ANALISIS PENYEBAB TINGGINYA PENGANGGURAN SARJANA DI ...repository.utu.ac.id/746/1/I-V.pdf ·...
Transcript of ANALISIS PENYEBAB TINGGINYA PENGANGGURAN SARJANA DI ...repository.utu.ac.id/746/1/I-V.pdf ·...
ANALISIS PENYEBAB TINGGINYA PENGANGGURAN
SARJANA DI KECAMATAN SIMEULUE BARAT
KABUPATEN SIMEULUE
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat
Guna memperoleh gelar sarjana sosial
OLEH :
ANDRI ADI
NIM : 10C20210010
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
TAHUN 2016
vi
ABSTRAK
ANDRIADI, 2016. Analisis Penyebab Tingginya Pengangguran Sarjana di
Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, di bawah bimbingan
Sudarman Alwy., M.Ag dan Alimas Jonsa, S.Sos., M.Si
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tingginya
pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.
Adapun sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Kemudian teknik
pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan kajian pustaka. Jumlah
informan yang ditentukan oleh peneliti dengan jumlah 14 orang. Teknik analisa
data dalam penelitian ini berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. Masalah penganguran memang menjadi permasalahan
komplek dalam konteks mencari lapangan pekerjaan baik di intansi pemerintahan
maupun swasta. Lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat sangat antusias
ingin membuka lapangan pekerjaan dan mereka mempunyai sumberdaya manusia
yang mapan akan tetapi hanya keterbatasan modal serta belum mempunyai
lapangan pekerjaan yang tetap. Penyebab lainnya juga disebabkan oleh faktor
ketidak-seimbangnya antara jurusan yang diambil oleh para lulusan sarjana
dengan formasi yang dibuka oleh pemerintah daerah. Salah satu contohnya adalah
jurusan yang paling banyak diminati oleh lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue
Barat adalah lulusan Pendidikan Agama Islam sementara formasi atau lowongan
yang dibuka oleh pemerintah dalam penerimaan tenaga kontrak dan CPNS lebih
cenderung kepada lulusan Kesehatan. Faktor yang paling utama dalam melakukan
wirausaha atau pekerjaan adalah para lulusan sarjana harus berani berbuat, siap
untuk mandiri dan siap melakukan hal apa saja yang sifatnya positif untuk
kepentingan pribadi dan orang lain yang pada akhirnya membuahkan hasil yaitu
memberikan lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Kata Kunci : Tingginya Pengangguran Sarjana, Kecamatan Simeulue Barat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengangguran sarjana di Indonesia memang selalu menjadi masalah yang
menyelimuti dalam perkembangan masa kini. Masalah yang disebabkan karena
lulusan mahasiswa yang hanya ingin menjadi pencari kerja bukan pencipta kerja,
belum lagi tuntutan dari perguruan tinggi yang menginginkan mahasiswanya
cepat lulus tanpa diberikan keterampilan yang cukup dalam menghadapi dunia
kerja serta kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu
menyerap tenaga kerja.
Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 259 juta jiwa
semakin menambah rumitnya kompleks permasalahan yang ada di Indonesia.
Mulai dari sarjana pendidikan, sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana komputer
dan masih banyak sarjana-sarjana yang lainnya. Ada tiga faktor dasar yang
menjadi permasalahan tingginya tingkat pengangguran sarjana di Indonesia yaitu:
(a) ketidaksesuaian hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja,
(b) ketidakseimbangan permintaan dan penawaran terhadap jasa manusia, (c)
kualitas sumber daya manusia itu sendiri (Tilaar H, 2004, h.162).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan
pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
panjang. Salah satu tujuan dalam pembangunan nasional adalah penyediaan
lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja terutama
bagi negara berkembang seperti Indonesia yang pertumbuhan angkatan kerjanya
lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Pendidikan diketahui sebagai
2
aspek penting dalam kehidupan karena melalui pendidikan seseorang dapat
menjadi individu yang lebih berkualitas.
Pendidikan adalah sarana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas
karena pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang
bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Semakin
tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh maka seharusnya semakin
berkualitas pula output atau lulusan yang dihasilkan. Salah satu hal yang dapat
dijadikan sebagai ukuran kualitas output tersebut adalah bagaimana output ini
mampu bersaing di dunia kerja dan diharapkan mampu menggerakkan
pembangunan nasional.
Di negara berkembang, pengangguran terdidik adalah sebagai
konsekuensi dari berperannya faktor penawaran “supply factors” (Bloom dan
Sevilla 2003, h.27). Proses bergesernya kelompok umur penduduk yang lahir dua
puluh sampai tiga puluh tahun sebelumnya, mereka secara potensial memasuki
pasar kerja, baik setelah menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atau
terhenti. Upaya yang dilakukan untuk memperluas fasilitas pendidikan di negara-
negara berkembang guna pencapaian pemerataan hasil-hasil pendidikan ternyata
tidak diiringi dengan peningkatan kualitas tamatannya. Efek ganda dari dilema
tersebut adalah semakin banyaknya pencari kerja berusia mudah dan
berpendidikan (Elfindri dan Bachtiar, 2004, h.35).
Kecamatan Simeulue Barat adalah salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Simeulue yang memiliki banyak sekali remajanya lulusan sarjana. Para
remaja di Kecamatan Simeulue Barat menyelesaikan pendidikan Sarjananya di
luar daerah, ada yang di Banda Aceh, Aceh Barat, Lhokseumawe, Langsa, dan
3
luar daerah lainnya seperti Medan, Jakarta dan lainnya. Hingga saat ini banyak
lulusan Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat telah kembali ke daerah masing-
masing, akan tetapi mereka belum mendapatkan pekerjaan.
Salah satu penyebab tingginya pengangguran di Kecamatan Simeulue
Barat menurut hasil observasi awal peneliti adalah dikarenakan kurangnya
perhatian dari pemerintah setempat untuk merekrut para lulusan sarjana bekerja,
hal ini terlihat pada saat adanya penerimaan PNS atau karyawan, calon yang
mendaftar dari berbagai daerah bahkan ada yang berasal dari luar Kabupaten
Simeulue. Para calon yang lulus dalam penerimaan PNS atau karyawan tersebut
kebanyakan berasal dari luar daerah Simeulue khususnya di Kecamatan Simeulue
Barat. Lulusan sarjana yang berasal dari dalam daerah Simeulue hanya beberapa
orang saja yang lulus.
Selain hal tersebut diatas permasalahan yang paling mendasar membuat
banyaknya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat berdasarkan hasil
observasi awal adalah kurang percayanya pemerintah terhadap kemampuan para
putra-putri daerah setempat, sehingga lebih memilih putra putri luar derah untuk
bekerja. Dari latar belakang di atas penulis merasa tertarik mengadakan penelitian
dengan judul “Analisis Penyebab Tingginya Pengangguran Sarjana di
Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue”.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada penelitian
ini, maka penulis membuat rumusan masalah, yaitu apa penyebab terjadinya
tingginya pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten
Simeulue?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di ataas maka, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab tingginya pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue
Barat Kabupaten Simeulue?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Memberikan kontribusi data tentang pengangguran sarjana di Kabupaten
Simeulue;
2. Memberikan informasi terkait pengangguran sarjana di Kabupaten
Simeulue;
3. Memberikan kekayaan khasanah ilmu pengetahuan terkait pengangguran
sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Khususnya
bagi Mahasiswa Universitas Teuku Umar.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Dapat menambah kebijakan bagi peneliti dalam melakukan penelitian
khususnya tentang pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat
Kabupaten Simeulue.
2. Memberikan langkah-langkah dalam membangun karakter untuk berjiwa
wirausaha sehingga dapat meminimalisis tingkat pengangguran sarjana di
Kecamatan Simeulue Barat.
3. Menjadti acuan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan riset
terkait dengan tingkat pengangguran sarjana.
5
1.5 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.
Pada Bab II. Tinjauan pustaka, yang terdiri dari: tinjauan tentang kajian
terdahulu, tinjauan pengangguran dan tinjauan tentang pekerjaan.
Sedangkan pada Bab III. Metode penelitian yang terdiri dari: metode
penelitian, sumber data dan teknik pengumpulan data, teknik
pengumpulan data, Instrumen penelitian, teknik analisa data, pengujian
kredibilitas data.
Kemudian pada Bab IV. Menjelaskan Hasil dan pembahasan yang terdiri
dari: hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
Sedangkan pada Bab V. Terdiri dari: kesimpulan dan saran.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh M. Rosyid Hidayat (2014) tentang
tingginya tingkat pengangguran sarjana di Indonesia, dimana hasil dari penelitian
tersebut adalah: tingginya jumlah pengangguran sarjana disebabkan karena
memiliki keterampilan yang rendah dan belum siap mental untuk memasuki dunia
kerja. selain karena sumber daya manusia (mahasiswa) yang kurang berkualitas,
kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu menyerap tenaga
kerja, sehingga mendorong tingginya tingkat pengangguran di Indonesia.
Dari penelitian tersebut dapat dijabarkan tuntutan mutu pendidikan di
Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang penting karena kualitas/mutu
pendidikan di Indonesia yang dinilai oleh banyak kalangan masih rendah. Hal
tersebut bisa terlihat dari beberapa indikator diantaranya lulusan dari sekolah atau
perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya
kompetensi yang dimiliki. Dengan kondisi tersebut sulit mengharapkan mereka
menjadi agen perubahan sosial sebagaimana yang diharapkan masyarakat luas.
Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disorot pula karena deraan jumlah
lulusan perguruan tingi yang menganggur. Pengangguran lulusan perguruan tinggi
merupakan salah satu dari sekian banyak isu pendidikan dan ketenagakerjaan
yang banyak mendapat perhatian.
Sebenarnya gelar sarjana tidak otomatis memuluskan jalan meraih
pekerjaan. Peningkatan jumlah pengangguran intelektual di Indonesia dinilai
7
akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua,
jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. Disisi lain
para pengangguran tersebut tidak mau bangkit dan membuat inovasi, mereka
hanya ingin menjadi pekerja yang formal, di kantoran dan mendapat gaji yang
besar. Padahal di Indonesia lapangan kerja di sektor formal mengalami
penurunan, hal itu disebabkan lemahnya kinerja sektor riil dan daya saing
Indonesia, yang menyebabkan sektor industri menjadi lemah dan membuat
produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya
saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk
tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran
terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena
adanya informalisasi pasar kerja.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Siti (2012) tentang
pengangguran di Provinsi Jawa Timur, dimana pengangguran yang terjadi di
Provinsi Jawa Timur diakibatkan oleh situasi krisis yang tak kunjung usai dan
lesunya kondisi perekonomian nasional, di berbagai daerah di Provinsi Jawa
Timur tidak menutup kemungkinan muncul apa yang disebutdiscourage
unemployment (pengangguran putus asa), yakni pengangguran sudah bertahun-
tahun mencari kerja tanpa hasil karena faktor demand for labor dan supply for
labor yang makin tidak seimbang.
Penelitian tersebut dapat dijabarkan tingginya angka pengangguran
sarjana sudah menjadi salah satu penyakit di negara Indonesia yang besar. Data
statistik menyatakan jumlah pengangguran sarjana atau lulusan Universitas pada
Februari 2013 mencapai 360 ribu orang, atau 5,04% dari total pengangguran yang
mencapai 7,17 juta orang. Hal ini bisa terjadi dikarenakan sebagian besar lulusan
8
perguruan tinggi hanyalah menjadi pencari kerja (job-seeker) dan jarang yang
berkeinginan menjadi pencipta kerja (job-creator)
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi perguruan tinggi adalah
problem relevansi dan mutu yang belum menggembirakan. Pendidikan tinggi
belum bisa menjadi faktor penting yang mampu melahirkan enterpreneur dengan
orientasi job creating dan kemandirian. Pengangguran terdidik dari hasil
pendidikan terus bertambah, problem pengabdian masyarakat dimana perguruan
tinggi tersebut berada dirasa kurang responsif, dan berkontribusi terhadap problem
masyarakat. Anarkhisme intra dan inter-kampus seperti membentuk lingkaran
kekerasan, banyak kita jumpai terjadinya demo-demo yang bersifat anarkhis yang
dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Tentu banyak juga prestasi yang telah
dicapai, akan tetapi gaung masalah ini lebih bergema dibanding deretan prestasi-
prestasi.
Tingginya angka pengangguran yang ditamatkan pendidikan tinggi di
Indonesia mengalihkan perhatian kita untuk memburu model pendidikan macam
apa yang cocok saat ini diterapkan di perguruan tinggi. Untuk menjawab
persoalan tersebut di setiap perguruan tinggi saat ini sudah mulai mirintis program
pendidikan kewirausahan. Semakin maju suatu negara semakin banyak orang
yang terdidik, dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan
pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh
wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan
pemerintah sangat terbatas. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi
pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri.
Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia
masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat, sehingga upaya
9
pembangunan wirausaha di Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi
suksesnya pembangunan nasional.
Perbedaan penelitian terdahulu yang dijelaskan diatas dengan penelitian
saya adalah, saya melakukan pemilihan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengangguran dengan melihat jumlah pengangguran dan membandingkan jumlah
yang bekerja yang berasal dari daerah Kecamatan Simeulue Barat dan yang
berasal dari luar Simeulue. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah
2.2 Pengangguran
2.2.1 Pengertian Pengangguran
Pengangguran ialah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang
mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seorang yang
sedang berusaha mencari pekerjaan. sedangkan yang dimaksud angkatan kerja
adalah jumlah keseluruhan pekerja yang tersedia untuk lapangan pekerjaan dalam
sebuah negara. Golongan bukan angkatan kerja adalah mereka yang bersekolah,
yang mengurus rumah tangga, atau yang menerima pendapatan tidak tetap.
Menurut Sadono Sukirno (2004) dalam Pitartono (2012, h.32), dalam
standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan
dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan
kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu,
tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.
Selanjutnya International Labor Organization (ILO) memberikan
definisi pengangguran yaitu: (1) Pengangguran terbuka adalah seseorang yang
termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak
bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. (2)
10
Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh
karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu
secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari
pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan (BPS, 2001,
h.4).
2.2.2 Jenis- Jenis Pengangguran
Menurut Marius (2004, h.39) jenis-jenis pengangguran adalah sebagai
berikut:
1. Menurut Faktor-faktor penyebabnya
a) Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang terjadi akibat siklus
gelombang konjungtur atau perubahan naik turunnya kondisi ekonomi.
b) Pengangguran Teknologi
Pengangguran teknologi disebabkan karena tenaga manusia diganti
menjadi tenaga mesin atau robot.
c) Pengangguran Srtruktural
Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan struktur
ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Misalnya perubahan
struktur agraris menjadi industri.
d) Pengangguran Friksional
Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang terjadi sementara
waktu atau dalam jangka pendek. Contohnya seperti menganggur
sementara untuk menunggu panggilan kerja.
2. Menurut ciri-cirinya
11
a) Pengangguran Terbuka
Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang benar-benar tidak
mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini bisa terjadi ketika tenaga kerja
telah berusaha semaksimal mungkin mencari pekerjaan tetapi belum
mendapatkannya.
b) Pengangguran Terselubung
Pengangguran ini mempunyai ciri yaitu ketika jumlah pekerja dalam suatu
kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang diperlukan (kelebihan pekerja).
Pengangguran Musiman
Pengangguran musiman terjadi karena adanya perubahan musim atau
kegagalan musim. pengangguran ini sering terjadi pada petani yang
menganggur disaat paceklik.
c. Setengah menganggur
Di negara-negara berkembang banyak orang yang melakukan migrasi.
Namun tidak semua yang bermigrasi mendapat pekerjaan di tempat baru
mereka. sebagian terpaksa menjadi pengangguran sepenuh waktu. Ada
pula yang tidak menganggur tetapi tidak bekerja penuh waktu.
2.2.3 Dampak pengangguran
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-
masalah sosial lainnya. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat
menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan
12
politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, beberapa dampak yang timbul akibat pengangguran
yaitu:
a. Dari segi ekonomi
1. Menimbulkan turunnya daya beli masyarakat
2. Menghambat investasi
3. Turunnya produk domestik bruto, sehingga pendapatan nasional pun akan
berkurang.
b. Dari segi sosial
1. Timbulnya perasaan kurang percaya diri
2. Meningkatnya angka kriminalitas
3. Bertambahnya pengamen, anak jalanan dan pengemis
4. Tingginya jumlah angka anak putus sekolah
c. Dari segi pembangunan ekonomi nasional
1. Masyarakat tidak mampu memaksimalkan kemakmuran
2. Pendapatan pajak pemerintah berkurang
3. Tidak dapat menggalakkan pertumbuhan ekonomi. (Pitar Tono, 2012, h.
58)
2.2.4 Upaya mengatasi pengangguran
Untuk mengatasi pengangguran diperlukan upaya-upayadalam
mengatasi pengangguran, antara lain sebagai berikut:
1. Pemerintah
2. Mendirikan program tenaga kerja
3. Mengadakan program latihan kerja magang
13
4. Pengerahan tenaga kerja Indonesia
5. Mendirikan program pelatihan atau kursus
6. Memperluas pendistibusian informasi tenaga kerja yang dapat diakses
dimanapun.
7. Masyarakat
8. Mengikuti program latihan kerja
9. Meningkatkan wiraswasta
10. Membuka lapangan kerja baru atau mendirikan kursus
11. Aktif dalam mencari informasi tentang tenaga kerja (Marius dan Jelamu,
2004, h. 29)
2.2.5 Penyebab pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya,
beberapa penyebab timbulnya pengangguran yaitu:
1. Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja
2. Lapangan kerja sedikit
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga
terdidik tidak seimbang
4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
5. Budaya pilih-pilih pekerjaan serta pemalas
6. Banyaknya jumlah penduduk
7. Teknologi yang semakin maju yang tidak diimbangi oleh kemampuan
manusia
8. Pendidikan dan ketrampilan yang rendah
14
9. Pengusaha yang selalu ingin mengejar keuntungan dengan cara melakukan
penghematan seperti penerapan rasionalisasi
10. Adanya lapangan kerja dipengaruhi oleh musim
11. Ketidak stabilan perekonomian, politik dan keamanan negara
2.3 Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU ketenaga kerjaan No.14 tahun 1999).
Oleh karena itu perusahaan akan memberi balas jasa kepada pekerja dalam bentuk
upah. Menurut Daniel & Moehar (2004, h. 84) dewasa ini terjadi lagi
perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi hanya terdapat pada
usaha pertanian yang luas. Bagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan
tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas.
Menurut Engkos (2003, h. 32) tenaga artinya daya yang dapat
menggerakkan sesuatu, kegiatan bekerja, berusaha dan sebagainya, orang yang
bekerja atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan kerja artinya kegiatan melakukan
sesuatu. Sumber daya manusia (human resource) adalah tenaga kerja yang
mampu bekerja melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang
mempunyai nilai ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga kerja (man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age
population).
Faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variable yang
penggunaanya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi.
Maksudnya adalah kedudukan petani dalam usaha tani, yakni tidak hanya sebagai
15
penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang manajer.
Kedudukan si petani tidak mampu merangkap kedua fungsi itu. Fungsi sebagai
tenaga kerja harus dilepaskan dan memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin
usaha tani (manajer).
Menurut Daniel & Moehar (2004, h. 82) faktor produksi tenaga kerja,
merupakan faktor produk yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses
produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja di lihat dari tersedianya tenaga
kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah:
a. Jumlah tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sampai tingkat tertentu jumlahnya
optimal, jumlah tenaga kerja ini memang masih banyak dipengaruhi dan
dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga
kerja.
b. Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu produksi barang-barang pertanian atau
bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini
diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan
tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah
kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan
dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak
dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai
klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
16
c. Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam
proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam
bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita
mengerjakan tanam.
d. Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja
musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran
semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi
musiman.
Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani
sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi
pertanian secara keseimbangan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi
terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan
tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga
besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja
pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita.
Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi dari pada upah tenaga kerja
manusia.
Menurut Soekartawi (2003, h. 42) umur tenaga kerja di pedesaan juga
sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia
dewasa akan menerima upah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga
kerja yang dewasa. Oleh karen itu penilaian terhadap upah harus distandarisasi
menjadi hari orang kerja (HOK) atau hari kerja setara pria (HKSP). Lama waktu
bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja,
17
makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja
bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan besar kecilnya upah
tenaga kerja. Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan nilai tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam
mengolah tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak,
nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenagaa kerja traktor karena
kemampuan yang lebih tinggi dari pada tenaga kerja tersebut. ( BPS 2008, h. 42)
2.3.1 Tenaga Kerja Terdidik
Tingkat pengangguran terdidik (educated unemployment rate)
merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SLTA keatas (sebagai
kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut
(BPS, 2008, h. 42). Dengan kata lain, pengangguran terdidik yaitu pengangguran
lulusan SMA, Diploma, dan Sarjana yang belum bekerja.
Menurut Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono (2004 h. 13),
faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga kerja terdidik yaitu :
(1) adanya penawaran tenaga kerja yang melebihi dari permintaan, (2) kebijakan
rekruitmen tenaga kerja sering tertutup, (3) perguruan tinggi sebagai proses untuk
menyiapkan lulusan atau tenaga kerja yang siap pakai belum berfungsi
sebagaimana mestinya, (4) adanya perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan
struktur industri.
Kecenderungan meningkatnya angka pengangguran tenaga kerja terdidik
disebabkan bahwa semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula
aspirasinya untuk mendapatkan kedudukan atau kesempatan kerja yang lebih
sesuai (Mauled Moelyono dalam Sutomo et al, 1999,h. 17).
18
2.4 Faktor Penyebab Tingginya Pengangguran di Indonesia
Sesungguhnya, angka pengangguran di Indonesia hanyalah hasil akhir
dari kekusutan yang terjadi antara sektor pendidikan dan swasta (bisnis).
(Pitartono, 2012, h. 17) menyatakan banyak faktor yang menyebabkan tingginya
angka pengangguran di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Faktor kualitas sumber daya manusia
Ini adalah penyebab utama banyaknya sarjana Indonesia yang tidak bisa
mendapatkan pekerjaan. Perguruan tinggi dinilai hanya menghasilkan sarjana
‘bertitel’ tanpa dibarengi kemampuan yang memadai. Tingginya jumlah
pencari kerja memungkinkan perusahaan untuk menyaring yang terbaik,
tanpa memandang dari mana asal mereka. Sebagai ilustrasi, saat ini terdapat
sekitar 100 ribu tenaga kerja ahli yang berasal dari negara lain, lalu apa yang
terjadi dengan lulusan perguruan tinggi dalam negeri sehingga jabatan-
jabatan tersebut diisi oleh tenaga kerja asing (Pitartono, 2012, h. 17).
2) Terbatasnya lapangan kerja
Pertambahan jumlah sarjana di Indonesia tidak diiringi oleh perluasan
lapangan kerja secara seimbang. Akibatnya, para sarjana Indonesia harus
bersaing memperebutkan peluang kerja yang terbatas. Kondisi ini
dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk kurang kondusifnya iklim investasi di
Indonesia, akibat rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi calon investor
(Pitartono, 2012, h. 17).
3) Faktor paradigma
Ada suatu paradigma yang keliru di kalangan sarjana Indonesia. Mereka
mengasosiasikan kata “bekerja” dengan menjadi karyawan di sebuah
institusi, lembaga, maupun perusahaan, sehingga lulusan perguruan
19
tinggipun berbondong-bondong untuk mencari pekerjaan, bukan
menciptakan lapangan kerja. Selain itu, mereka yang menjalankan usaha
sendiri di rumah tetap menganggap dirinya pengangguran sekalipun
penghasilan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari gaji bulanan
seorang karyawan, akibatnya, secara statistik mereka tetap tercatat sebagai
pengangguran (Subagyo, 2000, h.16).
2.5 Teori Struktural Fungsional
Struktur menunjuk pada kegiatan membangun sesuatu dan menghasilkan
produk akhir yaitu mengembangkan suatu tindakan. Dimana tindakan tersebut
membawa individu ke dalam hubungan sosial yang merupakan bagian dalam
masyarakat yang memiliki fungsi dalam kesatuan masyarakat (John Scott
2011:249). Teori struktural fungsional pada dasarnya mempelajari masyarakat
dengan memperhatikan struktur dan fungsinya (Ritzer 2008:118). Salah satu
tokoh yang menganalisis teori fungsionalisme atau struktural fungsional adalah
Talcott Parson dengan konsep AGIL.
Parson yang dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem
tindakan, terkenal dengan skema AGIL, suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan
yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem.
Menurut Parson ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem (A)
adaptation, (G) Goal attainment, (I) Integration, (L) Latensy atau pemeliharaan
pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai
skema AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi
yaitu:
20
a. Adaptation (adaptasi), Sebuah sistem yang harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan kebutuhan. Dimana sumber alam di ubah menjadi
fasilitas yang dapat digunakan dan bermanfaat untuk berbagai tujuan
individu.
b. Goal attainment (pencapaian tujuan), Sebuah sistem harus mengatur
antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga
harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.
c. Interagtion (interaksi) adalah merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia, di mana mereka bekerja sama untuk
menghindari konfli dan merupakan persyaratan fungsional yang
mengatur hubungan-hubungan antarkomponen dalam masyarakat. Dalam
integrasi ini dapat tumbuh ikatan yang bersifat emosional dan solidaritas.
d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola), peningkatan dan penegasan
komitment terhadap nilai-nilai moral.
Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki,
baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan
menopang motivasi. Parsons mendesain skema AGIL untuk digunakan ke semua
tingkatan dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan,
akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL (Robert
Lawang, 1985). Dalam sebuah tindakan dapat dilakukan dengan adanya sistem
kultural yang menyediakan seperangkat norma dan nilai adat, perilaku, dan
21
filosofi. Berdasarkan sistem kultural dalam menyediakan norma, nilai-nilai dalam
masyarakat berawal dari kearifan tradisi yang ada pada masyarakat.
2.6. Jumlah Angkatan Kerja serta Tingkat Pengangguran di Indonesia
Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus,
peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan
kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang makin membesar.
Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi pada tahun 1997,
sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin
tinggi hingga tahun 2014. Adapun jumlah angkatan kerja serta tingkat
penganggura di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1. Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran di Indonesia
No Tahun Jumlah Angkatan Kerja
(Juta Orang)
Tingkat Pengangguran
(juta Orang)
1 2000 95,65 5,81
2 2001 98,81 8,01
3 2002 100,78 9,13
4 2003 102,75 9,94
5 2004 103,97 10,25
6 2005 105,86 11,9
7 2006 106,39 10,93
8 2007 109,94 10,01
9 2008 111,95 9,39
10 2009 113,83 8,96
11 2010 116,53 8,32
12 2011 117,37 7,7
13 2012 118,05 7,24
14 2013 118,19 7,39
15 2014 125,3 7,15
Jumlah 1645,37 132,13
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2014
2.7. Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
Tingkat pengangguran di Provinsi Aceh terjadi peningkatan jumlah
angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah angkatan kerja yang
22
meningkat dapat diserap dengan baik oleh pasar tenaga kerja sehingga terjadi
peningkatan penduduk yang bekerja dan berkurangnya jumlah penduduk yang
menganggur.
Penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional sesuai pasal 27
ayat 2 UUD 1945 bahwa setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang
artinya produktif dan remuneratif. Untuk itu diperlukan dua kebijakan yaitu
kebijakan makro dan mikro. Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan
penanganan pengangguran antara lain kebijakan moneter terkait uang beredar,
tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank
Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya dalam setiap rapat-rapat
kabinet harus lebih fokus pada masalah penanggulangan pengangguran.
Kebijakan mikro (khusus) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran
antara lain:
1. Pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran
bahwa setiap manusia memiliki potensi dalam dirinya namun sering tidak
menyadari dan mengembangkan secara optimal;
2. Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang
tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas
transportasi dan komunikasi.
Jumlah angkatan kerja dan tingkat pengangguran menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Aceh dapat dilihat pada tabel 2.2. dibawah ini:
Tabel 2.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
Kabupaten/Kota Jumlah Angkatan Kerja
(Ribuan Orang)
Tingkat Pengangguran
(Ribuan Orang)
Simeulue 23.480 1.620
Aceh Singkil 33.035 1.566
Aceh Selatan 76.367 8.131
23
Aceh Tenggara 67.690 7.545
Aceh Timur 139.960 17.633
Aceh Tengah 68.564 1.824
Aceh Barat 56.001 2.810
Aceh Besar 104.096 9.915
Pidie 143.751 18.197
Bireun 133.016 14.912
Aceh Utara 155.700 25.210
Aceh Barat Daya 40.790 1.550
Gayo Lues 36.618 86
Aceh Tamiang 70.159 5.916
Nagan Raya 58.123 2.444
Bener Meriah 57.652 139
Pidie Jaya 53.716 4.514
Banda Aceh - -
Sabang 4.956 578
Langsa 9.619 1.246
Lhokseumawe 17.372 2.096
Subulussalam 21.568 2.080
Jumlah 1.405.083 133.720
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Tahun 2014
Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau
anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain.
Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat
adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia
dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan
adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar.
Indonesia Salah satu negara yang melakukan perjanjian internasional
dengan salah satu organisasi internasional yaitu organisasi ILO (International
Labour Organization) Sebagai wujud komitmen untuk memberi perlindungan
kepada anak bangsa, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No.
138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dan Konvensi ILO
No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
24
Indonesia merupakan negara pertama di Asia dan negara ke lima di dunia
yang telah meratifikasi seluruh konvensi pokok ILO. Sejak menjadi anggota ILO,
Indonesia telah meratifi kasi 18 konvensi ini terdiri dari delapan konvensi pokok,
delapan konvensi umum, dan dua konvensi lainnya. Untuk Konvensi No. 182
Tahun 1999 tentang Penghapusan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-
bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak, yang merupakan konvensi pokok,
Indonesia merupakan negara Asia Pasifik pertama yang meratifikasinya. Ini
dilakukan dengan menerbitkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Pekerja Anak.
Pemerintah Republik Indonesia di awal-awal kemerdekaan, terutama di
era1950-an, meski silih berganti pemerintahan, menyadari hal yang sama, yakni
usaha-usaha menciptakan kesempatan kerja untuk mengurangi pengangguran dan
sekaligus menampung pertambahan tenaga kerja merupakan bagian kesatuan dari
seluruh kebijakan dan program pembangunan. Bahkan seluruh kebijakan dan
program pembangunan ekonomi dan sosial mempertimbangkan sepenuhnya
tujuan-tujuan perluasan kesempatan kerja serta penggunaan cara-cara kegiatan
usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Keseriusan Indonesia dalam menata
ketenagakerjaannya terlihat dari sudah dimilikinya sejumlah undang-undang yang
mengatur hal itu. Peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa awal
kemerdekaan cenderung memberi jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh,
dapat dilihat dari beberapa peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan
pada masa ini. Dalam tiga tahun pertama sejak kemerdekaan, Indonesia sudah
memiliki.
- Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja;
- Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan; dan
25
- Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 tentang Kerja.
International Labour Organization (ILO) Jakarta memberikan bantuan
teknis untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan kebijakan
ketenagakerjaan terkait standar perburuhan, penciptaan lapangan kerja, hubungan
industrial dan perlindungan sosial. Bantuan teknis telah diberikan sejak 1970-an,
dengan program terbesar respon terhadap Tsunami Aceh pada 2004. Tujuan
utama International Labour Organization (ILO) saat ini adalah mempromosikan
kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan yang
layak dan produktif, dalam kondisi merdeka, setara, aman dan bermartabat.
Dukungan International Labour Organization (ILO) itu juga terkait
dengan program standar perburuhan seperti program pekerja migran,
penanggulangan perburuhan anak, penciptaan lapangan kerja, pengembangan
keterampilan, Balai Latihan Kerja (BLK) dan infrastruktur berbasis tenaga kerja,
hubungan industrial, program untuk serikat pekerja, perlindungan sosial,
kesetaraan gender, pengembangan program HIV dan AIDS di dunia kerja serta
pengembangan jaminan sosial melalui keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal
itu termasuk prakarsa ketenagakerjaan muda, kegiatan menyangkut masalah
pekerja anak dan pekerja migran, serta perekonomian formal, hubungan industrial
dan pelatihan perundingan bersama yang mendorong perwakilan dan partisipasi
yang sensitif gender dalam pertemuan dan pelatihan, mempromosikan prinsip dan
pelaksanaan konvensi-konvensi yang sudah diratifi kasi, dan membantu
pemerintah, pengusaha serta serikat pekerja melangkah maju.
Pemilihan umur 10 tahun sebagai batas umur minimum didasari oleh
kenyataan bahwa dalam batas umur tersebut sudah banyak penduduk Indonesia
terutama di pedesaan sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Namun semenjak
26
dilaksanakan Sakernas 2001, batas usia kerja yang semula 10 tahun diubah
menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti definisi yang dianjurkan oleh International
Labour Organization (ILO).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis. Penelitian deskriptif analisis merupakan penelitian yang
bertujuan untuk mengungkapkan fakta yang sudah ada dan mendeskriptifkan
sesuai fenomena. Menurut Usman dan Purwono (2009, h.129) pengertian dari
penelitiaan deskriptif adalah menggambarkan atau melukiskan sesuatu hal, yang
berupa gambar-gambar atau foto-foto yang didapat dari data lapangan atau
peneliti menjelaskan hasil penelitian dengan kata-kata, dan keduanya dalam
penelitian dapat digunakan agar saling melengkapai.
Melalui metode ini penulis akan menggambarkan masalah yang dibahas
berdasarkan data-data yang relevan diperoleh serta menafsirkan data-data yang
dimaksud sebagai suatu proses analisa untuk mencari relevansi antar variabel.
Penelitian akan mendeskripsikan fakta dan data mengenai penyebab tingginya
sarjana menganggur di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.
3.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data
Adapun Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer
Sumber data adalah sumber-sumber dasar yang merupakan bukti saksi utama
dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan resmi yang dibuat pada suatu
28
acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata, keputusan-keputusan rapat,
foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005, h: 51).
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di
lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dan observasi. Data primer
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan camat dan para
lulusan sarjana menganggur di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue,
sedangkan observasi dilakukan dilapangan untuk melengkapi data wawancara.
2. Data Sekunder
Menurut Hasan (2002, h: 82) data sekunder adalah data yang diperoleh
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data
sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,
internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis. Untuk
melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari dokumen
profil kecamatan, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan fasilitas
ekonomi dan sosial.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Menurut Sukandarrumidi (2008, h: 35) “Observasi adalah melakukan
pengamatan dan pencatatan suatu objek, secara sistematik yang diselediki.
Observasi dapat dilakukan sesuai atau berulang kali. Dalam obervasi melibatkan
dua komponen, yaitu pelaku observasi (disebut sebagai observer), dan objek yang
diobservasi (disebut sebagai observee)”.
29
2. Wawancara
Menurut Soehartono (2008, h: 67) wawancara adalah pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewancara (pengumpulan
data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam (tape recorder).
3. Dokumentasi
Menurut Soehartono (2008, h: 70) studi dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.
Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis
oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa, dan dokumen sekunder, jika
peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini.
Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat,
catatan kasus (case record) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Akan
tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk tujuan
penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan penelitian. Adapun
dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen tertulis seperti buku laporan
kecamatan dan dokumen foto-foto kegiatan penelitian.
4. Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (Key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.
Cara yang digunakan untuk menentukan informasi kunci tersebut maka penulis
menggunakan “purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik
sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-
pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009, h: 128).
30
Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari
informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Camat Simeulue barat 1 orang
2. Sarjana Menganggur 13 orang
Jumlah 14 orang
Jadi, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 14
orang. Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis, tujuan yang
diambil mereka sebagai informan, karena mereka mengerti dan memahami
masalah di lapangan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan
data tentang variabel-variabel yang diteliti. Secara garis besar, instrumen terbagi 2
yaitu instrumen tes dan instrumen nontes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif
dan tes uraian, sedangkan instrumen yang tergolong nontes diantaranya dapat
berupan angket, wawancara, observasi atau studi dokumentasi (Subana dan
Sudrajat, 2009, h.127).
3.5 Teknik Analisa Data
Analisa data yang dilakukan meliputi 3 kegiatan yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang dilakukan dengan
cara menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan sesuai dengan
tujuan penelitian yang akan dicapai, selain itu melakukan pembuangan
terhadap data yang dianggap tidak perlu sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan-kesimpula final yang diverifikasikan.
31
2. Penyajian Data
Penyajian data yaitu melakukan penyajian data dari keadaan atau
fenomena sesuai dengan data yang telah direduksi menjadi informasi
yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan.
3. Verifikasi atau menarik kesimpulan
Dalam tahap ini peneliti membuat rumusan dengan prinsip logika,
mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan
mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada,
pengelompokkan data yang telah terbentuk dan telah dirumuskan.
Langkah selanjutnya yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap dengan
temuan baru yang berbeda dari temuan yang sudah ada.
3.6 Uji Kredibilitas Data
1. Triangulasi, yaitu tekhnik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding data tersebut. Triangulasi dibagi menjadi 4 antara lain:
a. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
b. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat diluar penelitian yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini Dosen pembimbing bertindak
32
sebagai pengamat yang memberikan masukan terhadap hasil
pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa
data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini
berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk di pergunakan dan
menguji terkumpulnya data tersebut.
2. Memberchek, yaitu mengulang garis besar apa yang diungkapkan oleh
informan pada akhir wawancara guna mengoreksi bila ada kesalahan
serta menambah apabila terdapat beberapa kekurangan.
3. Perpanjangan pengamatan, yaitu melakukan pengamatan ulang di
lapangan baik mencari informasi kembali untuk mendapatkan data yang
lebih akurat dan menambah keabsahan data dari penelitian yang didapat
sebelumnya.
4. Diskusi dengan teman, yaitu mendiskusikan atau bertukar pendapatan
dengan teman tentang hasil dari penelitian ini agar teman dapat
memberikan pendapatan dan informasi yang mingkin mendukung untuk
data penelitian selanjutnya.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
Kecamatan Simeulue Barat merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Simeulue dengan jumlah penduduk 11.049 jiwa yang tersebar di 14
Desa serta terdiri dari 50 Dusun dengan luas wilayah 446,07 Km2
Layabaung
sampai Lhok Makmur. Kecamatan ini mempunyai jumlah fasilitas pemerintahan
yang berpusat di ibu kota Kecamatan yaitu Sibigo. Dengan batas Kecamatan:
- Sebelah Utara Berbatasan Dengan Samudra Hindia,
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Salang,
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk Dalam dan
Samudra Hindia,
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Alafan.
Penduduk Kecamatan Simeulue Barat terdiri dari berbagai profesi sebagai
mata pencaharian mereka, dari yang wiraswasta, nelayan sungai dan laut, buruh,
angkutan (penarik becak barang), pedagang dan lain-lain. Dari keseluruhan
penduduk terdapat 20% yang tercatat sebagai PNS yang terdiri dari guru, TNI/
POLRI. Dari segi Agama Penduduk Kecamatan Simeulue Barat beragama Islam.
Mayoritas Penduduk Kecamatan Simeulue Barat ialah warga Aceh asli dan
pendatang yang sudah lama menetap di Kabupaten Simeulue seperti pendatang
dari minang kabau/orang minang.
Secara garis besar masyarakat di Kecamatan Simeulue Barat mayoritas
beragama Islam. Kecamatan ini juga memiliki lulusan sarjana dari berbagai
perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia.
34
4.2. Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat
Adapun jumlah pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat dapat
dilihat pada tabel 4.1. di bawah ini.
Tabel 4.1. Tabel Jumlah Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat
No Nama Alamat (Desa) Alamat (Kecamatan)
1 Anjar Pardede Sigulai Simeulue Barat
2 Indra Satri Sigulai Simeulue Barat
3 Irfan Sigulai Simeulue Barat
4 Rudi Hartono Sigulai Simeulue Barat
5 Sumar Sigulai Simeulue Barat
6 Fandri Amin Sigulai Simeulue Barat
7 Makrifatulla Sigulai Simeulue Barat
8 Irma Widin Sigulai Simeulue Barat
9 Arsada Sigulai Simeulue Barat
10 Ikwani Sigulai Simeulue Barat
11 Firwan Syahputra Sigulai Simeulue Barat
12 Saimul Ari Sigulai Simeulue Barat
13 Zul Fadri Sigulai Simeulue Barat
14 Amil Yadi Sigulai Simeulue Barat
15 Dayat Sigulai Simeulue Barat
16 Darto Sigulai Simeulue Barat
17 Ediar Sigulai Simeulue Barat
18 Nora Mardesi Sigulai Simeulue Barat
19 Desi Kurnia Sigulai Simeulue Barat
20 Zul Asmi Sigulai Simeulue Barat
21 Suherman Sigulai Simeulue Barat
22 Ali Suharmi Sigulai Simeulue Barat
23 Ermita Sigulai Simeulue Barat
24 Adi Wisman Sigulai Simeulue Barat
25 Sulhasman Sigulai Simeulue Barat
26 Alma Ida Sigulai Simeulue Barat
27 Aldiar Jono Sigulai Simeulue Barat
28 Novita Osika Sari Sigulai Simeulue Barat
29 Herni Wahyuni Sigulai Simeulue Barat
29 Neni Susianti Sigulai Simeulue Barat
30 Makhfira Adami Sigulai Simeulue Barat
31 Masrul Amin Sigulai Simeulue Barat
32 Rahmad Hidayat Sigulai Simeulue Barat
33 Adi Naswan Sigulai Simeulue Barat
34 Firmani Lova Sigulai Simeulue Barat
35 Leli Afriani Sigulai Simeulue Barat
36 Esi Hardia Lamamek Simeulue Barat
37 Regmil Julasmi Lamamek Simeulue Barat
38 Zul Kipri Lamamek Simeulue Barat
39 Safwin Efendi Lamamek Simeulue Barat
40 Desni Yuliani Lamamek Simeulue Barat
35
41 Ayu Sri Hartati Lamamek Simeulue Barat
42 Fajri Anda Yata Lamamek Simeulue Barat
43 Raswiadi Lamamek Simeulue Barat
45 Reki Sumantri Batu Ragi Simeulue Barat
46 Asma Yana Batu Ragi Simeulue Barat
47 Siti Amalia Batu Ragi Simeulue Barat
48 Imanul Hakim Batu Ragi Simeulue Barat
49 Eti Darnia Batu Ragi Simeulue Barat
50 Alsan Arta Batu Ragi Simeulue Barat
51 Amin Sukri Sinar Bahagia Simeulue Barat
52 Tri Aminati Sinar Bahagia Simeulue Barat
53 Ilham Sembilan Simeulue Barat
54 Ridha Sembilan Simeulue Barat
55 Resi Sembilan Simeulue Barat
56 Samsir Sembilan Simeulue Barat
57 Yani Sumia Sembilan Simeulue Barat
58 Agusri Sembilan Simeulue Barat
59 Masliadin Sembilan Simeulue Barat
60 Muliyono Sembilan Simeulue Barat
61 Edi Maswarli Miteum Simeulue Barat
62 Mukhsin Miteum Simeulue Barat
63 Nasmi Andi Miteum Simeulue Barat
64 Mauludin Miteum Simeulue Barat
65 Amdar Tono Miteum Simeulue Barat
67 Ristiana Miteum Simeulue Barat
68 Aji Masrian Miteum Simeulue Barat
69 Masdi Amin Miteum Simeulue Barat
70 Leni Suarni Miteum Simeulue Barat
71 Mardawis Miteum Simeulue Barat
72 Rahdiman Miteum Simeulue Barat
73 Aulia Amin Miteum Simeulue Barat
74 Bambang Harianto Miteum Simeulue Barat
75 Ihardi Layabaung Simeulue Barat
76 Adri Amin Sanggiran Simeulue Barat
77 Yesli Kardi Sanggiran Simeulue Barat
78 Yuli Sarmi Ujung Harapan Simeulue Barat
79 Eti Marda Yuni Ujung Harapan Simeulue Barat
80 Mulyadi Ujung Harapan Simeulue Barat
81 Multi Amabaan Simeulue Barat
82 Rina Demitra Amabaan Simeulue Barat
83 Meri Amabaan Simeulue Barat
84 Deka Malasin Simeulue Barat
85 Mira Marwadi Malasin Simeulue Barat
86 Rosa Malasin Simeulue Barat
87 Said Usahar Amin Malasin Simeulue Barat
88 Alyudi Herlanda Malasin Simeulue Barat
Sumber : Hasil Observasi 2015
36
4.3. Hasil Penelitian
Banyaknya pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat berawal
dari kurang siapnya dalam melakukan pekerjaan wiraswasta sehingga
penganguran dikalangan sarjana kian bertambah akhirnya berdampak negatif
terhadap lowongan pekerjaan. Pada intinya seorang lulusan sarjana dikatakan
sukses apabila ia mampu membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain, dengan
kata lain seorang sarjana harus mampu berkarya sesuai dengan minat dan bakat
yang dimilikinya.
Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong
dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat
memperoleh pekerjaan. Selain itu pengangguran juga merupakan suatu ukuran
yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang
melakukan usaha secara aktif.
Berbicara mengenai pengangguran dikalangan sarjana di Kecamatan
Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, tidak terlepas dari kurangnya lowongan
pekerjaan yang tersedia, faktor tersebut dipengaruhi oleh banyaknya para sarjana
hanya duduk diam menunggu CPNS, tenaga kontrak daerah ataupun tenaga
honorer sehingga kesempatan untuk berkarya dan membuka lapangan
pekerjaanpun terhalang. Pada dasarnya kebanyakan pengangguran sarjana terjadi
akibat tidak adanya kreatif yang dimiliki para lulusan sarjana bahkan kurangnnya
minat dalam melakukan hal yang sifatnya membangun karakter berwirausaha.
Berikut wawancara dengan T. Riduan, SP selaku Camat Simeulue Barat
Kabupaten Simeulue mengatakan bahwa :
37
“Benar bahwa pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat sangat
tinggi namun kebanyakan lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue
Barat Kabupaten Simeulue yang menganggur tidak berani
membuka lapangan pekerjaan sehingga angka pengangguran di
Simeulue Barat kian bertambah. Padahal seandainya para lulusan
sarjana masing-masing mempunyai minat untuk berwirausaha
kemungkinan besar angka pengangguranpun berkurang. Selain itu,
para lulusan sarjana tidak siap untuk mandiri sekalipun modal
usaha tidak begitu banyak namun apa salahnya kalau berani
berbuat, karena usaha itu dimulai dari yang terkecil”. (wawancara,
26 Mei 2015)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa para lulusan
sarjana di Kecamatan Simeulue Barat tidak siap untuk mandiri hanya
mengharapkan menjadi tenaga Pegawai Negeri SIPIL (PNS). Pernyataan Camat
Simeulue Barat berbeda dengan yang di ungkapkan oleh Saimul Ari, seorang
lulusan sarjana yang sudah menyelesaikan studinya mengatakan bahwa :
“Saya sudah lama menyelesaikan studi sarjana namun sampai saat
ini belum mendapatkan pekerjaan, karena lowongan pekerjaan
yang tersedia sangat sedikit sehingga sulit sekali untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak”. (wawancara, 27 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh Irmawidin yang juga seorang lulusan
sarjana yang telah lama menganggur juga belum mendapatkan pekerjaan,
mengatakan :
“Benar, terjadinya pengangguran karena lowongan pekerjaan yang
sangat sedikit, hal itu disebabkan oleh pemerintah belum membuka
lapangan pekerjaan yang optimal sehingga melantarkan para
lulusan sarjana untuk mendapatkan pekerjaan”. (wawancara, 27
Mei 2015)
Hal senada kembali diungkapkan oleh Masdi Amin mengatakan bahwa :
“Benar, kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang diberikan
oleh pemerintah daerah sangat berpengaruh pada lulusan para
sarjana, selain itu hal yang paling merumitkan para lulusan sarjana
dalam melakukan pekerjaan adalah keterbatasan modal sehingga
38
sulit untuk membuka lapangan pekerjaan”. (wawancara, 28 Mei
2015)
Hasil wawancara penulis juga diperkuat wawancara dengan Alyudi
Herlanda, mengatakan bahwa :
“Sangat benar sekali hal yang menjadi permasalahan bagi para
lulusan sarjana dalam membuka lapangan pekerjaan adalah faktor
modal. Modal sangat menentukan jalannya suatu usaha, oleh sebab
itu seharusnya pemerintah sudah semestinya berperan aktif dalam
menangani masalah pengangguran yang terjadi saat ini khususnya
di Kecamatan Simeulue Barat”. (wawancara, 28 Mei 2015)
Hasil wawancara di atas kembali diutarakan oleh Fajri Andayata selaku
lulusan sarjana yang sampai saat ini juga belum mendapatkan pekerjaan,
mangatakan :
“Faktor modal sangat penting dalam menjalankan suatu usaha
selain dari faktor sumberdaya manusia. Selama ini, saya sangat
mempunyai antusias dan iming-iming untuk membuka lapangan
pekerjaan salah satu usaha yang ingin saya kembangkan adalah
memberikan pengajaran komputer kepada anak-anak sekolah yang
belum menguasai komputer. Namun, apalah daya modal sangat
mentukan jalannya suatu rencana. Tujuan saya membuka lapangan
pekerjaan adalah untuk mengurangi angka pengangguran yang
terjadi saat ini imbuhnya”. (wawancara, 29 Mei 2015)
Dari beberapa wawancara di atas dapat dipahami bahwa tingginya
pengangguran para lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten
Simeulue disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan sehingga para lulusan
sarjana mengalami pengangguran. Selain faktor tersebut ada juga faktor lain yang
menghambat jalannya para lulusan sarjana dalam berwirausaha antara lain faktor
modal. Modal sangat berpengaruh bagi dunia wirausaha karena tanpa adanya
modal yang kita miliki bisa melantarkan sesuatu hal yang telah dirancang dan
direncanakan. Hal itu juga dibenarkan oleh Amin Sukri selaku lulusan sarjana, ia
mengatakan :
39
“Benar, yang mana modal sangat menentukan suatu jalannya usaha.
Kebanyakan lulusan sarjana ingin membuka lapangan pekerjaan
yang layak untuk mengurangi angka pengangguran. Akan tetapi
persoalan serius yang sampai saat ini tidak bisa diatasi adalah tidak
adanya modal untuk mebuka lapangan pekerjaan. Ia menambahkan
jalan satu-satunya untuk mengurangi angka pengangguran yaitu
intansi pemerintah memberikan peluang kerja sama antar lulusan
sarjana yang menganggur yakni memberikan modal usaha. Hal ini
dapat meminimalisir tingkat pengangguran yang terjadi di
Kecamatan Simeulue Barat”. (wawancara, 29 Mei 2015)
Pendapat berbeda juga disampaikan oleh Zul Fadri selaku lulusan sarjana,
berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan :
“Menurut saya, tingginya angka pengangguran di Kecamatan
Simeulue Barat Kabupaten Simeulue karena akibat dari tingginya
tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan
adanya lapangan pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan
tenaga kerja yang cenderung kecil persentasenya. Selain itu juga
disebabkan oleh rendahnya tingkat pertumbuhan penciptaan
lapangan kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja”.
(wawancara, 30 Mei 2015)
Sementara Mulyadi yang juga seorang lulusan sarjana berpendapat :
“Saat ini saya belum bekerja dan belum mendapatkan pekerjaan.
Hal tersebut terjadi karena tingkat penerimaan calon CPNS lebih
kecil dari pada angka pendaftaran calon CPNS sehingga saya tidak
mempunyai kesempatan untuk menjadi pegawai negeri. Hal itu
dikarenakan pemerintah setempat masih menerima orang luar
untuk menjadi calon CPNS di daerah Kabupaten Simeulue
sehingga persainganpun kian miningkat”. (wawancara, 30 Mei
2015)
Hal senada kembali diungkapkan oleh Alsan Arta ia mengatakan :
“Saat ini untuk penerimaan CPNS lebih dibutuhkan orang luar dari
pada orang asli daerah, kita tidak tahu permainan apa yang
sebenarnya dilakukan oleh daerah namun yang pasti setiap
pengadaan CPNS lebih banyak orang luar yang lewat dari pada
orang asli daerah sendiri. Pada hal apa salahnya kalau pemerintah
daerah setempat mengurangi kuota CPNS bagi orang luar dan
memperbanyak kuota asli daerah. Bukan saya membanding-
bandingkan akan tetapi kenapa daerah lain juga bisa mengurangi
kuota penerimaan orang luar untuk CPNS kenapa kita tidak bisa”.
(wawancara, 01 Juni 2015).
40
Dari beberapa wawancara yang peneliti wawancarai, maka Samsir selaku
lulusan sarjana mengatakan :
“Sampai saat ini saya belum mendapatkan pekerjaan dan saya
sudah lama menyelesaikan studi sarjana namun peluang kerja
sangat sulit sekali misalnya tenaga kontrak daerah yang terlalu
lama dibuka bahkan sekalipun dibuka pasti yang lewat orang-orang
luar hanya sebagian kecil orang asli daerah. Padahal untuk
mengurangi angka pengangguran yang ada di Kecamatan Simeulue
Barat Kabupaten Simeulue salah satunya adalah menutup peluang
untuk orang luar dan menerima orang asli daerah sendiri”.
(wawancara, 01 Juni 2015)
Hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa informan yang
peneliti wawancarai adalah orang-orang yang telah menyelesaikan studi sarjana
dan belum mendapatkan pekerjaan (menganggur). Dari informan yang telah saya
wawancarai alasan masih menganggur dan belum mendapatkan pekerjaan karena
lowongan pekerjaan yang dibutuhkan oleh daerah lebih sedikit selain itu
pemerintah setempat belum mengarahkan para lulusan sarjana melakukan
wirausaha padahal mereka sangat antusias ingin bekerja, selain itu alasan lain
tidak mempunyai modal untuk berwirausaha.
Para informan berpendapat seandainya instansi pemerintah melakukan
kerja sama dengan lulusan sarjana yang masih menganggur untuk diberikan modal
usaha, kemungkinan besar dapat mengurangi angka pengangguran yang ada saat
ini khususnya di Kecamatan Simeulue Barat.
Faktor yang paling utama dalam melakukan wirausaha atau membuka
lapangan pekerjaan adalah para lulusan sarjana harus berani berbuat, siap untuk
mandiri dan siap melakukan hal apa saja yang sifatnya positif untuk kepentingan
peribadi dan orang lain yang pada akhirnya membuahkan hasil yaitu memberikan
lapangan pekerjaan untuk orang lain, dengan cara ini secara tidak sengaja telah
41
mengurangi angka pengangguran khususnya di Kecamatan Simeulue Barat
Kabupaten Simeulue.
4.3.1. Faktor Penyebab Banyaknya Pengangguran Sarjana di Kecamatan
Simeulue Barat
Secara historis masyarakat Indonesia cenderung memiliki sikap feodal
yang diwarisi dari penjajah Belanda, hal ini ikut mewarnai orientasi pendidikan
bangsa Indonesia. Apabila hal ini tidak segera diantisipasi, bukan hal yang
mustahil suatu saat akan terjadi ledakan pengangguran terdidik yang tak
terkendali di Indonesia, karena para lulusan lembaga pendidikan tidak dikader
sejak dini untuk menjadi pencipta lapangan kerja.
Kecenderungan untuk mencari pekerjaan perlu diarahkan kepada
penciptaan lapangan kerja minimal bagi diri tamatan itu sendiri. Kenyataan seperti
ini mengindikasikan bahwa perguruan tinggi baru sekedar mampu mempersiapkan
mahasiswa untuk mengisi lapangan kerja dan belum mampu mempersiapkan
mereka menjadi lulusan yang berwirausaha.
Jumlah pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue
dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini disebabkan sedikitnya lapangan
pekerjaan sedangkan jumlah perguruan tinggi terus bertambah. Akibatnya terjadi
ketidakseimbangan antara jumlah lapangan pekerjaan dengan orang yang akan
bekerja. Masalah pengangguran sebenarnya bisa di atasi jikalau daerah mampu
menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin. Namun hal ini sepertinya
tidak mungkin bisa secepatnya terealisasi, karena banyaknya kendala baik dari
segi ekonomi maupun sumber daya manusia (SDM) itu sendiri. Berikut
42
wawancara dengan T. Riduan, SP., selaku Camat Kecamatan Simeulue Barat
mengatakan bahwa:
“Penyebab tingginya angka pengangguran di Kecamatan Simeulue
Barat dikarenakan kebanyakan para lulusan sarjana ingin menjadi
tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain itu hanya diam
menunggu kontrak daerah dan juga hanya ingin menjadi tenaga
honorer. Padahal tugas seorang sarjana itu adalah membuka
lapangan pekerjaan untuk orang lain bukan mencari dan menunggu
pekerjaan”. (wawancara, 26 Mei 2015)
Keterangan di atas menjelaskan bahwa kebanyakan lulusan sarjana hanya
mengharapkan menjadi tenaga CPNS bukan semata-mata membuka lapangan
kerja sesuai dengan skill atau keahlian yang dimiliki. Oleh sebab itu, secara
otomatis jumlah pengangguran bukannya berkurang akan tetapi mala bertamba
secara merata disemua lini.
Pendapat berbeda secara spontan disampaikan informan yang lain
mengenai masalah apa penyebab pengangguran tersebut sebenarnya, faktor
penyebab banyaknya pengangguran disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Berikut hasil wawancara peneliti dengan beberapa
informan.
Seperti yang dikatakan oleh Saimul Ari, salah seorang lulusan sarjana
mengatakan bahwa:
“Kalau kita berbicara masalah pengangguran sama saja kita
berbicara masalah faktor internal dan eksternal, dimana faktor
internal pemerintah daerah Kabupaten Simeulue masih
memberikan peluang kepada lulusan sarjana dari luar untuk tes
CPNS di Kabupaten Simeulue. Sedangkan faktor eksternal adalah
kurangnya kuota atau jumlah calon CPNS yang diterima oleh
pemerintah Kabupaten Simeulue. sehingga dengan kedua faktor
tersebut sangat dirasakan pengaruhnya oleh putra daerah sendiri”.
(wawancara, 27 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh Irmawidin, seorang lulusan sarjana
mengatakan bahwa :
43
“Menumpuknya jumlah pengangangguran khususnya di Kecamatan
Simeulue Barat dan di Kabupaten Simeulue pada umumnya
disebabkan kurangnnya kuota yang diterima menjadi calon PNS.
Kemudian dengan demikian jumlah lulusan sarjana setiap tahun
semakin bertambah, sedangkan lulusan sarjana sebelumnya belum
mendapatkan pekerjaan”. (wawancara, 27 Mei 2015)
wawancara penulis juga diperkuat hasil wawancara dengan Samsir,
seorang lulusan sarja yang sudah lama menganggur, mengatakan bahwa:
“Seharusnya pemerintah daerah mengutamakan CPNS putra daerah
sendiri dan mengurangi kuota bagi putra daerah luar, artinya
pemerintah daerah bukan tidak menerima dari luar akan tetapi
mengurangi peneriman CPNS dari luar sehingga pengangguran di
Kabupaten Simeulue sedikit berkurang”. (wawancara, 1 Juni 2015)
Dari beberapa penjelasan yang dipaparkan informan dapat dipahami
bahwa, penyebab pengangguran lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat
dikarenakan kurangnya kuota penerimaan putra asli daerah terhadap CPNS
sehingga dampaknya jumlah pengangguran pengangguran yang semakin tidak
teratasi. Bagaimana mungkin tidak menumpuknya pengangguran sementara setiap
tahunnya jumlah lulusan sarjana yang baru semakin bertambah sedangkan yang
telah lama lulus belum mempunyai pekerjaan tetap yang dapat memenuhi
kebutuhan diri sendiri apalagi keluarga.
Hal tersebut di atas sangat dirasakan oleh lulusan-lulusan sarjana yang
sudah lama menganggur, berikut yang disampaikan oleh Fajri Andayata salah
seorang lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat.
“Tingginya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat
dikarenakan pemerintah pusat telah menutup lapangan pekerjaan
seperti tenaga hanorer dan tenaga kontrak daerah, sehingga dampak
dari kebijakan tersebut sangat berpengaruh terhadap lapangan
pekerjaan bagi lulusan sarjana terutama di Kecamatan Simeulue
Barat”. (wawancara, 29 Mei 2015)
Wawancara selanjutnya mewawancarai Alyudi Herlanda, kembali
diungkapkan :
44
“Sebenarnya saya sudah dua kali mengikuti tes CPNS akan tetapi
sampai saat ini belum membuahkan hasil, sehingga saya putuskan
mencari pekerjaan apa adanya untuk kebutuhan sehari-hari. Faktor
lain yang membuat saya menganggur adalah keterbatasan modal
dalam melakukan wirausaha. (wawancara, 28 Mei 2015)
Penjelasan berikutnya dikemukakan oleh Masdi Amin menuturkan bahwa :
“Sebenarnya kalau menurut saya selain tidak mempunyai modal
sama sekali dan sulitnya untuk membuka lapangan pekerjaan, ada
hal lain misalnya kurangnya perhatian pemerintah daerah kepada
para lulusan sarjana. Kenapa saya katakan demikian karena
pemerintah daerah kemungkinan besar kurang pendekatan
emosional dengan pemerintah pusat, artinya lobih-lobih pemerintah
daerah kepihak-pihak terkait kurang ”. (wawancara, 28 Mei 2015)
Faktor tersebut di atas tidak berarti lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue
Barat tidak berkopeten akan tetapi hanya keterbatasan modal serta belum
mempunyai lapangan pekerjaan yang tetap. Berikut hasil wawancara dengan
Safwin Efendi mengatakan.
“Saat ini mencari lapangan pekerjaan yang tetap sangat susah,
karna berbagai alasan ditempuh oleh berbagai kalangan sarjana
yang menganggur yakni di Kecamatan Simeulue Barat salah
satunya keterbatasan modal. Modal sangat menentukan jalannya
suatu usaha, saya sangat berminat untuk melakukan usaha namun
modal tidak mencukupi” (wawancara, 29 Mei 2015)
Selanjutnya disampaikan oleh Reki Sumantri selaku sarjana menganggur
di Kecamatan Simeulue Barat, ia menuturkan:
“Saat ini sangat sulit mencari pekerjaan, baik dikalangan
pemerintahan maupun tingkat perekonomian sehari-hari sangat
sulit kita dapatkan apalagi di daerah Kecamatan Simeulue Barat
masih sangat terpencil sehingga kemajuan daya sektor ekonomi
masih melemah” (wawancara, 29 Mei 2015)
Dari hasil wawancara dengan Reki Sumantri, maka Adri Amin yang juga
seorang sarjana yang sudah lama menganggur, ia mengatakan:
45
“Sepengetahuan saya terjadinya banyak pengangguran sarjana di
Kecamatan Simeulue Barat ini dikarenakan pemerintah Kabupaten
Simeulue tidak benar-benar memperhatikan para lulusan sarjana
dalam hal membuka lowongan kerja. Selain itu faktor lain juga
dipengaruhi oleh keterbatasan modal dalam membuka usaha”
(wawancara, 29 Mei 2015)
Solusi-solusi yang sifatnya memotivasi selalu datang dari berbagai elemen
atau pihak-pihak lain, baik dari intansi pemerintahan maupun dari masyarakat
sendiri supaya seluruh lulusan sarjana jangan cepat putus asa, solusi tersebut
disampaikan orang nomor satu di Kecamatan Simeulue Barat yaitu Bapak T.
Riduan, SP sebagai berikut.
“Diharapkan kepada lulusan sarjana harus adanya ilmu terapan
yang sifatnya memberi incom agar mempunyai daya saing tinggi
dan mempunyai sumberdaya manusia yang berkualitas. Selain itu,
lulusan dituntut untuk lebih mapan dan mampu mengelola
sumberdaya alam untuk berwirausaha secara mandiri”.
(wawancara, 26 Mei 2015)
Solusi tersebut diterima secara positif oleh para sarjana menganggur
seperti dituturkan oleh Alsan Arta merupakan salah seorang lulusan serjana yang
masih menganggur sampai saat ini, berikut ini wawacara peneliti dengan yang
bersangkutan.
“Harapan saya kepada pemerintah daerah Kabupaten Simeulue
agar dapat membuka lapangangan pekerjaan baik di instansi
pemerintahan maupun swasta dan semoga pemerintah daerah dapat
mengurangi kuota penerimaan CPNS bagi masyarakat luar
Kabupaten Simeulue dan lebih mengutamakan putra asli daerah
sendiri. (wawancara, 01 Juni 2015).
Harapan selanjutnya diutarakan oleh Amin Sukri, mengatakan bahwa:
“iya, harapan dari saya dan juga mungkin teman-teman yang lain,
sama-sama mengharapkan kepada pemerintah Kabupaten Simeulue
supaya kedepan dapat membuka lapangan pekerjaan baik kontrak
maupan honor sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan khususnya para lulusan sarja saat ini”. (wawancara,
29 Mei 2015)
46
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah
daerah telah menutup lapangan pekerjaan baik dari segi tenaga kontrak maupun
dari tenaga honorer secara merata disemua lini jurusan. Penyebab lainnya juga
disebabkan oleh faktor ketidak seimbangnya antara jurusan yang diambil oleh
para lulusan sarjana dengan formasi yang dibuka oleh pemerintah daerah. Salah
satu contohnya adalah jurusan yang paling banyak diminati oleh lulusan sarjana di
Kecamatan Simeulue Barat adalah lulusan Pendidikan Agama Islam sementara
formasi atau lowongan yang dibuka oleh pemerintah dalam penerimaan tenaga
kontrak dan CPNS lebih cenderung kepada lulusan Kesehatan. Sehingga secara
otomatis lulusan-lulusan sarjana yang memilih jurusan lain tingkat pengangguran
semakin bertambah.
4.4. Pembahasan
Penyebab tingginya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat tidak
terlepas dari berbagai fenomena yang terjadi saat ini. Masalah penganguran
memang menjadi permasalah komplek dalam konteks mencari lapangan pekerjaan
baik di intansi pemerintahan maupun swasta. Apalagi akhir-akhir ini tantangan
yang dihadapkan para lulusan sarja dari berbagai jurusan serta perguruan tinggi
manapun saling menunjukan kehebatan atau keahlian masing-masing, ini semata-
mata disebabkan kurang tersedianya lapangan pekerjaan dikalangan para lulusan
sarjana.
Kecamatan Simeulue Barat merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Simeulue yang mempunyai jumlah lulusan sarjana menganggur yang
makin bertambah. Pengangguran sarjana dirasakan berat, karena hal ini lebih
47
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekternal yang ada di sekeliling sarjana
yang menganggur.
Usaha perikanan budidaya saat ini mengalami perkembangan yang sangat
pesat, hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan perkembangan produksi
perikanan budidaya. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013)
menyatakan bahwa produksi perikanan nasioanal pada tahun 2013 mencapai
19,57 juta ton. Produksi perikanan tangkap menyumbang 5,86 juta ton sementara
produksi perikanan budidaya menyumbang 13,70 juta ton. Laju pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) bidang perikanan pada tahun 2013 mencapai 6,9%
per-tahun.
Munculnya pengangguran dikalangan sarjana khususnya di Kecamatan
Simeulue Barat tidak dibarengi dengan peluang kerja dengan pertimbangan
sumberdaya alam khususnya dibidang kelautan perikanan yang sangat memadai,
hal ini karena para pengangguran tidak mengaplikasikan skilnya dibidang
wirausaha. Padahal peluang bisnis baik dari segi budidaya ikan, udang, lobster,
kepiting sangat menjanjikan, jika peluang tersebut benar-benar dikelola oleh para
pengangguran yang ada di Kecamatan Simeulue Barat maka tingkat pengangguran
yang ada dapat teratasi. Sumberdaya alam yang melimpah tidak bisa dipungkiri
dengan berbagai alasan yang tidak didasari oleh sumberdaya manusia yang ada,
jika sumberdaya manusia mampu mencanangkan dalam berbagai disiplin ilmu
tidaklah menjadi sebuah persoalan bagi dunia persaingan bisnis masa kini.
Menurut Anggawati, (1991) kegiatan budidaya terutama budidaya ikan
dan kepiting merupakan kegiatan perikanan yang bersifat dapat memilih tempat
yang sesuai dan memilih metode yang tepat serta komoditas yang diperlukan,
sehingga dengan sifatnya yang luwes ini maka pendistribusian produk dapat
48
disesuaikan dengan permintaan yang ada ataupun pemanfaatannya. Kegiatan
budidaya laut makin mendapatkan perhatian karena dari kegiatan penangkapan
tidak lagi dapat diandalkan untuk memenuhi permintaan pasar yang membutuhkan
pasok semakin besar dan menginginkan standar kualitas yang lebih pasti.
Produksi ikan melalui usaha budidaya dimulai sejak tahun 1960, namun
penerapan kolam dan keramba jaring apung sebagai sarana produksi untuk tujuan
komersil baru dimulai pada tahun 1970.
Faktor kemalasan yang terjadi di kalangan sarjana di Simeulue Barat
karena faktor tidak mau mengembangkan skilnya yang dimiliki dalam melakukan
wirausaha. Menurut teori Edy Zaqeus, (2011) kemalasan adalah suatu perasaan di
mana seseorang akan enggan melakukan sesuatu karena dalam pikirannya sudah
memiliki penilaian negatif atau tidak adanya keinginan untukmelakukan hal
tersebut. Rasa malas kerap digambarkan sebagai hilangnya motivasi seseorang
untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan. rasa malas diartikan sebagai
keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan malas biasanya
muncul lantaran kita suka mengaitkan pemikiran dengan sudut pandang yang
negatif. Saat membayangkan setumpuk tugas yang harus dilakukan atau kegiatan
lain yang menjadi tanggung jawab kita, bukannya segera kita selesaikan pekerjaan
itu, kita malah menundanya sehingga mengundang stres.
Seiring berjalannya waktu, subyek dapat menyadari dan menerima
keadaannya sebagai pengangguran dan harus dihadapi. Mereka tidak akan
mungkin terlepas dari permasalahan tersebut kalau tidak ada usaha yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Para pengangguran sarjana
juga bersikap optimis dalam menjalani keadaannya. Selain bersikap optimis, para
49
pengangguran sarjana juga berusaha mencari informasi, motivasi, dan keyakinan
bahwa dapat melalui keadaan menganggur ini dengan baik.
Mencari dukungan sosial juga dilakukan pengangguran sarjana.
Dukungan sosial yang dicari pengangguran sarjana berupa dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Dukungan instrumental yang didapat oleh
pengangguran sarjana meliputi nasehat maupun informasi dari orang-orang
disekitarnya. Sedangkan dukungan emosional yang didapatkan pengangguran
sarjana berupa dukungan moral, simpati dan pemahaman terhadap masalah
yang dihadapinya. Dukungan sosial yang saat ini sangat dibutuhkan oleh
pengangguran sarjana adalah dukungan instrumental.
Kenaikan jumlah penduduk yang dialami Indonesia mengakibatkan
kenaikan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi, kenaikan jumlah angkatan kerja
tersebut, tidak dibarengi oleh meningkatnya kesempatan kerja, akibatnya angkatan
kerja yang jumlahnya bertambah tersebut tidak dapat didistribusikan ke lapangan
pekerjaan. Hal ini akan berdampak pada jumlah pengangguran yang terus
bertambah. Tuntutan dunia kerja saat ini semakin tinggi, tidak hanya mampu
dalam bidang akademis saja, tetapi yang sedang dicari saat ini adalah orang-orang
yang mempunyai soft sklill (Sadono Sukirno, 2004).
4.4.1 Faktor Penyebab Banyaknya Pengangguran Sarjana di Kecamatan
Simeulue Barat
Adanya ketidaksesuaian antara kualitas pendidikan dengan relevansinya
dalam dunia kerja, menyebabkan banyaknya produk-produk pendidikan yang
kesulitan untuk memasuki dunia kerja. Meskipun saat ini jumlah lulusan
Perguruan Tinggi yang mempunyai title sarjana sangat banyak dibandingkan
50
beberapa tahun yang lalu, nampaknya justru para lulusan sarjana itulah yang
masih banyak menganggur. Dapat dibayangkan setiap tahunnya Perguruan Tinggi
melakukan wisuda sampai 4 tahap, jika setiap tahap Perguruan Tinggi me-wisuda
mahasiswa rata-rata 100 mahasiswa dari setiap fakultas, maka dapat dihitung
berapa besar lulusan sarjana yang ada.
Belum lagi jika diakumulasikan jumlah sarjana yang berasal dari berbagai
Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia jumlahnya
tentu sangatlah besar. Dengan demikian jumlah lapangan kerja yang tersedia
untuk menampungnya tentu saja harus sebanding, jika tidak akan muncul
fenomena pengangguran intelektual.
Umumnya para lulusan sarjana tersebut masih mempunyai idealisme yang
cukup tinggi terhadap dunia kerja. Mereka memilih-milih pekerjaan yang sesuai
dengan background pendidikannya, begitu pula soal pendapatan atau gaji yang
akan diberikan oleh perusahaan, namun kadang mereka lupa tidak semua
ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja mereka miliki.
Lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang dibuka beberapa
waktu yang lalu, nampaknya menjadi ajang perebutan bagi sejumlah lulusan
sarjana di tanah air. Berbagai posisi yang ditawarkan hanya untuk beberapa orang
ternyata diminati lebih dari porsi yang ditentukan. Hal semacam ini kadangkala
menjadi lahan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memperkaya
diri sendiri. Bukan menjadi rahasia umum, bahwa praktek KKN sangat kental
disini. Siapapun yang berani membayar mahal sudah dipastikan akan memperoleh
posisi yang diinginkan. Ketika sudah menduduki posisi yang diinginkan, tak heran
banyak pegawai yang bekerja hanya untuk mengembalikan uang yang dikeluarkan
dulu, sehingga praktek yang sama mungkin saja berulang.
51
Sebagian lulusan sarjana yang beruntung dalam arti mempunyai
kemampuan kecerdasa dilengkapi kemapuan finansial, hal ini bukan menjadi
kendala. Tetapi permasalahannya bagi lulusan sarjana yang pandai tapi tidak
mempunyai akses atau kemampuan finansial lebih, apalagi bagi lulusan yang
mempunyai kemampuan pas-pasan dan kemampuan finansial yang pas-pasan
pula, kedua hal inilah yang mendorong terciptanya fenomena pengangguran
intelektual. Apabila dilihat dari aspek kuantitas lulusan pendidikan tinggi,
sebenarnya terdapat hal yang kontroversial. Di satu sisi kita kekurangan tenaga
kerja yang berpendidikan sarjana, tetapi di sisi lain kita memiliki pengangguran
sarjana dalam jumlah yang amat besar.
Menanggapi fenomena pengangguran intelektual di atas, menjadi
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan baik oleh pemerintah maupun berbagai
komponen pendidikan. Karena pendidikan diharapkan dapat menciptakan
kehidupan yang lebih baik bagi para lulusannya. Pendidikan dengan berbagai
muatan kurikulum didalamnya hendaknya dapat mendorong para lulusan sarjana
untuk sejenak berpikir lebih kreatif dan inovatif.
Selain penyebab yang telah di uraikan di atas penyebab lainpun juga terus
dipersoalkan antara lain :
1. Penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar daerah tidak seimbang
2. Adanya lapangan kerja yang dipengaruhi oleh musim
3. Budaya pilih-pilih pekerjaan
4. Lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah sangat terbatas
5. Besarnya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan kesempatan kerja.
Sehingga dengan beberapa persoalaan di atas sangat mempengaruhi atau
ketidakseimbangan antara jumlah lulusan sarjana dengan kuota yang diterima
52
sebagai Pegawai Negeri Sipil, kemudian faktor lain juga sering dialami para
lulusan sarjana yang mencari pekerjaan di bidang swasta.
53
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
yaitu:
Faktor banyaknya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten
Simeulue dikarenakan faktor kemalasan, selain itu tidak tersedianya lapangan
kerja bagi sarjana yang menganggur baik di instansi pemerintahan maupun
swasta, kemudian kurangnya modal para pengangguran sarjana dalam membuka
usaha. Padahal tidak bisa dipungkiri mengingat peluang dari sumberdaya alam
yang sangat potensial untuk mengembangkan bisnis, salah satu peluang besar
dalam berwirausaha di daerah Kecamatan Simeulue Barat adalah budidaya ikan,
kepiting dan lobster.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa hal yang
dapat disarankan antara lain :
1. Diharapkan kepada pemerintah derah agar dapat membuka lapangan
pekerjaan kepada para sarjana yang menganngur khususnya di Kabupaten
Simeulue, sehingga angka tingkat pengangguran dapat berkurang.
2. Untuk penambahan modal dalam membuka suatu usaha perlu adanya kerja
sama baik dengan pihak pemerintah daerah maupun dengan para investor
yang mempunyai modal tinggi, dengan harapan usaha yang akan
54
dijalankan dapat berkembang. Selain itu, pemerintah juga harus
memberikan pelatihan khusus kepada para sarjana yang menganggur untuk
menambah tingkat pengetahuan dalam membuka suatu usaha.
3. Bagi sarjana menganggur diharapkan agar melakukan hal-hal yang positif
seperti berperan aktif dalam membuka lapangan pekerjaan meskipun
dengan modal sedikit tidak serta merta mengharapkan menjadi seorang
Pegawai Negeri Sipil.
DAFTAR PUSTAKA
Angga wati, 1991. Faktor Kerja Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Sejawa
Barat. Bandung: Skripsi Mahasiswa UPI
Arikunto, 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Aneka Cipta.
Biro Pusat Statistik, 2008. Keadaan Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Indonesia.
Berbagai Edisi. BPS
Bloom, C., dan Sevilla. 2003. The Demographic Devidend, A New Perspective on
The Economic Consequences of Population Change. California:
Rand
Badan Pusat Statistik Profinsi Jawa Timur, 2001
Daniel dan Moehar, 2004. Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Indonesia.
Jakarta: Bumi aksara
Edy zaQues, 2011. Faktor –Faktor Kemalasan Sarjana. jakarta: Raja Grafindo
Persada
Engkos, 2003. Manajemen Industri. Bandung: Alfabeta
Elfindri dan Bakhtiar, 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Padang: Andalas
University Press
Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono, 2004. Analisis Waktu Tunggu
Tenaga Kerja Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta
Tahun2003. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri sebelas
Maret. Surakarta
Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta. Ghalia Indonesia
Kaufman dan Hotchkiss. 1999. The Economic Labor Markets. USA : Georgia
State University.
Marius dan Jelamu Ardu, 2004. Memecahkan masalah Pengangguran di
Indonesia. IPB
Moh. Nazir, 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pitartono, 2012. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997-
2010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Sadono Sukirno, 2003. Makro Ekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta :
Raja Grafindo Persada
Sadono Sukirno, 1994. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekartawi, 2003. Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Media
Pustaka
Soetomo Et al., 1999. Statistik Non Para Metrik Untuk Penelitian. Bandung: CV
Alfabeta
Soehartono, 2008. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta
Subagyo, Ahmad Wito, 2000, Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan
Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan, Yogyakarta : Gadjah
Mada
Subana dan Sudrajat, 2009. Dasar-DasarPenelitian Ilmiah. Cetakan 3. Bandung:
Pustaka Setia
Sukandarrumidi, 2008. Dasar-Dasar Penulisan Proposal Penelitian. Gajah Mada
University Press: Yogyakarta.
Tilaar, H.,1999. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosda Karya
Usman dan Purnomo, 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta. Bumi Aksara