ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM...

124
ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM PRODUK PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH SKRIPSI Diajukan Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun oleh : CEISA SHADRINA PRANINDIRA 1112046100056 JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2015/2016

Transcript of ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM...

Page 1: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM PRODUK

PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun oleh :

CEISA SHADRINA PRANINDIRA

1112046100056

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH

JAKARTA

2015/2016

Page 2: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

ii

Page 3: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

iii

Page 4: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

iv

Page 5: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

v

ABSTRAK

Ceisa Shadrina Pranindira. NIM 1112046100056. Analisis

Penyelesaian Force Majuere dalam Produk Pembiayaan pada Bank Syariah,

Skripsi Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat (Ekonomi

Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Perkembangan pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah tidak dapat

dielakkan seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Beberapa

kejadian force majeure yang menimpa nasabah pembiayaan di bank syariah

memerlukan perhatian khusus dalam penyelesaiannya. Penyelesaian force

majeure diatur dalam fatwa-fatwa DSN-MUI serta Kitab Undang-undang Hukum

Perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu analisis logis normative.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari

peraturan perundang-undangan serta data sekunder berupa buku-buku, karya tulis,

dan literatur terkait. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil peneltian menunjukkan bahwa (1) Bentuk-bentuk kasus force

majeure yang terjadi pada pembiayaan di bank syariah tidak membedakan model

penyelesaian yang dilakukan oleh bank syariah sebagaimana penyelesaian

pembiayaan bermasalah secara umum (2) Tindakan penyelesaian kasus force

majeure yang dilakukan oleh bank syariah tidak menghapus kewajiban nasabah

kepada bank. Tindakan ini mengacu kepada KUHP pasal 1445. (3) Menurut

hukum Islam kerugian yang terjadi pada pembiayaan mudharabah menjadi

tanggungan pihak pemodal (shahibul maal). Kasus force majeure yang terjadi

pada nasabah pembiayaan mudharabah (mudharib) tidak menghilangkan beban

hutang kepada bank syariah. Dalam perspektif hukum islam tindakan

penyelesaian kasus force majeure harus mengacu kepada hal-hal yang telah

difatwakan oleh DSN-MUI dan KUHP pasal 1244-1245. Serta menjunjung tinggi

asas keadilan

Kata kunci : Pembiayaan, Bank Syariah, Force majeure.

Page 6: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

vi

ABSTRACT

Ceisa Shadrina Pranindira. NIM 1112046100056. Force Majeure

Resolution Analysis in Product Financing Islamic Bank, Islamic Banking

Concentration Thesis, Study Program Muamalat (Islamic Economics), Faculty of

Sharia and Law, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The development of financing provided by Islamic banks is inevitable with

the development of society itself. Some of the force majeure events affecting

customer financing in Islamic banks need special attention in its completion.

Completion of force majeure is set in fatwas DSN-MUI and the Book of the Law

of Civil Law. The method used in this research using normative juridical

approach to the specification of normative research is a logical analysis. Data

collection techniques used are primary data obtained from the legislation as well

as secondary data in the form of books, papers, and related literature. The data

obtained and analyzed qualitatively. Based on the research findings indicate that

(1) forms a case of force majeure which occurred in the financing in Islamic

banks do not differentiate models of settlement made by Islamic banks as well as

the completion of financing problems in general (2) Actions for resolving cases of

force majeure carried out by Islamic banks do not remove the client's obligation

to the bank. This action refers to the Penal Code Article 1445. (3) Under Islamic

law the losses incurred in the financing is borne by the investor (shahibul maal).

Case of force majeure which occurred on customers of financing (mudharib) does

not eliminate the debt burden to Islamic banks. In the perspective of Islamic law

action for resolving cases of force majeure shall refer to things that have been

stated by a DSN-MUI and the Criminal Code article 1244 to 1245. And upholding

the principle of justice

Keywords: Financing, Islamic Banking, Force majeure.

Page 7: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Ceisa Shadrina Pranindira

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Juni 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Aster No. 28. Rawa Laut, Tanjungkarang

Timur Bandar Lampung

Telephone : 081957039167

Email : [email protected]

B. Latar belakang Pendidikan Formal

2000 – 2006 : SD Islam Pondok Duta

2006 – 2009 : SMP Islam Terpadu Al Ihya Insan Kamil Bogor

2009 – 2011 : Pondok Modern Darrussalam Gontor Putri I Mantingan

2011 _ 2012 : MAN 1 Model Bandar Lampung

C. Keorganisasian

1 Sekretaris OSIS (2007),

2 Presenter POIN (Pekan Olahraga Insan) Al Ihya Insan Kamil (2008)

3 Bendahara OSIS (2008),

4 Peserta Pelaksana event Pesantren Kilat Isra’ Mi’raj (2010)

5 Ketua MALDA Majalah Lintas Darrussalam Gontor Putri 1 (2011),

6 Ketua MPR Darrussalam Gontor Putri 1 (Majelis Permusyawaratan

Rayon) (2011)

7 Koord. Divisi Bahasa Arab Rayon Darrussalam Gontor Putri 1 (2011)

8 Koord. Divisi Kesenian Perpisahan Asrama MAN 1 Bandar Lampung

(2011)

9 Anggota Satgas BNN (Badan Narkotika Nasional) MAN 1 Bandar

Lampung (2011)

10 Consultant Oriflame Indonesia (2012)

11 Anggota HMI Himpunan Mahasiswa Islam UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta (2012),

12 Anggota Kemahasiswaan HMPS Himpunan Mahasiswa Perbankan

Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013)

13 Freelancer Make Up Artis di Instagram @khafmarina Make Up (2014)

Page 8: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

viii

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, yang

telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.Dia antara

kesempurnaannya adalah Allah karuniakan manusia pikiran dan kecerdasan.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada pimpinan seluruh umat Islam, tiada

lain yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan umat yang

selalu berpegang teguh pada tali agama Allah hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari adanya rintangan dan

ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas

dari dukungan dan bantuan orang-orang terpenting dalam memberikan bimbingan,

masukan, dan dorongan yang berharga kepada penulis guna terselesaikannya

skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengungkapkan banyak terima kasih

terutama kepada :

1. Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

beserta staff dan jajarannya sebagai sosok pemimpin, serta pembina di

kampus, yang telah memberikan bimbingan serta arahan, baik secara

langsung maupun tidak langsung selama penulis menuntut ilmu di Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 9: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

ix

2. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

beserta staff dan jajarannya sebagai sosok pemimpin, serta pembina di

kampus, yang telah memberikan bimbingan serta arahan, baik secara

langsung maupun tidak langsung selama penulis menuntut ilmu di Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Adhitya Ginanjar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Perbankan Syariah,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, sebagai sosok yang mengayomi mahasiswa,

membantu serta memberikan penulis masukan dan bimbingan dalam proses

penulisan skripsi.

4. AM Hasan Ali, MA, selaku Ketua Program Studi Muamalat, Konsentrasi

Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah menjadi

inspirasi serta sosok yang begitu mengayomi mahasiswa, membantu serta

memberikan penulis masukan dan bimbingan dalam proses penulisan skripsi.

5. Fitri Damayanti, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Perbankan Syariah,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis,yang telah banyak membantu serta

memberikan penulis masukan dan bimbingan dalam proses penulisan skripsi.

6. Abdurrauf, Lc, MA, selaku Sekretaris Program Studi Muamalat, Konsentrasi

Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum. Tidak ada kata yang

pantas selain ucapan terima kasih dan doa atas kesabarannya dalam

membantu proses pembelajaran di kampus.

Page 10: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

x

7. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH, Pembimbing dalam penulisan skripsi

ini yang bersedia meluangkan waktunya. Ucapan terima kasih penulis

haturkan atas kesabaran, saran, dan arahannya dalam penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Konsentrasi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum, yang

telah mengajarkan penulis berbagai hal, terutama ilmu yang bermanfaat,

semoga semua itu menjadi amal kebajikan di dunia maupun di akhirat nanti.

9. Pimpinan perpustakaan fakultas dan perpustakaan utama serta seluruh

karyawan dan staffnya yang telah memfasilitasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Moh. Ruli Fahmi (Pemimpin Cabang BJB Syariah Soepomo-Jakarta), Daniel

(Financing Manager BJB Syariah Soepomo-Jakarta), Novagia Tansyah

(Branch Ops Manager BJB Syariah Soepomo-Jakarta), tiada kata yang

pantas selain haturan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kebaikan dan

bantuan dalam setiap proses pengambilan data serta wawancara di Bank BJB

Syariah Kc. Soepomo-Jakarta. Semoga kesuksesan terus terkarunia kepada

mereka dan menjadi amal kebaikan di dunia maupun di akhirat.

11. Hadi Wijaya Arifin (Kepala Unit Kerja BSM Bandar Lampung), Kiki

Hendrawati (CBRM BSM KCP. Kedaton Bandar Lampung), Lisa Mallyanti

(Branch Ops Manager BSM KCP. Bandar Lampung), Wijonarko (Area

Consumer & Financing Manager BSM Bandar Lampung), Wendra M

(Account Maintenance BSM Bandar Lampung), Muhammad Faisal

(Commersil Bussines Banking BSM Bandar Lampung, tiada kata yang

pantas selain haturan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kebaikan dan

Page 11: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

xi

bantuan dalam setiap proses pengambilan data serta wawancara di BSM

Area Bandar Lampung.

12. Marnita, selaku Legal Staff Unit Support Penanaman Dana Bank Muamalat

Bandar Lampung yang membantu penulis dalam setiap proses wawancara di

Bank Muamalat Bandar Lampung.

13. Abadi Riantini. Mkn, selaku Notaris di Bandar Lampung yang membantu

penambahan kebutuhan informasi penulis

14. Teristimewa untuk keluarga ku, Ibunda (Evialty Primelly), Abi (Wael

Shoukry Abu El Nagaa), Bapak (Budhi Darma Prakasa), Ibu (Kuswiningsih),

Adik ku yang manis (Khalifah Aufa Aslamma), Adik ku yang cantik

(Malika Wael Shoukry Abu El Nagaa), terima kasih atas segala doa,

dukungan, nasehat serta rasa kekeluargaan yang begitu indah, senantia

memberikan support sehingga penulis dapat menyelesaiakan studi di jenjang

strata 1 ini. sungguhh jasamu tiada tara.

15. Kepada teman-teman serta sahabat-sahabat terdekat yang menemani dalam

suka maupun duka, Wanda Kurniady, Fahmi Alamsyah, Rahma Julianti,

Aprilia Wulandari Effendi, Moena Azizah, Naila Rahma Siregar, Farah

Lisani, Syarah Mahbubah, Ka Hilman, Ka Ina, Auladya Istiana, Camelia

Ratna Tribuana, Carmelita Ratna Tribuana, Marieta Putri, Jasmine Arini

Putri yang telah memberikan pengalaman berharga, doa serta dukungan

kepada penulis untuk berjuang menyelesaikan skripsi ini.

16. Kepada seluruh Keluarga Besar kelas Perbankan Syariah B angkatan 2012,

ucapan terima kasih yang berlimpah atas segala kebersamaan selama kuliah,

Page 12: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

xii

waktu, pengalaman, dan pelajaran selama ini, semoga semua ilmu yang kita

peroleh terus bermanfaat, baik bagi pribadi maupun masyarakat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan

skripsi ini.

Akhir kata.Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT selalu

memberikan kita keberkahan dan barokah dalam kehidupan.Amin.

Wassalamua’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 30 Juni 2016

CEISA SHADRINA PRANINDIRA

Page 13: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

xiii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI .................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................ iv

ABSTRAK ................................................................................................. v

ABSTRACT ................................................................................................ vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Idenifikasi Masalah ................................................................ 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 8

D. Tujuan Penelitian ................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian ................................................................. 9

F. Review Studi Terdahulu ........................................................ 10

1. Jurnal Ilmiah...................................................................... 10

2. Penelitian Lain .................................................................. 16

G. Metode Penelitian .................................................................. 19

1. Jenis Metode Penelitian..................................................... 19

2. Metode Pendekatan ........................................................... 19

3. Data dan Sumber Data ...................................................... 20

4. Metode Pengumpulan Data ............................................... 21

5. Metode Pengolahan Data .................................................. 21

6. Bentuk Analisis ................................................................. 22

7. Teknik Penulisan ............................................................... 22

H. Sistematika Penulisan ............................................................ 22

Page 14: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

xiv

BAB II TEORI FORCE MAJEURE PEMBIAYAAN

A. Force Majeure ....................................................................... 25

1. Pengertian Force Majeure ............................................... 25

2. Dasar Hukum Force Majeure .......................................... 26

3. Macam-macam Force Majeure ....................................... 27

4. Teori Force Majeure ........................................................ 29

5. Akibat Force Majeure ..................................................... 33

B. Force Majeure dalam Hutang Piutang ................................... 35

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata ............................ 35

2. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama

Indonesia .......................................................................... 37

BAB III MODEL-MODEL PENYELESAIAN KASUS FORCE

MAJEURE

A. Standar Force Majeure .......................................................... 45

B. Kasus Force Majeure dalam Akad Murabahah dan

Mudharabah ........................................................................... 46

C. Standar Penyelesaian Sengkete Pembiayaan ......................... 48

D. Pola Penyelesaian Sengkete di Bidang Kontak ..................... 51

1. Melalui Negosiasi ............................................................ 51

2. Melalui Mediasi ............................................................... 53

3. Melalui Arbitrase ............................................................. 53

4. Melalui Pengadilan (Litigasi)/Gugatan ............................ 54

5. Penyitaan dan Pelelangan Jaminan .................................. 54

E. Pengakhiran Akad Murabahah .............................................. 55

F. Pengakhiran Akad Mudharabah ............................................ 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Bentuk-bentuk Force Majeure dalam Produk Pembiayaan di

Bank Syariah .......................................................................... 59

B. Model-model Penyelesaian Force Majeure dalam Produk

Pembiayaan Syariah ............................................................... 66

Page 15: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

xv

C. Analisis Penyelesaian Force Majeure dalam Produk

Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah di Bank Syariah . 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 84

1. Bentuk-bentuk Force Majeure yang terjadi dalam

Produk pembiayaan Bank Syariah ................................... 84

2. Model-model Penyelesaian kasus Force Majeure dan

Prosedur yang ditempuh para Pihak Bank Syariah .......... 84

3. Kesesuaian model dan prosedur penyelsaian kasus Force

Majeure yang digunakan oleh Bank Syariah dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di

Indonesia dan prinsip-prinsip Syariah ............................. 84

B. Saran ...................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 87

LAMPIRAN

Page 16: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1 Kasus Force Majeure pada Akad Pembiayaan di Bank Syariah ... 81

Page 17: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ekonomi dan pengetahuan berkembang

menggiring masyarakat agraris kearah masyarakat modern1 dengan tingkat

kebutuhan yang terus meningkat di segala bidang, pembiayaan, sosial, politik

atau dalam interaksi lainnya. Dalam hal pembiayaan, setiap pribadi atau

perusahaan tentu membutuhkan dana untuk usahanya, baik untuk

kelangsungan berjalannya usaha atau sebagai tahap awal memulai suatu usaha

baru. Hal keuangan yang sensitif ini sering kali membutuhkan pihak lain

sebagai penunjang dana untuk mencukupi kebutuhan dalam berjalannya

usaha. Peranan bank di kehidupan masyarakat seperti yang tertera pada UU

No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian

menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

bentuk-bentuk lainnya dengan rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat

banyak.2 Begitu pula dengan perbankan syariah yang menjadi salah satu

Lembaga Keuangan Syariah yang saat ini kerap berkembang dan diminati

oleh masyarakat, dimana lembaga ini meliputi dua unsur yang sangat penting

1 Mohammad Muslehuddin, “Insurance and Islamic Law, 2

nd Edition”, (Delhi : Markazi

Maktaba Islami, 1995),h.ix. 2 Wikisource, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998

(UU/1998/10)”, diakses dari https://id.wikisource.org/wiki/Undang-

Undang_Republik_Indonesia_Nomor_10_Tahun_1998, pada tanggal 14 Oktober 2015 pukul 21:

22 WIB

Page 18: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

2

yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi

sebagai lembaga keuangan.

Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip syariah,3 dengan kata lain seluruh kegiatan

operasionalnya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang

menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Keberadaan bank syariah

ditengah-tengah kebutuhan pembiayaan yang tak kunjung tercukupi memang

sangat membantu dalam hal keuangan. Beberapa kontrak perjanjian

pembiayaan pun dilakukan untuk mencapai kesepakatan antara pihak bank

dan nasabah.

Kontrak perjanjian ini dibuat dengan peraturan dan ketentuan yang

mengikat keduanya dalam kewajiban yang harus mereka penuhi seperti yang

dikatakan dalam Firman Allah SWT dalam QS.al- Ma‟idah [5]: 1:

يآأي ها الذين آمن وا أوف وا بالعقود

"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ..."

Serta dalam Hadist Nabi riwayat Tirmidzi dari „Amr bin „Auf :

أو مين إال صلحا حرم حالال أو أحل حراما والمسلمون على شروطهم إال شرطا حرم حالال الصلح جائز ب ين المسل

أحل حراما )رواه الترمذي عن عمرو بن عوف(

"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian

yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum

muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

3 Rizal Yaya, dkk., “Akuntansi Perbankan Syariah”, (Jakarta : Salemba Empat, 2009), h.54

Page 19: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

3

Disepakatinya perikatan perjanjian dalam pembiayaan perlu di dasari

oleh dasar-dasar yang kuat. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum

antara dua pihak, berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal

dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan tersebut4. Kontrak merupakan sbentuk ikatan kesepakatan yang

dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Pembiayaan sendiri adalah

penyediaan dana berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan, tanpa imbalan atau bagi hasil5. Di dalam pembuatan kontrak

pembiayaan, akan selalu berkaitan dan bersinggungan dengan asas-asas

hukum, yang mana asas dimaknai sebagai hal-hal mendasar yang menjadi

latar belakang lahirnya suatu norma atau aturan.

Dalam kesepakatan antara kedua belah pihak, ada beberapa

kemungkinan terjadinya peristiwa yang menyebabkan terhambatnya

kelancaran pelaksanaanprestasi untuk memenuhi kontrak perjanjian. Peristiwa

seperti ini terjadi secara tidak terduga serta tidak dapat

dipertanggungjawabkankepada pihak yang lainnya sementara pihak yang

tidak melaksanakan prestasinya tidak beritikad buruk atau dapat

diterjemahkan sebagai force majeure yaitu keadaan memaksa.Potensi

4 Diana Kusumasari. “Perbedaan dan persamaan dari Persetujuan, Perikatan, Perjanjian,

dan Kontrak”, diakses dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e3b8693275c3/perbedaan-dan-persamaan-dari-

persetujuan-perikatan-perjanjian-dan-kontrak, pada tanggal 20 April 2016 pukul 18 : 43 WIB 5 AH. Azharuddin Latif, ”Analisis yuridis dan ekonomi terhadap pengenaan pajak

pertambahan nilai pada pembiayaan murabahah di perbankan syariah”, (Tesis S2 program studi

Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2008), h.65.

Page 20: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

4

terjadinya force majeure memiliki dampak yang berbeda terhadap para pelaku

ekonomi, misalnya force majeureyang menimpa sektor perbankan karena

krisis ekonomi pada 17 November 1997 membuat pemerintah harus

melikuidasi (membubarkan) 16 bank swasta dan dilanjutkan dengan 50 bank

pada likuidasi kedua. Likuidasi dilakukan dengan tujuan menyehatkan dan

merampingkan dunia perbankan. Akan tetapi, ternyata likuidasi 66 bank

tersebut berdampak buruk, masyarakat berlomba-lomba mengambil

simpanannya dari bank-bank yang dikabarkan akan dilikuidasi. Maka,

terjadilah rush (pengambilan terus-menerus) oleh masyarakat perbankan6.

Peristiwa tidak terduga lainnya juga dapat menimpa pihak nasabah, misalnya

kebakaran yang terjadi pada usaha nasabah yang menyebabkan gagal bayar

dalam mengembalikan pembiayaannya dengan pihak bank atau terjadinya

PHK masal pada pekerja suatu perusahaan yang pailit.

Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang merupakan force majeure

tersebut menyebabkan seseorang tidak wajib melakukan perbuatan yang

wajib dilakukannya dalam keadaan yang normal,7 ini sesuai dengan

KUHPerdata 1244 – 1245 dan dijelaskan lebih lanjut dengan KUH Perdata

1444 – 1445.

Pada kesimpulannya, inti yang terkandung dalam pasal KUH Perdata

ini adalah tidak dikenakannya biaya, rugi dan bunga pada seseorang jika ia

benar mengalami suatu keadaan memaksa yang tidak disengaja dan ia dapat

6 Dian Respati, “Keadaan Perbankan Ketika Krisis Moneter”, diakses dari

http://ekonomisku.blogspot.co.id/2015/05/keadaan-perbankan-ketika-krisis-moneter.html, pada

tanggal 15 juli 2016 pukul 19 : 11 WIB 7 Ibnu Sina Chandranegara, “Pengujian PERPU terkait Sengketa Kewenangan

Konstitusional Antar-Lembaga Negara”, Jurnal Yudisial Vol. V No. 1, April 2012, h. 12.

Page 21: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

5

membuktikannya. Keadaan force majeure membuat seorang debitur terhalang

untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak

terduga pada saat dibuatnya kontrak dan peristiwa tersebut tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada kreditur karna ia tidak dapat dikatakan lalai

ataupun melakukan wanprestasi8.

Dalam penyelesaian kasusforce majeureini dapat menggunakan cara-

cara yang lazim digunakan dalam penyelesaian sengketa di dunia Kontrak,

sebagai jalan keluar untuk menyelesaiakan sengketa yang bersangkutan.Pola

penyelesaian sengketa force majeure ini umumnya dapat menggunakan salah

satu dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), yaitu : melalui negosiasi,

melalui pengadilan (litigasi)/gugatan, melalui arbitrase, atau melalui mediasi.

Kelanjutan risko yang terjadi pada pihak ini dimana pihak terkait harus

menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa : 1)

pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi), 2) pemenuhan

kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi).9 Mengenai tuntutan apa yang

harus ditanggung oleh pihak yang force majeuretersebut tergantung pada

jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak yang dirugikan.10

Tetapi pihak yang

dituduh wanprestasi (yang pada umumnya adalah debitur), dapat mengajukan

tangkisan-tangkisan untuk membebaskan diri dari akibat buruk wanprestasi

yang diantaranya berupa tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi

8Michael R. Purba, “Kamus Hukum”, (Jakarta : Widyatamma, 2009), h.308.

9Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak” (Jakarta : Rajawali Pers, 2007), h.75.

10Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak”,h.75.

Page 22: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

6

karena keadaan memaksa (overmatch) yang mengakibatkan kerugian tanpa

kesalahan (risiko).11

Risiko dalam pengertian hukum merupakan kerugian yang diderita

oleh seseorang, tetapi pembayaran ganti rugi tidak dapat dibebankan kepada

orang lain karena tidak adanya peran orang lain yang merupakan penyebab

timbulnya kerugian ini. Dengan terjadinya force majeure, risiko tidak dapat

ditimpakan kepada pihak yang mengalaminya. Jika debitur dapat

membuktikan bahwa ia tidak dapat melaksanakan prestasi karena force

majeure tersebut, maka hakim akan menolak tuntutan kreditur yang meminta

agar debitur memenuhi prestasi (atau ganti rugi). Risiko debitur terhadap

terjadinya wanprestasi karena force majeure yaitu 12

:

1. Risiko pada perjanjian sepihak yaitu risiko ditanggung oleh kreditur,

debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.

2. Risiko pada perjanjian timbal balik yaitu dimana salah satu pihak tidak

dapat memenuhi prestasi karena force majeure maka seolah-oleh

perjanjian itu tidak pernah ada.

Pada umumnya risiko ditanggung oleh pemilik barang 13

yang dalam

dunia perbankan ditanggung oleh bank.Walaupun telah disebutkan bahwa

pada umumnya risiko ditanggung oleh pemilik barang, dalam keadaan

tertentu risiko dapat saja ditanggung oleh orang yang belum menjadi pemilik

11

Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak“, h.76. 12

Rohmadi, “Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak Perjanjian”, diakses dari

https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/ pada tanggal 17 November 2015 pukul 20 :

16 WIB. 13

Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak”, h.83

Page 23: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

7

barang14

. Munculnya risiko pada kontrak-kontrak pembiayaan bank syariah

menjadi antisipasi bagi pihak bank untuk mengupayakan penempatan dana

dalam bentuk saham yang dilakukan dan tidak melalui pasar modal. Bank

dapat melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat

kegagalan pembiayaan dengan izin dari Bank Indonesia dan melakukan

penyelesaian pembiayaan sebagai suatu upaya yang dilakukan bank untuk

menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang tidak mempunyai prospek.

Atas dasar pertimbangan pembahasan latar belakang diatas penulis

tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisis Penyelesaian

Force majeure dalam Produk Pembiayaan pada Bank Syariah.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan banyak masalah yang

dapat diidentifikasi diantaranya :

1. Beragam bentuk force majeure dapat terjadi dalam pembiayaan

perbankan syariah

2. Ketentuan force majeure masih jarang dicatat pada lampiran kontrak

perjanjian

3. Adanya perbedaan penyelesaian force majeure dalam produk

pembiayaan di bank syariah terhadap nasabah pembiayaan berdasarkan

kriteria-kriteria tertentu

4. Beragam model-model penyelesaian kasus force majeure dan prosedur

yang ditempuh para pihak di lembaga perbankan syariah

14

Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak“, h.84.

Page 24: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

8

5. Adanya ketidaksesuaian model dan prosedure penyelesaian kasus force

majeure yang digunakan oleh bank syariah dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang ada di Indonesia dan prinsip-prinsip syariah

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari permasalahan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana bentuk-bentuk force majeure yang terjadi dalam pembiayaan

perbankan syariah?

2. Bagaimana model-model penyelesaian kasus force majeuredan prosedur

yang ditempuh para pihak di lembaga perbankan syariah?

3. Bagaimana kesesuaian model dan prosedure penyelesaian kasus force

majeure yang digunakan oleh bank syariah dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang ada di Indonesia dan prinsip-prinsip syariah?

Selanjutnya, untuk mempermudah pembahasan maka penulis

memberikan batasan-batasan penelitian yaitu :

1. Pembatasan pembahasan force majeure pada penelitian ini adalah kajian

penyelesaian kasus force majeure dalam produk pembiayaan ditinjau dari

aspek hukumnya.

2. Pembatasan penelitian ini hanya dilakukan di 3 bank syariah.Hal ini

dikarenakan diperlukannya peninjauan ulang mengenai kesesuaian

tindakan penyelesaian kasus force majeure yang terjadi pada produk

pembiayaan di beberapa bank syariah.

Page 25: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

9

3. Pembatasan pembahasan kasus force majeure yang terjadi dalam produk

pembiayaan di bank syariah dibatasi pada produk pembiayaan yang

berbasis jual beli dengan akad murabahah dan yang berbasis bagi hasil

dengan akad mudharabah.

D. Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan bentuk-bentuk force majeure yang terjadi dalam

pembiayaan perbankan syariah

2. Menjelaskan model-model penyelesaian kasus force majeure dan

prosedur yang ditempuh para pihak di lembaga perbankan syariah

3. Menjelaskan kesesuaian model dan prosedure penyelesaian kasus force

majeure yang digunakan oleh bank syariah berdasarkan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia dan

prinsip-prinsip syariah

E. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu:

1. Secara teoritis

Manfaat hasil penelitian ini dari segi teoritis, diharapkan dapat berguna

untuk dijadikan bahan acuan penelitian berikutnya, kemudian untuk

menambah wawasan masyarakat, akademisi, organisasi masyarakat

mengenai badan hukum khususnya terhadap praktek penerapan

penyelasaian force majeure tersebut dalam produk pembiayaan pada

perbankan syariah.

Page 26: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

10

2. Aspek praktis

Dari segi praktis, untuk dijadikan pemahaman bagi para kaum muslimin

khususnya yang ingin melibatkan diri dalam transaksi yang berhubungan

langsung dengan akad-akad berisi klausul tentang force majeure, baik

yang bersifat lembaga keuangan bank.

F. Review Studi Terdahulu

1. Jurnal ilmiah

Jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian saat ini adalah jurnal

dengan judul “Akibat Hukum Terhadap Debitur Atas Terjadinya force

majeure (keadaan Memaksa)” oleh Putu Parama Adhi Wibawa dalam

Jurnal Kertha Semaya15

. Kesimpulan dari jurnal ini bahwa perikatan

adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua

orang atau lebih, atas dasar pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan

pihak lain memiliki kewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. Pada

perikatan, jika debitur tidak memenuhi kewajibannya secara sukarela

dengan itikad yang baik dan sebagaimana mestinya maka kreditur dapat

meminta bantuan hukum agar ada tekanan kepada debitur supaya ia

memenuhi kewajibannya. Untuk menentukan bahwa suatu hubungan

hukum itu merupakan perikatan pada mulanya para sarjana menggunakan

ukuran dapat “dinilai dengan uang”.Suatu hubungan dianggap dapat

15

Putu Parama Adhi Wibawa,“Akibat Hukum Terhadap Debitur Atas Terjadinya Force

Majeure (Keadaan Memaksa)”. Jurnal Kertha Semaya. Vol 02, No. 06, Oktober 2014. diakses dari

http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=195720, pada tanggal

8 November 2015 pukul 23 : 16 WIB.

Page 27: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

11

dinilai dengan uang jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai

dengan uang.

Pada perikatan yang berupa memberikan sesuatu prestasi melalui

penyerahan suatu barang misalnya penjual berkewajiban menyerahkan

barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan

kenikmatan atas barang yang disewakan.Keadaan yang menimbulkan

force majeureharus terjadi setelah dibuatnya persetujuan karena jika

pelaksanaan prestasinya sudah tidak mungkin sejak dibuatnya

persetujuan, maka persetujuan tersebut batal demi hukum. Hal-hal

tentangforce majeure terdapat di dalam ketentuan-ketentuan yang

mengatur ganti rugi yaitu pada pasal 1244 KUH Perdata dan pasal 1245

KUHPerdata. Mengenai force majeure terdapat dua teori yaitu teori

absolut dan teori relatif. Menurut teori absolut, debitur berada dalam

keadaan memaksa, apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (ada

unsur impossibilitas) dilaksanakan oleh siapapun juga atau oleh setiap

orang, sedangkan menurut teori relatif keadaan memaksa itu ada, apabila

debitur masih mungkin melaksanakan prestasi, tetapi dengan kesukaran

atau pengorbanan yang besar. Terjadinya force majeure tidak menutup

kemungkinan disebabkan karena kelalaian dari debitur. Akibat dari

kelalaiannya yang menyebabkanforce majeure terjadi maka debitur tidak

dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah

diperjanjikan dan debitur harus mengganti kerugian yang terjadi.

Page 28: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

12

Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah dalam fokus kajian

pada jurnal, hanya dijelaskan bagaimana pemahaman teori-teori dalam

keadaan memaksa atau force majeure dan akibat hukum terhadap debitur

atas terjadinya force majeure, sedangkan pada penelitian sekarang tidak

hanya membahas pemahaman teori tetapi juga membahas mengenai

bagaimana implementasi, akibat dan penyelesaian dari force majeure.

Jurnal kedua adalah jurnal oleh Merilatika dengan judul

“Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Karena Force majeure Pada

Perjanjian Kerjasama Dalam Bidang Jasa Hiburan” dalam Jurnal Kertha

Semaya yang pada kesimpulannya mengulik kasus antara Syahrini

(penyanyi) dengan promotor acara di Bali yang telah mendapat kekuatan

hukum tetap yang dituangkan dalam putusan Pengadilan Negeri Bogor

Nomor: 05/Pdt.G/2012/PN.Bgr16

. Syahrini dituntut ganti rugi akibat

dianggap telah melakukan wanprestasi karena tidak melaksanakan

prestasinya untuk menyanyi.Mariam Darus Badrulzaman mengatakan

bahwa apabila debitur “karenakesalahannya” tidak melaksanakan apa

yang diperjanjikan, maka debitur itu wanprestasi atau cidera janji. Kata

“karenakesalahanya” sangat penting, oleh karena itu debitur tidak

melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena

salahnya.

16

Merilatika “Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Karena Force majeure Pada Perjanjian

Kerjasama Dalam Bidang Jasa Hiburan”. Jurnal Kertha Semaya. Vol. 03, No. 05, September

2015. diakses dari http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=348782, pada

tanggal 9 November 2015 pukul 03 : 00 WIB

Page 29: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

13

Syahrini mendalilkan hal itu bukan sebagai wanprestasi melainkan

force majeure dengan alasan ia harus menemani ayahnya yang sedang

sakit di Rumah Sakit. Pihak promotor tidak setuju terhadap dalil tersebut

karena menurut kuasa hukumnya haltersebut tidak tercantum dalam

klausul force majeure di perjanjian yang telah mereka sepakati.Penulis

berasumsi bahwa kemungkinan besar tidak pernah terlintas dalam pikiran

Syahrini maupun promotornya untuk memasukkan alasan sakit

ataumeninggalnya ayah Syahrini sebagai suatu keadaan memaksa atau

force majeure dalam kontrak mereka. Batal menyanyinya Syahrini pada

acara tersebut tentunya mengakibatkan promotor mengalami kerugian

nyata dan kehilangan keuntungan yang diharapkan didapat bila Syahrini

melaksanakan prestasinya.Promotor mungkin telah mengeluarkan biaya

yang tidak sedikit baik untuk promosi, reservasi tempat, waktu, tenaga

dan lain-lain, belum lagi ditambah dengan kontrak-kontrak terkait lain

yang telah dibuat oleh promotor acara tersebut dan reputasi promotor

yang tentunya sulit dinilai dengan uang.

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi,

adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut17

:

a) Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPerdata).

b) Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak

memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau

memutuskan perjanjian lewat hakim;

17

Merilatika “Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Karena Force majeure Pada Perjanjian

Kerjasama Dalam Bidang Jasa Hiburan”. Jurnal Kertha Semaya. Vol. 03, No. 05, September

2015. diakses dari http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=348782, pada

tanggal 9 November 2015 pukul 03 : 00 WIB

Page 30: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

14

c) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim

Menurut I Kadek Suardana, PPAT di Kabupaten Klungkung,

menyatakan bahwa force majeure atau keadaan memaksa adalah klausul

dalam kontrak yang biasadigunakan untuk melindungi para pihak dalam

hal ketentuan dalam kontrak tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya

keadaan-keadaan diluar kontrol para pihak. Dengan terjadinya force

majeure, risiko tidak dapat ditimpakan kepada pihak yang

mengalaminya. Jika debitur dapat membuktikan bahwa ia tidak dapat

melaksanakan kontrak karena force majeure tersebut, maka hakim akan

menolak tuntutan kreditur yang meminta agar debitur memenuhi kontrak

(atau ganti rugi). Risiko debitur terhadap terjadinya wanprestasi karena

force majeure yaitu18

:

a) Risiko pada perjanjian sepihak yaitu risiko ditanggung oleh kreditur,

debitur tidak wajib memenuhi prestasinya

b) Risiko pada perjanjian timbal balik yaitu dimana salah satu pihak

tidak dapat memenuhi prestasi karena force majeure maka seolah-

oleh perjanjian itu tidak pernah ada.

Dalam sengketa yang dialami oleh Rudy Hartono Iskandar, selaku

Direktur untuk dan atas nama serta sah mewakili mewakili PT Embrio

(Penggugat) melawan Aisyah Zaelani, selaku Manager artis Penyanyi

Syahrini (Tergugat I) dan Syahrini selaku Artis penyanyi (Tergugat II),

18

Merilatika “Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Karena Force majeure Pada Perjanjian

Kerjasama Dalam Bidang Jasa Hiburan”. Jurnal Kertha Semaya. Vol. 03, No. 05, September

2015. diakses dari http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=348782, pada

tanggal 9 November 2015 pukul 03 : 00 WIB

Page 31: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

15

sengketa ini terlihat sederhana akan tetapi ternyata efek dari sengketa ini

jauh dari kata sederhana.Batal menyanyinya Syahrini dikarenakan force

majeure yaitu sakitnya ayah Syahrini yang berujung dengan kematian

tentunya mengakibatkan promotor mengalami kerugian nyata dan

kehilangan keuntungan yang diharapkan bilaSyahrini melaksanakan

prestasinya. Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam penyelesaian

sengketawanprestasi karena force majeure dalam bidang jasa hiburan

yaitu dapat dilakukan melalui proses di luar pengadilan dengan cara

musyawarah dan melalui prosespengadilan terkait pada hukum acara,

para pihak berhadap-hadapan untuk saling beragumentasi, mengajukan

alat bukti, pihak ketiga (hakim) tidak ditentukan oleh para pihak dan

keahliannyabersifat umum, prosesnya bersifat terbuka atau transaparan,

hasil akhir berupa putusan yang didukung pandangan atau pertimbangan

hakim.

Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah dalam fokus kajian

pada jurnal, hanya dijelaskan bagaimanamengetahui akibat hukum pada

perjanjiankerjasama dalam bidang jasa hiburan sebagai dampak adanya

wanprestasi force majeure dan upaya hukum pihak yang dirugikan

dalamhal terjadinya force majeure yang mengakibatkan terjadinya

wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama dalam bidang jasa hiburan,

sedangkan pada penelitian sekarang membahas bagaimana mengetahui

akibat hukum pada kontrak pembiayaan sebagai dampak adanya

permasalahan atau force majeure dalam sektor perbankan syariah.

Page 32: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

16

2. Penelitian Lain

Penelitian pertama yang dijadikan review studi terdahulu adalah

penelitian yang dilakukan oleh Chalidah Hanum dengan judul “Strategi

Bank BTN Syariah Dalam Pembiayaan KPR Bermasalah (Studi Kasus

Pada BTN Kantor Cabang Syariah Jakarta)”19

. Kesimpulan yang dapat

ditarik dari penelitian ini bahwa KPR BTN Syariah menawarkan jasa

pengelolaan dana secara syariah sesuai dengan tuntutan agama. Selama

Sembilan bulan pertama tahun 2005, BTN telah menyalurkan dana

sebesar Rp. 3,356 triliun untuk sektor konstruksi, termasuk di dalamnya

kredit kepemilikan rumah. Tapi, jumlah yang dikelola secara syariah

masih dibawa 10 persen. Target penyaluran KPR BTN Syariah pada

tahun 2005, adalah 3.000 unit rumah dengan rata-rata nilai Rp. 50 juta

atau nilai total Rp. 151 miliar. Target BTN Syariah tahun ini memiliki

7kantor cabang dan meningkat menjadi 12 kantor cabangpada 2006 dan

20 kantor cabang syariah pada 2007. Rasio penyaluran perumahan masih

di 1,4% atau jauh lebih rendah dibanding Thailand yang mencapai angka

7,4% dan Malaysia 27,7%. Sementara NPF untuk KPR Syariah hingga

bulan juli tahun 2008 mencapai angka 1,15% dari pembiayaan yang

disalurkan BTN Syariah Cabang Jakarta. Kegiatan penyaluran kredit

(pembiayaan) mempunyai peranan penting bagi kegiatan perbankan,

karena kredit atau pembiayaan merupakan bagian terbesar sumber

penghasilan bank. Namun, penyaluran pembiayaan tersebut harus melalui

19

Chalidah Hanum,“Strategi Bnak BTN Syariah Dalam Pembiayaan KPR Bermasalah

(Studi Kasus Pada BTN Kantor Cabang Syariah Jakarta)”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarata, 2009.

Page 33: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

17

proses analisi kredit. Karena pemberian pembiayaan tanpa dianalisis

terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Terlebih halnya akan

menyebabkan pembiayaan bermasalah (macet) atau biasa disebut dengan

NPF (Non Performing Financing).Untuk menghindari dan meminimalisir

pembiayaan bermasalah (NPF) pihak perbankan dalam memberikan

pembiayaan KPR pada nasabahnya menggunakan strategi dalam

memberikan pembiayaan KPR.Penulis dalam penelitiannya membahas

mengenai faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan menjadi

bermasalah serta penerapan strategi Bank BTN Syariah dalam menangani

pembiayaan KPR bermasalah.

Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah dalam bidang yang

dikaji, penelitian terdahulu mengkaji mengenai KPR bermasalah,

sedangkan penelitian sekarang mengkaji mengenai Kontrak Pembiayaan

bermasalah yang mana objek pada penelitian pertama hanya berpusat

pada pembiayaan KPR, sedangkan pada penelitian sekarang objek

pembiayaan ditujukan untuk kegunaan lainnya.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian dengan judul “Analisis

Penyelesaian Force majeure Dalam Produk Pembiayaan Bank Syariah

Pasca Gempa Padang 2009 (Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri

Cabang Padang, SUMBAR)” yang ditulis oleh Tri Ertina Panjaitan20

.

Kesimpulan pada penulisan penelitian ini bahwa setelah terjadinya

20

Tri Ertina Panjaitan, “Analisis Penyelesaian Force majeure Dalam Produk Pembiayaan

Bank Syariah Pasca Gempa Padang 2009 (Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Cabang

Padang, SUMBAR)”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,

Jakarta, 2011.

Page 34: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

18

bencana gempa di tanah Padang pada tahun 2009 menyebabkan

banyaknya kerugian yang cukup besar. Akibat gempa bumi tersebut 1195

orang meninggal dunia, 2 orang hilang, 1795 orang luka-luka, 119.005

unit rumah rubuh, 73.733 unit rumah rusak sedang, 78.802 unit rumah

rusak ringan. Fasilias pendidikan yang hancur mencapai 2.114 unit, rusak

sedang 1.364 unit, dan rusak ringan 1.147 unit. Sedangkan jumlah

saranan kesehatan yang mengalami rusak berat 235 unit, rusak sedang 94

unit, dan 66 rusak ringan. Gempa juga meluluhlantakan 246 perkantoran

milik pemerintah, dimana 103 unit mengalami rusak sedang dan 74 unit

rusak ringan. Total seluruh kerugian 21,5 triliun.

Bencana yang terjadi juga mengakibatkan pembiayaan bermasalah

pada Bank Syariah Mandiri yang berada di kota Padang. Sampai pada

tahun 2009 jumlah pembiayaan yang disalurkan Rp. 112.086.128.949,62,

akibat dari gempa yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 ± 20%

dari seluruh pembiayaan yang disalurkan masuk kedalam pembiayaan

bermasalah dan pembiayaan yang terkena bencana hampir semuanya

berpotensi bermasalah jika tidak diberikan keringanan.

Keadaan force majeure pada kasus ini menitikberatkan pada kasus

bencana alam masal.Sehingga perlu adanya kebijakan bank untuk

menyikapi nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah akibat

gempa Padang.Fokus yang diambil oleh penulis adalah penyelesaian

pembiayaan Mudharabah dan Murabahah pada Bank Syariah Mandiri

Cabang Padang pasca gempa Padang tahun 2009.

Page 35: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

19

Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah dalam bidang yang

dikaji, pada penelitian pertama membahas mengenai penyelesaian

pembiayaan bermasalah yang difokuskan hanya pada force majeure

dalam kasus bencana alam masal, sedangkan pada penelitian sekarang

mengkaji mengenai penyelesaian pembiayaan bermasalah yang terjadi

karena force majeure dalam kasus perseorangan serta sebab menurut

jenisnya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis metode penelitian

Jenis metode penelitian hukum normatif yang digunakan untuk

mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang ada. Metode penelitian

hukum normatif yang dipergunakan dalam penulisan ini guna melakukan

penelusuran terhadap kesesuaian norma-norma yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketentuan force

majeure. Metode penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan

meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan judul skripsi ini

baik yang bersifat teoritis ilmiah, serta dapat menganalisa masalah-

masalah yang dibahas dalam permasalahan skripsi ini.

2. Metode Pendekatan

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, pendekatan penelitian

dilihat dari bidang ilmu hukum (legal research) dengan konsentrasi

hukum perbankan. Pendekatan masalah pada penelitian ini dilakukan

secara yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji

Page 36: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

20

peraturan-peraturan perundang-undangan beserta paraturan lainnya yang

relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, sehingga pendekatan

masalah dilakukan dengan menginvetariskan bahan-bahan hukum yang

ada yang dimulai dari suatu persoalan hukum, penelitian yang dilakukan

dengan cara mempelajari, mengkaji dan menginterpretasikan bahan-

bahan hukum yang berupa ketentuan perundang-undangan yang berlaku

di indonesia

3. Sumber data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-

sumber yang telah ada, berupa:

a) Bahan Hukum Primer, berupa:

(1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1244

(2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1245

(3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1444

(4) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1445

(5) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor

48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadualan Kembali Tagihan

Murabahah

(6) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor

07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah

(Qiradh)

(7) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor

17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu

Yang Menunda-nunda Pembayaran

b) Bahan sekunder berupa bahan hukum yang berkaitan erat dan

menjelaskan permasalahan yang meliputi buku-buku atau literatur-

Page 37: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

21

literatur dari para ahli atau sarjana-sarjana serta artikel-artikel yang

dimuat di internet dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4. Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang bisa ditempuh untuk kepentingan

pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu Metode yang digunakan

adalah studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mengidentifikasi,

mengklasifikasi, dan menganalisa data untuk kemudian dilakukan

pencatatan atau pengutipan terhadap data tersebut. Studi pustaka

dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Menentukan terlebih dahulu sumber data bahan hukum primer dan

sekunder.

2. Identifikasi data yang diperlukan.

3. Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah.

5. Metode pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

a) Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data yang

terkumpul sudah cukup lengkap, benar dan sesuai dengan masalah.

b) Penandaan data ( Coding), yaitu memberikan catatan atau tanda yang

menyatakn jenis sumber data seperti buku, literatur, perundang-

unhdangan atau dokumen.

c) Klasifikasi data (classification), yaitu penempatan dapat

mengelompokkan data yang melalui proses pemeriksaan serta

penggolongan data.

Page 38: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

22

6. Bentuk analisis

Bentuk analsis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

kualitatif menggunakan analisis logis normatif berdasarkan logika dan

peranturan perundang-undangan serta analisis silogisme yaitu menarik

kesimpulan yang telah ada

7. Teknik penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi yang disusun oleh Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penuisan peneitian yang berjudul “Analisis Penyelesaian

Force majeure Dalam Pembiayaan Bank Syariah” adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada Bab pertama ini dijabarkan mengenai latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, serta sistematika penulisan

sebagai alur dan koridor penulisan.

BAB II Teori Force majeure pembiayaan

Bab ini akan dibagi dalam beberapa sub-bab. Sub-bab pertama akan

membahas mengenai definisi pembiayaan yang terdiri dari pengertian

pembiayaan, dasar hukum pembiayaan, pembiayaan dengan prinsip jual beli,

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Pada sub-bab kedua akan dipaparkan

mengenai pembiayaan murabahahyang terdiri dari pengertian murabahah, dasar

Page 39: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

23

hukum murabahah, syarat-syarat murabahah, dan rukun murabahah. Pada sub-

bab ketiga akan di jelaskan mengenai pembiayaan mudharabah yang terdiri dari

pengertian mudharabah, dasar hukum mudharabah, syarat-syarat mudharabah,

dan rukun murabahah. Kemudian dilanjutkan pada sub-bab ke empat membahas

mengenai force majeure yang terdiri dari pengertian force majeure, dasar

hukumforce majeure, macam-macamforce majeure, teori force majeure, serta

akibat dariforce majeure.

BAB III Model-model Penyelesaian Kasus Force majeure

Dalam bab ini penulis menjelaskan gambaran umum tentang model-model

penyelesaian kasus force majeureyang terdiri dari standarforce majeure, kasus

force majeure dalam akad murabahah, kasusforce majeure dalam akad

mudharabah, standar penyelesaian Sengketa, pola penyelesaian sengketa di

bidang kontrak, pengakhiran akad Murabahah, dan pengakhiran akad

mudharabah.

BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang hasil temuan data dan analisa

dalam penyelesaian kasus force majeure terhadap produk pembiayaan yang

dilakukan bank syariah meliputi bentuk-bentuk force majure dalam produk

pembiayaanpada bank syariah, model-model penyelesaian force majeure dalam

produk pembiayaanpada bank syariah, serta analisis penyelesaian force majeure

dalam produk pembiayaan murabahah dan mudharabah pada bank syariah.

Page 40: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

24

BAB V Penutup

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan jawaban atas pokok

permasalahan yang telah diajukan serta memberikan saran antisipatif mengenai

penyelesaian kasus force majeure untuk produk pembiayaan murabahah dan

mudharabah yang disediakan oleh bank syariah.

Page 41: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

25

BAB II

TEORI FORCE MAJEURE PEMBIAYAAN

A. Force majeure

1. Pengertian Force majeure

Dalam khazanah hukum Indonesia, konsep keadaan memaksa lebih

banyak dijelaskan oleh pendapat ahli-ahli hukum Indonesia, antara lain

berikut ini.

a) R. Subekti: Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa

yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali

tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa

terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.

Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau

kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkankarena

kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau alpa, dan orang yang

tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas

kelalaian1

b) Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H.F.A. Vollmar:

overmacht adalah keadaan di mana debitur sama sekali tidak mungkin

memenuhi perutangan (absolute overmacht) atau masih

memungkinkan memenuhi perutangan, tetapi memerlukan

pengorbanan besar yang tidak seimbang atau kekuatan jiwa di luar

1 R. Subekti, “ HukumPerjanjian”, (Jakarta: PT Intermasa, 1992), hlm.55

Page 42: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

26

kemampuan manusia atau dan menimbulkan kerugian yang sangat

besar (relative overmacht).2

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pengertian keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana salah

satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau

sebagian kewajibannya sesuai apa yang diperjanjikan, disebabkan adanya

suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui

atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, di

mana pihak yang tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat

dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko.

2. Dasar Hukum Force majeure

a) Al Qur’an Surat Al Baqarah (2) ayat 280

رة ذو كاىوإى قوا وأى هي سرة ،إلىفظرة عس كن خي ر تصد لووى تن كإى ل تع

Artinya : "Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka

berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan

(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu

mengetahui."

b) Al Hadist

“Kalau kamu menagih seseorang yang sedang kesulitan, maka

bebaskanlah utangnya, semoga Allah juga kelak akan

membebaskan kita (dari dosa-dosa kita). Maka ketika ia berjumpa

dengan Allah, maka Allah pun benar-benar membebaskannya.”

(HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah).

2 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian

A”,(Jogjakarta: Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1980), hlm.20

Page 43: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

27

إل ملظل شهيو عر تظل مال قياهةتح يو وضعلهأظلهللا سراأو ظرهع أ ظلههي

“Barang siapa yang mau memberi tangguhan kepada orang yang

sedang kesulitan atau bahkan membebaskannya, maka Allah akan

menaunginya di bawah naungan „Arsy-Nya di hari tiada naungan

selain naungan-Nya.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah

radhiallahu anhu dan dishahihkan Al Albani dalam Shahihut Targhib

no. 909)

c) Ketentuan Perundang-undangan

Dasar hukum force majeure di Indonesia diatur dalam

beberapa ketentuan perundang-undangan seperti KUH Perdata

Pasal 1244-1245, KUH Perdata 1444-1445, Fatwa Dewan Syari’ah

Nasional nomor 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadualan Kembali

Tagihan Murabahah, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 07/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), dan Fatwa

Dewan Syari’ah Nasional nomor 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi

Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran.

3. Macam–macam Force majeure

Pada pendapat lain Force majeureini juga dapat dibagi menjadi

beberapa kategori, yaitu:

a) Force majeure menurut jenisnya

(1) Force majeure objektif

Force majeure objektif ini disebutjuga dengan istilah physical

impossibility. Yang dimaksudkan adalah bahwa force majeure

tersebut terjadi pada benda yang merupakan objek dari kontrak

Page 44: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

28

tersebut, sehingga prestasi tidak mungkin dipenuhi lagi, tanpa

adanya kesalahan dari pihak debitur, Misalnya, benda yang menjadi

objek dari kontrak terbakar atau disambar petir.

(2) Force majeure subjektif

Pada force majeure subjektif, peristiwa yang terjadi bukan terhadap

benda yang merupakan objek dari kontrak yang bersangkutan,

melainkan dalam hubungan dengan keadaan atau kemampuan dari

debitur itu sendiri. Misalnya, jika debitur sakit berat atau cacat

seumur hidup sehingga tidak mungkin lagi melakukan prestasi.3

b) Force majeure menurut pelaksanaannya

(1) Force majeure absolut

Force majeure absolut adalah suatu keadaan dimana debitur sama

sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh

karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar4.

(2) Force majeure relatif

Force majeurerelatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan

dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak mungkin

dilakukan, walaupun secara tidak normal masih mungkin

dilakukan.Misalnya terhadap kontrak ekport-impor, di mana setelah

3 Mustafa Kamal Rokan, “Pengantar Hukum Bisnis”, diakses dari

https://awalbarri.wordpress.com/2009/03/23/pengantar-hukum-bisnis/, pada tanggal 17 November

2015 pukul 17 : 51 WIB 4 Oemiy, “Keadaan Memaksa (Overmatch) Dalam Hukum Perdata”, diakses dari

https://oemiy.wordpress.com/2010/12/30/keadaan-memaksa-overmacht-dalam-hukum-perdata/,

pada tanggal 17 November 2015 pukul 17 : 30 WIB

Page 45: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

29

kontrak dibuat, terdapat larangan impor atas barang tersebut atau

PHK masal pada pekerja suatu perusahaan yang pailit.

c) Force majeure menurut jangka waktu berlakunya

(1) Force majeure permanen

Force majeureini mengakibatkan tidak dapat terlaksananya prestasi

sampai kapan pun sebagai pemenuhan dari suatu kontrak.Misalnya

jika barang yang merupakan objek dari kontrak tersebut musnah di

luar kesalahan salah satu pihak.

(2) Force majeure temporer

Dimana terhadap pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak

mungkin dilakukan untuk sementara waktu, dengan kata lainsetelah

hilang efek dari terjadinya peristiwa tertentu maka prestasi tersebut

dapat dipenuhi kembali.Misalnya, jika barang yang menjadi objek

kontrak tersebut tidak mungkin dikirim karena terjadi pergolakan

sosial.Akan tetapi, pada saat kondisi sudah aman, maka barang

tersebut dapat dikirim kembali.5

4. Teori Force majeure

a. Teori force majeure menurut kaidah fiqih Islam

Karakterisitik force majeure merupakan suatu bencana atau

musibah adalah sebuah keadaan darurat yang secara hukum akan

berimplikasi kepada munculnya berbagai aturan untuk menghilangkan

5Dewo Broto Joko Putranto, “Penyusunan Kontrak Dan Aspek-Aspek Hukum Pengadaan

Barang/Jasa Berdasarkan Kepres No. 80 Tahun 2003”, diakses dari http://justitia-

indonesia.blogspot.co.id/2006/09/penyusunan-kontrak-dan-aspek-hukum.html pada tanggal 01

Februari 2016 pukul 04 : 42 WIB

Page 46: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

30

ataupun setidaknya mengurangi kondisi darurat tersebut. Dalam hal force

majeure ini misalnya, seorang kreditur tidak layak membebankan debitur

yang tertimpa musibah berat dengan beban yang sama saat debitur belum

mengalami musibah itu. Bahkan jika dianggap perlu, kontrak dapat

dibatalkan untuk menghilangkan beban tambahan bagi debitur dalam

keadaan darurat tersebut.

Ada beberapa kaidah Islam yang sesuai dengan definisi keadaan

force majeure ini, diantara lain :6

الوشقهتجلبالتيسير

Artinya : “Kemudharatan itu menarik kemudahan”

Sumber pengambilan kaidah diatas diperkuat dari Firman Allah

SWT dalam surah Al-Baqarah : 185

يريدللابكناليسروليريدبكنالعسر

Artinya: “Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki

kesempitan bagimu”

Kaidah diatas ini menjadi sumber adanya keringanan dalam

menjalankan tuntutan syari’at diantara nya seperti keringanan yang

diberikan karena keadaan terpaksa serta unsur kurang mampu dan

kesukaran umum yang menjadi akibat dari terjadinya force majeure.7

Dalam praktik perbankan, proses penyelesaian kasus force majeure

harus melewati beberapa ketentuan dan prosedur tertentu, salah satunya

6 Fatchur rahman, “Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam”, (Bandng : PT.Al

Ma’arif), h. 503 7 Fatchur rahman, “Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam”, h. 505-506

Page 47: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

31

adalah pembuktian berita terjadinya force majeure yang menimpa nasabah

kepada pihak perbankan. pembuktian berita terjadinya force majeure

diperlukan untuk memastikan apakah benar nasabah mengalami keadaan

memaksa sehingga nasabah tidak dapat melakukan pengembalian

kewajiban atau membutuhkan keringanan. Hal ini sesuai dengan kaidah

dalam fiqih Islam, yaitu :8

الرخصلتاطبالشك

Artinya : “keringanan itu tidak dapat disangkutpautkan dengan keraguan”

Kaidah diatas menjelaskan bahwa keringanan yang diberikan tidak

boleh ada unsur keragu-raguan. Pihak bank yang memberikan keringanan

haruslah yakin dengan pembuktian nasabah yang mengalami force

majeure.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa force majeure

dipandang dari perspektif kaidah fikih telah memenuhi nilai -nilai

yang diinginkan dalam kaidah-kaidah tersebut.

b. Teori Ketidakmungkinan (onmogelijkheid)

Teori ketidakmungkinan berpendapat bahwa keadaan memaksa

adalah suatu keadaan tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang

diperjanjikan. Ketidakmungkinan dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a) Teori ketidakmungkinan absolut atau objektif (absolute

onmogelijkheid) Adalah ketidakmungkinan sama sekali dari debitur

untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur Volmar menyebutnya

8 Fatchur rahman, “Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam”, h. 509

Page 48: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

32

absolute overmacht. Dasarnya adalah ketidakmungkinan

(impossibility) memenuhi prestasi karena bendanya lenyap/musnah.9

b) Teori ketidakmungkinan relatif atau subjektif (relative

onmogelijkheid)

Adalah ketidakmungkinan relatif dari debitur untuk memenuhi

prestasinya Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat

sementara.Perikatan tidak berhenti (tidak batal), hanya pemenuhan

prestasinya tertunda. Jika kesulitan sudah tidak ada lagi, pemenuhan

prestasi diteruskan. Akan tetapi, jika prestasi itu sudah tidak berarti

lagi bagi kreditur karena sudah tidak diperlukan lagi, perikatan itu

gugur.

Perbedaan antara perikatan batal dan perikatan gugur terletak pada

ada tidaknya objek perikatan dan objek tersebut harus mungkin

dipenuhi.Pada perikatan batal, objek perikatan tidak ada karena musnah

sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh debitur (sifat prestasi).Pada

perikatan gugur, objek perikatan ada sehingga mungkin dipenuhi dengan

segala macam upaya debitur, tetapi tidak mempunyai arti lagi bagi

kreditur.Jika prestasi betul-betul dipenuhi oleh debitur, tetapi kreditur tidak

menerima (menolak) karena tidak ada manfaatnya lagi, perikatan dapat

9 Ridha Nur Arifa, “PerbuatanMelawan Hukum”, diakses dari

http://pandaihukum.blogspot.co.id/2014/05/perbuata-melawan-hukum.html pada tanggal 01

Februari 2016 pukul 04 : 45 WIB

Page 49: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

33

dibatalkan.Persamaanya adalah pada perikatan batal dan perikatan gugur

keduanya itu tidak mencapai tujuan.10

c. Teoripeniadaan kesalahan (afwesigheid van schuld)

Teori penghapusan atau peniadaan ini mengartikan bahwa

dengan adanya overmatch maka terhapuslah kesalahan debitur.

Sehingga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak bias

dipertangungjawabkan.

5. Akibat Force majeure

Adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa

membawa konsekuensi bagi para pihak dalam suatu perikatan, di mana

pihak yang tidak dapat memenuhi prestasi tidak dinyatakan

wanprestasi.Dengan demikian, dalam hal terjadinya keadaan memaksa,

debitur tidak wajib membayar ganti rugi dan dalam perjanjian timbal balik,

kreditur tidak dapat menuntut pembatalan karena perikatannya dianggap

gugur/terhapus. Beberapa pakar membahas akibat hukum dari keadaan

memaksa sebagai berikut

A.R. Setiawan merumuskan bahwa suatu keadaan memaksa

menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan beberapa akibat,

yaitu11

a) kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi

10

Ridha Nur Arifa, “PerbuatanMelawan Hukum”, diakses dari

http://pandaihukum.blogspot.co.id/2014/05/perbuata-melawan-hukum.html pada tanggal 01

Februari 2016 pukul 04 : 45 WIB 11

R. Setiawan, “Pokok-Pokok Hukum Perikatan” (Bandung: Binacipta, 1994), h..27-28.

Page 50: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

34

b) debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai,13 dan karenanya tidak wajib

membayar ganti rugi

c) risiko tidak beralih kepada debitur

d) pada persetujuan timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut

pembatalan.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang menyitir Dr. H.F.A Vollmar.

Overmacht harusdibedakan apakah sifatnya sementara ataukah

tetap.Dalam hal overmacht sementara, hanya mempunyai daya

menangguhkan dan kewajibannya untuk berprestasi hidup kembali jika

dan sesegera faktor overmacht itu sudah tidak ada lagi, demikian itu

kecuali jika prestasinya lantas sudah tidak mempunyai arti lagi bagi

kreditur. Dalam hal terakhir ini, perutangannya menjadi gugur (misalnya

taksi yang dipesan untuk membawa seseorang ke stasiun karena ada

kecelakaan lalu lintas, tidak dapat datang pada waktunya, dan ketika lalu

lintas sudah aman kembali, kereta api sudah tidak dapat dicapai lagi).12

Abdulkadir Muhammad membedakan keadaan memaksa yang

bersifat objektif dan subjektif. Keadaan memaksa yang bersifat objektif

dan bersifat tetap secara otomatis mengakhiri perikatan dalam arti

perikatan itu batal (the agreement would be void from the outset).13

Salim H.S., mengemukakan tiga akibat dari keadaan memaksa,

yaitu14

12

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, op. cit, h. 22. 13

Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perikatan” (Bandung: Penerbit Alumni, 1982), h..28-

31 14

Salim H.S, “Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW)” (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,

2001), h.184-185.

Page 51: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

35

a) debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);

b) beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa

sementara;

c) kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi

hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontraprestasi,

kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.

Ketiga akibat tersebut lebih lanjut dibedakan menjadi dua macam,

yaitu pada akibat keadaan memaksa absolut, yaitu akibat butir a dan c,dan

akibat keadaan memaksa relatif, yaitu akibat butir b. Namun, Perlu

digarisbawahi bahwa hak kreditur dalam force majeure sama sekali tidak

dihilangkan, hanya saja jangka waktu pemenuhan hak tersebut

diperpanjang untuk memberi kolonggaran bagi pihak debitur.

B. Force Majeure dalam Hutang Piutang

Dalam sektor keuangan, pemecahan kasus force majeure sendiri telah

diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, salah satunya ketentuan-

ketentuan yang mengatur penyelesaian kasus force majeure dalam dunia

perbankan, yaitu :

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1244

Jika ada alasan untuk itu, si berhutang harus dihukum

mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat

membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang

tepat dilaksanakannya perikatan itu disebabkan suatu hal yang

Page 52: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

36

tak terduga, pun tak dapat dipertanggungkan kepadanya,

kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada

pihaknya.

b) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1245

Tidaklah biaya, rugi dan bunga, harus digantinya, apabila

dikarenakan keadaan memaksa atau karena suatu kejadian tak

disengaja si berhutang berhalangan memberikan atau berbuat

sesuatu yang diwajibkan, atau dikarenakan hal - hal yang sama

telah melakukan perbuatan yang dilarang.

c) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1444

i. Jika barang tertentu yang menjadi pokok perjanjian

musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga

sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada,

maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau

hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai

menyerahkannya.

ii. Bahkan meskipun si berutang lalai menyerahkan suatu

barang, sedangkan ia tidak telah menanggung terhadap

kejadian-kejadian yang tidak terduga, perikatan tetap hapus

jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di

tangannya si berpiutang seandainya sudah diserahkan

kepadanya.

Page 53: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

37

iii. Si berutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tidak

terduga, yang dimajukannya itu.

iv. Dengan cara bagaimanapun suatu barang yang telah dicuri,

musnah atau hilang, hilangnya barang itu tidak sekali -kali

membebaskan orang yang mencuri barang dari

kewajibannya mengganti harganya

d) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1445

Jika barang yang terutang, di luar salahnya si berutang

musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, maka si

berutang, jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan

ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan

hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang yang

mengutangkan kepadanya.

2. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia

a) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor

48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadualan Kembali Tagihan

Murabahah

Menetapkan : FATWA TENTANG PENJADWALAN KEMBALI

TAGIHAN MURABAHAH

Pertama : Ketentuan Penyelesaian

LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling)

tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa

Page 54: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

38

menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan

waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:

1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;

2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali

adalah biaya riil;

3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak.

dua : Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya

atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak

terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

Arbitrase Syari'ah Nasional setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan

ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat

kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan

sebagaimana mestinya

.

b) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor

07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH

(QIRADH)

Page 55: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

39

Pertama : Ketentuan Pembiayaan:

1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang

disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu

usaha yang produktif.

2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal

(pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu

proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah)

bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan

pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan

pengusaha).

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang

telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari'ah; dan

LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau

proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan.

5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas

dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua

kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib

(nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai,

atau menyalahi perjanjian.

Page 56: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

40

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak

ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan

penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari

mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat

dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan

pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati

bersama dalam akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan

mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS

dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan

kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap

kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau

biaya yang telah dikeluarkan.

Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:

1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola

(mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para

pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam

mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-

hal berikut:

Page 57: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

41

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit

menunjukkan tujuan kontrak (akad).

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat

kontrak.

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui

korespondensi, atau dengan menggunakan cara-

cara komunikasi modern.

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan

oleh penyedia dana kepada mudharibuntuk tujuan usaha

dengan syarat sebagai berikut:

a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang

dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset,

maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus

dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap

maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam

akad.

4. Keuntungan mudharabahadalah jumlah yang didapat

sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut

ini harus dipenuhi:

a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak

boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

Page 58: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

42

b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak

harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak

disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi

(nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan.

Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat

dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh

menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan

dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau

pelanggaran kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai

perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh

penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib,

tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia

mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan

pengelola sedemikian rupa yang dapat

menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu

keuntungan.

c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari'ah

Islam dalam tindakannya yang berhubungan

dengan mudharabah, dan harus mematuhi

Page 59: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

43

kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

Ketiga : Ketentuan lain:

1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.

2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu'allaq) dengan sebuah

kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.

3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi,

karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-

amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja,

kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya

atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak,

maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah.

c) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor

17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang

Menunda-nunda Pembayaran

Menetapkan : FATWA TENTANG SANKSI ATAS NASABAH

MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN

Pertama : Ketentuan Umum:

1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang

dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu

Page 60: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

44

membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan

disengaja.

2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar

disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran

dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik

untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan

agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan

kewajibannya.

5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang

besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat

saat akad ditandatangani.

6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai

dana sosial.

Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau

jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka

penyele-saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi

Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan

jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan

diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Page 61: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

45

BAB III

MODEL-MODEL PENYELESAIAN KASUS FORCE MAJEURE

A. Standar Force majeure

Force majeur atau “keadaan memaksa” adalah keadaan dimana nasabah

terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa

yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa

tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada nasabah, sementara

nasabah tersebut tidak dalam keadaan beriktikad buruk. Keadaan force

majeure bisa dijadikan alasan pembebasan pemberian ganti rugi akibat tidak

terlaksananya perjanjian atau akad. Dalam kasus force majeure sendiri

memiliki beberapa ketentuan khusus, yakni 1:

1. Dalam hal terjadinya force majeure, maka pihak yang terkena akibat

langsung dariforce majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis

dengan melampirkan bukti-bukti dari Kepolisian/ Instansi yang berwenang

kepada pihak lainnya mengenai peristiwa force majeuretersebut dalam

waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas hari kerja) terhitung sejak

tanggal force majeureditetapkan.

2. Berita acara yang telah di tulis oleh nasabah akan diberikan kepada

lembaga asuransi oleh pihak bank. Lembaga asuransi akan mencari

kebenaran dan bukti-bukti kuat mengenai kronologis terjadinya force

majeure pada nasabah, jika nasabah terbukti benar mengalami force

1Hasyim, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”, diakses dari

http://hasyimsoska.blogspot.co.id/2011/07/penyelesaian-sengketa-perbankan-syariah.html, pada

tanggal 07 September 2016 pukul 15 : 31 WIB

Page 62: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

46

majeure maka nasabah dapat mengklaim asuransi yang dapat digunakan

sebagai salah satu jalan penyelematan pembiayaan nya kepada bank.2

3. Keterlambatan atau kelalaian para pihak untuk memberitahukan adanya

force majeuretersebut mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut

sebagai force majeure oleh pihak lain.

4. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat terjadinya force

majeure akan diselesaikan oleh nasabah dan bank secara musyawarah

untuk mufakat. Hal tersebut tanpa mengurangi hak-hak bank sebagaimana

diatur dalam Akad.

B. Kasus Force majeure dalam Akad Murabahah dan Mudharabah

Perihal terjadinya force majeure dalam akad pembiayaan murabahah

dan akad pembiayaan mudharabah sangat beragam.Peristiwa atau keadaan

yang tergolong dalam kategori force majeure adalah peristiwa atau keadaan

yang terjadi di luar kekuasaan atau kemampuan salah satu atau para pihak,

yang mengakibatkan salah satu atau para pihak tidak dapat melaksanakan

hak-hak dan/atau kewajiban-kewajiban sesuai dengan standar dalam kontrak

ini, termasuk namun tidak terbatas kebakaran, banjir, gempa, hujan badai,

angin topan, (atau bencana alam lainnya), pemadaman listrik, kerusakan

katalisator, sabotase, perang, invasi, perang saudara, pemberontakan,

revolusi, kudeta militer, terorisme, nasionalisasi, blokade, embargo,

perselisihan perburuhan, mogok, dan sanksi terhadap suatu pemerintahan.3

2Wendra M, Accounting Maintenace BSM Kc. Bandar lampung, wawancara pribadi,

Bandar lampung 27 Oktober 2016 3OJK, “Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah”, diakses dari

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Buku-

Standar-Produk-Perbankan-Syariah-Murabahah/Buku%20Standar%20Produk%20Murabahah.pdf

pada tanggal 24 Juli 2016 pukul 21 : 06 WIB

Page 63: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

47

Perihal terjadinya force majeure dalam akad pembiayaan murabahah

dan akad pembiayaan mudharabah beragam. Menurut pembagiannya, force

majeure sendiri dibagi menjadi 3, yaitu :

a) Menurut jenisnya

(1) force majeure objektif

Force majeure ini terjadi pada benda yang merupakan objek dari

kontrak sehingga prestasi tidak mungkin dipenuhi lagi, tanpa adanya

kesalahan dari pihak debitur.Misalnya, benda yang menjadi objek dari

kontrak terbakar atau disambar petir.

(2) force majeure subjektif

Force majeure subjektif ini berhubungan dengan keadaan atau

kemampuan dari debitur itu sendiri.Misalnya, jika debitur sakit berat

atau cacat seumur hidup sehingga tidak mungkin lagi melakukan

prestasi.

b) Menurut pelaksanaanya

(1) force majeure absolut

Suatu keadaan dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi

perutangannya kepada kreditur dikarenakan bencana alam atau Act of

God. Yng bersifat mutlak, misalkan karena adanya gempa bumi,

banjir bandang, dan adanya lahar.

(2) force majeure relatif

Dalam force majeure ini, pemenuhan prestasi secara normal tidak

mungkin dilakukan, walaupun secara tidak normal masih mungkin

Page 64: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

48

dilakukan.Force majeureini juga disebut Act of Nature yang dapat

simpulkan peristiwa ini tidak bersifat mutlak atau relatif.

c) Menurut jangka waktu berlakunya

(1) force majeure permanen

Yaitu efek terjadinya force majure sampai kapan pun kontra tidak

mungkin dilakukan lagi untuk memenuhi suatui prestasi kontrak yang

telah dijanjikan. Misalnya jika barang yang merupakan objek dari

kontrak tersebut musnah di luar kesalahan salah satu pihak

(2) force majeure temporer

Dimana terhadap pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak

mungkin dilakukan untuk sementara waktu. Atau dengan kata lain,

karena terjadi peristiwa tertentu di mana setelah peristiwa tersebut

berhenti, prestasi tersebut dapat dipenuhi kembali.

Beberapa kategori force majeure diatas dapat terjadi baik pada akad

pembiayaan murabahah maupun akad pembiayaan mudharabah.

Penyelesaian serta solusi yang akan di berikan oleh pihak perbankan syariah

tentunya berdasarkan kondisi force majeureyang riil terjadi pada nasabah dan

merujuk pada perundang-undangan dan ketentuan islam yang berlaku.

C. Standar Penyelesaian Sengketa Pembiayaan

Beragam penyebab terjadinya kasus force majeure dalam pembiayaan

di ranah perbankantidak membedakan standar penyelesaian pembiayaannya.4

Pada saat terjadinya force majeure pada pembiayaan di suatu bank, hal ini

4 Marnita, Legal Staff USPD Bank Muamalat Kc. Bandar Lampung, wawancara pribadi,

Bandar Lampung 20 September 2016

Page 65: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

49

dipastikan dapat menyebabkan timbulnya risiko gagal bayar atau

permasalahan dalam pembiayaan tersebut. Penyelesaian kasus force majeure

yang ditempuh oleh pihak bank tetap dilakukan secara musyawarah untuk

mencapai mufakat tanpa mengurangi hak-hak Bank bahkan jika permasalahan

sengketa antara nasabah dan pihak bank diselesaikan di Pengadilan, prosedur

penyelesaian sengketa tetap mengikuti ketentuan sebagaimana telah diatur

dalam Akad.5

Menurut Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, yang

diterbitkan oleh OJK6, penyelesaian sengketa pada kasus pembiayaan

bermasalah memiliki beberapa tahapan, yaitu :

1. Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa antara pihak Bank dengan

nasabah harus mengutamakan prinsip musyawarah mufakat.

2. Mekanisme musyawarah dilakukan dengan tujuan untuk memberikan

solusi yang dianggap sesuai dengan kemampuan dan kondisi nasabah yang

terkena force majeure.

3. Beberapa solusi yang ditawarkan bank dalam mekanisme musyawarah

kepada nasabah seperti perpanjangan waktu pembayaran angsuran,

perubahan jumlah angsuran, pemberian tambahan kredit, dsb.

4. Apabila mekanisme musyawarah belum berhasil, penyelesaian sengketa

dapat dilakukan secara non litigasi misalnya melalui Badan Arbitrase

5 Rahmat S.S. Soemadipradja, “Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Jakarta :

PT. Gramedia Pustaka”, 2010, diakses dari

http://ditkumham.bappenas.go.id/ebook/Restatement%20Keadaan%20Memaksa.pdf pada 9

Februari 2016 pukul 18 : 34 WIB 6 OJK, “Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah”, diakses dari

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Buku-

Standar-Produk-Perbankan-Syariah-Murabahah/Buku%20Standar%20Produk%20Murabahah.pdf

pada tanggal 24 Juli 2016 pukul 21 : 06 WIB

Page 66: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

50

Syariah Nasional (Basyarnas) dan eksekusi atau putusan arbitrase syariah

itu akan ditetapkan melalui Pengadilan Agama.

5. Apabila para pihak menyepakati untuk menyelesaikan sengketa melalui

pengadilan, maka Bank dan Nasabah harus menyepakati dalam kontrak

bahwa kewenangan untuk mengadili sengketa kontrak ini diselesaikan

melalui Pengadilan Agama.

6. Pihak Bank tidak diperkenankan menuliskan klausula dalam kontrak yang

membolehkan Bank melakukan eksekusi agunan dan jaminan secara

langsung sesaat setelah terjadi tunggakan ataupun wanprestasi tanpa

putusan pengadilan.

7. Pihak Bank tidak diperkenankan melakukan eksekusi agunan dan jaminan

secara langsung sesaat setelah terjadi tunggakan ataupun wanprestasi

sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa Nasabah lalai

dan memberikan hak kepada Bank untuk eksekusi agunan dan jaminan.

8. Jika sampai tahap eksekusi agunan obyek pembiayaan dan/atau jaminan

lainnya dilakukan, maka hasil eksekusi (penjualan/pelelangan) tersebut

diutamakan untuk memenuhi kewajiban Nasabah kepada Bank. Jika ada

kelebihan nilai eksekusi maka dikembalikan ke Nasabah, jika masih

kurang untuk memenuhi hak Bank maka hal itu tetap menjadi kewajiban

Nasabah hingga Bank menghapuskan kewajiban tersebut.

Page 67: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

51

D. Pola Penyelesaian Sengketa di Bidang Kontrak

Dalam penyelesaian setiap sengketa dapat menggunakan cara-cara

tertentu yang lazim dipergunakan dalam dunia kontrak, sebagai jalan keluar

untuk menyelesaiakan sengketa yang bersangkutan. Hal ini juga berlaku

dalam penanganan sengketa kasus force majeuredi dunia perbankan7.Menurut

Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) beberapa pilihan penyelesaian

perselisihan seperti melalui negosiasi, pengadilan (litigasi)/gugatan, arbitrase,

atau pun melalui mediasi.

1. Melalui Negosiasi

Merupakan cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi

(musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang

hasilnya diterima oleh pihak tersebut8. Syarat-syarat bernegosiasi sebagai

berikut :

a) Pihak-pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela berdasarkan

kesadaran yang penuh

b) Pihak-pihak siap melakukan negosiasi

c) Mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan

d) Memiliki kekuatan yang relatif seimbang sehingga dapat saling

menciptakan ketergantungan

e) Mempunyai kemauan menyelesaikanmasalah

7 Abadi Riantini, Notaris di Bandar Lampung, wawancara pribadi, Bandar Lampung 23

September 2016 8 Gatot Soemartono, “Arbitrase dan Mediasi di Indonesia”, (Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama,2006), h. 1

Page 68: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

52

Hasil yang diperoleh dari tindakan negosiasi guna mencari

penyelesaian terhadap permasalahan akan menghasilkan beberapa pilihan,

seperti :9

(1) Rescheduling

Rescheduling adalah suatu upaya penyelamatan kredit dengan

melakukan perubahan syarat–syarat perjanjian kredit yang

berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali kredit atau

jangka waktu, juga grace period baik termasuk besarnya jumlah

angsuran maupun tidak.10

(2) Reconditiong

Reconditioning adalah suatu upaya penyelamatan kredit dengan

cara melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat

erjanjian kredit yang tidak terbatas, hanya kepada perubahan

jadwal angsuran atau jangka waktu kredit saja, namun

perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau

tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit

menjadi equity perusahaan.11

(3) Resctucturing

Restructuring adalah suatu upaya penyelamatan dengan

melakukan perubahan syarat – syarat perjanjian kredit berupa

9Daniel, Financing Manager Bank BJB Syariah Kc. Supomo, wawancara pribadi, Jakarta 05

Februari 2016 10

Veithzal Rivai dan Andria Veithzal Rivai, “Credit Management Handbook” (Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 510 11

Veithzal Rivai. “Bank atau Financial Institution Management.Eds . 1” .(Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007), hlm.513

Page 69: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

53

pemberian tambahan kredit atau melakukan konversi atas

seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan dan

equity bank yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling

dan/atau reconditioning.12

2. Melalui Mediasi

Untuk penyelesaian sengketa yang melibatkan lembaga mediasi,

Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 2 Tahun 2003

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan padatanggal 11 September 2003.

Upaya mediasi dilakukan dengan meminta pihak lain untuk memediatori

permasalahan yang bersangkutan atas kesepakatan para pihak yang

bersengketa, dimana para pihak yang bertikai memilih untuk berdamai

melalui penengah yang mereka sepakati bersama. Tujuan mediasi adalah

untuk mencapaikesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang

bersengketa guna mengakhiri sengketa.

3. Melalui Arbitrase

Arbitrase (Tahkim) adalah suatu pengajuan sengketa, berdasarkan

perjanjian antara para pihak, kepada orang-orang yang dipilih sendiri oleh

mereka untuk mendapatkan suatu keputusan. Saat ini telah ada lembaga

khusus Badan Arbitrase Syariah Nasional/(Basyarnas) yang diharapkan

mampu menyelesaikan segala bentuk sengketa muamalat dan perdata yang

muncul dikalangan umat muslim. Badan Arbitrase Syariah/(Basyarnas)

12

Veithzal Rivai. “Bank atau Financial Institution Management.Eds . 1”, h. 517

Page 70: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

54

sebagai alternatif penyelesaian sengketa di Lembaga keuangan Syariah

mempunyai tujuan :

a) Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-

sengketa muamalat/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan,

industri, keuangan, jasa dan lain

b) Menerima permintaan yang diajukan, oleh para pihak dalam suatu

perjanjian, tanpa adanya suatu sengketa untuk memberikan suatu

pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan

perjanjian tersebut.

Untuk menyelesaikan perkara/ perselisihan secara damai dalam hal

keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari para pihak,

juga dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga sebagai wasit

(mediator). Upaya ini biasanya akan ditempuh apabila para pihak yang

berperkara itu sendiri ternyata tidak mampu mencapai kesepakatan damai.

4. Melalui Pengadilan (Litigasi)/gugatan

Apabila para pihak menyepakati untuk menyelesaikan sengketa

melaluipengadilan, maka Bank dan Nasabah harus menyepakati dalam

kontrakbahwa kewenangan untuk mengadili sengketa kontrak ini

diselesaikanmelalui Pengadilan Agama.

5. Penyitaan dan Pelelangan Jaminan

Tahap penyitaan dan pelelangan jaminan merupakan serangkaian

dari upaya untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan dari kewajiban

nasabah terhadap bank. Pada tindakan pelelangan jaminan, jika hasil dari

Page 71: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

55

penjualan tersebut telah mencukupi besaran tanggungan nasabah terhadap

bank, maka sisa dari penjualan jaminan tersebut akan dikembalikan kepada

nasabah.

E. Pengakhiran Akad Murabahah

Berakhirnya akad Murabahahdapat disebabkan oleh berakhirnya jangka

waktu akad, peristiwa force majeure, cidera janji, dan nasabah yang

mengajukan pengakhiran akad Murabahah.Akad ini dinyatakan berakhir

apabila telah dipenuhinya kewajiban oleh para pihak dalam kontrak yang

termasuk meliputi hal-hal berikut13

:

1. Terpenuhinya keseluruhan kewajiban atas harga jualmurabahah

2. Adanya peralihan atau transfer atas kewajiban membayar harga jual

murabahahkepada pihak ketiga melalui akad (hiwalah).

3. Bank melepaskan hak untuk menerima pembayaran harga jual melalui

pemberian potongan harga (ibra’).

4. Bank memberikan potongan margin pembiayaan (Muqasah) atas

kewajibanMurabahahNasabah.

5. Masing masing pihak dalam kontrak bersepakat untuk mengakhiri

kontrak dalam periode jangka waktu kontrak yang telah disepakati.

6. Salah satu pihak dalam kontrak memutuskan untuk mengakhirikontrak

dikarenakan adanya wanprestasi oleh pihak lain.

7. Kedua belah pihak menyepakati untuk mengakhiri akad murabahah.

13

OJK, “Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah”, diakses dari

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Buku-

Standar-Produk-Perbankan-Syariah-Murabahah/Buku%20Standar%20Produk%20Murabahah.pdf

pada tanggal 24 Juli 2016 pukul 21 : 06 WIB

Page 72: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

56

8. Terdapat cacat, kerusakan, atau aib pada obyek barang yang akan dijual

ketika diserahkan kepada penjual.

9. Obyek hilang atau musnah, baik karna force majeure atau wanprestasi

10. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad murabahah telah berakhir.

Baik cara pembayarannya secara sekaligus ataupun secara angsuran.

Dalam pengakhiran akad murabahah, perihal force majeure dapat

dilihat pada poin 9 yang menyatakan jika objek pada perjanjian akad

murabahah hilang atau musnah dikarenakan force majeure dan tidak ada

itikad buruk padanya maka perjanjian akad murabahah diantara para pihak

dapat saja berakhir.

F. Pengakhiran Akad Mudharabah

Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya.Selain

telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh

(pembatalan) atau telah berakhir waktunya.Fasakh terjadi disebabkan sebagai

berikut:14

1. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan

syara’ seperti yang disebutkan dalam akad rusak, misalnya jual beli

barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan

2. Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, atau syarat

3. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena

merasa menyesal atas akad baru saja dilakukan. Fasakh dengan caraini

disebut iqalah

14

Gemala Dewi, dkk, “Hukum Perikatan Islam di Indonesia”, Fakultas hukum Universitas

Indonesia, 2006, h. 92

Page 73: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

57

4. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak terpenuhi

oleh pihak-pihak yang bersangkutan

5. Karena habis waktunya seperti dalam akad sewa menyewa

6. Karena tidak dapat izin pihak berwenang

7. Karena kematian

Pada akad mudharabah, force majeure dapat menjadi salah satu

penyebab berakhirnya akad. Hal ini ditunjukkan dalam poin 4 dan poin 7.

Pada poin 4, force majeuredapat menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban

dari akad yang telah disepakati oleh para pihak serta sebab kematian pada

poin 7 juga dapat digolongkan kedalam kategori force majeure subjektif.

Page 74: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak

dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang

melakukan kegiatan ekonomi melalui jasa financial perbankan. Bank merupakan

lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang strategis dimana kegiatan utama

dari perbankan adalah menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali

kepada masyarakat.Keberadaan bank syariah di Indonesia mulai mendapatkan tempat

yang lebih berarti setelah di atur dalam undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998

tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Menurut UU RI No. 10

tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, bahwa usaha perbankan

meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana dan memberikan

jasa bank lainnya.

Beberapa akad yang umum dipraktekkan oleh umat Islam adalah Murabahah

dan akad Mudharabah, dimana jual beli secara murabahah adalah pembiayaan saling

menguntungkan yang dilakukan oleh shahibul maal dengan pihak yang

membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan

barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi

shahibul maal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur. 1 sementara

bagi hasil secara mudharabah adalah bentuk pengembalian dari kontrak

investasi, berdasarkan suatu periode tertentu dimana Pemilik dana akan

1 Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah”, (Jakarta : Kencana, 2011), h. 136

Page 75: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

59

menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan syariah yang bertindak

sebagai pengelola. Banyaknya pembiayaan murabahah dan mudharabah yang

disalurkan oleh bank syariah, tidak menutup kemungkinan bahwa bank syariah akan

mengalami banyak risiko serta dampak yang berbeda-beda. Dampak negatif dari

risiko ini dapat menyebabkan kendala yang menghambat kelancaran berjalannya

pembiayaan tersebut. Pembiayaan bermasalah terjadi disebabkan berbagai hal yang

mengakibatkan daya lancar pembayaran debitur kepada kreditur menurun atau macet.

Kasus-kasusnya beragam, salah satunya disebabkan dari force majeure.

A. Bentuk-bentuk Force majeure dalam Produk Pembiayaanpada Bank

Syariah

Bentuk-bentuk terjadinya force majeuredalam produk pembiayaan

murabahah dan mudharabah di bank syariah dapat disebabkan oleh beragam hal.

Dibawah ini adalah penjelasan bentuk-bentuk force majeureyang terjadi di bank

syariah:

1. Pembiayaan Murabahah

(a) Kasus 1

Kasus force majeure ini terjadi pada pembiayaan hunian pada Bank

Syariah Mandiri Kc. Bandar Lampung. Pembiayaan yang diberkan

kepada nasabah memiliki jangka waktu kurang lebih 10 tahun dan sudah

berjalan selama 4 tahun 3 bulan. Jenis force majeureyang terjadi adalah

absolut-permanen berupa bencana tanah longsor.

Page 76: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

60

Bencana longsor yang terjadi di kecamatan Bumi Waras, kota Bandar

Lampung pada tanggal 13 Oktober 2013 menimpa hunian nasabah pembiayaan

griya BSM hingga musnah. Hunian tersebut masih memiliki sisa pembayaran

selama 5 tahun 9 bulan. Peristiwa force majeure yang menimpa nasabah tersebut

menjadi sebab menurunnya daya bayar nasabah yang menimbulkan

permasalahan dalam pembiayaan. Pada kasus ini nasabah tidak memberi

keterangan kepada pihak bank secara langsung.Mulai dari terjadinya longsor

pada 13 Oktober 2013 hingga terhitung kurang lebih 1 bulan setelah kejadian

tersebut. Setelah nasabah mengabarkan peristiwa force majeure yang

menimpanya, pihak bank melakukan pengecekan lapangan, memanggil nasabah

yang bersangkutan, melakukan musyawarah serta menuliskan berita acara yang

selanjutnya akan diserahkan kepada pihak asuransi untuk di klaim dan dilakukan

pemutihan pada sisa pembiayaannya.

(b) Kasus 2

Kasus force majeure ini terjadi pada pembiayaan pembelian

kendaraan bermotor pada Bank Muamalat Kcp. Bandar Lampung

Pembiayaan yang diberkan kepada nasabah memiliki jangka waktu

selama 5 tahun dan sudah berjalan selama 3 tahun. Jenis force majeure

yang terjadi adalah subjektif-permanen berupa kematian nasabah

pembiayaan.

Kematian nasabah pembiayaan disebabkan oleh kecelakaan yang menimpa

nasabah beserta dengan objek pembiayaan yang digunakan (mobil).Peristiwa ini

menyebabkan terhentinya kewajiban nasabah kepada pihak bank.Peristiwa

Page 77: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

61

kematian tersebut dikabarkan oleh keluarga dari pihak nasabah

pembiayaan.Pihak keluarga nasabah memberikan keterangan dan menunjukkan

sejumlah bukti berupa Surat Keterangan Kematian dari kelurahan setempat.Pihak

bank memberikan rincian sisa kewajiban nasabah terhadap bank atas objek

pembiayaanya.Pada kasus ini, nasabah masih mempunyai sisa pembiayaan

beberapa bulan yang belum dibayarkan sebelum peristiwa kematiannya dan

beberapa bulan selanjutnya yang seharusnya masih harus dibayarkan sampai

habis masa pembayaran.

Pihak bank dan keluarga nasabah melakukan musyawarah dan mencapai

kesepakatan dengan jalan keluar dimana pihak keluarga nasabah hanya diberikan

tanggungan pembayaran sisa bulan yang belum di bayarkan oleh nasabah

pembiayaan hanya sampai waktu peristiwa kematian nasabah terjadi yang

keseluruhannya dilunasi dengan klain asuransi dan sisa pembiayaan beberapa

bulan berikutnya, yang seharusnya di lunaskan akan di putihkan oleh pihak bank.

2. Pembiayaan Mudharabah

(a) Kasus 1

Kasus force majeure ini terjadi pada pembiayaan modal kerja

produktif berupa pendanaan usaha properti (bangunan ruko) pada Bank

BJB Syariah Kcp. Supomo Jakarta. Jenis force majeure yang terjadi

adalah absolut-temporer berupa bencana kebakaran tempat usaha

nasabah. Pada kasus ini, nasabah memiliki 5 unit bangunan usaha (ruko)

dalam satu area yang berdekatan.Bangunan ini di berikan pembiayaan

Page 78: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

62

oleh pihak bank.Masing-masing ruko tersebut dijual kepada pemilik

usaha yang membutuhkan sepert usaha jual beli mobil, warung, dsb.

Diluar kuasa nasabah (pemilik ruko), 2 dari ruko tersebut mengalami

kebakaran yang menyebabkan kerusakan berat. Terjadinya peristiwa ini

menimbulkan daya bayar penyewa ruko kepada pemilik ruko menurun yang juga

berakibat berkurangnya daya bayar pemilik ruko terhadap bank.

Diluar permasalahan pihak penyewa ruko dengan pemilik ruko (nasabah

pembiayaan), pihak nasabah meminta keringanan dari pihak bank.Pihak bank

melakukan tahap pengecekan lapangan, dan melakukan musyawarah dengan

pihak nasabah.

Bank berpendapat bahwa rusaknya fungsi dari 2 ruko tersebut

mengakibatkan hampir setengah kemampuan pengembalian kewajiban nasabah

kepada bank menurun. Musyawarah yang dilakukan antara pihak bank dengan

nasabah menghasilkan suatu solusi berupa : kewajiban dana dari 2 ruko yang

terbakar tersebut akan diselesaikan melalui jalur asuransi, sementara 3 ruko yang

tersisa akan dilakukan tahapan rescheduling (Spesifikasi keringanan tidak di

sebutkan) sesuai dengan permintaan nasabah melihat dari kondisi kemampuan

nasabah dalam membayar, serta hasil perhitungan yang didapatkan dari

bank.Setelah mendapatkan kabar mengenai peristiwa yang terjadi, pihak asuransi

melakukan pengecekan dan prosedural klaim asuransi untuk membayar beban

kewajiban 2 ruko yang terbakar sesuai dengan perhitungan yang telah didapatkan

kepada pihak bank.

Page 79: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

63

(b) Kasus 2

Kasus force majeure ini terjadi pada pembiayaan usaha warung

sembako mikro pada Bank Syariah Mandiri Kc.Bandar Lampung.

Pembiayaan yang diberkan kepada nasabah memiliki jangka waktu

kurang lebih 36 bulan pada tahun 2015 dan sudah berjalan selama kurang

lebih 1 tahun. Jenis force majeure yang terjadi adalah absolut-temporer

berupa bencana banjir yang terjadi pada 15 Maret 2016.

Bencana banjir bandang di daerah aliran Sungai Belau melanda dua

kecamatan di kota Bandar Lampung, salah satunya kecamatan Telukbetung barat.

Banjir bandang ini juga merendam lokasi Usaha Warung Sembako milik nasabah

pembiayaan. Secara fisik, bangunan tempat Usaha Warung Sembako masih utuh

dan kokoh, hanya saja seluruh sembako yang akan dijual nasabah terendam

banjir. Pemilik Usaha Warung Sembako masih memiliki sisa kewajiban yang

belum dibayarkan sampai dengan tahun 2017. Banjir yang terjadi menjadi sebab

menurunnya daya bayar nasabah kepada bank dan menimbulkan pembiayan

bermasalah.

Pada kasus ini, nasabah segera mengabarkan pihak bank beberapa waktu

setelah terjadinya banjir dan pihak bank melakukan pengecekan lapangan,

memanggil nasabah yang bersangkutan, melakukan musyawarah serta

menuliskan berita acara.

Permasalahan yang terletak pada kasus ini adalah pemilik Usaha Warung

Sembako tidak mengasuransikan usahanya, alasannya adalah nasabah belum

merasa perlu untuk mengasuransikan usahanya. Setelah terjadi nya banjir

Page 80: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

64

bandang, nasabah mengaku tidak mempunyai sumber penghasilan lain untuk

membayar sisa kewajibannya kepada pihak bank. Langkah penyelesaian force

majeure yang dilakukan oleh bank adalah dengan melakukan eksekusi terhadap

BPKB motor nasabah yang di jaminkan dan melakukan pemutihan terhadap

pembiayaannya

(c) Kasus 3

Kasus force majeure ini terjadi pada pembiayaan usaha katering

pada Bank Syariah Mandiri Kc. Bandar Lampung. Pembiayaan yang

diberkan kepada nasabah memiliki jangka waktu kurang lebih 5 tahun

dimulai pada tahun 2012 dan sudah berjalan selama kurang lebih 4 tahun.

Jenis force majeure yang terjadi adalah absolut-temporer berupa bencana

kebakaran sebagian operasional katering.

Salah satu alat masak yang digunakan oleh Usaha Katering ini mengalami

kerusakan yang menyebabkan kebakaran.Kebakaran tersebut menghanguskan

sebagian fungsi dapur operasional Usaha Katering.Pemilik Usaha Katering masih

memiliki sisa kewajiban yang belum dibayarkan sampai dengan tahun 2017.

Kebakaran yang terjadi menjadi sebab menurunnya daya bayar nasabah kepada

bank dan menimbulkan pembiayaan bermasalah.

Pada kasus ini nasabah mengabarkan bahwa Usaha Katering yang

dijalankannya mengalami kebakaran.Atas peristiwa yang dilaporkan, pihak bank

menuliskan berita acara dan melakukan pengecekan lapangan kemudian

memanggil nasabah yang bersangkutan untuk melakukan musyawarah. Atas

permintaan nasabah, pembiayaan yang tersisa akan di rescheduling dengan

Page 81: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

65

keringanan berupa perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan

tunggakan, tunggakan bunga, serta perubahan jumlah angsuran. Hal ini

dikarenakan efek force majeure tidak berlangsung permanen. Dalam kasus ini,

setelah nasabah mampu memperbaiki kerusakan operasionalnya, maka

pengembalian kewajiban tetap dilaksanakan.Nasabah masih mempunyai itikad

baik dan dianggap mampu untuk melunasi kewajibannya.

(d) Kasus 4

Kasus force majeure ini terjadi pada pembiayaan penjualan barang

dagang pada Bank Syariah Mandiri Kc. Bandar Lampung. Pembiayaan

yang diberkan kepada nasabah memiliki jangka waktu kurang lebih 10

tahun dan sudah berjalan selama 4 tahun 3 bulan. Jenis force majeure

yang terjadi adalah relatif-temporer berupa kerusakan kualitas seluruh

barang penjualan sehingga tidak dapat dijual kembali.

Suatu peristiwa menimpa barang dagang milik nasabah Usaha Penjualan

Barang sehingga tidak dapat di jual kembali karena kualitas barang tersebut rusak

berat. Nasabah memberitahukan kepada pihak bank bahwa ia tidak dapat

membayar kewajibannya kepada pihak bank karena peristiwa tersebut. Hal ini

menjadi sebab menurunnya daya bayar nasabah kepada bank dan menimbulkan

pembiayaan bermasalah. Setelah mandapat keterangan dari phak nasabah, pihak

bank menuliskan berita acara, melakukan pengecekan lapangan dan melakukan

musyawarah dengan nasabah.Pihak bank melihat nasabah masih dianggap

mampu untuk membayar sejumlah kewajibannya, maka dari itu bank

menawarkan tahap penyelesaian dengan jalur asuransi, baik penggantian stok

Page 82: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

66

barang sehingga nasabah dapat berjualan kembali atau pelunasan sisa

pembayaran kepada pihak bank

Dengan adanya pembiayaan bermasalah, bank diharuskan memberikan

penanganan yang sesuai dengan pertimbangan kondisi nasabah.Beberapa dasar

hukum mengenai ketentuan penyelesaian force majeure telah ditetapkann oleh

yang berwenang.Al-qur’an serta hadist dapat menjadi landasan bagi bank syariah

untuk mengambil suatu tindakan. Fatwa DSN MUI , UU, serta KUH Perdata

juga menjadi dasar yang kuat untuk memberikan solusi yang tepat bagi kondisi

nasabah pembiayaan bermasalah, dari hal tersebut perlu di uraikan mengenai

kasus force majeure yang terjadi dalam produk pembiayaan murabahahdan

mudharabah serta penyelesaian yang dilakukan oleh bank syariah dalam kasus

serta dilakukan analisis terhadapnya.ada beberapa kasus force majeure yang

menjadi sebab timbulnya permasalahan atau risiko permasalahan pada

pembiayaan. Berikut tabel penjelasannya:

B. Model-model Penyelesaian Force majeuredalam Produk Pembiayaan pada

Bank Syariah

Penanganan kasus force majeureyang dilakukan oleh pihak bank syariah

adalah dengan memberikan solusi kepada nasabah pembiayaan yang disesuaikan

dengan sebab dan kondisi nasabah yang terkena force majeure. Dalam

melakukan tahap penyelesaian, bank syariah akan mempertimbangkan bentuk

Page 83: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

67

solusi yang sesuai dengankondisi dan kemampuan nasabah yang terkena force

majeuredalam membayar kewajibannya.2

Dibawah ini adalah kesimpulan tahapan penyelesaian pembiayaan

bermasalah yang di lakukan oleh bank ayariah.Adapun tahapan-tahapan

penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank syariah adalah sebagai berikut:3

1. Keringanan Angsuran Pokok dan Mark-Up

Merupakan penyelesaian pembiayaan bermasalah tahap awal. Hal

tersebut dilakukan apabila terjadi permasalahan sebagai berikut:

a) Apabila debitur merasa keberatan dengan besarnya angsuran dan bagi

hasil/mark-up dengan sebab tertentu, seperti yang telah disepakati bersama

dalam akad perjanjian sehingga angsurannya menjadi kurang lancar.

b) Apabila usaha nasabah kurang lancar, jika alokasi dana kredit untuk usaha.

Adapun mekanisme penyelesaiannya adalah sebagai berikut: sebagai

langkah awal, pihak bank syariah mengadakan kunjungan lapangan untuk

mengetahui penyebab terjadinya macet. Selanjutnya pihak bank syariah

mengadakan musyawarah dengan nasabah untuk menentukan penyelesaian

terbaik dan tidak memberatkan kedua belah pihak.

Apabila belum terselesaikan, maka pihak bank syariah mengambil

langkah-langkah preventif (pencegahan) pertama dengan upaya sebagai

berikut:

2 Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah”, h. 136

3 Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah”, h. 136

Page 84: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

68

a) Penangguhan sementara atau perpanjangan masa angsuran dan tetap

dikenakan bagi hasil ataupun mark-up dengan konsekuensi pengecilan

angsuran pokok.

b) Penghapusan sementara bagi hasil ataupun mark-up dan hanya diwajibkan

membayarkan pokoknya saja. Apabila dana sudah terbayarkan, maka bagi

hasil ataupun mark-up dibayarkan kemudian

c) Penghapusan sisa ataupun seluruh bagi hasil ataupun mark-up dan hanya

diwajibkan membayar pokok. Hal ini dilakukan setelah diadakan

penyelesaian melalui dua mekanisme tersebut diatas.

2. Klaim Asuransi

Tindakan penyelesaian kasus forcemajeure melalui klaim asuransi

adalam tindakan penyelamatan pembiayaan yang paling ideal dgunakan oleh

bank syariah. Dalam hal terjadinya force majeure, maka pihak yang terkena

akibat langsung dari force majeure tersebut wajib memberitahukan secara

tertulis dengan melampirkan bukti-bukti dari Kepolisian/ Instansi yang

berwenang kepada pihak lainnya mengenai peristiwa force majeure tersebut

dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas hari kerja) terhitung sejak

tanggal force majeure ditetapkan.

Berita acara yang telah di tulis oleh nasabah akan diberikan kepada

lembaga asuransi oleh pihak bank. Lembaga asuransi akan mencari kebenaran

dan bukti-bukti kuat mengenai kronologis terjadinya force majeure pada

nasabah, jika nasabah terbukti benar mengalami force majeure maka nasabah

Page 85: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

69

dapat mengklaim asuransi yang dapat digunakan sebagai salah satu jalan

penyelematan pembiayaan nya kepada bank.4

3. Penyitaan dan Pelelangan

Merupakan tindakan penyitaan dan ataupun penjualan oleh pihak bank

syariah terhadap barang yang dijaminkan nasabah. Penyitaan dan pelelangan

jaminan merupakan tahap III dan dilakukan dengan latar belakang

permasalahan sebagai berikut:

a) Telah melalui tahap I dan tahap II. Nasabah sebenarnya mampu

membayar kewajibannya akan tetapi tidak dilakukannya, dengan kata lain

nasabah telah wanprestasi terhadap kepercayaan yang diberikan pihak

bank syariah

b) Telah terjadi penyalahgunaan dana oleh nasabah.

Penyitaan dan pelelangan merupakan upaya bank syariah untuk

mendapatkan kembali dana yang diberikan kepada nasabah. Pada tahap ini, pihak

bank syariah terlebih dahulu mengadakan upaya penyitaan terhadap barang yang

dijaminkan nasabah pada waktu penandatanganan akad pembiayaan.Setelah

barang jaminan tersebut disita, pihak bank syariah melakukan negosiasi dengan

nasabah tersebut membayar hutangnya tanpa melalui pelelangan barang jaminan.

Apabila upaya tersebut belum berhasil, mak pihak bank syariah kembali

melakukan negosiasi dengan nasabah tentang penentuan harga minimum, barang

yang akan dilelang. Setelah terjadi kesepakatan, pihak bank syariah melelang

4Wendra M, Accounting Maintenace BSM Kc. Bandar lampung, wawancara pribadi, Bandar

lampung 27 Oktober 2016

Page 86: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

70

barang jaminan tersebut dengan hasil penjualannya digunakan untuk membayar

hutang nasabah kepada bank syariah.

Adapun mekanisme penyelesaian pada tahap penyitaan dan pelelangan

jaminan adalah terlebih dahulu pihak bank syariah mengadakan kunjungan

lapangan dan diadakan upaya penyelesaian melalui tahap satu dan tahap dua, jika

alokasi dana kredit untuk usaha. Apabila dengan hal tersebut belum

terselesaikan, maka pihak bank syariah mengadakan musyawarah dengan pihak

debitur untuk mengadakan penyitaan barang jaminan. Dalam hal ini, maka pihak

bank syariah mengambil kebijakan sebagai berikut:

(1) Apabila dengan penyitaan si nasabah belum mengembalikan pinjamannya,

maka pihak bank syariah dengan adanya persetujuan nasabah untuk

melelang atau menjual barang jaminan tersebut.

(2) Apabila dari hasil pelelangan jaminan tersebut masih ada sisa dana setelah

untuk menutupi pinjaman nasabah, maka akan dikembalikan sepenuhnya

kepada nasabah tersebut setelah dipotong biaya penyitaan dan pelelangan

jaminan.

(3) Apabila setelah pelelangan jaminan ternyata belum dapat menutup semua

pinjaman nasabah kepada pihak bank syariah, maka diadakannya upaya

penyelesaian lainnya. Misalnya, dengan penyitaan dan pelelangan barang-

barang berharga lain milik nasabah. Akan tetapi, apabila dengan hal itupun

belum mampu menutup sisa pinjaman nasabah, maka akan diadakan upaya

penyelesaian melalui tahap IV, yaitu penghapusan piutang.

Page 87: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

71

4. Penghapusan Piutang

Merupakan pembebasan sebagian atau seluruh sisa piutang nasabah

kepada bank syariah dengan latar belakang sebagai berikut:

a) Nasabah yang macet telah melalui penyelesaian tahap I, tahap II dan

tahap III.

b) Nasabah meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris.

c) Nasabah meninggal dunia dan mempunyai ahli waris, akan tetapi tidak

mampu membayar sebagian ataupun seluruh sisa hutangnya.

Adapun mekanisme penyelesaiannya adalah sebagai berikut::

(1) Diadakan kunjungan lapangan tentang penyebab terjadinya pembiayaan

bermasalah (kredit macet).

(2) sebab meninggal dunia, maka terlebih dahulu diadakan upaya

penyelesaiannya dengan ahli warisnya

(3) Setelah diadakan upaya penyelesaian dengan hal tersebut diatas belum

dapat terselesaikan, maka pihak bank syariah mengambil kebijakan untuk

diadakannya penghapusan piutang oleh pihak bank syariah terhadap sisa

hutang nasabah.

Keempat tahap penyelesaian pembiayaan bermasalah pada bank syariah

merupakan suatu urutan tahapan.Artinya apabila terjadi pembiayaan

bermasalah, terlebih dahulu harus diadakan penyelesaian tahap I, apabila

tahap I belum bisa menyelesaikannya baru diadakan penyelesaian tahap II

sampai tahap ke empat.

Page 88: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

72

C. Analisis Penyelesaian Force majeuredalam Produk Pembiayaan Murabahah

dan Mudharabah pada Bank Syariah

Analisis penyelesaian force majeure dalam produk pembiayaan

murabahahdan mudharabah pada beberapa bank syariah diatas di tinjau dari

dasar hukum yang menjadi landasan penyelesaian bermasalah atau berpotensi

bermasalah. Hasil analisis dari kasus-kasus force majeure yang terjadi pada bank

bank syariah yang dapat disimpulkan :

1. Pada kasus force majeure subjektif-permanen, peristiwa kematian yang

menimpa nasabah membuat kelangsungan force majeure yang berdampak

pada pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan

untuk selamanya.

2. Pada kasus force majeure absolut-temporer, peristiwa bencana banjir yang

menghilangkan fisik barang jualan nasabah serta kasus kebakaran yang

melenyapkan sebagian fungsi operasional usaha nasabah membuat

kelangsungan force majeure yang berdampak pada pemenuhan prestasi dari

kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan hanya untuk sementara waktu,

namun setelah efek dari peristiwa tersebut berhenti, prestasi tersebut dapat

dipenuhi kembali.

3. Pada kasus force majeure absolut-permanen, peristiwa bencana longsor

yang melenyapkan keseluruhan bangunan yang menjadi objek pembiayaan

nasabah membuat kelangsungan force majeure yang berdampak pada

pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan untuk

selamanya.

Page 89: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

73

4. Pada kasus force majeure relatif-temporer, peristiwa rusaknya stok barang

nasabah yang disebabkan karena suatu hal menghilangkan manfaat jual

barang tersebut. Kelangsungan force majeure pada kasus ini yang

berdampak pada pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin

dilakukan hanya untuk sementara waktu, namun setelah efek dari peristiwa

tersebut berhenti, prestasi tersebut dapat dipenuhi kembali.5

5. Pada dasarnya peristiwa ini mengakibatkan debitur bukan tidak mungkin

memenuhi prestasi, melainkan kesulitan memenuhi prestasi, bahkan jika

dipenuhi juga, memerlukan waktu dan biaya yang banyak. Dalam kasus ini,

efek force majeure pada perikatan antara nasabah dengan bank syariah

menjadi perikatan gugur, namun perikatan yang sebenarnya tidak berhenti

(tidak batal), hanya pemenuhan prestasinya tertunda.

6. Kasus-kasus ini menyebabkan akibat-akibat tertentu. Akibat-akibat ini sama

seperti beberapa rumusan A.R. Setiawan, yaitu :6

a) Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi

b) Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib

membayar ganti rugi

c) Risiko tidak beralih kepada debitur

Lalu beberapa akibat diatas juga memiliki kesamaan pernyataan yang

dikatakan oleh Salim H.S.bahwa tiga akibat dari keadaan memaksa, yaitu :7

5 Dewo Broto Joko Putranto, “Penyusunan Kontrak Dan Aspek-Aspek Hukum Pengadaan

Barang/Jasa Berdasarkan Kepres No. 80 Tahun 2003”, diakses dari http://justitia-

indonesia.blogspot.co.id/2006/09/penyusunan-kontrak-dan-aspek-hukum.html pada tanggal 01

Februari 2016 pukul 04 : 42 WIB 6 R. Setiawan, “Pokok-Pokok Hukum Perikatan”, h.27-28.

Page 90: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

74

a) debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata)

b) beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara

c) kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi

hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontraprestasi,

kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata dimana

akibat keadaan memaksa relatif terdapat pada penjelasan butir b.

Adapun klausul force majeure yang terdapat dalam akad murabahah

terbitan bank BJB Syariah adalah sebagai berikut :

Terjadinya force majeure pada pembiayaan murabahah tidak mengubah

status hutang pada nasabah.Hal ini djelaskan pada poin 4 dimana tindakan

penyelamatan pembiayaan yang diberikan bank tetap membebankan pelunasan

angsuran sebagai bentuk hak bank yang wajib dikembalikan oleh nasabah.Ketika

terjadi force majeure, bank syariah tidak akan langsung memberikan

7 Salim H.S, “Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW)”, h.184-185.

Pasal 24 FORCE MAJEURE

1. Dalam hal terjadi force majeure, maka pihak yang terkena akibat langsung dari

force majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis dengan melampirkan bukti-bukti dari instansi yang berwenang kepada pihak lainnya mengenai peristiwa force majeure tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal force majeure terjadi.

2. Keterlambatan atau kelalaian pihak yang mengalami force majeure untuk memberitahukan adanya force majeure tersebut kepada pihak lainnya mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai force majeure

3. Seluruh permasalahan yang timbul akibat terjadinya force majeure akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat. Hal

tersebut tanpa mengurangi hak-hak BANK sebagaimana diatur dalam akad ini.

Page 91: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

75

penghapusan hutang atau melelangkan jaminan tetapi pemberian bantuan yang

dianggap sesuai dengan kondisi nasabah adalah tindakan yang dilakukan oleh

bank syariah dalam upaya menyelamatkan pembiayaan. Sementara kewajiban

nasabah untuk membayar tidaklah di hapuskan melainkan dapat diberikan

keringanan atau penundaan masa bayar.

Berbeda dengan murabahah, akad pembiayaan mudharabah memiliki

karakteristik yang berbeda. Dalam Fatwa DSN no: 07/DSN-MUI/IV/2000

tentang Mudharabah (Qiradh) bagian Pertama ketentuan murabahah diatur

seperti :

(1) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS

kepada pihak lain untuk usaha yang produktif.

(2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mal (pemilik dana) membiayai

100% kebutuhan usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) sebagai mudharib.

(3) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian

keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak.

(4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati

bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam

manajemen usaha tapi memiliki hak untuk melakukan pembinaan dan

pengawasan.

(5) Jumlah pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan

bukan piutang.

Page 92: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

76

(6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat

mudharabah kecuali jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja,

lalai, atau menyalahi perjanjian.

(7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun

agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan

dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila

mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah

disepakati dalamj akad.

(8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian

keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

(9) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib

(10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau

pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak memperoleh ganti rugi

atas biaya yang telah dikeluarkan.

Adapun klausul force majeure yang terdapat dalam akad mudharabah

terbitan bank BJB Syariah adalah sebagai berikut:

Pasal 23 FORCE MAJEURE

1. Dalam hal terjadi force majeure, maka pihak yang terkena akibat langsung dari

force majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis dengan melampirkan bukti-bukti dari instansi yang berwenang kepada pihak lainnya mengenai peristiwa force majeure tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal force majeure terjadi.

2. Keterlambatan atau kelalaian pihak yang mengalami force majeure untuk memberitahukan adanya force majeure tersebut kepada pihak lainnya mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai force majeure

3. Seluruh permasalahan yang timbul akibat terjadinya force majeure akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tanpa mengurangi hak-hak BANK sebagaimana diatur dalam akad ini.

Page 93: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

77

Dalam keadaan force majeure, musibah yang mengakibatkan kerugian

yang berkaitan dengan modal (materi) menjadi tanggung jawab pemodal,

sedangkan kerugian non-materi, (skiil/tenaga) menjadi tanggung jawab

pengusaha. Hal ini disebutkan dalamkaidahالغنم بالغرم serta dalam Fatwa DSN no:

07/DSN-MUI/IV/2000 poin 6 yang menjelaskan LKS sebagai penyedia dana

menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali jika mudharib

melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. namun,

pasal force majeure diatas menyebutkan bahwa kejadian force majeure tidak

dapat menjadi alasan pengurangan kewajiban nasabah terhadap bank. Hal ini

menunjukkan PERSAMAAN antara penyelesaian kasus force majeure dalam

akad murabahah dengan penyelesaian kasus force majeure dalam akad

mudharabah yang pada hakikatnya dua akad ini jelas jelas memiliki karakteristik

yang BERBEDA.

Ada pun ketidaksesuaian tindakan nasabah melihat pada Fatwa yang sama

bagian pertama poin 7 dimana jaminan hanya dapat dicairkan jika nasabah

melakukan pelanggaran yang disepakati bersama, sementara hal force majeure

tidak dapat dikatakan sebagai suatu kesalahan namun bank melakukan eksekusi

jaminan untuk melunasi beban nasabah force majeure. Selanjutnya, ada

ketidaksesuaian tindakan penyelesaian kasus force majeure yang di lakukan

pihak bank syariah pada bagian ketiga poin 3 dalam Fatwa yang sama. Dalam

poin ini dijelaskan bahwa tidak ada ganti rugi dalam akad mudharabah, karena

pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali terjadi pelanngaran atau

kesalahan diluar kesepaktan.Force majeure yang terjadi tidak dapat digolongkan

Page 94: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

78

kesalahan sementara nilai kerugian yang di bayarkan kepada pihak bank baik

dengan jalur asuransi atau pun tindakan penyelamatan pembiayaan lainnya masih

di tanggun nasabah.

Pada Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri belum diatur secara

spesifik mengenai ketentuan force majeure pada lampiran akad pembiayaanya.

Beragam sebab terjadinya kasus force majeure dalam pembiayaan

bermasalah di ranah perbankan juga tidak membedakan cara penyelesaian dan

sengketanya di ranah Hukum. Model penyelesaian kasus force majeure yang

terjadi di bank syariah dilakukan berdasarkan proses yang serupa sebagaimana

langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah secara umum. Menurut penulis,

hal ini kurang sesuai dengan teori-teori yang telah ada khususnya dalam

perspektif Islam. Pada praktiknya di bank syariah dalam akad pembiayaan

mudharabah, nasabah masih memiliki kewajiban pembayaran yang harus

dilunasi meskipun nasabah tetap diberikan keringanan sesuai dengan kebutuhan

nasabah dengan tidakan yang sama dengan penanganan pembiayaan bermasalah

lainnya seperti keringanan angsuran, pokok, dan besaran bagi hasil, penundaan

masa pembayaran sampai dengan persetujuan penghapusan piutang atau lelang

jaminan.

Tindakan yang diambil oleh bank syariah dalam menangani kasus ini

diambil berdasarkan beberapa dasar hukum, yaitu :

Page 95: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

79

a) Hukum islam

(1) Keringanan yang diberikan oleh bank syariah sesuai dengan dasar Al-

qur’an Q.S Al-Baqarah : 280 yang mana kita dianjurkan untuk

memberikan kelapangan dan kemudahan dengan orang yang memiliki

hutang.

(2) Penyelesaian force majeure yang dilakukan oleh bank syariah sudah

sesuai dengan Fatwa DSN 17/DSN-MUI/IX/2000 pada butir 2 bahwa

bank tidak boleh mengenakan sanksi; dalam hal ini bersifatta’zir atau

denda kepada nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan

force majeure

(3) Pada penyelesaian kasus force majeure dalam praktek akad pembiayaan

mudharabah menurut Fatwa DSN no: 07/DSN-MUI/IV/2000 poin 6

kurang sesuai, dikarenakan force majeure yang menimpa nasabah

mudharabah tidak menghapus beban materil yang masih menjadi

kewajibann nasabah untuk dibayarkan kepada bank.

b) Hukum positif

Tindakan penyelesaian yang dilakukan oleh bank syariah memenuhi

standar hukum seperti yang dibunyikan dalam beberapa KUHP, yaitu :

I. KUHP 1444

Pada pasal ini, bank diharuskan untuk membuktikan kepada

nasabah tentangforce majeureyang menimpanya.Dalam kasus diatas,

nasabah terbukti tidak dapat membayar dikarenakan peristiwa yang

diluar kuasanya. Maka dari hal itu, bank melakukan tindakan

Page 96: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

80

penyelamatan pembiayaan dengan menimbang kondisi nasabah yang

sekarang serta perikatan yang ada di awal menjadi perikatan gugur

II. KUHP 1445

Tindakan penyelamatan pembiayaan yang dilakukan oleh bank

syariah mengacu pada pasal ini.dikarenakan nasabah yang meskipun

mengalami musibah force majeure tetapi tetap memiliki sisa hutang dan

tanggungan yang masih menjadi hak bank syariah.

Page 97: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

81

Bagan Force Majeure

Force majeure

Jenis

Absolut

Relatif

Objektif

Subjektif

Temporer

Permanen

Cara penyelesaian

Asuransi

Keringanan Angsuran

Pemutihan tunggakan

Eksekusi jaminan

Page 98: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

58

Tabel Penyelesaian dan Keseuaian Kasus Force Majeure di Bank Syariah

No. Nama

Bank

Murabahah Mudharabah Jenis Force Majeuere Cara Peneyelesaian

Absolut Relatif Objektif Subjektif Permanen Temporer Asuransi Keringanan

Angsuran

Pemutihan

Tunggakan

Eksekusi

Jaminan

1 BSM

2 BSM

3 BSM

4 BSM

5 BJB

Syariah

6 Muamalat

82

Page 99: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

83

Tabel Penyelesaian dan Keseuaian Kasus Force Majeure di Bank Syariah

No. Nama Bank Murabahah Mudharabah Jenis Force Majeuere Kesesuaian

Absolut Relatif Objektif Subjektif Permanen Temporer KUHP

1244

KUHP

1245

KUHP

1444

KUHP

1445

Fatwa DSN

No.17/DSN-

MUI/

IX/2000

Fatwa

DSN

No.07/D

SN MUI/

IV/ 2000

Fatwa

DSN

No.48/

DSN-

MUI/

II/2005

1 BSM

2 BSM

3 BSM

4 BSM

5 BJB Syariah

6 Muamalat

Page 100: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat diambil beberapa

kesimpulan, diantaranya sebagai berikut :

1. Bentuk-bentuk force majeure yang terjadi dalam produk pembiayaan

Bank Syariah

Bentuk force majeure yang sering terjadi di sektor perbankan syariah

adalah force majeure objektif-absolut-temporer, yang mana force majeure

bentuk ini terjadi pada objek pembiayaan yang disebabkan oleh bencana

alam dengan kelangsungan dampak yang bersifat sementara.

2. Model-model penyelesaian kasus force majeure dan prosedur yang

ditempuh para pihak Bank Syariah

Model penyelesaian kasus force majeure yang ditempuh pihak bank

syariah adalah dengan klaim asuransi yang ideal digunakan.

3. Kesesuaian model dan prosedur penyelesaian kasus force majeure

yang digunakan oleh Bank Syariah dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Ketentuan peraturan perundang-undangan KUHP 1444-1445 serta

Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 dan Fatwa DSN MUI No.

48/DSN-MUI/II/2005 telah sesuai dengan model penyelesaian kasus force

Page 101: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

87

majeure yang digunakan oleh bank syariah, sementara pada KHUP 1244-

1245 dan Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 masih belum sesuai

dengan model penyelesaian kasus force majeure yang ditempuh oleh bank

syariah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, berikut ini adalah saran-saran yang

dapat peneliti sampaikan. Bagi Lembaga Perbankan Indonesia :

1. Dalam penerapan pengambilan tindakan, perbankan diharapkan dapat

lebih memperhatikan prinsip-prinsip syariah serta ketentuan pada

penyelesaian kasus force majeure, sehingga adanya kemudahan yang

sebenar-benarnya bagi nasabah dalam meringankan kesusahan karena

terkena bencana.

2. Konunikasi dan musyawarah yang baik dengan nasabah yang mengalami

pembiayaan bermasalah perlu ditingkatkan guna terbukanya solusi yang

mashlahat dan tidak memberatkan salah satu pihak.

3. Dalam menghadapi suatu permasalahan di bidang pembiayaan perbankan

diperlukan kesiapan manajemen yang emiliki sistem dan perangkat kerja

yang dapat diandalkan untuk mencegah terjadinya resiko pada pembiayaan

atau pun memberikan solusi yang mashlahat jika terjadi pembiayaan

bermasalah. Hal ini bisa dilakukan dengan upaya preventif melalui

pengelolaan resiko terstruktur berupa identifikasi resiko, pengukuran

resiko, pemantauan resiko serta pengendalian resiko.

Page 102: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

88

Bagi peneliti selanjutnya :

1. Disarankan untuk memberikan perbedaan yang lebih bervariasi terhadap

cara penyelesaian kasus force majeure yang terjadi dalam produk

pembiayaan baik di bank konvensional maupun bank syariah.

2. Agar peneliti selanjutnya dapat menggunakan input-output mengenai

kasus force majeure pada lembaga perbankan yang dapat ditinjau dari

aspek-aspek lainnya, hal ini untuk melihat perkembangan hasil penelitian.

3. Diperlukan penelitian lebih jauh tentang penyelesaian force majeure secara

keseluruhan serta impikasi pada berbagai sektor rill di Indonesia.

Page 103: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

89

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Al-qur’an terjemah Departemen Agama RI, 2002.

Dewi, Gemala DKK. Hukum Perikatan Islam di Indonesia.Fakultas hukum

Universitas Indonesia, 2006.

Fatchurrahman.Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam. Bandung : PT Al

Ma’rif, 1986.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 48/DSN-MUI/II/2005 tentang

Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi

Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran

Hanum, Chalidah. “Strategi Bnak BTN Syariah Dalam Pembiayaan KPR

Bermasalah (Studi Kasus Pada BTN Kantor Cabang Syariah

Jakarta)”.Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

H.S, Salim.Pengantar Hukum Perdata Tertulis. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,

2001.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1245

Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1444

Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1445

Lathif, AH.Azharudin. “Analisis yuridis dan ekonomi terhadap pengenaan pajak

pertambahan nilai pada pembiayaan murabahah di perbankan syariah”,

Tesis S2 program studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Jakarta,

2008.

Mardani.Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah. Jakarta : Kencana, 2011.

Miru, Ahmadi. Hukum Perancangan Kontrak. Jakarta : Rajawali Pers, 2007.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: Penerbit Alumni, 1982.

89

Page 104: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

90

Muslehuddin, Mohammad. Insurance and Islamic Law, 2nd Edition. Delhi :

Markazi Maktaba Islami, 1995.

Panjaitan, Tri Ertina. “Analisis Penyelesaian Force majeure Dalam Produk

Pembiayaan Bank Syariah Pasca Gempa Padang 2009 (Studi Kasus Pada

Bank Syariah Mandiri Cabang Padang, SUMBAR)”. Skripsi S1 Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2011.

Rivai, Veithzal & Andria Veithzal Rivai. Credit Management Handbook.Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Rivai, Veithzal. Bank atau Financial Institution Management.Edsisi 1. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

R. Purba, Michael. Kamus Hukum. Jakarta : Widyatamma, 2009.

Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, 1994.

Soemadipradja, Rahmat S.S. Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa.

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 2010.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A.

Yogyakarta : Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah

Mada, 1980.

Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia.Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2006.

Subekti.Hukum Perjanjian. Jakarta : PT. Intermasa, 1992.

Yaya, Rizal DKK. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta : Salemba Empat, 2009.

2. Website

www.bjbsyariah.co.id

www.bankmuamalat.co.id

www.syariahmandiri.co.id

www.ojk.go.id

www.portalgaruda.org

www.dsnmui.or.id

www.google.com

Page 105: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Tabel definisi kasusforce majeure pada akad pembiayaan di Bank

Syariah

Lampiran 2 : Skema Pembiayaan Bermasalah

Lampiran 3`: Surat Izin Penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Bank

BJB Syariah Kcp. Supomo

Lampiran 4 :Surat Keterangan Penelitian dari Bank BJB Syariah Kc. Supomo

Lampiran 5`: Surat Izin Penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada

BankSyariah Mandiri Kc. Bandar Lampung

Lampiran 6 : Surat Persetujuan Informan dari Bank Syariah MandiriKc. Bandar

Lampung

Lampiran 7 : Surat Keterangan Penelitian dari Bank Syariah Mandiri Kc. Bandar

Lampung

Lampiran 8: Surat Izin Penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Bank

Muamalat Kc. Bandar Lampung

Lampiran 9 : Surat Persetujuan Informan dari Bank Muamalat Kc. Bandar Lampung

Lampiran 10 :Surat Keterangan Kerja Informan Bank Muamalat Kc. BandarLampung

Page 106: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Tabel definisi kasus force majeure pada akad pembiayaan

Bank Muamalat Bank BJB Syariah

Daftar Pertanyaan Akad Pembiayaan

Murabahah

Akad Pembiayaan Mudharabah

Adakah ketentuan khusus yang

mengatur force majeure dalam akad

perjanjian pembiayaan?

Tidak, ketentuan force

majeure diatur dalam pasal

yang menyangkut tentang

perlakuan asuransi

Ada

Apakah ketentuan force majeure

dicantumkan dalam akad perjanjian

pembiayaan?

Tidak, ketentuan force

majeure disatukan dalam pasal

lain-lain

Ada

Page 107: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Adakah kasus force majeure yang

terjadi? Ada

Apa nama pembiayaannya? Pembiayaan iB Multiguna Pembiayaan Produktif, Pembiayaan Modal kerja (PMK)

Apa kegunaan pembiayaannya? produk pembiayaan yang

ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan barang jasa

konsumtif seperti bahan

bangunan untuk renovasi

rumah, kepemilikan sepeda

motor, biaya pendidikan, biaya

pernikahan dan perlengkapan

rumah

Fasilitas Pembiayaan yang diberikan perusahaan yang memerlukan

pembiayaan modal kerja dengan maksimum 80% dari modal kerja yang

dibutuhkan

Page 108: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Apa objek pembiayaannya? Pembelian mobil

Pendanaan Usaha Properti (Bangunan Ruko)

Milik siapakah objek pembiayaannya? Bentuk kepemilikan mobil

tersebut masih menjadi hak

bank yang dapat menjadi milik

nasabah setelah pelunasan

Bentuk kepemilikan Usaha tersebut adalah milik nasabah

Kapan bank syariah memberikan

pembiayaan kepada nasabah?

Jangka waktu pembiayaan

selama 5 tahun dimulai pada

tahun 2013 (perkiraan bulan

tidak disebutkan)

(Spesifikasi waktu pembiayaan tidak disebutkan)

Sudah berapa lama pembiayaan

berjalan?

Pembiayaan sudah berjalan

kurang lebih 3 tahun

(Spesifikasi waktu pembiayaan tidak disebutkan)

Page 109: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Apakah objek pembiayaan memilikii

jaminan, berupa apa jaminannya?

Ya, jaminan dari objek

pembiayaan ini adalah BPKB

mobil itu sendiri

Ya (Spesifikasi jaminan pembiayaan tidak disebutkan)

Apakah jaminan tersebut

diasuransikan?

Ya Ya

Bentuk force majeure apa yang

terjadi?

Force majeure subjektif-

permanen berupa kematian

nasabah pembiayaan

Force majeure absolut-temporer berupa kebakaran tempat usaha nasabah

Kapan terjadinya force majeure dalam

pembiayaan?

(Tidak di sebutkan oleh pihak

bank)

(Tidak di sebutkan oleh pihak bank)

Page 110: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Dimana letak force majeure yang

menyebabkan pembiayaan

bermasalah?

Kematian nasabah pembiayaan

disebabkan oleh kecelakaan

yang menimpa nasabah beserta

dengan objek pembiayaan

yang digunakan (mobil).

Peristiwa ini menyebabkan

terhentinya kewajiban nasabah

Pada kasus ini, nasabah memiliki 5 unit bangunan usaha (ruko) dalam satu

area yang berdekatan. Bangunan ini di berikan pembiayaan oleh pihak

bank. Masing-masing ruko tersebut dijual kepada pemilik usaha yang

membutuhkan sepert usaha jual beli mobil, warung, dsb.

Diluar kuasa nasabah (pemilik ruko), 2 dari ruko tersebut mengalami

kebakaran yang menyebabkan kerusakan berat. Terjadinya peristiwa ini

menimbulkan daya bayar penyewa ruko kepada pemilik ruko menurun yang

juga berakibat berkurangnya daya bayar pemilik ruko terhadap bank. Diluar

permasalahan pihak penyewa ruko dengan pemilik ruko (nasabah

pembiayaan), pihak nasabah meminta keringanan dari pihak bank.

Bagaimana tindakan penyelesaian

bank syariah dalam menanganii kasus

force majeure pada pembiayaan?

Peristiwa kematian tersebut

dikabarkan oleh keluarga dari

pihak nasabah pembiayaan.

Pihak keluarga nasabah

memberikan keterangan dan

Pihak bank melakukan tahap pengecekan lapangan, dan melakukan

musyawarah dengan pihak nasabah.

Bank berpendapat bahwa rusaknya fungsi dari 2 ruko tersebut

mengakibatkan hampir setengah kemampuan pengembalian kewajiban

Page 111: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

menunjukkan sejumlah bukti

berupa Surat Keterangan

Kematian dari kelurahan

setempat. Pihak bank

memberikan rincian sisa

kewajiban nasabah terhadap

bank atas objek pembiayaanya.

Pada kasus ini, nasabah masih

mempunyai sisa pembiayaan

beberapa bulan yang belum

dibayarkan sebelum peristiwa

kematiannya dan beberapa

bulan selanjutnya yang

seharusnya masih harus

dibayarkan sampai habis masa

pembayaran.

Pihak bank dan keluarga

nasabah melakukan

nasabah kepada bank menurun.

Musyawarah yang dilakukan antara pihak bank dengan nasabah

menghasilkan suatu solusi berupa : kewajiban dana dari 2 ruko yang

terbakar tersebut akan diselesaikan melalui jalur asuransi, sementara 3 ruko

yang tersisa akan dilakukan tahapan rescheduling (Spesifikasi keringanan

tidak di sebutkan) sesuai dengan permintaan nasabah melihat dari kondisi

kemampuan nasabah dalam membayar, serta hasil perhitungan yang

didapatkan dari bank.

Page 112: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

musyawarah dan mencapai

kesepakatan dengan jalan

keluar dimana pihak keluarga

nasabah hanya diberikan

tanggungan pembayaran sisa

bulan yang belum di bayarkan

oleh nasabah pembiayaan

hanya sampai waktu peristiwa

kematian nasabah terjadi. Sisa

pembiayaan beberapa bulan

berikutnya, yang seharusnya di

lunaskan akan di putihkan oleh

pihak bank. Pihak keluarga

sepakat untuk menyelesaiakan

dengan klaim asuransi.

Bagaimana perlakuan pihak asuransi

menyikapi kasus force majeure?

Setelah mendapatkan kabar

mengenai peristiwa yang

terjadi, pihak asuransi

melakukan pengecekan dan

Setelah mendapatkan kabar mengenai peristiwa yang terjadi, pihak asuransi

melakukan pengecekan dan prosedural klaim asuransi untuk membayar

beban kewajiban 2 ruko yang terbakar sesuai dengan perhitungan yang

Page 113: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

prosedural klaim asuransi

kematian yang akan digunakan

untuk membayar sisa

kewajiban nasabah terhadap

bank

telah didapatkan kepada pihak bank

Jika asuransi menyanggupi untuk

membayar kerugian force majeure,

apakah kasus dapat di nyatakan

selesai?

Jika asuransi sudah menyanggupi untuk membayar kewajiban nasabah yang diakibatkan oleh force majeure,

maka kasus dapat dinyatakan selesai. Setelah selesai maka tindakan selanjutnya dapat berupa pemutihan

hutang atau dengan melanjutkan pembayaran

Apakah tindakan penyelesaian kasus

force majeure dipersamakan dengan

penanganan kasus pembiayaan

bermasalah pada umumnya?

Penyelesaian yang kami tempuh semua berdasarkan pengecekan lapangan dan keaslian bukti-bukti otentik

lainnya serta keringanan yang diberikan berdasarkan permintaan dan kemampuan nasabah.

Perbedaannya, pada pembiayaan bermasalah biasa jika nasabah tidak membayar kewajibannya kami akan

memberikan Surat Peringatan sampai somasi, namun pada nasabah force majeure kita tidak memberikan

surat peringatan melainkan pihak bank akan menuliskan berita acara, melakukan pengecekan lapangan serta

Page 114: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

mengumpulkan bukti-bukti otentik lainnya.

Langkah penyelesaian yang dilakukan bank terhadap kasus force majeure sendiri memang dipersamakan

dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah biasa, seperti :

(a) Pemberian keringanan angsuran dalam bentuk rescheduling, resctructuring, atau reconditioning

(b) Penyelesaian jalur asuransi

(c) Penyelesaian melalui mediasi

(d) Penyelesaian melalui arbitrase

(e) Penyelesaian melalui pengadilan

(f) Eksekusi jaminan atau lelang

Dengan adanya perbedaan jenis kasus

force majeure yang terjadi, apakah

memiliki perbedaan penyelesaian

pembiayaan?

Perbedaan jenis force majeure yang terjadi berpengaruh pada tindakan penyelesaian yang diambil. Hal ini

disesuaikan kembali dengan kondisi serta kemampuan nasabah force majeure

Page 115: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Adakah perbedaan keringanan yang

diberikan pihak bank kepada nasabah

force majeure berdasarkan jenis

penyebabnya?

Perbedaan keringanan yang diberikan kepada nasabah force majeure tergantung dengan besaran nominal

kerugian serta bentuk permintaan nasabah yang disesuaikan dengan kemampuannya

Tabel definisi kasus force majeure pada akad pembiayaan

Bank Muamalat Bank BJB Syariah

Daftar Pertanyaan Akad Pembiayaan

Murabahah

Akad Pembiayaan Mudharabah

Adakah ketentuan khusus yang

mengatur force majeure dalam akad

perjanjian pembiayaan?

Tidak, ketentuan force majeure diatur

dalam pasal yang menyangkut tentang

perlakuan asuransi

Ada

Apakah ketentuan force majeure

dicantumkan dalam akad perjanjian

pembiayaan?

Tidak, ketentuan force majeure disatukan

dalam pasal lain-lain

Ya

Page 116: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Dari beberapa permbiayaan yang telah

disalurkan, adakah kasus force majeure

yang terjadi?

Ada

Apa nama pembiayaannya? Pembiayaan iB Multiguna

Pembiayaan Produktif, Pembiayaan Modal kerja (PMK)

Apa kegunaan pembiayaannya? produk pembiayaan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan barang jasa

konsumtif seperti bahan bangunan untuk

renovasi rumah, kepemilikan sepeda

motor, biaya pendidikan, biaya

pernikahan dan perlengkapan rumah

Fasilitas Pembiayaan yang diberikan perusahaan yang

memerlukan pembiayaan modal kerja dengan maksimum 80%

dari modal kerja yang dibutuhkan

Apa objek pembiayaannya? Pembelian mobil

Pendanaan Usaha Properti (Bangunan Ruko)

Page 117: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Milik siapakah objek pembiayaannya? Bentuk kepemilikan mobil tersebut masih

menjadi hak bank yang dapat menjadi

milik nasabah setelah pelunasan

Bentuk kepemilikan Usaha tersebut adalah milik nasabah

Kapan bank syariah memberikan

pembiayaan kepada nasabah?

Jangka waktu pembiayaan selama 5 tahun

dimulai pada tahun 2013 (perkiraan bulan

tidak disebutkan)

(Spesifikasi waktu pembiayaan tidak disebutkan)

Sudah berapa lama pembiayaan

berjalan?

Pembiayaan sudah berjalan kurang lebih 3

tahun

(Spesifikasi waktu pembiayaan tidak disebutkan)

Apakah objek pembiayaan memilikii

jaminan, berupa apa jaminannya?

Ya, jaminan dari objek pembiayaan ini

adalah BPKB mobil itu sendiri

Ya (Spesifikasi jaminan pembiayaan tidak disebutkan)

Apakah jaminan tersebut diasuransikan? Ya

Ya

Page 118: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Bentuk force majeure apa yang terjadi? Force majeure subjektif-permanen berupa

kematian nasabah pembiayaan

Force majeure absolut-temporer berupa kebakaran tempat

usaha nasabah

Kapan terjadinya force majeure dalam

pembiayaan?

(Tidak di sebutkan oleh pihak bank) (Tidak di sebutkan oleh pihak bank)

Dimana letak force majeure yang

menyebabkan pembiayaan bermasalah?

Kematian nasabah pembiayaan

disebabkan oleh kecelakaan yang

menimpa nasabah beserta dengan objek

pembiayaan yang digunakan (mobil).

Peristiwa ini menyebabkan terhentinya

kewajiban nasabah kepada pihak bank.

Pada kasus ini, nasabah memiliki 5 unit bangunan usaha (ruko)

dalam satu area yang berdekatan. Bangunan ini di berikan

pembiayaan oleh pihak bank. Masing-masing ruko tersebut

dijual kepada pemilik usaha yang membutuhkan sepert usaha

jual beli mobil, warung, dsb.

Diluar kuasa nasabah (pemilik ruko), 2 dari ruko tersebut

mengalami kebakaran yang menyebabkan kerusakan berat.

Terjadinya peristiwa ini menimbulkan daya bayar penyewa

ruko kepada pemilik ruko menurun yang juga berakibat

berkurangnya daya bayar pemilik ruko terhadap bank.

Diluar permasalahan pihak penyewa ruko dengan pemilik ruko

(nasabah pembiayaan), pihak nasabah meminta keringanan

Page 119: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

dari pihak bank.

Bagaimana tindakan penyelesaian bank

syariah dalam menanganii kasus force

majeure pada pembiayaan?

Peristiwa kematian tersebut dikabarkan

oleh keluarga dari pihak nasabah

pembiayaan. Pihak keluarga nasabah

memberikan keterangan dan menunjukkan

sejumlah bukti berupa Surat Keterangan

Kematian dari kelurahan setempat. Pihak

bank memberikan rincian sisa kewajiban

nasabah terhadap bank atas objek

pembiayaanya.

Pada kasus ini, nasabah masih

mempunyai sisa pembiayaan beberapa

bulan yang belum dibayarkan sebelum

peristiwa kematiannya dan beberapa

bulan selanjutnya yang seharusnya masih

harus dibayarkan sampai habis masa

Pihak bank melakukan tahap pengecekan lapangan, dan

melakukan musyawarah dengan pihak nasabah.

Bank berpendapat bahwa rusaknya fungsi dari 2 ruko tersebut

mengakibatkan hampir setengah kemampuan pengembalian

kewajiban nasabah kepada bank menurun.

Musyawarah yang dilakukan antara pihak bank dengan

nasabah menghasilkan suatu solusi berupa : kewajiban dana

dari 2 ruko yang terbakar tersebut akan diselesaikan melalui

jalur asuransi, sementara 3 ruko yang tersisa akan dilakukan

tahapan rescheduling (Spesifikasi keringanan tidak di

sebutkan) sesuai dengan permintaan nasabah melihat dari

kondisi kemampuan nasabah dalam membayar, serta hasil

perhitungan yang didapatkan dari bank.

Page 120: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

pembayaran.

Pihak bank dan keluarga nasabah

melakukan musyawarah dan mencapai

kesepakatan dengan jalan keluar dimana

pihak keluarga nasabah hanya diberikan

tanggungan pembayaran sisa bulan yang

belum di bayarkan oleh nasabah

pembiayaan hanya sampai waktu

peristiwa kematian nasabah terjadi. Sisa

pembiayaan beberapa bulan berikutnya,

yang seharusnya di lunaskan akan di

putihkan oleh pihak bank.

Pihak keluarga sepakat untuk

menyelesaiakan sisa pembayaran nasabah

dengan klaim asuransi.

Page 121: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Bagaimana perlakuan pihak asuransi

menyikapi kasus force majeure?

Setelah mendapatkan kabar mengenai

peristiwa yang terjadi, pihak asuransi

melakukan pengecekan dan prosedural

klaim asuransi kematian yang akan

digunakan untuk membayar sisa

kewajiban nasabah terhadap bank

Setelah mendapatkan kabar mengenai peristiwa yang terjadi,

pihak asuransi melakukan pengecekan dan prosedural klaim

asuransi untuk membayar beban kewajiban 2 ruko yang

terbakar sesuai dengan perhitungan yang telah didapatkan

kepada pihak bank

Jika asuransi menyanggupi untuk

membayar kerugian force majeure,

apakah kasus dapat di nyatakan selesai?

Jika asuransi sudah menyanggupi untuk membayar kewajiban nasabah yang diakibatkan oleh force

majeure, maka kasus dapat dinyatakan selesai. Setelah selesai maka tindakan selanjutnya dapat berupa

pemutihan hutang atau dengan melanjutkan pembayaran

Apakah tindakan penyelesaian kasus

force majeure dipersamakan dengan

penanganan kasus pembiayaan

bermasalah pada umumnya?

Penyelesaian yang kami tempuh semua berdasarkan pengecekan lapangan dan keaslian bukti-bukti otentik

lainnya serta keringanan yang diberikan berdasarkan permintaan dan kemampuan nasabah

Perbedaannya, pada pembiayaan bermasalah biasa jika nasabah tidak membayar kewajibannya kami akan

memberikan Surat Peringatan sampai somasi, namun pada nasabah force majeure kita tidak memberikan

Page 122: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

surat peringatan melainkan pihak bank akan menuliskan berita acara, melakukan pengecekan lapangan serta

mengumpulkan bukti-bukti otentik lainnya.

Langkah penyelesaian yang dilakukan bank terhadap kasus force majeure sendiri memang dipersamakan

dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah biasa, seperti :

(a) Pemberian keringanan angsuran dalam bentuk rescheduling, resctructuring, atau reconditioning

(b) Penyelesaian jalur asuransi

(c) Penyelesaian melalui mediasi

(d) Penyelesaian melalui arbitrase

(e) Penyelesaian melalui pengadilan

(f) Eksekusi jaminan atau lelang

Dengan adanya perbedaan jenis kasus

force majeure yang terjadi, apakah

memiliki perbedaan penyelesaian

pembiayaan?

Perbedaan jenis force majeure yang terjadi berpengaruh pada tindakan penyelesaian yang diambil. Hal ini

disesuaikan kembali dengan kondisi serta kemampuan nasabah force majeure

Page 123: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

Adakah perbedaan keringanan yang

diberikan pihak bank kepada nasabah

force majeure berdasarkan jenis

penyebabnya?

Perbedaan keringanan yang diberikan kepada nasabah force majeure tergantung dengan besaran nominal

kerugian serta bentuk permintaan nasabah yang disesuaikan dengan kemampuannya

Page 124: ANALISIS PENYELESAIAN FORCE MAJEURE DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33891/1/CEISA... · C. Keorganisasian 1 Sekretaris OSIS (2007), 2 Presenter POIN (Pekan

SKEMA PEMBIAYAAN BERMASALAH

SKEMA PEMBIAYAAN BERMASALAH