mengkontrol karakter yang komplek. Keunggulan menggunakan marka molekular adalah tidak dipengaruhi secara ekstrim oleh lingkungan, selain itu beberapa keuntungan lainnya adalah marka molekular dapat diterapkan pada semua bagian dari genom (intron, ekson, dan domain transkripsi), tidak memiliki pengaruh epistasis dan pleiotropik, dan mampu membedakan polimorfik yang tidak menunjukkan variasi fenotipe, serta beberapa dari marka molekular bersifat co-dominan (Mondini et al 2009). Teknik marka molekular didasarkan kepada dua hal yaitu teknik yang tidak menggunakan pendekatan PCR atau teknik berdasarkan hibridisasi dan teknik dengan pendekatan PCR. Teknik restriksi-hibridisasi, salah satu jenis teknik tanpa menggunakan pendekatan PCR, yang digunakan di awal perkembangan marka molekular dan mengkombinasikan penggunaan endonuklease restriksi dan metode hibridisasi. Endonuklease restriksi akan memotong segmen DNA. Variasi panjang segmen potongan akan nampak setelah proses digesti enzimatik karena segmen DNA telah mengalami mutasi diantara dua tapak, atau mutasi di dalam tapak enzim itu sendiri, dan dijadikan indikator dasar untuk keragaman sekuen didalamnya. RFLP (restriction fragment lenght polymophism) dan VNTRs (variable numbers of tandem repeats) adalah contoh marka yang berbasis non-PCR (Mondini et al, 2009). Marka molekular dengan pendekatan PCR terdiri atas proses amplifikasi produk DNA diskrit, melalui kecocokan sekuen DNA gen target dengan sekuen primer. Teknik PCR selanjtnya dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu teknik yang berdasarkan primer PCR yang acak atau teknik sekuen non-spesifik serta teknik PCR untuk target gen spesifik. Beberapa metode berbasis PCR diantaranya AFLP (amplified fragment lenght polymorphism), EST-SSRs (expressed sequence tags-simple sequence repeads), dan microsatellite (SSRs) (Lu et al, 2012). Marka molekular yang diduga atau disusun berdasarkan viabilitas yang dihasilkan oleh sekuen mikrosatelit meliputi STMSs (sequence tagged microsatellite site), SSLPs (simple sequence lenght polymorphism), SCARs (sequence characterized amplified region), CAPS (cleaved amplified polymorphic sequences), dan SNPs (single nucleotide polymorphism) (Mondini et al, 2009). Variasi nukleotida tunggal dalam sekuen genom tanaman di suatu populasi diketahui sebagai SNPs. SNPs adalah marka molekular yang memiliki kesempatan mendapatkan variasi sekuen dalam genom yang berlimpah. Sekuen tersebut tersebar di sepanjang genom yang variasinya tergantung kepada spesies. Ketika SNP muncul dalam sekuen ekson (coding region), SNP dapat menyebabkan baik mutasi non-synonymous yang menghasilkan perubahan susunan asam amino ataupun mutasi synonymous yang tidak akan merubah sesunan asam amino (Feng et al, 2013). Analisis genotipe SNP khususnya didasarkan pada hibridisasi alel-alel spesifik, ligasi oligonukleotida, deteksi PCR alel spesifik, pemanjangan dan pengkopian sekuen menggunakan primer. Teknik ini umum digunakan untuk tujuan yang beragam, termasuk identifikasi cepat untuk tanaman budidaya dan pembuatan pemetaan genetik dengan kerapatan yang tinggi. Sebagian besar marka molekular, termasuk SNP, digunakan untuk mengevaluasi keragaman genetik dan pemetaan genetik dan fenotipe. Pemetaan fenotipe yang diaplikasikan dengan penggunaan marka molekular dapat memperlihatkan hubungan antara jarak genetik dengan jarak fenotipe. Marka molekular juga dapat digunakan untuk studi pewarisan sifat dalam populasi segregasi dimana pemetaan gen-gen pada individu dapat menunjukkan hubungan genetik diantara anggota populasi melalui pengalokasian sifat-sifat, baik monogenik ataupun poligenik yang ada di dalam bagian spesifik sekuen genom tanaman (Mondini et al, 2009). Sifat tanaman yang bersifat poligenik dan memiliki nilai agnonomis umumnya bersifat tidak nampak sejak awal, sehingga tidak bisa diprediksi fenotipe nyatanya, oleh karena itu penggunaan marka molekular menggunakan keragaman sekuen spesifik dapat dijadikan dasar untuk menghubungkan keberagaman sekuen gen yang berkorelasi dengan sifat tersebut dengan fenotipe dari tanaman tersebut kelak.

Manfaat PenelitianAdanya informasi karakter morfologi khususnya pola pigmentasi serta biokimia penyusun pigmentasi bunga tanaman anggrek dapat menjadi pemahaman mengenai senyawa pigmen yang berkorelasi dengan pola pigmentasi bunga anggrek Phalaenopsis, khususnya untuk program pemuliaan tanaman anggrek dan pola pewarisan karakter-karakter bunga serta pigmentasi bunga yang bernilai ekonomi dan berestetika tinggi. Data molekular berupa keragaman genetik gen-gen yang berkorelasi dengan pembentukan pigmentasi dan biokimia senyawa penyusun pigmen bunga anggrek, nantinya akan membantu dalam penyusunan marka seleksi genotipe berpotensi unggul khususnya dari segi nilai estetika dan nilai ekonomi dari pigmentasi bunga.

Ruang Lingkup PenelitianKegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki ruang lingkup yang berbeda, namun acuan penelitian saling mendukung untuk mendukung tujuan utama dari penelitian. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap percobaan yang meliputi sebagai berikut:Percobaan 1: identifikasi morfologi beserta pola pigmentasi senyawa pigmen bunga anggrek spesies Phalaenopsis dan anggrek Phalaenopsis hasil persilangan. spesies. Percobaan 2: isolasi dan karakterisasi gen biosintesis flavonoid (F35H, F3H, F3H/DFR) dan karotenoid (PSY) pada anggrek Phalaenopsis. Percobaan 3: aplikasi marka SNAP berbasis gen-gen biosintesis pigmen flavonoid dan karotenoid pada Phalaenopsis spesies dan hibrida hasil persilangan. Hasil dari aplikasi marka SNAP yang berbasis gen-gen biosintesis pigmen flavonoid dan karotenoid digunakan untuk mengetahui keragaman genetik dalam genotipe dan populasi hibrida Phalaenopsis.

III BAHAN DAN METODE

Percobaan 1: Identifikasi Morfologi dan Analisis Pola Pigmentasi

Analisis Keragaman Morfologi Anggrek Phalaenopsis Spesies dan Hibrid Hasil PersilanganPercobaan ini menggunakan koleksi genotip anggrek Phalaenopsis dan hibrid hasil persilangan yang telah berbunga. Pengamatan dilakukan dengan mengumpulkan data karakter kualitatif mengikuti panduan protokol karakterisasi dari untuk anggrek Phalaenopsis. Karakter kuantitatif yang dikumpulkan dan diuji meliputi panjang dan lebar daun, jumlah daun, panjang, dan lebar bunga, panjang dan lebar sepal dorsal dan lateral, serta panjang dan lebar petal. Pola pigmentasi diamati dan dikarakterisasi untuk dikategorikan sebagai karakter kuantitatif. Karakter kualitatif dianalisis menggunakan software NTSYS, sedangkan karakter kuantitatif dianalisis menggunakan uji-F taraf 5%. Analisis gabungan karakter kualitatif dan karakter kuantitatif yang dikategorikan dianalisis menggunakan software STAR untuk melihat kedekatan persamaan dan perbedaan karakter yang diuji pada tiap genotip dalam bentuk pohon fenetik.

Percobaan 2: Isolasi dan Karakterisasi Gen-Gen Biosintesis Flavonoid dan karotenoid Asal Phalaenopsis Spesies

Desain primer spesifik untuk isolasi gen spesifikDesain primer menggunakan metode homologi dengan sekuen gen terkait yang telah dilaporkan sebelumnya pada tanaman anggrek atau tanaman lainnya. Primer spesifik ditentukan berdasarkan sekuen conserve dari hasil pensejajaran cdDNA yang diperoleh dari genebank NCBI (gen PSY (phytoene synthase) Oncidium accession no. AY496865.1, gen F35H Phalaenopsis hybrida accession no. DQ148458.1, gen F3H Phalaenopsis hybrid accession no. KC884848.1). Alternatif primer spesifik terpilih diperoleh berdasarkan program online Primer3Plus menggunakan semua aksesi sekuen yang terkait. Primer forward dan reverse dipesan pada PT Genetika.

Evaluasi efektifitas primer spesifikPengujian ini menggunakan genotipe Phalaenopsis berbasis metode PCR. Reaksi PCR untuk volum 12.5 l menggunakan kit PCR Mix Ready KAPA2G, dengan komposisi 5.0 l 5 x buffer PCR , 0.5 l MgCl2 25 mM, 0.5 l dNTPs 10 mM, 1 l primer forward dan reverse, 30 ng DNA genom, 0.1 l Taq DNA polimerase dan 15.4 l ddH2O. Proses PCR menggunakan mesin GeneAmp PCR system BioRat T-100 pada suhu optimum untuk masing-masing primer.

DNA sequencing dan analisis sekuen DNA Produk amplifikasi hasil PCR dan visualisasi elektroforesis berupa pita tunggal, selanjutnya dikirim ke 1stBASE (Malaysia) untuk proses DNA sequencing. Data yang diperoleh adalah urutan basa nukleotida dari gen target. Data hasil sequencing merupakan data mentah, dan diolah menggunakan software BIOEDIT, ClustalX, Blast dan Mega5 untuk dapat dianalisis selanjutnya. Data sekuen yang diperoleh dianalisis dengan cara membandingkan sekuen DNA antara genotipe dan prediksi Open Reading Frame (ORF) untuk penentuan dugaan asam amino yang dihasilkan.

Percobaan 3: Aplikasi Marka SNAP Gen-Gen Biosintesis Flavonoid dan Karotenoid Pada Phalaenopsis Spesies dan Hibrida Hasil Persilangan

Isolasi DNA Bahan tanaman yang diisolasi adalah bagian daun muda anggrek Phalaenopsis spesies dan hibrid hasil persilangan menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi. DNA genom dikuantifikasi menggunakan metode elektroforesis, dilihat dalam gel agarose 1% dalam buffer SB 1x pada tegangan 100 v selama 60 menit. Visualisasi hasil elektroforesis menggunakan UV transiluminator ditujukan untuk melihat pita tunggal DNA dan didokumentasikan menggunakan kamera digital. Gel agarose diwarnai menggunakan gelred.

Identifikasi situs SNP dan Desain Primer spesifik alel untuk marka SNAP Dari semua genotip yang digunakan dalam pengamatan, akan diperoleh banyak situs sekuen gen, dan dipilih situs SNP yang bagian coding region menunjukkan adanya perubahan residu asam amino dengan cara mensejajarkan semua sekuen yang didapat.

Aplikasi Marka SNAP Pada Individu Phalaenopsis HybridaMarka SNAP dikonfirmasi efektifitas penggunaannya dalam pengamplifikasi keberagaman sekuen gen-gen yang berkaitan dengan biosintesis flavonoid dan karotenoid pada individu dalam populasi hibrida Phalenopsis melalui prosedur PCR.

DAFTAR PUSTAKA

Abeynayake SW, Panter S, Chapman R, Webster T, Rochfort S, Mouradov A, Spangenberg G. 2012. Biosynthesis of proanthosianidins in white clover flowers: cross talk within the flavonoid pathway. Plant Physiology. 158:666-678Barb J, Werner D, Griebach R. 2008. Genetics and Biochemistry of Flower Color in Stokes Aster. Journal America Social Horticulture and Science. 4: 569-578Bortakhur D, Lu Jl, Chen H, Lin C, Du Y, Liang YR. 2008. Expression of phytoene synthase (psy) gene and its relation with accumulation carotenoids in tea (Camelia sinensis). African Journal of Biotechnology. 7(4):434-438.Brugliera F, Rewell GB, Holton T, Mason J. 1999. Isolation and characterization of a flavonoid 3-hydroxilase cdna clones corresponding to the ht1 locus of Petunia hybrida. The Plant Journal. 19(4):441-451. Cao H, Wang J, Dong X, Han Y, Ma Q, Ding Y, Zhao F, Zhang J, Chen H, Xu Q, Xu J, Deng X. 2015. Carotenoid accumulation affects redox status, starch metabolism, and flavonoid/anthocyanin accumulation in citrus. BMC Plant Biology. 15(27):1-16.Castellarin S, Gaspero G, Marconi R, Nonis A, Peterlunger E, Paillard S, Blondon AF, Testolin R. 2006. Colour variation in red grapevine (vitis vinifera): genomic organisation, expression of flavonoid 3hydroxilase, flavonoid 35-hydroxilase genes and related metabolite profiling of red cyanidin-/blue delphinidin-based anthocyanin in berry skin. BioMed Central. 7(12):1-7.Davies KM (Edt.). 2004. Plant Pigments and Their Manipulation. Annual Plant Review Vol 14. Blackwell Publishing Ltd.Davies KM, Albert NW, Schwinn KE. 2012. From landing lights to mimicry: the molecular regulation of flower coloration and mechanisms for pigmentation patterning. Functional Plant Biology. 39:619-638Emparan A, Martinez DQ, Bustoz MZ, Cifuentes V, Luy FI, Federico ML. 2014. Functional analysis of the Brassica napus l. phytoene synthase (psy) gene family. PLOS ONE Open Access. DOI:10.1371/journal.pone.0114878.Feng H, Tian X, Liu Y, Sun J. 2013. Analysis of flavonoids and the flavonoid structural genes in brown fiber of upland cotton. PlosONE. 8(3):110-118Garcia RM, Alejo ON. 2013. Biochemistry and molecular biology of carotenoid biosynthesis in chili peppers (Capsicum spp.). International Journal of Molecular Sciences. 14:19025-19053.Handini A. Sukma D, Sudarsono. Analisis Keragaman Morfologi dan Biokimia Pada Anggrek Phalaenopsis Serta Analisis Keragaman Genetik Dengan Marka SNAP [Thesis]. Bogor (SPSS): Institut Pertanian Bogor Hsiao Y., Pan Z, Hsu C, Yang Y, Hsu Y, Chuang Y, Shih H, Chen W, Tsan W, Chen H. 2014. Research on Orchid Biology and Biotechnology. Plant & Cell Physiology. 52(9):1467-1486Hsu C, Chen Y, Tsai C, Chen W, dan Chen H. 2015. Three r2r3-myb transcription factors regulate distinct floral pigmentation patterning in Phalaenopsis orchids. Plant Physiology. DOI: 10.1104/pp.114.254599.Juejun N, Chunwongse C, Chunwongse Ju. 2013. Development of est-derivated marker in dendrobium from est of related taxa. Journal Science and Technology. 35:149-158Lightbourn G, Robert J, Janet J, Beverly N, David C, Rao, Stommel J. 2008. Effect of anthocyanin and carotenoid combination on foliage and immature fruit color of Capsicum annum L. Journal of Heredity. 99(2):105-111.Lu JJ, Wang S, Liu JJ, Wang HZ. 2012. Genetic linkage map of est-ssr and srap markers in the endangered chinese endemic herb Dendrobium (Orchidaceae). Genetic and Molecular Research. 11(4):4654-4667.Mondini L, Noorani A, Pagnotta M. 2009. Assesing Plant Genetic Diversity by Molecular Tools. Open Access Diversity. 1:19-35.Neil NO (Edt.). 2007. Flower Breeding and Genetics: Issue, Challages, and Opportunities For The 21th Century. Springer.Ono E, Mizutani M, Nakamura N, Fukui Y, Sakakibara K, Yamaguchi M. 2006. Yellow flower generated by expression of the aurone biosynthetic pathways. PNAS. 103:11075-11080Puspitaningtyas, Mursidawati S, Sutrisno, Asikin J. 2003. Anggrek Alam Di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. LIPI Puspitaningtyas, Mursidawati S. 1999. Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor Vol 1. UPT LIPISilva JA (Edt). 2006. Floriculture, Ornamental, and Plant Biotekhnology Vol. 1. Global Science Book. UKTo KY, Wang CK. 2006. Molecular Breeding of Flower Color. Floriculture, Yan Y, Zhun ZH, Jiang JG, Song DL. 2005. Cloning and sequence analysis of the phytoene synthase gene from a unicellular Chlorophyte, Dunaliella salina. Journal Agriculture Food Chemical. 53(5):1466-1469.

1