ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

20
1 Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK TERTAGIH YANG DIHAPUSBUKUKAN PADA INDUSTRI PERBANKAN ARTIKEL JURNAL MUHAMMAD TAUFIQURRAKHMAN IMAN SANTOSO FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI EKSTENSI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JANUARI 2013 Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Transcript of ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

Page 1: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

1 Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAKTERTAGIH YANG DIHAPUSBUKUKAN PADA INDUSTRI

PERBANKAN

ARTIKEL JURNAL

MUHAMMAD TAUFIQURRAKHMAN

IMAN SANTOSO

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI EKSTENSI ILMU ADMINISTRASI FISKAL

DEPOK

JANUARI 2013

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 2: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

2

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Muhammad TaufiqurrakhmanProgram Studi : Administrasi FiskalJudul : Analisis Perlakuan Perpajakan Atas Piutang Tak Tertagih Yang

Dihapusbukukan Pada Industri Perbankan

Skripsi ini membahas tentang perlakuan perpajakan atas beban kerugian piutang taktertagih yang dihapusbukukan yang mencakup latar belakang, permasalahan dan perbedaanpenafsiran antara DJP dan perbankan mengenai piutang tak tertagih pada industri perbankan.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini untuk menunjukkantentang perlakuan perpajakan penghapusbukuan kredit bermasalah beserta permasalahan yangtimbul selama proses penghapusbukuan kredit bermasalah, seperti pajak tidak mengenalhapus buku, kebijakan perpajakan tidak konsisten dalam memakai metode pembebanankerugian dan tidak ada kepastian hukum dalam kebijakan perpajakan atas beban kerugianpiutang tak tertagih yang dihapusbukukan. Permasalahan tersebut mengakibatkan perbedaanpenafsiran antara DJP dan perbankan mengenai ‘upaya-upaya penagihan yang maksimal atauterakhir’, pencantuman informasi NPWP debitur pada daftar piutang yang dihapusbukukandan pencadangan piutang tak tertagih yang telah dihapusbukukan secara komersial. Di akhiridengan penulis memberikan saran agar peraturan perpajakan melakukan beberapapenyelarasan dengan peraturan perbankan seperti memperbolehkan penghapusbukuan kreditbermasalah sepanjang tidak melebihi 5%, memohon kepada menteri keuangan untukmenghapuskan atau tidak mewajibkan pencantuman NPWP pada daftar piutang debitur yangdihapusbukukan dan membuat peraturan pemerintah yang spesifik mengenaipenghapusbukuan kredit bermasalah.

Kata kunci:Hapus Buku, Kredit Macet, dan Piutang Tak Tertagih

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 3: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

3

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Muhammad TaufiqurrakhmanMajor / Course : Fiscal AdministrationTitle : Analysis of Tax Treatment for Bad Debts Expense Are Written

Off In The Banking Industry

This thesis discusses about the tax treatment for bad debt expense are written-off thatinclude background, problem and and differences in interpretation between DirectorateGeneral of Taxes (DGT) and banks regarding bad debts in the banking industry. This researchis a qualitative descriptive. The results of this thesis to demonstrate the taxation treatment ofnon performing loans write-off with problems that arise during the process off nonperforming loans write-off, such taxes are not familiar with write-off, tax policy isinconsistent in using the method of loading losses and there is no legal certainty in tax policyat the loss of bad debts written off. These problems lead to differences in interpretationbetween DGT and banking regarding ‘last or maximum collection efforts’, inclusion ofNPWP debitor information on the receivables written off list and provision of bad debtswritten-off in commercial. In the end the author advises tax laws do some alignment withbanking regulations such as allowing non performing loans write-off provided they do notexceed 5%, appealed to the Minister of finance eliminate inclusion of NPWP or not require onthe list of debtors receivables written off and made specific regulations regarding write-off.

Key Word:Bad Credit, Bad Debt and Write-off

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 4: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

4

Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lembaga keuangan, khususnya perbankan merupakan lembaga yang bersifat sebagai

perantara (intermediasi). Dalam suatu negara, lembaga keuangan memiliki peranan sebagai

pembangunan tatanan perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika

peranan ini dapat berjalan dengan baik, lembaga keuangan dapat menghasilkan nilai tambah,

inilah yang menjadi faktor penting di dalam skala usaha kegiatan ekonomi.

Pada dasarnya, fungsi sebuah Bank adalah sebagai lembaga perantara keuangan

(financial intermediation). Dana yang ada di masyarakat (unit surplus) dihimpun untuk

kemudian disalurkan kepada masyarakat (individu dan Perusahaan) yang membutuhkan (unit

defisit) (Arifin, 2007 : 139).

Fungsi intermediasi Bank sebagai lembaga keuangan terlihat dalam Bagan berikut :

Gambar 1.2

Fungsi Intermediasi Bank

Sumber : Arifin, Imamul, (2007). Membangun Cakrawala Ekonomi

Bank melaksanakan penghimpunan dana dari masyarakat dengan mengeluarkan

produk-produk berupa simpanan dan deposito. Sebaliknya Bank menyalurkan dana yang

diperoleh dari masyarakat dengan cara mengeluarkan produk-produk berupa pinjaman.

Berikut data penyaluran dana terhadap masyarakat yang bersumber dari Bank

Indonesia, yaitu posisi pinjaman yang diberikan Bank umum per bulan Agustus 2012 dapat

digambarkan dalam tabel sebagai berikut :

Unit Surplus

Rumah Tangga

Perusahaan

Pemerintah

Luar Negeri

Lembaga Keuangan

Bank

Bukan Bank

Unit Defisit

Rumah Tangga

Perusahaan

Pemerintah

Luar Negeri

Pembelanjaan Langsung

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 5: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

5

Universitas Indonesia

Tabel 1.1

Posisi Pinjaman Rupiah yang Diberikan Bank Umum menurut Kelompok Bank per Agustus 2012 (dalam

Miliar Rupiah)

No. Kelompok Bank Jumlah

1. Bank Persero 866.0622. Bank Pemerintah Daerah 289.1073. Bank Swasta Nasional 1.190.6874. Bank Asing & Campuran 127.807

Jumlah 2.473.663

Sumber : Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Tabel I.5 (www.bi.go.id/web/id)

Risiko kredit merupakan masalah besar bagi industri perbankan, dan lembaga

keuangan pada umumnya. Berikut tabel data non performing loan (NPL) Bank Umum

berdasarkan sektor ekonomi yang dicatat oleh Bank Indonesia :

Tabel 1.2

Non Performing Loan Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi

(dalam Miliar Rupiah)

Sektor Ekonomi2011 2012

Okt Nov Des Jan Feb1. Pertanian, perburuan dan sarana

pertanian2. Pertambangan

3. Perindustrian

4. Listrik, gas dan air

5. Konstruksi

6. Perdagangan, restoran dan hotel

7. Pengangkutan, pergudangan dankomunikasi

8. Jasa dunia usaha

9. Jasa sosial/masyarakat

10. Lain-lain

2.135

720

13.087

177

3.325

15.470

3.008

2.532

1.552

13.922

2.031

515

12.667

210

3.151

14.859

2.914

2.464

1.537

13.491

1.813

302

11.746

247

2.865

13.129

2.355

2.121

1.276

11.840

1.872

582

11.862

202

3.292

13.747

2.306

3.341

1.360

12.888

2.250

643

12.121

210

3.258

13.963

2.321

2.317

1.435

12.905

Sumber : Bank Indonesia, Statistik Perbankan Indonesia – Vol. 10, No. 3, Februari 2012

(www.bi.go.id/web/id)

Belakangan untuk menurunkan rasio kredit bermasalah, industri perbankan melakukan

penghapusan kredit macet sebagai upaya untuk memperbaiki kinerja, karena Bank Indonesia

membuat standar NPL Bank tidak boleh lebih dari 5% dari total seluruh kreditnya.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 6: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

6

Universitas Indonesia

Penghapusan kredit macet sudah lazim dilakukan sebagai salah satu cara untuk menurunkan

tingkat rasio kredit bermasalah.

Pada prinsipnya, penghapusbukuan kredit adalah penghapusbukuan secara

administratif , yaitu kredit yang telah dihapusbukukan, tidak dihapustagihkan karena tetap

ditagih oleh Bank, yang biasa disebut dengan hapus buku. Dalam penerapannya, terdapat

berbagai permasalahan dalam tindakan penghapusbukuan industri perbankan, terutama dalam

hal perpajakan. Ini terlihat dalam kasus-kasus sengketa perpajakan yang terjadi karena

perbedaan pendapat antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan perbankan dalam menafsirkan

ketentuan UU Pajak Penghasilan (UU PPh) beserta peraturan pelaksananya. Atas dasar itulah

peneliti tertarik untuk mengkaji tentang penghapusbukuan kredit bermasalah pada sektor

industri perbankan terutama dari segi teori dan juga dari konsep perpajakan.

1.2 Pokok Permasalahan

Untuk menjaga likuiditas perbankan, suatu kredit dapat dihapusbukukan tergantung

terhadap lamanya tunggakan dan harapan kolektibilitasnya. Piutang tak tertagih yang

dihapusbukukan tersebut memicu permasalahan-permasalahan dan perbedaan penafsiran

antara industri perbankan dengan fiskus.

Perbedaan penafsiran antara fiskus dan pihak perbankan mengenai piutang tak tertagih

yang dihapusbukukan dan pencadangan piutang tak tertagih yang diperkenankan dalam

industri perbankan terjadi karena terdapat perbedaan dalam menafsirkan UU PPh dan

peraturan pelaksananya mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Berdasarkan

uraian pokok permasalahan di atas, maka permasalahan yang ingin diteliti adalah :

a. Bagaimana perlakuan perpajakan atas piutang tak tertagih yang dihapusbukukan

pada industri perbankan?

b. Permasalahan-permasalahan apakah yang memicu perbedaan pendapat antara DJP

dan pihak Bank dalam menafsirkan hal-hal yang terkait dengan piutang tak tertagih

yang dihapusbukukan?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan perlakuan perpajakan atas piutang tak tertagih yang

dihapusbukukan pada industri perbankan

b. Untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan perbedaan

pendapat antara DJP dan pihak Bank atas hal-hal yang terkait dengan piutang tak

tertagih yang dihapusbukukan bisa terjadi.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 7: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

7

Universitas Indonesia

2. TINJAUAN TEORITIS

2.1 Kredit bermasalah

Dalam pengertian sehari-hari, istilah kredit bermasalah disebut juga non performing

loan (NPL) adalah kredit yang kategori kolektibilitasnya diluar kolektibilitas kredit lancar dan

kredit dalam perhatian khusus. Kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit

kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat

dikhawatirkan oleh setiap Bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan

dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.

Kredit macet pada mulanya selalu diawali dengan terjadinya “wanprestasi” (ingkar

janji), yaitu suatu keadaan dimana debitur tidak mau dan atau tidak mampu memenuhi janji-

janji yang telah dibuatnya sebagaimana tertera dalam perjanjian kredit. Penyebab debitur

wanprestasi dapat bersifat alamiah (di luar kemampuan dan kemauan debitur), maupun akibat

itikad tidak baik pihak debitur (Rivai, Veithzal & Idroes, 2007 : 451-453).

Sebagaimana dikutip Hariyani, Poesoko menyatakan bahwa wanprestasi dianggap

sebagai suatu kegagalan untuk melaksanakan janji yang telah disepakati disebabkan debitur

tidak melaksanakan kewajiban tanpa alasan yang dapat diterima hukum. Dalam praktik

hukum di masyarakat, untuk menentukan sejak kapan debitur wanprestasi kadang-kadang

tidak selalu mudah. Kapan debitur harus memenuhi prestasi tidak selalu ditentukan dalam

perjanjian. Dalam perjanjian yang prestasinya untuk memberikan sesuatu atau untuk berbuat

sesuatu, yang tidak menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi itu. Untuk pemenuhan

prestasi tersebut debitur harus lebih dahulu diberi teguran atau somasi agar ia memenuhi

kewajibannya (Rivai, Veithzal & Idroes, 2007 : 28).

2.2 Piutang tak tertagih

Piutang usaha menurut Gunadi (1997), meliputi piutang yang timbul karena penjualan

produk atau penyerahan jasa dari kegiatan usaha normal Perusahaan (Gunadi, 2009 : 45).

Sedangkan pengertian piutang tak tertagih menurut Firdaus (2010), adalah beban operasi yang

timbul dari kegagalan memperoleh hasil tagihan piutang (Dunia, 2008 : 146).

2.3 Metode pembebanan piutang tak tertagih

Ada dua metode untuk mencatat dan melaporkan beban piutang tak tertagih, yakni

metode penyisihan (allowance method) disebut juga metode tidak langsung, dan metode

langsung (direct write-off method atau direct charge-off method) (Dunia, 2008 : 146-151).

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 8: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

8

Universitas Indonesia

1. Allowance Method (Pencadangan)

“The allowance method is required when bad debts are deemed to be material in

amount. Uncollectible accounts are estimated and the expense for the uncollectible

accounts is matched against sales in the same accounting period in which the sales

occurred” (Weygandt, Kieso, Kimmel and Trenholm, 2007 : chapter 9)

Dalam metode ini, Perusahaan menentukan jumlah piutang tak tertagih

berdasarkan taksiran atau estimasi. Pencatatan piutang tak tertagih merupakan

bagian dari ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries) pada akhir tahun buku.

Ayat jurnal penyesuaian ini mempunyai dua tujuan :

a) Menyajikan piutang dengan jumlah kas yang diharapkan dapat diterima atau

direalisasi di masa yang akan datang, disebut dengan nilai yang dapat direalisir

neto (net realizable value).

b) Memperbandingkan (matches) beban piutang tak tertagih tahun berjalan

dengan pendapatan periode yang sama. Pada dasarnya ada dua cara menaksir

jumlah penyisihan untuk piutang tak tertagih, yaitu berdasarkan persentase

penjualan kredit (piutang) dan berdasarkan analisis umur piutang (aging

schedule)

2. Direct Write-Off Method (Langsung)

“Under the direct write-off method, no entries are made for bad debts until an

account is determined to be uncollectible at which time the loss is charged to bad

debts expense. No attempt is made to match bad debts to sales revenues or to show

the net realizable value of accounts receivable on the balance sheet” (Weygandt,

Kieso, Kimmel and Trenholm, 2007 : chapter 9).

Dalam kondisi tertentu, suatu Perusahaan tidak dapat mengadakan penyisihan

untuk piutang yang mungkin tak tertagih. Pencatatan piutang tak tertagih hanya

dapat dilakukan apabila piutang dagang dari debitur sudah pasti tidak dapat ditagih

lagi dengan mendebit akun beban piutang tak tertagih dan mengkredit akun

piutang dagang.

Metode ini dapat digunakan dalam hal :

a) Kesulitan dalam menaksir jumlah piutang tak tertagih secara wajar.

b) Sebagian besar penjualan dilakukan dengan tunai.

c) Jumlah piutang merupakan bagian yang relatif kecil dalam aset lancar.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 9: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

9

Universitas Indonesia

d) Jumlah pelanggan sedikit dan berdasarkan pengalaman bertahun-tahun

sbelumnya, tidak ada piutang yang tak tertagih.

2.4 Cadangan piutang tak tertagih dalam perpajakan

Ketentuan perpajakan bertentangan dengan penggunaan konsep konservatisme.

Kerugian hanya dapat diakui jika telah terjadi realisasi atau transaksi (Prabowo, 2004 : 260),

sehingga dana cadangan piutang tak tertagih kurang diperkenankan untuk dibentuk, karena

pembentukan dana cadangan piutang tak tertagih didasarkan pada perkiraan atas penafsiran.

Akan tetapi, untuk usaha tertentu (seperti usaha perbankan) dana cadangan piutang tak

tertagih dapat dibentuk secara limitatif. Pengecualian peraturan perpajakan ini dikarenakan

alasan-alasan rasional dan keakuratan dari penghitungan dana cadangan piutang tak tertagih

tersebut. Dalam pandangan pihak perpajakan, pembentukan dana cadangan piutang tak

tertagih untuk usaha Bank diperkenankan dengan alasan usaha perbankan sangat

membutuhkan dana cadangan piutang tak tertagih tersebut dalam mengantisipasi kerugian

yang mungkin akan diderita usaha perbankan.

2.5 Penghapusbukuan kredit macet

Menurut Kamus Bank Indonesia hapus buku adalah write off yaitu pinjaman atau

kredit macet yang tidak dapat ditagih lagi, dihapusbukukan dari neraca (on-balance sheet) dan

dicatat pada rekening kontijensi atau rekening administratif di luar neraca (off-balance sheet),

yang dimaksud dengan kontijensi Bank adalah keadaan yang masih meliputi ketidakpastian

mengenai kemungkinan diperolehnya laba atau rugi oleh suatu Bank, yang baru akan

terselesaikan dengan terjadi atau tidak terjadinya peristiwa di masa datang (Taswan, 2005 :

195).

Sementara yang dimaksud dengan off-balance sheet pada hakikatnya adalah transaksi

yang terjadi dalam Perusahaan, tetapi karena menurut aturan, baik aturan prinsip akuntansi

maupun aturan lainnya tidak dimasukkan dalam neraca atau belum boleh dicatat dalam prses

akuntansi (Harahap, 2008 :211).

Hapus buku hanya dapat dilakukan terhadap penyediaan dana yang memiliki kualitas

macet. Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian penyediaan dana (partial write-

off). Pelaksanan hapus buku dilakukan terhadap seluruh penyediaan dana yang diberikan dan

diikat dalam satu perjanjian. (Hariyani & Toruan, 2010 : 149).

Tujuan utama penghapusbukuan kredit macet adalah untuk memperbaiki kondisi

kualitas aktiva produktif Bank-Bank. Penghapusbukuan kredit bersifat sangat rahasia dan

secara yuridis tidak menghapus hak tagih Bank kepada debitur.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 10: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

10

Universitas Indonesia

3. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah sebuah pemahaman dari proses penelitian berdasarkan pada

perbedaan tradisi metodologi dari suatu penelitian yang mengeksplorasi suatu masalah sosial

atau manusia. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan tujuan mendapatkan

gambaran mengenai piutang tak tertagih yang dihapusbukukan pada industri perbankan yang

diperoleh berdasarkan analisis kata-kata yang berasal dari hasil wawancara kepada informan

ketika penulis melakukan studi lapangan.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu

berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu, dan teknik pengumpulan

data. Berikut dapat dipaparkan lebih jauh kaitan antara jenis-jenis penelitian dengan

penelitian yang dilakukan.

a. Jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang ingin memberikan gambaran

yang lengkap mengenai keadaan yang menimbulkan beda penafsiran antara fiskus

dengan pihak industri perbankan terkait perlakuan perpajakan piutang tak tertagih

yang dihapusbukukan pada industri perbankan.

b. Jenis penelitian berdasarkan manfaat penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian murni, karena penelitian ini bermaksud

menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan

sebelumnya. Penelitian ini juga dilakukan dalam rangka akademis dan

ditujukan bagi pemenuhan peneliti untuk memahami perlakuan perpajakan

terhadap piutang tak tertagih yang dihapusbukukan pada industri perbankan dan

menemukan alternatif cara agar tindakan hapus buku kredit macet tidak

menjadi sengketa dan memenuhi ketentuan perpajakan.

Penelitian ini menggunakan teori-teori yang menyangkal dan mendukung

pandangan-pandangan mengenai piutang tak tertagih, menjelaskan mengapa

permasalahan terkait kerugian piutang tak tertagih dapat terjadi dan konsekuensi

akibat piutang tak tertagih tersebut.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 11: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

11

Universitas Indonesia

c. Jenis penelitian berdasarkan dimensi waktu

Penelitian ini dilakukan hanya dalam satu waktu, yaitu pada bulan September

2012 - bulan Desember 2012 dengan mewawancarai beberapa narasumber terkait

dengan piutang tak tertagih.

d. Jenis penelitian berdasarkan teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa

studi kepustakaan dan studi lapangan dengan wawancara.

Kedua teknik pengumpulan data ini digunakan dalam rangka mendapatkan

jawaban yang lebih komprehensif atas permasalahan yang diajukan dalam

penelitian ini. Penjelasan atas kedua teknik pengumpulan data tersebut yaitu

sebagai berikut :

a. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang

diperoleh dari referensi yang bersumber dari berbagai literatur seperti buku-

buku, jurnal, peraturan perundang-undangan, paper atau makalah, surat kabar,

dan hasil penelitian sebelumnya yang nantinya akan digunakan sebagai acuan

dalam pengembangan analisis mengenai perlakuan perpajakan piutang tak

tertagih yang dihapusbukukan pada industri perbankan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi wawancara dengan

narasumber dan juga studi atas dokumen-dokumen yang ditemukan. Peneliti akan

melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang berisi butir-butir

atau pokok-pokok pemikiran mengenai hal yang akan ditanyakan pada waktu

wawancara berlangsung.

e. Jenis penelitian berdasarkan teknik analisis data

Berdasarkan tehnik analisis data, penelitian ini menggunakan teknik analisis

data kualitatif. Merujuk kepada Creswell, teknik analisis data kualitatif dapat

dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan, salah satunya berasal dari

wawancara. Dalam analisis data kualitatif Creswell mengatakan “… to hear what

interviewees said” (Creswell, 1997 : 144), peneliti mendengarkan kata demi kata dari

hasil wawancara yang dilakukan melalui media audio atau visual, cara ini menurut

Creswell dikenal dengan textual analysis.

Proses analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah

data dari hasil wawancara dengan informan penelitian terkait dengan piutang tak

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 12: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

12

Universitas Indonesia

tertagih yang dihapusbukukan oleh Bank. Setiap data yang ditelaah tersebut harus

diketahui maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah

penelitian.

3.3 Proses Penelitian

Merujuk kepada Neuman, (2006 : 14-15) mengemukakan tahap-tahap dalam

pendekatan kualitatif, yaitu : keperdulian yang tinggi terhadap pengakuan sosial

(acknowledgement social self), mengadopsi pandangan-pandangan dalam masyarakat (adopt

a perspective), mendesain penelitian (design study), mengumpulkan data (collect data),

analisis data (analyze data), interpretasi data (intrepret data), dan menginformasikan kepada

orang lain (inform others).

Pada tahap analisis data, peneliti berusaha mengindentifikasi data yang ada baik data

sekunder maupun data primer, dimana data tersebut akan dianalisis menggunakan konsep-

konsep dan teori-teori yang ada pada kerangka teori untuk menjawab sejumlah pertanyaan

penelitian secara komprehensif. Sedangkan pada tahap terakhir, yaitu menginformasikan

kepada orang lain, peneliti akan membuat kesimpulan dari hasil penelitian serta memberikan

rekomendasi sehubungan dengan permasalahan perlakuan perpajakan piutang tak tertagih

yang dihapusbukukan pada industri perbankan.

3.4 Batasan Penelitian

Dasar hukum dari penelitian ini dibatasi pada PMK No. 81/PMK.03/2009 mengenai

pemmbentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya dan

PMK 57/PMK.03/2010 mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai peraturan pelaksana sejak diberlakukannya Pasal

6 ayat (1) huruf h dan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 13: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

13

Universitas Indonesia

4. PEMBAHASAN

4.1 Analisis Perlakuan Perpajakan atas Piutang Tak Tertagih yang Dihapusbukukan

Pada industri Perbankan

Sikap hati-hati pemerintah dalam mengamankan penerimaan Negara menyebabkan

ketentuan pajak bersifat over conservatism sebagaimana tampak dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

h yang hanya menetapkan tentang piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan

pembebasan utang Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh. Berbeda dengan ketentuan perbankan,

dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak, ketentuan perpajakan hanya mengenal

istilah ‘piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih‘ yang bersifat umum, termasuk bagi

perbankan.

Dalam hal penghapusbukuan pinjaman penafsiran antara pihak DJP dan kalangan

perbankan berbeda. Berikut adalah ilustrasi perhitungan perubahan pinjaman yang diberikan

oleh Bank baik secara komersial maupun fiskal.

Perubahan pinjaman yang diberikanKomersial Fiskal

Rp RpSaldo, awal tahun 969,284 969,284Penerimaan pinjaman

Selama tahun berjalan (184,957) (184,957)Penghapusbukuan selama

Tahun berjalan (382,065) -Penyesuaian karena penjabaran

Mata uang asing 35,837 35,837Selisih kurs -Saldo, akhir tahun 366,425 748,490

Sumber : Laporan Konsolidasi PT. Bank X

Belum dihapuskannya piutang secara perpajakan mengakibatkan masih diakuinya

piutang/pinjaman tersebut kepada debitur secara perpajakan, hal ini dikarenakan secara

perpajakan penghapusbukuan kredit tidak dapat diakui sebagai biaya untuk mengurangi

penghasilan bruto dan masih menjadi objek pajak. Dengan tidak diakuinya keberadaan

piutang, pencadangan yang sebelumnya dibentuk untuk piutang tersebut juga dikoreksi.

Penghapusbukuan NPL dan cadangan yang sebelumnya dibentuk tersebut dikoreksi

diakibatkan terdapat permasalahan-permasalahan dalam proses penghapusbukuan NPL.

Permasalahan-permasalahan tersebut muncul diakibatkan perbedaan penafsiran mengenai

definisi piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang boleh dijadikan biaya untuk

mengurangi penghasilan bruto.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 14: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

14

Universitas Indonesia

4.2 Analisis Permasalahan-Permasalahan yang Menyebabkan Perbedaan Penafsiran

antara DJP dan Wajib Pajak Bank Tentang Piutang Tak Tertagih yang

Dihapusbukukan

Perbedaan penafsiran mengenai kerugian kredit bermasalah dalam ketentuan UU

Perpajakan dapat membawa implikasi yang berpotensi untuk melemahkan perkembangan

sektor perbankan. Perbedaan tersebut, akibat di dalam ketentuan perpajakan masih terdapat

permasalahan-permasalahan dalam penghapusbukuan NPL, antara lain :

a) Kredit bermasalah merupakan bentuk inefisiensi.

Kredit bermasalah merupakan salah satu bentuk inefisiensi di dalam industri

perbankan, karena semakin tinggi rasio kredit bermasalah semakin tinggi potensi

kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha perbankan. Hal tersebut

membuat peraturan perpajakan hanya memperbolehkan perbankan mengakui

piutang tak tertagih yang memang sudah terjadi, bukan saat dihapusbukukan.

Aturan penghapusan piutang yang tak tertagih di dalam perpajakan yang tertera

pada UU PPh dan peraturan pelaksananya tidak mengadopsi peraturan perbankan

yang mengenal adanya hapus buku. Hal ini dikarenakan jika peraturan perpajakan

mengadopsi secara utuh peraturan perbankan dikhawatirkan akan terjadi inefisiensi

dalam hal penerimaan pajak, sedangkan pajak dalam fungsinya ‘mengatur’

berusaha untuk mendorong pertumbuhan industri perbankan ke arah yang positif,

yang artinya segala bentuk inefisiensi dalam industri perbankan harus dihilangkan.

b) Kebijakan perpajakan tidak konsisten dalam memakai metode pembebanan

kerugian.

Tidak konsistennya kebijakan perpajakan dalam memakai metode pembebanan

kerugian piutang tak tertagih karena terdapat dua metode yang digunakan untuk

pembebanan kerugian atas kredit bermasalah, yaitu metode lengsung dan

penyisihan. Apabila dikaitkan dengan akuntansi komersial, nampaknya Pasal 6

ayat (1) huruf h UU PPh menganut metode langsung penghapusan piutang karena

menekankan pada kenyataan/fakta adanya piutang tidak tertagih, bukan estimasi.

Hal ini tidak sejalan dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h angka 1 yang

mensyaratkan bahwa pengurangan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial, kemudian juga

tidak sejalan dengan best practice akuntansi komersial yang menerapkan metode

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 15: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

15

Universitas Indonesia

penyisihan. Aturan ini juga tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c

UU PPh yang menyatakan bahwa industri perbankan diperbolehkan membentuk

pencadangan piutang tak tertagih.

Inkonsistensi regulasi perpajakan dalam menerapkan metode pembebanan

kerugian kredit baik secara formal, prosedural maupun substansial dapat dilihat

dari tidak sejalannya peraturan pembebanan antara Pasal 6 ayat (1) huruf h dan

Pasal 9 ayat (1) huruf c pada UU PPh. Apabila dicermati, kedua ketentuan ini

terlihat ambigu, membingungkan atau bertentangan karena terdapat dua kali

pengurangan atas piutang tak tertagih dalam menentukan besarnya penghasilan

kena pajak (Gunadi, Rosdiana, Putranti, Inayati & Santoso, Kebijakan Pajak

Penghasilan Atas Cadangan dan Biaya Piutang Tak Tertagih pada Kegiatan Jasa

Perbankan, Februari 2012).

c) Tidak ada kepastian hukum dalam kebijakan perpajakan atas piutang tak tertagih

yang dihapusbukukan pada industri perbankan.

Tidak adanya kepastian hukum dalam kebijakan perpajakan atas piutang tak

tertagih yang dihapusbukukan diakibatkan oleh ketidakjelasan definisi ‘piutang

yang nyata-nyata tidak dapat ditagih‘ yang menjadi dasar piutang tak tertagih pada

industri perbankan. Hal ini membuat fiskus dan Wajib Pajak mencoba menafsirkan

sendiri berdasarkan penafsiran masing-masing, karena keputusan pengadilan pajak

mengenai sengketa piutang tak tertagih tidak dapat dijadikan yurisprudensi.

Peraturan perpajakan tidak mengatur ‘piutang yang nyata-nyata tidak dapat

ditagih‘ secara spesifik, hanya mengatur secara umum saja, sedangkan dalam

industri perbankan mengenal istilah hapus buku. Tidak diketahui secara spesifik

batasan penghapusan menurut peraturan perpajakan, sedangkan perbankan

merupakan sebuah industri yang spesifik.

Permasalahan-permasalahan dalam penghapusbukuan NPL mengakibatkan

perbedaan penafsiran yang akhirnya menimbulkan perdebatan mengenai beberapa

definisi pada UU PPh dan peraturan pelaksananya, Berikut adalah matriks

perbedaan penafsiran mengenai definisi pada UU PPh yang mengakibatkan

sengketa perpajakan antara DJP dengan Wajib Pajak Bank :

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 16: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

16

Universitas Indonesia

Tabel 5.1

Matriks Perbedaan Penafsiran DJP dan Wajib Pajak Bank

No. Uraian DJP (Fiskus) Perbankan1. Penagihan yang

maksimal atauterakhir

Hapus buku belummerupakan upayapenagihan yangmaksimal, karena barumenghapus kredit yangmemiliki kualitas macetdari neraca tanpamenghilangkan hak tagihBank kepada debitur

Hapus buku sudahmerupakan upayapenagihan maksimal,karena sampai ketindakan hapus bukudebitur sudahmenunggak selama 270hari

2. PencantumanNPWP

Pasal 4 ayat (1) PMKNo. 105/PMK.03/2009sebagaimana diubahterakhir PMK No.57/PMK.03/2010mengatur pencantumanNPWP debitur yangpiutangnya dihapuskansebagai syarat agar Bankdapat mengakui kerugianpiutang yang dihapuskanuntuk keperluanperpajakan.

Tidak seluruh debiturmemiliki NPWP, jikaseluruh debitur yangmengajukan kredit harusmemiliki NPWP makaitu akan melemahkanpenyaluran kredit padaperbankan.

3. Pencadanganpiutang taktertagih yangbelum memenuhipersyaratan fiskal

Tidak mengakui secarafiskal piutang yang telahdihapuskan secaraakuntansi namun belummemenuhi persyaratanfiskal penghapusanpiutang yang nyata-nyatatidak dapat ditagih.Pencadangan yangsebelumnya dibentukuntuk piutang tersebutjuga dikoreksi.

Jika pencadangan yangsebelumnya dibentukuntuk piutang tersebutdikoreksi, Bank seolah-olah memilikipenghasilan akibatpenurunan pencadanganpiutang tak tertagih.

4.2.1 Upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir

Hal pertama yang diperdebatkan adalah mengenai definisi ‘upaya-upaya penagihan

yang maksimal atau terakhir‘ pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh. Pendapat DJP,

tindakan hapus buku belum memenuhi kriteria sebagai piutang yang nyata-nyata tidak dapat

ditagih menurut PMK No. 57/PMK.03/2010 karena tidak menghapus hak tagih Bank kepada

debitur, sehingga atas kredit yang telah dihapusbukukan belum merupakan biaya yang dapat

dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 17: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

17

Universitas Indonesia

Pihak perbankan mengatakan bahwa tindakan hapus buku sudah merupakan suatu

upaya penagihan yang maksimal. Kredit yang disalurkan oleh Bank digolongkan termasuk

kredit macet apabila terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui

270 hari, selama waktu tersebutpun pihak debitur telah dipanggil dan diajak berunding

mengenai penyelesaian kredit bermasalah tersebut, sehingga menurut pihak Bank tindakan

hapus buku sudah merupakan upaya penagihan yang maksimal.

4.2.2 Pencantuman informasi NPWP debitur pada daftar piutang yang

dihapusbukukan

Pasal 4 ayat (1) dari PMK No. 105/PMK.03/2009 sebagaimana telah diubah terakhir

PMK No. 57/PMK.03/2010 tentang piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto menyatakan bahwa daftar piutang yang nyata-nyata tidak

dapat ditagih yang diserahkan kepada DJP harus mencantumkan identitas debitur yang salah

satunya adalah NPWP. Pihak DJP bersikap hati-hati dan meminta pihak perbankan untuk

memberitahukan identitas beserta NPWP debitur yang piutangnya telah dihapusbukukan.

Walaupun PMK ini mengemban mandat Undang-undang dan wajib dipenuhi, Bank

tidak dapat dengan mudah melaksanakan ketentuan tersebut karena belum ada ketentuan

formal perpajakan yang mewajibkan nasabah Bank untuk menyediakan informasi NPWP pada

saat mengajukan kredit kepada Bank. Hal ini mempersulit Bank dalam mengumpulkan

informasi NPWP debitur dalam hal piutang di bawah Rp50.000.000,-, karena SK Direksi BI

No. 28/83/ Kep/Dir tanggal 12 Oktober 1995 hanya mengatur pemohon kredit dengan plafon

di atas Rp50.000.000,- yang wajib melampirkan foto copy kartu NPWP dalam pengajuan

kredit kepada perbankan.

Tanpa ketentuan mengikat dari otoritas terkait, usaha Bank untuk mengharuskan

penyediaan informasi NPWP dapat berakibat terganggunya bisnis Bank karena nasabah dapat

saja menolak untuk menyediakan informasi NPWP dan memilih untuk tidak menggunakan

jasa perbankan. Selain itu, penghapusbukuan tanpa mencantumkan identitas dan NPWP

debitur yang bersangkutan sejalan dengan kerahasiaan Bank, jika kerahasiaan ini diaduk-aduk

oleh pihak lain, maka sudah barang tentu nasabah akan terganggu privatisasinya dan pada

gilirannya kepercayaan masyarakat kepada Bank akan berkurang.

4.2.3 Pencadangan piutang tak tertagih yang telah dihapusbukukan secara komersial

UU PPh memperbolehkan pengakuan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dengan pemenuhan

beberapa syarat yang diatur lebih lanjut dalam PMK. Apabila persyaratan yang dimaksud

dalam PMK No. 57/PMK.03/2010 tidak dipenuhi maka piutang tidak dapat diakui sebagai

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 18: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

18

Universitas Indonesia

piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih walaupun telah dihapuskan dari pencatatan

akuntansi Bank, karena belum dihapuskan secara perpajakan, piutang tersebut masih diakui

sebagai piutang/pinjaman kepada debitur secara perpajakan dan sesuai ketentuan PMK No.

81/PMK.03/2009 Bank dapat mengakui pencadangan kerugian atas piutang tersebut.

Pendekatan yang diambil DJP dalam beberapa kasus pemeriksaan pajak umumnya

tidak mengakui secara fiskal piutang yang telah dihapuskan secara akuntansi namun belum

memenuhi persyaratan fiskal penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

Dengan tidak diakuinya keberadaan piutang tersebut, pencadangan yang sebelumnya dibentuk

untuk piutang tersebut juga dikoreksi.

Penjelasan pasal 28 ayat (7) Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menyatakan bahwa pembukuan harus

diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya

berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan

menentukan lain.

Terdapat peraturan perpajakan yang mengatur khusus untuk perhitungan cadangan

piutang tak tertagih dan pembebanan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sehingga

mengakibatkan adanya perbedaan antara perlakuan perpajakan dan perlakuan akuntansi,

peraturan perpajakan yang berlaku saat ini hanya mengatur mengenai pembentukan atau

pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya, tidak ada peraturan khusus

untuk pembentukan cadangan atas piutang yang sudah dihapuskan secara akuntansi atau

disebut juga sebagai piutang yang dihapusbukukan.

Pasal 2 ayat (1) PMK No. 81/PMK.03/2009 mengatur tentang jumlah piutang yang

digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah ‘pokok pinjaman yang

diberikan oleh bank umum‘. Dengan mempertimbangkan ketentuan tersebut, piutang yang

sudah dihapuskan secara akuntansi atau piutang yang sudah dihapusbukukan seharusnya dapat

masuk dalam definisi jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar perhitungan cadangan,

karena piutang tersebut belum dihapuskan secara fiskal sehingga masih merupakan ‘pokok

pinjaman yang diberikan oleh bank umum‘.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 19: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

19

Universitas Indonesia

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan terminologi perpajakan, penghapusbukuan non performing loan

(NPL) masih tetap menjadi objek pajak. Sedangkan bagi kalangan perbankan,

penghapusbukuan NPL seharusnya bukan merupakan objek pajak.

2. Permasalahan-permasalahan perpajakan yang timbul saat Bank

menghapusbukukan piutang tak tertagih adalah sebagai berikut :

a) Kredit bermasalah merupakan salah satu bentuk inefisiensi

b) Kebijakan perpajakan tidak konsisten dalam memakai metode pembebanan

kerugian

c) Tidak ada kepastian hukum dalam kebijakan perpajakan atas piutang tak

tertagih yang dihapusbukukan pada industri perbankan.

3. Terjadinya perbedaan penafsiran antara DJP dan pihak Bank tentang piutang tak

tertagih yang dihapusbukukan terjadi karena perbedaan penafsiran definisi berikut

ini :

a) Upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir

b) Pencantuman informasi NPWP debitur pada daftar piutang yang

dihapusbukukan

c) Pencadangan piutang tak tertagih yang telah dihapusbukukan secara komersial

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah-masalah piutang tak

tertagih yang dihapusbukukan pada industri perbankan adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan perpajakan mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih perlu

diselaraskan dengan peraturan perbankan, misalnya biaya NPL yang dibebankan

secara fiskal pada tahun berjalan diperbolehkan dengan batas 5% dari total seluruh

kredit, kemudian pencadangan atas kredit menyesuaikan.

2. Khusus untuk NPWP, sebaiknya industri perbankan memohon kepada Menteri

keuangan agar meninjau ulang ketentuan tersebut dan apabila memungkinkan

mengubah ketentuan penyediaan informasi NPWP menjadi ketentuan tidak wajib

(opsional), karena sulit untuk dipenuhi oleh perbankan ; atau

3. Pemerintah dapat membentuk peraturan pemerintah yang jelas mengenai

kerahasiaan Bank dan penghapusbukuan kredit.

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013

Page 20: ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG TAK …

20

Universitas Indonesia

KEPUSTAKAAN

I. Buku Referensi :Arifin, Imamul. (2007). Membuka Cakrawala Ekonomi. Bandung : Setia Purna Inves.

Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five

Traditions. New Delhi : Sage Publications India.

Dunia, Firdaus A. (2008). Ikhtisar Lengkap Pengantar Akuntansi. Edisi Ketiga. Jakarta :

Lembaga FE UI.

Gunadi. (2009). Akuntansi Perpajakan Edisi Revisi 2009. Jakarta : Grasindo.

Harahap, Sofyan Syafri. (2008). Teori akuntansi. Jakarta : Rajawali Press.

Hariyani, Iswi & L. Toruan, Rayendra. (2010). Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet.

Jakarta : Elex Media Komputindo.

Neuman, William Lawrence. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches. Needham Heights: A Pearson Education Company.

Prabowo, Yusdianto. (2004). Akuntansi Perpajakan Terapan. Jakarta : Grasindo.

Rivai, Veithzal, Veithzal, Andria Permata, Idroes, Ferry N. (2007). Bank and Financial

Institution Management. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Weygandt, Jerry J and Kieso, Donald E and Kimmel, Paul D. (2007). Accounting Principles

Pengantar Akutansi, Edisi Ketujuh. Jakarta : Salemba Empat

II. Karya Ilmiah :Gunadi, Rosdiana, Haula, Putranti, Titi Muswati, Inayati, Santoso, Iman. Kebijakan Pajak

Penghasilan Atas Cadangan dan Biaya Piutang Tak Tertagih pada Kegiatan Jasa Perbankan.

Pusat Kajian Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Depok : 2012.

III.Peraturan Perundang-UndanganRepublik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

________________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

________________, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas

Aktiva Bank Umum

________________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang

Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh dikurangkan sebagai Biaya

________________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 Tentang Piutang

Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto

________________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 Tentang Piutang Yang Nyata-

Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto

Analisis Perlakuan ..., Muhammad Taufiqurrakhman, FISIP UI, 2013