ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik,...

63
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN HISTOLOGI GINJAL IGUANA HIJAU (Iguana iguana) SETELAH PEMBERIAN PAKAN BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.) SKRIPSI ANNITA VURY NURJUNITAR O11112271 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Transcript of ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik,...

Page 1: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN

HISTOLOGI GINJAL IGUANA HIJAU (Iguana iguana)

SETELAH PEMBERIAN PAKAN BAYAM MERAH

(Amaranthus tricolor L.)

SKRIPSI

ANNITA VURY NURJUNITAR

O11112271

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 2: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

i

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN

HISTOLOGI GINJAL IGUANA HIJAU (Iguana iguana)

SETELAH PEMBERIAN PAKAN BAYAM MERAH

(Amaranthus tricolor L.)

ANNITA VURY NURJUNITAR

O11112271

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 3: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

ii

Page 4: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

iii

Page 5: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

iv

ABSTRAK

ANNITA VURY NURJUNITAR. O11112271. Analisis Perubahan Struktur

Anatomi dan Histologi Ginjal Iguana Hijau (Iguana iguana) Setelah Pemberian

Pakan Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.). Di bawah bimbingan DWI

KESUMA SARI dan FIKA YULIZA PURBA.

Bayam merah merupakan tumbuhan yang mengandung beberapa zat gizi

antara lain protein, lemak, karbohidrat, kalium, zat besi, dan vitamin. Di sisi lain,

bayam merah juga memiliki kandungan oksalat dan purin yang bersifat merugikan

jika dikonsumsi terlalu banyak dapat mengganggu fungsi ginjal. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur anatomi dan histologi ginjal

iguana hijau (Iguana iguana) setelah pemberian bayam merah (Amaranthus

tricolor L.). Penelitian ini menggunakan 12 ekor iguana hijau yang dibagi menjadi

4 kelompok. Kelompok kontrol diberi pakan umum yaitu 100% daun sawi dan

kelompok perlakuan I diberi pakan 75% daun sawi dan 25% bayam merah

(Amaranthus tricolor L.). Kelompok perlakuan II diberi pakan 50% daun sawi

dan 50% bayam merah (Amaranthus tricolor L.) dan kelompok perlakuan III

diberi pakan 100% bayam merah (Amaranthus tricolor L.). Penelitian ini

dilakukan selama 30 hari dan pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan

struktur anatomi dan histologi ginjal. Data yang diperoleh dari pengamatan

anatomi dianalisis secara deskriptif, statistik One Way ANOVA (α = 0,05), dan

jika terdapat perbedaan signifikan dilanjutkan dengan uji Post Hoc (α = 0,05).

Pengamatan preparat histopatologi ginjal dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian bayam merah (Amaranthus

tricolor L.) menyebabkan perubahan struktur anatomi dan histologi ginjal iguana

hijau. Perubahan struktur anatomi berupa adanya pembesaran ukuran ginjal

iguana hijau dan perubahan histologi berupa adanya pembesaran glomerulus,

penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis,

terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal asam urat (gout), kristal

oksalat, dan infiltrasi limfosit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bayam merah

menyebabkan perubahan struktur anatomi dan histologi ginjal iguana hijau

dimana kerusakan berat terjadi pada kelompok perlakuan 3, kerusakan sedang

pada kelompok perlakuan 2, dan kerusakan ringan pada kelompok perlakuan 1.

Kata kunci : Iguana hijau, bayam merah, ginjal, perubahan anatomi, perubahan

histologi.

Page 6: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

v

ABSTRACT

ANNITA VURY NURJUNITAR. O11112271. The Analysis of Anatomical and

Histological Structural Change of Green Iguana (Iguana iguana) Renal Post-

Feeding Red Spinach (Amaranthus tricolor L.). Supervised by DWI KESUMA

SARI and FIKA YULIZA PURBA.

Red spinach is a plant that contains few nutrients like protein, fat,

carbohydrate, potassium, iron, and vitamins. On the other hand, red spinach also

contains oxalate and purine that are harmful when excessively consumed can

disrupt renal function. This study was aimed to determine the anatomical and

histological changes of green iguana (Iguana iguana) renal post-feeding red

spinach (Amaranthus tricolor L.). This study used 12 green iguanas which were

divided into four groups. Control group was given common food that was 100%

collards and treatment group I was given 75% collards and 25% red spinach

(Amaranthus trcilor L.). Treatment group II was given 50% collards and 50% red

spinach (Amaranthus trcilor L.) and treatment group III was given 100% red

spinach (Amaranthus tricolor L.). This study was done for 30 days and

observation made by looking at the anatomical and histological changes of renal.

The obtained data from anatomical observation was analyzed descriptively,

statistically One Way ANOVA (α = 0,05), and if there was a significant difference

followed by Post Hoc test (α = 0,05). Histopathology observation of renal was

analyzed descriptively. The results of this study indicated that given red spinach

(Amaranthus tricolor L.) caused anatomical and histological changes of renal.

The anatomical changes of renal as well as the presence of renal enlargement and

the histological changes were glomerulus enlargement, capsuler constriction,

hydropic degeneration, dilated tubulus, necrosis, the formation of connective

tissue (fibrosis), deposition of uric acid crystal (gout), oxalate crystals, and

lymphocyte infiltration. It was concluded that red spinach caused anatomical and

histological changes of renal green iguanas where severe damage occurred in the

treatment group III, moderate damage in the treatment group II, and mild damage

in the treatment group I.

Keywords: Green iguana, red spinach, renal, anatomical change, histological

change

Page 7: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkah dan

rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Perubahan Struktur Anatomi dan Histologi Ginjal Iguana Hijau

(Iguana iguana) Setelah Pemberian Pakan Bayam Merah (Amaranthus

tricolor L.)”. Shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang

benderang.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan strata satu (S1) di Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Proses penyusunan skripsi ini merupakan

sebuah proses dan perjalanan panjang yang tidak lepas dari dukungan berbagai

pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. drh. Dwi Kesuma Sari dan drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc., selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasihat penuh

kesabaran dan rasa semangat selama penelitian penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS sebagai Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

3. Prof. DR. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc., selaku Ketua Program Studi

Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin.

4. Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M.Agr.S dan drh. Wahyuni, M.Kes., APVet., sebagai

dosen pembahas dan penguji dalam seminar proposal dan hasil yang telah

memberikan masukan-masukan dan penjelasan untuk perbaikan penulisan

skripsi ini.

5. drh. Dedy Rendrawan, M.P., drh. Novi Susanty, drh. Baso Yusuf, M.Sc., drh.

Zaenal Abidin, sebagai dosen yang turut membantu dalam melakukan

penelitian dan penyusunan skripsi.

6. Seluruh staf Dosen, Pegawai di Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan dukungan bagi

penulis selama kuliah.

7. Andhika Yudha Prawira, S.K.H., Lilis Suryani, S.K.H., A. Aswan Salam,

S.K.H., dan Vilzah Fatimah, S.K.H., yang selalu memberikan semangat dan

penjelasan yang membantu dalam penulisan skripsi ini.

8. Kakak-kakak angkatan 2010 ‘V-Gen’, terutama kepada Melasari, S.K.H.,

Zulhera, S.K.H., Eka Syafrizal, S.K.H., Titin Tambing, S.K.H., Zainal,

S.K.H., dan Muh. Syukur Hamdan Ali, S.K.H. yang telah memberikan

sebagian ilmunya selama kuliah dan selalu memberikan dukungan serta

semangat kepada penulis.

9. Kakak-kakak angkatan 2011 ‘Clavata’, terutama kepada Musdalifah, S.K.H.,

Aini Rahmayani Tasykal, S.K.H., Adlend, S.K.H., dan Anastas Eka, S.K.H.

yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

10. Teman seangkatan 2012, ‘Akestor Anwelf’, yang telah menjadi teman

seperjuangan dari awal masuk menjadi mahasiswa kedokteran hewan.

Terkhusus teman peneliti Sri Wahyuni, Arrasuli, Imran, Muh. Zulfadillah

Sinusi, A. Rianti Rhasinta Alifha R, Anitawati Umar, dan Trini Purnamasari

yang telah membantu selama penelitian.

Page 8: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

vii

Page 9: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Pernyataan Keaslian iii

Abstrak iv

Kata Pengantar vii

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x

Daftar Tabel x

1. Pendahuluan 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Rumusan Masalah 2

1.3.Tujuan Penelitian 2

1.4.Manfaat Penelitian 3

1.5.Hipotesis 3

1.6.Keaslian Penelitian 3

2. Tinjauan Pustaka 4

2.1.Iguana Hijau (Iguana iguana) 4

2.1.1.Klasifikasi Ilmiah 4

2.1.2.Distribusi 5

2.1.3.Pertumbuhan 5

2.1.4.Nutrisi Iguana 6

2.1.5.Ginjal 7

2.1.5.1.Anatomi Ginjal 8

2.1.5.2.Histologi Ginjal 9

2.1.5.3.Fisiologi Ginjal 11

2.2.Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) 11

2.2.1.Taksonomi 11

2.2.2.Kandungan Bayam 12

3. Metodologi Penelitian 13

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian 13

3.2.Jenis Penelitian 13

3.3.Materi Penelitian 13

3.3.1.Sampel 13

3.3.2.Alat 13

3.3.3.Bahan 13

3.4.Metode Penelitian 13

3.4.1.Persiapan Iguana 13

3.4.2.Persiapan Kandang 14

3.4.3.Persiapan Bahan Penelitian 14

3.4.4.Perlakuan Terhadap Iguana 14

3.4.5.Pengambilan Sampel Ginjal 14

3.4.6.Pembuatan Preparat Histopatologi 15

Page 10: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

ix

3.5.Teknik Analisis Data 15

4. Hasil dan Pembahasan 17

4.1.Pengamatan Perubahan Struktur Anatomi Ginjal 17

4.2.Pengamatan Perubahan Histologi Ginjal 19

4.2.1.Kelompok Kontrol 19

4.2.2.Kelompok Perlakuan 20

4.3.Efek Pemberian Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) Terhadap

Perubahan Histologi Ginjal Iguana Hijau 29

5. Penutup 36

5.1.Kesimpulan 36

5.2.Saran 36

Daftar Pustaka 37

Lampiran 41

Riwaya Hidup 52

Page 11: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

x

DAFTAR GAMBAR

1. Iguana hijau (Iguana iguana) 4

2. Penampakan ventral tubuh iguana hijau 8

3. Diagram iguana hijau jantan (Aspek ventral) 9

4. Nefron kortikal dan nefron jukstamedulari 9

5. Nefron reptil 10

6. Ginjal iguana hijau 10

7. Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) 11

8. Ginjal iguana hijau pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1,

2, dan 3 18

9. Perbandingan ginjal iguana hijau menurut referensi dan penelitian

pada kelompok kontrol 19

10. Gambaran histologi kelompok kontrol iguana hijau 20

11. Pembesaran glomerulus 21

12. Degenerasi hidrofik 22

13. Dilatasi tubulus 23

14. Nekrosis 24

15. Fibrosis di interstitium ginjal 25

16. Kristal asam urat di lumen tubulus 27

17. Kristal oksalat di lumen tubulus 28

18. Limfosit 29

DAFTAR TABEL

1. Pertumbuhan iguana 5

2. Diet iguana 7

3. Kandungan nutrisi pada 100 gram bayam 12

4. Tingkat kerusakan glomerulus ginjal 15

5. Tingkat kerusakan tubulus ginjal 16

6. Hasil pengamatan perubahan struktur anatomi ginjal 17

7. Tingkat kerusakan histopatologi ginjal iguana hijau setelah pemberian

bayam merah secara oral dengan dosis yang berbeda. 30

8. Perubahan struktur histologi ginjal iguana hijau 32

9. Akumulasi pada ginjal 34

Page 12: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini mulai banyak masyarakat menyukai reptil sebagai hewan

peliharaan. Hewan peliharaan populer biasanya adalah hewan yang memiliki

karakter setia pada majikannya, memiliki penampilan yang menarik, atau

kemampuan menarik tertentu. Reptil adalah hewan vertebrata yang terdiri dari

ular, kadal cacing, kadal, buaya, caiman, kura-kura, penyu dan tuatara.

Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai saat ini yang mendiami berbagai tipe

habitat beriklim sedang dan tropis termasuk padang pasir, hutan, lahan basah air

tawar, hutan bakau dan laut terbuka (Klappenbach, 2013). Jenis reptil yang sering

dijadikan hewan peliharaan antara lain ular, kura-kura, dan berbagai jenis kadal.

Dahulu reptil dianggap menakutkan, harus dihindari bahkan dimusnahkan.

Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar reptil dianggap sebagai hewan liar

yang berbahaya dan berbisa. Sekarang ini pandangan itu telah berubah dan banyak

orang yang senang memelihara hewan melata ini karena keunikan atau variasi

warna dari reptil. Variasi dan keunikan-keunikan tersebut yang menarik perhatian

para pecinta satwa untuk menangkarkan dan mengembangbiakkan reptil (Putranto

et al., 2013). Reptil mulai dikenal dan dijadikan sebagai hewan peliharaan karena

perawatannya yang mudah, dan sosoknya yang terkesan seperti hewan purba.

Berkembangnya hobi memelihara reptil ini menjadikan iguana sebagai salah satu

alternatif hewan kesayangan, dan mempengaruhi bermunculannya banyak

komunitas pecinta iguana di Indonesia. Iguana iguana merupakan salah satu

anggota keluarga Iguana (Iguanidae). Iguana tergolong reptil herbivora dan

merupakan reptil pertama yang didomestikasi.

Pengetahuan masyarakat mengenai reptil, khususnya Iguana iguana masih

terbatas. Kurangnya pengetahuan menyebabkan berbagai masalah dalam

pemeliharaan Iguana iguana sebagai hewan kesayangan. Salah satunya adalah

gangguan ginjal yang dapat disebabkan oleh diet yang tidak tepat.

Beberapa peternak iguana menggunakan bayam merah sebagai pakan untuk

iguana. Namun, kebanyakan peternak tidak mengetahui tentang efek setelah

penggunaan bayam merah pada iguana.

Bayam merah adalah tumbuhan yang mengandung banyak khasiat untuk

mengobati berbagai penyakit. Jenis bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

mungkin masih terdengar asing di masyarakat bila dibandingkan dengan varietas

bayam hijau (Septiatin, 2006). Vitamin dan mineral yang lengkap seperti vitamin

A, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, vitamin K, mangan, magnesium, kalium,

fosfor dan kalsium banyak terkandung di dalam bayam merah (Lingga, 2010;

Dalimartha, 2000). Bayam merah juga mengandung senyawa aktif yang berperan

dalam proses hemostatik yaitu tanin dan flavonoid (Kusmiati, 2012). Kandungan

zat besi dan vitamin C yang cukup tinggi pada bayam bermanfaat dalam proses

absorpsi zat besi ke dalam tubuh yang dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya

anemia. Vitamin K dan kalsium selain bermanfaat untuk pembentukan tulang dan

gigi, juga berperan penting dalam proses koagulasi darah (Barasi, 2009).

Kandungan kalsium dalam bayam adalah sekitar 365 mg (Direktorat Gizi

DEPKES RI, 1992). Tanin dalam bayam merah berperan sebagai astringen untuk

Page 13: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

2

mengendapkan protein darah dan vasokonstriksi pembuluh darah (Jhonson, 2004).

Flavanoid berperan dalam menjaga permeabilitas pembuluh darah serta

meningkatkan resistensi pembuluh darah kapiler (Tantio, 2008).

Di sisi lain, bayam juga memiliki kandungan yang kurang

menguntungkan. Bayam mengandung oksalat yang sangat tinggi (Mou, 2008).

Pada tanaman, oksalat dapat berbentuk asam oksalat maupun dalam bentuk kristal

kalsium oksalat (Franchesi dan Nakata, 2005). Kristal kalsium oksalat merupakan

benda ergastik yang dapat berdampak negatif bagi tubuh bila dikonsumsi berlebih,

antara lain penyebab batu ginjal (Brown, 2000; Conte et al., 1990). Selain itu,

pada jumlah cukup tinggi, asam oksalat dan kristal kalsium oksalat menyebabkan

aberasi mekanik saluran pencernaan dan tubulus di dalam ginjal (Akhtar et al.,

2011). Bahkan secara kimia, kristal ini dapat menyerap kalsium yang penting

untuk fungsi saraf dan serat-serat otot (Brown, 2000). Di dalam tubuh, oksalat

akan bersenyawa dengan kalsium membentuk kristal yang disebut kalsium

oksalat. Kristal tersebut akan mengendap dan jika terkumpul akan membesar

membentuk batu ginjal (Lingga, 2010). Selain itu, bayam merah juga

mengandung purin yang berkontribusi dalam peningkatan kadar asam urat yang

berpotensi menyebabkan batu ginjal (Hayman, 2009; Kluwer, 2011).

Meskipun domestikasi iguana sudah cukup lama dilakukan, tetapi

penelitian mengenai iguana belum banyak dilakukan. Oleh karena itu peneliti

mencoba melakukan penelitian untuk melihat perubahan struktur anatomi dan

histologi ginjal Iguana iguana setelah pemberian pakan bayam merah

(Amaranthus tricolor L.).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perubahan struktur anatomi ginjal iguana hijau (Iguana

iguana) setelah pemberian bayam merah (Amaranthus tricolor L.) ?

2. Apakah terdapat perubahan histologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana)

setelah pemberian bayam merah (Amaranthus tricolor L.) ?

3. Bagaimana efek pemberian bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terhadap

perubahan histologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana) ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui perubahan

struktur anatomi dan histologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana) setelah

pemberian bayam merah (Amaranthus tricolor L.).

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian

bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terhadap perubahan histologi ginjal iguana

hijau (Iguana iguana).

Page 14: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

3

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu

Memberikan informasi mengenai perubahan struktur anatomi dan histologi

ginjal iguana hijau (Iguana iguana) setelah pemberian bayam merah (Amaranthus

tricolor L.).

1.4.2 Manfaat aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian

selanjutnya mengenai perubahan struktur anatomi dan histologi ginjal iguana

hijau (Iguana iguana) setelah pemberian bayam merah (Amaranthus tricolor L.).

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian eksperimental yang peneliti lakukan adalah

bayam merah (Amaranthus tricolor L.) menyebabkan perubahan struktur anatomi

dan histologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana).

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang perubahan struktur anatomi dan histologi ginjal iguana

hijau (Iguana iguana) setelah pemberian pakan bayam merah (Amaranthus

tricolor L.) belum pernah dilaporkan. Penelitian menggunakan bayam merah

pernah dilakukan, namun menggunakan objek pengamatan yang berbeda antara

lain “Pengaruh Pemberian Air Perasan Daun Bayam Merah (Amaranthus tricolor

L.) Per-Oral Terhadap Kandungan Asam Urat Darah Tikus Putih (Rattus

norvegicus L.)” (Funny, 2007) dan “Uji Efek Perasan Daun Bayam Merah

(Amaranthus tricolor) Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Tikus Wistar (Rattus

norvegicus)” (Rumimper et al., 2013). Penelitian terhadap iguana pernah

dilakukan, namun menggunakan pakan yang berbeda antara lain “Growth of

Juvenile Green Iguanas (Iguana iguana) Fed Four Diets” (Donoghue, 1994) dan

“Growth and Morphometrics of Green Iguanas (Iguana iguana) Fed Four Levels

of Dietary Protein” (Donoghue et al., 1998). Penelitian terhadap ginjal iguana

hijau pernah dilakukan, namun menggunakan metode penelitian yang berbeda

antara lain “Renal Disease Haemogram and Plasma Biochemistry in Green

Iguana” (Knotek et al., 2002) dan “Chronic Renal Failure Disease in Adult Green

Iguanas (Iguana iguana)” oleh (Knotek et al., 2009).

Page 15: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iguana Hijau (Iguana iguana)

Iguana hijau merupakan salah satu jenis kadal yang populer dijadikan

sebagai hewan peliharaan. Iguana hijau memiliki tubuh besar, semi-arboreal ke

arboreal (hidup di pohon) berasal dari New World (Amerika) keluarga Iguanidae.

Iguana hijau memiliki ekor yang relatif panjang (hingga tiga kali panjang tubuh)

dan gelambir permanen (puncak gular terletak di bawah tenggorokan).

Spesies iguana memiliki satu atau lebih sisik besar di bawah tympanum (gendang

telinga) dan jengger yang besar di nuchal (leher) dan puncak punggung

(belakang). Jantan dan betina keduanya memiliki satu baris pori-pori femoralis di

bawah paha (Vosjoli et al., 2012). Kakinya pendek, tetapi kokoh. Kukunya kuat

dan tajam sebagai alat penggali dan pemanjat. Iguana merupakan kadal yang

pandai berenang dan memanjat, kebiasaannya tersebut digunakan untuk

melindungi diri dari predator yang akan memangsa mereka (Eksakta, 2011).

Gambar 1. Iguana hijau (Iguana iguana) (Bartlett dan Patricia, 2003)

Nama "iguana" adalah versi Spanyol dari kata iwana. Ada dua jenis iguana

hijau, Iguana iguana, iguana hijau yang diperdagangkan sebagai hewan

peliharaan, dan Iguana delicatissima (iguana India Barat) dari Lesser Antilles,

yang ditandai dengan kurangnya sisik besar di bawah tympanum. Saat ini, Iguana

iguana dibagi menjadi dua subspesies, iguana dan rhinolopha. Subspesies

rhinolopha dianggap terutama Amerika Tengah dan ditandai oleh sisik besar dan

sejajar median di atas moncong (Vosjoli et al., 2012).

2.1.1 Klasifikasi Ilmiah

Iguana merupakan salah satu jenis kadal (lizard) yang banyak ditemukan

di kawasan tropis Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Iguana

mempunyai keunikan sendiri dibandingkan jenis kadal lainya yaitu salah satu

jenis kadal herbivora atau dikenal dengan memakan tumbuh-tumbuhan.

Klasifikasi dari Iguana hijau adalah sebagai berikut (Eksakta, 2011) :

Page 16: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

5

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Sauropsida

Ordo : Squamata

Upaordo : Iguania

Famili : Iguanidae

Genus : Iguana

Spesies : Iguana iguana

2.1.2 Distribusi

Iguana hijau terdistribusi dari Meksiko ke Brasil selatan, Paraguay, dan di

Lesser Antilles. Iguana telah diperkenalkan di beberapa daerah, termasuk Hawaii

dan Florida Selatan. Iguana delicatissima berasal dari Lesser Antilles, terancam di

banyak daerah sebagai akibat dari eksploitasi, kerusakan habitat, dan perpindahan

oleh populasi iguana hijau yang diperkenalkan (Vosjoli et al., 2012).

2.1.3 Pertumbuhan

Jika iguana mendapatkan perawatan dan makanan yang baik, maka umur

iguana dapat diperkirakan dari ukuran badan dan ekornya yang dapat dilihat pada

Tabel 1 di bawah ini (Mario, 2008).

Tabel 1. Pertumbuhan iguana

Tahun SVL (inches) STL (inches) Berat

Bayi/setelah menetas 2,3-2,5 6-9 ~90 gram

1 Tahun 8-9 20-27 1-1,5 kg

2 Tahun 11-12 28-36 2-4 kg

3 Tahun 12-14 30-42 4-6 kg

4 Tahun 14-16 35-48 5-8 kg

5 Tahun 18-20 45-60 10-15 kg

6 Tahun 20-22 50-66 14-18 kg

7 Tahun 20-24 50-72 15-20 kg

Keterangan :

SVL = snout-vent length ( panjang badan )

STL = snout-tail length ( panjang badan + ekor )

Ekor Iguana biasanya 2,5-3 kali SVL-nya.

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan ini memerlukan makanan,

pencernaan yang efektif, dan kalsium yang cukup untuk membangun jaringan

tulang. Tingkat pertumbuhan yang cepat berarti perlu memberikan diet yang

memadai yang mengandung cukup kalsium untuk perkembangan tulang yang

pesat. Hal ini juga berarti memberikan suhu yang cukup untuk pencernaan yang

efektif. Iguana hijau dapat mencapai kematangan seksual dua tahun, meskipun

peternakan pertama di penangkaran sering tidak terjadi sampai tahun ketiga

(Vosjoli et al., 2012).

Page 17: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

6

2.1.4 Nutrisi Iguana

Sebagai hewan piaraan yang tidak sebebas di alam aslinya, iguana perlu

makanan yang mengandung zat gizi yang lengkap, yaitu protein, karbohidrat,

lemak, vitamin, mineral, dan air. Iguana hijau membutuhkan protein 15-35% kcal

ME, karbohidrat 55-75% kcal ME, dan lemak <10% kcal ME (Donoghue, 1995).

Makanan diberikan 2-3 kali sehari untuk iguana muda dan 2-3 kali seminggu

untuk iguana dewasa. Porsi makannya harus cukup agar tidak ada makan yang

terbuang (Anonim, 2013a). Porsi makan iguana adalah 20 g setiap kg berat badan

(Lidia, 2013). Porsi makanan ini akan bertambah setiap waktu. Oleh karena itu,

sebaiknya jumlah makanan yang diberikan harus didasarkan pada berat badannya

(Anonim, 2013a).

Kesehatan dan perkembangan seekor iguana tergantung pada diet

seimbang. Defisiensi gizi dapat menyebabkan penyakit dan kemungkinan cedera.

Iguana adalah herbivora dan di alam makan daun, buah, dan bunga dari banyak

tanaman yang berbeda. Iguana bukan insektivora saat remaja dan tidak berubah

menjadi herbivora saat dewasa. Iguana tidak memiliki perut jenis gizzard dan

tidak memerlukan gertakan untuk membantu mencerna makanannya. Iguana

mencerna makanannya dengan fermentasi mikroba dengan cara yang sama pada

sapi dan kambing. Proses ini membutuhkan suhu lingkungan atau suhu usus yang

tinggi untuk merangsang aktivitas mikroba. Suhu lingkungan yang tidak memadai

akan menyebabkan perkembangan buruk. Di alam, iguana yang baru menetas

akan menelan kotoran segar dari iguana dewasa untuk "membebani" usus-usus

mereka dengan mikroba untuk mencerna. Kebanyakan iguana dijual sekarang

biasanya dipisahkan dengan iguana dewasa, dan tidak benar "membebani" usus

mereka dengan kultur mikroba. Untuk mengimbangi, sampel tinja segar dicampur

dengan air dan diberi makan perlahan-lahan pada upaya perkembangan remaja

untuk meningkatkan aktivitas pencernaan dan pertumbuhan. Budaya memberi

makan tinja segar juga dapat digunakan untuk mengobati diare pada iguana

remaja (Bogoslavsky, 2000).

Sekitar 60% dari diet iguana terdiri dari daunan atau sayuran yang kaya

kalsium. Item yang dipilih termasuk sawi hijau, mustard hijau, lobak hijau, daun

brokoli, peterseli dan selada air. Untuk memastikan serapan yang tepat, potongan

tidak harus lebih besar dari ukuran kepala binatang itu. Berikutnya 30% dari diet

harus terdiri dari sayuran lainnya. Makanan yang baik termasuk labu kuning, ubi

atau kacang polong, wortel tops, kacang hijau dan kaktus. Terakhir, 10% dari diet

dapat berupa buah-buahan dan bunga. Beberapa bunga yang biasa dimakan

termasuk bunga labu, kembang sepatu, nasturtium, daisy, mawar, anyelir,

geranium, dan dandelion. Buah sangat dianjurkan termasuk buah ara, mangga,

pepaya, kiwi, melon, dan buah jeruk. Buah jeruk telah terbukti membantu

meningkatkan penyerapan kalsium (Bogoslavsky, 2000). Gizi yang terkandung

dalam makanan harus merupakan kombinasi dari beberapa elemen nutrisi.

Agar iguana tetap sehat, jenis makanan harus dikombinasikan (Lidia, 2013).

Sistem pencernaan dan ginjal iguana kurang cocok untuk menangani

protein hewani. Diet tinggi produk-produk ini telah berhubungan dengan beberapa

masalah kesehatan. Jika harus memberi makan protein hewani, seharusnya tidak

melebihi 3-5% dari total diet untuk remaja dan peternakan iguana betina. Iguana

jantan dewasa dan betina non-breeding seharusnya hanya dibolehkan 1-2%

Page 18: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

7

protein hewani. Meskipun iguana remaja dapat tumbuh dengan cepat bila diberi

protein hewani tingkat tinggi, akhirnya mereka akan menyebabkan penyakit

ginjal. Beberapa peternak reptil independen telah menggunakan diet komersial.

Kebanyakan pelet kering tidak memberikan kelembaban apapun. Hal ini dapat

disesuaikan dengan merendam makanan dalam air hangat sebelum makan.

Mengetahui jenis makanan yang cocok sangat diperlukan agar iguana dapat hidup

sehat dan sejahtera (Lidia, 2013). Berikut daftar makanan yang bisa dikonsumsi

sebagai diet iguana dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini (Bogoslavsky, 2000).

Tabel 2. Diet iguana

Baik Sedang Buruk

Lobak hijau Wortel Selada (head, iceberg) ***

Mustard hijau Kacang hijau Romaine Lettuce ***

Sawi hijau Asparagus Timun Jepang

Sayur Dandelion Labu kuning Brokoli *

Daun Brokoli Ubi jalar Kubis Brussel *

Peterseli Bok Choy * Kembang kol *

Andewi Kubis * Lobak *

Escarole Chard ** Bit **

Selada air Singkong Ketimun

Labu Kaboucha Lobak * Bayam **

Labu Acorn Okra Wortel ***

Labu Butternut Paprika hijau Kubis *

Parsnip Rutabaga * Kecambah *

Kacang polong Bunga Daisy Jamur

Kacang kapri Anyelir Tomat

Kembang sepatu Geranium Celery Stalk **

Kelopak mawar Kiwi Sayuran beku

Nasturtium Plum Tahu

Kaktus Pir Apel

Ara Aprikot Semangka

Pepaya Raspberi Anggur ***

Buah mangga Stroberi Pisang ***

Buah sitrus Belewar

Kurma

Keterangan :

* Makanan ini dapat menyebabkan masalah tiroid dan jika digunakan harus

diberi dalam jumlah yang sedikit.

** Item ini mengandung asam oksalat dan jika digunakan harus diberi dalam

jumlah yang sedikit.

*** Item ini mengandung sejumlah besar tanin dan jika digunakan harus diberi

makan dalam jumlah yang sedikit.

2.1.5 Ginjal

Ginjal sangat berperan dalam sistem urin yang menjaga lingkungan

internal tubuh. Fungsi utama ginjal adalah regulasi volume, osmolalitas, elektrolit,

Page 19: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

8

konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan elektrolit

dalam jumlah yang cukup untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan

tubuh total dan untuk mempertahankan konsentrasi normalnya dalam cairan

ekstraselular. Dalam melaksanakan berbagai fungsi di atas, di dalam ginjal

terdapat peristiwa filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi (Guyton dan Hall, 2007).

Komposisi dan volume cairan ektrasel ini dikontrol oleh filtrasi darah di

glomeruli, reabsorbsi nutrien dan zat bermanfaat lainnya dari filtrat yang masuk

ke tubulus kontortus proksimal dan distal, dan sekresi atau ekskresi produk sisa

metabolik atau bahan kimiawi atau zat yang tidak dibutuhkan ke dalam filtrat.

Sekitar 99% filtrat glomerulus dihasilkan oleh ginjal yang masuk ke tubulus

direabsorbsi ke dalam sistem nefron dan 1% filtrat yang tersisa masuk ke kandung

kemih dan dikeluarkan sebagai urin (Price dan Lorraine, 2006). Urin adalah hasil

akhir yang terdapat dalam saluran pengumpul. Urin mengandung beberapa

komponen, yaitu air dan ion berlebih, sisa hasil metabolisme, seperti urea, dan

substansi toksik yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Hasil ekskresi

pada reptil yang utama berupa limbah nitrogen dalam bentuk asam urat karena

kelarutan zat tersebut di dalam air lebih rendah jika dibandingkan dengan amonia

atau urea. Asam urat ini dapat diekskresikan dalam bentuk pasta yang berwarna

putih dengan kehilangan air yang sangat sedikit sehingga dapat membantu

menghemat air (Anonim, 2013b).

2.1.5.1 Anatomi Ginjal

Pada reptil memiliki sepasang ginjal metanefros (Divers, 2003).

Ginjal reptil dari kelompok yang berbeda menunjukkan kesamaan dan perbedaan.

Semua reptil memiliki sepasang ginjal berlobus yang kira-kira sama dalam ukuran

di sebagian besar spesies. Warna berkisar dari terang sampai coklat gelap.

Pada chelonians, buaya, dan kadal memiliki ginjal yang lebih pendek, lebih luas,

dan terletak dekat canal pelvis (Gambar 2) (Girling, 2003). Iguana memiliki

sepasang ginjal berwarna merah-coklat gelap (Divers, 2003). Pada beberapa kadal

seperti iguana hijau, ginjal terletak di pelvis, melekat pada dorsal dinding tubuh,

dan caudal ginjal meluas ke pangkal ekor (Gambar 2 dan 3) (Girling, 2003).

Gambar 2. Penampakan ventral tubuh iguana hijau. (KI) Kidneys; (DD) Ductus

deferens; (GB) Gallbladder; (HE) Hemipenes; (HT) Heart; (LL) Left

liver lobe; (LLU) Left lung; (RL) Right liver lobe; (RLU) Right lung;

(TE) Testes (Jacobson, 2007).

Page 20: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

9

2.1.5.2 Histologi Ginjal

Seperti dalam kelompok vertebrata lain, unit struktural dan fungsional

ginjal reptil adalah nefron (Fox, 1977). Ginjal reptil biasanya hanya memiliki

beberapa ribu nefron, secara signifikan kurang dari sejuta atau lebih nefron ginjal

mamalia (Divers, 2003). Ginjal reptil hanya memiliki nefron kortikal sehingga

menghasilkan urin yang isoosmotik dengan cairan tubuh. Namun, epitelium

kloaka membantu menghemat cairan dengan cara menyerap kembali sebagian air

yang ada di dalam urin dan feses (Campbell et. al., 2004). Nefron kortikal

mewakili kira-kira 85% nefron ginjal, mempunyai loop Henle yang sedikit

menurun ke renal medula (Gambar 4 dan 5) (Philip, 2010).

Gambar 3. Diagram iguana hijau jantan (Aspek ventral) (Girling, 2003)

Gambar 4. Nefron kortikal (A) dan nefron jukstamedulari (B) (Philip, 2010)

B A

Page 21: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

10

Sel-sel ginjal terdiri dari kapsul Bowman dan glomerulus yang terdapat di

sebagian besar reptil; beberapa kadal dan ular memiliki tubulus-tubulus

aglomerular. Kapsul Bowman terdiri dari epitel kapsuler luar (parietal) dan epitel

glomerulus dalam (visceral). Sementara di sebagian besar reptil epitel kapsuler

adalah skuamosa, pada beberapa reptil seperti iguana hijau adalah kuboid

(Gambar 6). Dibandingkan amfibi, ada pengurangan yang pasti dalam ukuran

glomeruli pada reptil; kadal biasanya lebih kecil. Hal ini merupakan adaptasi yang

menghemat air dengan mengurangi aliran urin ke tubulus. Beberapa segmen pada

nefron reptil dapat dibedakan secara histologis. Dimulai dengan kapsul Bowman,

bagian leher nonsekretori terdiri dari sel-sel kuboid (banyak memiliki silia). Inti

sel bagian leher menempati sebagian besar sitoplasma sel. Bagian leher diikuti

oleh bagian proksimal yang terdiri dari tubulus proksimal (PT). Tubulus

proksimal dilapisi oleh sel kuboid, dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin,

memiliki pewarnaan sitoplasma eosinophilic (Gambar 6). Sel-sel ini tidak

memiliki silia tapi memiliki mikrovili yang berkembang baik pada permukaan

luminal. Dengan pewarnaan PAS, brush border dan granul-granul kecil dalam

sitoplasma. Pada bagian berikutnya, bagian intermedit, memiliki wilayah bersilia

yang diikuti oleh daerah sel mukus. Sel-sel dari segmen ini, sementara mirip dari

bagian leher, pewarnaan basophilic dengan H & E, dan memiliki tubulus diameter

lebih kecil dari tubulus proksimal. Ini mengarah ke bagian distal, diikuti oleh

tubulus pengumpul (Gambar 6). Ginjal kadal dan ular adalah dimorfik seksual,

dengan jantan memiliki porsi diperbesar disebut bagian seksual, yang terletak di

antara bagian distal dan tubulus pengumpul (Bishop, 1959).

Gambar 6. Ginjal iguana hijau. Parietal layer (PL) dari kapsul Bowman mengelilingi

glomerulus (GL) terdiri dari sel-sel epitel kuboid. Aferen atau eferen arteriol

(AR) terlihat antara dua tubulus distal (DT). Tubulus proksimal (PT) memiliki

sel-sel epitel dengan sitoplasma eosinofilik dan tubulus distal memiliki sel-sel

epitel dengan sitoplasma basofilik. Terdapat banyak Collecting duct (CD)

terlihat dalam dasar ginjal. Pewarnaan HE (Jacobson, 2007).

Gambar 5. Nefron reptil (Anonim, 2013b).

Page 22: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

11

2.1.5.3 Fisiologi Ginjal

Kebanyakan pada reptil, termasuk iguana, pada dasarnya merupakan

urikotelik sehingga produk ekskretoris utama metabolisme protein iguana adalah

asam urat yang diproduksi oleh hati. Asam urat diekskresikan sebagian besar

sebagai kalium yang relatif tidak larut, membantu untuk mengurangi Insensible

Water Loss (IWL) terkait dengan ekskresi urin. Namun, peningkatan kadar plasma

asam urat mempengaruhi reptil yang mengalami dehidrasi dan menderita penyakit

ginjal seperti gout. Kepentingan klinis tertentu yaitu (1) asam urat secara bebas

disaring oleh glomerulus tetapi secara aktif disekresi dalam jumlah besar oleh

tubulus proksimal, dan (2) ginjal iguana tidak dapat mengonsentrasikan urin di

atas osmolaritas plasma. Urin yang diproduksi oleh ginjal mengalir ke bawah

menuju ureter lalu ke urodeum dari kloaka, di mana urin kemudian masuk ke

dalam kandung kemih untuk disimpan sebelum dikeluarkan. Perubahan

konsentrasi urin dan komposisi elektrolit dapat terjadi di seluruh dinding kandung

kemih dan karena itu urin kandung kemih dianggap tidak steril atau refleksi

output ginjal. Terdapat sebuah sistem portal ginjal dan semua darah dari ekor

melewati ginjal sebelum mencapai vena cava (Divers, 2003).

2.2 Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.)

Bayam merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika tropik.

Sampai sekarang, tumbuhan ini sudah tersebar di daerah tropis dan subtropis

seluruh dunia. Di Indonesia, bayam dapat tumbuh sepanjang tahun dan ditemukan

pada ketinggian 5 - 2000 m di atas permukaan laut, tumbuh di daerah panas dan

dingin, tetapi tumbuh lebih subur di dataran rendah pada lahan terbuka yang

udaranya agak panas. Tanaman bayam merah merupakan tanaman semak dengan

tinggi 0,4 - 1 m, memiliki batang lemah dan berair. Daun bertangkai, berbentuk

bulat telur, lemas, panjang 5-8 cm, ujung tumpul, pangkal runcing, serta berwarna

hijau kemerahan. Panen bayam cabut paling lama dilakukan selama 25 hari

(Dalimartha, 2000).

2.2.1 Taksonomi

Bayam adalah tanaman semusim yang berumur pendek dan dapat

dibudidayakan dengan mudah di pekarangan rumah atau lahan pertanian.

Gambar 7. Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) (Dalimartha, 2000)

Page 23: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

12

Berikut adalah taksonomi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) menurut

Rukmana (1994) :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelasc : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Familia : Amaranthaceae

Sub suku : Amaranthoideae

Genus : Amaranthus L.

Spesies : Amaranthus tricolor Linn.

2.2.3 Kandungan Bayam

Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman bayam antara lain protein,

lemak, karbohidrat, kalium, zat besi, amarantin, rutin, purin, dan vitamin (A, B,

dan C) (Dalimartha, 2000). Bayam memiliki kandungan zat besi yang lebih tinggi

dibandingkan sayuran berdaun lainnya. Bayam juga merupakan sumber

antioksidan yang baik bagi tubuh karena ekstrak bayam diketahui mengandung

komponen flavonoid, fenolik, dan karotenoid (Tantio, 2008).

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pada 100 Gram Bayam

Komponen Bayam Hijau Bayam Merah

Energi 36 kcal 51 kcal

Protein 3,5 g 4,6 g

Lemak 0,5 g 0,6 g

Karbohidrat 6,5 g 10,0 g

Kalsium 267 mg 368 mg

Fosfor 67 mg 111 mg

Zat Besi 3,9 mg 2,2 mg

Vitamin A 6,090 mg 5,800 mg

Vitamin B1 0,08 mg 0,08 mg

Vitamin C 80 mg 80 mg

Air 86,9 g 86,0 g

Bagian dapat dimakan 71 % 71 %

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1992

Selain itu, bayam mengandung sejumlah besar oksalat (97-780 mg/100 g)

yang harus dihindari (Hodgkinson, 1977). Konsentrasi kalsium oksalat tertinggi

terdapat pada daunnya (Ahmed et al., 2012). Kristal kalsium oksalat merupakan

benda ergastik yang dapat berdampak negatif bagi tubuh bila dikonsumsi berlebih,

antara lain penyebab batu ginjal (Brown, 2000; Conte et al., 1990). Walaupun

bayam mengandung purin dengan jumlah sedang yaitu 50-150 mg/100 gram,

protein nabati tetap dianggap menjadi faktor yang berkontribusi dalam

peningkatan kadar asam urat yang berpotensi menyebabkan batu ginjal (Hayman,

2009; Kluwer, 2011).

Page 24: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

13

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai Juni 2016 di

Laboratorium Diagnostik Klinik Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental karena efek

yang terjadi adalah hasil manipulasi peneliti pada variabel bebas dan penelitian

dilakukan pada laboratorium. Penelitian eksperimen merupakan kegiatan percobaan

(experiment) yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang

timbul akibat dari adanya perlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2005).

3.3 Materi Penelitian

3.3.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor iguana hijau

(Iguana iguana) berumur 2-3 bulan dengan berat badan 28-32 gram. Sampel

merupakan iguana sehat, berasal dari induk yang sama dan tempat budidaya yang

sama.

3.3.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sonde lambung,

beaker glass dan pengaduk, alu dan lumpang, kandang plastik, ranting pohon,

kertas, timbangan digital, gunting, scalpel, pinset, nampan, kertas label, wadah,

pot sampel, object glass, cover glass, mikroskop, dan kamera digital.

3.3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah pakan umum berupa daun sawi, bayam

merah, kapas, aquades, eter, alkohol, Buffered Neutral Formaline (BNF) 10%,

xylol, paraffin, Hematoksilin Eosin (HE), entelan, dan minyak emersi.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Persiapan Iguana

Iguana diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu, ditempatkan

dalam kondisi yang sama, dan pakan dasar yang sama yaitu daun sawi dan diberi

air minum secara ad libitum. Setelah diadaptasikan, iguana dibagi menjadi

4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor iguana, selanjutnya

diberi perlakuan sebagai berikut :

P0 : 100% daun sawi

P1 : 75% daun sawi + 25% bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

P2 : 50% daun sawi + 50% bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

P3 : 100% bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

Page 25: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

14

3.4.2 Persiapan Kandang

Kandang percobaan yang digunakan adalah kandang-kandang individual

yang terbuat dari plastik dengan ukuran 35x30x25 cm3, bagian dasarnya diberi

kertas untuk mempermudah dalam membersihkan feses, ranting pohon untuk

memanjat, dan tempat air minum.

3.4.3 Persiapan Bahan Penelitian

a. Pakan Umum

Pakan umum berupa daun sawi ditimbang sebanyak 6 gram/hari/ekor

untuk kelompok kontrol, 4,5 gram/hari/ekor untuk kelompok perlakuan 1, dan

3 gram/hari/ekor untuk kelompok perlakuan 2 kemudian dipotong kecil-kecil.

b. Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.)

Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) ditimbang dan digerus sebanyak

1,5 gram/hari/ekor untuk kelompok perlakuan 1, 3 gram/hari/ekor untuk

kelompok perlakuan 2, dan 6 gram/hari/ekor untuk kelompok perlakuan 3

kemudian dilarutkan dalam air.

3.4.4 Perlakuan Terhadap Iguana

Sebelum diberi perlakuan, iguana diadaptasi selama satu minggu sehingga

pada saat melakukan perlakuan iguana tidak mengalami stress dan mudah

ditangani. Iguana dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol dan

3 kelompok perlakuan. Kelompok P0 adalah kelompok kontrol yang hanya diberi

pakan umum berupa daun sawi sebanyak 6 gram/hari/ekor, kelompok P1 diberi

pakan umum berupa daun sawi sebanyak 4,5 gram/hari/ekor dan bayam merah

(Amaranthus tricolor L.) sebanyak 1,5 gram/hari/ekor, P2 diberi pakan umum

berupa daun sawi sebanyak 3 gram/hari/ekor dan bayam merah (Amaranthus

tricolor L.) sebanyak 3 gram/hari/ekor, dan kelompok P3 diberi bayam merah

(Amaranthus tricolor L.) sebanyak 6 gram/hari/ekor.

Pemberian pakan dilakukan per oral dan bayam merah (Amaranthus

tricolor L.) diberikan dengan menggunakan alat bantu sonde lambung, yang

bertujuan mencegah pakan dimuntahkan dalam jumlah tertentu setiap kali

pemberian. Hal ini dilakukan 2x/hari pada pukul 08.00 Wita dan 13.00 Wita,

setiap hari, selama 30 hari. Berat badan iguana ditimbang 1x/minggu dengan

tujuan menyesuaikan dosis pakan dengan berat badan iguana. Selain itu juga

selalu diperhatikan mengenai minuman yang diberikan secara ad libitum.

Setelah masa perlakuan selesai selama 30 hari, seluruh iguana dikorbankan

menggunakan eter pada hari ke-31.

3.4.5 Pengambilan Sampel Ginjal

Setelah masa perlakuan selesai, maka seluruh iguana dieuthanasia dengan

menggunakan eter pada hari ke-31 dan diambil organ ginjalnya kemudian

dimasukkan dalam wadah yang berisi formalin 10%.

Page 26: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

15

3.4.6 Pembuatan Preparat Histopatologi

Sampel organ ginjal difiksasi dalam larutan formalin 10%. Sampel organ

diambil dari iguana yang telah dikorbankan. Kemudian sampel organ direndam

dalam larutan alkohol bertingkat (dehidrasi) dimulai dari konsentrasi 70%, 80%,

90%, 95%, dan 100%. Selanjutnya dijernihkan dalam xylol (clearing), sebelum

akhirnya ditanam dalam paraffin (embedding). Jaringan dalam blok paraffin diiris

dengan ketebalan 5 µm menggunakan mikrotom (indoexim, India), kemudian

diletakkan pada gelas objek, dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 40oC

selama 24 jam.

Hasil sayatan diwarnai dengan pewarnaan baku Hematoksilin Eosin (HE).

Pewarnaan HE digunakan untuk melihat struktur jaringan yang diduga mengalami

perubahan patologis. Proses pewarnaan diawali dengan deparaffinisasi jaringan

dengan xylol dan rehidrasi dengan alkohol bertingkat, kemudian diletakkan

kembali di dalam xylol selama 24 jam untuk penjernihan (Bacha et al., 2000).

Selanjutnya jaringan diambil dan diberi entelan sebelum ditutup dengan cover

glass (mounting).

Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop, dengan perbesaran lensa

subjektif 10x dan 16x serta lensa objektif 10x, 40x, dan 100x. Pengambilan

gambar dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Pada perbesaran 100x

digunakan minyak emersi. Gambar ginjal iguana hijau (Iguana iguana) kemudian

dibandingkan.

3.5 Teknik Analisis Data

Data kualitatif dianalisis dengan cara membandingkan antara kelompok

perlakuan berdasarkan dosis bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang

diberikan, dengan metode Mitchel yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Sedangkan data yang diperoleh dari pengamatan anatomi dianalisis secara

deskriptif, statistik One Way ANOVA, dan jika terdapat perbedaan signifikan maka

analisis ini dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk perbandingan antar kelompok.

Pengamatan preparat histopatologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana) dianalisis

secara deskriptif.

Tabel 4. Tingkat kerusakan glomerulus ginjal ( Mitchel dalam Gufron, 2001 )

Tingkat Kerusakan Keterangan

Normal

Ringan

Sedang

Berat

Normal, inti jelas, bentuk bulat

Pembesaran glomerulus +, penyempitan ruang

kapsuler +, hemoragi +

Pembesaran glomerulus ++, penyempitan

ruang kapsuler ++, hemoragi ++

Pembesaran glomerulus +++, penyempitan

ruang kapsuler +++, hemoragi +++

Keterangan :

- : Normal

+ : Kerusakan sel mencapai 25% dalam delapan bidang pandang

Page 27: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

16

++ : Kerusakan sel mencapai 50% dalam delapan bidang pandang

+++ : Kerusakan sel mencapai 75% dalam delapan bidang pandang

Tabel 5. Tingkat kerusakan tubulus ginjal ( Mitchel dalam Gufron, 2001 )

Tingkat Kerusakan Tubulus Kontortus

Proksimal

Tubulus Kontortus

Distal

Normal

Sel tidak bengkak, inti

sel bulat, lumen sel

tubulus jelas

Sel tidak bengkak, inti

sel bulat, lumen sel

tubulus jelas

Ringan

Degenerasi bengkak

keruh +, degenerasi

hidrofik +, lumen

tubulus tidak jelas

Degenerasi bengkak

keruh +, degenerasi

hidrofik +, lumen

tubulus tidak jelas

Sedang Degenerasi bengkak

keruh ++, degenerasi

hidrofik ++,

perlemakan +, lumen

tubulus tidak jelas

Degenerasi bengkak

keruh ++, degenerasi

hidrofik ++,

perlemakan +, lumen

tubulus tidak jelas

Berat

Degenerasi bengkak

keruh +++, degenerasi

hidrofik +++,

perlemakan ++, lumen

tubulus tidak jelas, ada

sel yang nekrosis

Degenerasi bengkak

keruh +++, degenerasi

hidrofik +++,

perlemakan ++, lumen

tubulus tidak jelas, ada

sel yang nekrosis

Keterangan :

- : Normal

+ : Kerusakan sel mencapai 25% dalam delapan bidang pandang

++ : Kerusakan sel mencapai 50% dalam delapan bidang pandang

+++ : Kerusakan sel mencapai 75% dalam delapan bidang pandang

Page 28: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Perubahan Struktur Anatomi Ginjal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat adanya kerusakan

pada ginjal iguana hijau yang diberi pakan bayam merah (Amaranthus

tricolor L.). Bayam merah mengandung beberapa zat gizi antara lain protein,

lemak, karbohidrat, kalium, zat besi, amarantin, rutin, dan vitamin (A, B, dan C)

(Dalimartha, 2000). Di sisi lain, bayam juga memiliki kandungan zat yang bersifat

merugikan jika dikonsumsi terlalu banyak antara lain adalah oksalat dan purin.

Bayam mengandung sejumlah besar oksalat (97-780 mg/100 g) yang harus

dihindari (Hodgkinson, 1977). Walaupun mengandung purin dengan jumlah

sedang yaitu 50-150 mg/100 gram, protein nabati tetap dianggap menjadi faktor

yang berkontribusi dalam peningkatan kadar asam urat (Hayman, 2009).

Kerusakan yang paling umum terjadi ialah kerusakan yang terjadi pada sistem

urinari. Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme

yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pengamatan terhadap perubahan struktur anatomi ginjal iguana hijau setelah

pemberian pakan bayam merah (Amaranthus tricolor L.). Berikut adalah tabel

hasil pengamatan perubahan struktur anatomi ginjal.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Perubahan Struktur Anatomi Ginjal

Kelompok Struktur Anatomi Ginjal

Warna Bentuk Konsistensi Ukuran (cm)

Panjang Lebar

P0.1 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 0,8 0,3

P0.2 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 0,7 0,3

P0.3 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 0,9 0,3

P1.1 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 1,5 0,4

P1.2 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 1,7 0,4

P1.3 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 1,7 0,4

P2.1 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 2 0,6

P2.2 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 1,9 0,5

P2.3 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 1,8 0,6

Page 29: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

18

Kelompok

Struktur Anatomi Ginjal

Warna Bentuk Konsistensi Ukuran (cm)

Panjang Lebar

P3.1

Merah

Panjang dan

berlobus

Kenyal

2,2 0,7

P3.2

Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 2,1 0,7

P3.3 Merah Panjang dan

berlobus

Kenyal 2,2 0,7

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setelah perlakuan selama

30 hari, semua iguana pada kelompok P1, P2, dan P3 dengan dosis bayam merah

masing-masing 1,5 gram/hari/ekor, 3 gram/hari/ekor, dan 100 gram/hari/ekor

secara per oral memiliki ginjal berwarna merah, berbentuk panjang dan berlobus

yang terletak agak ke pangkal ekor dari kaki belakang, serta konsistensinya

kenyal. Menurut Girling dan Divers (2003), iguana hijau memiliki sepasang ginjal

berlobus berwarna merah-coklat yang terletak di pelvis, melekat pada dorsal

dinding tubuh, dan caudal ginjal meluas ke pangkal ekor. Namun, pada penelitian

ini terdapat perubahan struktur anatomi berupa pembesaran ukuran ginjal.

Rata-rata ukuran panjang dan lebar ginjal yaitu 0,8 cm x 0,3 cm pada kelompok

Gambar 8. Ginjal iguana hijau (lingkaran putih) pada kelompok kontrol (A), kelompok

perlakuan 1 (B), kelompok perlakuan 2 (C), kelompok perlakuan 3 (D).

A B

C D

0,3 cm

0,8 cm

1,7 cm

0,4 cm

1,9 cm

0,5 cm

2,1 cm

0,7 cm

0,3 cm

0,4 cm

0,5 cm

0,7 cm

Page 30: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

19

kontrol (P0), 1,6333 cm x 0,4 cm pada kelompok P1, 1,9 cm x 0,5667 cm pada

kelompok P2, dan 2,1667 cm x 0,7 cm pada kelompok P3. Perubahan ukuran

ginjal bertambah seiring dengan peningkatan dosis bayam merah yang diberikan.

Hasil ANOVA menunjukkan perbedaan signifikan terhadap perubahan

ukuran panjang dan lebar ginjal iguana hijau dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) dan

dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk menilai perbandingan antar kelompok

kontrol dengan kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) dijumpai pula adanya

perbedaan signifikan. Perubahan ukuran panjang yang signifikan yaitu antara

kelompok P0 dengan P1 (p=0.83333), P0 dengan P2 (p=1.10000), P0 dengan P3

(p=1.36667), P1 dengan P2 (p=0.26667), P1 dengan P3 (p=0.53333), dan P2

dengan P3 (p=0.26667). Perubahan ukuran lebar yang signifikan yaitu antara

kelompok P0 dengan P1 (p=0.10000), P0 dengan P2 (p=0.26667), P0 dengan P3

(p=0.40000), P1 dengan P2 (0.16667), P1 dengan P3 (p=0.30000), dan P2 dengan

P3 (p=0.13333). Pembesaran ukuran ginjal diduga karena zat kimia yang

terkandung pada bayam merah yang berlebihan mengakibatkan glomerulus ginjal

bekerja keras dalam memfilter zat-zat yang masuk ke dalam tubuh. Hasil yang

ditemukan sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa bayam merah

(Amaranthus tricolor L.) menyebabkan perubahan struktur anatomi ginjal iguana

hijau (Iguana iguana). Perubahan secara jelas akan dilihat pada pengamatan

histologi.

Perbandingan hasil nekropsi ginjal iguana hijau pada kelompok kontrol

(P0) dengan referensi relatif sama. Pada kelompok kontrol (P0) dan referensi

memiliki ginjal berbentuk panjang dan berlobus hanya warna yang sedikit

berbeda. Pada kelompok kontrol (P0) ginjal terlihat berwarna merah terang

dibandingkan dengan referensi namun masih dalam kisaran normal (Gambar 9).

4.2 Pengamatan Perubahan Histologi Ginjal

4.2.1 Kelompok Kontrol

Setelah dilakukan pengamatan gambaran histopatologi pada kelompok

kontrol yang diberi daun sawi dan aquades glomerulus tampak normal

B

Gambar 9. Perbandingan ginjal iguana hijau menurut Jacobson (2007) (Gambar A)

dan penelitian pada kelompok kontrol (Gambar B). (KI) Kidneys; (DD)

Ductus deferens; (GB) Gallbladder; (HE) Hemipenes; (HT) Heart; (LL)

Left liver lobe; (LLU) Left lung; (RL) Right liver lobe; (RLU) Right lung;

(TE) Testes (Jacobson, 2007).

KI

A

Page 31: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

20

(Gambar 10). Glomerulus berfungsi sebagai tempat filtrasi zat-zat dari sistem

peredaran darah. Glomerulus adalah bola kapiler rapat (kapiler glomerulus) yang

bercabang dari arteriol aferen yang memasuki nefron. Darah pada kapiler

glomerulus bertekanan tinggi sehingga zat pada darah yang sangat kecil dapat

melewati pori-porinya (fenestra atau fenestra endotelium) di dinding kapiler dan

didorong keluar menuju kapsul bowman yang mengelilinginya. Kapiler

glomerulus bersatu dan sisa darah keluar dari glomerulus lewat arteriol eferen.

Kapsul Bowman adalah badan berbentuk cangkir yang mengelilingi glomerulus

dan mengumpulkan material (filtrat) yang didorong dari kapiler glomerulus.

Kapsul bowman terdiri dari lapis parietal dan lapis visceral. Parietal layer (PL)

dari kapsul Bowman mengelilingi glomerulus (GL) terdiri dari sel-sel epitel

kuboid (Girling, 2003). Tubulus proksimal (PT) memiliki sel-sel epitel dengan

sitoplasma eosinofilik dan tubulus distal memiliki sel-sel epitel dengan sitoplasma

basofilik (Jacobson, 2007).

Keterangan gambar:

1. Glomerulus

2. Kapsula Bowman

a. lapis parietal

b. lapis visceral

3. Ruang Bowman

4. Tubulus proximal

5. Tubulus distal

4.2.2 Kelompok Perlakuan

Pada penelitian ini terdiri atas 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok P1

diberi pakan umum 75% daun sawi dan 25% bayam merah (Amaranthus

tricolor L.), P2 diberi 50% daun sawi dan 50% bayam merah (Amaranthus

tricolor L.), dan kelompok P3 diberi 100% bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

selama 30 hari. Perubahan mikroskopis ginjal iguana hijau berupa adanya

pembesaran glomerulus, penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi

tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal asam urat

(gout), kristal oksalat, dan infiltrasi limfosit. Di mana perubahan mikroskopis

ginjal cenderung meningkat seiring dengan kenaikan dosis bayam merah

(Amaranthus tricolor L.) yang diberikan.

1

a

b 3

4

5

A B

Gambar 10. Gambaran histologi kelompok kontrol iguana hijau ( A dan B ).

Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

Page 32: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

21

Perubahan Struktur

1. Pembesaran Glomerulus dan Penyempitan Ruang Kapsuler

Berdasarkan pengamatan ditemukan adanya perubahan pada glomerulus

setelah pemberian bayam merah (Gambar 11). Perubahan yang terjadi yaitu

pembesaran pada glomerulus sehingga ruang kapsuler mengalami penyempitan.

Pada kelompok perlakuan 1 glomerulus tampak membesar dengan tingkat

kerusakan yang ringan dan kelompok perlakuan 2 menunjukkan tingkat kerusakan

yang sedang. Kelompok perlakuan 3 menunjukkan tingkat kerusakan yang berat

ditandai dengan glomerulus yang semakin membesar dibandingkan dengan

kelompok perlakuan lainnya sehingga ruang kapsuler tampak semakin

menyempit. Hal ini diduga akibat zat kimia yang terkandung pada bayam merah

yang berlebihan sehingga terjadinya pembentukan antibodi sebagai respon dari

adanya antigen di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan terbentuknya antigen-

antibodi kompleks yang tersangkut dalam bongkah glomerular atau pada sedikit

kasus antigen ini menumpuk pada dinding kapiler glomerular sehingga

menyebabkan peradangan dan membuat glomerulus tidak dapat bekerja dengan

baik (Snell, 2006).

A B

C

Gambar 11. Pembesaran glomerulus (panah kuning) pada kelompok perlakuan 1 (A),

kelompok perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C). Pewarnaan HE,

pembesaran 400X.

Page 33: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

22

2. Degenerasi Hidrofik

Komponen ginjal mempunyai hubungan yang sangat erat, glomerulus dan

tubulus membentuk suatu unit ginjal, perubahan pada glomerulus akan

mengakibatkan perubahan pada tubulus ginjal begitupun sebaliknya.

Pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 diberikan bayam merah dengan dosis

masing-masing 25%, 50%, 100% dan dikorbankan pada hari ke-31 terlihat tubulus

mengalami degenerasi hidrofik (Gambar 12). Degenerasi hidrofik adalah

pembesaran ukuran dan volume sel epitel yang terjadi karena masuknya cairan

intraseluler. Hal ini diakibatkan gagalnya sel untuk mempertahankan homeostasis

sehingga sitoplasma membesar dan bervakuola (Jones et al., 1997; Myers dan

McGavin, 2007). Kerusakan terjadi pada bagian mitokondria sel. Perubahan

dalam permeabilitas membran sel terhadap zat lain dapat ditimbulkan oleh bahan-

bahan toksik.

Pada kelompok perlakuan 1 diberikan 25% bayam merah terlihat jumlah

tubulus yang mengalami degenerasi hidrofik lebih sedikit dibandingkan dengan

kelompok perlakuan 2. Kelompok perlakuan 3 yang diberikan 100% bayam

merah ditemukan adanya degenerasi hidrofik lebih banyak dibandingkan dengan

kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2. Hal ini kemungkinan terjadi karena

B A

C

Gambar 12. Degenerasi hidrofik (panah kuning) pada kelompok perlakuan 1 (A),

kelompok perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C). Pewarnaan HE,

pembesaran 400X.

Page 34: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

23

pemberian dosis bayam merah yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok

perlakuan lainnya.

3. Dilatasi Tubulus

Berdasarkan pengamatan pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 dengan

dosis bayam merah masing-masing 25%, 50%, dan 100% ditemukan adanya

perubahan yaitu dilatasi tubulus (Gambar 13). Dilatasi tubulus adalah pelebaran

atau peregangan struktur tubular. Pada kelompok perlakuan 3 terlihat lumen

tubulus semakin meluas dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2.

Dilatasi tubulus meningkat seiring dengan peningkatan dosis bayam merah yang

diberikan. Dilatasi tubulus disebabkan adanya retensi urin atau peradangan di

daerah interstitium ginjal. Dilatasi ini dapat terlihat dengan adanya perluasan

lumen tetapi epitel tubulus masih normal. Tubulus dengan keadaan dilatasi akan

mengalami lisis, hipoksia, dan kematian (Fatonah, 2015).

4. Nekrosis

Pada kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 diberikan

bayam merah dengan dosis masing-masing 25%, 50%, dan 100% terlihat tubulus

mengalami nekrosis (Gambar 14). Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada

tubuh yang hidup. Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada nukleus (inti sel).

Kematian sel ditandai dengan menyusutnya inti sel atau ketidakaktifan inti sel.

Inti sel yang tidak aktif dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin akan terlihat lebih

A B

C

Gambar 13. Dilatasi tubulus pada kelompok perlakuan 1 (A), kelompok perlakuan 2

(B), kelompok perlakuan 3 (C). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

Page 35: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

24

padat dan gelap bila dibandingkan dengan inti sel yang normal. Nekrosis diawali

dengan perubahan morfologi inti sel yaitu piknosis. Tahap berikutnya inti pecah

(karioreksis) dan inti menghilang (kariolisis) (Price dan Lorraine, 2006). Menurut

Price dan Lorraine (2006) serta Mitchell dan Cotran (2007) perubahan morfologi

nukleus pada nekrosis terdapat 3 pola, yaitu :

a. Piknosis, ditandai dengan mengerutnya inti sel dan peningkatan basofil

kemudian DNA berkondensasi menjadi massa yang mengerut padat.

b. Karioreksis, fragmen inti sel yang piknotik, yang selanjutnya dalam 1-2 hari

inti dalam sel yang mati benar-benar menghilang.

c. Kariolisis, ditandai dengan nukleus mati dan menghilang yang disebabkan

oleh aktivitas Deoxyribonuclease (DNase).

Tubulus yang nekrotik dicirikan oleh lepasnya epitel dari membran

basalnya dan inti yang piknotis. Piknosis dapat terjadi karena adanya kerusakan di

dalam sel antara lain kerusakan membran yang diikuti oleh kerusakan mitokondria

dan aparatus golgi sehingga sel tidak mampu mengeliminasi air dan trigliserida

sehingga tertimbun dalam sitoplasma sel (Price dan Lorraine, 2006). Kematian sel

dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah hipoksia akibat

terganggunya sistem sirkulasi oleh zat toksik yang masuk. Oksalat dalam kadar

yang tinggi diketahui menyebabkan terjadinya nekrosis sel epitel ginjal karena

efek toksin yang dikeluarkan mampu mengkorosifkan sel (Tsujihata et al., 2006;

Gambar 14. Nekrosis (panah kuning) dan apoptosis (panah putih) pada kelompok

perlakuan 1 (A), kelompok perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C).

Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

C

A B

Page 36: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

25

Joshi, 2012). Hal ini terjadi karena pada sel epitel tubulus terjadi kontak langsung

dengan bahan yang direabsorbsi, sehingga sel epitel tubulus ginjal dapat

mengalami kerusakan berupa nekrosis pada inti sel ginjal (Cotran, 1990).

Selain itu, juga terlihat adanya apoptosis atau kematian sel yang

terprogram merupakan suatu komponen yang normal pada perkembangan dan

pemeliharaan kesehatan pada organisme multiseluler (Gambar 14). Sel yang mati

ini merupakan respon terhadap berbagai stimulus dan selama apoptosis sel ini

dikontrol dan diregulasi. Apoptosis dapat terjadi pada sel yang mengalami

kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi dan keadaan yang mengakibatkan stress

pada sel. Kerusakan DNA akibat bahan kimia toksik juga dapat menginduksi sel

untuk memulai proses apoptosis. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan jumlah

sel menjadi berkurang dan terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi

sel yang tidak terkontrol (kanker). Pada apoptosis terjadi kematian sel yang

terprogram dan membran inti tidak ruptur, serta inti mengalami fragmentasi yang

kemudian mengirimkan sinyal kepada sel yang berada di dekatnya untuk difagosit

(Lumongga, 2008).

5. Fibrosis

Perubahan yang ditemukan pada interstitium kelompok perlakuan 1, 2, dan

3 yaitu adanya pembentukan jaringan ikat (fibrosis) (Gambar 15). Fibrosis adalah

kondisi di mana terjadi pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan pada

suatu organ atau jaringan akibat proses peradangan.

A B

C

Gambar 15. Fibrosis di interstitium ginjal (panah kuning) pada kelompok perlakuan 1

(A), kelompok perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C). Pewarnaan HE,

pembesaran 100X.

Page 37: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

26

Fibrosis ginjal ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi, aktivasi fibroblas

dan meningkatnya extracellular matrix (ECM) (Liu, 2006). Endapan kristal asam

urat pada ginjal dapat memicu respon inflamasi (Price dan Lorraine, 2006).

Inflamasi berperan penting dalam patogenesis renal fibrosis. Inflamasi mampu

merusak jaringan dan mengaktivasi sitokin profibrotik seperti TGF-β. Inflamasi

kronis mengakibatkan kerusakan jaringan secara terus-menerus sehingga

menyebabkan terjadinya penumpukan ECM dan akhirnya menyebabkan fibrosis

(Liu, 2006). Sel tubulus yang mengalami kerusakan berperan sebagai antigen

presenting cell yang mengekspresikan cell adhesion molecules dan melepaskan

sel mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, dan growth factor, serta

meningkatkan produksi extracellular matrix (ECM) dan menginvasi ruang

periglomerular dan peritubular (Nahas, 2003). Banyaknya jaringan ikat (fibrosis)

menyebabkan interstisium terlihat melebar. Pada stadium akhir, jaringan tubulus

yang mengalami degenerasi akan digantikan dengan jaringan ikat. Jaringan ikat

ini akan menyebabkan turunnya fungsi ginjal sehingga filtrasi tidak berjalan

secara maksimal. Apabila 25% fungsi ginjal tidak berjalan normal maka dapat

menyebabkan gagal ginjal (Confer dan Pancierra, 1995).

Akumulasi Pada Ginjal

1. Kristal Asam Urat

Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses

katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam

deoksiribonukleat / DNA). Asam urat sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan

hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika kadar asam urat meningkat

yang disebut hiperuresemia, penderita akan mengalami pirai (gout). Penyebab

hiperuresemia adalah produksi asam urat yang berlebihan atau eksresinya yang

menurun seperti pada gagal ginjal. Kadar normal asam urat di darah pada iguana

hijau berkisar 70.4 - 145.3 μmol/l (Knotek et al., 1999; Pejrilova et al., 2004).

Faktor terjadinya hiperuresemia antara lain leukemia, karsinoma metastatik,

multiple myeloma, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, stress,

keracunan timbal, dan dehidrasi (Jones et al., 1997).

Gout dapat terjadi jika kadar asam urat dalam darah melebihi kemampuan

ginjal untuk mengeksresikannya. Asam urat dapat mengkristal pada sendi yang

disebut artikular gout, sedangkan gout yang disimpan dalam berbagai organ

disebut viseral gout. Asam urat yang mengkristal dalam jaringan membentuk

nodul-nodul putih yang disebut tophi. Organ-organ tempat penyimpanan asam

urat antara lain hati, limpa, kantung perikardium, ginjal, paru-paru, dan selaput

lendir (Mader 1996; Fatonah, 2015).

Pada lumen tubulus kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3

terdapat serpihan-serpihan kristal atau endapan asam urat. Kelompok perlakuan 1

yang diberikan 25% bayam merah terdapat endapan kristal asam urat yang lebih

sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan 2 dan 3 dengan dosis bayam

merah masing-masing 50% dan 100%. Endapan kristal asam urat meningkat

seiring dengan kenaikan dosis bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang

diberikan (Gambar 16). Endapan kristal asam urat pada lumen tubulus ginjal

merupakan akibat dari gangguan filtrasi glomerulus. Terbentuknya gout dapat

disebabkan konsumsi pakan yang mengandung purin terlalu tinggi dan sistem

Page 38: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

27

pembuangan asam urat lewat urin yang tidak sempurna. Penyakit ini berawal dari

kerusakan ginjal yaitu menurunnya fungsi glomerulus dalam memfiltrasi buangan

hasil metabolisme, sehingga mengakibatkan kadar asam urat dalam darah

meningkat yang sering disebut dengan hiperurisemia. Peningkatan asam urat yang

terjadi terus-menerus mengakibatkan pengendapan asam urat pada berbagai organ

(Choi et al., 2005). Kerusakan ginjal dapat terjadi karena adanya obstruksi ginjal

dan penyumbatan pada saluran urinasi.

Iguana termasuk hewan urikotelik, yaitu mengeksresikan hasil

metabolisme proteinnya dalam bentuk asam urat (Guyton, 2006). Namun karena

kerusakan ginjal menyebabkan asam urat tidak dapat dieksresikan dengan baik

sehingga mengendap di seluruh parenkim ginjal. Selama proses histologis urat

kemungkinan banyak hilang, tapi bukti kehadirannya tampak jelas sebagai

material biru amorphous atau kristal basofilik seperti bola/bintang terlihat dalam

jaringan di bawah mikroskop.

2. Kristal Oksalat

Pada lumen tubulus kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3

ditemukan adanya endapan kristal yang diduga merupakan kristal oksalat

(Gambar 17). Pada kelompok perlakuan 1 yang diberikan 25% bayam merah

terdapat endapan kristal berukuran relatif kecil dan lebih sedikit dibandingkan

dengan kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 dengan dosis masing-masing 50%

Gambar 16. Kristal asam urat (panah kuning) di lumen tubulus pada kelompok

perlakuan 1 (A), kelompok perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C).

Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

A B

C

Page 39: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

28

dan 100%. Endapan kristal yang terbentuk pada kelompok perlakuan 2 memiliki

ukuran yang hampir sama dengan kelompok perlakuan 3. Terbentuknya endapan

kristal oksalat pada lumen tubulus disebabkan karena kandungan oksalat yang

tinggi pada bayam merah. Di dalam tubuh, oksalat akan bersenyawa dengan

kalsium membentuk kristal yang disebut kalsium oksalat. Kristal tersebut akan

mengendap dan jika terkumpul akan membesar membentuk batu ginjal (Lingga,

2010).

3. Limfosit

Pada kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 diberikan

bayam merah dengan dosis masing-masing 25%, 50%, 100% ditemukan adanya

infiltrasi limfosit pada interstitium (Gambar 18). Hal ini disebabkan karena

adanya peradangan. Pada kelompok perlakuan 3 ditemukan limfosit lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2. Hal ini diduga karena

zat kimia yang terkandung pada bayam merah lebih banyak yang harus

difagositosis oleh limfosit dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya.

Menurut Anderson (1995), pada saat sel mati berubah secara kimiawi, jaringan

hidup yang bersebelahan memberikan respon terhadap perubahan itu dan

menimbulkan reaksi peradangan. Peradangan sel merupakan reaksi vaskuler yang

hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel dari sirkulasi

darah ke jaringan interstesial pada daerah yang cedera atau nekrosis. Peradangan

Gambar 17. Kristal oksalat (panah kuning) di lumen tubulus pada kelompok

perlakuan 1 (A), kelompok perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C).

Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

A B

C

Page 40: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

29

adalah gejala pertahanan yang hasilnya akan menetralisasi dan pembuangan agen

penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang

dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Dalam pertahanan biasanya terdapat

sel-sel darah putih yang akan melumpuhkan senyawa asing. Baratawidjaya

(2002), mengatakan bahwa inflamasi atau reaksi peradangan merupakan

mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari

berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan juga memperbaiki struktur

serta gangguan fungsi jaringan yang ditimbulkan bahaya tersebut. Inflamasi

adalah reaksi terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti bahan

kimia yang berbahaya. Inflamasi ditandai dengan pemindahan cairan protein

plasma dan leukosit dari sirkulasi darah (pembuluh darah) menuju ke jaringan

sebagai respon terhadap bahaya.

.

4.3 Efek Pemberian Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) Terhadap

Perubahan Histologi Ginjal Iguana Hijau

Berdasarkan hasil pengamatan gambaran histopatologi ginjal iguana hijau

setelah pemberian bayam merah dengan dosis 25%, 50%, dan 100%

menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal berupa adanya pembesaran glomerulus,

penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis,

terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal asam urat (gout), kristal

A B

C

Gambar 18. Limfosit (panah kuning) pada kelompok perlakuan 1 (A), kelompok

perlakuan 2 (B), kelompok perlakuan 3 (C). Pewarnaan HE,

pembesaran 400X.

Page 41: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

30

oksalat, dan infiltrasi limfosit. Kerusakan yang terjadi sama hanya tingkat

kerusakan yang berbeda-beda pada tiap kelompok.

Pada kelompok perlakuan 1 ditemukan adanya pembesaran glomerulus,

penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis,

terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal asam urat (gout), kristal

oksalat berukuran kecil pada bagian lumen tubulus, dan infiltrasi limfosit yang

lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3.

Pada kelompok perlakuan 2 menunjukkan kerusakan yang sedang dengan ukuran

kristal oksalat yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan

pada kelompok perlakuan 3 menunjukkan kerusakan yang lebih parah

dibandingkan dengan kelompok lainnya dengan ukuran kristal oksalat yang

hampir sama dengan kelompok perlakuan 2. Berikut tingkat kerusakan

histopatologi ginjal iguana hijau dapat dilihat pada Tabel 7, 8, dan 9.

Tabel 7. Tingkat kerusakan histopatologi ginjal iguana hijau setelah pemberian

bayam merah secara oral dengan dosis yang berbeda.

Kelompok Perlakuan Tingkat Kerusakan Keterangan

Kelompok kontrol

Normal Sel ginjal normal

Kelompok P1

Ringan

Pembesaran glomerulus +,

penyempitan ruang

kapsuler +, degenerasi

hidrofik +, dilatasi tubulus

+, nekrosis +, fibrosis +,

kristal asam urat +, kristal

oksalat +, limfosit +

Kelompok P2

Sedang Pembesaran glomerulus

++, penyempitan ruang

kapsuler ++, degenerasi

hidrofik ++, dilatasi

tubulus ++, nekrosis ++,

fibrosis ++, kristal asam

urat ++, kristal oksalat ++,

limfosit ++

Kelompok P3

Berat

Pembesaran glomerulus

+++, penyempitan ruang

kapsuler +++, degenerasi

hidrofik +++, dilatasi

tubulus +++, nekrosis

+++, fibrosis +++, kristal

asam urat +++, kristal

oksalat +++, limfosit +++

Page 42: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

31

Keterangan :

+ : Kerusakan sel mencapai 25% dalam delapan lapang pandang

++ : Kerusakan sel mencapai 50% dalam delapan lapang pandang

+++ : Kerusakan sel mencapai 75% dalam delapan lapang pandang

Data kualitatif tingkat kerusakan ginjal iguana hijau lebih ditekankan pada

kerusakan sel ginjal. Hasil yang diperoleh (Tabel 7) menunjukkan tingkat

kerusakan paling tinggi pada kelompok perlakuan 3 yaitu 75% (berat), kelompok

perlakuan 2 memiliki tingkat kerusakan 50% (sedang), dan kelompok perlakuan 1

memiliki tingkat kerusakan 25% (rendah) dari delapan lapang pandang

mengalami pembesaran glomerulus, penyempitan ruang kapsuler, degenerasi

hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan

kristal asam urat (gout), kristal oksalat, dan infiltrasi limfosit.

Page 43: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

32

Tabel 8. Perubahan Struktur Histologi Ginjal Iguana Hijau

Kerusakan P1 P2 P3

1. Pembesaran Glomerulus

dan Penyempitan Ruang

Kapsuler

Gambar 19. Glomerulus (1), Kapsula Bowman lapis parietal (a), Kapsula Bowman lapis visceral (b), Ruang

Bowman (3), Tubulus proximal (4), Tubulus distal (5). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

2. Degenerasi Hidrofik

Gambar 20. Degenerasi hidrofik (panah kuning). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

5

4 b a

1

3 1

b

a 3

4

1

4

a

b 3

32

Page 44: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

33

3. Dilatasi Tubulus

Gambar 21. Dilatasi tubulus. Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

4. Nekrosis

Gambar 22. Nekrosis (panah kuning). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

33

Page 45: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

34

5. Fibrosis

Gambar 23. Fibrosis di interstitium ginjal (panah kuning). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

Tabel 9. Akumulasi Pada Ginjal

Kerusakan P1 P2 P3

1. Kristal Asam Urat

Gambar 24. Kristal asam urat (panah kuning) di lumen tubulus. Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

34

Page 46: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

35

2. Kristal Oksalat

Gambar 25. Kristal oksalat (panah kuning). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

3. Limfosit

Gambar 26. Limfosit (panah kuning). Pewarnaan HE, pembesaran 400X.

35

Page 47: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

36

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis perubahan struktur anatomi

dan histologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana) setelah pemberian pakan bayam

merah (Amaranthus tricolor L.) dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian pakan bayam merah (Amaranthus tricolor L.) menyebabkan

perubahan struktur anatomi ginjal iguana hijau (Iguana iguana) ditandai

dengan adanya hasil pengamatan berupa pembesaran ginjal.

2. Pemberian pakan bayam merah (Amaranthus tricolor L.) menyebabkan

perubahan struktur histologi ginjal iguana hijau (Iguana iguana) ditandai

dengan adanya hasil pengamatan berupa pembesaran glomerulus,

penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis,

terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal asam urat (gout), kristal

oksalat, dan infiltrasi limfosit.

3. Kerusakan berat terjadi pada kelompok perlakuan 3 dengan dosis 100%

bayam merah yang mencapai tingkat kerusakan 75% dari delapan lapang

pandang dan kerusakan sedang terjadi pada kelompok perlakuan 2 dengan

dosis 50% bayam merah yang mencapai tingkat kerusakan 50% dari delapan

lapang pandang. Kerusakan ringan terjadi pada kelompok perlakuan 1 dengan

dosis 25% bayam merah yang mencapai tingkat kerusakan 25% dari delapan

lapang pandang.

5.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang level konsentrasi minimal di bawah 25%

bayam merah yang dapat memberikan perubahan pada organ ginjal dan yang

aman pada hewan iguana.

2. Kepada peternak iguana agar lebih berhati-hati dalam memberikan pakan pada

iguana khususnya pakan yang mengandung oksalat dan purin yang tinggi.

3. Dapat dilakukan penelitian sejenis dengan pemberian jenis pakan yang

berbeda pada dosis tertentu.

Page 48: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

37

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed J, Ojha K, Vaidya S, Ganguli J, Ganguli AK. 2012. Formation of Calcium

Oxalate Nanoparticles in Leaves: Significant Role of Water Content and

Age of Leaves. 103(3): 293-298.

Akhtar M, Israr B, Bhatty N, dan Ali A. 2011. Effect of cooking on soluble and

Insoluble Oxalates in Selected Pakistani Vegetables and Beans.

International Journal of Food Properties. 14: 241 – 249.

Anderson PS. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Alih Bahasa Peter Anugerah. Jakarta: CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Anonim. 2013a. Pengetahuan Singkat Tentang Iguana. http://kse-

education.blogspot.co.id/2013/12/pengetahuan-singkat-tentang-iguana.html.

Diakses pada tanggal 8 Januari 2016.

Anonim. 2013b. Anatomi Hewan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah

Kejuruan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

www. BSE.Mahoni.com. Diakses pada tanggal 9 Januari 2016.

Bacha Jr, William J dan Linda M.B. 2000. Colour Atlas of Veterinary Histology.

Lippincot Williams and Wilkins, United Stated of America.

Barasi ME. 2009. At a Glance ILMU GIZI. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Baratawidjaya KG. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran UI.

Bartlett RD dan Patricia PB. 2003. Iguanas : Everything About Selection, Care,

Nutrition, Diseases, Breeding, and Behavior. Barron’s Educational Series.

Bishop JE. 1959. A histological and histochemical study of the kidney tubule of

the common garter snake, Thamnophis sirtalis, with special reference to the

sexual segment in the snake. J Morphol 104:307–357.

Bogoslavsky B. 2000. Iguana Nutrition. Orlando: Iguana Times.

Brown D. 2000. Aroids, Plants of the Arum Family. Timber Press, Portland,

Oregon.

Campbell NA, Jane BR, dan Lawrence GM. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid-3.

Erlangga. Jakarta.

Choi HK, Mount DB, dan Reginato AM. 2005. Pathogenesis of Gout. Ann Intern

Med. 143(7):499-516.

Confer HA and Pancierra RJ. 1995. The Urinary System. In Carlton W. W. and

McGavin M. D. Thomson’s Special Veterinary Pathology. 2th Ed. Mosby,

St Louis, USA. Pp: 209-245.

Conte A, Genestar C, dan Grases F. 1990. Relation Between Calcium Oxalte

Hydrate Form Found in Renal Calculi and Some Urinary Parameters. Urol

Int. 45: 25 – 27.

Cotran RS. 1990. Ginjal dan sistem penyalurannya. In: Robbins, S.L., Kumar, V.,

Staf Pengajar Laboratorium Patologik Anatomik Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga. Buku Ajar Patologi II. ed 4. Jakarta: EGC: 203.

Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarat: Trubus

Agriwidya.

Direktorat Gizi DEPKES RI. 1992. Tabel Kandungan Nutrisi pada Bayam.

Departemen Kesehatan RI.

Divers SJH. 2003. Green iguana nephrology: A review of diagnostic techniques.

Athens: University of Georgia.

Page 49: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

38

Donoghue S, Justin V, and David K. 1998. Growth and Morphometrics of Green

Iguanas (Iguana iguana) Fed Four Levels of Dietary Protein. Pembroke:

American Society for Nutritional Sciences. J. Nutr. 128: 2587S–2589S.

Donoghue S, Langenberg J. 1995. Clinical Nutrition of Exotic Pets. Veterinary

Clinical Nutrition 2(2), 57-63.

Donoghue S. 1994. Growth of Juvenile Green Iguanas (Iguana iguana) Fed Four

Diets. Pembroke: American Institute of Nutrition.

Eksakta RS. 2011. Makalah Zoologi "Iguana". http://rizalsuhardieksakta.

blogspot.co.id/2011/10/makalah-zoologi-iguana.html. Diakses pada tanggal

1 Februari 2016.

Fatonah YNN. 2015. Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia Pada

Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran. Bogor: Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Fox H. 1977. The urogenital system of reptiles, in Biology of the Reptilia, Vol 6,

Gans C and Parsons TS , (Eds.), A cademic Press, New York, 1–157.

Franchesi VR dan Nakata PA. 2005. Calcium oxalate in plants: formation and

functions. Annual Review of Plant Biology 56:41-71.

Funny RA. 2007. Pengaruh Pemberian Air Perasan Daun Bayam Merah

(Amaranthus tricolor L.) Per-Oral Terhadap Kandungan Asam Urat Darah

Tikus Putih (Rattus norvegicus L.). Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ghufron M. 2001. Gambaran Struktur Histologik Hepar dan Ren Mencit Setelah

Perlakuan Infusa Akar Rimpang Jahe (Zingiber officinale) Dengan Dosis

Bertingkat. Jurnal Kedokteran Yarsi, vol 9 : 72-88.

Girling S. 2003. Veterinary Nursing of Exotic Pets. Blackwell Publishing.

Guyton A. 2006. Text Book of Medical Physiologi. Ed ke-11. Cina: Elsevier.

Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: EGC.

Hayman S, Marcason W. 2009. Gout: Is a Purine Restricted Diet Still

Recommended ?. Journal of the American Dietetic Association. Diakses

pada tanggal 22 juli 2016.

Hodgkinson A. 1977. Oxalic Acid in Biology and Medicine. Academic, London.

Indriyani S. 2011. Pola Pertumbuhan Porang (Amorphophallus muelleri Blume)

dan Pengaruh Lingkungan Terhadap Kandungan Oksalat Dan

Glukomannan Umbi. Disertasi. Universitas Airlangga Surabaya.

Jacobson ER. 2007. Infectious Diseases and Pathology of Reptiles. USA: CRC

Press.

Jhonson BS. 2004. Procoagulant, Anticoagulant and Thrombolytic's Drugs.

In Yagiela, Dowd & Neidle Pharmacology and Therapeutics for Dentistry.

St. Louis: Elseiver Mosby. pp.503-11.

Jones Tc, Hunt RD, King NW. 1997. Veterinary Pathology. Ed ke-6. USA:

William & Wilkins.

Joshi S, Saylor BT, Wang W, Peck AB, and Khan SR. 2012. Apocynin Treatment

Reverse Hiperoxaluria Induced Changes In NADPH Oxidase System

Expression In Rat Kidney: A Trancriptional Study. Flos One : e 47738.

Klappenbach L. 2013. Reptiles. http://animals.about.com/od/reptiles/p/

reptiles.htm. Diakses pada tanggal 1 Februari 2016.

Kluwer W. 2011. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC.

Page 50: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

39

Knotek Z, Dorrestein GM, Knotkova Z, Zwart P. 2009. Chronic Renal Failure

Disease in Adult Green Iguanas (Iguana iguana). Netherlands: Utrecht

University. Proc. Autumn Meeting BVZS, 7. – 8. 11. York, pp. 80 – 84.

Knotek Z, Hauptman K, Knotkova Z, Hajkova P, Tich F. 2002. Renal Disease

Haemogram and Plasma Biochemistry in Green Iguana. Brno: University of

Veterinary and Pharmaceutical Sciences Brno. Acta Vet.71: 333–340.

Knotek Z, Knotkova Z, Halouzka R, Modry D, Hajkova P. 1999. Diseases of

Reptiles (in Czech). CSAVA, Brno. 276 pp.

Kusmiati. 2012. Kemampuan Senyawa Lutein Dari Daun Bayam (Amaranthus Sp)

Untuk Menetralisi T-BHP Dalam Sel Darah. Seminar Nasional IX

Pendidikan Biologi FKIP UNS, pp.691-97.

Lidia. 2013. Makanan untuk Iguana. http://reptil-iguana.blogspot.co.id/2013/09/

iggy.html. Diakses pada tanggal 8 Januari 2016.

Lingga L. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Liu Y. 2006. Renal fibrosis: new insights into the pathogenesis and therapeutics.

Kidney Int;69:213-7.

Lumongga F. 2008. Apoptosis. Medan: USU Repository.

Mader DR. 1996. Reptile Medicine and Surgery. Ed ke-6. USA: W.B. Saunders

Company.

Mario. 2008. Belajar tentang Beternak dan Memelihara Iguana. http://

beternakiguana.blogspot.co.id/2008_06_01_archive.html. Diakses pada

tanggal 8 Januari 2016.

McGavin MD, Zachary JF. 2001. Pahologic Basic of Veterinary Disease. Ed ke-4.

Missoury: Mosby Inc.

Mitchell RN, Cotran RS. 2007. Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel. Dalam: Kumar

V., Cotran R. S., Robbins S. L. (eds). Buku Ajar Patologi Robbins Volume

1. Edisi VII. Jakarta: EGC, pp: 3, 26-7.

Mou B. 2008. Evaluation of Oxalate Concentration in the U.S. Spinach

Germplasm Collection. Hortscience; 43(6): 1690-1693.

Myers RK, McGavin MD. 2007. Cellular and tissue responses to injury.

Di dalam: McGavin MD, Zachary JF. Pathologic Basis of Veterinary

Disease. Ed ke-4. USA: Mosby Elsevier.

Nahas ME. 2003. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS,

Davison AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford

University Press. Hal 1648-98.

Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi revisi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Pejrilova S, Knotkova Z, Knotek Z, Vrbas J. 2004. Age-related changes of the

haematological profile in green iguana (Iguana iguana rhinolopha).

Acta Veterinaria Brno, 73, 305–312.

Philip EP. 2010. Anatomi dan Fisiologi. 3rd Bandung. Penerbit Pakar Raya, 251-

264.

Price, Sylvia A, Lorraine MW. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. EGC. Jakarta.

Putranto DI, Pramana Y, dan Felicia Z. 2013. Keanekaragaman Reptil Impor di

Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya

Yogyakarta.

Rukmana. 1994. Bayam. Yogyakarta: Kanisius.

Page 51: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

40

Rumimper EA, Jimmy P, Jane W. 2013. Uji Efek Perasan Daun Bayam Merah

(Amaranthus tricolor) Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Tikus Wistar

(Rattus norvegicus). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi Manado.

Septiatin A. 2006. Apotek Hidup Dari Rempah-Rempah dan Tanaman Liar.

Bandung: CV. Yrama Widya.

Snell SR. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 1st ed. Jakarta:

EGC.

Tantio DAE. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Ungu (Graptophyllum

pictum (L) Griff) Terhadap Waktu Perdarahan (Bleeding Time) Pada Tikus

Wistar Jantan.

Tsujihata M, Tsujikawa K, Tei N, Yoshimura K, and Okuyama A. 2006. Urinary

Macromolecules and Renal Tubular Cell Protection From Oxalate Injury :

Comparison of Normal Subjects and Recurrent Stone Formers. International

Journal of Urology 13 : 197-201.

Vosjoli PD, Susan D, Roger K, David B. 2012. The Green Iguana Manual.

California: Advanced Vivarium Systems.

Page 52: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

41

LAMPIRAN

Dokumentasi

Gambar 1. Sampel iguana hijau Gambar 2. Kandang iguana hijau

Gambar 6. Pemberian bayam merah

dengan sonde lambung

Gambar 4. Bayam merah (panah

kuning) dan daun sawi (panah hitam)

Gambar 5. Bayam merah digerus

Gambar 3. Cek kesehatan iguana

(USG)

Page 53: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

42

Gambar 7. Alat dan bahan yang digunakan

Gambar 8. Penimbangan berat

badan iguana

Gambar 9. Pengukuran panjang badan

iguana

Gambar 10. Euthanasia menggunakan eter (inhalasi).

Page 54: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

43

Gambar 11. Nekropsi sampel

Gambar 12. Ginjal iguana

Gambar 13. Sampel yang direndam

dalam formalin 10%

Gambar 14. Embedding

Gambar 15. Pemotongan jaringan

dalam blok paraffin

Page 55: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

44

Hasil SPSS 22

Oneway

Tabel 1. Data Deskriptif Ukuran Panjang Ginjal Iguana

N Mean Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean Min Max

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 3 .8000 .10000 .05774 .5516 1.0484 .70 .90

P1 3 1.6333 .11547 .06667 1.3465 1.9202 1.50 1.70

P2 3 1.9000 .10000 .05774 1.6516 2.1484 1.80 2.00

P3 3 2.1667 .05774 .03333 2.0232 2.3101 2.10 2.20

Total 12 1.6250 .54125 .15625 1.2811 1.9689 .70 2.20

Tabel 2. Uji Homogenitas Varians Panjang

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.464 3 8 .715

Tabel 3. ANOVA Perubahan Ukuran Panjang Ginjal Iguana Hijau

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.149 3 1.050 114.515 .000

Within Groups .073 8 .009

Total 3.223 11

Gambar 16. Deparaffinisasi dan pewarnaan

Gambar 17. Mounting

Page 56: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

45

Post Hoc Tests

Tabel 4. Perbandingan Antar Kelompok

Dependent Variable: Panjang

LSD

(I)

Kelompok

(J)

Kelompok

Mean

Difference

(I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 P1 -.83333* .07817 .000 -1.0136 -.6531

P2 -1.10000* .07817 .000 -1.2803 -.9197

P3 -1.36667* .07817 .000 -1.5469 -1.1864

P1 P0 .83333* .07817 .000 .6531 1.0136

P2 -.26667* .07817 .009 -.4469 -.0864

P3 -.53333* .07817 .000 -.7136 -.3531

P2 P0 1.10000* .07817 .000 .9197 1.2803

P1 .26667* .07817 .009 .0864 .4469

P3 -.26667* .07817 .009 -.4469 -.0864

P3 P0 1.36667* .07817 .000 1.1864 1.5469

P1 .53333* .07817 .000 .3531 .7136

P2 .26667* .07817 .009 .0864 .4469

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Gambar 18. Means Plots (Panjang)

Page 57: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

46

Tabel 5. Data Deskriptif Ukuran Lebar Ginjal Iguana

N Mean Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean Min Max

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 3 .3000 .00000 .00000 .3000 .3000 .30 .30

P1 3 .4000 .00000 .00000 .4000 .4000 .40 .40

P2 3 .5667 .05774 .03333 .4232 .7101 .50 .60

P3 3 .7000 .00000 .00000 .7000 .7000 .70 .70

Total 12 .4917 .16214 .04680 .3887 .5947 .30 .70

Tabel 6. Uji Homogenitas Varians Lebar

Levene Statistic df1 df2 Sig.

16.000 3 8 .001

Tabel 7. ANOVA Perubahan Ukuran Lebar Ginjal Iguana Hijau

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .282 3 .094 113.000 .000

Within Groups .007 8 .001

Total .289 11

Post Hoc Tests

Tabel 8. Perbandingan Antar Kelompok

Dependent Variable: Lebar

LSD

(I)

Kelompok

(J)

Kelompok

Mean

Difference

(I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 P1 -.10000* .02357 .003 -.1544 -.0456

P2 -.26667* .02357 .000 -.3210 -.2123

P3 -.40000* .02357 .000 -.4544 -.3456

P1 P0 .10000* .02357 .003 .0456 .1544

P2 -.16667* .02357 .000 -.2210 -.1123

P3 -.30000* .02357 .000 -.3544 -.2456

P2 P0 .26667* .02357 .000 .2123 .3210

P1 .16667* .02357 .000 .1123 .2210

P3 -.13333* .02357 .000 -.1877 -.0790

Page 58: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

47

(I)

Kelompok

(J)

Kelompok

Mean

Difference

(I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

P3 P0 .40000* .02357 .000 .3456 .4544

P1 .30000* .02357 .000 .2456 .3544

P2 .13333* .02357 .000 .0790 .1877

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Gambar 19. Means Plots (Lebar)

Tabel 20. Data berat badan Iguana Hijau (Iguana iguana) sebelum perlakuan

No. Berat Badan ( gram ) Kelompok

1 30 Kelompok Kontrol (P0)

2 30 Kelompok Kontrol (P0)

3 25 Kelompok Kontrol (P0)

4 28 Kelompok Perlakuan I (P1)

5 27 Kelompok Perlakuan I (P1)

6 28 Kelompok Perlakuan I (P1)

7 30 Kelompok Perlakuan II (P2)

8 30 Kelompok Perlakuan II (P2)

9 30 Kelompok Perlakuan II (P2)

10 32 Kelompok Perlakuan III (P3)

11 33 Kelompok Perlakuan III (P3)

12 36 Kelompok Perlakuan III (P3)

Page 59: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

48

Tabel 21. Data berat badan Iguana Hijau (Iguana iguana) setelah perlakuan

No. Berat Badan ( gram ) Kelompok

1 40 Kelompok Kontrol (P0)

2 49 Kelompok Kontrol (P0)

3 37 Kelompok Kontrol (P0)

4 40 Kelompok Perlakuan I (P1)

5 41 Kelompok Perlakuan I (P1)

6 41 Kelompok Perlakuan I (P1)

7 41 Kelompok Perlakuan II (P2)

8 43 Kelompok Perlakuan II (P2)

9 44 Kelompok Perlakuan II (P2)

10 42 Kelompok Perlakuan III (P3)

11 42 Kelompok Perlakuan III (P3)

12 44 Kelompok Perlakuan III (P3)

Tabel 22. Data pertumbuhan berat badan Iguana Hijau (Iguana iguana) sebelum

dan setelah perlakuan

No.

Berat Badan ( gram )

Kelompok Minggu

0

Minggu

I

Minggu

II

Minggu

III

Minggu

IV

1 30 32 35 38 40 Kelompok

Kontrol (P0)

2 30 34 39 44 49 Kelompok

Kontrol (P0)

3 25 28 31 34 37 Kelompok

Kontrol (P0)

4 28 32 37 41 40 Kelompok

Perlakuan I

(P1)

5 27 29 33 37 41 Kelompok

Perlakuan I

(P1)

6 28 30 34 38 41 Kelompok

Perlakuan I

(P1)

7 30 32 35 38 41 Kelompok

Perlakuan II

(P2)

8 30 33 37 40 43 Kelompok

Perlakuan II

(P2)

9 30 32 36 40 44 Kelompok

Perlakuan II

(P2)

Page 60: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

49

No.

Berat Badan ( gram )

Kelompok Minggu

0

Minggu

I

Minggu

II

Minggu

III

Minggu

IV

10 32 34 36 39 42 Kelompok

Perlakuan III

(P3)

11 33 35 37 40 42 Kelompok

Perlakuan III

(P3)

12 36 38 40 42 44 Kelompok

Perlakuan III

(P3)

Tabel 23. Data panjang badan Iguana Hijau (Iguana iguana) sebelum perlakuan

No. Panjang Badan ( cm ) Kelompok

1 32 Kelompok Kontrol (P0)

2 31 Kelompok Kontrol (P0)

3 30 Kelompok Kontrol (P0)

4 30 Kelompok Perlakuan I (P1)

5 30 Kelompok Perlakuan I (P1)

6 31 Kelompok Perlakuan I (P1)

7 32 Kelompok Perlakuan II (P2)

8 31 Kelompok Perlakuan II (P2)

9 30 Kelompok Perlakuan II (P2)

10 31 Kelompok Perlakuan III (P3)

11 33 Kelompok Perlakuan III (P3)

12 32 Kelompok Perlakuan III (P3)

Tabel 24. Data panjang badan Iguana Hijau (Iguana iguana) setelah perlakuan

No. Panjang Badan ( cm ) Kelompok

1 38 Kelompok Kontrol (P0)

2 39 Kelompok Kontrol (P0)

3 35,5 Kelompok Kontrol (P0)

4 36,2 Kelompok Perlakuan I (P1)

5 35,7 Kelompok Perlakuan I (P1)

6 38,5 Kelompok Perlakuan I (P1)

7 39 Kelompok Perlakuan II (P2)

8 36 Kelompok Perlakuan II (P2)

9 36,2 Kelompok Perlakuan II (P2)

10 38 Kelompok Perlakuan III (P3)

11 37,4 Kelompok Perlakuan III (P3)

12 36,8 Kelompok Perlakuan III (P3)

Page 61: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

50

Tabel 25. Data pertumbuhan panjang badan Iguana Hijau (Iguana iguana)

sebelum dan setelah perlakuan

No.

Panjang Badan ( cm )

Kelompok Minggu

0

Minggu

I

Minggu

II

Minggu

III

Minggu

IV

1 32 33 34 35 38 Kelompok

Kontrol (P0)

2 31 33 35 37 39 Kelompok

Kontrol (P0)

3 30 31 32,5 34,5 35,5 Kelompok

Kontrol (P0)

4 30 31 32 34 36,2 Kelompok

Perlakuan I

(P1)

5 30 31 32,5 34 35,7 Kelompok

Perlakuan I

(P1)

6 31 32,5 34,5 36,5 38,5 Kelompok

Perlakuan I

(P1)

7 32 33 35 37 39 Kelompok

Perlakuan II

(P2)

8 31 32 33,5 35 36 Kelompok

Perlakuan II

(P2)

9 30 31,8 32,5 34, 7 36,2 Kelompok

Perlakuan II

(P2)

10 31 32 34 36 38 Kelompok

Perlakuan III

(P3)

11 33 34 35 36 37,4 Kelompok

Perlakuan III

(P3)

12 32 33 34 35 36,8 Kelompok

Perlakuan III

(P3)

Page 62: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

51

Page 63: ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR ANATOMI DAN … · penyempitan ruang kapsuler, degenerasi hidrofik, dilatasi tubulus, nekrosis, terbentuknya jaringan ikat (fibrosis), endapan kristal

52

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1994 di Parepare

dari ayahanda H. Mukhtar, S.E. dan ibunda Hj. Nurhawa

Upe, S.E. Penulis merupakan anak ke dua dari dua

bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 79

Parepare pada tahun 2006, kemudian penulis melanjutkan

pendidikan ke SMP Negeri 3 Parepare dan lulus pada

tahun 2009. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan

pendidikan di SMA Negeri 2 Parepare. Penulis diterima

di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2012

melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan

oleh Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan menjadi

Tim Asisten Praktikum MK. Anatomi Topografi dan Ilmu Bedah Umum

tahun 2015. Tahun 2016 kembali aktif menjadi salah satu Tim Asisten Praktikum

MK. Ilmu Bedah Khusus Veteriner I dan II.